Referat Lupus Eritematous Diskoid

38
REFERAT DISKOID LUPUS ERITEMATOSUS Pembimbing : dr. Frida Adelina Ginting, Sp.KK Oleh: I Nyoman Trias S. (08310148) Santo Fitriantoro (09310285) KEPANITRAAN KLINIK SENIOR FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MALAHAYATI BANDAR LAMPUNG BAGIAN OBSTETRI DAN GINEKOLOGI i

Transcript of Referat Lupus Eritematous Diskoid

Page 1: Referat Lupus Eritematous Diskoid

REFERAT

DISKOID LUPUS ERITEMATOSUS

Pembimbing :

dr. Frida Adelina Ginting, Sp.KK

Oleh:

I Nyoman Trias S. (08310148)

Santo Fitriantoro (09310285)

KEPANITRAAN KLINIK SENIOR

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MALAHAYATI BANDAR LAMPUNG

BAGIAN OBSTETRI DAN GINEKOLOGI

RSU. KABAN JAHE 2015

i

Page 2: Referat Lupus Eritematous Diskoid

KATA PENGANTAR

Puji syukur Penulis Panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa, atas

segala limpahan berkah dan pertolongan-Nya, sehingga Penulis bisa merampungkan

referat ini tepat pada waktunya.

Referat Dermato – Venereologi yang berjudul “Lupus Eritematous Diskoid”

ini Penulis susun dalam rangka mengikuti kepaniteraan klinik di Bagian Ilmu

Kesehatan Kulit dan Kelamin RSU Kabanjahe.

Penulis menyampaikan rasa terima kasih sebesar-besarnya kepada seluruh

pihak yang telah memberikan bantuan dan bimbingan kepada Penulis, khususnya

kepada dr.

Penulis menyadari bahwa dalam penulisan referat ini masih terdapat banyak

kekurangan, sehingga Penulis sangat mengharapkan kritik serta saran untuk

menyempurnakan tulisan ini.

Semoga referat ini dapat memberikan manfaat serta tambahan pengetahuan

mengenai lupus eritematous discoid untuk aplikasi klinis sehari-hari bagi para

pembaca, dan terutama sekali bagi Penulis sendiri. Terima kasih.

Kabanjahe, Maret 2015

Penulis

i

Page 3: Referat Lupus Eritematous Diskoid

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .............................................................................. i

DAFTAR ISI ............................................................................................. ii

BAB I PENDAHULUAN ......................................................................... 1

BAB II TINJAUAN PUSTAKA.............................................................. 2

2.1 Definisi............................................................................................ 2

2.2 Epidemiologi .................................................................................. 3

2.3 Etiologi............................................................................................ 3

2.4 Patogenesis ..................................................................................... 3

2.5 Manifestasi Klinis .......................................................................... 6

2.6 Diagnosis ........................................................................................ 7

2.7 Pemeriksaan Penunjang ................................................................. 8

2.8 Diagnosis Banding ......................................................................... 9

2.9 Penatalaksanaan ............................................................................. 11

2.10 Komplikasi.................................................................................... 18

2.11 Prognosis....................................................................................... 18

BAB III KESIMPULAN........................................................................... 19

DAFTAR PUSTAKA

ii

Page 4: Referat Lupus Eritematous Diskoid

BAB I

PENDAHULUAN

1. LATARBELAKANG

Lupus Eritematosus Diskoid (LED) adalah bentuk lupus eritematosus non-

sistemik yang paling sering ditemui. Lesi awal tampak sebagai makula atau papul

berukuran 1-2 cm dengan warna merah keunguan atau plakat kecil yang

permukaannya menjadi hiperkeratotik dalam waktu singkat. Lesi umumnya berubah

menjadi plakat eritem berbentuk koin (diskoid) berbatas tegas yang ditutupi sisik

yang meluas hingga ke bukaan dari folikel rambut yang telah melebar. Jika sisik

tersebut dikupas, lapisan bawah akan tampak seperti karpet yang ditusuk dengan

beberapa paku sehingga disebut sebagai penampakan paku karpet.1,2

Lupus eritematous diskoid bersama-sama dengan varian Lupus Eritematosus

Kutaneus lainnya serta Lupus Eritematosus Sistemik (LES) yang manifestasinya

lebih berat hingga dapat mengancam jiwa adalah bagian dari lupus eritematosus (LE)

yang disatukan dan dihubungkan oleh temuan klinis dan pola autoimunitas sel B

poliklonal yang khas.1

Prognosis penderita LED umumnya baik. Hanya sekitar 1-5% saja kasus LED

yang akan berkembang menjadi LES. Kasus kambuh jarang, sekitar <10%. Tingkat

mortalitas pada penyakit ini rendah, tetapi nyeri pada lesi dapat berkelanjutan.

Jaringan parut dan atrofi kulit yang terbentuk biasanya permanen.2

1

Page 5: Referat Lupus Eritematous Diskoid

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 DEFINISI

Lupus Eritematosus Diskoid adalah penyakit kulit yang menyebabkan

skuama dan lesi kemerahan pada kulit yang diperparah oleh paparan sinar matahari.

