Fix Makalah Dekom
-
Upload
nuristy-fauzia-ulhaq-pribadi -
Category
Documents
-
view
20 -
download
0
Transcript of Fix Makalah Dekom
LAPORAN KASUS
SEORANG LAKI-LAKI
DENGAN KELUHAN KEDUA TUNGKAI BENGKAK
KELOMPOK I
03011005 Adinda Ratna Putri03010136 Irmawati Natsir03010207 Noor Isty Fauzia Ulhaq03010208 Noversli Saerang03010209 Novia Sugianto03010230 Raka Suantadina03010255 Simlin sutarli03010257 Sittathara Rosa03011001 A.A. Gd. Indrayana Putra03011003 Abdurrachman Machfudz03011005 Adinda Widyantidewi03011007 Adri Permana Utamaa03011009 Ady Fitra Saragih03011011 Agnestia Selviani Tanic
JAKARTA
16 April 2012
BAB I
PENDAHULUAN
Pada umumnya dokter mempunyai kewajiban untuk mengobati pasien yang
datang kepadanya dengan berbagai keluhan. Seorang dokter harus mampu
mengenali dan menetapkan penyakit yang menyebabkan timbulnya keluhan disebut
menegakkan diagnosis. Diagnosis sendiri ditegakkan melalui upaya-upaya yaitu
anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan laboratorium dan pemeriksaan khusus
Selain menegakkan diagnosis, seorang dokter juga harus mempunyai
keahlian untuk membuat riwayat kesehatan pasien yang didapatkan dari
anamnesis. Komponen Riwayat Kesehatan Pasien sendiri terdiri atas ; Identifikasi
Data, Reabilitas, Keluhan Utama, Penyakit Saat Ini, Riwayat Kesehatan Masa Lalu,
Riwayat Keluarga, Riwayat Pribadi dan Sosial, Tinjauan Sistem.
Hasil dari anamnesis, pemeriksaan fisik, laboratorium, pemeriksaan
khusus / penunjang hingga didapatkan diagnosis kerja, diagnosis banding, dan
rencana penanganan, perjalanan penyakit, serta tindak lanjut dan prognosis
semuanya dicatat dalam medical record yang mempunyai kekuatan legal.
BAB II
LAPORAN KASUS
Pak ahmad 60 tahun mengeluh kedua tungkainya bengkak. Beberapa bulan sebelumnya,
pak ahmad merasa sesak nafas yang semakin berat disertai batuk-batuk. Kadang-kadang
disertai mengi. Pak ahmad tidak demam, batuknya kadang kadang berdahak, kadang
kadang kering. Tidak pernah ada dahak dalam batuknya. Pak ahmad adalah perokok berat
sejak masih muda. Sejak beberapa hari terakhir pak ahmad merasa sesak napasnya agak
berkurang. Tetapi timbul bengkak pada kedua kakinya dan ia merasa cepat kenyang dan
nafsu makan menghilang
BAB III
PEMBAHASAN
Salah satu status Penyakit Dalam pasien yang lengkap adalah menyertai
identifikasi pasien. Identifikasi pasien merupakan catatan informasi mengenai diri
pasien tersebut. Identifikasi pasien yang didapatkan dalam kasus ini adalah sebagai
berikut(1):
3. 1 Identifikasi Pasien
Nama : Ahmad
Usia : 60 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Pada identifikasi data seharusnya bisa didapatkan informasi yang lebih lengkap
seperti suku atau bangsa atau ras, alamat, pendidikan, pekerjaan, agama dan status
pernikahan.
Setelah mendapatkan identifikasi pasien, untuk memulai pemeriksaan yang
pertama dilakukan adalah anamnesis. Anamnesis adalah upaya yang dilakukan
untuk menegakkan diagnosis dengan cara berbicara dengan pasien. Anamnesis
harus lengkap, rinci dan akurat juga harus dicatat secara sistematis.
