GANGGUAN KESEIMBANGAN.docx
-
Upload
azzone-nda -
Category
Documents
-
view
37 -
download
4
Transcript of GANGGUAN KESEIMBANGAN.docx
GANGGUAN KESEIMBANGAN
Konsep kunci
Gangguan keseimbangan dapat diakibatkan oleh gangguan yang mempengaruhi vestibular pathway,
serebelum atau sensory pathway pada medula spinalis atau nervus perifer.Gangguan keseimbangan
dapat menimbulkan satu atau keduanya dari dua tanda kardinal: vertigo – suatu ilusi tubuh atau
pergerakan lingkungan, atau ataxia – inkoordinasi tungkai atau langkah.
Hemoragik serebelar dan infark menghasilkan gangguan keseimbangan yang membutuhkan diagnosis
segera, karena evakuasi operasi dari hematoma atau infark dapat mencegah kematian karena kompresi
otak.
Pendekatan diagnosis
Keseimbangan adalah kemampuan untuk mempertahankan orientasi tubuh dan bagian-bagiannya dalam
hubungannyag dengan ruang internal. Keseimbangan tergantung pada continous visual, labirintin, dan
input somatosensorius (proprioceptif) dan integrasinya dalam batang otak dan serebelum.
Gangguan keseimbangan dihasilkan dari penyakit yang mempengaruhi sentral atau pathway vestibular
perifer, serebelum atau sensori pathway yang terlibat dalam proprioceptif.
Sebagai gangguan biasanya menunjukkan satu atau dua masalah klinik: vertigo atau ataksia.
Vertigo
Vertigo adalah ilusi dari pergerakan tubuh atau lingkungan. Vertigo dapat dihubungkan dengan gejala-
gejala lain seperti impulsi (suatu sensasi yang menyebabkan tubuh menjadi seperti terlempar atau tertarik
terhadap ruang), oscillopsia (ilusi visual dari pergerakan kedepan dan kebelakang), nausea, vomiting
atau gait ataksia.
Perbedaan antara vertigo dan gejala-gejala lain
Vertigo harus dapat dibedakan dari nonvertiginous dizziness, dimana termasuk sensasi flight-
headedness, pusing atau gamang tanpa dihubungkan dengan ilusi pergerakan. Kebalikannya dari
vertigo, sensasi ini dihasilkan oleh kondisi yang mengganggu suplai otak dari darah, oksigen atau
glukosa, - misalnya stimulasi vagal yang hipotensi orthostatik, aritmia kardiak, iskemia miokardial,
hipoksia atau hipoglikemia. – dan dapat memuncak sampai kehilangan kesadaran. (Sincope, lihat bab 8).
Differential diagnosis
A. Asal anatomik
Langkah pertama mendiferensial diagnosis vertigo adalah dengan melokalisasi proses patologik pada
perifer atau sentral vestibular pathway (gambar 3-1)
Lesi vestibular perifer mempengaruhi labirint telinga tengah atau divisi vestibular dari nervus acustik
(VIII). Lesi sentral mempengaruhi nuklei vestibular batang otak atau pada hubungannya. Yang jarang,
vertigo yang berasal dari kortikal, terjadi sebagai gejala yang dihubungkan dengan kompleks serangan
parsial.
B. Gejala-gejala
Karakteristik pasti vertigo, termasuk adanya beberapa abnormalitas yang berhubungan, dapat membantu
membedakan penyebab perifer dan sentral (tabel3-1)
1. Vertigo perifer cenderung intermitten, berakhir dalam periode singkat dan lebih menghasilkan distress
daripada vertigo yang asalnya sentral. Nistagmus (osilasi ritmik dari bola mata) selalu dihubungkan
dengan vertigo perifer; biasanya unidirectional dan tidak pernah vertikal (lihat dibawah). Lesi perifer
biasanya menghasilkan gejala-gejala tambahan dari telinga tengah atau disfungsi nervus akustik, yaitu
hearing loss dan tinitus.
2. Vertigo sentral dapat terjadi dengan atau tanpa nistagmus; jika ada nistagmus, lesi dapat vertikal,
unidirectional, atau multidirectional dan dapat berbeda pada karakter kedua mata. (nistagmus vertikal
adalah osilasi permukaan vertikal; yang dihasikkan oleh pandangan keatas atau kebawah yang tidak
penting pada tingkat vertikal). Lesi sentral dapat menghasilkan tanda batang otak atau serebelar intrinsik,
seperti defisit motorik atau sensorik, hiperrefleksia, respon plantar extensor, dysarthria, atau ataxia
tungkai atau lengan.
Ataksia
Ataksia adalah inkoordinasi atau clumsiness dari pegerakan yang tidak dihasilkan oleh kelemahan
muskular. Ataksia disebabkan oleh gangguan vestibular, serebelar atau sensorius (proprioceptif). Ataksia
dapat mempengaruhi pergerakan bola mata, kemampuan berbicara (menghasilkan dysarthria), tungkai
sebagian, trunkus, cara berdiri atau melangkah (tabel 3-2).
Ataksia vestibular
Ataksia vestibular dapat dihasilkan oleh lesi yang sama pada sentral dan perifer yang menyebabkan
vertigo. Nystagmus seringkali muncul dan secara khas unilateral dan paling nyata pada pandangan
menjauhi sisi vestibular yang terlibat. Disarthria tidak terjadi.
Ataksia vestibular tergantung gravitas: inkoordinasi tungkai yang terlibat tidak terlihat saat pasien
diperiksa pada posisi berbaring tengkurap tapi akan terlihat saat pasien mencoba untuk berdiri atau
berjalan.
Ataksia serebelar
Ataksia serebelar dihasilkan oleh lesi serebelum atau pada hubungan afferent atau efferent dalam
pedunkula serebelar, nukleus merah, pons atau medula spinalis (gambar 3-2). Oleh karena hubungan
persilangan antara korteks serebelar frontal dan serebelum, penyakit frontal kadang-kadang juga mirip
dengan gangguan hemisfer serebelar kontralateral. Manifestasi klinik ataksia serebelar tediri dari
iregularitas kecepatan, ritmik, amplitudo dan kekuatan pergerakan volunter.
A. Hipotonia
Ataksia serebelar biasanya dihubungkan dengan hipotonia, yang mengakibatkan penderita kurang baik
mempertahankan postur. Tungkai atau lengan biasanya mudah dirubah oleh kekuatan yang relatif kecil
dan saat berjabat tangan dengan pemeriksa, memperlihatkan peningkatan jarak penyimpangan. Jarak
ayunan lengan selama berjalan peningkatannya sama. Refleks tendon terletak pada kualitas pendular,
sehingga beberapa osilasi lengan atau tungkai dapat terjadi sesudah refleks didapatkan, walaupun tidak
ada peningkatan laju refleks. Saat otot berkontraksi melawan tahanan yang kemudian dilepaskan, otot
antagonis gagal untuk menyesuaikan pergerakan dan kompensasi relaksasi otot yang tidak terjadi pada
waktunya. Ini menghasilkan rebound movement dari tungkai atau lengan.
B. Inkoordinasi
Sebagai tambahan untuk hipotonia, ataksia serebelar dihubungkan dengan inkoordinasi pergerakan
volunter. Pergerakan sederhana onsetnya terlambat, dan laju akselerasi dan deselerasinya menurun.
Laju ritme, amplitudo dan kekuatan pergerakan mengalami fluktuasi, mengasilkan sentakan-sentakan.
Oleh karena iregularitas ini paling menonjol selama awal dan akhir pergerakan, menghasilkan manifestasi
klinik yang paling nyata termasuk dysmetria terminal, atau ‘melampaui,’ saat tungkai atau lengan
mengarah langsung pada target, dan intention tremor saat tungkai atau lengan mencapai target.
Kompleks pergerakan lebih cenderung asinergia. Pergerakan yang melibatkan perubahan cepat dalam
arah atau kompleksitas fisiologis yang lebih besar, seperti berjalan, paling berat dipengaruhi.
C. Hubungan dengan abnormalitas ocular
Oleh karena serebelum memiliki peran yang menonjol pada kontrol pergerakan mata, abnormalitas okular
sering merupakan akibat dari penyakit serebelar. Ini termasuk nistagmus dan hubungan osilasi okular,
parese tatapan, dan saccadic yang kurang baik dan gerakan-gerakan mencari.
D. Tanda-tanda klinik pada distribusi basis anatomi
Berbagai daerah anatomi serebelum (gambar 3-3), secara fungsional berbeda, dihubungkan dengan
organisasi somatotropik motorik, sensorik visual dan koneksi auditoriusnya (ganbar 3-4).
Lesi midline – zona tengah serebelum – vermis dan lobus flocculonodular dan hubungan nuklei
subkortikalnya (fastigial) – terlibat dalam kontrol dan fungsi aksial, termasuk pergerakan mata, postur
kepala dan trunkus, cara berdiri, dan melangkah. Penyakit midline serebral menghasilkan sindrom klinik
yang dikarakteristik oleh nistagmus dan gangguan lain dari motilitas okular, osilasi kepala dan trunkus
(titubasi), instabilitas sikap berdiri, dan gait ataksia (tabel 3-3). Keterlibatan selektif dari vermis serebelar
superior, seperti yang biasa terjadi pada degenerasi serebral alkoholik menghasilkan semata-mata atau
ataksi primer gait, seperti yang dapat diprediksi melalui peta somatotropik dari serebelum (lihat gambar 3-
4).
Lesi-lesi hemisfer – zona-zona lateral dari serebelum (hemisfer serebelum) membantu untuk pergerakan
koordinasi dan mempertahankan irama pada lengan atau tungkai ipsilateral. Hemisfer juga memiliki
peranan dalam regulasi tatapan ipsilateral. Gangguan yang mempengaruhi hemisfer serebelar yang
menyebabkan hemiataksia ipsilateral dan hipotonia dari tungkai atau lengan, seperti juga nistagmus dan
transient ipsilateral gaze (tatapan) paresis (suatu ketidak mampuan untuk melihat secara volunter kearah
sisi yang dipengaruhi). Dysarthria dapat juga terjadi dengan lesi-lesi paramedian pada hemisfer
serebelar kiri.
Penyakit diffus – beberapa gangguan serebelar – toksik khas, metabolik, dan kondisi degeneratif –
mempengaruhi serebelum secara difus. Gambaran klinik seperti pada keadaan kombinasi gambaran
penyakit hemisfer midline dan bilateral.
Ataksia sensorius
Ataksia sensorius dihasilkan dari gangguan yang mempengaruhi proprioceptif pathway dalam nevus
sensorius perifer, sensory root, kolumna posterior medula spinalis, atau lemnisci medial. Lesi talamus
dan lobus parietal merupakan penyebab jarang dari hemiataksia sensorius kontralateral. Sensasi posisi
sendi dan pergerakan (kinesthesis) mula-mula pada korpuskulae pacinin dan nevus unencapsulat
berakhir pada sendi kapsul, ligamen-ligamen, otot dan periosteum. Sensasi ditransmisikan lewat serat
mielin yang tebal, suatu serat yang primernya merupakan neuron afferent, yang masuk dorsal horn
medula spinalis dan naik tanpa melewati kolumna posterior (gambar 3-5). Informasi proprioceptif dari
tungkai disampaikan secara medial pada fasikulus gracilis, dan informasi dari lengan disampaikan secara
lateral yang terletak fasikulus kutaneus. Traktus ini bersinap pada neuron sensorius urutan kedua dalam
nukleus gracilis dan nukleus kutaneus pada medula bawah. Second-order neuron berdekusasi sebagai
serat arkuata internal dan ascenden pada lemnikus medial kontralateral. Mereka berakhir pada nukleus
ventral posterior dari thalamus, dari sini, neuron sensorius third-order berlanjut ke korteks parietal.
