Glaukoma
-
Upload
audrey-natalia -
Category
Documents
-
view
17 -
download
2
description
Transcript of Glaukoma
-
1
I. PENDAHULUAN
Glaukoma adalah penyebab kedua kebutaan di dunia. Alasan terbesar
untuk kebutaan di dunia adalah katarak (47.9%) dan kemudian diikuti oleh
glaukoma (12.3%), dan age-related macular degeneration (8.7%). Diperkirakan
66 juta penduduk dunia menderita gangguan penglihatan karena glaukoma.1 Di
Indonesia, glaukoma diderita oleh 3% dari total populasi penduduk dan cukup
banyak yang buta karenanya. Umumnya penderita glaukoma telah berusia lanjut.
Pada usia diatas 40 tahun, tingkat resiko menderita glaukoma meningkat sekitar
10%.2 Sayangnya, hampir separuh penderita glaukoma tidak menyadari bahwa
mereka menderita penyakit tersebut.
Glaukoma berasal dari kata Yunani glaukos yang berarti hijau kebiruan,
yang memberikan kesan warna tersebut pada pupil penderita glaukoma. Kelainan
mata pada glaukoma dapat ditandai dengan meningkatnya tekanan bola mata,
atrofi papil saraf optik, dan menciutnya lapang pandang.3
Beberapa faktor risiko untuk timbulnya glaukoma adalah usia di atas 40
tahun, riwayat anggota keluarga yang terkena glaukoma. Untuk glaukoma jenis
tertentu, anggota keluarga penderita glaukoma mempunyai risiko 6 kali lebih
besar untuk terkena glaukoma. Tekanan bola mata >21 mmHg, pemakaian steroid
secara rutin, riwayat trauma (luka kecelakaan) pada mata, riwayat penyakit
katarak, diabetes, hipertensi dan migren pun merupakan faktor risiko munculnya
glaukoma di kemudian hari.4
Referat ini akan membahas glaukoma mulai dari definisi, klasisikasi,
anatomi dan fisiologi terkait glaukoma, diagnosis, serta tatalaksana glaukoma.
-
2
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 ANATOMI & FISIOLOGI Bola mata terbungkus oleh tiga lapis jaringan yaitu sklera, uvea, dan
retina. Sklera adalah jaringan ikat yang terluar yang menutupi bola mata. Diluar
sklera terdapat konjungtiva dan pada depan bola mata terdapat kornea yang
transparan yang dapat membiarkan cahaya masuk untuk penglihatan. Lapisan
kedua adalah uvea yang merupakan jaringan vaskular yang terdiri dari iris, badan
siliar, dan koroid. Lapisan ketiga adalah retina yang memiliki sepuluh lapisan
yang merupakan lapisan membran neurosensoris yang dapat merubah sinar
menjadi rangsangan pada saraf optik dan diteruskan ke otak.3
Gambar 2.1. Anatomi Mata 24
Uvea terdiri dari uvea anterior dan uvea posterior. Uvea anterior terdiri
atas iris dan badan siliar sedangkan uvea posterior terdiri dari koroid. Pada iris
didapatkan pupil yang oleh tiga susunan otot (otot dilator, sfingter iris, otot siliar)
dapat mengatur jumlah sinar masuk ke dalam bola mata. Sedangkan badan siliar
merupakan susunan otot melingkar dan mempunyai sistem ekskresi di belakang
limbus. Badan siliar yang terletak di belakang iris menghasilkan cairan bilik mata
(humor akuos).3
-
3
Humor akuos diproduksi oleh prosesus siliaris yang kemudian akan
mengalir dari kamela okuli posterior melalui pupil masuk ke dalam kamera okuli
anterior. Humor akuos keluar dari mata melalui anyaman trabekula masuk ke
kanalis Schlemm dan kemudian mengalir keluar melalui vena episklera. Dinamika
humor akuos ini mempunyai peran yang penting dalam menentukan dan
mempengaruhi tinggi rendahnya tekanan intraokuler, meliputi:
a. Pembentukan humor akuos
Humor akuos diproduksi oleh prosesus siliaris yang mempunyai lapisan
epitel ganda dan kaya akan papiler. Lapisan atas merupakan lapisan
berpigmen dan lapisan dalam tidak berpigmen. Kedua lapisan ini
dihubungkan oleh suatu tight junctions yang mempunya peran sebagai
blood aqueous barrier. Lapisan sel epitel tidak berpigmen berisi sejumlah
mitokondria dan mikrovili yang diduga merupakan tempat produksi humor
akuos.5,6
Pembentukan humor akuos masih belum diketahui secara pasti, beberapa
peneliti mengatakan adanya hubungan pembentukan humor akuos dengan
kombinasi antara sekresi (transport aktif), ultrafiltrasi dan difusi.5
Proses transport aktif terutama untuk substansi yang larut dalam air dan
secara aktif akan melewati membran sel, memerlukan energi untuk
menggerakkan bahan-bahan melalui proses elektrokimia transport ion, dan
telah terbukti proses ini melibatkan ion sodium, klorida dan bikarbonat.
Secara garis besar produksi humor akuos terutama dihasilkan dari proses
transport aktif ini. 5,6,7
Proses ultrafiltrasi terjadi pada prosesus siliaris, merupakan gerakan yang
tergantung adanya beda tekanan hidrostatik antara tekanan kapiler dan
tekanan intraokuler, cairan dari kapiler selalu condong bergerak ke
prosesus siliaris. Walaupun peran kedua proses sekresi dan ultrafiltrasi
tersebut sangat penting dan saling menunjang, tetapi hubungan dari kedua
proses tersebut masih belum diketahui dengan jelas. Sedangkan proses
difusi untuk menggerakkan cairan berada diantara kedua proses
tersebut.5,6,7
-
4
Jumlah humor akuos yang disekresi oleh epitel prosesus siliaris ke kamera
okuli posterior, mempunyai kecepatan sekitar 2-3 ul per menit. Terjadi
pergantian humor akuos sebesar 1% dari volume humor akuos per menit.
Pada kondisi normal, kecepatan inflow akan sama dengan outflow,
sehingga humor akuos akan mengalami pergantian secara keseluruhan
setiap 1-2 jam.5
Selain hal tersebut di atas ada beberapa faktor intraokuler yang dapat
mempengaruhi pembentukan humor akuos dan tinggi rendahnya tekanan
intraokuler, yaitu:
Na+/K+ -ATPase
Transport ion mempunyai peran penting pada pembentukan humor
akuos. Na+/K+-ATP ase akan meningkatkan produksi humor
akuos. Na+/K+-ATPase memompa ion natrium keluar dari sel, saat
bersamaan ion kalium dipindahkan dari humor akuos ke dalam sel.
Penghambatan pada enzim ini akan mengurangi jumlah sekresi
humor akuos.5,6
Karbonik anhidrase
Karbonik anhidrase juga mempunyai peran penting pada proses
sekresi humor akuos dengan memproduksi ion bikarbonat (HCO3).
