STUDI KASUS KTI - · PDF fileperasaan, gangguan neurotik, gangguan somatoform, sindrom...
Transcript of STUDI KASUS KTI - · PDF fileperasaan, gangguan neurotik, gangguan somatoform, sindrom...
STUDI KASUS
ASUHAN KEPERAWATAN PADA Tn. P DENGAN GANGGUAN
PERSEPSI SENSORI : HALUSINASI PENDENGARAN
DI RUANG PRINGGODANI RUMAH
SAKIT JIWA DAERAH
SURAKARTA
DI SUSUN OLEH :
HANIF KURNIAWATI
NIM. P.10097
PROGRAM STUDI D III KEPERAWATAN
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KUSUMA HUSADA
SURAKARTA
2013
i
STUDI KASUS
ASUHAN KEPERAWATAN PADA Tn. P DENGAN GANGGUAN
PERSEPSI SENSORI: HALUSINASI PENDENGARAN
DI RUANG PRINGGODANI RUMAH
SAKIT JIWA DAERAH
SURAKARTA
Karya Tulis Ilmiah
Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan
Dalam Menyelesaikan Program Diploma III Keperawatan
DI SUSUN OLEH :
HANIF KURNIAWATI
NIM. P.10097
PROGRAM STUDI D III KEPERAWATAN
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KUSUMA HUSADA
SURAKARTA
2013
v
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena
berkat, rahmat dan karunian-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan Karya
Tulis Ilmiah dengan judul “ASUHAN KEPERAWATAN PADA Tn. P DENGAN
GANGGUAN PERSEPSI SENSORI : HALUSINASI PENDENGARAN DI
RUANG PRINGGODANI RUMAH SAKIT JIWA DAERAH SURAKARTA”.
Dalam penyusunan Karya Tulis Ilmiah ini penulis banyak mendapat
bimbingan dan dukungan dari berbagai pihak, oleh karena itu pada kesempatan ini
penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya
kepada yang terhormat :
1. Setiyawan, S.Kep., Ns , selaku Ketua Program studi DIII Keperawatan yang
telah memberikan kesempatan untuk dapat menimba ilmu di STIKes
Kusuma Husada Surakarta.
2. Erlina Windyastuti, S.Kep., Ns, selaku Sekretaris Ketua Program studi DIII
Keperawatan yang telah memberikan kesempatan untuk dapat menimba
ilmu di STIKes Kusuma Husada Surakarta.
3. Joko Kismanto, S.Kep., Ns, selaku dosen pembimbing sekaligus sebagai
penguji yang telah membimbing dengan cermat, memberikan masukan-
masukan, inspirasi, perasaan nyaman dalam bimbingan serta memfasilitasi
demi sempurnanya studi kasus ini.
4. Diyah Ekarini, S.Kep., Ns, selaku dosen penguji yang telah membimbing
dengan cermat, memberikan masukan-masukan, inspirasi, perasaan
vi
nyaman dalam bimbingan serta memfasilitasi demi kesempurnaannya
studi kasus ini.
5. Setiyawan, S.Kep., Ns, selaku dosen penguji yang telah membimbing
dengan cermat, memberikan masukan-masukan, inspirasi, perasaan
nyaman dalam bimbingan serta memfasilitasi demi kesempurnaannya
studi kasus ini.
6. Semua dosen Program studi DIII Keperawatan STIKes Kusuma Husada
Surakarta yang telah memberikan bimbingan dengan sabar dan wawasannya
serta ilmu yang bermanfaat.
7. Kedua orangtuaku, yang selalu menjadi inspirasi dan memberikan semangat
untuk menyelesaikan pendidikan.
8. Kedua kakakku, yang selalu memberi dukungan dan semangat untuk segera
menyelesaikan tugas Karya Tulis Ilmiah.
9. Teman-temanku Mahasiswa Program Studi DIII Keperawatan STIKes
Kusuma Husada Surakarta yang telah berjuang bersama menempuh 3 tahun
belajar di bangku akademik STIKes Kusuma Husada Surakarta.
Semoga laporan studi kasus ini bermanfaat untuk perkembangan ilmu
keperawatan dan kesehatan. Amin.
Surakarta, Juni 2013
Penulis
vii
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL ...................................................................................... i
SURAT PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN ...................................... ii
LEMBAR PERSETUJUAN........................................................................... iii
HALAMAN PENGESAHAN ........................................................................ iv
KATA PENGANTAR ................................................................................... vi
DAFTAR ISI .................................................................................................. viii
DAFTAR GAMBAR ..................................................................................... ix
DAFTAR LAMPIRAN.................................................................................. x
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang........................................................................ 1
B. Tujuan Penulisan .................................................................... 4
C. Manfaat Penulisan .................................................................. 5
BAB II LAPORAN KASUS
A. Identitas Klien ....................................................................... 7
B. Pengkajian .............................................................................. 7
C. Perumusan Masalah Keperawatan .......................................... 13
D. Perencanaan Keperawatan ...................................................... 14
E. Implementasi Keperawatan .................................................... 16
F. Evaluasi Keperawatan ............................................................ 17
BAB III PEMBAHASAN DAN SIMPULAN
A. Pembahasan ............................................................................ 19
B. Simpulan dan Saran ................................................................ 27
DAFTAR PUSTAKA
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
viii
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 1. Genogram ..................................................................................... 9
Gambar 2. Pohon Masalah ............................................................................. 14
ix
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Daftar Riwayat Hidup
Lampiran 2 Surat Keterangan Selesai Pengambilan Data
Lampiran 3 Lembar Pendelegasian Pasien
Lampiran 4 Log Book Kegiatan Harian
Lampiran 5 Asuhan Keperawatan
Lampiran 6 Lembar Konsultasi Karya Tulis Ilmiah
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. LatarBelakangMasalah
Direktur Jendral Pembinaan Kesehatan Masyarakat (Binkesmas)
Departemen Kesehatan dan World Health Organization (WHO)
memperkirakan tidak kurang dari 450 juta penderita gangguan jiwa
ditemukan di dunia. Bahkan berdasarkan studi World Bank dibeberapa negara
8,1% dari kesehatan global masyarakat menderita gangguan jiwa. Halusinasi
yang merupakan gangguan persepsi dimana klien mempresepsikan sesuatu
yang sebenarnya. Diperkirakan sebanyak 2,7% dari populasi di dunia
(Syaifudin, 2006).
Prevalensi penderita gangguan jiwa di Indonesia menurut WHO pada
tahun 2010 mengungkapkan bahwa 26 juta penduduk Indonesia mengalami
gangguan jiwa, panik dan cemas merupakan gejala paling ringan. Dari total
populasi 26 juta gangguan jiwa, terdapat 12-16%yang mengalami gangguan
jiwa serius (Mubin dkk, 2009).