Ataksia sensorius polineuropathy atau lesi-lesi kolumna posterior secara khas mempengaruhi langkah
dan tungkai secara simetrik; lengan terlibat sedikit luas atau meluas secara menyeluruh. Pemeriksaan
menunjukkan gangguan sensasi posisi sendi dan pergerakan yang dipengaruhi oleh tungkai atau lengan,
dan rasa vibrasi biasa juga terganggu. Vertigo nistagmus, dan disarthria yang khas tidak ada.
RIWAYAT
Gejala dan Tanda
A. Vertigo
Vertigo sebenarnya harus dapat dibedakan dari light-headed atau sensasi presyncopal. Vertigo secara
khas dideskripsikan sebagai rasa berputar, rotasi atau pergerakan, tapi saat dideskripsikan menjadi
samar, pasien harus ditanyai secara spesifik jika gejala yang ada berhubungan dengan rasa pergerakan.
Keadaan seputar gejala-gejala yang terjadi dapat membantu secara diagnosis. Vertigo sering timbul
dengan perubahan posisi kepala. Gejala-gejala yang terjadi sering timbul sesudah prolonge recumbency
adalah gambaran yang sering terjadi pada hipotensi ortostatik, dan dizzines nonvertigo dihubungkan
dengan vertigo sebenarnya. Jika masalah sudah diidentifikasi sebagai vertigo, gejala-gejala yang
berhubungan dapat membantu melokalisasi sisi yang terlibat. Keluhan hearing loss atau tinitus kuat,
diduga adanya gangguan dari aparatus vestibular perifer (labirin atau nervus akustik). Disartria,
disphagia, diplopia atau kelemahan fokal atau sensory loss yang mempengaruhi wajah atau tungkai
menunjukkan kemungkinan lesi sentral (batang otak).
B. Ataksia
Ataksia dihubungkan dengan vertigo diduga terjadi kerusakan pada vestibular, apakah ada numbness
atau tingling pada tungkai, sering terjadi pada pasien dengan ataksia sensorius. Oleh karena defisit
proprioceptif dapat mengalami perluasan, dikompensasi melalui isyarat sensorius, pasien dengan ataksia
sensorius dapat mengeluhkan bahwa keseimbangan mereka terganggu saat mereka melihat kaki mereka
saat berjalan atau saat menggunakan tongkat. Mereka juga menemukan bahwa mereka tidak stabil
dalam keadaan gelap dan dapat mengalami kesulitan khusus dalam menaiki tangga.
Onset dan rangkaian waktu
Menentukan waktu terjadinya gangguan dapat menduga penyebabnya. Onset tiba-tiba ketidak
seimbangan terjadi pada infark dan hemoragik batang otak atau serebelum (misalnya, sindrome
medulari lateral, hemoragik atau infark serebelar). Episodik disequilibrium dari onset akut diduga transient
ischemik attack pada distribusi arteri basiler, benigna positional vertigo, atau Menieres’s disesae. Ketidak
seimbangan dari transient ischemik attack yang biasanya bersamaan dengan defisit nervus kranial, tanda
neurologik pada tungkai, atau keduanya. Meniere disease biasanya dihubungkan dengan progresive
hearing loss dan tinitus demikian juga vertigo.
Kronik, ketidak seimbangan progresif dalam jangka waktu beberapa minggu atau bulan paling sering
diduga oleh karena toksik atau gangguan nutrisi (misalnya, defisiensi vitamin B12 atau vitamin E,
paparan nitrik oksida). Perkembangan yang melebihi beberapa bulan-tahun dikarakteristik oleh
degenerasi spinocerebelar yang diturunkan.
Riwayat medis
Riwayat medis harus diteliti untuk menemukan fakta penyakit yang mempengaruhi sensory pathway
(defisiensi vitamin B12, syphilis) atau serebelum (hypothyroidisme, syndrome paraneoplastik, tumor) dan
obat yang menghasilkan ketidak seimbangan dengan merusak vestibular atau fungsi serebelar (ethanol,
obat sedatif, phenytoin, antibiotik aminoglikosida, quinin, salisilat).
Riwayat keluarga
Gangguan herediter degeneratif dapat menyebabkan ataksia serebelar progresif. Sebagai gangguan
yang melibatkan degenerasi spinocerebelar, Friedreich’s ataksia, ataksia-telangiektasi, dan Wilson’s
disease.
PEMERIKSAAN FISIK UMUM
Berbagai gambaran dari pemeriksaan fisik umum dapat menyediakan petunjuk apa yang mendasari
penyakit ini. Hipotensi ortostatik dihubungkan dengan gangguan sensorius khusus yang menghasilkan
ataksia – yaitu, tabes dorsalis, polyneuropathy – dan dengan beberapa kasus degenerasi spinoserebelar.
Kulit dapat memperlihatkan telangiektasi okulokutaneus (ataksia-telangiektasi), atau kulit dapat terlihat
kering, dengan rambut yang rapuh (hypothyroidisme) atau terlihat berwarna kuning seperti lemon
(defisiensi vitamin B). Pigmentasi kornea (Kayser-Fleischer) ring terlihat pada Wilson’s disease (lihat bab
7).
Abnormalitas skeletal dapat muncul. Kyphoscoliosis adalah tanda khas pada ataksia Friedreich’s
disease; sendi hipertrofi atau hiperekstensibel biasanya pada tabes dorsalis dan pes cavus merupakan
gambaran nyata neuropathi herediter. Abnormalitas pada junction craniocervical dapat dihubungkan
dengan malformasi Arnold-Chiari atau abnormalitas kongenital lain yang melibatkan fossa posterior.
PEMERIKSAAN NEUROLOGIK
Pemeriksaan status mental
Suatu keadan konfusional akut dengan ataksia merupakan ciri khas intoksikasi etanol atau obat sedatif
danWernicke’s encephalopathy.
Demensia dengan ataksia serebelar terlihat pada penyakit Wilson, Creutsfel-Jacobs disease,
hipotiroidisme, sindrome paraneoplastik dan beberapa degenerasi spinocerebelar. Demensia dengan
ataksia sensorius diduga disebabkan oleh taboparesis syphilistik atau defisiensi vitamin B12.
Korsakiff’s disease syndrome dan ataksia serebelar dihubungkan dengan alkoholisme kronik.
Berdiri dan melangkah
Observasi berdiri dan melangkah sangat membantu dalam membedakan antara serebelar, vestibular dan
ataksia sensorius. Pada beberapa pasien ataksia, berdiri dan melangkah dengan dasar melebar dan
tidak stabil, sering dihubungkan dengan pergerakan terhuyung-huyung atau tiba-tiba.
A. Berdiri
Pasien ataksia yang diminta berdiri dengan kedua kaki bersamaan dapat memperlihatkan keengganan
atau ketidak mampuan untuk melakukannya. Dengan desakan persisten, pasien secara berangsur-
angsur bergerak dengan kaki saling medekat tapi akan meninggalkan ruang antar keduanya. Pasien
dengan ataksia sensorik dan beberapa dengan ataksia vesetibular, meskipun pada akhirnya mampu
untuk berdiri dengan kedua kakinya, kompensasi terhadap kehilangan satu sumber input sensorius
(proprioceptif atau labyrintin) dengan yang mekanisme lain (yaitu visual). Kompensasi ini diperlihatkan
pada saat pasien menutup mata, mengeliminasi isyarat visual. Dengan gangguan sensorius atau
vestibular, keadaan tidak stabil meningkat dan dapat mengakibatkan pasien jatuh (tanda Romberg).
Dengan lesi vestibular, kecenderungan untuk jatuh kesisi lesi. Pasien dengan ataksi serebelar tidak
mampu mengadakan kompensasi terhadap defisit dengan menggunakan input visual dan ketidak
mampuan pada tungkai mereka apakah pada saat mata tertutup ataupun terbuka.
B. Melangkah
Langkah terlihat dalam ataksia serebelar dengan dasar-luas, sering dengan keadaan terhuyung-huyung
dan dapat diduga sedang mabuk. Osilasi kepala dan trunkus (titubasi) dapat juga ada. Jika lesi hemisfer
serebelar unilateral yang bertanggung jawab, maka kecenderungan yang terjadi adalah deviasi kearah
sisi lesi saat pasien mencoba untuk berjalan pada garis lurus atau lingkaran atau berbaris pada tempat
dengan mata tertutup. Langkah tandem (tumit ke jari kaki).
Pada ataksia sensorius langkah juga dengan dasar-lebar dan langkah tandem rendah. Sebagai
tambahan, saat berjalan khas dikarakteristik oleh mengangkat kaki tinggi dari tanah dan membanting
kebawah dengan kuat (steppage gait) karena kerusakan proprioceptif. Stabilitas dapat diperbaiki secara
dramatikal dengan membiarkan pasien menggunakan tongkat atau sedikit mengistirahatkan tangan pada
lengan pemeriksa untuk sokongan. Jika pasien dapat berjalan dalam gelap atau dengan mata tertutup,
gait lebih banyak lagi dipengaruhi.
Gait ataksia dapat juga menjadi manifestasi dari gangguan konversi (gangguan konversi dengan gejala
motorik atau difisit) atau malinggering. Membedakannya sangat sulit, isolasi gait ataksia tanpa ataksia
dari tungkai pasien dapat dihasilkan oleh penyakit yang mempengaruhi vermis serebelar superior.
Observasi yang sangat membantu dalam mengidentifikasi fakta gait ataksia yang dapat menyebabkan
ketidak stabilan pada pasien dengan langkah terhuyung-huyung, dapat mengalami perbaikan dalam
kemampuan mereka tanpa jatuh. Perbaikan keseimbangan dari posisi yang tidak stabil, membutuhkan
fungsi keseimbangan yang sempurna.
Nervus Oculomotor (III), Trochlearis (IV), Abducent (VI), & Acustic (VIII)
Abnormalitas fungsi saraf okular dan vestibular secara khas muncul pada penyakit vestibular dan sering
bersamaan dengan lesi serebelum. (Pemeriksaan nervus kranial III, IV dan VI akan didiskusikan lebih
detail pada bab 5).
A. Penjajaran okular
Mata diperiksa pada posisi primer dari pandangan (melihat secara langsung ke depan) untuk mendeteksi
ketidak sejajaran bidang horisontal atau vertikal.
B. Nystagmus dan Pergerakan Volunter Mata
Pasien disuruh untuk mengikuti dengan mata setiap petunjuk utama untuk pandangan (kiri, atas dan kiri,
kebawah dan kiri, kanan, atas dan kanan, bawah dan kanan; lihat bab 5), untuk menentukan apakah ada
paresis pandangan (rusaknya kemampuan untuk menggerakkan 2 mata secara koordinat pada beberapa
petunjuk utama pandangan) atau pandangan yang menimbulkan nistagmus jika ada. Nistagmus – suatu
osilasi abnormalitas involunter dari mata – dikarakteristik dalam istilah posisi-posisi pandangan dimana
nistagmus terjadi, amplitudonya, dan arah fase cepat. Pendular nystagmus memiliki kecepatan yang
sama pada kedua arah pergerakan bola mata; jerk nystagmus dikarakteristik oleh kedua fase, cepat
(induksi vestibular) dan lambat (kortikal). Arah jerk nystagmus didefinisikan sebagai arah komponen
cepat. Pergerakan-pergerakan volunter mata yang cepat (saccades) diperoleh melalui perubahan
pandangan pasien yang cepat dari satu target ke tempat lain dalam bagian berbeda dari lapangan
pandang. Pergerakan volunter mata yang lambat (pursuit) dinilai dengan pergerakan mata pasien
mengikuti target yang bergerak lambat seperti jari pemeriksa.
Gangguan vestibular perifer menghasilkan unidirectional horizontal jerk nystagmus yang maksimal pada
pandangan meninggalkan sisi yang terlibat. Gangguan vestibular sentral dapat menyebabkan
unidirectional atau bidirectional horizontal nystagmus, atau paresis pandangan. Lesi serebelar
dihubungkan dengan jarak lebar dari abnormalitas okular, termasuk parese pandangan, saccade
defective atau pursuit, nystagmus pada beberapa atau seluruh arah, dan diysmetria okular (melampaui
target visual selama pergerakan mata saccadic).
