GAMBARAN MORFOLOGI DAN FREKUENSI TAHAPAN … · DEPARTEMEN ANATOMI, FISIOLOGI, DAN FARMAKOLOGI...

35
GAMBARAN MORFOLOGI DAN FREKUENSI TAHAPAN SPERMATOGENESIS PADA DOMBA GARUT BASRIZAL B04103026 DEPARTEMEN ANATOMI, FISIOLOGI, DAN FARMAKOLOGI FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007

Transcript of GAMBARAN MORFOLOGI DAN FREKUENSI TAHAPAN … · DEPARTEMEN ANATOMI, FISIOLOGI, DAN FARMAKOLOGI...

Page 1: GAMBARAN MORFOLOGI DAN FREKUENSI TAHAPAN … · DEPARTEMEN ANATOMI, FISIOLOGI, DAN FARMAKOLOGI FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007 . ... memiliki rambut

GAMBARAN MORFOLOGI DAN FREKUENSI TAHAPAN SPERMATOGENESIS PADA DOMBA GARUT

BASRIZAL B04103026

DEPARTEMEN ANATOMI, FISIOLOGI, DAN FARMAKOLOGI FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

2007

Page 2: GAMBARAN MORFOLOGI DAN FREKUENSI TAHAPAN … · DEPARTEMEN ANATOMI, FISIOLOGI, DAN FARMAKOLOGI FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007 . ... memiliki rambut

GAMBARAN MORFOLOGI DAN FREKUENSI TAHAPAN SPERMATOGENESIS PADA DOMBA GARUT

BASRIZAL

SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Sarjana Kedokteran Hewan Pada

Fakultas Kedokteran Hewan

DEPARTEMEN ANATOMI, FISIOLOGI, DAN FARMAKOLOGI FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

2007

Page 3: GAMBARAN MORFOLOGI DAN FREKUENSI TAHAPAN … · DEPARTEMEN ANATOMI, FISIOLOGI, DAN FARMAKOLOGI FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007 . ... memiliki rambut

LEMBAR PENGESAHAN

Judul : Gambaran Morfologi dan Frekuensi Tahapan Spermatogenesis pada Domba Garut.

Nama : Basrizal

NIM : B04103026

Disetujui,

Pembimbing I Pembimbing II

Drh. Srihadi Agungpriyono, Ph.D Drh. Wahono Esthi Prasetyaningtyas, MSi

NIP. 131 664 403 NIP. 132 321 567

Diketahui,

Wakil Dekan FKH IPB

Dr.drh. I Wayan Teguh Wibawan, MS

NIP. 131 129 090

Tanggal Lulus: ......September 2007

Page 4: GAMBARAN MORFOLOGI DAN FREKUENSI TAHAPAN … · DEPARTEMEN ANATOMI, FISIOLOGI, DAN FARMAKOLOGI FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007 . ... memiliki rambut

“Sang pemenang tidak pernah menyerah, dan orang yang menyerah tidak akan

pernah menang”

Masalahnya bukanlah apakah anda dijatuhkan, tetapi apakah anda bangkit

kembali (Vince Lombardi)

“Dimano Bumi Dipijak, Disinan Langik Dijunjuang”

(Minang)

Page 5: GAMBARAN MORFOLOGI DAN FREKUENSI TAHAPAN … · DEPARTEMEN ANATOMI, FISIOLOGI, DAN FARMAKOLOGI FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007 . ... memiliki rambut

PRAKATA

Alhamdulillah, penulis panjatkan kehadirat Allah SWT sehingga dapat

menyelesaikan skripsi dengan judul ”Gambaran Morfologi dan Frekuensi

Tahapan Spermatogenesis pada Domba Garut”. Penelitian ini merupakan

penelitian dasar untuk mengetahui sistem reproduksi domba garut jantan.

Dengan selesainya penulisan skripsi ini penulis mengucapkan terima kasih

kepada:

1. Allah SWT dan Nabi besar Muhammad SAW yang telah membawa kita

dari alam kegelapan menuju alam yang terang benderang, damai, dan

sentosa.

2. Kedua orang tua, kakak serta keluarga besar di rumah atas doa, cinta,

dukungan, semangat, kehangatan dan pengorbanannya.

3. Drh. Srihadi Agungpriyono, Ph.D dan drh. Wahono Esthi

Prasetyaningtyas, MSi. sebagai dosen pembimbing skripsi yang tiada lelah

memberikan bimbingan, nasehat, dukungan dan bantuan mulai dari awal

penelitian hingga skripsi ini selesai dikerjakan.

4. Dr. drh. Arief Boediono dan Dr. R. Iis Arifiantini, MSi sebagai dosen

penilai dan penguji yang banyak memberikan masukan dan saran pada

skripsi ini.

5. Drh. Bambang Pontjo Priyosoeryanto, MS, Ph.D sebagai dosen

pembimbing akademik yang telah banyak memberi nasehat selama penulis

dibangku kuliah.

6. Gymnolaemata 40, atas kebersamaannya.

7. Kepada seluruh pihak yang tidak bisa disebutkan satu persatu yang turut

membantu penulis selama menyelesaikan skripsi ini.

Penulis menyadari bahwa karya ilmiah ini masih jauh dari kesempurnaan.

Kritik dan saran sangat diharapkan untuk penyempurnaan skripsi ini, semoga

karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, September 2007

Penulis

Page 6: GAMBARAN MORFOLOGI DAN FREKUENSI TAHAPAN … · DEPARTEMEN ANATOMI, FISIOLOGI, DAN FARMAKOLOGI FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007 . ... memiliki rambut

RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan pada tanggal 1 Maret 1984 di Solok, Sumatera Barat.

Penulis adalah anak kedua dari dua bersaudara, dari pasangan Idrus dan Zurni.

Pendidikan formal dimulai dari pendidikan dasar yang diselesaikan pada

tahun 1997 di SDN 1 Tanam Batu. Kemudian pendidikan lanjutan menengah

pertama diselesaikan pada tahun 2000 di SMPN 4 Lembah Gumanti dan

pendidikan lanjutan atas diselesaikan pada tahun 2003 di SMUN 1 Lembah

Gumanti.

Penulis diterima sebagai mahasiswa Institut Pertanian Bogor pada Fakultas

Kedokteran Hewan melalui jalur USMI pada tahun 2003. Selama perkuliahan

penulis aktif dalam organisasi mahasiswa daerah (IPMM Bogor) dan menjadi

ketua IPMM Bogor periode 2005-2007.

