Tugas Farmakologi Klinis I

30
TUGAS FARMAKOLOGI KLINIS I “ANTI EPILEPSI” Oleh : Jandia Sundari (1090701) Kelas/No. : C - 17 Fakultas Farmasi Universitas Surabaya 2011

Transcript of Tugas Farmakologi Klinis I

Page 1: Tugas Farmakologi Klinis I

TUGAS FARMAKOLOGI KLINIS I

“ANTI EPILEPSI”

Oleh :

Jandia Sundari (1090701)

Kelas/No. : C - 17

Fakultas Farmasi Universitas Surabaya

2011

Page 2: Tugas Farmakologi Klinis I

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI.............................................................................................................i

BAB I PENDAHULUAN...........................................................................1

I.1. Definisi.............................................................................................1

I.2. Epidemiologi....................................................................................1

BAB II ETIOLOGI DAN PATOFISIOLOGI............................................2

II.1. Etilologi............................................................................................2

II.2. Patofisiologi.....................................................................................4

BAB III PENGOBATAN EPILEPSI...........................................................6

III.1. Mekanisme umum obat anti epilepsi................................................6

III.2. Obat-obat anti epilepsi.....................................................................6

III.3. Petunjuk umum terapi obat anti epilepsi........................................12

III.4. Pertimbangan khusus....................................................................13

BAB IV STATUS EPILEPTICUS.............................................................14

DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................ii

Page 3: Tugas Farmakologi Klinis I

BAB I

PENDAHULUAN

I.1. Definisi

Epilepsi adalah gejala terganggunya aktivitas listrik di otak yang diukur

dengan electroencephalogram (EEG) karena berbagai etiologi. Epilepsi dapat

terjadi disertai kejang secara periodik ataupun tanpa kejang. Dimana kejang yang

terjadi secara berkepanjangan dan terus-menerus dapat mengakibatkan kematian

pada penderita. Pasien epilepsi biasanya memilki gangguan lain yaitu, gangguan

depresi, kecemasan, bahkan gangguan pada neuro endokrin. Pasien epilepsi

kemungkinan juga mengalami keterlambatan perkembangan saraf pusat, masalah

memori, dan penurunan kognitif. Pengobatan terhadap penderita epilepsi fokus

terhadap terapi obat untuk menghilangkan kejang, serta gangguan penyertanya.

Setiap tahun, sekitar 125.000 kasus baru epilepsi terjadi di Amerika,

dimana 30% terjadi pada usia 18 tahun (pada dignosis) dan puncaknya terjadi

pada bayi yang baru lahir. Tetapi saat ini orang-orang yang lanjut usia pun bisa

mengalaminya, bahkan relatif tinggi .

I.2. Epidemiologi

Pada 5 tahun pertama setelah pasien diyakini menderita epilepsi, tingkat

kekambuhan kejang terjadi 23% hingga 80%. Kejang pada penderita epilepsi

dapat timbul karena gangguan tumor, trauma kepala, gangguan metabolik, dan

infeksi SSP. Kejang sering terjadi pada bayi di bawah usia 1 tahun dan pada

orang dewasa setelah usia 55 tahun. Namun, jumlah terbesar dari pasien yang

menderita epilepsi adalah antara usia 15 dan 64 tahun.

Banyak kasus kejang yang terjadi pada pasien epilepsi tidak diketahui jelas

penyebabnya, hal ini disebut dengan epilepsi idiopatik. Epilepsi ini biasanya

banyak terjadi pada anak-anak. Faktor risiko yang paling banyak terjadi pada

epilepsi di semua kelompok usia adalah akibat trauma kepala (terutama pada

pasien duramater dan hilang kesadaran), infeksi SSP, dan stroke.

Page 4: Tugas Farmakologi Klinis I

BAB II

ETIOLOGI DAN PATOFISIOLOGI

II.1. Etiologi

Kejang pada epilepsi terjadi karena pelepasan sebagian kecil neuron

abnormal. Segala sesuatu yang mengganggu homeostasis normal neuron dan

mengganggu stabilitas dapat memicu aktivitas abnormal dan kejang. Pasien yang

memiliki keterbelakangan mental dan cerebral palsy akan meningkatkan risiko

kejang. Semakin tinggi derajat keterbelakangan mental (yang biasa diukur dengan

IQ), semakin besar penderita tersebut dapat mengalami epilepsi. Namun,

keterbelakangan mental tidak sama dengan epilepsi. Pada usia lanjut, onset kejang

yang terjadi biasanya parsial. Penyebab kejang pada usia lanjut biasanya

multifaktorial serta termasuk penyakit serebrovaskular dan neurodegenerative.

