FRAKTUR EDITTT

23
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Kemajuan kehidupan masyarakat sekarang ini telah mengalami perubahan dalam berbagai bidang, misalnya dalam bidang ilmu dan teknologi yang secara tidak langsung mempengaruhi pola hidup masyarakat. Perubahan teknologi yang terlihat pada saat ini adalah teknologi dibidang transportasi. Perusahaan-perusahaan kendaraan bermotor saling berlomba-lomba memberikan karya terbaiknya. Meningkatnya teknologi dibidang transportasi dapat meningkatkan intensitas kecelakaan (Isbagyo, 2000). Badan kesehatan dunia (WHO) mencatat tahun 2007 terdapat lebih dari delapan juta orang meninggal dikarenakan insiden kecelakaan dan sekitar 2 juta orang mengalami kecacatan fisik. Salah satu insiden kecelakaan yang memiliki prevalensi cukup tinggi yakni insiden fraktur ekstremitas bawah yakni sekitar 46,2% dari insiden kecelakaan yang terjadi. Insiden fraktur di USA diperkirakan menimpa satu orang pada 10.000 populasi setiap tahunnya (Armis, 2008) Sekitar delapan juta orang mengalami kejadian fraktur yang berbeda dan penyebab yang berbeda, hasil survey tim Depkes RI didapatkan 25% penderita fraktur mengalami kematian, 45% mengalami cacat fisik, 15% mengalami stress psikologis karena cemas bahkan depresi, dan 10% mengalami kesembuhan dengan baik. Kecelakaan merupakan pembunuh nomor tiga di Indonesia selain kematian, kecelakaan juga dapat menimbulkan patah tulang dan kecacatan (Departement Kesehatan Republik Indonesia, 2007). Data dari Riset Kesehatan Dasar 2007 di Indonesia terjadi kasus fraktur yang disebabkan oleh cedera antara lain karena jatuh, kecelakaan lalu lintas dan trauma benda tajam atupun tumpul. Dari 45.987 peristiwa terjatuh yang mengalami fraktur sebanyak 1.775 orang(3,8%), dari 20.829 kasus kecelakaan lalu lintas, yang mengalami fraktur sebanyak 1.770 orang (8,5%), dari 14.127 trauma benda tajam atau tumpul, yang mengalami fraktur sebanyak 236 orang (1,7%). Di Provinsi Jawa Tengah tahun 2007 didapatkan sekitar 2.700 orang mengalami insiden fraktur, 56% penderita mengalami kecacatan fisik, 24% mengalami kematian, 15% 1

Transcript of FRAKTUR EDITTT

Page 1: FRAKTUR EDITTT

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Kemajuan kehidupan masyarakat sekarang ini telah mengalami perubahan dalam berbagai bidang, misalnya dalam bidang ilmu dan teknologi yang secara tidak langsung mempengaruhi pola hidup masyarakat. Perubahan teknologi yang terlihat pada saat ini adalah teknologi dibidang transportasi. Perusahaan-perusahaan kendaraan bermotor saling berlomba-lomba memberikan karya terbaiknya. Meningkatnya teknologi dibidang transportasi dapat meningkatkan intensitas kecelakaan (Isbagyo, 2000).