Page 7: GAMBARAN MORFOLOGI DAN FREKUENSI TAHAPAN … · DEPARTEMEN ANATOMI, FISIOLOGI, DAN FARMAKOLOGI FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007 . ... memiliki rambut

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR ISI………………………………….………………….…... i

DAFTAR GAMBAR………………………………………………… ii

DAFTAR TABEL…………………………………………………… iii

ABSTRAK…………………………………………………………… iv

ABSTRACT………………………………………………….……..... v

PENDAHULUAN Latar belakang ………………………….……………..…….. 1 Tujuan ………………………………………………..…….... 1

Manfaat ……………………………………………...………. 2

TINJAUAN PUSTAKA Tinjauan umum domba…………………………..…………. 3 Testis…………….……..……………………………………. 4 Proses pembentukan spermatozoa…………………………… 5

MATERI DAN METODE Waktu dan tempat ………...………………………………..... 9 Bahan dan sampel yang digunakan…………………………. 9 Metode ………………………………...…………………….. 9

HASIL DAN PEMBAHASAN Tahapan spermatogenesis domba garut…………………….. 13 Frekuensi tahapan spermatogenesis……………..................... 17

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan ……………..…………………………………… 20 Saran ………………………………………………………… 20

DAFTAR PUSTAKA ………………………………..……………… 21

LAMPIRAN …………………………………..……………………... 23

Page 8: GAMBARAN MORFOLOGI DAN FREKUENSI TAHAPAN … · DEPARTEMEN ANATOMI, FISIOLOGI, DAN FARMAKOLOGI FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007 . ... memiliki rambut

DAFTAR GAMBAR Halaman

Gambar 1 Domba garut………………………………………………. 4 Gambar 2 Proses spermatogenesis……………………………………. 7 Gambar 3 Tahapan spermatogenesis domba garut 1-4………............. 15 Gambar 4 Tahapan spermatogenesis domba garut 5-8......................... 16 Gambar 5 Frekuensi relatif tahapan spermatogenesi domba garut…... 18 Gambar 6 Durasi masing-masing tahapan spermatogenesis domba garut .....................................................................................

19

Page 9: GAMBARAN MORFOLOGI DAN FREKUENSI TAHAPAN … · DEPARTEMEN ANATOMI, FISIOLOGI, DAN FARMAKOLOGI FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007 . ... memiliki rambut

DAFTAR TABEL Halaman

Tabel 1 Frekuensi dan durasi spermatogenesis pada domba garut ....... 17

Page 10: GAMBARAN MORFOLOGI DAN FREKUENSI TAHAPAN … · DEPARTEMEN ANATOMI, FISIOLOGI, DAN FARMAKOLOGI FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007 . ... memiliki rambut

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Domba Priangan atau yang dikenal dengan domba garut merupakan

domba asli Garut, Jawa Barat. Domba garut merupakan hasil persilangan segitiga

antara domba asli Indonesia, domba Merino dari Asia Kecil dan domba ekor

gemuk dari Afrika. Sebagai plasma nutfah unggul Indonesia, domba garut

merupakan salah satu spesies yang wajib kita lestarikan keberadaannya. Untuk itu,

usaha peningkatan reproduksi perlu dilakukan. Salah satu faktor utama yang

penting dalam mempelajari fisiologi reproduksi adalah proses pembentukan gamet

jantan melalui spermatogenesis.

Menurut O’day (2002), spermatogenesis adalah proses perkembangan dari

sel germinatif yaitu sel spermatogonia menjadi spermatozoa. Proses

spermatogenesis terjadi di dalam testis tepatnya di dalam tubuli seminiferi.

Spermatogenesis dibagi ke dalam tiga fase : (1) spermatositogenesis, yaitu proses

perubahan spermatogonia menjadi spermatosit, (2) meiosis, tahap masak dari

spermatosit yang menghasilkan spermatid dengan jumlah kromosom yang

berkurang (haploid), dan (3) spermiogenesis, proses perubahan spermatid menjadi

spermatozoa (Dellman & Brown 1976; Ownby 1999).

Proses spermatogenesis terjadi secara berkesinambungan dan terus

menerus. Tahapan spermatogenesis ini dapat teridentifikasi secara mikroskopis.

Beberapa penelitian menggolongkan tahapan spermatogenesis secara morfologis

pada manusia dan beberapa spesies hewan (Kerr & Kretser 1988), misalnya pada

manusia terdiri dari 6 tahap, pada kera 12 tahap, tikus 14 tahap, dan babi 8 tahap.

Namun demikian sampai saat ini informasi mengenai tahapan spermatogenesis

dan durasinya pada domba garut belum terlaporkan.

Tujuan

Penelitian ini bertujuan untuk menerangkan morfologi dan frekuensi

tahapan spermatogenesis pada domba garut.

Page 11: GAMBARAN MORFOLOGI DAN FREKUENSI TAHAPAN … · DEPARTEMEN ANATOMI, FISIOLOGI, DAN FARMAKOLOGI FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007 . ... memiliki rambut

Manfaat

Penelitian ini dapat memberikan pengetahuan dasar tentang siklus dan

proses spermatogenesis pada domba garut jantan.

Page 12: GAMBARAN MORFOLOGI DAN FREKUENSI TAHAPAN … · DEPARTEMEN ANATOMI, FISIOLOGI, DAN FARMAKOLOGI FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007 . ... memiliki rambut

TINJAUAN PUSTAKA

Tinjauan Umum Domba

Domba diklasifikasikan menjadi subfamili Caprinae dan semua jenis

domba yang diternakkan (domestikasi) termasuk spesies Ovis aries. Ada empat

spesies domba yaitu : domba Moufflon (O. musimon) terdapat di Eropa dan Asia

Barat, domba Urial (O. orientalis, O. vignei) terdapat mulai dari Afganistan

sampai Asia Barat, domba Argali (O. ammon) terdapat di Asia Tengah, dan

domba Bighorn (O. canodensis ) terdapat di Asia Utara dan Amerika Utara. Tiga

jenis yang pertama diatas merupakan domba-domba yang membentuk basis

genetik dari domba-domba modern sekarang (Payne & Williamson 1993).

Menurut Gatenby (1986), ada tiga bangsa domba Indonesia, diantaranya

adalah domba ekor tipis (the Javanese thin tailed sheep), domba Priangan (domba

garut), dan domba ekor gemuk (the Javanese fat tailed sheep). Domba ekor tipis

yang merupakan domba asli Indonesia, mempunyai tubuh kecil, ekor relatif kecil

dan tipis, domba betina umumnya tidak bertanduk sedangkan domba jantan

bertanduk kecil dan melingkar (Mulyono 2000). Domba ekor gemuk yang ada di

Indonesia kemungkinan berasal dari India atau Asia Barat (Payne & Williamson,

1993). Domba ini mempunyai bentuk ekor yang panjang, lebar, besar, dan

semakin keujung semakin mengecil. Ekor ini digunakan sebagai tempat

menimbun lemak untuk cadangan energi (Mulyono 2000), domba ekor gemuk

mempunyai bentuk badan sedikit lebih besar dari pada domba asli Indonesia, yang

jantan bertanduk kecil sedangkan betinanya tidak bertanduk (Dwiyanto 1999).