Bikarbonat yang sudah terbentuk akan mempengaruhi transportasi
air dengan cara mengatur pH yang optimum bagi pengangkutan
natrium. Kerja penghambat karbonik anhidrase adalah mengurangi
masuknya ion bikarbonat dan ion natrium ke kamera okuli
posterior, sehingga akan menurunkan produksi sekresi humor
akuos.6
Reseptor beta adrenergik
Reseptor beta adrenergik terletak pada epitel siliaris, jika reseptor
terangsang aktivitas sekresinya akan meningkatkan inflow akuos
melalui proses komplek enzim adenyl cyclase reseptor.Pemberian
penghambar reseptor beta adrenergik (beta anatagonis) akan
menurunkan inflow humor akuos dan menurunkan tekanan intra
okuler.6
-
5
Reseptor alfa adrenergik
Reseptor alfa adrenergik jika terangsang oleh alfa adrenergik
agonis akan menurunkan tekanan intraokuler dengan meningkatkan
outflow uveosklera sedangkan alfa adrenergik antagonis akan
menurunkan tekanan dengan mengurangi sekresi humor akuos.6
b. Outflow humor akuos (trabekular dan uveoskleral)
Outflow Trabekular (90%)
Sebagian besar humor akuos keluar melalui sistem trabekular
meshwork-kanalis Schlemm-vena episklera. Anyaman trabekula
mempunyai fungsi sebagai katup satu arah, yang memberikan jalan
keluar humor akuos dengan tekanan yang berdiri sendiri. Apabila
tekanan intraokuler rendah, anyaman trabekula akan kolaps
sehingga akan menghambat aliran balik humor akuos. Sebaliknya
bila tekananan intraokuler tinggi, humor akuos akan bergerak
melintasi kanalis Schlemm menuju ke pleksus vena episklera.5,6,27
Outflow uveoskleral (10%)
Outflow uveoskleral mempunyai mekanisme yang bervariasi,
terutama aliran humor akuos dari kamera okuli anterior ke otot
siliaris dan kemudian menuju ke ruang suprasiliar dan suprakoroid.
Humor akuos kemudian keluar melalui tempat penetrasi saraf dan
pembuluh darah. Outflow uveoskleral ini akan meningkan pada
pemberian sikloplegik, epinefrin serta operasi tertentu (misal
siklodialisis) dan turun pada pemberian miotikum.
-
6
Gambar 2.2. Dinamika Humor Akuos 9
c. Tekanan vena episklera
Tekanan vena episklera relatif stabil berkisar antara 8-12 mmHg, kecuali
ada perubahan posisi tubuh dan beberapa penyakit pada orbita, kepala atau
leher yang menghambar aliran balik vena ke jantung atau adanya shunting
dari arteri ke vena. Pada keadaan akut, tekanan intraokuler akan meningkat
1 mmHg untuk setiap 1 mmHg kenaikan tekanan vena episklera. Tetapi
pada keadaan perubahan peningkatan tekanan vena episklera yang kronis,
perubahan tekanan intra okulernya akan bervariasi, dapat lebih tinggi,
lebih rendah atau sama tekanannya.5
2.2 DEFINISI GLAUKOMA Glaukoma adalah sebuah kondisi neuropati pada diskus optikus yang
ditandai dengan cupping pada diskus dan penyempitan lapang pandang yang
umumnya diasosiasikan dengan kenaikan tekanan intraokuler.10 Menurut The
American Academy of Ophthalmology, glaukoma merupakan sekelompok
penyakit dengan berbagai macam ciri khas yang termasuk tekanan intraokuler
yang terlalu tinggi untuk kesehatan mata yang berlanjut. Akan tetapi, sekarang
-
7
telah diketahui bahwa glaukoma tidaklah hanya dapat disebabkan oleh tekanan
intraokuler yang berlebihan. Walau demikian, penurunan tekanan intraokuler
tetaplah menjadi tujuan utama tatalaksana penyakit.11
2.3 PATOFISIOLOGI GLAUKOMA Mekanisme utama pada hilangnya penglihatan pada glaukoma adalah
apoptosis sel ganglion pada retina12 yang kemudian menyebabkan penipisan
lapisan nuklear dalam dan lapisan serat saraf pada retina, serta hilangnya akson
pada saraf optik.10
Hilangnya penglihatan pada glaukoma ini seringkali dapat diatribusikan
kepada kenaikan tekanan intraokuler (TIO). Efek dari kenaikan tekanan
intraokuler ini dapat dipengaruhi oleh cepatnya tekanan tersebut naik. Pada
glaukoma sudut tertutup, TIO umumnya naik dengan cepat ke tekanan yang
sangat tinggi sekitar 60-80 mmHg dan menyebabkan kerusakan akut yaitu
iskemik pada iris dengan edema kornea dan kerusakan saraf optik.10
Gambar 2.3. Patofisologi Glaukoma12
Patogenesis dari glaukoma sudut tertutup primer adalah peningkatan
resistensi dari aliran keluar pupil (pupillary block), yang mengakibatkan
peningkatan tekanan pada bilik posterior; iris menggembung ke arah anterior pada
pangkalnya dan menekan anyaman trabekular.13 Patogenesis glaukoma sudut
tertutup sekunder sama seperti glaukoma sudut tertutup primer, peningkatan TIO
-
8
yang disebabkan oleh obstruksi dari anyaman trabekular. Namun, konfigurasi
primer dari bilik anterior bukanlah merupakan faktor yang harus ada.
Sedangkan pada glaukoma sudut terbuka, anyaman trabekular yang
terletak di antara scleral spur dan garis Schwalbe mengalami peningkatan
resistensi sehingga menghambat outflow humor akuos.12 Pada glaukoma sudut
terbuka sekunder, hubungan anatomis antara pangkal iris, anyaman trabekular,
dan kornea perifer tidak terganggu. Namun, terjadi kongesti pada anyaman
trabekular serta peningkatan resistensi drainase humor akuos.13
Pada glaukoma sudut terbuka, TIO umumnya tidak melebihi 30 mmHg
dan kerusakan terjadi dalam suatu periode yang lama. Pada normal-tension
glaukoma, sel ganglion retina bisa saja memang sudah rentan terhadap kerusakan
pada tekanan TIO normal atau mungkin ada mekanisme lain yaitu iskemia pada
kepala saraf optikus.10
2.4 DIAGNOSIS & DIAGNOSIS BANDING GLAUKOMA
DIAGNOSIS GLAUKOMA Glaukoma dapat didiagnosa melalui anamnesis dan pemeriksaan fisik yang
baik. Anamnesis dan ciri khas setiap jenis glaukoma dibahas pada seksi klasifikasi
glaukoma. Pengertian mengenai alat-alat pemeriksaan sangat diperlukan agar
diagnosis berhasil didapatkan.
