Lapkas Persalinan Dgn Shoulder Dystocia

26
DAFTAR ISI BAB I PENDAHULUAN......................................2 BAB II LAPORAN KASUS...................................4 I. Identitas Pasien.................................4 II. Anamnesis (16 Agustus 2013, Autoanamnesa)........4 III. Pemeriksaan Fisik................................5 IV. Pemeriksaan Penunjang............................9 V. Diagnosis........................................ 9 VI. Tatalaksana......................................9 BAB II TINJAUAN PUSTAKA...............................10 BAB III DISKUSI.......................................14 DAFTAR PUSTAKA........................................17 1

description

Distosia Bahu

Transcript of Lapkas Persalinan Dgn Shoulder Dystocia

DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN............................................................................................2

BAB II LAPORAN KASUS........................................................................................4

I. Identitas Pasien..............................................................................................4

II. Anamnesis (16 Agustus 2013, Autoanamnesa).............................................4

III. Pemeriksaan Fisik..........................................................................................5

IV. Pemeriksaan Penunjang.................................................................................9

V. Diagnosis.......................................................................................................9

VI. Tatalaksana....................................................................................................9

BAB II TINJAUAN PUSTAKA................................................................................10

BAB III DISKUSI......................................................................................................14

DAFTAR PUSTAKA.................................................................................................17

1

BAB I

PENDAHULUAN

Distosia bahu adalah kesulitan persalinan pada saat melahirkan bahu. Dalam

keadaan ini, maneuver obstetrik lain diperlukan karena tarikan biasa kearah posterior

terhadap tubuh ibu tidak akan berhasil untuk melahirkan bayi. Pada persalinan

persentasi kepala, setelah kepala lahir bahu tidak dapat dilahirkan dengan cara

pertolongan biasa dan tidak didapatkan sebab lain dari kesulitan tersebut.1

Distosia bahu ialah kelahiran kepala janin dengan bahu anterior yang

terhambat diatas sacral promontory maka bayi tidak dapat masuk ke dalam panggul,

atau bahu yang dapat melewati promontorium namun mendapat halangan dari tulang

sakrum (tulang ekor). Lebih mudahnya, distosia bahu adalah peristiwa dimana bahu

janin tersangkut dan tidak dapat dilahirkan setelah kepala janin dilahirkan. Salah satu

kriteria diagnosis distosia bahu adalah bila dalam persalinan pervaginam untuk

melahirkan bahu harus dilakukan maneuver khusus. 1

Kriteria objektif untuk menentukan adanya distosia bahu yaitu interval waktu

antara lahirnya kepala dengan seluruh tubuh. Nilai normal interval waktu antara

persalinan kepala dengan persalinan seluruh tubuh adalah 24 detik, pada distosia

bahu 79 detik. Mereka mengusulkan bahwa distosia bahu adalah bila interval waktu

tersebut lebih dari 60 detik.2

2

Laporan kasus ini melaporkan seorang wanita G2P1A0 berusia 32 tahun

dengan usia kehamilan 40-41 minggu dengan bayi presentasi verteks tanpa adanya

faktor risiko maupun tanda-tanda yang membuat waspada akan terjadinya shoulder

dystocia.

3

BAB II

LAPORAN KASUS

I. Identitas Pasien

- Nomor Rekam Medis : 1201-7010

- Nama : Ny. SF

- Usia : 32 tahun

- Tempat, Tanggal Lahir : Tangerang, 20/02/1981

- Status : Menikah

- Agama : Islam

- Pendidikan : SD

- Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga

- Suku : Sunda/Indonesia

- Waktu kedatangan : Pukul 02.00 (16/08/2013)

II. Anamnesis (16Agustus 2013, Autoanamnesa)

- Keluhan Utama

Mules sejak 16 jam yang lalu

- Riwayat Penyakit Sekarang

Pasien merasakan mules yang teratur sejak 16 jam yang lalu. Pada

mulanya mules dirasakan setiap 5 menit sekali, namun sekarang

dirasakan lebih sering dari sebelumnya. Selain mules, pasien juga

mengeluhkan adanya lendir darah yang keluar 4 jam sebelum ke

puskesmas. Pasien menyatakan sudah mengeluarkan air-air dari

kemaluannya sejak 1 jam yang lalu.

- Riwayat Menstruasi

Hari Pertama Haid Terakhir : 5/11/2012

Taksiran Persalinan menurut HPHT : 12/08/2013

4

Menarche : 13 tahun

Siklus : 30 hari

Durasi : 5 hari

Nyeri ketika haid : (-)

Menopause : belum

- Riwayat Obstetri

Pasien dengan riwayat obstetri G2P1A0.