Badan kesehatan dunia (WHO) mencatat tahun 2007 terdapat lebih dari delapan juta orang meninggal dikarenakan insiden kecelakaan dan sekitar 2 juta orang mengalami kecacatan fisik. Salah satu insiden kecelakaan yang memiliki prevalensi cukup tinggi yakni insiden fraktur ekstremitas bawah yakni sekitar 46,2% dari insiden kecelakaan yang terjadi. Insiden fraktur di USA diperkirakan menimpa satu orang pada 10.000 populasi setiap tahunnya (Armis, 2008) Sekitar delapan juta orang mengalami kejadian fraktur yang berbeda dan penyebab yang berbeda, hasil survey tim Depkes RI didapatkan 25% penderita fraktur mengalami kematian, 45% mengalami cacat fisik, 15% mengalami stress psikologis karena cemas bahkan depresi, dan 10% mengalami kesembuhan dengan baik. Kecelakaan merupakan pembunuh nomor tiga di Indonesia selain kematian, kecelakaan juga dapat menimbulkan patah tulang dan kecacatan (Departement Kesehatan Republik Indonesia, 2007). Data dari Riset Kesehatan Dasar 2007 di Indonesia terjadi kasus fraktur yang disebabkan oleh cedera antara lain karena jatuh, kecelakaan lalu lintas dan trauma benda tajam atupun tumpul. Dari 45.987 peristiwa terjatuh yang mengalami fraktur sebanyak 1.775 orang(3,8%), dari 20.829 kasus kecelakaan lalu lintas, yang mengalami fraktur sebanyak 1.770 orang (8,5%), dari 14.127 trauma benda tajam atau tumpul, yang mengalami fraktur sebanyak 236 orang (1,7%). Di Provinsi Jawa Tengah tahun 2007 didapatkan sekitar 2.700 orang mengalami insiden fraktur, 56% penderita mengalami kecacatan fisik, 24% mengalami kematian, 15% mengalami kesembuhan dan 5% mengalami gangguan psikologis atau depresi terhadap adanya kejadian fraktur. Di tahun 2009 jumlah pasien mencapai 184 kasus fraktur. 46 kasus diantaranya merupakan fraktur tibia, cruris, dan fraktur fibula. Tahun 2010 angka fraktur meningkat 202 kasus dan kasus fraktur tibia, cruris serta fibula menurun menjadi 38 kasus. Tahun 2011 angka kejadian fraktur di rumah sakit islam menurun 196 kasus dari tahun 2010 , akan tetapi angka kejadian fraktur tibia, fibula, dan crusis masih cukup tingi yaitu 38 kasus ( Rekam Medik RSI Muhammadiyah, 2012).

A. TUJUAN

1. Tujuan Umum

Tujuan umum yang ingin dicapai adalah mahasiswa dapat menerapkan asuhan keperawatan pada klien dengan gangguan muskolskeletal fraktur cruris

2. Tujuan Khusus

Dengan disusunnya laporan ini, diharapakan mahasisiwa dapat :

1

Page 2: FRAKTUR EDITTT

a. Melaksanakan pengkajian keperawatan pada klien fraktur cruris

b. Menganalisa masalah-masalah keperawatan yang muncul pada klien fraktur

cruris.

c. Merumuskan diagnosa keperawatan dan memprioritaskan diagnosa keperawatan

pada klien fraktur cruris.

d. Menyusun rencana keperawatan pada klien fraktur cruris.

e. Melakukan tindakan keperawatan pada klien fraktur cruris.

f. Melakukan tindakan evaluasi keperawatan pada klien fraktur cruris.

B. MANFAAT

a. Bagi Mahasiswa

1) Meningkatkan pengetahuan tentang asuhan keperawatan fraktur cruris.

2) Menambah ketrampilan mahasisawa dalam menerapkan asuhan

keperawatan fraktur cruris

2

Page 3: FRAKTUR EDITTT

BAB II

LAPORAN PENDAHULUAN FRAKTUR

A. PENGERTIAN

Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang dan ditentukan sesuai jenis dan

luasnya. Fraktur terjadi jika tulang dikenai stress yang lebih besar dari pada yang

dapat diabsorpsinya. Fraktur dapat disebabkan oleh pukulan langsung, gaya

meremuk, gerakan puntir mendadak dan bahkan kontraksi otot ekstrem. Meskipun

tulang patah , jaringan di sekitarnya juga akan terpengaruh mengakibatkan edema

jaringang lunak, perdarahan ke otot dan sendi, dislokasi sendi, ruptur tendo,

kerusakan saraf dan kerusakan pembuluh darah. Organ tubuh dapat mengalami

cedera akibat gaya yang disebabkan oleh fraktur atau akibat fragmen tulang (Burner

at all, 2002).

Fraktur tertutup adalah bila tidak ada hubungan patah tulang dengan dunia luar.

Fraktur terbuka adalah fragmen tulang meluas melewati otot dan kulit, dimana

potensial untuk terjadi infeksi (Sjamsuhidajat, 1999).

B. ETIOLOGI

Menurut Apley dan Salomon (1995), tulang bersifat relative rapuh namun cukup

mempunyai kekuatan gaya pegas untuk menahan tekanan

Fraktur dapat disebabkan oleh

1. Cedera dan benturan seperti pukulan langsung, gaya meremuk, gerakan puntir

mendadak, kontraksi otot ekstrim.