3. 2 Anamnesis
Anamnesis sendiri merupakan riwayat timbulnya keluhan (symptom), atau tanda-
tanda (sign) pada tubuh pasien yang diingat, diketahui dan diyakini atau
diperkirakan pasien terkait dengan penyakit yang menimpanya, yang diceritakan
kepada dokter. Dalam kasus ini, anamnesis dilakukan dengan autoanamnesis yaitu
dimana informasi didapatkan dari pasien itu sendiri. Pada anamnesis yang
dilakukan pada Pak Ahmad didapatkan data sebagai berikut(1):
1. Keluhan Utama
Kedua tungkai bengkak adalah keluhan utama pasien. Keluhan utama adalah
keluhan yang menyebabkan pasien datang berobat pada dokter.
2. Riwayat Penyakit Sekarang (RPS)
Beberapa bulan sebelumnya pasien mengeluhkan sesak nafas yang semakin
berat kadang-kadang disertai mengi dan disertai batuk yang kadang berdahak
dan kadang kering tetapi batuk tidak pernah ada darah dan pasien juga tidak
mengalami demam. Beberapa hari terakhir sesak nafasnya agak berkurang
tetapi timbul edema pada kedua tungkainya tersebut. Pasien juga mengeluhkan
nafsu makannya berkurang dan merasa cepat kenyang.
Riwayat penyakit sekarang penting untuk dapat menggambarkan jelas
penyakit yang diderita pasien. Untuk membantu diagnosis keadaan pasien
sebelum menderita keluhan, rincian keluhan yang timbul pertamakali, keadaan
pasien saat itu, perjalanan atau perkembangan penyakit, keadaan keluhan saat
bertemu dengan dokter, alasan mengapa pasien berobat sekarang.(1)
3. Riwayat Penyakit Dahulu (RPD)
Pada kasus ini, tidak didapatkan informasi mengenai riwayat penyakit dahulu
pada pasien.
4. Riwayat Penyakit Keluarga
Pada kasus ini juga tidak didapatkan riwayat penyakit keluarga.
5. Riwayat Pribadi
Riwayat Pribadi sendiri merupakan hal-hal penting dalam hidup pasien serta
kebiasan-kebiasaan yang mungkin berpengaruh dalam timbulnya penyakit
sekarang. Pada kasus ini, pasien adalah perokok berat sejak muda.
3.3 Pemeriksaan Fisik
Digunakan dengan menggunakan seluruh panca indra dokter serta alat-alat
sederhana. Ada empat cara pemeriksaan fisik yang dilakukan yaitu inspeksi
(memeriksa dengan melihat), palpasi (memeriksa dengan meraba), perkusi
(memeriksa dengan mengetuk) dan auskultasi (memeriksa dengan mendengar
dengan bantuan stetoskop).
3.3.1 Tanda Vital (1)
- Suhu : 36,8 ºC. masih dalam suhu normal. (normal 36,5 ºC- 37,2 ºC)
- Denyut Nadi : 100x/m, cenderung normal (batas normal untuk orang
dewasa 60-100x/m)
-Tekanan darah : 115/80 mmHg, cenderung normal karena tidak terlalu
menjauhi batas normal, 120/80 mmHg.
- Pernapasan : 24x/m. Frekuensi normal pada laki-laki dewasa adalah 14-
18x/m. Frekuensi nafas pasien berada lebih dari frekuensi
normal (takipnea) yang biasanya ditemukan pada
dekompensasi kordis.
.
3.3.2 Keadaan Umum
- Kesan sakit pasien : Sakit sedang
- Tingkat Kesadaran : Compos Mentis, berarti pasien masih sadar
sepenuhnya.
- Usia Pasien : 45 tahun
- Ditemukan :
Kepala
Dispnea kekurangan oksigen, pasien terlihat bernafas lebih cepat dan dalam.
Dispnea pada pasien ini dikarenakan adanya obstruksi saluran nafas bagian
bawah (bronkus-paru) yang menyebabkan kesulitan ekspirasi dan disertai
mengi yang biasanya pada orang asma bronkiale.(1,4) Sklera mata tidak ikterik,
pada umumnya keadaa ikterik terlihat pada sklera mengindikasikan
peningkatan kadar bilirubun akibat obstruksi pada hati atau saluran empedu,
karena sklera mata tidak ikterik maka penyakit hati seperti hepatits dan
gangguan saluran empedu tidak terjadi pada pasien ini.(1,4) Pernafasan cuping
hidung tidak ada. Mukosa mulut dan lidah agak kebiruan merupakan sianosis
sentral. Yang karena disebabkan oksigenasi darah di paru-paru tidak baik
seperti misalnya pada penyakit paru atau penyakit jantung.