Nystagmus pendular biasanya diakibatkan oleh gangguan visual yang dimulai pada masa pertumbuhan.
C. Pendengaran
Persiapan pemeriksaan nervus akustik (VIII) termasuk inspeksi ototscopic canal auditorius dan membran
timpany, penilaian ketajaman pendengaran tiap telinga, dan tes Weber dan Rinne dilakukan dengan
garpu tala 256 Hz.
Pada tes Weber, unilateral sensorius hearing loss (dari lesi koklea atau nervus koklea) menyebabkan
pasien menerima bunyi yang dihasilkan oleh vibrasi garpu tala yang ditempatkan pada verteks tengkorak
seperti datang dari telinga normal dengan gangguan konduksi (telinga luar atau tengah), bunyi
terlokalisasi pada telinga abnormal.
Tes Rinne juga dapat membedakan defek antara sensorineural atau konduktif pada telinga. Konduksi
udara (dites dengan menempatkan garpu tala yang sudah divibrasi selanjutnya pada canal auditorius
eksternal) secara normal akan menghasilkan bunyi yang lebih keras daripada konduksi tulang (dites
dengan menempatkan dasar garpu tala pada tulang mastoid). Pola ini juga terjadi dengan lesi nervus
akustik tapi kebalikannya terjadi pada tuli konduksi (tabel 3-4).
D. Tes posisi
Saat pasien menunjukkan bahwa vertigo terjadi dengan perubahan posisi, manuver Nylen-Bárány atau
Dix-Hallpike (gambar 3-6) digunakan untuk mencoba memancarkan kembali keadaan sekitar. Kepala
diputar ke kanan, dengan cepat direndahkan 30 derajat horisontal kebawah sambil pandangan
dipertahankan pada sisi kanan. Proses ini diulangi dengan kepala dan mata dibelokkan ke kiri dan
kemudian diluruskan kedepan. Mata diobservasi untuk terjadinya nystagmus, dan pasien ditanyai untuk
mencatat onset, severitas dan berhentinya vertigo.
Nystagmus posisi dan vertigo biasanya dihubungkan dengan lesi vestibular perifer dan paling sering
gambaran vertigo positional benign. Ini adalah karateristik khas distress berat, latency beberapa detik
antara asumsi posisi dan onset vertigo dan nystagmus, tendensi respon untuk remisi spontan (fatigue)
saat posisi dipertahankan, dan pelemahan dari respon (habituasi) sebagai posisi yang terganggu
diperkirakan secara berulang (tabel 3-5). Vertigo posisi dapat juga terjadi pada penyakit vestibular
sentral.
E. Tes kalori
Gangguan pada vestibular pathway dapat dideteksi dengan tes kalori. Pasien ditempatkan supine dengan
kepala elevasi 30 derajat untuk membuat kanal semisirkular lateral pada posisi tegak lurus. Tiap kanal
telinga diirigasi dengan air dingin (33 0 C) atau hangat (440C) dalam 40 detik, dengan sedikitnya 5 menit
antara tes. Air hangat cenderung menghasilkan ketidak nyamanan yang kurang dibandingkan dengan air
dingin. Peringatan: tes kalori harus didahului oleh pemeriksaan otoskopik dengan teliti, dan tidak dapat
dikerjakan jika membran timpani mengalami perforasi.
Pada pasien normal yang bangun, stimulasi kalori air-dingin menghasilkan nystagmus dengan fase
lambat kearah telinga yang diirigasi dan fase lambat menjauhi. Irigasi air hangat mengasilkan respon
yang sebaliknya.
Pada pasien dengan labirintin unilateral, nervus vestibular, atau disfungsi nuklear vestibular, irigasi sisi
yang dipengaruhi gagal untuk menyebabkan nystagmus atau memperoleh nystagmus pada onset
berikutnya atau durasinya singkat dibanding sisi normal.
Nervus Kranial Lain
Papiledema dihubungkan dengan disequilibrium diduga suatu massa lesi intrakranial, biasanya pada
fossa posterior, yang menyebabkan peningkatan tekanan intrakranial. Neuropathy optik dapat terlihat
pada multiple sclerosis, neurosyphilis, atau defisiensi vitamin B12. Depresi refleks kornea atau facial
palsy ipsilateral pada lesi (dan ataksia) dapat menyertai tumor sudut serebellopontine. Kelemahan lidah
atau palatum, suara parau, atau disphagia dihasilkan dari penyakit batang otak bawah.
Sistem motorik
Pemeriksaan fungsi motorik pada pasien dengan ganguan keseimbangan akan membedakan pola dan
berat ringannya ataksia dan menyingkapkan keterlibatan piramidal, extrapiramidal atau nervus perifer
yang dapat diduga sebagai penyebab. Gambaran klinik membantu membedakan penyakit serebelar dari
penyakit yang melibatkan sistem motorik yang lain, diringkaskan pada tabel 3-6.
A. Ataksia dan gangguan tonus otot
Penilaian tonus otot seperti yang didiskusikan pada bab 6. Stabilitas trunkus dinilai pada pasien dengan
posisi duduk, dan masing-masing tungkai diperiksa.
Pergerakan lengan pasien diobservasi dengan meletakkan jari pasien didepan hidung atau dagu dan
menggerakkan kedepan dan kebelakang dan jari pemeriksa. Pada serebelar ataksia ringan, intensional
tremor secara khas terlihat pada permulaan dan akhir setiap gerakan, dan pasien dapat melampaui
target.
Saat pasien diminta untuk menaikkan lengan dengan cepat agar lebih tinggi, - atau saat lengan
memanjang dan menjulur di depan pasien, dan dipindahkan dengan kekuatan tiba-tiba – akan terjadi
overshoot (melampaui target) atau rebound. Gangguan pada kemampuan untuk mengecek kekuatan
kontraksi muskular dapat juga diperlihatkan melalui pasien dengan tiba-tiba melenturkan lengan pada
siku melawan tahanan – dan kemudian kekuatan yang diberikan pada lengan dihentikan tiba-tiba. Jika
pada tungkai ataksia, akan melanjutkan kontraksi tanpa tahanan, dan dapat menyebabkan tangan
menampar bahu atau wajah pasien.
Ataksia pada tungkai dapat diuji pada posisi supine dengan menaikkan dan menurunkan tumit kaki
secara halus.
Ataksia dari beberapa tungkai memberikan refleksi iregularitas pada laju, ritme, amplitudo dan kekuatan.
Hipotonia dikarakteristik oleh gangguan serebelar; dengan lesi hemisfer serebelar unilateral, tungkai
ipsilateral hipotonik.
Hipertonia ekstrapiramidal (rigiditas) terjadi pada ataksia serebelar penyakit Wilson, degenerasi
hepatocerebelar didapat, Creutzfeldt-Jacob disease, dan tipe-tipe tertentu dari degenerasi
olivopontocerebellar.
Ataksia degnan spastisitas dapat terlihat pada multiple sclerosis, tumor fossa posterior atau anomali
kongenital, iskemia atau infark vertebrobasiler, degenerasi olivopontocerebellar, Friedreich’s dan ataksia
herediter lain, neurosyphilis, Creutzfeldt-Jacob disease dan devisiensi vitamin B12.
B. Kelemahan
Pola beberapa kelemahan dapat diperiksa. Kelemahan neuropatik distal dapat disebabkan oleh
gangguan yang menghasilkan ataksia sensorius, seperti polyneuropathy dan ataksia Friedreich.
Paraparesis dapat terjadi bersamaan pada ataksia dengan defisiensi vitamin B12, multiple sclerosis, lesi
foramen magnum, atau tumor medula spinalis. Ataksia quadriparesis, hemiataxia dengan hemiparesis
kontralateral, atau hemiparesis ataksik diduga karena adanya lesi pada batang otak.
C. Abnormalitas pergerakan involunter
Asterixis dapat terjadi pada ensephalophaty hepatik, degenerasi hepatoserebelar didapat, atau
ensephalopathy metabolik lain. Myoclonus dapat terjadi pada kondisi yang sama dengan asterixis dan
merupakan manifestasi yang menonjol dari penyakit Creutzfeldt-Jacob. Chorea dapat dihubungkan
dengan tanda serebelar Wilson’s disease, degenerasi hepatoserebral didapat, atau ataksia
telangiektasia.
Sistem sensorius
A. Rasa posisi sendi
Pada pasien dengan ataksia sensorius, posisi rasa sendi selalu terganggu pada tungkai dan dapat
kerusakannya juga sama pada lengan. Test diselesaikan dengan meminta pasien untuk menemukan
pergerakan pasif dari sendi, mulai secara distal dan bergerak ke proksimal, untuk menetapkan defisit
level atas tiap tungkai. Abnormalitas rasa posisi dapat juga diperlihatkan dengan menempatkan satu
tungkai dan mata pasien ditutup, tempatkan tungkai yang satunya pada posisi yang sama.
B. Rasa vibrasi
Persepsi sensasi rasa vibrasi sering terganggu pada pasien dengan ataksia sensorius. Pasien diminta
untuk mendeteksi vibrasi garpu tala dengan frekuensi 128 Hz pada penonjolan tulang. Sekali lagi, secara
berurutan sisi yang lebih proksimal dites untuk menentukan level defisit atas masing-masing tungkai atau
daripada trunkus. Ambang pasien untuk mengapresiasikan vibrasi dibandingkan dengan kemampuan
pemeriksa sendiri untuk mendeteksi getaran pada tangan dengan garpu tala.
Refleks-refleks
Refleks tendon secara khasnya hipoaktif, dengan kualitas pendular, pada gangguan serebellar; lesi
serebelar unilateral menghasilkan hiporefleksia ipsilateral. Hiporefleksia tungkai adalah manifestasi yang
menonjol pada friedreich’s ataksia, tabes dorsalis, dan polyneuropathy yang menyebabkan ataksia
sensorius. Refleks hiperaktif dan respon plantar ekstensor dapat bersamaan dengan ataksia disebabkan
oleh multiple sclerosis, defisiensi vitamin B12, lesi batang otak fokal, dan degenerasi olivopontocerebellar
atau spinocerebellar khusus.
STUDI PENELITIAN
Pemeriksaan darah
Pemeriksaan darah dapat menyingkapkan abnormalitas hematologik yang dihubungkan dengan
defisiensi vitamin B12, penurunan level hormon tiroid pada hipotiroidisme, peningkatan enzim hepatik dan
rendahnya ceruloplasmin dan konsentrasi copper pada Wilson’s disease, defisiensi immunoglobulin dan
elevasi α-fetoprotein pada ataksia telangiektasi, antibodi terhadap antigen sel Purkinje pada degenerasi
serebelar paraneoplatik, atau abnormalitas genetik dihubungkan dengan degenerasi spinoserebelar
herediter.
Pemeriksaan cairan serebrospinal
Cairan serebrospinal (CSF) memperlihatkan elevasi protein pada sudut tumor cerebellopontine (misalnya,
neuroma akustik), tumor batang otak atau medula spinalis, hipotiroidisme, dan beberapa polineuropathy.
Peningkatan protein dengan pleocytosis biasanya ditemukan dengan infeksi atau ensefalitis
parainfeksious, degenerasi paraneoplastik serebelar, dan neurosyphilis. Walaupun tekanan elevasi dan
darah CSF sebagai ciri cerebral hemoragik, punksi lumbal adalah kontraindikasi jika diduga terdapat
perdarahan serebelar. CSF VDRL reaktif pada tabes dorsalis, dan oligoclonal imunoglobulin G (IgG) band
dapat terlihat pada multiple sclerosis atau gangguan inflamasi lain.
Imaging
CT scan berguna untuk memperlihatkan tumor fossa posterior atau malformasi, infark atau perdarahan
serebelar, dan atrofi serebelar yang dihubungkan dengan gangguan degeneratif. MRI menyediakan
visualisasi yang lebih baik dari lesi fossa posterior, termasuk serebelopontine angle tumor, dan superior
CT scan untuk mendeteksi lesi dari multiple sklerosis.