2. Letih karena otot tidak dapat mengabsorbsi energi seperti berjalan kaki terlalu jauh

3. Kelemahan tulang akibat penyakit kanker atau osteoporosis pada fraktur patologis.

Menurut Sachdeva (1996), penyebab fraktur dapat dibagi menjadi tiga yaitu :

1. Cedera traumatik

Cedera traumatik pada tulang dapat disebabkan oleh :

a. Cedera langsung berarti pukulan langsung terhadap tulang sehingga tulang pata

secara spontan. Pemukulan biasanya menyebabkan fraktur melintang dan

kerusakan pada kulit diatasnya.

b. Cedera tidak langsung berarti pukulan langsung berada jauh dari lokasi benturan,

misalnya jatuh dengan tangan berjulur dan menyebabkan fraktur klavikula.

c. Fraktur yang disebabkan kontraksi keras yang mendadak dari otot yang kuat.

3

Page 4: FRAKTUR EDITTT

2. Fraktur Patologik

Dalam hal ini kerusakan tulang akibat proses penyakit dimana dengan trauma minor

dapat mengakibatkan fraktur dapat juga terjadi pada berbagai keadaan berikut :

a. Tumor tulang (jinak atau ganas) : pertumbuhan jaringan baru yang tidak

terkendali dan progresif.

b. Infeksi seperti osteomielitis : dapat terjadi sebagai akibat infeksi akut atau dapat

timbul sebagai salah satu proses yang progresif, lambat dan sakit nyeri.

c. Rakhitis : suatu penyakit tulang yang disebabkan oleh defisiensi Vitamin D yang

mempengaruhi semua jaringan skelet lain, biasanya disebabkan oleh defisiensi

diet, tetapi kadang-kadang dapat disebabkan kegagalan absorbsi Vitamin D atau

oleh karena asupan kalsium atau fosfat yang rendah.

Secara spontan : disebabkan oleh stress tulang yang terus menerus misalnya pada

penyakit polio dan orang yang bertugas dikemiliteran.

C. KLASIFIKASI

1. Menurut jumlah garis fraktur :

a. Simple fraktur (terdapat satu garis fraktur)

b. Multiple fraktur (terdapat lebih dari satu garis fraktur)

c. Comminutive fraktur (banyak garis fraktur/fragmen kecil yang lepas)

2. Menurut luas garis fraktur :

a. Fraktur inkomplit (tulang tidak terpotong secara langsung)

b. Fraktur komplit (tulang terpotong secara total)

c. Hair line fraktur (garis fraktur hampir tidak tampak sehingga tidak ada

perubahan bentuk tulang)

3. Menurut bentuk fragmen :

a. Fraktur transversal (bentuk fragmen melintang)

b. Fraktur obligue (bentuk fragmen miring)

c. Fraktur spiral (bentuk fragmen melingkar)

4.Menurut hubungan antara fragmen dengan dunia luar :

a. Fraktur terbuka (fragmen tulang menembus kulit), terbagi 3 :

1) Pecahan tulang menembus kulit, kerusakan jaringan sedikit,

kontaminasi ringan, luka <1 cm.

2) Kerusakan jaringan sedang, resiko infeksi lebih besar, luka >1 cm.

3) Luka besar sampai ± 8 cm, kehancuran otot, kerusakan

neurovaskuler,kontaminasi besar.

b. Fraktur tertutup (fragmen tulang tidak berhubungan dengan dunia luar)

4

Page 5: FRAKTUR EDITTT

D. PATOFISIOLOGI

E. MANIFESTASI KLINIS

1. Deformitas

Daya terik kekuatan otot menyebabkan fragmen tulang berpindah dari

tempatnya perubahan keseimbangan dan contur terjadi seperti :

a. Rotasi pemendekan tulang

b. Penekanan tulang

2. Bengkak : edema muncul secara cepat dari lokasi dan ekstravaksasi darah

dalam jaringan yang berdekatan dengan fraktur

3. Echumosis dari Perdarahan Subculaneous

4. Spasme otot spasme involunters dekat fraktur

5. Tenderness/keempukan

6. Nyeri mungkin disebabkan oleh spasme otot berpindah tulang dari tempatnya

dan kerusakan struktur di daerah yang berdekatan.

7. Kehilangan sensasi (mati rasa, mungkin terjadi dari rusaknya

saraf/perdarahan)

8. Pergerakan abnormal

5

Page 6: FRAKTUR EDITTT

9. Shock hipovolemik hasil dari hilangnya darah

Krepitasi (Black, 1993)

F. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK

1. Foto Rontgen

Untuk mengetahui lokasi fraktur dan garis fraktur secara langsung

Mengetahui tempat dan type fraktur

Biasanya diambil sebelum dan sesudah dilakukan operasi dan selama proses

penyembuhan secara periodik

2. Skor tulang tomography, skor C1, Mr1 : dapat digunakan mengidentifikasi

kerusakan jaringan lunak.