Domba Priangan merupakan domba asli dari Garut Jawa Barat, yang

berasal dari persilangan segitiga antara domba lokal, domba Merino dan domba

Cape (Afrika Selatan). Persilangan diperkirakan terjadi mulai tahun 1864 ketika

pemerintah Hindia Belanda memasukkan domba Merino ke Indonesia

(Hardjosubroto & Astuti 1979). Domba Priangan (Gambar 1) mempunyai pangkal

ekor lebih lebar dengan ujung ekor yang runcing dan pendek, domba Priangan

betina tidak bertanduk sedangkan domba jantannya bertanduk. Domba ini

memiliki tanda lain seperti daun telinga relatif kecil dan kokoh, berbadan besar

dan lebar serta kuat, domba jantan bertanduk cukup besar yang melengkung

kebelakang berbentuk spiral, pangkal tanduk kanan dan kiri hampir bersatu serta

Page 13: GAMBARAN MORFOLOGI DAN FREKUENSI TAHAPAN … · DEPARTEMEN ANATOMI, FISIOLOGI, DAN FARMAKOLOGI FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007 . ... memiliki rambut

memiliki rambut lebih panjang dan halus dari pada domba asli Indonesia. Domba

garut ini biasa digunakan untuk aduan (Mulyono 2000; Sugeng 2000).

Gambar 1 Domba Garut Jantan

(Sumber http://www.dombagarut.com/bigger1.html)

Testis

Testis pada hewan mamalia ada sepasang, bentuknya bulat telur atau

lonjong, berada di dalam rongga skrotum dan digantung oleh funikulus

spermatikus yang terletak di daerah preoubicus. Testis terdiri dari jaringan tubuli

seminiferi, sel stroma, sel interstisial dan sel-sel Leydig. Tubuli seminiferi terdiri

dari dua macam epitel yang berbeda yaitu : (1) sel germinatif adalah sel yang akan

mengalami perubahan selama proses spermatogenesis, sebelum mereka siap untuk

mengadakan fertilisasi. (2) sel Sertoli adalah sel yang berbentuk panjang dan

kadang-kadang seperti piramid, terletak dekat atau diantara sel-sel germinatif.

Fungsi sel ini memberi makan kepada spermatozoa yang masih muda selain itu

juga memfagosit sel-sel spermatozoa yang telah mati atau telah mengalami

degenerasi. Pada jaringan ini terdapat pembuluh darah, limfe serta saraf dan sel

makrofag. Selain itu juga terdapat sel interstitial atau sel Leydig yang

menghasilkan hormon testosteron, hormon juga dihasilkan oleh spermatozoa dan

kelenjar adrenal (Tomaszewska et al. 1991).

Testis sebagai organ kelamin primer mempunyai dua fungsi, yaitu (1)

Fungsi reproduksi menghasilkan spermatozoa atau sel kelamin jantan (2) Fungsi

endokrin mensekresikan hormon kelamin jantan, testosteron. Fungsi reproduksi

Page 14: GAMBARAN MORFOLOGI DAN FREKUENSI TAHAPAN … · DEPARTEMEN ANATOMI, FISIOLOGI, DAN FARMAKOLOGI FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007 . ... memiliki rambut

testis adalah produksi spermatozoa atau sel mani yang dihasilkan di tubuli

seminiferi. Bila dibentangkan saluran tubuli seminiferi mempunyai panjang

beberapa kilometer. Spermatozoa adalah bentuk akhir sel jantan setelah

mengalami proses perkembangan (spermatogenesis).

Proses Pembentukan Spermatozoa

Proses spermatogenesis secara sempurna baru dimulai setelah hewan

mencapai dewasa kelamin (pubertas). Produksi spermatozoa akan bertambah

bersamaan dengan meningkatnya umur hewan jantan tersebut. Spermatozoa

diproduksi dalam tubuli seminiferi testis. Spermatozoa berasal dari sel

spermatogonia pada epitel germinatif dari tubuli seminiferi dengan cara

pembelahan. Proses spermatogenesis pada hewan dibagi menjadi empat tahap

(Ownby 1999) yaitu :

1. Tahap proliferasi, tahap ini dimulai sejak sebelum lahir sampai beberapa

saat setelah lahir. Bakal sel kelamin yang ada pada lapisan basal dari tubuli

seminiferi melepaskan diri dan membelah secara mitosis sampai

dihasilkan banyak sel spermatogonia.

2. Tahap tumbuh, pada tahap ini spermatogonia membagi diri secara mitosis

sebanyak empat kali sehingga dihasilkan 16 sel spermatogonia.

3. Tahap menjadi masak, yaitu sel spermatogonia menjadi sel spematosit.

Pada tahap ini terjadi pembelahan meiosis sehingga sel spermatosit primer

berubah menjadi sel spermatosit sekunder. Kemudian spermatosit

sekunder akan berubah menjadi spermatid bersamaan dengan pengurangan

jumlah kromosom dari diploid (2n) menjadi haploid (n).

4. Tahap transformasi, pada tahap ini terjadi proses metamorfosa seluler dari

sel spermatid sehingga terbentuk sel spermatozoa.

Sedangkan menurut Djuwita et al. (2000), proses spermatogenesis dibagi

menjadi dua tahap yaitu: spermatositogenesis adalah pertumbuhan jaringan

spermatogenik dengan pembelahan mitosis yang diikuti dengan pembelahan

reduksi (meiosis). Pada pembelahan meiosis jumlah kromosom dibagi dua sama

banyak yaitu dari diploid (2n) menjadi haploid (1n). Sehingga pada saat yang

bersamaan sel benih primordial juga berkembang menjadi spermatogonia yang

Page 15: GAMBARAN MORFOLOGI DAN FREKUENSI TAHAPAN … · DEPARTEMEN ANATOMI, FISIOLOGI, DAN FARMAKOLOGI FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007 . ... memiliki rambut

selanjutnya akan berdiferensiasi menjadi spermatosit primer. Spermatosit primer

akan berkembang menjadi spermatosit sekunder. Spermatosit sekunder melalui

pembelahan meiosis akan menghasilkan spermatid.

Tahap berikutnya adalah spermiogenesis. Pada fase ini sel spermatid akan

mengalami metamorfosa dan membentuk spermatozoa secara sempurna.

Perubahan proses metamorfosa ini meliputi pembentukan akrosom, kepala, badan

dan ekor dari spermatozoa. Spermiogenesis dibagi dalam tahap Golgi, tahap

tudung (cap phase), tahap akrosom, dan tahap pemasakan. Selama fase Golgi,

butir-butir praakrosom muncul pada gelembung Golgi dan akan bergabung

membentuk butir akrosom tunggal. Pada fase tudung, butir akrosom bergerak ke

kutup anterior inti, difase ini butir-butir akrosom memipih dan intinya memadat.