Selama kejang, ada peningkatan besar suplai darah yang mengalir ke otak untuk

membawa keluar CO2 dan substrat bagi aktivitas metabolik saraf. Semakin lama

kejang, semakin besar kemungkinan otak untuk menderita iskemia yang dapat

mengakibatkan kerusakan saraf dan kerusakan otak. Juga, paparan glutamat secara

terus-menerus juga dapat memicu kerusakan di saraf.

Selain penyebab-penyebab yang telah disebutkan di atas, ada penyebab lain yaitu

idiopatik (tidak diketahui penyebab) atau kriptogenik (penyebab tersembunyi).

Serangan epilepsi dapat terjadi sebagai akibat non neurologik etiologi seperti

kurang tidur, hipoglikemia, hiponatremia, ensefalopati metabolik, alkohol,

penyalahgunaan obat dan keracunan obat. Namun, kejang ini tidak boleh diobati

dengan obat anti epilepsi. Beberapa obat yang dapat memicu serangan epilepsi

yaitu tramadol, bupropion, teofilin, beberapa obat antidepresan, beberapa

antipsikotik, amfetamin, kokain, imipenem, lithium, penggunaan dosis penisilin

atau sefalosporin secara berlebihan, dan simpatomimetik atau stimulan.

Jenis-jenis kejang yang umum terjadi pada penderita epilepsi :

1. Tonik-klonik

Page 5: Tugas Farmakologi Klinis I

Ditandai dengan kehilangan kesadaran secara tiba-tiba disertai dengan

ekstensi tonik klonik dan kontraksi berirama pada semua otot utama. Durasi

kejang biasanya 1 sampai 3 menit. Kejang ini sering disebut sebagai "grand

mal."

2. Absence

Tiba-tiba dan singkat. Durasinya hanya beberapa detik. Kehilangan kesadaran

yang terjadi tanpa adanya kontraksi otot. Kejang ini sering disebut "petit

mal."

3. Mioklonik

Pasien tidak mengalami kehilangan kesadaran, karena kejang berlangsung

kurang dari 3 sampai 4 detik. Kejang yang dialami yaitu dengan mengangkat

bahu atau seperti kedinginan pada tulang belakang. Kejang mioklonik dapat

berkembang menjadi kejang tonik-klonik.

4. Atonik

Pasien mengalami kehilangan kesadaran. Pasien akan jatuh ketika mereka

tidak berbaring atau duduk di kursi. Serangan ini sering digambarkan sebagai

serangan “falling out.”

Kejang yang dimulai di daerah lokal dari otak, didefinisikan sebagai kejang

parsial. Ada tiga jenis kejang parsial, yaitu :

1. Sederhana

Pasien akan mengalami gerakan otot yang tidak terkontrol dari bagian tubuh

mereka tanpa perubahan kesadaran. Jenis sensasi atau gerakan tergantung

pada lokasi kejang di otak.

2. Kompleks

Meskipun kejang terlokalisir daerah otak tertentu. Kejang ini menyebabkan

perubahan pada tingkat kesadaran pasien.

3. Sekunder umum/ Secondarily Generalized

Kejang ini dimulai dari kejang sederhana atau kejang parsial kompleks dan

melibatkan seluruh otak. Pasien akan mengalami aura. Jenis parsial ini

merupakan awal kejang yang sebenarnya.

Page 6: Tugas Farmakologi Klinis I

II.2. Patofisiologi

Kejang yang terjadi secara tiba-tiba melibatkan gangguan listrik dari

korteks serebral. Muatan listrik di korteks serebral menjadi terlalu cepat, ritmis,

dan sinkron. Fenomena ini terkait oleh kelebihan rangsangan neurotransmitter,

kegagalan dari inhibisi neurotransmitter, atau kombinasi keduanya. Ketika

glutamat dilepaskan dari pre sinaps neuron, dan menempel ke salah satu dari

beberapa jenis reseptor pada post sinaps neuron. Sehingga membuka saluran

membran untuk memungkinkan natrium atau kalsium mengalir ke neuron post

sinaps, dan terjadi depolarisasi dan mentransmisikannya ke signal exitatory.

