Case Hemoptisis Dewi

35
BAB I KASUS I. IDENTITAS PASIEN Nama : Tn. T Usia : 62 tahun Jenis Kelamin : Laki-laki Agama : Islam Status Perkawinan : Menikah Suku : Sunda Alamat : Nagrak, Sukabumi Tanggal Masuk : 21 April 2015 II. ANAMNESIS Keluhan Utama Batuk darah sejak 3 hari sebelum masuk rumah sakit Riwayat Penyakit Sekarang Sejak ± 3 minggu SMRS pasien mengeluh batuk-batuk. Batuk hilang timbul, namun tidak ada dahak. 1 minggu terakhir, keluhan dirasa semakin memberat, batuk terus- menerus dan adanya dahak berwarna putih kental. Dalam tiga hari terakhir, pasien mengeluh batuk dengan disertai darah dimana dalam satu hari, pasien mengaku 1

description

a

Transcript of Case Hemoptisis Dewi

BAB I

KASUS

I. IDENTITAS PASIEN

Nama : Tn. T

Usia : 62 tahun

Jenis Kelamin : Laki-laki

Agama : Islam

Status Perkawinan : Menikah

Suku : Sunda

Alamat : Nagrak, Sukabumi

Tanggal Masuk : 21 April 2015

II. ANAMNESIS

Keluhan Utama

Batuk darah sejak 3 hari sebelum masuk rumah sakit

Riwayat Penyakit Sekarang

Sejak ± 3 minggu SMRS pasien mengeluh batuk-batuk. Batuk hilang timbul,

namun tidak ada dahak. 1 minggu terakhir, keluhan dirasa semakin memberat,

batuk terus-menerus dan adanya dahak berwarna putih kental. Dalam tiga hari

terakhir, pasien mengeluh batuk dengan disertai darah dimana dalam satu hari,

pasien mengaku sudah tiga kali batuk disertai darah, sebanyak ± ½ aqua gelas,

darah berwarna merah segar. Keluhan batuk disertai dengan adanya sesak napas,

pusing, lemas, dan merasa panas dingin saat malam hari. Selain itu, berat badan

pasien juga terus menurun. Pasien juga mengaku seringkali mudah lelah saat

sedang beraktivitas dan nafsu makan yang menurun.

1

Pada 4 bulan yang lalu, pasien sudah mengalami sesak dan batuk-batuk serupa

dengan keluhan yang sekarang. Lalu pasien berobat dan dianjurkan untuk

mengonsumsi obat paru secara rutin. Namun, pasien hanya meminum obat selama

dua bulan.

BAK dan BAB pasien lancar atau tidak ada gangguan. Mual (-), muntah (-),

nyeri ulu hati (-).

Riwayat Penyakit Dahulu

Keluhan batuk disertai darah baru pertama kali dirasakan oleh pasien.

Pasien tidak memiliki riwayat penyakit keganasan, hipertensi, penyakit

jantung, maupun DM.

Riwayat Pengobatan

4 bulan yang lalu pasien sempat mengkonsumsi obat paru (OAT) selama dua

bulan, namun tidak meneruskannya.

Riwayat Penyakit Keluarga

Tidak ada riwayat TB paru, penyakit keganasan, hipertensi, dan diabetes

mellitus dalam keluarga.

Riwayat Kebiasaan

Pasien merokok dari usia 20 tahun dalam sehari menghabiskan rokok

sebanyak 1 bungkus.

2

III. PEMERIKSAAN FISIK

- Kesadaran : Composmentis

- KU : Tampak sakit sedang

- TTV :

o Tekanan darah : 130/90 mmHg

o Frekuensi nadi : 96 kali/menit

o Frekuensi napas : 24 kali/menit

o Suhu tubuh : 36,9 °C

KEPALA

- Bentuk : Normal, simetris

- Rambut : Hitam, tidak mudah dicabut

- Mata : Konjungtiva anemis, sklera tidak ikterik, pupil isokor kanan

= kiri, refleks cahaya (+)

- Telinga : Bentuk normal, simetris, membran timpani intak, sekret (-)

- Hidung : Bentuk normal, deviasi septum (-), laserasi (-), sekret (-)

LEHER

- Bentuk normal, deviasi trakhea (-), tidak ada pembesaran kelenjar tiroid dan

KGB.

- JVP 5+2 cm H2O

THORAKS

- Inspeksi : Bentuk dada kanan = kiri simetris, pergerakan napas kanan =

kiri, iktus kordis tampak

3

- Palpasi : Fremitus taktil kanan = kiri, iktus kordis teraba di sela iga V

garis midclavicula kiri, nyeri tekan (-), krepitasi (-), pelebaran sela iga (-)

- Perkusi : Paru → Sonor pada kedua lapang paru

→ Batas paru hati: sela iga IV garis midklavikula kanan

Jantung → Batas atas: sela iga III garis sternalis kanan

→ Batas kanan: sela iga IV garis parasternalis kanan

→ Batas kiri: sela iga V garis midklavikula kiri

- Auskultasi : Paru → Pernapasan vesikula +/+r, rhonki-/-, wheezing -/-

Jantung → Bunyi jantung I-II murni, reguler, murmur (-),

gallop (-)

ABDOMEN

- Inspeksi : Perut datar simetris, umbilikus tidak menonjol

- Auskultasi : Bising usus (+) normal

- Perkusi : Shifting dullness (-)