Leher
Kelenjar tiroid pada pemeriksaan leher dengan palpasi tidak teraba yang
menandakan normal. Palpasi trakea, letaknya normal berada di tengah. Pada
pemeriksaan JVP dilaporkan hasilnya adalah 5 + 4 cm H2O yang dimana
normalnya adalah 5 + 3 cm H2O. JVP (Jugular Vena Pressure) diperiksa untuk
menentukan tingginya tekanan di atrium kanan. Jika terjadi peningkatan
menandakan adanya kelainan pada jantung.(1)
Toraks
Cor
o Dengan auskultasi jantung terdengar B.J. II mengeras terutama di
area P, menandakan adanya hypertension pulmonal dan disertai
splitting yang tidak menjadi lebih jelas saat pasien menarik dan
menahan nafas.
o Dengan palpasi, batas jantung kanan teraba di garis parasternalis
menandakan adanya perbesaran pada jantung kanan. Karena
normalnya batas jantung kanan adalah di garis sternalis. Sedangkan
batas jantung kiri pada pasien normal adalah pada sela iga V, 1-2 cm
di sebelah medial dari garis midklavikularis.(1)
Pulmo
o Pada perkusi paru terdengar bunyi hipersonor, bunyi yang kurang
nyaring dibanding bunyi timpani karena masih ada jaringan di
dalam walau penuh berisi udara sperti pada emfisema.
o Pada auskultasi paru terdengar ekpirasi memanjang kadang
terdengar wheezing. Ronki kering kasar, dan ronki basah sedang
tidak nyaring tersebar di kedua paru.
Abdomen
Pada pemeriksaan abdomen,Hepar pada waktu inspeksi teraba 1 jari di
bawah arcus costae,tumpul,licin,kenyal agak nyeri bila di tekan,hal ini
menunjukan terjadinya pembesaran pada hati yang diakibatkan oleh
decompensatio cordis sehingga menyebabkan pembuluh balik di vena tidak
dapat mengembalikan darah ke jantung mengakibatkan terjadi bendungan
darah pada hepar.(1)
Ekstremitas
Edema pada kedua tungkai dari kaki sampai pertengahan betis. Edema
disebabkan terkumpulnya cairan berlebihan pada sela atau rongga jaringan
interstisial. Edema yang terjadi pada kedua tungkai dapat disebabkan oleh
kegagalan jantung kanan sehingga darah yang harusnya balik ke jantung
mengalami hambatan dan darah kembali lagi ke jaringan sistemik termasuk
kedua tungkai kaki dan terjadi pembendungan cairan di kaki.(1,4,3) Pitting
edema ada pada dekompensasi kordis kanan, sirosis hati, sindrom nefrotik,
beri-beri.
3.4 Diagnosis
Diagnosis adalah mengidentifikasi suatu penyakit berdasarkan simptom-simptom
yang ada dan penemuan klinis, konfirmasi dan pemantauan dari anamnesa yang
teliti, serta pemeriksaan penunjang. Diagnosis sendiri ada 3 jenis yaitu diagnosis
kerja yang merupakan diagnosis sementara yang ditegakan sampai diagnosis pasti
ditegakan, diagnosis banding yaitu penyakit penyakit lain yang dipikirkan selain
penyakit yang ditetapkan sebagai diagnosis kerja berdasarkan kesamaan atau
kemiripan gejala dan hasil pemeriksaaan yang telah dilakukan, dan diagnosis pasti
yang merupakan diagnosis berdasarkan bukti-bukti hasil pemeriksaan yang lengkap
sesuai kriteria diagnostik yang baku. (1) Dari gejala-gejala dan pemeriksaan fisik
didapat diagnosis :
1. Diagnosis kerja
Yaitu decompensatio cordis kanan causa emfisema sebab pasien merupakan
perokok berat sejak mudah yang dapat menyebabkan sesak napas akibat
obstruksi saluran napas bagian bawah mengakibatkan emfisema yang dapat
memperberat kerja jantung kanan dan ditemukan juga gejala gagal jantung
kanan seperti kedua tungkainya bengkak, cepat kenyang dan nafsu makan yang
hilang, serta pada pemeriksaan fisik ditemukan JVP naik, letak jantung kanan
berpindah pada garis parasternalis yang seharusnya pada garis sternalis.
