Tugas Farmakologi

65
Tugas Farmakologi Modul Kardiovaskular Kelompok V : 1.Nurul Atdania Lestari A.S 2.Fajar Khalis Ananda 3.Jene Verry Yonathan 4.Apriadi 5.Fitrilawati 6.Wilda Muhtajah 7. Lovina Damayanti 8. Mega Pratiwi 9.Siti Norhasanah 10.Ari Tri Wulandari Program Studi Pendidikan Dokter Universitas Palangka Raya

description

farmakologi

Transcript of Tugas Farmakologi

Page 1: Tugas Farmakologi

Tugas Farmakologi Modul Kardiovaskular

Kelompok V :

1.Nurul Atdania Lestari A.S

2.Fajar Khalis Ananda

3.Jene Verry Yonathan

4.Apriadi

5.Fitrilawati

6.Wilda Muhtajah

7. Lovina Damayanti

8. Mega Pratiwi

9.Siti Norhasanah

10.Ari Tri Wulandari

Program Studi Pendidikan Dokter

Universitas Palangka Raya

2013

Page 2: Tugas Farmakologi

Kasus I :

Tn S, 45 tahun, datang ke Rumah Sakit dengan keluhan sering sakit kepala sejak

lebih kurang 4 bulan. Tn. S pernah berobat ke puskesmas dan dikatakan menderita

tekanan darah tinggi dan oleh dokter diberi pil putih (HCT) yang diminum 1 x sehari.

Setelah satu minggu tekanan darah masih tinggi, dokter menambahkan nifedipin 2 x 1

tablet per hari. Karena sudah merasa sudah enak, Tn. S tidak meneruskan pengobatannya.

Satu minggu terakhir Tn.S kembali merasa sering pusing dan napas agak sesak

bila naik tangga ke lantai 2 di rumahnya disertai jantung berdebar kencang.

Pada pemeriksaan fisik didapatkan TD 170/110 mmH, nadi 124/menit, Suhu 36,7 o C, napas 24 x/menit. Terdapat peningkatan tekanan vena Juguler (JVP 5 + 0 Cm H2O).

Bunyi jantung I dan II murni, disertai bunyi Gallop. Terdapat bunyi ronki basah halus di

kedua basal paru disertai bising mengi (wheezing) samar-samar. Kedua tungkai terlihat

bengkak (udem) ringan.

Laboratorium: Hb 14 g/dL, lekosit 10000/uL, trombosit 225000/uL. Gula

darah sewaktu 160 mg/dL (N: < 140), Ureum 45 mg/dl (N: 40-50 m/dL), kreatinin 1,0

mg/dL (N: < 1,2 ). Natrium 137 mEq/L (N: 135-1450, Kalium 3,0 mEq/L (N: 3,5-4,5),

Asam urat 8,5 mg/dL (N: <6,5).

Kata Kunci :

1. Tn S, 45 tahun

2. keluhan sering sakit kepala sejak lebih kurang 4 bulan

3. pernah berobat ke puskesmas, dikatakan menderita tekanan darah tinggi

4. pil putih (HCT) yang diminum 1 x sehari

5. Setelah satu minggu tekanan darah masih tinggi

6. Menambahkan nifedipin 2 x 1 tablet per hari

7. Satu minggu terakhir, sering pusing dan napas agak sesak bila naik tangga ke

lantai 2 di rumahnya disertai jantung berdebar kencang.

Page 3: Tugas Farmakologi

Hasil Pemeriksaan Fisik :

Pemeriksaan Hasil

Tekanan darah 170/110 mmHg (hipertensi)

Nadi 124/ menit (takikardi)

Suhu 36,7◦C (normal)

Napas 24x/ menit (takipnue)

Vena juguler JVP 5 + 0 Cm H2o (normal)

Bunyi jantung I dan II murni

Kedua basal paru Bunyi ronki dan wheezing sanar-samar

Kedua tungkai Bengkak ringan

Hasil Pemeriksan Laboratorium :

Pemeriksaan Hasil

Page 4: Tugas Farmakologi

Hb 13-16 gr/dL (Normal)

Lekosit 5.000-10.000/ul (Normal)

Trombosit 150.000-500.000/ul ( Normal)

Gula darah sewaktu N:<140 (↑)

Ureum N: 40-50 m/dL (Normal)

kreatinin N: < 1,2 (Normal)

Natrium N: 135-145 (Normal)

Kalium N: 3,5-4,5 (↓)

Asam urat N: <6,5 (↑)

Pertanyan :

1. Masalah pada pasien ini ?

Diabetes Mellitus

Hipertensi

Page 5: Tugas Farmakologi

Hipertensi

Hipertensi didefinisikan sebagai tekanan darah persisten dimana tekanan sistoliknya di

atas 140 mmHg dan tekanan diastolik diatas 90 mmHg. Pada populasi lanjut usia,

hipertensi didefinisikan sebagai tekanan sistolik 160 mmHg dan tekanan diastolik 90

mmHg

Klasifikasi Tekanan Darah untuk usia 18 Tahun atau lebih berdasarkan JNC

VII,2003

Klasifikasi Sistol

(mmHg)

Diastol

(mmHg)

Normal < 120 < 80

Prahipertensi 120-139 80-89

HipertensiTingkat 1

Tingkat 2140-159

>160

90-99

>100

Berdasarkan etiologinya hipertensi dibagi menjadi hipertensi esensial dan hipertensi

sekunder.

1. Hipertensi Esensial

Hipertensi esensial atau hipertensi primer atau idiopatik adalah hipertensi tanpa

kelainan dasar patologi yang jelas. Lebih dari 90% kasus merupakan hipertensi

esensial. Penyebabnya multifaktorial meliputi faktor genetik dan lingkungan.

Faktor genetik mempengaruhi kepekaan terhadap natrium, kepekaan terhadap

stres, reaktivitas pembuluh darah terhadap vasokonstriktor, resistensi insulin dan

lain-lain. Sedangkan yang faktor lingkungan antara lain diet, kebiasaan merokok,

stress emosi, obesitas dan lain-lain.

2. Hipertensi Sekunder

Page 6: Tugas Farmakologi

Meliputi 5-10% kasus hipertensi. Termasuk dalam kelompok ini antara lain akibat

penyakit ginjal (hipertensi renal), hipertensi endokrin, kelainan saraf pusat, obat-

obatan dan lain-lain.

Komplikasi hipertensi dan Faktor risiko kardiovaskular

Hipertensi lama dan atau berat dapat menimbulkan komplikasi berupa kerusakan

organ (target organ damage) pada jantung, otak, ginjal, mata dan pembuluh darah

perifer. Pada jantung dapat terjadi hipertrofi ventrikel kiri sampai gagal jantung,pada otal

dapat terjadi strok karena pecahnya pembuluh darah serebral dan pada ginjal dapat

menyebabkan penyakit ginjal kronik sampai gagal ginjal, dll. Selain itu, hipertensi

merupakan faktor resiko terjadinya aterosklerosis dengan akibat penyakit jantung koroner

(angina pectoris sampai infark miokard) dan strok iskemik.

Pengendalian berbagai faktor risiko pada hipertensi sangat penting untuk

mencegah komplikasi kardiovaskular. Faktor risiko yang dapat dimodifikasi antara lain

tekanan darah, kelainan metabolik (diabetes mellitus, lipid darah, asam urat dan obesitas),

merokok, alkohol dan inaktivitas, sedangkan yang tidak dapat dimodifikasi antara lain

usia, jenis kelamin dan faktor genetik.

2. Bagaimana komentar anda tentang pengobatan yang diberikan oleh dokter

terdahulu ? Apakah anda punya alternatif obat yang dirasa lebih baik ?

jawaban :

Page 7: Tugas Farmakologi

Menurut kelompok kami, adanya kekeliruan dalam pemberian obat untuk

Tn. S. Seharusnya untuk Tn. S yang menderita hipertensi dan disertai dengan DM,

sesuai dengan guideline, bahwa pemberian obat yang digunakan sebagai berikut:

Sesuai dengan guideline diatas, bahwa obat yang diberikan sesuai dengan

keadaan Tn. S adalah dengan diberikan diuretik tipe hemat kalium seperti Amiloride

yang dapat diberikan dalam dosis 5 – 10 mg/ hari dserta pemakaiannya 1 atau 2

x/hari dan ACE Inhibitor seperti Captopril yang dosisnya 25 – 150 mg/ hari, 2 atau

3x/hari. Tetapi perlunya monitoring, karena diuretik ini dapat menyebabkan

hiperkalemia bila dikombinasikan dengan ACE Inhibitor, ARB, penghambat

langsung renin, atau suplemen potassium.

Obat apa yang anda sarankan untuk pasien ini ? Berikan alasan pemilihannya.

Page 8: Tugas Farmakologi

Jawaban :

Obat lini pertama untuk menurunkan TD (170/110 mmHg) adalah IV Hydralazin

Hydrochloride, karena obat ini akan diasorbsi dengan cepat dan akan mulai

berefek pada 5 – 20 menit.

Untuk pemberian gagal jantung dan hipertensi lanjutan adalah ACE inhibitor,

Calcium Channel Blocker ( nefidipin ), dan spironalakton

Perlunya penggantian obat HCT dengan obat spironalakton karena obat ini

merupakan diuretik hemat kalium, dalam arti obat ini dapat meminimalisir

pengeluaran kalium akibat efek diuretik sehingga ti dak menimbulkan gagal

ginjal.

Obat ACE inhibitor yang digunakan adalah captopril. Merupakan terapi lini

pertama untuk pasien dengan fungsi sistolik ventrikel kiri yang menurun, yakni

dengan fraksi ejeksi di bawah normal (<40-45%), dengan atau tanpa gejala. Tanpa

gejala obat ini diberikan untuk mencegah. Pada pasien dengan gejala retensi

cairan, obat ini diberikan sebagai terapi awal. Pada pasien dengan retensi cairan,

obat ini harus diberikan bersama diuretik.

3. Bagaimana Mekanisme kerja obat tersebut ?

Jawaban :

1. Nipedifin

Merupakan suatu obat golongan Calcium Channel Blocker

Mekanisme kerja obat :

Nifedipin bekerja sebagai antagonis kalsium dengan menghambat arus ion

kalsium masuk ke dalam otot jantung dari luar sel. Karena kontraksi otot polos

tergantung pada ion kalsium ekstra seluler, maka dengan adanya antagonis

kalsium dapat menimbulkan efek inotropik negatif. Demikian juga dengan Nodus

Page 9: Tugas Farmakologi

Sino Atrial (SA) dan Atrio Ventrikuler (AV) akan menimbulkan kronotropik

negatif dan perlambatan konduksi AV.

