Gejala Papula Eritematous Skuamosa Pada Anak

36
Kelainan Kulit Papula Eritematous Skuamosa pada Anak 1. Pendahuluan Kulit merupakan suatu lapisan terluar yang menutupi organ- organ dalam tubuh maupun luar. Ketika suatu organisme parasit misalnya menginfeksi tubuh maka tidak memungkinkan kulit akan terkena dampaknya, baik dampak primer maupun dampak sekunder. Untuk yang dampak primer, kulit merupakan tempat yang memang akan diinfeksi oleh organisme parasit, sedangkan dampak yang sekunder, kulit akan terkena dampaknya mungkin oleh karena mikroorganisme yang menginfeksi organ sistemik. Pada penyakit kulit banyak faktor-faktor yang mempengaruhi timbulnya suatu bentuk infeksi atau kelainan kulit. Bentuk infeksi atau kelainan kulit itu sendiri dibagi menjadi effloresensi primer dan sekunder. Dimana effloresensi primer merupakan kelainan kulit yang pertama yaitu, makula, papul, plak, urtika, nodus, nodulus, vesikel, bula, pustul, dan kista. Effloresensi sekunder yaitu skuama, krusta, erosi, ulkus, dan sikatriks. Effloresensi primer sangat penting untuk mendiagnosis penyakit kulit yang sedang diderita. Pada saat seorang pasien datang dengan suatu keluhan misalnya keluhan pada kulit ada baiknya pada anamnesis ditanyakan riwayat penyakit, penggunaan obat-obatan untuk penyakit yang di deritanya maupun untuk penyakit lain, penyakit yang diderita oleh anggota keluarga lain, penyakit-penyakit lain yang diderita sekarang maupun pada masa lampau dan kebiasaan tertentu. Anamnesis tidak

description

keep it

Transcript of Gejala Papula Eritematous Skuamosa Pada Anak

Kelainan Kulit Papula Eritematous Skuamosa pada Anak

1. Pendahuluan

Kulit merupakan suatu lapisan terluar yang menutupi organ-organ dalam tubuh maupun luar.

Ketika suatu organisme parasit misalnya menginfeksi tubuh maka tidak memungkinkan kulit

akan terkena dampaknya, baik dampak primer maupun dampak sekunder. Untuk yang dampak

primer, kulit merupakan tempat yang memang akan diinfeksi oleh organisme parasit, sedangkan

dampak yang sekunder, kulit akan terkena dampaknya mungkin oleh karena mikroorganisme

yang menginfeksi organ sistemik. Pada penyakit kulit banyak faktor-faktor yang mempengaruhi

timbulnya suatu bentuk infeksi atau kelainan kulit. Bentuk infeksi atau kelainan kulit itu sendiri

dibagi menjadi effloresensi primer dan sekunder. Dimana effloresensi primer merupakan

kelainan kulit yang pertama yaitu, makula, papul, plak, urtika, nodus, nodulus, vesikel, bula,

pustul, dan kista. Effloresensi sekunder yaitu skuama, krusta, erosi, ulkus, dan sikatriks.

Effloresensi primer sangat penting untuk mendiagnosis penyakit kulit yang sedang diderita.

Pada saat seorang pasien datang dengan suatu keluhan misalnya keluhan pada kulit ada

baiknya pada anamnesis ditanyakan riwayat penyakit, penggunaan obat-obatan untuk penyakit

yang di deritanya maupun untuk penyakit lain, penyakit yang diderita oleh anggota keluarga lain,

penyakit-penyakit lain yang diderita sekarang maupun pada masa lampau dan kebiasaan tertentu.

Anamnesis tidak perlu lebih terperinci akan tetapi dapat dilakukan lebih terarah kepada diagnosis

banding setelah dan sewaktu infeksi. Anamnesis yang terarah juga biasanya dilakukan

bersamaan dengan inspeksi. Pada inspeksi yang perlu diperhatikan ialah lokalisasi, warna,

bentuk, ukuran, penyebaran, batas, dan effloresensi. Bila terdapat kemerahan pada kulit ada tiga

kemungkinan, eritema, purpuran, dan trlangiektaksis. Setelah diinspeksi dapat dilakukan palpasi

untuk menemukan adanya dolor, kalor, fungsio laesa, rubor dan tumor, ada tidaknya perbesaran

kelenjar regional maupun kelenjar generalisata.

2. Pembahasan

Skenario kasus: seorang anak laki-laki usia 10 tahun dibawa ibunya datang kepoliklinik

dengan beruntus (papul) bersisik kemerahan yang terasa gatal pada badan serta kedua tungkai

atas dan bawah sejak 2 minggu yang lalu. Kulit terlihat sangat kering.

Diketehui pada anamnesis bahwa anak laki-laki tersebut mengeluh beruntus (papul) yang

bersisik kemerahan, hal ini telah di derita semenjak 2 minggu yang lalu. Pada lesi-lesi tersebut

terasa gatal dan permukaan kulit kering. Berdasarkan skenario kasus kita mendapat diagnosis

banding beberapa penyakit dermatitis atopik, dermatitis kontak iritan, prurigo, dan skabies.

2.1 Dermatitis

Dermatitis merupakan peradangan kulit sebagai respon terhadap pengaryh faktor eksogen

dan endogen, menimbulkan kelainan klinis berupa effloresensi polimorfik )eritema, edema,

papul, vesikel, skuama likenifikasi) dan keluhan gatal. Tanda polimorfik tidak selalu timbul

bersamaan, bahkan mungkin hanya beberapa (oligomorfik). Dermatitis cenderung residif dan

kronis. Nama lain dari dermatitis ialah ekzem. Penyebab dari dermatitis yang eksogen ialah

bahan kimia, mikroorganisme, dan dapat pula endogen misalnya dermatitis atopik. Umumnya

penderita dermatitis datang dengan keluhan gatal. Kelainan kulit bergantung pada stadium

penyakit, memiliki batas sirkumskrip, dapat pula difus, penyebarannya lokal maupun

generalisata. Pada stadium akut kelainan kulit dapat berupa eritema, edema, vesikel atau bula,

erosi dan eksudasi, sehingga tampak basah. Pada stadium subakut, eritema dan edema berkurang,

eksudat mengering menjadi krusta. Sedang pada stadium kronis lesi tampak kering, skuama,

hiperpingmentasi, papul, dan likenifikasimungkin juga terdapat ekskoriasi karena garukan.