2.4.1 Tonometri
Tonometri sangatlah diperlukan pada pemeriksaan glaukoma karena
hampir dari semua jenisnya melibatkan kenaikan TIO dan tujuan utama
tatalaksana adalah dengan menurunkan TIO tersebut. Ada beberapa cara yang
dapat dilakukan untuk mengukur TIO yaitu dengan Goldmann tonometri,
pneumotonometer, Reichert ocular response analyzer, dynamic contour
tonometry, tonometer aplanasi Perkins, Tonopen, tonometer iCare, dan tonometer
Schiotz.14
-
9
Gambar 2.4 Tonometer Aplanasi 28
Gambar 2.5 Semi-lingkaran yang terlihat pada pemeriksaan slitlamp dengan
tonometer aplanasi 29
2.4.2 Gonioskopi
Gonioskopi adalah sebuah metode untuk mengevaluasi sudut bilik mata
depan untuk mendapatkan informasi mengenai jenis glaukoma apakah sudut
terbuka atau tertutup. Selain untuk melihat sudut, gonioskopi juga dapat
digunakan secara terapeutik untuk beberapa prosedur seperti trabekuloplasti laser
dan goniotomi. Gonioskopi dapat melihat beberapa kelainan patologis pada sudut
bilik mata depan seperti anterior sinekia perifer, neovaskularisasi,
hiperpigmentasi, trauma, dan darah pada kanal Schlemm. Cara lain untuk melihat
sudut bilik mata depan adalah melalui high frequency ultrasound biomicroscopy
(UBM), dan anterior segment optical coherence tomography (OCT).14 Sudut bilik
mata depan juga dapat diestimasi melalui transiluminasi oblik dengan penlight
atau dengan slitlamp.10
-
10
Gambar 2.6 Goniolens 30
Gambar 2.7 Contoh hasil gonioskopi dari glaukoma dispersi pigmen 31
2.4.3 Evaluasi kepala saraf optik
Evaluasi pada retina dan kepala saraf optikus dapat dilakukan dengan
pemeriksaan funduskopi direk dan indirek. Pada kepala saraf optikus yang dapat
dinilai adalah neuroretinal rim, ukuran diskus optikus, dan rasio cup-disc.14
-
11
Gambar 2.8 Funduskopi 32
Gambar 2.9 NRR Notching 33
Neuroretinal rim adalah bagian yang diantara samping cup dan margin
disk. Rim yang normal berwarna oranye atau merah muda dan memiliki
konfigurasi yang karakteristik yaitu bagian inferior adalah yang terbesar, dan
kemudian diikuti oleh bagian superior, nasal, dan temporal (aturan ISNT). Pada
glaukoma, kerusakan pada diskus bisa saja hanya kehilangan jaringan yang kecil
dengan notching pada NRR hingga ke pembesaran cup yang difus. Cupping
terjadi karena kerusakan ireversibel yang adalah penurunan jumlah serat saraf, sel
glial, dan pembulu darah. Ketebalan, simetri, dan warna pada neuroretinal rim
perlu diperhatikan.14
Tanda-tanda lain pada kerusakan glaukoma adalah bayonetting, kolateral
antara dua vena pada diskus, kehilangan nasal NRR, lamina dot sign, perdarahan
-
12
diskus, dan rim yang menajam.14 Ratio cup-disc yang lebih besar dari 0.5 atau
adanya asimetri adalah sugestif mengarah ke atrofi glaukomatous.10
2.4.4 Pencitraan
Ada berbagai macam pencitraan yang dapat dilakukan pada pasien
glaukoma. Stereo disc photography adalah standar untuk pencitraan diskus
optikus. Confocal scanning laser tomography (SLO) dapat digunakan untuk
membentuk sebuah model 3D dari pada kepala saraf optikus. Scanning laser
polarimetry adalah untuk melihat ketebalan dari lapisan saraf pada kepala saraf
optikus. Optical coherence tomography (OCT) dapat digunakan untuk melihat
lapisan peripapillary nerve fiber dan untuk melihat morfologi pada kepala saraf
optikus.14
Gambar 2.10 Stereo disc photography 34
2.4.5 Perimetri
Glaukoma menyebabkan hilangnya lapang pandang dan oleh sebab itu
pemeriksaan padanya sangatlah penting. Cara-cara untuk memeriksa lapang
pandang pada glaukoma adalah dengan perimeter otomatis (Humpfrey, Octopus,
atau Henson), Goldmann perimeter, Friedman field analyzer, dan tangent
screen.10
-
13
Gambar 2.11 Perimetri 35
Gambar 2.11 Hasil Perimetri 36
DIAGNOSIS BANDING GLAUKOMA Iritis akut dan konjungtivitis harus dipertimbangkan sebagai diagnosis banding pada glaukoma sudut tertutup bila ada radang mata akut, meskipun pada
kedua hal tersebut di atas jarang disertai bilik mata depan yang dangkal atau
tekanan yang meninggi.
1) Pada iritis akut terdapat lebih banyak fotofobia, tetapi rasa nyerinya
kurang jika dibandingkan dengan glaukoma. TIO normal, pupil kecil dan
kornea tidak sembab. Flare dan sel-sel terlihat di dalam bilik mata
depan, dan terdapat injeksi siliar dalam (deep ciliary injection)
2) Pada konjungtivitis akut tidak begitu nyeri atau tidak nyeri sama sekali,
dan tajam penglihatan tidak menurun. Ada kotoran mata dan konjungtiva
-
14
sangat meradang, tetapi tidak ada injeksi siliar. Reaksi pupil normal,
kornea jernih dan tekanan intraokular normal.15
2.5 TATALAKSANA GLAUKOMA Tatalaksana glaukoma dapat dibagi menjadi medikamentosa dan operasi.
Tujuan dari semua tatalaksana yang ada ini adalah untuk menurunkan TIO yang
dapat berperan dalam proses glaukoma.
2.5.1 Tatalaksana Medikamentosa
A. Supresi Pembentukan Humor Aqueous
Penghambat adrenergic beta adalah obat yang paling luas digunakan untuk
terapi glaukoma. Obat ini dapat digunakan tersendiri atau dikombinasikan
dengan obat lain. Preparat yang tersedia sekarang yaitu timolol maleat
0,25% dan 0,5%, betaksolol 0,25% dan 0,5%, levobunolol 0,25% dan
0,5%, dan metipranolol 0,3%.10
Apraklonidin adalah suatu agonis adrenergik--2 baru yang menurunkan
pembentukan humor akuos tanpa efek pada aliran keluar.16
Inhibitor karbonat anhidrase sistemik-asetazolamid adalah yang paling
banyak digunakan, tetapi terdapat alternatif lain yaitu diklorfenamid dan
metazolamid. Digunakan untuk glaukoma kronik apabila terapi topikal
tidak memberi hasil memuaskan dan glaukoma akut dimana tekanan
intraokular yang sangat tinggi yang perlu segera di kontrol. Obat ini
mampu menekan pembentukan humor akuos sebesar 40-60%.10
B. Fasilitasi Aliran Keluar Humor Aqueous
Kolinergik/ Parasimpatomimetik, yakni pilokarpin, larutan 0,5-6% yang
diteteskan beberapa kali sehari, atau gel 4% yang diteteskan sebelum tidur.
Karbakol 0,75-3% adalah obat kolinergik alternatif.10
Antikolinesterase ireversibel, merupakan obat parasimpatomimetik yang
bekerja paling lama. Obat-obat ini adalah Demekarium Bromida 0,125%
yang umumnya dibatasi untuk pasien afakik atau pseudofakik karena
mempunyai potensi kataraktogenik. Obat-obat ini juga menimbulkan
-
15
miosis kuat yang dapat menyebabkan penutupan sudut pada pasien dengan
sudut sempit. Pasien juga harus diberitahu mengenai kemungkinan ablasio
retina.10
Epinefrin 0,25-2%, diteteskan sekali atau dua kali sehari, meningkatkan
aliran keluar humor akueus dansedikit banyak disertai penurunan
pembentukan humor akeus. Terdapat sejumlah efek samping okular
eksternal, termasuk vasodilatasi relek konjungtiva , endapan adrenokrom,
konjungtivitis folikularis, dan reaksi alergi. Efek samping intraokular yang
dapat terjadi adalah edema makula sistoid pada afakia dan vasokonstriksi
ujung saraf optikus.10
Dipivefrin, adalah suatu prodrug epinefrin yang dimetabolisasi secara
intraokular menjadi bentuk aktifnya. Epinefrin dan dipivefrin tidak dapat
digunakan untuk mata dengan sudut kamera anterior sempit.10
C. Penurunan Volume Korpus Vitreum
Obat-obat hiperosmotik, menyebabkan darah menjadi hipertonik sehingga
air tertarik keluar dari korpus vitreus dan terjadi penciutan korpus vitreus.
