Gambaran Pengetahuan Klien Tentang Gastritis
-
Upload
jhonoajjah7351 -
Category
Documents
-
view
3.064 -
download
46
Transcript of Gambaran Pengetahuan Klien Tentang Gastritis
BAB IPENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Untuk dapat meningkatkan derajat kesehatan masyarakat, banyak hal
yang perlu diperhatikan. Salah satu diantaranya yang dipandang mempunyai
peranan penting ialah menyelenggarakan pelayanan kesehatan.
Penyakit Gastritis yang dikenal dengan Gastritis saluran pencernaan
bagian atas yang banyak dikeluhkan masyarakat dan paling banyak dibagian
gastroenterologi (Mustakim, 2009). Menurut Herlan (2001), menyatakan
Gastritis bukanlah penyakit tunggal, tetapi beberapa kondisi yang mengacu
pada peradangan lambung. Biasanya peradangan tersebut merupakan akibat
dari infeksi bakteri yang dapat mengakibatkan borok lambung yaitu
Helicobacter Pylory.
Keluhan Gastritis merupakan suatu keadaan yang sering dan banyak
dijumpai dalam kehidupan sehari-hari. Tidak jarang kita jumpai penderita
Gastritis kronis selama bertahun-tahun pindah dari satu dokter ke dokter
yang lain untuk mengobati keluhan Gastritis tersebut. Berbagai obat-obatan
penekan asam lambung sudah pernah diminum seperti antasid, namun
keluhan selalu datang silih berganti. Keluhan yang berkepanjangan dalam
menyembuhkan Gastritis ini dapat menimbulkan stress, gara-gara Gastritis
1
sekitar 10% dan biaya yang tidak sedikit. Bagi stress ini bukan tidak mungkin
justru menambah berat Gastritis penderita yang sudah ada (Budiana, 2006).
Budiana (2006), mengatakan bahwa Gastritis ini terbesar di seluruh
dunia dan bahkan diperkirakan diderita lebih dari 1,7 milyar. Pada negara
yang sedang berkembang infeksi diperoleh pada usia dini dan pada negara
maju sebagian besar dijumpai pada usia tua.
Angka kejadian infeksi Gastritis Helicobacter Pylory pada beberapa
daerah di Indonesia menunjukkan data yang cukup tinggi. Menurut
Maulidiyah dan Unun (2006), di Kota Surabaya angka kejadian Gastritis
sebesar 31,2%, Denpasar 46%, sedangkan di Medan angka kejadian infeksi
cukup tinggi sebesar 91,6%. Adanya penemuan infeksi Helicobacter Pylory
ini mungkin berdampak pada tingginya kejadian Gastritis. Faktor etiologi
Gastritis lainnya adalah asupan alkohol berlebihan (20%), merokok (5%),
makanan berbumbu (15%), obat-obatan (18%) dan terapi radiasi (2%)
(Herlan, 2001).
Dari hasil penelitian para pakar, didapatkan jumlah penderita Gastritis
antara pria dan wanita, ternyata Gastritis lebih banyak pada wanita dan dapat
menyerang sejak usia dewasa muda hingga lanjut usia. Di Inggris 6-20%
menderita Gastritis pada usia 55 tahun dengan prevelensi 22% insiden total
untuk segala umur pada tahun 1988 adalah 16 kasus/1000 pada kelompok
umur 45-64 tahun. Insiden sepanjang usia untuk Gastritis adalah 10% (Harun
Riyanto, 2008).
2
Berdasarkan hasil survey awal dilokasi penelitian yaitu di RSU. Dr. F.L.
Tobing Sibolga tahun 2008 ditemukan rata-rata perbulannya penderita
Gastritis yang berobat selama tahun 2008 masih cukup banyak yaitu setiap
bulannya ± 40 orang (Profil RSU. Dr. F.L. Tobing Sibolga, 2008).
Dari latar belakang di atas maka penulis merasa tertarik untuk
penelitian dengan judul “Gambaran Pengetahuan Klien Tentang Gastritis di
RSU. Dr. Fl. Tobing Sibolga Tahun 2009”.
B. Perumusan Masalah
Berdasarkan uraian di atas, maka yang menjadi perumusan masalah
dalam penelitian ini adalah : “Bagaimanakah Gambaran Pengetahuan Klien
Tentang Gastritis di RSU. dr. F.L. Tobing Sibolga Tahun 2009?”.
C. Tujuan Penelitian
C.1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui gambaran pengetahuan klien tentang gastritis di
RSU. dr. F.L. Tobing Sibolga Tahun 2009
C.2. Tujuan Khusus
a. Untuk mengetahui disrtibusi pengetahuan klien tentang gastritis di
RSU. dr. F.L. Tobing Sibolga Tahun 2009 berdasarkan umur.
3
b. Untuk mengetahui distribusi pengetahuan klien tentang gastritis di
RSU. dr. F.L. Tobing Sibolga Tahun 2009 berdasarkan pendidikan.
c. Untuk mengetahui distribus pengetahuan klien tentang gastritis di
RSU. dr. F.L. Tobing Sibolga Tahun 2009 berdasarkan sumber
informasi.
D. Manfaat Penelitian
D.1. Bagi Peneliti
Sebagai bahan pengetahuan dan menambah wawasan peneliti tentang
penyakit Gastritis dan sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan
pendidikan Ahli Madya Keperawatan.
D.2. Bagi Pendidikan
Sebagai referensi bagi perpustakaan dan sebagai bahan acuan bagi
penelitian berikutnya di masa yang akan datang khususnya tentang
penyakit Gastritis.
D.3. Bagi Rumah Sakit
Sebagai bahan informasi tentang gambaran tingkat pengetahuan klien
Gastritis yang berobat di RSU. dr. F.L. Tobing Sibolga.
4
BAB IITINJAUAN PUSTAKA
A. Pengetahuan (Knowledge)
A.1. Defenisi
Pengetahuan adalah merupakan hasil dari “TAHU” dan ini terjadi
setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu,
pengetahuan umumnya datang dari penginderaan yang terjadi melalui panca
indra manusia, yaitu: indra penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan
raba, sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan
telinga (Notoatmodjo, 2003).