- Palpasi : Nyeri tekan abdomen (-), nyeri tekan epigastrium (+), hepar

dan lien tidak terdapat pembesaran

EKSTREMITAS

- Superior : Hangat, sianosis (-/-), clubbing finger (-/-), edema (-/-)

- Inferior : Hangat, edema (-/-), sianosis (-/-)

4

IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Pemeriksaan Laboratorium

Hemoglobin : 13,9 g/dl 13,0-16,0

Leukosit : 8,8 103/µl 4,0-11,0

Hematokrit : 43 % 40,0-45,0

Trombosit : 256 103/µl 150-400

V. PENATALAKSANAAN

02 3 liter/menit jika pasien sesak

IVFD RL 500 cc/8 jam

Ranitidin 2x50 mg IV

Ambroxol 3x30

Cefotaxim 2x1 gram IV

Pemeriksaan sputum BTA

Pemeriksaan anjuran

- Foto Rontgen thorax

- Sputum BTA

VI. RESUME

Batuk-batuk sejak ± 3 minggu, hilang timbul tanpa dahak, 1 minggu terakhir batuk

terus-menerus dahak berwarna putih kental. Tiga hari terakhir batuk disertai darah 3x/hari,

sebanyak ± ½ aqua gelas, berwarna merah segar. Disertai sesak napas, pusing, lemas, dan

merasa panas dingin saat malam hari. Berat badan pasien terus menurun. Anoreksia (+).

Pernah batuk 4 bulan lalu tetapi minum obat paru rutin hanya 2 bulan. Pasien merokok

1bungkus/hari sejak usia 20thn. PF: konjungtiva anemis +/+, rhonki -/-, wheezing -/-, nyeri

tekan epigastrium (+). LAB : dalam batas normal.

VII. DIAGNOSIS SEMENTARA

5

Hemoptisis e.c. Suspek TB Paru Putus Obat

VIII. PROGNOSIS

Quo ad vitam : Dubia Ad Bonam

Quo ad functionam : Dubia Ad Bonam

Quo ad sanationam : Dubia Ad Bonam

BAB II

6

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

Hemoptisis adalah ekspektorasi darah dari saluran napas. Darah bervariasi dari

dahak disertai bercak/lapisan darah hingga batuk berisi darah saja.

Hemoptisis atau batuk darah ialah darah atau dahak berdarah yang dibatukkan,

berasal dari saluran pernapasan bagian bawah (mulai dari glottis kearah distal).

Hemoptisis adalah Ekspektorasi darah akibat perdarahan pada saluran nafas dibawah

laring, atau perdarahan yang keluar ke saluran nafas di bawah laring. Batuk darah lebih sering

merupakan tanda atau gejala dari penyakit dasar sehingga etiologinya harus dicari melalui

pemeriksaan yang seksama.

2.2 Epidemiologi

Pada tahun 1930-1960 penyebab batuk darah tersering di Amerika adalah

bronkiektasis dan tuberculosis (TB) paru. Smiddy dan Elliot melakukan pengamatan dengan

pemeriksaan BSOL (Bronkoskop serat optic lentur) pada tahun 1971-1972 menemukan

penyebab tersering batuk darah adalah bronchitis kronik atau bronkiektasis diikuti dengan

karsinoma bronkus.

Dibeberapa negara berkembang penyebab batuk darah tersering masih didominasi

oleh penyakit infeksi. Lim dkk melakukan penelitian sejak tahun 1993-1998 pada sebuah

rumah sakit di Singapura, menemukan penyebab batuk darah massif dengan laju perdarahan

> 150 ml dalam 24 jam adalah TB paru (40%), kanker paru (10%), bronkiektasis (8%) dan

sekuenstrasi paru (2%).

Di RS Persahabatan, Retno dkk pada penelitiannya terhadap 32 penderita batuk darah

mendapatkan penyabab terserig adalah TB paru (64,43%) dan bronkiektasis (16,71%)

sedangkan kanker paru sejumlah 3,4%. Hadiarto dkk mendapatkan penyebab tersering adalah

TB paru (50%), karsinoma ronkus (32%), bronchitis (8%) dan bronkiektasis (5%).

2.3 Klasifikasi/Berat Ringannya

7

Didasarkan dari perkiraan jumlah darah yang dibatukkan:

1. Bercak (Streaking)

Darah bercampur dengan sputum merupakan hal yang sering terjadi, paling umum pada

bronchitis. Volume darah kurang dari 15-20 mL/24 Jam.

2. Hemoptisis

Hemoptisis dipastikan ketika total volume darah dibatukkan 20-600 mL di dalam 24 jam.

Walaupun tidak spesifik untuk penyakit tertentu, hal ini berarti perdarahan dari pembuluh

darah lebih besar dan biasanya karena kanker paru, pneumonia (necrotizing pneumonia), TB

paru atau emboli paru.

3. Hemoptisis massif

Darah yang dibatukkan dalam waktu 24 jam lebih dari 600 mL- biasanya karena kanker

paru, kavitas pada TB paru atau bronkiektasis.

Batuk darah massif adalah batuk darah lebih dari 100 mL hingga lebih dari 600 mL darah

dalam 24 jam.2

Kriteria hemoptisis massif menurut RS. PERSAHABATAN(1978):

• Batuk darah sedikitnya 600 mL/24 jam

• Batuk darah < 600mL/24 jam, tapi > 250 mL/24 jam, Hb < 10 g% dan masih terus

berlangsung

• Batuk darah < 600 mL/24 jam, tapi > 250 mL/jam, Hb > 10 g%, dalam 48 jam

perdarahan belum berhanti

4. Pseudohemoptisis

Pseudohemoptisis adalah batuk darah dari struktur saluran napas bagian atas (diatas

laring) atau dari saluran cerna atas (gastrointestinal) atau hal ini dapat berupa perdarahan

buatan (factitious). Perdarahan yang terakhir biasanya karena luka disengaja di mulut, faring

atau rongga hidung.