3. Artelogram dicurigai bila ada kerusakan vaskuler

4. Hitung darah lengkap HT mungkin meningkat ( hemokonsentrasi ) atau menrurun

( perdarahan bermakna pada sisi fraktur atau organ jauh pada trauma multiple)

5. Peningkatan jumlah SDP adalah respon stres normal setelah trauma

6. Profil koagulasi perubahan dapat terjadi pada kehilangan darah transfusi multiple

atau cedera hati.

7. SCAN TULANG

8. TES KULTUR DAN SENSITIFITAS

Pemeriksaan mikroorganisme kultur dan test sensitivitas: didapatkan

mikroorganisme penyebab infeksi.

9. BIOPSI TULANG (INFEKSI)

Biopsi tulang dan otot: pada intinya pemeriksaan ini sama dengan pemeriksaan

diatas tapi lebih dindikasikan bila terjadi infeksi.

10. ATROSKOPI

Arthroscopy: didapatkan jaringan ikat yang rusak atau sobek karena trauma yang

berlebihan

11. ENDIOIMAGINE

Indium Imaging: pada pemeriksaan ini didapatkan adanya infeksi pada tulang.

12. Kalsium Serum dan Fosfor Serum meningkat pada tahap penyembuhan tulang.

13. Alkalin Fosfat meningkat pada kerusakan tulang dan menunjukkan kegiatan

osteoblastik dalam membentuk tulang.

14. Enzim otot seperti Kreatinin Kinase, Laktat Dehidrogenase (LDH-5), Aspartat

Amino Transferase (AST), Aldolase yang meningkat pada tahap penyembuhan

tulang.

15. Elektromyografi: terdapat kerusakan konduksi saraf yang diakibatkan fraktur.

(  Marlyn E. Doenges, 1999 : 762 )

6

Page 7: FRAKTUR EDITTT

G. PENATALAKSANAAN

1. Penatalaksanaan Kedaruratan

Segera setelah cedera, pasien berada dalam keadaan bingung, tidak

menyadari adanya fraktur, dan berusaha berjalan dengan tungkai yang patah.

Maka bila dicurigai adanya fraktur, penting untuk mengimobilisasi bagian

tubuh segera sebelum pasien dipindahkan. Bila pasien yang mengalami

cedera harus dipindahkan dari kendaraan sebelum dapat dilakukan

pembidaian, ekstremitas harus disangga diatas dan dibawah tempat patah

untuk mencegah gerakan rotasi maupun angulasi. Gerakan fragmen patahan

tulang dapat menyebabkan nyeri, kerusakan jaringan lunak, dan perdarahan

lebih lanjut. Pembidaian yang memadai sangat penting mencegah kerusakan

jaringan lunak oleh fragmen tulang.

2. Prinsip Penanganan Fraktur

Sasaran tindakan terhadap fraktur, yaitu :

a. Mengembalikan fragmen tulang ke posisi anatomis normal ( reduksi )

b. Mempertahankan reduksi sampai terjadi penyembuhan ( imobilisasi )

c. Mempercepat pengembalian fungsi dan kekuatan normal bagian yang

terkena (rehabilitasi)

a. Metode untuk mencapai reduksi fraktur, antara lain :

1) Reduksi tertutup / ORIF (Open Reduction Internal Fixation)

Reduksi fraktur (setting tulang) berarti mengembalikan fragment tulang pada

kesejajarannya dan rotasi anatomis. Reduksi tertutup, traksi, dapat dilakukan

untuk mereduksi fraktur. Metode tertentu yang dipilih bergantung sifat fraktur,

namun prinsip yang mendasarinya tetap sama.

Sebelum reduksi dan imobilisasi fraktur, pasien harus disiapkan untuk menjalani

prosedur dan harus diperoleh izin untuk melakukan prosedur, dan analgetika

diberikan sesuai ketentuan. Mungkin perlu dilakukan anesthesia. Ekstremitas

yang akan dimanipulasi harus ditangani dengan lembut untuk mencegah

kerusakan lebih lanjut. Reduksi tertutup pada banyak kasus, reduksi tertutup

dilakukan dengan mengembalikan fragment tulang ke posisinya (ujung-

ujungnya saling berhubungan) dengan manipulasi dan traksi manual.