Selama transisi dari fase tudung ke fase akrosom, kepala spermatid menempel

pada sel Sertoli dan mengarah ke lumen. Pada fase akhir yaitu fase pemasakan

terjadi diferensiasi spermatid, pengeluaran sitoplasma dihentikan. Sitoplasma

yang keluar disebut dengan badan residual kemudian difagosit oleh sel Sertoli

(Dellman & Brown 1976). Selama pertumbuhannya, spermatozoa selalu melekat

pada sel Sertoli dan bergerak dari dinding tubulus semineferus. Dalam

perlekatannya dengan sel Sertoli ini, spermatozoa menerima makanan sampai saat

melepaskan diri ke lumen tubulus. Kemudian spermatozoa meninggalkan tubuli

seminiferi menuju epididimis dan akan disimpan beberapa waktu sampai saat

diejakulasikan. Proses spermatogenesis secara skematis dapat dilihat pada Gambar

2.

Page 16: GAMBARAN MORFOLOGI DAN FREKUENSI TAHAPAN … · DEPARTEMEN ANATOMI, FISIOLOGI, DAN FARMAKOLOGI FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007 . ... memiliki rambut

Gambar 2 Proses Spermatogenesis (Sumber : http://images.google.co.id)

Spermatogenesis adalah suatu siklus yang teratur dimana spermatogonia

diploid akan berkembang menjadi spermatozoa haploid dewasa. Proses ini terdiri

atas tahapan-tahapan yang berbeda (Leblond & Clermont 1952). Menurut Franca

et al. (1999), untuk mengetahui tahapan siklus epitel seminiferus dapat dilihat dari

keadaan tubuli seminiferi antara lain melalui ukuran inti spermatid, kehadiran

pembelahan meiosis dan komposisi epitel seminiferus secara keseluruhan. Pada

kambing tahapan spematogenesis sebanyak delapan tahap, dengan frekuensi

masing-masing tahapan sebagai berikut: tahap 1 15.8%, tahap 2 12.8%, tahap 3

20.5%, tahap 4 10,7%, tahap 5 11.6%, tahap 6 9.3%, tahap 7 7.6%, tahap 8

11.7%. Sedangkan durasi tiap siklus spermatogenesis adalah 10.6 hari. Dengan

total waktu siklus spermatogenesis adalah 4.5 siklus.

Pada babi, satu siklus spermatogenesis berlangsung 9 + 0.2 hari. Total

durasi spermatogenesis diperkirakan 4.5 siklus epitel seminiferus, sehingga

spermatogenesis diperkirakan mencapai + 40.6 hari. Tahapan spermatogenesis

pada babi berlangsung sebanyak delapan tahap. Tahap 1 11.7%, tahap 2 14.3%,

Page 17: GAMBARAN MORFOLOGI DAN FREKUENSI TAHAPAN … · DEPARTEMEN ANATOMI, FISIOLOGI, DAN FARMAKOLOGI FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007 . ... memiliki rambut

tahap 3 5.4%, tahap 4 12.1% tahap 5 5.9%, tahap 6 17.2%, tahap 7 15.4%, tahap

8 14.3% (Franca & Cardoso 1998).

Sementara itu pada puma, siklus epitel seminiferus terjadi sebanyak

delapan tahap. Durasi siklus epitel seminiferus adalah 9.89 hari, sehingga

diperkirakan membutuhkan waktu 44.5 hari untuk perkembangan spermatogonia

menjadi spermatozoa (Leite et al. 2006). Pada musang, tahapan spermatogenesis

juga berlangsung sebanyak delapan tahap. Tahap 1 sampai tahap 8 secara

berurutan adalah 10.6%, 2.2%, 7.9%, 13.1%, 22.3%, 21.9%, 14.0%, dan 8.0%.

Durasi satu siklus diperkirakan mencapai 13.0 hari. Ini sama dengan karnivora

lain ( Nakai et al. 2004).

Pada gerbil mongolia, tahapan spermatogenesis dibagi menjadi 15 tahap.

Tahap I adalah frekuensi tertinggi sementara tahap 5 paling rendah dari 12 tahap.

Pola spermatogenesisnya sama dengan rodensia lain yang digunakan sebagai

hewan laboratorium (Segatelli et al. 2002).

Page 18: GAMBARAN MORFOLOGI DAN FREKUENSI TAHAPAN … · DEPARTEMEN ANATOMI, FISIOLOGI, DAN FARMAKOLOGI FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007 . ... memiliki rambut

MATERI DAN METODE

Waktu dan Tempat

Penelitian ini dilakukan di laboratorium Riset Anatomi, Bagian Anatomi,

Histologi dan Embriologi, Departemen Anatomi Fisiologi dan Farmakologi,

Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor dari bulan Februari 2007

sampai dengan Agustus 2007.

Bahan

Bahan kimia yang digunakan dalam penelitian ini adalah larutan NaCl

fisiologis, larutan pengawet Bouin, alkohol 70%, 80%, 90%, 95%, 100%, Xylol,

Parafin p.a (56-58%), zat-zat warna Hematoksilin Eosin (HE), dan Entellan®.

Sedangkan alat yang dipakai, antara lain : pisau, skalpel, gunting, label,

gelas piala, botol-botol dehidrasi, kertas foto, styrofoam, blok kayu, pinset,

bunsen, tutup pagoda, gelas objek, mikrotom dengan pisaunya, kuas bulu kuda,

spatula, hot plate.

Sampel yang digunakan

Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan sampel organ testis yang

berasal dari tiga ekor domba garut jantan dewasa dan sehat yang berumur + 2

tahun. Pengambilan sediaan organ testis dilakukan sesaat setelah domba dipotong

di rumah potong hewan (RPH) kabupaten Garut.

Metode

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah pengamatan preparat

histologi, dengan cara membuat preparat histologi yang diwarnai dengan

pewarnaan Hematoksilin Eosin (HE).

◦ Pembuatan preparat histologi

Proses pembuatan preparat histologi terdiri dari fiksasi jaringan. Sediaan

jaringan testis dipotong dengan ukuran 0,5 cm X 0,8 cm, kemudian dilakukan

proses rutin histologi yang meliputi (dehidrasi, clearing, infiltrasi, dan

embedding), sectioning (pemotongan jaringan), dan staining (pewarnaan).

Page 19: GAMBARAN MORFOLOGI DAN FREKUENSI TAHAPAN … · DEPARTEMEN ANATOMI, FISIOLOGI, DAN FARMAKOLOGI FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007 . ... memiliki rambut

Dehidrasi adalah proses penarikan air dari jaringan dan mencegah

pengerutan sel yang diperiksa. Dehidrasi dilakukan dengan cara merendam di

dalam alkohol bertingkat (Alkohol 70%, 80%, 90%,95%, dan alkohol absolut).