2.4 Etiologi

8

Seperti yang telah diuraikan sebelumnya, hemoptisis atau batuk darah merupakan

tanda dan gejala dan penyakit yang mendasarinya. Penyakit atau keadaan yang menyebabkan

batuk darah sangat beragam sehingga anamnesis, pemeriksaan fisis serta berbagai

pemeriksaan penunjang perlu dilakukan dengan teliti agar dapat menentukan etiologinya.

Upaya menduga etiologi hemoptisis dapat dilakukan dari pendekatan massif atau

tidak masifnya hemoptisis. Pada dasarnya semua penyebab hemoptisis dapat menyebabkan

hemoptisis massif, akan tetapi penyebab terseringnya adalah infeksi (terutama tuberculosis),

bronkiektasis dan keganasan. Pada aspergiloma, fibrosis kistik serta berbagai penyakit

parenkimal paru difus umumnya terjadi hemoptisis masif bila terinfeksi. Kelainan imunologi

juga dapat menyebabkan perdarahan intrapulmonary difus yang harus dipertimbangkan pada

hemoptisis massif tanpa etiologi lain yang jelas. Fistula arteri trakeal sering terjadi sebagai

kompliasi dari trakeostomi. Sementara itu rupture arteri pulmonalis bisa terjadi pada

kateterisasi dengan pengembangan balon. Harus diingat bahwa 2 hingga 32% kasus

hemoptisis tidak diketahui penyebabnya atau idiopatik. Hemoptisis idiopatik disebut juga

hemoptisis esensial. Hemoptisis esensial umumnya menyebabkan hemoptisis tidak massif,

walaupun pada hemoptisis massif <5% adalah idiopatik.

Sebab Insidensi

Infeksi:

Tuberkulosis, abses paru, bronkitis, bronkiektasis, infeksi jamur, parasit,

necrotizing pneumonia

60%

Neoplasma:

Ca. bronkogenik, lesi metastasis, adenoma bronkus

20%

Peny. Kardiovaskuler:

Emboli paru, Stenosis mitral, malformasi arteriovena, aneurisma aorta,

edema paru

5-10%

Lainnya: 5-10%

9

Bronkolitiasis, hemosiderosis idiopatik, sindrom Goodpasture, terapi

antikoagulan, adenoma bronkus

sumber: Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III Edisi V

Secara umum penyebab penyebab batuk darah dapat dikelompokkan sebagai berikut:

Sumber: Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam

2.5 Patogenesis

Patogenesis terjadinya batuk darah yang disesabkan oleh berbagai penyakit yang

mendasarinya pada prinsipnya hampir sama, yaitu bila terjadi penyakit/kelainan pada

parenkim paru, system sirkulasi bronchial atau pulmoner, maupun pleura sehingga terjadi

perdarahan pada kesua system sirkulasi tersebut.

Arteri-arteri bronkialis adalah sumber darah utama bagi saluran nafas (dari bronkus

utama hingga bronkiolus terminalis), pleura, jaringan limfoid intra pulmonalis yang pada

dasarnya adalah membawa darah dari vena sistemik, memperdarahi jaringan parenkim paru,

termasuk brnkiolus respiratorius. Anastomosis arteri dan vena bronkopulmoner, yang

merupakan hubungan antara ke-2 sumber perdarahan di atas, terjadi di dekat persambungan

10

antara bronkiolus respiratorius dan terminalis. Anastomosis ini memungkinkan ke-2 sumber

darah untuk saling mengimbangi. Apabila aliran dari salah satu system meningkat maka

system yang lain akan menurun. Studi arteriografi menunjukkan bahwa 92% hemoptisis

berasal dari arteri-arteri bronkialis.

Patogenesis hemoptisis bergantung dari tipe dan lokasi dari kelainan. Secara umum

bila perdarahan berasal dari lesi endobronkial, maka perdarahan adalah dari sirkulasi

bronkialis, sedang bila lesi di parenkim maka perdarahan adalah dari sirkulasi pulmoner.

Pada keadaan kronik dimana terjadi perdarahan berulang maka perdarahan sering kali

berhubungan dengan peningkatan vaskularitas di lokasi yang terlibat.

Tuberkulosis

Ekspektorasi darah dapat terjadi akibat infeksi tuberculosis yang masih aktif ataupun

akibat kelainan yang ditimbulkan akibat penyakit TB yang telah sembuh. Susuna parenkim

paru dan pembuluh darahnya dirusak oleh penyakit ini sehingga sering terjadi bronkiektasis

dengan hipervaskularisasi, pelebarab pembuluh darah bronchial, anastomosis pembuluh darah

bronchial dan pulmoner.

Penyakit TB juga dapat mengakibatkan timbulnya kaviti dan terjadinya pneumonitis

TB akut dapat menyebabkan ulserasi bronkus disertai nekrosis pembuluh darah di sekitarnya

dan alveoli bagian distal. Pecahnya pembuluh darah tersebut mengakibatkan ekspektorasi

darah dalam dahak, ataupun batuk darah massif.

