Filsafat Sejarah Marx

download Filsafat Sejarah Marx

of 6

description

Filsafat

Transcript of Filsafat Sejarah Marx

dan Hakikat Manusia

Biografi Karl Marx (1818-1883)

Karl Marx dilahirkan di Treves, kota kecil di wilayah Rhineland, Jerman. Ia adalah keturunan rahib Yahudi dari pihak ayah dan ibunya, namum kemudian ayahnya yang merupakan pengacara terkenal pindah ke agama Protestan.[1] Marx menerima pendidikan di Universitas Bonn, Berlin, dan Jena, secara serius Marx mengkaji mengenai sejarah, ilmu hukum, dan filsafat. Tahun 1836 Marx belajar ilmu hukum di Bonn, lepas satu semester pindah ke Berlin untuk belajar filsafat disinilah Marx mendalami filsafat Hegel dan kemudian digunakannya untuk melakukan kritik terhadap sistem politik di wilayah Jerman. Tahun 1814 di kota Jena Marx memperoleh gelar Doctor dalam bidang filsafat.[2]

Marx berusaha untuk menjadi staf pengajar di universitas, namun upaya Marx gagal hal inilah yang mengantarkan Marx beralih pada jurnalisme, posisinya sebagai staf Rheinische Zeitung, surat kabar demokratis liberal yang terbit di Cologne. Tahun 1843 Marx menikah dengan Jenni Von Westphalen, mereka dikaruniai enam orang anak dan tiga diantaranya meninggal pada usia dini. Marx setelah menikah pergi ke Paris sehingga ia dapat berhubungan dengan banyak pemikir sosialis Prancis. Selama tinggal di Paris, Marx bertemu dengan Friederich Engels, yang merupakan putra pengusaha tekstil Jerman yang kaya, pada masa selanjutnya Engels ini merupakan teman akrab Marx dan ia banyak membantu Marx dalam hidupnya, pada saat itu Engels mengelola pabrik di kota Manchester, melalui Engels inilah Marx menjadi tahu mengenai kondisi buruh dan ekonomi Inggris.[3] Tidak lama Marx tinggal di Prancis Marx di usir karena ia menulis di salah satu surat kabar Paris menyerukan revolusi Jerman, akhirnya Marx pergi ke Brussel dan membentuk liga komunis yang merupakan organisasi yang berusaha menyatukan orang-orang yang membentuk mazhab baru sosialisme.

Tahun 1848 terjadi revolusi di Jerman, Marx kembali ke tanah airnya Rhineland untuk ikut serta dalam gerakan tersebut, namun pada akhirnya gerakan revolusi Jerman gagal dan Marx terbang ke London untuk menghabiskan masa hidupnya. Pada tahun 1864 Asosiasi Pekerja Internasional di dirikan di London , dengan tujuan adalah menjadi lembaga yang mewakili proletariat dari semua negara, dengan cepat Marx menjadi kekuatan dominan dalam organisasi baru tersebut.[4]

Marx sangat anti agama, sehingga filsafatnya didasarkan atas metafisika materialistik. Marx berpendapat agama adalah hasil proyeksi keinginan manusia, Marx berfikir keinginan yang timbul ditengah-tengah manusia tertentu didapatkan didalam hubungan kemasyarakatan. Perasaan-perasaan dan gagasan-gagasan keagamaan adalah hasil suatu bentuk masyarakat tertentu. Jika membicarakan manuisa tidak boleh membicarakannya sebagai tokoh yang abstrak, yang berada di luar dunia ini. Manusia berarti manusia, yaitu negara, masyarakat. Negara, Masyarakat inilah yang kemudian menghasilkan agama.[5] Dalam hidupnya Marx mengetengahkan prinsip bagaimana hidup, dan membangun masyarakat dan negara, sehingga Ia harus mengalami pembuangan diluar negeri dengan demikian Ia menjalani hidup yang terlunta-lunta diberbagai negara Eropa yaitu Jerman, Belgia, Prancis, dan Inggris, hingga akhirnya Marx meninggal di Inggris pada tahun 1883.

