FG 4-Rangkuman KD5- Eliminasi Fekal

29
Rangkuman Mengenai Eliminasi Fekal Keperawatan Dewasa V Kelas D Focus Group 4 Anindiya Fitriana Sari, 1206248571 Hasri Rina Walastri, 1206218562 Maufiroh, 1206218461 Rahmatul Hidayah, 1206249965

description

Eliminasi dibutuhkan tubuh untuk mempertahankan homeostasis melalui pembuangan sisa-sisa metabolisme. Sisa metabolisme tersebut terbagi kedalam dua jenis yaitu sampah yang berasal dari saluran cerna dan dibuang sebagai feses (nondigestible waste), serta sampah metabolisme yang dibuang baik bersama feses ataupun melalui saluran lain seperti urin, CO2, nitrogen, H2O. secara garis besar, eliminasi juga terdiri dari dua bagian, yaitu eliminasi fekal (buang air besar) dan eliminasi urin (buang air kecil).

Transcript of FG 4-Rangkuman KD5- Eliminasi Fekal

Page 1: FG 4-Rangkuman KD5- Eliminasi Fekal

Rangkuman Mengenai Eliminasi Fekal

Keperawatan Dewasa V

Kelas D

Focus Group 4

Anindiya Fitriana Sari, 1206248571

Hasri Rina Walastri, 1206218562

Maufiroh, 1206218461

Rahmatul Hidayah, 1206249965

Fakultas Ilmu Keperawatan

Universitas Indonesia

2014

Page 2: FG 4-Rangkuman KD5- Eliminasi Fekal

Gambaran Eliminasi Fekal

Eliminasi dibutuhkan tubuh untuk mempertahankan homeostasis melalui

pembuangan sisa-sisa metabolisme. Sisa metabolisme tersebut terbagi kedalam

dua jenis yaitu sampah yang berasal dari saluran cerna dan dibuang sebagai feses

(nondigestible waste), serta sampah metabolisme yang dibuang baik bersama

feses ataupun melalui saluran lain seperti urin, CO2, nitrogen, H2O. secara garis

besar, eliminasi juga terdiri dari dua bagian, yaitu eliminasi fekal (buang air besar)

dan eliminasi urin (buang air kecil).

Gambar 1. Anatomi Organ yang Berperan dalam Pross Eliminasi Fekal

Sumber: http://die13proffesionalnursing.blogspot.com/2010_11_11_archive.html

Sistem tubuh yang berperan dalam proses eliminasi fekal (defekasi) adalah

sistem gastrointestinal bawah yang meliputi usus halus dan kolon. Usus halus

terdiri atas duodenum, jejunum dan ileum dengan panjang kurang lebih 6 m,

diameter 2,5 cm. Usus halus berperan dalam absorpsi Na, Cl, K, Mg, HCO3 dan

Ca, sedangkan kolon merupakan bagian bawah atau bagian ujung dari saluran

pencernaan yang dimulai dari katup ileum-sekum ke anus yang meliputi sekum,

kolon asenden, kolon tranversum, kolon desenden, kolon sigmoid, rektum dan

anus yang memiliki panjang kurang lebih 1,5 m atau 50—60 inci dengan

diameter 6 cm.

Page 3: FG 4-Rangkuman KD5- Eliminasi Fekal

Dinding kolon tersusun dari dua lapisan otot polos. Sel-sel mukosa pada

kolon menyekresi mukus yang berfungsi untuk melicinkan jalannya chyme

(kimus). Bagian akhir dari kolon adalah rektum dan terdapat anus pada bagian

distalnya. Fungsi kolon adalah untuk mengonsentrasikan kimus menjadi massa

yang lebih padat melalui penyerapan air yang lebih banyak lalu diekskresikan oleh

tubuh dalam feses.

Pola defekasi atau eliminasi fekal sangat bersifat individual atau

bergantung pada individunya, waktu defekasi bervariasi dari beberapa kali sehari

hingga dua atau tiga kali perminggu. Begitu pula dengan jumlahnya, jumlah feses

yang dikeluarkan saat defekasi bervariasi setiap orang. Penundaan keinginan

defekasi yang berulang dapat menyebabkan ekspansi rektum untuk

mengakomodasi feses yang terakumulasi dan pada akhirnya akan kehilangan

sensitivitas terhadapat keinginan defekasi tersebut. Kemudian konstipasi akhirnya

terjadi.

“Feses normal mengandung 75% air dan 25% materi padat. Feses memiliki bentuk yang lunak. Normalnya, feses berwarna coklat, terutama karena adanya sterkobilin dan urobilin yang berasal dari bilirubin. Faktor lain yang mempengaruhi warna feses adalah kerja bakteri seperti bakteri Escherichia coli yang pada umumnya berada di kolon. Orang dewasa biasanya membentuk 7—10 liter flatus (udara atau gas) yang terdiri dari karbondioksida, metan, hidrogen, oksigen dan nitrogen di dalam usus besar selama 24 jam” (Berman dkk, 2009).