Laki, usia 4 thn, persalinan spontan per vaginam, berat lahir

3300 gram, ditolong oleh dukun

- Riwayat Kontrasepsi

Menggunakan KB suntik progestin 3 bulan sekali. Pasien sudah

berhenti menggunakan kontrasepsi terakhir pada Maret 2012.

- Riwayat Penyakit Dahulu

Pasien menyatakan tidak pernah sakit berat sehingga harus dirawat di

rumah sakit sebelumnya.Pasien mengaku tidak pernah didiagnosis

menderita hipertensi, asma, alergi ataupun diabetes.

- Riwayat Pribadi dan Sosial ekonomi

Pasien adalah ibu rumah tangga dan tidak bekerja. Suami pasien

merupakan seorang pegawai swasta. Pasien menyangkal merokok

ataupun menggunakan obat-obatan terlarang selama kehamilan.

- Riwayat Penyakit Keluarga

Pasien tidak memiliki riwayat penyakit hipertensi, diabetes mellitus,

alergi dan asma dalam keluarga. Keluarga pasien tidak memiliki

keturunan kembar.

III. Pemeriksaan Fisik

- Tanda Vital

TD : 120/70 mmHg

5

Nadi : 80 x/ menit

Pernapasan : 14 x/ menit

Suhu : 36.7°C

Berat Badan : 63 kg

Tinggi Badan : 160 cm

Kenaikan BB :10kg

- Status Generalis

Keadaan umum : Baik

Kesadaran : Compos Mentis

- Status Lokalis

Kepala dan wajah

Bentuk kepala normosefal, lesi pada permukaan kulit kepala

(-), ekspresi wajah tampak tenang, simetris antara kiri dan

kanan.

Mata

Melalui Inspeksi bentuk luar kedua mata, tampak simetris.

Konjungtiva anemis (-/-) dan sklera ikterik (-/-). Pupil bulat

isokor, reaktif terhadap cahaya dan simetris.

THT

Bentuk dan ukuran telinga normal, posisinya simetris dan

sejajar. Pasien menyatakan tidak ada gangguan pendengaran.

Bentuk hidung tampak simetris, proporsional, terletak pada

garis tengah.Pasien mengatakan tidak ada gangguan

penciuman.

Rongga mulut tidak disertai sariawan, mukosa bibir lembab

dan tampak sedikit pucat. Lidah tidak kotor dan tidak ada

deviasi. Faring hiperemis (-), keadaan tonsil tenang T1/T1.

Leher

6

Bentuk leher secara umum simetris, sejajar, dan sesuai dengan

posisi kepala. Pembesaran kelenjar getah bening (-).

Thorax

Bentuk normal dengan posisi simetris dan sejajar, tidak

menunjukkan adanya kelainan bentuk dada. Penilaian

diameter anteroposterior : diameter transversal = 1:2 =

Normal. Retraksi iga saat inspirasi (-).Perkembangan dada

pergerakan nafas kedua sisi simetris.

Mammae

Simetris, tidak teraba benjolan. Areola mammae pigmentasi

normal.Colostrum (+)

Paru-paru

Taktil fremitus, getaran terasa sama di kedua lapang paru.

Hasil perkusi sonor pada kedua lapang paru.Bunyi nafas

vesikuler, bunyi nafas tambahan (-).

Jantung

Bunyi jantung murni, S1 dan S2 reguler.Bunyi jantung

tambahan, Murmur dan Gallop (-).

Abdomen

Datar, supel, lesi (-),dan tampak simetris.Teraba pembesaran

uterus pada pertengahan umbilicus dan simfisis pubis. Striae

gravidarum (+), protrusi umbilicus (+),nyeri tekan (-).Bising

usus (+) dan dalam batas normal, perkusi timpani.

Hati dan Limpa

Hati dan limpa tidak teraba.

Ekstremitas atas dan bawah

7

Bentuk secara umum dalam batas normal, lesi (-), akral

hangat, capillary refill < 2 detik, edema (-), varises bilateral

(-), reflek normal.

- Status Obstetri

Pemeriksaan Luar

Tinggi Fundus Uteri : 34 cm

Denyut Jantung Janin : 130-140 x/menit

Letak : Memanjang

HIS : 4 x 10” x 60’

Palpasi

- Leopold I : teraba bagian yang lunak di

bagian bawah, kesan bokong.