Beberapa obat antiepilepsi (misalnya, phenytoin, carbamazepin, dan

lamotrigin) bekerja dengan menghambat mekanisme ini, baik dengan

menghalangi pelepasan glutamat atau menghalangi natrium atau kalsium menuju

neuron post sinaps, sehingga mencegah eksitasi yang berlebihan. Neurotransmitter

penghambatan utama dalam korteks serebral adalah γ-aminobutyric acid (GABA).

Neurotransmiter ini menempel pada membran saraf dan membuka saluran klorida.

Kejang

Umum Parsial

Tonik klonik

Mioklonik

Absence

Atonik

Secondarily Generalized

Kompleks

Sederhana

Page 7: Tugas Farmakologi Klinis I

Ketika klorida menuju ke neuron, maka akan terjadi hiperpolarisasi dan kurang

bersemangat. Beberapa obat antiepilepsi, terutama barbiturat dan benzodiazepin,

bekerja dengan meningkatkan aksi GABA.

Manifestasi klinis tergantung pada lokasi yang mengalami gangguan,

tingkat iritabilitas dari sekitar wilayah otak, dan intensitas tekanan. Kelainan

konduktansi kalium atau kekurangan ATPase terkait dengan transportasi ion dapat

menyebabkan ketidakstabilan membran neuronal dan kejang. Neurotransmitter

(misalnya, glutamat, aspartat, asetilkolin, norepinefrin, histamin,

corticotropinreleasing faktor, purin, peptida, sitokin, dan hormon steroid)

meningkatkan rangsangan dan propagasi dari aktivitas neuronal, sedangkan γ-

aminobutyric acid (GABA) dan dopamin menghambat aktivitas neuron

dan propagasi. Kekurangan neurotransmitter inhibisi seperti GABA atau

peningkatan excitatory neurotransmitters seperti glutamat akan mempertinggi

aktivitas neuronal yang abnormal. Aktivitas saraf yang normal juga tergantung

pada pasokan glukosa, oksigen, natrium, kalium, klorida, kalsium, dan asam

amino yang cukup.

Beberapa jenis epilepsi mungkin timbul dari neurofisiologis abnormal yang

berbeda. Pengendalian aktivitas neuronal abnormal dengan obat anti epilesi

dicapai dengan meninggikan ambang neuron untuk listrik/rangsangan kimia atau

dengan membatasi terjadinya kejang. Meningkatkan ambang batas yang paling

mungkin adalah melibatkan stabilisasi membran neuron, sedangkan membatasi

terjadinya kejang dengan melibatkan transmisi depresi sinaptik dan pengurangan

konduksi saraf.

Page 8: Tugas Farmakologi Klinis I

BAB III

PENGOBATAN EPILEPSI

III.1. Mekanisme umum obat anti epilepsi

Mekanisme anti epilepsi yaitu menghambat pelepasan neuronal, dengan

satu atau lebih cara, yaitu :

1. Mengurangi permeabilitas membran sel ion, khususnya tegangan saluran

natrium yang dapat menghasilkan potensial aksi.

2. Meningkatkan aktivitas GABA (gamma-aminobutiryc acid), sehingga dapat

meningkatkan permeabilitas membran ion klorida dan mengurangi

rangsangan pada sel.

3. Menghambat rangsangan neurotransmiter, misalnya glutamat dan aspartat.

III.2. Obat-obat anti epilepsi

Tabel Drug of choice untuk serangan kejang spesifik :

