Gejala Klinis Dan Diagnosis Kanker Paru

download Gejala Klinis Dan Diagnosis Kanker Paru

of 19

Transcript of Gejala Klinis Dan Diagnosis Kanker Paru

GEJALA KLINIS DAN DIAGNOSIS KANKER PARU PENDAHULUAN Kanker paru merupakan penyakit yang banyak dijumpai dan menjadi masalah kesehatan di dunia1( Alsagaff H. Kanker paru dan terapi paliatif. Surabaya: Airlangga University Press; 1995). Dalam pedoman penatalaksanaan yang disusun oleh Perhimpunan Dokter Paru Indonesia yang dimaksud dengan kanker paru ialah kanker paru primer, yakni tumor ganas yang berasal dari epitel bronkus atau karsinoma bronkus (bronchogenic carcinoma)2 Pada akhir abad ke 20, kanker paru telah menjadi penyebab utama kematian3. Survey epidemiology kanker paru pada umumnya melaporkan bahwa kurang lebih 90% kasus kanker paru didapatkan pada penderita berusia diatas 40 tahun. Terdapat 169.500 kasus baru di Amerika Serikat sepanjang tahun 2001 dan kematian yang ditimbulkan sebesar 157.400 orang (Travis WD. Pathology of lung cancer. In: Matthay RA, editor. Clinics in chest medicine.1 st ed. Philadelphia:W.B.Saunders Company:2002.p.65-81). Kanker paru merupakan penyebab kematian oleh karena malignancy yang paling sering terjadi di Amerika Serikat dengan >172.000 kasus di tahun 2003. (Signs and Symptoms of Bronchogenic Carcinoma Martin H.Cohen in: Lung Cancer Clinical Diagnosis and Treatment Second edition edited by Marc J.Strauss,M.D. F.A.CP) Seperti kanker pada umumnya, etiologi yang pasti kanker paru masih belum diketahui. Diperkirakan bahwa inhalasi jangka panjang bahan-bahan karsinogenik merupakan factor utama, dan yang mempunyai resiko terbesar adalah rokok.( Alsagaff H. Kanker paru dan terapi paliatif. Surabaya: Airlangga University Press; 1995). Sekitar 85-90% kanker paru berhubungan dengan asap rokok. (Yusuf A , Syahrudin E . Kanker Paru jenis Karsinoma Bukan Sel Kecil: Pedoman nasional untuk diagnosis dan penatalaksanaan di Indonesia. PDPI dan Perhimpunan Onkologi Indonesia 2005) Secara garis besar, kanker paru terbagi menjadi dua bagian yaitu karsinoma paru sel kecil (KPSK) dan karsinoma paru bukan sel kecil (KPBSK). (Benyamin.P.Margono,2004. Kanker Paru dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Paru, Graha Masyarakat ilmiah FK UNAIR, Surabaya). Persentase KPBSK sekitar 75-80 % dari totsl kaner paru dan jenis terbanyak adalah adenokarsinoma (lebih dari 35%). Karsinoma sel squamous (30%), dan karsinoma sel besar (10-

15%). (Travis WD. Pathology of lung cancer. In: Matthay RA, editor. Clinics in chest medicine.1st ed. Philadelphia:W.B.Saunders Company:2002.p.65-81, Litzky LA. The pathology of non-small cell lung carcinma. In: Fishman AP, Elias JA, Fishman JA, Grippi MA, Kaiser LR, editors. Fishmans pulmonary diseases and disorders. 3rd,ed. Newyork:McGrawHill;1998.p.1739-58) Keluhan dan gejala klinik penyakit kanker paru tidak spesifik,seperti batuk darah,batuk kronik, berat badan menurun dan gejala lain yang juga dapat dijumpai pada jenis penyakit paru lain. Penemuan dini penyakit ini berdasarkan keluhan saja jarang terjadi, biasanya keluhan muncul setelah memasuki stage II dan III. Beberapa kasus tumor paru ditemukan secara tidak sengaja pada waktu foto toraks rutin (Yusuf A , Syahrudin E . Kanker Paru jenis Karsinoma Bukan Sel Kecil: Pedoman nasional untuk diagnosis dan penatalaksanaan di Indonesia. PDPI dan Perhimpunan Onkologi Indonesia 2005). Penemuan kanker paru stadium dini akan sangat membantu penderita dalam memperbaiki kualitas hidup ke arah lebih baik.( Yusuf A , Syahrudin E . Kanker Paru jenis Karsinoma Bukan Sel Kecil: Pedoman nasional untuk diagnosis dan penatalaksanaan di Indonesia. PDPI dan Perhimpunan Onkologi Indonesia 2005). Penemuan diagnosis dalamwaktu yang lebih cepat memungkinkan penderita memperoleh kualiti hidup yang lebih baik dalam perjalanan penyakitnya. GEJALA KLINIS Pada dasarnya perjalanan kanker paru melalui tiga stadium, periode dimana kurang lebih dalam setahun terjadi peningkatan jumlah sel yang atipik yang bisa diketahui dalam pemeriksaan sitologi sputum, kemudian periode dimana terjadi progresivitas sel atipi pada karsinoma in situ. Dan periode terakhir dimana secara klinis muncul keluhan. Hanya pada fase terakhir inilah terdapat tanda dan gejala yang berhubungan dengan tumor baiksecara lokal, regional, maupun sistemik yang bisa berupa sindrom ektopik endokrin, dan sindrom paraneoplastik. Tanda dan gejala yang mengarah ke bagian dada pada pasien dengan kanker paru berasal dari pertumbuhan lokal dari tumor paru atau penyebaran tumor pada area tumor yang berdekatan termasuk mediastinum, pleura, dinding dada, dan perikardium. Frekuensi timbulnya berbagai tanda dan gejala sangat bervariasi, bisa terlihat pada tabel di bawah ini: (Signs and Symptoms of