Tes bangkitan potensial
Tes bangkitan potensial, khususnya optik pathway (potensial bangkitan visual), dapat membantu
mengevaluasi pasien dengan dugaan multiple sclerosis. Bangkitan auditorius batang otak dapat
abnormal pada pasien dengan cerebellopontine angle tumor walaupun dengan CT scan tidak
memperlihatkan adanya abnormalitas.
X-ray dada dan echocardiografi
X-ray dada atau echocardiogram dapat memperlihatkan adanya cardiomiopathy dihubungkan dengan
ataksia Friedreich. X-ray dada dapat juga memperlihatkan adanya tumor paru pada degenerasi cerebelar
paraneoplastik.
Penelitian khusus
Pada gangguan vestibuler, tiga penelitian khusus dapat membantu
A. Audiometry
Audiometri digunakan bila gangguan vestibular dihubungkan dengan kerusakan auditorius; audiometri
dapat membedakan konduktif, labirintin, nervus akustik, dan penyakit batang otak.
Tes-tes pure tone hearing abnormal saat bunyi ditransmisikan melalui udara dengan tuli konduksi dan
saat ditransmisikan melalui udara ataupun tulang dengan gangguan labyrintine atau nervus akustik.
Diskriminasi suara adalah tanda kerusakan yang ditimbulkan oleh lesi nervus akustik, dan kerusakan
kurang dengan gangguan labirin. Diskriminasi suara normal pada keterlibatan konduktif atau batang otak.
B. Electronystagmography (ENG)
Tes ini dapat digunakan untuk mendeteksi dan mengkarakteristik nystagmus, termasuk untuk
memperoleh stimulasi kalori.
C. Auditory Evokec Response
Tes ini dapat melokalisir gangguan vestibular dan gambarannya sangat membantu dalam mendiferensial
diagnosis, seperti yang diuraikan pada tabel 3-7.
VERTIGO POSISI JINAK
Vertigo posisi terjadi pada posisi kepala yang khusus. Vertigo posisi biasanya dihubungkan dengan lesi
vestibular perifer ataupun sebagai akibat penyakit sentral (batang otak atau serebelar).
Vertigo posisi jinak paling sering disebabkan oleh vertigo yang asalnya perifer, kira-kira 30 % kasus.
Yang paling sering diidentifikasi adalah karena trauma kepala, namun dalam beberapa hal, penyebabnya
tidak dapat ditentukan. Dasar fisiologis vertigo posisi jinak adalah melalui canalolilthiasis – stimulasi kanal
semisirkular oleh debris yang mengapung dalam endolimph.
Sindrome dikarakteristik oleh episode singkat (detik sampai menit) dari vertigo berat yang dapat
bersamaan dengan nausea dan vomiting. Gejala-gejala dapat terjadi pada beberapa perubahan posisi
kepala tapi biasanya paling berat pada posisi dekubitus lateral dengan dipengaruhi oleh posisi telinga
rendah. Episodik vertigo secara berlanjut dalam beberapa minggu dan kemudian menghilang dengan
spontan; pada beberapa kasus vertigo dapat rekuren. Kehilangan pendengaran bukan suatu gambaran.
Penyebab perifer dan sentral vertigo posisi biasanya dapat dibedakan pada pemeriksaan fisik dengan
menggunakan manuever Nylen-Bárány atau Dix-Hallpike (telah didiskusikan sebelumnya; lihat gambar 3-
6). Nystagmus posisi selalu bersamaan dengan vertigo pada gangguan ringan dan secara khas
unidirectional, rotatory, dan onset yang lambat dalam beberapa detik sesudah perubahan posisi kepala
dengan cepat. Jika posisi dipertahankan, nystagmus dan vertigo berubah dalam beberapa detik sampai
menit. Jika manuever di ulangi sempurna, respon melemah. Sebaliknya, vertigo posisi dengan asal
sentral cenderung kurang berat, dan nystagmus posisi mungkin tidak ada. Tidak ada latensi, fatique,
atau habituasi pada vertigo posisi sentral.
Arah utama penanganan pada banyak kasus vertigo posisi jinak dengan asal perifer (canalolithiasis)
adalah dengan menggunakan manuever positioning yang menggunakan kekuatan gravitas untuk
menghilangkan debris endolimfatik keluar dari kanal semisirkular dan kedalam vestibula dan kemudian
akan diabsorbsi. Pada manuver yang satu ini (gambar 3-7), kepala miring 45 derajat dengan arah telinga
yang dipengaruhi (ditentukan secara klinik, seperti yang dideskripsikan diatas), dan pasien berbaring
pada posisi supine, dengan kepala (diputar 45 derajat) menggantung kebawah dari sudut meja periksa.
kepala, tetap menggantung kebawah, kemudian diputar 90 derajat pada posisi yang berlawanan, menjadi
45 derajat dari telinga lain. Selanjutnya, pasien berputar pada posisi decubitus lateral dengan posisi
kepala yang dipengaruhi berada diatas, dan kepala kemudian diputar 45 derajat kearah telinga yang tidak
dipengaruhi dan digantung kebawah. Akhirnya, pasien kembali ke posisi prone dan duduk. Obat
vestibulosuppresant (tabel 3-8) juga dapat digunakan pada periode akut, dan rehabilitasi vestibular, yang
memicu kompensasi disfungsi vestibular melalui berkas sensorius lain yang dapat membantu.
MENIERE DISEASE
Meniere disease dikarakteristik oleh pengulangan episode vertigo dalam beberapa menit sampai hari,
bersamaan dengan tinitus dan progressive sensorineural hearing loss. Beberapa kasus sporadik, tapi
kejadian familial juga dapat ditemukan, dan dapat diantisipasi, untuk serangan awal generasi. Beberapa
kasus terlihat sebagai akibat mutasi dari gen cochlin pada kromosom 14q12-13. Onset terjadi antara
umur 20 tahun dan 50 tahun pada kira-kira 4/3 kasus, dan pria lebih banyak dibandingkan wanita.
Penyebabnya akibat terjadi peningkatan volume endolimfe labirin (endolimpatik hydrop), tapi mekanisme
patogennya tidak diketahui.
Pada saat serangan pertama, pasien mulai dapat merasakan serangan tinitus, hearing loss dan sensasi
rasa penuh pada telinga. Serangan akut dikarakteristik oleh vertigo, nausea, dan vomitus dan berulang
pada interval-interval antara beberapa minggu sampai tahun. Pendengaran memburuk dengan pola
stepwise, terjadi bilateral, dilaporkan pada 10-70 % pasien. Karena peningkatan hearing loss, vertigo
cenderung kurang berat.
Pemeriksan fisik selama episode akut memperlihatkan spontaneous horizontal atau rotatory nystagmus
(atau keduanya) dapat berubah oleh arah. Walaupun nystagmus spontan khasnya tidak muncul diatara
serangan, tes kalori biasanya kerusakan fungsi vestibular dapat ditemukan. Defisit pendengaran tidak
selalu cukup terdeteksi saat perawatan. Audiometri memperlihatkan pure-tone hearing loss frekuensi
rendah, walaupun fluktuasi berat ringannya sama dengan gangguan diskriminasi percakapan dan
peningkatan sensitifitas suara keras.
Seperti yang telah dicatat, episode vertigo cenderung berlanjut sebagai hearing loss progress.
Penanganan dilakukan dengan pemberian diuretik, seperti hydrochlorothiazide dan triamterene. Obat
tercatat pada tabel 3- 8 dapat juga membantu selama serangan akut. Pada kasus persisten, ketidak
mampuan, kasus resisten obat, prosedur oprerasi seperti endolymphatic shunting, labyrinthectomy, atau
seksio nervus vestibular dapat membantu.
VESTIBULOPATHY PERIFER AKUT
Istilah ini digunakan untuk mendeskripsikan serangan spontan vertigo dari penyebab yang tidak jelas
yang berubah secara spontan dan ini tidak berhubungan dengan hearing loss atau fakta adanya disfungsi
sistem saraf pusat. Gangguan ini termasuk gangguan yang didiagnosa sebagai labyrinthis akut atau
vestibular neurotonitis, dimana didasarkan pada kesimpulan lokasi mekanisme patologis.
Gangguan dikarakteristik oleh vertigo, nausea, dan vomiting pada onset akut, khas menghilang sampai
2 minggu. Gejala dapat berulang dan berberapa derajat disfungsi vestibular dapat permanen.
Selama serangan, pasien – yang terlihat sakit – akan berbaring pada sisi telinga yang dipengaruhi dan
enggan untuk menggerakkan kepalanya. Nystagmus dengan fase cepat menghilang selalu ada pada
telinga yang dipengaruhi. Respon vestibular terhadap tes kalori kurang baik pada satu atau kedua telinga
dengan frekuensi yang kira-kira sama. Ketajaman pendengaran normal.
Vestibulopathy perifer akut harus dibedakan dari gangguan sentral yang dapat menghasilkan vertigo
akut, seperti stroke pada sirkulasi serebral posterior. Penyakit sentral diduga oleh adanya nystagmus
vertikal, perubahan kesadaran, defisit motorik atau sensorik, atau dysarthria. Penanganan dengan
menggunakan prednison dalam 10-14 hari berturut-turut, 20 mg oral 2 kali sehari, obat-obatan tercatat
pada tabel 3-8.
OTOSCLEROSIS
Otosclerosis disebabkan oleh imobilitas dari stapes, tulang telinga yang mentransmisikan getaran yang
mengenai membran timpany ke telinga tengah. Tuli konduksi adalah gambaran yang paling utama dari
otosklerosis, selain itu juga biasa terjadi tuli sensorius dan vertigo. Tinitus jarang terjadi. Gejala-gejala
auditorius biasanya dimulai sebelum umur 30 tahun, dan kejadian familial biasa terjadi.
Disfungsi vestibular sering ditunjukkan sebagai recurent episodic vertigo – dengan atau tanpa vertigo
posisi – dan dapat dirasakan ketidak seimbangan posisi. Gejala continous lebih lanjut dapat terjadi, dan
frekuensi dan severitas serangan dapat meningkat sepanjang waktu.
Abnormalitas vestibular pada pemeriksaan termasuk nystagmus spontaneus atau nystagmus posisi
pada tiper perifer dan melemahkan respon-respon kalorik, yang mana biasanya unilateral.
Hearing loss selalu diperlihatkan dengan pemeriksaan audiometri. Hearing loss bisanya dikarakteristik
oleh campuran konduktif-sensorineural, dan terjadi bilateral pada kira-kira 2/3 pasien. pada pasien
dengan vertigo episodik, progresif hearing loss, dan tinitus, otosclerosis harus dibedakan dari Meniere
disease. Otosclerosis (dari Meniere disease) diduga dengan adanya riwayat keluarga, kecenderungan
kearah serangan pada umur muda, dan adanya tuli konduksi, atau kerusakan bilateral symetric auditory.
Pemeriksaan imaging juga dapat digunakan dalam mendiagnosis.
Penanganan dengan kombinasi sodium florida, kalsium glukonat dan vitamin D efektif. Jika tidak, harus
dipertimbangkan operasi stapedectomy.
TRAUMA KEPALA
Trauma kepala merupakan faktor yang sangat sering menyebabkan vertigo posisi benign. Kerusakan
pada labirin biasanya bertanggung jawab terhadap vertigo postraumatik; fraktur dari tulang petrosal dapat
merobek nervus akustik, dan menyebabkan vertigo dan hearing loss. Hemotympanum atau otorrhe CSF
diduga adanya fraktur.
