Fraktur Shoulder

8
Fraktur Shoulder Fraktur humeri proximal adalah fraktur tulang yang tersering ketiga, setelah fraktur pinggul dan distal radial. Fraktur ini terjadi disebabkan oleh trauma atau akibat jatuh dari ketinggian pada segala usia, sedangkan pada orang tua dengan osteoporosis dapat terjadi fraktur akibat jatuh yang ringan (Nho, et al, 2007).

description

fr

Transcript of Fraktur Shoulder

Page 1: Fraktur Shoulder

Fraktur Shoulder

Fraktur humeri proximal adalah fraktur tulang yang tersering ketiga, setelah fraktur

pinggul dan distal radial. Fraktur ini terjadi disebabkan oleh trauma atau akibat jatuh dari

ketinggian pada segala usia, sedangkan pada orang tua dengan osteoporosis dapat terjadi fraktur

akibat jatuh yang ringan (Nho, et al, 2007).

Page 2: Fraktur Shoulder

Imaging

Pencitraan dilakukan untuk mengetahui teknik operasi yang akan dilakukan. CT scan

merupakan pencitraan yang ideal, yang menunjukkan posisi yang terlibat (Nho, et al, 2007).

Pilihan Terapi

Teknik Bedah Transosseous Suture Fixation

Operasi yang dilakukan berbeda beda untuk tiap masing-masing pola fraktur. Dua bagian

pada fraktur greater tuberosity, dapat digunakan pendekatan anterosuperior pada sepanjang

garis Langer membentang dari aspek lateral akromion ke ujung lateral coracoid. Jika dilakukan

bedah fraktur leher,`digunakan pendekatan deltopektoralis. Jahitan Nonabsorbable digunakan

untuk menyatukan jaringan rotator cuff fragmen anterior, lateral, dan posterior (Nho, et al, 2007).

Indikasi

Transosseous Suture Fixation merupakan pilihan terapi untuk fraktur humerus proksimal

yang memiliki kurang lebih 1 cm perpindahan antara kepala dan fragmen poros atau 5 mm

perpindahan fragmen tuberositas. Keuntungannya dapat terhindar dari risiko yang berkaitan

dengan nyeri , neurovaskular, migrasi, kegagalan (Nho, et al, 2007).

Kontraindikasi

Kontraindikasi dengan cara ini adalah fraktur yang lebih dari enam minggu (Nho, et al,

2007).

Hasil

Flatow et al. melaporkan bahwa semua pasien (dua belas orang) ditatalaksana dengan

tehnik fiksasi transosseous untuk fraktur tuberositas yang besar, mendapatkan hasil yang baik.

Park, et al, dari dua puluh delapan dengan dua bagian besar dari tuberositas, dua bagian leher,

dan tiga bagian besar tuberositas dan patah tulang leher yang dirawat dengan fiksasi jahitan

transosseous, dilaporkan bahwa 78% dari pasien memiliki hasil yang sangat baik (Nho, et al,

2007).

Page 3: Fraktur Shoulder

Gambar : Transosseous Suture Fixation

Teknik Bedah Closed Reduction and Percutaneous

Fixation

Pada bedah fraktur tulang leher, 2-3 benang Kirschner (0,045-0,0625mm) dimasukkan ke

dalam korteks lateral distal menuju insersi deltoid dan ke tulang subchondral dari caput humerus

tanpa menembus permukaan artikular. Resch et al. menjelaskan teknik untuk closed reduction

dan percutaneous fixation pada fraktur proksimal humeri dengan 3-4 bagian. Pada fraktur tulang

dengan 3 bagian, reduksi fraktur subcapital dilakukan dengan adduksi, rotasi internal, dan traksi

aksial pada lengan. Sebuah “pointed hook retractor” dimasukkan ke ruang subacromial untuk

memanipulasi fragmen greater tuberosity yang anterior dan inferior pada posisi anatominya.

Pada fraktur impaksi valgus 4 bagian atau fraktur tulang 4 bagian yang sebenarnya, dapat

dilakukan periosteal elevator untuk mengangkat fragmen artikular (Nho, et al, 2007)..

Indikasi

Percutaneous Fixation pada fraktur humeri proksimal membutuhkan sedikit diseksi dan

oleh karena itu sedikit gangguan dari pasokan pembuluh darah dibandingkan pendekatan bedah

terbuka tradisional yang dilakukan. Percutaneous fixation juga memiliki keuntungan

mengurangi jaringan parut pada interface scapulohumeral dan memudahkan untuk proses

rehabilitasi.

Kontraindikasi

Page 4: Fraktur Shoulder

Kontraindikasi untuk osteopenia yang parah atau osteoporosis. Kominuta dari bagian

medial calcar atau bagian proksimal humeri shaft juga relatif kontraindikasi. Tuberositas

kominusi yang mencegah sekrup atau fiksasi pin menghalangi menggunakan teknik ini.

Akhirnya, jika pengurangan tertutup stabil tidak dapat diperoleh, pengurangan terbuka dengan

fiksasi internal harus dilakukan(Nho, et al, 2007).

