fix LABES REVSI
-
Upload
hanum-kusuma-astuti -
Category
Documents
-
view
788 -
download
18
Transcript of fix LABES REVSI
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Amensalisme adalah interaksi yang menekan satu organisme, sedangkan yang lain tetap
stabil. Interaksi amensalisme ini bisa dikatakan negatif karena menghambat individu lain
sedangkan individu yang lain tidak terpengaruh. Amensalisme yang dicobakan merupakan
contoh dari interaksi alelopati dimana hanya melibatkan antara tumbuhan saja. Alelopati
merupakan bagian dari alelokemis yaitu penghambatan satu organisme oleh organisme lain
melalui pelepasan produk metabolit ke lingkungan. Senyawa alelopati yang dilepaskan ke
lingkungan bisa berbagai cara seperti penguapan, eksudat akar, sampai pembusukan bagian
organ yang mati.
Praktikum ini memakai biji Arachis hypogaea dan Zea mays yang akan dipantau tiap hari
untuk pengukuran pertumbuhan saat diberi ekstrak Portulaca oleraceae sebagai alelopati yang
digunakan, dimana bertujuan untuk mengetahui pengaruh alelopati tumbuhan terhadap
perkecambahan tumbuhan lain. Biji diletakkan pada lingkungan yang dikondisikan sama dan
setiap harinya sampai mencapai hari ke tujuh selalu diukur pertumbuhannya. Hasil yang
diharapkan berupa data yang menyatakan pertumbuhan biji terhambat karena sifat dari alelopati
tersebut yang menghambat pertumbuhan tanaman lain.
1.2 PERMASALAHAN
Permasalahan pada praktikum ini adalah bagaimana mengetahui pengaruh alelopati
tumbuhan terhadap perkecambahan tumbuhan lain.
1.3 TUJUAN
Praktikum ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh alelopati tumbuhan terhadap
perkecambahan tumbuhan lain.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 TIPE – TIPE INTERAKSI ANTAR SPESIES
Secara teori, species-species dalam suatu populasi saling berinteraksi satu dengan
lainnya dan membentuk interaksi yang positif, negatif dan kombinasi yang bentuk interaksi
tersebut dapat dibagi menjadi 9 yaitu:
1. neutralisme, yaitu interaksi antara dua atau lebih species yang masing-masing tidak
terpengaruh oleh adanya asosiasi.
2. kompetisi ( tipe gangguan langsung), yaitu interaksi antara dua atau lebih species yang
masing-masing langsung saling menghalangi secara aktif.
3. kompetisi (tipe penggunaan sumberdaya alam), yaitu interaksi antara dua atau lebih
species dalam penggunaan sumberdaya alam yang persediaannya berada dalam kondisi
kekurangan.
4. amensalisme, yaitu interaksi antara dua atau lebih species yang berakibat salah satu pihak
dirugikan, sedangkan pihak lainnya tidak terpengaruh oleh adanya asosiasi.
5. parasitisme, yaitu interaksi antara dua atau lebih species yang berakibat salah satu pihak
(inang) dirugikan, sedangkan pihak lainnya (parasit) diuntungkan.
6. predasi atau pemangsaan, yaitu interaksi antara dua atau lebih species yang salah satu
pihak (prey, organisme yang dimangsa), sedangkan pihak lainnya (predator, organisme
yang memangsa) beruntung
7. komensalisme, yaitu interaksi antara dua atau lebih species yang salah satu pihaknya
beruntung, sedangkan pihaknya lainnya tidak terpengaruh oleh adanya asosiasi.
8. protokooperasi, yaitu interaksi antara dua atau lebih species yang masing-masing
memperoleh keuntungan karena adanya asosiasi.
9. mutualisme, yaitu interaksi antara dua atau lebih species yang masing-masing
memperoleh keuntungan oleh adanya asosiasi dan masing-masing species memang saling
membutuhkan dan merupakan suatu keharusan untuk berasosiasi.
(Anonim, 2009)
2.2 ALELOPATI
Dalam beberapa macam hubungan terjadilah reaksi fisiologis yang yang melibatkan
dihasilkannya dan dikeluarkannya senyawa organik oleh tumbuhan, yang mungkin menghambat
atau menghalangi pertumbuhannya sendiri. Atau pertumbuhan tumbuhan lain dalam habitat itu.
Berbagai kajian baru-baru ini menunjukkan bahwa senyawa organic yang bersangkutan itu
sering merupakan fitotoksin, terutama fenol dan terpena yang dibebaskan oleh tumbuahn tertentu
ke dalam lingkungannya sebagai lindian daun atau getak akar. Kehadiran tumbuhan yanag
mengeluarkan bahan kimia seperti itu menghambat pertumbuhan spesies lain di sekitranya.
Pengaruh bahan kimia itu dapat menyebabakan pertumbuahn yang sama sekali terhambat,
pertumbuhan terbantut, atau terlambat. Apabila terjadi pertumbuhan yang sama sekali terhambat,
maka akibatnya dapat terlihat dalam bentuk daerah gundul di sekitar pohon yang menggetahkan
bahan kimia itu. Gejala ini sekarang dikenal sebgai alelopati(Ewuise, 1990).
Beberapa ahli biologi berpendapat bahwa alelokemis hanya merupakan mekanisme
keagresifan dari kompetisi tetapi tidak terjadi kompetisi. Kompetisi merupakan interaksi yang
dalam prosesnya menyatakan sumber-sumber daya disekitarnya dan interaksi allekemis
menyertakan tambahan substrat disekitarnya(Odum, 1995).
Prinsip utama ialah bahwa pengaruh yang negatif itu berkecenderungan secara kuantitatif
menjadi kecil dimana populasi yang berinteraksi itu mempunyai sejarah evolusi bersama di
dalam ekosistem yang relatif mantap. Dengan kata lain, seleksi alam cenderung untuk membwa
pengurangan di dalam pengaruh yang merugikan atau untuk melenyapkan interaksi bersama,
karena tekanan yang kuat yang berkelanjutan dari mangsa atau populasi parasit hanya dapat
mengakibatkan pemusnahan dari suatu atau kedua populasi itu. Akibatnya, interaksi yang kuat
sering sekali dijumpai apabila interaksi itu masih baru (yakni apabila kedua populasi itu baru saja
diasosiasikan) atau apabila telah terjadi perubahan-perubahan secara besar-besaran atau
mendadak (barangkali sementara) di dalam ekosistem (seperti yang mungkin dapat dibuat oleh
manusia). Hal ini dapat membawa kepada apa yang dapat disebut ”prinsip dari patogen dadakan”
yang menerangkan mengapa introduksi yang kurang atau tidak direncanakan sering berakibat
dalam masalah epiemik(Odum, 1995).
Alelopati dianggap sebagai mekanisme negatif dari tanaman lain, karena allelopathy
mengeluarkan senyawa beracun yang dapat menghambat pertumbuhan dan perkembangan
tanaman lain. Dalam alelokemis ini terdapat tiga faktor lingkungan yang pokok dan berpengaruh
yaitu klimatik, edafik dan biotik.
a. Faktor klimatik, terdiri atas cahaya, temperature, angin, dan air serta aspek
musiman dari faktor-faktor tersebut.
b. Faktor edaphik, factor-faktor tanah yang turut menentukan distribusi gulma antara
lain, kelembaban tanah, pH tanah, aerasi, unsur nutriens dan lain-lain.
c. Faktor biotik, tumbuhan dan hewan merupakan faktor biotik yang mempengaruhi
pertumbuhan gulma dan membatasi distribusinya.
(Odum, 1995)
Kebanyakan substansi tumbuhan umumnya merangsang pertumbuhan dan
berhubungan dengan pertumbuhan dan perkembangan dalam morfogenesis. Suatu kelompok
substansi lain yang berbeda yang mempoengaruhi pertumbuhan, umumnya menghambat
pertumbuhan disebut penghambat pertumbuhan. Penghambat pertumbuhan yang paling umum
adalah senyawa-senyawa aromatik, seperti fenol dan lakton, tetapi alkaloid, alkohol tertentu,
asam organik dan asam lemak dan bahkan ion-ion logam dapat juga bertindak sebagai
penghambat. Penghambat pertrumbuhan diklasifikasikan kedlam 3 antara lain :
1. Fitohormon. Terpenoid seperti ABA. ABA-glukosa(glukosida), suatu bentuk terikat,
juga memilki aktivitas ABA.
2. Penghambat alami lainnya, termasuk derivat asam fenolat dan asam benzoat serta
lakton. Tidak seperti hormon ABA, zat-zat penghambat ini tampaknaya merupakan
hasil samping metabolik yang biasanya ada dalam jumlah yang banyak sekali. Zat-zat
penghambat ini mungkin memainkan peranan yang penting dalam penghambatan
yang berhubungan dengan pertumbuhan dan perkecambahan, seperti dormansi biji
pada spesies tertentu.
3. Sintetik. Sejumlah besar senyawa sintetik menunjukkan aktivitas yang menghambat
pertumbuhan. Banyak diantaranya telah dimanfaatkan untuk pertanian. Garam-garam
amonium kuaterner(Amo-1618) dan fosfor-D merupakan penghambat pertumbuhan.
Senyawa sintetik lainnya yang penting adalah asam suksinat-2, 2- dimetilhodrosid
(SADH atau dominozida). Klormequat klorida (CCC) dapat diperoleh secara
komersial dan luas pemakaiannya uintuk rami dan biji tanaman.budidaya lainnya
untuk menvegah jatuhnya rebah. Dan akhir-akhir ini untuk mengkoordinasikan laju
pertumbuahn srisip pada barli dan gandum. Morfaktin merupakan bahan baru yang
dapat ditambahnkan [pada daftar zat penghambat pertumbuhan. Asam kloro
merupakan bentuk yang paling aktif dari kedua morfaktin. Contohnya pengendalian
alang-alang bukan hanya sebagaii pesaing bagi tanaman lain terutaman tanaman
pangan dalam mendapatkan air, unsur hara dan cahaya tetapi juga menhasilkan zat
alelopati yang menyebabkan pengaruh negatif pada tanaman lain. Pada dasarnya ada
2 cara yang digunakan oleh petani untuk memberishkan lahannya dari alang-alang,
yaitu :
1) Tanpa pengolahan tanah yang dilakukan dengan menggunakan herbisida, bila
petani mempunyai modal dalam skala yang besar. Misal ; penanaman kelapa
sawit dengan sengon.
2) Dengan pengolahan tanah. Pengolahan tanah untuk membersihkan alang-
alang dapat dilakukan secara manual dengan menggunakan cangkul atau
bajak, atau dengan menggunakan traktor.
Reklamasi alang-alang yang dilakukan oleh petani umumnya didahului dengan
pemabakaran atau penebasan, terutama pada lahan yang beralang-alang padat untuk
mepermudah pengolahan selanjutnya tetapi cara ini dapat menimbulkan kebakaran, maka
dilakukan penelitian untuk mencari alternatif pengendalian secara biologi yaitu dengan
memberikan naungan pada permukaan tanah sehingga sinar matahari yang masuk sangat sedikit
karena keterbatasan cahaya matahari yang masuk permukaan tanah, amaka kesempatan bagi
alng-lang untuk dapat tumbuh kembali relatif kecil (Ewusie, 1990).
2.3 METABOLISME MENGHAMBAT PERTUMBUHAN
ABA merupakan suatu terpenoid , seperti pada hormon GA, sitokinin, klorofil, karotyen
dan xantofil.Deaktivasi ABA mungkin terjadi karena (1) pengubahan secara enzimatik menjadi
2-trans ABA (bentuk tidak aktif), (2) oksidasi menjadi asam faseat, atau (3) konjugasi dengan
gula untuk membentuk glikosida, terutama glukosida. Seperti pada hormon yang lain, bentuk
terikat atau aktivitasnya kecil. ABA bebas ternyata ditranslokasikan ke seluruh tanaman seperti
IAA, tetapi nampaknya dengan laju yang lebih cepat.
Sintesis fenol terjadi melalui jalur asam ahikimat dengan menggunakan fenilalanin atau
tirosin. Asam sinamat tampaknya menggunakan prekursor unutk menghamabt benzoat tertentu.
Koumarin, suatu lekton, berasal dari fenol propana (asam 1-aminosiklopropana-1-karboksilat)
(Franklin, 1991).
2.4 RESPONS TERHADAP PENGHAMBAT PERTUMBUHAN
Penghambat alami atau sintetik menekan pertumbuhan dan perkembangan, seperti
ditunjukkan oleh uji standar pertumbuhan lurus. Selain itu penghambat juga memainkan peranan
penting sehubungan dengan morfogenesis den kelestarian. Tanpa dormansi atau suspensii
pertumbuhan yang aktif, biji dan tunas mungkin berkecambah atau berhenti tumbuh, hanya bila
mati karena periode ganas, dingin atau kekeringan yang tidak tertahankan. Mekanisme dormansi
memungkinkan biji dan tunas menunda pertumbuhan baru dalam keadaan istirahat dan hanya
melanjutkan pertumbuhan apabila kandungan ABA menurun disertai dengan kondisi yang
menguntungkan bagi terselesaikannya daur pertumbuahn (Franklin, 1991).
2.5 PERKECAMBAHAN
Secara teknis, perkecambahan berarti permulaan munculnya pertumbuahan aktif yang
menghasilkan pecahnya kulit bihi dan munculnya semai. Perkecambahan meliputi peristiwa-
peristiwa fisiologis dan morfologis berikut :
1. Imbibisi dan absorpsi air
2. Hidrasi jaringan
3. Absorpsi O2
4. Pengaktifan enzim pencernaan
5. Trnaspor molekul yang terhidrolisis ke sumbu embrio
6. Peningkatan respirasi dan asimilasi
7. Inisiasi pembelahan dan pembesaran sel
8. Munculnya embrio
Puncak imbibisi pada biji selada terjadi dalam waktu 2 jam, sedangkan respirasi mulai
setelah jam ke-2 dan mencapai puncak pertamanya pada jam ke-8. setelah puncak respirasii
pertama, puncak respirsi kedua dimulai kira-kira pada jam ke-16 dan mencapai maksimum pada
jam ke-24 atau lebih. Dua puncak tersebut di tafsirkan berhubungan berturut-turut dengan
hidrolisis kimia dan sintesis. Mitosis jelas kelihatan pada jam ke-12 dan mencapai puncaknya
pada jam ke-16. Ontogeni perkecambahan mengikuti dua fase metabolik yang berbeda.
Hidrolisis secara enzimatik terhadap cadangan yang disimpan dan sintesis jaringan baru dari
senyawa yang dihidrolisis (yaitu, dari gula ,asam amino, asam lemak, dan mineral yang
dibebaskan). Pada pertumbuhan sumbu embrio, awal mula pertumbuhan akar lembaga (radikula)
lebih cepat daripada pucuk lembaga (plumula) dan umumnya radikula pertama muncul dari kulit
biji yang pecah. Berat kering pada pucuk melampui berat kering akar dalam waktu beberapa hari.
Berat keseluruhan semai biji mengalami kemunduran dalam waktu kira-kira 10 hari karena
kehilangan respirasi.
Suatu urutan pertumbuhan dengan pertumbuhan akar mendahului pertumbuhan pucuk,
tampaknya menguntungkan bagii kelangsungan hidup suatu semai. Biji yang
masak viabel (terkecambahkan) sebelum terpisah atau saat berpisah dengan tumbuahn induknya,
tetapi biji tersebut mungkin tidak dapat dikecambahkan (mampu berkecambah dengan cepat
dalam kondisi yang menguntungkan). Biji pada bebeberapa spesies adalah dorman dan dapat
menjadi dikecambahkan hanya seudah dikenai kondisi khusus tertentu. Pada umumnya viabilitas
mengalami penurunan dan germinalitas mengalami peningkatan sejalan dengan umur, karena
secara alami terjadi pemecahan faktor-faktor dormansi pada biji(Franklin, 1991).
BAB III
METODOLOGI
3.1 ALAT DAN BAHAN
3.1.1 ALAT
Peralatan yang dipakai adalah aqua botol yang dipotong setinggi kurang lebih 4cm, pipet,
blander, alat sentrifuge, tabung reaksi, dan gelas ukur.
3.1.2 BAHAN
Bahan-bahan yang digunakan adalah ekstrak Portulaca oleraceae, biji tanaman Zea mays
dan Arachis hypogaea, air ledeng, dan kapas atau tissue.
3.2 PROSEDUR KERJA
3.2.1 PEMBUATAN ALELOPATI
Pembuatan alelopati memakai bahan Portulaca oleraceae yang prosedur dimulai dengan
mengambil daun Portulaca oleraceae sebanyak-banyaknya lalu ditimbang sampai beratnya
mencapai 5 g. Setelah penimbangan Portulaca oleraceae langsung diberi sedikit air dan
diblender, selanjutnya jika dirasa sudah halus ekstrak dimasukkan ke botol aqua untuk
dipersiapkan pada prosedur sentrifuge. Portulaca oleraceae yang telah diblender dimasukkan ke
tabung reaksi untuk nantinya disentrifuge selama beberapa menit. Setelah sentrifuge selesai
ekstrak dimasukkan kembali ke botol aqua dan endapan dibawahnya jangan sampai terangkat.
3.2.2 PENGUKURAN PERTUMBUHAN BIJI
Biji yang dipakai adalah biji Arachis hypogaea dan Zea mays sebanyak 10 biji. Sebelum
ditanam di media kapas biji direndam selama 1 hari. Setelah perendaman, tempat botol aqua diisi
dengan tissue atau kapas yang sebelumnya telah dibasahi dengan air. Kita membuat 4
penanaman dimana 2 adalah variable control dan 2 variabel alelopati. Pada variable alelopati
setiap harinya diteteskan ekstrak Portulaca oleraceae sebagai alelopati sebanyak 2 mL,
sedangkan pada variable kontrol setiap harinya diberi air dan dijaga kelembapannya. Percobaan
berlangsung selama 7 hari atau dalam 1 minggu dan pengukuran dilakukan setiap hari kemudian
hasilnya dicatat dan dibandingkan
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 DATA PENGAMATAN
4.1.1 PERTUMBUHAN BIJI JAGUNG (ZEA MAYS) DENGAN PEMBERIAN AIR SEBAGAI KONTROL
No.Har
i
ke-
Biji
ke-
( c
m )
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
1. 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
2. 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
3. 2 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
4. 3 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
5. 4 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
6. 5 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
7. 6 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
8. 7 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
9. 8 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
10. 9 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
4.1.2 PERTUMBUHAN BIJI JAGUNG (ZEA MAYS) DENGAN PEMBERIAN ALELOPATI DARI PORTULACA OLERACEAE
No.Har
i
ke-
Biji
ke-
( c
m )
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
1. 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
2. 1 0 0 0,1 0,1 0 0 0,1 0 0 0
3. 2 0 0 0,2 0,5 0 0 0,6 0,7 0 0
4. 3 0 0 2 0 0 2,3 1,5 0 0 0
5. 4 0,2 1,3 0,6 1,2 0 1 1,9 0 0 0
6. 5 0,1 1 0,4 0 0 4,5 0 0 0 0
7. 6 0 0 0,2 0,5 0 8,7 0 0 0 0
8. 7 0 0 0,3 0,6 0 12,
9
0 0 0 0
9. 8 0 0 0,4 1,5 0 19,
6
0 0 0 0
10. 9 0 0 0,9 2 0 21,
3
0 0 0 0$
4.1.3 PERTUMBUHAN BIJI KACANG TANAH ( ARACHIS HYPOGAEA ) DENGAN PEMBERIAN AIR SEBAGAI KONTROL
No. Hari ke- Biji ke- ( cm )
1 2 3 4 5 6 7 8 9 1
0
1. 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
2. 1 0,3 0 0,3 0,5 0 0 0,2 0,2 0 0
3. 2 0,3 0 0,8 0,7 0,4 0 0,5 0,4 0 0,3
4. 3 0,8 0 1,2 2 1,1 1,2 0,3 0 0,3 0,5
5. 4 0,8 0 1,5 0,9 0,6 0 1,7 0,6 0 0,6
6. 5 0,2 0 0,5 0,4 0,5 0 0,7 0,4 0 0,2
7. 6 0 0,5 1,6 0 1 0 0 0 0 1
8. 7 0 0,5 1,5 0,4 0,7 0 0,5 0 1,5 0,4
9. 8 0 0,7 1,5 0 0,7 0,8 0,7 0 1,6 0,4
10. 9 0 0,9 1,9 0 0,8 1,2 1,3 0 1,9 0,8
4.1.4 PERTUMBUHAN BIJ KACANG TANAH (ARACHIS HYPOGAEA) DENGAN PEMBERIAN ALELOPATI DARI PORTULACA OLERACEAE
No. Hari ke- Biji ke- ( cm )
1 2 3 4 5 6 7 8 9 1
0
1. 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
2. 1 0 0,2 0 0,2 0 0,1 0 0,1 0,2 0
3. 2 0 0,3 0 0,5 0,4 0,9 0 0,3 0,5 0
4. 3 0,1 0,5 0,1 0,6 0,5 1,5 0,4 0,5 0,8 0
5. 4 0,7 0,9 0 0,5 0,5 1,8 0,5 1,3 1,2 0
6. 5 0,3 0,5 0 0,3 0,3 1,2 0,7 1 0,1 0
7. 6 0,5 0,5 0 0,5 0,3 1,4 0,6 1,1 0,6 0
8. 7 0,5 0,6 0 0,2 0,5 1,5 0,5 0,8 0,9 0
9. 8 0,5 0,3 0 0,4 0,5 1,6 0,7 1,2 1,1 0
10. 9 0,8 0,5 0 0,7 0,9 1,8 1,2 1,8 1,5 0
Grafik Pertumbuhan Arachis hypogaea
Keterangan :
1 : Kontrol
2 : Alelokemis
Grafik Pertumbuhan Zea mays
Keterangan :
1 : Kontrol
2 : Alelokemis
4.2 PEMBAHASAN
Percobaan yang telah dilakukan adalah percobaan amensalisme yang bertujuan untuk
mengetahui pengaruh alelopati tumbuhan terhadap perkecambahan tumbuhan kacang tanah (
Arachis hypogaea ) dan jagung ( Zea mays ). Amensalisme adalah interaksi yang menekan suatu
organisme dimana kondisi organisme yang satunya tetap stabil dan dapat tumbuh berkembang
pada komunitas tersebut. Amensalisme termasuk reaksi yang bersifat negatif karena dapat
menghambat pertumbuhan pertumbuhan organisme oleh tumbuhan melalui melalui pelepasan
produk metabolit ke lingkungan. Bagian interaksi alelokemis yang hanya melibatkan tumbuhan
saja disebut dengan alelopati dimana senyawa kimia yang dimilikinya dapat menghambat
pertumbuhan tanaman baik yang berasal dari akar, batang, daun dan bunga.
Percobaan ini diawali dengan melakukan ekstrak terhadap tanaman Portulaca oleraceae
untuk pembuatan larutan alelokemis. Daun Portulaca oleraceae diambil dan ditimbang sebayak
50 gram. Daun tersebut diblender dan diambil ekstraknya. Larutan hasil perasan dari proses di
atas disentrifuge selama 10 menit untuk masing – masing tabung reaksi. Endapan yang terbentuk
dibuang. Hasil sentrifuge berupa supernata ditambahkan air hingga 500 ml dan dimasukkan serta
digunakan sebagai bahan dalam melakukan percobaan amensalisme ini.
Biji kacang tanah dan jagung yang telah direndam agar lunak dan mengalami proses
imbibisi diletakkan pada cawan dari gelas aqua yang dilapisi kapas basah. Masing – masing
cawan berisi biji kacang tanah dan jagung dengan 2 perlakuan yang berbeda, yaitu dengan
penetesan alelokemis dan air sebanyak 10 biji. Penetesan dengan air digunakan untuk kontrol
perkembangan. Percobaan tersebut dilakukan dan diamati hingga hari ke -9 dengam pemberian
larutan alelopati dan air sumur sebayak 1 ml. Pengguanaan air sumur berfungsi sebagai kontrol
dengan kadar mineral tinggi tanpa unsur kimia yang lain. Percobaan pada hari ke-0 tidak
menggunakan larutan alelopati terlebih dahulu.
Hasil pengamatan menunjukkan hasil yang berbeda pada jagung dan kacang hijau.
Percobaan dengan menggunakan jagung menghasilkan data dimana jagung tersebut dapat
tumbuh dengan baik setelah diberi larutan alelokemis namun pertumbuhannya menjadi
terhambat pada hari ke 9. Pengamatan perkecambahan biji jagung dengan air sebagai kontrol
tidak dapat dilakuakn karena jagung yang berada pada cawan penuh dengan jamur. Hal ini
disebabkan karena suasana yang lembab dan kualitas biji jagung yang kurang baik. Pengamatan
biji kacang tanah dengan kontrol berupa air dan alelopati berupa ekstrak Portulaca oleraceae
menunjukkan hasil yang berbeda. Biji kacang tanah lebih mudah tumbuh dan bertahan dengan
menggunakan air sebagai media mineralisasi dan pertumbuhannya sedangakan biji kacang tanah
yang diberikan larutan alelopati dapat tumbuh namun perkecambahan dengan air lebih cepat dan
meghasilkan tanaman yang lebih tinggi. Hasil dalam pertumbuhan kacang tanah dengan air
sebagai kontrol yang menurun pada biji tertentu disebabkan oleh adanya jamur yang turut
menekan petumbuhan biji tersebut sebagai akibat kondisi lingkungan yang lembab. Alelokemis
dari daun Portulaca oleraceae dapat menghambat proses penyerapan unsur hara. Selain itu,
alelokemis tersebut dapat menghambat proses pembelahan sel untuk perkembangan dan kinerja
hormon yang juga nantinya akan mempengaruhi perbesaran sel tumbuhan tersebut. Mekanisme
pengaruh alelokemis terjadi dalam bentuk proses yang tidak sederhana dan diawali pada bagian
membran plasma yang mengalami ketidakstabilan struktur karena masuknya senyawa alelokemis
tersebut. Hal ini akan berpengaruh terhadap penyerapan dan transportasi zat yang juga akan turut
mempengaruhi proses fotosintesis dimana pembentukan senyawaa organik dilakukan oleh
tumbuhan tersebut sebagai organisem autotrof dan memiliki plastida.
Berdasarkan resume jurnal dan artikel dari internet yang telah diperoleh, Portulaca
olareceae tidak sepenuhnya bersifat menghambat pertumbuhan tanaman karena senyawa
alelokemis yang dihasilkan tidak mereduksi berat dari biji itu sendiri. Senyawa kimia dalam
Portulaca oleraceae seperti Pb atau timbal serta Hg dapat menghambat proses perkembangan
tumbuhan, khususnya melalui pembelahan sel.