Filsafat Karl Mark

Telah dijelaskan diatas mengenai perjalanan hidup Kalr Marx, selanjutnya dibagian ini akan dijelaskan mengenai filsafat[6] Kalr Mark dan karya-karyanya. Filsafatnya sangat dipengaruhi oleh filsafat dialektika Hegel[7], tetapi dia menolak konsep idealisme Hegel beserta konsep kebenaran absolut. Marx kemudian menggantinya dengan dialektika materialisme[8] yang bersifat ateistis. Perbedaan antara dialektika Hegel dengan dialektika materialisme milik Marx terletak pada alur proses. Dialektika Hegel menyatakan bahwa sejarah proses terbentuknya idea atau konsep, atau pemahaman manusia kemudian dapat mendorong perubahan sosial politik. Sebaliknya, dialektika materialisme Marx justru menganggap bahwa proses transformasi ekonomilah yang mendorong cara pikir manusia untuk menimbulkan idea atau konsep baru. Dia memandang bahwa pikiran manusia sebagai institusi yang aktif dapat beradaptasi dalam menanggapi kondisi lingkungan.

Marx kemudian menggunakan konsep dialektika materialisme dan menjelaskan tiga sisi konflik antar kelas ekonomi . Sisi pertama (para tuan tanah) melawan sisi kedua (kelas menengah) menghasilkan sisi ketiga (kelas ekonomi baru), yaitu buruh industri para kapitalis. Visi Marx selanjutnya adalah tesis yang berupa kapitalisme melawan antitesis berupa kaum pekerja atau proletar yang akan menghasilkan sintesis sosialisme.[9] Menurut Marx, sejarah manusia bisa dilihat sebagai rangkaian perjuangan kelas. Konflik kelas paling signifikan pada abad pertengahan adalah konflik antara kelas pedagang dan kelas aristrokrasi feodal kuno. Pemecahan masalah ini adalah melalui sistem sosial yang baru, yaitu kapitalisme. Namun, kapitalimse ternyata juga dikendalikan oleh kelas tertentu. Marx meyakini bahwa mesin sejarah modern di bawah kapitalisme adalah perjuangan politik antar para borjuis dan para proletar.[10]

Pemahaman mengenai filsafat Karl Mark bisa dilihat pada karya-karya tulisannya seperti The Economics and Philosophical Manuscripts, ditulis Marx tahun 1844, ketika Marx berusia 26 tahun. Dalam manuskrip, Marx mengatakan bahwa kapitalisme manusia di alienasikan dari pekerjaan, barang yang dihasilkan, majikan, rekan sekerja dan diri mereka.[11] Maksudnya yaitu melalui kerja manusia mewujudkan bakat-bakat dirinya, mengenal dirinya. Lewat kerjanya juga manusia menyatakan kebebasannya sebagai tuan atas alam dengan mengubah alam sesuai keinginannya.

Selain itu Marx juga berpendapat bahwa kerja juga menyatakan bahwa manusia adalah makhluk sosial, sebab hasil kerjanya adalah hasil objektifitas dirinya yang bisa diakui atau dimanfaatkan oleh orang lain. Semua ciri kerja ini sudah lenyap dalam masyarakat industri. Dalam kerja upahan (Lohnarbeit), pekerja manjual tenaganya. Hasil kerjanya lalu menjadi milik perusahaan sehingga dia teraliensi dari produknya sendiri. Selain itu, dalam kerja upahan, pekerja juga teraliensi dari aktivitas kerjanya sendiri, sebab jenis kerjanya ditentukan majikan. Lalu, karena dia mau tetap hidup, dia terpaksa memperalat dirinya untuk mendapat nafkah; artinya dia pun teraliensi dari dirinya sendiri dengan lenyapnya kebebasan. Akibatnya, terjadi persaingan di antara para pekerja dan permusuhan antara pekerja dan majikan, sehingga kerja upahan juga mengasingkan manusia dari sesamanya. Marx lalu menganggap alienasi akan diakhiri melalui penghapusan institusi hak milik itu, sehingga masyarakat tidak terbagi menjadi kelas-kelas yang saling bertentangan. Ini tidak dilakukan lewat refleksi seperti yang dikatakan Hegel, tetapi lewat praktis yaitu revolusi.[12]