Hasil

Pada dua puluh tujuh pasien dengan fraktur tiga bagian atau empat bagian ditatalaksana

dengan Closed Reduction and Percutaneous Fixation menunjukkan pada tiga bagian yang

fraktur, konstan tanpa adanya osteonekrosis pasca operasi. Tiga belas dari delapan belas pasien

dengan empat bagian yang fraktur valgus terjadi osteonekrosis parsial yang terjadi pada satu

pasien. Tidak ada kejadian terjadinya osteonekrosis, komplikasi neurovaskular, atau infeksi

(Nho, et al, 2007).

Teknik Bedah Open Reduction and Internal Fixation—Conventional Plat

Teknik ini diguanakan pada pasien dengan dua, tiga atau empat bagian struktur fraktur

humerus proksimal. Digunakan pendekatan deltopektoralis. Penekanan dilakukan untuk

mereduksi, terutama diberikan untuk mereduksi greater and lesser tuberosities dapat

memperbaiki panjang dari humeri shaft dan retroversi kaput humeri (Nho, et al, 2007).

Indikasi

Sebelum penggunaan locking-plate technology, konvensional plate fixation digunakan

untuk sebagian besar pasien yang memiliki reduksi terbuka dan fraktur fiksasi internal humerus

proksimal. Teknik Conventional Plat memberikan hasil yang memuaskan ketika pengurangan

anatomi dapat sukses. double-plating technique dapat memberikan outcome memuaskan (Nho,

et al, 2007).

Kontraindikasi

Konventional Plat biasanya digunakan untuk pasien muda dengan engsel medial yang

utuh, korteks diaphyseal memadai (> 4 mm), dan tidak ada kominusi metaphyseal. Kerugian dari

sistem traditional plating adalah osteonekrosis karena diseksi luas jaringan lunak (Nho, et al,

2007).

Page 5: Fraktur Shoulder

Hasil

Enam puluh tiga persen pasien memiliki hasil yang baik atau sangat baik. Tujuh pasien

(12%) mengalami komplikasi yang mencakup fraktur perpindahan, osteonekrosis, capsulitis

perekat, pelampiasan subacromial, dan melonggarkan hardware (Nho, et al, 2007).

Teknik Bedah Open Reduction and Internal Fixation—Locked Plate

Pasien diposisikan dengan posisi beach-chair dengan lengan ditempatkan di atas bahu

dan diletakkan pada daerah steril. Digunakan pendekatan deltopektoralis standar untuk bahu.

Bagian anterior deltoid dapat direfleksikan untuk memungkinkan lebih besar eksposur pada

bagian proksimal humerus (Nho, et al, 2007).

Indikasi

Untuk fractures proksimal humerus, penatalaksanaan kaput humerus dapat dengan fiksasi

locked-plat disertai dengan mengimplantasikan local bone atau substitusi bone-graft (Nho, et al,

2007).

Kontraindikasi

Teknik Bedah Open Reduction and Internal Fixation—Locked Plate merupakan

kontraindikasi pada beberapa dislokasi dan fraktur yang melibatkan > 40% dari artikular surface.

Hasil

Semua radiografi menunjukkan bukti terdapat penyembuhan yang sangat baik. Tidak ada

terdapat kegagalan untuk teknik ini (Nho, et al, 2007).

Teknik Bedah Hemiarthroplasty

Diseksi yang dilakukan pada jaringan lunak minimal, tergantung pada pola fraktur dan

cedera jaringan lunak. Hal ini penting untuk mengidentifikasi tuberositas dengan menggunakan

jahitan pada bone-tendon junction untuk mendapatkan kontrol dari rotator cuff dan insersio

tersebut. Setelah persendian telah cukup terbuka dan dibersihkan, penyusunan humeri shaft

Page 6: Fraktur Shoulder

dimulai. Keadaan kritis untuk menempatkan komponen humeri sehingga memiliki jumlah yang

benar tinggi dan retroversinya (biasanya 30 ° sampai 40 °), untuk mencapai hal ini, dapat

digunaka bicipital groove sebagai landmark. Akhirnya, anatomi proksimal dikembalikan, dengan

terutama penekanan pada posisi yang tepat dan aman dari tuberositas melalui berbagai teknik

penjahitan (Nho, et al, 2007).

Indikasi

Hemiarthroplasty diindikasikan untuk fraktur proksimal humeri (fraktur empat bagian,

fraktur tiga bagian pada pasien orang tua dengan osteoporosis, fraktur-dislokasi, dan fraktur

impresi) yang melibatkan >40% dari artikular surface (Nho, et al, 2007).

Kontraindikasi

Infeksi aktif pada sendi bahu dan / atau jaringan lunak sekitarnya merupakan

kontraindikasi untuk dilakukan hemiarthroplasty. Pasien perlu menjalani rehabilitasi intensif

untuk mencapai kesembuhan optimal setelah hemiarthroplasty (Nho, et al, 2007).

.