BAB V
KESIMPULAN
Kesimpulan dari percobaan ini adalah senyawa – senyawa pada daun Portulaca
oleraceae mempunyai potensi untuk menghambat pertumbuhan dan perkecambahan biji kacang
tanah dan jagung. Biji kacang tanah yang diberi larutan dari air sumur akan tumbuh lebih tinggi
dibandingkan dengan larutan alelokemis yang telah diekstrak dan disentrifuge dari daun
Portulaca oleraceae. Hal ini disebabkan karena senyawa alelokemis tersebut dapat menghambat
pertumbuhan dari biji kacang tanah serta mempengaruhi kerja hormon,enzim dan penyerapan
unsur hara. Pengamatan dengan menggunakan jagung tidak dapat dibuat perbandingan akibat
jamur yang terdapat pada biji jagung sebagai kontrol. Namun , pertumbuhan jagung dengan
senyawa alelokemis menunjukkan perkembangan dan tinggi yang rendah.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. (2009). Interaksi Tumbuhan . Diakses pada http://tgama.blogspot.com%20---
%20[Author%20%20Avicenia]%20---%20http%20%20%20fores.mht., pada tanggal
27 April 2009 pukul 21.05 WIB
Eugene, P. Odum. (1995). Dasar-Dasar Ekologi. UGM PRESS : Yogyakarta
Ewusie, J Yanney. (1990). Pengantar Ekologi Tropika. ITB Press: Bandung
Franklin, Gardner .(1991). Fisiologi Tanaman Budidaya. UI PRESS : Jakarta
Odum, Eugene P. (1995). Dasar-Dasar Ekologi, Edisi Ketiga. UGM Press: Yogyakarta
DISKUSI
Bandingkan pengaruh alelopati terhadap perkembanagn tiap jenis biji!
Biji jagung yang diberi larutan alelokemis Portulaca oleraceae akan mengalami
pertumbuhan yang menurun karena senyawa kimia di dalamnya seperti Pb dan Hg akan
menghambat kinerja hormon dan enzim. Proses tersebut pertama – tama akan masuk ke
dalam membran plasma dan menyebabkan ketidakstabilan dari membran tersebut.
Akibatnya, transportasi zat akan terganggu. Proses fotosintesispun juga kan terganggu.
Hal ini juga terjadi pada biji kacang tanah dengan pertumbuhan yang tidak secepat
kontrol.
SKEMA KERJA
A. Pembuatan alelopati
- Diambil daunnya
- Ditimbang
- Diberi air dan diblender
- Dimasukkan ke tabung reaksi
- Disentrifuge
- Endapan dibuang
- Dimasukkan ke botol aqua
B. Kontrol Zea mays dan Arachis hypogaea
- Direndam selama 1 hari
- Ditanam sebanyak 10 butir pada media kapas atau tissue basah
- Ditetesi air dan dijaga kelembapannya
- Diukur setiap hari selama seminggu (7 hari)
- Data dicatat
- Dibuat perbandingan dengan data alelopati
C. Alelopati Kontrol Zea mays dan Arachis hypogaea
- Direndam selama 1 hari
- Ditanam sebanyak 10 butir pada media kapas atau tissue basah
- Ditetesi ekstrak Portulaca oleraceae sebagai alelopati sebanyak 2 mL
- Diukur setiap hari selama seminggu (7 hari)
- Data dicatat
- Dibuat perbandingan dengan data kontrol
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Kompetisi merupakan suatu pola interaksi yang bersifat negatif dengan melibatkan dua
atau lebih organisme dalam rangka pemakaian sumber daya yang sama pada keadaan yang
terbatas. Hal yang biasanya dikompetisikan adalah sumber makanan, sumber air, habitat, dan
hal-hal yang bersifat pokok lainnya. Kompetisi ini terjadi apabila niche antara individu tersebut
tumpang tindih. Pada praktikum ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh kompetisi terhadap
pertumbuhan tumbuhan.
Prosedur untuk menjalankan praktikum ini dimulai dengan merendam biji selama satu
hari, selanjutnya biji ditanam di polybag dengan perbandingan tertentu antara tanah dan pupuk.
Pertumbuhan setiap biji yang ditanam diukur setiap minggunya setelah itu diamati perbandingan
biji yang tumbuh lebih dominan. Biji untuk kompetisi ini memakai biji jagung dan sawi. Hasil
yang diharapkan berupa perbandingan ukuran pertumbuhan antara biji sawi dan biji jagung.
1.2 PERMASALAHAN
Permasalahan pada praktikum ini adalah bagaimana mengetahui pengaruh kompetisi
terhadap pertumbuhan tanaman.
1.3 TUJUAN
Praktikum ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh kompetisi terhadap pertumbuhan
tanaman.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 KOMPETISI
Secara teoritis ,apabila dalam suatu populasi yang terdiri dari dua spesies , maka akan
terjadi interaksi diantara keduanya.Bentuk interaksi tersebut dapat bermacam-macam ,salah
satunya adalah kompetisi.Kompetisi dalam arti yang luas ditujukan pada interaksi antara dua
organisme yang memperebutkan sesuatu yang sama . Kompetisi antar spesies merupakan suatu
interaksi antar dua atau lebih populasi spesies yang mempengaruhi pertumbuhannya dan
hidupnya secar merugikan.Bentuk dari kompetisi dapat bermacam-macam. Kecenderungan
dalam kompetisi menimbulkan adanya pemisahan secara ekologi , species yang berdekatan atau
yang serupa dan hal tersebut di kenal sebagai azaz pengecualian kompetitif ( competitive
exclusion principles ) (Ewusie,1990).
Kompetisi akan menghasilkan adanya saling bermusuhan diantara organisme yang
menggunakan sumber alam yang sama tetapi jumlahnya jumlahnya terbatas. Sebuah penelitian
menunjukkan pentingnya persaingan dan bagaimana mekanismenya terjadi,yang dipimpin oleh
Grant Harris pada tahun 1967, tanaman yang dominan pada padang rumput ini adalah sejenis
gandum (Agrophyron spicatum) yang musiman. Kemudian yang hidup tahunan adalah sejenis
rumput (Bromus tectorum) yang kebetulan diperkenalkan pada wilayah tersebut di Eropa. Sejak
saat itu, pertanian dan peternakan memberikan kelimpahan pada sejenis gandum dan penurunan
kelimpahan pada sejenis rumput (Kartawinata,1986).
Kedua spesies mempunyai siklus yang sama. Mereka tumbuh atau istirahat selama masa
dormansi pada saat lemah, tumbuh lambat pada musim dingin, tumbuh cepat pada musim semi,
menghasilkan bunga pada musim panas dan mati pada bulan juni (atau mulai istirahat pada
pertengahan juli jika tanaman musiman). Haris mempelajari pertumbuhan dan ketahanan kedua
spesies selama satu tahun, dimulai pada keduanya masih benih. Didtemukan bahwa kehadiran
sejenis rumput dalam jumlah besar akan menurunkan pertumbuhan dan ketahanan sejenis gulma
(Kartawinata,1986).
Untuk kompetisi bagi tanaman endemic , mak tanaman endemic tersebut merupakan
suatu pesaing yang lemah pada tempat dengan kondisi yang buruk .Tanaman yang berada pada
habitat yang keras mempunyai ketahanan terhadap keekstriman lingkungan dan ketahanan ini
umumnya tidak dimiliki oleh sebagian besar tanaman lain.Tanaman tersebut juga dapat hidup
pada temapt lain yang tidak ekstrim, tetapi dengan catatan lahan tersebut masih kosong dan tanpa
adanya pesaing (Ewusie,1990).
2.2 MACAM-MACAM KOMPETISI
2.2.1 PERSAINGAN INTRASPESIFIKPersaingan ini terjadi antar organisme yang sama spesiesnya. Interaksi potensial
bervariasi mulai dari interaksi yang sangat netral, dimana dua populasi saling bersama-sama
dalam habitat tetapi tidak bersama-sama dalam lingkungan, sampai interaksi pada beberapa
pengaruh yang langsung terhadap kemampuan individu dalam satu atau kedua populasi untuk
mempertahankan kehidupan atau reproduksi. Interaksi-interaksi diantara populasi ini dapat
bersifat positif, yaitu mendorong pertumbuhan pada satu atau kedua populasi. Komunitas ekologi
yang telah banyak menarik perhatian adalah interaksi negatif, tetapi interaksi positif sekarang
juga mendapat perhatian besar (Naughton, 1990).
2.2.2 PERSAINGAN INTERSPESIFIKPersaingan ini terjadi antar dua organisme yang ber beda spesiesnya. Adanya lebih dari
satu spesies di dalam suatu habitat menaikkan ketahanan lingkungan kapanpun spesies lain
bersaing secara serius dengan spesies pertama untuk beberapa sumber penting, hambaatan
peretumbuhan terjadi dalam kedua spesies. Hukum Gause menyatakan bahwa tidak ada spesies
dapat secara tidak terbatas menghuni ceruk yang sama secara serentak. Salah satu dari spesies-
spesies itu akan hilang atau setiap spesies akan menjadi makin bertambah efisien dalam
memenfaatkan atau mengolah bagian dari ceruk tersebut, dengan demikian keduanya akan
mencapai keseimbangan. Dalam situasi terakhir, persaingan interspesifik mengalami suatu ceruk
mikro yang terpisah (Michael, 1994).
Persaingan diantara tumbuhan secara tidak langsung terbawa oleh modifikasi lingkungan.
Di dalam tanah, sistem-sistem ini akan bersaing untuk air dan bahan makanan. Dan karena
mereka tidak bergeerak, maka ruang menjadi faktor penting, di atas tanah, tumbuhan yang lebih
tinggi menguasai sinar yang mencapai tumbuhan yang lebih rendah dan memodifikasi suhu,
kelembaban serta udara pada permukaan tanah (Michael, 1994).
2.3 KOMPETISI DAN KEDUDUKAN DALAM SUATU HABITAT
Persaingan di antara dua organisme yang menggunakan sumber yang sama, maka akan
terjadi kompetisi atas organiame, sejumlah besar organisme, kedudukannya di suatu habitat
dalam waktu yang bersamaan. Kompetisi intraspesifik lebih luas dari pada kompetisi
interspesifik karena tempat yang digunakan juga lebih luas. Teori evolusioner saat ini mendapat
hasil bahwa tekanan seleksi alam mengendalikan spesies dalam sebuah komunitas menjadi
bagian dari lingkungan (menggunakan bagian yang berbeda darinya), hasilnya adalah saingan
diperkecil.
Konsep dari ”satu tempat satu spesies” berasal dari percobaan laboratorium oleh ahli
mikrobiologi Rusia GF Gause (1934), dia menempatkan sepasang protozoa yang berbeda spesies
atau yeast yang berbeda spesies di sebuah mikrohabitat yang sama dan dicatat pertumbuhan
populasinya, dibandingkan antara angka pertumbuhan populasi antara dua spesies tersebut ketika
ditekan serta diisolasi menunjukkan bahwa terjadi kompetisi. Bahwa semakin dekat kekerabatan
dan perbedaan ini memungkinkan untuk hidup secara berdampingan dan mengurangi persaingan.
Konsep ini disebut juga Gause’s Competitive Exclusion Princiole (Naughton ,1990).
2.4 FAKTOR PEMBATAS KOMPETISI
Persaingan atau kompetisi didalam menyererap unsur-unsur hara dan air dari dalam
tanah, dan penerimaan cahaya matahari untuk proses fotosintesis, menimbulkan kerugian-
kerugian dalam produksi baik kualitas dan kuantitas. Ada beberapa faktor pembatas kompetisi,
antara lain:
Persaingan memperebutkan hara.
Setiap lahan berkapasitas tertentu di dalam mendukung perutmbuhan berbagai pertanaman atau
tumbuhan yang tunbuh yang tumbuh di permukaannya, jumlah bahan organik yang dapat
dihasilkan oleh lahan itu tetap walaupun kompetisi tumbuhannya berbeda (Kartono, 2005).
Persaingan memperebutkan air.
Jika ketersediaan air dalam suatu lahan menjadi terbatas, maka persaingan juga akan meningkat.
Air diserap dari dalam suatu lahan menjadi terbatas, maka persaingan semakin tinggi. Kemudian
sebagian air diupkan (transpirasi) dan hanya sekitar satu persen saja yang dipakai untuk proses
fotosintesis (Kartono, 2005).
Persaingan memperebutkan cahaya.
Apabila persediaan air dan hara telah cukup dan pertumbuhan berbagai tumbuhan subur, maka
faktor pembatas selanjutnya adalah cahaya matahari yang redup (pada musim penghujan)
berbegai pertanaman tersebut untuk memperoleh cahaya matahari. Tumbuhan yang berhasil
bersaing mendapat cahaya adalah tanaman yang lebih dahulu tumbuh, oleh karena itu tumbuhan
itu lebih tua, lebih tinggi dan lebih rimbun tajuknya. Tumbuhan lain yang lebih pendek, muda
dan kurang tajuknya dinaungi oleh tumbuhan yang terdahulu serta pertumbuhannya akan
terhambat (Kartono, 2005).
BAB III
METODOLOGI
3.1 ALAT DAN BAHAN
3.1.1 ALAT
Peralatan yang dipakai adalah polybag, alat ukur, gelas aqua, dan label.
3.1.2 BAHAN
Bahan-bahan yang digunakan adalah biji sawi, biji jagung, tanah murni, pupuk, dan air.
3.2 PROSEDUR KERJA
Prosedur kerja dimulai dengan perendaman biji selama 1 hari sehingga biji dapat
menyerap air terlebih dahulu. Apabila biji yang direndam mengapung maka biji tersebut tidak
layak tanam. Pada hari berikutnya polybag sebanyak 15 buah diisi sebanyak 5 kg dengan
polybag 1 berisi tanah, polybag ke-2 berisi pupuk dan tanah dengan perbandingan 1:1, polybag
ke-3 berisi pupuk dan tanah dengan perbandingan 2:1, polybag ke-4 berisi pupuk dan tanah
dengan perbandingan 3:1, dan polybag ke-5 berisi pupuk dan tanah dengan perbandingan 4:1.
Sisa untuk 10 polybag yang lain juga diperlakukan sama kemudian pada group polybag pertama
diisi dengan 10 bibit sawi, pada group polybag Kedua diisi dengan 10 bibit jagung, dan yang
terakhir pada group polybag diisi dengan 5 bibit jagung dan 5 bibit sawi.pertumbuhan dari biji
diukur setiap minggu sekali. Data yang didapat disimpan untuk kemudian diamati, dimana data
yang lebih besar pertumbuhannya diantara kedua biji akan dipilih. Hasilnya dicatat.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 DATA PENGAMATAN
4.1.1 PENGAMATAN KOMPETISI INTRASPESIFIK PADA JAGUNG
Minggu Ke-1 = Tidak ada yang tumbuh
Minggu ke-2 =
No.Per
ban
din
gan
Ta
nah
dan
Pu
puk
ber
tur
u-
tur
ut
Biji
ke-
( c
m )
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
1. Ta
nah
saj
a
3,1 13,
9
- - - - - - - -
2. 1:1 9,6 11,
4
- - - - - - - -
3. 1:2 - - - - - - - - - -
4. 1:3 4,3 20 - - - - - - - -
5. 1:4 - - - - - - - - - -
Minggu ke-3 =
No.
Perbandinga
n
Tanah dan
Pupuk
berturu-turutBiji ke- ( cm )
1 2 3 4 5 6 7 8 9 1
0
1. Ta
nah
saj
a
- - - - - - - - - -
2. 1:1 - - - - - - - - - -
3. 1:2 - - - - - - - - - -
4. 1:3 - 20,
31
- - - - - - - -
5. 1:4 - 19, - - - - - - - -
5
4.1.2 PENGAMATAN KOMPETISI INTRASPESIFIK PADA SAWI
Minggu Ke-1 = Tidak ada yang tumbuh
Minggu ke-2 =
No.
Perbandinga
n
Tanah dan
Pupuk
berturu-turutBiji ke- ( cm )
1 2 3 4 5 6 7 8 9 1
0
1. Ta
nah
saj
a
7 6,4 6 7,5 5,3 6,7 5,5 6 4,8 6,9
2. 1:1 5,9 5 5,83,6 4,3 4,8 6,3 6,8 7,7 7,5
3. 1:2 5,4 2,7 2,3 4,3 4 4,8 3,8 4,1 5,3 6,4
4. 1:3 3,5 4,9 5,2 2,8 5 6,3 5 5 1,5 5,3
5. 1:4 6,2 4 6 4,4 5,5 4,5 3,9 5,9 3,2 4,6
Minggu ke-3 =
No.
Perbandinga
n
Tanah dan
Pupuk
berturu-turutBiji ke- ( cm )
1 2 3 4 5 6 7 8 9 1
0
1. Ta
nah
saj
a
- - - - 6 - - - - -
2. 1:1 7,8 7,5 9 7 - - - - - -
3. 1:2 - - 4,3 - - - - - - -
4. 1:3 - - - - - - - - - -
5. 1:4 - - - - - - - - - -
4.1.3 PENGAMATAN KOMPETISI INTERSPESIFIK PADA JAGUNG DAN SAWI
Minggu Ke-1 = Tidak ada yang tumbuh.
Minggu ke-2 =
No.Per
ban
din
gan
Ta
nah
dan
Pu
puk
ber
tur
u-
tur
ut
Biji
ke-
( c
m )
( sa
wi
=1-
5,
jag
ung
=6-
10
)
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
1. Ta
nah
saj
a
5 4,3 7 6,3 6,4 18 21 - - -
2. 1:1 6,5 4,5 6,6 6,8 5,3 6 16 27 25 21,
9
3. 1:2 4 4,1 6,4 4,8 5 - - - - -
4. 1:3 2,3 4,4 4 2,3 3,3 - - - - -
5. 1:4 3,4 3 2 3 1,5 - - - - -
Minggu ke-3 =
No.
Perbandinga
n
Tanah dan
Pupuk
berturu-turut
Biji ke- ( cm )
( sawi =1-5, jagung=6-10 )
1 2 3 4 5 6 7 8 9 1
0
1. Ta
nah
saj
a
11 10 - - - - - - - -
2. 1:1 5 - - - - - - - - -
3. 1:2 - - - - - - - - - -
4. 1:3 - - - - - - - - - -
5. 1:4 - - - - - - - - - -
4.2 PEMBAHASAN
Percobaan yang dilakukan adalah pola interaksi, yaitu kompetisi. Percobaan ini bertujuan
untuk mengetahui pengaruh kompetisi terhadap pertumbuhan tanaman. Kompetisi adalah suatu
pola interaksi yang bersifat negatif dan melibatkan 2 organisme atau lebih yang menggunakan
sumber daya yang sama dalam keadaan terbatas. Percobaan ini dibagi menjadi 2 yaitu kompetisi
intra-spesifik dimana organisme yang digunakan adalah sama, yaitu jagung dan sawi yang
dilakukan pada percobaan ini serta kompetisi inter-spesifik yang melibatkan jagung dan sawi
dlam satu media tanam.
Percobaan ini diawali dengan mengecambahkan biji di dalam air untuk memilikih
kualitas biji yang baik dan juga agar terjadi imbibisi. Proses perkecambahan biji juga
dipengaruhi oleh suhu optimum dan intensitas cahay. Biji tersebut keesokan harinya dipindahkan
ke dalam polybag yang telah berisi 5kg komposisi tanah atau pupuk. Polybag yang disiapkan
adalah 15 buah dengan 3 polybag yang berisi tanah saja serta tiap 3 polybag lain berisi tanah
berbanding pupuk secara berturut-turut, yaitu 1:1, 1:2, 1:3, 1:4. Setiap 3 polybag dengan
komposisi sejenis ditambahkan masing – masing dengan 10 biji jagung, 10 biji sawi, dan
campuran 5 biji jagung dan 5 bji sawi.
Penanaman dan perawatan berupa penyiraman dengan air sumur yang kaya akan mineral
dan tidak terkontaminasi zat kimia dilakukan setiap hari. Perhitungan tinggi hanya dilakukan
setiap 1 minggu sekali selama 3 minggu. Pertumbuhan seluruh biji di dalam polybag pada
minggu pertama menunjukkan hasil negatif dimana pertumbuhan belum terlihat di atas
permukaan komposisi tanah dan pupuk. Hal ini disebabkan karena biji diletakkan pada
kedalaman yang cukup besar agar biji tersebut tidak dimakan oleh hewan seperti burung dan
sebagainya.
Hasil pengamatan pada jagung dalam kompetisi intraspesifik menunjukkan hasil yang
menyimpang dimana hanya ada sedikit tumbuhan yang tumbuh. Hal ini disebabkan karena
adanya kerusakan tanah secara mendadak yang mungkin disebabkan karena hujan yang terlalu
deras. Biji jagung juga tidak tumbuh karena ketika hujan turun, lapisan tanah menjadi menyusut
dan posisi biji kembali terlihat di permukaan. Hal ini akan menyebabkan hewan pemakan biji
seperti burung akan memakan biji tersebut sehingga percobaan ini gagal. Hal ini berbeda dengan
sawi yang tumbuh cepat dan hampir merata pada setiap komposisi tanah atau pupuk yang sama.
Namun, pertumbuhan dengan perbandingan tanah dan pupuk 1:4 lebih menghasilkan tanaman
yang tinggi karena unsur hara yang terpenuhi dari pupuk. Spesies sawi yang unggul akan tumbuh
lebih tinggi dan mendapat absorbsi unsur hara yang lebih banyak.
Pengamatan kompetisi interspesifik menunjukkan bahwa pertumbuhan jagung lebih
tinggi, namun hal itu hanya terlihat pada minggu ke-2 sedangkan pada minggu ke-3 kondisi
tanah sudah rusak dan penuh dengan kayu-kayu kecil yang terjadi secara tiba – tiba dan tidak
dilakukan oleh praktikan sendiri. Sehingga pada minggu ke-yang tumbuh hanyalah tanaman sawi
saja. Pada umumnya biji jagung akan mudah tumbuh dan menang dalam kompetisi tersebut
karena daya adaptasi yang tinggi dari jagung dibandingkan dengan sawi sehingga daya absorbsi
unsur haranya juga tinggi dan tanaman sawi sebagai tanaman yang kalah tidak berkembang
maksimal dengan ukuran yang kecil bahkan hingga layu.
Pada kompetisi intra spesifik, terjadi perebutan sumber daya dan unsur hara oleh dua
individu yang berbeda yaitu sawi dan jagung. Kompetisi ini akan mempengaruhi bagaimana
kedua populasi ini dapat hidup bedampingan pada lokasi yang sama. Spesies yang kalah akan
mati dan spesies yang menang akan mampu mengabsorbsi lebih banyak unsur hara yang ada.
BAB V
KESIMPULAN
Kesimpulan dari percobaan ini adalah kompetisi merupakan pola interaksi negatif yang
melibatkan 2 organisme dalam lingkungan dengan kebutuhan sumber daya yang sama.
Kompetisi intra-spesifik dilakukan dengan menggunakan biji jagung dan sawi yang
menunjukkan adanya spesies yang sedikit unggul karena daya absorbsi unsur hara yang tinggi.
Namun, pertumbuhannya cukup merata. Hal ini berbeda dengan kompetisi inter-spesifik dimama
pengamatan pada minggu ke-2 menunjukkan jagung lebih unggul dari sawi karena adaptasi yang
tinggi. Kerusakan tanah dan tanaman pada minggu ke-3 menghambat pengamatan dari kompetisi
ini.
DAFTAR PUSTAKA
Ewusie ,Yanney .(1990). Pengantar ekologi tropika .ITB : Bandung
Kartawinata, Kuswata. 1986. Pengantar Ekologi. Remadja karya CV : Bandung
Mc. Naughton, S.J. 1998. Ekologi Umum, edisi kedua. UGM Press : Yogyakarta
Michael, P. 1994. Metode Ekologi untuk Penyelidikan Lapangan dan Laboratorium. UI Press :
Jakarta.
DISKUSI
1. Bandingkan pertumbuhan yang mengalami kompetisi baik yang intra spesifik
maupun interspesifik!
Pertumbuhan yang terjadi pada kompetisi intra-spesifik cenderung merata dengan
sedikit spesies yang unggul sedangkan kompetisi inter-spesifik menunjukkan
adanya spesies yang menang yaitu jagung karena lebih mudah beradaptasi dengan
daya absorbsi unsur hara yang lebih besar
dibandingkan dengan jagung.
2. Apakah ada perbedaan pola pertumbuhan tiap spesies tanaman yang mengalami
kompetisi?
Pola Pertumbuhan spesies yang sama dalam satu sumber daya(intra-spesifik)
menunjukkan pola yang tidak menyebar (dispersi) seperti pada sawi, namun untuk
jagung pola pertumbuhannya sedikit menyebar karena lebih mudah beradaptasi.
Kompetisi interspesifik menunjukkan diversitas tinggi dengan jagung yang lebih
mudah beradaptasi tumbuh lebih tinggi di banding sawi.
SKEMA KERJA
A. Biji Jagung
- Direndam selama 1 hari
-Ditanam sebanyak 10 butir pada polybag berisi tanah, polybag berisi tanah dan
pupuk (1:1), polybag berisi tanah dan pupuk (1:2), polybag berisi tanah dan pupuk
(1:3), polybag berisi tanah dan pupuk (1:4).
- Dirawat
- Diukur setiap seminggu sekali
- Diamati datanya bagi semua individu yang hidup
- Dicatat datanya.
B. Biji Sawi
- Direndam selama 1 hari
-Ditanam sebanyak 10 butir pada polybag berisi tanah, polybag berisi tanah dan
pupuk (1:1), polybag berisi tanah dan pupuk (1:2), polybag berisi tanah dan pupuk
(1:3), polybag berisi tanah dan pupuk (1:4).
- Dirawat
- Diukur setiap seminggu sekali
- Diamati datanya bagi semua individu yang hidup
- Dicatat datanya.
C. Biji Sawi dan Jagung
- Direndam selama 1 hari
-Ditanam masing-masing sebanyak 5 butir pada polybag berisi tanah, polybag
berisi tanah dan pupuk (1:1), polybag berisi tanah dan pupuk (1:2), polybag berisi
tanah dan pupuk (1:3), polybag berisi tanah dan pupuk (1:4).
- Dirawat
- Diukur setiap seminggu sekali
- Diamati datanya bagi populasi yang dominan hidup
- Dicatat datanya.
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Ekofisiologi merupakan studi mengenai reaksi organisme terhadap faktor fisik dan kimia
lingkungan. Hal yang menjadi faktor dari ekofisiologi adalah suhu, cahaya, logam berat, dan
lainnya. Logam berat seperti sulfur dioksida, ozon, hidrogen florida, maupun timbal dapat
mempengaruhi pertumbuhan tanaman baik secara langsung maupun tidak langsung, salah
satunya adalah dampaknya terhadap stomata. Stomata yang terkena logam berat dari gas polutan
dapat rusak seperti kotor, sel penjaganya tidak dapat tertutup, dan ukurannya yang abnormal.
Pengaruh berikutnya adalah cahaya, dimana cahaya dapat mengendalikan metabolisme seperti
fotosintesis dan terhadap pertumbuhan tanaman yang bersangkutan tersebut.