Farmakokinetik :

Nifedipine diserap secara cepat sehingga cepat menurunkan tekanan darah, waktu

paruh juga pendek. Amlodipine diabsorpsi secara lambat dan waktu paruh juga

lebih lama. Semua CCB mengalami metabolisme lintas pertama, lebih dari 90%

dimetabolisme di hati sehingga hati-hati jika diberikan pada penderita gagal hati.

Karena banyak dimetabolisme di hati, maka ekskresinya melalui ginjal juga

minimal sehingga cukup aman pada pasien gagal ginjal.

2. Spironolactone

Merupakan obat golongan diuretik aldosterone antagonist

Mekanisme

Spironolakton adalah kompetitif antagonis aldosteron.meski menghambat

aldosteron-stimulasi Na+reabsorbsi dan ekskresi K+dan H+di distal tubulus dan

duktus collecting. Spironolaktone juga mengurangi aldosteron-stimulasi

ammoniagenesis melalaui nefron.

Farmakokinetik

Diberikan secara oral sampai lebih 2 hari agar efektif. Dimetabolisme di hati,

merupakan diuretic yang hanya beraksi diluar tubulus.

3. Captopril

Mekanisme :

Menghambat enzim pengonversi peptidyl dipeptidase yang mengidrolik

angiotensin I yang besifat inaktif. "Angiotensin Converting Enzyme" (ACE), akan

merubah angiotensin I menjadi angiotensin Il yang besifat aktif dan merupakan

vasokonstriktor endogen serta dapat menstimulasi sintesa dan sekresi aldosteron

Page 10: Tugas Farmakologi

dalam korteks adrenal.  Peningkatan sekresi aldosteron akan mengakibatkan ginjal

meretensi natrium dan cairan, serta meretensi kalium. Dalam kerjanya, kaptopril

akan menghambat kerja ACE, akibatnya pembentukan angiotensin ll terhambat,

timbul vasodilatasi, penurunan sekresi aldosteron sehingga ginjal  mensekresi

natrium dan cairan serta mensekresi kalium. Keadaan ini akan menyebabkan

penurunan tekanan darah dan mengurangi beban jantung, baik 'afterload' maupun

'pre-load', sehingga terjadi peningkatan kerja jantung. Vasodilatasi yang timbul

tidak menimbulkan reflek takikardia. 

Farmakodinamik :

Captopril adalh D-3 mercaptomethyl-propionyl-L-proline. Captopril mempunyai

efek yang menguntungkan pada hipertensi dan gagal jantung, yaitu penekanan

sistem renin-angiotensin-aldosterone.

Captopril mencegah perubahan angiotensin I menjadi angiotensin II oleh inhibisi

ACE (angiotensin Converting Enzym) .

Farmakokinetik :

Setelah pemberian secara oral captopril secara cepat diabsorpsi dan adanya

makanan dalam saluran gastrointestinal berkurang

30-40%. Dalam periode 24 jam lebih dari 95% dosis yang diabsorpsi dieliminasi

ke dalam urin dan 40-50%nya dalam bentuk tidak berubah.

4. Hydralazine hydrochloride

o Obat ini dimasukkan secara Intra Vena

o Diberikan hanya untuk menghentikan hipertensi daruratnya yang mempunyai tekanan darah 170 / 110 mmHg

o Setelah tekanan darahnya tidak terlalu tinggi, baru dapat dimonitoring dengan penggunaan Spironolactone, ACE Inhibitor, dan Calcium Channel Blocker.

Daftar Pustaka

Setiabudy R. Farmakologi Dan Terapi. Ed 5. Jakarta : Balai Penerbit FKUI, 2007

Page 11: Tugas Farmakologi

Katzung G Bertram. Farmakologi Dasar Dan Klinik. Ed 10. Jakarta: EGC, 2010

Dipiro JT, Talbert RL, Yee GC, Matzke GR, Wells BG, Posey LM.

Pharmacotheraphy A Patophysiologic Approach. Ed 7. USA: McGrawHill.

2008. Hal 149

A. Kasus II

Page 12: Tugas Farmakologi

Tn. M, 60 tahun dibawa ke bagian Emergency RS karena merasa dadanya sakit seperti

ditindih beban berat sejak 2 jam yang lalu. Rasa nyeri menjalar ke lengan kiri. Tn. M

adalah seorang perokok berat sejak usia muda, dan memiliki riwayat DM, tapi berobat

tidak teratur. Pada pemeriksaan fisik tampak kesakitan, disertai keringat dingin.

Tekanan darah 160/100 mmHg, nadi 104/menit, suhu 36o C, respirasi 24 kali/menit.

Bunyi jantung dan paru normal.

EKG: irama sinus 112x/menit, T inverted di hantaran V2-V3-V4.

Laboratorium: Hb 14 g/dL, lekosit 10000/uL, trombosit 225000/uL. Gula darah sewaktu

180 mg/dL (N: < 140), Ureum 45 mg/dl (N: 40-50 m/dL), kreatinin 1,0 mg/dL (N: <

1,2 ). Natrium 137 mEq/L (N: 135-1450, Kalium 3,0 mEq/L (N: 3,5-4,5), Asam urat 8,5

mg/dL (N: <6,5).

B. Pertanyaan Pada Pemicu

1. Apa masalah pada pasien ini ?

2. Pemeriksaan penunjang apa yang anda anjurkan ?

3. Obat apa yang anda rencanakan diberikan pada pasien ini ?

4. Jelaskan alasan pemilihan obat tersebut !

5. Jelaskan mekanisme kerja obat-obat tersebut !

6. Diskusikan aspek-aspek farmakologi lain yang dirasa penting dari obat yang anda

pilih.

C. Pembahasan

I. Apa masalah pada pasien ini ?

Tn. M, 60 tahun memiliki masalah kegawatdaruratan jantung dengan nyeri dada

sebelah kiri sejak 2 jam, menjalar ke kiri dan disertai riwayat merokok serta diabetes

melitus

Angina Pektoris Tidak Stabil

Page 13: Tugas Farmakologi

1. Definisi

Angina pektoris tak stabil adalah suatu spektrum dari sindroma iskemik miokard

akut yang berada di antara angina pektoris stabil dan infark miokard akut.

Terminologi ATS harus tercakup dalam kriteria penampilan klinis sebagai berikut

: 1

a. Angina pertama kali

Angina timbul pada saat aktifitas fisik. Baru pertama kali dialami oleh

penderita dalam priode 1 bulan terakhir 1

b. Angina progresif

Angina timbul saat aktifitas fisik yang berubah polanya dalam 1 bulan

terakhir, yaitu menjadi lebih sering, lebih berat, lebih lama, timbul dengan

pencetus yang lebih ringan dari biasanya dan tidak hilang dengan cara yang

biasa dilakukan. Penderita sebelumnya menderita angina pektoris stabil. 1

c. Angina waktu istirahat

Angina timbul tanpa didahului aktifitas fisik ataupun hal-hal yang dapat

menimbulkan peningkatan kebutuhan O2 miokard. Lama angina sedikitnya 15

menit. 1

d. Angina sesudah IMA 1

Angina yang timbul dalam periode dini (1 bulan) setelah IMA. Kriteria

penampilan klinis tersebut dapat terjadi sendiri-sendiri atau bersama-bersama

tanpa adanya gejala IMA. Nekrosis miokard yang terjadi pada IMA harus

disingkirkan misalnya dengan pemeriksaan enzim serial dan pencatatan EKG.

2. Patofisiologi

Gejala angina pektoris pada dasarnya timbul karena iskemik akut yang tidak

menetap akibat ketidak seimbangan antara kebutuhan dan suplai O2 miokard.

Beberapa keadaan yang dapat merupakan penyebab baik tersendiri ataupun

bersama-sama yaitu:

a. Faktor di luar jantung 1, 7

Page 14: Tugas Farmakologi

Pada penderita stenosis arteri koroner berat dengan cadangan aliran koroner

yang terbatas maka hipertensi sistemik, takiaritmia, tirotoksikosis dan

pemakaian obat-obatan simpatomimetik dapat meningkatkan kebutuhan O2

miokard sehingga mengganggu keseimbangan antara kebutuhan dan suplai O2.

Penyakit paru menahun dan penyakit sistemik seperti anemi dapat

menyebabkan tahikardi dan menurunnya suplai O2 ke miokard.

b. Sklerotik arteri koroner

Sebagian besar penderita ATS mempunyai gangguan cadangan aliran koroner

yang menetap yang disebabkan oleh plak sklerotik yang lama dengan atau

tanpa disertai trombosis baru yang dapat memperberat penyempitan pembuluh

darah koroner. Sedangkan sebagian lagi disertai dengan gangguan cadangan

aliran darah koroner ringan atau normal yang disebabkan oleh gangguan aliran

koroner sementara akibat sumbatan maupun spasme pembuluh darah. 7

c. Agregasi trombosit

Stenosis arteri koroner akan menimbulkan turbulensi dan stasis aliran darah

sehingga menyebabkan peningkatan agregasi trombosit yang akhirnya

membentuk trombus dan keadaan ini akan mempermudah terjadinya

vasokonstriksi pembuluh darah. 7

d. Trombosis arteri koroner

Trombus akan mudah terbentuk pada pembuluh darah yang sklerotik sehingga

penyempitan bertambah dan kadang-kadang terlepas menjadi mikroemboli

dan menyumbat pembuluh darah yang lebih distal. Trombosis akut ini diduga

berperan dalam terjadinya ATS. 7

e. Pendarahan plak ateroma

Robeknya plak ateroma ke dalam lumen pembuluh darah kemungkinan

mendahului dan menyebabkan terbentuknya trombus yang menyebabkan

penyempitan arteri koroner. 7

Page 15: Tugas Farmakologi

f. Spasme arteri koroner

Peningkatan kebutuhan O2 miokard dan berkurangnya aliran koroner karena

spasme pembuluh darah disebutkan sebagai penyeban ATS. Spame dapat

terjadi pada arteri koroner normal atupun pada stenosis pembuluh darah

koroner. Spasme yang berulang dapat menyebabkan kerusakan artikel,

pendarahan plak ateroma, agregasi trombosit dan trombus pembuluh darah. 1,7

Beberapa faktor risiko yang ada hubungannya dengan proses aterosklerosis

antara lain adalah :

1) Faktor risiko yang tidak dapat diubah : Umur, jenis kelamin dan riwayat

penyakit dalam keluarga. 1

2) Faktor risiko yang dapat diubah : Merokok, hiperlipidemi, hipertensi,

obesitas dan DM. 1

3. Pengenalan Klinis

a. Gejala

Didapatkan rasa tidak enak di dada yang tidak selalu sebagai rasa sakit, tetapi

dapat pula sebagai rasa penuh di dada, tertekan, nyeri, tercekik atau rasa

terbakar. Rasa tersebut dapat terjadi pada leher, tenggorokan, daerah antara

tulang skapula, daerah rahang ataupun lengan. Sewaktu angina terjadi,

penderita dapat sesak napas atau rasa lemah yang menghilang setelah angina

hilang. Dapat pula terjadi palpitasi, berkeringat dingin, pusing ataupun hampir

pingsan. 1, 2

b. Pemeriksaan fisik

Sewaktu angina dapat tidak menunjukkan kelainan. Pada auskultasi dapat

terdengar derap atrial atau ventrikel dan murmur sistolik di daerah apeks.