Bronchogenic Carcinoma Martin H.Cohen in: Lung Cancer Clinical Diagnosis and Treatment Second edition edited by Marc J.Strauss,M.D. F.A.CP) Tabel 1 Tanda dan gejala pada pasien dengan karsinoma bronkogenik Tipe sel Tumor Penyebaran Intrathorax ++ ++ +++ + Metastase jauh + ++ +++ ++ Syndrom Sindrom primer Squamous ++++ Large cell +++ Small cell ++++ Adenocarcinoma ++ Paraneoplastik Endokrin ++ + ++ + ++ ++ ++ + Dikutip dari sign n symp..

Gambaran klinik kanker paru dapat dibagi atas : (Amin M, Alsagaff H. Pengantar Ilmu penyakit paru. Surabaya: Airlangga University Press; 1989). (clinical manifestations of lung cancer, leroy hyde and charles l.hyde chest 1974) 1. Gejala intrapulmoner 2. Gejala intratorasik ekstrapulmoner 3. Gejala ekstratorasik non metastase 4. Gejala ekstratorasik metastase 1. Gejala intrapulmoner Adalah gejala yang disebabkan karena gejala lokal tumor di paru yaitu melalui gangguan pada pergerakan silia serta ulserasi bronkus yang memudahkan terjadinya radang berulang dan menimbulkan keluhan batuk (Amin M, Alsagaff H. Pengantar Ilmu penyakit paru. Surabaya: Airlangga University Press; 1989). Gejala yang paling sering dikeluhkan pada saat awal adalah batuk, kemudian diikuti oleh sesak napas, pengeluaran sputum, rasa lemas, penurunan berat badan, yang terakhir dikeluhkan adalah hemoptisis. (time course from first symptom)

Tabel 2. Frekuensi gejala dan tanda kanker paru Gejala dan Tanda Frekuensi,%

Batuk Penurunan berat badan Sesak napas Nyeri dada Batuk darah Nyeri tulang Jari tabuh Demam Lemah SVKS Disfagi Wheezing dan stridor

8-75 0-68 3-60 20-49 6-35 6-25 0-20 0-20 0-10 0-4 0-2 0-2 Dikutip dari 12nya pak gani

1. Batuk Batuk merupakan refleks fisiologis komplek yang melindungi paru dari trauma mekanik, kimia, dan suhu (patofisiologi batuk dan oksidan-antioksidan, dr priyanti zs cdk 1993 hal8-9)>> cdk pernafasan dan lingkungan)( Levitzky,et al. Pulmonary pathophysiology, second edition, USA 2005). Batuk terjadi sebagai konsekuensi dari aspirasi, yang menghirup partikel, patogen, akumulasi sekret, drip postnasal, inflammasi, dan mediator yang terkait dengan peradangan. (anatomy and nerophsiology of cough reflex chest 2006). Batuk membersihkan saluran napas ketika ada sejumlah besar material yang terinhalasi, sejumlah besar mucus karena sekresi yang berlebih atau pembersihan mukosiliar yang melemah, dan sejumlah besar substansi seperti cairan oleh karena edema atau pus. Batuk, distimulasi reseptor iritan yang diaktivasi oleh material asing yang terinhalasi atau teraspirasi, dimana batuk juga merupakan mekanisme perlindungan penting. Batuk mencapai akselerasi udara yang cepat dan tingkat aliran yang sangat tinggi, dan ketika dipasangkan dengan kompresi saluran napas dinamik maka akan menjadi sangat efektif dalam menekan dan membersihkan material mukus saluran napas. (mosby) Setiap batuk melibatkan refleks yang komplek dan dimulai dengan stimulasi oleh reseptor. Batuk yang terjadi selama lebih dari satu bulan bisa dicurigai sebagai tanda dari karsinoma bronkus. (managing cough as a defense mechanism and as a symptom ACCP) Refleks batuk terdiri dari 5 komponen utama; yaitu reseptor batuk, serabut saraf aferen, pusat batuk, susunan saraf eferen dan efektor)( Levitzky,et al. Pulmonary pathophysiology, second edition, USA 2005)

Tabel 3. Komponen refleks batuk Reseptor Laring Trakea Bronkus Telinga Pleura Lambung Hidung Sinus paranasalis Nervus trigeminus Aferen Cabang nervus vagus Pusat batuk Eferen Nervus vagus Efektor Choi laring, trakhea dan bronkus

Tersebar merata Nervus frenikus Diafragma, otot di medula dekat interkostal dan interkostal, pusat pernafasan; pusat di bawah kontrol yang Saraf-saraf trigeminus, Otot saluran lebih tinggi lumbaris abdominal dan otot lumbal

