GA Ophtalmo-geriatri

39
LAPORAN KASUS ANESTESI VITREKTOMI SEORANG LAKI-LAKI 65 TAHUN DENGAN ENDOFTALMITIS PURULEN OKULER SINISTRA Diajukan untuk melengkapi syarat kepaniteraan klinik di bagian Anestesiologi Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro Disusun oleh : Veryne Ayu Permata 220 101 142 10 097 Pembimbing : dr. Agus Purwo Hidayat KEPANITERAAN KLINIK ILMU ANESTESIOLOGI DAN TERAPI INTENSIF

description

kasus anestesi

Transcript of GA Ophtalmo-geriatri

LAPORAN KASUS ANESTESI

VITREKTOMI SEORANG LAKI-LAKI 65 TAHUN DENGAN

ENDOFTALMITIS PURULEN OKULER SINISTRA

Diajukan untuk melengkapi syarat kepaniteraan klinik di bagian

Anestesiologi Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro

Disusun oleh :

Veryne Ayu Permata

220 101 142 10 097

Pembimbing :

dr. Agus Purwo Hidayat

KEPANITERAAN KLINIK

ILMU ANESTESIOLOGI DAN TERAPI INTENSIF

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS DIPONEGORO

S E M A R A N G

2 0 1 5

BAB 1

PENDAHULUAN

Pembedahan mata merupakan tindakan yang unik dan menantang bagi

ahli anestesi, termasuk regulasi tekanan intraokuler, pencegahan reflex

okulokardiak dan penanganan akibatnya, mengontrol perluasan gas intraokuler

dan dibutuhkan untuk mengerjakan kemungkinan efek sistemik obat-obat

mata. Pengetahuan tentang mekanisme dan penanganan masalah tersebut dapat

mempengaruhi hasil pembedahan. Bagian ini juga mempertimbangkan teknik

khusus dari anestesi umum dan regional dalam bedah mata.

Mata dapat dianggap sebagai bola hampa dengan dinding yang kaku. Jika isi

dari bola mata meningkat, tekanan intraokuler ( normal 12 – 20 mmHg) akan

naik. Sebagai contoh, glaukoma disebabkan oleh sumbatan aliran humor aquos.

Ada berbagai efek obat-obat anestesi pada tekanan intraokuler. Anestesi

inhalasi menurunkan tekanan intraokuler yang proporsional sesuai dalamnya

anestesi. Anestesi intravena juga dapat menurunkan tekanan intraokuler.

Mungkin pengecualian adalah ketamin, yang dapat menaikkan tekanan darah

arteri dan tidak menyebabkan relaksasi otot ekstraokuler.

Banyak operasi mata, seperti ekstraksi katarak, transplantasi kornea,

trabekulektomi, vitrektomi, ataupun pembedahan perlengketan retina dapat

dilaksanakan dengan benar dengan anestesi regional dan sedasi ringan.

Manajemen anestesi berperan penting dalam berhasil atau tidaknya

pembedahan mata.

Anestesi umum merupakan tehnik yang paling banyak dilakukan pada

berbagai macam prosedur pembedahan. Anestesi umum adalah menghilangkan

rasa sakit seluruh tubuh secara sentral disertai hilangnya kesadaran yang

bersifat reversible. Perbedaan dengan anestesi lokal antara lain, pada anestesi

lokal hilangnya rasa sakit setempat sedangkan pada anestesi umum seluruh

tubuh. Pada anestesi lokal yang terpengaruh saraf perifer, sedangkan pada

anestesi umum yang terpengaruh saraf pusat dan pada anestesi lokal terjadi

kehilangan kesadaran. Trias anestesia terdiri dari analgesia, hipnotik dan

relaksasi. Tahap awal dari anestesi umum adalah induksi.

Induksi anestesi merupakan peralihan dari keadaan sadar dengan

refleks perlindungan masih utuh sampai dengan hilangnya kesadaran (ditandai

dengan hilangnya reflek bulu mata) akibat pemberian obat–obat anestesi.

Perhatian utama pada anestesi umum adalah keamanan dan

keselamatan pasien, dan salah satu faktor penentunya adalah kestabilan

hemodinamik selama tindakan induksi dilakukan, hal ini dapat dicapai apabila

obat anestesi tersebut dapat memberikan level anestesi yang adekuat untuk

pembedahan tanpa menimbulkan depresi yang serius terhadap fungsi

hemodinamik.

BAB 2

ASSESMENT MEDIS

Identitas penderita

Nama : DJW

Umur : 65 tahun

Jenis kelamin : Laki-laki

Ruang : R1B

No. CM : C523721

Tgl Operasi : 22 April 2015

Anamnesis

A. Keluhan utama:

Mata kiri kabur

B. Riwayat penyakit sekarang :

Mata kiri kabur sejak ± 4 hari sebelum masuk rumah sakit, mata merah,

terasa kemeng dan mengganjal.