Ruptur aneurisma Rassmussen telah diketahui sebagai penyebab batuk darah massif

pada penderita TB ataupun pada bekas penderita TB. Kematian akibat batuk darah massif

pada penderita TB berkisar antara 5-7%.

Bronkiektasis

Bronkiektasis terjadi akibat destruksi tulang rawan pada dinding bronkus akibat

infeksi ataupun penarikan oleh fibrosis alveolar. Perubaha yang terjadi ternyata juga

melibatkan perubahan arteri bronchial yaitu hipertrofi, peningkatan atau pertambahan jumlah

jarring vascular (vascular bed). Perdarahan dapat terjadi akibat infeksi ataupun proses

inflamasi. Pecahnya pembuluh darah bronchial yang memiliki tekanan sistemik dapat

berakibat fatal.

Abses paru

11

Hemoptisi dapat terjadi pada 11-15% penderita abses paru primer. Perdarahan massif

dapat terjadi pada 20-50% penderita abses paru yang mengalami hemoptisis. Mekanisme

perdarahan adalah akibat proses nekrosis pada parenkim paru dan pembuluh darahnya.

Stenosis Mitral

Sebelum maraknya valvulotomi dan operasi penggantian katup mitral, hemoptisis

dapat terjadi pada 20-50% penderita dengan stenosis mitral dan hemoptisis massif dapat

terjadi pada 9-18% penderita. Peningkatan tekanan atrium kiri menyebabkan pleksus

submukosa vena bronchial mengalami dilatasi untuk mengakomodasi peningkatan aliran

darah. Varises pembuluh darah tersebut apabila terpajan pada infeksi saluran napas atas,

batuk atau peningaktan volume intravaskuler seperti pada kehamilan dapat menimbulkan

hemoptisis.

Neoplasma

Hemoptisis dapat terjadi akibat proses nekrosis dan infalmasi embuluh darah pada

jaringan tumor. Invasi tumor ke pembuluh darah pulmoner jarang terjadi. Hemoptisis dapat

terjadi pada 7-10% penderita dengan karsinoma bronkogenik.

Penderita kanker metastasis ke paru, hemoptisis terjadi akibat lesi endobronkial.

Tumor mediastinum jug dapat menimbulkan batuk darah, terutama karsinoma esophagus

akibat penyebarannya ke pohon trakeobronkial.

Pada adenoma bronchial, perdarahan sering terjadi dari rupture pembuluh-pembuluh

darah permukaan yang menonjol.

Infeksi Jamur Paru

Angioinvasi oleh elemen jamur menimbulkan kerusakan pada parenkim dan struktur

vaskuler sehingga dapat menimblkan infark paru dan perdarahan. Meskipun demikian infeksi

jamur paru yang invasive jarang menimbulkan hemoptisis. Sebaliknya pembettukan

misetoma dapat menimbulkan hemoptisis pada 50-90% penderita misetoma.

Misetoma umumnya terbentuk pada penderita dengan penyakit paru berkaviti,

misalnya TB, sarkoidosis, cavitary lung carcinoma, infark paru, emfisema bulosa,

bronkiektasis, penyakit fibrobulosa dari arthritis rematoid dan ankylosing spondylitis, trauma

12

mekanik akibat pergerakan fungus ball di dalam kaviti, jejas vaskuler akibat endotoksin

Aspergillus, dan kerusakan vaskuler akibat reaksi hipersensitivitas tipe III merupakan

beberapa teori penyebab terjadinya hemoptisis pada misetoma. Hemoptisis dapat pula terjadi

akibat bronkolitiasis dari adenopati Histoplasma yang mengalami kalsifikasi.

2.6 Diagnosis

Hal pertama yang harus diketahui dalam mengevaluasi hemoptisis adalah mengetahui

apakah perdarahan berasal dari saluran napas bawah, dari saluran napas atas (contoh epistaksis),

atau dari saluran cerna (hematemesis). Penentuan sumber perdarahan merupakan hal penting

karena akan menentukan langkah penatalaksanaan selanjutnya. Anamnesis dan pemeriksaan fisis

sangat menentukan di dalam menentukan apakah perdarahan yang terjadi merupakan

hemoptisis, epistaksis atau hematemesis.

sumber: American Family Physician

13

Perbedaan Batuk Darah dan Muntah Darah

No Keadaan Batuk Darah Muntah Darah

1 ProdromalDarah dibatukkan dengan rasa panas di tenggorokan

Darah dimuntahkan dengan rasa

mual (Stomach Distress)

2 OnsetDarah dibatukkan, dapat disertai dengan muntah

Darah dimuntahkan, dapat

disertai dengan batuk

3 Tampilan Darah berbuih Darah tidak berbuih

4 Warna Merah segar Merah tua

5 IsiLekosit, mikroorganisme, hemosiderin, makrofag

Sisa makanan

6 Ph Alkalis Asam

7Riwayat penyakit dahulu (RPD)

Penyakit paruPeminum alkohol, ulcus

pepticum, kelainan hepar

8 Anemis Kadang tidak dijumpai Sering disertai anemis

9 TinjaBlood test (-) /

Benzidine Test (-)

Blood Test (+) /

Benzidine Test (+)

Anamnesis:

1. Volume dan frekuensi batuk darah menentukan kegawatannya dan hal tersebut dapat

mengarahkan ke suatu penyebab spesifik

2. Sumber paling umum berupa epistaksis (nasofaring). Darah menetes ke faring, mengiritasi

laring dan dibatukkan. Pasein sering dapat menjabarkan rangkaian ini, maka kesan pasien

atas sumber perdarahan umumnya benar. Misalnya, ketika darah berasal dari salah satu

paru, maka pasien akan menunjukkan bagian paru tersebut dan dapat merasakannya seolah-

olah darah berasal dari paru kanan atau kiri. Pastikan pasien bisa membedakan dibatukkan

dengan dimuntahkan.