Bercak merah biasanya berbentuk koin pada kulit. Tempat yang paling utama untuk

lesi LED biasanya terjadi pada muka, leher, dahi, telinga, dada, bahu dan punggung

atas. Lesi bagian tengah biasanya berwarna cerah dibandingkan dengan bagian

pinggir lesi yang berwarna lebih gelap dari kulit normal. 2,8,9

Lupus Eritematosus Diskoid berhubungan erat dengan kondisi lain yang

disebut Lupus Eritematosus Sistemik [LES]. LES merupakan penyakit autoimun,

yang berarti system pertahanan [imun] alami tubuh menjadikan sel dan jaringan

tubuh sebagai target dan menghancurkannya. Lupus Eritematous mengacu pada

kelainan yang berdampak luas. Pada LES kelainan dapat menyerang organ internal,

sedangkan pada LED hanya menyerang kulit, tapi ada sebagian kecil LED yang

menyerang organ dalam, yang membuat penderita menjadi sakit. 8,9

Lupus Eritematosus Diskoid selalu dibatasi pada kulit, tapi LES juga

mempengaruhi sendi, ginjal, jantung, liver, dan darah selain pada kulit. Sekitar 10%

masyarakat yang terkena lupus eritematosus discoid dapat menuju ke LES. Mustahil

untuk memperkirakan siapa saja yang dapan menderita LES, dan mustahil

untuk mencegah dari timbulnya LES. Beberapa ahli percaya bahwa orang yang dari

LED ke LES mungkin merupakan penderita LES dengan lesi discoid sebagai keluhan

utamanya. Ketika orang didiagnosis dengan LES, sangat penting untuk melakukan

2

Page 6: Referat Lupus Eritematous Diskoid

follow up yang teratur dengan dokter sehingga dokter dapan memonitor kondisi dan

mengenal gejala kemajuan LED ke LES. 

2.2 EPIDEMIOLOGI

Kasus LED adalah 50-85% dari keseluruhan kasus lupus eritematosus

kutaneus. LED dapat timbul di berbagai umur tetapi terutama pada umur 20-45

tahun, dengan rata-rata umur 38 tahun. LED tidak biasa ditemukan pada anak,

sehingga tidak ada data khusus mengenai prevalensi kejadian LED. Namun, jika

dianamnesis dengan baik, LED pada anak merupakan manifestasi klinis dari penyakit

sistemik. Perbandingan LE kutaneus pada anak perempuan dan laki-laki adalah 3:1.

Pada masa pra-pubertas, dilaporkan bahwa perbandingan penderita LE kutaneus

adalah antara 1:1 dan 3:1, sedangkan rasio untuk setelah pubertas (dewasa) adalah

sekitar 8:1 dan 10:1. LED juga berkisar antara 15-30% dari populasi kasus LES. 5 %

dari kasus LED dapat mengarah ke LES. 1,3

2.3 ETIOLOGI

Penyebab pasti dari LED tidak diketahui secara pasti. Adapun faktor resiko

dari kejadian LED adalah faktor genetik dan faktor lingkungan (paparan sinar

matahari dan obat-obatan) yang memicu suatu respon autoimunitas. Lupus

mengakibatkan perubahan pada regulasi sistem kekebalan sehingga tubuh menjadi

sensitif terhadap jaringan selnya sendiri.4

2.4 PATOGENESIS

Penyebab dan mekanisme patogenesis yang mengakibatkan LE masih belum

diketahui sepenuhnya. Patogenesis LED tidak dapat dipisahkan dari patogenesis

3

Page 7: Referat Lupus Eritematous Diskoid

LES. Patogenesis tersebut dapat dijelaskan dengan sebuah bagan yang menjelaskan

empat tahapan teoritis yang berurutan yang terjadi sebelum adanya penampakan

klinis dari penyakit ini. Tahapan-tahapan tersebut adalah pewarisan gen yang

menyebabkan penderita lebih mudah terkena penyakit, induksi autoimunitas,

perluasan proses autoimun dan jejas imunologis:1

Gambar 1: Patomekanisme Lupus Eritematosus1

Tahap pertama adalah pewarisan gen yang dianggap sebagai predisposisi LE.