Stadium tersebut tidak selalu berurutan, bisa saja suatu dermatitis memberikan gambaran awal

kronis. Demikian pula jenis efloresensi tidak selalu harus polomorfik, mungkin hanya

oligomorfik.1

2.1.1 Dermatitis Atopik

a. Anamnesis

Saat pasien datang dengan keluhan keadaan kulit yang gatal, serta benjolan kecil kurang

dari 0.5 cm berwarna kemerahan, dan kulit juga terlihat bersisik serta pasien tersebut juga

mengeluh kulitnya sangat kering pada badan dan juga kedua ekstremitas baik atas maupun

bawah sejak 2 minggu yang lalu. Di ketahui pasien memiliki riwayat asma bronkial, dan

alergi pada makanan laut serta sempat juga terinfeksi panu (Pitiriasis versikolor) tetapi sudah

menghilang 1 bulan yang lalu. pasien sudah meminum obat warung anti alergi tapi tidak

kunjung sembuh. Pasien mengaku bahwa kakaknya pernah mengalami penyakit yang sama

sewaktu bayi namun telah sembuh.2

Pada anamnesis riwayat penyakit sekarang didapatkan juga stadium penyakit tersebut

apakah termasuk stadium aku, subakut, atau kronis. Tapi tidak semua lesi pada stadium-

stadium tersebut muncul berurutan, bisa saja lesi kronis yang lebih dulu tampak, tempat

predileksi utama pada badan, ekstremitas atas maupun bawah. Pada riwayat penyakit dahulu

adanya alergi terhadap suatu faktor eksogen maupun endogen, alergi tersebut sering

rekurens, dapat sembuh sendiri, atau semakin berat bertambahnya umur, biasanya penderita

dermatitis atopi mudah terinfeksi penyakit lain seperti jamur dan bakteri, adanya riwayat

penyakit lain seperti asma bronkial dan hay fever,. Riwayat penyakit keluarga juga

didapatkan bahwa orang tuan atau keluarga terdekat yang masih memiliki hubungan darah

juga pernah mengalami hal serupa, alergi atau memiliki hipersensitivitas terhadap faktor

eksogen maupun faktor endogen.2

b. Pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang

Pada pemeriksaan fisik di dapatkan papul yang padat, eritema, dan skuama, serrta kulit

yang sangat kering. Predileksi di lipat siku, lipat lutut, pergelangan tangan bagian fleksor,

leher, dan jarang pada wajah. Karena penderita sering menggaruk kadang bisa didapat erosi,

likenifikasi, dan ada skuama. Akibat dari garukan kulitnya mmenebal dan perubahan kulit

lain yang menyebabkan gatal. Ada 2 macam kriteria untuk menentukan diagnosis DA yaitu

kriteria mayor: pruritus, dermatitis di muka atau ekstensor pada bayi dan anak, dermatitis di

fleksura pada dewasa, dermatitis kronis atau residif, riwayat atopi penderita atau keluarga.

Kriteria minor: Xerosis, infeksi kulit, dermatitis nonspesifik pada tangan dan kaki, iktiosos/

hiperliniar palmaris/keratosis pilaris, pitiriasis alba, dermatitis di papila mamae, white

dermographism dan delayed blanch response, keilitis, lipatan infraorbital Dennie-morgan,

konjungtivitis berulang, keratokonus, katarak subskapsular anterior, orbita menjadi gelap,

muka pucat atau eritem, gatal bila berkeringat, intolerans terhadap wol atau pelarut lemak,

aksentuasi perifolikular, hipersensitif terhadap makanan, perjalanan penyakit dipengaruhi

oleh faktor lingkungan dan atau emosi, tes kulit alergi tipe dadakan positif, kadar IgE di

dalam serum meningkat, awitan pada usia dini. Pada pemeriksaan penunjang di dapatkan

eosinofil meningkat.2

c. Pembahasan

Dermatitis atopik (DA) adalah penyakit kulit reaksi inflamasi yang didasari oleh faktor

herediter dan faktor lingkungan, bersifat kronik residif dengan gejala eritema, papula,

vesikel, kusta, skuama dan pruritus yang hebat. Bila residif biasanya disertai infeksi, atau

alergi, faktor psikologik, atau akibat bahan kimia atau iritan. Dermatitis atopik atau eksema

adalah peradangan kronik kulit yang kering dan gatal yang umumnya dimulai pada awal

masa kanak-kanak. Eksema dapat menyebabkan gatal yang tidak tertahankan, peradangan,

dan gangguan tidur.  Penyakit ini dialami sekitar 10-20% anak. Umumnya episode pertama

terjadi sebelum usia 12 bulan dan episode-episode selanjutnya akan hilang timbul hingga

anak melewati masa tertentu. Sebagian besar anak akan sembuh dari eksema sebelum usia 5

tahun. Sebagian kecil anak akan terus mengalami eksema hingga dewasa.3

Penyakit ini dinamakan dermatitis atopik oleh karena kebanyakan penderitanya

memberikan reaksi kulit yang didasari oleh IgE dan mempunyai kecenderungan untuk

menderita asma, rinitis atau keduanya di kemudian hari yang dikenal sebagai allergic march.

Walaupun demikian, istilah dermatitis atopik tidak selalu memberikan arti bahwa penyakit

ini didasari oleh interaksi antigen dengan antibodi. Nama lain untuk dermatitis atopik adalah

eksema atopik, eksema dermatitis, prurigo Besnier, dan neurodermatitis. Diperkirakan angka

kejadian di masyarakat adalah sekitar 1-3% dan pada anak < 5 tahun sebesar 3,1% dan

prevalensi DA pada anak  meningkat 5-10% pada 20-30 tahun terakhir. Sangat mungkin

peningkatan prevalensi ini berasal dari faktor lingkungan, seperti  bahan kimia industri,

makanan olahan, atau benda asing lainnya. Ada dugaan bahwa peningkatan ini juga

disebabkan perbaikan prosedur diagnosis dan pengumpulan data.3 

Sampai saat ini etiologi maupun mekanisme yang pasti DA belum semuanya diketahui,

demikian pula pruritus pada DA. Tanpa pruritus diagnosis DA tidak dapat ditegakkan. Rasa

gatal dan rasa nyeri sama-sama memiliki reseptor di taut dermoepidermal, yang disalurkan

lewat saraf C tidak bermielin ke saraf spinal sensorik yang selanjutnya diteruskan ke talamus

kontralateral dan korteks untuk diartikan. Rangsangan yang ringan, superfisial dengan

intensitas rendah menyebabkan rasa gatal, sedangkan yang dalam dan berintensitas tinggi

menyebabkan rasa nyeri. Sebagian patogenesis DA  dapat dijelaskan secara imunologik dan

nonimunologik. Multifaktor DA mempunyai penyebab multi faktorial antara lain faktor

genetik, emosi, trauma, keringat, imunologik. Respon Imun Sistemik Terdapat IFN-g yang

menurun. Interleukin spesifik alergen yang diproduksi sel T pada darah perifer (interleukin

IL-4, IL-5 dan IL-13) meningkat. Juga terjadi Eosinophilia dan peningkatan IgE.

Imunopatologi Kulit  Pada DA, sel T yang infiltrasi ke kulit adalah CD45RO+. Sel T ini

menggunakan CLA maupun reseptor lainnya untuk mengenali dan menyeberangi endotelium

pembuluh darah. Di pembuluh darah perifer pasien DA, sel T subset CD4+ maupun subset

CD8+ dari sel T dengan petanda CLA+CD45RO+ dalam status teraktivasi (CD25+,

CD40L+, HLADR+). Sel yang teraktivasi ini mengekspresikan Fas dan Fas ligand yang

menjadi penyebab apoptosis. Sel-sel itu sendiri tidak menunjukkan apoptosis karena mereka

diproteksi oleh sitokin dan protein extracellular matrix(ECM). Sel-sel T tersebut mensekresi

IFN g yang melakukanupregulation Fas pada keratinocytes dan menjadikannya peka

terhadap proses apoptosis di kulit. Apoptosis keratinocyte diinduksi oleh Fas ligand yang

diekspresi di permukaan sel-sel T atau yang berada di microenvironment. Respon imun

kulit Sel-sel T baik subset CD4+ maupun subset CD8+ yang diisolasi dari kulit (CLA+

CD45RO+ T cells) maupun dari darah perifer, terbukti mensekresi sejumlah besar IL-5 dan