Frekuensi denyut jantung dapat menurun, menetap atau meningkat pada waktu

serangan angina. 1

Page 16: Tugas Farmakologi

c. EKG

EKG perlu dilakukan pada waktu serangan angina, bila EKG istirahat normal,

stress test harus dilakukan dengan treadmill ataupun sepeda ergometer. 3, 7

Tujuan dari stress test adalah :

menilai sakit dada apakah berasal dari jantung atau tidak.

Menilai beratnya penyakit seperti bila kelainan terjadi pada pembuluh

darah utama akan memberi hasil positif kuat.

Gambaran EKG penderita ATS dapat berupa depresi segmen ST, depresi

segmen ST disertai inversi gelombang T, elevasi segmen ST, hambatan

cabang ikatan His dan tanpa perubahan segmen ST dan gelombang T.

Perubahan EKG pada ATS bersifat sementara dan masing-masing dapat

terjadi sendiri-sendiri ataupun sersamaan. Perubahan tersebut timbul di saat

serangan angina dan kembali ke gambaran normal atau awal setelah keluhan

angina hilang dalam waktu 24 jam. Bila perubahan tersebut menetap setelah

24 jam atau terjadi evolusi gelombang Q, maka disebut sebagai IMA. 2.3

d. Enzim LDH, CPK dan CK-MB Pada ATS kadar enzim LDH dan CPK dapat

normal atau meningkat tetapi tidak melebihi nilai 50% di atas normal. CK-MB

merupakan enzim yang paling sensitif untuk nekrosis otot miokard, tetapi

dapat terjadi positif palsu. Hal ini menunjukkan pentingnya pemeriksaan

kadar enzim secara serial untuk menyingkirkan adanya IMA. 6

Page 17: Tugas Farmakologi

4. Perjalanan Penyakit

Dengan pengobatan farmakologis, berbagai penelitian menunjukkan

bahwa dalam 1 tahun pertama, variasi prosentase penderita ATS yang mengalami

IMA berkisar antara 6-60% dengan tingkat kematian 1-40%. Penelitian Heng dkk

melaporkan bahwa selama perawatan di rumah sakit terdapat 26% penderita ATS

dengan angina berulang mengalami IMA. Sedangkan tanpa angina berulang

hanya 10%. 1

Demikian juga Julian melaporkan dalam 1 tahun, 8% penderita ATS

mengalami IMA dengan tingkat kematian 12%. Yetty (1985-1987) di RS Jantung

Harapan Kita meneliti 12 faktor risiko tinggi untuk terjadinya IMA pada ATS

antara lain umur 60 tahun, stres, riwayat angina, riwayat infark, hipertensi, DM,

riwayat keluarga, kebiasaan merokok, rasio torak jantung (CIR) 60% dan angina

berulang. Ternyata didapatkan kebiasaan merokok. CIR 60% dan angina berulang

mempunyai hubungan bermakna terhadap terjadinya IMA pada ATS dan

kombinasi dari ketiga faktor tersebut meningkatkan kejadian IMA. Juga

dilaporkan kejadian IMA pada fase perawatan dari rumah sakit adalah 6,25%

dengan tingkat kematian 2,08% sedangkan pada fase pemeriksaan tindak lanjut

20,45% dengan tingkat kematian 0%.1

II. Pemeriksaan penunjang apa yang anda anjurkan ?

Pemeriksaan yang dianjurkan pada pasien ini adalah EKG, Ekokardiografi, Troponin

T dan I, CK-MB, CPK, SGOT, LDH, LDL, kolesterol total, TGA

A) EKG

EKG pada angina pectoris tak stabil terbagi 3, yaitu :

1. Pada resiko rendah, tidak ada perubahan pada EKG

2. Pada resiko sedang, perubahan gelombang T serta gelombang Q patologis

atau depresi gelombang ST istirahat kurang dari 1 mm pada beberapa sadapan

Page 18: Tugas Farmakologi

3. Pada resiko tinggi, terdapat angina saat istirahat dengan perubahan segmen ST

transien lebih dari 0,5 mm dan bundle-branch block (new or presumed

new)dan takikardia ventricular berkelanjutan 3.4

EKG sangat penting, tidak hanya untuk menambahkan bukti terhadap

kecurigaan klinis, tetapi juga untuk memberikan informasi prognostic

berdasarkan pola dan besarnya kelainan. Sebuah rekaman yang dibuat

selama satu episode dari gejala yang ada sangat bermanfat. Yang terpenting,

saat perubahan segmen ST (lebih besar dari atau sama dengan 0,05 mV) yang

terjadi selama episode gejala saat istirahat dan selesai ketika pasien menjadi

asimtomatik menggambarkan adanya iskemia akut dan kemungkinan sangat

besar terjadinya CAD. Pasien dengan EKG menunjukkan iskemia dapat

dinilai dengan akurasi diagnostik yang lebih besar jika EKG sebelum tersedia

untuk perbandingan. Diagnosisnya dikonfirmasi dengan biomarker jantung

pada lebih dari 90% pasien dengan elevasi ST-segmen yang lebih besar dari

atau sama dengan 1 mm (0,1 mV) pada minimal 2 lead yang berdekatan, dan

pasien tersebut harus dipertimbangkan untuk terapi reperfusi akut. Pasien

yang dating dengan segmen ST depresi pada awalnya dianggap memiliki baik

UA (Unstable Angina) atau NSTEMI (Non STEMI); perbedaan antara 2

diagnosa pada akhirnya didasarkan pada deteksi penanda nekrosis miokard

dalam darah. 3

Tes EKG memonitor aktivitas listrik jantung. Ketika temuan EKG tertentu

yang hadir, risiko angina tidak stabil maju dengan serangan jantung

Page 19: Tugas Farmakologi

meningkat secara signifikan. Sebuah EKG biasanya normal ketika seseorang

tidak memiliki rasa sakit dada dan sering menunjukkan perubahan tertentu

ketika rasa sakit berkembang. Adanya depresi segmen ST yang baru

menunjukkan kemungkinan adanya iskemia akut. Gelombang T negative juga

salah satu tanda iskemia akut. Pada UAP, 4% mempunyai EKG normal. 4,5

Gambaran EKG penderita angina tak stabil dapat berupa depresi segmen ST,

depresi segmen ST disertai inverse gelombang T, elevasi segmen ST,

hambatan cabang ikatan His dan tanpa perubahan segmen ST dan gelombang

T. Perubahan EKG pada angina tak stabil bersifat sementara dan masing-

masing dapat terjadi sendiri-sendiri ataupun bersamaan. Perubahan tersebut

timbul di saat serangan angina dan kembali ke gambaran normal atau awal

setelah keluhan angina hilang dalam waktu 24 jam.Bila perubahan tersebut

menetap setelah 24 jam atau terjadi evolusi gelombang Q, maka disebut

sebagai IMA. 3

Perubahan gelombang ST dan T yang nonspesifik seperti depresi ST kurang

dari 0.5mm dan gelombang T negative kurang dari 2 mm tidak spesifik untuk

iskemia. Hasil negative pada TCT menunjukkan prognosis baik, sedangkan

hasil positif dan depresi segmen ST yang dalam menunjukkan perlunya

pemeriksaan angiografi koroner untuk menilai keadaan pembuluh darah

koronernya. 3

B) Ekokardiografi

Page 20: Tugas Farmakologi

Pemeriksaan ekokardiografi tidak memberikan data untuk diagnosis angina

tidak stabil secara langsung. Tetapi bila tampak adanya gangguan faal

ventrikel kiri, adanya insufisiensi mitral, dan abnormalitas gerakan dinding

regional jantung, menandakan prognosis kurang baik. Ekokardiografi stress

juga dapat membantu menegakkan adanya iskemia miokardium.

Ekokardiografi merupakan prosedur diagnostik yang menggunakan

gelombang suara ultra untuk mengamati struktur jantung dan pembuluh darah

serta menilai fungsi jantung, baik dalam keadaan istirahat maupun aktifitas

fisik. 4

Gambaran ekokardiografi yang mendukung adanya ischemia miokard adalah

penurunan gerakan dinding pada 1 atau lebih segmen ventrikel kiri,

berkurangnya ketebalan dinding saat sistol atau lebih segmen pada saat uji

latih beban, hyperkinesia kompensasi pada segmen dinding yang berkaitan

atau yang tidak iskemia. 4

C) Pemeriksaan Troponin

Page 21: Tugas Farmakologi

Troponin adalah protein spesifik yang ditemukan dalam otot jantung dan otot

rangka. Bersama dengan tropomiosin, troponin mengatur kontraksi otot.

Troponin terdiri dari tiga polipeptida, yaitu: 2

1. Troponin C, dengan berat molekul 18.000 dalton, berfungsi mengikat dan

mendeteksi ion kalsium yang mengatur kontraksi.

2. Troponin T, dengan berat molekul 24.000 dalton. Suatu komponen inhibitorik

yang berfungsi mengikat aktin.

3. Troponin I, dengan berat molekul 37.000 dalton yang berfungsi mengikat

tropomiosin.