Setidaknya ada empat gen dalam hal ini. Hubungan penyakit kulit spesifik LE

dengan MHC kelas II DR sudah banyak diketahui. Selain itu, gen lain juga dianggap

berperan dalam patogenesis LES, seperti gen yang mengkodekan komplemen dan

tumor necroting factor (TNF), gen yang memediasi apoptosis serta gen yang

melibatkan proses komunikasi antar-sel serta gen yang berperan dalam pembersihan

kompleks imun. 1

Tahap kedua dari patogenesis LES adalah fase induksi yaitu permulaan

proses autoimunitas yang ditandai dengan kemunculan sel T autoreaktif yang telah

kehilangan toleransi terhadap komponen tubuh. Mekanisme yang melandasi

autoreaktifitas tersebut antatara lain: 1,3

4

Pewarisan Gen/ Mutasi Somatik

HLA dan Lainnya

Sinar UV dan LainnyaPembentukan Autoantibodi

Hilangnya toleransi terhadap komponen tubuh

Perluasan Proses AutoimunEkspansi Sel TPembentukan kompleks imun

Jejas immunologis

Page 8: Referat Lupus Eritematous Diskoid

1. Regenerasi klonal. karena sel limfosit terus menerus diproduksi dari sel

stem, jika dosis tolerogenik antigen tidak dipertahankan, sistem imun

akan menggantikan sel-sel tua yang toleran tetapi mulai menua dengan

sel-sel muda yang tidak toleran

2. Imunisasi-silang. Pajanan antigen yang bereaksi silang dengan tolerogen

dapat memicu aktivasi sel limfosit T helper (Th) spesifik untuk antigen

yang bereaki silang dan juga menyediakan sinyal yang dibutuhkan

limfosit autoreaktif untuk menimbulkan efek pada tolerogen.

3. Stimulasi klon anergi Anergi adalah suatu proses yang menghilangkan

kemampuan imunologis klon autoreaktif yang berhasil lolos dari delesi

klonal sehingga klon-klon tersebut tidak dapat merespon rangsangan oleh

antigen. Diperkirakan bahwa suatu stimulasi sel limfosit T tertentu dapat

menghilangkan anergi dan mengawali proses autoreaktifas

Selain pembentukan klon autoimun, pada tahap kedua dari patomekanisme

LE juga dijelaskan antigen yang berperan dalam autoimunitas. Seperti dibahas

sebelumnya, antigen LE kebanyakan adalah antigen yang terdapat di dalam inti dan

sitoplasma dari sel keratinosit yang terbebaskan ke membran sel akibat mekanisme

tertentu.Uji laboratorium telah membuktikan bahwa antigen tersebut dapat keluar

akibat pajanan sinar ultraviolet. Selain itu, faktor lain yang dapat memicu lesi LED

dan kemungkinan berhubungan dengan pembebasan antigen dari inti dan sitoplasma

keratinosit adalah trauma, infeksi, pajanan dingin, sinar-X hingga bahan kimia.5

Tahap ketiga atau tahap ekspansi nampaknya melibatkan peningkatan respon

autoimun yang dipicu antigen secara progresif.Pada tahap ini, autoantibody

dihasilkan oleh sel-sel B yang berlipat ganda.Walaupun sangat banyak, autoantibody

LE hanya ditujukan pada beberapa antigen inti dan sitoplasma. Ada tiga target

5

Page 9: Referat Lupus Eritematous Diskoid

utama: nukleosom (anti-DNA dan antibodi antihiston), spliceosome (anti-Sm dan

anti-RNP) molekul Ro dan La (anti-Ro dan anti-La).1

Tahapan terakhir yang adalah tahapan yang mungkin paling penting secara

klinis dan menandai awal dari penyakit klinis adalah jejas imunologis.tahapan ini

sebagian besar diakibatkan oleh kerja dari autoantibodi dan kompleks imun yang

terbentuk yang menyebabkan jejas jaringan baik itu dengan kematian sel secara

langsung, aktivasi seluler, opsonisasi maupun karena terhambatnya fungsi molekul

target. 1

2.5 MANIFESTASI KLINIS

Kelainan biasanya berlokalisasi simetrik di muka (terutama hidung, pipi),

telinga atau leher.Lesi terdiri atas bercak-bercak (makula merah atau bercak

meninggi), berbatas jelas dengan sumbatan keratin pada folikel-folikel rambut

(follicular plug). Bila lesi-lesi di atas hidung dan pipi berkonfluensi, dapat berbentuk

seperti kupu-kupu (butterfly erythema).2

Penyakit ini dapat meninggalkan sikastrik atrofik, kadang-kadang hipertrofik,

bahkan distorsi telinga dan hidung. Hidung dapat berbentuk seperti paru kakatua.

Bagian badan yang tidak tertutup pakaian, yang terkena sinar matahari lebih cepat

beresidif daripada bagian-bagian yang lain. Lesi-lesi dapat terjadi di mukosa yaitu

mukosa oral dan vulva atau di konjungtiva. Klinis nampak deskuamasi, kadang-

kadang ulserasi dan sikatrisasi.2

Varian klinis Lupus Eritematosus Diskoid adalah :2

1. Lupus Eritematosus Tumidus

Bercak eritematosa coklat yang meninggi terlihat di muka, lutut, dan tumit.

Gambaran klinis dapat menyerupai erisipelas atau selulitis.

6

Page 10: Referat Lupus Eritematous Diskoid

2. Lupus Eritematosus Profunda

Nodus-nodus terletak dalam, tampak pada dahi, leher, bokong, dan lengan

atas. Kulit di atas nodus eritematosus, atrofik atau berulserasi.

3. Lupus Hipotrofikus

Penyakit ini sering tampak pada bagian bibir bawah dari mulut, terdiri atas

plak yang berindurasi dengan sentrum yang atrofik.