Karya selanjutnya The Manifesto of the Communist Party, atau Manifesto Partai Komunis dicetak pada bulan Februari, 1845 merupakan karya Karl Marx dan Engels. Dalam buku ini dikemukakan mengenai hakikat perjuangan kelas, yang dijelaskan:

sejarah dari semua masyarakat yang ada sampai saat ini merupakan cerita dari perjuangan kelas. Kebebasan dan perbudakan, bangsawan dan kampungan, tuan dan pelayan, kepala serikat kerja dan yang ditentukan, berada pada posisi yang selalu bertentangan satu sama lainnya, dan berlangsung tanpa terputus[13]

Kemudian menurut Marx Komunisme adalah sebuah kekuatan dan tiba saatnya kekuatan itu bersuara, hal ini yang menjadi bagian dari cita-cita Marx ketika menulis Manifesto. Cita-cita yang lain adalah mengubah dunia dengan membawa dunia pada fase historis yang terakhir, yaitu komunisme dan tujuan politiknya untuk lebih memfokuskan sebuah revolusi.[14] Ia menuliskan,

masa transformasi revolusioner akan mengubah masyarakat kapitalis menjadi masyarakat komunis. Revolusi ini juga menyangkut masa peralihan kekuasaan dari negara kepada diktator proletar[15]

Manifesto juga berisi sebuah filsafat sejarah, yang kemudian dikenal sebagai materialisme historis. Teori sejarah Marx tidak mencoba untuk menjelaskan sedikit mengenai sejarah manusia, tetapi menerangkan evolusi sebagai bagian dari teori sejarah, yang bernama sejarah sosial dan ekonomi. Marx berpendapat bahwa setiap produksi yang dihasilkan tidak berdasar pada kesanggupan, tetapi berdasarkan adanya kelas penguasa dan kelas pekerja. Kelas pekerja memproduksi bahan-bahan yang dibutuhkan untuk bertahan hidup, dan kelas penguasa berdiri di atas mereka, mengambil untuk dirinya sendiri kelebihan dari pekerja-pekerja mereka. Para pekerja, kemudian dieksploitasi oleh kelas penguasa untuk memenuhi kebutuhan mereka dan pada akhirnya juga kelebihan-kelebihan mereka.

Ada beberapa model produksi menurut Karl Marx yaitu model produksi kuno dimana kelas penguasa memiliki budak pekerja sesuai dengan pembagiannya. Budak memproduksi apa yang mereka sendiri sungguh butuhkan, kebutuhan akan makanan, pakaian, dan tempat tinggal.[16]Selanjutnya adalah model produksi yang feodal. Di sini, para budak yang mengolah tanah lebih daripada budak yang memproduksi kebutuhan material di masyarakat. Buruh tanah menikmati sebagian kecil dari kebebasan yang lebih besar daripada apa yang dialami dalam perbudakan para penduhulnya. Para budak tanah memiliki beberapa hak kepemilikan tanah dan juga tingkat kekuatan untuk mengambil keputusan kapan dan bagaiman mereka menyebarkan pekerja mereka. Marx tetap mencatat bahwa tanah di mana para buruh tanah itu bekerja bukan milik mereka sungguh-sungguh; tanah dimiliki oleh tuan tanah dan akhirnya monarki.[17]

Marx berargumen bahwa model feodal ini secara bertahap memberikan jalan untuk model kapitalis. Di sini, pekerja upahan, atau kaum proletar, menjadi pekerja utama dalam masyarakat. Kelas kapital, tidak seperti penguasa budak atau tuan feodal, berdiri di atas kelas pekerja, sebagai kelas yang menentukan aturan. Kelas kapital mengeksploitasi kaum proletariat dan mengambil keuntungan dari pekerja mereka, sekarang lewat sarana-sarana untuk mendapatkan keuntungan. Keuntungan memberikan kepada kapitalis uang untuk konsumsi mereka sendiri.[18]