2) Reduksi Terbuka / OREF (Open Reduction Eksternal Fixation)

Pada Fraktur tertentu dapat dilakukan dengan reduksi eksternal atau yang

biasa dikenal dengan OREF, biasanya dilakukan pada fraktur yang terjadi

pada tulang panjang dan fraktur fragmented. Eksternal dengan fiksasi, pin

7

Page 8: FRAKTUR EDITTT

dimasukkan melalui kulit ke dalam tulang dan dihubungkan dengan fiksasi

yang ada dibagian luar. Indikasi yang biasa dilakukan penatalaksanaan

dengan eksternal fiksasi adalah fraktur terbuka pada tulang kering yang

memerlukan perawatan untuk dressings. Tetapi dapat juga dilakukan pada

fraktur tertutup radius ulna. Eksternal fiksasi yang paling sering berhasil

adalah pada tulang dangkal tulang misalnya tibial batang.

3) Traksi

Alat traksi diberikan dengan kekuatan tarikan pada anggota yang fraktur

untuk meluruskan bentuk tulang. Ada 2 macam yaitu:

a) Skin Traksi

Skin traksi adalah menarik bagian tulang yang fraktur dengan menempelkan

plester langsung pada kulit untuk mempertahankan bentuk, membantu

menimbulkan spasme otot pada bagian yang cedera, dan biasanya

digunakan untuk jangka pendek (48-72 jam).

b) Skeletal traksi

Adalah traksi yang digunakan untuk meluruskan tulang yang cedera pada

sendi panjang untuk mempertahankan bentuk dengan memasukkan pins /

kawat ke dalam tulang.

b. Metode mempertahankan imobilisasi

Imobilisasi dapat dilakukan dengan fiksasi eksterna maupun interna. Metode

fiksasi eksterna meliputi pembalutan, gips, bidai, traksi kontinu, pin dan teknik

gips atau fiksator eksterna. Sedangkan fiksasi interna dengan implant logam

yang berperan sebagai bidai interna untuk mengimobilisasi fraktur.

c. Mempertahankan dan mengembalikan fungsi

1) Mempertahankan reduksi dan imobilisasi

2) Meninggikan untuk meminimalkan pembengkakan

3) Memantau status neurovaskuler

4) Mengontrol kecemasan dan nyeri

5) Latihan isometric dan setting otot

6) Berpartisipasi dalam aktivitas hidup sehari-hari

7) Kembali ke aktivitas secara bertahap

8

Page 9: FRAKTUR EDITTT

II. PROSES KEPERAWATAN

A. PENGKAJIAN

1. Pengumpulan Data

a. Anamnesa

Anamnesis merupakan pengumpulan data dengan melakukan tanya jawab dengan sumber data. Dengan anamnesis dapat diperoleh data-data yang dibutuhkan dalam menentukan diagnosa dan terapi latihan yang akan diberikan. Macam anamnesis ada 2 yaitu autoanamnesis dan heteroanamnesis. Pada kasus ini anamnesis yang dilakukan secara autoanamnesis1) Identitas klien

Dalam anamnesis ditemukan data seperti nama, umur, jenis kelamin, agama, pekerjaan, alamat. Data yang diperoleh akan digunakan untuk tujuan terapi akhir yang diprogramkan dan disesuaikan dengan kegiatan keseharian dari pasien..

2) Keluhan utama

Adanya nyeri dan bengkak pada tungkai dan kaki. Nyeri dirasakan terus-menerus dan bisa tungkai tidak dapat digerakkan.

3) Riwayat Penyakit Sekarang

Ditanyakan tentang kapan terjadinya fraktur, bagaimana proses terjadinya, posisi jatuhnya, sudah pernah dibawa kemana saja dalam menangani fraktur tersebut dan ditanyakan juga tentang faktor apa saja yang dapat memperingan atau memperberat keluhan utama dari pasien. Riwayat penyakit penyerta berisikan tentang berbagai macam penyakit yang diderita pasien saat itu.