Faring

Nervus glosofaringeus

nafas atas dan

fasialis otot bantu nafas Perikardium Nervus frenikus Hipoglosus Diafragma Dan lain-lain (patofisiologi batuk dan oksidan-antioksidan, dr priyanti zs cdk 1993 hal8-9)>> cdk

Pada dasarnya mekanisme batuk dapat dibagi menjadi tiga fase, yaitu fase inspirasi, fase kompresi dan fase ekspirasi. Batuk biasanya bermula dari inhalasi sejumlah udara, kemudian glotis akan menutup dan tekanan di dalam paru akan meningkat yang akhirnya diikuti dengan pembukaan glotis secara tiba-tiba dan ekspirasi sejumlah udara dalam kecepatan tertentu. (Signs

and Symptoms of Bronchogenic Carcinoma

Martin H.Cohen in: Lung Cancer Clinical

Diagnosis and Treatment Second edition edited by Marc J.Strauss,M.D. F.A.CP) Segala jenis kanker yang melibatkan paru bisa menyebabkan batuk. Meskipun terjadinya batuk lebih mengindikasikan terlibatnya saluran nafas dibanding parenkim paru karena lokasi dari reseptor batuk. Keterlibatan tumor intraluminal, bila berada di dalam trakhea atau bronkus utama akan menstimulasi reseptor batuk dan terjadi obstruksi saluran nafas yang akan menimbulkan sensasi sesak nafas. Kompresi ekstraluminal pada saluran nafas besar lebih sering menyebabkan sesak nafas dibanding batuk. Sebagai tambahan perlu dicari penyebab batuk selain proses keganasan apakah terdapat penyakit komorbid seperti bronkitis kronis atau penyakit lainnya. (Chronic cough due to lung tumors. Paul A.Kvale Chest 2006)

Gambar 1. Fase terjadinya batuk

dikutip dari cdk pnafasan n lingkungan Batuk bisa timbul oleh masa tumor yang kecil dimana dianggap sebagai benda asing yang mengganggu peristaltic bronkus atau ulserasi pada mukosa bronkus. Merokok dalam jangka waktu yang lama menyebabkan paralysis dari silia trakheobronkhial menyebabkan gangguan pada peristaltic bronchial dan pembersihan mucus pada pohon trakhebronkhial. Merokok juga menyebabkan produksi mucus yang berlebih. Batuk dan dahak yang dikeluarkan durasinya bisa bervariasi dari hari maupun tahun, sputum juga bisa berubah menjadi mukopurulen pada infeksi sekunder. (clinical manifestations of lung cancer, Leroy hyde and charles l hyde chest 1974) Batuk darah Batuk darah atau hemoptisis adalah ekspektorasi darah akibat perdarahan pada saluran napas bawah laring. Pada pasien dengan tuberkulosis, abses paru, kanker paru atau aspergilosis mekanisme hemoptisis bisa karena erosi pada arteri pulmonal dan terbentuknya pseudoaneurisme. (severe hemoptysis of pulmonary arterial origin, chest 2008 antoine khalil). Sumber perdarahan hemoptisis dapat berasal dari sirkulasi pulmoner atau sirkulasi bronkial. Hemoptisis masif sumber perdarahan umumnya berasal dari sirkulasi bronkial (95%). Sirkulasi pulmoner memperdarahi alveol dan duktus alveol, sistem sirkulasi ini bertekanan rendah dengan dinding pembuluh yang tipis. Sirkulasi bronkial memperdarahi trakea, bronkus utama sampai bronkiolus dan jaringan penunjang paru, esofagus, mediastinum posterior dan vasa vasorum arteri pulmoner. Asal anatomis perdarahan berbeda tiap proses patologik tertentu : (menaldi

rasmin, hemoptisisjurnal resp indvol 29 no 2 april 2009 hal 53-54) a. bronkitis, akibat pecahnya pembuluh darah superfisial di mukosa b. TB paru akibat robekan atau ruptur aneurisme arteri pulmoner atau akibat pecahnya anastomosis bronkopulmoner arau proses erosif pada arteri bronkialis c. Kanker paru, akibat pembuluh darah yang terbentuk rapuh sehingga mudah berdarah Durasi batuk darah dan karakter dari ekspektorasi darah bisa menjadi petunjuk penyebab batuk darah tersebut. Sekitar 7 % dari penderita kanker paru timbul gejala hemoptisis dan 20 % dari penderita mengeluhkan hemoptisis dari awal hingga akhir timbulnya kanker paru. Kanker sel squamous berhubungan dengan peningkatan insidensi timbulnya hemoptisis masif dibanding kanker jenis lainnya. Perdarahan masif biasanya jarang dan berdasar pada pengikisan tumor terhadap pembuluh darah yang besar. Nekrosis tumor dan rupturnya pembuluh darah sering terjadi dan merupakan penyebab timbulnya perdarahan yang berulang namun dalam jumlah yang sedikit. Invasi langsung terhadap pembuluh darah pulmonal oleh sel tumor sangat jarang terjadi. Metastase ke paru dari keganasan yang lain seperti tumor payudara, ginjal, usus, dan esofagus bisa meluas secara langsung ke dalam pohon trakheobrobkhial sehingga timbul hemoptisis. Adenoma endobronkhial bisa berdarah melalui tangkai polipoid dan meluas hingga submukasa dimana merupakan tempat yang kaya akan suplai arteri bronkial dan menyebabkan hemoptisis karena terjadi hipervaskularitas dan kaya akan stroma fibrovaskuler. (Levitzky,et al. Pulmonary pathophysiology, second edition, USA 2005) Nyeri dada Nyeri dada yang dikeluhkan biasanya bersifat unilateral pada sisi tumor berada, rasa nyeri tidak terlokalisasi secara tajam, nyeri bertahan dari beberapa menit hingga jam, dan biasanya tidak bertahan lama. Penyebab nyeri tidak begitu jelas dan tidak mengindikasikan adanya metastase ke pleura. Nyeri dada tidak berkaitan dengan timbulnya batuk, maupun infeksi. Nyeri bahu bisa dikarenakan tumor pancoast yang melibatkan tumor bagian apek atau tumor yang menginvasi diafragma, mengiritasi bagian central dari nervus phrenicus. Reseptor nyeri pada thorax terbatas pada pleura parietalis, mediastinum, dan kemungkinan pada pembuluh darah besar. Pleura parietalis disuplay oleh serat aferen dari saraf intercostalis dan saraf simpatik. Banyak serat saraf, ujung saraf yang bebas, dan beberapa taktil corpuscle di pleura parietal dan jaringan subpleura yang menyebabkan timbulnya persepsi dari nyeri dan

