FIX MAKALAH Seminar Ascariasis

download FIX MAKALAH Seminar Ascariasis

of 14

description

MODUL AI

Transcript of FIX MAKALAH Seminar Ascariasis

SEORANG BAYI DENGAN SESAK NAFAS

KECACINGANMO AIKELOMPOK VII

0302008003 ADELINA DWI PUTRI 0302008231 STEFANRY 0302009081 EVA NATALIA BR MANULANG 0302009206 RIKA SUSANTI 0302010009ADRIAN PRADIPTA SETIAWAN 0302010024 AMANDA FITRIADHIANTI K 0302010040 ARIYANTI PUTRI 0302010052 BELLYN KELVINA O 0302010067 CLAVI HANUM P D 0302010081 DIANI ADITA 0302010095 EVY LIESNIAWATI 0302010106 FERRY C WIRAWAN

0302010121 HANS FILBERT HIDAJAT 0302009228SEKAR DIANCA OETAMA

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTIJakarta, Oktober 2011BAB I

PENDAHULUAN

Infeksi Cacing Tambang disebabkan oleh cacing gelang usus, baik Ancylostoma duodenale maupun Necator americanus. Sekitar seperempat penduduk dunia terinfeksi oleh cacing tambang. Infeksi paling sering ditemukan di daerah yg hangat dan lembab, dengan tingkat kebersihan yang buruk. Ancylostoma duodenale ditemukan di daerah Mediterenian, India,Cina dan Jepang. Necator americanus ditemukan di daerah tropis Afrika,Asia dan Amerika. Infeksi cacing ini dapat berakibat buruk bagi keadaan gizi dan dapat mengakibatkan anemi. Adanya gangguan gizi dan keadaan anemi ini dapat menurunkan daya tahan tubuh dengan kemunduran kemampuan belajar dan produktivitas kerja.

Di Indonesia, angka prevalensi cacing ini masih cukup tinggi. Hal ini berhubungan erat dengan beberapa faktor, yaitu: Indonesia terletak di daerah iklim tropik yang merupakan tempat ideal bagi perkembangan telur cacing, kebiasaan hidup yang kurang sehat seperti kebiasaan buang air besar di sembarang tempat dan tanpa alas kaki. Selain itu, tingkat sosial ekonomi yang rendah juga mempengaruhi tingginya prevalensi cacing ini.BAB II

KASUS

Seorang anak perempuan, usia 4 tahun, dibawa orang tuanya ke Klinik Kesehatan dengan keluhan demam dan batuk selama 1 minggu . Menurut ibunya, anak tersebut suda diberikan obat batuk dan demam yang biasa dijual di warung, namun keluhan tidak hilang. Hasil pemeriksaan fisik menunjukkan kesadaran baik, tanda vital normal, kecuali suhu 37,5OC. Pemeriksaan status generalis semuanya normal, hanya terlihat eritem dan papul pada telapak kaki kanan. Pada pemeriksaan laboratorium darah didapatkan hasil Hb=11,5g/dL, eritrosit : 4,7 juta/mmk, leukosit : 13.000/mmk, trombosit 278.000/mmk.

Satu tahun kemudian, anak tersebut dibawa orang tuanya ke klinik tumbuh kembang dengan keluhan pucat dan sering terlihat letih, lesu, dan lemah. Menurut ibunya, anak tersebut menurun nafsu makannya, dan tidak bisa mengikuti pelajaran di sekolahnya serta terlihat lebih kecil dibandingkan teman-temannya di sekolah. Dari anamnesa tambahan diketahui bahwa dalam setahun terakhir, anak tersebut masih sering demam disertai batuk. Karena masalah biaya, selama ini orang tua anak tersebut hanya memberinya obat batuk sirup yang biasa dibeli di toko obat. Hasil pemeriksaan fisik ditemukan tanda vital dalam batas normal, kesadaran baik, terlihat kurus, dan pucat. Status generalis dalam batas normal. Pada pemeriksaan laboratorium ditemukan Hb= 4 gr/dl, eritrosit=1,2 juta/mmk, leukosit=15.400/mmk, diff count = 0/10/3/60/20/7. Hasil pemeriksaan tinja ditemukan gambaran berikut:

BAB IIIPEMBAHASAN KASUS

I. Identitas PasienNama

: -Umur

: 5 bulan

Jenis kelamin: perempuan

II. Anamnesis

Keluhan utama :

Pucat dan sering terlihat letih, lesu, dan lemah( akibat anemiaKeluhan tambahan :Nafsu makan menurun, sukar mengikuti pelajaran di sekolah, dan terlihat lebih kecil dibandingkan teman-temannya. ( gangguan defisiensi besiRiwayat Penyakit Sekarang :Satu tahun belakangan masih sering demam dan batuk ( perjalanan penyakit bersifat kronis

Riwayat Penyakit Dahulu :Demam dan batuk selama 1 minggu, eritem dan papul pada telapak kaki kanan

Riwayat Pengobatan :Diobati dengan obat batuk yang dibeli di warung namun tidak sembuh ( penyakit utamanya bukan batuk.

III. PEMERIKSAAN FISIK

Status Generalis 1. Tanda vital

a. Nadi

: dalam batas normalb. Tekanan darah

: dalam batas normalc. Pernapasan

: dalam batas normald. Suhu

: dalam batas normale. TB/BB

: underweight (kurus)2. Kulit

: -3. Kepala dan Lehera. Mata

: -

b. Hidung

: -

c. Pharynx

: -

d. Wajah

: -e. Leher

: -4. Thorax

: -

5. Abdomen

: -

6. Urogenital

: -

7. Genitalia eksterna

: -8. Anus dan rectum

: -

9. Ekstremitas

: -

IV. Pemeriksaan Laboratorium

Hb = 4 gr/dl ( Menurun, diduga akibat terjadi pendarahan yang diakibatkan oleh cacing tambang yang membentuk ulkus di dinding usus halus.

Eritrosit=1,2 juta/mmk ( Menurun. Karena pada pasien ini ditemukan keadaan anemia hemolitik mikrositer. Leukosit=15.400/mmk ( Meningkat. Menandakan adanya proses infeksi. Dalam hal ini infeksi parasit (cacing). Diff. count = 0/10/3/60/20/7 ( Eosinofil meningkat. Menandakan adanya hipereosinofilia, salah satu tanda dari adanya infeksi cacing tambang.V. Pemeriksaan Penunjang

Dengan pemeriksaan tinja, didapatkan gambaran:

Gambaran ini menunjukkan gambaran telur cacing tambang. Telur cacing tambang memiliki ujung-ujung yang bulat dan selapis kulit hialin tipis yang transparan. Telur N. americanus dan A. Duodenale secara praktis tidak dapat dibedakan akrena memiliki struktur yang sangat mirip. Untuk memastikan spesies penyebabnya, dapat dilakukan dengan biakan tinja menurut Harada Mori.

Pembiakan cara Harada Mori dilakukan selama 5 hari.caranya yaitu dengan mengoleskan tinja pada kertas saring, dimasukkan ke dalam plastik berisi akuades, kemudian digantung di tempat yang teduh, kira-kira 5-7 hari. Positif bila terlihat adanya larva yang bergerak, kemudian larva ini diperiksa dengan mikroskop binokular untuk identifikasi larva.

VI. Diagnosis Berdasarkan kasus diatas, kelompok kami membuat diagnosis bahwa anak tersebut menderita infeksi cacing tambang. Namun untuk memastikan spesies cacing tambang penyebabnya perlu dilakukan pemeriksaan biakan tinja terlebih dahuluVII. PatofisiologiLarva filariform cacing tambang dapat hidup di tanah selama 7-8 minggu. Dalam fase ini, cacing tambang dapat masuk ke dalam tubuh manusia dengan cara menembus kulit telapak kaki. Setelah menembus kulit, larva ikut aliran darah menuju ke jantung kanan kemudian akan menuju paru-paru. Di paru-paru, ketika keluar dari kapiler-kapiler paru masuk ke dalam alveoli, larva ini menyebabkan perdarahan-perdarahan kecil terutama pada kasus yang masif, sehingga terjadi pneumonitis. Dari alveolus larva masuk ke bronkus lalu ke trakea dan laring. Dari laring, larva ikut tertelan dan masuk ke dalam usus halus di mana cacing memasuki fase cacing dewasa. Cacing dewasa ini kemudian menghasilkan telur-telur cacing yang akan dikeluarkan bersama dengan faeces.