TUMOR CEREBELLOPONTINE CEREBELAR
Cerebellopontine angle adalah daerah triangular pada fossa posterior dibatasi oleh cerebelum, pons
lateral dan petrous ridge (gambar 3-8 ). Sejauh ini banyak tumor yang terjadi pada area ini secara
histologi neuroma akustik jinak (juga dengan istilah neurilemoma, neurimoma, atau schwannoma), yang
secara khas muncul dari sarung neurilemmal bagian vestibular nervus akustik yang ada dalam kanal
auditorius internal. Tumor yang jarang terjadi pada sisi ini termasuk meningioma dan cholesteatoma
primer (ciste epidermoid). Gejala dihasilkan oleh penekanan atau perpindahan tempat nervus kranialis,
batang otak dan cerebelum dan oleh obstruksi aliran CSF. Karena secara anatominya berhubungan
dengan nervus akustik (lihat gambar 3-8), nervus trigeminal (V) dan fascial (VII) sering dipengaruhi.
Neuroma akustik terjadi lebih sering sebagai lesi terisolasi pada pasien umur 30-60 tahun, tetapi
mereka dapat juga mengalami manifestasi neurofibromatosis. Neurofibromatosis 1 (von
Recklinghausen’s disease) biasanya merupakan gangguan autosomal dominan dihubungkan dengan
mutasi gen neurofibromin pada kromosom 17q11.2. Sebagai tambahan terhadap neuroma akustik
unilateral, neurofibromatosis 1 dihubungkan dengan cafe-au-lait spot pada kulit, neurofibroma kutaneus,
bintik-bintik aksilarius atau inguinal, glioma optik, hamartomas iris, dan lesi tulang displastik.
Neurofibromatosis 2 adalah gangguan autosomal dominan yang jarang, disebabkan oleh mutasi pada
gen neurofibromin 2 pada kromosom 22q11.1-13.1. Penandanya adalah neuroma akustik bilateral, yang
dapat bersamaan dengan tumor-tumor lain pada sistem saraf sentral atau perifer, termasuk
neurofibroma, meningioma, glioma dan schwannoma.
Temuan-temuan klinik
A. Gejala dan tanda
Hearing loss dari serangan tiba-tiba adalah gejala awal yang biasa terjadi. Yang jarang, pasien
merasakan sakit kepala, vertigo, gait ataksia, nyeri fascial, tinitus, sensasi rasa penuh pada telinga, atau
kelemahan facial. Walaupun vertigo pada akhirnya akan terbentuk pada 20-30% pasien, suatu rasa
nonspesifik yaitu perasaan limbung biasa terjadi. Sebaliknya pada Meniere disease, kecenderungannya
lebih banyak pada gejala vestibular sedang sampai menetap diantara serangan. Gejala-gejala dapat
stabil atau berlanjut sangat lambat dalam beberapa bulan atau tahun.
Hearing loss unilateral dari tipe sensorineural sering ditemukan pada pemeriksaan. Abnormalitas lain
yang biasa ditemukan adalah facial palsy ipsilateral, depresi atau hilangnya refleks kornea, dan sensory
loss seluruh wajah. Ataksia, nystagmus spontaneus, palsi nervus kranial bawah yang lain, dan tanda-
tanda penekanan intrakranial biasanya jarang terjadi. Disfungsi vestibular unilateral biasanya dapat
ditemukan dengan pemeriksaan tes kalorik.
B. Temuan Laboratorium
Audiometri menunjukkan pola defisit sensorineural dengan high-frequency pure-tone hearing loss, poor
speech discrimination, dan tanda tone decay. Protein CSF mengalami elevasi pada kira-kira 70 % pasien,
biasanya pada kisaran 50-200 mg/dL. Pemeriksaan radiologi paling sering digunakan yaitu MRI pada
cerebellopontine angle. Neuroma akustik kadang-kadang menyebabkan abnormalitas auditorius batang
otak menimbulkan potensial pada saat pemeriksan radiologi tidak memperlihatkan adanya abnormalitas.
Differensial diagnosis
Neuroma akustik harus dibedakan dari tumor cerebellopontine angle lain, yang paling sering meningioma
dan cholesteatoma. Meningioma harus menjadi pertimbangan pada pasien yang pada gejala awal
menunjukkan lebih dari penyakit nervus akustik sendiri. Dugaan terjadi kolesteatoma bila muncul gejala
tuli konduksi, kelemahan facial awal, atau twiching facial, dengan protein CSF normal. Karsinoma
metastatik terlihat sebagai lesi pada cerebellopontine angle.
Penanganan
Penanganan dengan eksisi operasi. Pada kasus yang tidak ditangani, komplikasi berat dapat terjadi dari
penekanan batang otak atau hidrosefalus.
VESTIBULOPATHY TOXIC
Beberapa obat dapat menyebabkan vertigo oleh efeknya pada sistem vestibular perifer.
1. Alkohol
Alkohol menyebabkan sindrome akut vertigo posisi karena perbedaan distribusi antara cupula dan
endolimfe telinga tengah. Alkohol awalnya bedifusi kedalam cupula, menurunkan densitas relatif
endolimfe. Oleh karena perubahan densitas ini menyebabkan apparatus vestibular perifer sangat sensitif
terhadap gravitasi dan juga posisi. Dengan berjalannya waktu, alkohol juga berdifusi kedalam endolimfe,
dan membuat densitas kupula dan endolimfe menjadi sama, menurunkan sensitifitas gravitasi. Saat level
alkohol darah menurun, alkohol meninggalkan cupula sebelum alkohol meninggalkan endolymph. Ini
menimbulkan fase kedua sensitifitas gravitasi yang menetap sampai alkohol berdifusi keluar dari
endolymph juga.
Alkohol menginduksi vertigo posisi terjadi antara 2 jam sesudah minum etanol dalam jumlah yang
cukup untuk menghasilkan level darah meningkat 40 mg/dL. Dalam klinik khasnya muncul vertigo dan
nystagmus pada posisi terlentang lateral dan menonjol pada saat mata ditutup. Gejala-gejala akan
berakhir sampai 12 jam dan terdiri dari 2 fase gejala yang dipisahkan oleh interval asimptomatik 1-2 jam.
Tanda lain intoksikasi alkohol seperti nystagmus spontan, dysarthria, dan gait ataxia, yang disebabkan
oleh disfungsi cerebellar primer.
2. Aminoglikosida
Antibiotik aminoglikosida dikenal luas sebagai ototoksin yang menghasilkan gejala vestibular dan
auditorius. Streptomicin, gentamicin, dan tobramycin adalah agent-agent yang paling sering
menyebabkan toksisitas vestibular, dan amikacin, kanamycin dan tobramycin dihubungkan dengan
hearing loss. Aminoglikoside terkonsentrasi pada perilymph dan endolymph dan menggunakan efek
ototoksiknya untuk merusak sensory hair cell. Resiko ototoksik berhubungan dengan dosis obat,
konsentrasi plasma, durasi terapi, kondisi-kondisi seperti gagal ginjal yang mengganggu bersihan obat,
disfungsi vestibular dan cochlear yang sudah ada, dan pemberian bersama agent-agent ototoksik lain.
Gejala-gejala vertigo, nausea, vomiting, dan gait ataksia dapat mulai secara akut; temuan fisik
termasuk nystagmus spontan dan adanya tanda Romberg. Fase akut khas berakhir dalam 1-2 minggu
dan diikuti oleh periode perbaikan gradual. Terapi aminoglycoside yang memanjang atau berulang dapat
dihubungkan dengan sindroma disfungsi vestibular kronik.
3. Salisilat
Salisilat, yang digunakan secara kronik dan pada dosis yang tinggi dapat menyebabkan vertigo, tinnitus
dan sensorineural hearing loss – semua biasanya reversibel saat obat dihentikan. Gejala-gejala terjadi
dari kerusakan end-organ cochlear dan vestibular. Salisilat kronik memberikan gejala khas; sakit kepala,
tinitus, hearing loss, vertigo, nausea, vomiting, rasa haus, hiperventilasi, dan kadang-kadang keadaan
tidak sadar. Intoksikasi berat dihubungkan dengan demam, skin rash, hemoragik, dehidrasi, seizure,
psykosis, atau koma. Temuan laboratorium khas adalah level plasma salicylat tinggi (kira-kira diatas 0,35
mg/mL) dan bersamaan dengan asidosis metabolik dan alkalosis respiratorik.
Pengukuran untuk penanganan intoksikasi salisilat termasuk lavage lambung, pemberian arang aktif,
diuresis kuat, dialisis peritoneal atau hemodialisis dan hemoperfusi.
4. Quinin dan Quinidine
Quinin dan Quinidine dapat menyebabkan gejala cinchonism, yang menyerupai intoksikasi salisilat
dalam beberapa hal. Prinsip manifestasi adalah tinitus, gangguan pendengaran, vertigo, gangguan visual
(termasuk gangguan penglihatan warna), nausea, vomiting, nyeri abdominal, hot flushes kulit, dan
berkeringat. Demam, encephalopathy, koma, dan kematian dapat terjadi pada kasus berat. Gejala-gejala
terjadi apakah dengan overdosis atau reaksi idiosynratic (biasanya ringan) pada pemberian quinine dosis
tunggal kecil.
5. Cis-Platinum
Cis-Platinum merupakan obat antineoplastik yang dapat menyebabkan ototoksik pada kira-kira 50 %
pasien. Tinitus, hearing loss, dan disfungsi vestibular dapat terjadi dengan akumulasi dosis 3-4 mg/kg;
dapat bersifat reversibel dengan menghentikan penggunaan obat.
NEUROPATHY ACUSTIC
Keterlibatan nervus akustik oleh penyakit sistemik jarang menyebabkan vertigo. Meningitis basiler dari
bakteri, syphilitic, atau infeksi tuberkulosis atau sarcoidosis dapat memicu penekanan nervus akustik dan
nervus kranial, tapi hearing loss merupakan akibat yang sering muncul dibandingkan dengan vertigo.
Gangguan metabolik yang sering dihubungkan dengan neuropathy akustik termasuk hipotiroidisme,
diabetes dan Paget’s disease.
GANGGUAN CEREBELAR DAN VESTIBULAR SENTRAL
Beberapa kerusakan dapat menyebabkan disfungsi serebelar akut atau kronik (tabel 3-9). Beberapa
dari kondisi ini dapat juga dihubungkan dengan gangguan vestibular sentral, khususnya encephalopathy
Wernicke’s, vertebrobasilar ischemia atau infark, multiple sclerosis, dan tumor fossa posterior.
KERUSAKAN AKUT
1. Intoksikasi obat
Disfungsi pancerebellar dimanifestasikan oleh nystagmus, dysarthria, dan tungkai dan gait ataksia,
merupakan gambaran menonjol dari beberapa syndrome intoksikasi obat. Agent yang dapat
menghasilkan sindrome termasuk ethanol, hypnotic sedative (yaitu barbiturat, benzodiazepin,
meprobamate, ethchlorvynol, methaqualone), anticonvulsan (seperti phenytoin), dan hallucinogenic
(khususnya phenycylidine). Beratnya gejala berhubungan dengan dosis; saat dosis terapeutik dari sedatif
atau anticonvulsan biasanya menghasilkan nystagmus, tanda serebellar lain menunjukkan adanya
toksisitas.
Obat yang menginduksi ataksia serebelar sering dihubungkan dengan confusional state, walaupun
fungsi cognitif cenderung tahan terhadap intoksikasi phenytoin. Confusional state yang diakibatkan oleh
ethanol atau obat-obat sedativ dikarakteristik oleh somnolen, sedangkan halusinogenik lebih sering
dihubungkan dengan agitasi delirium. Pada banyak kasus, penanganan umum cukup secara suportif.
Gambaran khusus intoksikasi masing-masing kelompok obat ini akan didiskusikan lebih mendetail pada
bab 1.
2. Wernicke’s Encephalopathy
Wernicke’s encephalopathy (lihat juga bab 1) adalah kerusakan akut dengan trias klinis; ataksia,
ophthalmoplegia, dan confusion. Wernicke’s encephalopathy disebabkan oleh defisiensi thiamin (Vitamin
B1) dan paling sering pada alkoholik kronik, walaupun pada beberapa kasus dapat disebabkan oleh
malnutrisi. Bagian utama yang terlibat dalam proses patologik adalah nuklei thalamik medial, mammillary
bodies, periaquaductal dan nuklei periventrikuler batang otak (khususnya nervus oculomotorius, abducen,
dan akustik), dan vermis cerebelar superior. Keterlibatan cerebelar dan vestibular memberikan kontribusi
terjadinya ataksia.