IL-13, sehingga dengan kondisi ini lifespan dari eosinofil memanjang dan terjadi induksi

pada produksi IgE. Lesi akut didominasi oleh ekspresi IL-4 dan IL-13, sedangkan lesi kronik

didominasi oleh ekspresi IL-5, GM-CSF, IL-12, dan IFN-g serta infiltrasi makrofag dan

eosinofil. Genetik Pengaruh gen maternal sangat kuat. Ada peran kromosom 5q31-33,

kromosom 3q21, serta kromosom 1q21 and 17q25. Juga melibatkan gen yang independen

dari mekanisme alergi. Ada peningkatan prevalensi HLA-A3 dan HLA-A9. Pada umumnya

berjalan bersama penyakit atopi lainnya, seperti asma dan rhinitis. Resiko seorang kembar

monosigotik yang saudara kembarnya menderita DA adalah 86%.1-3

Sekitar 70% anak dengan DA mempunyai riwayat atopi dalam keluarganya seperti asma

bronkial, rinitis alergi, atau dermatitis atopik. Sebagian besar anak dengan DA (sekitar 80%),

terdapat peningkatan kadar IgE total dan eosinofil di dalam darah. Anak dengan DA terutama

yang moderat dan berat akan berlanjut dengan asma dan/atau rinitis alergika di kemudian

hari (allergic march), dan semuanya ini memberikan dugaan bahwa dasar DA adalah suatu

penyakit atopi. Ekspresi sitokin, keseimbangan sitokin yang berasal dari Th1 dan Th2 sangat

berperan pada reaksi inflamasi penderita Dermatitis Atopik (DA). Pada lesi yang akut

ditandai dengan kadar Il-4, Il-5, dan Il-13 yang tinggi sedangkan pada DA yang kronis

disertai kadar Il-4 dan Il-13 yang lebih rendah, tetapi kadar Il-5, GM-CSF (granulocyte-

macrophage colony-stimulating factor), Il-12 dan INFg lebih tinggi dibandingkan pada DA

akut. Anak dengan bawaan atopi lebih mudah bereaksi terhadap antigen lingkungan 

(makanan dan inhalan), dan menimbulkan sensitisasi terhadap reaksi hipersentivitas tipe I.

Imunitas  seluler dan respons terhadap reaksi hipersensitivitas tipe lambat akan menurun

pada 80% penderita dengan DA, akibat menurunnya jumlah limfosit T sitolitik (CD8+),

sehingga rasio limfosit T sitolitik (CD 8+) terhadap limfosit T helper (CD4+) menurun

dengan akibat kepekaan terhadap infeksi virus, bakteri,  dan jamur meningkat. Di antara

mediator yang dilepaskan oleh sel mast, yang berperan pada pruritus adalah vasoaktif amin,

seperti histamin, kinin, bradikinin, leukotrien, prostaglandin dan sebagainya, sehingga dapat

dipahami bahwa dalam penatalaksanaan DA, walaupun antihistamin sering digunakan,

namun hasilnya tidak terlalu menggembirakan dan sampai saat ini masih banyak silang

pendapat para ahli mengenai manfaat antihistamin pada DA. Trauma mekanik (garukan)

akan melepaskan TNF-a dan sitokin pro inflammatory lainnya di epidermis, yang selanjutnya

akan meningkatkan kronisitas DA dan bertambah beratnya eksema. Antigen Presenting Cells,

kulit penderita DA mengandung sel Langerhans (LC) yang mempunyai afinitas tinggi untuk

mengikat antigen asing (Ag) dan IgE lewat reseptor FceRI pada permukaannya, dan beperan

untuk mempresentasikan alergen ke limfosit Th2, mengaktifkan sel memori Th2 di kulit dan

yang juga berperan mengaktifkan Th0 menjadi Th2 di dalam sirkulasi.1-3

Faktor non imunologis yang menyebabkan rasa gatal pada DA antara lain adanya faktor

genetik, yaitu kulit DA yang kering (xerosis). Kekeringan kulit diperberat oleh udara yang

lembab dan panas, banyak berkeringat, dan bahan detergen yang berasal dari sabun. Kulit

yang kering akan menyebabkan nilai ambang rasa gatal menurun, sehingga dengan

rangsangan yang ringan seperti iritasi wol, rangsangan mekanik, dan termal akan

mengakibatkan rasa gatal.

Faktor-faktor pencetus DA ialah Makanan, berdasarkan hasil Double Blind Placebo

Controlled Food Challenge(DBPCFC), hampir 40% bayi dan anak dengan DA sedang dan

berat mempunyai riwayat alergi terhadap makanan. Bayi dan anak dengan alergi makanan

umumnya disertai uji kulit (skin prick test) dan kadar IgE spesifik positif terhadap pelbagai

macam makanan. Walaupun demikian uji kulit positif terhadap suatu makanan tertentu, tidak

berarti bahwa penderita tersebut alergi terhadap makanan tersebut, oleh karena itu masih

diperlukan suatu uji eliminasi dan provokasi terhadap makanan tersebut untuk menentukan

kepastiannya. Alergen hirup sebagai penyebab DA dapat lewat kontak, yang dapat

dibuktikan dengan uji tempel, positif pada 30-50% penderita DA, atau lewat inhalasi. Reaksi

positif dapat terlihat pada alergi tungau debu rumah (TDR), dimana pada pemeriksaan in

vitro (RAST), 95% penderita DA mengandung IgE spesifik positif terhadap TDR

dibandingkan hanya 42% pada penderita asma di Amerika Serikat. Perlu juga diperhatikan

bahwa DA juga bisa diakibatkan oleh alergen hirup lainnya seperti bulu binatang rumah

tangga, jamur atau ragweed di negara-negara dengan 4 musim. Infeksi kulit, penderita

dengan DA mempunyai tendensi untuk disertai infeksi kulit oleh kuman

umumnya Staphylococcus aureus, virus dan jamur. Stafilokokus dapat ditemukan pada 90%

lesi penderita DA dan jumlah koloni bisa mencapai 107 koloni/cm2 pada bagian lesi tersebut.

Akibat infeksi kuman Stafilokokus akan dilepaskan sejumlah toksin yang bekerja sebagai

superantigen, mengaktifkan makrofag dan limfosit T, yang selanjutnya melepaskan histamin.

Oleh karena itu penderita DA dan disertai infeksi harus diberikan kombinasi antibiotika

terhadap kuman stafilokokus dan steroid topikal.1-3

Umumnya gejala DA timbul sebelum bayi berumur 6 bulan, dan jarang terjadi di bawah

usia 8 minggu. Dermatitis atopik dapat menyembuh dengan bertambahnya usia, tetapi dapat

pula menetap bahkan meluas dan memberat sampai usia dewasa. Terdapat kesan bahwa

makin lama dan makin berat dermatitis yang diderita semasa bayi makin besar kemungkinan

dermatitis tersebut menetap sampai dewasa, sehingga perjalanan penyakit dermatitis atopik

sukar diramalkan. Terdapat tiga bentuk klinis dermatitis atopik, yaitu bentuk infantil, bentuk

anak, dan bentuk dewasa. DA pada infantil (usia 2 bulan-2 tahun),secara klinis berbentuk

dermatitis akut eksudatif dengan predileksi daerah muka terutama pipi dan daerah ekstensor

ekstremitas. Bentuk ini berlangsung sampai usia 2 tahun. Predileksi pada muka lebih sering

pada bayi yang masih muda, sedangkan kelainan pada ekstensor timbul pada bayi sel sudah