Tipe Kejang Pilihan Pertama Alternatif

Parsial Carbamazepin

Fenitoin

Lamotrigin

Asam valproat

Oxcarbazepin

Gabapentin

Topiramid

Levetiracetam

Zonisamid

Tiagabine,

Primidone,

Fenobarbital

Felbamat

Serangan umum

Page 9: Tugas Farmakologi Klinis I

Absence Asam valproat,

Etosuximid

Lamotrigin,

Levetiracetam

Mioklonik Asam valproat,

Clonazepam

Lamotrigin,

Topiramid,

Felbamat,

Zonisamid,

Levetiracetam

Tonik klonik Fenitoin,

Carbamazepin,

Asam valproat

Lamotrigin,

Topiramid,

Fenobarbital,

Primidone,

Oxcarbazepin,

Levetiracetam

Carbamazepin

Bertindak dengan menghambat pelepasan saluran natrium. Obat ini dapat

ditingkatkan bioavailabilitasnya dengan adanya makanan. Obat ini dimetabolisme

dihati 98% sampai 99% dari dosisnya (kebanyakan oleh CYP3A4), dan metabolit

utama adalah karbamazepin-10,11-epoksida yang aktif. Carbamazepin dapat

mengalami autoinduksi; efek ini dimulai dalam waktu 3 sampai 5 hari dosis

inisiasi dan dibutuhkan 21 sampai 28 hari untuk benar-benar bereaksi.

Carbamazepin dianggap sebagai obat antiepilepsi pilihan pertama untuk kejang

parsial yang baru didiagnosa. Hal ini juga berguna untuk kejang kejang umum

primer yang tidak dianggap darurat. Efek samping neurosensorik (misalnya,

diplopia, penglihatan kabur, nistagmus, ataksia, pusing, dan sakit kepala) adalah

yang paling umum, terjadi pada 35% sampai 50% dari pasien.

Carbamazepin dapat menyebabkan hiponatremia, kondisi yang mirip dengan

sindrom sekresi hormon antidiuretik yang berlebih. Leukopenia adalah efek

samping yang paling umum hematologi (hingga 10%) tetapi biasanya bersifat

Page 10: Tugas Farmakologi Klinis I

sementara. Ini. Penggunaan Carbamazepin dapat dilanjutkan kecuali jika jumlah

sel darah putih (WBC) turun menjadi kurang dari 2500/mm3 dan jumlah neutrofil

mutlak turun menjadi kurang dari 1000/mm3. Ruam dapat terjadi pada 10%

pasien. Efek samping lain termasuk hepatitis, osteomalacia, cacat konduksi

jantung, dan lupus seperti reaksi. Carbamazepin dapat berinteraksi dengan obat

lain dengan menginduksi metabolismenya. Asam valproat meningkatkan

konsentrasi dari 10,11-epoksida metabolit tanpa mempengaruhi konsentrasi

carbamazepin. Interaksi eritromisin dan klaritromisin (CYP3A4 inhibisi) dengan

carbamazepine sangat signifikan. Dosis loading digunakan hanya pada pasien

sakit kritis. Meskipun beberapa pasien, khususnya mereka yang menggunakan

pengobatan monoterapi, dapat dipertahankan pada dua kali sehari dosis. Dosis

yang lebih besar dapat diberikan pada waktu tidur. Peningkatan dosis dapat

dilakukan setiap 2 sampai 3 minggu. Para berkelanjutan dan terkontrol-release

bentuk dosis memungkinkan untuk dua kali sehari dosis.

Etosuximid

Mekanisme kerjanya adalah menghambat ikatan NADPH dengan aldehida

reduktase , inhibisi natrium-kalium ATPase, penurunan Na+, memblokir Ca2+ dan

tergantung pada saluran K+, serta penghambatan saluran Ca2 T-Type.

Felbamat

Bertindak sebagai antagonis reseptor glisin. Obat ini biasanya digunakan untuk

mengobati kejang lemah pada pasien dengan sindrom Lennox-Gastaut, dan juga

efektif untuk kejang parsial. Karena laporan anemia aplastik (1 dalam 3000

pasien) dan hepatitis (1 dalam 10.000 pasien), sekarang direkomendasikan hanya

untuk pasien refrakter terhadap obat antiepilepsi lainnya. Apabila penggunaan

felbamat bersama-sama fenitoin, asam carbamazepine, dan valproat sangat

dianjurk untuk menurunkan dosis sekitar 30% untuk obat-obatan selain felbamat.