C. Riwayat penyakit dahulu :

Riwayat operasi katarak mata kiri ± 24 Maret 2015

Riwayat hipertensi (-)

Riwayat diabetes mellitus (-)

Anamnesis yang berkaitan dengan anestesi:

Batuk (-), pilek (-), demam (-) , sesak (-)

Riwayat alergi obat dan makanan : tidak ada

Riwayat kejang : tidak ada

Riwayat asma : tidak ada

Riwayat operasi sebelumnya : operasi katarak mata kiri

Pemeriksaan fisik

Keadaan umum : baik

Kesadaran : komposmentis

TV : TD : 132/88mmHg T : afebris

N : 92x/menit RR : 12 x /menit

BB : 65 kg

ASA : II

Kepala : mesosefal

Mata : konjungtiva palpebra anemis -/-, sklera ikterik -/-

Telinga : discharge (-/-)

Hidung : discharge (-/-), epistaksis (-/-)

Mulut : sianosis (-), perdarahan gusi (-), Mallampati I

Tenggorok : T1-1, faring hiperemis (-)

Leher : pembesaran nnll (-), deviasi trachea (-)

THORAX

Cor : Inspeksi : ictus cordis tak tampak

Palpasi : ictus cordis di SIC V, 2 cm medial

LMCS

Perkusi : konfigurasi jantung dalam batas normal

Auskultasi : BJ I-II normal, bising (-), gallop (-)

Pulmo : Inspeksi : simetris, statis, dinamis

Palpasi : stem fremitus kanan = kiri

Perkusi : sonor seluruh lapangan paru

Auskultasi : suara dasar vesikuler, suara tambahan

(-)

Abdomen : Inspeksi : datar

Auskultasi : bising usus (+) normal

Palpasi : supel, hepar dan lien tak teraba

Perkusi : timpani, pekak sisi (+) normal, pekak

alih (-)

Ekstremitas : Akral dingin -/- -/-

Edema -/- -/-

Sianosis -/- -/-

Capillary refill <2”/<2” <2”/<2”

Pemeriksaan laboratorium

Darah Rutin

Hb : 12,9 gr%

Ht : 36 % L

Eritrosit : 4,73 juta /mmk

Leukosit : 7400 /mmk

Trombosit : 233.000 / mmk

PPT : 10,8/11,5 detik

PTT : 34,5/32 detik

Elektrolit

Na : 140 mmol/L

K : 3,5 mmol/L

Cl : 98 mmol/L

Kimia Klinik

GDS : 111 mg/dL

Ureum : 21 mg/dL

Kreatinin : 0,57 mg/dL

Albumin : 4,4 mg/dl

Mikrobiologi

Kuman : tidak ditemukan kuman

Jamur : negatif

EKG : -

Diagnosis

a. Diagnosis preoperasi:

Endoftalmitis okuler sinistra

b. Pemeriksaan yang berkaitan dengan anestesi:

Tidak ada kelainan yang berkaitan dengan anestesi

Tindakan operasi

Vitrektomi

Tindakan anestesi

Jenis anestesi : Anestesi umum

Risiko anestesi : Kecil

ASA : II

Premedikasi: Midazolam 3 mg

Anestesi :

Dilakukan secara anestesi umum (i.v intermitten dan inhalasi semiclosed)

menggunakan:

- Propofol 100 mg

- Fentanyl 100 µg

- Rocuronium 30 mg

Maintanance : Sevoflurane dan O2 ventilator

Mulai anestesi : 09.15 WIB

Selesai anestesi : 10.15 WIB

Lama anestesi : 60 menit

Terapi cairan :

BB : 65 kg

EBV : 70 cc/kgBB x 65 kg = 4550 cc

Jumlah perdarahan : minimal

% perdarahan : -

Kebutuhan cairan :

I II III

Maintenance 130 130 -

Stress operasi 260 - -

Pengganti

puasa

390 - -

Total 780 910 -

Cairan yang diberikan : RL 450 cc

Waktu Keterangan HR

(x/menit)

Tensi

(mmHg)

SpO2

09.05 Pre-oksigenasi 92 132/89 100

09.15 Anestesi mulai 132/89 100

09.45 Operasi mulai 135/92 100

10.10 Operasi selesai 133/90 100

10.15 Anestesi selesai 110/90 100

Pemantauan di Recovery Room

Beri oksigen 3 L/menit nasal kanul atau 6 L/menit masker post operasi

Bila Aldrette Score ≥ 8 tanpa nilai 0, pasien boleh pindah ruangan

Bila pasien sadar penuh, mual (-), muntah (-), peristaltik usus (+) boleh

makan dan minum bertahap

Perintah di ruangan :

Awasi TV setiap ½ jam selama 24 jam

Program cairan RL 20 tetes/menit

Jika menggigil diberi selimut hangat

Pasien resiko jatuh

Jika mual diberi anti emetik

Bila terjadi kegawatan hubungi anestesi

Program analgetik Ketorolac 30 mg/8 jam selama 2 hari

BAB 3

TINJAUAN PUSTAKA

Aspek anestesi pada pasien anestesi

Anestesi dapat menyebabkan dilatasi vena, merangsang masuknya

cairan ke dalam rongga ketiga (third space) dan juga menekan fungsi jantung.

Secara umum angka kematian akibat operasi tergantung dari 4 faktor risiko

utama, yaitu usia, penyakit penyerta, prosedur bedah, dan perawatan

perioperatif termasuk anestesi.