A.2. Tingkat Pengetahuan
Menurut Notoatmodjo, 2007 menyatakan pengetahuan yang dicakup
dalam domain kognitif mempunyai 6 tingkatan, yaitu :
a. Tahu (Know)
Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang dipelajari
sebelumnya, termasuk dalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat
kembali (recall) terhadap suatu yang spesifik dari seluruh bahan yang
dipelajari atau rangsangan yang diterima.
5
b. Memahami (Comprehension)
Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan menjelaskan secara
benar tentang objek yang diketahui dan dapat menginterpretasikan.
c. Aplikasi (Aplication)
Aplikasi dapat diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi
yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi riil (sebenarnya), aplikasi di
sini dapat diartikan aplikasi atau penggunaan hukum-hukum, rumus,
metode, prinsip dan sebagainya dalam konteks atau situasi yang lain.
d. Analisis (Analysis)
Analisa adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu
objek ke dalam komponen-komponen, tetapi masih dalam struktur
organisasi tersebut dan kaitannya satu sama lain. Ukuran kemampuan
dapat dilihat dalam penggunaan tenaga kerja seperti : menggambarkan,
membuat bagan, membedakan, memisahkan, membuat bagan proses
adaptasi perilaku dan dapat membedakan pengertian psikologi dan
fisiologi.
e. Sintesis (Syntesis)
Sintesis merupakan suatu kemampuan untuk meletakkan atau
menghubungkan bagian-bagian dalam bentuk suatu keseluruhan yang
baru. Dengan kata lain sintesis itu suatu kemampuan untuk menyusun
komulasi dari formulasi-formulasi yang ada.
6
f. Evaluasi (Evaluation)
Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi
atau penilaian terhadap suatu materi objek penilaian-penilaian itu
berdasarkan suatu kriteria yang ditentukan sendiri atau menggunakan
kriteria-kriteria yang telah ada.
A.3. Cara Memperoleh Pengetahuan
A.3.1. Cara tradisional
Cara-cara penemuan pengetahuan pada periode ini antara lain :
1. Cara coba-coba dan salah (Trial dan Error)
Cara coba-coba ini dilakukan dengan menggunakan kemungkinan
tersebut tidak berhasil dicoba kemungkinan yang lama.
2. Cara kekuasaan (otoritas)
Dimana pengetahuan diperoleh berdasarkan pada otoritas
(kekuasaan) baik otoritas pemerintahan, otoritas
3. Berdasarkan pengalaman
Hal ini dilakukan dengan cara mengulang kembali pengalaman
yang diperoleh dalam memecahkan permasalahan yang dihadapi
pada masa lalu.
4. Melalui jalan pikiran
Yaitu manusia telah mampu menggunakan penalarannya dalam
memperoleh pengetahuannya.
7
A.3.2 Cara modern dalam memperoleh pengetahuan
Cara baru atau modern dalam memperoleh pengetahuan pada
dewasa ini lebih sistematis, logis dan ilmiah. Cara ini disebut metode
penelitian ilmiah atau lebih populer lagi metodologi penelitian (Notoatmodjo,
2002).
A.4. Variabel penelitian yang mempengaruhi pengetahuan
1. Umur
Umur adalah lamanya tahun dihitung sejak dilahirkan hingga
penelitian ini dilakukan. Umur merupakan periode penyesuaian
terhadap pola-pola kehidupan baru. Pada masa ini merupakan usia
reproduktif, masa bermasalah, masa ketegangan emosi, masa
ketrampilan, sosial, masa komitmen, masa ketergantungan, masa
perubahan nilai, masa penyesuaian dengan hidup baru, masa
kreatif. Pada dewasa ini ditandai oleh adanya perubahan-perubahan
jasmani dan mental, semakin bertambah umur seseorang maka
akan semakin bertambah keinginan dan pengetahuannya tentang
kesehatan. Umur yang lebih cepat menerima pengetahuan adalah
18-40 tahun (Notoadmojo, 2003).
2. Pendidikan
Pendidikan adalah proses pertumbuhan seluruh kemampuan dan
perilaku melalui pengajaran, sehingga pendidikan itu perlu
mempertimbangkan umur (proses perkembangan) dan
8
hubungannya dengan proses belajar. Tingkat pendidikan juga
merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi persepsi
seseorang untuk lebih mudah menerima ide-ide dan teknologi yang
baru (Notoatmodjo, 2003).
Pendidikan memiliki peranan yang laing penting dalam menentukan
kualitas manusia. Dengan pendidikan, manusia dianggap akan
memperoleh pengetahuan dan implikasinya. Semakin tinggi
pendidikan hidup manusia akan semakin berkualitas, perubahan
yang cepat dalam perkembangan ilmu pengetahuan dan teknolgi
sangat dibutuhkan orang yang berpengetahuan baik. Untuk
mendapatkan pengetahuan yang baik kita dapatkan dalam
pendidikan, jadi pendidikan yang tinggi akan didapatkan
pengetahuan yang baik (Hurlock, 1999).
3. Sumber Informasi
Informasi yang diperoleh dari berbagai sumber akan mempengaruhi
tingkat pengetahuan seseorang. Bila seseorang memperoleh
informasi, maka ia cenderung mempunyai pengetahuan yang lebih
luas. Sumber informasi adalah segala sesuatu yang menjadi
perantara dalam menyampaikan informasi, merangsang pikiran dan
keamanan (Notoatmodjo, 2003).
Sumber informasi adalah suatu proses pemberitahuan yang dapat
membuat seseorang mengetahui informasi dengan mendegar atau
9
melihat sesuatu secara langsung maupun tidak langsung. Semakin
banyak informasi yang didapat akan semakin luas pengetahuan
seseorang (Depdikbud, 2001).
B. Gastritis
B.2. Defenisi
Gastritis adalah proses inflamasi pada lapisan mukosa dan sub
mukosa lambung. Secara histopologi dapat dibuktikan dengan adanya
infiltrasi sel-sel radang pada daerah tersebut. Gastritis adalah salah satu
penyakit yang paling banyak dijumpai di klinik penyakit dalam pada umumnya
(Herlan, 2001)
B.3. Klasifikasi Gastritis
B.2.1. Gastritis akut
Inflamasi akut mukosa lambung pada sebagian besar kasus
merupakan penyakit yang ringan dan sembuh sempurna. Salah satu bentuk
Gastritis akut yang manifestasi klinisnya dapat berbentuk penyakit yang berat
adalah Gastritis erosit atau Gastritis hemoragik.