Kepala Dinas Kesehatan di Jakarta Dien Emawati menyatakan bahwa
jumlah penderita gangguan jiwa ringan hingga triwulan kedua tahun 2011
mencapai 306.621 orang, naik dari 159.029 orang pada tahun2010. Secara
keseluruhan, jumlah penderita gangguan jiwa di Jakarta mencapai angka
14,1% dari jumlah penduduk. Jumlah itu di atas angka nasional sebesar
11,6%. Kepala Dinas Kesehatan akan mengupayakan kesehatan jiwa di
Indonesia dapat teratasi (Kompas.com, 10 Oktober 2011) .
2
Upaya kesehatan jiwa ditujukan pada seluruh lapisan masyarakat,
bukan hanya pada individu yang sakit atau keluarga dari individu tersebut,
atau bukan pula hanya pada seseorang yang mempunyai masalah psikososial
saja tetapi yang tidak bermasalah juga perlu diintervensi yang bertujuan untuk
mencegah agar tidak terjadi gangguan jiwa pada individu tersebut.
Banyaknya tekanan maupun kesulitan yang dihadapi individu dalam
kehidupan ini berarti semakin banyak pula masalah yang dihadapi, hal ini
mempengaruhi status kesehatan jiwa atau perkembangan jiwa seseorang yang
akhirnya berakibat pada gangguan jiwa, jika seseorang tidak memiliki koping
yang efektif untuk menyelesaikan setiap masalah yang dihadapi (Depkes RI,
2007).
Gangguan jiwa merupakan suatu penyakit yang disebabkan karena
adanya kekacauan pikiran, persepsi dan tingkah laku dimana individu tidak
mampu menyesuaikan diri dengan diri sendiri, orang lain, masyarakat, dan
lingkungan. Pengertian seseorang tentang penyakit gangguan jiwa berasal
dari apa yang diyakini sebagai faktor penyebabnya yang berhubungan dengan
biopsikososial (Stuart & Sundeen, 2004).
Macam-macam gangguan jiwa antara lain gangguan jiwa simtomatik,
skizofrenia, gangguan skizotipal dan gangguan waham, gangguan suasana
perasaan, gangguan neurotik, gangguan somatoform, sindrom perilaku yang
berhubungan dengan gangguan fisiologis dan faktor fisik, gangguan
kepribadian dan perilaku masa dewasa, retardasi mental, gangguan
perkembangan psikologis, gangguan perilaku dan emosional dengan onset
masa kanak dan remaja (Maslim, 2004).
3
Skizofrenia merupakan suatu hal yang melibatkan banyak sekali faktor.
Faktor-faktor itu meliputi perubahan struktur fisik otak, perubahan struktur
kimia otak, dan faktor genetik (Nancy Andreasen, 2008). Melinda Hermann
mendefinisikan skizofrenia sebagai penyakit neurologis yang mempengaruhi
persepsi klien, cara berpikir, bahasa, emosi, dan perilaku sosialnya. Tanda
dan gejala skizofrenia dibagi menjadi 2 yaitu: gejala positif dan negatif.
Gejala positif halusinasi selalu terjadi saat rangsangan terlalu kuat dan otak
tidak mampu menginterpretasikan dan merespons pesan atau rangsangan
yang datang. Gejala negative klien skizofrenia kehilangan motivasi dan apatis
berarti kehilangan energy dan minat dalam hidup yang membuat klien
menjadi orang yang malas. Karena klien skizofrenia hanya memiliki energi
yang sedikit, mereka tidak biasa melakukan hal-hal yang lain selain tidur dan
makan (Melinda Hermann, 2008).
Halusinasi adalah salah satu gejala gangguan jiwa dimana klien
mengalami perubahan persepsi sensori, seperti merasakan sensasi palsu
berupa suara, penglihatan, pengecapan, perabaan. Klien merasakan stimulus
yang sebetulnya tidak ada. Selain itu, halusinasi bias juga diartikan sebagai
persepsi sensori tentang suatu objek, gambaran, dan pikiran yang sering
terjadi tanpa adanya rangsangan dari luar meliputi semua system
penginderaan (pendengaran, penglihatan, penciuman, perabaan) (Cook dan
Fontaine, 2009).
Angka penderita gangguan jiwa di RSJD Surakarta pada periode April
2013, pasien yang dirawat di ruang Pringgodani didapatkan dari 34 pasien
yang mengalami gangguan jiwa terdapat 20 pasien yang mengalami gangguan
4
persepsi sensori: halusinasi, 8 pasien yang mengalami perilaku kekerasan, 6
pasien mengalami menarik diri dan waham. Berarti prosentasi pasien 54%
dari jumlah keseluruhan pasien yang ada di ruang Pringgodani mengalami
gangguan persepsi sensori: halusinasi, dan sisanya merupakan pasien perilaku
kekerasan, menarik diri, rata-rata pasien berusia antara 20 – 48 tahun.
Tn.P adalah salah satu pasien gangguan jiwa di Rumah Sakit Jiwa
Daerah Surakarta. Tn.P mengatakan mendengar suara-suara bisikan yang
menyuruhnya memukul orang yang ada di dekatnya dengan frekuensi hilang
timbul diwaktu sendiri dan disore hari, suara itu dating sehari 1 kali. Tn.P
tampak gelisah, menutup telinga, berbicara sendiri, tampak menyendiri,
mondar-mandir. Halusinasi pendengaran pada Tn.P harus segera ditangani
karena dapat berakibat resiko menciderai diri sendiri, dan orang lain.
Berdasarkan latar belakang tersebut maka penulis tertarik untuk mengelola
kasus asuhan keperawatan yang dituangkan dalam penulisan Karya Tulis
Ilmiah yang berjudul, “Studi Kasus Asuhan Keperawatan Pada Tn.P Dengan
Gangguan Persepsi Sensori: Halusinasi Di Ruang Pringgodani Rumah Sakit
Jiwa Daerah Surakarta”.
B. Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum.
Melaporkan kasus keperawatan jiwa pada Tn.P dengan gangguan persepsi
sensori: halusinasi di ruang Pringgodani RSJD Surakarta.
5
2. Tujuan Khusus.
a. Penulis mampu melakukan pengkajian pada Tn.P dengan gangguan
persepsi sensori: halusinasi.
b. Penulis mampu merumuskan diagnosa keperawatan pada Tn.P dengan
gangguan persepsi sensori: halusinasi.
c. Penulis mampu menyusun rencana asuhan keperawatan pada Tn.P
dengan gangguan persepsi sensori: halusinasi.
d. Penulis mampu melakukan implementasi keperawatan pada Tn.P
dengan gangguan persepsi sensori: halusinasi.
e. Penulis mampu melakukan evaluasi keperawatan pada Tn.P dengan
gangguan persepsi sensori: halusinasi.