Mengenai usia tua, terdapat hubungan antara usia tua dan penurunan

fisiologis karena proses menua dari penyakit, tetapi penurunan fisiologis

initidak semua sama pada setiap pasien tua. Beberapa hal yang perlu

diperhatikan pada perioperative care pasien-pasien tua adalah :

Rehidrasi, bila terjadi dehidrasi

Gangguan saluran cerna diatasi

Mengatasi sepsis

Mengatasi pendarahan (blood loss) bila ada

Mengatasi edem pada gagal jantung kongestif.

Selain itu dalam rangka manajemen anestesi, ada prinsip dasar yang juga harus

diperhatikan dalam penanganan pasien-pasien tua, yaitu mengenai dosis obat,

fisiologi setiap pasien, hemodinamik, hipotermia, jenis anestesi, monitoring,

gejala dan tanda klinik, outcome, dan informed consent.

Pilihan teknik anestesi pada geriatri

Ada 3 kategori utama anestesi yaitu anestesi umum, anestesi regional,

dan anestesi lokal. Masing-masing memiliki bentuk dan kegunaan. Seorang

ahli anestesi akan menentukan jenis anestesi yang menurutnya terbaik dengan

mempertimbangkan keuntungan dan kerugian dari masing-masing tindakannya

tersebut. Secara umum apapun anestesi yang digunakan harus memperhatikan

faktor-faktor yang mempengaruhi respons farmakologi pasien berusia lanjut.

Karena banyak perubahan pada ikatan protein plasma, tubuh, metabolism obat,

dan farmakodinamik.

Pada pasien tua, pilihan anestesi untuk tindakan operasi vitrektomi

adalah anestesi umum.

Efek obat –obat anestesi pada tekanan intraokuler

Umumnya obat –obat anestesi lain yang rendah tidak berefek pada

tekanan intraokuler. Anestesi inhalasi menurunkan tekanan intraokuler yang

proporsional sesuai dalamnya anestesi. Penyebab penurunannya multipel

antara lain ; penurunan tekanan darah mengurangi volume koroidal, relaksasi

otot-otot ekstraokuler menurunkan tekanan dinding bola mata, kontriksi pupil

memudahkan aliran aquos. Anestesi intravena juga dapat menurunkan tekanan

intraokuler. Mungkin pengecualian adalah ketamin, yang dapat menaikkan

tekanan darah arteri dan tidak menyebabkan relaksasi otot ekstraokuler.

Status fisik

Setelah dilakukan serangkaian pemeriksaan pre medikasi, selanjutnya dapat

dibuat penilaian status fisis. ASA mengklasifikasikan pasien ke dalam

beberapa tingkatan pasien berdasarkan kondisi pasien :

ASA I : Pasien tidak memiliki kelainan organik, fisiologis, biokimia,

atau gangguan psikiatri.

ASA II : Gangguan sistemik ringan sampai sedang yang disebabkan

oleh kondisi yang akan diterapi dengan pembedahan atau oleh proses

patofisiologi lainnya.

ASA III : Keterbatasan melakukan aktivitas, pasien dengan penyakit

sistemik berat.

ASA IV : Pasien dengan penyakit sistemik berat yang mengancam

nyawa dan menyebabkan keterbatasan fungsi.

ASA V : Penderita yang tidak dapat hidup / bertahan dalam 24 jam

dengan atau tanpa operasi.

ASA E : Bila operasi dilakukan darurat / cito.

Tahapan anestesi

1. Stadium 1 (analgesia)

Penderita mengalami analgesi,

Rasa nyeri hilang,

Kesadaran berkurang

2. Stadium II (delirium/eksitasi)

Penderita tampak gelisah dan kehilangan kesadaran

Penderita mengalami gerakan yang tidak menurut kehendak (tertawa,

berteriak, menangis, menyanyi)

Volume dan kecepatan pernapasan tidak teratur

Dapat terjadi mual dan muntah

Inkontinensia urin dan defekasi sering terjadi

Midriasis, hipertensi

3. Stadium III (anestesia,pembedahan/operasi)

Pernapasan menjadi dangkal, cepat, dan teratur, seperti pada keadaan

tidur (pernapasan perut)

Gerakan mata dan refleks mata hilang / gerakan bola mata tidak menu-

rut kehendak

Otot menjadi lemas, misal; kepala dapat digerakkan ke kanan dan ke

kiri dengan bebas; lengan diangkat lalu dilepaskan akan jatuh bebas

tanpa ditahan

Plana 1 : Pernapasan teratur, spontan, dada dan perut seimbang, terjadi

gerakan bola mata yang tidak menurut kehendak, pupil miosis, refleks cahaya

ada, lakrimasi meningkat, refleks faring dan muntah tidak ada, dan belum

tercapai relaksasi otot lurik yang sempurna (tonus otot mulai menurun).

Plana 2: Pernapasan teratur, spontan, perut-dada, volume tidak menurun,

frekuensi meningkat, bola mata tidak bergerak, terfiksasi di tengah, pupil

midriasis, refleks cahaya mulai menurun, relaksasi otot sedang, dan refleks

laring hilang sehingga dapat dikerjakan intubasi.