Praktikum ini ditujukan agar praktikan mengetahui pengaruh gas polutan dan cahaya
terhadap stomata dan morfologi tanaman. Prosedurnya dengan mengambil sampel untuk dibuat
preparat stomata dengan bahan daun sono (Pterocarpus indicus). Pada praktikum cahaya,
prosedurnya adalah dengan membandingkan hasil pertumbuhan tanaman yang berada di naungan
dimana bahan yang dipakai adalah jagung dengan pertumbuhan kacang hijau di tempat yang
mendapat intensitas cahaya yang cukup. Hasil yang diinginkan adalah bentuk stomata rusak dan
perbandingan pengukuran ketinggian tanaman pada kedua kondisi yaitu naungan dengan tempat
cukup cahaya.
1.2 PERMASALAHAN
Permasalahan pada praktikum ini adalah bagaimana mengetahui pengaruh gas polutan
terhadap struktur stomata daun serta bagaimana mengetahui pengaruh intensitas cahaya
maupun kondisi naungan terhadap morfologi tanaman.
1.3 TUJUAN
Praktikum ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh gas polutan terhadap struktur
stomata daun dan mengetahui pengaruh intensitas cahaya maupun kondisi naungan terhadap
morfologi tanaman.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 STOMATA
2.1.1 PENGERTIAN STOMATAStomata berasal dari bahasa Yunani yaitu stoma yang berarti lubang atau porus, jadi
stomata adalah lubang-lubang kecil berbentuk lonjong yang dikelilingi oleh dua sel epidermis
khusus yang disebut sel penutup (Guard Cell), dimana sel penutup tersebut adalah sel-sel
epidermis yang telah mengalami kejadian perubahan bentuk dan fungsi yang dapat mengatur
besarnya lubang-lubang yang ada diantaranya (Kertasaputra, 1988).
Stomata pada umumnya terdapat pada bagian-bagian tumbuhan yang berwarna hijau,
terutama sekali pada daun-daun tanaman. Pada “submerged aquatic plant” atau tumbuhan yang
hidup dibawah permukaan air terdapat alat-alat yang strukturnya mirip dengan stomata. Pada
daun-daun yang berwarna hijau stomata terdapat pada satu permukaannya saja (Kertasaputra,
1988).
2.1.2 TIPE PENYEBARAN STOMATAAda 5 tipe penyebaran stomata pada tanaman, yaitu :
1. Tipe apel atau murbei dimana stomata didapatkan hanya tersebar pada sisi bawah daun
saja, seperti pada apel, peach, murbei, kenari dan lain-lain.
2. Tipe kentang dimana stomata didapatkan tersebar lebih banyak pada sisi bawah daun dan
sedikit pada sisi atas daun seperti pada kentang, kubis, buncis, tomat, pea dan lain-lain.
3. Tipe oat, yaitu stomata tersebar sama banyak baik pada sisi atas maupun pada sisi bawah
daun, misalnya pada jagung, oat, rumput dan lain-lain.
4. Tipe lili hutan, yaitu stomata hanya terdapat pada epidermis atas saja, misalnya lili air dan
banyak tumbuhan air.
5. Tipe potamogeton yaitu stomata sama sekali tidak ada atau kalau ada vestigial, misalnya
pada tumbuhan-tumbuhan bawah air(Pandey dan Sinha, 1983).
2.1.3 SUSUNAN STOMATAStomata dapat dibagi menjadi beberapa bagian diantaranya, yaitu bagian sel penutup
atau sel penjaga (guard cell), bagian yang merupakan sel tetangga, dan ruang udara dalam. Sel
penutup terdiri dari sepasang sel yang kelihatannya semetris, umumnya berbentuk ginjal, pada
dinding sel atas dan bawah tampak adanya alat yang berbentuk birai (ledges), kadang-kadang
birai tersebut hanya terdapat pada dinding sel bagian atas. Adapun fungsi birai pada dinding sel
bagian atas itu adalah sebagai pembatas ruang depan (Front Cavity) diatas porusnya sedangkan
pembatas ruang belakang (Basic Cavity) antara porus dengan ruang udara yang terdapat
dibawahnya. Keunikan dari sel penjaga adalah serat halus sellulosa (cellulose microfibril) pada
dinding selnya tersusun melingkari sel penjaga, pola susunan ini dikenal sebagai miselasi radial
(Radial Micellation). Karena serat selulosa ini relatif tidak elastis, maka jika sel penjaga
menyerap air mengakibatkan sel ini tidak dapat membesar diameternya melainkan memanjang.
Akibat melekatnya sel penjaga satu sama lain pada kedua ujungnya memanjang akibat menyerap
air maka keduanya akan melengkung ke arah luar. Kejadian ini yang menyebabkan celah stomata
membuka.
(Kertasaputra, 1988)
2.1.3 MACAM – MACAM STOMATAKeadaan letak sel penutup yang berbeda dapat menentukan macam-macam stomata seperti :
- Stoma phanerophore yaitu stoma yang sel-sel penutupnya terletak pada permukaan daun,
seperti pada tumbuh-tumbuhan hidrophyt. Stoma yang letaknya dipermukaan daun ini dapat
menimbulkan banyaknya pengeluaran secara mudah dan selain itu epidermisnya tidak
mempunyai lapisan kutikula.
- Stoma kriptophore yaitu stoma yang sel penutupnya berada jauh dipermukaan daun,
biasanya terdapat pada tumbuhan yang hidup di daerah kering yang dapat langsung
menerima radiasi matahari. Dengan demikian fungsinya untuk mengurangi penguapan yang
berlebihan, membantu fungsi epidermis, mempunyai lapisan kutikula yang tebal serta
rambut-rambut. Biasanya sering terdapat pada tumbuhan golongan kaktus.
Sel tetangga pada stomata adalah sel-sel yang mengelilingi sel penutup (guard cell).
Sel-sel tetangga ini terdiri dari dua buah sel atau lebih yang secara khusus melangsungkan fungsi
secara berasosiasi dengan sel-sel penutup. Ruang udara dalam (substomatal chamber) merupakan
suatu ruang antar sel (intersellular space) yang besar, yang berfungsi ganda bagi fotosintesis dan
transpirasi (Kertasaputra, 1988).
2.1.4 MEKANISME KERJA, BIOSINTESIS, DAN PERANAN STOMATA DALAM METABOLISME
Walaupun tidak ada ketentuan umum tentang mekanisme membukanya stomata, akan
tetapi kebanyakan teori menganggap bahwa mekanisme ini melibatkan mekanisme turgor
(Pandey dan Sinha, 1983).
Stomata akan membuka jika kedua sel penjaga meningkat. Peningkatan tekanan turgor
sel penjaga disebabkan oleh masuknya air kedalam sel penjaga tersebut. Pergerakan air dari satu
sel ke sel lainnya akan selalu dari sel yang mempunyai potensi air lebih tinggi ke sel ke potensi
air lebih rendah. Tinggi rendahnya potensi air sel akan tergantung pada jumlah bahan yang
terlarut (solute) didalam cairan sel tersebut. Semakin banyak bahan yang terlarut maka potensi
osmotic sel akan semakin rendah. Dengan demikian, jika tekanan turgor sel tersebut tetap, maka
secara keseluruhan potensi air sel akan menurun. Untuk memacu agar air masuk ke sel penjaga,
maka jumlah bahan yang terlarut di dalam sel tersebut harus ditingkatkan (Lakitan, 1993).
Aktivitas stomata terjadi karena hubungan air dari sel-sel penutup dan sel-sel pembantu.
Bila sel-sel penutup menjadi turgid dinding sel yang tipis menggembung dan dinding sel yang
tebal yang mengelilingi lobang (tidak dapat menggembung cukup besar) menjadi sangat cekung,
karenanya membuka lubang. Oleh karena itu membuka dan menutupnya stomata tergantung
pada perubahan-perubahan turgiditas dari sel-sel penutup, yaitu kalau sel-sel penutup turgid
lobang membuka dan sel-sel mengendor pori/lobang menutup (Pandey dan Sinha, 1983).
Stomata membuka karena sel penjaga mengambil air dan menggembung dimana sel
penjaga yang menggembung akan mendorong dinding bagian dalam stomata hingga merapat.
Stomata bekerja dengan caranya sendiri karena sifat khusus yang terletak pada anatomi
submikroskopik dinding selnya. Sel penjaga dapat bertambah panjang, terutama dinding luarnya,
hingga mengembang ke arah luar. Kemudian, dinding sebelah dalam akan tertarik oleh
mikrofibril tersebut yang mengakibatkan stomata membuka.
(Salisbury dan Ross, 1995)
Pada saat stomata membuka akan terjadi akumulasi ion kalium (K+) pada sel penjaga.
Ion kalium ini berasal dari sel tetangganya. Cahaya sangat berperan merangsang masuknya ion
kalium ke sel penjaga dan jika tumbuhan ditempatkan dalam gelap, maka ion kalium akan
kembali keluar sel penjaga (Lakitan, 1993).
Gambar2: Perubahan Konsentrasi ion kalium dan pH pada sel penjaga dan sel tetangga pada saat
stomata membuka dan menutup.
Ketika ion kalium masuk ke dalam sel penjaga, sejumlah yang sama ion hydrogen keluar,
dimana ion hydrogen tersebut berasal dari asam-asam organic yang disintesis ke dalam sel
penjaga sebagai suatu kemungkinan faktor penyebab terbukanya stomata. Asam organic yang
disintesis umumnya adalah asam malat dimana ion-ion hydrogen terkandung didalamnya. Asam
malat adalah hasil yang paling umum didapati pada keadaan normal. Karena ion hydrogen
diperoleh dari asam organic, pH di sel penjaga akan turun (akan menjadi semakin asam), jika H+
tidak ditukar dengan K+ yang masuk.
(Salisbury dan Ross, 1995)
Stomata tumbuhan pada umumnya membuka pada saat matahari terbit dan menutup saat
hari gelap sehingga memungkinkan masuknya CO2 yang diperlukan untuk fotosintesis pada
siang hari. Umumnya, proses pembukaan memerlukan waktu 1 jam dan penutupan berlangsung
secara bertahap sepanjang sore. Stomata menutup lebih cepat jika tumbuhan ditempatkan dalam
gelap secara tiba-tiba (Salisbury dan Ross, 1995). Loveless (1991) dalam literaturnya
menyebutkan terbukanya stomata pada siang hari tidak terhambat jika tumbuhan itu berada
dalam udara tanpa karbon dioksida, yaitu keadaan fotosintesis tidak dapat terlaksana.
2.1.5 SKEMA MEMBUKA DAN MENUTUP STOMATASkema mekanisme membukanya stomata :
Cahaya fotosintesis dalam sel-sel mesophyl berkurangnya CO2
dalam ruang antar sel menaikan pH dalam sel penutup perubahan enzimatik
menjadi gula menaikkan kadar gula menaikkan tekanan osmotic dari getah sel
menaikkan turgor stomata membuka
(Pandey dan Sinha, 1983)
Cahaya merah dan biru sangat efektif dalam merangsang pembukaan stomata, tetapi jika
dibandingkan antara kedua panjang gelombang cahaya tersebut maka cahaya biru sepertinya
lebih efektif dibandingkan cahaya merah. Pada intensitas rendah dimana cahaya merah tidak
menunjukkan pengaruh, cahaya biru telah dapat mempengaruhi pembukaan stomata. Cahaya biru
selain merangsang masuknya ion kalium ke sel penjaga, juga berperan dalam pemecahan
molekul pati untuk menghasilkan fosfoenol piruvat (PEP) yang dapat menerima CO2 untuk
membentuk asam malat, untuk menjaga netralitas muatan listrik, maka masuknya ion kalium
harus dibarengi oleh masuknya suatu anion. Pada beberapa spesies ditemukan bahwa anion
tersebut adalah clor (Lakitan, 1993).
Tidak semua stomata pada spesies sangat peka terhadap kelembaban atmosfer. Stomata
menutup bila selisih kandungan uap air di udara dan di ruang antar sel melebihi titik kritik. Hal
itu mungkin disebabkan gradien uap yang tajam mendorong penutupan stomata, respon paling
cepat terhadap kelembaban yang rendah terjadi pada saat tingkat cahaya rendah. Suhu tinggi (30
– 350C) biasanya menyebabkan stomata menutup. Mungkin hal ini sebagai respon tak langsung
tumbuhan terhadap keadaan rawan air, atau mungkin karena laju respirasi naik sehingga CO2
dalam daun juga naik.
(Salisbury dan Ross, 1995)
Penutupan stomata terjadi setelah tumbuhan mengakumulasi ABA (Asam Absisat). Pada
daun asam absisat dapat berada pada tiga bagian sel yang berbeda, yaitu :
1. Pada sitosol, dimana ABA disintesis
2. Pada kloroplast, dimana ABA diakumulasikan
3. Pada dinding sel, yang dapat merangsang penutupan stomata. ABA pada dinding sel
berasal dari sel-sel mesophyl daun dimana ABA disintesis. Jika asam absisat di aplikasikan
pada daun tumbuhan pada konsentrasi yang sangat rendah maka akan menyebabkan stomata
menutup. (Lakitan, 1993).
Bila zat pengatur tumbuh asam absisat diberikan pada konsentrasi rendah, stomata akan
menutup. Selanjutnya bila daun mengalami rawan air, ABA dijaringannya akan meningkat. Bila
daun mongering secara normal perlahan-lahan ABA meningkat sebelum akhirnya stomata
tertutup, diduga penutupan stomata ini karena responnya terhadap rawan air melalui peranan
ABA (Salisbury dan Ross, 1995).
Pori stomata berfungsi untuk pertukaran gas antara atmosfer dengan sistem ruang antara
sel yang berada pada jaringan mesofil di bawah epidermis yang disebut rongga substomata
(Loveless, 1991).
Sebagian besar air diserap oleh akar tidak disimpan dalam tumbuhan atau digunakan
dalam berbagai proses metabolisme, tetapi hilang ke udara melalui evaporasi. Proses evaporasi
pada tumbuhan disebut transpirasi. Walaupun transpirasi terjadi pada setiap bagian tumbuhan
(biarpun hanya sedikit), pada umumnya kehilangan air terbesar melalui daun. Dan transpirasi
stomata. Transpirasi kutikula hanya 10% dan selebihnya melalui stomata (Loveless, 1991).
2.2 PENGARUH CAHAYA DAN PERTUMBUHANCahaya dibutuhkan oleh tumbuhan untuk proses fotosintesis,khususnya reaksi terang.
Reaksi terang adalah reaksi yang menyimpan energi matahari dalam bentuk ATP dan NADPH
yang menyediakan tenaga pereduksi yang diperlukan untuk biosintesis karbohidrat dengan reaksi
:
NADP + NHV + H2O + ADP + P NADPH + H+ + O2 + ATP
Pada reaksi terang, terdapat 2 reaksi yang dijalankan cahaya, yaitu fotosintesis I dan II.
Fotosintesis I bekerja dengan cahaya merah dan dapat mereduksi NADP. Fotosintesis II bekerja
dengan cahaya yang tergabung dengan fotosintesis I sebagai penerima elektron akhir dan
tergabung H2O sebagai pembagi elektron untuk menghasilkan oksigen. Tumbuhan yang
kekeurangan cahaya matahari akan mengalami perekdusian klorofil. Pereduksi klorofil
merupakan ketidakefektifan klorofil pada daun dikrenakan tidak adanya sinar matahari. Klorofil
yang membantu tumbuhan sebagai tumbuhan autotrof untuk menghasilkan amilum tidak bekerja.
Oleh karena itulah tumbuhan yang berada di dalam kondisi naungan akan memiliki daun yang
berwarna pucat. Semakin banyak intensitas cahaya yang diperoleh tanaman, maka kadar oksigen
yang dihasilkan juga semakin banyak. Hal ini karena proses fotosintesis juga akan menghasilkan
oksigen dengan bantuan cahaya. Tumbuhan yang telah melakukan fotosintesis akan
menghasilkan nutrisi untuk pertumbuhan tanaman tersebut, sehingga ketika cahaya yang
diperoleh kurang, maka nutrisi seperti amilum pun akan berkurang sehingga pertumbuhan akar
dan batang menjadi terganggu(Page,1997).
Pengaruh cahaya bukan hanya tergantung kepada intensitas (kuat penyinaran ) saja,
namun ada faktor lain yang terdapat pada cahaya, yaitu berkaitan dengan panjang gelombangnya.
Penelitian yang dilakukan oleh Hendricks dan Borthwick pada tahun 1984, menunjukkan bahwa
cahaya yang berpengaruh terhadap pertumbuhan adalah pada spectrum merah dengan panjang
gelombang 660nm. Kekurangan cahaya matahari akan mengganggu proses fotosintesis dan
pertumbuhan , meskipun kebutuhan cahaya tergantung pada jenis tumbuhan. Selain itu ,
kekurangan cahaya saat perkecambahan berlangsung akan menimbulkan gejala etiolasi dimana
batang kecambah akan tumbuh lebih cepat namun lemah dan daunnya berukuran kecil, tipis dan
bewarna pucat (tidak hijau). Semua ini terjadi dikarenakan tidak adanya cahaya sehingga dapat
memaksimalkan fungsi auksin untuk pemanjangan sel-sel tumbuhan. Sebaliknya , tumbuhan
yang tumbuh di tempat terang menyebabkan tumbuhan tumbuhan tumbuh lebih lambat dengan
kondisi relative pendek , daun berkembang baik lebih lebar, lebih hijau , tampak lebih segar dan
batang kecambah lebih kokoh (Anonim,2008).
BAB III
METODOLOGI
3.1 ALAT DAN BAHAN
3.1.1 ALAT Stomata : Gelas obyek dan mikroskop
Cahaya : Gelas aqua dan alat ukur
3.1.2 BAHAN Stomata : Selotip, kutex, label, dan sampel kedua daun sono
dan bebas polutan dari lokasi yang terkena polutan.
Cahaya : Benih jagung dan benih kacang hijau, kapas
3.2 PROSEDUR KERJA
3.2.1 STOMATAProsedur dimulai dengan membersihkan permukaan sampel kedua daun sono yang
diambil pada daerah hutan kampus dan yang diambil pada daerah berpolusi dengan kapas yang
dibasahi air setelah itu permukaan bawah kedua daun sono dilapisi kutex dan kutex dikeringkan.
Selotip ditempelkan diatas kutex kemudian ditarik sampai kutexnya ikut terambil. Preparat
stomata kedua daun sono dibuat dengan menempelkan selotip diatas obyek glass dan diberi label
asal tempat pengambilan daun sono. Kedua preparat stomata daun sono diamati dibawah
mikroskop. Stomata dibandingkan yang tidak terkena polusi dan yang terkena polusi kemudian
difoto.
3.2.2 CAHAYABenih tanaman jagung dan kacang hijau ditanam di gelas aqua yang dipotong
setengahnya dan telah dilapisi oleh tissue yang dibasahi dengan air. Gelas aqua masing-masing
diletakkan bagi kacang hijau di daerah yang terkena sinar matahari cukup, dan bagi jagung
diletakkan di daerah naungan atau yang kekurangan sinar matahari. Pertumbuhan diamati setiap
harinya dan selalu dilakukan pengukuran untuk nantinya dibandingkan lama pertumbuhannya.
BAB IV
ANALISA DATA DAN PEMBAHASAN
4.1 DATA PENGAMATAN
4.1.1 HUBUNGAN PENCEMARAN ATMOSFER DAN PERTUMBUHANNo.Per
lak
uan
Pen
ga
mat
an
1. Sampel daun sono (Pterocarpus
indicus) dari dua lokasi yang berbeda
yaitu ITS dan Manyar diambil.
- Daun sono di ITS bewarna hijau muda
sedangkan daun yang berada di manyar
bewarna hijau tua
2. Permukaan atas dan bawah kedua
sampel daun dibesihkan dengan kapas
yang telah dibasahi oleh air.
- Kedua permukaan daun menjadi bersih
3. Dioleskan cutex pada permukaan
bawah kedua daun tersebut.
- Cutex bewarna putih
4
.
Diselo
tip
bagian
daun
yang
diolesi
cutex
5. Dit
ari
-
Ter
k
sel
oti
p
ters
ebu
t
sel
ang
beb
era
pa
me
nit
dap
at
ber
kas
per
mu
kaa
n
dau
n
pad
a
sel
oti
p
6. Dit
em
pel
kan
pad
a
gel
as
oby
ek
7. Diamati dengan mikroskop dan
difoto hasil pengamatan yang terlihat
serta dibandingkan stomata daun dari
Stomata yang rusak :
kedua tempat tersebut.
Keterangan :
1. Bercak hitam pada stomata
2. Sel penutup stomata yang pecah
Stomata yang normal sebagai kontrol di lokasi
ITS:
Keterangan :
1. Stomata yang normal
4.1.2 HUBUNGAN CAHAYA DAN PERTUMBUHAN No. Perlakuan Pengamatan
1
.
Biji
jagung
dan
kacang
hijau
dirend
am
selama
1 hari
untuk
proses
imbibi
si
- Biji
kacan
g hijau
berwar
na
hijau
tua
- Biji
jagung
berwar
na
oranye
2. Dil
eta
-
Gel
kka
n
10
biji
jag
ung
pad
a
gel
as
aqu
a
yan
g
ber
isik
an
kap
as
bas
ah
dan
dile
tak
kan
di
dal
am
tem
apt
tert
as
aqu
a
dip
oto
ng
hin
gga
¾
bag
ian.
utu
p
yait
u
di
dal
am
kar
dus
.
3. Biji kacang hijau juga diletakkan pada gelas
aqua yang berisi kapas basah dan dibiarkan di
temapt terbuka.
- Biji kacang hijau sedikit lunak
dan berwana hijau
4
.
Diamati
dan diukur
pertumbuh
an kedua
tanaman
tersebut
selama 7
hari serta
dibandingk
an
perbedaan
pertumbuh
an secar
morfologi.
- Kacang hijau :
Daun
bewarna
hijau
segar
Batang
kuat
Tinggi
tanaman
relatif
pendek
- Jagung:
Daun
berwarna
pucat
Batang
tidak kuat
Tanaman
relatif
tinggi
4.1.2.1 Tabel Pengamatan Biji Jagung di Tempat Tertutup ( Kelompok VI ) dengan Biji
Jagung di Tempat Terbuka ( Kelompok III )
Hari ke-0
Nama Biji Ke (cm)
Praktik
an
1 2 3 4 5
Robby - - - - -
As
ter
- - - - -
Liz
a
- - - - -
Dewi
( Kel. III)
- - - - -
Hari ke-1
Nama Biji Ke (cm)
Praktikan 1 2 3 4 5
Robby - - - - -
Aster - - - - -
Liza - - - - -
Dewi
( Kel. III)
0.5 - 0,5 1,7 0,1
Hari ke-2
Nama Biji Ke (cm)
Praktikan 1 2 3 4 5
Robby 0,2 0,2 0,5 - 0,2
Aster 1,1 0,3 0,5 0,6 1,6
Liza 0,6 - - 0,2 -
Dewi
( Kel. III)
0,7 - 1,7 2,1 0,3
Hari ke-3
Nama Biji Ke (cm)
Praktikan 1 2 3 4 5
Robby 1,5 2 4 - 1
Aster 4,5 4 3 1,5 5,2
Liza 3,6 1,5 1 0,4 3,5
Dewi
( Kel. III)
1 - 2,3 3,5 0,7
Hari ke-4
Nama Biji Ke (cm)
Praktikan 1 2 3 4 5
Robby 5 4,5 7,5 0,5 1
Aster 8 8,7 7 4 10,5
Liza 9,5 4,5 7,5 0,5 1
Dewi
( Kel. III)
1,5 1 2,6 3,8 0,9
Hari ke-5
Nama Biji Ke (cm)
Praktikan 1 2 3 4 5
Robby 7,4 6,2 12,6 9,5 5
Aster 11,9 12,4 12,6 7,1 12,5
Liza 14,1 9,2 9,2 6,3 11,9
Dewi
( Kel. III)
6,5 8,6 12,5 12,8 1
Hari ke-6
Nama Biji Ke (cm)
Praktikan 1 2 3 4 5
Robby 14,1 11,8 14,7 10 11
Aster 22 16,5 22 23,4 17
Liza 26,9 15,8 21,1 18,8 23,7
Dewi
( Kel. III)
8 10,2 16,3 14,1 1,7
Hari ke-7
Nama Biji Ke (cm)
Praktikan 1 2 3 4 5
Robby 15,2 12,1 15,5 1,9 11,2
Aster 23,1 11,2 22 24 18,3
Liza 27,5 16,7 22,1 18,3 24,2
Dewi
( Kel. III)
9,5 15,2 18,5 17 2
4.1.2.2 Tabel Pengamatan Biji Kacang Hijau di Tempat Terbuka ( Kelompok VI ) dengan
Biji Kacang Hijau di Tempat Tertutup ( Kelompok III )
Hari ke-0
Nama Biji Ke (cm)
Praktikan 1 2 3 4 5
Robby - - - - -
Aster - - - - -
Liza - - - - -
Dewi
( Kel. III)
- - - - -
Hari ke-1
Nama Biji Ke (cm)
Praktikan 1 2 3 4 5
Robby 1 1,2 1,5 0,2 1
Aster 0,3 0,7 1,2 0,7 0,9
Liza 1 0,4 1 0,5 0,9
Dewi
( Kel. III)
- - - - 0,5
Hari ke-2
Nama Biji Ke (cm)
Praktikan 1 2 3 4 5
Robby 2 1,5 2,5 2 3,8
Aster 0,5 0,7 2 2,3 1,5
Liza 2,2 2 1,5 2 1,8
Dewi
( Kel. III)
3,1 0,8 0,1 - 1,2
Hari ke-3
Nama Biji Ke
Praktikan 1 2 3 4 5
Robby 7,8 7,9 8,1 3,8 8,3
Aster 0,2 0,5 0,1 0,8 5,5
Liza 7,2 6,2 3,5 7,5 7
Dewi
( Kel. III)
6,2 1,2 0,5 - 2
Hari ke-4
Nama Biji Ke (cm)
Praktikan 1 2 3 4 5
Robby 10,4 11 12 7,3 12,8
Aster 1 0,6 0,6 11,1 6,5
Liza 9,8 8,5 10 11 11,4
Dewi
( Kel. III)
10,5 5 - - -
Hari ke-5
Nama Biji Ke (cm)
Praktikan 1 2 3 4 5
Robby 16 9,4 15,5 10,3 17
Aster 4,5 6,5 4,2 15,6 10,2
Liza 12,6 11,9 14 14,6 4
Dewi
( Kel. III)
12,5 7 - - -
Hari ke-6
Nama Biji Ke
Praktikan 1 2 3 4 5
Robby 18,4 10,6 19,6 14,4 20
Aster 5,8 9,6 15 18,1 14
Liza 13 13,1 17,4 15,5 9,9
Dewi
( Kel. III)
15,7 10,3 - - -
Hari ke-7
Nama Biji Ke (cm)
Praktikan 1 2 3 4 5
Robby 18,5 10,8 19,8 14,5 20,1
Aster 6 10 16 18,5 14,5
Liza 13,2 13,3 17,5 15,7 10
Dewi 19 15,1 0,6 - -
( Kel. III)
4.2 PEMBAHASAN
4.2.1 HUBUNGAN PENCEMARAN ATMOSFER DAN PERTUMBUHANPraktikum kali ini mengenai hubungan pencemaran atmosfer dan pertumbuhan yang
berfungsi untuk mengetahui pengaruh gas polutan terhadap struktur stomaya daun. Percobaan
diawali dengan mengambil daun sono ( Pterocarpus indicus ) di dua lokasi yang berbeda, yaitu
di daerah Manyar dan ITS. Daun sono di daerah ITS jarang dan sedikit terkena polusi sedangkan
daun sono di daerah Manyar sering terkena polusi karena kondisi daerah yang merupakan lalu-
lalang kendaraan bermotor. Daun sono yang diambil di ITS berwarna hijau muda sedangkan
daun yang diambil di daerah Manyar bewarna hijau tua karena pengaruh gas polutan yang
mempengaruhi resistensi stomata dan bentuk serta warna permukaan daun. Pertama – tama,
sampel daun dari kedua lokasi dibersihkan dengan kapas basah agar pengamatan dengan
mikroskop nantinya tidak terganggu dengan debu – debu yang masih menempel pada permukaan
daun.