C. Manfaat Penulisan
Penulis berharap semoga karya tulis ilmiahnya dapat berguna bagi :
1. Bagi Penulis.
Meningkatkan pengetahuan dan ketrampilan penulis dalam menerapkan
asuhan keperawatan jiwa dengan gangguan persepsi sensori: halusinasi.
2. Bagi Profesi.
Sebagai salah satu tambahan ilmu pengetahuan bagi organisasi profesi
keperawatan dalam upaya meningkatkan mutu pelayanan sesuai dengan
standar asuhan keperawatan jiwa dengan gangguan persepsi sensori:
halusinasi.
6
3. Bagi Institusi.
a. Rumah Sakit.
Meningkatkan mutu pelayanan sesuai dengan standar asuhan
keperawatan jiwa dengan gangguan persepsi sensori: halusinasi.
b. Pendidikan.
Menambah referensi dan sebagai sumber bacaan tentang asuhan
keperawatan jiwa dengan gangguan persepsi sensori: halusinasi.
7
BAB II
LAPORAN KASUS
Bab II ini merupakan ringkasan Asuhan Keperawatan Jiwa dengan
pengelolaan studi kasus pada klien Tn.P dengan gangguan persepsi sensori:
Halusinasi pendengaran di bangsal Pringgodani RSJD Surakarta pada tanggal 25
April – 27 April 2013. Asuhan keperawatan ini dimulai dari pengkajian, analisa
data, perumusan diagnosa keperawatan, intervensi, implementasi dan evaluasi.
Penulis melakukan pengkajian pada tanggal 25 April 2013 Jam 09.00 WIB
di bangsal Pringgodani Rumah Sakit Jiwa Daerah Surakarta, dengan metode allo
anamnesa dan auto anamnesa dan hasil pengkajian didapatkan:
A. Identitas Klien
Klien berinisial Tn.P umur 32 tahun, beragama islam, berjenis kelamin
laki-laki, belum menikah. Klien dirawat di RSJD Surakarta sejak tanggal 22
Maret 2013. Nomer registrasi klien 04.92XX, dengan diagnosa medis
Skizofrenia. Alamat klien Gabus, Grobogan, Purwodadi. Penanggung jawab
Tn.P. adalah Ny.S. Hubungan Ny.S dengan Tn.P adalah ibunya.
B. Pengkajian
1. Riwayat Kesehatan
Alasan klien masuk Rumah Sakit Jiwa Daerah Surakarta pada
tanggal 22 Maret 2013 dengan keluhan klien tampak bingung, mondar-
mandir, bicara ngelantur, marah-marah. Klien juga mengatakan
8
mendengar suara-suara bisikan ditelinganya dan menyuruh dia
untuk memukul orang yangada di dekatnya. Kemudian oleh keluarga,
klien dibawa ke RSJD Surakarta, lalu dari IGD diterima dan dokter
menyarankan klien rawat inap, kemudian klien dipindahkan ke bangsal
Amarta sampai keadaan membaik. Setelah itu dipindahkan ke bangsal
Pringgodani.
2. Faktor Prediposisi
Pada factor predisposisi klien mengatakan belum pernah
mengalami gangguan jiwa dan dirawat di RSJ. Klien mengatakan di dalam
keluarganya tidak ada anggota keluarga yang mengalami gangguan jiwa.
3. Faktor Presipitasi
Hasil pengkajian pada tanggal 25 April 2013 keluhan yang
dirasakan klien adalah klien merasa gelisah karena sering mendengar
suara-suara bisikan yang menyuruhnya untuk memukul orang yang ada di
dekatnya sebelum di bawa ke rumah sakit jiwa, dirumah klien pernah
mengamuk dan memukul ibunya.
4. Pemeriksaan Fisik
Hasil pemeriksaan fisik Tn.P diperoleh data sebagai berikut: TD:
120/80 mmHg, nadi: 80x/ menit, respirasi: 20x/ menit, suhu tubuhnya:
36,4˚C, tinggi badan: 162 cm, berat badan: 65 kg, sedangkan hasil
pemeriksaan head to toe didapat data sebagai berikut: kepala Tn.P
bentuknya mesochepal, ada ketombe, rambut warna hitam. Mata klien
tidak menggunakan alat bantu penglihatan, simetris antara kanan dan kiri,
9
konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik. Mulut klien tidak ada
stomatitis, tidak ada keries gigi. Hidung klien bersih tidak ada sekret, tidak
ada gangguan penciuman. Telinga klien simetris antara kanan dan kiri,
bersih tidak ada penumpukan serumen. Pada bagian ekstremitas tidak
mengalami gangguan, semuanya normal berfungsi dengan baik.
Kesimpulannya pada Tn.P tidak mengalami gangguan fisik.
5. Psikososial – Spiritual
Genogram :
Tn.P
Keterangan:
: Laki – laki.
: Perempuan.
: Garis Keturunan.
: Tn.P.
: Tinggal Serumah.
Gambar 1. Genogram
Tn.P merupakan anak kedua dari tiga bersaudara. Klien tinggal
serumah dengan kedua orangtua, kakak dan adiknya. Dikeluarganya tidak
ada yang mengalami ganguan jiwa.
10
Hasil pengkajian dari konsep diri diperoleh data gambaran diri
Tn.P mengatakan bahwa bagian tubuh yang disukainya adalah mata,
sedangkan bagian yang tidak disukai oleh Tn.P adalah hidung karena klien
merasa hidungnya tidak mancung.
Tn.P berstatus belum menikah, seorang laki-laki berusia 32 tahun.
Peran Tn.P sebagai anak kedua dari tiga bersaudara, sedangkan di dalam
keluarganya bertugas membantu pekerjaan orangtuanya. Ideal diri Tn.P
berharap ingin cepat sembuh dan kembali pulang ke rumah untuk
menjalankan tugasnya seperti sedia kala. Harga diri klien mengatakan
tidak merasa malu dengan penyakit yang dialaminya.
Hubungan sosial klien diperoleh data yaitu klien mengatakan orang
yang paling berarti dalam kehidupanya adalah kedua orangtuanya. Peran
serta dalam kegiatan masyarakat adalah sebagai anggota karang taruna,
dan tidak ada hambatan dalam berhubungan dengan orang lain. Sedangkan
pengkajian spiritual Tn.P diperoleh data nilai dan keyakinan Tn.P
beragama islam dan rajin sholat 5 waktu.