Plana 3: Pernapasan teratur oleh perut karena otot interkostal mulai paralisis,

lakrimasi tidak ada, pupil midriasis dan sentral, refleks laring dan peritoneum

tidak ada, relaksasi otot lurik hampir sempurna (tonus otot semakin menurun).

Plana 4: Pernapasan tidak teratur oleh perut karena otot interkostal paralisis

total, pupil sangat midriasis, refleks cahaya hilang, refleks sfingter ani dan

kelenjar air mata tidak ada, relaksasi otot lurik sempurna (tonus otot sangat

menurun).

4. Stadium IV (paralisis medula oblongata)

Kegiatan jantung dan pernapasan spontan terhenti.

Terjadi depresi berat pusat pernapasan di medulla oblongata dan pusat

vasomotor. Tanpa bantuan respirator dan sirkulasi, penderita akan cepat

meninggal. Maka taraf ini sedapat mungkin dihindarkan.

Anestesi umum

Anestesia umum adalah tindakan meniadakan nyeri secara sentral

disertai hilangnya kesadaran dan bersifat pulih kembali (reversibel).

Komponen anesthesia yang ideal terdiri:

1. hipnotik

2. analgesia

3. relaksasi otot

Keadaaan anestesi biasanya disebut anestesi umum, ditandai oleh tahap tidak

sadar diinduksi, yang selama itu rangsang operasi hanya menimbulkan respon

reflek autonom. Jadi pasien tidak boleh memberikan gerak volunteer, tetap

perubahan kecepatan pernapasan dan kardiovaskuler dapat dilihat.

Keadaan anestesi berbeda dengan keadaan analgesia, yang didefinisikan

sebagai tidak adanya nyeri. Keadaan ini dapat ditimbulkan oleh agen narkotika

yang dapat menghilangkan nyeri sampai pasien sama sekali tidak sadar.

Sebaliknya, barbiturate dan penenang tidak menghilangkan nyeri sampai

pasien sama sekali tidak sadar.

Banyak teori telah dikemukan, tetapi sampai sekarang belum ada keterangan

yang memuaskan bagaimana kerja obat anestetika. Ditinjau dari vaskularisasi,

jaringan terbagi atas:

1. Kaya pembuluh darah, contoh otak dan organ lainya, misalnya jantung,

ginjal, hati dsb.

2. Miskin pembuluh darah, contoh jaringan lemak, tulang, dsb.

Obat anestetika yang masuk ke pembuluh darah atau sirkulasi kemudian

menyebar ke jaringan. Yang pertama terpengaruh oleh obat anestetika ialah

jaringan yang kaya akan pembuluh darah seperti otak, sehingga kesadaran

menurun atau hilang, hilangnya rasa sakit, dsb.

Cara pemberian anestesi umum

Anestesi umum dapat diberikan secara inhalasi atau injeksi intravena.

1. Anestesi inhalasi: halotan, enfluran, isofluran, sevofluran, desflurane, dan

methoxyflurane merupakan cairan yang mudah menguap. Obat-obat ini

diberikan sebagai uap melalui saluran napas.

Cara pemberian anestesi inhalasi:

• Open drop method: zat anestesi diteteskan pada kapas yang diletakkan di

depan hidung penderita sehingga kadar zat anestesi yang dihisap tidak

diketahui dan pemakaiannya boros karena zat anestesi menguap ke udara

terbuka.

• Semiopen drop method: cara ini hampir sama dengan open drop, hanya

untuk mengurangi terbuangnya zat anestesi maka digunakan masker.

• Semiclosed method: udara yang dihisap diberikan bersamaan oksigen yang

dapat ditentukan kadarnya. Keuntungan cara ini adalah dalamnya anestesi

dapat diatur dengan memberikan zat anestesi dalam kadar tertentu dan hipoksia

dapat dihindari dengan pemberian O2.

• Closed method: hampir sama seperti semiclosed, hanya udara ekspirasi

dialirkan melalui NaOH yang dapat mengikat CO2, sehingga udara yang

mengandung anestesi dapat digunakan lagi. Cara ini lebih hemat, aman, dan

lebih mudah, tetapi harga alatnya cukup mahal.

Jenis-jenis anestesi inhalasi generasi pertama seperti ether, cyclopropane, dan

chloroform sudah tidak digunakan lagi di negara-negara maju karena sifatnya

yang mudah terbakar (misalnya ether dan cyclopropane) dan toksisitasnya

terhadap organ (chloroform).

2. Anestesi Intravena. Beberapa obat digunakan secara intravena ( baik

sendiri atau dikombinasikan dengan obat lain) untuk menimbulkan anestesi,

atau sebagai komponen anestesi berimbang (balanced anesthesia), atau untuk

menenangkan pasien di unit rawat darurat yang memerlukan bantuan napas

buatan untuk jangka panjang. Untuk anestesi intravena total biasanya

menggunakan propofol.

Klasifikasi obat- obat anestesi umum

a. Anestesi inhalasi

Halotan, enfluran, isofluran, sevofluran, dan desflurane merupakan cairan yang

mudah menguap.