- Leopold II : teraba bagian yang tidak

bergelombang dan panjang seperti papan di

bagian dekstra, kesan punggung (PUKA) dan

teraba bagian-bagian yang kecil di bagian

sinistra, kesan ekstremitas

- Leopold III : teraba bagian yang bulat, keras,

dan balotemen (+), kesan kepala

- Leopold IV : bagian terbawah janin sudah

masuk pintu atas panggul, 2/5 bagian

Pemeriksaan Dalam

Pembukaan serviks : 8 cm

Penipisan / effacement :100%

Konsistensi serviks :lunak

Posisi uterus :anterior

Penurunan :H III+/ station +1

Ketuban :Jernih

8

Posisi janin :teraba verteks, oksiput kanan anterior.

IV. Pemeriksaan Penunjang

- Pemeriksaan USG

Tidak pernah dilakukan

V. Diagnosis

G2P1A0 gravida 40-41 minggu dengan presentasi kepala persalinan kala I, fase

aktif

VI. Tatalaksana

- Observasi kemajuan kala I, rehidrasi dan memberikan dukungan

emosional bagi sang ibu.

- Dilakukan persalinan per vaginam dengan perasat Mc-Roberts dan

penekanan fundus untuk melahirkan bahu anterior bayi, dilanjutkan

dengan kelahiran bahu posterior bayi.

Terjadi Shoulder dystocia

Bayi lahir pk. 05:20, tidak menangis, warna biru, gerakan

pasif dengan kelamin perempuan

Apgar Score pada menit pertama dan kelima: 3/7

Berat Badan : 3500 gram

Tinggi Badan : 48 cm

Diameter Biparietal: 9,5cm

Diameter Biakromion: 12cm

VII. Prognosis

Ibu memiliki 25% risiko untuk mengalami distosia bahu pada kehamilan

berikutnya menurut studi yang tercatat. 9

9

BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

Distosia bahu merupakan kegawat daruratan obstetri karena terbatasnya

waktu persalinan dapat menyebabkan trauma janin dan komplikasi pada

ibu.Kejadiannya sulit diperkirakan setelah kepala lahir, kepala seperti ―kura-kura,

dan persalinan bahu mengalami kesulitan.3

Angka kejadian distosia bahu bervariasi antara 0.6 – 1.4% dari persalinan

normal. Cedera maternal adalah perdarahan postpartum dan laserasi derajat

keempat. Cedera neonatal mayor dikaitkan dengan distosia bahu meliputi pleksus

brakialis palsies, patah tulang dari klavikula dan humerus, ensefalopati iskemik

hipoksik dan dalam kasus yang jarang terjadi, kematian neonatal. Untungnya, hanya

minoritas distosia bahu berujung pada cedera neonatal dengan tingkat yang

dilaporkan cedera berkisar antara 4% sampai 40% dari kasus tersebut.4

Beberapa faktor risiko selama masa kehamilan (antepartum) dapat dinilai

sebagai pertanda akan terjadinya distosia bahu yang diantaranya adalah:5

1) Riwayat melahirkan bayi dengan penyulit distosia bahu

2) Bayi makrosomia ( > 4000gr)

3) Ibu dengan riwayat diabetes atau gangguan intoleransi glukosa

4) Penambahan berat badan ibu yang berlebih selama kehamilan ( > 16kg

dengan BMI 18-23)

10

5) Ibu dengan obesitas ( BMI > 25)

6) Kehamilan post-term ( > 42 minggu)

Masalah pada saat persalinan (intrapartum) juga berisiko untuk menimbulkan

distosia bahu yang diantaranya adalah: 6

1) Persalinan Presipitatus pada kala II ( < 20 min)

2) Persalinan per-vaginum dengan alat bantu seperti vakum, forceps dll.

3) Kala II yang memanjang ( > 2 jam untuk pasien nullipara dan >1 jam untuk

pasien multipara)

4) Induksi persalinan

Faktor risiko yang tertera merupakan alarm dari tenaga kesehatan untuk

mengantisipasi distosi bahu pada saat persalinan. Meskipun demikian, banyak dari

kasus distosia bahu tidak dapat diprediksi karena pasien tidak memiliki satupun dari

faktor risiko tersebut. Oleh sebab itu, sangat disarnkan bagi ibu-ibu hamil untuk

mendapatkan skrining tes gula darah agar keadaan diabetes pada kehamilan dapat

dikontrol ketat guna menghasilkan bayi dengan berat badan yang normal and

kesehatan yang optimal. 5

Tatalaksana dari pengelolaan distosia bahu meliputi maneuver obstetrik yang

telah dirancang untuk memperkecil diameter bahu dan memperluas jalan lahir ibu.