merangkak. Lesi yang paling menonjol pada tipe ini adalah vesikel dan papula, serta garukan

yang menyebabkan krusta dan terkadang infeksi sekunder. Gatal merupakan gejala yang

mencolok sel bayi gelisah dan rewel dengan tidur yang terganggu. Pada sebagian penderita

dapat disertai infeksi bakteri maupun jamur. DA pada anak (2-10 tahun) ,seringkali bentuk

anak merupakan lanjutan dari bentuk infantil, walaupun diantaranya terdapat suatu periode

remisi. Gejala klinis ditandai oleh kulit kering (xerosis) yang lebih bersifat kronik dengan

predileksi daerah fleksura antekubiti, poplitea, tangan, kaki dan periorbita. DA pada remaja

dan dewasa terjadi pada usia sekitar 20 tahun. Umumnya berlokasi di daerah lipatan, muka,

leher, badan bagian atas dan ekstremitas. Lesi berbentuk dermatitis kronik dengan gejala

utama likenifikasi dan skuamasi.1

Terdapat beberapa gambaran klinis dan stigmata yang terjadi pada DA, yaitu:  White

dermatographism yaitu goresan pada kulit penderita DA akan menyebabkan kemerahan

dalam waktu 10-15 detik diikuti dengan vasokonstriksi yang menyebabkan garis berwarna

putih dalam waktu 10-15 menit berikutnya. Reaksi vaskular paradoksal  merupakan adaptasi

terhadap perubahan suhu pada penderita DA. Apabila ekstremitas penderita DA mendapat

pajanan hawa dingin, akan terjadi percepatan pendinginan dan perlambatan pemanasan

dibandingkan dengan orang normal. Lipatan telapak tangan , terdapat pertambahan

mencolok lipatan pada telapak tangan meskipun hal tersebut bukan merupakan tanda khas

untuk DA. Garis Morgan atau Dennie , terdapat lipatan ekstra di kulit bawah mata. Sindrom

buffed-nail , kuku terlihat mengkilat karena selalu menggaruk akibat rasa sangal gatal.

Allergic shiner , sering dijumpai pada penderita penyakit alergi karena gosokan dan garukan

berulang jaringan di bawah mata dengan akibat perangsangan melanosit dan peningkatan

timbunan melanin. Hiperpigmentasi, terdapat daerah hiperpigmentasi akibat garukan terus

menerus. Kulit kering,  kulit penderita DA umumnya kering, bersisik, pecah-pecah, dan

berpapul folikular hiperkeratotik yang disebut keratosis pilaris. Jumlah kelenjar sebasea

berkurang sehingga terjadi pengurangan pembentukan sebum, sel pengeluaran air dan

xerosis, terutama pada musim panas. Delayed blanch , penyuntikan asetilkolin pada kulit

normal menghasilkan keluarnya keringat dan eritema. Pada penderita atopi akan terjadi

eritema ringan dengan delayed blanch, hal ini disebabkan oleh vasokonstriksi atau

peningkatan permeabilitas kapiler. Keringat berlebihan, penderita DA cenderung berkeringat

banyak sehingga pruritus bertambah. Gatal dan garukan berlebihan, penyuntikan bahan

pemacu rasa gatal (tripsin) pada orang normal menimbulkan gatal selama 5-10 menit,

sedangkan pada penderita DA gatal dapat bertahan selama 45 menit. Hanifin dan Lobitz

(1977) menyusun petunjuk yang sekarang diterima sebagai dasar untuk menegakkan

diagnosis DA Mereka mengajukan berbagai macam kriteria yang dibagi dalam kriteria mayor

dan kriteria minor. Kriteria minimal untuk menegakkan diagnosa DA meliputi pruritus dan

kecenderungan dermatitis untuk menjadi kronik atau kronik residif dengan gambaran

morfologi dan distribusi yang khas. Dermatitis atopik dikenal sebagai gatal yang

menimbulkan kelainan kulit, bukan kelainan kulit yang menimbulkan gatal. Tetapi belum ada

kesepakatan pendapat mengenai hal ini, karena pada pengamatan, lesi di muka dan punggung

bukan diakibatkan oleh garukan, selain itu dermatitis juga terjadi pada bayi yang belum

mempunyai mekanisme gatal-garuk.1

Pada pemeriksaan penunjang di dapatkan, Imunoglobulin  IgG, IgM, IgA dan IgD

biasanya normal atau sedikit meningkat pada penderita DA. Tujuh persen penderita DA

mempunyai kadar IgA serum yang rendah, dan defisiensi IgA transien banyak dilaporkan

pada usia 3-6 bulan. Kadar IgE meningkat pada 80-90% penderita DA dan lebih tinggi lagi

bila sel asma dan rinitis alergika. Tinggi rendahnya kadar IgE ini erat hubungannya dengan

berat ringannya penyakit, dan tinggi rendahnya kadar IgE tidak mengalami fluktuasi baik

pada saat eksaserbasi, remisi, atau yang sedang mendapat pengobatan prednison atau

azatioprin. Kadar IgE ini akan menjadi normal 6-12 bulan setelah terjadi remisi.

Limfosit ,jumlah limfosit absolut penderita alergi dalam batas normal, baik pada asma, rinitis

alergilk, maupun pada DA Walaupun demikian pada beberapa penderita DA berat. dapat

disertai menurunnya jumlah sel T dan meningkatnya sel B. Eosinofil , kadar eosinofil pada

penderita DA sering meningkat. Peningkatan ini seiring dengan meningkatnya IgE, tetapi

tidak seiring dengan beratnya penyakit. Leukosit polimorfonuklear (PMN), dari hasil uji nitro

blue tetrazolium (NBT) ternyata jumlah PMN biasanya dalam batas normal. Komplemen,

pada penderita DA kadar komplemen biasanya normal atau sedikit meningkat. Bakteriologi ,

kulit penderita DA aktif biasanya mengandung bakteri patogen, seperti Staphylococcus

aureus. walaupun tanpa gejala klinis infeksi. Uji kulit dan provokasi , diagnosis DA

ditegakkan hanya berdasarkan gejala klinis. Untuk mencari penyebab timbulnya DA harus

disertai anamnesis yang teliti dan bila perlu dengan uji kulit serta uji eliminasi dan provokasi.

Korelasi uji kulit hanya baik hasilnya bila penyebabnya alergen hirup. Untuk makanan

dianjurkan dengan uji eliminasi dan provokasi. Reaksi pustula terhadap 5% nikel sulfat yang

diberikan dengan uji tempel dianggap karakteristik untuk DA oleh beberapa pengamat.