Percobaan dilanjutkan dengan membuat preparat dari kedua sampel tersebut. Permukaan
bawah daun kedua sampel diolesi dengan kutex. Bagian epidermis bawah daun digunakan untuk
mengambil bagian stomata karena pada bagian ini terdapat mesofil yang berisi daging daun
dimana didalamnya terdapat stomata. Stomata merupakan celah dalam epidermis yang dibatasi
oleh dua sel epidermis yang khusus yaitu sel penutup. Pengamtan dengan stomata akan
mempermudah proses perbandingan ekofisiologi tumbuhan terhadap pencemaran atmosfer.
kutex yang digunakan bewarna transparan untuk mempermudah proses pengamatan. kutex
mengandung alkohol yang dapat berfungsi sebagai pembuka pori-pori dari lapisan daun sehingga
ketika diamati di bawah mikroskop, permukaan stomata akan tampak lebih jelas.
Bagian permukaan daun yang diolesi oleh kutex ditutup dengan selotip transparan.
Selotip tersebut kemudian ditarik selang beberapa menit kemudian. Permukaan daun yang telah
diolesi kutex akan melekat pada selotip. Selain itu selotip berfungsi sebagai media yang
digunakan untuk melekatkan preparat ke gelas obyek. Preparat dalam gelas obyek tersebut
kemudian diamati dengan mikroskop. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa kondisi stomata
pada daun sono yang berada di ITS tidak rusak. Tipe stomata pada daun Pterocarpus indicus ini
adalah parasitic dengan setiap sel penutup yang diiringi sebuah sel tetangga atau lebih dengan
sumbu panjang sel tetangga itu sejajar terhadap tersumbu sel penutup serta celah. Walaupun rata
– rata stomata yang diamati di kawasan ITS normal, namun juga terdapat stomata yang rusak.
Hal ini disebabkan oleh lokasi Its yang juga sering dipenuhi dengan polutan kendaraan bermotor
walaupun tidak sepadat jika dibandingkan dengan kawasan Manyar.
Hasil pengamatan stomata di kawasan Manyar menunjukkan kondisi stomata yang rusak
atau tidak normal dimana sel penutup atau sel tetangganya pecah dan terdapat bercak – bercak
hitam pada stomata tersebut. Hal ini disebabkan oleh akumulasi Pb atau timbal serta gas emisi
lainnya yang menghambat pertumbuhan ( toksisitas pertumbuhan ) sehingga bagian stomatanya
menjadi rusak. Secar langsung, efek fitotoksik akan mempengaruhi pencemaran atmosfer
bekerja melalui perubahan aktivitas biokimia tumbuhan yang terkena polutan.
4.2.2 HUBUNGAN CAHAYA DAN PERTUMBUHANPercobaan kali ini mengenai hubungan cahaya dengan pertumbuhan yang bertujuan
untuk mengetahui pengaruh intensitas cahaya maupun kondisi naungan terhadap pertumbuhan
tanaman. Percobaan ini menggunakan kacang hijau dan jagung sebagai media bahan untuk
perbandiungan. Pertama-tama jagung dan kacang hijau direndam untuk mengetahui kualitas biji
yang baik dan proses imbibisi agar biji menjadi sedikit lunak. Hal ini disebabkan karena biji
yang digunakan bukanlah bibit melainkan biji yang biasa dikonsumsi untuk pakan.
Percobaan dilanjutkan dengan meletakkan masing – masing 10 biji kacang hijau dan
jagung kedalam 2 gelas aqua yang telah berisi kapas basah. Gelas aqua yang berisi jagung
diletakkan di tempaat tertutup atau naungan yaitu di dalam kardus sedngkan gelas aqua yang
berisi kacang hijau diletakkan di tempat terbuka yang terkena oleh sinar matahari. Dengan
demikian perbandingan antara keduanya dapat diamati. Kedua biji tesebut diamati hingga 7 hari
dan disiram dengan air sumur. Air sumur mengandung banyak mineral dan senyawa organik
serta tidak terkontaminasi sehingga baik untuk perkecambahan biji. Pengukuran pertumbuhan
tanaman dilakukan setiap hari dengan bantuan mistar untuk mengetahui perkembangan secara
berkala.
Hasil pengamatan selama 7 hari menunjukkan bahwa pertumbuhan tanaman jagung di
tempat naungan lebih cepat dibandingkan dengan kacang hijau yang dibiarkan berada di tempat
terbuka dan terkena sinar matahari. Hal ini disebakan karena hormon auksin menjadi tidak aktif
ketika ada cahaya. Hal ini menyebabkan tumbuhan yang ditanam di tempat terkena cahaya
matahari menjadi lebih pendek dibandingkan tumbuhan yang ditanam di tempat gelap.
Kekurangan cahaya pada saat perkecambahan akan menyebabkan gejala etiolasi di mana batang
kecambah akan tumbuh lebih cepat tetapi lemah dan berwarna kuning pucat.
Hasil pengamatan juga menunjukkan bahwa tanaman jagung memiliki batang dan akar
yang kuat serta daun yang lebar daan berwarna hijau. Hal ini disebabkan karena nutrisi yang
cukup sebagai hasil fotosintesis dengan menggunakan bantuan cahaya. Cahaya matahari adalah
sumber energi utama bagi kehidupan seluruh makhluk hidup di dunia. Selain itu , bagi tumbuhan
khususnya yang berklorofil ,cahaya matahari sangat menentukan proses fotosintesis. Fotosintesis
adalah proses dasar pada tumbuhan untuk menghasilkan makanan. Makanan yang dihasilkan
akan menentukan ketersediaan energi dann nutrisi untuk pertumbuhan dan perkembangan
tumbuhan. Hal ini berbeda dengan tanaman jagung yang memiliki akar dan batang yang tidak
kokoh serta daun yang sempit dan berwarna pucat akibat kekurangan nutrisi karena
terhambatnya proses fotosintesis (kekurangan cahaya).
Secara fisiologis, cahaya berpengaruh pada metabolisme secara langsung melalui
fotosintesis serta secara tidak langsung melalui pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Proses
perkembangan tanaman yang dikendalikan oleh cahaya dapat ditemui pada semua tahap
pertumbuhan dan perkecambahan biji hingga pertumbuhan plumule sampai respon tropis dari
batang serta orientasi daun, dan akhirnya pad induksi bunga.
BAB V
KESIMPULAN
Kesimpulan yang dapat diambil dari percobaan ini adalah ekofisiologi merupakan studi
yang mempelajari reaksi organisme terhadap faktor- faktor fisik dan kimia lingkungan seperti
cahaya dan pencemaran atmosfer. Tumbuhan yang terkena polusi atau pencemaran atmosfer
akan mengganggu resistensi stomata yang ditandai dengan stomata daun sono( Pterocarpus
indicus ) yang rusak seperti di wilayah manyar jika dibandingkan dengan jumlah stomata yang
normal dan baik di kawasan ITS. Stomata yang rusak ditandai dengan pecahnya sel penutup dan
sel tetangga serta akumulasi Pb pada tanaman tersebut sehingga dapat menggangu
perkembangan tumbuhan , khususnya daun. Cahaya juga mempengaruhi perkembangan
tumbuhan dimana tanaman yang terkena cahaya, pertumbuhannya lebih pendek karena hormon
auksin tidak aktif namun memiliki nutrisi yang cukup sehingga tanaman tersebut kokoh seperti
pada tanaman kacang hijau (Vigna radiata). Sedangkan tanaman yang berada di kondisi naungan
mengalami pertumbuhan yang cepat karena aktifnya hormon auksin , namun tumbuhan tersebut
kekurangan nutrisi yang disebabkan karena sedikitnya cahaya untuk fotosintesis sehingga
tanaman kurang kokoh seperti pada tumbuhan jagung(Zea mays)
DAFTAR PUSTAKA
Anonim.2008. Pengaruh cahaya terhadap pertumbuhan tanaman cabai. http://harikuyangcerah.blogspot.com/2008/12/bab-i-pendahuluan-1.html. diakses pada tanggal 19 april 2009 jam 17.44
Kartasaputra, A.G. 1998. Pengantar Anatomi Tumbuh-tumbuhan, tentang Sel dan Jaringan. Bina
Aksara : Jakarta.
Lakitan, B. 1993. Dasar-dasar Fisiologi Tumbuhan. Raja Grafindo Persada :Jakarta
Loveless, A.R. 1991. Prinsip-prinsip Biologi Tumbuhan untuk daerah tropik dari Principles of
Plant Biology For The Tropics oleh Kuswara Kartawinata. Gramedia Pustaka Utama :
Jakarta
Page, David.1997. Prinsip – Prinsip Biokimia. Erlangga : Jakarta
Pandey, S. N. dan B. K. Sinha. 1983. Fisiologi Tumbuhan. Terjemahan dari Plant physiologi 3
th edition. Agustinus ngatijo : Yogyakarta
Salisbury, F. B. dan Cleon. W. Ross. 1995. Fisiologi Tumbuhan, Jilid 1. ITB : Bandung
DISKUSI
A. Hubungan Pencemaran Atmosfer dan Petumbuhan
1. Jelaskan pengaruh gas polutan terhadap pertumbuhan tumbuhan!
Gas polutan merupakan gas pencemaran atmosfer dapat berupa emisi yang dapat
menggangu resistensi stomata. Stomata akan membuka akibat sel tetangga yang tidak
dapat merangsang mekanisme membuka dan menutupnya stomata melalui sel penutup.
Karena stomata terbuka, maka gas-gas yang bersifat emisi akan menghambat
pertumbuhan tumbuhan tersebut. Gas polutan akan menyebabkan toksisitas pertumbuhan
dimana daun akan berwarna lebih gelap dan pertumbuhan batang dan akar yang
terhambat.
2. Mengapa stomata dipakai sebagai salah satu indikator untuk mengukur pengaruh gas
polutan terhadap pertumbuhan ?
Karena stomata merupakah celah untuk perukaran gas bagi tumbuhan sehingga toksisitas
pertumbuhan oleh emisi dapat ebih mudah untuk diamati.
B. Hubungan Cahaya dan Pertumbuhan
1. Jelaskan fungsi cahaya bagi pertmbuhan tanaman!
Cahaya bagi tanaman berfungsi untuk mensintesis senyawa organik melalui sinar
matahari yang berasal dari senyawa anorganik. Cahaya juga bermanfaat untuk
fototropisme dan gerak tumbuhan(namun hanya untuk pertumbuhan tanaman tertentu).
Namun, cahaya dapat menghambat mekanisme kerja hormon auksin sehingga
pertumbuhan menjadi terhambat dan lebih pendek. Kondisi yang sedemikian rupa ini
menunjukkan gejala etiolasi.
2. Jelaskan perbedaan struktural tanaman yang hidup di kondisi lingkungan yang terbuka
dengan lingkungan di bawah naungan!
- Tanaman yang hidup di kondisi lingkungan yang terbuka akan menerima suplai
intensitas cahaya mathari yang cukup banyak sehingga nutrisi hasil fotosintesis yang
didapat maksimal. Dengan demikian, batang dan akar lebih kokoh serta pertumbuhan
daun yang lebih lebar untuk memperluas permukaan absorbsi penyerapan sinar matahari.
- Tanaman yang hidup di kondisi lingkungan yang tertutup atau dalam kondisi naungan
akan menghasilkan tanaman yang jauh lebih panjang dengan tingkat pertumbuhan yang
lebih tinggi karena proses etiolasi. Namun, tanaman tersebut memiliki akar dan batang
yang tidak kokoh karena kekurangan nutrisi dimana cahaya yang didapat untuk
melakukan fotosintesis sangat kurang.
SKEMA KERJA
1. Stomata
- Dibersihkan dengan kapas yang dibasahi air
- Permukaan bawah daun dikutex
- Dikeringkan
- Bagian atas kutex ditempelkan selotip
- Selotip diambil hingga semua kutex terangkat
- Selotip ditempelkan ke obyek glass
- Diamati dibawah mikroskop
- Dibandingkan stomata antara kedua daun sono
- Difoto kenampakan stomata yang rusak dan yang normal
2. Cahaya
Naungan
- Benih ditanam pada gelas aqua yang diberi kapas basah
- Gelas aqua diletakkan di dalam kardus
- Pertumbuhannya diamati tiap hari
- Dibandingkan dengan pertumbuhan tumbuhan pada daerah cukup cahaya
- Data pertumbuhan dicatat dan diamati
Cukup Cahaya
- Benih ditanam pada gelas aqua yang diberi kapas basah
- Gelas aqua diletakkan di ruangan cukup cahaya
- Pertumbuhannya diamati tiap hari
- Dibandingkan dengan pertumbuhan tumbuhan pada daerah cukup cahaya
- Data pertumbuhan dicatat dan diamati
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Suatu spesies tumbuhan dalam suatu wilayah dan memperlihatkan pola species tersebut
menurut ruang (spasial) dan waktu (temporal). Analisis vegetasi adalah cara yang umum
dilakukan untuk mengetahui struktur dan kompetisi jenis tumbuhan di suatu lokasi yang akan
diteliti. Struktur vegetasi adalah organisasi individu dalam naungan yang membentuk suatu
tegakan atau tipe vegetasi yang disusun oleh elemen utama yaitu bentuk pertumbuhan stratifikasi
dan penutupan.
Dengan analisis vegetasi akan didapatkan informasi kuantitatif/semi kuantitatif struktur
atau komposisi komunitas tumbuhan terestrial. Analisis vegetasi dapat dilaksanakan dengan
beberapa teknik, antara lain:
1. Angle Count Cruising Method (Acc Method)
2. Transect Line Plots Method (Metode Transek Garis)
1.2 PERMASALAHAN
Permasalahan dalam praktikum analisis vegetasi adalah bagaimana mendapatkan
informasi kuantitatif struktur komunitas tumbuhan pada lokasi tertentu.
1.3 TUJUAN
Tujuan dari praktikum analisis vegetasi adalah untuk mendapatkan informasi kuantitatif
struktur komunitas tumbuhan pada lokasi tertentu.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 VEGETASI
Vegetasi merupakan kumpulan tumbuh-tumbuhan, biasanya terdiri dari beberapa jenis
yang hidup bersama-sama pada suatu tempat. Dalam mekanisme kehidupan bersama tersebut
terdapat interaksi yang erat, baik diantara sesama individu penyusun vegetasi itu sendiri maupun
dengan organisme lainnya sehingga merupakan suatu sistem yang hidup dan tumbuh serta
dinamis (Anonim, 2009).
Vegetasi terdiri dari 7 macam yaitu sebagai berikut:
1. Vegetasi Pantai
Vegetasi yang terletak di tepi pantai dan tidak terpengaruh oleh iklim serta berada diatas
garis pasang tertinggi (Departemen Kehutanan). Salah tanaman yang terdapat di daerah pantai
adalah kelapa, merupakan satu jenis tumbuhan dari keluarga Arecaceae.
2. Vegetasi Mangrove atau Rawa
Definisi kelompok: karakterisitik dari tanaman pantai,muara sungai atau delta yang
berada di tempat yang terlindung di daerah pesisir pantai yang membentuk suatu ekosistem.
Definisi menurut FAO (1982): adalah jenis tumbuhan maupun komunitas tumbuhan yang
tumbuh pada daerah pasang surut. Definisi menurut Macnae (1968): mangrove adalah suatu
individu pohon sedangkan mangal adalah komunitas dari beberapa jenis tumbuhan.
3. Vegetasi Payau
Adalah areal/bidang tanah yang berupa hutan lebat yang berawa-rawa, permukaan tanah
tergenang selama enam bulan dan kumulatif dalam setahun dan pada kurin waktu tidak terjadi
penggenangan (surut) tanah senantiasa jenuh air (Badan Pertanahan Nasional).
Vegetasi ini tumbuh di daerah pertemuan air sungai dan air laut yang terdapat di muara
sungai. Jenis vegetasi di daerah payau adalah Bakau Rhizophora apiculata dan R. mucronata
tumbuh di atas tanah lumpur. Sedangkan bakau R. stylosa dan perepat (Sonneratia alba) tumbuh
di atas pasir berlumpur.
4. Vegetasi Gambut
Tipe vegetasi yang umumnya terdapat pada Daerah beriklim A atau B (Badan Pertanahan
Nasional). Jenis pohonnya antara lain ramin ( Gonystylus bancanus), dan jelutung ( Dyera sp).
Lahan gambut mempunyai penyebaran di lahan rawa, yaitu lahan yang menempati posisi
peralihan diantara daratan dan sistem perairan. Lahan ini sepanjang tahun atau selama waktu
yang panjang dalam setahun selalu jenuh air (water logged) atau tergenang air. Tanah gambut
terdapat di cekungan, depresi atau bagian-bagian terendah di pelimbahan dan menyebar di
dataran rendah sampai tinggi. Yang paling dominan dan sangat luas adalah lahan gambut yang
terdapat di lahan rawa di dataran rendah sepanjang pantai. Lahan gambut sangat luas umumnya
menempati depresi luas yang menyebar diantara aliran bawah sungai besar dekat muara, dimana
gerakan naik turunnya air tanah dipengaruhi pasang surut harian air laut.
Tanah gambut sebenarnya merupakan tanah yang baik untuk pertumbuhan tanaman bila
ditinjau dari jumlah pori-pori yang berkaitan dengan pertukaran oksigen untuk pertumbuhan akar
tanaman. Kapasitas memegang air yang tinggi daripada tanah mineral menyebabkan tanaman
bisa berkembang lebih cepat. Akan tetapi dengan keberadaan sifat inheren yang lain seperti
kemasaman yang tinggi, kejenuhan basa yang rendah dan miskin unsur hara baik mikro maupun
makro menyebabkan tanah gambut digolongkan sebagai tanah marginal (Limin et al, 2000 dalam
Anonim,2009). Untuk itulah perlunya usaha untuk mengelola tanah tersebut dengan semestinya.
Tanaman yang dapat tumbuh di lahan gambut adalah kelapa sawit, sagu, nanas, cassava,
kacang tanah, kedelai, jagung, ubi jalar, asparagus, sayuran juga dapat tumbuh di lahan gambut
karena termasuk tanah yang cukup bagus untuk pertumbuhan tanaman. Tanamman lain yang
dapat tumbuh seperti di Sumatra dan Kalimantan yaitu jambu air (Eugenia) Mangga
(Mangosteen), rambutan (Ambak dan Melling, 2000 dalam Anonim, 2009) sedangkan di daerah
pantai Ivory dengan gambut termasuk oligotropik, pisang dapat tumbuh dengan drainase 80-100
cm. Beberapa spesies tanaman yang biasanya terdapat di dataran rendah seperti casuarina dan
matoa; tanaman pertanian seperti nanas, melon, dan pisang; serta sayur mayur dan bijih-bijihan
seperti cabai, ketimun, tomat, padi, buncis dan labu. Tanaman lain yang dapat tumbuh di dataran
rendah diantaranya : jagung, ketela pohon, ubi jalar, kacang-kacangan, karet, kopi robusta,
kelapa sawit, tebu, cokelat, tembakau, kapuk.
5. Vegetasi Dataran Rendah
Vegetasi yang tumbuh dibawah ketinggian 700 m di atas permukaan laut (Departemen
Kehutanan). Vegetasi yang terdapat banyak dijumpai pada ketinggian hampir 0 meter dpl.
Daerah ini banyak terdapat tanah aluvial. Vegetasi tanah aluvial secara umum merupakan habitat
yang subur dan mempunyai keaneragaman jenis yang tinggi. Terdapat di sekitar lembah Gunung
Peramas dan Gunung Lobang Tedong, Sukadana. Jenis pohonnya antara lain pohon belian/ kayu
besi (Eusideroxilon zwageri).
6. Vegetasi Dataran Tinggi
Vegetasi yang tumbuh di ketinggian antara 700 - 1500 m diatas permukaan laut (Badan
Pertanahan Nasional). Ekosistem pada daerah dataran tinggi dibentuk oleh kondisi lingkungan
yang ekstrem, antara lain suhu malam hari yang sangat rendah, intensitas sinar matahari yang
tinggi pada siang hari namun disertai masa fotosintesa yang pendek, kabut tebal, curah hujan
tinggi, serta kondisi tanah yang buruk. Tanaman yang tumbuh pada daerah tersebut sifatnya
sangat khusus karena harus bertahan untuk hidup pada kondisi sulit tersebut. Tanaman yang
dapat tumbuh di daerah dataran tinggi diantaranya : cemara (tumbuhan berdaun jarum), ketela
pohon, ubi jalar, kopi, cokelat, dan lain-lain.
7. Vegetasi Pegunungan
Vegetasi yang tumbuh diketinggian antara 1500-2500 m di atas permukaan laut
(Departemen Kehutanan). Terdapat di bukit-bukit yang lebih rendah atau di lereng gunung. Salah
satunya adalah tanaman teh dan bunga Eidelweis. Teh dihasilkan oleh perkebunan besar dan
perkebunan rakyat, di daerah pegunungan yang subur dan banyak turun hujan. Selain itu
tanaman kopi juga dapat tumbuh di daerah pegunungan. Tanaman tembakau dapat juga tumbuh
di daerah ini namun hanya dapat pada musim kemarau (Anonim, 2009).
2.2 ANALISA VEGETASI
Analisa vegetasi merupakan suatu cara yang umum dilakukan untuk mengetahui struktur
dan kompetisi jenis tumbuhan disuatu lokasi yang akan diteliti. Kegiatan analisis vegetasi
diawali dengan kegiatan pendahuluan, seperti pengenalan kondisi lokasi studi dengan
mendeskripsikan kondisi lapangan secara umum umtuk menentukan peta peneyebaran jenis
tumbuhan. Selain itu untuk memberikan gambaran kondisi lapangan yang juga penting untuk
menentukan titik sampling sehingga kegiatan analisis vegetasi itu sebenarnya dapat mencakup
pengumpulan data dan teknik analisis data (Odum, 1995).
Pengertian lain dari analisa vegetasi, adalah suatu cara mempelajari susunan dan atau
komposisi vegetasi secara struktur vegetasi dari masyarakat tumbuh-tumbuhan. Unsur vegetasi
adalah bentuk pertumbuhan, stratifikasi, dan penutupan tajukUntuk keperluan analisis vegetasi
diperlukan data-data jenis, diameter, tinggi untuk menentukan indeks nilai penting dari penyusun
komunitas hutan tersebut. Dengan analisis vegetasi dapat diperoleh informasi kuantitatif tentang
struktur dan komposisi suatu komunitas tumbuhan .
(Irwanto, 2007)
2.3 STRUKTUR KOMUNITAS VEGETASI DAN ANALISA KOMPOSISI STRUKTURNYA
Struktur kualitatif dan komposisi komunitas dapat dinyatakan berdasarkan observasi
(pengamatan) visual tanpa sampling khusus atau pengukuran dalam perhitungan (menyatakan)
karakteristik florestik secara kualitatif (isi spesies) stratifikasi, aspek sosiabilitasnya, asosiasi
antar spesies, bentuk pertumbuhan dan spektrum biologi dipelajari di lapang.
1. Komposisi floristik spesies komunitas.
Studi ini ialah pada spesies dari komunitas yang dianggap penting. Ini dapat dilakukan
dengan koleksi yang periodik kemudian diidentifikasi dengan waktu sepanjang tahun.
2. Stratifikasi
Jumlah strata pelapisan dalam komunitas dapat dinyatakan dengan observasi, jika secara
periodik mengamati tumbuhan untuk sepanjang tahun, penggantian dalam kenampakan vegetasi
akan terlihat dengan penggantian dalam cuaca. Dengan ini maka hubungan spesies dalam
beberapa cuaca pada satu tahun dicatat.
3. Bentuk pertumbuhan
Sebagian besar kenampakan umum dan pertambahan spesies dalam komunitas
dikelompokkan kedalam klas bentuk pertumbuhan yang berbeda. Pembagian klasnya seperti
yang telah dibicarakan pada bab yang lalu. Berdasarkan nilai persentase perbedaan klas bentuk
pertumbuhan, habitat alami yang nyata dari komunitas dapat diketahui.
4. Sosiabilitas
Dalam komunitas tumbuhan, spesies secara individu tidak selamanya tersebar. Individu
beberapa spesies tumbuhan dengan jarak yang lebar, sedang beberapa yang lain terdapat dalam
bentuk rumpun atau menutup lahan. Beberapa individu spesies jika tumbuhan dalam rumpun
akan baik dan mereka cenderung mengadakan kompetisi yang hebat sehingga tidak dapat
membentuk populasi yang besar. Berdasarkan itu maka dapat dikelompokkan dalam klas-klas.
Untuk analisis ada beberapa metode pengambilan sampel, yaitu:
1. Metode kuadrat (Quadrat methode)
2. Metode transek (Transeck methode)
3. Metode loop (Loop methode)
4. Metode titik (Point less/point methode)
( Anonim, 2008 )
Dengan demikian pada suatu daerah vegetasi umumnya akan terdapat suatu luas tertentu, dan
daerah tadi sudah memperlihatkan kekhususan dari vegetasi secara keseluruhan. Jadi luas daerah
ini disebut luas minimum.
1. Kerapatan (density)
Kerapatan atau density: jumlah individu pada suatu kesatuan luas sedangkan kerapatan
relatif adalah kerapatan suatu jenis spesies per kerapatan seluruh jenis spesies dikali 100 %.
2. Frekuensi
Frekuensi menggambarkan penyebaran jenis tumbuhan di suatu daerah vegetasi, disebut
pula pola distribusi. Dapat pula untuk menggambarkan kapasitas reproduks$i dan kemampuan
adaptasi. Frekuensi dirumuskan sebagai jumlah petak penemuan suatu jenis dibagi dengan total
plot yang tersedia.