Disebut Gastritis hemoragik karena pada penyakit ini dijumpai
perdarahan mukosa lambung dalam berbagai derajat dan terjadi erosi yang
berarti hilangnya kontinuitas mukosa lambung pada mukosa lambung
tersebut (Herlan, 2001).
10
Gastritis (inflamasi mukosa lambung) sering diakibatkan diet yang
sembrono. Individu ini makan terlalu banyak atau terlalu cepat atau makan
makanan yang terlalu berbumbu atau yang mengandung mikroorganisme
penyebab penyakit. Penyakit lain dari Gastritis akut mencakup alkohol,
aspirin, refluk, empedu, atau terapi radiasi.
Bentuk terberat dari penyakit Gastritis akut disebabkan oleh mencerna
asam atau alkali kuat, yang menyebabkan mukosa menjadi ganggren atau
perforasi. Pembentukan jaringan parut dapat terjadi, yang mengakibatkan
obstruksi piloris. Gastritis juga merupakan tanda pertama dari infeksi sistemik
akut (Brunner dan Suddarth, 2002).
Gastritis akut merupakan penyakit yang sering ditemukan, biasanya
bersifat jinak merupakan respon mukosa lambung terhadap berbagai iritan
lokal. Endotoksin bakteri (setelah menelan makanan terkontaminasi), kafein,
alkohol dan aspirin merupakan agen pencetus yang lazim. (Silvia A. Price
dan Lorrenne M.Wilson, 1995).
B.2.2. Gastritis kronis
Disebut Gastritis kronis apabila infiltrasi sel-sel radang yang terjadi
pada lamina propria dan daerah intra epitelial terutama terdiri atas sel-sel
radang kronik, yaitu limfosit dan neutrofil pada daerah tersebut menandakan
adanya aktivitas (Herlan, 2002).
Gastritis kronis ditandai oleh Atropi Progresif Epitel kelenjar disertai
kehilangan sel parietal dan chief cell. Dinding lambung menjadi tipis dan
11
mukosa mempunyai permukaan yang nyata. Gastritis kronis digolongkan
menjadi dua kategori yaitu Gastritis Tipe A (Atropik atau Fundal) dan Gastritis
Tipe B (Antral) (Silvia A. Price dan Lorrenne M.Wilson, 1995).
Gastritis kronis adalah inflamasi yang lama yang disebabkan oleh
ulkus benigna atau maligna dari lambung atau oleh bakteri Helicobacter
Pylory (H. Fylory) (Brunner dan Suddarth, 2006).
B.3. Penyebab Gastritis
Dapat dicatat bahwa faktor etiologi atau faktor penyebab Gastritis
sampai saat ini adalah :
1. Penyebab Gastritis akut
Dapat terjadi tanpa diketahui penyebabnya. Pada sebagian besar
karena Gastritis erosit menyertai timbulnya keadaan klinis yang berat.
Keadaan yang sering menyebutkan Gastritis erosif misalnya trauma yang
luas operasi besar, gagal ginjal, gagal nafas, penyakit hati yang berat,
sengatan luka bakar yang luas, trauma kepala, dan septikemia. Kira-kira 80-
90% pasien yang dirawat di ruang intensif menderita Gastritis akut erosif ini.
Gastritis akut jenis ini sering disebut Gastritis stress.
Penyebab lain adalah obat-obatan. Obat-obatan yang sering
dihubungkan dengan Gastritis erosif adalah aspirin dan sebagian besar obat
anti inflamasi non steroid (Herlan, 2002).
Makan terlalu cepat atau makan makanan yang terlalu berbumbu atau
mengandung mikroorganisme penyebab penyakit ini. Penyabab lain dari
12
Gastritis akut adalah mencakup alkohol, aspirin, refluks empedu atau terapi
radiasi (Brunner dan Suddarth, 2002).
Endotoksin bakteri (setelah menelan makanan terkontaminasi), kafein,
alkohol dan aspirin merupakan agen pencetus yang lazim infeksi
Helicobacter Pylory lebih sering dianggap sebagai penyebab Gastritis akut.
Organisme tersebut melekat pada epitel lambung dan menghancurkan
mukosa pelindung, meninggalkan daerah epital yang gundul. Obat lain juga
terlibat, misalnya anti inflamasi non steroid (NSAID) misalnya Indometarin,
Ibuprofen, Nafroksen, Sulfonamida, Steroid dan Etanol juga diketahui
mengganggu sawar nukosa lambung (Silvia A. Price dan Lorrenne M.Wilson,
2006).
2. Penyebab Gastritis kronik
Dua aspek penting sebagai etiologi Gastritis kronis yakni aspek
imunologi dan aspek mikrobiologis.
Aspek imunologis hubungan antara sistem imun dan Gastritis kronik
menjadi jelas dengan ditemukannya auto antibodi terhadap faktor intrinsik
lambung (intrinsik faktor antibodi) dan sel parietal (Parietal Cell Antibody)
pada pasien dengan anemia pernisiosa. Antibody terhadap sel parietal lebih
dekat hubungannya dengan Gastritis kronik korpus dalam berbagai gradiasi.
Pasien Gastritis kronik atropik predominasi korpus, dapat menyebar ke atrium
dan hipergastrinemia. Gastritis autoimun adalah diagnosa histologis karena
secara endoskopik amat sukar menentukannya kecuali sudah amat lanjut.
13
Hipergastrinemia yang terjadi terus menerus dan hebat dapat memicu
timbulnya karsinoid Gastritis, tipe ini sulit dijumpai.
Aspek bakteriologi agar dapat mengetahui keberadaan bakteri pada
Gastritis, biopsi harus dilaksanakan waktu pasien tidak mendapat antimikroba
selama 4 (empat) minggu terakhir. Bakteri yang paling penting sebagai
penyebab Gastritis adalah Helicobacter Pylory. Gastritis yang ada
hubungannya dengan Helicobacter Pylory lebih sering dijumpai dan biasanya
merupakan Gastritis tipe ini. Atropi mukosa lambung dapat terjadi pada
banyak kasus setelah bertahun-tahun mendapat infeksi Helicobacter Pylory.