Untuk alkohol dengan konsentrasi 70% sebagai stoping point maka waktu

perendaman bisa lama, namun untuk alkohol dengan konsentrasi 80% - 95% lama

perendaman adalah 24 jam. Sedangkan untuk alkohol absolut dilakukan sebanyak

tiga kali dengan masing-masing waktu perendaman selama satu jam.

Clearing (penjernihan) adalah proses intermediet antara proses dehidrasi

dan proses embedding dengan parafin. Tujuan dari clearing adalah

menghilangkan sisa alkohol dalam jaringan agar parafin dapat berpenetrasi ke

dalam jaringan. Penghilangan sisa alkohol didalam jaringan dilakukan dengan

menggunakan xylol. Proses dilakukan sebanyak tiga kali masing-masing selama

satu jam.

Infiltrasi parafin dilakukan secara bertahap dan semua proses dilakukan

dalam inkubator yang bersuhu 60 – 70 oC (karena bahan yang digunakan adalah

parafin cair). Perendaman dilakukan sebanyak tiga kali dengan waktu perendaman

masing-masing selama satu jam.

Embedding adalah penanaman jaringan ke dalam blok parafin. Pertama-

tama disiapkan wadah kaleng yang sesuai yang telah diolesi gliserin dan tetap

dalam kondisi hangat, kemudian parafin cair dituangkan ke dalam pagoda secara

perlahan-lahan sampai permukaannya menggembung. Jaringan secara hati-hati

diletakkan ke dalam parafin dengan menggunakan pinset. Kemudian letaknya

diatur pada posisi yang diinginkan. Selanjutnya wadah dipindahkan kebagian

yang dingin untuk beberapa saat agar membeku, lalu dipindahkan ke dalam air

agar parafin membeku secara sempurna. Parafin dikeluarkan dari wadah dengan

menggunakan pisau kecil. Setelah parafin terlepas, dipisahkan berdasarkan

jaringan yang ditanam. Potongan parafin yang terdapat jaringan ditrimming

sampai membentuk kotak dengan ukuran sesuai lalu ditempelkan pada blok kayu.

Penempelan dilakukan dengan menggunakan sisa parafin yang diencerkan sebagai

perekatnya. Parafin yang telah menempel kemudian dibentuk supaya mudah

dipotong.

Page 20: GAMBARAN MORFOLOGI DAN FREKUENSI TAHAPAN … · DEPARTEMEN ANATOMI, FISIOLOGI, DAN FARMAKOLOGI FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007 . ... memiliki rambut

Sectioning atau pemotongan jaringan dilakukan dengan alat khusus, yaitu

mikrotom. Blok parafin yang telah dipotong hingga berupa lembaran-lembaran

jaringan setebal 5µm, dan ditempatkan pada gelas obyek, kemudian disimpan

dalam inkubator pada suhu 37 oC selama 24 jam sampai jaringan menempel

sempurna pada gelas obyek.

Staining atau pewarnaan dilakukan dengan pewarnaan Hematoksilin Eosin

(HE). Staining dilakukan untuk mempermudah pengamatan jaringan dibawah

mikroskop. Setelah pewarnaan selesai dilakukan, maka dilakukan mounting

dengan cara menempatkan gelas obyek pada kertas tissue di tempat datar, tetesi

gelas obyek dengan bahan mounting yang sudah diencerkan dengan xylol,

kemudian menutupnya dengan gelas penutup dengan hati-hati agar tidak terbentuk

gelembung udara.

Pengamatan dan pemotretan sediaan dilakukan dengan menggunakan

mikroskop cahaya yang dilengkapi kamera (Nikon E600, Japan) dengan lensa

obyektif 40X. Pengamatan dititikberatkan pada perubahan morfologi sel

germinatif dalam tubuli seminiferi sehingga dapat dibedakan masing-masing

tahapan spermatogenesis yang terjadi pada domba garut. Selanjutnya masing-

masing tahapan dihitung pada 400 tubuli seminiferi dari setiap sampel. Total yang

diamati berjumlah 1200 tubuli. Dari semua tubuli yang diamati, dibedakan

tahapan-tahapan spermatogenesis. Jumlah tiap tahapan dipersentasekan, kemudian

untuk mengetahui durasi tiap tahapan, hasil persentase dikalikan dengan durasi

total spermatogenesis domba yaitu 10,6 hari (Franca et al. 1999; Franca &

Cardoso 1998).

Frekuensi Tahapan dan Durasi Siklus Tahapan Spermatogenesis

1. Frekuensi tahapan (%)

= Jumlah tubuli pada masing-masing tahapan X 100

Jumlah total tubuli

2. Durasi siklus spermatogenesis

= Frekuensi masing-masing tahapan X 10.6 hari

Page 21: GAMBARAN MORFOLOGI DAN FREKUENSI TAHAPAN … · DEPARTEMEN ANATOMI, FISIOLOGI, DAN FARMAKOLOGI FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007 . ... memiliki rambut

◦ Rancangan Percobaan dan Evaluasi Data

Penelitian ini menggunakan desain percobaan eksploratif. Data yang

dikoleksi dipaparkan secara deskriptif dan dikomparasikan dengan data dari

hewan lain yang pernah dilaporkan.

Page 22: GAMBARAN MORFOLOGI DAN FREKUENSI TAHAPAN … · DEPARTEMEN ANATOMI, FISIOLOGI, DAN FARMAKOLOGI FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007 . ... memiliki rambut

HASIL DAN PEMBAHASAN

Tahapan Spermatogenesis Domba Garut

Untuk melihat tahapan spermatogenesis, jaringan testis domba garut

diwarnai dengan pewarnaan Hematoxylin Eosin (HE). Pada pewarnaan HE unsur

yang bersifat asam akan menyerap warna biru sampai ungu, sedangkan unsur

yang bersifat basa akan mengambil warna merah muda (Humason 1972; Kiernan

1990). Dengan terwarnainya inti dan sitoplasma sel akan memberikan bentuk

yang jelas pada sel Sertoli dan sel germinatif sehingga mempermudah untuk

mempelajari morfologinya. Penentuan tahapan-tahapan spermatogenesis

berdasarkan pada perubahan morfologi dan komposisi sel-sel spermatogenik.

Dengan pengamatan menggunakan mikroskop cahaya akan didapatkan gambaran

mikroskopik dari tahapan spermatogenesis pada domba garut.

Secara umum proses spermatogenesis sama pada semua hewan mamalia

(Sharpe 1994). Tahapan spermatogenesis dapat dibedakan berdasarkan, ciri khas

dari perkembangan spermatogonia dan aspek morfologi dari sel germinatif setiap

tahap spermatogenesis. Selain itu, kriteria utama untuk membedakan tahapan

spermatogenesis terletak pada karekteristik morfologi spermatid, letak inti dan

sistem akrosomik (Russel et al. 1990). Walaupun menggunakan metode yang

sama dalam menentukan tahapan spermatogenesis, jumlah tahapan yang

ditemukan dapat berbeda-beda antara peneliti.