tekanan yang dalam. Meskipun parenkim paru tidak sensitive terhadap nyeri, bronkus dan saraf peribronkial bisa meningkatkan rasa nyeri melalui nervus vagus. Nyeri yang menetap pada pasien dengan karsinoma bronkus bisa mengindikasikan terlibatnya tumor. (clinical manifestations of lung cancer, Leroy hyde and charles l hyde chest 1974) Sesak napas Sistem pengaturan ventilasi terdiri dari : (mosby) 1. Sensor-sensor pengatur sentral 2. Pengatur sentral (pusat pengaturan pernapasan) terletak di otak yang mengintegrasikan dan mengkoordinasikan informasi serta mengirimkan sinyal ke efektor-efektor. 3. Efektor (otot-otot pernapasan termasuk diafragma) yang menghasilkan perubahan dalam pola ventilasi. Gambar 2. Elemen sistem pengaturan pernapasan (kemoreseptor-kemoreseptor perifer dan sentral dan mekanomekanoreseptor pulmonel) yang mengumpulkan dan memberikan informasi pada

Tiga elemen mayor dari sistem pengaturan pernapasan. Sensor-sensor, termaasuk kemoreseptor sentral dan perifer dan mekanoreseptor pulmoner, memberikan informasi ke pusat pengaturan . Sebaliknya, pusat pengaturan pernapasan mengirimkan sinyal-sinyal ke efektor-efektor seperti otot-otot pernapasan dan diafragma. setelah itu stimulasi dari efektor mengurangi aktivitas sensor melalui umpan balik negatif (negative feedback). (mosby)

Sesak napas adalah suatu istilah untuk ungkapkan rasa atau sensasi yang dialami individu dengan keluhan tidak enak atau tidak nyaman saat bernapas, dan bersifat subyektif. Pengalaman subyektif ketidaknyamanan pernapasan yang terdiri dari kualitatif sensasi yang berbeda dalam intesitas yang berbeda-beda. Pengalaman berasal dari interaksi antara faktor fisiologis, psikologis, sosial dan lingkungan. (dyspnea mechanism,assesment n management 99 amj resp) Ketidaksesuaian antara perintah pusat aktivitas motorik pernapasan dan masuknya informasi aferen dari reseptor dalam saluran udara, paru-paru, dan struktur dinding dada. Umpan balik aferen dari reseptor sensorik perifer memungkinkan otak untuk menilai efektivitas motorik mengeluarkan perintah ke otot ventilasi, yaitu ketepatan respon dalam hal arus dan volume untuk perintah. Ketika perubahan dalam tekanan pernapasan, aliran udara, atau gerakan paru-paru dan dinding dada tidak sesuai dengan perintah motorik intensitas dyspnea akan meningkat. Dengan kata lain, suatu disosiasi antara perintah motorik dan tanggapan mekanis dari sistem pernapasan dapat menghasilkan sensasi ketidaknyamanan pernapasan. Informasi tidak hanya timbul di otot ventilasi, tapi informasi juga berasal dari reseptor seluruh sistem pernapasan dan disebut "neuromekanis", atau "eferen-reafferent disosiasi". Pasien dengan beban mekanis pada sistem pernapasan, baik resistif atau elastis, atau kelainan otot pernafasan akan memiliki disosiasi antara informasi aferen eferen selama bernapas. Ketidaksesuaian aktivitas saraf berakibat pada ventilasi mekanis dan berkontribusi pada intensitas sesak napas. (dyspnea.mechanism,assesment n manageent) 2. Gejala intratorasik ekstrapulmoner Adalah gejala yang ditimbulkan bila terjadi penyebaran tumor ke mediastinum yang akan menekan/merusak struktur-struktur didalamnya dengan akibat paralisis diafragma ( menekan nervus phrenikus), paralise korda vokalis (menekan nervus recurrens), sindrom horner ( menekan saraf simpatik), disfagia (menekan esofagus), dan sindroma vena kava superior (menekan vena kava superior). (Amin M, Alsagaff H. Pengantar Ilmu penyakit paru. Surabaya: Airlangga University Press; 1989). 1. Pancoast tumor - nyeri bahu/lengan sisi unilateral - atropi otot lengan - sindroma horner (miosis, enophalmus,ptosis)