Dari tiga polipeptida tersebut, hanya bentuk troponin I (cTnI) dan troponin T

(cTnT) yang ditemukan di dalam sel-sel miokardium, tidak pada jenis otot

lain. cTnI dan cTnT dikeluarkan ke dalam sirkulasi setelah cedera

miokardium

Pembebasan troponin jantung dari miokardium yang cedera terjadi dalam dua

fase. Pertama, pada kerusakan awal beberapa troponin jantung dengan cepat

keluar dari sel-sel miokardium dan masuk ke dalam sirkulasi bersama dengan

CK-MB dan memuncak pada 4 – 8 jam. Dengan demikian, kemunculan akut

troponin jantung mengisyaratkan IMA. Kedua, troponin jantung juga

dibebaskan dari aparatus kontraktil intrasel. Pelepasan troponin yang

berkelanjutan ini memberikan informasi yang setara dengan yang diberikan

oleh isoenzim laktat dehidrogenase (LDH) untuk diagnosis konfirmatorik

infark miokardium sampai beberapa hari setelah kejadian akutnya. 2

Uji troponin digunakan untuk membantu mendiagnosis serangan jantung,

untuk mendeteksi dan mengevaluasi cedera miokardium, dan untuk

membedakan nyeri dada karena serangan jantung atau mungkin karena

penyebab lainnya. 2

Troponin adalah tes yang lebih spesifik untuk serangan jantung daripada tes

lainnya dan tetap tinggi untuk jangka waktu beberapa hari setelah serangan

jantung. Troponin kadang-kadang meningkat secara menetap pada pasien

dengan penyakit miokardium yang tidak memperrlihatkan peningkatan

mioglobin, CK-MB, atau LDH. Pasien-pasien ini biasanya mengidap angina

Page 22: Tugas Farmakologi

yang tidak stabil; troponin bisa untuk memantau perkembangan klinis pada

penyakit ini secara kuantitatif. 2

Peningkatan konsentrasi troponin tidak boleh digunakan sendiri untuk

mendiagnosa atau menyingkirkan serangan jantung, sebaiknya disertai

pemeriksaan laboratorium lainnya, seperti CK-MB, LDH, hsCRP, dan ATS.

Di samping itu, pemeriksaan fisik, riwayat klinis, dan EKG juga penting.

Beberapa orang yang memiliki serangan jantung bisa saja memiliki kadar

troponin normal, dan beberapa orang dengan konsentrasi troponin meningkat

tidak memiliki cedera jantung yang jelas. 2

Troponin jantung adalah penanda dari semua kerusakan otot jantung, bukan

hanya infark miokard. Kondisi lain yang langsung atau tidak langsung

mengakibatkan kerusakan otot jantung juga bisa meningkatkan kadar

troponin. Troponin juga meningkat pada pasien dengan gagal jantung, kondisi

inflamasi, kardiomiopati, gangguan infiltrasi. 2

Troponin jantung (cTnI dan cTnT) dapat diukur dengan immunoassay dengan

menggunakan spesimen serum. Hasil tes troponin dapat digunakan untuk

memantau efektivitas pengobatan IMA dengan trombolisis. Menurut Kosasih

(2008), nilai rujukan untuk troponin I (metode immunoassay) adalah: 2

1. Nilai antara 0,004 dan 0,1 ng/mL diinterpretasikan sebagai tak pasti

2. Nilai di atas 0,1 ng/mL diinterpretasikan sebagai nekrosis sebagian sel otot

jantung

3. Pada operasi jantung dan takikardia yang berlangsung lama, nilai dapat

sedikit lebih tinggi

4. Pada orang normal nilai kurang dari 0,2 ng/mL

Troponin T kardiak, suatu polipeptida yang berlokasi pada filamen tipis

merupakan protein kontraktil regular, paa orang sehat TnT tidak dapat

dideteksi atau terdeteksi dalam kadar yang sangat rendah, tetapi terdapat

dalam sitoplasma miosit jantung sebanyak 6% dan dalam bentuk ikatan

sebanyak 94%. Troponin T lokasinya intraseluler, terikat pada kompleks

troponin dan untaian molekul tropomision. Kompleks troponin merupakan

suatu protein yang mengatur interaksi aktin dan miosin bersama-sama dengan

Page 23: Tugas Farmakologi

kadar kalsium intra seluler. Pada otot jantung manusia, diperkirakan 6% dari

total TnT miokardial ditemukan sebagai larutan pada sitoplasmik ( fraksi

bebas), yang mungkin berfungsi sebagai prekursor untuk sintesis kompleks

troponin. TnT yang larut dalam cairan sitosol akan mencapai sirkulasi darah

dengan cepat bila terjadi kerusakan miokard, sedangkan TnT yang terikat

secara struktural sirkulasi darah lebih lambat karena harus memisahkan lebih

dahulu ( degradasi proteolitik) dari jaringan kontraktil. Karena pelepasan TnT

terjadi dalam 2 tahap, maka perubahan kadar TnT serum pada IMA

mempunyai 2 puncak (bifasik). Puncak pertama disebabkan oleh pelepasan

TnT dari cairan sitosol dan puncak kedua karena pelepasan TnT yang terikat

secara struktural. Sehingga pada kasus IMA, TnT kardiak akan masuk lebih

dini kedalam sirkulasi darah dari pada CK-MB sehingga dalam waktu singkat

kadarnya dalam darah sudah dapat diukur, sedangkan puncak kedua

pelepasan TnT ini berlangsung lebih lama dibanding dengan CK-MB,

sehingga disebut jendela diagnostik yang lebih besar dibanding dengan

petanda jantung lainnya. Tampaknya pelepasan troponin T beberapa jam

setelah infark miokard adalah berasal dari sitoplasma, sehingga akan

mencapai sirkulasi darah dengan cepat. Sedangkan pelepasan yang

berkepanjangan akibat dari kerusakan strukstur apparatus, sehingga untuk

mencapai sirkulasi darah lebih lambat karena harus memisahkan lebih dahulu

( degradasi proteolitik) dari jaringan kontraktil . troponin T dalam serum

selama 1-2 minggu. Dilaporkan troponin T merupakan pemeriksaan yang

sangat bermanfaat terutama bila penderita IMA yang disertai dengan

kerusakan otot skelet. Pelepasan troponin T sitolitik juga sensitif terhadap

perubahan perfusi arteri koroner dan dapat digunakan dalam menilai

keberhasilan terapi reperfusi. TnT kardiak merupakan protein spesifik

miokard dan dapat dibedakan dari isoformnya yang terdapat pada otot lurik

dengan teknik imunologi. Oleh karena itu TnT kardiak dapat digunakan untuk

mendeteksi adanya nekrosis miokard pada keadaan dimana terdapat

peningkatan CK non kardiak pada cedera lurik. 2

Page 24: Tugas Farmakologi

D) Isoenzim CK-MB

CK-MB menjadi suatu alat alat yang penting dalam mengevaluasi suatu

sindroma koroner akut. CK-MB adalah 1 dari 3 isoenzim dimerik yang terdiri

dari aktivitas total CK. Seluruh sitoplasmik CK disusun oleh sub unit M

dan/atau B yang saling berhubungan membentuk isoenzim CK-MM, CK-MB,

dan CK-BB. CK-MM sebagian besar berada di otot lurik, keduanya yaitu

pada otot skelet dan miokard. 6,8

Pada pasien yang memiiiki penyakit jantung, sebagai contoh: sterosis

aorta, penyakit pembuluh darah koroner (CAD), atau keduanya, isoenzim

CK-MB sekitar 20% lebih dari total CK di dalam jaringan, dimana

kandungan CK-MB hanya 0-3% dari total CK di otot skeletal. Hal ini patut

diperhatikan bahwa pada individu normal memiliki presentase CK-MB yang

lebih rendah sekitar 1,1 %. "Total CK" mengenai aktivitas kumulatif pada

isoenzim MM, MD, dan BB pada sampel pasien. 6

Saat ini, CK-MB harus dianggap penanda biokimia yang unggul pada

trauma miokard, sebagai contoh telah menjadi dasar perbandingan penanda

lainnya. Meskipun CK-MB memiliki nilai diagnostik yang spesifik untuk

trauma miokard, otot skeletal memiliki keduanya yaitu aktivitas total CK

yang tinggi per gramnya dan mungkin memiliki lebih dari 3 % CK-MB.

Potensial yang non spesifik ini, terjadi pada sebagian pasien dengan trauma

otot skeletal dan otot miokard secara bersamaan. Untuk memberikan

spesifitas jantung yang terbaik pada pengukuran CK-MB, Indeks relative CK-

MB sering dihitung berdasarkan persamaan di bawah ini : 6

CK-MB Index = 100% (CK-MB/Total CK)

Beberapa memberi kesan bahwa Nilai Index CK-MB melebihi 2,5% yang

dihubungkan dengan sumber di miokard pada isoenzim MB. Walau

bagaimanapun juga, pemaparan saat ini menunjukkan bahwa hubungan CK-

Page 25: Tugas Farmakologi

MB dan miokad ditetapkan dengan nilai terendahnya 2% dan tingginya 5%

bergantung pada variabilitas keduanya, dalam terminologi sebagai numerator

dan denominator pada index relative. 6

Karakteristik peningkatan dan penurunan CK-MB pada pengukuran

secara serial merupakan patognomonis untuk mendiagnosis Ml. Peningkatan

pertama CK-MB setelah MI membutuhkan 4-6 jam setelah onset gejala. CK-

MB juga merupakan komponen yang penting pada penilaian infark ulangan

atau infark luas pada pasien. Meskipun memiliki hasil yang terbaik, CK-tytB

bukan penanda yang ideal karena peningkatannya membutuhkan 8 - 12 jam

setelah onset gejala untuk penggunaan sebagai diagnosis. 6

Sensitivitas CK-MB sangat baik (hampir 100%) dengan spesifisitas

agak rendah. Peningkatan CK-MB isoenzim dapat menandakan terjadinya

kerusakan otot jantung. CK-MB juga dapat meninggi pada kasus-kasus bukan

MCI atau non-coronary obstructive myocardial necrosis, seperti peradangan,

trauma, degenerasi. Peningkatan CK-MB dapat ditemukan pada infark

miokard akut, angina pektoris berat, iskemia jantung, miokarditis,

hipokalemia, dan defibrilasi jantung. 6

Spesimen yang digunakan untuk uji CK dan CK-MB adalah serum

atau plasma heparin dari darah vena. Pengambilan darah untuk uji CK dan

CK-MB sebaiknya dilakukan sebelum dilakukan injeksi intra muscular (IM).