Selain itu, juga terjadi penurunan produksi humor akuos. Penurunan
volume korpus vitreus bermanfaat dalam pengobatan glaukoma sudut
tertutup akut dan glaukoma maligna yang menyebabkan pergeseran lensa
kristalina ke depan (disebabkan oleh perubahan volume korpus vitreus
atau koroid) dan menyebabkan penutupan sudut (glaukoma sudut tertutup
sekunder).10
Gliserin (gliserol) oral, 1 mL/kgbb dalam suatu larutan 50 % dingin
dicampur dengan sari lemon, adalah obat yang paling sering dipergunakan,
tetapi pemakaiannya pada pengidap diabetes harus diawasi. Pilihan lain
adalah isosorbin oral dan urea atau manitol intravena.10
D. Miotik, Midriatik, dan Sikloplegik
Konstriksi pupil sangat penting dalam penatalaksanaan glaukoma sudut
tertutup akut primer dan pendesakan sudut pada iris plateau. Dilatasi pupil penting
dalam pengobatan penutupan sudut akibat iris bombe karena sinekia posterior.
Apabila penutupan sudut disebabkan oleh pergeseran lensa ke anterior,
-
16
sikloplegik (siklopentolat dan atropin) dapat digunakan untuk melemaskan otot
siliaris sehingga mengencangkan aparatus zonularis dalam usaha untuk menarik
lensa ke belakang.10
2.5.2 Tatalaksana Pembedahan
A. Iridektomi dan iridotomi perifer
Sumbatan pupil paling baik diatasi dengan membentuk komunikasi
langsung antara kamera anterior dan posterior sehingga beda tekanan di antara
keduanya menghilang. Hal ini dapat dicapai dengan laser neonidium: YAG atau
aragon (iridotomi perifer) atau dengan tindakan bedah iridektomi perifer.
Iridotomi laser YAG adalah terapi pencegahan yang digunakan pada sudut sempit
sebelum terjadi serangan penutupan sudut.10
B. Trabekuloplasti laser
Penggunaan laser untuk menimbulkan luka bakar melalui suatu goniolensa
kejalinan trabekular dapat mempermudah aliran keluar HA karena efek luka bakar
tersebut pada jalinan trabekular dan kanalis Schlemm serta terjadinya proses-
proses selular yang meningkatkan fungsi jalinan trabekular. Teknik ini dapat
diterapkan untuk bermacam-macam bentuk glaukoma sudut terbuka, dan hasilnya
bervariasi bergantung pada penyebab yang mendasari. Penurunan tekanan
biasanya memungkinkan pengurangan terapi medis dan penundaan tindakan
bedah glaukoma.10
C. Bedah drainase glaukoma
Tindakan bedah untuk membuat jalan pintas dari mekanisme drainase
normal, sehingga terbentuk akses langsung HA dari kamera anterior ke jaringan
subkonjungtiva atau orbita, dapat dibuat dengan trabekulotomi atau insersi selang
drainase. Penyulit utama trabekulotomi adalah kegagalan bleb akibat fibrosis
jaringan episklera. Goniotomi adalah suatu teknik yang bermanfaat untuk
mengobati glaukoma kongenital primer, yang tampaknya terjadi sumbatan
drainase humor akuos dibagian dalam jalinan trabekular.10
-
17
D. Tindakan siklodestruktif
Kegagalan terapi medis dan bedah dapat menjadi alasan untuk
mempertimbangkan tindakan destruksi korpus siliaris dengan laser atau bedah
untuk mengontrol tekanan intraokular. Krioterapi, diatermi, ultrasonografi
frekuensi tinggi, dan yang paling mutakhir terapi laser neodinium : YAG thermal
mode, dapat diaplikasikan ke permukaan mata di sebelah posterior limbus untuk
menimbulkan kerusakan korpus siliaris dibawahnya.10
2.6 KLASIFIKASI GLAUKOMA Glaukoma dapat dibagi berdasarkan etiologinya:10
A. Glaukoma Primer
Glaukoma Primer Sudut Terbuka
Glaukoma Primer Sudut Tertutup
B. Glaukoma Kongenital
Glaukoma Kongenital Primer
Glaukoma disebabkan abnormalitas perkembangan Segmen Anterior
Glaukoma disebabkan abnormalitas perkembangan Ekstraokular
C. Glaukoma Sekunder
Glaukoma pigmentosa
Glaukoma sindrom pseudoeksfoliasi
Glaukoma oleh karena kelainan lensa (fakogenik)
Glaukoma oleh karena kelainan uvea
Glaukoma oleh karena tumor
Sindrom iridokorneoendotel
Glaukoma oleh karena trauma
Postoperatif glaukoma
Glaukoma neovaskular
Glaukoma oleh karena episklera yang menaik
Glaukoma oleh karena steroid
D. Glaukoma Absolut
-
18
2.6.1 Glaukoma Primer
2.6.1.1 Glaukoma Primer Sudut Terbuka
Glaukoma primer sudut terkbuka yang juga disebut glaukoma simpleks
adalah sebuah penyakit yang umumnya bilateral dan memiliki onset pada saat
dewasa dan berciri TIO yang lebih dari 21 mmHg pada suatu saat, kerusakan saraf
optikus yang khas dengan glaukoma, bilik mata depan yang terbuka, penurunan
lapang pandang yang khas, dan tidak adanya tanda-tanda glaukoma sekunder atau
neuropati pada saraf mata yang umumnya tidak disebabkan oleh glaukoma.14
Penyakit ini umumnya menyerang orang dewasa, namun kasus juvenile-onset
glaukoma primer sudut terbuka (terjadi sesudah umur tiga tahun tetapi sebelum
umur enam belas) dapat juga terjadi pada 5% dari semua kasus.10
Patologi pada penyakit ini adalah apoptosis pada sel ganglion di retina.
Setelah kerusakan awal, terjadi kaskade yang menyebabkan proliferasi astrosit
dan sel glial, perubahan ekstraseluler matrix pada lamina kribosa dengan
remodeling pada kepala saraf optikus.14 Kenaikan TIO pada penyakit disebabkan
oleh proses degeneratif pada anyaman trabekula, deposisi material ekstraseluler
pada anyaman dan di bawah lapisan endotel pada kanal Schlemm.10 Penyakit ini
dapat ditemukan pada orang yang memiliki bakat glaukoma seperti kelainan
gangguan fasilitas pengeluaran humor aqueous atau anatomi bilik mata yang
menyempit, dan kelainan pertumbuhan pada sudut bilik mata depan.3 Faktor risiko
pada penyakit ini adalah TIO yang lebih tinggi, umur yang lebih tua, ras kulit
hitam, sejarah keluarga, diabetes mellitus, myopia, dan penyakit vaskular.14
Diagnosis untuk glaukoma primer sudut terbuka dapat ditegakkan dengan
kerusakan diskus optikus yang sejalan dengan ciri khas penyakit, kenaikan TIO
yang tidak disertai alasan tertentu untuk kenaikan tekanan tersebut. Gonioskopi
perlu dilakukan untuk membuktikan pasien memiliki glaukoma sudut terbuka. 10
Masalah utama pada penyakit ini adalah gejala yang hanya akan timbul
pada kasus yang lanjut. Pasien juga dapat mengeluhkan mata sebelah terasa berat,
kepala pening sebelah, kadang penglihatan kabur dengan anamnesa tidak khas.3
Oleh sebab itu, skrining penyakit sangat penting untuk dilakukan. Sayang sekali
program skrining yang hanya melihat tekanan intraokuler tidak dapat memberi
-
19
hasil yang optimal tanpa pemeriksaan fundus dan pemeriksaan lapang pandang.