2. Sindrom Vena Kava Superios (SVKS) Sindrom vena kava superior (SVKS) muncul bila terjadi gangguan aliran darah dari kepala dan leher akibat berbagai sebab. SVKS merupakan salah satu gejala pada keganasan di paru yang mengganggu aliran darah vena kava superior atau cabang-cabangnya. Kompresi dari luar terhadap VKS dapat terjadi karena vena ini mempunyai dinding tipis dan tekanan intravaskuler yang rendah. Vena kava superior dikelilingi oleh bagian/struktur kaku sehingga relatif mudah terjadi kompresi. Obstruksi dan aliran yang lambat menyebabkan tekanan vena meningkat dan inilah yang menyebabkan timbulnya edema interstisial dan aliran darah kolateral membalik (retrogade collateral flow). Tanda khas untuk SVKS adalah peningkatan gejala disebabkan oleh pertambahan ukuran massa yang bersifat invasif. Sesak nafas adalah keluhan yang paling sering, kemudian leher dan lengan bengkak. Pada keadaan berat selain gejala sesak napas yang hebat dapat dilihat pembengkakan leher dan lengan kanan disertai pelebaran vena-vena subkutan leher dan dada. Berat ringan gejala ini juga dipengaruhi oleh oleh lokasi obstruksi yang terjadi, perluasan proses penyakit penyebab, aliran cabang vena yang tersumbat dan kemampuan vena beradaptasi terhadap perubahan aliran darah. Tanda fisik yang sering ditemukan adalah pembengkakan venavena di leher dan lengan dan edema akibat penumpukan cairan di wajah dan lengan. Tanda klinis yang jarang ditemukan dan biasanya timbul pada keadaan berat adalah sianosis sebagai akibat kurang oksigenasi, Horners syndrome (pupil mengecil, kelopak mata jatuh dan tidak berkeringat di satu sisi wajah) dan paralisis pita suara.(Sindrom Vena Kava Superior, elisna syahruddin, departemen pulmonologi dan kedokteran repirasi FK UII, J Respirasi indo vol 29 no 4 oktober 2009) Tabel.. Gejala klinis sindrom vena kava superior Sesak napas (Dyspnea) Muka bengkak Lengan bengkak Batuk Ortopnea Nyeri dada Sakit kepala Dikutip dari (6,11,12 di jurn respi indo vol 29 no 4 okt 2009) 3. Paralise N.Phrenicus : diafragma letak tinggi, gerakan paradoksal

Disfungsi saraf Phrenikus dapat dilihat pada rontgen thorax yaitu diaphragma letak tinggi. Tumor Pancoast di puncak lobus bagian atas dekat pleksus brakialis, sering menyusupi akar saraf servikal kedelapan dan yang pertama. Ini menyebabkan rasa sakit, perubahan suhu kulit, dan otot sepanjang akar saraf yang berkaitan.(initial evaluation of lung cancer accp 2007) 4. Metastasis extrapulmonal (Jantung, costa, pleura) Karsinoma dari berbagai organ bisa bermetastase ke pleura, namun yang paling sering adalah karsinoma paru. Beberapa pasien dengankeganasan sering dijumpai efusi pleura tanpa keterlibatan pleura itu sendiri dan tidak ditemukan penyebab lain dari efusi pleura tersebut. Obstruksi limfatik merupakan penyebab terbanyak dari efusi paramaligna, dan merupakan mekanisme predominan dari terjadinya akumulasi cairan pada efusi paramaligna. Efek lokal lain dari tumor yang menyebabkan efusi adalah obstruksi bronkhial baik pneumonia maupun atelektasis. Efusi bisa disebabkan efek sistemik dari tumor dan efek samping dari terapi. (pleural diseases related to metastatic malignancy 1997) 3. Gejala ekstratorasik non metastasis Adalah gejala tumor bermanifestasi ke neuromuskuler, endokrin metabolik, jaringan ikat dan tulang, serta vaskuler dan hematologik. Istilah sindroma paraneoplastik (SP) biasanya digunakan untuk identifikasi gejala kanker yang muncul pada tempat jauh. SP adalah sekelompok kelainan klinis yang berkaitan dengan penyakit ganas yang tidak terkait langsung dengan efek fisik primer atau metastasis tumors.(initial evaluation accp 2007) Penyebab terbanyak sindrom paraneoplastik tidak diketahui. Secara umum ada 4 mekanisme yang berperan, yaitu: (buku IPD) 1. Sekresi hormon abnormal 2. Konversi metabolik hormon steroid 3. Produksi serta sekresi sitokin 4. Stimulasi produksi antibodi autoimun Beberapa produk hormon dapat mengubah suatu molekul menjadi bentuk aktif yang mengakibatkan timbul manifestasi klinik sistemik, sar koma dan hepatma dapat mengekspresikan peningkatan aktivitas aromatase yang mengubah androgen menjadi estradiol sehingga terjadi ginekomastia. - Sindrom paraneoplastik endokrin a. Sindroma ektopik cushing