Halothane

Bau dan rasa tidak menyengat ,

Khasiat anestetisnya sangat kuat tetapi khasiat analgetisnya dan daya

relaksasi ototnya ringan, yang baru adekuat pada anestesi dalam

Halotan digunakan dalam dosis rendah dan dikombinasi dengan suatu

relaksans otot, seperti galamin atau suksametonium.

Kelarutannya dalam darah relative rendah induksi lambat, mudah digu-

nakan, tidak merangsang mukosa saluran napas

Bersifat menekan refleks dari paring dan laring, melebarkan bronkioli

dan mengurangi sekresi ludah dan sekresi bronchi

Famakokinetik: sebagian dimetabolisasikan dalam hati bromide,

klorida anorganik, dan trifluoacetik acid.

Efek samping: menekan pernapasan dan kegiatan jantung, hipotensi,

jika penggunaan berulang, maka dapat menimbulkan kerusakan hati.

Dosis: tracheal 0,5-3 v%.

Enfluran

Anestesi inhalasi kuat yang digunakan pada berbagai jenis pembeda-

han, juga sebagai analgetikum pada persalinan.

Memiliki daya relaksasi otot dan analgetis yang baik, melemaskan otot

uterus

Tidak begitu menekan SSP

Resorpsinya setelah inhalasi , cepat dengan waktu induksi 2-3 menit

Sebagian besar diekskresikan melalui paru-paru dalam keadaan utuh,

dan sisanya diubah menjadi ion fluoride bebas

Efek samping: hipotensi, menekan pernapasan, aritmi, dan merangsang

SSP. Pasca bedah dapat timbul hipotermi (menggigil), serta mual dan

muntah, dapat meningkatkan perdarahan pada saat persalinan, SC, dan

abortus.

Isofluran (Forane)

Bau tidak enak

Termasuk anestesi inhalasi kuat dengan sifat analgetis dan relaksasi

otot baik

Daya kerja dan penekanannya thdp SSP = enfluran

Efek samping: hipotensi, aritmi, menggigil, konstriksi bronkhi,

meningkatnya jumlah leukosit. Pasca bedah dapat timbul mual, muntah,

dan keadaan tegang

Sediaan : isofluran 3-3,5% dlm O2; + NO2-O2 = induksi;

maintenance : 1%-2,5%

Desfluran

Desfluran merupakan halogenasi eter yang rumus bangun dan efek

klinisnya mirip isofluran. 

Desfluran sangat mudah menguap dibandingkan anestesi volatil lain,

sehingga perlu menggunakan vaporizer khusus  (TEC-6).

Titik didihnya mendekati suhu ruangan (23.5C).

Potensinya rendah

Bersifat simpatomimetik menyebabkan takikardia dan hipertensi

Efek depresi napasnya seperti isofluran dan etran

Merangsang jalan napas atas, sehingga tidak digunakan untuk induksi

anestesi

Sevofluran

Merupakan halogenasi eter

Induksi dan pulih dari anestesi lebih cepat dibandingkan dengan isoflu-

ran

Baunya tidak menyengat dan tidak merangsang jalan napas

Efek terhadap kardiovaskular cukup stabil, jarang menyebabkan aritmia

Efek terhadap sistem saraf pusat seperti isofluran dan belum ada lapo-

ran toksik terhadap hepar

Setelah pemberian dihentikan sevofluran cepat dikeluarkan oleh badan.

b. Anestesi intravena

Termasuk golongan ini adalah: barbiturate (thiopental, methothexital);

benzodiazepine (midazolam, diazepam); opioid analgesic (morphine, fentanyl,

sufentanil, alfentanil, remifentanil); propofol; ketamin, suatu senyawa

arylcylohexylamine yang dapat menyebabkan keadaan anestesi disosiatif dan

obat-obat lain ( droperianol, etomidate, dexmedetomidine).

Sedasi :

Midazolam

Golongan benzodiazepine

Tidak menimbulkan nyeri di tempat suntikan

Mempunyai sifat ansiolitik

Sedatif

Anti-konvulsif

Amnesia anterograde

Mekanisme kerja dan efek sama dengan diazepam, tetapi onset lebih

cepat, durasi kerja lebih pendek dan kekuatannya 1,5-3x diazepam.

Metabolism di hepar.

Dosis sedasi dan anxiolitik 0,1 mg/kgBB IM. Onset 15 menit.

Dosis induksi 0,1-0,4 mg/kgBB IV. Penderita akan tertidur setelah 203

menit.

Variasi dosis: Kebutuhan midazolam untuk sedasi menurun dengan

bertambahnya usia, kira-kira 15% tiap dekade peningkatan usia.

Ketamin

Sifat analgesik, anestetik, kataleptik dengan kerja singkat

Analgesik kuat untuk sistem somatik, lemah untuk sistem viseral

Relaksasi otot polos lurik (-), tonus meninggi

Tingkatkan TD, nadi, curah jantung

Ketamin sering menimbulkan takikardi, hipertensi, hipersalivasi, nyeri

kepala, pasca anestesi dapat menimbulkan mual-muntah, pandangan

kabur, dan mimpi buruk.