Opsi yang terbaik adalah skrining lengkap pada kelompok yang berisiko, terutama
orang diatas 40 tahun dengan sejarah penyakit pada keluarga.10,14
Gambar 2.12 Glaukoma sudut terbuka 37
2.6.1.2 Glaukoma Primer Sudut Tertutup
Glaukoma sudut tertutup ditandai dengan tekanan intraokuler yang
meningkat dan terjadi pada usia lebih dari 40 tahun dengan sudut bilik mata
sempit tanpa patologi lain.3 Istilah sudut tertutup merupakan penutupan pada
anyaman trabekula oleh iris perifer yang kemudian menyumbat keluarnya humor
aqueous.14 Kondisi ini dapat dibagi menjadi penutupan sudut akut, subakut,
kronis, dan plateau iris.10 Ada pula yang mengkelompokan kondisi ini dengan
tingkatan penyempitan sudut anterior bilik mata depan.14
-
20
Gambar 2.13 Glaukoma sudut tertutup 37
Mata yang terkena kondisi ini umumnya memiliki predispisisi anatomi
yang menyebabkan sudut bilik mata depan menjadi sempit. Kondisi ini dapat
terjadi sebagai suatu emergensi atau sesuatu yang asimtomatik.10 Faktor risiko
kondisi ini adalah umur, kelamin wanita, ras Asia, sejarah keluarga, dan mata
hipermetrop.14
Kondisi akut terjadi pada saat iris bombe menyebabkan penutupan bilik
mata depan melalui bagian perifer iris. Hal ini biasanya terjadi pada saat sore pada
saat pupil berdilatasi. Gejala klinis sangatlah khas: terjadi penurunan penglihatan
secara tiba-tiba yang diiringi dengan rasa sakit hebat, halo, mual, dan muntah.
Penemuan lain adalah TIO sangat tinggi, bilik mata depan yang dangkal, kornea
yang seperti beruap, pupil mid-dilatasi tidak responsif, dan injeksi siliar.3
Gambar 2.14 Iris Bombe 38
-
21
Kondisi penutupan sudut subakut dapat terjadi dengan mekanisme dan
faktor risiko yang sama dengan kondisi akut. Perbedaan dengan kondisi akut
adalah bahwa penutupan sudut terjadi secara pendek, episodik, dan berulang.
Serangan dapat berakhir secara spontan, namun kerusakan pada sudut anterior
dapat terjadi secara bertahap. Penyakit dapat berjalan lanjut menjadi penutupan
sudut akut. Gejala serangan sama seperti kondisi akut pada sore hari namun
biasanya membaik sehingga pasien dapat tidur. Diagnosis dapat dilihat oleh
gonioskopi dan tatalaksana adalah iridotomi laser perifer.10
Kondisi penutupan sudut kronis memiliki gejala klinis yang sama seperti
glaukoma kronis dengan sudut terbuka. Kondisi dapat terjadi pada saat anterior
sinekia perifer terjadi secara perlahan sehingga ekstensif dan kemudian
menyebabkan kenaikan TIO secara perlahan. Pemeriksaan yang dapat
membedakan glaukoma kronis sudut tertutup dan terbuka adalah gonioskopi.
Plateau iris adalah suatu kondisi yang terjadi karena kelainan morfologi
dari iris root, menyebabkan sudut bilik mata depan menutup karena pupil yang
dilatasi tanpa iris block.17 Kondisi ini dapat menyebabkan glaukoma sudut
tertutup akut tanpa pupil blok seperti pada kasus klasik dan umumnya terjadi pada
orang yang lebih muda.10
Gambar 2.15 Plateau Iris 39
2.6.2 Glaukoma Kongenital
Glaukoma kongenital dapat dibagi menjadi glaukoma kongenital primer,
abnormalitas developmental pada segmen anterior, dan kondisi-kondisi lain
-
22
dimana kerusakan tidak hanya terjadi pada sudut bilik mata depan namun juga
berhubungan dengan kondisi mata ataupun ekstraokuler lain.10
Glaukoma kongenital primer umumnya adalah sebuah kondisi yang
sporadik. Pada sekitar 10% kasus, penyakit diturunkan dengan autosomal resesif.
Patogenesis dari penyakit adalah kenaikan TIO oleh karena kerusakan pada
pembentukan sudut bilik mata depan yang tidak berhubungan dengan penyakit
mata lainnya (trebekulodisgenesis terisolasi). Secara klinis, trabekulodisgenesis
dapat dilihat dengan tidak adanya band badan siliar oleh karena suatu material
translusen amorf yang menutupi trabekula. Penyakit juga dapat diklasifikasi
sebagai glaukoma kongenital true (40%) dimana TIO telah naik pada saat
kehidupan intrauterin, glaukoma infantil (55%) dimana glaukoma terjadi sebelum
umur tiga tahun, dan glaukoma juvenile dimana TIO naik setelah usia tiga tahun
namun sebelum usia 16 tahun. Pasien glaukoma juvenile dapat menunjukkan
trabekulodisgenesis atau normal pada pemeriksaan gonioskopi sehingga dapat
diklasifikasi seperti glaukoma primer sudut terbuka.14
Gejala klinis yang dapat ditemukan pada penyakit adalah kekeruhan pada
kornea yang disebabkan oleh epitel dan stroma edema yang terjadi oleh karena
TIO yang meningkat. Hal ini dapat berasosiasi dengan lakrimasi, fotofobia dan
blefarospasme.18 Gejala yang paling sering dan awal adalah epifora. Bufthalmos
(mata besar) dapat terjadi oleh karena tekanan yang meningkat. Sklera dapat
meregang menjadi tipis dan lebih transparan sehingga mata terlihat agak biru oleh
karena uvea dibawahnya. Hal ini dapat menyebabkan myopia di kemudian hari.
Haab striae dapat terlihat oleh karena kerusakan pada membran descemet.
Cupping pada diskus optikus juga dapat terjadi.10
Gambar 2.16 Glaukoma kongenital primer 40
-
23
Sebagai evaluasi awal, TIO dan diameter kornea dapat diukur dengan Perkins
tonometer dan kaliper. Gonioskopi juga dapat dilakukan untuk melihat sudut
anterior. Tatalaksana adalah operasi dengan goniotomi atau trabekulektomi.18
Glaukoma kongenital yang berhubungan dengan anomali developmental pada
segmen anterior mencakupi kelainan pada sudut, iris, kornea, dan terkadang lensa.
Kelainan pada sindrom Axenfield adalah adanya bridging filaments pada iris
stroma yang menempel kepada kornea pada garis Schwalbe (posterior
embryotoxon). Sindrom Reiger adalah persambungan iridokorneal yang
berhubungan dengan kerusakan iris dengan polykoria dan kerusakan skeletal dan
dental (iridotrabecular disgenesis). Anomali Peter adalah penempelan pada iris
sentral dan bagian sentral posterior kornea (iridokorneal trabekulodisgenesis).