3. Kelimpahan (abundance), Dominanasi, dan INP
Estimasi jumlah individu spesies yang berbeda persatuan luas jumlah individu spesies
ditambahkan untuk semua kuadrat. Dominansi adalah luas petak spesies dibag luas petak plot
contoh.i dengaNilai penting merupakan penjumlahan dari kerapatan relatif, frekuensi relatif dan
dominansi relatif, yang berkisar antara 0 dan 300 ( Chea, 2009 ).
BAB III
METODOLOGI
3.1 ALAT DAN BAHAN
Alat dan bahan yang digunakan dalam praktikum ini antara lain : tali rafia, kompas,
meteran dan alat tulis.
3.2 CARA KERJA
Ditentukan transek yang akan diamati vegetasinya. Dibuat garis lurus (dengan
menggunakan kompas tembak) sejauh 100 m. Setelah itu dibuat plot sebanyak 5 buah
berselingan (plot 1 : 20 meter di sisi kanan, plot 2 20 meter di sisi kiri, dst.). Kemudian
diinventarisasi jenis tanaman pada masing – masing plot dan dialkukan perhitungan dominansi
relatif, kerapatan relatif, dan frekuensi relatif.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 DATA PERLAKUAN PENGAMATAN
No. Perlakuan Pengamatan
1. Diambil garis transek lurus sejauh 100
m dan diambil plot yang berukuran
20m x 20 m secara berselang – seling
kanan-kiri sepanjang garis transek.
Lokasi pengambilan transek
dilakukan di lokasi yang cukup tinggi
di kaki bukit.
2. Pembuatan plot dan transek dilakukan
dengan menggunakan tali rafia .
Tali rafia digunakan sebagai
pembatas plot sehingga pengamatan
lebih mudah.
3. Diamati jenis tanaman berdasarkan
dengan ketinggian dan diameter .
Diameter dan tinggi pohon diukur
dan diklasifikasikan lalu dicatat dan
dilakukan perhitungan.
4.1.1 DATA PENGAMATAN KELOMPOK 5 DAN 6 Plot 1
Seedling (semai) :
No. Tanaman Jumlah
1. Lantana camara 20
2. Astonia scholaris 20
3. Paku gajah 12
4. Gadung cina 4
5. Sirih hutan 12
6. Jasminum sambac 5
7. Hoya sp. 7
8. Tithonia diversifolia 26
Sapling ( pancang ) :
Pohon muda ( poles ) :
Plot 2
Seedling (semai) :
Sapling ( pancang ) :
Pohon muda ( poles ) :
No. Tanaman Jumlah
1. Andrographis paniculata 5
2. Rotan ( K = 10 cm ) 13
3. Citrus sp ( K = 8 cm ) 1
No. Tanaman Jumlah
1. Jambu air( K = 22 cm )` 4
No. Tanaman Jumlah
1. Lantana camara 1
2. Similax china 22
3. Angioptetis sp. 11
4. Piper sp. 48
5. Alstonia scholaris 24
6. Mirtaceae 5
No. Tanaman Jumlah
1. Cembirit ( K = 10 cm ) 10
2. Rotan ( K = 9 cm ) 6
3. Citrus sp. ( K = 8 cm ) 1
No. Tanaman Jumlah
1. Unknown I ( K=26,5 cm ) 3
2. Gondang ( K = 26,5 cm ) 5
3. Gondang ( K = 38 cm ) 1
Pohon ( tree ) = 2 tanaman unknown I dengan keliling 81 cm
Plot 3
Seedling (semai) :
Sapling ( pancang ) :
Pohon muda ( poles ) :
Pohon ( tree ) :
No. Tanaman Jumlah
1. Lantana camara 20
2. Unknown II 20
3. Paku gajah 6
4. Gadung cina 4
5. Unknown III 97
6. Pandanus sp. 1
No. Tanaman Jumlah
1. Cembirit 1
2. Rotan ( K = 7 cm ) 9
3. Citrus sp. ( K = 9 cm ) 1
4. Carica papaya ( K=15 cm ) 15
5. Bambusa sp. ( K=9 cm ) 13
6. Buchauonia arborescens 30
No. Tanaman Jumlah
1. Jambu air( K = 22 cm )` 1
2. Mangifera indicus ( K=24 cm ) 1
3. Unknown IV ( K=35 cm ) 1
Plot 4
Seedling (semai) :
Sapling ( pancang ) :
Pohon muda ( poles ) :
No. Tanaman Jumlah
1. Ficus varieagata ( K = 81 cm )` 1
2. Unknown V ( K=108 cm ) 1
No. Tanaman Jumlah
1. Titonia diversifolia 20
2. Zingiberaceae 3
3. Amorphopallus sp. 3
4. Mimosa sp. 30
5. Urena lobata 4
6. Stachytarpheta jamaicensis 20
7. Poaceae 11
8. Malvales 3
9. Unknown III 20
10. Unknown VI 10
11. Unknown VII 5
No. Tanaman Jumlah
1. Cembirit ( K= 15,6 cm ) 3
2. Unknown VIII 6
3. Unknown IX 4
4. Unknown X 3
5. Hibiscus sp. 3
No.
Tanaman
Jumlah
1.
Ervatamia divaricata
( K=25 cm )
1
2.
Unknown XI ( K=20,1 cm )
1
Pohon ( tree ) :
No.
Tanaman
Jumlah
1.
Ficus varieagata
( K = 75,3 cm )`
1
2.
Unknown XII ( K=64,7 cm )
2
3.
Unknown XIII ( K=69 cm )
4
4.
Rotan ( K = 54 cm )
16
5.
Unknown XIV (K=47,9 )
1
Plot 5
Seedling (semai) :
No.
Tanaman
Jumlah
1.
Unknown XV
1
2.
Firmiana malayana
1
3.
Unknown II
1
4.
Alstonia scholaris
1
Sapling ( pancang ) :
No.
Tanaman
Jumlah
1.
Achryanthes aspera
10
2.
Androgaphis paniculata
4
3.
Urena lobata
8
4.
Buchauania arborescens
46
5.
Keres
1
6.
Ficus Ampelas
( K = 18 dan 19 cm )
2
7.
Unknown X ( K = 20 cm )
1
8.
Unknown IX (K= 10 dan 16 cm)
2
9.
Rotan ( K=5 cm )
10
Pohon muda ( poles ) :
No.
Tanaman
Jumlah
1.
Unknown XV ( K=29 dan 33 cm)
2
2.
Jambu air ( K = 27 cm )
;5
Pohon ( tree ) = 1 tanaman unknown XII dengan keliling 189 cm
4.1.2 Data Kelas Praktikum
4.1.2.1 Data Analisis Vegetasi Kelompok 1 dan 2
Kelompok 1 dan 2 mengambil lokasi hutan yang heterogen dengan banyak spesies yang hasil analisa perhitungannya dengan menggunakan microsoft excel:
EMBED Excel.Sheet.8
4.1.2.2 Data Analisis Vegetasi Kelompok 3 dan 4
PLOT 1
Seedling (2 m x 2 m)
Jumlah
K
K relative
Agathis damara
7
1.75
5.737704918
Piper caducibracteum
12
3
9.836065574
Thitonia diversifolia
3
0.75
2.459016393
Commelina diffusa
4
1
3.278688525
Hoya sp.
11
2.75
9.016393443
Parkia roxburghii
31
7.75
25.40983607
Abrus pectoralis
23
5.75
18.85245902
Ageratum conyzoides
5
1.25
4.098360656
Spesies A
7
1.75
5.737704918
Buchanania acrobation
14
3.5
11.47540984
Spesies B
34
8.5
27.86885246
Spesies D
3
0.75
2.459016393
Spesies E
5
1.25
4.098360656
Σ =30.5100Sapling (5 m x 5 m)Jumlah KK relativeThitonia diversifolia5 0.220Agathis damara8 0.3232Virola sebifora10 0.440Parkia roxburghii1 0.044Spesies F1 0.044 Σ =1100Poles (10 m x 10 m)JumlahDBHKK relatifDD relatifFicus ampelas10.080.01505.093E-0656.64Ficus ampelas10.070.01503.8993E-0643.36 Σ =0.021008.9923E-06100Tree (20 m x 20 m)JumlahDBHKK relatifDD relatifMalphigia coccigera20.1820.00051002.6359E-05100 Σ =0.00051002.6359E-05100Plot 2Seedling (2 m x 2 m)Jumlah KK relatifMimosa pudica128 3270.32967033Acalypha indica4 12.197802198Piper caducibracteum22 5.512.08791209Nephrolephis sp.1 0.250.549450549Davallia sp.1 0.250.549450549Bothrycium sp.1 0.250.549450549Axonopus sp.16 48.791208791Smilax sp.8 24.395604396Polypodium sp.1 0.250.549450549 Σ =45.5100Sapling (5 m x 5 m)JumlahDBH (cm)KK relatifCalamus sp.19 0.7640.42553191Ehretia microphylla1160.042.127659574Ehretia microphylla1180.042.127659574Ehretia microphylla1210.042.127659574Ehretia microphylla1150.042.127659574Calamus sp.8100.3217.0212766Agathis damara11 0.4423.40425532Parkia spesiosa5 0.210.63829787 Σ =1.88100Poles (10 m X 10 m)JumlahDBH (cm)KK relatifDD relativeEntada scandens10.540.017.1428571430.0002320518.75Ehretia microphylla10.550.017.1428571430.0002407219.45Ehretia microphylla70.40.07500.0001273210.29Ehretia microphylla10.310.017.1428571437.6474E-056.178Ehretia microphylla10.320.017.1428571438.1487E-056.583Ehretia microphylla10.330.017.1428571438.666E-057.001Ehretia microphylla10.540.017.1428571430.0002320518.75Syzigium sp.10.450.017.1428571430.0001611413.02 Σ =0.141000.00123791100Tree (20 m x 20 m)JumlahDBH (cm)KK relatifDD relatifBombax malabaricum13.040.002533.333333330.0018385687.28Caryophyllus jambos10.850.002533.333333330.000143746.824Bombax malabaricum10.790.002533.333333330.000124165.894 Σ =0.00751000.00210646100PLOT 3Seedling (2 m x 2 m)Jumlah KK relatifLantana camara17 4.2512.5Ageratum conycoides23 5.7516.91176471Agathis damara2 0.51.470588235Hoya sp.7 1.755.147058824Spesies A31 7.7522.79411765Spesies B5 1.253.676470588Buchanania acrobation17 4.2512.5Spesies D3 0.752.205882353Spesies E31 7.7522.79411765 Σ =34100Sapling (5 m x 5 m)Jumlah KK relatifVirola sebifora1 0.04100 Σ =0.04100Poles (10 m x 10 m)JumlahDBHKK relatifDD relatifFicus ampelas20.080.0213.333333331.2732E-067.199Ficus ampelas20.070.0213.333333339.7482E-075.512Ficus ampelas10.120.016.6666666672.8648E-0616.2Ficus
ampelas20.10.0213.333333331.9894E-0611.25Thitonia diversifolia20.090.0213.333333331.6114E-069.111Thitonia diversifolia10.080.016.6666666671.2732E-067.199Thitonia diversifolia10.110.016.6666666672.4072E-0613.61Piper retrofractum10.080.016.6666666671.2732E-067.199Piper retrofractum10.110.016.6666666672.4072E-0613.61 Σ =0.151001.7686E-05100Tree (20 m x 20 m)JumlahDBHKK relatifDD relativeParkia roxburghii10.1050.002533.333333332.1934E-0616.2Malphigia coccigera10.1570.002533.333333334.9038E-0636.21Tectona grandis10.180.002533.333333336.4458E-0647.6 Σ =0.00751001.3543E-05220.8PLOT 4Seedling (2 m x 2 m)Jumlah KK relatifPiper caducibracteum4 11.809954751Jatropha curcas34 8.515.38461538Nephrolephis sp.4 11.809954751Bothrycium sp.3 0.751.357466063Davallia sp.2 0.50.904977376Lantana camara29 7.2513.12217195Firmiana malayana7 1.753.167420814Polypodium sp.2 0.50.904977376Wedella calandulasa40 1018.09954751Axonopus sp.34 8.515.38461538Amorphopalus sp.9 2.254.07239819Passiflora foetida1 0.250.452488688Rubus reflexus7 1.753.167420814Buchanania acrobation13 3.255.882352941Commelina nudiflora20 59.049773756Acalypha indica9 2.254.07239819Elephanthopus scaber3 0.751.357466063 Σ =55.25100Sapling (5 m x 5 m)Jumlah KK relatifEhretia microphylla43 1.7287.75510204Thitonia diversifolia6 0.2412.24489796 Σ =1.96100Poles (10 m x 10 m)JumlahDBHKK relatifDD relativeCaryophyllus jambos10.470.0124.3947E-0516.53Ehretia microphylla10.560.0126.2389E-0523.47Ehretia microphylla10.620.0127.6474E-0528.77Eugenia sp.30.340.0362.2998E-058.652Entada scandens430.460.43864.2096E-0515.84Malphigia coccigera10.30.0121.7905E-056.736 Σ =0.51000.00026581100Tree (20 m x 20 m)JumlahDBHKK relatifDD relativeBombax malabaricum11.560.0025200.0004841512.05Bombax malabaricum12.570.0025200.00131432.71Entada scandens13.070.0025200.0018750246.67Syzigium sp.10.960.0025200.000183354.564Cassia alata10.90.0025200.000161144.011 Σ =0.01251000.00401767100PLOT 5Seedling (2 m x 2 m)Jumlah KK relatifRubus reflexus43 10.7553.75Lantana camara24 630Sauropus androgynus13 3.2516.25 Σ =20100Sapling (5 m x 5 m)Jumlah KK relatifThitonia diversifolia3 0.128.823529412Virola sebifora1 0.042.941176471Malpighia coccigera1 0.042.941176471Cassia grandis9 0.3626.47058824Smilax sp.2 0.085.882352941Vicus septica3 0.128.823529412Buchanania acrobation15 0.644.11764706 Σ =1.36100Poles (10 m x 10 m)JumlahDBHKK relatifDD relatifTectona grandis10.0930.00913.508771931.7207E-0631.25Cassia grandis240.10.2492.631578951.9894E-0636.14Jatropha curcas10.0950.013.8596491231.7955E-0632.61 Σ =0.25911005.5056E-061004.1.2.3 Perhitungan Data Kelompok 5 dan 6Plot 1SeedlingK. Lantana camara = 1 = 0,25
4K. Similax china = 22 = 5,5
4K. Angiopteris sp. = 11 = 2,75
4K. Piper sp. = 48 = 12
4K. Astonia scholaris = 24 = 6
4K. Mirtaceae = 5 = 1,25
4∑ K = 27,75KR (Lantana camara) = 0,25 x 100% = 0,9 %
27,75KR (Similax china) = 5,5 x 100% = 19,8 %
27,75KR (Angiopteris sp.) = 2,75 x 100% = 10%
27,75KR (Piper sp.) = 12 x 100% = 43,2%
27,75KR (Astonia scholaris) = 6 x 100% = 21,6%
27,75KR (Mirtaceae) = 1,25 x 100% = 4,5%
27,75SaplingK (Cembirit) = 10 = 0,4
25K (Rotan) = 6 = 0,24
25K (Citrus sp.) = 1 = 0,04
25
∑ K = 0,68KR (Cembirit) = 0,4 x 100% = 68,8 %
0,68KR (Rotan) = 0,24 x 100% = 35,3% 0,68
KR (Citrus sp.) = 0,04 x 100% = 5,9% 0,68
Pohon mudaK (Unknown I) = 3 = 0,03
100K (Gondang) = 6 = 0,06
100∑ K = 0,09
KR (Unknown I) = 3 x 100% = 33% 0,09
KR (Gondang) = 0,06 x 100% = 66% 0,09
PohonK (Gondang) = 2 = 0,005
400KR (Gondang) = 0,005 x 100% = 100%
0,005Plot 2Kerapatan JenisKerapatan (k) : ∑ individu
Luas petak contohSeedling K. (Lantana camara) = 20 = 5
4K.(Astonia scholaris) = 20 = 5
4K. (Paku gajah) = 12 = 3
4K. Gadung cina = 4 = 1
4
K. Sirih hutan = 12 = 3 4
K. Jasminum sambac = 5 = 1,25 4
K. Hoya sp. = 7 = 1,75 4
K. Tithonia diversifolia = 26 = 6,5 4
∑ K = 26,5 Kerapatan Relatif (KR) = n x 100 %
K total seluruh jenis
KR (Lantana camara) = 5 x 100 % = 18,9 % 26,5
KR (Astonia scholaris) = 5 x 100% = 18,9 % 26,5
KR (Paku gajah) = 3 x 100% = 11% 26,5
KR (Gadung cina) = 1 x 100% = 0,38% 26,5
KR(Sirih Hutan) = 3 x 100% = 11% 26,5
KR (Jasminum sambac) = 1,25 x 100% = 4,7% 26,5
KR (Hoya sp.) = 1,75 x 100% = 6,6% 26,5
KR (Tithonia diversifolia) = 6,5 x 100% = 24,5% 26,5
Sapling K (Andrographis paniculata) = 5 = 0,2
25K. Rotan = 13 = 0,52
25
K. Citrus sp. = 1 = 0,04 25
∑ K = 0,76
KR (Andrographis paniculata) = 0,2 x 100% = 26% 0,76
KR (Rotan) = 0,52 x 100% = 68% 0,76
KR (Citrus sp.) = 0,04 x 100% = 5,3 % 0,76
Pohon muda (Poles)K. Jambu air = 4 = 0,04
100KR jambu air = 0,04 x 100% = 100%
0,04
Plot 3SeedlingK (Lantana camara) = 20 = 5` 4K (Unknown II) = 20 = 5
4K (Paku gajah) = 6 = 1,25
4K (Gadung cina) = 4 = 1
4K (Unknown III) = 97 = 24,25
4K (Pandanus sp.) = 1 = 0,25
4
∑ K = 36,75KR (Lantana camara) = 5 x 100% = 13,6%
36,75 KR (Unknown II) = 5 x 100% = 13,6% 36,75
KR (Paku gajah) = 1,25 x 100% = 3,4 % 36,75
KR (Gadung cina) = 1 x 100% = 2,7 % 36,75
KR (Unknown III) = 24,25 x 100% = 66% 36,75
KR (Pandanus sp.) = 0,25 x 100% = 0,7% 36,75
SaplingK (Cembirit) = 1 = 0,04
25K (Rotan) = 9 = 0,36
25K (Citrus sp.) = 1 = 0,04
25K (Carica papaya) = 15 = 0,6
25K (Bambusa sp.) = 13 = 0,52
25
K (Buchauonia arborescens) = 30 = 1,2 25
∑ K = 2,76
KR (Cembirit) = 0,04 x 100% = 1,4% 2,76
KR (Rotan) = 0,36 x 100% = 13% 2,76
KR (Citrus sp.) = 0,04 x 100% = 1,4% 2,76
KR (Carica papaya) = 0,6 x 100% = 21,7% 2,76
KR (Bambusa sp.) = 0,52 x 100% = 18,8% 2,76
KR (Buchauonia arborescens) = 1,2 x 100% = 43,5% 2,76
Pohon muda (poles)K (Jambu air) = 1 = 0,01
100K (Mangifera indica) = 1 = 0,01
100K (Unknown IV) = 1 = 0,01
100∑ K = 0,03KR (Jambu air) = KR (Mangifera indica) = KR (Unknown IV) = 0,01 x 100% = 33%
0,03PohonK (Ficus varieagata) = 1 = 0,0025
400K (Unknown V) = 1 = 0,0025
400∑ K = 0,005KR (Ficus varieagata) = KR (Unknown V) = 0,0025 x 100% = 50%
0,005
Plot 4Seedling K (Titonia diversifolia) = 20 = 5
4K (Zingiberaceae) = 3 = 0,75
4K (Morphopallus sp.) = 3 = 0,75
4K (Mimosa sp.) = 30 = 7,5
4K (Urena lobata) = 4 = 1
4K (Stachytarpheta jamaicensis) = 20 = 5
4
K (Poaceae) = 11 = 2,75 4
K (Malvales) = 3 = 0,75 4
K (Unknown III) = 20 = 5 4
K (Unknown VI) = 10 = 2,5 4
K (Unknown VII) = 5 = 1,25 4
∑ K = 32,25KR (Titonia diversifolia) = 5 x 100% = 15,5%
32,25KR (Zingiberaceae) = 0,75 x 100% = 2,3%
32,25
KR ( Morphopallus sp.) = 0,75 x 100% = 2,3% 32,25
KR (Mimosa sp.) = 7,5 x 100% = 23% 32,25
KR (Urena lobata) = 1 x 100% = 3,1% 32,25
KR (Stachytarpheta jamaicensis) = 5 x 100% = 15,5% 32,25
KR (Poaceae) = 2,75 x 100% = 8,5% 32,25
KR (Malvales) = 0,75 x 100% = 2,3% 32,25
KR (Unknown III) = 5 x 100% = 15,5% 32,25
KR (Unknown VI) = 2,5 x 100% = 7,7% 32,25
KR (Unknown VII) = 1,25 x 100% = 3,9% 32,25
SaplingK (Cembirit) = 3 = 0,12
25K (Unknown VIII) = 6 = 0,24
25K (Unknown IX) = 4 = 0,16
25K (Unknown X) = 3 = 0,12
25K (Hibiscus sp.) = 3 = 0,12
25∑ K = 0,76
KR (Cembirit) = 0,12 x 100% = 15,8% 0,76
KR (Unknown VIII) = 0,24 x 100% = 31,5% 0,76
KR (Unknown IX) = 0,16 x 100% = 21% 0,76
KR (Unknown X) = 0,12 x 100% = 15,8% 0,76
KR (Hibiscus sp.) = 0,12 x 100% = 15,8% 0.76
- Pohon muda (Poles)K (Erucatamia divaricata) = 1 = 0,01
100K (Unknown XI) = 1 = 0,01
100∑ K = 0,02KR (Erucatamia divaricata) = KR (Unknown XI) = 0,01 x 100% = 50%
0,02PohonK (Ficus variegata) = 1 = 0,0025
400 K (Unknown XII) = 2 = 0,005
400K (Unknown XIII) = 4 = 0,01
400K (Rotan) = 16 = 0,04
400K (Unknown XIV) = 1 = 0,0025
400∑ K = 0,06KR (Ficus variegata) = 0,0025 x 100% = 4,2%
0,06KR (Unknown XII) = 0,005 x 100% = 8,3%
0,06KR (Unknown XIII) = 0,01 x 100% = 16,7%
0,06KR (Rotan) = 0,04 x 100% = 6,7%
0,06KR (Unknown XIV) = 0,0025 x 100% = 4,2%
0,06
Plot 5Seedling K (Unknown XV) = 1 = 0,25
4K (Unknown II) = 1 = 0,25
4
K (Firmiana malayana) = 1 = 0,25 4
K (Alstonia scholaris) = 1 = 0,25 4
∑ K = 1KR (Unknown XV) = KR (Unknown II) = KR (Firmiana malayana) = KR (Alstonia scholaris) = 0,25 x 100% = 25 % 1SaplingK (Achryanthes aspera) = 10 = 0,4
25K (Androgaphis paniculata) = 4 = 0,16
25
K (Urena lobata) = 8 = 0,32 25
K (Buchauania arborescens) = 46 = 1,38 25
K (Muntingia calabura) = 1 = 0,04 4
K (Ficus ampelas) = 2 = 0,08 25
K (Unknown X) = 1 = 0,04 25
K (Unknown IX) = 2 = 0,08 25
K (Rotan) = 10 = 0,4 25
∑ K = 4,84KR (Archryanthes aspera) = 0,4 x 100% = 8,3%
4,84KR (Androgaphis paniculata) = 0,16 x 100% = 3,3%
4,84KR (Urena lobata) = 0,32 x 100% = 6,6%
4,84KR (Bucharania arborescens) = 1,38 x 100% = 28%
4,84KR (Muntingia calabura) = 0,04 x 100% = 0,8%
4,84KR (Ficus ampelas) = 0,08 x 100% = 1,6%
4,84
KR (Unknown X) = 0,04 x 100% = 0,8% 4,84
KR (Unknown IX) = 0,08 x 100% = 1,6% 4,84
KR (Rotan) = 0,4 x 100% = 8,3% 4,84
Pohon muda (Poles)K (Unknown XV) = 2 = 0,02
100K (Jambu air) = 5 = 0,05
100∑ K = 0,07KR (Unknown XV) = 0,02 x 100% = 28,6%
0,07KR (Jambu air) = 0,05 x 100% = 71,4%
0,07
PohonK (Unknown XII) = 1 = 0,0025
400KR (Unknown XII) = 0,0025 x 100% = 100%
0,0025
FrekuensiSpesiesJumlah di plotFFRLantana camaraAstonia scholarisPaku gajahGadung cinaSirih hutanJasminum sambacHoya sp.Tithonia diversifoliaAndrogaphis paniculataRotanJambu airAngiopteris sp.MirtaceaeCembiritCitrus sp.Unknown IGondangUnknown IIUnknown IIIPandanus sp.Bambusa sp.Buchanonia arborescensMangifera indicaUnknown IVFicus varieagataUnknown VZingiberaceaeAmorphopallus sp.Mimosa sp. Urena lobataStachytarpheta sp.PoaceaeMalvalaesUnknown VIUnknown VIIUnknown VIIIUnknown IXUnknown X
Hibiscus sp.Ervatamia divarieataUnknown XIIUnknown XIIIUnknown XIUnknown XIVUnknown XVFirmiana malayanaArchyryanthes asperaMuntingia calaburaFicus ampelas332321122431132112211211211121111111
221121112111120,60,60,40,60,40,20,20,40,40,80,60,20,20,60,40,20,20,40,40,20,20,40,20,20,40,20,20,20,40,20,20,20,2
0,20,20,20,40,40,20,20,40,20,20,20,40,20,20,20,20,43,9%3,9%2,6%3,9%2,6%1,3%1,3%2,6%2,6%5,2%3,9%1,3%1,3%3,9%2,6%1,3%1,3%2,6%2,6%1,3%1,3%2,6%1,3%1,3%2,6%1,3%1,3%1,3%2,6%1,3%
1,3%1,3%1,3%1,3%1,3%1,3%2,6%2,6%1,3%1,3%2,6%1,3%1,3%1,3%2,6%1,3%1,3%1,3%1,3%2,6 %Dominasi hanya berlaku untuk Tiang dan PohonTanamanKelilingDiameterJari-jariLuasD(π r2/petak tanah)DRUnknownGondangJambu airUnknown IGondangJambu airUnknown IVMangifera indicaFicus variegataUnknown VFicus variegataUnknown XIatarmia sp.Unknown XIIUnknown XIIIRotanUnknown XIVUnknown XVJambu airUnknown XIIUnknown XV81382226,526,5
2235248110875,320,12564,7695447,929271893325,79612,107,0068,448,447,00611,1467,64325,79634,3923,986,407,9620,6018,7817,1915,2559,2368,59860,1910,50912,896,053,5034,224,223,5035,573,8212,8917,19711,99
3,203,9810,309,398,5987,6274,6184,29930,095,25522,37114,9338,5355,9255,9238,5397,5345,85522,37928,66451,4432,16649,76333,28277,149232,165182,67666,9658,0412844,0286,701,3051,14930,38530,55920,55920,38530,9750,4581,3052,3211,12860,32160,49760,8330,6930,5800,456
0,6690,58047,110,8675,64%4,97%1,66%2,42%2,42%1,66%4,21%1,98%5,64%10,03%4,88%1,39%2,15%3,6%2,99%2,51%1,97%2,89%2,51%30,71%3,75%Total23,138599,99%
Keanekaragaman Vegetasi
SpesiesJumlahPi=(Ni/Nt)PiLnPiPi2Indeks keanekaragaman vegetasiLantana camaraAstonia scholarisPaku gajahGadung cinaSirih HutanJasminum sambacHoya sp.Tithonia diversifoliaAndrogaphis paniculataRotanJambu airAngiopteris sp.MirtaceaeCembiritCitrus sp.Unknown IGondangUnknown IIUnknown IIIPandanus sp.Bambusa sp.Buchenonia arborescensMangifera indicaUnknown IVFicus variegataUnknown VZingiberaceaeMorphopallus sp.Mimosa sp.Urena lobataChytarpheta sp.PoaceaeMalvalesUnknown VIUnknown VIIUnknown VIIIUnknown IXUnknown XHibiscus sp.Ervatamia divarieataUnknown XIIUnknown XIIIUnknown XIV
Unknown XIUnknown XVFirmiana malayanaArchyryanthes aspenaMuntingia calaburaFicus ampelasCarica papaya414518306057269441011514256211171137611213330122011310665431
2411311012150,0580,0630,0250,0420,080,0070,00980,0360,02130,0620,0140,0150,070,0190,0030,0070,0080,030,1640,00140,0180,1060,00140,00140,0030,00140,0040,0040,0420,0170,0280,0150,0040,0140,0080,0080,07
0,0060,0040,00140,0030,0060,00140,00140,0040,00140,0140,00140,0030,020,1650,1740,0920,1330,2020,0350,04530,11960,0940,1720,0590,0630,1860,0750,01740,03470,03860,1050,26940,0910,07230,23780,0910,0910,01740,0910,02200,02200,13310,06920,10010,06290,02200,0597
0,03860,03860,1860,03060,2200,0910,01740,16880,0910,0910,0910,0910,05910,0910,01740,07820,00340,00400,0006250,00180,00640,0000490,0000960,0012960,000450,00380,0001960,0002250,00490,0003610,0000090,0000490,0000640,00090,0270,00000190,0003240,011240,000001960,000001960,0000090,000001960,0000160,0000160,001760,0002890,00078
0,0002250,0000160,0001960,0000640,0000640,00490,0000360,0000160,000001960,0000090,0000360,0000020,0000020,0000020,0000020,0001960,0000020,0000090,0004Indeks Simpson’sD = 1 -∑Pi 2 = 1 – 0,076 = 0,924Indeks Shannon WiennerD = - ∑ Pi Ln Pi = 4,66387144,66380,0764.2 PembahasanPraktikum analisis vegetasi bertujuan untuk mengetahui komposisi dan struktur vegetasi di suatu habitat (wilayah). Analisis vegetasi adalah suatu cara mempelajari susunan dan atau komposisi vegetasi secara bentuk (struktur) vegetasi dari masyarakat tumbuh-tumbuhan. Unsur struktur vegetasi adalah bentuk pertumbuhan, stratifikasi dan penutupan tajuk. Untuk keperluan analisis vegetasi diperlukan data-data jenis, diameter dan tinggi untuk menentukan indeks nilai penting dari penvusun komunitas hutan tersebut. Dengan analisis vegetasi dapat diperoleh informasi kuantitatif tentang struktur dan komposisi suatu komunitas tumbuhan. Habitat yang dijadikan obyek dalam praktikum ini adalah Kawasan Wisata Alam Gunung Baung Purwodadi. Hal yang pertama kali dilakukan dalam praktikum di lapangan adalah menentukan lokasi pengambilan data. Lokasi yang dipilih adalah lokasi yang memiliki vegetasi yang mampu mewakili seluruh vegetasi Gunung Baung secara keseluruhan. Metode analisis vegetasi yang digunakan adalah metode petak. Ukuran petak yang digunakan berukuran 20 cm x 20 cm. Petak ini diberi nama petak D. Kemudian petak tersebut dibagi menjadi 3 sub petak contoh. Yang masing-masing memiliki ukuran 5 cm x 5 cm, 10 cm x 10 cm, dan 2 cm x 2 cm. Petak berukuran 5 cm x 5 cm diberi nama petak C. Petak berukuran 10 cm x 10 cm diberi nama petak B. Petak berukuran 2 cm x 2 cm diberi nama petak A. Petak D merupakan petak contoh pohon. Petak C merupakan petak contoh pancang. Petak B merupakan petak contoh tiang. Petak A merupakan petak contoh semai.Akan tetapi, karena lokasi pengambilan sampel yaitu daerah gunung yang menanjak dan terjal, tidak memungkinkan untuk menerapkan pembagian petak D menjadi 3 sub petak, maka untuk pengambilan data pengamatan (pohon, pancang, tiang, dan semai) dilakukan pada petak D tersebut. Banyaknya petak pengambilan data awalnya direncanakan sebanyak 10 petak. Akan tetapi, lokasi pengambilan data tidak memungkinkan untuk 10 petak (lokasi sangat terjal), maka petak yang dibuat hanya 5 petak. Petak yang berukuran 20 cm x 20 cm
tersebut ditandai dengan tali raffia yang pada tiap sudutnya dipasang patok.Setelah pembuatan petak contoh selesai maka dilakukan pengambilan data. Kriteria pertumbuhan yang digunakan dalam praktikum ini adalah:Semai (seedling) adalah anakan pohon mulai kecambah sampai setinggi < 1.5 cm.Pancang (sapling) adalah anakan pohon yang tingginya ≥ 1.5 cm dan diameter < 7 cmTiang (poles) adalah pohon muda yang diameternya mulai 7 cm sampai diameter < 20 cmPohon (tree) merupakan pohon dewasa yang memiliki diameter ≥ 20 cmData-data yang dikumpulkan adalah data primer dan data sekunder. Data primer merupakan data yang diambil langsung dari lapangan, baik berupa data studi vegetasi maupun hasil data wawancara dengan guide. Data sekunder berupa data iklim, aksesibilitas dan data-data lainnya yang menunjang. Alat yang digunakan untuk pengambilan data adalah meteran pita sepanjang 1.5 m, lembar data (data sheet), dan alat tulis. Meteran pita digunakan untuk mengukur diameter sampel. Data sheet digunakan untuk menyimpan data yang didapatkan. Data sheet yang digunakan ada 4 lembar, yaitu untuk tingkat pohon, semai, tiang dan pancang.