Patogenesis reaksi pustula nikel fosfat ini belum diketahui walaupun data menunjukkan

reaksi iritan primer.1 

Diagnosis banding dermatitis atopik ialah dermatitis Kontak Alergi, dermatitis

Numularis, skabies. Komplikasi pada anak penderita DA, 75% akan disertai penyakit alergi

lain di kemudian hari. Penderita DA mempunyai kecenderungan untuk mudah mendapat

infeksi virus maupun bakteri (impetigo, folikulitis, abses, vaksinia. Molluscum

contagiosum dan herpes). Infeksi virus umumnya disebabkan oleh Herpes simplex atau

vaksinia dan disebut eksema herpetikum atau eksema vaksinatum. Eksema vaksinatum ini

sudah jarang dijumpai, biasanya terjadi pada pemberian vaksin varisela, baik pada keluarga

maupun penderita. lnfeksi Herpes simplex terjadi akibat tertular oleh salah seorang anggota

keluarga. Terjadi vesikel pada daerah dermatitis, mudah pecah dan membentuk krusta,

kemudian terjadi penyebaran ke daerah kulit normal. Penderita DA, mempunyai

kecenderungan meningkatnya jumlah koloni Staphylococcus aureus. Untuk terapinya dapat

di gunakan kortikosteroid topikal, hidrasi kulit, imunomodulator topikal,antihistamin,

kortikosteroid, antiinfeksi, interferon, dan siklosporin.1-3 (gambar 1)

Gambar 1: Dermatitis atopik

Sumber: www.google.com

2.1.2 Dermatitis kontak iritan

a. Anamnesis

Pada anamnesis penderita kontak iritan akan datang dengan keluhan gatal yang sangat

pada predileksi tertentu. Pasien juga mengeluh kulitnya kering pada temapt predileksi

tersebut, adanya warna kemerahan namun jarang papul, pasien juga dapat datang dengan

keluhan rasa terbakar pada tempat yang terkenan iritan. Pada identitas pasien juga penting

ditanyakan pekerjaan, karena dermatitis kontak iritan berhubungan dengan gesekan yang

terus menerus atau kontak yang terus-menerus. Contohnya jika pasien bekerja sebagai

pembantu rumah tangga, predileksinya pada telapak tangan atau telapak kaki tempat yang

terkenan kontak fisik secara terus-menerus. Perempuan lebih rentan daripada laki-laki. Pada

anak-anak dan usia lanjut juga mudah teriritasi karena ketebalan kulit yang berbeda dengan

orang dewasa produktif. Ada baiknya juga ditanyakan seringnya memakai suatu benda yang

dapat memungkinkan terjadinya iritas dan iritasi mereda setelah tidak terpapar lagi dengan

bahan iritan pada riwayat penyakit sekarang, juga sejak kapan iritasinya timbul (iritasi dapat

timbul mingguan, bulanan, hingga tahunan), . Biasanya pada riwayat penyakit dahulu, pasien

juga mengeluhkan hal yang sama yang terjadi beberapa waktu yang lalu. Tidak ada atau

jarang riwayat penyakit keluarga yang sama yang di derita pasien karena tergantung dari

bahan iritan yang mengiritasi pasien tersebut.4

b. pemeriksaan fisik dan penunjang

Pada pemeriksaan fisik di dapatkan tempat yang terpapar iritan, misalnya pada pembantu

rumah tangga, biasanya bahan iritan berupa detergent. Pada DKI akut, kulit terasa perih, rasa

terbakar, panas, adanya eritema dan edema, bula, mungkin ada nekrosis, pinggir kelainan

kulit berbatas tegas dan pada umumnya asimetris. DKI akut lambat gambaran klinis sama

tetapi muncul 8-24 jam atau lebih setelah kontak, penderisa baru merasa perih pada esok hari

dan sore harinya sudah menjadi vesikel bahkan nekrosis. DKI kumulatif/DKI kronis berupa

kulit kering, eritema, skuama, hiperkeratosis, likenifikasi, difus. Jika kontak terus-menerus

kulit dapat retak (fisura). Terasa gatal umum terjadi, adakalanya skuama tanpa eritema

sehingga sering diabaikan. Sering berhubungan dengan pekerjaan yang melakukan kontak

secara terus-menerus. Jarang digukan pemeriksaan penunjang, hasil diagnosis dinyatakan

dengan anamnesis yamg cermat dan pemeriksaan fisik. Tetapi untuk DKI kronis kadang

digunakan uji tempel untuk mengetahui bahan iritannya.4

c. Pembahasan

Dermatitis kontak iritan adalah efek sitotosik lokal langsung dari bahan iritan pada sel-sel

epidermis, dengan respon peradangan pada dermis. Daerah yang paling sering terkena adalah

tangan dan pada individu atopi menderita lebih berat. Secara definisi bahan iritan kulit adalah

bahan yang menyebabkan kerusakan secara langsung pada kulit tanpa diketahui oleh

sensitisasi. Mekanisme dari dermatis kontak iritan hanya sedikit diketahui, tapi sudah jelas

terjadi kerusakan pada membran lipid keratisonit. Dermatitis kontak iritan merupakan reaksi

peradangan setempat yang non-imunologik pada kulit sesudah mendapat paparan iritan baik

satu kali maupun berulang. Paparan sekali (tidak disengaja atau kecelakaan) biasanya dari

iritan asam, basa dan sebagainya. Sedangkan paparan berulang yang merusak kulit secara

kumulatif misalnya iritan yang lebih kecil dosisnya. Penyebab timbulnya dermatitis kontak

iritan cukup rumit dan biasanya melibatkan gabungan berbagai iritan. Iritan adalah substansi

yang akan menginduksi dermatitis pada setiap orang jika terpapar pada kulit dalam

konsentrasi, waktu dan frekuensi yang cukup. Iritasi pada kulit merupakan sebab terbanyak

dari dermatitis kontak. Beberapa contoh iritan akibat kerja yang lazim dijumpai adalah

sebagai berikut : sabun, detergen, dan pembersih lainnya dan bahan-bahan  industri, seperti

petroleum, klorinat hidrokarbon, etil, eter, dan lain-lain.4

Faktor predisposisinya mencakup keadaan panas dan dingin yang ekstrim, kontak yang

frekuen dengan sabun serta air, dan penyakit kulit yang sudah ada sebelumnya. Penggunaan

berulang dari sabun basa kuat dan produk industri dapat merusak struktur lunak pada sel.

Asam dapat larut pada air dan menyebabkan dehidrasi pada kulit. Ketika kulit telah

mengalami gangguan, pajanan dari bahan iritan lemah pun dapat menyebabkan inflamasi

pada kulit. Besar intensitas dari inflamasi bergantung pada konsentrasi dari iritan dan

lamanya terpajan dari bahan iritan tersebut. Iritan yang lembut dapat menyebabkan kulit

kering, fissura, dan eritema. A mild eczematous reaction dapat timbul pada eksposure yang

berkelanjutan. Pajanan yang berkelanjutan pada daerah seperti tangan, area diaper, atau pada

sekeliling kulit yang terkadang menyebabkan eczematous inflamatour. Zat kimia kuat dapat

menyebabkan reaksi yang berat. Masing-masing individu memiliki predisposisi yang berbeda

terhadap berbagai iritan, tetapi jumlah yang rendah dari iritan menurunkan dan secara

bertahap mencegah kecenderungan untuk menginduksi dermatitis. Fungsi pertahanan dari

kulit akan rusak baik dengan peningkatan hidrasi dari stratum korneum (oklusi, suhu dan

kelembaban tinggi, bilasan air yang sering dan lama) dan penurunan hidrasi (suhu dan

kelembaban rendah). Tidak semua pekerja di area yang sama akan terkena. Siapa yang

terkena tergantung pada predisposisi individu (riwayat atopi misalnya), personal higiene dan

luas dari paparan. Iritan biasanya mengenai tangan atau lengan.1,4

Pada dermatitis kontak iritan kelainan kulit timbul akibat kerusakan sel yang disebabkan

oleh bahan iritan melalui kerja kimiawi maupun fisik. Bahan iritan merusak lapisan tanduk,

dalam beberapa menit atau beberapa jam bahan-bahan iritan tersebut akan berdifusi melalui