Pada penelitian ini perubahan bentuk sel germinatif atau tahapan

spermatogenesis pada domba garut dapat digolongkan dalam 8 tahap (Gambar 3

dan 4). Tahapan ini berdasarkan morfologi spermatogonia, spermatosit, ukuran

dan lokasi dari inti spermatid, adanya tanda pembelahan meiosis, dan komposisi

sel-sel epitel tubuli seminiferi secara keseluruhan. Frekuensi tahapan ditentukan

dari total 1200 tubuli seminiferus ( Nakai et al. 2004).

Tahap 1 dicirikan dengan adanya spermatogonia tipe A yang berada di

lamina basalis. Spermatid yang berinti bulat terdapat dibagian dalam epitel

seminiferus yang terdiri dari beberapa lapis. Sementara itu spermatosit primer

berada di dekat sel Sertoli. Tahap 2 dicirikan dengan terjadinya perubahan bentuk

pada spermatid, yaitu spermatid yang awalnya berbentuk bulat berubah menjadi

agak lonjong (pemanjangan). Pada tahap ini juga ditemukan spermatosit

Page 23: GAMBARAN MORFOLOGI DAN FREKUENSI TAHAPAN … · DEPARTEMEN ANATOMI, FISIOLOGI, DAN FARMAKOLOGI FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007 . ... memiliki rambut

preleptoten. Inti spermatosit preleptoten kelihatan lebih jelas dan besar dibanding

pada tahap sebelumnya. Sel Sertoli dan spermatogonia tipe A juga ditemukan

serupa dengan tahap 1. Tahap 3 dicirikan dengan adanya dua bentuk spermatosit,

yaitu spermatosit zigoten dan spermatosit diploten. Pada tahap ini pemanjangan

spermatid (spermatid elongated) sudah semakin jelas. Sel Sertoli terletak di

lamina basalis. Tahap 4 dicirikan oleh adanya spermatosit sekunder. Hal ini

menandakan bahwa pada tahap ini terjadi pembelahan meiosis pada spermatosit

diploten menjadi spermatosit sekunder yang kemudian akan menjadi spermatid

yang haploid. Karakteristik utama dari tahap ini yaitu ditemukannya meiotic

figures. Sementara itu spermatid yang memanjang (elongated) ditemukan berjajar

di daerah permukaan tubuli seminiferi. Tahap 5 dicirikan oleh spermatogonia

intermediet, spermatosit zigoten serta spermatid berinti bulat. Spermatid

elongated hampir menyerupai sebuah garis yang berjajar di permukaan tubuli

seminiferi. Tahap 6 dicirikan oleh spermatosit pakiten dan spermatid bulat.

Spermatid panjang (elongated) sudah mengarah ke lumen tubulus seminiferus.

Sel Sertoli juga ditemukan seperti tahap sebelumnya. Tahap 7 dicirikan oleh

spermatogonia tipe B dan spermatosit pakiten serta terdapat spermatid bulat.

Sementara itu, spermatid elongated sudah semakin dekat ke lumen tubulus

seminiferus. Tahap 8 dicirikan oleh spermatid elongated sudah meninggalkan

epitel seminiferus, juga terlihat spermatogonia tipe B, spermatid bulat dan badan

residual. Spermatid panjang (elongated) sudah berada di lumen tubulus

seminiferus. Proses selanjutnya adalah transformasi spermatid elongated menjadi

spermatozoa.

Page 24: GAMBARAN MORFOLOGI DAN FREKUENSI TAHAPAN … · DEPARTEMEN ANATOMI, FISIOLOGI, DAN FARMAKOLOGI FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007 . ... memiliki rambut

P

b

P I

S

E

P

A

R

A

S

a

Z

S

II

Z M

D

R

E

S

E

D

c d Gambar 3 Tahapan 1 sampai tahapan 4. Tahap 1 (a) Spermatogonia tipe A; Spermatosit primer (P); Spermatid bulat (R); Sel sertoli (S). Tahap 2 (b) Spermatogonia tipe A (A); Spermatosit preleptoten (P I); Spermatosit primer pakiten (P); Spermatid panjang/elongated (E); Sel Sertoli (S). Tahap 3 (c) Spermatosit zigoten (Z); Spermatosit diploten (D); Spermatid panjang/ elongated (E); Sel Sertoli (S). Tahap 4 (d) Spermatosit zigoten (Z); Spermatosit diploten (D); Spermatosit sekunder (II); Spermatid bulat (R); Spermatid panjang (E); Sel Sertoli (S). Pewarnaan HE. Garis Skala a-d = 3 μm

Page 25: GAMBARAN MORFOLOGI DAN FREKUENSI TAHAPAN … · DEPARTEMEN ANATOMI, FISIOLOGI, DAN FARMAKOLOGI FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007 . ... memiliki rambut

S

P

R

E

f

In

E

B

S

R

h

R

A E

S

P

Z

e

P

S

R

E

B g

Gambar 4 Tahapan 5 sampai tahapan 8. Tahap 5 (e) Spermatosit zigoten (Z); Spermatosit primer (P); Spermatid bulat (R); Spermatid panjang/ elongated (E); Sel sertoli (S). Tahap 6 (f) Spermatogonia intermediet (In); Spermatosit primer (P); Spermatid bulat (R); Spermatid panjang (E); Sel Sertoli (S). Tahap7 (g) Spermatogonia tipe B (B); Spermatid bulat (R); Spermatid panjang (E); Sel Sertoli (S). Tahap 8 (h) Spermatogonia tipe B (B); Spermatid panjang di lumen tubuli seminiferi (E); Sel Sertoli. Pewarnaan HE. Garis Skala e-h = 3 μm.

Page 26: GAMBARAN MORFOLOGI DAN FREKUENSI TAHAPAN … · DEPARTEMEN ANATOMI, FISIOLOGI, DAN FARMAKOLOGI FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007 . ... memiliki rambut

Pada domba garut spermatogenesis dapat dibagi menjadi 8 tahap. Hal ini

sama dengan yang telah dilaporkan pada kambing (Franca et al. 1999). Namun

ada juga beberapa spesies lain yang memiliki tahap spermatogenesis yang berbeda

seperti dilaporkan. Misalnya pada monyet 12 tahap, babi 8 tahap, sapi 12 tahap,

dan tikus 14 tahap (Ross et al. 1995; Kerr & Krestser 1988). Perbedaan dari

tahapan spermatogenesis disebabkan oleh perbedaan spesies, karakteristik fisilogi

reproduksi masing-masing hewan dan perbedaan pola perkawinan.