Efek ataksia terhadap gait secara primer atau eksklusif; tungkai sendiri hanya pada kira-kira 1 dari 5
pasien, dan lengan 1 dari 10 pasien. Jarang Dysarthria. Temuan klasik lain termasuk gejala amnestic
atau keadaan confusional global, nystagmus horizontal atau kombinasi horizontal-vertikal, palsy bilateral
rektus lateral, tidak adanya ankle jerk. Tes kalori menunjukkan disfungsi vestibular bilateral atau
unilateral. Conjugate gaze palsy, abnormalitas pupilarry, dan hipotermia dapat juga terjadi.
Diagnosis ditegakkan melalui respon terhadap pemberian thiamin, yang bisanya diberikan pada initial
dosis 100 mg intravena. Palsy ocular cenderung mengalami defisit lebih awal sampai pulih dan secara
khas mulai diantara beberapa jam. Ataksia, nystagmus, dan confusion akut mulai sampai pulih diantara
beberapa hari. Pemulihan dari palsy okular selalu sempurna, tapi nystagmus horizontal dapat menetap.
Ataksia reversibel sempurna hanya pada kira-kira 40 % pasien; dimana gait akan kembali normal
dengan total, perbaikan secara khas membutuhkan beberapa minggu-bulan.
3. Vertebrobasilar ischemia dan infark
Transient ischemic attack dan stroke pada sistem vertebrobasilar sering dihubungkan dengan ataksia
atau vertigo.
Oklusi ateri auditorius internal
Vertigo dengan asal vestibular dengan hearing loss unilateral terjadi karena oklusi arteri auditorius
internal (gambar 3-9), yang mensuplay nervus akustik. Pembuluh darah ini bisa berasal dari arteri basilar
atau arteri anterior inferior cerebellar. Vertigo bisa bersamaan dengan nystagmus, dengan fase cepat
langsung dari sisi yang dipengaruhi. Hearing loss unilateral dan sensorineural.
Infark medulary lateral
Infark medulary lateral menghasilkan Wallenbeg’s syndrome (Gambar 3-10) dan paling sering
disebabkan oleh oklusi arteri vertebral proksimal. Manifestasi klinik bermacam-macam, tergantung pada
luasnya infark. Manifestasi klinik terdiri dari vertigo, nausea, vomiting, dysphagia, suara serak dan
nystagmus, sebagai tambahan untuk gejala syndrome Horner ipsilateral, ataksia tungkai, kerusakan
semua organ sensorius seluruh wajah, dan hilangnya light touch dan rasa posisi pada tungkai. Juga
terdapat kerusakan pada rasa tusuk dan temperatur, terlihat pada tungkai kontralateral. Vertigo terjadi
karena keterlibatan nuklei vestibular dan hemiataksia karena keterlibatan pedunkula cerebelar inferior.
Infark serebelar
Serebelum disuplay oleh 3 arteri besar: serebellar superior, serebellar anterior inferior, dan cerebellar
posterior inferior. Daerah-daerah yang disuplay oleh masing-masing pembuluh darah ini sangat variabel,
dari satu individu ke individu yang lain dan antara kedua sisi serebelum seperti yang ditunjukkan oleh
pasien. cerebellar pedunkula superior, medial dan inferior berturut-turut disuplai oleh arteri cerebellar
superior, anterior inferior dan posterior inferior.
Infark serebellar terjadi akibat oklusi arteri cerebellar (gambar 3-11); sindroma klinik yang dihasilkan
dapat dibedakan hanya melalui hubungannya dengan temuan batang otak. Pada tiap-tiap kasus, tanda
cerebellar termasuk ataksia tungkai ipsilateral dan hypotonia. Gejala dan tanda lain seperti sakit kepala,
nausea, vomiting, vertigo, nystagmus, dysarthria, palsy okular atau pandangan, kelemahan facial atau
sensory loss, dan hemiparesis kontralateral atau defisit hemisensory bisa ada. Infark batang otak atau
penekanan oleh edema cerebellar dapat mengakibatkan koma dan kematian.
Diagnosis infark cerebellar dibuat berdasarkan pemeriksan CT scan, MRI, yang juga dapat membedakan
antara infark dan hemoragik; ini dapat diperoleh dengan cepat. Jika terjadi kompresi batang otak, operasi
dekompresi dan reseksi jaringan infark dapat menyelamatkan hidup.
Infark midbrain paramedian
Infark midbrain paramedian disebabkan oleh oklusi cabang penetrasi paramedian arteri basiler
mempengaruhi ketiga serat saraf dan nukleus merah (gambar 3-12). Infark ini menghasilan gambaran
klinik (Benedict’s syndrome) yang terdiri dari palsy rektus medial ipsilateral dengan dilatasi pupil terfixasi
dan ataksia lengan kontralateral (khas, mempengaruhi hanya lengan). Tanda cerebellar terjadi karena
keterlibatan red nukleus, dimana menerima projeksi dari cerebellum pada lengan ascenden dari
pedunkula cerebellar superior.
4. Perdarahan cerebellar
Banyak perdarahan cerebellar diakibatkan oleh penyakit hipertensi vaskuler; jarang disebabkan
antikoagulasi, malformasi arteri-vena, dyscrasia darah, tumor dan trauma. Hemoragik cerebellar
hipertensi biasanya berlaksi pada white matter dalam cerebellum dan bisanya meluas kedalam ventrikel
keempat.
Gambaran klinik klasik hypertensive cerebellar hemorrhage terdiri dari serangan sakit kepala tiba-tiba,
yang dapat bersama-sama dengan nausea, vomiting, dan vertigo, diikuti oleh gait ataxia dan gangguan
kesadaran, biasanya berlangsung dalam periode beberapa jam. Saat anamnesa pasien dapat sadar
penuh, kebingungan, atau comatose. Pada pasien yang sadar, nausea dan vomiting biasanya menonjol.
Tekanan darah meningkat dan rigiditas nuchal bisa muncul. Pupil sering mengecil dan lembab reaktif.
Palsy pandangan ipsilateral (dengan pandangan selalu menjauhi sisi hemoragik) dan palsy facial perifer
ipsilateral sering terjadi. Pandangan satu arah tidak dapat berubah oleh tes kalori. Nystagmus dan
depresi ipsilateral dari refleks kornea dapat terjadi. Pasien, jika sadar, memperlihatkan ataksia saat
berdiri dan berjalan; ataxia tungkai jarang terjadi. Pada stadium akhir penekanan batang otak, kedua kaki
spastik dan respon plantar ekstensor dapat terlihat.
CSF kadang-kadang bercampur darah, tapi punksi lumbal harus dihindari jika diduga terjadi
perdarahan cerebellar, karena dapat menyebabkan sindroma herniasi.
5. Gangguan inflamasi
Gangguan inflamasi akut pada cerebellum dimediasi oleh infeksi atau mekanisme imun yang penting
dan sering reversibel menyebabkan ataksia. Ataksia cerebellar disebabkan oleh infeksi virus adalah satu
manifestasi prinsipil dari ensefalitis St. Louis. AIDS dementia complex dan meningoenchepalitis
dihubungkan dengan varicella, mumps, poliomyelitis, infeksi mononukleosis, dan choriomeningitis dapat
juga menghasilkan gejala cerebellar. Infeksi bakteri adalah penyebab yang jarang menyebabkan ataxia
cerebellar; 10-20 % abses otak yang berlokasi dalam cerebellum, ataksia dapat menjadi gambaran
meningitis haemophilus influenzae pada anak. Syndrome cerebellar telah dideskripsikan dalam
Legionnaire disease, biasanya tanpa fakta klinis meningitis.
Berbagai kondisi yang dapat terjadi mengikuti penyakit febril akut atau vaksinasi yang menyebabkan
ataksia cerebellar yang diasumsikan sebagai asal autoimmun.
Ataksia cerebellar akut pada anak-anak
Ataksia cerebellar akut pada anak adalah syndrome yang dikarakteristik oleh gait ataksia berat yang
biasanya pulih sempurna dalam beberapa bulan. Penyakit ini secara umum didahului oleh infeksi virus
akut atau inokulasi. Untuk mendiskusikan dengan penuh ataksia cerebellar pada anak diluar lingkup bab
ini.
Acute disseminated encephalopathy
Ini merupakan gangguan immune-mediated yang menyebabkan perubahan demielinisasi dan inflamasi
pada cerebellar white matter, menghasilkan ataksia yang sering dihubungkan dengan gangguan
kesadaran, seizure, tanda neurologik fokal, atau myelopathy.
Fisher Variant pada Guillain-Barré Syndrome
Ataksia cerebelar, ophtalmoplegia eksternal, dan arefleksia terdapat pada variant Guillain-Barré
Syndrom. Gejala terbentuk dalam beberapa hari. Ataksia primer mempengaruhi gait dan trunkus, dengan
sedikit keterlibatan individual tungkai; dysarthria jarang. Protein CSF dapat mengalami elevasi.
Insufisiensi respiratory terjadi tapi jarang, dan biasa terangkai gradual dan sering pulih penuh sesudah
beberapa minggu atau bulan. Ataksia yang muncul mirip pada penyakit cerebellar, tapi belum dapat
diketahui apakah muncul secara sentral atau perifer.
GANGGUAN KRONIK
1. Multiple sclerosis
Multiple sclerosis dapat menyebabkan gangguan keseimbangan cerebellar, vestibular, atau sensorius.
Tanda cerebellar dihubungkan dengan demyelinisasi (plag) area dalam white matter cerebellum,
pedunckula cerebelar, atau batang otak. Gejala yang disebabkan multiple sclerosis dapat mengalami
remisi dan relaps.
Keterlibatan vestibular pathway pada batang otak menghasilkan vertigo, yang dapat menyebabkan
onset akut dan kadang-kadang positional. Vertigo, jarang dan menjadi gejala pertama multiple sclerosis,
jarang muncul selama perjalanan penyakit.
Gait ataksia dari keterlibatan cerebellar merupakan keluhan utama pada 10-15 % pasien. Tanda
cerebellar terlihat pada kira-kira 1 dari 3 pasien pada pemeriksaan awal.
Nystagmus adalah satu dari banyak temuan fisik; nystagmus terjadi dengan atau tanpa fakta disfungsi
cerebelar lain. Dysarthria juga sering terjadi. Bila gait ataksia terjadi, asalnya paling sering cerebellar
daripada sensory. Ataksia tungkai sering terjadi; biasanya bilateral dan cenderung mempengaruhi apakah
kedua kaki atau keseluruhan keempat tungkai.
Fakta bahwa gangguan/kerusakan cerebellar sebagai akibat dari multiple sclerosis dapat ditemukan
pada riwayat remisi atau relapsing fungsi neurologik yang mempengaruhi berbagai sisi dalam sistem
saraf pusat; dari abnormalitas sebagai neuritis optik, opthalmoplegia internuklear, atau tanda pyramidal;
atau dari pemeriksaan laboratorium. Analisis CSF dapat menunjukkan oligoclonal band, elevasi IgG,
peningkatan protein, atau pleocystosis limfositik ringan. Respon visual, auditorius atau somatosensorik
dapat ditimbulkan dan direkam sisi-sisi subklinik yang terlibat. CT scan atau MRI dapat memperlihatkan
area demyelinisasi. Pemeriksaan CT scan dan MRI harus dilakukan, tidak ada temuan laboratorium
sendiri yang dapat menegakkan suatu diagnosis multiple sclerosis dan riwayat dan pemeriksaan
neurologik harus dipercaya sampai tiba pada diagnosis.