Atropi terbatas pada atrium, pada korpus atau mengenai keduanya dalam
stadium ini pemeriksaan serologi terhadap Helicobacter Pylory lebih sering
memberi hasil negatif.
Kejadian Gastritis kronik, terutama Gastritis kronik antrium meningkat
sesuai dengan peningkatan usia. Di negara Barat, populasi yang usianya
pada dekade ke-6 hampir 80% menderita Gastritis kronik dan menjadi 100%
pada saat usia mencapai dekade ke-7. Selain mikroba dan proses
imunologis, faktor lain juga berpengaruh terhadap patogenesis Gastritis
adalah refluks kronik cairan penereatotilien, empedu dan lisolesitin (Herlan,
2002).
Gastritis dapat digolongkan menjadi dua, yaitu : Gastritis Tipe A dan
Gastritis Tipe B. Tipe A sering disebut sebagai Gastritis auto imun
diakibatkan dari perubahan dari sel parietal, yang menimbulkan atropi dan
14
infiltrasi seluler. Hal ini dihubungkan dengan penyakit auto imun seperti
anemia pernisiosa dan terjadi pada fundus atau korpus dari lambung. Tipe B
kadang disebut sebagai Helicobacter Pylory mempengaruhi antrium dan
pilorus (ujung bawah dekat dedenum). Ini dihubungkan dengan bakteri
Helicobacter Pylory (H. Pylory). faktor lain seperti diet minum pedas atau
panas, penggunaan obat-obatan dan alkohol, merokok atau refleks isi usus
ke dalam lambung (Brunner dan Suddarth, 2002).
B.4. Diagnosa Gastritis
1. Gastritis Akut
Tiga cara menegakkan diagnosis, yaitu gambaran klinis, gambaran
lesi, mukosa akut di mukosa lambung berupa erosi atau ulkus dangkal
dengan rata pada endoskopi dan gambaran radiologi. Dengan kontras
tunggal sukar untuk melihat lesi permukaan yang superfisial karena itu
sebaiknya digunakan kontras ganda. Secara umum peranan endoskopi
saluran cerna bagian atas lebih sensitif dan spesifik untuk diagnosis kelainan
akut lambung (Arif Mansoer, 1999).
Gastritis akut harus selalu diwaspadai pada saat pasien pada keadaan
kronis yang berat atau penggunaan aspirin dan anti inflamasi nonsteroid.
Diagnosis ditegakkan dengan pemeriksaan gastroskopi. Pada pemeriksaan
gastroskopi akan tampak mukosa yang sembab, merah,mudah berdarah atau
terdapat perdarahan spontan, erosi mukosa yang bervariasi dari
penyembuhan sampai tertutup oleh tekanan darah dan kladang-kadang
15
ulserasi. Lesi-lesi tersebut biasanya terdapat pada fundus dan korpus
lambung secara endoskopik Gastritis akut dapat berupa Gastritis eksudatif
atau eritematus, Gastritiserasif flat, Gastritis reised, Gastritis hemoragik dan
memberikan manfaat yang berarti untuk menegakkan diagnosa Gastritis akut
(Herlan, 2001).
2. Gastritis kronis
Evaluasi diagnosis untuk Gastritis kronis dilakukan dengan : pada Tipe
A dihubungkan dengan tidak adanya atau rendahnya kadar asam hidra
klorida Tipe B dihubungkan dengan hipoklarhidria dan Gastritis pada
gastrointestinal atas, seri sinar X dan pemeriksaan histologis (Monica Ester,
2002).
Diagnosa Gastritis kronik ditegakkan berdasarkan pemeriksaan
endoskopi dan dilanjutkan dengan pemeriksaan histopatologi biopsi mukosa
lambung, perlu pula dilakukan kultur untuk membuktikan adanya infeksi
Helicobacter Pylory apalagi jika ditemukan ulkus baik pada lambung ataupun
pada dedenum. Mengingat angka kejadian yang cukup tinggi yaitu hampir
mencapai 100%. Dilakukan pula Rapid Ureum Test (CLO). Kriteria minimal
yang ditegakkan diagnosis Helicobacter Pylory jika hasil Ureum Test (CLO)
dan ataupun positif dilakukan pula pemeriksaan serologi untuk Helicobacter
Pylory sebagai diagnosis awal (Arif Mansjoer, 1999).
Kebanyakan Gastritis kronik tanpa gejala. Mereka yang mempunyai
keluhan biasanya keluhannya tidak jelas. Keluhan yang sering dihubungkan
16
dengan Gastritis kronik adanya nyeri tumpul di epigastrium, disertai dengan
mual/kadang muntah-muntah, cepat kenyang. Keluhan-keluhan ini tidak
dapat digunakan untuk evaluasi keberhasilan pengobatan, pemeriksaan fisik
tidak memberikan informasi apapun juga.
Diagnosa ditegakkan berdasarkan endoskopi dan histopatologi untuk
pemeriksaan histopatologi sebaiknya dilakukan biopsi dan semua segmen
lambung.
B.5. Manifestasi Klinis Gastritis
1. Gastritis akut
Sindrom dispepsia berupa berupa nyeri Epigastrium, mual, kembung
dan muntah merupakan salah satu keluhan yang sering muncul. Ditemukan
pula pedarahan saluran cerna berupa hematemesis dan melena, kemudian
disesuaikan dengan tanda-tanda anemia pasca perdarahan. Biasanya, jika
dilakukan anamnesis lebih dalam, tanpa riwayat penggunaan obat-obatan
atau bahan kimia tertentu (Arif Mansjoer, 1999).
Ulserasi superfisial yang dapat terjadi dan dapat menimbulkan
Hemoragi, ketidaknyamanan abdomen (dengan sakit kepala, mual dan
anoreksia) dan dapat terjadi muntah, serta cegukan beberapa pasien adalah
asimtomatik, kolik dan diare dapat terjadi jika makanan pengiritasi tidak
dimuntahkan, tetapi mencapai usus besar, pasien biasanya sembuh kira-kira
dalam sehari meskipun nafsu makan kurang atau menurun selama 2 sampai
3 hari (Monica Ester, 2002).