6. Status Mental
Hasil pengkajian status mental Tn.P sebagai berikut penampilan
klien terlihat bersih sesuai tempat dan kondisi setiap hari, pakaian ganti
setiap hari. Pembicaraan Tn.P ketika diajak interaksi mau menceritakan
masalahnya kepada perawat. Aktifitas motorik Tn.P, klien sehari-hari
banyak menghabiskan waktu di ruangan, tampak mondar-mandir dan
gelisah. Alam perasaan Tn.P jika mendengar bisikan itu klien
11
mengatasinya dengan cara menutup telinga dan berbicara sendiri. Afek
dari Tn.P terlihat labil, tidak menentu karena sering berubah pikiran dan
tidak memperlihatkan mempertahankan pendapatnya sendiri. Interaksi
selama wawancara pada Tn.P kooperatif, kontak mata kurang, selalu
menjawab pertanyaan dalam wawancara. Persepsi klien mengatakan
mendengar suara-suara bisikan yang menyuruhnya memukul orang yang
ada di dekatnya dengan frekuensi hilang timbul diwaktu sendiri dan disore
hari, suara itu datang sehari 1 kali.
Hasil pengkajian proses pikir Tn.P dapat menjelaskan perasaan
dengan baik sesuai pertanyaan yang diberikan. Isi pikir Tn.P mampu
menjelaskan perasaan maupun yang dipikirkan walaupun terkadang tidak
nyambung dengan pertanyaan yang diberikan, dan bicara Tn.P sangat
pelan. Tingkat kesadaran Tn.P adalah composmentis, tidak mengalami
disorientasi waktu dan tempat. Memori Tn.P mengatakan tidak ada
gangguan dengan daya ingatnya, memori jangka panjang. Tingkat
konsentrasi dan berhitung Tn.P mampu berkonsentrasi dan berhitung
secara sederhana. Kemampuan penilaian Tn.P dapat membedakan
perbuatan baik dan yang tidak baik. Daya tilik diri Tn.P menyadari tentang
penyakit yang sedang diderita saat ini dan dirawat di RSJD Surakarta.
7. Kebutuhan Persiapan Pulang
Hasil pengkajian pada kebutuhan persiapan pulang diperoleh data
sebagai berikut selama di RSJD Surakarta makan 3x sehari dengan menu
12
nasi, sayur, lauk dan buah tanpa bantuan orang lain, untuk BAB juga
mandiri frekuensinya 1x sehari dengan konsistensi lembek, warna kuning,
bau khas dan kebutuhan BAK juga dilakukan secara mandiri frekuensinya
5 – 6x sehari, warna kuning jernih, bau khas. Tn.P mandi, gosok gigi 2x
dalam sehari pagi dan sore tanpa dibantu. Berpakaian klien dapat
melakukannya sendiri tanpa bantuan. Istirahat tidur Tn.P mengatakan pada
siang hari klien hanya beristirahat saja tanpa tidur siang, tidur malam
selama ±7 jam mulai pukul 21.00 WIB sampai pukul 04.00 WIB.
Penggunaan obat selalu diingatkan oleh perawat. Pemeliharaan kesehatan
Tn.P membutuhkan perawatan lanjutan di RSJD Surakarta dan
memerlukan perawatan dukungan oleh keluarga. Tn.P mempunyai
kegiatan dalam rumah yaitu menjaga kerapian rumah, sedangkan kegiatan
di luar rumah membantu pekerjaan orangtua di sawah.
8. Mekanisme Koping
Hasil pengkajian mekanisme koping pada Tn.P didapatkan data
adaptif: Tn.P mengatakan mampu memulai pembicaraan dengan orang
lain, klien suka berolahraga, sedangkan data maladaptif: Tn.P mengatakan
pernah minum alkohol, mengamuk, memukul ibunya.
9. Masalah Psikososial dan Lingkungan
Hasil pengkajian masalah psikososial dan lingkungan didapatkan
data: Tn.P mengatakan mampu berinteraksi dengan perawat dan pasien
lain di lingkungan RSJD Surakarta.
13
10. Aspek Medik
Tn.P mendapatkan terapi medis Trihexsipenidil (THP) untuk rileks
dan badan tidak kaku dengan dosis 2X1 @ 2mg, Resperidone (RSIP)
untuk membuat pikiran Tn.P tenang dengan dosis 2X1 @ 2mg,
Chlorpromasine (CPZ) untuk menghilangkan suara bisikan yang didengar
Tn.P dengan dosis 2X1 @ 100mg. Hasil pemeriksaan laboratorium GDS :
140 mg/dl, SGOT : 37 U/L, SGPT : 20 U/L, Hb : 15,9 g/dl, Ht : 40,2%.
C. Perumusan MasalahKeperawatan
Berdasarkan analisa data dilakukan pada tanggal 25 April 2013,
didapatkan data: data subjektif: Tn.P mengatakan mendengar bisikan suara
yang menyuruhnya memukul orang yang ada di dekatnya dengan frekuensi
hilang timbul diwaktu sendiri dan disore hari, suara itu datang sehari 1 kali.
Data objektif: klien tampak gelisah, menutup telinga, berbicara sendiri,
tampak menyendiri, konsentrasi kurang, bicara ngelantur, dan mondar–
mandir. Dari data tersebut penulis mengangkat prioritas diagnosa gangguan
persepsi sensori: halusinasi pendengaran.
14
PohonMasalah
Uraian analisa data diatas, dapat digambarkan dalam pohon masalah
yang terjadi pada Tn.P sebagai berikut:
Perilaku Kekerasan (akibat)
Gangguan persepsi sensori: Halusinasi (masalah utama)
Isolasi Sosial : Menarik Diri (penyebab)
Gambar 2: Pohon masalah halusinasi
D. PerencanaanKeperawatan
Didapatdari hasil pengkajian rencana keperawatan gangguan persepsi
sensori: halusinasi. TUM: Tn.P dapat mengontrol halusinasi yang dialaminya.
TUK 1: Setelah dilakukan pertemuanselama 1 x 15 menit Tn.P dapat
membina hubungan saling percaya dengan kriteria evaluasi: ekspresi wajah
bersahabat, menunjukan rasa tenang, ada kontak mata,mau berjabat tangan,
mau menyebutkan nama, mau menjawab salam, mau duduk berdampingan
dengan perawat, bersedia mengungkapkan masalah yang dihadapi. Intervensi:
bina hubungan saling percaya dengan menggunakan prinsip komunikasi
terapeutik: sapa klien dengan ramah baik verbal maupun non verbal,
perkenalkan nama, nama panggilan perawat, jelaskan tujuan berkenalan,
tanyakan nama panggilan yang disukai, buat kontrak yang jelas, tunjukkan
sikap jujur dan menepati janji setiap kali interaksi, tunjukan sikap empati dan
menerima apa adanya, beri perhatian kepada klien dan kebutuhan dasar klien,
tanyakan perasaan klien dan masalah yang dihadapi klien, dengarkan dengan
penuh perhatian ekspresi klien.