2. Degenerasi cerebellar alkoholik
Karakteristik syndrom cerebellar dapat terbentuk pada alkoholik kronik, kemungkinan sebagai akibat
dari defisiensi nutrisi. Pasien yang dipengaruhi memberikan gambaran khas, mereka telah
mengkonsumsi alkohol setiap hari atau sudah lebih dari 10 tahun juga dihubungkan dengan ketidak
cukupan diet. Banyak dari mereka mengalami komplikasi medis alkoholik lain: penyakit liver, tremens
delirium, Wernicke encephalopathy, atau polyneuropathy. Degenerasi alkoholik serebelar paling sering
terjadi pada pria dan onset biasnya pada umur 40 dan 60 tahun.
Perubahan degeneratif pada cerebellum sebagian besar terkonsentrasi pada vermis superior (gambar
3-13); karena ini juga ditemukan pada Wernicke encephalopathy juga pada sisi cerebellar, kedua
gangguan ini dapat bergabung dengan spektrum klinik yang sama.
Degenerasi cerebellar alkoholik biasanya tersembunyi onsetnya; secara berangsur-angsur progresif,
pada akhirnya mencapai level defisit stabil. Progresifitas memakan waktu beberapa minggu sampai bulan
bahkan perkembangannya bisa mencapai beberapa tahun; pada kasus jarang, ataksia muncul tiba-tiba
atau bisa ringan dan stabil dari serangan.
Gait ataksia adalah gambaran universal dan hampir selalu menjadi masalah yang membutuhkan
perhatian medis. Tungkai juga mengalami ataksia dengan heel-knee-shin testing pada kira-kira 80 %
pasien. sering ditemukan defisit sensorius distal pada kaki dan tidak adanya refleks pergelangan kaki –
dari polyneuropathy – dan tanda-tanda malnutrisi seperti hilangnya jaringan subkutaneus, atrofi otot
secara umum, atau glossitis. Yang jarang manifestasi-manifestasi berupa ataksia pada lengan,
nystagmus, dysarthria, hipotonia, dan ketidak stabilan trunkus.
CT scan atau MRI dapat memperlihatkan adanya atrophy cerebellar (gambar 3-14), tapi temuan yang
tidak spesifik yang dapat mempertentangkan dengan gangguan degeneratif yang mempengaruhi
cerebellum.
Ataksia cerebellar kronik yang mulai pada masa dewasa dan secara primer mempengaruhi gait dapat
juga terjadi pada hipotiroidisme, syndroma paraneoplastik, degenerasi cerebellar idiopatik dan
abnormalitas pada junction craniocervical seperti pada Arnold-Chiari malformation. Kemungkinan terjadi
hypotiroidisme atau kanker sistemik, yang dapat ditangani, harus diteliti dengan tes fungsi tiroid, x-ray
dada, dan pada wanita pemeriksaan pelvis dan payudara.
Penangangan yang tidak spesifik tersedia bagi degenerasi cerebellar alkoholik. Meski demikian,
semua pasien dengan diagnosis ini harus menerima thiamin karena peranannya jelas terlihat dari
patogenesis defisiensi thiamin pada encephalopathy Wernicke. Pantang dari alkohol, ditambah dengan
nutrisi yang cukup, akan memicu stabilitas pada banyak kasus.
3. Phenytoin – menginduksi degenerasi cerebellar
Terapi kronik dengan phenytoin, sering menggunakan range dosis toksik, dapat menyebabkan
degenerasi serebral yang mempengaruhi hemipharesis cerebellar dan inferior dan posterior vermis relatif
lebih tahan. Gambaran klinik termasuk nystagmus, dysarthria, dan ataksia yang mempengaruhi tungkai,
trunkus dan gait. Polyneuropathy dapat terlihat. Gejala secara khas irreversibel, tapi cenderung stabil
saat obat dihentikan.
4. Hipothyroidisme
Diantara gangguan neurologik yang dihubungkan dengan hypothyroidisme adalah syndroma cerebellar
progresif subakut atau kronik. Kondisi ini dapat memberi komplikasi hipotiroidisme (pada berbagai
penyebab) dan biasanya terjadi pada umur pertengahan atau wanita lebih tua. Gejala berkembang
sampai periode beberapa bulan sampai tahun. Gejala sistemik dari mixedema biasanya didahului oleh
gangguan cerebellar, tapi pasien kadang-kadang terlihat pertama dengan ataksia.
Gait ataksia adalah temuan yang paling menonjol dan ditemukan pada semua pasien; ataksia tungkai
juga terjadi, asimetrik. Dysarthria dan nystagmus jarang terjadi. Pasien dapat memperlihatkan gangguan
neorologik lain yang berhubungan dengan hipotiroidisme, termasuk sensory neural hearing loss, carpal
tunnel syndrome, neuropathy, atau myopathy.
Pemeriksaan laboratorium memperlihatkan penurunan level hormon tiroid dalam darah, elevasi thyroid-
stimulating hormon (TSH) dan sering peningkatan protein CSF.
Replacement terapy dengan levothyroxine, 25-50 μg, ditingkatkan secara berangsur-angsur sampai
100-200 μg/d oral; biasanya menghasilkan perbaikan secara nyata tapi tidak penuh.
5. Degenerasi paraneoplatik cerebellar
Degenerasi cerebellar dapat juga terjadi sebagai efek yang dipicu oleh kanker sistemik. Kanker paru
(khususnya small cell), kanker ovarium, Hodgkin disease, dan kanker payudara adalah neoplasma yang
sering dihubungkan dengan degenerasi ini.
Degenerasi paraneoplatik mempengaruhi vermis cerebellar dan hemisfer secara difusi. Mekanisme
patogenetik pada beberapa kasus terlihat melibatkan antibodi terhadap antigen sel tumor yang
mengadakan reaksi silang dengan Purkinje Cell cerebellar. Gejala cerebellar dapat muncul sebelum atau
sesudah diagnosis kanker sistemik perkembangan khas sampai beberapa bulan. Walaupun gangguan
biasanya berlanjut terus menerus, ini dapat stabil; remisi telah dideskripsikan dengan penanganan dari
neoplasma yang mendasari.
Gait dan tungkai ataksia secara karakteristik menonjol, dan dysarthria terjadi pada beberapa kasus.
Tungkai dapat dipengaruhi secara asimetrik. Nystagmus jarang. Paraneoplastik melibatkan daerah-
daerah lain dari sistem saraf yang dapat menghasilkan dysphagia, dementia, gangguan memory, tanda
pyramidal atau neuropathy antibodi sel anti-Purkinje cell, seperti anti-Yo (ovarian dan kanker payudara),
atau antinuclear antibody, seperti anti-Hu (small cerebellar lung cancer) dan anti Ri (kanker payudara),
kadang-kadang dapat dideteksi pada darah (tabel 3-10). CSF dapat memperlihatkan pleocytosis
lymphocitic ringan atau elevasi protein.
Diagnosis paraneoplastik cerebellar degeneration sangat sulit saat gejala neurologik mendahului
penemuan kanker yang menyertai. Frekuensi kejadian dysarthria dan dysphagia membantu untuk
membedakan kondisi ini dari sindroma cerebellar yang terlihat pada alkoholik kronik atau hypotiroidisme.
Ataxia lengan juga diduga bahwa alkohol bukan penyebab utama. Wernicke encephalopathy harus selalu
dipertimbangkan karena kerentanan pasien kanker terhadap malnutrisi.
6. Autosomal dominan ataksia spinocerebellar
Degenerasi spinocerebellar herediter (tabel 3-11) adalah kelompok gangguan yang dikarakteristik oleh
lambatnya progresifitas cerebellar yang mempengaruhi gait pada awal dan pada akhirnya membuat
pasien tetap di tempat tidur. Gangguan ini secara klinis sangat bervariasi, harus diteliti riwayat keluarga.
Banyak bentuk autosomal dominan, dalam arti ataksia spinocerebellar atau SCAs, mulai pada saat
dewasa dan memperlihatkan antisipasi, pada umur ini onset menurun, dan berat penyakit meningkat,
atau kedua-duanya pada generasi selanjutnya.
Autosomal dominan ataksia spinocerebellar adalah secara genetik heterogenous. Karakteristik terbaik
dari defek gen dikembangkan CAG trinukleotida pengkodean ulang untuk alur polyglutamine pada protein
tanpa mengetahui fungsi (ataxin), dan pada subunit α1A dari tipe canel calsium P/Q, dimana ditemukan
pada nervus terminal. Tipe mutasi lain termasuk ekspansi CTG trinukleotida (SCA 8) dan ATTCT
pentanukleotida (SCA 10) ulangan. Pada beberapa kasus, ukuran ekspansi ini berhubungan dengan
beratnya penyakit dan sebaliknya dengan umur saat onset.
Tambahan dari fungsi mutasi terlihat pada SCA kelihatan merubah protein yang bermutasi, yang tidak
dapat diproses secara normal. Proses fragmen-fragmen yang abnormal dihubungkan dengan ubiquitin,
suatu protein yang terlibat dalam degradasi nonlysosomal protein defektif, yang kemudian ditranspor ke
nukleus dalam kompleks yang disebut proteasome. Hubungan yang tepat dari akumulasi neurotoksisitas
yang menghasilkan mutasi ini belum jelas, tapi agregat protein intranuklear dapat mengganggu fungsi
nuklear.
Atrophy cerebellum dan kadang-kadang juga pada batang otak dapat terlihat pada CT scan atau MRI
(gambar 3-15). Walau demikian, diagnosis definitif melalui petunjuk defek gen yang disebut SCA dengan
tes genetik. Tidak ada penanganan spesifik untuk ataksia spinocerebellar, tapi terapi occupational dan
fisik dan alat bantu jalan dapat membantu, dan konseling genetik dapat dilakukan.
7. Friedreich’s Ataksia
Diantara gangguan degeneratif idiophatik yang menghasilkan ataksia cerebellar, Friedreich ataksia
menjadi pertimbangan terpisah karena gambaran klinik yang unik dan juga gambaran patologik.
Friedreich ataksia dimulai saat anak-anak. Gangguan ini diturunkan secara resesif autosomal diturunkan
dan bertanggung jawab terhadap perkembangan GAA trinukleotida berulang pada daerah noncoding gen
frataxin kromosom 9 (lihat tabel 3-10). Ataksia ini disebabkan oleh hilangnya fungsi mutasi. Paling banyak
dipengaruhi adalah pasien homosigot untuk ekspansi ulangan trinukleotida pada gen ataksia Friedreich
ataksia, tapi beberapa heterosigote, dengan pengaruh berulang satu allele dan point mutasi pada allele
lain.
Temuan patologik adalah terlokalisasi, untuk bagian yang paling dipengaruhi, medula spinalis. Ini
termasuk degenerasi dari traktus spinocerebellar, kolumna posterior, dan dorsal root sebaik deplesi
neuron pada kolumna Clarke yang sel-selnya berasal dari traktus spinocerebellar dorsal. Akson
termielinisasi besar dari nervus perifer dan sel bodies dari neuron sensory primer pada ganglia dorsal
root juga terlibat.
Temuan klinik
Evaluasi klinik secara mendetail dari sejumlah besar pasien diikuti dengan kriteria diagnosis khusus untuk
penentuan diagnosis (tabel 3-11). Manifestasi klinik hampir selalu terlihat sesudah umur 4 tahun dan
sebelum akhir pubertas.
Gejala utama adalah progressive gait ataksia, diikuti oleh ataksia seluruh tungkai dalam 2 tahun.
Selama periode awal yang sama, refleks tendon lutut dan pergelangan kaki hilang dan muncul cerebellar
dysarthria; refleks-refleks lengan pada beberapa kasus, refleks lutut tetap terjaga. Posisi sendi dan rasa
vibrasi terganggu pada kaki, secara khas penambahan komponen sensorik pada gait ataksia.
Abnormalitas light touch, nyeri, dan sensasi temperatur terjadi jarang. Kelemahan kaki dan jarang pada
lengan – adalah perkembangan lanjut dan dapat bervariasi pada UMN atau LMN atau keduanya.