Kalau harus diberikan sebaiknya sebelumnya diberikan sedasi midazo-

lam (dormikum) atau diazepam (valium) dengan dosis 0.1 mg/kg intra-

vena dan untuk mengurangi salivasi diberikan sulfas atropin 0.001

mg/kg.

Dosis bolus untuk induksi intravena adalah 1-2 mg/kg dan untuk intra-

muskular 3-10 mg. 

Ketamin dikemas dalam cairan bening dengan kepekatan 1%

(1ml=10mg), 5% (1ml=50 mg) dan 10 % (1ml=100 mg)

Propofol

Propofol dikemas dalam cairan emulsi lemak berwarna putih susu

bersifat isotonik dengan kepekatan 1% (1 ml=10 mg).

Suntikan intravena sering menyebabkan nyeri, sehingga beberapa detik

sebelumnya dapat diberikan lidokain 1-2 mg/kg intravena.

Dosis bolus untuk induksi 2-2.5 mg/kg, dosis rumatan untuk anestesi

intravena total 4- 12 mg/kg/jam dan dosis sedasi untuk perawatan inten-

sif 0.2 mg/kg. 

Pengenceran propofol hanya boleh dengan dekstrosa 5%.

Pada manula dosis harus dikurangi, pada anak <3 tahun dan pada

wanita hamil tidak dianjurkan.

Propofol menjadi obat pilihan induksi anestesia, khususnya ketika ban-

gun yang cepat dan sempurna diperlukan.

Kecepatan onset sama dengan barbiturat intravena, masa pemulihan

lebih cepat dan pasien dapat pulang berobat jalan lebih cepat setelah

pemberian propofol.

Kelebihan lainnya pasien merasa lebih nyaman pada periode pasca be-

dah dibanding anestesi intravena lainnya. Mual dan muntah pasca be-

dah lebih jarang karena propofol mempunyai efek anti muntah.

Analgesik

Opioid

Morfin

Pemberian sebelum timbul rasa nyeri lebih efektif daripada sesudah

nyeri.

Dosis 0,2 mg/kgBB, anak-anak harus dikurangi.

Dimetabolisme di hepar secara sempurna.

Potensi adiksi dan depresi respirasi besar.

Fentanyl

Potensi analgesik 75-125x lebih kuat dibanding morfin.

Pada balans anestesi, loading dose 2-8 µg/kgBB dilanjutkan dengan in-

fuse kontinyu 0,5-3 µg/jam. Sebagai obat tunggal untuk menimbulkan

surgical anestesia diperlukan dosis 50-150 µg/kgBB IV. Dengan dosis

2-10 µg IV dipakai untuk mencegah gejolak kardiovaskuler pada tin-

dakan laringoskopi intubasi.

Onset 30 detik. Mencapai puncak 5 menit. Menurun dalam waktu 5

menit kemudian.

Metabolism di hepar.

Menyebabkan adiksi, euphoria, miosis, mual muntah tergantung dosis.

Pethidin / Meperidine

Kekuatan analgesi 1/7 – 1/10x morfin.

Onset 15-20 menit. Puncaknya 15-60 menit. Durasi 2-4 jam.

Dapat menyebabkan pelepasan histamine dan bronkhokonstriksi.

Bisa menimbulkan perubahan kardiovaskuler.

Metabolism di hepar.

Dosis dewasa 1 g/kgBB, lansia perlu dikurangi. Anak 0,5 mg/kgBB.

Tramadol

Kekuatan analgesik 1/10 – 1/5 x morfin.

Onset sekitar 1 jam dan durasi kerja sekitar 6 jam.

Tidak boleh untuk pasien yang sedang mendapatkan terapi penghambat

mono amin oksidase (MAOI),hipersenstitifitas terhadap opioid lain, dan

pasien dengan ketergantungan obat, pasien dengan cedera kepala, pen-

ingkatan tekanan intrakranial (dalam tengkorak), gangguan ginjal atau

hati berat, hipersekresi bronkhial.

Dosis oral, 50–100 mg tidak boleh lebih sering dari 4 jam; total pemaka-

ian lebih dari 400 mg per hari tidak selalu dibutuhkan. Anak–anak tidak

direkomendasikan.

Dosis intramuskular atau intravena (lebih dari 2–3 menit) atau infus in-

travena, 50–100 mg setiap 4–6 jam.

Nyeri pasca bedah, dosis awal 100 mg kemudian 50 mg tiap 10–20

menit, jika diperlukan selama 1 jam pertama hingga total maksimum 250

mg (termasuk dosis awal) pada 1 jam pertama, kemudian 50–100 mg

tiap 4–6 jam , maksimum 600 mg per hari.

NSAID

Ketorolac

Inflamasi akut dalam jangka waktu penggunaan maksimal selama 5 hari.

Sebagian besar ketorolac tromethamine dimetabolisme di hati.

Dikontra indikasikan untuk pasien dengan riwayat gagal ginjal, riwayat

atau sedang menderita ulcerasi peptic, angka trombosit yang rendah.

Pasien dengan umur <65 tahun diberikan dosis 30 mg/8 jam Per hari mak-

simal 120 mg.