Penyakit-penyakit ini umumnya adalah autosomal dominan. Tatalaksana adalah
trabekulotomi atau trabekulektomi.18
Contoh dari glaukoma kongenital yang berhubungan dengan kelainan mata
lain dan/atau kelainan ekstraokuler lain adalah anridia, Surge-Weber sindrom,
neurofibromatosis-1, Lowe sindrom, dan rubella kongenital.10
2.6.3 Glaukoma Sekunder
Glaukoma sekunder adalah kenaikan TIO yang disebabkan oleh penyakit
mata lain yang kemudian menyebabkan kerusakan pada saraf optik yang
kemudian mengecilkan lapang pandang. Penyakit glaukoma sekunder yang akan
dibahas pada referat ini adalah glaukoma pigmentosa, glaukoma sindrom
pseudoeksfoliasi, glaukoma oleh karena kelainan lensa (fakogenik), glaukoma
oleh karena kelainan uvea, sindrom iridokorneoendotel, glaukoma oleh karena
trauma, postoperatif glaukoma, glaukoma neovaskular, glaukoma oleh karena
episklera yang menaik, dan glaukoma oleh karena steroid. Tujuan dari semua
tatalaksana penyakit glaukoma sekunder ini adalah penurunan TIO.10
2.6.3.1 Glaukoma Pigmentosa
Granul-granul melanin menyebabkan peningkatan dari resistensi outflow
anyaman trabekula dan meningkatkan TIO.19 Pada pemeriksaan fisik didapatkan
deposisi pigmen pada bagian endotel pada kornea dengan pola vertikal spindle-
-
24
shaped yang juga disebut spindel Krukenberg. Bilik mata depan ditemukan dalam.
Dapat terlihat granul pigmen pada bagian atas iris dan kehilangan sebagian dari
pupillary ruff. Pada gonioskopi juga dapat terlihat pigmentasi trabekula yang
homogen.19
Gambar 2.17 Gambaran Glaukoma Pigmentosa pada Slitlamp 41
2.6.3.2 Glaukoma Eksfoliasi (Pseudoeksfoliasi)
Sindrom pseudoeksfoliasi (PXF) terjadi karena produksi material ekstrasel
fibriler oleh basement membrane sel epitel yang tua pada lapisan anterior lensa,10
proses siliar, zonul, bagian posterior iris, dan anyaman trabekula.18 Selain pada
bagian mata, material ekstrasel ini juga dapat ditemukan pada kulit dan organ
viseral sehingga PXF mungkin hanyalah sebuah manifestasi okuler pada suatu
kondisi yang sistemik. PXF juga dapat diasosiasikan dengan beberapa penyakit
vaskuler, ketulian, dan penyakit Alzheimer.10,14 Gejala sama dengan glaukoma
primer sudut terbuka.14
Gambar 2.18 Gambaran Sindrom Eksfoliasi 42
-
25
2.6.3.3 Glaukoma Sekunder Karena Perubahan Lensa
2.6.3.3.1 Glaukoma Fakomorfik
Glaukoma fakomorfik adalah semacam glaukoma dengan sudut tertutup
yang disebabkan oleh lensa katarak yang intumesen.14 Klinis pada mata yang
terkena glaukoma fakomorfik adalah seperti glaukoma akut sudut tertutup.20
Gambar 2.19 Glaukoma Fakomorfik 43
2.6.3.3.2 Glaukoma Fakolitik
Glaukoma fakolitik adalah glaukoma sudut terbuka yang berasosiasi
dengan katarak hipermatur.21 Presentasi menunjukkan rasa nyeri dengan visus
turun akibat katarak. Terdapat bilik mata depan yang dalam dengan edema kornea
serta katarak hipermatur. Pada humor akuos dapat ditemukan partikel putih
terbang yang dapat menggambarkan pseudohipopion apabila tebal.
Gambar 2.20 Glaukoma Fakolitik 44
2.6.3.3.3 Fakoanafilaktik Uveitis
Fakoanafilaktik uveitis adalah uveitis yang disebabkan oleh reaksi
inflamasi terhadap lensa protein, biasanya setelah trauma pada lensa atau
operasi.20,22
-
26
Gambar 2. 21 Fakoanafilaktik Uveitis 45
2.6.3.3.4 Subluksasi/ Dislokasi Lensa
Kondisi ini biasanya disebabkan oleh trauma tumpul atau kejadian spontan
dimana lensa kecil (mikrosferofakia) seperti pada sindrom Will-Marschesani, dan
sindrom Marfan dimana zonul melemah.14,20 Presentasi pada dislokasi anterior
adalah peningkatan TIO, lensa yang dislokasi/subluksasi, dan edema kornea
apabila kondisi terjadi secara akut.
Gambar 2.22 Subluksasi Lensa 46
2.6.3.4 Glaukoma Sekunder Karena Uveitis
Peningkatan TIO akut pada glaukoma uveitis umumnya meningkat pada
sindrom Posner-Schlossman atau infeksi virus (HSV & VZV). Peningkatan TIO
kronik biasanya terjadi pada uveitis Fuchs, pars planitis, sarcoidosis dan sifilis.
Obstruksi dan edema anyaman trabekular disebabkan oleh sel-sel inflamasi,
presipitat, debris, dan neovaskularisasi dari sudut COA Bila terdapat sinekia atau
seclusio pupillae maka dapat terjadi glaukoma sudut tertutup.23
-
27
Gambar 2.23 Glaukoma karena Uveitis 47
2.6.3.5 Glaukoma Oleh Karena Tumor Intraokular
Infiltrasi anyaman trabekular oleh tumor atau sel-sel tumor yang
mengapung di humor akuos. Terjadi obstruksi anyaman trabekular karena
inflamasi akibat tumor, debris tumor, perdarahan atau dispersi pigmen. Tumor
intraokular dapat menyebabkan kenaikan TIO dan glaukoma sudut tertutup.25
Gambar 2.24 Glaukoma karena Tumor Intraokular 48
2.6.3.6 Sindrom Iridokorneoendotelial (ICE syndrome)
Sindrom iridokorneoendotelial (iridocorneal endothelial syndrome: ICE)
terjadi karena lapisan endotel pada kornea yang abnormal yang berproliferasi dan
bermigrasi hingga ke sudut anterior dan kemudian iris.14
-
28
Gambar 2.30 Sindrom Iridokorneal Endotelial 54
2.6.3.7 Glaukoma Sekunder Akibat Trauma
Outflow anyaman trabekular berkurang dikarenakan trauma (inflamasi dan
scarring anyaman trabekular, obstruksi oleh sel darah merah dan debris). Trauma
tumpul baik non-penetrasi maupun penetrasi dapat menyebabkan glaukoma sudut
tertutup dan sudut terbuka.26
Hifema yang tidak terkontrol secara baik/re-bleeding maupun trauma yang
diderita secara langsung dapat secara kronis membuat masalah glaukoma sudut
tertutup.10,14
Gambar 2.31 Glaukoma Akibat Hifema 55
2.6.3.8 Glaukoma Maligna (Glaukoma dengan Blok Siliar)
Operasi pada mata dapat menyebabkan kenaikan TIO dengan adanya blok
pada bagian bilik mata belakang oleh karena badan siliar yang menutupinya.10,20
-
29
Gambar 2.25 Glaukoma Maligna 49
2.6.3.9 Glaukoma Neovaskuler
Neovaskularisasi pada iris (rubeosis iridis) dan sudut bilik mata depan
seringkali terjadi oleh karena retina yang iskemik seperti yang terjadi pada pasien
dengan retinopati diabetik dan oklusi pada vena sentral mata. Salah satu penyebab
utama dari robeosis iridis adalah adanya vascular endothelial growth factor
(VEGF) pada iskemia. Tatalaksana yang dapat dilakukan dengan panretinal
fotokoagulasi (PRP), intravitreal VEGF inhibitor seperti becavizumab, dan
operasi retina bilamana diperlukan.10,14
Gambar 2.26 Neovaskularisasi Segmen Anterior dengan ektropion di uvea 50
Pada glaukoma sekunder sudut terbuka dapat terlihat pembuluh darah
yang tumbuh dan menutupi trabekula melalui gonioskopi. Glaukoma sekunder
dengan sinekia sudut tertutup dapat dilihat pada gonioskopi menunjukkan
kontraksi jaringan fibrovaskuler dengan penarikan iris perifer di atas trabekula
seperti resleting. Pemeriksaan dapat menunjukkan TIO yang sangat tinggi, visus
rendah, dan rasa sakit.