4. Lupus Pemio (chilblain lupus, Hutchinson)

Penyakit yang terdiri atas bercak-bercak eritematosa yang berinfiltrasi di

daerah-daerah yang tidak tertutup pakaian, memburuk pada hawa dingin.2

2.6 DIAGNOSIS

Diagnosisnya harus dibedakan dengan dermatitis seboroik, psoriasis dan tinea

fasialis. Lesi dikepala yang berbentuk alopesia sikatrisial harus dibedakan dengan

liken planopilaris, dan tinea kapitis.2

Eritema dan telengiektasis

Sisik [scale]

Follicular plugging

Perubahan pigmen [lebih jelas pada kulit berwarna] termasuk hipopigmentasi

sentral lesi dan hiperpigmentasi area perifer lesi

Skar dan alopesia, jika lesi berada pada daerah kulit kepala

Bila lesi-lesi diatas hidung dari pipi berkonfluensi, dapat berbentuk seperti

kupu-kupu [butterfly erythema]

Diagnosis dari Lupus eritematosus diskoid biasanya membutuhkan biopsi

kulit. Biopsi digunakan untuk konfirmasi diagnosis. Contoh lesi diambil dengan

sediaan khusus selanjutnya diamati dibawah mikroskop.Tes darah tidak dapat

7

Page 11: Referat Lupus Eritematous Diskoid

menjelaskan tipe antibodi yang ada pada LED dan penampakan sisiknya biasanya

tidak memberikan penjelasan apapun mengenai lesi kulit yang lain. Biasanya lesi

yang mempunyai karakteristik dapat diidentifikasi untuk lesi dari LED. Jika terdapat

antibodi dalam darah atau gejala adanya tanda fisik yang lain, kemungkinan

diagnosis mengarah ke LED. Direct Immunoflorescencemenunjukkan deposit IgG,

IgM, IgA, dan C3 pada membran basalis. Tes skrining darah untuk diagnosis SLE

juga disarankan.

2.7 PEMERIKSAAAN PENUNJANG

Kelainan laboratorik dan imunologik jarang terdapat, misalnya leucopenia,

laju endap darah meninggi, serum globulin naik, reaksi Wassermann positif, atau

percobaan coombs positif. Pada kurang lebih sepertiga penderita terdapat ANA

(antibody antinuclear), yakni yang mempunyai pola homogeny dan berbintik-bintik.2

1.  Tes serologi

- Beberapa pasien dengan LED [sekitar 20%] bermanifestasi pada antinuclear

antibody yang positif ketika dites.

-  Anti-Ro [SS-A] autoantibody terdapat pada 1-3% pasien

-  Antinative DNA atau antibody anti-Sm biasanya menggambarkan LES

dan terjadi pada beberpa pasien

2.  Temuan Laboratoium lainnya

- Sitopenia dapat terjadi

- Laju endap darah ada pada beberapa pasien

- Reumatoid factor dapa positif

- Urinalisis tapat menggambarkan adanya proteinuria pada keluaran ginjal

8

Page 12: Referat Lupus Eritematous Diskoid

Tes Lainnya

1.  Immunopatologi

-  Deposit immunologi dan komplemen dermal-epidermal merupakan

tampilan karakteristik. Jaringan yang diuji diambil dari lesi atau pada

kulit normal.biopsi jaringan normal dapat diambil dari permukaan yang

terekspos atau yang tidak terekspos. Tes untuk kulit non lesi non ekspos

merupakan Lupus Band Test [LBT]

-  Penggunaan dan interpretasi dari tes ini berdasarkan dari biopsy. Sekitar

90% pasien dengan manifestasi LED mengarah pada tes

immunoflourence [DIF] pada kulit berlesi. Daerah membrane dari lesi

kulit tidak spesifik untuk lupus dan dapat berupa penyakit kulit lainnya.

Lesi yang lama atau yang sangat baru dapat diinterpretasikan negative

pada gambaran mikroskopi immunoflourence.

Jika biopsi kulit telah mengarah pada Lupus Eritematous Diskoid maka

sebaiknya dilakukan tes yang lainnya berupa tes darah.

2.8 DIAGNOSIS BANDING

Diagnosis Banding dari LED antara lain: [4,8, 17]

1. Dermatomiositis.

Merupakan penyakit autoimun yang menyerang otot dan kulit. Vaslkulitis dan

kalsinosis merupakan gejala yang timbul lambat pada anak-anak, pada orang

dewasa ada hubungannya dan keganasan sistemik. adanya keunguan pada kulit

disertai edema periorbital, dorsum manus, dan eritema linier pada dorsum falang.

2. Eritema Multiforme

9

Page 13: Referat Lupus Eritematous Diskoid

Lesi yang klasik adalah lesi yang berbentuk seperti iris atau sasaran

tembak. Eritema yang bulat atau oval dengan pusat warna keunguan.

Distribusinya khas pada permukaan ekstensor lengan dan tungkai, tetapi secara

diagnostik yang penting adalah terdapat pada telapak tangan dan kaki.