Berikut prosedur yang dianjurkan untuk melakukan pengukuran:Ketika sistem percabangan dibawah tinggi dada, atau bertunas/bercabang dari batang utama di tanah atau di atasnya, maka masing-masing cabang diukur sebagai batang yang berbedaKetika cabang dari batang setinggi dada atau sedikit di atasnya, pengukuran keliling/diameter berada di bawah pembekakan karena percabanganKetika batang mempunyai akar tunjang, maka pengukuran keliling atau diameter 20 cm dari ketiak perakaranKetika batang mengalami pembengkakan, bercabang, atau bentuk tiadak normal pada titik pengukuran, pengukuran dilakukan sedikit di atas atau di bawah hingga diperoleh bentuk normalData yang didapatkan kemudian diolah atau dianalisis uantuk mengetahui kerapatan jenis, kerapatan relatife, dominansi jenis, dominansi relatife, frekuensi jenis, dan frekuensi relatif serta Indeks Nilai Penting (INP). Dalam studi ekologi , jumlah individu menjadi informasi dasar. Kelimpahan adalah jumlah individu dalam suatu area dan kerapatan adalah jumlah yang diekspresikan dalam per satuan unit area atau volum. Frekuensi adalah jumlah suatu kejadian yang terjadi. Frekuensi mengindikasikan jumlah sampel dimana ditemuin suatu spesies. Hal ini diekspresikan sebagai proporsi dari jumlah sampel yang diteliti. Nilai pentting atau yang biasa disebut dengan INP adalah perkiraan opengaruh atau pentingnya suatu spesies tanam,an dalam suatu komunitas. Nilai penting adalah penjumlahan dari kerapatan relatif, frekuensi relatif dan juga penutupan relatif.Setelah dilakukan perhitungan, diperoleh hasil bahwa terdapat spesies tumbuhan yang mendominasi kawasan Gunung Baung yaitu tumbuhan Unknown IX. Tumbuhan ini ditemukan sebanyak 117 individu. Selain itu, spesies lain yang mendominasi adalah Sirih Hutan dan mangga (Mangifera indica), masing-masing spesies tersebut ditemukan sebanyak 60 individu. Dominansi menyatakan suatu jenis tumbuhan yang mempengaruhi dan melaksanakan kontrol terhadap komunitas dengan cara banyaknya jumlahh jenis, besarnya ukuran maupun pertumbuhan yang dominan.Perhitungan dilakukan juga untuk mengetahui indeks Simpson’s dan indeks Shannon-Wienner. Untuk indeks Simpson’s diperoleh hasil 0.924 dengan keanekaragaman 0,076. Sedangkan, untuk indeks Shannon-Wienner diperoleh hasil 4,6638. Melalui perhitungan tersebut, dapat diketahui bahwa pada kawasan Gunung Baung yang diidentifikasi memiliki tingkat keanekaragaman yang relatif rendah. Hal tersebut terjadi, karena semakin tinggi daerah gunung yang diidentifikasi, maka semakin rendah pula tingkat keanekaragamannya dan diperoleh banyak jenis tumbuhan yang homogen.Hutan merupakan sumberdaya alam yang merupakan suatu ekosistem. Di dalam ekosistem ini terjadi hubungan timbal balik antara mahluk hidup dan lingkungannya. Lingkungan tempat tumbuh dari tumbuhan merupakan suatu sistem yang kompleks, dimana berbagai faktor saling berinteraksi dan berpengaruh secara timbal balik secara langsung maupun tidak langsung terhadap masyarakat tumbuh-tumbuhan. Vegetasi, tanah dan iklim berhubungan erat dan pada tiap-tiap tempat mempunyai keseimbangan yang spesifik. Vegetasi di suatu tempat akan berbeda dengan vegetasi di tempat 1ain karena berbeda pula faktor lingkungannya. Vegetasi hutan merupakan sesuatu sistem yang dinamis, selalu berkembang sesuai dengan keadaan habitatnya yang dikarenakan oleh adanya pertumbuhan seriap jenis tanaman penyusunnya.Pertumbuhan merupakan suatu perkembangan yang progresif dari suatu organisme, oleh karena itu terdapat banyak cara yang dapat dilakukan atau digunakan untuk mengukur pertumbuhan tersebut. Pertumbuhan dan perkembangan merupakan suatu respons tumbuhan terhadap faktor lingkungan, dimana tumbuhan tersebut akan memberikan respons menurut batas toleransi yang dimiliki oleh tumbuhan tersebut terhadap faktor-faktor lingkungan tersebut. Pada suatu kondisi tumbuhan memiliki respons yang minimal, maksimal atau optimal. Apabila kondisi lingkungan tidak sesuai, maka pertumbuhan dari tumbuhan itu akan mengalami tekanan bahkan dapat mengalami kematian pada kondisi yang ekstrem. Untuk mengetahui perbedaan respons tumbuhan terhadap lingkungan atau terhadap perlakuan yang diberikan perlu diketahui bagaimana pertumbuhan itu dipengaruhi oleh faktor lingkungan.
BAB VKESIMPULAN
Kesimpulan yang dapat diperoleh dari praktikum analisa vegetasi di Kawasan Wisata Alam Gunung Baung Purwodadi adalah spesies tumbuhan yang mendominasi kawasan Gunung Baung yaitu tumbuhan Unknown IX. Tumbuhan ini ditemukan sebanyak 117 individu. Selain itu, spesies lain yang mendominasi adalah Sirih Hutan dan Mangifera indica, masing-masing spesies tersebut ditemukan sebanyak 60 individu. Berdasarkan perehitungan rumus Indeks Aimpson’s dan Shannon-Wiener Kawasan Gunung Baung juga memiliki tingkat keanekaragaman yang relatif rendah. Hal tersebut terjadi, karena semakin tinggi daerah gunung yang diidentifikasi, maka semakin rendah pula tingkat keanekaragamannya dan diperoleh banyak jenis tumbuhan yang homogen.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim, 2008. Metode Analisis Vegetasi. HYPERLINK "http://fp.uns.ac.id/~hamasains/ekotan%203.htm" http://fp.uns.ac.id/~hamasains/ekotan%203.htm, Diakses pada tanggal 13 Mei 2009 pukul 08.30 WIBAnonim, 2009. Klasifikasi Vegetasi. HYPERLINK "http://gunztoro.blogspot.com/2009/01/klasifikasi-vegetasi.html" http://gunztoro.blogspot.com/2009/01/klasifikasi-vegetasi.html, Diakses pada tanggal 9 Mei 2009 pukul 19.05 WIBAnonim, 2009. Klasifikasi Vegetasi. HYPERLINK "http://gunztoro.blogspot.com/2009/01/klasifikasi-vegetasi.html" http://gunztoro.blogspot.com/2009/01/klasifikasi-vegetasi.html ,Diakses pada tanggal 9 Mei 2009 pukul 19.05 WIBChea, 2009. Keragaman Spesies. HYPERLINK "http://cheabiofkip.blogspot.com/" http://cheabiofkip.blogspot.com/ ,Diakses pada tanggal 13 Mei 2009 pukul 08.30 WIBIrwanto. 2007. Analisa Vegetasi untuk Pengelolaan Kawasan Hutan Lindung Pulau Marsegu, Kabupaten Sergam Bagian Barat, Propinsi Maluku. UGM. Yogyakarta, Diakses dari www.soil.faperta.ugm.ac.id/tj/1991/1991%20kema.pdf pada tanggal 9 Mei 2009 pukul 19.25 WIBOdum, Eugene. P. 1995. Dasar-Dasar Ekologi. UGM-Press. Yogyakarta
BAB IPENDAHULUAN
1.1 Latar BelakangIlmu ekologi biasanya berisi daftar dari nama suatu spesies beserta dengan ciri-ciri yang terdapat pada morfologi ataupun anatominya. Hal tersebutlah yang dipakai untuk menganalisis suatu komunitas vegetasi dalam habitat tertentu. Pada fisioknomi ini, kita tidak mengidentifikasi spesies dalam suatu habitat, tetapi menginterpretasikan ciri morfologinya kedalam suatu gambar kode tertentu dan dibuat bentuk deskripsi grafiknya dari vegetasi tersebut. Fisiognomi merupakan studi pengamatan komposisi dan struktur morfologi suatu vegetasi tanpa mengetahui jenis spesiesnya melainkan dipetakan dengan grafik menurun simbol Kuchler dan Dansereau.Sistem penelitian ini ditujukan pada ahli geografi dan ahli non taksonomi yang mengambil bidang mengenai vegetasi. Metodenya dengan memakai simbol dari gambar yang mewakili dari jenis vegetasinya kemudian hasilnya dipetakan dengan menggunakan grafik. Tujuan dari metode ini untuk mengetahui keanekaragaman tanaman yang dapat hidup pada habitat tersebut dan kemudian dihubungkan dengan kondisi dari habitatnya sendiri. Praktikum ini tidak memakai peralatan tertentu karena prosedurnya hanya mengamati vegetasi sekitar, kemudian tanaman diukur dan diidentifikasikan ciri morfologinya yang terlihat.1.2 PermasalahanPermasalahan pada praktikum ini adalah bagaimana mengetahui keanekaragaman tanaman yang dapat hidup pada habitat tersebut merupakan tanaman dengan ciri seperti apa yang kemudian dihubungkan dengan kondisi dari habitatnya sendiri.1.3 TujuanPraktikum ini bertujuan untuk mengetahui keanekaragaman tanaman yang dapat hidup pada habitat tersebut merupakan tanaman dengan ciri seperti apa yang kemudian dihubungkan dengan kondisi dari habitatnya sendiri.
BAB IITINJAUAN PUSTAKA
2.1 Kajian Vegetasi dan Pendekatan secara FisiognomiAda dua fase dalam kajian vegetasi ini, yaitu mendiskripsikan dan menganalisa, yang masing-masing
menghasilkan berbagi konsep pendekatan yang berlainan. Berdasarkan (Webb, 1954) metode manapun yang dipilih yang penting adalah harus disesuaikan dengan tujuan kajian, luas atau sempitnya yang ingin diungkapkan, keahlian dalam bidang botani dari pelaksana (dalam hal ini adalah pengetahuan dalam sistimatik), dan variasi vegetasi secara alami itu sendiri (Anonim, 2009).
Pakar ekologi dalam pengetahuan yang memadai tentang sistematik tumbuhan berkecenderungan untuk melakukan pendekatan sacara florestika dalam mengungkapkan suatu vegetasi, yaitu berupa komposisi dan struktur tumbuhan pembntuk vegetasi tersebut. Pendekatan kajianpun sangat tergantung kepada permasalahan apakah bersifat autekologi atau sinetologi, dan juga apakah menyangkut masalah produktivitas atau hubungan sebab akibat. Pakar autelogi biasanya memerlukan pengetahuan tentang kekerapan atau penampakan dari suatu species tumbuhan, sedangkan pakar senitologi berkepentingan dengan komunitas yaitu problema yang dihadapi sehubungan dengan keterkaitan antara alam dengan variasi vegetasi. Pakar rkologi produktivitas memerlukan data tentang berat kering dan kandungan kalori yang dalam melakukannya sangat menyita waktu dan juga bersifat destruktif (Anonim, 2009).
Deskripsi vegetasi juga memerlukan bagian yang integral dengan kegiatan survey smber daya alam, misalnya sehubungan dengan investarisasi kayu untuk balok dihutan,dan menelaah kapasitas tamping suatu lahan untuk sutu tujuan ternak atau penggembalaan.pakar, tanah, dan sedikit banyak pakar geologi dan pakar iklim tertarik dengan vegetasi sebagai ekspresi dari factor – factor yang mereka pelajari. Kehutanan memerlukan penelaahan tentang komposisi spesies tumbuhan sebagai penunjuk (indicator) potensi dari tapak sebagai bahan bantu dalam menentukan jenis kayu yang ditanam. (Anonim,2009)
Dalam mendiskripsikan suatu vegetasi haruslah dimulai dari suatu titik pandang bahwa vegetasi merupakan suatu pengelompokan dari tubuh – tumbuhan yang hidup bersama dialam suatu tempat tertentu yang mungkin dikarakterisasi baik oleh spesies sebagai komponennya, maupun oleh kombinasi dari struktur dan fungsi sifat – sifatnya yang mengkarekterisasi gambaran vegetasi secara umum atau fisiognomi (Anonim, 2009).
Metode dengan pendekatan secara fisignomi tidak memerlukan identifikasi dari species dan sering lebih berarti hasilnya untuk gambaran vegetasi dengan skala kecil (area yang luas),atau untuk gambaran habitat bagi disiplin ilmu lainnya.misalnya pakar hewan menghendaki deskripsi vegetasi yang dapat dipakai untuk menggambarkan relung atau nisia,habitat dan sumber pakan untuk hewan. Metode berdasarkan komposisi atau floristika species lebih bermanfaat untuk menggambarkan vegetasi engan skala besar ( area yang sempit )yang lebih detail,yang biasannya dipergunakan oleh pakar di eropa daratan dalam klasifikasi vegetasi dan pemetaan pada skala yang besar(Anonim, 2009).
2.2 Beberapa Metode Pengukuran Komposisi dan Struktur Vegetasi Dalam ilmu vegetasi telah dikembangkan berbagai metode untuk menganalisis suatu vegetasi yang sangat
membantu dalam mendekripsikan suatu vegetasi sesuai dengan tujuannya. Dalam hal ini suatu metodologi sangat berkembang dengan pesat seiring dengan kemajuan dalam bidang-bidang pengetahuan lainnya, tetapi tetap harus diperhitungkan berbagai kendala yang ada (Syafei, 1990).
Metodologi-metodologi yang umum dan sangat efektif serta efisien jika digunakan untuk penelitian, yaitu metode kuadrat, metode garis, metode tanpa plot dan metode kwarter. Akan tetapi dalam praktikum kali ini hanya menitik beratkan pada penggunaan analisis dengan metode garis dan metode intersepsi titik (metode tanpa plot). (Syafei, 1990)
Metode garis merupakan suatu metode yang menggunakan cuplikan berupa garis. Penggunaan metode ini pada vegetasi hutan sangat bergantung pada kompleksitas hutan tersebut. Dalam hal ini, apabila vegetasi sederhana maka garis yang digunakan akan semakin pendek. Untuk hutan, biasanya panjang garis yang digunakan sekitar 50 m-100 m. sedangkan untuk vegetasi semak belukar, garis yang digunakan cukup 5 m-10 m. Apabila metode ini digunakan pada vegetasi yang lebih sederhana, maka garis yang digunakan cukup 1 m (Syafei, 1990).
Vegetasi di definisikan sebagai mosaik komunitas tumbuhan dalam lansekap dan vegetasi alami diartikan sebagai vegetasi yang terdapat dalam lansekep yang belum dipengaruhi oleh manusia (Kuchler, 1967). Ilmu vegetasi sudah dimulai hampir tiga abad yang lalu. Mula-mula kegiatan utama yang dilakukan lebih diarahkan pada diskripsi dari tentang alam dan vegetasinya. Dalam abad ke XX usaha-usaha diarahkan untuk menyederhanakan eskripsi dari vegetasi dengan tujuan untuk untuk meningkatkan keakuratan dan untuk mendapatkan standart dasar dalam evaluasi secara kuantitaif. Berbagai metode analisis vegetasi dikembangkan, dengan penjabaran data secara detail melalui cara coding dan tabulasi. Berbagai metode yang digemari dan banyak diterima oleh banyak pakar adalah dari Raun kiaer (1913, 1918), Clements (1905, 1916), Du Rietz (1921, 1930), Braun (1915), dan Braun Bienquet (1928). Deskripsi umum dari vegetasi dan komunitas tumbuhan melalui bentuk hidup dan species dominan adalah tekanan pada zaman yang telah lalu (Anonim, 2009).
Dalam ilmu vegetasi telah dikembangkan berbagai metode untuk menganalisis suatu vegetasi yang sangat membantu dalam mendekripsikan suatu vegetasi sesuai dengan tujuannya. Dalam hal ini suatu metodologi sangat berkembang dengan pesat seiring dengan kemajuan dalam bidang-bidang pengetahuan lainnya, tetapi tetap harus
diperhitungkan berbagai kendala yang ada (Syafei, 1990).
2.3 Pengelompokan Tanaman berdasarkan Aspek Arsitektural dan Artistik VisualBerdasarkan fungsinya dalam lansekap secara umum, Hakim(1991) mengemukakan bahwa tanaman
dapat berfungsi sebagai:a. Pengontrol pemandangan ( Visual control )b. Penghalang secara fisik ( Physical Bariers )c. Pengontrol iklim ( Climate Control )d. Pelindung dari erosi ( Erotion Control )e. Memberikan nilai estetika ( Aesthetics Values )Fungsi di atas dapat dipenuhi dengan melakukan pemilihan dan penataan tanaman sesuai karakter masing-masing tanaman (Anonim, 2009).
2.4 Pengelompokan berdasarkan Bentuk Tajuk dan Struktur Tanaman
Beberapa istilah yang sering digunakan dalam mengklasifikasikan tanaman secara arsitektural biasanya ditinjau dari tajuk, bentuk massa dan struktur tanaman. Menurut DPU (1996), pengertian dari beberapa istilah tersebut adalah:a. Tajuk merupakan keseluruhan bentuk dan kelebaran maksimal tertentu dari ranting dan daun suatu tanaman. b. Struktur Tanaman ialah bentuk tanaman yang terlihat secara keseluruhan. Berdasarkan bentuk massa, tajuk dan struktur tanaman, Laurie (1986) dan Djuwita (2007) mengelompokkan tanaman menjadi :
a. Tanaman pohonTanaman pohon adalah jenis tanaman berkayu yang biasanya mempunyai batang tunggal dan dicirikan
dengan pertumbuhan yang sangat tinggi. Tanaman berkayu adalah 176 tanaman yang membentuk batang sekunder dan jaringan xylem yang banyak. Biasanya, tanaman pohon digunakan sebagai tanaman pelindung dan centre point. Flamboyan dan dadap merah termasuk jenis tanaman pohon. Namun demikian pengelompokan pohon lebih dicirikan olehketinggiannya yang mencapai lebih dari 8m. Beberapa jenis tanaman pohon(a) cemara norflok,(b) keben, dan (c) trembesi (Anonim, 2009)
b. Tanaman perduTanaman golongan perdu merupakan tanaman berkayu yang pendek dengan batang yang cukup kaku dan
kuat untuk menopang bagian-bagian tanaman. Golongan perdu biasanya dibagi menjadi tiga, yaitu perdu rendah, perdu sedang, dan perdu tinggi. Bunga sikat botol, krossandra dan euphorbia termasuk dalam beberapa golongan. Beberapa jenis tanaman perdu bouganvile dan bunga sepatu (Anonim, 2009).
c. Tanaman semak (shrubs)Tanaman golongan semak dicirikan dengan batang yang berukuran sama dan sederajat. Bambu hias
termasuk dalam golongan tanaman ini. Pada umumnya tanaman ini mempunyai ketinggian di bawah 8 m (Anonim, 2009).d. Tanaman merambat (liana)
Tanaman golongan liana lebih banyak digunakan untuk tanaman rambat dan tanaman gantung. Liana dicirikan dengan batang yang tidak berkayu dan tidak cukup kuat untuk menopang bagian tanaman lainnya. Alamanda termasuk dalam golongan tanaman liana (Aonim, 2009).
e. Tanaman Herba, Terna, Bryoids dan SukulenGolongan herba (herbaceous) atau terna merupakan jenis tanaman dengan sedikit jaringan sekunder atau
tidak sama sekali (tidak berkayu) tetapi dapat berdiri tegak. Kana dan tapak darah termasuk dalam golongan tanaman herba. Tanaman bryoids, terdiri dari lumut, paku-pakuan, dan cendawan. Ukurannya dibagi berdasarkan tinggi vegetasi. Bentuk dan ukuran daunnya ada yang besar, lebar, menengah, dan kecil (jarum dan rumput-rumputan) dan campuran. Tekstur daun ada yang keras, papery dan sekulen. Coverage biasanya sangat beragam, ada tumbuhan yang sangat tinggi dengan penutupan horizontal dan luas, relatif dapat sebagai penutup, ada yang menyambung dan terpisah-pisah. Penutupan tumbuhan merupakan indikasi dari sistem akar di dalam tanah. Sistem akar sangat penting dan mempunyai pengaruh kompetisi pada faktor-faktor ekologi. Tanaman sekulen adalah jenis tanaman ’lunak’ yang tidak berkayu dengan batang dan daun yang mampu menyimpan cadangan air dan tahan terhadap kondisi yang kering. Kaktus termasuk dalam golongan tanaman sekulen. Beberapa contoh tanaman Herba (a) rhoeo, (b) lidah buaya, dan (c) opiopogon (Anonim, 2009)
2.5 Beberapa Karakteristik Tanaman dalam Membentuk Ruang
Unsur estetika / artistik visual sangat penting dalam membentuk ruang dan karakter arsitektural kota melalui penataan RTH yang baik. Masing-masing tanaman memiliki karakter yang khas. Beberapa unsur yang sering dipertimbangkan dalam memilih type estetika tanaman di perkotaan antara lain: a. Bertajuk indahb. Tajuk mudah dibentukc. Berdaun indahd. Berbunga indah, dane. Beraroma wangi / harum yang khas (Anonim, 2009).