Pasien dengan umur >65 tahun dan mempunyai riwayat gagal ginjal atau

berat badannya kurang dari 50 kg, diberikan dosis 15 mg/8 jam. Per hari

maksimal 60 mg.

Pelumpuh otot

Rocuronium

Pelumpuh otot non depolarisasi dengan onset cepat.

Dosis 0,6 mg/kgBB dalam 1 menit sudah dapat dilakukan intubasi dengan

baik dan mulus, tetapi paralise otot yang adekuat untuk berbagai macam

operasi, baru dicapai dalam waktu 2 menit.

Tidak menimbulkan pelepasan histamin.

Banyak dimetabolisme di hepar.

Atracurium

Metabolisme tidak tergantung hepar dan ginjal.

Tidak menyebabkan perubahan kardiovaskuler yang bermakna.

Dosis 0,5-0,6 mg/kgBB untuk intubasi, durasi 30-45 menit.

Dosis 0,3-0,4 mg/kgBB untuk relaksasi, durasi 30-45 menit.

Dosis 0,1-0,15 mg/kgBB untuk maintenance.

Onset 2-3 menit (dosis intubasi).

Mekanisme kerja

a. Anestesi inhalasi

Anestesi inhalasi bekerja secara spontan menekan dan membangkitkan

aktivitas neuron berbagai area di dalam otak. Sebagai anestesi inhalasi

digunakan gas dan cairan terbang yang masing-masing sangat berbeda dalam

kecepatan induksi, aktivitas, sifat melemaskan otot maupun menghilangkan

rasa sakit. Untuk mendapatkan reaksi yang secepat-cepatnya, obat ini pada

permulaan harus diberikan dalam dosis tinggi, yang kemudian diturunkan

sampai hanya sekadar memelihara keseimbangan antara pemberian dan

pengeluaran. Keuntungan anestesi inhalasi dibandingkan dengan anestesi

intravena adalah kemungkinan untuk dapat lebih cepat mengubah kedalaman

anestesi dengan mengurangi konsentrasi dari gas / uap yang diinhalasi.

b. Anestesi intravena

Obat-obat intravena seperti thiopental, etomidate, dan propofol mempunyai

mula kerja anestetis yang lebih cepat dibandingkan terhadap senyawa gas

inhalasi yang terbaru, misalnya desflurane dan sevoflurane. Senyawa intravena

ini umumnya digunakan untuk induksi anestesi. Kecepatan pemulihan pada

sebagian besar senyawa intravena juga sangat cepat.

Farmakokinetika

Dalamnya anestesi ditentukan oleh konsentrasi anestesi di dalam

susunan saraf pusat. Kecepatan pada konsentrasi otak yang efektif (kecepatan

induksi anestesi) bergantung pada banyaknya farmakokinetik yang

mempengaruhi ambilan dan penyebaran anestesi. Faktor tersebut menentukan

perbedaan kecepatan transfer anestesi inhalasi dari paru ke dalam darah serta

dari darah ke otak dan jaringan lainnya. Faktor-faktor tersebut juga turut

mempengaruhi masa pemulihan anestesi setelah anestesi dihentikan.

Dipengaruhi / anan parsial zat anestetik dalam otak. Faktor penentu tekanan 

parsial :

1. Tekanan parsial anestetik gas yang diinspirasi

Untuk mempercepat induksi : kadar gas yang diinspirasi harus lebih

tinggi daripada tekanan parsial yang diharapkan di jaringan

Setelah tercapai, diturunkan untuk pertahankan anestesi

2. Ventilasi paru

Hiperventilasi dapat percepat masuknya gas anestetik ke sirkulasi &

jaringan

Zat larut dalam darah : halothan

3. Pemindahan gas anestetik dr alveoli ke aliran darah

Membran alveoli mudah dilewati gas anestetik secara difusi dari alveoli

ke aliran darh

4. Pemindahan gas anestetik dari aliran dareh ke sel jaringan tubuh

Jaringan yang mempunyai aliran darah cepat, keseimbangan tekanan

parsial lebih mudah tercapai sehingga anestetik gas lebih mudah berpin-

dah.

Farmakodinamika

Anestesi inhalasi bekerja secara spontan menekan dan membangkitkan

aktivitas neuron berbagai area di dalam otak. Untuk mendapatkan reaksi yang

secepat-cepatnya, obat ini pada permulaan harus diberikan dalam dosis tinggi.

Senyawa intravena ini umumnya digunakan untuk induksi anestesi. Kecepatan

pemulihan pada sebagian besar senyawa intravena juga sangat cepat.

Efek samping

Hampir semua anestesi inhalasi yang mengakibatkan sejumlah efek

samping dan yang terpenting adalah :

1. Menekan pernapasan yang pada anestesi dalam terutama ditimbulkan

oleh halotan, enfluran dan isofluran. Efek ini paling ringan pada N2O

dan eter.

2. Menekan sistem kardiovaskuler, terutama oleh halotan, enfluran dan

isofluran. Efek ini juga ditimbulkan oleh eter, tetapi karena eter juga

merangsang sistem saraf simpatis, maka efek keseluruhannya menjadi

ringan.