Sampel serum atau plasma harus bebas dari hemolisis (untuk mencegah

pencemaran oleh adenilat kinase) dan disimpan dalam keadaan beku apabila

tidak langsung diperiksa. Serum atau plasma dapat digunakan untuk

imunoassay CK-MB; antigen stabil pada suhu kamar selama beberap jam

sampai beberapa hari, walaupun analisis harus segera dilakukan untuk

menghasilkan informasi yang signifikan secara klinis. 6

E) Kolesterol (Total, HDL, LDL, TGA)

Kolesterol total, high density lipoprotein (HDL) kolesterol, low density

lipoprotein (LDL) kolesterol, dan trigliserida harus dievaluasi pada semua

Page 26: Tugas Farmakologi

pasien dengan penyakit iskemik yang dicurigai, termasuk angina pectoris tak

stabil, untuk menetapkan besarnya risiko pada pasien dan memastikan

kebutuhan dalam pengobatan. Lipid dan status glikemik harus dinilai kembali

secara berkala untuk menentukan efektivitas pengobatan dan pasien non-

diabetes untuk mendeteksi perkembangan baru diabetes tersebut. Tidak ada

bukti yang mendukung rekomendasi untuk bagaimana dan kapan

dilaksanakan tes ulang secara teratur, namun sebuah consensus menyarankan

agar dilakukan pengukuran tahunan. Pasien dengan kadar lipid yang tinggi,

perkembangannya harus terus dipantau dan selalu diedukasi. Pasien dengan

diabetes harus dikelola dengan baik. 2

Pemeriksaan lipid puasa disarankan untuk dilakukan. Demi kemudahan

pasien, pemeriksaan lipid tidak puasa dapat dilakukan, namun jika nilai

pemeriksaan lipid tidak puasa abnormal (mis.TC > 200 mg/dl, atauHDL-C <

40 mg/dl) harus dilakukan pemeriksaan lipid puasa. LDL-C biasanya diukur

secara tidak langsung dalam pemeriksaan lipid. Pengukuran tidak langsung

ini akan kurang akurat jika TG > 400 mg/dl, jadi sebagian besar laboratorium

juga akan melakukan pengukuran langsung LDL-C jika TG > 400 mg/dl. 2

Non-HDL-C adalah ukuran sekunder pada pasien dengan peningkatan

trigliserida. Ini adalah jumlah LDL-C dan VLDLC, atau TC dikurangi HDL-

C.Non-HDL-C tujuan adalah 30 mg / dl lebih tinggi dari LDL-C tujuan, dan

telah terbukti menjadi lebih baik predictor risiko PJK dari LDL-C. Ini akan

menjadi diharapkan, karena termasuk LDL-C dan aterogenik lainnya

lipoprotein. Dalam sebuah penelitian kohort (Ingelsson E et al, 2007), non-

HDL-C tidak tampil lebih baik dari TC: HDL-C pada memprediksi risiko

PJK. 2

F) Pemeriksaan CPK

Page 27: Tugas Farmakologi

Creatine kinase (CK), juga dikenal sebagai creatine phosphokinase (CPK)

atau phosphocreatine kinase, adalah enzim dinyatakan oleh berbagai jenis

jaringan. Dalam jaringan yang mengkonsumsi adenosin triphoshate (ATP)

seperti otot rangka dan otak, phosphocreatine berfungsi sebagai cadangan

energi untuk regenerasi ATP. 8

CPK tes darah dilakukan untuk mengukur phosphokinase creatine,

suatu enzim yang sebagian besar ditemukan di jantung, otak, dan otot rangka.

Tingkat normal enzim ini adalah 12-80 milliunits / ml (30 derajat) atau 55-

170 mlliunits / ml (37 derajat). Nilai-nilai ini sedikit lebih rendah untuk

perempuan. 8

Ketika CPK total tingkat tinggi, ini merupakan indikasi bahwa ada luka

atau stres ke jantung, otak atau jaringan otot. Enzim ini adalah yang pertama

untuk kenaikan tingkat setelah latihan yang berat atau serangan jantung dalam

waktu 3 hingga 4 jam. 8

CPK terdiri dari tiga isoenzymes dengan sedikit perbedaan dalam

struktur mereka. CPK-1 yang juga dikenal sebagai CPK-BB kebanyakan

ditemukan di otak dan paru-paru. CPK-2 yang juga dikenal sebagai CPK-MB

terutama ditemukan di dalam hati. CPK-3 juga dikenal sebagai CPK-MM

kebanyakan ditemukan di otot rangka. Peningkatan CPK-1 adalah sebuah

indikasi bahwa ada dapat cedera pada salah satu atau kedua organ tersebut.

CPK-2 naik tingkat 3-6 jam setelah serangan jantung. Jika tidak ada

kerusakan lebih lanjut, maka level akan puncaknya pada 12-24 jam dan akan

kembali kembali normal setelah 12-48 jam setelah kematian jaringan.

Peningkatan CPK-3 tingkat merupakan indikasi cedera atau stres pada otot

rangka. Beberapa obat juga memiliki kemampuan untuk meningkatkan

tingkat CPK. 8

Page 28: Tugas Farmakologi

Pada angina pectoris, CPK meningkat sementara SGOT masih dalam

batas normal. Aspartate transaminase (AST) atau serum glutamic oxaloacetic

transaminase (SGOT) adalah enzim yang terdapat pada sel darah merah, hati,

jantung, sel otot, pankreas, dan ginjal. Enzim ini akan keluar apabila terdapat

kerusakan pada sel-sel

tersebut. SGOT (serum

glutamic-oxaloacetic

transaminase) atau

disebut juga AST

(aspartate transferase)

dapat ditemukan di jantung, hati, otot rangka, otak, ginjal, dan sel darah

merah. Peningkatan SGOT dapat meningkat pada penyakit hati, infark

miokard, pankreatitis akut, anemia hemolitik, penyakit ginjal akut, penyakit

otot, dan cedera 8

III. Obat apa yang anda rencanakan diberikan pada pasien ini ?

Jenis Obat Golongan Nitrat, Antikoagulan, Antitrombosit, (sebagai obat angina) dan

ace inhibitor(sebagai penaganan hipertensi dan DM)

IV. Jelaskan alasan pemilihan obat tersebut !

A) Alasan Pemilihan Obat Nitrat

Obat golongan nitrat merupakan lini (pilihan) pertama dalam pengobatan

angina pektoris. Mekanisme kerja obat golongan nitrat dimulai ketika

metabolisme obat pertama kali melepaskan ion nitit (NO2-), suatu proses yang

membutuhkan tiol jaringan. Di dalam sel, NO2- diubah menjadi nitrat oksida

(NO), yang kemudian mengaktivasi guanilat siklase, yang menyebabkan

peningkatan konsentrasi guanosin monofosfat siklik (cGMP) intraseluler pada sel

otot polos vaskular. Bagaimana cGMP menyebabkan relaksasi, belum diketahui

secara jelas, tetapi hal tersebut akhirnya menyebabkan defosforisasi miosin rantai

pendek (MCL), kemungkinan dengan menurunkan konsentrasi ion Ca2+ bebas

dalam sitosol. Hal tersebut akan menimbulkan relaksasi otot polos, termasuk

Page 29: Tugas Farmakologi

arteri dan vena. Nitrat organik menurunkan kerja jantung melalui efek dilatasi

pembuluh darah sistemik. Venodilatasi menyebabkan penurunan aliran darah

balik ke jantung, sehingga tekanan akhir diastolik ventrikel (beban hulu) dan

volume ventrikel menurun. Beban hulu yang menurun juga memperbaiki perfusi

sub endokard. Vasodilatasi menyebabkan penurunan resistensi perifer sehingga

tegangan dinding ventrikel sewaktu sistole (beban hilir) berkurang. Akibatnya,

kerja jantung dan konsumsi oksigen menjadi berkurang. Ini merupakan

mekanisme antiangina yang utama dari nitrat organik. 9

Dilihat dari farmakokinetiknya, nitrat organik mengalami denitrasi oleh

enzim glutation-nitrat organik reduktase dalam hati. Golongan nitrat lebih mudah

larut dalam lemak, sedangkan metabolitnya bersifat lebih larut dalam air

sehingga efek vasodilatasi dari metabolitnya lebih lemah atau hilang. Eritritil

tetranitrat (berat molekul tinggi, bentuk padat) mengalami degradasi tiga kali

lebih cepat daripada nitrogliserin (berat molekul rendah, bentuk seperti minyak).

Sedangkan isosorbid dinitrat dan pentaeritritol tetranitrat (berat molekul tinggi,

bentuk padat) mengalami denitrasi 1/6 dan 1/10 kali dari nitrogliserin. Kadar

puncak nitrogliserin terjadi dalam 4 menit setelah pemberian sublingual dengan

waktu paruh 1-3 menit. Metabolitnya berefek sepuluh kali lebih lemah, tetapi

waktu paruhnya lebih panjang, yaitu kira-kira 40 menit. Isosorbid dinitrat paling

banyak digunakan, tetapi cepat dimetabolisme oleh hati. Penggunaan isosorbid

mononitrat yang merupakan metabolit aktif utama dari dinitrat bertujuan untuk

mencegah variasi absorpsi dan metabolisme lintas pertama dari dinitrat yang

dapat diperkirakan. 9

Dalam mengatasi serangan angina, maka yang terpenting adalah memilih

nitrat organik dengan mula kerja obat yang cepat. Sebaliknya, untuk pencegahan

timbulnya angina, maka yang terpenting adalah lama kerja obat. Mula kerja

(onset) dan lama kerja (durasi) obat tergantung dari cara pemberian dan

formulasi farmasi. Pemberian nitrat organik sublingual efektif untuk mengobati

serangan angina akut. Dengan cara ini absorpsi berlangsung cepat dan obat

terhindar dari metabolisme lintas pertama di hati, sehingga bioavailabilitasnya

sangat meningkat (isosorbid dinitrat 30% dan nitrogliserin 38%). Mula kerja obat

Page 30: Tugas Farmakologi

tampak dalam 1-2 menit, tetapi efeknya dengan cepat akan menurun sehingga

setelah 1 jam hilang sama sekali. Nitrat organik dapat diberikan secara oral (p.o)