15
TUK 2: Setelah dilakukan pertemuan selama 1 x 15 menit Tn.P dapat
mengenal halusinasinya dengan kriteria evaluasi: klien menyebutkan isi,
waktu, frekuensi, situasi dan kondisi yang menimbulkan halusinasi.
Intervensi: observasi tingkah laku klien terkait dengan halusinasinya,
tanyakan apakah klien mengalami sesuatu (halusinasi dengar), jika klien
menjawabnya, tanyakan apa yang sedang dialami, katakan bahwa perawat
percaya klien mengalami halusinasi namun perawat tidak mengalaminya
(dengan nada bersahabat), katakan bahwa ada klien yang mengalami hal yang
sama namun perawat akan membantu klien, diskusikan dengan klien isi,
waktu, frekuensi, situasi dan kondisi yang menimbulkan halusinasi.
TUK 3: Setelah dilakukan pertemuan selama 1 x 15 menit Tn.P dapat
mengontrol halusinasinya dengan kriteria hasil: klien dapat menyebutkan
tindakan untuk mengendalikan halusinasinya, klien mampu menyebutkan
cara baru mengontrol halusinasinya, klien dapat memilih dan memperagakan
cara mengatasi halusinasinya. Intervensi: identifikasi bersama klien cara atau
tindakan yang dilakukan saat terjadi halusinasi, diskusikan cara yang
digunakan klien saat halusinasi muncul, jika cara yang digunakan maladaptif
diskusikan kerugian cara tersebut, jika cara yang digunakan adaptif beri
pujian, diskusikan cara baru untuk mengontrol halusinasi: menghardik,
bercakap-cakap dengan orang lain, melakukan kegiatan harian, minum obat
sesuai resep dokter. Beri kesempatan klien mempraktekan cara yang telah
dipilih, jika berhasil beri pujian.
16
TUK 4: Setelah dilakukan pertemuan selama 1 x 15 menit Tn.P dapat
dukungan dari keluarga dalam mengontrol halusinasinya. Kriteria evaluasi:
keluarga dapat menyebutkan pengertian, tanda dan gejala halusinasi.
Intervensi: buat kontrak dengan keluarga untuk pertemuan, diskusikan dengan
keluarga pada saat pertemuan (pengertian halusinasi, tanda dan gejala
halusinasi, cara memutuskan halusunasi).
TUK 5: Kriteria evaluasi: Setelah dilakukan pertemuan selama 1 x 15
menit Tn.P mengikuti terapi aktifitas kelompok stimulasi persepsi atau
orientasi realitas. Intervensi: Anjurkan klien mengikuti TAK stimulasi
persepsi sessi 1: menonton TV. Anjurkan klien mengikuti TAK stimulasi
persepsi sessi 2: membaca majalah, koran. Anjurkan klien mengikuti TAK
stimulasi persepsi sessi 3: menggambar.
E. Implementasi Keperawatan
Penulis melakukan implementasi pada tanggal 25 April 2013 jam 10.00
WIB untuk diagnosa gangguan persepsi sensori: halusinasi pada Tn.P di
bangsal Pringgodani RSJD Surakarta, yaitu SP I : memberi salam, membina
hubungan saling percaya, membantu Tn.P dalam mengenal halusinasi,
menjelaskan cara mengontrol halusinasi, mengajarkan Tn.P mengontrol
halusinasi dengan cara menghardik. Dan pukul 12.00 WIB memberikan terapi
medis minum obat medis Trihexsipenidil (THP) 2mg, Resperidone (RSIP)
2mg, Chlorpromasine (CPZ) 100mg.
Tanggal 26 April 2013 pukul 09.00 WIB penulis memberikan cara yang
kedua: mengajarkan Tn.P untuk mengontrol halusinasinya dengan metode SP
17
II, yaitu bercakap-cakap dengan orang lain dan pukul 12.15 WIB memberikan
terapi medis minum obat medis Trihexsipenidil (THP) 2mg, Resperidone
(RSIP) 2mg, Chlorpromasine (CPZ) 100mg.
Tanggal 27 April 2013 jam 09.30 WIB penulis memberikan cara
melakukan SP III : melatih Tn.P untuk mengontrol halusinasi dengan cara
ketiga, yaitu melakukan aktifitas terjadwal dan pukul 12.10 WIB memberikan
terapi medis minum obat medis Trihexsipenidil (THP) 2mg, Resperidone
(RSIP) 2mg, Chlorpromasine (CPZ) 100mg.
F. Evaluasi Keperawatan
Hasil evaluasi setelah penulis memberikan implementasi pada tanggal
25 April 2013 dari SP I diperoleh data subjektif: Tn.P mengatakan mendengar
bisikan suara yang menyuruhnya memukul orang yang ada di dekatnya
dengan frekuensi hilang timbul diwaktu sendiri dan disore hari, suara itu
datang sehari 1 kali. Data objektif: Tn.P kooperatif memperhatikan yang
sedang diajarkan oleh penulis, kontak mata ada, klien mampu
mendemonstrasikan cara menghardik, klien tampak meminum obat yang
diberikan. Data assessment: Tn.P mampu menyebutkan jenis, waktu,
frekuensi halusinasinya. Planning klien: anjurkan Tn.P memasukkan dalam
jadwal harian, planning untuk penulis pertahankan SP I, lanjutkan SP II.
Hasil evaluasi pada tanggal 26 April 2013 diperoleh data subjektif:
Tn.P mengatakan masih mendengar suara bisikan yang menyuruhnya
memukul orang di dekatnya dengan frekuensi hilang timbul diwaktu sendiri
dan disore hari, suara itu datang sehari 1 kali. Data objektif: Tn.P mampu
18
mengulang SP I, Tn.P memperhatikan, dan mengontrol halusinasi dengan
cara bercakap-cakap dengan orang lain, Tn.P tampak meminum obat terapi.
Data assessment: Tn.P mampu bercakap-cakap dengan orang lain. Planning
untuk Tn.P anjurkan untuk menggunakan SP II jika bisikan terdengar,
planning untuk penulis: lanjutkan SP III.
Hasil evaluasi pada tanggal 27 April 2013 diperoleh data subjektif:
Tn.P mengatakan suara bisikan sudah tidak muncul. Data objektif: Tn.P
mampu mengulang SP I, dan SP II dengan baik, Tn.P tampak memperhatikan
cara mengontrol halusinasi SP III yaitu melakukan aktifitas terjadwal. Data
assessment: Tn.P mampu menyebutkan kegiatan yang dapat mengontrol
halusinasi. Planning untuk Tn.P anjurkan untuk melakukan kegiatan yang
dapat mengontrol halusinasi sesuai jadwal kegiatan, planning untuk perawat
pertahankan SP III.