Karya lain Karl Marx yaitu Das Kapitalyang berisi ajaran mengenai nilai lebih dan kehancuran otomatis sistem kapitalisme. Kedua pokok ini tidak lagi merupakan analisis filosofis, melainkan sebuah analisis ekonomis ketat. Nilai lebih diperoleh karena pekerja bekerja melampau waktu yang wajar. Kelebihan waktu itu adalah kerja tanpa upah. Jadi, keuntungan diraih dari waktu kerja yang lebih itu. Di sini, Marx menemukan sifat eksploitatif dari kapitalisme, karena, menurutnya, proses akumulasi modal adalah proses perampasan dari kaum buruh sendiri, yaitu tansaga labihnya tak dibayar dan menjadi keuntungan kapitalis.[19] Keuntungan kapitalis selanjutnya diinvestasikan untuk alat produksi, seperti teknologi, peralatan, dan lain-lain. Jadi kelas kapitalis ini secara cepat memperbaharui alat produksi. Kapitalis akan semakin agresif menginvetasikan uangnya pada teknologi dan semakin sedikit menginvestasikan uangnya pada faktor pekerja atau buruh. Karena pada dasarnya keuntungan produksi diperoleh dari faktor pekerja.[20]

Ajaran kedua, tentang kehancuran kapitalisme,adalah sebuah analisis yang sangat deterministis. Menurut analisis Marx, proses eksploitasi kaum buruh melalui nilai lebih akan menghasilkan krisis-krisis yang niscaya. Krisis disebabkan oleh kenyataan bahwa perusahaan-perusahaan besar menelan perusahaan-perusahaan kecil, sampai akhirnya jumlah kaum kapitalis semakin mengecil dan pemiskinan massa semakin meningkat. Cepat atau lambat, namun niscaya, pertumbuhan kapitalisme itu secara otomatis akan menumbuhkan kesadaran revolusioner dari pihak massa yang dipermiskin dan dieksplotasi, dan sistem kapitalis akan menemui jalan buntunya untuk mengatasi krisis itu. Pengangguran bertambah, inflasi membumbung, produksi tak terjual, dst., dan sistem kapitalis akan menghancurkan dirinya sendiri. Itulah saat munculnya masyarakat tanpa kelas. Dengan demikian, munculnya sosialisme dibayangkan oleh Marx.[21]

Konsep Sosialisme Marx

Konsep sosialisme Marx berasal dari konsepnya tentang manusia. Menurut konsep tentang manusia ini, sosialisme bukan sebuah masyarakat yang tersusun atas individu-individu yang diatur dan otomatis yang mengabaikan apakah mereka memiliki pendapatan yang cukup atau tidak, dan yang mengabaikan apakah pangan dan sandang mereka tercukupi dengan baik atau tidak. Sosialisme bukanlah sebuah masyarakat di mana individu tersubordinasikan oleh negara, mesin dan birokrasi. Tujuan sosialisme adalah manusia. Sosialisme harus menciptakan sebuah bentuk produksi dan organisasi masyarakat di mana manusia dapat mengatasi alienasi dari produknya, dari kerjanya, dari sesamanya, dari dirinya sendiri dan dari alam; di mana dia dapat kembali menjadi dirinya sendiri dan menguasai dunia.

Dalam konsep sosialisme Marx, individu berpartisipasi secara aktif dalam perencanaan dan pelaksanaannya, pendeknya, merupakan pewujudan demokrasi politik dan industrial. Sosialisme, bagi Marx, adalah sebuah masyarakat yang memberi ruang bagi aktualsasi esensi manusia, dengan cara mengatasi alienasinya. Sosialisme tidak kurang dari menciptakan kondisi-kondisi untuk mencapai manusia yang benar-benar bebas, rasional, katif dan independen. Bagi Marx, tujuan sosialisme adalah kebebasan, tetapi kebebasan yang maknanya jauh lebih radikal daripada yang dipahami oleh demokrasi yang hidup pada saat itu, yakni dalam pengertian independen yang didasarkan pada kedirian manusia yang berpijak pada kakinya sendiri, yang menggunakan kekuasaannnsya sendiri dan menghubungkan dirinya dengan dunia secara produktif.[22]