3. Liken Planus

Liken planus merupakan kelainan yang agak bervariasi bentuknya dan

bentuk yang paling sering adalah papula yang gatal. Predileksinya di

pergelangan tangan, kaki dan punggung. Permukaannya rata dan tampak seperti

anyaman halus dari bintik-bintik dan garis-garis sebagai Wickham’s striae,

mengkilat dan poligonal,

4. Psoriasis

Berupa makula eritematosa yang besarnya bervariasi dari miliar sampai

numular, penyakit kronis ini residif dengan skuama. Lesi tersebut berwarna

putih mengkilat. Adanya skuama yang bila digores menunjukkan tanda tetesan

lilin, goresan diteruskan, timbul auspitz dengan bintik darah dan fenomena

koebner.

5. Lupus Eritematosus Sistemik [LES]

Pada LES lesi pada mukosa lebih sering, gejala konstusional seperti lelah,

demam, penurunan berat badan lebih sering ditemukan. Kelainan laboratorium

dan imunologi juga sering ditemukan. LES ini menyerang organ sistemik,

misalnya terdapat pada :

-  Ginjal yaitu sekitar 68 % proteinuria, hematuria dan sindrom nefrotik.

-  Kardiovaskuler berupa perikarditis dan efusi perikard.

-  Paru-paru terjadiefusi pleura dan pneumonitis.

-  Saluran cerna, nyeri abdomen dan mungkindisertaimual, muntah,

diare. 

10

Page 14: Referat Lupus Eritematous Diskoid

2.9 PENATALAKSANAAN

Bagan 1. Alur tatalaksana lupus eritematous diskoid6

2.9.1 Pencegahan

Adapun tujuan dari terapi LED adalah untuk meningkatkan kualitas hidup

pasien, mengontrol lesi yang telah ada, mengurangi bekas lesi, dan untuk mencegah

perkembangan lesi lebih lanjut.1

11

Page 15: Referat Lupus Eritematous Diskoid

Karena lesi kulit lupus diketahui disebabkan atau diperburuk oleh paparan

sinar ultraviolet cahaya, pendekatan logis dalam pengelolaan diskoid lupus harus

mencakup menghindari matahari dan liberal aplikasi tabir surya.Pengobatan dimulai

dengan menghindari faktor pencetus misalnya panas, obat-obatan dan tentunya sinar

matahari dan semua sumber yang menyebabkan paparan radiasi sinar UV. Adapun

cara yang digunakan untuk melindungi kulit adalah memakai pakaian yang tertutup,

topi yang lebar. Selain itu pasien disarankan untuk menghindari penggunaan obat

obatan fotosensitif seperti hiroklorotiazid, tetrasiklin, griseofulvin, dan piroksikam.