17
Keluhannya bervariasi, mulai dari yang sangat ringan sampai
asimtomatik sampai sangat berat yang dapat membawa kematian.
2. Gastritis kronis
Tipe A biasanya meliputi asimtomatik kecuali untuk gejala defisiensi B
12 dan pada Gastritis Tipe B pasien mengeluh anoreksia, sakit ulu hati
setelah makan, bersendawa, rasa pahit atau mual dan muntah (Monica Ester,
2002).
Kebanyakan pasien tidak mempunyai keluhan. Hanya sebagian kesil
mengeluh nyeri hati, anoreksia, nusea dan pada pemeriksaan fisik tidak
dijumpai kelainan (Arif Mansjoer, 1999).
B.6. Penatalaksanaan Gastritis
1. Gastritis akut
Faktor utama adalah dengan menghilangkan etiologinya, diet lambung
dengan posisi kecil dan sering. Obat-obatan ditujukan untuk mengatur
sekresi asam lambung berupa antagonis reseptor H2 Inhibition pompa
proton, antikolinergik dan antasid juga ditujukan sebagai sifo protektor berupa
sukralfat dan prostaglandin (Arif Mansjoer, 1999).
Penatalaksanaan sebaiknya meliputi pencegahan terhadap setiap
pasien dengan resiko tinggi, pengobatan terhadap penyakit yang mendasari
dan menghentikan obat yang dapat menjadi kuasa dan pengobatan suportif.
Pencegahan dapat dilakukan dengan pemberian antasida dan antagonis H2
18
sehingga mencapai PH lambung 4. Meskipun hasilnya masih jadi
perdebatan, tetapi pada umumnya tetap dianjurkan.
Pencegahan ini terutama bagi pasien yang menderita penyakit dengan
keadaan klinis yang berat. Untuk pengguna aspirin atau anti inflamasi
nonsteroid pencegahan yang terbaik adalah dengan Misaprostol, atau
Devivat Prostaglandin Mukosa.
Dahulu sering dilakukan kuras lambung dengan air es untuk
menghentikan perdarahan saluran cerna bagian atas, karena tidak ada bukti
klinis yang dapat menunjukkan manfaat tindakan tersebut untuk menghenti-
kan perdarahan saluran cerna bagian atas, pemberian antasida, antagenis
H2 dan sukralfat tetap dianjurkan walaupun efek teraupetiknya masih
diragukan. Biasanya perdarahan akan segera berhenti bila keadaan si pasien
membaik dan lesi mukosa akan segera normal kembali, pada sebagian
pasien biasa mengancam jiwa. Tindakan-tindakan itu misalnya dengan
endoskopi skleroterapi, embolisasi arteri gastrika kiri atau gastrektomi.
Gastrektomi sebaiknya dilakukan hanya atas dasar abolut (Herlan, 2001).
Penatalaksanaan medical untuk Gastritis akut dilakukan dengan
menghindari alkohol dan makanan sampai gejala, dilanjutkan diet tidak
mengiritasi. Bila gejala menetap, diperlukan cairan intravena. Bila terdapat
perdarahan, penatalaksanaan serupa dengan pada hemoragi saluran
gastrointestinal atas. Bila Gastritis dihubungkan dengan alkali kuat, gunakan
jus karena adanya bahaya perforasi.
19
2. Gastritis kronis
Faktor utama adalah ditandai oleh progesif epitel kelenjar disertai sel
parietal dan chief cell. Dinding lambung menjadi tipis dan mukosa
mempunyai permukaan yang rata, Gastritis kronis ini digolongkan menjadi
dua kategori Tipe A (Altrofik atau Fundal) dan tipe B (Antral).
Gastritiskronis Tipe A disebut juga Gastritis altrofik atau fundal, karena
mempunyai fundus pada lambung Gastritis kronis Tipe A merupakan suatu
penyakit auto imun yang disebabkan oleh adanya auto antibodi terhadap sel.
Parietal kelenjar lambung dan faktor intrinsik dan berkaitan dengan tidak
adanya sel parietal dan Chief Cell, yang menurunkan sekresi asam dan
menyebabkan tingginya kadar gastrin.
Gastritis kronis Tipe B disebut juga sebagai Gastritis antral karena
umunya mengenai daerah atrium lambung dan lebih sering terjadi
dibandingkan dengan Gastritis kronis Tipe A.
Jadi penyebab utama Gastritis Tipe B adalah infeksi kronis oleh
Helicobacter Pylory. Faktor etiologi Gastritis kronis lainnya adalah asupan
alkohol yang berlebihan, merokok, dan refluks dapat mencetuskan terjadinya
ulkus peptikum dan karsinoma.
Pengobatan Gastritis kronis bervariasi, tergantung pada penyakit yang
dicurigai. Bila terdapat ulkus dedenum, dapat diberikan antibiotik untuk
membatasi Helicobacter Pylory. Namun demikian lesi tidak selalu muncul
dengan Gastritis kronis alkohol dan obat yang diketahui mengiritasi lambung
20
harus dihindari. Bila terjadi anemia defisiensi besi (yang disebabkan oleh
perdarahan kronis), maka penyakit ini harus diobati, pada anemia pernisiosa
harus diberi pengobatan vitamin B.12 dan terapi yang sesuai.
Gastritis kronis diatasi dengan memodifikasi diet pasien, meningkatkan
istirahat mengurangi dan memulai farmakoterapi. Helicobacter Pylory dapat
diatasi dengan antibiotik (seperti Tetrasiklin atau Amoxicillin) dan garam
bismut (Pepto bismol). Pasien dengan Gastritis Tipe A biasanya mengalami
malabsorbsi vitamin B.12.