19
BAB III
PEMBAHASAN DAN KESIMPULAN
A. Pembahasan
Bab ini penulis akan membahas kesenjangan antara teori dan proses
keperawatan pada asuhan keperawatan pada Tn.P dengan gangguan persepsi
sensori: halusinasi pendengaran yang dilaksanakan pada tanggal 25-27 April
2013 di Ruang Pringgodani RSJD Surakarta. Prinsip pembahasan ini dengan
memperhatikan aspek tahapan proses keperawatan mulai dari pengkajian,
diagnosa keperawatan, intervensi atau rencana keperawatan, implementasi
sampai evaluasi keperawatan.
Menurut Direja (2011), definisi halusinasi adalah salah satu gejala
gangguan jiwa dimana pasien mengalami perubahan sensori persepsi:
merasakan sensori palsu berupa suara, pengecapan, perabaan atau pembau.
Halusinasi adalah gangguan pencerapan (persepsi) panca indra tanpa adanya
rangsangan dari luar yang didapat meliputi semua system pengindraan
dimana terjadi pada saat kesadaran individu itu penuh atau baik (Stuart &
sudden, 2005). Menurut Saidah (2003), halusinasi adalah gangguan
penyerapan atau persepsi panca indra tanpa adanya rangsangan dari luar yang
dapat terjadi pada sistem pengindraan pada saat kesadaran penuh dan baik.
Masuknya rangsangan tersebut terjadi pada saat klien dapat menerima
rangsang dari luar dan dari individu. Dengan kata lain klien berespon
terhadap rangsangan yang tidak nyata, yang hanya dirasakan oleh klien dan
tidak dapat dibuktikan. .
20
Manifestasi klinis halusinasi antara lain yaitu bingung, apatis terhadap
lingkungan, klien tidak dapat membedakan antara realita dan khayalan. Sulit
tidur dan konsentrasi menurun, gelisah, agitasi, agresif, destruktif, ekspresi
wajah tegang, perasaan tidak aman, curiga, tersinggung, bicara sendiri,
berkeringat, nadi cepat, tekanan darah meningkat, halusinasi dengar, klien
menyumbat telinga, sikap seperti mendengar sesuatu, tertawa sendiri,
terdiam, terengah-engah dalam pembicaraan sulit membuat keputusan
(Kusumawati,2010).
1. Pengkajian
Pengkajian merupakan tahap awal dan dasar utama dari proses
keperawatan, tahap pengkajian terdiri atas pengumpulan data dan
perumusan masalah klien. Data yang dikumpulkan meliputi data biologis,
data psikologis, sosial dan spiritual. Data pada pengkajian kesehatan jiwa
dapat dikelompokkan menjadi faktor predisposisi, faktor presipitasi,
penilaian terhadap stressor, sumber koping dan kemampuan koping yang
dimiliki klien (Keliat, 2005).
Berdasarkan hasil pengkajian yang telah dilakukan oleh penulis
terhadap Tn.P dengan metode auto anamnesa dan allo anamnesa,
diperoleh data subjektif dan data objektif yang sesuai dengan prioritas
masalah keperawatan yang dialami Tn.P yaitu gangguan persepsi sensori:
halusinasi didukung dengan data subjektif: Tn.P mendengar suara-suara
bisikan yang menyuruhnya untuk memukul orang di dekatnya, dan data
objektif: Tn.P takut, gelisah, mondar–mandir, berbicara sendiri, dalam hal
21
ini dapat disimpulkan bahwa manifestasi klinis yang dialami Tn.P sesuai
dengan manifestasi klinis yang terdapat dalam teori yaitu gelisah, curiga,
halusinasi dengar, menyumbat telinga.
2. Diagnosa Keperawatan
Menurut Videbeck (dalam Nurjannah, 2005) menyatakan bahwa
diagnosa keperawatan berbeda dari diagnosa psikiatrik medis dimana
diagnosa keperawatan adalah respon klien terhadap masalah medis atau
bagaimana masalah mempengaruhi fungsi klien sehari-hari yang
merupakan perhatian utama diagnosa keperawatan. Diagnosa keperawatan
adalah merupakan suatu pernyataan yang menjelaskan respon manusia
terhadap status kesehatan atau resiko perubahan dari kelompok dimana
perawat secara accountabilitas dapat mengidentifikasi dan memberikan
intervensi secara pasti untuk menjaga status kesehatan, menurun,
membatasi, mencegah, merubah. Terdapat 4 diagnosa keperawatan yaitu,
resiko menciderai diri sendiri, orang lain dan lingkungan sebagai akibat,
gangguan persepsi sensori halusinasi sebagai core problem, dan menarik
diri sebagai etiologi (Keliat, 2005).
Menurut NANDA (2009-2011: 193) pada diagnosa gangguan
persepsi sensori : halusinasi memiliki batasan karakteristik: perubahan
dalam perilaku, perubahan dalam menejemen koping, disorientasi,
konsentrasi buruk, gelisah, dan distorsi sensori seperti berbicara sendiri,
tertawa sendiri, mendengar suara yang tidak nyata, dan mondar-mandir.
Data yang memperkuat penulis mengangkat diagnosa gangguan persepsi
22
sensori: halusinasi pendengaran yaitu data subjektif : klien mengatakan
mendengar suara-suara bisikan yang menyuruhnya untuk memukul orang
di dekatnya, dan data objektif : klien tampak gelisah, menutup telinga,
berbicara sendiri, tampak menyendiri, konsentrasi kurang, bicara
ngelantur, dan mondar–mandir. Berdasarkan pohon masalah yang dialami
Tn.P dapat disimpulkan tidak ada kesenjangan antara pohon masalah yang
dialami Tn.P dengan pohon masalah yang terdapat pada teori.
3. Intervensi Keperawatan
Intervensi keperawatan adalah suatu tindakan dalam membantu
pemilihan perencanaan untuk memberikan petunjuk terhadap pemberian
asuhan keperawatan kepada klien (Townsend.M.C 2006). Intervensi
keperawatan terdiri dari tiga aspek yaitu tujuan umum, tujuan khusus dan
rencana tindakan keperawatan. Tujuan umum berfokus pada penyelesaian
permasalahan (P) dari diagnosa tertentu. Tujuan umum dapat dicapai jika
serangkaian tujuan khusus telah dicapai. Tujuan khusus berfokus pada
penyelesaian etiologi (E) dari diagnosa tersebut. Tujuan khusus merupakan
rumusan kemampuan yang perlu dicapai atau dimiliki klien. Kemampuan
ini dapat bervariasi sesuai dengan masalah kebutuhan klien. Umumnya,
kemampuan klien pada tujuan khusus dapat menjadi tiga aspek yaitu
kemampuan kognitif yang diperlukan untuk menyelesaikan etiologi dari
diagnosa keperawatan, kemampuan psikomotor yang diperlukan agar
etiologi dapat teratasi dan kemampuan afektif yang perlu dimiliki agar
23
klien percaya pada kemampuan menyelesaikan masalah (Stuart dan Laria,
2005).