Pasien juga disarankan untuk melakukan follow-up setelah perawatan untuk

memastikan ada atau tidak komplikasi.1

2.9.2 Pengobatan Topikal

1. Proteksi sinar matahari dengan menggunakan tabir surya spektrum luas-

kedap air [SPF ≥ 15 dengan agen penghambat UVA seperti parasol dan

mikronized titanium dioxyda.1

2. Glukokortikoid lokal. Walaupun penggunaan potensi medium dari preparat

ini seperti triamsinolon asetonid 0,1% pada area sensitif wajah, obat topikal

superpoten kelas satu seperti klobetasol propinoat atau betametason

diproprionat memberikan hasil yang memuaskan pada kulit. Penggunan 2

kali sehari selama 2 minggu diikuti dengan 2 minggu periode istirahat dapat

meminimalkan komplikasi seperti atropi dan telengiektasis. Salep lebih

efektif daripada krim pada lesi hiperkeratosis.1

3. Glukokortikoid intralesi. Penggunaan glukokortikoid intralesi seperti

suspensi triamsinolon asetonid 2,5 sampai 5 mg/ml pada wajah dengan

konsentrasi tinggi dibolehkan pada kulit yang kurang sensitif. Hal ini

12

Page 16: Referat Lupus Eritematous Diskoid

diindikasikan pada lesi hiperkeratosis atau pada lesi yang tidak merespon

pada penggunaan kortikosteroid lokal, namun perlu berhati-hati

menggunakan pengobatan ini pada pasien dengan jumlah lesi cukup banyak.1

2.9.3 Pengobatan Sistemik

1. Anti Malaria

Terapi dengan anti malaria adalah terapi yang baik digunakan secara

tunggal atau dalam kombinasi. Tiga preparat umum Yang biasa digunakan

termasuk klorokuin, hidroklorokuin, dan kuinikrin. Sebaiknya hidroklorokuin

dimulai dengan dosis 200 mg per hari untuk dewasa dan, jika tidak ada efek

samping gastrointestinal atau lainnya, dosis ditingkatkan dua kali sehari tetapi

tidak diberikan lebih dari 6,5mg/kg/hari. Penting ditekankan kepada pasien

bahwa dibutuhkan waktu 4-8 minggu untuk memperoleh perbaikan klinis.Pada

beberapa pasien yang tidak mempan dengan hidroklorokuin, klorokuin mungkin

lebih efektif. Beberapa pasien tidak merespon baik monoterapi

hidroksiklorokuin atau klorokuin sehingga dianjurkan penampahan kuinikrin ke

dalam regimen pengobatan.1

Penggunaan tunggal atau kombinasi dari antimalaria sangat efektif pada

75% pasien dengan lupus eritematous diskoid yang tidak memberikan respon

yang baik dengan terapi topikal. Resiko toksisitas retina, harus diberitahukan

kepada pasien dan pemeriksaan oftalmologi sebelum dimulainya terapi harus

dilakukan. Namun, kejadian retinopati akibat antimalaria sangatlah jarang jika

penggunaan dosis sesuai dengan rekomendasi yaitu tidak lebih dari (untuk

hidrokloroquin 6.5 mg/kgbb dan kloroquin 4 mg/kgbb). Pasien harus dievaluasi

oleh dokter ahli mata setiap 6-12 bulan selama pengobatan.1

13

Page 17: Referat Lupus Eritematous Diskoid

Antimalaria memiliki beberapa mekanisme aksi dalam kaitannya dengan

pengobatan lupus eritematous. Pertama, menaikkan pH intraseluler vacuolar. PH

asam diperlukan untuk pengolahan antigen dan presentasi oleh sel

dendritik .Oleh karena itu dengan perubahan pH, penghambatan pengolahan

antigen dan presentasi menyebabkan penurunan potensi respon imun terhadap

autoantigens. Selain itu, antimalaria menghambat pelepasan oleh monosit sitokin

pro-inflamasi seperti IL - 1 , IL - 6 dan TNF – alpha serta Mengurangi formasi

dari peptida – Major Histocompatibility Complex (MHC) kompleks protein

sehingga menurunkan stimulasi dari autoreaktif CD4+ sel T dan menurunkan

pelepasan sitokin. Penghambatan granulasi granulosit dan aktivitas

Phospholipase A2 juga telah dilaporkan.Oleh karena itu, antimalaria dapat

bertindak dalam berbagai mekanisme dan namun belum jelas yang mana

mekanisme yang paling penting. Efek yang diinginkan lainnya dari

hydroxychloroquine mencakup kemampuan untuk menghambat agregasi platelet

dan adhesi, yang akan mengurangi ukuran trombus tanpa memperpanjang waktu

perdarahan . Michelle Petrie telah menemukan bahwa hydroxychloroquine

menurunkan kadar kolesterol, dimana hal ini berguna pada pasien SLE yang

mengkonsumsi steroid, dimana steroid dapat meningkatkan level kolesterol

serum. Di Inggris, hydroxychloroquine digunakan dari profilaksis trombosis.