Sindroma ini muncul sebagai sekresi hormon ektopik adrenokortikotropik (ACTH). Gambaran klinis sindroma ektopik cushing yaitu hipokalemia, hiperglikemia, edema, hipertensi, dan kelemahan otot atau atrofi.(initial accp 2007) Dari laboratorium, ditemukan penigkatan kadar ACTH yang tinggi, sedangkan kortisol dalam plasma tidak ditekan oleh dosis rendah atau dosis tinggi test supresi deksametason. (sindroma paraneoplastic review article 2008) b. Hiperkalsemia Tumor menghasilkan hiperkalsemia melalui satu dari tiga cara berikut : 1. Perusakan langsung metastatik pada tulang 2. Humoral hiperkalsemia malignansi (HHM) 3. Lokal osteolitik hiperkalsemia (LOH) Gejala termasuk mual, muntah, sakit perut, sembelit, poliuria, haus, dehidrasi, kebingungan, dan mudah marah. Karsinoma sel skuamosa yang paling sering dikaitkan dengan hypercalcemia. Meskipun metastasis tulang dapat ditemukan pada pasien dengan kanker paru dan hypercalcemia, mekanisme terjadinya hypercalcemia pling sering adalah secara humoral. Peningkatan kadar hormon paratiroid (PTH) terjadi pada kanker paru dengan hypercalcemia. Peningkatan tingkat monofosfat adenosin siklik urin telah dilaporkan terjadi pada pasien kanker paru yang konsisten dengan peningkatan PTH effect. Peningkatan resorpsi tulang sebagai penjelasan terjadinya hypercalcemia telah dikaitkan dengan ini PTH-related protein (PTH-rp) yang dibebaskan oleh sel kanker paru.(initial eval accp 2007) (paraneoplastic sind 2008) c. Sindroma antidiuretik/SIADH (syndrome of inapropriate antidiuresis hormon) Sindroma ini berasal dari produksi arginine vasopressin (AVP) dan antidiuretik hormon (ADH) oleh sel tumor, immunoreaktif AVP terdapat pada 60% kasus KPKSK. Sindroma ini menyebbakan hiponatremia, osmolariti urin yang tinggi dibanding plasma dan konsentrasi natrium urin yang tinggi. Gejala klinis utama disebabkan oleh intoksikasi air kira-kira 68% (hipoosmolariti dan hiponatremia). Sindroma ini juga disebabkan oleh tumor yang memproduksi peptida natriutik seperti hormon atrial natriutik peptida (ANP) yang diproduksi oleh KPKSK, hormon ini disekresi predominan oleh atrium sebagai respon terhadap atrial stretch. SIADH dapat mendahului diagnosis KPKSK dalam beberapa bulan. Gambaran klinis seperti somnolen, kebingungan, natrium < 110 milimol/l dapat terjadi kejang otot, psikotik, koma, kadang sampai kematian. (initial accp 07 dan paran 2008)

d. Sindroma paraneoplastik neurologi Keterlibatan paraneoplastik sistem saraf dapat menyebabkan beberapa sindroma yang dramatis dan melumpuhkan. Yang paling sering berhubungan dengan kanker paru (KPKSK) yaitu 47%, kanker perut 12%, payudara 12%, rahim dan ovarium 9%, kolon 6%. Sindrom neurologis termasuk myasthenic Lambert-Eaton syndrome (LEMS), ensefalopati limbik, polyneuropathy, cerebellar degenerasi, retinopathy, opsoclonus-mioklonus, dan otonom neuropathy. Dalam LEMS, pasien datang dengan keluhan bertahap mulai dari kelemahan ekstremitas proksimal, dan kelemahan ekstremitas atas biasanya kurang terlihat. Walaupun keterlibatan otot extraocular jarang, ptosis sering ditemukan pada sindromn neurologi.(initial accp 2007). Secara patologi ciri-cirinya berupa inflamatori encephalomyelitis, neuromuscular junction abnormalities, degenerasi neuronal, demielinasi, atau mionekrosis. Lokasi anatomik berhubungan dengan proses patologi gambaran klinisnya. Hipotesisnya adalah sindroma ini disebabkan oleh mekanisme autoimun sehingga kanker dan sistim saraf berbagi antigen yang sama, menyebabkan suatu respon imun terhadap antigen sel kanker yang dapat menimbulkan produksi antibodi yang bereaksi silang dengan antigen saraf. d. Sindroma paraneoplastik hematologi - Granulositosis Granulositosis (granulosit > 8000/l) ditemukan kira-kira 30% pada pasien dengan tumor solid. Pasien dengan kanker paru, ovarium dan Bandung kencing didapatkan peningkatan produksi granulocyte colony-stimulating factor (G-CSF), granulocyte-macrophage colonystimulating factor (GS-CSF) dan IL 6. - Eosinofilia Eosinofilia muncul kira-kira 1% pada pasien dengan kanker. Produksi IL 5 akan meningkat sehingga merangsang produksi eosinofil, biasanya pada linfoma atau leukimia. Aktivasi dari transkripsi IL 5 pada linfoma dan leukimia mungkin berhubungan dengan translokasi rantai panjang kromosom 5. kelainan ini ditemukan ada limfoma 10%, kanker paru 3%,serta kadang-kadang pada kanker leher, saluran cerna, ginjal, serta payudara. - Trombositosis Trombositosis terjadi jika didapatkan jumlah trombosis > 400.000 /l dan biasanya berhubungan dengan kanker. Penyebab trombositosis diantaranya IL 6 yang merangsang produksi trombosis sehingga seringkali pasien dengan kanker serta trombositosis ditemukan