untuk tujuan pencegahan timbulnya serangan angina. Dalam hal ini, obat tersebut

harus diberikan dalam dosis cukup besar agar kemampuan metabolisme hati

untuk obat ini menjadi jenuh. Mula kerja nitrat organik oral adalah lambat,

puncaknya tercapai dalam 60-90 menit dan lama kerja berkisar 3-6 jam. Nitrat

organik dapat juga diberikan intravena (i.v) agar kadar obat dalam sirkulasi

sistemik yang tinggi cepat tercapai. Nitrogliserin intravena (i.v) bermanfaat untuk

pengobatan vasospasme koroner dan angin/a pektoris tidak stabil dan mungkin

merupakan cara terbaik untuk mengobati segera angina akut. Pemberian

nitrogliserin dalam bentuk salep atau disk dimaksudkan untuk tujuan profilaksis

karena obat diabsorpsi secara perlahan lewat kulit. Efek terapi tampak dalam 60

menit dan berakhir dalam 4-8 jam. Pada sediaan disk, nitrogliserin terdapat

sebagai depot dengan reservoir suatu polimer pada plester. Mula kerja lambat dan

puncak efek tercapai setelah 1-2 jam 9,10

B) Alasan Pemilihan Obat Antikoagulan

Pemilihan obat antikoagulan heparin adalah karena heparin terbukti efektif

pengelolaan awal pasien angina tidak stabil. Heparin dengan berat molekul

rendah memiliki profil farmakokinetik yang lebih dapat diprediksi dibandingkan

heparin standar sehingga memungkinkan penggunaan subkutan dengan dosis

berdasarkan berat badan tanpa memerlukan pemantauan laboratorium yang

ketat. Keuntungan lain dari heparin berat molekul rendah adalah lebih rendahnya

resiko perdarahan, osteopenia dan trombositopenia yang diinduksi heparin. 12

C) Alasan Pemilihan Obat Antitrombotik

Aspirin  bekerja  dengan  cara  menekan  pembentukan  tromboksan  A2  dengan

cara menghambat siklooksigenase di dalam platelet (trombosit) melalui asetilasi

yang  ireversibel.  Kejadian  ini  menghambat  agregasi  trombosit  melalui  jalur

tersebut dan bukan yang lainnya. Sebagian dari keuntungan ASA dapat terjadi

karena kemampuan anti inflamasinya, yang dapat mengurangi ruptur plak. Hal

tersebut sesuai dengan patofisiologi Angina Pektoris tak stabil, dimana terjadi

Page 31: Tugas Farmakologi

iskemia pada otot jantung yang mungkin diakibatkan atherosklerosis. Sehingga

obat antitrombotik dapat digunakan sebagai alternatif untuk melisiskan plak

atherom/sumbatan pada pembuluh darah. Sehingga iskemi dapat diatasi dan otot

jantung mendapatkan perfusi oksigen yang adekuat.

D) Alasan Pemilihan ace inhibitor

karena sifat obat yang sesuai yang mengurangi resistensi renin pada kelainan

hipertensi. Dan tidak mempunyai kontraindikasi terhadap DM seperti golongan

obat penyekat kanal Ca.

V. Jelaskan mekanisme kerja obat-obat tersebut !

A) Mekanisme kerja Obat Nitrat

Secara in vivo nitrat organik merupakan prodrug yaitu menjadi aktif setelah

dimetabolisme dan mengeluarkan nitrogen monoksida (NO, endothelial derived

relaxing factor /EDRF). Biotransformasi nitrat organik yang berlangsung intraseluler

ini agaknya dipengaruhi oleh adanya reduktase ekstrasel dan reduced tiol (glutation)

intrasel. NO akan membentuk kompleks nitrosoheme dengan guanilat siklase dan

menstimulasi enzim ini sehingga kadar Cgmp meningkat. Selanjutnya cGMP akan

menyebabkan defosforilasi miosin, sehingga terjadi relaksasi otot polos.10

Mekanisme kedua nitrat organik adalah bersifat endothelium-dependent,

dimana akibat pemberian obat ini akan dilepaskan prostasiklin (PGI2) dari

endothelium yang bersifat vasodilator. Pada keadaan dimana endothelium mengalami

kerusakan seperti aterosklerosis dan iskemia, efek ini hilang. 10

Atas dasar kedua hal ini maka nitrat organik dapat menimbulkan vasodilatasi

dan mempunyai efek antiagregasi trombosit. 10

B) Mekanisme kerja Obat Antikoagulan

Efek antikoagulan heparin timbul karena ikatannya dengan AT-III. AT-III

berfungsi menghambat protease faktor pembekuan termasuk faktor IIa

(thrombin), Xa dan IXa, dengan cara membentuk kompleks yang stabil dengan

protease faktor pembekuan. Bila kompleks AT-III protease sudah terbentuk

Page 32: Tugas Farmakologi

heparin dilepaskan untuk selanjutnya membentuk ikatan baru dengan

antitrombin. 12

Terhadap lemak darah, heparin bersifat lipotropik, yaitu memperlancar

transfer lemak darah dalam depot lemak. Aksi penjernih ini terjadi karena

heparin membebaskan enzim-enzim yang menghidrolisis lemak, salah satu

diantaranya adalah lipase lipoprotein ke dalam sirkulasi serta menstabilkan

aktivitasnya. Efek lipotropik ini dapat dihambat oleh protamin. 12

Heparin dilaporkan menekan kecepatan sekresi aldosteron, meningkatkan

kadar tiroksin bebas dalam plasma, menghambat activator fibrinolitik,

menghambat penyembuhan luka, menekan imunitas selular, memnekan reaksi

hospes terhadap graft dan mempercepat penyembuhan luka bakar. 12

C) Mekanisme kerja Obat Antitrombosit

a. Obat Penghambat Siklo-Oksigenase (COX) Aspirin/Asam Asetil Salisilat

(ASA)

Aspirin  bekerja  dengan  cara  menekan  pembentukan  tromboksan  A2

dengan cara menghambat siklooksigenase di dalam platelet (trombosit)

melalui asetilasi yang  ireversibel.  Kejadian  ini  menghambat  agregasi

trombosit  melalui  jalur tersebut dan bukan yang lainnya. Sebagian dari

keuntungan ASA dapat terjadi karena kemampuan anti inflamasinya, yang

dapat mengurangi ruptur plak. Aspirin tidak menyebabkan  hambatan  total

agregasi  trombosit karena aspirin tidak sempurna menghambat aktivitas

trombosit yang dirangsang oleh ADP, kolagen, serta trombin dalam

konsentrasi  rendah dan aspirin tidak menghambat adhesi trombosit. 15

b. Antagonis Reseptor Adenosin Diphospat

Obat ini bekerja  berbeda  dari jalur ASA-tromboksan  A2 dengan

menghambat adenosin diphospat (ADP), menghasilkan penghambatan

agregasi trombosit. Ticlopidin dan Klopidogrel dua obat dari jenis

Thienopyridines  telah diakui dan disetujui sebagai antitrombotik oral. 15

Page 33: Tugas Farmakologi

c. Tiklopidin

Tiklopidin merupakan derivat tienopiridin merupakan obat pilihan lain dalam

pengobatan SKA selain aspirin. Obat ini bekerja dengan menghambat ADP

sehingga karenanya agregasi trombosit dan perubahan reseptor fibrinogen

trombosit   menjadi   bentuk   yang   mempunyai   afinitas   kuat   juga  

dihambat. Tiklopidin dapat dipakai pada pasien yang mempunyai

hipersensitivitas atau gangguan gastrointestinal akibat aspirin. 15

d. Klopidogrel

Obat  ini juga  merupakan  derivat  tienopiridin  yang  lebih  baru  bekerja

dengan menekan aktivitas kompleks glikoprotein IIb/IIIa oleh ADP dan

menghambat agregasi  trombosit  secara  efektif.  Klopidogrel  mempunyai

efek samping  lebih sedikit dari tiklopidin.

Dari studi CAPRIE, pasien secara acak dipilih untuk menerima 325 mg/hari

ASA atau  75  mg/  klopidogrel.  15

VI. Diskusikan aspek-aspek farmakologi lain yang dirasa penting dari obat yang

anda pilih !

A) Golongan Obat Nitrat

a. Kimia

Nitrat organik adalah ester alkohol polivalen dengan asam nitrat, sedangkan

nitrit organik adalah ester asam nitrit. Ester nitrat (-C-O-NO2) dan nitrit (-C-

O-NO) berbeda dengan senyawa nitro (C-NO2). Jadi nama nitrogliserin

adalah salah untuk senyawa gliseril trinitrat tetapi nama ini telah diterima

secara luas dan resmi. 9,10

Amilnitrit, ester asam nitrit dengan alkohol, merupakan cairan yang mudah

menguap dan biasa diberikan melalui inhalasi. Nitrat organik dengan berat

molekul rendah (misalnya nitrogliserin) berbentuk seperti minyak, relatif

Page 34: Tugas Farmakologi

mudah menguap. Sedangkan ester nitrat lainnya yang berat molekulnya tinggi

(misalnya eritritil tetranitrat, pentaeritritol tetranitrat dan isosorbid dinitrat)

berbentuk padat. Golongan nitrat mudah larut dalam lemak, sedangkan

metabolitnya lebih mudah larut dalam air. Nitrat dan nitrit organik serta

senyawa lain yang dapat berubah dalam tubuh menjadi nitrogen oksida (NO)