Langkah pertama dalam penanggulan kasus distosia bahu adalah membuat

episiotomi atau memperluas luka episiotomy, jika belum dilakukan. Selanjutnya

adalah dengan melakukan Mc-Roberts maneuver yaitu dengan gerakan fleksi

11

maksimal pada kedua kaki dan pinggul ibu. Hal ini akan membuat inklinasi pinggul

menjadi lebih luas. 7

Jika maneuver tersebut tetap tidak dapat membebaskan bahu, maka dilakukan

disimpaksi bahu anterior dengan teknik Massanti secara eksternal atau teknik Rubin

secara internal. Jika hal tersebut tetap gagal dalam kelahiran bahu, maka dilakukan

rotasi bahu bayi dengan teknik Wood Corskcrew ataupun teknik Shwartz untuk

ekstraksi lengan posterior.7

12

E F

Gambar 1.Manuver Obstetrik. A. Mc-Roberts Manuever. B.Penekan supra-pubik

C. Massanti (Esternal Disimpaksi bahu anterior ) D. Rubin (Internal Disimpaksi bahu

anterior) E. Wood-Corksrew Manuever F.Shwartz (Ekstraksi lengan)

Gambar dikutip dari: Cunningham FG, Leveno KJ, Bloom SL, Hauth JC, Rouse DJ, Spong CY.

Chapter 27.Shoulder Dystocia. In: Cunningham FG, Leveno KJ, Bloom SL, Hauth JC, Rouse DJ,

Spong CY Williams Obstetrics. 23rd edition. The McGraw-Hill Companies, 2010. p. 510-20

13

Upaya untuk mengatasi distosia bahu telah berfokus terutama pada pelatihan

dalam pengelolaan akut dari distosia bahu dan mengembangkan strategi risiko untuk

perempuan pada risiko distosia bahu sehingga bahwa seorang kelahiran sesar

profilaksis dapat dipertimbangkan. Dengan demikian, jumlah besar kelahiran sesar

profilaksis yang akan diperlukan untuk menghindari tunggal kasus distosia bahu

mengakibatkan cedera neonatal permanen menimbulkan beban keuangan terlalu

tinggi dan akan mengakibatkan morbiditas substansial.7

Rekurensi untuk timbulnya distosia bahu pada kehamilan berikut jika seorang

ibu pernah melahirkan bayi dengan distosia bahu tercatat sekitar 25% dan untuk saat

ini belum ditemukan adanya hubungan antara jumlah anak, paritas, durasi persalinan,

jarak kehamilan dengan insiden persalinan dengan distosia bahu.9

14

BAB IV

DISKUSI

Pasien ini memiliki tinggi fundus 34cm yang dilakukan sewaktu Ia datang ke

puskesmas untuk bersalin. Seminggu (9/8/2013) sebelum persalinan tersebut, pasien

memeriksa kehamilannya pada bidan desa dan tidak pernah dinyatakan memiliki

bayi dengan perkiraan berat badan yang besar. Disamping itu, pasien adalah seorang

gravida satu dengan riwayat persalinan janin dengan berat badan 3300 gram tanpa

masalah. Pasien juga memliki postur tubuh yang tidak dapat digolongkan sebagai

wanita dengan perkiraan panggul sempit (tinggi badan < 145cm). Dari TFU dan

penurunan kepala bayi, janin diperkirakan memiliki berat badan 3565 dengan

Johnson’s formula, namun persalinan ini dipersulit dengan keadaan distosia bahu.

Penanganan menurut literatur dan pedoman yang berlaku secara internasional

adalah ekstensi luka episiotomi dikombinasi dengan berbagai maneuver untuk

melahirkan bahu. Namun, sayangnya pada pasien ini tidak dilakukan tindakan

tersebut oleh tenaga kesehatan puskesmas meskipun maneuver McRoberts gagal

untuk melahirkan bahu janin.

Pasien datang ke puskesmas Balaraja dengan kondisi sudah memasuki kala I,

fase aktif deselerasi lambat, dimana pembukaan serviks 8cm disertai 100%

effacement, konsistensi serviks yang lunak, dan presentasi kepala/verteks. Presentasi

15

vertex merupakan tipe presentasi yang paling umum ditemukan. Presentasi tipe ini

umumnya direkomendasikan untuk persalinan secara per vaginam. Melihat kemajuan

persalinan yang baik sesuai dengan partograf, pasien direncanakan untuk persalinan

per vaginum secara spontan.