Pada anak perempuan ini, manosa larva filaform yang sudah masuk ke dalam tubuhnya melalui kulit telapak kaki dikenali oleh Toll-like receptors yang kemudian merangsang T helper 2 untuk memproduksi IL-5 yang akan mengaktivasi Eosinophil. Selain itu T helper 2 memproduksi IL-4 yang akan mengaktivasi sel mast. Sel mast yang telah teraktivasi ini degranulasi mengeluarkan substansi-substansi kimia seperti histamin, enzim proteolitik, asam arakidonat (tromboksan, leukotrien, dan prostaglandin), dan sitokin. Histamin yang dihasilkan oleh sel mast akan menyebabkan relaksasi dari otot polos di sekitar pembuluh darah (vasodilatasi) di kaki. Permeabilitas pembuluh darah yang meningkat ini yang menyebabkan terdapat eritema pada telapak kaki kanan anak ini. Pada saat cacing memasuki siklus paru seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya, menyebabkan pasien mengalami batuk.

Cacing dewasa yang hidup dalam rongga usus halus melekatkan giginya pada mukosa usus. Cacing tambang ini menghisap darah dan menyebabkan perdarahan dengan membuat ulkus yang dapat mengakibatkan anemia. Jumlah darah yang hilang tergantung pada jumlah cacing terutama yang secara kebetulan melekat pada mukosa yang berdekatan dengan kapiler arteri. Selain itu dapat pula tergantung pada lamanya infeksi dan species cacing, di mana A.duodenale menghisap darah lebih banyak dibandingkan N.Americanus. Terjadinya anemia juga tergantung pada keseimbangan zat besi dan protein yang hilang dalam usus dan yang diserap melalui makanan. Cacing tambang yang hidup di 1/3 usus halus mengakibatkan gangguan sistem pencernaan. Selain itu pasien dalam kasus ini mengalami penurunan nafsu makan yang menyebabkan kekurangan gizi. Kekurangan gizi dapat menurunkan daya tahan terhadap infeksi parasit. Kurangnya asupan gizi seperti misalnya asupan bezi juga dapat mengganggu proses pembentukan Heme. Oleh karena itu pada pasien ini menunjukkan jumlah eritrosit dan hemoglobin yang rendah dari hasil pemeriksaan laboratorium satu tahun kemudian.

VIII. Penatalaksanaan Medikamentosa

Mebendazole 100mg, 2x sehari selama 3 hari tanpa pencahar. Juga dapat diberikan 500mg dosis tunggal Kelompok kami menganjurkan obat ini karena obat ini merupakan drug of choice untuk nekator dan ankilostoma. Selain itu, obat ini aman untuk para penderita dengan anemia dan malnutrisi.

Pemberian preparat besi

Transfusi darah. Memperhatikan Hb pasien 4 gr/dl yang merupakan indikasi transfusi darah.

Non medikamentosa

Pemberantasan sumber infeksi.

Edukasi kepada keluarga pasien untuk memperbaiki sanitasi dan kebersihan lingkungan.

IX. Prognosis ad vitam

: Dubia ad bonam ad fungsionam

: Dubia ad bonam

ad sanationam

: Dubia ad bonam

Dengan pengobatan yang adekuat disertai pemberantasan sumber infeksi dan perbaikan sanitasi, penyakit ini dapat sembuh dengan baik dan tidak kambuh lagi.BAB IV

TINJAUAN PUSTAKA

A. Klasifikasi

Ancylostoma DuodenaleKingdom: Animalia

Filum: Nematoda

Kelas: Secernentea

Ordo: Strongiloidae

Famili: Ancylostomatidae

Genus: AncylostomaSpesies: Ancylostoma duodenale Necator AmericanusKingdom: Animalia