secara kolektif disebut nitrovasodilator. 9,10

b. Farmakodinamik

1. Efek Kardiovaskular

Nitrat organik menurunkan kebutuhan dan meningkatkan suplai oksigen

dengan cara mempengaruhi tonus vaskular. 9,10

Nitrat organik menimbulkan vasodilatasi semua sistem vaskular. Pada dosis

rendah nitrat organik menimbulkan venodilatasi sehingga terjadi

pengumpulan darah pada vena perifer dan dalam splanknikus. Venous pooling

ini menyebabkan berkurangnya alir balik darah ke dalam jantung, sehingga

tekanan pengisian ventrikel kiri dan kanan (preload) menurun. Dengan cara

ini, maka kebutuhan oksigen miokard akan menurun. 9,10

2. Efek lain

Nitrovasodilator menimbulkan relaksasi otot polos bronkus, saluran empedu,

saluran cerna dan saluran kemih. Tetapi karena efeknya hanya selintas, maka

tidak bermakna secara klinis. Peningkatan cGMP oleh nitrat organik dapat

menurunkan agregasi trombosit tetapi sejumlah studi prospektif tidak

menunjukkan manfaat dalam meningkatkan survival pasien dengan infark

jantung akut. 9,10

c. Farmakokinetik

Page 35: Tugas Farmakologi

Nitrat organik diabsorbsi dengan baik lewat kulit, mukosa sublingual dan

oral. Metabolisme obat-obat ini dilakukan oleh nitrat organik larut lemak

menjadi metabolitnya yang larut air yang tidak aktif atau mempunyai efek

vasodilatasi lemah. Efek lintas pertama dalam hati ini menyebabkan

bioavaibilitas nitrat organik oral sangat kecil (nitro-gliserin dan isosorbid

dinitrat < 20%). Oleh karena itu, untuk meningkatkan kadar obat dalam darah

secara cepat, serangan akut angina diatasi dengan preparat sublingual. Contoh

nitrat organik sub-lingual yang banyak di pasar adalah nitrogliserin dan

isosorbid dinitrat. Pada pemberian sublingual, kadar puncak plasma

nitrogliserin tercapai dalam 4 menit, waktu paruh 1-3 menit. Metabolit

dinitratnya yang mempunyai efek vasodilatasi 10 x kurang kuat, mempunyai

waktu paruh kira-kira 40 menit. 9

Sediaan lain nitrat organik adalh preparat transdermal, seperti salep atau

plester. Plester nitrogliserin dirancang untuk penggunaan 24 jam dan

melepaskan 0.2 mg-0.8 mg obat tiap jam. Mula kerja lama dengan puncak

efek tercapai dalam 1-2 jam. Salep nitrogliserin (2%) diletakkan pada kulit

2.5-5 cm2, dosisnya disesuaikan untuk tiap pasien. Efek terapi muncul dalam

30-60 menit dan bertahan selama 4-6 jam. Bentuk salep biasanya digunakan

untuk mencegah angina yang timbul malam hari. Preparat transdermal sering

menimbulkan toleransi, sehingga terapi perlu dihentikan selama 8-12 jam. 9

d. Sediaan dan Posologi

Untuk mengatasi serangan angina akut, maka digunakan dalam formula kerja

cepat seperti preparat sublingual. Mula kerja terjadi dalam 1-2 menit, tetapi

efeknya menghilang setelah 1 jam. Gunakan dosis terkecil yang masih efektif.

Pasien seharusnya menghubunhi dokter atau rumah sakit bila serangan angina

tidak menghilang setelah mendapat 3 tablet dalam 15 menit, karena ada

kemungkinan mengalami infark jantung atau nyeri sebab lain. Tablet

sublingual mungkin juga digunakan sebagai profilaksis jangka pendek, yaitu

misalnya sebelum melakukan aktivitas fisik. 11

Page 36: Tugas Farmakologi

Untuk pencegahan serangan angina pada angina kronik, digunakan sediaan

nitrat organik oral. Dosis obat harus disesuaikan agar kadar plasma efektif

tercapai setelah mengalami efek lintas pertama di hati. Isosorbid dinitrat 10-

30 mg, 2-3 kali sehari atau preparat nitrogliserin lepas lambat biasanya

digunakan untuk mengurangi frekuensi serangan angina. Efek obat tercapai

dalam 60-90 menit dan berakhir dalam 3-6 jam. Efek terapi mungkin

ditunjang oleh efek antiangina yang lemah dan metabolitnya. Untuk

mencegah timbulnya toleransi, obat dihentikan selama 8-12 jam biasanya

malam hari. Nitrogliserin intravena mempunyai mula kerja yang cepat, tetapi

efeknya juga cepat hilang jika infus dihentikan. Oleh karena itu, pemberian

nitrogliserin IV dibatasi untuk pengobatan angina berat dan angina berulang

saat istirahat. 11

e. Efek samping

Efek samping nitrat organik umumnya berhubungan dengan efek

vasodilatasinya. Pada awal terapi sering ditemukan sakit kepala, flushing

karena dilatasi arteri serebral. Sakit kepala biasanya berkurang setelah

beberapa kali pemakaian atau pengurangan dosis obat. Parasetamol dapat

membantu mengurangi sakit kepala. Dapat terjadi hipotensi postural. Oleh

sebab itu pasien diminta duduk sebelum mendapat nitrat organik dengan mula

kerja cepat. Bila hipotensi berat terjadi bersama refleks takikardia, hal ini

dapat memperburuk angina.

Ketergantungan nitrat organik dapat terjadi, sehingga pada pasien yang

mendapat nitrat organik dosis tinggi dan lama, penghentian obat harus

dilakukan secara bertahap. Pernah dilaporkan penghentian obat secara

mendadak menimbulkan gejala rebound angina. Nitrat organik terutama

pentaeritritol tetranitrat dapat menimbulkan rash. Untuk mengurangi eritema

pada penggunaan plester nitrat organik, daerah kulit tempat aplikasi obat

perlu diubah-ubah. 11

Page 37: Tugas Farmakologi

B) Golongan Obat Antikoagulan

a. Farmakodinamik

menghambat protease faktor pembekuan. Terhadap lemak darah, heparin

bersifat lipotropik yaitu memperlancar transfer lemak darah kedalam depot

lemak.

b. Farmakokinetik

Heparin tidak di absorbsi secara oral, karena itu diberikan secara subkutan

atau intravena. Pemberian secara subkutan biavailabilitasnya bervariasi,

mulai kerjanya lambat 1-2 jam tetapi masa kerjanya lebih lama. Suntikan

intramuscular dapat menyebabkan terjadinya hematom yang besar pada

tempat suntikan dan absorbsinya tidak teratur serta tidak dapat diramalkan.

Heparin cepat dimetabolisme terutama dihati. Masa paruhnya tergantung dari

dosis yang digunakan, suntikan IV 100, 400, atau 800 u/kg memperlihatkan

masa paruh masing-masing kira-kira 1, 2 ½, dan 5 jam. Metabolit inaktif

diekskresi melalui urin. Heparin di ekskresi dalam bentuk utuh melalui urin

hanya bila digunakan dosis besar IV. 12

a. Efek samping dan intoksikasi

Bahaya utama pemberian heparin adalah perdarahan. Jumlah episode

perdarahan nampaknya meningkat dengan meningkatnya dosis total perhari

dan dengan derajat perpanjangan aPTT, meskipun pasien dapat mengalami

perdarahan dengan nilai aPTT dalam kisaran terapeuetik. Terjadinya

perdarahan dapat dikurangi dengan (1) mengawasi/ mengatur dosis obat, (2)

menghindari penggunaan bersamaan obat yang mengandung aspirin, (3)

seleksi pasien dan (4) memperhatikan kontraindikasi pemberian heparin.

Selama masa tromboemboli kaut, resistensi atau toleransi heparin dapat

terjadi dank arena itu efek antikoagulan harus dimonitor dengan tes

pembekuan darah misalnya aPTT. Perdarahan antara lain dapat berupa

perdarahan saluran cerna atau hematuria. Wanita usia lanjut dan pasien

Page 38: Tugas Farmakologi

dengan gagal ginjal umumnya lebih mudah mengalami komplikasi

perdarahan. Ekimosis dan hematom di tempat suntikan dapat terjadi baik

setelah pemberian heparin secara SK maupun IM. 12

b. Indikasi

Heparin di indikasikan untuk pencegahan dan pengobatan thrombosis vena

dan emboli paru karena mula kerjanya cepat. Penggunaan heparin jangka

panjang juga dapat bermanfaat bagi pasien yang mengalami tromboemboli

berulang meskipun telah mendapat antikoagulan oral. Heparin digunakan

untuk pengelolaan awal pasien angina tidak stabil atau infark miokard akut,

selama dan sesudah angioplasty koroner atau pemasangan stent, dan selama

operasi yang membutuhkan bypass kardiopulmonar. 12

c. Kontraindikasi

Heparin dikontraindikasikan pada pasien yang sedang mengalami perdarahan

atau cenderung mengalami perdarahan, misalnnya pasien hemophilia,

permeabilitas kapiler meningkat, endokarditis bacterial subakut, perdarahan

intracranial, anestesi lumbal atau regional, hipertensi berat dan syok. Heparin

tidak boleh digunakan selama atau setelah operasi mata, otak atau medulla

spinal, dan pasien yang mendapat dosis besar etanol, peminum alcohol dan

pasien yang hipersensitif terhadap heparin. 12

d. Dosis

Dosis rendah dianjurkan untuk pencegahan stroke dan profilaksis evolving

stroke. Pada pemberian secara SK dimulai dengan 5000 U lalu 5000 U tiap 8-

12 jam sampai 7 hari atau sampai penderita sudah dapat dimobilisasi (mana

yang lebih lama). Bila diberi IV, sebaiknya didrips dalam larutan Dekstrose

5% atau NaCI fisiologis dengan dosis inisial 800 U/jam. Hindari pemberian

dengan bolus. Sesuaikan dosis berdasarkan basil aPTT (sekitar 1,5 kali nilai

normal). Pada anak dimulai dengan 50 U/kgBB IV bolus dengan dosis

pemeliharaan sebesar 100 U/kgBB/4jam perdrips atau 20.000 U/m2/24 jam

dengan infus. 12

C) Golongan Obat Antitrombotik

Page 39: Tugas Farmakologi

a. Obat Penghambat Siklo-Oksigenase (COX) Aspirin/Asam Asetil Salisilat

(ASA) 13

Dosis awal 160 mg, lalu dilanjutkan dengan dosis 80 mg sampai 325 mg

untuk seterusnya. Dosis yang lebih tinggi lebih sering menyebabkan efek

samping gastrointestinal.  Aspirin tidak menyebabkan  hambatan  total

agregasi  trombosit karena aspirin tidak sempurna menghambat aktivitas

trombosit yang dirangsang oleh ADP, kolagen, serta trombin dalam

konsentrasi  rendah dan aspirin tidak menghambat adhesi trombosit.

Dari   studi   ISIS-2,   dosis   160   mg   ASA   digunakan   dimana   secara  

jelas menunjukkan efikasi ASA pada pasien dengan dugaan IMA. Karenanya

dosis minimum ASA sebesar 160 mg direkomendasikan pada pasien

APTS/NSTEMI.