14

3. Riwayat penyakit sebelumnya yang dapat mempengaruhi perdarahan saluran nafas juga

dicari.

4. Gejala lainnya yang berhubungan/terkait dapat membantu dalam mendiagnosis:

a. Demam dan batuk prosuktif mengisyaratkan infeksi.

b. Timbul tiba-tiba karena sesak dan sakit di dada mengindikasikan kemungkinan emboli

paru atau infark miokard yang idsertai dengan gagal jantung kongestif.

c. Kehilangan berat badan yang signifikan mengisyaratkan kanker paru atau infeksi kronik

seperti tuberculosis atau bronkiektasis.

sumber: American Family Physician

Pemeriksaan Fisis:

Pemeriksaan fisis dapat membantu diagnosis penyebab hemoptisis. Pemeriksaan

saluran nafas atas harus dilakukan dengan teliti untuk menyingkirkan kemungkinan sumber

perdarahan selain dari paru atau saluran napas bawah. Mulut juga perlu diperiksa mengenai

kemungkinan laserasi dan tumor. Pemeriksaan laringoskopi tidak langsung untuk

menyingkirkan kemungkinan perdarahan dari sekitar faring. Bunyi nafas tambahan seperti

stridor atau mengi dapat memberikan petunjuk tumor/benda asing didaerah trakeolaring.

Gambaran saddle nose atau perforasi septum dapat menunjukkan granulomatosis Wegener.

15

Jari tabuh (clubbing finger) memberikan petunjuk kemungkinan keganasan intratorakal dan

supurasi intratorakal (abses paru, bronkoektasis).

Tanda-tanda penting. Ketidakstabilan sirkulasi dengan tanda hipotensi dan takikardia

merupakan suatu tanda darurat. Sebabnya dapat berupa kehilangan darah yang akut pada

hemoptisis massif atau penyakit yang menyebabkan/menyertainya: emboli paru, sepsis,

infark miokard dengan edema paru.

- Pemeriksaan nasofaring:

Ditujukan untuk mencari sumber perdarahan dan pada hemoptisis massif untuk

memastikan bahwa saluran napas masih paten (terbuka).

- Pemeriksaan jantung

Dibutukan untuk mengevaluasi kemungkinan adanya hipertensi paru akut (terdapat

peninggian komponen paru, suara jantung kedua), kegagalan ventrikel kiri akut (summation

gallop) atau penyakit katup jantung seperti stenosis mitral. Endokarditis sebelah kanan

dapat dideteksi dengan adanya bunyi desiran karena insufisiensi tricuspid, sering pada

penyalahgunaan obat intravena dan dapa menyebabkan hemoptisis karena emboli septic.

- Pemeriksaan dinding dan rongga dada

Kelainan disini secara tersendiri jarang mnejadi penyebab hemoptisis; akan tetapi,

temuan tertentu bisa menjadi petunjuk:

# Trauma dinding dada, coba cari adanya memar parenkim paru (pulmonary

contusion) atau laserasi bronchial.

# Adanya ronki setempat, berkurangnya suara napas dan perkusi redup/pekak

(dullness) menunjukkan adanya konsolidasi (disebabkan pneumonia, infark paru

atau atelektasis pascaobstruksi dari benda asing atau kanker paru).

# Pleural friction rub dapa didengar pada area di atas infark paru.

# Ronki merata (difus, kardiomegali dan nyaring menunjukkan adanya kemungkinan

edema paru kardiogenik.

16

sumber: American Family Physician

2.7 Pemeriksaan Penunjang

Laboratorium

1. Pemeriksaan darah tepi lengkap. Peningkatan hemoglobin dan hematokrit menunjukkan

adanya kehilangan darah yang akut. Jumlah sel darah putih yang meninggi mendukung

adanya infeksi. Trombositopenia mengisyaratkan kemungkinan koagulopati;

trombositosis mengisyaratkan kemungkinan kanker paru.

2. Kajian koagulasi, pemeriksaan hemostase berupa waktu protombin (PT) dan waktu

tromboplastin parsial (aPTT) dianjurkan apabila dicurigai adanya koagulopati atau

apabila pasien tersebut menerima warfarin/hepatin.

3. Analisis gas darah arterial harus diukur apabila pasien sesak yang jelas dan sianosis.

4. Pemeriksaan dahak. Pasien dengan darah bercampur dahak, pewarnaan gram, BTA atau

preparasi kalium hidroksida dapat mengungkapkan penyebab infeksi dan pemeriksaan

sitopatologik untuk kanker.

17

Sumber : American Family Physician

Pencitraan (Imaging):

1. Radiografi dada akan menunjukkan adanya massa paru, kavitas atau infiltrate yang mungkin

menjadi sumber perdarahan.

2. Arteriografi bronchial selektif dilakukan bila bronkoskopi tidak dapat menunjukkan lokasi

pedarahan massif. Embolisasi arteri bronchial selektif untuk mengendalikan perdarahan

dapat berfungsi sebagai terapi yang definitive atau sebagai tindakan antara hingga

torakotomi dapat dilakukan.