Filum: Nematoda

Kelas: Secernentea

Ordo: StrongiloidaeFamili: AncylostomatidaeGenus: Necator Species: Necator Americanus

B. DefinisiInfeksi cacing tambang adalah penyakit yang disebabkan cacing Anclostoma duodenale dan Necator americanus. Cacing tambang mengisap darah sehingga menimbulkan keluhan yang berhubungan dengan anemia, gangguan pertumbuhan terutama pada anak dan dapat menyebabkan retardasi mental. C. Siklus HidupTelur cacing tambang keluar bersamaan dengan feces. Dalam waktu 1-1,5 hari, telur akan menetas menjadi larva, yang disebut larva rhabditiform. Tiga hari kemudian larva berubah lagi menjadi larva filarifom dimana larva ini dapat menembus kulit kaki dan masuk ke dalam tubuh manusia. Di tubuh manusia, cacing tambang bergerak mengikuti aliran darah, menuju jantung, paru-paru, tenggorokan, kemudian tertelan dan masuk ke dalam usus. Di dalam usus, larva menjadi cacing dewasa yang siap menghisap darah. Setiap ekor cacing N. americanus akan menghilangkan 0,005-1 cc darah per hari sedangkan setiap ekor cacing A. duodenale akan menyebabkan manusia kehilangan 0,08-0,34 cc per hari. Oleh karena itulah, cacing tambang menjadi berbahaya karena dapat menyebabkan anemia pada manusia.

Di Indonesia, insiden akibat cacing tambang tinggi pada daerah pedesaan, terutama perkebunan. Infeksi cacing ini disebabkan oleh kebiasaan masyarakat desa yang BAB di tanah dan pemakaian feces sebagai pupuk. Selain lewat kaki, cacing tambang juga bisa masuk ke tubuh manusia melalui makanan yang masuk ke mulut.

D. Diagnosis

Diagnosis dapat ditegakkan bila ditemukan telur dalam tinja, Jika dalam beberapa jam tinja dibiarkan dahulu, maka telur akan mengeram dan menetaskan larva atau biopsy rectum atau hati. Uji serologi memastikan diagnosis.

E. Penatalaksanaan

Obat-obatan yang dapat digunakan adalah:

Pirantel Pamoat

Bephenium hidriksinaptoat

Tetrakloretile ( efektif untuk nekator, untuk ankilostoma kurang efektif

Mebendazole ( drug of choice Albendazole

Tiabendazole ( dapat digunakan untuk cutaneous larva migransF. Imunitas MukosaImunitas mukosa merupakan salah satu sistem imun yang tujuannya melindungi tubuh dari mikroba yang masuk ke dalam tubuh dengan cara menembus lapisan mukosa di dalam tubuh, seperti sistem pencernaan dan sistem pernapasan. Sistem imun mukosa memiliki basis di lamina propria sebagai tempat produksi imunoglobulin, yaitu IgA.

Antibody IgA diproduksikan di limfoid mukosal, yang kemudian ditransportasikan melewati jaringan epitel, mengikat mikroba yang ada di lumen dan mukosa organ. Transport melewati epitel dilakukan oleh reseptor Fc yang disebut poly-Ig receptor , yang dekspresikan di permukaan basal dan sel epitel. Reseptor ini mengikat IgA, mengendositosiskannya ke dalam vesikel, lalu mentransportasikan ke permukaan lumen.

Disini reseptor kemudian dipecah dengan protease, dan IgA dilepaskan ke dalam lumen masih terikat dengan sedikit bagian reseptornya.

G. Sistem pertahanan tubuh melawan cacing

Dalam sistem imun tubuh, terdapat respons khusus yang berfungsi untuk menghadapi infeksi oleh cacing. Dalam respons ini yang berperan penting adalah IgE, eosinofil, dan sel mast. Tahapan pertama dari infeksi oleh cacing adalah pengenalan antigen oleh APC yang mengenali antigen cacing, dan kemudian menyampaikan pesan ke sel T naive CD4+. Sel naive yang mengenali antigen kemudian berdiferensiasi menjadi sel Th2. Th2 memiliki peran penting dalam aktivasi eosinofil dengan mengeluarkan IL-5 dan mengeluarkan IL-4 yang mengaktivasikan sel B untuk meproduksi IgE. IgE berikatan dengan reseptor F di sel Mast yang menyebabkan degranulasi sel Mast. Eosinofil yang teraktivasi juga berperan dalam degranulasi eosinofil.