Berdasarkan bentuk tajuknya, pohon dapat dikelompokkan menjadi :1) pohon berbentuk tiang /kolom2) pohon berbentuk payung3) Pohon bertajuk bulat4) Pohon bertajuk oval5) Pohon bertajuk melebar di atas6) Bohon bertajuk segi tiga7) Pohon bertajuk tidak beraturanBerdasarkan kerapatan/kepadatan massanya, dapat dikelompokkan menjadi:1) Transparan, seperti flamboyan dan cemara angin;2) Sedang, seperti angsana, akasia, dan sebagainya.3) Massif, seperti beringin dan cemara gembel;
Berdasarkan kesan truktural yang ditimbulkannya, terdapat pohon yang memberi kesan 1) Berstruktur ringan jika tanaman itu membneri kesan ramping, yaitu tanaman dengan cabang atau ranting kecil, berdaun kecil atau halus dan jarang;2) Berstruktur sedang, yaitu jika batang, cabang, dan rantingnya sedang seperti palem hijau, rambutan, akalipa, dan sebagian jenis puring;3) Berstuktur berat, jika batang, cabang dan rantingnya besar dan berdaun lebat seperti beringin, trembesi, dan karet munding; Selain itu ada pula pohon yang terkesan gagah seperti beringin, ataupun yang terkesan magis seperti kamboja dan cempaka. (Anonim,2009)
BAB IIIMETODOLOGI
3.1 Alat dan bahan3.1.1 AlatPeralatan yang dipakai adalah meteran hitung,kompas tembak, tali rafia, kamera digital dan peralatan tulis berupa bolpoint dan kertas untuk pencatatan hasil.3.1.2 BahanBahan-bahan yang dipakai berupa vegetasi yang terdapat pada Gunung Baung Purwodadi untuk diidentifikasi.
3.2 Prosedur KerjaPraktikum ini dilakukan di Gunung Baung Purwodadi dengan ketinggian tertentu. Pertama-tama kita berjalan turun kebawah kemudian secara perlahan mengamati ciri tumbuhan yang berbeda satu dengan yang lainnya, baik pada bentuk daun, tingginya, habitusnya, maupun bentuk metabolismenya. Setiap tumbuhan berbeda yang terlihat diamati dan dicatat datanya untuk kemudian diberi simbol yang dapat mewakilkan ciri tumbuhan tersebut dan dipetakan dengan menggunakan grafik. Simbol yang digunakan berdasarkan metode Dansereau dan Kuchler. Pengamatan dilakukan pada sepanjang garis transek yang telah dibuat sepanjang 30 meter dan lebarnya masing – masing 10 m untuk sisi sebelah kanan dan sebelah kiri. Tanaman yang belum diketahui spesiesnya difoto untuk diidentifikasi dengan pustaka yang ada.
BAB IVHASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN
4.1 Tabel PengamatanPERLAKUANPENGAMATANDipilih lokasi vegetasi yang akan diamati.Lokasi berada di bagian atas dimana vegetasi terdiri dari sejumlah tanaman ynag dominan.Dibuat garis transek dengan panjang 30 meter dengan lebar masing – masing sisi kanan dan kiri 10m.Garis transek dibuat dengan bantuan tali rafia.Diamati vegetasi dengan kekayaan flora yang ada.Terdapat beberapa jenis tanaman seperti cembirit, putri malu, dan lain- lain.Dicatat berbagai tanaman yang ada dan juga diidentifikasi menurut simbol Kuchler dan Dansereau.Simbol yang dibuat bedasarkan ciri morfologi dan struktur daun.Difoto tanaman yang tidak dapat diidentifikasi untuk disesuaikan dengan pustaka.Cukup banyak tanaman yang teridentifikasi tetapi ada juga yang masih unknown.Vegetasi pada Gunung Baung Purwodadi diamati kemudian dicatat ciri-cirinya dan diinterpretasikan dalam bentuk simbol yang mewakili tiap cirinya.Jenis vegetasi yang ditemukan dalam bentuk simbol terlampir dalam data pengamatan.4.2 Data PengamatanPetunjuk DansereauPetunjuk KuchlerW4shzbBspyL4eafpHspyL4sazbHspyW6safbHsryL5eqxiHsryW6shzbDsryW5sazpHmpyL4shfcHlcyH5iafbHsrv
W5shzbBmryL4sazbBlcyW3svxpElpvL5shfbBmryL5safbBlpyH5sazpHmpyW2svxbNtryW4shzbBlryW5safbHlryW5svfbDmryH6sgfbGsrvH5sazpBmryH4ehzpHmckH6nvkcHickH6iazcHzckH5igfpHlikL41axpGmcjL6sazpDlpjW6safpDlpjW7sazpDlpyW5shfbBlbyW4safpDlpjW1dhzbBtryW3safbBlryH6eazpHzpj
4.3 PembahasanFisiognomi merupakan suatu sistem untuk mengetahui morfologi dari vegetasi yang ada pada suatu lokasi tertentu tanpa mengetahui nama spesiesnya. Fisiognomi sangat berperan dalam kinerja para peneliti ekologi untuk mengetahui vegetasi yang di suatu daerah tertentu. Gunung Baung Purwodadi memiliki vegetasi yang berbeda pada ketinggian yang berbeda pula. Pada fisioknomi kita tidak perlu untuk mengetahui jenis spesies apa saja yang ada disana tetapi kita harus benar-benar mengamati ciri-ciri apa saja yang dapat ditemukan didalam habitat tersebut.Lokasi kemudian dipilih dan dibuat dengan garis transek sepanjang 30 meter dengan lebar pada sisi kanan dan kiri masing – masing 10 meter sehingga didapatkan pembatas yang menyatakan vegetasi yang ingin diamati. Ciri-ciri tersebut kemudian akan dipetakan didalam suatu grafik menurut ketinggian, jenis kehidupannya, cakupannya, fungsinya, bentuk daun beserta ukuran daun, dan tekstur daunnya. Pemetaan ini berfungsi untuk melihat jenis individu dengan ciri seperti apa yang mampu hidup pada habitat tersebut. Pemberian simbol dan juga pemetaan dapat ditunjukkan dengan petunjuk Kuchler atau Dansereau.Simbol-simbol yang digunakan untuk mewakilkan jenis vegetasi pada Gunung Baung Purwodadi menurut danserau adalah sebagai berikut:Bentuk Kehidupan:
Pohon = Menjalar = Epifit = Herba = Lumut =
Ketinggian:
Lebih dari 25 meter10-25 meter8-10 meter2-8 meter0,5-2 meter0,1-0,5 meter0,0-0,1 meter
Cakupan:
b = Sangat Jarangi = Jarang Ditemuip = Rumpunc = Sering Ditemui
Fungsi:
d = Berganti daun (Rontok)s = Semie = Evergreeni = Evergreen dan Daun Tidak Rontok
Bentuk Daun dan Ukuran:
o = Tidak Berdaunn = Jarum, Durig = Tunggala = Sedang/kecil h = Luasv = Majemukq = Talus
Tekstur Daun:
o = Tidak Berdaunf = Samarz = Seperti Selaputx = Padatk = Berair
Simbol yang digunakan juga dapat berdasarkan metode Kuchler dengan simbol huruf :B = selalu hijauD = gugurE = koniferN = gugurO = tidak berdaunt = pohon 25 m, semak 2 mm = pohon 10-25 m, semak 0,5-2 ml = pohon 10 m, semak 0,5 ms = 1m ( semak minimum )z = 1m ( semak maksimum )c = terus tumbuhi = sangat lebatp = lebat, menyebarr = langkab = tanduse = epifitj = merambatk = berairq = padang lumutu = kelapav = bambuw = tanaman airy = paku – pakuan$
G = tunggalH = semakL = Kerak
Data pengamatan dan gambar yang didapat menunjukkan struktur komposisi yang cukup dominan dengan perpaduan tanaman – tanaman dalam famili yang sama seperti cembirit dan juga bambu. Tumbuhan yang mendominasi dari vegetasi tersebut adalah tumbuhan herba, merambat, dan juga tanaman yang tegak dan lurus. Vegetasi yang diamati tidak menunjukkan adanya spesies tanaman bryophyta dan epifit yang melimpah. Ketinggian tanaman yang ada pada vegetasi tersebut beragam namun lebih didominasi oleh tanaman yang berukuran tinggi hingga sedang . Hal ini dapat disebabkan karena tidak adanya dominansi dari pohon – pohon yang besar sehingga kanopi menjadi terbuka dan cahaya matahari dapat masuk ke sela – sela bagian vegetasi sehingga tanaman yang berukuran kecil dan sedang dapat menerima intensitas cahaya matahari yang cukup dan memanfaatkannya untuk fotosintesis dan mengambil nutrisi cukup.
Bentuk daunpun juga bervariasi dari majemuk, tunggal, lebar dan berukuran sedang. Pengaruh cuaca menyebabkan tekstur daun yang sedikit air dan menyerupai selaput licin. Dominansi tanaman juga menunjukkan data evergreen dan juga sedikit meranggas dimana terdapat tumbuhan yang menggugurkan daunnya namun tidak seluruhnya gugur dan tumbuhan yang rata – rata hijau serta berkelompok sehingga membentuk wahana spesies dominan yang hijau. Dengan adanya pemetaan data pengamatan dan spesies yang ada dan diidentifikasi, maka struktur dan komposisi dari vegetasi tersebut dapat diamati dengan mudah. Dengan adanya analisis data melalui fisiognomi, kita dapat melihat morfologi dan dominansi serta kerapatan dan frekuensi daei vegetasi tersebut.
BAB VKESIMPULAN
Kesimpulan dari percobaan ini bahwa fisiognomi adalah cabang studi ekologi tumbuhan yang mempelajari mengenai analisis struktur dan komposisi suatu vegetasi dengan pengamatan berdasarkan identifikasi morfologi dan tekstur bagian tanaman seperti daun yang ada pada spesies tersebut. Hasil identifikasi tersbut kemudiaan dipetakan dalam kertas gambar untuk mengetahui kondisi vegetasi . Hasil pemetaan menunjukkan bahwa kondisi vegetasi yang diamati merupakan lokasi hutan yang homogen. Jenis tanaman yang diamati hanya terbatas pada tanaman merambat, tegak dan juga herba. Tanaman lumut dan juga epifit jarang ditemui. Kondisi tanaman yang ada pada vegetasi berupa tanaman yang selalu hijau (ever green) tetapi juga ada yang sedikit mengugurkan daunnya. Jenis tanaman yang ada umumnya tidak terlalu tinggi sehingga tanaman yang berukuran kecil dapat tumbuh akibat kanopi yang terbuka.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2009. Analisa Vegetasi, fisiognomi. HYPERLINK "http://zaifbio.wordpress.com/2009/01/3 0/deskripsi-dan-analisis-vegetasi-floristika-dan-non-floristika/" http://zaifbio.wordpress.com/2009/01/3 0/deskripsi-dan-analisis-vegetasi-floristika-dan-non-floristika/. Diakses pada tanggal 13 Mei 2009 pukul 13.00 WIBMichael, P. 1995. Metode Ekologi untuk Penyelidikan Ladang dan Laboratorium. UI Press :JakartaRohman, Fatchur dan I Wayan Sumberartha. 2001. Petunjuk Praktikum Ekologi Tumbuhan. JICA : MalangSyafei, Eden Surasana. 1990. Pengantar Ekologi Tumbuhan. Bandung: ITB
SKEMA KERJA
Dibuat garis transek sejauh 30 meter dengan lebar masing – masing pada sisi kanan dan kiri sepanjang 10 m.Diamati ciri-ciri tanaman yang ada pada vegetasi tersebut.Dicatat ciri-cirinya dan jika tidak diketahui spesies yang dilihat maka difoto terlebih dahulu untuk diidentifikasi dengan pustaka yang ada.Dibuat suatu symbol yang dapat mewakilkan jenis vegetasi yang ada berdasarkan petunjuk Kuchler dan dansereauDipetakan dengan menggunakan kertas A2
BAB IPENDAHULUAN
1.1 Latar BelakangProduktivitas merupakan petunjuk efisiensi fotosintesis yang mengubah energi matahari menjadi energi kimia yang tersimpan dalam molekul-molekul tumbuhan. Metode yang dipakai dalam pengukuran produktivitas adalah menentukan biomassa tumbuhan. Rata-rata organisme terdiri dari molekul organik yang sama maka pengukuran berat keringnya dalam interval waktu tertentu merupakan perhitungan kasar jumlah energi yang dikandungnya.Praktikum ini bertujuan untuk mengukur produktivitas suatu populasi tumbuhan dimana tumbuhan yang dipakai adalah jagung dengan sawi. Praktikum ini merupakan lanjutan dari praktikum kompetisi yang sebelumnya terdapat 5 perbandingan tanah dan pupuk yang dikenakan pada 10 tanaman jagung, 10 tanaman sawi, dan 10 tanaman sawi dan jagung. Hasil tumbuhan yang dapat tumbuh dicabut sampai akarnya kemudian dioven untuk dikeringkan dan ditimbang. Hasil yang diharapkan berupa berat masing-masing tumbuhan setelah proses pengeringan.
1.2 PermasalahanPermasalahan pada praktikum ini adalah bagaimana mengukur produktivitas suatu populasi tumbuhan.
1.3 TujuanPraktikum ini bertujuan untuk mengukur produktivitas suatu populasi tumbuhan.
BAB IITINJAUAN PUSTAKA
2.1 Produktivitas, Suksesi dan BiomassaProduktivitas adalah proses pemasukan dan penyimpanan energi di dalam ekosistem. Produktivitas akan mengikuti sebuah pola perubahan saat suksesi yang sama dengan pola dari perubahan beberapa spesies. Pengurangan Biomassa ini merupakan penjumlahan dari beberapa penurunan produktifitas. Hubungan antara produktivitas dan biomassa sering disebut Biomass Acumulation Ratio ( BAR ) yang merupakan perbandingan antara berat kering biomassa dengan produktivitas primer per tahun. Nilai BAR merupakan nilai akumulasi yang berkaitan dengan efek lingkungan dan usia potensi dari spesies yang sama ( Resosoedarmo,1986 ).Biomassa juga merupakan sisa – sisa kehidupan yang memiiki beberapa fungsi yang dikonsumsi secara acak oleh herbivori atau pengurai yang kemungkinan banyak sama. Hal tersebut sangat penting dan penguraian dari tanaman yang telah mati. Kelembaban dan temperatur akan sama – sama mendukung terjadinya penguraian . Dasar biomassa dapat dijadikan menjadi ukuran standar dengan sedikit kesalahan dalam vegetasi herba oleh sampel acak di tempatnya. Biomassa yang kecil adalah biomassa yang hilang karena dekomposisi ( Jasmin, 1989 ).
2.2 Rumus Umum ProduktivitasProduktivitas primer adalah laju dimana energi pancaran atau cahaya disimpan oleh kegiatan fotosintesis atau kemosintesis organisme – organisme produsen dalam bentuk senyawa – senyawa organik yang dapat digunakan sebagai bahan pangan. Produktivitas primer dibagi menjadi 2, yaitu :Produktivitas primer bersih yang merupakan laju penyimpanan bahan organik di dalam jaringan tumbuh – tumbuhan selama jangka waktu tertentu waktu pengukuran. Rumus perhitungannya :NPP = GPP-R Dimana :NPP adalah produktivitas primer bersih atau laju penyimpanan energi di dalam ekosistem.GPP adalah produktivitas primer kotor taua laju pemasukan energi ke dalam ekosistem.R adalah respirasi atau laju nergi yang digunakan bagi aktivitas ekosistem.Produktivitas primer kotor yang merupakan laju total dari fotosintesis, termasuk bahan organik di dalam respirasi selama waktu pengukuran tertentu.
( Jasmin , 1989 )
2.3 Pertumbuhan Tanaman yang Mempengaruhi Biomassa ProdusenPertumbuhan pada tumbuhan dibagi menjadi 2 yang akan turut seiiring memperbesar bimassanya seiring dengan spesialisasi organ tertentu. Pertumbuhan dibagi menjadi 2, yaitu pertumbuhan primer dan sekunder.
2.3.1 Pertumbuhan primerSebagian besar tumbuhan terus mengalami pertumbuhan sepanjang hidupnya. Keadaan ini dikenal dengan pertumbuhan tak terbatas. Hal tersebut berbeda dengan sifat pertumbuhan pada hewan yang digolongkan sebagai pertumbuhan terbatas, dimana pertumbuhan terhenti setelah individu mencapai ukuran tertentu. Perbedaan sifat pertumbuhan ini merupakan salah satu pembeda yang penting antara kedua kelompok tersebut. Dalam hidupnya pada umumnya hewan melakukan perpindahan tempat, sementara tumbuhan tetap di suatu tempat. Sifat ini memaksa tumbuhan untuk terus meningkatkan perolehan cahaya matahari, udara serta tanah selama hidupnya.Sifat pertumbuhan tak terbatas bukan berarti bahwa tumbuhan tidak dapat mati. Dalam kenyataan sebagian besar tumbuhan memiliki rentang hidup yang pendek. Sebagai contoh tumbuhan setahun (annual plant) menyelesaikan siklus hidupnya yaitu dari saat mulai tumbuh sampai berbunga, menghasilkan biji kemudian mati hanya dalam waktu satu tahun atau satu musim. Selain jenis-jenis bunga liar, sebagian besar tanaman pangan seperti gandum, jagung dan padi merupakan anggota kelompok ini. Disamping kelompok tersebut dikenal pula tumbuhan biennial, yang memerlukan waktu 2 tahun untuk menyelesaikan siklus hidupnya. Pada kelompok ini waktu berbunga biasanya terjadi pada tahun ke dua. Bit gula dan wortel termasuk tumbuhan biennial, walaupun kita biasa memanennya pada tahun pertama, pada saat itu tanaman tersebut belum berbunga.Tumbuhan yang masa hidupnya paling panjang adalah tumbuhan perennial, yang hidup dan bereproduksi selama bertahun-tahun. Termasuk dalam kelompok ini adalah pohon, semak serta beberapa rumput-rumputan. Beberapa anggota perennial merupakan tumbuhan dengan usia tertua, misalnya pohon raksasa Sequoia yang sudah berumur 300 tahun. Selain tumbuhan tua ini dikenal pula suatu jenis konifer yang telah tumbuh sejak ribuan tahun lalu. Pertumbuhan secara terus menerus pada tumbuhan dapat terjadi berkat peranan suatu jaringan yang disebut meristem. Kata meristem berasal dari bahasa Yunani yang berarti membelah. Sesuai dengan namanya jaringan ini terdiri dari sel-sel yang selalu melakukan pembelahan membentuk selsel dan jaringan baru. Jaringan meristem dapat dijumpai selama masa hidup tumbuhan. Meristem yang terdapat pada kuncup terminal, kuncup aksilar serta ujung akar disebut meristem apikal (Gambar 1). Pembelahan sel yang terjadi pada meristem apikal ini menghasilkan sel-sel baru yang bertanggung jawab terhadap pertumbuhan memanjang pada tumbuhan (Anonim, 2009).
Gambar 1. Lokasi meristem apikal pada tumbuhanTanda panah menunjukkan arah pertumbuhan
Pertumbuhan memanjang yang terjadi sebagai akibat aktivitas meristem apikal disebut pertumbuhan primer. Pada ujung akar, pertumbuhan primer sesungguhnya membantu akar menembus ke dalam tanah. Pada Gambar 2 terlihat irisan membujur dari akar bawang yang sedang tumbuh. Pada bagian paling ujung terdapat tudung akar (root cap) suatu struktur menyerupai kerucut yang berfungsi untuk melindungi daerah yang aktif melakukan pembelahan yang berisi sel-sel meristem yang lembut dan mudah rusak. Meristem apikal pada akar memiliki 2 tugas, yaitu ke arah bawah membentuk sel-sel pengganti tudung akar yang selalu terkelupas akibat pergeseran dengan tanah dan ke arah atas menghasilkan sel-sel untuk pertumbuhan primer seperti pada kuncup. Sel-sel yang bertanggung jawab terhadap pertumbuhan primer ini tersusun oleh 3 lapisan meristem primer, dari arah luar berturut-turut adalah protoderm, meristem dasar dan prokambium. Dalam perkembangan selanjutnya protoderm akan berdeferensiasi menjadi epidermis akar, meristem dasar yang merupakan lapisan paling tebal akan membentuk korteks akar, sedangkan prokambium yang merupakan silinder paling dalam akan berkembang menjadi jaringan vaskular (Anonim, 2009).
Gambar 2. Pertumbuhan primer akar
Meristem apikal mempertahankan kelangsungan pertumbuhan akar dengan terus menerus menambah sel pada ke 3 lapisan meristem primer tersebut. Namun penambahan jumlah sel ini tidak secara nyata mengakibatkan pemanjangan akar. Faktor yang lebih berperan dalam pemanjangan akar adalah pemanjangan ukuran sel. Pada Gambar 2 dapat dilihat zona pemanjangan sel yang terletak di atas daerah meristem, sel-sel mengalami penambahan ukuran sampai 10 kali dari panjang awalnya. Penambahan ukuran panjang yang terjadi lebih besar dari penambahan lebar sel pada semua arah. Ada kemungkinan hal ini berkaitan dengan posisi serabut selulosa yang merupakan pita-pita paralel tersusun melintang pada sel. Penambahan panjang yang tidak seimbang dengan
pembesaran sel ini diduga akibat sel menyerap air sehingga mengalami pembengkakan dan menyebabkan jarak antara pita-pita selulosa semakin jarang. Hal ini menyebabkan sel bertambah panjang sementara pembesaran sel terbatas oleh kemampuan meregang dari serabut selulosa tersebut (Anonim, 2009) .Jaringan yang terdapat pada bagian paling ujung dari tunas terminal adalah meristem apikal yang berupa massa sel berbentuk kubah (dome). Jaringan yang berada di bawahnya merupakan zona pemanjangan sel, akibat pemanjangan sel di daerah ini meristem apikal terdorong ke atas. Namun dorongan tersebut tidak mengangkut seluruh massa sel meristem apikal, sebagian sel meristem pada bagian tepi tertinggal di bagian bawah, kemudian membentuk meristem pada tunas aksilar yang berada pada daerah ketiak daun. Seperti juga pada akar, meristem apikal pada batang juga berkembang membentuk 3 silinder jaringan. Sel-sel di sebelah bawah zona pemanjangan sel mengalami deferensiasi membentuk ke 3 sistem jaringan tumbuhan yakni jaringan epidermis, jaringan dasar serta sistem vaskular (Anonim, 2009).
2.3.2 Pertumbuhan sekunderTumbuhan berkayu tumbuh menebal serta membentuk batang yang lebih padat akibat pertumbuhan xilem dan floem sekunder yang berkembang dari meristem sekunder. Penebalan akar dan batang dimulai setelah meristem apikal berkembang menjadi 3 lapis silinder jaringan, yaitu jaringan epidermis, jaringan dasar serta sistem vaskular. Penebalan organ ini disebut pertumbuhan sekunder. Kelompok tumbuhan yang mengalami pertumbuhan sekunder meliputi pohon, semak serta liana. Pertumbuhan sekunder melibatkan pembelahan sel pada 2 macam meristem yaitu kambium vaskular dan kambium gabus. Kambium vaskular mula-mula muncul dalam struktur silinder yang terdiri atas sel-sel yang aktif melakukan pembelahan yang disebut meristem lateral. Silinder ini berada diantara xilem dan floem primer. Lapisan-lapisan xilem sekunder yang dihasilkan setiap tahunnya pada akhirnya akan membentuk cincin-cincin pertumbuhan tahunan yang dikenal dengan lingkaran tahun. Lapisan-lapisan itu tampak menyerupai cincin yang terbentuk sebagai akibat aktivitas kambium yang tidak sama dalam setiap tahunnya. Pada tumbuhan berkayu yang hidup di daerah empat musim, kambium vaskular tidak aktif pada musim dingin, sehingga pembentukan xilem sekunder terhenti. Saat musim semi tiba, pertumbuhan dimulai kembali sehingga terbentuk silinder kayu musim semi. Kayu musim semi dicirikan dengan sel-sel yang berukuran besar dan berdinding tipis. Sel-sel xilem baru ini terbentuk paling awal dengan diikuti lapisan kayu yang terbentuk berikutnya, yaitu lapisan kayu musim panas. Setiap cincin pertumbuhan terdiri atas lapisan kayu musim semi yang dikelilingi oleh lapisan kayu musim panas. Cincin pertumbuhan sering digunakan untuk menduga umur pohon yaitu dengan menghitung jumlahnya yang tampak jelas pada potongan melintang batang kayu( Anonim, 2009 ).