4) Riwayat Penyakit Dahulu

Ditanyakan tentang penyakit apa saja yang pernah diderita oleh pasien.5) Riwayat Penyakit Keluarga

Bertujuan untuk mengetahui ada tidaknya penyakit – penyakit yang bersifat menurun dari keluarga, ataupun penyakit menular orang terdekat.

b. Pemeriksaan Fisik

1) Pengkajian primer

a) Airway

Adanya sumbatan/obstruksi jalan napas oleh adanya penumpukan sekret

akibat kelemahan reflek batuk

b) Breathing

Kelemahan menelan/ batuk/ melindungi jalan napas, timbulnya pernapasan

yang sulit dan / atau tak teratur, suara nafas terdengar ronchi /aspirasi

c) Circulation

TD dapat normal atau meningkat , hipotensi terjadi pada tahap lanjut,

takikardi, bunyi jantung normal pada tahap dini, disritmia, kulit dan membran

mukosa pucat, dingin, sianosis pada tahap lanjut

9

Page 10: FRAKTUR EDITTT

2) Pengkajian sekunder

a) Aktivitas/istirahat

Kehilangan fungsi pada bagian yang terkena keterbatasan mobilitas.b) Sirkulasi

Hipertensi ( kadang terlihat sebagai respon nyeri/ansietas), hipotensi

( respon terhadap kehilangan darah), tachikardi, penurunan nadi pada

bagiian distal yang cidera, capilary refil melambat pucat pada bagian yang

terkena, masa hematoma pada sisi cedera

c) Neurosensori

Kesemutan, deformitas, krepitasi, pemendekan dan kelemahan.

d) Kenyamanan

Nyeri tiba-tiba saat cidera, Spasme/ kram otot.

e) Keamanan

Laserasi kulit, perdarahan, perubahan warna, pembengkakan lokal.

B. ASKEP PERIOPERATIF FRAKTUR CRURIS 1/3 DISTAL

1. PRE OPERATIF:

a. Persiapan Pre Operasi:

1) Kesiapan psikologis terhadap pembedahan

Kecemasan yang berat akan mempengaruhi hipotalamus dan menimbulkan dua me-kanisme yang berbeda. Impuls pertama disponsori oleh sistem saraf simpatis yang akan mempengaruhi medula adrenal dalam memproduksi epinephrin dan nor epinephrin. Dalam keadaan normal, kedua substansi ini akan memberikan sirkulasi darah yang adekuat sehingga keseimbangan cairan dan elektrolit terjaga, suhu tubuh stabil sehingga energi terpenuhi. Tetapi jika produksinya patologis akan meningkatkan rate dan kontraksi jantung, dilatasi pupil, penurunan motilitas GI tract hingga terjadi glikogenolisis dan gluko-neogenesis di hepar. Sedangkan mekanisme kedua akan mempengaruhi kelenjar hipofise anterior sehingga merangsang produksi hormon adrenokortikosteroid yaitu aldosteron dan glukokortikoid. Aldosteron berperan dalam mem-pertahankan keseimbangan cairan dan elektrolit, reabsorbsi air dan natrium. Glukokortikoid menyediakan energi pada kondisi emergensi dan penyembuhan jaringan.

Kecemasan dapat timbul karena kesiapan psikologis terhadap pembedahan belum terjadi. Tanda-tanda fisiologis yang penting dalam indikasi cemas adalah:

- Kulit : pucat, lembab.

- Pupil : dilatasi.

- Respirasi : lebih dalam.

10

Page 11: FRAKTUR EDITTT

- Nadi : ritme dan kekuatan meningkat.

- Temperatur : sedikit meningkat.

- GI : anorexia, nausea.

- Motorik : gelisah, gerakan stereotypi, immobilitas (stress berat).

- Perilaku : rentang perhatian berkurang, kemampuan mengikuti pe-rintah

menurun.

- Interaksi : bertanya terus, pengungkapan negatif.

2) Kemampuan berkomunikasi

Data mengenai penginderaan dan bahasa menunjukkan kemampuan klien untuk mengerti petunjuk-petunjuk dan kemampuan menerima pengalamam perioperatif.

3) Pasien sebaiknya tiba di ruang operasi dengan daerah yang akan di operasi

sudah dibersihkan (di cukur dan personal hygiene)

4) Kateterisasi

5) Persiapan saluran pencernaan dengan puasa mulai tengah malam sebelum

operasi esok paginya (pada spinal anestesi dianjurkan untuk makan terlebih

dahulu)

6) Informed Consent

7) Pendidikan Kesehatan (Penkes) mengenai tindakan yang dilakukan di meja

operasi, seperti anestesi yang digunakan, tindakan yang dilakukan dan lamanya

operasi

b. Perawatan Pre Operasi:

1) Menerima Pasien:

2) Memeriksa kembali persiapan pasien:

a) Identitas pasien

b) Surat persetujuan operasi

c) Pemeriksaan laboratorium darah, rontgen, EKG.