Pemeriksaan ct-scan dapat memberikan informasi yang lebih jelas dari foto thoraks, misalnya

gambaran bronkiektasis atau karsinoma bronkus yang berukuran kecil. Pemeriksaan ct-scan dengan

resolusi tinggi merupakan metode pilihan dalam diagnosis bronkiektasis. Pemeriksaan ini sebaiknya

dikerjakan sebelum pemeriksaan bronkoskopi, kecuali dalam keadaan kegawatdaruratan.

Bronkoskopi

Saluran nafas dapat divisualisasi dengan menggunakan bronkoskop kaku atau

fiberoptik.

1. Bronkoskopi fiberoptik dengan anastesia topical paling sering digunakan karena

instrument fleksibel ini dapat memvisualisasi bronkus subsegmental dan saluran nafas

sentral serta lebih nyaman bagi pasien. Satu kelemahan alat ini adalah diameter tempat

18

menghisap cairan perdarahan (suction port) yang kecil (<2mm). Jika perdarahan itu besar,

maka system ini tidak dapat mengevakuasi darah dengan cepat untuk mempertahankan

system lensa ini tetap bersih. Kebanyakan benda asing tidak bisa dipindahkan dengan

instrument ini.

2. Bronkoskopi kaku perlu bagi pasien dengan hemoptisis massif dan ketika dicurigai terjadi

aspirasi benda asing. Kekurangannya adalah biasanya dibutuhkan anastesia umum dan

hanya saluran napas sentral dapat divisualisasikan.

Tindakan bronkoskopi merupakan tindakan yang dapat bersifat diagnostic untuk

mencari penyebab batuk darah namun juga untuk terapeutik. Tindakan bronkoskopi dapat

dilakukan dengan menggunakan bronkoskopi kaku atau bronkoskopi serat lentur (fiberoptic

bronkoskopi).

Sumber : American Family Physician

Pemeriksaan Penunjang Lain

Pemeriksaan penunjang lainnya dilakukan sesuai dengan indikasi. Misalnya pada

penderita dengan kecurigaan gangguan pembekuan darah atau kelainan hematologi lainnya

dilakukan pemeriksaan faal hemostasis, pada penderita dengan kecurigaan penyakit autoimun

19

systemic lupus eritomateus (SLE) dilakukan pemeriksaan anti ds DNA atau ANA

(antinuclear antibody).

Arteriografi bronchial dan pulmoner dilakukan bila semua pemeriksaan diatas gagal

atau menemukan sumber perdarahan. Arteriografi dapat pula digunakan sebagai alat

terapeutik dengan melaksanaan embolisasi.

2.8 Penatalaksanaan

Hemoptisis non-masif

Tujuan terapi adalah mengendalikan penyakit dasar. Penyebab tersering hemoptisis non

massif terutama yang terjadi akut adalah bronchitis, risiko pasien ringan dengan gambaran

radiologi yang normal. Penatalaksanaan kondisi pasien seperti ini dapat dengan monitoring

airway, breathing dan circulation serta pengobatan terhadap penyebabnya misalnya dengan

pemberian antibiotic bila diperlukan, tetapi bila batuk darah ini cenderung makin lama,

berlangsung terus atau sulit dijelaskan dianjurkan untuk evaluasi oleh ahli paru.

1. Terapi dasar. Pasien harus istirahat total, dengan posisi paru yang mengalami perdarahan di

bawah. Refleks batuk harus ditekan dengan kodein fosfat 30-60 mg intramuskuler setiap 4-6

jam selama 24 jam.

20

2. Terapi spesifik. Terapi spesifik adalah pengobatan atas penyakit dasar penyebab perdarahan

tersebut.

Hemoptisis massif

Prinsip penatalaksanaan hemoptisis asif terdiri dari beberapa langkah yaitu menjaga jalan

nafas dan stabilisasi penderita, menentukan lokasi perdarahan dan memberikan terapi. Langkah

pertama merupakan prioritas tindakan awal. Setelah penderita lebih stabil, langkah kedua

ditujukan untuk mencari sumber dan penyebab perdarahan. Langkah ketiga dimulai setelah

periode perdarahan akut telah teratasi, dan ditujukan untuk mencegah berulangnya hemoptisis

dengan memberikan terapi spesifik sesuai penyebabnya, bila memungkinkan. Penderita dengan

hemoptisis massif harus dimonitor dengan ketat di instalasi perawatan intensif.

Langkah I. Menjaga jalan nafas dan stabilisasi penderita

Setelah diagnosis hemoptisis ditegakkan, upaya pembebasan jalan nafas dilakuak untuk

menghindari resiko aspirasi. Aspek lain yang harus diingat meliputi resusitasi cairan,

suplementasi oksigen, koreksi gangguan pembekuan darah, pemberian antitusif ringan, laksan

dan sedasi ringan diberikan sesuai indikasi. Langkah tahap ini merupakan upaya konservatif

dalam penatalaksanaan hemoptisis di RS Persahabatan, yaitu:

- Menenangkan dan mengistirahatkan penderita sehingga perdarahan lebih mudah berhenti.

Penderita perlu diberitahu agar tidak takur membatukkan darah yang ada di saluran

nafasnya.

- Menjaga jalan nafas tetap terbuka. Apabila terdapat tanda sumbatan jalan nafas perlu

dilakukan penghisapan (suction). Suction dengan bronkoskop akan lebih baik, tetapi

memerlukan keterampilan khusus. Pemberian suplementasi oksigen lebih banyak menolong

kecuali bila jalan nafas dibebaskan.

- Resusitasi cairan dengan pemberian cairan kristaloid atau koloid.