Frekuensi Tahapan Spermatogenesis Domba Garut

Frekuensi relatif masing-masing tahapan spermatogenesis ditunjukkan

pada Gambar 3. Tahapan frekuensi yang paling tinggi terdapat pada tahap 3

(19.58%), sedangkan tahapan frekuensi yang paling rendah terdapat pada tahap 4

(7.58). Perbedaan tinggi atau rendahnya frekuensi ini disebabkan oleh lamanya

waktu sebuah sel dalam membelah. Misalnya terjadi pada tahap 4, sel spermatosit

sekunder akan segera membelah setelah pembentukannya sehingga jarang dapat

dilihat. Tahapan pre-meiosis terjadi pada tahap 1 sampai tahap 3 dengan jumlah

total 47.83%, pembelahan meiosis ditunjukkan oleh tahap 4 dengan frekuensi

7.58%. Tahapan post-meiosis terjadi pada tahap 5 sampai tahap 8 dengan total

frekuensi 44.58%.

Hasil perhitungan frekuensi dan durasi tahapan spermatogenesis domba

garut disajikan dalam Tabel 1.

Tabel 1 Frekuensi dan Durasi Tahapan Spermatogenesis pada domba garut

Tahap 1 Tahap 2 Tahap 3 Tahap 4 Tahap 5 Tahap 6 Tahap 7 Tahap 8 Total

Domba 1 61 52 78 31 34 45 42 57 400

Domba 2 58 54 74 33 36 47 39 59 400

Domba 3 64 50 83 27 32 41 48 55 400

Total 183 156 235 91 102 133 129 171 1200

Rata-rata 61.00 52.00 78.33 30.33 34.00 44.33 43.00 57.00

SD 3.00 2.00 4.51 3.06 2.00 3.06 4.58 2.00

Frekuensi (%) 15.25 13.00 19.58 7.58 8.50 11.08 10.75 14.25 100.00 Durasi Spermatogenesis 1.62 1.38 2.08 0.80 0.90 1.17 1.14 1.51 10.60

Page 27: GAMBARAN MORFOLOGI DAN FREKUENSI TAHAPAN … · DEPARTEMEN ANATOMI, FISIOLOGI, DAN FARMAKOLOGI FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007 . ... memiliki rambut

Dari Tabel 1, frekuensi tahapan spermatogenesis domba garut dapat

disajikan dalam bentuk grafik dan diperoleh gambaran sebagai berikut:

15.25

13.00

19.58

7.58 8.50

11.08 10.75

14.25

0.00

2.00

4.00

6.00

8.00

10.00

12.00

14.00

16.00

18.00

20.00

Frekuensi (%)

Tahap 1 Tahap 2 Tahap 3 Tahap 4 Tahap 5 Tahap 6 Tahap 7 Tahap 8Tahapan Spermatogenesis

Gambar 5 Frekuensi relatif tahapan spermatogenesis domba garut

Jangka waktu dari satu siklus spermatogenesis adalah waktu total dari

seluruh tahap spermatogenesis. Pada babi jantan (Franca & Cardoso 1998) satu

siklus spermatogenesis membutuhkan waktu selama + 9 hari dan terjadi 4.5 siklus

dalam keseluruhan spermatogenesis, sehingga lamanya spermatogenesis

diperkirakan selama + 40.6 hari. Sementara itu pada kambing jangka waktu setiap

siklus spermatogenesis adalah 10.6 + 0.5 hari dengan 4.5 siklus, sehingga

spermatogenesis diperkirakan membutuhkan waktu 47.7 hari (Franca et al. 1999).

Jika data penelitian Franca et al. (1999) tersebut diaplikasikan pada

penelitian ini, maka berdasarkan hasil perhitungan persentase yang diperoleh

untuk tiap tahapan, maka pada domba garut waktu yang diperlukan untuk masing-

masing tahapan spermatogenesis adalah : tahap1, 1.62 hari; tahap 2, 1.38 hari;

tahap 3, 2.08 hari; tahap 4, 0.80 hari; tahap 5, 0.90 hari; tahap 6, 1.17 hari; tahap

7, 1.14 hari; tahap 8, 1.51 hari (Gambar 6).

Page 28: GAMBARAN MORFOLOGI DAN FREKUENSI TAHAPAN … · DEPARTEMEN ANATOMI, FISIOLOGI, DAN FARMAKOLOGI FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007 . ... memiliki rambut

1.62

1.38

2.08

0.80 0.90

1.17 1.14

1.51

0.00

0.50

1.00

1.50

2.00

2.50

Lamanya Tahapan

Spermatogenesis (Hari)

1 2 3 4 5 6 7 8Tahapan Spermatogenesis

Gambar 6 Durasi masing-masing tahapan spermatogenesis pada domba garut

Pengaturan spermatogenesis dilakukan oleh hormon. Hormon-hormon

yang penting untuk spermatogenesis adalah, Folicle Stimulating Hormon (FSH),

Luteinizing Hormon (LH) yang disekresikan oleh hipofise dan hormon testosteron

yang dihasilkan oleh sel-sel Leydig. Hormon-hormon ini berpengaruh pada sel sel

spermatogenik dan sel Sertoli dalam tubuli seminiferi maupun sel-sel Leydig di

daerah interstitial dan menstimulasi terjadinya spermatogenesis. Sel-sel Leydig

distimulasi oleh LH akan menghasilkan testosteron dan memicu munculnya tanda

kelamin sekunder pada organ lain. Sementara itu sel-sel Sertoli distimulasi oleh

FSH untuk menghasilkan androgen binding protein (ABP) yang berfungsi

mengikat dan mengkonsentrasikan testosteron. Kedua hormon inilah yang

menginisiasi proses spermatogenesis pada testis. Jika terjadi peningkatan jumlah

spermatozoa maka sel Sertoli memproduksi inhibin yang bersama dengan

testosteron berperan sebagai negatif feedback pada sekresi gonadotropin releasing

hormone (GnRH) dari hipotalamus (Tomaszewska et al. 1991). Perbedaan

frekuensi dan lamanya waktu yang dibutuhkan pada masing-masing tahap

spermatogenesis kemungkinan dapat disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain

spesies hewan, fisiologi reproduksi, kesuburan hewan, lamanya waktu yang

dibutuhkan hewan dalam mencapai dewasa kelamin serta pola perkawinan.

Dewasa kelamin dan proses spermatogenesis pada hewan jantan adalah dua hal

yang berlangsung hampir bersamaan (Toelihere 1979).

Page 29: GAMBARAN MORFOLOGI DAN FREKUENSI TAHAPAN … · DEPARTEMEN ANATOMI, FISIOLOGI, DAN FARMAKOLOGI FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007 . ... memiliki rambut

KESIMPULAN

Kesimpulan

Berdasarkan perubahan bentuk sel germinatif, spermatogenesis pada

domba garut dapat digolongkan dalam delapan tahap. Tahapan frekuensi yang

paling tinggi terdapat pada tahap 3 (19.58%), sedangkan tahapan frekuensi yang

paling rendah terdapat pada tahap 4 (7.58%).