3. Merusak hati dan ginjal, terutama senyawa klor, misalnya kloroform.

4. Oliguri (reversibel) karena berkurangnya pengaliran darah di ginjal, se-

hingga pasien perlu dihidratasi secukupnya.

5. Menekan sistem regulasi suhu, sehingga timbul perasaan kedinginan

(menggigil) pasca-bedah.

BAB 4

PEMBAHASAN

Pada pasien ini status fisiknya adalah ASA II, artinya pasien dengan

gangguan sistemik ringan sampai sedang yang disebabkan oleh kondisi yang

akan diterapi dengan pembedahan atau oleh proses patofisiologi lainnya.

Penyulit yang ada hanyalah usia tua, tidak didapatkan hipertensi maupun DM.

Pada pasien tua, kadar obat yang dibutuhkan lebih sedikit daripada pasien

dewasa pada umumnya. Selain itu perubahan-perubahan fisiologis pada pasien

ini dapat mengakibatkan perbedaan prosedur anestesi jika dibandingkan pasien

dewasa.

Tindakan pemilihan jenis anestesi pada pasien tua diperlukan beberapa

pertimbangan. Teknik anestesi disesuaikan dengan keadaan umum pasien, jenis

dan lamanya pembedahan, dan bidang kedaduratan. Metode anastesi sebaiknya

seminimal mungkin mendepresi pernapasan dan jantung, sifat analgesik cukup

kuat, tidak menyebabkan trauma psikis pada pasien, toksisitas rendah, aman,

nyaman, dan memungkinkan operator bekerja optimal.

Pada tindakan vitrektomi ini dipilih anestesi umum kombinasi IV

intermitten dan inhalasi. Karena mengurangi kecemasan pasien, dan efek

menurunkan tekanan intraokuler dari obat anestesi yang dipilih.

Pada premedikasi dipilih Midazolam dengan beberapa keuntungan

yaitu tidak menimbulkan nyeri di tempat suntikan, ansiolitik, sedative, anti

konvulsif, dan anterograde amnesia. Mekanisme kerja dan efeknya sama

dengan diazepam, tetapi onset lebih cepat, durasi kerja lebih pendek, dan

kekuatannya 1,5-3x Diazepam.

Rocuronium adalah obat pelumpuh otot non depolarisasi dengan onset

yang cepat. Keuntungannya adalah obat ini tidak menimbulkan pelepasan

histamine dibanding jenis yang lain serta efek vagolitiknya yang baik

digunakan untuk operasi yang memerlukan stimulasi vagal misalnya operasi

mata.

Propofol disini sebagai obat anestesi umum dengan onset dan durasi

yang singkat mempunyai beberapa keuntungan di antaranya pada penderita tua

kebutuhan propofol untuk induksi dan pemeliharaan anestesi berkurang.

Keuntungan lainnya adalah penurunan tekanan intraokuler yang dimiliki.

Kekurangannya adalah obat ini tidak punya efek vagolitik dan adanya rasa

nyeri di tempat suntikan, sehingga untuk mengurangi rasa nyeri, dapat

disuntikkan obat analgesik terlebih dahulu seperti Fentanyl.

Fentanyl adalah obat analgesik opioid yang memliki 75-125x lebih kuat

dibanding Morfin. Obat ini mempunyai onset dan durasi yang cepat. Sehingga

tidak sampai menimbulkan depresi napas yang lama.

Untuk pemeliharaan anestesi digunakan agen inhalasi Sevoflurane.

Agen ini nyaman dipakai karena keuntungannya yang berbau lebih enak dan

tidak iritatif pada jalan napas dibandingkan dengan Isoflurane. Serta bersifat

mudah difusi, brain protector, dan cardio protector.

BAB V

KESIMPULAN

Anestesi pada geriatri atau pasien tua agak berbeda dengan anestesi

pada dewasa muda pada umumnya. Penurunan faal tubuh dan perubahan

degeneratif yang mempengaruhi banyak sistem organ membuat respons pasien

tua terhadap agen-agen anestesi menjadi berbeda.

Pada lapsus ini, pasien menjalani vitrektomi dan jenis anestesi yang

dipakai adalah anestesi umum (iv intermitten dan inhalasi). Anestesi

mempunyai keuntungan pasien kecemasannya terkontrol karena telah disedasi

serta penurunan tekanan intraokuler yang disukai oleh operator.

Namun kemungkinan adanya depresi napas dan efek sedasi yang lebih

panjang juga harus tetap diperhatikan oleh ahli anestesi sehingga saat operator

selesai, pasien bisa dibangunkan segera.

DAFTAR PUSTAKA

1. Morgan GE, Mikhail MS, Murray MJ. Anesthesia for Ophthalmic

Surgery. In: Clinical Anesthesiology. 4th ed, New York: The

McGraw-Hill Co; 2006, 761-68.

2. Soenarjo, Marwoto, Witjaksono, Hariyo S, Uripno B, Abdul L, et

al. Anestesiologi. Semarang: Perhimpunan Dokter Spesialis

Anestesi dan Terapi Intensif Cabang Jawa Tengah; 2013.