- Transfusi darah diberikan bila hematokrit turun di bawah nilai 25-30% atau hemoglobin (Hb)

dibawah 10 g% dan perdarahan masih berlangsung.

- Laksan (stool softener) dapat diberikan untuk menghindari kemungkinan mengedan.

- Bila batuk mencetuskan terjadinya perdarahan lebih lanjut dapat diberikan obat sedasi

ringan untuk mengurangi kegelisahan penderita dan tirah baring. Obat antitusif ringan hanya

diberikan bila terdapat batuk yang berlebihan dan merangsang timbulnya perdarahan yang

lebih banyak.

21

- Manipulasi dinding dada berlebihan harus dihindari seperti perkusi dinding dada dan

spirometri. Pemberian obat supresi reflex batuk seperti kodein dan morfin harus dihindari.

- Hipoksemia yang mengalami perburukan merupakan tanda bahwa perdarahan menganggu

pertukaran gas dan harus diberikan suplementasi oksigen.

- Bila terjadi serangan batuk darah, tergantung dari keadaan penderita:

o Penderita dengan keadaan umum dan reflex batuk baik, maka penderita duduk dan

diberikan instruksi cara membatukkan darah dengan benar.

o Penderita dengan keadaan umum berat dan reflex batuk kurang adekuat, maka

posisi penderita Trendelenberg ringan dan miring ke sisi yang sakit (lateralisasi)

untuk mencegah aspirasi darah ke sisi yang sehat.

- Bila batuk darah terus berlanjut dan terjadi perburukan hipoksemia, maka penderita perlu

diintubasi dengan pipa endotrakeal berdiameter besar agar memungkinkan penggunaan

bronkoskopi serat optic lentur untu evaluasi, melokalisir perdarahan dan tindakan

penghisapan (suctioning).

- Intubasi paru unilateral dapat dilakukan untuk melindungi paru yang sehat dari aspirasi

darah. Bila sumber perdarahan dari paru kanan, bronkoskop dimasukkan ke bronkus utama

kiri dan paru kiri diintubasi dengan bantuan bronkoskop. Bila sumber perdarahan dari paru

kiri, trakea diintubasi dengan bantuan bronkoskop, dan penderita dalam posisi lateral kiri

untuk meminimalisasi aspirasi. Kemudian kateter Fogarty nomor 14 F dimasukkan di

samping pipa endotrakeal samapi beberapa sentimeter di bawah cuff. Kateter Fogarty

diarahkan ke bronkus utama kiri dengan bantuan bronkoskop dan balon dikembangkan di

bronkus utama kiri, sehingga kateter Fogarty berada di paru kanan. Intubasi selektif di paru

kanan tidak disarankan karena memiliki resiko menutupi orifisium lobus atau paru kanan.

- Intubasi dengan kateter lumen ganda (double lumen endotracheal tubes) juga dapat

digunakan untuk mengisolasi paru yang tidak mengalami perdarahan, sehingga mengurangi

resiko aspirasi. Setelah sumber perdarahan diketahui ujung pipa endotrakea di paru yang

mengalami perdarahan ditutup (clamped), sedangkan ujung pipa endotrakea di sisi yang

tidak berdarah dihubungkan dengan ventilator untuk menjamin ventilasi. Menunjukkan pipa

endotrakeal lumen ganda yang memiliki lumen trakeal dan lumen bronchial, yang

dimasukkan ke bronkus utama kiri. Lumen trakeal tetap berada di suprakarina dan

memberikan ventilasi untuk paru kanan dan menghindari tertutupnya orifisium lobus atas

paru kanan. Pemasangan pipa endotrakea lumen ganda harus dipasang oleh operator

berpengalaman karena kemungkinan dapat terjadi obstruksi karena pipa endotrakea lumen

22

ganda tersebut sehingga menghalangi penghisapan jalan napas dan evaluasi dengan

bronkoskop.

Langkah II. Mencari sumber dan penyebab perdarahan

Jika penderita telah stabil, perlu dicari sumber dan penyebab perdarahan secepat dan

setepat mungkin. Lokasi perdarahan dan penyebabnya perlu diketahui untuk dapat memberikan

terapi spesifik. Langkah ini dapat dilakukan dengan pemeriksaan radiologi (foto thoraks, ct-scan,

angiografi) dan dengan bronkoskopi (BSOL maupun bronkoskop kaku).

Langkah III. Pemberian terapi spesifik

Pemberian terapi spesifik dilakuakan untuk menghentikan perdarahan dan mencegah

berulangnya perdarahan. Pemberian terapi spesifik dapat dilakukan melalui bronkoskopi

9bronkoskopi terapeutik) dan terapi non bronkoskopik.

1. Bronkoskopi Terapeutik

a. Bilas bronkus dengan larutan garam fisiologis dingin (iced saline lavage). Pemberian

larutan garam fisiologis dingin dimaksudkan untuk meningkatkan hemostasis dengan

menginduksi vasokonstriksi. Suatu studi tanpa control mengamati 23 penderita yang

diberikan pembilasan dengan aliquot 50 ml sekuansial dengan suhu 4oC (total 500

ml) melalui bronkoskop kaku. Ternyata control perdarahan dicapai pada 21

penderita.

b. Pemberian obat topical. Pemberian epinefrin topical dengan konsentrasi 1:20.000

dimaksudkan untuk vasokonstriksi pembuluh darah, namun efektivitasnya masih

dipertanyakan terutama pada hemoptisis massif. Tsukamoto dkk melakukan studi

pemberian thrombin topical dan larutan fibrinogen-trombin. Namun terapi ini masih

perlu penelitian lebih lanjut.

c. Tamponade endobronkial. Isolasi perdarahan menggunakan kateter balon

tamponade (balloon tamponade catheter) dapat mencegah aspirasi darah ke paru

kontralateral dan menjadi pertukaran gas pada hemoptisis massif.

d. Fotokoagulasi laser (Nd-YAG Laser). FOtoterapi menggunakan laser Neodymium-

Ytrium-Aluminium-Garnet (Nd-YAD) telah digunakan sebagai terapi paliatif dengan

hasil bervariasi pada penderita hemoptisis massif. Terapi ini digunakan pada

penderita dengan perdarahan endobronkial karena kemampuan koagulasinya.