Politik Marx

Masyarakat dan Negara. Negara menurut Marx sebagai alat belaka dari kelas penguasa (berpunya) untuk menindas kelas yang dikuasai (yang tidak berpunya). Negara dan pemerintahan identik dengan kelas penguasa, artinya dengan kelas berpunya dalam sejarah berturut dikenal kelas pemilik budak, kelas bangsawan (tuan tanah), kelas borjuis. Ini berkaitan dengan dialektika bahwa perkembangan masyarakat feodalisme kemasyarakatan borjuis atau kapitalisme dan se-lanjutnya menuju masyarakat sosialisme yang perubahan itu merupakan kelanjutan yang tidak dapat dielakkan. Untuk menuju masyarakat komunis, tidak dengan berdiam diri, melainkan harus berjuang bukan menanti dialektika sejarah itu.[23]

Agama adalah Candu

Bagi Marx religion is the opium of people, adalah ungkapannya yang terkenal bagaimana umumnya orang memiliki penilaian terhadap sikap kalangan komunis terhadap keberadaan agama ditengah masyarakat dan Negara. Marx memandang agama tidak menjadikan manusia menjadi dirinya sendiri, melainkan menjadi sesuatu yang berada diluar dirinya yang menyebabkan manusia dengan agama menjadi makhluk yang terasing dari dirinya sendiri. Agama adalah sumber keterasingan manusia. Agama harus dilenyapkan karena agama sebagai alat kaum borjuis kapitalis untuk mengeksploitasi kelas pekerja. Agama dijadikan sebagai alat kekuasaan untuk mempertahankan kekuasaannya, selain dijadikan alat agar rakyat tidak melakukan perlawanan, pemberontakan, dibiarkan terlena dan patuh atas penguasa, dan semua ini sebagai fungsi eksploitasi agama. Agama adalah produk dari perbedaan kelas, selama perbedaan kelas ada maka agama tetap ada. Marx percaya bahwa agama adalah perangkap yang diapasang kelas penguasa untuk mejerat kelas pekerja, bila perbedaan kelas itu hilang, agama dengan sendirinya akan lenyap.[24] Marx secara terang-terangan bermusuhan dengan lembaga-lembaga keagamaan.

Marx beranggapan bahwa sifat khayalan dari agama di ukur dengan latar belakang historis dari keterasingan. Manusia primitif terasing dari alam dan pengasingannya diungkapkan dengan bentuk agama alamiah. Dengan meluasnya pembagian kerja yang menghasilkan peningkatan penguasaan alam, kepercayaan keagamaan diuraikan menjadi sistem gagasan yang dirasionalisasikan lebih jelas (dalam makna weber) yang mengungkapkan keterasingan-diri dari manusia. Kapitalisme menunjukkan kemampuan manusia menguasai alam; alam semakin dimanusiawikan oleh adanya upaya manusia dalam bidang teknik dan sains akan tetapi hal ini dicapai dengan sangat meningkatnya keterasingan-diri, yang menjadi pokok kemajuan pembagian kerja yang dirangsang oleh produksi kapitalis. Sifat khayalan dari agama, disini didapatkan dalam fakta bahwa agama itu berfungsi sebagai pengabsahan dari orde sosial yang ada (yang terasingkan) dengan cara peralihan kemampuan-kemampuan manusia yang potensial, akan tetapi tidak direalisasikan kedalam kapitalisme, kesatuan alam semseta mistik. [25]

Menurut Marx, agama itu senantiasa merupakan bentuk dari keterasingan, oleh sebab itu kepercayaan keagamaan melibatkan perkaitan dengan hal-hal yang sungguh-sungguh mistis serta serta mempunyai kemampuan-kemampuan yang dalam kenyataannya dimiliki oleh manusia. Aspek transedensi agama adalah mungkin, oleh karena kepastian dikotomi dan oposisi antara pribadi dan masyarakat juga mungkin. Marx juga berpandangan bahwa suatu bentuk masyarakat bisa bereksistensi, di dalam mana tidak terdapat dikotomi antar pribadi orang dengan masyarakat dalam kasus solidaritas mekanis.[26]