Jika felbamate digunakan sebagai monoterapi, dosis dimulai pada 1200 mg / hari

(15 mg / kg pada anak-anak) dan kemudian meningkat dengan 600 mg setiap 2

minggu sampai dosis maksimum 3600 mg / hari (45 mg / kg anak)

Gabapentin

Page 11: Tugas Farmakologi Klinis I

Mekanisme kerjanya dengan memodulasi tegangan sensitif pada saluran Ca2+ dan

meningkatkan kadar GABA. Obat ini merupakan pilihan kedua untuk pasien

dengan kejang parsial yang telah gagal pengobatan awal juga pada pasien dengan

gangguan kejang yang kurang parah, seperti baru-onset epilepsi parsial, terutama

pada pasien usia lanjut. Bioavailabilitas menurun dengan peningkatan dosis. Efek

samping yang umum adalah kelelahan, mengantuk, pusing, dan ataksia.

Dosis dimulai pada 300 mg pada waktu tidur dan meningkat menjadi 300 mg dua

kali sehari pada hari kedua dan 300 mg tiga kali sehari pada hari ketiga.

Kebanyakan dokter menggunakan dosis 2400-4800 mg / hari.

Lamotrigin

Lamotrigin bekerja memblok saluran natrium saraf, menghasilkan penghambatan

dari tegangan tinggi aktivasi arus Ca2+, dan menginhibisi pelepasan

neurotransmiter asam amino. Hal ini berguna sebagai terapi tambahan dan

monoterapi pada orang dewasa dengan epilepsi parsial. Efek samping yang paling

sering adalah diplopia, mengantuk, ataksia, dan sakit kepala. Ruam biasanya

ringan sampai sedang, dapat juga terjadi tetapi Stevens-Johnson sindrom.

Levetiracetam

Leviracetam memiliki farmakokinetik linear dan tidak dimetabolisme oleh sistem

P450 (CYP) dan UGT sitokrom. Hal ini efektif dalam pengobatan adjunctive

kejang parsial pada orang dewasa yang telah gagal terapi awal.

Efek samping meliputi sedasi, kelelahan, dan kesulitan koordinasi. Dosis awal

yang dianjurkan adalah 500 mg secara oral dua kali sehari, dan ini dapat

ditingkatkan dengan 1000 mg / hari setiap 2 minggu sampai dosis yang dianjurkan

maksimum 3000 mg / hari.

Oxcarbazepine

Oxcarbazepine (prodrug carbamazepin) secara struktural terkait dengan

carbamazepine, tetapi dikonversi menjadi turunan monohidrat yang merupakan

komponen aktif. Kerjanya memblok tegangan-sensitif saluran natrium,

memodulasi saluran kalsium, dan meningkatkan konduktansi kalium.

Pasien dengan gangguan ginjal yang signifikan mungkin memerlukan

penyesuaian dosis. Efek samping yang paling sering dilaporkan adalah pusing,

Page 12: Tugas Farmakologi Klinis I

mual, sakit kepala, diare, muntah, infeksi saluran pernafasan, sembelit, dispepsia,

ataksia, dan gugup. Hal ini biasanya memiliki efek samping yang lebih sedikit

daripada fenitoin, asam valproat, atau carbamazepine. Hiponatremia telah

dilaporkan dalam hingga 25% dari pasien dan lebih mungkin pada orang tua.

Sekitar 25% sampai 30% dari pasien yang memiliki ruam dengan carbamazepin

akan memiliki cross-reaksi dengan oxcarbazepin. Penggunaan bersamaan

oxcarbazepin dengan ethinyl estradiol dan levonorgestrel dapat membuat obat ini

kurang efektif. Oxcarbazepin dapat meningkatkan konsentrasi serum fenitoin dan

penurunan konsentrasi serum lamotrigin (induksi UGT). Pada orang dewasa, dosis

awal oxcarbazepin sebagai monoterapi adalah 300 mg sekali atau dua kali sehari.

Hal ini dapat ditingkatkan dengan 600 mg / hari setiap minggu dengan dosis

maksimum 2400 mg / hari. Untuk anak usia 4 sampai 16 tahun, dosis awal adalah

8 sampai 10 mg / kg diberikan dua kali sehari, tidak melebihi 600 mg / hari.