21
BAB IIIMETODE PENELITIAN
A. Kerangka Konsep
Yang menjadi kerangka konsep pada penelitian ini sebagai berikut :
Bagan 3.1
Variabel Independen Variabel Dependend
B. Defenisi Operasional
B.1. Pengetahuan
Pengetahuan adalah segala hal yang diketahui oleh responden
tentang Gastritis dengan kategori :
a. Baik : bila skor yang diperoleh 76-100%, bila jumlah soal
dijawab benar 16-20 soal.
b. Cukup : Bila skor yang diperoleh 55-75%, bila jumlah soal dijawab
dengan benar 11-15 soal.
c. Kurang : Bila skor yang diperoleh <55%, bila jumlah soal dijawab
22
- Umur- Pendidikan- Sumber Informasi
Pengetahuan Klien Tentang Gastritis
1-10 soal.
Alat ukur : Kuesioner
Skala ukur : Ordinal
B.2. Umur
Adalah lamanya hidup responden yang dihitung sejak lahir hingga saat
diwawancarai, dengan kategori :
a. 18-28 tahun
b. 29-39 tahun
c. 40-50 tahun
Alat ukur : Kuesioner
Skala ukur : Interval
B.3. Pendidikan
Pendidikan adalah tingkat pendidikan terakhir yang pernah
diselesaikan responden dengan kategori :
a. Pendidikan Dasar : SD, SMP
b. Pendidikan Menengah : SMU
c. Perguruan Tinggi : D.III, S.1
Alat ukur : Kuesioner
Skala ukur : Ordinal
B.4. Sumber Informasi
23
Media informasi adalah sumber-sumber asalpesan atau beberapa
sumber informasi tentang Gastritis yang dapat mempengaruhi pengetahuan
responden dengan kategori :
a. Media elektronik : Radio, TV, Internet
b. Media cetak : Surat Kabar, majalah kesehatan, buku
kesehatan / pamflet
c. Tenaga kesehatan : dokter, bidan, perawat
Alat ukur : Kuesioner
Skala ukur : Nominal
C. Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini merupakan penelitian bersifat deskriptif yaitu
bertujuan untuk mengetahui gambaran pengetahuan klien tentang Gastritis di
RSU. dr. F.L. Tobing Sibolga Tahun 2009.
D. Lokasi Penelitian dan waktu penelitian
D.1. Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan di RSU. dr. F.L. Tobing Sibolga Tahun 2009.
Tempat penelitian ini dipilih dengan alasan mudah didapatkan responden
yang menderita Gastritis.
24
D.2. Waktu Penelitian
KegiatanBulan
April Mei Juni Juli1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
Pengajuan JudulPenyusunan proposalPengajuan proposalSeminar proposalPersiapan penelitianPengumpulan dataPengolahan dataPenyusunan KTIPenyerahan KTIUjian KTIPerbaikanPenggandaan KTI
E. Populasi dan Sampel
E.1. Populasi
Yang menjadi populasi dalam penelitian ini adalah semua klien
penderita Gastritis yang dirawat di ruang inap RSU. Dr. F.L. Tobing Sibolga
yaitu Ruangan Anggrek, Melur dan Bougenville berjumlah 40 orang.
E.2. Sampel
Dalam pengambilan sampel, peneliti menggunakan Aceidental
sampling yaitu seluruh populasi dijadikan sampel dimana seluruh penderita
Gastritis yang dirawat di RSU. Dr. F.L. Tobing Sibolga.
25
F. Metode Pengumpulan Data
Penelitian ini menggunakan jenis data primer yang diperoleh dari
responden dengan menggunakan kuesioner sebagai alat ukur. Terlebih
dahulu diberikan penjelasan tentang tujuan penelitian dan penjelasan tentang
kuesioner,cara pengisian dan ditanyakan pada responden bila ada hal yang
tidak dimengerti.
G. Pengolahan Data dan Analisa Data
Data yang terkumpul diolah dengan cara manual dengan langkah-
langkah sebagai berikut :
1. Editing
Dilakukan untuk memeriksa kuesioner, seperti data responden yang
tidak lengkap memberi dua tanda silang pada jawaban dan soal
yang belum dijawab dengan tujuan agar data yang masuk dapat
diolah secara benar, sehingga pengolahan data memberikan hasil
yang menggambarkan hasil yang diteliti, kemudian data
dikelompokkan dengan menggunakan aspek pengukuran.
2. Coding
Data yang terkumpul diberi kode dalam bentuk angka, untuk
mempermudah memasukkan data ke dalam tabel dan bila terdapat
26
kesahalan pengisian dan dengan mudah dapat dilihat kesalahan
yang ada karena telah diberikan kode yang ada.
3. Tabulating
Untuk mempermudah analisa dan pengolahan data serta
pengambilan kesimpulan data yang dimasukkan dalam bentuk
distribusi frekuensi
H. Analisa Data
Analisa data dilakukan secara deskriptif dengan melihat persentase
data yang terkumpul dan disajikan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi,
analisa data ini dilanjutkan dengan membahas hasil penelitian dengan teori
dan kepustakaan yang ada.
27
BAB IVHASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian
Dari hasil penelitian yang berjudul “Gambaran pengetahuan klien tentang
gastritis di RSU. Dr. F.L. Tobing Sibolga Tahun 2009” didapat hasil sebagai berikut :
Tabel A.1. Distribusi Pengetahuan Responden Tentang Gastritis di RSU. Dr. F.L. Tobing Sibolga Tahun 2009
No. Pengetahuan Jumlah Persentase 1 Baik 4 10%2 Cukup 24 60%3 Kurang 12 30%
JUMLAH 40 100%
Dari tabel A.1. diatas dapat dilihat bahwa mayoritas responden
berpengetahuan cukup sebanyak 24 orang (60%), dan minoritas responden
berpengetahuan baik sebanyak 4 orang (10%),
Tabel A.2. Distribusi Responden Tentang Gastritis Berdasarkan Umur di RSU. Dr. F.L. Tobing Sibolga Tahun 2009
No. Umur(Tahun)
Jumlah Persentase
1 18-28 tahun 13 32,5%
28
2 29-39 tahun 20 50%3 40-50 tahun 7 17,5%
JUMLAH 40 100%
Dari tabel A.2. diatas dapat diketahui bahwa mayoritas responden
berumur 29-39 tahun sebanyak 20 orang (50%), dan minoritas responden
berumur 40-50 tahun sebanyak 7 orang (17%)
Tabel A.3. Distribusi Pengetahuan Responden Tentang Gastritis Berdasarkan Umur di RSU. Dr. F.L. Tobing Sibolga Tahun 2009
No.Umur
(Tahun)
Tingkat PengetahuanJumlah
Baik Cukup Kurangf % f % f % f %
1 18-28 3 23,1 6 46,1 4 30,8 13 1002 29-39 1 5 11 55 8 40 20 100
3 40-50 - - 7 100 - - 7 100
Dari tabel A.3 diatas dapat diketahui bahwa mayoritas responden
berpengetahuan cukup sebanyak 7 orang (100%) pada umur 40-50 tahun,
berpengetahuan cukup sebanyak 11 orang (55%) pada umur 29-39 tahun,
berpengetahuan cukup sebanyak 6 orang (46,1%), pada umur 18-28 tahun.