Perkembangan Marxisme

Marxisme merupakan sebuah paham yang mulai berkembang pada pertengahan abad ke-19. Paham ini adalah kelanjutan dari perkembangan paham sosialisme yang telah berkembang sebelumnya. Seorang pemikir sosialis yang berpengaruh saat itu adalah Karl Marx, ia mengembangkan sebuah gagasan baru sosialisme yang kemudian tumbuh menjadi doktrin sosialisme paling berpengaruh. Doktrin sosialisme Karl Marx kemudian dipopulerkan dengan istilah Marxisme.[27] Istilah marxisme sendiri adalah sebutan bagi pembakuan ajaran resmi Karl Marx dan terutama dilakukan oleh temannya Friedrich Engels.[28]

Dalam menjelaskan doktrin Marxisme tersebut, Engels mengajukan thesis bahwa alam menghasilkan sejarah panjang pengalaman dan masyarakat ditentukan oleh hubungan-hubungan ekonomi, produksi, dan pertukaran. Untuk mensistematisasikan gagasan Engels mengenai Marxisme setidaknya dapat ditilik ke dalam tiga pokok pikiran, yaitu pokok pikiran dalam filsafat, sejarah, dan politik.[29] Bersamaan dengan upaya Engels untuk membakukan ajaran Marx, lahir pula kelompok sosialis moderat yang menentang ide-ide Marxisme, yaitu Fabian Society di Inggris (1883-1884). Kelompok ini lebih tertarik dengan cara perjuangan lewat parlemen dan menarik kelompok kelas menengah dalam mencapai tujuan sosialisme. Menurut kaum Fabian, sosialisme perlu diperkaya oleh ilmu-ilmu sosial baru, khususnya ekonomi dan sosiologi dengan mengembangkannya dalam diskursus ilmiah, riset, dan seminar.

Beberapa tahun setelah kematian Marx pada 1883, lahirlah International II sebagai langkah lanjut dari International I.[30] International II menuntut solidaritas seluruh pekerja secara internasional. Upaya ini gagal karena seiring dengan merebaknya ideologi Nasionalisme pada Perang Dunia I (1914) dan pertikaian-pertikaian emosional oleh kalangan sosialis sendiri. Hal tersebut ditandai dengan perdebata di kalangan Marxis seperti Karl Kautsky, Bernstein, Rosa Luxemburg, dan Vladimir Lenin. Perdebatan tersebut berkisar mengenai strategi bagaimana cara mewujudkan cita-cita Karl Marx untuk menciptakan sebuah masyarakat sosialis komunis.

Karl Kautsky sebagai Marxis radikal lebih mendukung perjuangan kelas dengan cara revolusi, namun ia menyadari bahwa peluang tersebut semakin kecil. Kautsky kemudian lebih tertarik kepada analisisnya Engels dan cenderung menggabungakan teori sejarah Marx dengan teori evolusinya Darwin. Dengan demikian berarti sintesis antara determinisme ekonomi dan aktivitas politik revolusioner sebagai ciri khas sejarah Marv berubah menjadi perkembangan kontinu. Interpretasi ini kemudian berpengaruh pada pemikiran baru untuk mengkritisi gagasan orisinil Karl Marx, bahwa dalam perkembangannya ternyata ide-ide Karl Marx sudah tidak relevan dengan kecenderungan yang terjadi dalam masyarakat.