Kepala dilahirkan tanpa hambatan, namun lilitan tali pusat yang tidak dapat

dibebaskan pada leher bayi segera digunting. Ekspulsi bahu anterior dilakukan

dengan traksi posterior dan anterior, namun gagal untuk melahirkan bahu anterior

maupun posterior selama 60 detik. Pasien dibantu untuk melakukan Mc-Roberts

maneuver dengan satu asisten melakukan penekanan supra-pubis. Traksi lateral

secara paksa kembali dilakukan tanpa episiotomi maupun maneuver obstetrik

lainnya, meskipun hal ini salah. Teknik selanjutnya yang sebaiknya dilakukan adalah

disimpaksi bahu anterior dengan cara eksternal seperti maneuver Massanti ataupun

maneuver Rubin secara internal. Enam puluh detik kemudian, ekspulsi bahu janin

terjadi diikuti dengan ekspulsi badan dan kaki janin. Bayi lahir pada pukul 05:20,

tidak menangis, gerakan pasif, warna biru, jenis kelamin perempuan, dengan Apgar

score menit pertama 3 dan menit kelima 7. Pemasangan nasal kanul oksigen

3L/menit diberikan berikut dengan rangsangan taktil pada bayi. Tiga menit setelah

resusitasi, bayi menangis keras dengan perubahaan warna kulit menjadi kemerahan.

Ibu dilakukan penanganan aktif kala III dengan suntikan oksitosin 10 IU, IM

disertai dengan peregangan tali pusat.Plasenta lahir pada pukul 5:35 dengan keadaan

utuh dan membran intak. Uterus berkontraksi kuat dengan perdarahan minimal.

16

Robekan jalan lahir terlihat pada arah mukosa vagina lateral kiri berikut dengan

bagian posterior sampai pada kedalaman muskulus perineal transversus. Ibu

diberikan infiltrasi lidocaine 2%, 2mL disekitar perineum dan dilakukan penjahitan

continuous-interlocking stitch sampai pada perineum. Ibu kemudian diberikan

edukasi mengenai kontrasepsi yang efektif berikut dengan kemungkinannya untuk

mengalami persalinan dengan distosia bahu pada kehamilan berikutnya. Untuk bayi,

sebaiknya dilakukan foto X-ray untuk melihat adanya fraktur pada clavikula maupun

atau humerus akibat traksi paksa yang dilakukan saat persalinan.

17

DAFTAR PUSTAKA

1. American College of Obstetricians and Gynaecologists. Shoulder Dystocia. In

practice Bulletin No.40.100.2002:1045-50

2. Allen RH, Rosenbaum TC, Ghidini A, Poggi SH, Spong CY. Correlating head-

to-body delivery intervals with neonatal depression in vaginal births that result in

permanent brachial plexus injury. American Journal of Obstetrics and

Gynaecoogy. Aug 2001;185(2):268-74.

3. Gurewitsch ED. Optimizing shoulder dystocia management to prevent birth

injury. Clinical Obstetrics and Gynaecology. Sep 2007;50(3)592-606

4. Gurewitsch ED, Allen RH. Epidemiology of shoulder dystocia and its associated

neonatal complicaions. In:E Sheiner. Textbook of Perinatal Epidemiology.

Hauppauge NY: Nova Scientific Publishers; 2010

5. Acker DB, Sachs BP, Friedman EA. Risk factors for shoulder dystocia.

Obstetrics and Gynaecology. Dec 1985;66(6):762-8 .

6. Benedetti TJ, Gabbe SG. Shoulder Dystocia. A complication of fetal macrosomia

and prolonged second stage of labor with midpelvic delivery. Obstetrics and

Gynaecology. Nov 1978;52(5):526-9

7. Royal College of Obstetrician and Gynaecologists. Shoulder Dystocia. In

Guideline No 45.2005

8. Cunningham FG, Leveno KJ, Bloom SL, Hauth JC, Rouse DJ, Spong CY.

Chapter 27. Shoulder Dystocia. In: Cunningham FG, Leveno KJ, Bloom SL,

Hauth JC, Rouse DJ, Spong CY Williams Obstetrics. 23rd edition. The McGraw-

Hill Companies, 2010. p. 510-20

9. Lewis DF, Raymond RC, Perkins MB, Brooks GG, Heymann AR. Recurrence

rate of shoulder dystocia. American Journal of Obstetrics and Gynaecology. May

1995;172(5)1369-71

10. Mollberg M, Wennergren M, Bager B, Ladfors L, Hagberg H. Obstetric brachial

plexus palsy: a prospective study on risk factors related to manual assistance

18

during second stage of labor. Acta Obstetrics and Gynaecology Scand.

2007;86(2):198-204

19