Tabel A.4. Distribusi Responden Tentang Gastritis Berdasarkan Pendidikan di RSU. Dr. F.L. Tobing Sibolga Tahun 2009
No. Umur(Tahun)
Jumlah Persentase
1 SD, SMP 8 20%2 SMU 21 52,5%3 D-III, S1 11 27,5%
JUMLAH 40 100%
29
Dari tabel A.4. diatas dapat diketahui bahwa mayoritas responden
berdasarkan pendidikan SMU sebanyak 21 orang (52,5%), dan minoritas
responden berdasarkan pendidikan SD, SMP sebanyak 8 orang (20%)
Tabel A.5. Distribusi Pengetahuan Responden Tentang Gastritis Berdasarkan Pendidikan di RSU. Dr. F.L. Tobing Sibolga Tahun 2009
No.Umur
(Tahun)
Tingkat PengetahuanJumlah
Baik Cukup Kurangf % f % f % f %
1 SD, SMP - - - - 8 100 8 1002 SMU 3 14,3 14 66,7 4 19 21 100
3 D-III, S1 1 9,1 10 90,9 - - 11 100
Dari tabel A.5 diatas dapat diketahui bahwa mayoritas responden
berpengetahuan kurang sebanyak 8 orang (100%) bedasarkan pendidikan
SD dan SMP, berpengetahuan cukup sebanyak 10 orang (90,9%)
berdasarkan pendidikan D III dan SI, dan berpengetahuan cukup sebanyak
14 orang (66,7%) berdasarkan pendidikan SMU.
Tabel A.6. Distribusi Responden Tentang Gastritis Berdasarkan Sumber Informasi di RSU. Dr. F.L. Tobing Sibolga Tahun 2009
No. Umur(Tahun)
Jumlah Persentase
1 Media elektronik 4 10%2 Media cetak 25 62,5%3 Tenaga kesehatan 11 27,5%
JUMLAH 40 100%
30
Dari tabel A.6. diatas dapat diketahui bahwa mayoritas responden
berdasarkan sumber informasi dari media cetak sebanyak 25 orang (62,5%),
dan minoritas responden berdasarkan sumber informasi dari media elektronik
sebanyak 4 orang (10%).
Tabel A.7. Distribusi Pengetahuan Responden Tentang Gastritis Berdasarkan Sumber Informasi di RSU. Dr. F.L. Tobing Sibolga Tahun 2009
No. Umur (Tahun)Tingkat Pengetahuan
JumlahBaik Cukup Kurangf % f % f % f %
1 Media elektronik - - 3 75 1 25 4 1002 Media cetak 1 4 21 84 3 12 25 100
3 Tenaga kesehatan 3 27,3 - - 8 72,7 11 100
Dari tabel A.7. diatas dapat diketahui bahwa mayoritas responden
berpengetahuan cukup sebanyak 21 orang (84%) berdasarkan sumber
informasi media cetak, berpengetahuan cukup sebanyak 3 orang (75%)
berdasarkan sumber informasi media elektronik dan berpengetahuan kurang
sebanyak 8 orang (72,7%) berdasarkan sumber informasi tenaga kesehatan.
B. Pembahasan
Dari penelitian yang dilakukan dengan jumlah responden 40 orang
dengan judul “Gambaran Pengetahuan Klien Tentang Gastritis di RSU. Dr.
F.L. Tobing Sibolga Tahun 2009” adalah sebagai berikut :
31
B.1. Pengetahuan Responden Tentang Gastritis
Dari hasil penelitian diatas dapat diketahui bahwa mayoritas
responden berpengalaman cukup sebanyak 24 orang (60%).
Menurut Notoatmodjo (2003) yang menyatakan bahwa pengetahuan
merupakan hasil dari tahu dan itu terjadi setelah seseorang melakukan
penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Pengetahuan juga merupakan
suatu domain yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang
yang diperoleh berdasarkan umur, pendidikan dan sumber informasi.
Dari hasil penelitian yang dilakukan dapat diketahui bahwa mayoritas
berpengetahuan cukup. Hal ini disebabkan dari 40 jumlah responden lebih
banyak responden berumur 18-28 tahun dan 29-39 tahun daripada umur 40-
50 tahun. Berdasarkan pendapat Notoatmodjo (2003) berpendapat bahwa
semakin bertambah umur seseorang, maka semakin bertambah ilmu
pengetahuannya. Jadi tingkat pengetahuan responden berumur 18-28 tahun
dan 29-39 tahun masih rendah dibanding pengetahuan responden berumur
40-50 tahun. Dari hasil penelitian didapatkan juga bahwa mayoritas
responden berpendidikan SMU dan SD, SMP daripada berpendidikan
D-III, S1.
B.2. Pengetahuan Responden Berdasarkan Umur
Dari hasil penelitian di atas, dapat diketahui bahwa mayoritas
responden berpengetahuan cukup sebanyak 7 orang (100%) pada umur 40-
50 tahun, berpengetahuan cukup sebanyak 11 orang (55%) pada umur 29-39
32
tahun, berpengetahuan cukup sebanyak 6 orang (46,1%), pada umur 18-28
tahun.
Menurut Hurlock (1999) menyatakan bahwa pada usia pertengahan
(41-60 tahun) seseorang tinggal mempertahankan prestasinya sedangkan
Notoatmodjo (2003) berpendapat bahwa semakin bertambahnya umur
seseorang maka semakin bertambah ilmu pengetahuan yang dimilikinya.