-
30
2.6.3.10 Glaukoma Sekunder Akibat Tekanan Vena Episklera
Penaikan tekanan vena episklera dapat berkontribusi pada glaukoma pada
sindrom Sturge-Weber. Tatalaksana medikamentosa hanya dapat berkontribusi
pada penurunan TIO pada sisi pembentukan humor aqueous dan pengalirannya ke
anyaman trabekula sehingga tidak dapat berjalan secara efektif.
Gambar 2. 27 Gambaran Pembuluh Darah Episklera yang Prominen 51
2.6.3.11 Glaukoma Sekunder Akibat Steroid
Steroid topikal, preaurikuler, dan intraokuler dapat menyebabkan sejenis
glaukoma yang mirip seperti glaukoma sudut terbuka, terutama pada individu
yang memiliki sejarah penyakit pada keluarga. Pemeriksaan tonometri dan
funduskopi wajib secara periodik wajib dilakukan pada pasien yang akan
menerima steroid.10
Gambar 2.28 Gambaran Glaukoma karena Steroid di funduskopi 52
2.6.4 Glaukoma Absolut
-
31
Glaukoma absolut adalah hasil akhir glaukoma tidak terkontrol yang
menyebabkan mata menjadi keras, visus nol, dan seringkali mata yang sakit.10
Gambar 2.29 Glaukoma Absolut 53
-
32
III. KESIMPULAN
Glaukoma adalah sebuah kondisi neuropati pada diskus optikus yang
ditandai dengan cupping pada diskus dan penyempitan lapang pandang yang
umumnya diasosiasikan dengan kenaikan intraokuler. Glaukoma adalah penyebab
kebutaan kedua terbesar di Indonesia, dengan penyebab pertama katarak.
Diagnosis dan penilaian pada glaukoma dapat dilakukan berdasarkan
penghitungan TIO melalui tonometri, pengelihatan sudut bilik mata depan dengan
gonioskopi, pemeriksaan pada fundus untuk melihat kepala saraf optikus,
pencitraan, dan perimetri.
Tatalaksana glaukoma dapat dibagi menjadi tatalaksana medikamentosa
dan operasi. Tatalaksana pada glaukoma sudut terbuka umumnya adalah
medikamentosa sedangkan kasus-kasus yang tidak berhasil dikontrol melaluinya
dan kasus-kasus akut dilakukan tindakan operasi.
Ada berbagai macam jenis glaukoma. Glaukoma dapat diklasifikasi
menjadi glaukoma primer, glaukoma kongenital, glaukoma sekunder, dan
glaukoma absolut. Klasifikasi glaukoma juga dapat dibagi menjadi glaukoma
dengan sudut terbuka dan glaukoma dengan sudut sempit.
-
33
DAFTAR PUSTAKA
1. Resnikoff S, Pascolini D, Etyaale D, Kocur I, Pararajasegaram R, Pokharel GP, et al.. Global data on visual impairment in the year 2002. Bulletin of the World Health Organization 2004; 82(11): 844-851.
2. Kingman S. Glaucoma is second leading cause of blindness globally. Bulletin of the World Health Organization 2004; 82(11): 887-888.
3. Ilyas S, Yulianti SR. Ilmu penyakit mata, 4th ed. Jakarta: Badan Penerbit FKUI; 2011. Hal 222-29.
4. Wijaya N. Glaukoma. Dalam: Ilmu Penyakit Mata. Ed.6. Jakarta: Abadi Tegal. 1993. Hal 219-232.
5. American Academy of Ophthalmology. Glaucoma (Basic and clinical science course, section 10). San Fransisco: American Academy of Ophthalmology; 1998:14-24.
6. Freddo TF. Ocular anatomy and physiology related to aqueous production and outflow. In: Lewis TL, Ingeret M. Primary Care of Glaucomas, Chap 3. Norwalk Appleton&Lange; 1993. Page 23-44.
7. Stamper RL, Lieberman MF, Drake mv. Becker-Shaffers Diagnosis and Therapy of the Glaucomas. 7th ed. St.Louis: Mosby; 1999. Page 71-9.
8. Sears ML. Formation of aqueous humor. In: Albert DM, Jacobiec FA, Robinson NL. Basic science principles and practice of ophthalmology. Chapter 11. Vol 1. Philadelphia: Saunders; 1994. Page 182-9.
9. Katzung BG, Masters SB, Trevor AJ. Basic & Clinical Pharmacology. 9th ed. New York: McGraw-Hill. Chapter 6, Introduction to Autonomic Pharmacology; p. 126.
10. Riordan-Eva P, Cunningham Jr. ET. Vaughan & Asburys General Ophthalmology. 18th ed. United States of America: McGraw Hill; 2011. Chapter 11, Glaucoma;p.417-46.
11. Glaucoma Research Foundation. What is the definition of glaucoma?. http://www.glaucoma.org/q-a/what-is-the-definition-of-glaucoma.php (accessed 24 June 2015)
12. Weinreb RN, Aung T, Medeiros FA. The pathophysiology and treatment of glaucoma: a review. The Journal of the American Medical Association 2014; 311(18): 1901-1911.
13. Lang, GK. Ophthalmology: A Pocket Textbook Atlas. 2nd ed. Stuttgart-New York: Thieme; 2006. Chapter 10, Glaucoma; p.258-78.
14. Kanski JJ, Bowling B. Clinical ophthalmology: a systematic approach, 7th ed. United Kingdom: Elsevier; 2011. Chapter 10, Glaucoma;p.306-94.
15. Vaughan DG, Eva RP, Asbury T. Oftalmologi Umum. Ed 14. Jakarta: Widya Medika; 2000. Hal 220-38.
16. Toris CB, Tafoya ME, Camras CB, Yablonski ME. Effects of Apraclonidine on Aqueous Humor Dynamics in Human Eyes. AAO Journal. 1995 March;102(2):456-61.
17. Japan Glaucoma Society. Guidelines for Glaucoma. 2nd ed; 2006:13-18. 18. Ritch R, Schlotzer-Schrehardt U, Konstas AG. Why is glaucoma associated with
exfoliation syndrome? Prog Retin Eye Res 2003;22(3):253-75. 19. European Glaucoma Society. Terminology and Guidelines for Glaucoma. 4th ed;
2014:90-100. 20. Gerstenblith AT, Rabinowitz MP. The Wills Eye Manual: Office and Emergency
Room Diagnosis and Treatment of Eye Disease, 6th ed. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins; 2012. Hal 226-8.
21. Papaconstantinou D, Georgalas I, Kourtis N, et al. Lens-induced glaucoma in the elderly. Clin Interv Aging 2009;4:331-6.
22. Tsai JC, Denniston AKO, Murray PI, Huang JJ, Aldad TS. Oxford American handbook of ophthalmology. New York: Oxford University Press; 2011. Hal 326.