Seiring dengan dinamika baru, sistem Kapitalisme dinilai oleh sebagian kalangan Marxis mampu membenahi diri dan menyesuaikan dengan keadaan-keadaan baru. Dengan pertimbangan demikian maka mulailah muncul inisiatif untuk mengadakan penyesuaian bagi Marxisme terhadap kondisi baru agar sesuai dengan kenyataan yang berkembang. Salah satu tokoh Marxis yang mengusulkan ide ini adalah Eduard Bernstein. Bernstein kemudian menemukan titik lemah basis teori Marx yang meniscayakan cita-cita manusia semata-mata merupakan ungkapan materi atau ekonomi. Bernstein berpendapat bahwa ada satu hal lagi yang dinilai penting yaitu etika. Keberadaan etika ini menurutnya mencirikan sebentuk sosialisme yang bukan sekedar keniscayaan sejarah yang buta melalui perkembangan ekonomi, melainkan hasil dari ciri-ciri moral manusia yang tinggi. Hal tersebut dinilai golongan Marxis Ortodoks sudah keluar dari garis dasar cita-cita Karl Marx.

Pertentangan tersebut dapat tercairkan setelah muncul interpretasi baru tentang Marxisme yang dibawakan oleh Lenin.[31] Menurut Lenin cara-cara yang dilakukan oleh para tokoh Marxis sebelumnya tidak efektif, kemudian ia memilih perjuanan revolusioner melalui sebuah partai yang revolusioner juga. Hal ini berbeda dengan ajaran Karl Marx yang mengandalkan revolusi oleh massa proletar secara spontan. Menurut Lenin revolusi harus diciptakan melalui para ahli intelijen dan kaum intelektual untuk memasukkan kesadaran revolusioner kepada kaum proletar. Wacana baru yang dibawa oleh Lenin tersebut melahirkan aliran baru yang disebut Marxisme-Leninisme. Berdirinya Uni Soviet oleh kaum buruh Bolshevik menyebabkan terpecahnya gerakan buruh internasional.[32]

Setelah kepemimpinan Lenin berakhir, Soviet dipimpin oleh Stalin. Stalin membekukan pemikiran-pemikiran Marx dan Lenin menjadi ideologi resmi Soviet ke dalam Stalinisme. Dalam kondisi tersebut dilakukan stalinisasi di berbagai bidang kehidupan, bahkan sampai bidang akademik. Dalam situasi yang tidak menguntungkan ini menyebabkan diskursus terbuka tentang Marxisme jelas tidak mendapat tempat. Meskipun demikian, upaya penyegaran terhadap Marxisme masih dapat dilakukan di wilayah pinggiran. Para Marxis masih berusaha menghidupkan kembali dan mengkritisi karya-karya. Penggalian ide-ide Marx dalam wacana kritis melahirkan aliran baru Marxisme yaitu neo Marxisme[33] atau Marxisme Kritis. Karena gerakan ini cukup progresif, Moscow mencium keberadaannya. Sebagai akibatnya gerakan ini dilumpuhkan oleh kubu Marxisme ortodoks sehingga Marxisme kritis mengalami stagnasi dan pemudaran.

Dengan peristiwa tersebut aliran kritis gelombang kedua justru muncul ke permukaan. Aliran baru ini berasal dari Frankfurt sehingga populer dengan sebutan Mazhab Frankfurt.[34] Pemikiran kritis Mazhan Frankfurt biasa disebut sebagai teori kritis. Para penganut teori kritis terus melanarkan kritik kepada Stalinisme Soviet dan Fasisme Nazi yang dinilai sebagai rezim totaliter, mengabsahkan penindasan atas masyarakat dengan selubung ideologi sosialisme. Gagasan mazhab ini antara tahun 60-an hingga 70-an memperngaruhi gerakan-gerakan mahasiswa yang tekenal dengan nama The New Left Movement, atau gerakan kiri baru.[35] Dalam perkembangannya gerakan ini berselisih paham mengenai strategi untuk mencapai tujuannya. Gerakan kiri baru ini juga akhirnya terpecah menjadi gerakan yang tidak relevan dengan tujuan semula.

Sumber :

Anthony Giddens. 1986. Kapitalisme dan Teori Sosial modern(Suatu analisis karya tulis Marx, Durkheim, dan Max Weber). Jakarta: UI Press.

Eko Supriyadi. 2003. Sosialisme Islam Pemikiran Ali Syariati. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

F. Budi Hardiman. Filsafat Modern dari Machiavelli sampai Nietzsche. 2007.