jumlah IL 6 yang meningkat. Trombositosis juga disebabkan oleh trombopoetin yang merangsang proliferasi megakariosit sehingga produksi trombosis meningkat. 4. Gejala ekstratorasik metastasis Adalah gejala yang ditimbulkan karena metastasis kanker ke organ-organ lain terutama otak, hati dan tulang. (Amin M, Alsagaff H. Pengantar Ilmu penyakit paru. Surabaya: Airlangga University Press; 1989). Metastasis dari kanker paru yang paling sering terjadi adalah tulang,hati, kelenjar adrenal dan kelenjar getah bening, otak dan sumsum tulang belakang, dan kelenjar getah bening dan kulit. Kanker paru dapat bermetastasis ke hampir semua tulang, meskipun kerangka aksial dan proksimal tulang panjang paling sering terlibat. Hati umumnya terjadi metastasis dari kanker paru. Namun, hasil tes fungsi hati abnormal jarang sampai terjadi metastasis yang besar, atau mereka menghalangi duktus hepatika, sehingga timbul ikterik. Gejala yang paling sering adalah kelemahan dan penurunan berat badan. Metastasis intrakranial terjadi pada 10% pasien kanker paru. Metastasis otak mungkin menimbulkan gejala sakit kepala, mual dan muntah, gejala atau tanda-tanda neurologis, kejang, kebingungan, dan perubahan kepribadian. Paru adalah organ utama dari sekitar &)% kanker yang gejala awalnya berupa kanker otak.(initial evaluation of lung cancer 2007)

Diagnosis Kanker Paru Kanker paru-paru biasanya dicurigai pada individu-individu yang memiliki temuan radiografi dada tidak normal atau memiliki gejala yang disebabkan oleh efek baik lokal maupun sistemik tumor. Metode diagnosis kanker paru-paru tergantung pada jenis kanker paru (yaitu, sel kanker paru kecil atau non-sel kecil kanker paru), ukuran dan lokasi tumor primer, kehadiran metastasis, dan status klinis keseluruhan pasien. Mencapai diagnosis biasanya dilakukan dengan cara yang paling efisien untuk membuat diagnosis sampai dengan tahap disebut kanker. Urutan terbaik dari studi dan intervensi pada pasien tertentu melibatkan penilaian seksama terhadap kemungkinan sejumlah diagnostik dugaan, sehingga untuk memaksimalkan sensitivitas dan menghindari melakukan beberapa prosedur invasif atau tidak perlu (diagnosis of lung cancer the

guidelines,riviera 2003 chest). Diagnosis kanker paru meliputi anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan penunjang, dan histopatologi. (PDPI) Gambaran radiologis Pemeriksaan radiologis adalah salah satu pemeriksaan penunjang yang mutlak dibutuhkan untuk menentukan lokasi tumor primer dan metastasis, serta penentuan stage penyakit berdasarkan sistem TNM. Pemeriksaan radiologi paru yakni foto thorax PA/lateral, bila mungkin computerized tomography (CT)- scan thoraks, bone scan, bone survey, ultrasonography (USG) abdomen, CT otak, Positron Emission Tomography (PET) dan Magneting Resonance Imaging (MRI) dibutuhkan untuk menentukan letak kelainan, ukuran tumor, dan metastasis. a. Foto toraks Sebagian besar kanker paru awalnya muncul di lateral,tapi sebagian besar penyebarannya adalah sentripetal. Lesi yang tetap berada di perifer biasanya prognosisnya lebih baik. Karsinoma sentral, tanda yang utama adalah kolapsparu, konsolidasi, dan adanya pembesaran hillus. Ca bronkogenik Pada foto thorax PA tampak gambaran massa semiopak homogen,bisa sentraldi bronkus primer, perifer dari alveolus, gambaran membulat dengan tepi ireguler. Tumor ini dapat bermetastase ke pulmo yang lain sehingga didapatkan lesi satelit di paru satunya. Gejala bisa berupa batuk lama tak sembuh-sembuh dan disertai darah. erosi. Tumor mediastinum Ciri khasnya adalah tumor berbentuk bersudut yang homogen di mediastinum anterior. Tumor di mediastinum anterior harus dicurigai sebagai tymoma maligna. (radiologi diagnostik rusdy ghazly) Tumor pancoast Tumor terletak di sulkus superior pada apeks, terletak di posterior dan os costa mengalami

b. CT-scan thoraks CT helikal abdomen dan thoraks dengan kontras termasuk liver dan glandula adrenal merupakan pemeriksaan radiologi standar untuk menentukan derajat dari kanker paru. Tumor