2.4 Faktor lingkungan, Pertumbuhan dan Produktivitas2.4.1 Cahaya Cahaya merupakan sumber energi dalam fotosintesis. Tanpa cahaya, tumbuhan tidak akan mampu berfotosintesis dengan baik dan menyebabkan tumbuhan terganggu pertumbuhannya. Cahaya juga merupakan faktor penghambat pertumbuhan. Hormon auksin menjadi tidak aktif ketika ada cahaya. Hal ini menyebabkan tumbuhan yang ditanamn di tempat terkena cahaya matahari menjadi lebih pendek dibandingkan tumbuhan yang ditanam di tempat gelap. Kekurangan cahaya pada saat perkecambahan akan menyebabkan gejala etiolasi di mana batang kecambah akan tumbuh lebih cepat tetapi lemah dan berwarna kuning pucat. Selain itu cahaya juga mempengaruhi arah tumbuh tumbuhan. Peristiwa ini dikenal sebagai fototropisme. Tumbuhan akan tumbuh mengikuti arah datangnya cahaya. Hal ini berkaitan dengan kerja hormon auksin. (Anonim, 2009)
2.4.2 SuhuSuhu optimum dibutuhkan untuk mengaktifkan enzim yang berperan dalam proses metabolisme (Anonim, 2009).
2.4.3 Kelembaban dan AirKelembaban berkaitan dengan air. Air sangat dibutuhkan dalam proses perkecambahan. Proses perkecambahan dimulai dengan adanya peristiwa imbibisi yaitu masuknya air ke dalam biji sehingga menyebabkan biji membengkak kemudian pecah. Kelembaban yang terlalu tinggi menyebabkan penguapan yang terjadi sedikit. Sehingga transpor air lambat dan makanan lambat sampai ke tumbuhan. Akibatnya tumbuhan lambat tumbuh. Sebaliknya kelembaban yang terlalu rendah menyebabkan penguapan sangat banyak. Sehingga tumbuhan mengalami kekeringan (Anonim, 2009). Nutrisi Nutrisi merupakan bahan baku dalam proses fotosintesis. Tanpa nutrisi yang cukup, tumbuhan akan sulit tumbuh dengan baik. Nutrisi terdapat di dalam tanah sebagai medium tumbuh tumbuhan. Nutrisi dapat dibedakan menjadi makronutrien dan mikronutrien. Makronutrien dibutuhkan dalam jumlah banyak sedangkan mikronutrien hanya dibutuhkan dalam jumlah sedikit (Anonim, 2009).
BAB IIIMETODOLOGI
3.1 Alat dan Bahan3.1.1 Alat
Peralatan yang dibutuhkan pada praktikum produktivitas adalah oven dan neraca digital.
3.1.2 BahanBahan-bahan yang dibutuhkan pada praktikum produktivitas adalah benih tanaman jagung dan sawi,
polybag, pupuk kompos, tanah, kertas koran, dan kertas aluminium.
Prosedur Kerja3.2.1 Penanaman Benih
Prosedur kerja dimulai dengan perendaman biji selama 1 hari sehingga biji dapat menyerap air terlebih dahulu. Apabila biji yang direndam mengapung maka biji tersebut tidak layak tanam. Pada hari berikutnya polybag sebanyak 15 buah diisi sebanyak 5 kg dengan polybag 1 berisi tanah, polybag ke-2 berisi pupuk dan tanah dengan perbandingan 1:1, polybag ke-3 berisi pupuk dan tanah dengan perbandingan 2:1, polybag ke-4 berisi pupuk dan tanah dengan perbandingan 3:1, dan polybag ke-5 berisi pupuk dan tanah dengan perbandingan 4:1. Sisa untuk 10 polybag yang lain juga diperlakukan sama kemudian pada group polybag pertama diisi dengan 10 bibit sawi, pada group polybag Kedua diisi dengan 10 bibit jagung, dan yang terakhir pada group polybag diisi dengan 5 bibit jagung dan 5 bibit sawi.
3.2.2 Pengukuran Berat KeringJagung dan sawi dipanen pada tiap polybag dan diusahakan agar tercabut sampai keseluruhan bagian
tumbuhan yaitu daun, batang, dan akar. Tanaman yang sudah dipanen dicuci dengan air mengalir sampai bersih yaitu tanpa ada tanah atau pupuk yang tersisa. Jagung dan sawi pada tiap polybag dikelompokkan menurut perbandingannya dan menurut spesiesnya untuk mempersiapkan penimbangan setelah kering. Tanaman dijemur untuk dikeringkan dari air. Tanaman yang sudah tidak ada air lagi ditutup dengan kertas koran dan kertas aluminium sesuai dengan kelompok yang sudah dibagi sebelumnya. Semua tanaman dioven dalam suhu 120o selama 3 hari sampai tanaman betul-betul kering dan terbebas dari air. Tanaman ditentukan berat keringnya dengan cara menimbang dengan neraca digital.
BAB IVHASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN
4.1 Analisa DataPerlakuanPengamatanJagung dan sawi yang telah ditanam benihnya selama 3 minggu untuk praktikum kompetisi diambil dan dicuci dengan air hingga bersih dari sisa tanah.Jagung dan sawi pada tiap polybag yangtelah dipanen siap untuk dioven.
Tanaman hasil panen dari praktikum kompetisi tersebut ditutup dengan kertas koran dan kertas aluminium serta ditimbang terlebih dahulu untuk mengetahui berat basahnya.
Semua tanaman tersebut dioven dalam suhu 120o selama 3 hari.Tanaman ditentukan berat keringnya dengan cara menimbang dengan neraca digital.Banyak polybag yang berisi tanaman – tanaman yang mati dan hanya beberapa tanaman yang mati.Polibag pertama berisi Jagung dalam tanah.Polybag ke-2 berisi Jagung dalam perbandingan 1:1 antara kompetisi tanah dan pupuk.Polibag ke-3 berisi Jagung dalam perbandingan 1:2 antara tanah dan pupuk.Polibag ke-4 berisi Jagung dalam perbandingan 1:3 antara tanah dan pupuk.Polibag ke-5 berisi Jagung dalam perbandingan 1:4 antara tanah dan pupuk.Polibag ke-6 berisi dalam perbandingan antara Sawi dalam tanah.Polibag ke-7 berisi Sawi dalam perbandingan 1:1 antara tanah dan pupuk.Polibag ke-8 berisi Sawi dalam perbandingan 1:2 antara tanah dan pupuk.Polibag ke-9 berisi Sawi dalam perbandingan 1:3 antara tanah dan pupuk.Polibag ke-10 berisi Sawi dalam perbandingan 1:4 antara tanah dan pupuk.Polibag ke-11 berisi Jagung dan sawi dalam tanah.Polibag ke-12 berisi Jagung dan sawi dalam perbandingan 1:1 antara tanah dan pupuk.Polibag ke-13 berisi Jagung dan sawi dalam perbandingan 1:2 antara komposisi tanah dan pupuk.Polibag ke-14 berisi Jagung dan sawi dalam perbandingan 1:3 antara komposisi tanah dan pupuk .Polibag ke-15 berisi Jagung dan sawi dalam perbandingan 1:4 antara komposisi tanah dan pupuk .Semua tanaman dilapisi kertas koran dan kertas aluminium sesuai dengan kelompoknya.Tanaman sudah siap untuk dioven sehingga diperoleh berat kering.
Semua tanaman kering setelah 3 hari dan berwarna kecoklatan.Hasil Pengamatan :Berat Basah
Plastik ke-2 = 2,036 gPlastik ke-3 = 4, 046 gPlastik ke-6 = 2,6742 gPlastik ke-8 = 1, 4867 gPlastik ke-10 = 1,0997gBerat KeringPlastik ke-2 = 0,242 gPlastik ke-3 = 0,376 gPlastik ke-6 = 0,0192 gPlastik ke-8 = 0,0785 gPlastik ke-10 = 0,244 g
Tanaman yang bertahan hidup pada saat kompetisi hanyalah tanaman sejenis dalam satu polibag dimana terjadi kompetisi intraspesifik.
4.2 Perhitungan Rumus – rumus yang digunakan dalam perhitungan produktivitas adalah :Biomassa = Berat kering(W2) – berat kering(W1)Produktivitas ( P ) = BiomassaLuas wilayah Produktivitas dalam 1 tahun : P x ( tahun/massa panen )Luas wilayah : πr2 = 3,14 x 0,122 = 0,0452 m2Tahun / massa panen : 52/3 = 17,33
Tabel Perhitungan TanamanPolybagW1W2BPP dalam 1 tahunJagungPolybag 22,0360,2421,7940.03960,686JagungPolybag 34, 0460,3763,670,08191,42SawiPolybag 62,67420,01922,6550,05871,017SawiPolybag 81,48670,07851,40820,03110,539SawiPolybag 101,09970,2440,85570,01890,3284.3 PembahasanPraktikum ini bertujuan untuk mengukur produktivitas suatu populasi tumbuhan. Agar kita mendapatkan data tentang produktivitas masing-masing spesies dilakukan prosedur yang dimulai dengan panen dan pencucian terhadap tanaman. Panen yang dilakukan harus menyeluruh pada organ tumbuhannya yaitu akar, batang, dan daun. Hal ini difungsikan agar mendapatkan data yang akurat untuk pengukuran berat keringnya nanti tanpa ada bagian yang tidak terukur. Kemudian prosedur pencucian dilakukan agar berat kering yang nantinya diukur murni dari berat tumbuhan tersebut tanpa terkontaminasi berat dari pasir, tanah, debu, maupun sisa pupuk yang menempel. Setelah itu tumbuhan dikelompokkan sesuai dengan jenis spesies dan perbandingan pupuk dan tanahnya. Hal ini dilakukan untuk persiapan pengukuran berat kering pada proses perbandingan produktivitasnya.Pengovenan yang dilakukan harus sampai tumbuhan benar-benar kering dimana terbebas dari semua cairan yang ada baik diluar bagian tubuhnya maupun didalamnya, sehingga nanti hasilnya berupa tumbuhan yang coklat dan kering.Pengukuran berat kering dilakukan pada tiap spesies di tiap perbandingan pupuk dan tanah masing-masing polybag, sehingga data yang didapatkan dapat dibandingkan untuk hasil suatu kompetisi yang terjadi didalam polybag tersebut. Misalnya pada kompetisi suatu polybag yang berisi sawi dan jagung, manakah yang lebih dominan untuk menang dalam pertumbuhannya untuk mengambil unsur hara di suatu tempat yang dikondisikan bermedium sama.Pada praktikum produktivitas ini hasil perbandingannya hanya dilakukan pada beberapa tanaman yang ada di polybag saja. Hal ini disebabkan karena banyaknya tanaman yang telah mati sehingga tidak dapat digunakan untuk praktikum produktivitas ini. Hasil rata – rata produktivitas tanaman jagung menunjukkan perubahan yang signifikan pada saat sebelum dioven dan setelah dioven. Hal ini disebabkan karena tanaman jagung mengandung banyak air ketika sebelum dioven. Pada saat proses pengovenan dilakukan, maka akan terjadi penguapan atau proses transpirasi yang akan mengurangi biomassa tanaman jagung yang kering tersebut secara signifikan. Tanaman sawi mengalami reduksi biomassa yang tidak terlalu signifikan hingga 95 % seperti yang terjadi pada jagung. Hal ini dikarenakan tanaman sawi berisi asupan nutrisi dan hara yang cukup.Produktivitas pada tanaman sawi dan jagung juga turut dipengaruhi oleh unsur hara, nutrisi dan mineral yang akan turut memperbesar biomassanya. Hasil pengamatan juga menunjukkan bahwa jagung mengandung asupan karbohidart yang tinggi atau kurang lebih ¾ bagian dari berat keringnya sedangkan tanaman sawi memiliki asupan protein dari monomer asam amino yang tinggi. Hal inilah yang turut menyebabkan berat jagung lebih besar dari sawi. Namun pada pengamatan tanaman jagung di polybag dengan perbandingan unsur hara 1:1 hanya terdapat satu tanamna jagung yang bertahan sedangkan pada tanaman dengan perbandingan unsur hara yang sama terdapat 10 spesies sehingga terjadi ketidaksesuaian dari hipotesa di atas karena jumlah jagung yang sedikit dimana praktikum kompetisi yang dilakukan kurang sempurna.Penyerapan unsur hara, mineral dan juga nutrisi dipengaruhi juga oleh kemampuan akar untuk menyerap unsur hara. Unsur hara yang terdapat di tanah dapat mengandung air tanah yang akan melarutkan zat hara di dalam tanah sehingga mudah diabsorbsi oleh tumbuhan. Kandungan unsur hara yang terdapat di dalam tanah juga beragam dan dapat pula terdiri dari garam – garam mineral. Hal ini dapat dilihat dari tanaman sawi yang tumbuh subur karena asupan substrat tanah dan pupuk yang sesua yaitu 1:2. Penyerapan unsur hara tidak hanya melewati bagian akar saja melainkan juga daun dalam penyerapan unsur seperti oksigen, hidrogen dan carbon.Penyerapan unsur hara melalui akar sangat berkaitan erat dengan kerapatan akar itu sendiri. Hal ini dikarenakan semakin besarnya kerapatan dan jumlah serabut akar, maka bidang absorbsi semakin luas dan dapat menyerap unsur hara dengan jumlah yang banyak sehingga biomassanya akan tinggi dan mempengaruhi ukuran
produktivitasnya juga. Hal ini terlihat dari tanaman jagung dengan kerapatan akar yang tinggi sehingga produktivitasnyapun tinggi.
BAB VKESIMPULAN
Kesimpulan dari percobaan ini adalah produktivitas suatu tumbuhan menunjukan efisiensi fotosintesis yang mengubah energi matahari menjadi energi kimia yang tersimpan dalam molekul – molekul tumbuhan. Percobaan ini dilkukan dengan mengukur biomassa tumbuhan tersebut dimana energi yang dikandungnya adalah berat keringnya. Hasil pengamatan menunjukkan produktivitas jagung yang lebih tinggi dibandingkan sawi karena jagung lebih banyak mengandung pati atau karbohidrat. Berat kering jagung juga banyak yang tereduksi dari berat basah karena jagung berisi banyak air yang mengalami transpirasi pada saat terjadi proses pengovenan. Hal lain yang mempengaruhi produktivitas dan biomassa tumbuhan antara lain suhu, kerapatan akar, nutrisi, dan juga cahaya.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim . 2009 . “ Pertumbuhan Tanaman “.http://fionaangelina.com/2009/07/28/faktor-yang-mempengaruhi-pertumbuhan-tumbuhan/ , diakses pada tanggal 15 Mei 2009 pukul 19.30 WIB
Jasmin,H. 1989. “Ekologi Tanaman “. Rajawali Press : Jakarta
Resosoedarmo, S. 1986. “ Pengantar Ekologi “. CV Remaja Karya : Bandung
SKEMA KERJAPenanaman BibitBiji Jagung
Direndam selama 1 hari
Ditanam sebanyak 10 butir pada polybag berisi tanah, polybag berisi tanah dan pupuk (1:1), polybag berisi tanah dan pupuk (1:2), polybag berisi tanah dan pupuk (1:3), polybag berisi tanah dan pupuk (1:4).Dirawat
Biji Sawi
Direndam selama 1 hariDitanam sebanyak 10 butir pada polybag berisi tanah, polybag berisi tanah dan pupuk (1:1), polybag berisi tanah dan pupuk (1:2), polybag berisi tanah dan pupuk (1:3), polybag berisi tanah dan pupuk (1:4).Dirawat
Biji Sawi dan Jagung
Direndam selama 1 hariDitanam masing-masing sebanyak 5 butir pada polybag berisi tanah, polybag berisi tanah dan pupuk (1:1), polybag berisi tanah dan pupuk (1:2), polybag berisi tanah dan pupuk (1:3), polybag berisi tanah dan pupuk (1:4).Dirawat
Pengukuran Berat KeringBiji Jagung
Dicabut sampai keseluruhan bagian organ tubuhnya (daun, batang, dan akar)Dicuci sampai terbebas dari tanah dan pupukDikelompokkan sesuai dengan perbandingan pupuk dan tanahnyaDijemur untuk dikeringkan dari air hasil pencucianDitutup dengan kertas koran dan didobel dengan kertas aluminiumDioven pada suhu 120o selama 3 hari sampai keringDitimbang dengan neraca digitalDicatat hasilnya pada tiap perbandingan
Biji Sawi
Dicabut sampai keseluruhan bagian organ tubuhnya (daun, batang, dan akar)Dicuci sampai terbebas dari tanah dan pupukDikelompokkan sesuai dengan perbandingan pupuk dan tanahnyaDijemur untuk dikeringkan dari air hasil pencucianDitutup dengan kertas koran dan didobel dengan kertas aluminiumDioven pada suhu 120o selama 3 hari sampai keringDitimbang dengan neraca digitalDicatat hasilnya pada tiap perbandingan
Biji Jagung dan Sawi
Dicabut sampai keseluruhan bagian organ tubuhnya (daun, batang, dan akar)Dicuci sampai terbebas dari tanah dan pupuk Dikelompokkan sesuai dengan perbandingan pupuk dan tanahnya juga spesiesnyaDijemur untuk dikeringkan dari air hasil pencucianDitutup dengan kertas koran dan didobel dengan kertas aluminiumDioven pada suhu 120o selama 3 hari sampai keringDitimbang dengan neraca digitalDicatat hasilnya pada tiap perbandingan dan tiap spesies
DAFTAR ISIAMENSALISME TOC \o "1-3" \h \z \u HYPERLINK \l "_Toc231032171" BAB I PENDAHULUAN PAGEREF _Toc231032171 \h 1 HYPERLINK \l "_Toc231032172" 1.1 Latar Belakang PAGEREF _Toc231032172 \h 1 HYPERLINK \l "_Toc231032173" 1.2 Permasalahan PAGEREF _Toc231032173 \h 1 HYPERLINK \l "_Toc231032174" 1.3 Tujuan PAGEREF _Toc231032174 \h 1 HYPERLINK \l "_Toc231032175" BAB II TINJAUAN PUSTAKA PAGEREF _Toc231032175 \h 2 HYPERLINK \l "_Toc231032176" 2.1 Tipe – Tipe Interaksi antar Spesies PAGEREF _Toc231032176 \h 2 HYPERLINK \l "_Toc231032177" 2.2 Alelopati PAGEREF _Toc231032177 \h 3 HYPERLINK \l "_Toc231032178" 2.3 Metabolisme Menghambat Pertumbuhan PAGEREF _Toc231032178 \h 5 HYPERLINK \l "_Toc231032179" 2.4 Respons Terhadap penghambat Pertumbuhan PAGEREF _Toc231032179 \h 6 HYPERLINK \l "_Toc231032180" 2.5 Perkecambahan PAGEREF _Toc231032180 \h 6 HYPERLINK \l "_Toc231032181" BAB III METODOLOGI PAGEREF _Toc231032181 \h 8 HYPERLINK \l "_Toc231032182" 3.1 Alat dan bahan PAGEREF _Toc231032182 \h 8 HYPERLINK \l "_Toc231032183" 3.1.1 Alat PAGEREF _Toc231032183 \h 8 HYPERLINK \l "_Toc231032184" 3.1.2 Bahan PAGEREF _Toc231032184 \h 8 HYPERLINK \l "_Toc231032185" 3.2 Prosedur kerja PAGEREF _Toc231032185 \h 8 HYPERLINK \l "_Toc231032186" 3.2.1 Pembuatan alelopati PAGEREF _Toc231032186 \h 8 HYPERLINK \l "_Toc231032187" 3.2.2 Pengukuran pertumbuhan biji PAGEREF _Toc231032187 \h 8 HYPERLINK \l "_Toc231032188" BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN PAGEREF _Toc231032188 \h 10 HYPERLINK \l "_Toc231032189" 4.1 Data Pengamatan PAGEREF _Toc231032189 \h 10 HYPERLINK \l "_Toc231032190" 4.1.1 Pertumbuhan Biji Jagung (Zea mays) dengan Pemberian Air sebagai Kontrol PAGEREF _Toc231032190 \h 10 HYPERLINK \l "_Toc231032191" 4.1.2 Pertumbuhan Biji Jagung (Zea mays) dengan Pemberian Alelopati dari Portulaca Oleraceae PAGEREF _Toc231032191 \h 11 HYPERLINK \l "_Toc231032192" 4.1.3 Pertumbuhan Biji Kacang Tanah ( Arachis hypogaea ) dengan Pemberian Air sebagai Kontrol PAGEREF _Toc231032192 \h 12 HYPERLINK \l "_Toc231032193" 4.1.4 Pertumbuhan Bij Kacang Tanah (Arachis hypogaea) dengan Pemberian Alelopati dari Portulaca Oleraceae PAGEREF _Toc231032193 \h 13 HYPERLINK \l "_Toc231032194" 4.2 Pembahasan PAGEREF _Toc231032194 \h 15 HYPERLINK \l "_Toc231032195" BAB V KESIMPULAN PAGEREF _Toc231032195 \h 17 HYPERLINK \l "_Toc231032196" DAFTAR PUSTAKA PAGEREF _Toc231032196 \h 18 HYPERLINK \l "_Toc231032197" DISKUSI PAGEREF _Toc231032197 \h 19
HYPERLINK \l "_Toc231032198" SKEMA KERJA PAGEREF _Toc231032198 \h 20
KOMPETISI HYPERLINK \l "_Toc231032199" BAB I PENDAHULUAN PAGEREF _Toc231032199 \h 22 HYPERLINK \l "_Toc231032200" 1.1 Latar Belakang PAGEREF _Toc231032200 \h 22 HYPERLINK \l "_Toc231032201" 1.2 Permasalahan PAGEREF _Toc231032201 \h 22 HYPERLINK \l "_Toc231032202" ÆþÇþÑþÖþãþäþäͺº1‰kd«Z$$If–lÖÖ0Š9!Š¯ t Ö0ö9!6ööÖÿÿÖÿÿÖÿÿÖÿÿ4Ö4Ö laölpÖÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿytÍ-$dh¤¤$Ifa$gd*)Ú$„Å„;ýdh¤¤^„Å`„;ýa$gd*)Ú$�Ƭ„Å„;ýdh¤¤^„Å`„;ýa$gd*)ÚäþîþðþòþôþöþøþìÙÙÙÙÙ$dh¤¤$Ifa$gd*)Ú$dh¤¤$Ifa$gd*)Úøþùþÿþ5"$dh¤¤$Ifa$gd*)ÚÉkd{[$$If–lÖÖˆŠ&°9!Š‰Š‰Š‰ t� Ö0ö9!6ööÖÿÿÿÿÿÿÖÿÿÿÿÿÿÖÿÿÿÿÿÿÖÿÿÿÿÿÿ4Ö4Ö laölytÍ-ÿþÿÿ� ÿÿÿììììì$dh¤¤$Ifa$gd*)Úÿÿÿ5"$dh¤¤$Ifa$gd*)ÚÉkd~\$$If–lÖÖˆŠ&°9!Š‰Š‰Š‰ t� Ö0ö9!6ööÖÿÿÿÿÿÿÖÿÿÿÿÿÿÖÿÿÿÿÿÿÖÿÿÿÿÿÿ4Ö4Ö laölytÍ-ÿÿ� -ÿ"ÿ&ÿ*ÿììììì$dh¤¤$Ifa$gd*)Ú*ÿ+ÿ0ÿ5"$dh¤¤$Ifa$gd*)ÚÉkds]$$If–lÖÖˆŠ&°9!Š‰Š‰Š‰ t� Ö0ö9!6ööÖÿÿÿÿÿÿÖÿÿÿÿÿÿÖÿÿÿÿÿÿÖÿÿÿÿÿÿ4Ö4Ö laölytÍ-0ÿ2ÿ6ÿ8ÿ<ÿ@ÿììììì$dh¤¤�$Ifa$gd*)Ú@ÿAÿFÿRÿ5""$dh¤¤$Ifa$gd*)ÚÉkdh^$$If–lÖÖˆŠ&°9!Š‰Š‰Š‰ t� Ö0ö9!6ööÖÿÿÿÿÿÿÖÿÿÿÿÿÿÖÿÿÿÿÿÿÖÿÿÿÿÿÿ4Ö4Ö laölytÍ-RÿTÿVÿXÿZÿ^ÿììììì$dh¤¤�$Ifa$gd*)Ú^ÿ_ÿ`ÿjÿ5--$„Å„;ýdh¤¤^„Å`„;ýa$gd*)ÚÉkd]_$$If–lÖÖˆŠ&°9!Š‰Š‰Š‰ t� Ö0ö9!6ööÖÿÿÿÿÿÿÖÿÿÿÿÿÿÖÿÿÿÿÿÿÖÿÿÿÿÿÿ4Ö4Ö laölytÍ-jÿoÿ|ÿ}ÿ‡ÿ‰ÿ‹ÿÿÿ‘ÿììcìPPPPP$dh¤¤� � �$Ifa$gd*)Ú‰kdR`$$If–lÖÖ0Š9!Š¯ t Ö0ö9!6ööÖÿÿÖÿÿÖÿÿÖÿÿ4Ö4Ö laölpÖÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿytÍ-$dh¤¤$Ifa$gd*)Ú�
‘ÿ’ÿ˜ÿ5"$dh¤¤$Ifa$gd*)ÚÉkd"a$$If–lÖÖˆŠ&°9!Š‰Š‰Š‰ t� Ö0ö9!6ööÖÿÿÿÿÿÿÖÿÿÿÿÿÿÖÿÿÿÿÿÿÖÿÿÿÿÿÿ4Ö4Ö laölytÍ-˜ÿšÿÿ¢ÿ¤ÿ¨ÿììììì$dh¤¤� �$Ifa$gd*)Ú¨ÿ©ÿ¯ÿ5"$dh¤¤$Ifa$gd*)ÚÉkd%b$$If–lÖÖˆŠ&°9!Š‰Š‰Š‰ t� Ö0ö9!6ööÖÿÿÿÿÿÿÖÿÿÿÿÿÿÖÿÿÿÿÿÿÖÿÿÿÿÿÿ4Ö4Ö laölytÍ-¯ÿ³ÿ·ÿ¹ÿ½ÿÁÿììììì$dh¤¤�$Ifa$gd*)ÚÁÿÂÿÇÿ5"$dh¤¤$Ifa$gd*)ÚÉkdc$$If–lÖÖˆŠ&°9!Š‰Š‰Š‰ t� Ö0ö9!6ööÖÿÿÿÿÿÿÖÿÿÿÿÿÿÖÿÿÿÿÿÿÖÿÿÿÿÿÿ4Ö4Ö laölytÍ-ÇÿËÿÍÿÑÿÓÿ×ÿììììì$dh¤¤�$Ifa$gd*)Ú×ÿØÿÝÿéÿ5""$dh¤¤$Ifa$gd*)ÚÉkdd$$If–lÖÖˆŠ&°9!Š‰Š‰Š‰ t� Ö0ö9!6ööÖÿÿÿÿÿÿÖÿÿÿÿÿÿÖÿÿÿÿÿÿÖÿÿÿÿÿÿ4Ö4Ö laölytÍ-éÿíÿñÿõÿ÷ÿûÿììììì$dh¤¤�$Ifa$gd*)Úûÿüÿýÿþÿ5--$„Å„;ýdh¤¤^„Å`„;ýa$gd*)ÚÉkde$$If–lÖÖˆŠ&°9!Š‰Š‰Š‰ t� Ö0ö9!6ööÖÿÿÿÿÿÿÖÿÿÿÿÿÿÖÿÿÿÿÿÿÖÿÿÿÿÿÿ4Ö4Ö laölytÍ-þÿ� "èÕÕLÕ9$dh¤¤$Ifa$gd*)Ú‰kdùe$$If–lÖÖ0Š9!Š¯ t Ö0ö9!6ööÖÿÿÖÿÿÖÿÿÖÿÿ4Ö4Ö laölpÖÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿytÍ-$dh¤¤�$Ifa$gd*)Ú$„Å„;ýdh¤¤^„Å`„;ýa$gd*)Ú"$&(*ìììì