Umur dengan tingkat pengetahuan dapat berkaitan dan merupakan
suatu patokan, dimana dari hasil penelitian menunjukkan responden yang
berumur 40-50 tahun didapatkan berpengetahuan cukup dan tidak ada
berpengetahuan baik, responden berumur 28-38 tahun hanya 1 orang yang
berpengetahuan baik dan responden yang berumur 18-28 tahun ada 3 orang
yang berpengetahuan baik.
Menurut asumsi penulis hal ini disebabkan karena seseorang pada
usia 40-50 tahun beranggapan bahwa dirinya tidak perlu lagi mengikuti
perkembangan ilmu pengetahuan tentang penyakit Gastritis. Karena pada
umur ini dianggap waktu persiapan untuk menghadapi pensiun dan tidak
perduli dengan keadaan yang dialaminya Tetapi umur yang masih dalam
tahap perkembangan yaitu umur 18-28 tahun ada yang baik. Hal ini mungkin
disebabkan minat dan kemauan yang keras untuk mempertahankan
kesehatan terus meningkat dan keinginan mengetahui tentang penyakit yang
dialami.
B.3. Pengetahuan Responden Berdasarkan Pendidikan
33
Dari hasil penelitian diatas dapat diketahui bahwa mayoritas
responden berpengetahuan kurang sebanyak 8 orang (100%) bedasarkan
pendidikan SD dan SMP, berpengetahuan cukup sebanyak 10 orang
(90,9%) berdasarkan pendidikan D III dan SI, dan berpengetahuan cukup
sebanyak 14 orang (66,7%) berdasarkan pendidikan SMU.
Menurut Notoatmodjo (2003) menyatakan bahwa tingkat pendidikan
merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi persepsi seseorang untuk
lebih mudah menerima pengetahuan yang baru, semakin tinggi pendidikan
seseorang akan semakin baik pengetahuannya. Sedangkan menurut Hurlock
(1999) menyatakan bahwa semakin tinggi pendidikan hidup manusia semakin
berkualitas.
Pendidikan memiliki peranan penting dalam menentukan kualitas
manusia. Dengan pendidikan, manusia dianggap akan memperoleh
pengetahuan dan implikasinya. Dari hasil penelitian diperoleh responden
berpendidikan SD dan SMP seluruhnya berpengetahuan kurang, responden
berpendidikan SMU banyak berpengetahuan kurang dan responden
berpendidikan D-III dan S1 hampir seluruhnya berpengetahuan cukup.
Menurut asumsi penulis hal ini mungkin disebabkan oleh seseorang
seseorang yang berpendidikan SD, SMP dan SMA sulit menerima ide-ide,
ilmu pengetahuan dan teknologi yang baru, serta keinginan dan minat untuk
hidup sehat sangat kecil dibandingkan dengan pendidikan DIII, SI yang lebih
mudah menerima ide-ide tentang pengetahuan dibidang kesehatan terutama
34
penyakit grastritis dan seseorang yang berpendidikan DIII, SI lebih minat
untuk meningkatkan taraf hidup yang sehat. Dan Jika orang yang
berpendidikan DIII SI terkena penyakit maka ia akan mencari tahu cara
pengobatannya. Hasil penelitian ini sesuai dengan teori Hurlock (1999),
B.4. Pengetahuan Responden Berdasarkan Sumber Informasi
Dari hasil penelitian di atas dapat diketahui bahwa mayoritas
responden berpengetahuan cukup sebanyak 21 orang (84%) berdasarkan
sumber informasi media cetak, berpengetahuan cukup sebanyak 3 orang
(75%) berdasarkan sumber informasi media elektronik dan berpengetahuan
kurang sebanyak 8 orang (72,7%) berdasarkan sumber informasi tenaga
kesehatan.
Menurut Notoatmodjo (2005) sumber informasi adalah segala ssuatu
yang menjadi perantara dalam menyampaikan informasi , merangsang
pikiran dan kemauan. Sumber Informasi adalah suatu proses pemberitahuan
yang dapat membuat seseorang mengetahui informasi dengan mendengar
dan melihat sesuatu secara langsung maupun tidak langsung (Depdikbud,
2001).
35
Dari hasil penelitian didapatkan bahwa responden berpengetahuan
cukup dari media cetak. Menurut asumsi penulis hal ini mungkin disebabkan
karena sumber informasi dari media elektronik dan tenaga kesehatan hanya
dapat dilihat dan didengar lewat radio, TV, internet dan tenaga kesehatan,
tetapi tidak dapat dimiliki sepenuhnya dan tentang Gastritis lebih banyak
ditulis di dalam buku-buku kesehatan.
BAB VKESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Dari penelitian yang berjudul “Gambaran pengetahuan klien tentang
gastritis di RSU. Dr. F.L. Tobing Sibolga Tahun 2009” dapat diambil
kesimpulan sebagai berikut :
A.1. Dari 40 responden mayoritas pengetahuan responden tentang Gastritis
adalah cukup.
A.2. Dari 40 responden mayoritas pengetahuan responden berdasarkan
umur adalah cukup sebanyak 7 orang (100%) pada umur 40-50 tahun.
36
A.3. Dari 40 responden mayoritas pengetahuan responden berdasarkan
pendidikan adalah kurang sebanyak 8 orang (100%) berdasarkan
pendidikan SD, SMP.
A.4. Dari 40 responden mayoritas pengatahuan responden berdasarkan
sumber informasi adalah cukup sebanyak 21 orang (84%) berdasarkan
sumber informasi media cetak.
B. Saran.
Berdasarkan kesimpulan dari penelitian ini, maka saran yang diberikan
adalah sebagai berikut :
B.1. Diharapkan bagi responden untuk aktif dalam mencari informasi tentang
Gastritis dari media cetak maupun media elektronik dan tenaga
kesehatan.
B.2. Diharapkan bagi tenaga kesehatan untuk memberikan pelayanan
terbaik terhadap pasien Gastritis.
37
B.3. Bagi peneliti selanjutnya diharapkan dapat melakukan penelitian pada
aspek-aspek lebih luas lagi untuk menyempurnakan penelitian ini.
38