Fenobarbital

Fenobarbital merupakan obat pilihan untuk kejang neonatal, tetapi dalam situasi

lain itu digunakan untuk pasien yang telah gagal menggunakan obat antiepilepsi

lainnya. Fenobarbital adalah enzim inducer kuat. Jumlah fenobarbital yang

diekskresikan lewat ginjal dapat ditingkatkan dengan memberikan diuretik dan

alkalinizers kemih. Efek samping yang paling umum adalah kelelahan,

mengantuk, dan depresi. Fenobarbital merusak kinerja kognitif. Pada anak-anak,

hiperaktivitas dapat terjadi. Etanol meningkatkan metabolisme fenobarbital, tetapi

asam valproat, cimetidine, fenitoin, felbamat, dan kloramfenikol menghambat

metabolismenya.

Fenitoin

Mengubah ion fluks fenitoin, sehingga mengubah depolarisasi, repolarisasi, dan

stabilitas membran. Fenitoin adalah pilihan pertama untuk kejang umum dan

kejang parsial. Makanan dapat memperlambat penyerapan. Rute intramuskular

sebaiknya dihindari, karena penyerapan yang tidak menentu. Fosphenytoin aman

dapat diberikan intravena dan intramuskuler. Fenitoin dimetabolisme di hati

terutama oleh CYP2C9, tetapi CYP2C19 juga terlibat. Dalam situasi non akut,

fenitoin dapat dimulai pada orang dewasa pada dosis oral 5 mg / kg /

Page 13: Tugas Farmakologi Klinis I

Efek samping yang umum tetapi biasanya transien adalah kelesuan, inkoordinasi,

penglihatan kabur, disfungsi kortikal yang lebih tinggi, dan mengantuk. Pada

konsentrasi yang lebih besar dari 50 mcg / ml, fenitoin dapat memperburuk

kejang. Efek samping kronis termasuk hiperplasia gingiva, gangguan kognisi,

hirsutisme, kekurangan vitamin D, osteomalacia, kekurangan asam folat,

intoleransi karbohidrat, hipotiroidisme, dan neuropati perifer.

Fenitoin rentan terhadap interaksi banyak obat. Fenitoin mengurangi penyerapan

asam folat, tetapi penggantian asam folat meningkatkan clearance fenitoin dan

dapat mengakibatkan hilangnya keampuhan.

Tiagabine

Tiagabine adalah inhibitor reuptake spesifik dari GABA ke dalam sel glial dan

neuron lainnya. Obat ini digunakan sebagai pilihan kedua untuk pasien dengan

kejang parsial yang telah gagal terapi awal. Efek samping yang paling sering

dilaporkan adalah pusing. Efek samping lainnya adalah asthenia, gugup, tremor,

dan diare. Efek samping ini biasanya bersifat sementara.

Hal ini dioksidasi oleh enzim CYP3A4, dan penginduksi enzim yang

meningkatkan clearance. Tiagabine dipindahkan dari protein dengan naproxen,

salisilat, dan valproate. Tingkat dosis minimal yang efektif dewasa ini dianggap

30 mg / hari. Dosis awal adalah 4 mg / hari, dan ini dapat ditingkatkan sampai 56

mg / hari dalam interval 4 sampai 8 mg / hari ditambah setiap minggu. Dosis

biasanya dipakai adalah 32-56 mg sehari.

Topiramat

Topiramat mempengaruhi saluran sodium, reseptor GABA, dan antagonisme Î ±-

amino-3-hidroksi-5-metil-4-isoxazole-4-asam propionat (AMPA) subtipe reseptor

glutamat. Efek samping yang paling umum adalah ataksia, gangguan konsentrasi,

kebingungan, pusing, kelelahan, parestesia, dan mengantuk. Nefrolitiasis terjadi

pada 1,5% pasien. Hal ini juga dikaitkan dengan akut glaukoma sudut sempit,

oligohydrosis, dan asidosis metabolik. Enzim penginduksi dapat menurunkan

tingkat serum topiramate. Dosis awal adalah 12,5 sampai 50 mg / hari, meningkat

12,5 sampai 50 mg / hari setiap minggu atau dua. Dosis minimal yang efektif

adalah sekitar 200 mg / hari.

Page 14: Tugas Farmakologi Klinis I

Asam valproat dan sodium divalproat

Asam valproat dapat meningkatkan sintesis atau menghambat degradasi GABA.