primer harus diukur dengan menggunakan window paru dalam 2 dimensi, sumbu axis panjang maksimal dan diameter penpendicular terbesar pada axis panjang. CT scan dapat menggambarkaninvasi ke mediastinum, menunjukkan bahwa tumor mengelilingi sebagian besar pembuluh darah di mediastinum atau bronkhus. (hassan,kaiser,silvestri) Kriteria CT untuk tumor yang bisa di reseksi, diantaranya : (hassan) Perlekatan antara massa dengan mediastinum kurang dari 3 cm Perlekatan melingkar dengan aorta tidak lebih dari 90 Adanya bantalan lemak antara massa dengan mediastinum Kriteria kanker yang tak bisa di reseksi adalah sebagai berikut : Mengenai/ melibatkan karina Tumor mengelilingi, membungkus atau melekat pada aorta, bagian proksimal/ bagian utama dari arteri pulmonalis dextra/ sinistra atau esofagus lebih dari 180. c. Tumor yang perlekatannya > 3 cm dan tanpa invasi yang jelas mungkin sulit untuk dimasukkan ke dalam stadium tertentu.(hassan n wegener) Positron emision tomography (PET) PET merupakan teknik imaging / pencitraan metabolik yang berrdasar pada perbedaan biokimia antara sel-sel normal dan neoplastik. Limfonodi mediastinum yang menjadi tumor menyerap lebih banyak FDG, yaitu analog glukosa yang dilabel dengan 18F. FDG PET dapat memberikan hasil yang akurat dalam menentukan stadium pada penyakit yang melibatkan limfonodi regional pada pasien dengan stadium I KPKBSK. Scan PET negatif pada pasien ini menunjukkan perlunya mediastinoskopi dan mungkin dilakukan torakotomi. FDG-PET dinyatakan sebagai pembantu pengukuran tingkat stadium pada kasus yang menunjukkan perbedaan yang tidak jelas antara N2 dan N3 setelah cara konvensional tidak bisa membedakannya. Pemeriksaan khusus a. Sitologi sputum Sitologi sputum adalah prosedur yang paling tidak invasive untuk mendapatkan diagnosis pasien dengan kecurigaan kanker paru. Keakuratan diagnosis tergantung pada ketelitian

sampling penelitian (paling tidak 3 spesimen) dan teknik yang tepat. Sayangnya masih banyak institusi yang tidak mempunyai program yang standard untuk proses sitologi sputum, sehingga kesensitivannya lebih rendah daripada pemeriksaan lainnya. Sputum sitologi terutama berguna pada kanker paru yang terletak di sentral (missal SCLC atau karsinoma sel skuamous) dan pada penderita dengan keluhan hemoptisis. Pengambilan sampel sputum merupakan langkah pertama pada pasien dengan lesi sentral dengan atau tanpa bukti radiografik atau kecurigaan metastase, dimana prosedur invasif seperti bronkoskopi atau TTNA mempunyai resiko yang tinggi. (diagnosis of lung cancer in primary care2004)Petty TL. The early identification of lung carcinoma by sputum cytology. Cancer 2000; 89 (11 Suppl): 24612564. 81 Murray KL, Duvall E, Salter DM, Monaghan H. Efficacy and patter n of use of sputu m cytolog y as a diagnostic test. Cytopathology 2002; 13: 350354.

b. Bronkoskopi Bronkoskopi adalah pemeriksaan dengan tujuan diagnostik sekaligus dapat dihandalkan untuk dapat mengambil jaringan atau bahan agar dapat dipastikan ada tidaknya sel ganas. Pemeriksaan ada tidaknya masa intrabronkus atau perubahan mukosa saluran napas, seperti terlihat kelainan mukosa, misalnya berbenjol-benjol hiperemis, atau stenosis infiltratif, mudah berdarah. Tampakan yang abnormal sebaiknya diikuti dengan tindakan biopsy tumor/ dinding bronkus, bilasan, sikatan atau kerokan bronkus. Penggunaan bronkoskopi sebagai pemeriksaan penunjang sangat bergantung pada letak lesi. Lesi sentral bisa tampak sebagai masa endobronkhial. Penyebaran submukosal atau tumor peribronkhial bisa menyebabkan kompresi ekstrinsik terhadap bronkus. TTNA TTNA pada lesi perifer bisa dilakukan dengan fluoroskopi atau CT scan guide. Penelitian menunjukkan penggunaan ct guide lebih sensitive dibanding fluoroskopi. Lesi perifer lebih sensitive menggunakan TTNA dibanding bronkoskopi. Ketepatan TTNA sekitar 90% dalam penegakan diagnosis. Namun TTNA tidak punya peran pada pasien dengan lesi pada awal stadium dan kecenderungan untuk dilakukan operasi. (diagnosis of lung cancer, M patricia riviera chest 2003)

KESIMPULAN 1. Keluhan dan gejala klinik penyakit kanker paru tidak spesifik,seperti batuk darah,batuk kronik, berat badan menurun dan gejala lain yang juga dapat dijumpai pada jenis penyakit paru lain 2. Batuk merupakan keluhan paling awal yang dirasakan oleh pasien diikuti dengan sesak napas, pengeluaran sputum dan paling jarang dikeluhkan adalah batuk darah 3. Pemeriksaan radiologis adalah salah satu pemeriksaan penunjang yang mutlak dibutuhkan untuk menentukan lokasi tumor primer dan metastasis, serta penentuan stage penyakit berdasarkan sistem TNM 4. Sitologi sputum adalah prosedur yang paling tidak invasive untuk mendapatkan diagnosis pasien dengan kecurigaan kanker paru 5. Penggunaan bronkoskopi sebagai pemeriksaan penunjang sangat bergantung pada letak lesi 6. Lesi perifer lebih sensitive menggunakan TTNA dibanding bronkoskopi

DAFTAR PUSTAKA