Tujuan umum dilakukan tindakan keperawatan pada permasalahan
yang dihadapi klien yaitu agar klien dapat mengontrol halusinasi yang
dialaminya. Tujuan khusus pertama Tn.P dapat membina hubungan saling
percaya dengan kriteria evaluasi: ekspresi wajah bersahabat, menunjukan
rasa tenang, ada kontak mata, mau berjabat tangan, mau menyebutkan
nama, mau menjawab salam, mau duduk berdampingan dengan perawat,
bersedia mengungkapkan masalah yang dihadapi. Intervensi: bina
hubungan saling percaya dengan menggunakan prinsip komunikasi
terapeutik: sapa klien dengan ramah baik verbal maupun non verbal,
perkenalkan nama, nama panggilan perawat, jelaskan tujuan berkenalan,
tanyakan nama panggilan yang disukai, buat kontrak yang jelas, tunjukan
sikap jujur dan menepati janji setiap kali interaksi, tunjukkan sikap empati
dan menerima apa adanya, beri perhatian kepada klien dan kebutuhan
dasar klien, tanyakan perasaan klien dan masalah yang dihadapi klien,
dengarkan dengan penuh perhatian ekspresi klien.
Tujuan khusus kedua Tn.P dapat mengenal halusinasinya dengan
kriteria evaluasi: klien menyebutkan isi, waktu, frekuensi, situasi dan
kondisi yang menimbulkan halusinasi. Intervensi: observasi tingkah laku
klien terkait dengan halusinasinya, tanyakan apakah klien mengalami
sesuatu (halusinasi dengar), jika klien menjawabnya, tanyakan apa yang
sedang dialami, katakan bahwa perawat percaya klien mengalami
24
halusinasi namun perawat tidak mengalaminya (dengan nada bersahabat),
katakan bahwa ada klien yang mengalami hal yang sama namun perawat
akan membantu klien, diskusikan dengan klien isi, waktu, frekuensi,
situasi dan kondisi yang menimbulkan halusinasi.
Tujuan khusus ketiga Tn.P dapat mengontrol halusinasinya dengan
kriteria hasil: klien dapat menyebutkan tindakan untuk mengendalikan
halusinasinya, klien mampu menyebutkan cara baru mengontrol
halusinasinya, klien dapat memilih dan memperagakan cara mengatasi
halusinasinya. Intervensi: identifikasi bersama klien cara atau tindakan
yang dilakukan saat terjadi halusinasi, diskusikan cara yang digunakan
klien saat halusinasi muncul, jika cara yang digunakan maladaptif
diskusikan kerugian cara tersebut, jika cara yang digunakan adaptif beri
pujian, diskusikan cara baru untuk mengontrol halusinasi: menghardik,
bercakap-cakapdengan orang lain, melakukan kegiatan harian, minum obat
sesuai resep dokter. Beri kesempatan klien mempraktekan cara yang telah
dipilih, jika berhasil beri pujian.
Tujuan khusus keempat Tn.P dapat dukungan dari keluarga dalam
mengontol halusinasinya. Kriteria evaluasi: keluarga dapat menyebutkan
pengertian, tanda dan gejala halusinasi. Intervensi: buat kontrak dengan
keluarga untuk pertemuan, diskusikan dengan keluarga pada saat
pertemuan (pengertian halusinasi, tanda dan gejala halusinasi, cara
memutuskan halusunasi).
25
Tujuan khusus kelima Tn.P mengikuti terapi aktifitas kelompok
stimulasi persepsi atau orientasi realitas. Intervensi: Anjurkan klien
mengikuti TAK stimulasi persepsi sessi 1: menonton TV. Anjurkan klien
mengikuti TAK stimulasi persepsi sessi 2: membaca majalah, koran.
Anjurkan klien mengikuti TAK stimulasi persepsi sessi 3: menggambar.
4. Implementasi Keperawatan
Implementasi keperawatan adalah apabila tujuan, hasil dan
intervensi telah diidentifikasi perawat siap untuk melakukan aktivitas
pencatatan pada rencana keperawatan klien (Towsend.M.C 2006).
Menurut Nurjannah (2005), implementasi adalah pengelolaan dan
perwujudan dari rencana keperawatan yang yang telah disusun pada tahap
perencanaan. Jenis tindakan pada implementasi ini terdiri dari tindakan
mandiri (independent), saling ketergantungan atau kolaborasi
(interdependent), dan tindakan rujukan atau ketergantungan (dependent).
Penulis dalam melakukan implementasi menggunakan jenis tindakan
mandiri dan saling ketergantungan.
Tindakan keperawatan yang dilakukan oleh penulis untuk Tn.P
pada saat di bangsal Pringgodani yaitu melakukan bina hubungan saling
percaya, menanyakan apakah masih mendengar suara-suara bisikan yang
menyuruhnya mengamuk, memukul, meyakinkan bahwa klien saja yang
mendengarkan suara tersebut, mengatakan perawat akan membantu
menghilangkan halusinasi yang dialaminya, menanyakan pada saat apa
halusinasi itu muncul, membantu mengenal halusinasinya, mengajarkan
26
cara mengontrol halusinasi dengan menghardik, bercakap-cakap dengan
orang lain, melakukan aktifitas harian, dan minum obat dengan benar.
5. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi keperawatan adalah proses berkesinambungan yang perlu
dilakukan untuk menentukan seberapa baik rencana keperawatan
dilakukan (Townsend. 2006). Menurut Nurjannah (2005), evaluasi adalah
proses berkelanjutan untuk menilai efek dari tindakan keperawatan pada
klien. Evaluasi dilakukan terus-menerus pada respons klien terhadap
tindakan keperawatan yang telah dilaksanakan. Evaluasi dibagi dua, yaitu
evaluasi proses atau formatif yang dilakukan setiap selesai melaksanakan
tindakan, evaluasi hasil atau sumatif yang dilakukan dengan
membandingkan antara respon klien dan tujuan khusus serta umum yang
telah ditentukan. Penulis melakukan implementasi dan selanjutnya
mendapatkan hasil evaluasi dengan data subjektif : Tn.P mengatakan
mendengar suara-suara bisikan yang menyuruhnya untuk memukul orang
di dekatnya, dengan frekuensi hilang timbul diwaktu sendiri dan disore
hari, suara itu datang sehari 1 kali. Data objektif: Tn.P mampu mengulang
SP I dan SP II dengan baik, Tn.P tampak memperhatikan cara
menggontrol halusinasi SP III yaitu melakukan aktifitas terjadwal. Data
assessment: Tn.P mampu menyebutkan kegiatan yang dapat mengontrol
halusinasi, planning untuk perawat pertahankan SP III.