Dari percobaan lain yang sama dan terandomisasi dari terapi antitrombotik,

didapatkan   penurunan yang bermakna dari kematian, IMA dan stroke

dengan penggunaan jangka panjang anti trombotik pada pasien yang berbeda-

beda kategori.

Pada  penelitian  dengan  dosis  yang  berbeda  dari  ASA  dengan

penggunaan jangka  panjang  pada  pasien  dengan  PJK  menunjukkan   hasil

yang  sama efikasinya untuk dosis perhari antara 75 – 325 mg. Pada pasien

yang datang dengan  dugaan  SKA  dan  belum  menggunakan  ASA,  dosis

pertama  yang digunakan atau diberikan adalah ASA yang sudah

dihancurkan/dikunyah  untuk mencapai kadar yang cukup di darah.

Penyelidikan Veterans Administrarion Cooperative  Study,  Canadian

Multicenter  Trial,  dan  Montreal  Heart  Institute Study  membuktikan  

bahwa  aspirin  menekan   risiko  kematian   kardial  serta menekan kejadian

infark miokard fatal dan non fatal sebanyak 51 - 72% pada pasien APTS.

Kontraindikasi  aspirin  sangat  sedikit,  termasuk  alergi  (biasanya  timbul

gejala asma), ulkus peptikum aktif, dan diatesis perdarahan. Aspirin

disarankan untuk semua pasien dengan dugaan SKA, bila tidak ditemui

kontraindikasi pemberiannya.

Page 40: Tugas Farmakologi

b. Tiklopidin 13

Tiklopidin merupakan derivat tienopiridin merupakan obat pilihan lain dalam

pengobatan SKA selain aspirin. Obat ini bekerja dengan menghambat ADP

sehingga karenanya agregasi trombosit dan perubahan reseptor fibrinogen

trombosit   menjadi   bentuk   yang   mempunyai   afinitas   kuat   juga  

dihambat. Tiklopidin dapat dipakai pada pasien yang mempunyai

hipersensitivitas atau gangguan gastrointestinal akibat aspirin. Efek samping

terpenting adalah trombositopenia dan granulositopenia sebesar 2.4%

umumnya reversibel setelah pemberian obat dihentikan.

Pada   penelitian   secara   samar   terbuka,   pasien   dengan   APTS  

dilakukan randomisasi dengan menerima 250 mg tiklopidin dua kali per hari

dibandingkan dengan terapi standar. Pada pengamatan 6 bulan, tiklopidin

menunjukkan pengurangan kejadian IMA fatal dan non fatal sebesar 46%.

Karenanya tiklopidin dapat   dipertimbangkan   sebagai   pengobatan  

alternatif   untuk   jangka   waktu panjang apabila pasien tidak toleran

terhadap ASA. Pemakaian tiklopidin berhubungan   dengan   netropenia  

pada   2.4%   pasien.   Sangat   dianjurkan pemakaian obat ini harus hati-hati.

Pengamatan terhadap nilai lekosit dan jumlah trombosit  harus  dilakukan

saat  awal  pengobatan,  setiap  2  minggu  selama  3 bulan  pertama

pengobatan  dan  dalam  15 hari  saat  pengobatan  berhenti  jika terjadi

selama masa pengobatan 3 bulan pertama. Jika terjadi netropenia (<1500

netrophil/mm3) atau trombositopenia (<100.000 trombosit/mm3), tiklopidin

harus dihentikan  dan  pemeriksaan  darah  harus  dimonitor  sampai  kembali

ke nilai normal. Pasien harus dilaporkan segera jika terjadi demam,

tenggorokan gatal atau luka di mulut (yang berkaitan dengan netropenia).

c. Klopidogrel 13

Obat  ini juga  merupakan  derivat  tienopiridin  yang  lebih  baru  bekerja

dengan menekan aktivitas kompleks glikoprotein IIb/IIIa oleh ADP dan

menghambat agregasi  trombosit  secara  efektif.  Klopidogrel  mempunyai

efek  samping lebih sedikit dari tiklopidin. Dari studi CAPRIE, pasien secara

Page 41: Tugas Farmakologi

acak dipilih untuk menerima 325 mg/hari ASA atau  75  mg/  klopidogrel.

Ditemukan  penurunan risiko  relatif  dan  kejadian iskemia, IMA atau

kematian akibat vaskular sebanyak 8,7% untuk yang menggunakan

klopidogrel. Pada studi CURE, pasien yang datang 24 jam setelah SKA

secara acak menerima klopidogrel (segera 300 mg, diikuti 75 mg tiap hari)

atau  plasebo  ditambahkan  selain  ASA  selama periode  3  sampai  12

bulan. Hasilnya menunjukkan  penurunan  yang bermakna dari angka

kematian  akibat penyebab kardiovaskular, IMA non fatal atau stroke pada

kelompok yang mendapatkan pengobatan (9.3% dibandingkan 11.4%

kelompok plasebo).

Klopidogrel  dapat  dipakai  pada  pasien  yang  tidak  tahan  dengan  aspirin

dan dalam jangka pendek dapat dikombinasi   dengan aspirin untuk pasien

yang menjalani pemasangan stent.

Dosis yang direkomendasikan 13

Dosis awal                                   :ASA 300 mg, dan Klopidogrel 300mg*

Dosis pemeliharaan     :ASA 75 – 150 mg seumur hidup, dan

Klopidogrel 75 mg selama 1 tahun*

*    Bagi  yang  intoleran  dengan  ASA  dan  klopidogrel  tak  dapat

disediakan, ticlopidin 250 mg bid direkomendasikan.

d. Obat antitrombotik lainnya 15

Sulfinpyrazon,  dipiridamol,  prostacylin,  analog  prostacyclin  dan

antagonis GP IIb/IIIa  oral belum  jelas  keuntungannya  pada

APTS/NSTEMI,  karena  itu tidak direkomendasikan.

D) Golongan obat ace-inhibitor

Farmakodinamik

Page 42: Tugas Farmakologi

Menghambat perubahan angiotensin 1 angiotensin 2 → vasodilatasi dan ↓

sekresi aldosteron. Selain itu, degradasi bradikinin juga dihambat→ kadar

bradikinin dalam darah ↑ dan berperan dalam efek vasodilatasi ACE inhibitor.

Berkurangnya angiotensin 2 oleh ACE-Inhibitor → sekresi aldosteron di korteks

adrenal berkurang → ekskresi air dan natrium, sedangkan kalium mengalami

retensi → hiperkalemia terutama pada gangguan fungsi ginjal. Di ginjal, ACE-

Inhibitor → vasodilatasi arteri renalis → aliran darah ginjal ↑ dan secara umum

akan memperbaiki laju filtrasi glomerulus.

Farmakokinetik

Sebagian besar ACE-Inhibitor mengalami metabolisme di hati, kecuali lisinopril

yang tidak dimetabolisme. Eliminasi umumnya melalui ginjal, kecuali fosinopril

yang mengalami eliminasi di ginjal dan bilier.

Kesimpulan

Tatalaksana pada Pasien Tn. M yang didiagnosis Angina Pektoris tidak stabil secara

medikamentosa dapat diberikan obat-obat golongan Nitrat, Antikoagulan, antitrombosit,

Ca Antagonis

Page 43: Tugas Farmakologi

DAFTAR PUSTAKA

1. Gray, Huon H, dkk. 2002.Lecture Notes Kardiologi Edisi Keempat. Jakarta :

Erlangga Medical Series

2. E. Barrie, William E. Barriedkk. 2011. Screening and Management of Lipids.

http://cme.med.umich.edu/pdf/guideline/lipids09.pdf diunduh tanggal 22 Mei

2012.

3. Myrtha, Risalina. 2011. PerubahanGambaran EKG padaSindromKoronerAkut

(SKA). http://www.kalbemed.com/Portals/6/31_188Praktis%20Perubahan

%20Gambaran%20EKG%20pada%20Sindrom%20Koroner%20Akut.pdf diunduh

pada tanggal 22 Mei 2012.

4. Scott, R. Wright dkk. 2011. 2011 ACCF/AHA Focused Update of the Guidelines

for the Management of Patients With Unstable Angina/ Non–ST-Elevation

Myocardial Infarction (Updating the 2007 Guideline).

http://content.onlinejacc.org/cgi/reprint/57/19/1920. pdf diunduh pada tanggal 22

Mei 2012.

5. W.Sudoyo, Arudkk. 2009. Buku Ajar IlmuPenyakitDalam, Jilid II Edisi V.

Jakarta : Interna Publishing.

6. Sacher, Ronald A. dan Richard A. McPherson. 2002. Tinjauan Klinis Hasil

Pemeriksaan Laboratorium. Jakarta: EGC.

7. Corwin, Elizabeth J. 2007. Buku Satu Patofisiologi. Jakarta: EGC.

8. Sargowo, Djanggan. 2008. Penanda Biokimia Pada Sindroma Koroner Akut.

Malang.

9. Suyatna, F. D. 2007. Antiangina dalam Farmakologi dan Terapi Edisi 5. Jakarta:

Balai Penerbit FKUI

10. Neal, M.J., 2006, At a Galance Farmakologi Medis, Edisi V, 38-39, Erlangga,

Jakarta.

11. Tierney, L.M., McPhee, S.J., dan Papadakis, M.A., 2006, Current Medical

Diagnosis & Treatment, Edisi 45, 343-350, Lange Medical Books, McGraw-Hill.

12. Departemen Farmakologi dan Terapeuetik FKUI. 2011. Farmakologi dan Terapi.

Jakarta: FKUI

Page 44: Tugas Farmakologi

13. Anonim, 2006, ISO (Informasi Spesialite Obat Indonesia) Volume 41, Penerbit

Ikatan Sarjana Farmasi Indonesia, PT Anem Kosong Anem (AKA): Jakarta.

14. Katzung, Bertram G, 2001, Basic & Clinical Pharmacology Eighth edition, Edisi

Bahasa Indonesia, Buku I, penerjemah Bagian Farmakologi Fakultas Kedokteran

Universitas Airlangga, Salemba Medika, Jakarta.

15. Pharmaceutical Care Untuk Pasien Penyakit Jantung Koroner : Fokus Sindrom

Koroner Akut. 2006. Direktorat Bina Farmasi Komunitas dan Klinik. Departemen

Kesehatan. Jakarta.