membran untuk merusak lisosom, mitokondria dan komponen-komponen inti sel. Dengan

rusaknya membran lipid keratinosit maka fosfolipase akan diaktifkan dan membebaskan

asam arakidonik akan membebaskan prostaglandin dan leukotrin yang akan menyebabkan

dilatasi pembuluh darah dan transudasi dari faktor sirkulasi dari komplemen dan sistem

kinin. Juga akan menarik neutrofil dan limfosit serta mengaktifkan sel mast yang akan

membebaskan histamin, prostaglandin dan leukotrin. PAF akan mengaktivasi platelets yang

akan menyebabkan perubahan vaskuler. Diacil gliserida akan merangsang ekspresi gen dan

sintesis protein. Pada dermatitis kontak iritan terjadi kerusakan keratinosit dan keluarnya

mediator- mediator. Sehingga perbedaan mekanismenya dengan dermatis kontak alergik

sangat tipis yaitu dermatitis. Kontak iritan tidak melalui fase sensitisasi. Ada dua jenis bahan

iritan yaitu : iritan kuat dan iritan lemah. Iritan kuat akan menimbulkan kelainan kulit pada

pajanan pertama pada hampir semua orang, sedang iritan lemah hanya pada mereka yang

paling rawan atau mengalami kontak berulang-ulang. Faktor kontribusi, misalnya

kelembaban udara, tekanan, gesekan dan oklusi, mempunyai andil pada terjadinya kerusakan

tersebut.1,4

Dua jenis bahan iritan, maka dermatitis kontak iritan juga ada dua macam yaitu dermatitis

kontak iritan akut dan dermatitis kontak iritan kronis. Dermatititis kontak iritan akut.

Penyebabnya iritan kuat, biasanya karena kecelakaan. Kulit terasa pedih atau panas, eritema,

vesikel, atau bula. Luas kelainan umumnya sebatas daerah yang terkena, berbatas tegas.

Pada umumnya kelainan kulit muncul segera, tetapi ada segera, tetapi ada sejumlah bahan

kimia yang menimbulkan reaksi akut lambat misalnya podofilin, antralin, asam

fluorohidrogenat, sehingga dermatitis kontak iritan akut lambat. Kelainan kulit baru terlihat

setelah 12-24 jam atau lebih. Contohnya ialah dermatitis yang disebabkan oleh bulu serangga

yang terbang pada malam hari (dermatitis venenata); penderita baru merasa pedih setelah

esok harinya, pada awalnya terlihat eritema dan sorenya sudah menjadi vesikel atau bahkan

nekrosis.1,4

Dermatitis kontak iritan kronis atau dermatitis iritan kumulatif, disebabkan oleh kontak

dengan iritan lembah yang berulang-ulang (oleh faktor fisik, misalnya gesekan, trauma

mikro, kelembaban rendah, panas atau dingin; juga bahan contohnya detergen, sabun,

pelarut, tanah, bahkan juga air). Dermatitis kontak iritan kronis mungkin terjadi oleh karena

kerjasama berbagai faktor. Bisa jadi suatu bahan secara sendiri tidak cukup kuat

menyebabkan dermatitis iritan, tetapi bila bergabung dengan faktor lain baru mampu.

Kelainan baru nyata setelah berhari-hari, berminggu atau bulan, bahkan bisa bertahun-tahun

kemudian. Sehingga waktu dan rentetan kontak merupakan faktor paling penting. Dermatitis

iritan kumulatif ini merupakan dermatitis kontak iritan yang paling sering ditemukan. Gejala

klasik berupa kulit kering, eritema, skuama, lambat laun kulit tebal (hiperkeratosis) dan

likenifikasi, batas kelainan tidak tegas. Bila kontak terus berlangsung akhirnya kulit dapat

retak seperti luka iris (fisur), misalnya pada kulit tumit tukang cuci yang mengalami kontak

terus menerus dengan deterjen. Ada kalanya kelainan hanya berupa kulit kering atau skuama

tanpa eritema, sehingga diabaikan oleh penderita. Setelah kelainan dirasakan mengganggu,

baru mendapat perhatian. Banyak pekerjaan yang beresiko tinggi yang memungkinkan

terjadinya dermatitis kontak iritan kumulatif, misalnya : mencuci, memasak, membersihkan

lantai, kerja bangunan, kerja di bengkel dan berkebun.1,4

Pengkajian pasien gangguan alergik umumnya mencakup pemeriksaan darah, sediaan

apus sekresi tubuh test kkulit dan RASt (Radioallergosorbent test)  hasil pemeriksaan darah

akan memberikan data-data yang suportif untuk pelbagai kemungkinan diagnostik, kendati

demikian tes darah hasil laboratorium bukan Kriteria utama dalam pemeriksaan gangguan

alergik. Pemeriksaan awal dapat mencakup pemeriksaan ini : Hitung darah lengkap dan

hitung jenis eosinofil dalam keadaan normal merupakan 1% sampai 4% dari jumlah total sel

darah putih. Tingkat antara 5% sampai 15% adalah nonspesifik tetapi benar-benar

menunjukkan reaksi alergik. Eosinofilia sedang 15%hingga 40% leukosit dalam darah

sebagai eosinofel ditemukan pada pasien  gangguan alerik disamping pasien gangguan

malignitas, immunodefisiensi, infeksi parasit, penyakit jantung congenital, dan pada pasien

yang mengalamidialisis peritoneal. Kadar  total  serum Ig E, kadar total serum IgE, yang

tinggi mendukung diagnosis penyakit atopik ; kendati demikian, kadar IGE yang normal

tidak menyingkirkan kemungkinan diagnosisi gangguan alergik. Kadar IgE tidak sesensitif

pemeriksaan PRIST (paper radio immunosorbent test) dan ELISA (Enzyme-linked

immunosrbent assay). Tes kulit. Tes kulit mencakup penyuntikan intra dermal atau aplikasi

superficial yang dilakukan secara bersamaan waktunya pada tempat-tempat terpisah dengan

menggunakan beberapa jenis larutan. Larutan ini masing-masing mengandung antigen yang

mewakili suatu jenis alergen, termasuk tepung sari. Tes provokasi, tes provokasi meliputi

pemberian allergen secara langsung pada mukosa respiratorius dengan mengamati respon

target tersebut. Tipe pengujian ini sangat membantu dalam mengena allergen yang bermakna

secara klinis pada pasien-pasien dengan hasil positif, kekurangan yang utama pada tipe

pengujian ini adalah keterbatasan satu antigen persesi dan risike timbulnya gejala yang berat,

khususnya bronkhospasme pada pasien asma. “Tes radioallergosorbent, merupakan test

pemeriksaan kadar IgE. Spesifik allergen. Sample serum pasien dikenakan dalam jumlah

kompleks allergen yang dicurigai. Jika terdapat antibody, kompleks ini akan berikatan

dengan allergen yang berlabel-radio aktif”.4 (Gambar 2)

Gambar 2: Dermatitis kontak iritan

Sumber: www.google.com

2.2 Skabies

a. Anamnesis

Pasien datang dengan keluhan gatal pada lesi yang berbentuk papul padat, dan kemerahan

serta terdapat pada pergelangan tangan bagian volar, sela-sela jari, dan bagian bokong sejak 2

minggu yang lalu. Pasien mengaku pada malam hari terasa semakin gatal, untuk

menghilangkan rasa gatal pasien sempat meminum obat warung. Pasien memiliki hygiens

yang kurang baik karena pasien selama ini tinggal bersama keluarganya di tempat tinggal

atau lingkungan yang padat. Pasien juga mengatakan, ia sekamar dengan adiknya dan sering

sekali meminjam pakaian adiknya tersebut. Adiknya pun pernah mengalami penyakit yang

sama seperti pasien namun sudah sembuh beberapa hari yang lalu. Pada riwayat penyakit

dahulu, pasien tidak memiliki riwayat alergi, atau penyakit sistemik lainnya.5

b. Pemeriksaan fisik dan penunjang

Pada pemeriksaan fisik inspeksi terdapat lesi berbentuk papulo vesikulae yang polimorf

pada tempat predileksi dan gambaran yang khas pada skabies yaitu kunikulus. Kunikulus

pada tempat predileksi berwarna putih atau keabu-abuan, berbentuk garis lurus atau berkelok,

rata-rata panjangnya 1cm, pada ujung terowongan itulah terdapat lesi papul atau vesikel.