Respon ekstensor plantar biasanya terlihat selama 5 tahun pertama penyakit simptomatik. Pes cavus
(arkus tinggi pada kaki dengan clawing jari kaki disebabkan oleh kelemahan dan wasting otot kaki
intrinsik) tanda yang dikenal secara luas, tapi kelainan ini adalah temuan terisolasi pada anggota
keluarga yang tidak dipengaruhi. Ini juga merupakan gambaran klasik gangguan neurologik lain,
khususnya hereditary peripheral neuropathyes yang pasti (misalnya, Charcot-Marie Tooth disease).
Kyposcoliosis progresif berat memberi kontribusi pada ketidak mampuan fungsional dan dapat memicu
penyakit restriktif paru kronik. Sambil melakukan cardiomyopathy kadang-kadang terdeteksi hanya
melalui echocardiografi atau vectocardiografi, ini dapat menghasilkan congestive heart failure dan
menjadi penyebab utama morbiditas dan kematian.
Abnormalitas lain termasuk gangguan visual (biasanya dari atrofi optik), nystagmus, parestesis, tremor,
hearing loss, vertigo, spastisitas, nyeri kaki dan diabetes melitus.
Differential diagnosis
Friedreich ataksia biasanya di bedakan dari degenerasi cerebellar dan spinocerebellar lain (lihat diatas)
melalui onset awalnya dan adanya gangguan sensorius menonjol, arefleksia, abnormalitas skeletal, dan
cardiomyopathy. Gangguan yang sedikit mirip akibat defisiensi vitamin E. Ataksia serebellar yang dimulai
pada masa anak-anak dapat juga disebabkan oleh ataksia-telangiektasi; gambaran klinik yang
membedakan Friedreich ataksia dari ataksia-telangiektasi, yang selanjutnya akan didiskusikan.
Prognosis
Tidak ada penanganan yang tersedia, tapi prosedur ortophedik seperti tenotomy dapat membantu untuk
koreksi deformitas. Perbaikan dalam terapi antimikrobial telah membawa perubahan pada perjalanan
penyakit, sehingga cardiomiopathy jarang menimbulkan kematian. Disfungsi neurologik secara khas
menyebabkan ketidak mampuan untuk berjalan tanpa bantuan diantara 5 tahun sesudah onset gejala
dan pada keadaan berbaring ditempat tidur diantara 10-20 tahun. Durasi rata-rata simptomatik penyakit
kira-kira 25 tahun, dengan kematian terjadi pada umur mean kira-kira 3 tahun.
8. Ataksia- Telangiektasi
Ataksia-telangiektasi (juga dikenal sebagai Louis-Bar Syndrome) pada gangguan autosomal yang
diturunkan secara resesif dengan onset pada infancy. Penyakit ini berasal dari mutasi gen ATM, yang
telah terlokalisasi sebagai gen 11q22.3. Delesi, insersi, dan substitusi telah dideskripsikan dan dianggap
hilangnya fungsi mutai, konsisten dengan ataksia-telangiektasi yang diturunkan secara autosomal resesif.
Walaupun produk gen abnormal belum teridentifikasi, defek pada perbaikan DNA terlibat dalam
patogenesis ini. Ataksia-telangiektasi dikarakteristik oleh progresife cerebelar ataksia, oculocutaneus
telangiektasia dan defisiensi imunologik. Semua pasien mengalami degenerasi pancerebellar progresif –
dikarakteristik oleh nystagmus, dysarthria dan gait, tungkai dan trunkus ataksia – yang mulai pada
infancy. Choreoathetosis dan ganguan pergerakan involunter mata adalah temuan yang paling sering.
Defisiensi mental biasanya di observasi pada dekade kedua, okulocutaneus telangiektasi bisanya
muncul pada umur remaja. Conjungtiva bulbar khasnya dipengaruhi pertama kali, diikuti oleh area kulit
yang terpapar sinar matahari termasuk telinga, hidung, wajah dan fossa antecubital dan fossa poplitea.
Lesi vaskular, jarang mengeluarkan darah.
Temuan klinik lain adalah perubahan progeric kulit dan rambut, hypogonadisme,dan resistensi insulin.
Abnormalitas khas laboratorium termasuk hubungan defisiensi imunologik dan elevasi α-fetoprotein dan
level carcinoembrioni antigen.
Oleh karena manifestasi vaskular dan imunologik ataksia-telangiektasi terjadi berikutnya daripada
gejala neurologik, kondisi dapat dibingungkan dengan Friedreich ataksia, dimana juga bermanifestasi
pada anak-anak. Ataksia-telangiektasi dapat dibedakan dari onset awalnya (sebelum umur 4 tahun),
dihubungkan dengan chreoathetosis, dan tidak adanya abnormalitas skeletal seperti kyphoscoliosis.
Tidak ada penanganan spesifik untuk ataksia-telangiektasi, tapi antibiotik berguna dalam penanganan
infeksi dan x-ray harus dihindari karena sensitifitas seluler abnormal dari radiasi ionisasi pada gangguan
ini.
9. Wilson’s disease
Gejala cerebellar dapat terjadi pada Wilson’s disease, gangguan metabolisme copper dikarakteristik
oleh deposisi copper dalam berbagai jaringan. Wilson’s disease adalah gangguan yang diturunkan
secara atosomal recessive sebagai akibat mutasi dalam gen ATP7B pada kromosom 13q14.3-q21.1,
dimana kode untuk polipeptida β dari copper transporting ATPase. Wilson’s disease didiskusikan lebih
detail pada bab 7.
10. Creutzfeldt-Jacob disease
Creutzfeldt-Jacob disease dideskripsikan pada bab 1 sebagai suatu penyakit yang menyebabkan
demensia. Tanda cerebellar muncul pada kira-kira 60 % pasien, dan pasien yang menunjukkan adanya
ataksia kira-kira 10 % kasus cerebellar terlibat secara difuse, tapi vermis parah dipengaruhi. Sebaliknya,
pada banyak gangguan cerebellar lain, deplesi granula sel sering terbatas dibanding Purkinje cell loss.
Pasien dengan manifestasi cerebellar Creutzfeldt-Jacob disease biasanya mengeluhkan gait ataksia
yang pertama. Dementia biasanya menjadi fakta pada saat ini, dan disfungsi cognitif selalu terbentuk
pada akhirnya. Nystagmus, disartria, ataksia trunkus, dan ataksia tungkai selalu ada pada awal, terdapat
pada ½ pasien dengan ataksik bentuk Creutzfeldt-Jacob disease. Rangkaian perjalanan penyakit
dikarakteristik oleh demensia progresif, myoclonus, dan disfungsi extrapiramidal dan piramidal. Kematian
terjadi diantara 1 tahun sesudah onset.
11. Tumor fossa posterior
Tumor fossa posterior menyebabkan gejala cerebellar saat mereka tiba pada cerebellum atau
menekannya. Tumor cerebellar yang biasa pada anak adalah astrocytoma dan meduloblastoma.
Metastase dari sisi luar primer sistem saraf predominan pada dewasa (tabel 3-12)
Pasien dengan tumor cerebellar mengalami sakit kepala oleh karena peningkatan tekanan intrakranial
atau ataksia, nausea, vomiting, vertigo, nervus kranial palsy dan hydrosefalus sering terjadi. Temuan
klinik bervariasi tergantung pada lokasi dalam hemisfer serebellar, menyebabkan tanda cerebellar
asimetrik. Meduloblastoma dan ependymoma, dilain pihak cenderung timbul di midline, dengan
keterlibatan awal vermis dan hidrosefalus.
Seperti pada banyak kasus tumor otak, CT scan dan MRI khususnya digunakan dalam mendiagnosa
tapi biopsi dapat dipertimbangkan untuk karakteristik histologi. Metode penanganan termasuk reseksi
operasi dan iradiasi. Kortikosteroid digunakan untuk mengontrol edema.
Metastase – dari paru dan payudara dan jarang pada sisi lain – adalah tumor yang paling sering terjadi,
khususnya pada dewasa. Pada sisi tumor primer dapat atau tidak dapat menjadi nyata pada waktu
pasien juga mengalami keterlibatan dari SSP. Jika sisi yang tidak terlibat, pemeriksaan hati-hati untuk
payudara dan kulit, x-ray dada, urinalisis, dan tes untuk adanya occult darah pada feces dapat
menegakkan diagnosis.
Cerebellar astrocytoma bisanya terjadi antara umur 2 dan 20 tahun, tapi pada pasien yang lebih tua,
juga dipengaruhi. Tumor ini secara histologi jinak dan terlihat cystik. Gejala peningkatan intrakranial,
termasuk sakit kepala dan vomiting, secara khas mendahului onset disfungsi cerebellar dalam beberapa
bulan.
Meduloblastoma biasanya pada anak-anak tapi jarang pada dewasa. Meduloblastoma dipercaya
berasal dari neuroektodermal daripada sel glial. Sebaliknya astrocitoma, meduloblastoma cenderung
sangat ganas.
Neuroma akustik telah didiskusikan sebelumnya sebagai penyebab disfungsi nevus vestibular. Tumor
ini secara histologi jinak dan sering direseksi penuh. Neuroma akustik unilateral dapat terjadi pada
neurofibromatosis 1 (von Recklinghausen’s disease), sedangkan neuroma akustik bilateral dikarakteristik
oleh neurofibromatosis 2.
Hemangioblastoma merupakan tumor jinak yang jarang yang biasanya mempengaruhi orang dewasa.
Tumor ini dapat menyebabkan abnormalitas terisolasi atau gambaran von Hippel-Lindau disease. Pasien
secara khas menunjukkan sakit kepala dan bisanya pada pemeriksaan ditemukan papil edema,
nystagmus dan ataksia. Penanganan operasi reseksi.
Meningioma fossa posterior, 9% dari selurh meningioma, tumor jinak, berasal dari arachnoidal cap cell,
dan melibatkan cerebellum secara tidak langsung melalui kompresi.
Ependymoma paling sering muncul dari dinding pleksus chroid dari ventrikel keempat. Seperti
meduloblastoma, tumor ini ganas, tumbuh kedalam sistem ventrikular dan bisanya terjadi pada anak-
anak. Karena lokasinya tumor ini dapat menyebabkan hidrosefalus; tanda serebral disebabkan oleh
penekanan yang merupakan manifestasi akhir.
12. Malformasi fossa posterior
Perkembangan anomali mempengaruhi cerebellum dan batang otak dapat menimbulkan gejala
vestibular atau vestibular pada dewasa. Ini terjadi paling sering tipe 1 (dewasa) Arnold-Chiari
malformation, yang terdiri dari dispacement bawah dari tonsil cerebellar melalui foramen magnum.
Manifestasi klinik malformasi ini dihubungkan dengan keterlibatan cerebellar, hidrosefalus obstruktif,
kompresi batang otak dan syringomielia. Tipe II malformasi Arnold-Chiari dihubungkan dengan
meningomyelocel (penonjolan medula spinalis, nervus root dan meninen melalui fusi defek pada kolumna
vertebral) onsetnya pada anak-anak.
ATAKSIA SENSORIUS
Ataksia sensory terjadi dari gangguan sensasi proprioceptif pada level nervus perifer atau root, kolumna
posterior medula spinalis, atau sensory pathway pada otak. Temuan klinik termasuk defektif posisi sendi
dan rasa vibrasi pada tungkai dan kadang-kadang lengan, ketidakstabilan saat berdiri, ketidakstabilan
saat berdiri dengan tanda Romberg, dan kualitas gait slapping atau steppage. Ataksia sensorius dapat
dihasilkan melalui polineuropathy yang menonjol memberi efek besar, serat sensory myelinisasi (tabel 3-
13) dan melalui myelopathy, termasuk yang dihasilkan dari ataksia Friedreich’s, neurosyphilis (tabes
dorsalis), atau defisiensi vitamin B12 (gambar 3-16). Polineuropathy, tabes dorsalis, dan defisiensi
vitamin B12 didiskusikan lebih detail pada bab 6.