23

2. Terapi Non Bronkoskopik

a. Pemberian terapi medikamentosa

b. Vasopressin IV merupakan vasokonstriktor sistemik dengan dosis 0,2-0,4 unit/menit

telah digunakan untuk mengatasi hemoptisis massif.

c. Pemberian asam traneksamat (antifibrinolitik) untuk menghambat aktivasi

plasminogen dilaporkan dapat mengontrol hemoptisis pada penderita fibrosis kistik

yang tidak dapat terkontrol oleh embolisasi arteri bronchial.

d. Pemberian kortikosteroid sistemik dengan obat sitotoksik dan plasmaferesis

mungkin dapat bermanfaat pada penderita hemoptisis massif akibat perdarahan

alveolar penyakit autoimun.

e. Pemberian gonadotropin releasing hormone agonist (GnRH) atau danazol mungkin

bermanfaat pada terapi jangka panjang penderita hemoptisis katamenial.

f. Hemoptisis karena penyakit infeksi seperti TB, infeksi jamur atau kuman lain maka

diberikan antituberkulosis, antijamur ataupun antibiotic.

g. Radioterapi untuk mengatasi hemoptisis massif pernah dilaporkan penderita

aspergiloma yang gagal diterapi dengan embolisasi. Mekanisme adalah melalui

mengurangi pembengkakan dan induksi nekrosis sumber perdarahan sehingga

menghasilkan thrombosis vaskuler dan kompresi edema perivaskuler.

3. Embolisasi Arteri Bronkialis dan Pulmoner

Teknik ini adalah melakukan oklusi pembuluh darah yang menjadi sumber

perdarahan dengan embolisasi transkateter. Embolisasi dapat dilakukan pada arteri

bronkialis dan sirkulasi pulmoner. Tekhnik ini teruatma dipilih untuk penderita dengan

penyakit bilateral, fungsi paru sisa yang minimal, menolak operasi ataupun memiliki

kontraindikasi tindakan operasi. Terapi ini dapat diulang beberapa kali untuk mengontrol

perdarahan. Embolisasi memiliki angka keberhasilan dalam mengontrol perdarahan (jangka

pendek) antara 64-100%. Komplikasi yang dapat terjadi yaitu akibat oklusi arteri bronkialis

yaitu nyeri dada, demam maupun emboli ektopik.

4. Bedah

Pembedahan merupakan terapi definitive pada penderita hemoptisis massif yang

sumber perdarahannya telah diketahui dengan pasti, fungsi paru adekuat, tidak ada

kontraindikasi bedah, ada kontraindikasi embolisasi arteri atau kecurigaan perforasi arteri

pulmoner dan rupture misetoma dengan kolateral arteri yang banyak.

24

Resiko utama hemoptisis massif adalah asfiksi dari darah di dalam saluran nafas.

Terapi umum:

a. Mempertahankan terbukanya saluran nafas. Pemasangan selag endotrakeal

memungkinkan kita melakukan penghisapan darah dari saluran nafas dan kemudian

menghubungakannya dengan suatu ventilator. Yang ideal adalah selang endotrakeal

dengan lumen ganda.

b. Apabila diketahui lokasi perdarahan, maka pasien harus ditempatkan dengan paru yang

mengalami perdarahan di bawah untuk melindungi paru yang baik.

c. Menekan batuk dengan kodein fosfat 30-60 mg secara intramuskuler.

d. Mempertahankan tekanan darah dengan darah segar dan plasma ekspander. Apabila

dicurigai terjadi koagulopati, maka dapat diberikan plasma segar beku (fresh-frozen

plasma).

2.9 Komplikasi

- Asfiksia

- Syok hipovolemik

- Anemia

- Atelektasis

2.10 Prognosis

Hemoptisis merupakan suatu gejala dari suatu kelainan dasar. Kebanyakan penderita

memiliki prognosis yang baik. Namun penderita hemoptisis akibat keganasan dan gangguan

pembekuan darah memiliki prognosis yang lebih buruk.

Keberhasilan terapi diartikan sebagia berhentinya perdarahan dan tidak terjadi

kekambuhan. Hasil terapi konservatif mengalami perbaikan sejak berkembangnya teknik

pengendalian perdarahan secara endobronkial dan embolisasi arteri. Angka kekambuhan pada

embolisasi arteri setelah 6 bulan pengamatan didapatkan sebesar 23%.

Pengamatan terapi konservatif yang pernah dilakukan di RS Persahabatan Jakarta

adalah terapi konservatif noninvasive (medikamentosa). Kematian akibat asfiksia terjadi pada

16 penderita dari 18 orang penderita yang meninggal, sedangkan 2 penderita lainnya

mengalami perdarahan hebat

25