Diagnosa skabies dilakukan dengan membuat kerokan kulit pada daerah yang berwarna

kemerahan dan terasa gatal. Kerokan yang dilakukan sebaiknya dilakukan agak dalam hingga

kulit mengeluarkan darah karena sarcoptes betina bermukim agak dalam di kulit dengan

membuat terowongan. Untuk melarutkan kerak digunakan larutan KOH 10 persen

selanjutnya hasil kerokan tersebut diamati dengan mikroskop dengan perbesaran 10-40 kali.

Cara lain adalah dengan meneteskan minyak immersi pada lesi, dan epidermis diatasnya

dikerok secara perlahan-lahan.5

C. Pembahasan

Skabies adalah penyakit kulit yang disebabkan oleh infestasi dan sensitisasi

terhadap Sarcoptes scabei dan produknya. Sarcoptes scabiei termasuk filum

Arthopoda , kelas Arachnida, ordo Ackarina, superfamili Sarcoptes. Pada manusia

disebut Sarcoptes scabiei var. hominis. Secara morfologik merupakan tungau kecil,

berbentuk oval, punggungnya cembung dan bagian perutnya rata. Tungau ini transient,

berwarna putih, kotor, dan tidak bermata. Ukurannya yang betina berkisar antara 330 – 450

mikron x 250 – 350 mikron, sedangkan yang jantan lebih kecil, yakni 200 – 240 mikron x

150 – 200 mikron. Bentuk dewasa mempunyai 4 pasang kaki, 2 pasang kaki di depan sebagai

alat alat untuk melekat dan 2 pasang kaki kedua pada betina berakhir dengan rambut,

sedangkan pada yang jantan pasangan kaki ketiga berakhir dengan rambut dan keempat

berakhir dengan alat perekat.5

Siklus hidup tungau ini sebagai berikut, setelah kopulasi (perkawinan) yang terjadi di atas

kulit, yang jantan akan mati, kadang-kadang masih dapat hidup dalam terowongan yang

digali oleh yang betina. Tungau betina yang telah dibuahi menggali terowongan dalam

stratum korneum, dengan kecepatan 2 -3 milimeter sehari dan sambil meletakkan telurnya 2

atau 4 butir sehari sampai mencapai jumlah 40 atau 50 . Bentuk betina yang telah dibuahi ini

dapat hidup sebulan lamanya. Telurnya akan menetas, biasanya dalam waktu 3-5 hari, dan

menjadi larva yang mempunyai 3 pasang kaki. Larva ini dapat tinggal dalam terowongan,

tetapi dapat juga keluar. Setelah 2 -3 hari larva akan menjadi nimfa yang mempunyai 2

bentuk, jantan dan betina, dengan 4 pasang kaki. Seluruh siklus hidupnya mulai dari telur

sampai bentuk dewasa memerlukan waktu antara 8 – 12 hari. Telur menetas menjadi larva

dalam waktu 3 – 4 hari, kemudian larva meninggalkan terowongan dan masuk ke dalam

folikel rambut. Selanjutnya larva berubah menjadi nimfa yang akan menjadi parasit dewasa.

Tungau betina akan mati setelah meninggalkan telur, sedangkan tungau jantan mati setelah

kopulasi. Sarcoptes scabiei betina dapat hidup diluar pada suhu kamar selama lebih kurang 7

– 14 hari. Yang diserang adalah bagian kulit yang tipis dan lembab, contohnya lipatan kulit

pada orang dewasa. Pada bayi, karena seluruh kulitnya masih tipis, maka seluruh badan dapat

terserang.5

Kelainan kulit dapat disebabkan tidak hanya oleh tungau skabies, tetapi juga oleh

penderita sendiri akibat garukan. Dan karena bersalaman atau bergandengan sehingga terjadi

kontak kulit yang kuat, menyebabkan kulit timbul pada pergelangan tangan. Gatal yang

terjadi disebabkan oleh sensitisasi terhadap sekret dan ekskret tungau yang memerlukan

waktu kira-kira sebulan setelah infestasi. Pada saat itu kelainan kulit menyerupai dermatitis

dengan ditemukannya papul, vesikel, urtika dan lain-lain. Dengan garukan dapat timbul

erosi, ekskoriasi, krusta dan infeksi sekunder. Kelainan kulit dan gatal yang terjadi dapat

lebih luas dari lokasi tungau.5

Gejala klinis berupa Pruritus nokturna, artinya gatal pada malam hari yang disebabkan

karena aktivitas tungau ini (bertelur) lebih tinggi pada suhu yang lebih lembab dan panas.

Penyakit ini menyerang manusia secara kelompok, misalnya dalam sebuah keluarga biasanya

seluruh anggota keluarga terkena infeksi. Begitu pula dalam sebuah perkampungan yang

padat penduduknya, serta kehidupan di pondok pesantren, sebagian besar tetangga yang

berdekatan akan diserang oleh tungau tersebut. Dikenal keadaan hiposensitisasi, yang seluruh

anggota keluarganya terkena, tetapi tidak memberikan gejala. Penderita ini bersifat sebagai

pembawa (carrier). Adanya terowongan (kunikulus) pada tempat-tempat predileksi yang

bewarna putih keabu-abuan, berbentuk garis lurus atau berkelok, rata-rata panjang satu cm,

pada ujung terowongan itu ditemukan papul atau vesikel. Jika timbul infeksi sekunder ruam

kulitnya menjadi polimorf (pustul, ekskoriasi, dan lain-lain). Tempat predileksinya biasanya

merupakan tempat dengan stratum korneum yang tipis, yaitu sela-sela jari tangan,

pergelangan tangan, siku bagian luar, lipat ketiak bagian depan, aerola mame (wanita),

umbilicus, bokong, genetalia eksterna (pria), dan perut bagian bawah. Pada bayi dapat

menyerang telapak tangan dan telapak kaki. Menemukan tungau, merupakan hal yang paling

diagnostik dapat ditemukan satu atau lebih stadium hidup tungau ini. Gejala yang

ditunjukkan adalah warna merah, iritasi dan rasa gatal pada kulit yang umumnya muncul

disela-sela jari, siku, selangkangan dan lipatan paha, dan muncul gelembung berair pada

kulit. Kelainan kulit menyerupai dermatitis, dengan disertai papula, vesikula, urtika, dan lain-

lain. Garukan tangan dapat timbul erosi, ekskoriasi, krusta, dan infeksi sekunder. Di daerah

tropis, hampir setiap kasus scabies terinfeksi sekunder oleh streptococcus

aureus atau staphylococcus pyogenes.4,5

Diagnosis ditegakkan atas dasar :adanya terowongan yang sedikit meninggi, berbentuk

garis lurus atau kelok-kelok, panjangnya beberapa millimeter sampai 1 cm, dan pada

ujungnya tampak vesikula, papula, atau pustula. Tempat predileksi yang khas adalah sela jari,

pergelangan tangan bagian volar, siku bagian luar, lipat ketiak bagian depan, aerola mame