3) Mengganti baju pasien

4) Menilai KU dan TTV

a)   Memberikan Pre Medikasi: Mengecek nama pasien sebelum memberikan obat dan memberikan obat pre medikasi.

b)   Mendorong pasien kekamar tindakan sesuai jenis kasus pembedahanc)   Memindahkan pasien ke meja operasi.

2. INTRA OPERATIF

Fase Intra Operatif:a. Pengelolaan Keamanan:

11

Page 12: FRAKTUR EDITTT

1) Jaminan penghitungan kasa, jarum, instrumen dan alat lain,cocok untuk

pemakaian.

2) Mengatur posisi pasien : Posisi fungsional, membuka daerah untuk operasi,

mempertahankan posisi selama prosedur

3) Memasang alat grounding

4) Menyiapkan bantuan fisik

b. Pemantauan fisiologis

1) Mengkalkulasi pengaruh terhadap pasien akibat kekurangan cairan

2) Membandingkan data normal dan abnormaldari cardiopulmonal.

3) Melaporkan perubahan-perubahan tanda-tanda vital ( suhu, nadi, tekanan darah

dan RR)

c. Pemantauan psikologi sebelum induksi dan bila pasien sadar

1) Menyiapkan bantuan emosional

2) Melanjutkan observasi status emosional

3) Mengkomunikasikan status emosional pasien kepada anggota tim.

d. Manajemen Keperawatan

1) Menyelamatkan keselamatan fisik pasien.

2) Mempertahankan aseptis pada lingkungan yang terkendali

3) Mengelola dengan efektif sumber daya manusia.

e. Anggota Tim Fase intraoperative

1) Tim bedah utama steril

a) Ahli bedah utama

b) Asisten ahli bedah

c) Perawat instrumentator

2) Tim anestesi:

a) Ahli anestesi atau pelaksana anestesi

b) Circulating nurse, dan lain-lain( teknisi, ahli apthologi dll.)

3. POST OPERATIF

Segera setelah menerima klien dari kamar operasi, perawat memeriksa klien berdasarkan status pemeriksaan kewaspadaan meliputi tanda vital, irama jantung, kecepatan dan efisiensi pernapasan, saturasi oksigen, patensi intravena, serta kondisi saat pembedahan. Khusus pembedahan ortopedi, perawat mengkaji ulang kebutuhan klien berkaitan dengan nyeri, perfusi jaringan, promosi kesehatan, mobilitas, dan konsep diri.

Trauma skelet dan pembedahan yang dilakukan pada tulang, otot, dan sendi dapat mengakibatkan nyeri. Perfusi jaringan harus dipantau karena edema dan perdarahan ke dalam jaringan dapat memperburuk peredaran darah dan mengakibatkan sindrom

12

Page 13: FRAKTUR EDITTT

kompartemen. Anestesi umum, analgesik dapat menyebabkan kerusakan fungsi dari berbagai sistem. Pengkajian Beberapa masalah kolaborasi atau risiko komplikasi yang dapat terjadi pada klien pascaoperasi ortopedi adalah syok hipovolemia, atelektasis, pneumonia, retensi urine, infeksi, dan trombosis vena profunda. Penyakit tromboembolik, merupakan salah satu dari semua komplikasi yang paling sering dan paling berbahaya pada klien pascaoperasi ortopedi. Usia lanjut, hemostasis, pembedahan ortopedi ekstremitas bawah, dan imobilisasi merupakan faktor-faktor risiko. Pengkajian tungkai bawah harus dilakukan setiap hari, dari adanya nyeri tekan, panas, kemerahan, dan edema pada betis serta tanda Homan positif. Temuan abnormal harus dilaporkan pada tim medis. Juga perlu dikaji terjadinya emboli lemak, yang ditandai adanya perubahan pola napas, tingkah laku, dan penurunan tingkat kesadaran klien.

Peningkatan suhu dalam 48 jam pertama sering kali berhubungan dengan atelektasis atau masalah pernapasan lain. Peningkatan suhu pada beberapa hari kemudian, sering berhubungan dengan infeksi saluran kemih. Infeksi superfisial memerlukan sekitar lima sampai sembilan hari kemudian.