27
B. Simpulan dan Saran
1. Simpulan
Berdasarkan studi kasus asuhan keperawatan pada Tn. P dengan
gangguan persepsi sensori: halusinasi pendengaran yang telah penulis
lakukan, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:
a. Pengkajian
Pada pengkajian, difokuskan pada pola persepsi, yaitu klien
mengatakan bahwa klien mendengar suara-suara bisikan yang
menyuruhnya untuk memukul orang di dekatnya, dengan frekuensi
hilang timbul diwaktu sendiri dan disore hari, suara itu datang sehari 1
kali.
b. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa prioritas yang penulis angkat adalah gangguan persepsi
sensori: halusinasi pendengaran.
c. Intervensi Keperawatan
Intervensi yang direncanakan pada diagnosa gangguan persepsi
sensori halusinasi pendengaran yaitu dengan tujuan umum agar klien
dapat mengontrol halusinasi yang dialaminya. Intervensi juga
dilakukan dengan lima tujuan khusus, diantarannya: tujuan khusus
pertama yaitu klien dapat membina hubungan saling percaya, tujuan
khusus kedua yaitu klien dapat mengenal halusinasi, tujuan khusus
ketiga yaitu klien dapat melatih mengontrol halusinasinya dengan
melatih cara menghardik halusinasi, bercakap-cakap dengan orang
28
lain, dan mengalihkan halusinasinya dengan beraktivitas secara
terjadwal, tujuan khusus keempat yaitu klien dapat dukungan keluarga
dalam mengontrol halusinasi, dan tujuan khusus kelima yaitu klien
dapat memanfaatkan obat untuk mengontrol halusinasi.
d. Implementasi Keperawatan
Implementasi yang dilaksanakan oleh penulis pada Tn.P di
bangsal Pringgodani RSJD Surakarta yaitu membina hubungan saling
percaya, menanyakan apakah masih mendengar bisikan suara yang
menyuruhnya mengamuk, memukul, meyakinkan bahwa klien saja
yang mendengarkan suara tersebut, mengatakan perawat akan
membantu menghilangkan bisikan yang dialaminya, menanyakan pada
saat apa halusinasi itu muncul, membantu mengenal halusinasinya,
mengajarkan cara mengontrol halusinasi dengan menghardik,
bercakap-cakap dengan orang lain, melakukan aktifitas harian, dan
minum obat dengan benar.
e. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi yang telah dilaksanakan oleh penulis pada kasus
halusinasi Tn.P di bangsal Pringgodani RSJD Surakarta yaitu diperoleh
data: klien dapat membina hubungan saling percaya, klien dapat
mengenal halusinasi, klien dapat menyebutkan isi, frekuensi, situasi
dan kondisi yang menimbulkan halusinasi, klien dapat mengontrol
halusinasi dengan cara menghardik, klien dapat mengontrol halusinasi
29
dengan cara bercakap-cakap bersama orang lain dan klien dapat
melakukan aktifitas harian.
2. Saran
Berdasarkan kesimpulan diatas, maka penulis memberikan saran yang
diharapkan bermanfaat, sebagai berikut:
a. Bagi institusi diharapkan pembimbing memberikan bimbingan klinik
kepada mahasiswa secara optimal sehingga mahasiswa menjelaskan
gambaran dalam melakukan asuhan keperawatan.
b. Bagi keluarga setidaknya mengunjungi seminggu sekali, sehingga
dapat mempermudah penyembuhan klien.
c. Bagi perawat untuk selalu meningkatkan kemampuan komunikasi
terapeutik secara kualitas dan kuantitas dalam membentuk asuhan
keperawatan sehingga diharapkan meningkatkan proses penyembuhan
pada klien.
d. Bagi penulis dalam melakukan pengkajian tidak secara optimal, maka
dalam pengkajian penulis ada kekurangan cara atau langkah terlebih
dahulu, sehingga penulis mendapat data secara optimal.
30
DAFTAR PUSTAKA
Ann Isaacs. (2004). Keperawatan Kesehatan Jiwa dan Psikiatrik, Ed.3 EGC:
Jakarta.
Depkes RI. (2007). Buku Pedoman Nasional Upaya Kesehatan Jiwa. Jakarta.
Direja Ade Herman. (2011). Buku Ajar Asuhan Keperawatan Jiwa, Nuha Medika:
Yogyakarta.
Doenges, Townsend Moorhouse. (2006). Rencana Asuhan Keperawatan Psikiatri
Edisi.3. EGC: Jakarta.
Hawari, dkk. (2009). Konsep Dasar Keperawatan Jiwa. Trans Info Medika:
Jakarta.
Keliat Budi Anna. (2005). Proses Keperawatan Jiwa, Edisi.2. EGC: Jakarta.
Kompas. (11 Oktober 2011). http://edukasi.kompas.com/read/2011/10/11/0333
Diakses tanggal 20 Oktober 2011.
Kusumawati F, dkk. (2010). Buku Ajar Keperawatan Jiwa. Salemba Medika:
Jakarta.
Melinda Hermann. (2008). Keperawatan Jiwa. PT Refika Aditama: Bandung
M.F Mubin, dkk. (2009). Pengalaman Stigma Pada Keluarga dengan Klien
Gangguan Jiwa, Vol 3 : Media Ners.
Mubarak, W. (2007). Buku Ajar Kebutuhan Dasar Manusia. EGC: Jakarta.
Nancy Andreasen. (2008). Keperawatan Jiwa. Bandung.
Nanda Internasional. (2011). Nanda International: Diagnosa Keperawatan:
Definisi dan Klasifikasi 2009-2011. EGC: Jakarta.
Nurjannah I. (2005). Aplikasi ProsesKeperawatan.Mocomedika: Yogyakarta.
Saidah S. N. (2003).Asuhan keperawatan pada pasien dengan perubahan sensori
persepsi: halusinasi : USU Digital Library.
31
Saifudin. (2006). http://www.google.com/search?q=prevalensi
gangguanjiwa+didunia lm-serp.1.0.0j Diakses tanggal 22 november
2008.
Sheila L. Videbeck. (2008). Buku Ajar Keperawatan Jiwa. EGC: Jakarta.
Stuart and Laria. (2005). Buku Ajar Keperawatan Jiwa. Terjemah 3.EGC: Jakarta.
Stuart and Sudden. (2005). Buku Saku Keperawatan Jiwa. Edisi 3 EGC: Jakarta.