Efek antitrombotik ini mungkin sangat bermanfaat pada pasien LE dengan

antibodi antifosfolipid dan masalah trombosis.7

Hidroklorokuin sulfat 400 mg/hari, harus diberikan pada 6-8 minggu

awal pengobatan untuk mencapai target kadar obat dalam serum. Jika respon

klinis adekuat telah tercapai, dosis harian diturunkan menjadi 200mg/hari untuk

sekurang-kurangnya 1 tahun untuk meminimalisasi rekurensi.Jika tidak ada

14

Page 18: Referat Lupus Eritematous Diskoid

respon dalam 8-12 minggu, kuinakrin hidroklorida, 100 mg/hari, dapat

ditambahkan tanpa meningkatkan resiko retinopati.Jika dalam waktu 4-6

minggu, respon klinis adekuat belum tercapai, harus dipertimbangkan mengganti

hidroklorokuin dengan klorokuin difosfat (aralen), 250mg/hari. Di Eropa,

klorokuin secara umum di anggap memiliki efikasi yang lebih dibanding

hidroklorokuin dalam pengobatan lupus, namun hidroklorokuin dilaporkan

memiliki respon perbaikan klinis yang lebih cepat. Hidroklorokuin dan

klorokuin tidak boleh digunakan bersamaan sebagai terapi kombinasi karena

akan meningkatkan resiko toksis pada retina. Di Indonesia, karena preparat

hidroklorokuin hingga sekarang belum tersedia, maka sebagai penggantinya

diberikan klorokuin. Dosis inisialnya ialah 1-2 tablet (@100 mg) sehari selama

3-6 minggu, kemudian 0,5-1 tablet selama waktu yang sama.obat hanya dapat

diberi maksimal selama 3 bulan agar tidak timbul kerusakan mata.1,7

Banyak efek samping selain retinotoksis yang dikaitkan dengan

penggunaan anti malaria. Kuinakrin dihubungkan dengan peningkatan insidensi

beberapa efek samping seperti sefalgia, intoleransi gastrointestinal, toksisitas

hematologik, pruritus, erupsi obat dan gangguan pigmentasi pada kulit dan

mukosa.Kuinakrin dapat mengakibatkan pigmentasi kekuningan pada kulit dan

sklera, dapat dapat pulih dengan spontan setelah pengobatan

dihentikan.Kuinakrin dapat mengakibatkan hemolisis yang signifikan pada

pasien dengan G6PD. Beberapa preparat antimalaria dapat mengakibatkan

supresi produksi sumsum tulang, termasuk anemia aplastik, walaupun hal ini

sangat jarang jika diberikan dengan dosis yang tepat.Sebelum memulai terapi

dengan hidroklorokuin dan klorokuin, harus dilakukan pemeriksaan darah

lengkap, pemeriksaan fungsi hari dan ginjal.Pemeriksaan ini harus diulan dalam

15

Page 19: Referat Lupus Eritematous Diskoid

4-6 minggu setelah terapi inisiasi, dan selanjutnya setiap 4-6 bulan.Jika

tampakan toksisitas hematologik akibat kuinakrin muncul, maka

direkomendasikan untuk lebih sering dilakukan.1

2. Metotreksat

Pada 1995, bottomley dan goodfield menemukan bahwa metotreksat

dapat membantu pada pasien LED yang resisten terhadap pengobatan

konvensional. Metotreksat adalah antagonis asam folat, yang memiliki efek

anti inflamasi dengan penghambatan terhadap proliferasi limfosit,

menghambat sekresi monosit dan makrofag dan berbagai sitokin sperti TNF-

alfa, interferon gamma dan IL-6. Methotrexate diklasifikasikan sebagai agen

sitotoksik antimetabolit, tetapi memiliki banyak efek pada sel-sel sistem

kekebalan tubuh termasuk modulasi produksi sitokin. Digunakan seminggu

sekali dan jika diperlukan diberikan pula asam folat sekali seminggu

(tidak pada hari yang sama dengan methotrexate) secara rutin untuk

mengurangi risiko efek samping. Mual dan sariawan cukup sering terjadi,

leukopenia, trombositopenia dan tes fungsi hati yang abnormal kadang-

kadang dapat terjadi. Obat ini tidak boleh digunakan selama kehamilan

dan harus dihentikan penggunaannya tiga bulan sebelum konsepsi. 8

3. Thalidomide

Thalomide [50 – 300mg/hari] sangat efektif pada LED yang refrakter

terhadap pengobatan lainnya. Beberapa studi melaporkan keberhasilan antara

85-100%, dengan banyak laporan pasien yang dinyatakan sembuh sempurna.

Adapun efek sampingnya ialah efek teratogenik, sehingga sebaiknya tidak

digunakan pada wanita hamil. Selain itu neuropati sensorik dapat terjadi pada

sekitar 25% dari padien yang mengkonsumsi obat ini.8,9

16

Page 20: Referat Lupus Eritematous Diskoid

4. MMF

Mycophenolate mofetil (MMF) berfungsi menghambat sintesis purin

proliferasi limfosit dan respon sel T antibodi. Dibandingkan siklofosfamid,

MMF tidak menyebabkan kegagalan fungsi ovarium (indung telur) dan

lebih sedikit menyebabkan infeksi serius, leukopenia atau alopecia

(kebotakan). Obat ini juga diduga lebih efektif dan lebih baik ditoleransi

daripada azathioprine namun kontra indikasi dalam kehamilan, sehingga

hanya boleh digunakan pada wanita usia subur disertai penggunaan

kontrasepsi yang dapat diandalkan. Karena panjangny waktu paruh,

pengobatan harus dihentikan sedikitnya enam minggu sebelum konsepsi

yang direncanakan. 10

Obat lain yang dapat digunakan yaitu preparat emas [auranofin,

mycochrysine] dan klofazimin (lampren) walaupun hasilnya bervariasi pada tiap

kasus. 7

Glukokortikoid sistemik sebaiknya tidak digunakan pada kasus dengan lesi

yang sedikit, namun pada beberapa kasus khususnya pada kasus berat dan

simtomatik metilprednisolon intravena dapat digunakan. Imunosupresif lain seperti

azatioprin [imuran] 1,5 -2 mg/kg/hari oral dapat bertindak sebagai glukokortikoid-

sparing pada kasus lupus eritematosus kutaneus berat. Mikofenolat mofetil [25-45

mg/kg/hari oral] maerupakan analog purin yang serupa dengan azatioprin. 11

2.9.4 Terapi bedah dan kosmetik

Lupus eritematous diskoid dapat menimbulkan alopesia permanen, atropi

kulit, dan perubahan pigmen. Intervensi bedah seperti transplantasi rambut dan

dermabrasi beresiko karena LED dapat dipicu oleh trauma. Pemulihan dari skar

17

Page 21: Referat Lupus Eritematous Diskoid

atropi dengan Erbium : YAG atau laser karbon dioksida dilaporkan bermanfaat.