(wanita), umbilicus, bokong, genetalia eksterna (pria). Pada orang dewasa jarang terdapat di

muka dan kepala, kecuali pada penderita imunosupresif, sedangkan pada bayi, lesi dapat

terjadi diseluruh permukaan kulit. Penyembuhan cepat setelah pemberian obat antiskabies

topikal yang efektif. Adanya gatal hebat pada malam hari. Bila lebih dari satu anggota

keluarga menderita gatal, harus dicurigai adanya scabies. Gatal pada malam hari disebabkan

oleh temperatur tubuh menjadi lebih tinggi sehingga aktivitas kutu meningkat.4,5 (gambar 3)

Gambar 3: Scabies

Sumber: www.google.com

2.3 Prurigo

a. Anamnesis

Pasien biasanya anak-anak 3 tahun (perempuan lebih rentan) datang dengan keluhan gatal

dengan teraba benjolan padat kecil-kecil, dan tidak berwarna di ekstremitas bagian ekstensor

dan meluas ke bokong dan perut, wajah juga terkena. Terdapat bekas garukan sehingga kulit

terlihat erosi. Anak tersebut memiliki kakak (5 tahun, perempuan )yang juga memiliki

keluhan yang sama. Pasien tinggal di wilayah pinggiran yang padat, kumuh dan dekat dengan

tempat pembuangan sampah. 1

b. Pemeriksaan fisik dan penunjang

Pada pemeriksaan fisik ditemukan adanya tanda khas papul-papul miliar tidak berwarna,

berbentuk kubah, lebih mudah diraba daripada di lihat. Ada erosi pada bekas garukan. Kulit

yang sakit tampak gelap kecoklatan dan berlikenifikasi. Lesi tersebut terdapat pada

ekstremitas ekstensor yang meluas hingga bokong.1

c. Pembahasan

Prurigo Hebra adalah penyakit kulit kronik dimulai sejak bayi atau anak.Kelainan kulit

terdiri atas papul-papul miliar berbentuk kubah yang sangat gatal dan lebih mudah diraba

daripada dilihat.Tempat terutama di daereah ekstremitas bagian ekstensor. Sering terdapat

pada keadaan sosio-ekonomi dan higiene yang rendah.Umumnya terdapat pada

anak.Penderita wanita lebih banyak daripada laki-laki. Penyebabnya yang pasti belum

diketahui.Umumnya ada saudara yang juga menderita penyakit ini, karena itu ada yang

menganggap penyakit ini herediter. Sebagian ahli berpendapat bahwa kulit penderita peka

terhadap gigitan serangga,misalnya nyamuk.Mungkin antigen atau toksin yang ada dalam

ludah serangga menyebabkan alergi.Disamping itu juga terdapat beberapa faktor yang

berperan,antara lain : suhu, investasi parasit (misalnya Ascaris dan Oxyuris). Juga infeksi

fokal misalnya tonsil atau saluran cerna, endokrin, alergi makanan. Pendapat lain

mengatakan penyakit ini didasari faktor atopi. Sering dimulai pada anak berusia diatas 1

tahun.Kelainan yang khas adalah adanya papul-papul miliar tidak berwarna, berbentuk

kubah, lebih mudah diraba daripada dilihat. Garukan menimbulkan erosi, ekskoriasi, krusta,

hiperpigmentasi dan likenifikasi. Jika telah kronik,tampak kulit yang sakit lebih gelap

kecoklatan dan berlikenifikasi. tempat predileksi di ekstremitas bagian ekstensor dan

simetris, dapat meluas ke bokong dan perut, muka dapat pula terkena. Biasanya bagian distal

lengan dan tungkai lebih parah daripada bagian proksimal. Tungkai lebih parah daripada

lengan. KGB regional biasanya membesar, tidak nyeri, tidak bersupurasi,pada perabaan

teraba lebih lunak. Pembesaran tersebut disebut bubo prurigo. Bila penyakitnya ringan

disebut prurigo mitis,hanya terbatas di ekstremitas bagian ekstensor dan sembuh sebelum

akilbalik. Jika penyakit lebih berat disebut prurigo feroks (agria),lokasi lesi lebih luas dan

berlanjut hingga dewasa.1,4

Gambaran histopatologi tidak khas, sering ditemukan akantosis, hiperkeratosis, edema

pada epidermis bagian bawah, dan dermis bagian atas. Pada papul yang masih baru terdapat

pelebaran pembuluh darah, infiltrasi ringan sel radang sekitar papul dan dermis

bagian atas.Bila telah kronik, infiltrat kronis ditemukan di sekitar pembuluh darah serta

deposit pigmen di bagian basal. Sebagai diagnosis banding adalah skabies. Pada skabies,

gatal terutama pada malam hari orang-orang yang berdekatan juga terkena.Kelainan kulit

berupa banyak vesikel dan papul pada lipatan-lipatan kulit. Dengan menghindari hal-hal yang

berkaitan dengan prurigo,yaitu menghindari gigitan nyamuk atau serangga, mencari dan

mengobati infeksi fokal, memperbaiki higiene perseorangan maupun lingkungan.Pengobatan

berupa simtomatik yaitu mengurangi gatal dengan pemberian sedativa. Contoh pengobatan

topikal ialah dengan sulfur 5-10% dapat diberi dalam bentuk bedak kocok

atau salap.Untukmengurangi gatal dapat diberikan mentol 0,25-1% atau kamper 2-3%. Bila

terdapat infeksi sekunder diberikan antibiotik topikal.Kadang dapat diberi steroid topikal bila

kelainan tidak begitu luas.1,4 (gambar 4).

Gambar 4: Prurigo hebra

Sumber: www.google.com

3. Kesimpulan

Jadi seorang anak dengan usia 10 tahun datang dengan keluhan gatal pada kulit, papul

berwarna kemerahan dan kuli bersisik (skuama) serta terlihat kulitnya sangat kering, kita bisa

memberikan diagnosis banding berupa dermatitis (dermatitis kontak iritan dan dermatitis

atopik), scabies, dan prurigo. Kita dapat menentukan work diagnosisnya dengan pemeriksaan

penunjang.

Daftar pustaka

1. Editor: Djuanda A, Hamzah M, Aisah S. Ilmu penyakit kulit dan kelamin. Edisi 5. Jakarta:

Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2007.h.34-42, 122-5, 129-53, 272-5.

2. Davey P. At a glance medicine. Jakarta: Penerbit Erlangga; 2006.h.400-1.

3. Gendo U. Integrasi kedokteran barat dan kedokteran tradisional cina. Jakarta: Penerbit

Kanisius; 2006.h.319-29.

4. Brown RG, Burns T. Lecture notes dermatology. Edisi 8. Jakarta: Penerbit Erlangga;

2005.h.10-9, 66-77.

5. Editor: Natadisastra D, Agoes R. Parasitologi kedokteran: ditinjau dari organ tubuh yang

diserang. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2009.h.274-300.