Saran

1. Perlu dilakukan penelitian lanjutan dengan menggunakan berbagai

pewarnaan yang lebih spesifik untuk mengetahui karakteristik sel-sel

germinatif dan sel pendukung serta peranannya dalam proses

spermatogenesis pada domba garut.

2. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai lamanya proses

spermatogenesis pada domba garut.

Page 30: GAMBARAN MORFOLOGI DAN FREKUENSI TAHAPAN … · DEPARTEMEN ANATOMI, FISIOLOGI, DAN FARMAKOLOGI FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007 . ... memiliki rambut

DAFTAR PUSTAKA

Anonimous. 2007. Developmental stages of spermatogenesis. http://images.google.co.id.

_________ 2007. Domba Garut. http://www.dombagarut.com/bigger1.html. Dellman HD, Brown EM. 1976. Textbok of Veterinary Histology. Lea and Fibiger.

Philadelphia. Djuwita I, Boediono A, Mohamad K. 2000. Bahan Kuliah Embriologi.

Laboratorium Embriologi. Bagian Anatomi. Fakultas kedokteran Hewan. Institut pertanian Bogor. Bogor.

Dwiyanto M. 1999. Penanganan Domba dan Kambing. Cetakan Ke-3. Penerbit

Penebar Swadaya. Jakarta. 83 Hal. Franca LR, Silva SCB, Garcia HC. 1999. The length of the cycle of seminiferous

epithelium in goats (Capra hircus). Tissue & Cell 31 (3) 274-280. Franca LR, Cardoso FM. 1998. Duration of spermatogenesis and sperm transit

time through the epididymis in the piau boar. Tissue & Cell 30 (5) 573-582.

Gatenby RM. 1986. Sheep Reproduction in The Tropics. Longman. London and

New York. Hardjosubroto W, Astuti M. 1979. Animal Genetics Resources in Indonesia

Workshop on Animal Genetics Resources. Tsukuba. Japan. Humason GL. 1972. Animal Tissue Techniques. Ed ke-3. San Fransisco : WH

Freeman & Company. Kerr JB, Kretser DM. 1988. The Cytology of The Testis. The Physiology of

Reproduction. Raven Press. New York. Kiernan JA. 1990. Histological and Histochemicals Methods: Theory and

Practice. Ed ke-2. Departement of Anatomy, The University of Western Ontario. Pergamon Press, Canada. Pp: 96-186.

Leblond CP, Clermont Y. 1952. Definition of the stages of the cycle of the

seminiferous epithelium in the rat. Ann NY Acad Sci 55: 548–573. Leite FLG. 2006. Cycle and duration of the seminiferous epitheliumin puma

(Puma concolor). Anim Rep Sci 91: 307–316. Mulyono S. 2000. Teknik Pembibitan Kambing dan Domba. Cetakan ke-3.

Penerbit Penebar Swadaya. Jakarta. 88 Hal.

Page 31: GAMBARAN MORFOLOGI DAN FREKUENSI TAHAPAN … · DEPARTEMEN ANATOMI, FISIOLOGI, DAN FARMAKOLOGI FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007 . ... memiliki rambut

Nakai M, Van Cleeff JK, Bahr JM. 2004. Stages and duration of spermatogenesis in the domestic ferret (Mustela putorius furo). Tissue and Cell 36 (2004) 439–446.

O’Day DH. 2002. Formation of Male Sex Cells : Spermatogenesis. University of

Toronto. Mississauga. Ownby C. 1999. Spermatogenesis [media onlline]. http://www.cvm.okstate.edu/

intruction/mm_curr/histology/mR/HimRP4.htm.[28 Maret 2007]. Payne WJA, Williamson G. 1993. An Introduction to Animal Husbandary in The

In reply Tropics. Edisi Indonesia : Pengantar Peternakan di Daerah Tropis. Ed ke-3. Gajah Mada University Press. Yogyakarta.

Ross HM, Romrell LJ, Kaye GI. 1995. Histology: A Text and Atlas 3th. Williams

and Wilkins. Maryland. USA. Russell LD, Ettlin RA, Hikim SAP, Clegg ED. 1990. Histological and

Histopathological Evaluation of The Testis. Cache River Press, Clearwater Florida.

Segatelli TM et al. 2002. Kinetics of spermatogenesis in the mongolian gerbil

(Meriones unguiculatus). Tissue & Cell 34 (1) 7-13. Sharpe RM. 1994. Regulation of spermatogenesis. In: Knobil, E. and Neil, J.D.

(eds), The physiology of reproduction. Raven Press. New York. Pp: 1363–1434.

Sugeng B. 2000. Beternak Domba. Cetakan ke-13. Penerbit Penebar Swadaya.

Jakarta. 72 Hal. Toelihere MR 1979. Fisiologi Reproduksi Pada Ternak. Angkasa. Bandung. Tomaszewska MW, Sutama IK, Putu IG, Chaniago TD. 1991. Reproduksi

Tingkah Laku dan Produksi Ternak Di Indonesia. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. Pp: 4-38.

Page 32: GAMBARAN MORFOLOGI DAN FREKUENSI TAHAPAN … · DEPARTEMEN ANATOMI, FISIOLOGI, DAN FARMAKOLOGI FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007 . ... memiliki rambut

Lampiran 1 Pewarnaan Hematoksilin Eosin (HE)

Xylol I, 2 menit

Xylol II, 2 menit

Xylol III, 2 menit

Alkohol absolut, 2 menit

Alkohol bertingkat (95%-70%), 2 menit

Cuci dengan air kran dan akuades, @ 5menit

Mayer`s Haematoksilin, 8 detik

Cuci dengan air kran, 3 menit

Cuci dengan air akuades, 5 menit

Eosin 2-3 menit

Cuci dengan akuades, 5 menit

Alkohol bertingkat (95%-70%), @10 celupan

Alkohol absolut, @ 2 menit

Xylol I, II dan III, @ 5 menit

Tutup dengan cover glass

Page 33: GAMBARAN MORFOLOGI DAN FREKUENSI TAHAPAN … · DEPARTEMEN ANATOMI, FISIOLOGI, DAN FARMAKOLOGI FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007 . ... memiliki rambut

Lampiran 2 Komposisi Larutan Bouin

Lamanya fiksasi 24 jam (sehari)

- Larutan asam pikrat jenuh (1 liter air + 20 gr pikrat) 75 ml (15)

- Formalin (37/39 – 40%) 25 ml (5)

- Acetic acid glacial 100% 5 ml (1)

(dicampur dalam keadaan segar – fresh prior to use)

Page 34: GAMBARAN MORFOLOGI DAN FREKUENSI TAHAPAN … · DEPARTEMEN ANATOMI, FISIOLOGI, DAN FARMAKOLOGI FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007 . ... memiliki rambut
Page 35: GAMBARAN MORFOLOGI DAN FREKUENSI TAHAPAN … · DEPARTEMEN ANATOMI, FISIOLOGI, DAN FARMAKOLOGI FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007 . ... memiliki rambut