Hal ini juga dapat mempotensiasi GABA tanggapan postsynaptic,mdan

mempengaruhi saluran kalium. Ini adalah terapi pertama untuk kejang umum

primer, seperti adanya, mioklonik, dan kejang lemah serta monoterapi kejang

parsial. Hal ini juga dapat berguna dalam gangguan kejang campuran. Efek

samping biasanya ringan dan termasuk gastrointestinal (GI) keluhan, berat badan,

mengantuk, ataksia, dan tremor. Keluhan GI dapat diminimalkan dengan

perumusan enterik dilapisi atau dengan memberikan dengan makanan.

Trombositopenia adalah umum tetapi responsif terhadap penurunan dosis.

Toksisitas hematologi lainnya termasuk leukopenia dengan neutropenia

sementara, erythroblastopenia transien, dan perubahan sumsum tulang.

Zonisamide

Zonisamide adalah spektrum yang luas sulfonamida yang menginhibisi saluran

sodium dengan mengurangi tegangan pada saluran Ca2+, juga memfasilitasi

neurotransmisi dopaminergik dan serotonergik, lemah menghambat anhydrase

karbonat, dan blok rilis K+. Zonisamide adalah protein 40% terikat dan memiliki

waktu paruh 63-69 jam. Hal ini dimetabolisme oleh CYP3A4, dan sekitar 30%

diekskresikan berubah. Efek samping yang paling umum termasuk mengantuk,

pusing, anoreksia, sakit kepala, mual, dan lekas marah. Gejala batu ginjal dapat

terjadi pada 2,6% pasien. Reaksi hipersensitivitas dapat terjadi pada 0,02% pasien,

dan sejarah alergi terhadap sulfonamida merupakan kontraindikasi. Pemantauan

fungsi ginjal dapat dianjurkan pada beberapa pasien. Induser enzim dapat

mengurangi paruh zonisamide sampai 27 sampai 36 jam. Dosis awal pada orang

dewasa adalah 100 mg / hari, dan dosis harian yang meningkat sebesar 100 mg

setiap 2 minggu sampai respon yang terlihat. Rentang dosis pada orang dewasa

100-600 mg / hari

III.3. Petunjuk umum terapi obat antiepilepsi

1. Terapi harus dimulai secara monoterapi (penggunaan satu macam obat)

2. Terapi harus disesuaikan dengan jenis gangguan kejang, meskipun bebrapa

obat antiepilepsi memiliki spektru yang luas. Misal pada penggunaan

Page 15: Tugas Farmakologi Klinis I

carbamazepin walaupun secara umum digunakan usebagai obat pilihan

pertama pada epilepsi, tetapi harus dihindari pada pasien yang mengalami

mioklonik karena dapat memperparah keadaanya.

3. Pemilihan obat harus didasarkan oleh jenis kelamin dan usia, terutama bagi

wanita harus menghindari obat-obat yang sifatnya teratogenesis dan yang

dapat mempengaruhi penampilannya, misal hirsutisme akibat pemakaian

fenitoin.

4. Jika pada monoterapi tidak berhasil, maka harus ganti dengan kombinasi

obat.

5. Pengobatan pada pasien epilepsi tidak boleh dihentikan secara tiba-tiba dan

mendadak.