H. Imunitas Alamiah

Sel utama yang berperan dalam pertahanan alamiah adalah sel mononuklear (monosit dan makrofag) serta sel polimorfonuklear atau granulosit.

Jenis sel:

a. Neutrofil

b. Makrofag

c. dendritik

d. Sel NK

Sitokin, kemokin, molekul adhesi dan berbagai komponen lainnya diperlukan dalam aktivasi dan migrasi leukosit dan agar sel-sel efektor dapat berfungsi dengan lebih efektif. Langkah-langkah migrasi leukosit ke tempat infeksi terdiri dari 4 tahap, yaitu: menggulir atas pengaruh selektin, aktivasi oleh rangsangan kemoatraktan, berhenti oleh molekul adhesi dan migrasi transendotetial. Makrofag yang berikatan dengan mikroba memproduksi sitokin (TNF, IL-1), sitokin mengaktifkan sel endotel yang akan memproduksi selektin, integrin ligand dan kemokin. Mulanya adanya ikatan lemah dengan selektin sehingga terjadi rolling neutrofil pada endotel. Kemudian adanya ikatan integrin ligand dengan integrin leukosit memediasi adhesi kuat dari neutrofil sehingga rolling berhenti. Selanjutnya kemokin akan menuntun neutrofil bermigrasi ke tempat infeksi.

Proses fagositosis: Makrofag dan neutrofil mengekspresikan banyak reseptor permukaan yang dapat menangkap dan menelan mikroba. Bila partikel sudah ditelan, membran menutup, partikel digerakkan ke sitoplasma sel dan terbentuk vesikel intraseluler yang mengandung bakteri atau bahan lain asal ekstraseluler yang disebut fagosom. Dalam sel fagosit ditemukan kantong-kantong berisikan enzim yang disebut lisosom. Lisosom bersatu dengan fagosom membentuk fagolisosom yang memungkinkan terjadinya degradasi semua bahan yang dimakan makrofag oleh enzim asal lisosom.

BAB V

KESIMPULAN

Infeksi cacing tambang paling sering disebabkan oleh Ancylostoma duodenale dan Necator Americanus dengan hospesnya yaitu manusia. Infeksi paling sering ditemukan di daerah yang hangat dan lembab dengan tingkat kebersihan yang buruk. Larva cacing ini hidup di tanah dan dapat masuk tubuh manusia melalui kulit. Larva cacing tambang melalui siklus jantung dan paru sebelum akhirnya masuk dan tumbuh menjadi cacing dewasa dalam rongga usus halus dengan giginya melekat pada mukosa usus.

Infeksi cacing tambang dapat menyebabkan ruam yang menonjol dan terasa gatal yang muncul di tempat masuknya larva pada kulit, demam, batuk, bunyi nafas, anemia karena kekurangan zat besi dan rendahnya kadar protein di dalam darah, serta menghambat pertumbuhan pada anak.

Pencegahan terhadap infeksi cacing ini dapat dilakukan dengan memakai sandal sehingga larva yang berada di tanah tidak dapat menembus kulit telapak kaki. Prioritas penyakit ini adalah dengan memperbaiki anemia dengan cara memberikan tambahan zat besi. Sedangkan pemberantasan cacing dalam tubuh dapat dilakukan dengan memberikan obat-obatan anti helminth. Prognosis penyakit ini adalah baik jika ditangani lebih awal dan dengan cara yang tepat.

DAFTAR PUSTAKA

1. Susanto I, Ismid IS, Sjarifudin PK, Sungkar S. Parasitologi Kedokteran. 4th ed. Jakarta: Balai penerbit fakultas kedokteran Universitas Indonesia; 2008.p.12-5.

2. Rampengan TH. Ankilostomiasis. In: rusmi. Penyakit Infeksi Tropis Pada Anak. Jakarta: EGC ;2008 .p.218-35.PAGE 13