Kriteria umum syarat pasien dipindahkan dari ruang pemulihan pasca anestesi ke unit perawatan adalah sbb. :

a. Kemampuan memutar kepala

b. Ekstubasi dengan jalan nafas bersih.

c. Sadar, mudah terbangun.

d. Tanda-tanda vital stabil

e. Balutan kering dan utuh

f. Haluaran urine sedikitnya 30 ml/jam.

g. Drain, selang , jalur intravena paten dan berfungsi.

h. Persetujuan ahli anestesi untukpindah ke ruangan.

DIAGNOSA KEPERAWATAN DAN PERENCANAAN

1. Kerusakan mobilitas fisik b.d cedera jaringan sekitasr fraktur, kerusakan rangka

neuromuskuler

Tujuan : kerusakn mobilitas fisik dapat berkurang setelah dilakukan tindakan

keperaawatan

Kriteria hasil:

a. Meningkatkan mobilitas pada tingkat paling tinggi yang mungkin

b. Mempertahankan posisi fungsinal

c. Meningkaatkan kekuatan /fungsi yang sakit

d. Menunjukkan tehnik mampu melakukan aktivitas

13

Page 14: FRAKTUR EDITTT

Intervensi :

a. Pertahankan tirah baring dalam posisi yang diprogramkan

b. Tinggikan ekstrimutas yang sakit

c. Instruksikan klien/bantu dalam latian rentanng gerak pada ekstrimitas yang

sakit dan tak sakit

d. Beri penyangga pada ekstrimit yang sakit diatas dandibawah fraktur ketika

bergerak

e. Jelaskan pandangan dan keterbatasan dalam aktivitas

f. Berikan dorongan ada pasien untuk melakukan AKS dalam lngkup

keterbatasan dan beri bantuan sesuai kebutuhan’Awasi teanan daraaah,

nadi dengan melakukan aktivitas

g. Ubah psisi secara periodic

h. Kolabirasi fisioterai/okuasi terapi

2. Nyeri b.d spasme tot , pergeseran fragmen tulang

Tujuan ; nyeri berkurang setelah dilakukan tindakan perawatan

Kriteria hasil:

a. Klien menyatakan nyeri berkurang

b. Tampak rileks, mampu berpartisipasi dalam aktivitas/tidur/istirahat dengan

tepat

c. Tekanan darah normal

d. Tidak ada peningkatan nadi dan RR

Intervensi:

a. Kaji ulang lokasi, intensitas dan tipe nyeri

b. Pertahankan imobilisasi bagian yang sakit dengan tirah baring

c. Berikan lingkungan yang tenang dan berikan dorongan untuk melakukan

aktivitas hiburan

d. Ganti posisi dengan bantuan bila ditoleransi

e. Jelaskanprosedu sebelum memulai

f. Akukan danawasi latihan rentang gerak pasif/aktif

g. Drong menggunakan tehnik manajemen stress, contoh : relasksasi, latihan

nafas dalam, imajinasi visualisasi, sentuhan

h. Observasi tanda-tanda vital

i. Kolaborasi : pemberian analgetik

14

Page 15: FRAKTUR EDITTT

3. Kerusakan integritas jaringan b.d fraktur terbuka , bedah perbaikan

Tujuan: kerusakan integritas jaringan dapat diatasi setelah tindakan perawatan

Kriteria hasil:

a. Penyembuhan luka sesuai waktu

b. Tidak ada laserasi, integritas kulit baik

Intervensi:

a. Kaji ulang integritas luka dan observasi terhadap tanda infeksi atau drainae

b. Monitor suhu tubuh

c. Lakukan perawatan kulit, dengan sering pada patah tulang yang menonjol

d. Lakukan alihposisi dengan sering, pertahankan kesejajaran tubuh

e. Pertahankan sprei tempat tidur tetap kering dan bebas kerutan

f. Masage kulit sekitar akhir gips dengan alkohol

g. Gunakan tenaat tidur busa atau kasur udara sesuai indikasi

h. Kolaborasi pemberian antibiotik.

15

Page 16: FRAKTUR EDITTT

DAFTAR PUSTAKA

Carpenito, L.J. Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Jakarta : EGC, 2001

Doengoes, E. Marilyn. Rencana Asuhan Keperawatan. Jakarta : EGC, 1999

Engram, Barbara. Rencana Asuhan Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta : EGC, 1999

Mansjoer, Arif. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta : Media Aesculapius FKUI,1999

NANDA. Diagnosis Keperawatan 2000. Alih bahasa mahasiswa PSIK – FK UGM Angkatan 2002

16