6. Pasien dalam keadaan khusus harus ada penyesuaian dosis dalam terapinya.

III.4. Pertimbangan khususObat antiepilepsi, topiramate dan

oxcarbazepine, dapat menyebabkan kegagalan pengobatan pada wanita

yang menggunakan kontrasepsi oral. Untuk epilepsi catamenial (kejang

sebelum atau selama menstruasi) atau kejang yang terjadi pada saat

ovulasi, obat antiepilepsi konvensional harus dicoba terlebih dahulu,

namun terapi hormonal (agen progestasional) juga mungkin efektif. Obat

antiepilepsi monoterapi lebih dianjurkan untuk wanita hamil (dengan

epilepsi). Pada wanita nonepileptik, barbiturat dan fenitoin berhubungan

dengan malformasi jantung bawaan dan sumbing. Asam valproik dan

carbamazepine berhubungan dengan spina bifida dan hipospadia. Hasil

yang merugikan lainnya adalah pertumbuhan, psikomotor, dan

keterbelakangan mental. Beberapa peristiwa ini dapat dicegah dengan

asupan folat yang memadai; vitamin prenatal dengan asam folat (sekitar

0,4 sampai 5 mg / hari) harus diberikan kepada perempuan potensial subur

yang mengkonsumsi obat antiepilepsi. Vitamin K, 10 mg / hari secara oral,

diberikan kepada ibu selama bulan terakhir sebelum melahirkan untuk

mencegah gangguan hemoragik bayi baru lahir.BAB IV

STATUS EPILEPTICUSStatus epilepticus adalah keadaan medis

dari epilepsi berupa kejang yang berulang tanpa periode atau kejang yang

Page 16: Tugas Farmakologi Klinis I

berlangsung selama lebih dari 30 menit.yang darurat. Ptofiosloginya

adalah akibat peningkatan rangsangan (misalnya, glutamat, asetilkolin)

atau penurunan inhibisi dari neurotrasmiter GABA yang menyebabkan

kejang berkelanjutan dan kematian neuronal. Selama pasien mengalami

status epilepticus, sistem GABA tidak berfungsi untuk menghambat

kejang. Tabel klasifikasi status epilepticus secara internasional :

Convulsive NonconvulsiveInternational Traditional

TerminologyInternational Traditional

TerminologyPrimary generalized SE

Tonic-clonica,b

Tonica,c

Clonicc

Myoclonicb

Erraticd

Grand mal, epilepticus convulsivus

Absencec Petit mal, spike-and-wave stupor, spike-and-slow-wave or 3/s spike-and-wave, epileptic fugue, epilepsia minora continua, epileptic twilight, minor SE

Secondary generalized SEa,b

Tonic

Partial seizures with secondary generalization

Partial SEa,b Focal motor, focal sensory, epilepsia partialis continuans, adversive SE

  Simple partial Somatomotor Dysphasic Other types

Elementary

Complex partial

Temporal lobe, psychomotor, epileptic fugue state, prolonged epileptic stupor, prolonged epileptic confusional state, continuous epileptic twilight state

aMost common in older children.bMost common in adolescents and adults.bMost common in infants and young children.

Page 17: Tugas Farmakologi Klinis I

dMost common in neonates. Lorazepam i.v. banyak digunakan sebagai pilihan awal status epilepticus,

selain itu dapat digunakan clonazepam sebagai alternatif. Diazepam i.v. banyak

digunakan secara luas sebagai obat pilihan pertama, tetapi cenderung

menyebabkan hipotensi dan depresi pernafasan, dan efek antiepilepsinya habis

setelah sekitar 20 menit, sehingga iv fenitoin juga harus diberikan pada waktu

yang sama (dengan EKG pemantauan dan tekanan darah, karena dapat

menimbulkan aritmia jantung aritmia dan hipotensi lebih lanjut). Untuk alasan ini

beberapa menganggap fenobarbital untuk lebih aman. Jika fasilitas resusitasi tidak

segera tersedia, diazepam dapat diberikan secara rektal.DAFTAR

PUSTAKABennet P.N, MD FRCP and M.J Brown, MA Msc FRCP. 2003.

Clinical Pharmacology 9th Ed. Newyork : Churchill Livingstone.Dipiro Joseph T,

et all. 2005. Pharmacotheraphy A Pathophysiologic Approach 6th Ed. United

States of America : Mc Graw HillDipiro Joseph T, et all. 2006.

Pharmacotheraphy Handbook 6th Ed. United States of America : Mc Graw

HillDipiro Joseph T, et all. 2008. Pharmacotheraphy A Pathophysiologic

Approach 7th Ed. United States of America : Mc Graw HillDipiro Joseph T, et all.

2008. Pharmacotheraphy Principle and Practice. United States of America : Mc

Graw HillFactor Stewart A, DO et all. 2005. Drug Induced Movement Disorders

2nd Ed. Australia : Blackwell Futura Linn William D, et all. 2009.

Pharmacotherapeutics in Primary Care. United States of America : Mc Graw

HillRussell J Greene and Norman D Harris. 2008. Pathology and Therapeutics for

Pharmacists A basis for clinical pharmacy practice 3rd Ed. London :

Pharmaceutical PressWilkins and Lippincott William. 2009. Clinical

Pharmacology Made Incredibly Easy! 3rd Ed.