2. Diagnosis banding(3)
a. Gagal Jantung Kongesti
Gagal Jantung Kongesti adalah sindrom klinis (sekumpulan tanda gejala),
ditandai oleh sesak napas dan fatik (saat istirahat atau saat aktivitas) yang
disebabkan oleh kelainan struktur atau fungsi jantung
Dari DK dan DD yang didapat maka pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan
adalah :
3.5 Pemeriksaan penunujang(2)
o Elektrokardiogram (EKG)
Pemeriksaan EKG dapat memberikan informasi yang sangat penting,
meliputi frekuensi debar jantung, irama jantung, dan menentukan
keberadaan hipertrofi pada gagal jantung.
o Foto Thorax
Untuk mengetahui ukuran jantung dan bentuknya, serta dapat juga melihat
keadaan paru seperti efusi pleura atau emfisema.
o Ekokardiografi
Memegang peranan penting untuk evaluasi kelainan sruktural dan
fungsional dari jantung yang berkaitan dengan gagal jantung.
o Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan darah lengkap, elektrolit, urea, cretinin, gula darah, albumin,
enzym hati merupakan pemeriksaan awal pada semua penderita gagal
jantung
3.6 Penatalaksanaan(2,3,5,6)
A. Non medicamentosa :
- Rawat inap
- Berhenti merokok
- Terapi Oksigen untuk memngurangi vasokonstriksi dan meningkatkan kadar
oksigen arteri untuk dialirkan ke organ
- Mengurangi aktivitas berat
- Diet rendah garam sebab garam mempunyai sifat osmoralitas yang tinggi
sehingga pada waktu kita mengkonsumsi garam, maka akan terjadi retensi air dan
oedem menjadi lebih parah.
B. Medicamentosa :
- Diuretik oral maupun parenteral tetap merupakan ujung tombak pengobatan
gagal jantung sampai edema atau ascites hilang, sebab diuretik mempunyai sifat
hidrostatik yang tinggi sehingga cairan yang berlebih dapat keluar dari dalam
tubuh
BAB IV
KESIMPULAN
Anamnesis yang dilakukan pada pasien akan sangat membantu dokter untuk menegakkan
diagnosis, seperti kasus yang telah kita bahas bersama tentang Pak Ahmad yang menderita
edema pada kedua tungkainya ini. Diagnosis kerja yang baik akan sangat menentukan
pemeriksaan penunjang apa yang akan dilakukan, mengingat tidak seluruh pasien mampu
untuk menutupi seluruh biaya pemeriksaan. Dengan anamnesis yang baik mulai dari
identitas pasien hingga keluhan yang kini diderita, niscaya, penegakan diagnosis hingga
tatalaksana pasien dapat berjalan dengan lancar
1
BAB V
DAFTAR PUSTAKA
(1) Natadidjaja, Hendarto. Anamnesis dan Pemeriksaan Fisik Penyakit Dalam. Jakarta :
Binarupa Aksara Publisher ; 2012
(2) Manurung D. Gagal Jantung Akut.Buku ajar Ilmu Penyakit Dalam. 5th ed. Jakarta:
Interna Publishing; 2009. p. 1587-90
(3) Price SA, Wilson LM. Patofisiologi: Konsep klinis proses-proses penyakit. 6th ed.
Jakarta: Penerbit buku kedokteran EGC;2003.p.637-39
(4) Matondang CS, Wahidiyat I, Sastroasmoro S. Diagnosis Fisis Pada Anak. 2 th ed.
Jakarta:Sagung Seto;2003.p.37
(5) Anonymous. Dekompensasi Cordis. Available at: http://akpertoliitoli. Accessed on 13
April 2012.
(6) Harun S, Wijaya IP. In: Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S,
editors. Buku ajar ilmu penyakit dalam. 5th ed. Jakarta: Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit
Dalam FKUI;2009.p.1584 - 1585.
2
3