Injeksi lesi atropi menggunakan kolagen atau sejenisnya sebaiknya dihindari.12

2.10 KOMPLIKASI

Resiko perkembangan penyakit menjadi LES meningkat jika lesi menyebar

dan terdapat abnormalitas hasil pemeriksaan darah dan parameter

serologis.Pengobatan dini dapat mencegah terjadinya jaringan parut atau

atrofi.Degenerasi malignan jarang terjadi. Pencegahan tumbuhnya lesi baru

dianjurkan pada daerah yang sering terekspos.1

2.11 PROGNOSIS

Prognosis LED umumnya baik.Hanya sekitar 1-5% saja kasus LED yang

akan berkembang menjadi LES. Kemungkinan eksaserbasi dapat muncul terutama

pada musim semi dan musim panas. Kasus kambuh jarang, sekitar <10%.Tingkat

mortalitas pada penyakit ini rendah, tetapi nyeri pada lesi dapat berkelanjutan.

Jaringan parut dan atrofi kulit yang terbentuk biasanya permanen.1

18

Page 22: Referat Lupus Eritematous Diskoid

BAB III

KESIMPULAN

Lupus eritematosus diskoid [LED] adalah suatu penyakit kulit menahun

[ Chronic Cutaneus Lupus] yang ditandai dengan peradangan dan pembentukan

jaringan parut yang terjadi pada wajah, telinga, kulit kepala dan kadang pada bagian

tubuh lainnya. Lupus eritematosus diskoid dapat ditemukan pada semua umur baik

pria maupun wanita, namun insiden ini meningkat dan mencapai puncaknya pada

usia 40 tahunan. Jika dirata-ratakan pada usia 38 tahun.

Etiologi dan patogenesis pastinya belum diketahui secara jelas, para ahli

menduga bahwa LED merupakan suatu kombinasi antara faktor keturunan [genetik],

lingkungan, dan kemungkinan faktor hormonal mempengaruhi perkembangan

penyakit ini.

Diagnosa dapat ditegakkan berdasarkan gabungan antara anamnesis,

pemeriksaan fisis serta pemeriksaan penunjang. Adanya plak berbatas tegas pada

daerah lesi antara lain Eritema dan telengiektasis, Sisik [scale], Follicular plugging,

Perubahan pigmen[lebih jelas pada kulit berwarna] termasuk hipopigmentasi sentral

lesi dan hiperpigmentasi area perifer lesi, Skar dan alopesia, jika lesi berada pada

daerah kulit kepala.

Terapinya berupa hindari faktor pencetus, pengobatan topikal dan sistemik

dapat dilakukan dan menunjukkan hasil yang memuaskan. Terapi bedah kosmetik

sebaiknya dihindari.

19

Page 23: Referat Lupus Eritematous Diskoid

DAFTAR PUSTAKA

1. Cotsner MI, Sontheimer RD. Lupus erythematosus. In: Freedberg IM, Eisen

AZ, Wolff K, Austen KF, Goldsmith LA, et al, editors.Fitzpatrick’s

dermatology in general medicine. 7th ed. New York: Mc Graw-Hill; 2008:

p.1515-1530

2. Djuanda S. Penyakit jaringan konektif. Dalam : Djuanda A, Hamzah M,

Aisah S, editors. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin Ed. 5. Jakarta : Balai

Penerbit FKUI; 2010 : hlm.264-272

3. Goodfield MJ ,Jones SK, Veale DJ. The connective tissue disease. In: Burns

T, Breathnach S, Cox N, Griffiths C, editors. Rook’s textbook of dermatology,

7th ed. Massachusetts: Blackwell Publishing Company; 2004: p. 1646-793

4. Lee LA, Werth VP. Lupus erythematosus. In: Bolognia JL, Joseph LJ, Rapini

RP. Bolognia, editors. Dermatology, 2nded. New York: Mosby Elsevier; 2008:

p.105-113

5. Thomas B. Cutaneous lupus erythematosus. In: Wolff K, Johnson RA,

editors. Fitzpatrick’s Color Atlas & Synopsis of Clinical Dermatology.6th ed.

New York: Mc Graw-Hill; 2007: p.376-387

6. Kuhn A, Ruland V, cutaneous lupus erythematous: Update of therapeutic

options. Germany. Department of dermatology, university of munster. 2010.

7. Werth V. Current treatment of cutaneous lupus erythematosus. Dermatol

online jour. 2001:7(1):2

8. Perhimpunan Reumatologi Indonesia. Diagnosis dan Penatalaksanaan Lupus

Eritematosus Sistemik. 2011 Jakarta.hlm 10-20

9. Panjwani S. Early diagnosis and treatment for discoid lupus erythematous. J

Am Board Fam Med 2009;22:206–213.

10. Jesop S, Whitlaw DA. Drugs for discoid lupus erythematous. Cape town.

John Wiley and sons ltd. 2011. p.2-16

11. Usmani N, Goodfield M. Efalizumab in The Treatment of Discoid Lupus

Erythematosus. Arch Dermatol.2007;143:873–7.

12. Koch M, Horwath-Winter J, Aberer E, Salmhofer W, Klein.A Cryotherapy in

discoid lupus erythematosus (DLE). Ophthalmologe 2008;105:381–3.

20