23. Siddique SS, Suelves AM, Baheti U, Foster CS. Glaucoma and Uveitis. Surv Ophthalmol 2013;58(1):1-10.
-
34
24. Blausen.com staff. Blausen Gallery 2014. Wiver J Med. 2014;1(2). Available from: http://dx.doi.org/10.15347/wjm/2014.010
25. Radcliffe NM, Finger PT. Eye cancer related glaucoma: current concepts. Surv Ophthalmol 2009;54(1):47-73.
26. Bai HQ, Yao L, Wang DB, et al. Causes and treatments of traumatic secondary glaucoma. Eur J Ophthalmol 2009;19(2):201-6.
27. Kaufman PL. Aqueous Humor Dynamics. In: Duane TD, Jaeger EA. Clinical Ophtalmology. Chap 45. Vol 3. Philadelphia: Harper & Row Publisher; 1986. Page 1-5.
28. Mayo Foundation for Medical Education and Research. Applanation Tonometry [image on the Internet]. 2015. [cited 29 June 2015] . Available from: http://www.mayoclinic.org/tests-procedures/eye-exam/multimedia/applanation-tonometry/img-20006176
29. Manimury. Semicircles seen during Goldmann applanation tonometry through slit lamp [image on the Internet]. 2006. [cited 29 June 2015]. Available from: https://en.wikipedia.org/wiki/Ocular_tonometry#/media/File:Goldmann_mires.jpg
30. Kwon YH, Fingert JH, Greenie EC. A Patients Guide to Glacuoma [book on the Internet]. Pakistan: FEP International; 2008 [cited 29 June 2015]. Figure 4-5, A patient undergoing gonioscopy, p.23. Available from: http://www.medrounds.org/glaucoma-guide/2006/06/section-4-c-open-angle-glaucoma.html
31. Edward S. Harkness Eye Institute Columbia University. Pigment Dispersion Syndrome [image on the Internet]. 2003. [cited 29 June 2015]. Available from: http://dro.hs.columbia.edu/pds.htm
32. Advanced Eye Hospital and Institute. Funduscopy [image on the Internet]. 2015. [cited 29 June 2015]. Available from: http://www.advancedeyehospital.com/knowledge-bank/eye-investigation/Fundoscopy.aspx
33. Appliques. Cupping of optic disc [image on the Internet]. 2010. [cited 29 June 2015]. Available from: http://vesnareshti.com/optic-nerve-atrophy-icd-9/
34. Mackenzie P, Cioffi G. Is there still a role for stereo disc photography in the diagnosis and management of glaucoma? [image on the Internet]. 2007. [cited 29 June 2015]. Available from: http://www.healio.com/ophthalmology/curbside-consultation/%7B37950f62-6d9e-4e2b-8a78-a4ec4436f0f5%7D/is-there-still-a-role-fo
35. Max Astri Optometrists. Visual Field Testing Automated Perimetry [image on the Internet]. 2006. [cited 29 June 2015]. Available from: http://maxastrioptometrists.com/visual-field-testing-automated-perimetry/
36. Huang CQ, Carolan J, Redline D, Taravati P. Humphrey Matrix Perimetry in Optic Nerve and Chiasmal Disorders. Investigative Ophthalmology and Visual Science 2008;49(3).
37. Burt K, Freeman S, Jeanbart L, Tee L, Santos M. Glaucoma [image on the Internet]. 2006. [cited 29 June 2015]. Available from: http://biomed.brown.edu/Courses/BI108/2006-108websites/group02glaucoma/glaucoma.html
38. Gallery4Share.com team. Iris bombe [image on the Internet]. 2010. [cited 30 June 2015]. Available from: http://gallery4share.com/i/iris-bombe.html
39. Edward S. Harkness Eye Institute Columbia University. Plateau Iris [image on the Internet]. 2003. [cited 30 June 2015]. Available from: http://dro.hs.columbia.edu/pltiris.htm
40. Yadava U. Primary Congenital Glaucoma [image on the Internet]. 2007. [cited 30 June 2015]. Available from: http://www.jaypeejournals.com/eJournals/ShowText.aspx?ID=851&Type=FREE&TYP=TOP&IN=_eJournals/images/JPLOGO.gif&IID=77&isPDF=NO
41. Barkana Y. Pigmentary Glaucoma [image on the Internet]. 2014. Available from: http://emedicine.medscape.com/article/1205833-overview
-
35
42. Western University of Health Sciences. Exfoliation and Pigmentary Dispersion Glaucoma [image on the Internet]. 2013. [cited 30 June 2015]. Available from: https://ce.westernu.edu/product/exfoliation-pigmentary-dispersion-glaucoma/
43. Gill H. Phacomorphic Glaucoma [image on the Internet]. 2014. [cited 30 June 2015]. Available from: http://emedicine.medscape.com/article/1204917-overview
44. Online Journal of Ophthalmology. Glaucoma Facolitico [image on the Internet]. 2006. [cited 30 June 2015]. Available from: http://shop.onjoph.com/catalog/product_info.php?products_id=2940&language=es&osCsid=46d19db744071d666bf2360bb9d0ca76
45. Graham RH. Phacoanaphylaxis [image on the Internet]. 2015. [cited 30 June 2015]. Available from: http://misc.medscape.com/pi/iphone/medscapeapp/html/A1211403-business.html
46. Artisan Optics. Crystalline Lens Subluxation [image on the Internet]. 2015. [cited 30 June 2015]. Available from: http://www.artisanoptics.com/patient_center/patient_education_center/eye_diseases___conditions/crystalline_lens_subluxation/
47. Atlee Gleaton Eye Care. Uveitis [image on the Internet]. 2015. [cited 30 June 2015]. Available from: http://www.atleegleatoneyecare.com/index.php?page=iritis
48. The Eye Cancer Foundation Eye Cancer Network. Large Intraocular Tumor [image on the Internet]. 2003. [cited 30 June 2015]. Available from: http://www.eyecancer.com/news-and-events/news/25/large-intraocular-tumor-case-12
49. Campbell RJ, Fava M, El-Defrawy SR. Malignant Glaucoma [image in the Internet]. 2013. [cited 30 June 2015]. Available from: http://www.jaypeejournals.com/eJournals/ShowText.aspx?ID=160&Type=FREE&TYP=TOP&IN=_eJournals/images/JPLOGO.gif&IID=19&isPDF=NO
50. Edward S. Harkness Eye Institute Columbia University. Neovascular Glaucoma [image in the Internet]. 2003. [cited 30 June 2015]. Available from: http://dro.hs.columbia.edu/nvg.htm
51. Moster M, Ichhpujani P. Episcleral Venous Pressure and Glaucoma [image on the Internet]. Journal of Common Glaucoma Practice 2009;3(1):5-8. [cited 30 June 2015]. Available from: http://www.jaypeebrothers.com/eJournalNEW/ShowText.aspx?ID=245&Type=PAID&TYP=TOP&IN=_eJournals/Journal%20of%20Current%20Glaucoma%20Practice%20with%20DVD.jpg&IID=28&isPDF=YES
52. DermWeb Team. Glaucoma from Steroid Therapy [image on the Internet]. 2010. [cited 30 June 2015]. Available from: http://www.dermweb.com/therapy/glaucomapage.htm
53. McGavin M. Absolute Glaucoma [image on the Internet}. 1992. Available from: https://www.flickr.com/photos/communityeyehealth/5686392027
54. PgDoc Team. Iridocorneal Endothelial Syndrome [image on the Internet]. 2010. Available from: http://pgdoc.blogspot.com/2011/12/iridocorneal-endothelial-syndrome.html
55. Dersu II. Hyphaema Glaucoma [image on the Internet]. 2014. [cited 30 June 2015]. Available from: http://emedicine.medscape.com/article/1206635-overview