Proses pembentukan feses

“Sekitar 750 cc kimus masuk ke kolon dari ileum setiap hari. Dalam kolon, kimus tersebut mengalami proses absorpsi air, natrium dan kloride dibantu dengan gerakan peristaltik usus. Dari 750 cc kimus tersebut, sekitar 150—200 cc mengalami proses reabsorbsi dan kimus yang tidak tereabsorbsi menjadi bentuk semisolid yang disebut feses” (Berman dkk, 2009).

Selain itu, dalam saluran cerna banyak terdapat bakteri yang mengadakan

fermentasi zat makanan yang tidak dicerna dan menghasilkan gas yang dikenal

dengan flatus. Misalnya karbohidrat setelah difermentasi akan menjadi hidrogen,

karbondioksida dan gas metan. Apabila terjadi gangguan makan akan ada banyak

gas yang terbentuk saat fermentasi sehingga seseorang akan merasa kembung.

Lalu, protein setelah difermentasi akan menghasilkan asam amino, indole, statole

dan hidrogen sulfida. Oleh sebab itu jika terjadi gangguan maka flatus atau feses

menjadi sangat bau.

Page 4: FG 4-Rangkuman KD5- Eliminasi Fekal

Proses Eliminasi Fekal (Defekasi)

Terdapat dua pusat yang menguasai refleks untuk defekasi, yaitu terletak

di medulla dan sumsum tulang belakang. Apabila terjadi rangsangan parasimpatis,

sphincter anus bagian dalam akan mengendur dan anus besar menguncup. Refleks

defekasi dirangsang untuk buang air besar, kemudian sphincter anus bagian luar

yang diawasi oleh saraf parasimpatis, setiap waktu menguncup atau mengendur.

Selama defekasi, berbagai otot lain ikut membantu seperti otot dinding perut,

diafragma, dan otot-otot dasar pelvis.

Secara umum, terdapat dua macam refleks yang membantu proses defekasi

yaitu refleks defekasi instrinsik dan refleks defekasi parasimpatis. Refleks

defekasi instrinsik dimulai dari adanya zat sisa makanan (feses) dalam rektum

sehingga terjadi distensi, kemudian fleksus mesenterikus merangsang gerakan

peristaltik, dan akhirnya feses sampai anus. Lalu pada saat sphincter interna

relaksasi, maka terjadilah proses defekasi. Sedangkan refleks defekasi

parasimpatis dimulai dari adanya feses dalam rektum yang merangsang saraf

rektum, ke spinal cord, dan merangsang kolon desenden, kemudian ke sigmoid,

lalu ke rectum dengan gerakan peristaltik dan akhirnya terjadi relaksasi sphincter

interna, maka terjadilah proses defekasi saat sphincter interna relaksasi.

Pengertian Pola Defekasi

Kozier & Erb et al (2003) mengatakan “pola defekasi adalah frekuensi dan

waktu defekasi klien sehari-hari. Pola defekasi sangat bersifat individual dan

bervariasi. Jumlah feses yang dikeluarkan juga bervariasi pada setiap orang”.

Setiap individu memiliki pola defekasi yang berbeda karena memiliki kebiasaan

yang berbeda setiap harinya.

Faktor-Faktor yang Memengaruhi Eliminasi Fekal dan Penyebab Gangguan

Umum Pola Eliminasi Fekal

Ada sebelas faktor yang memengaruhi eliminasi fekal dan penyebab gangguan

umumnya seperti yang dinyatakn Berman, dkk (2009) sebagai berikut.

a. Diet

Page 5: FG 4-Rangkuman KD5- Eliminasi Fekal

Bagian massa (selulosa, serat) yang cukup di dalam diet diperlukan

untuk memberikan volume pada feses. Orang yang makan pada waktu

yang sama setiap harinya memiliki respons fisiologis dengan waktu yang

teratur terhadap asupan makanan di dalam kolon. Makanan pedas dapat

menyebabkan diare dan flatus bagi beberapa orang. Diet lunak dan diet

rendah serat dapat menyebabkan refleks defekasi berkurang.

Makanan tertentu sulit atau tidak mungkin untuk dicerna oleh

beberapa orang. Ketidakmampuan ini menyebabkan masalah pencernaan

dan, dalam beberapa keadaan, dapat menghasilkan feses yang encer. Pola

makan yang tidak teratur juga dapat menyebabkan ketidakteraturan pola

defekasi. Individu yang jadwal makannya sama setiap hari biasanya

memiliki respons fisiologis yang waktunya teratur terhadap asupan

makanan dan memiliki pola aktivitas peristaltik yang teratur di dalam

kolon.

Gula berlebih juga dapat menyebabkan diare. Makanan lain yang

dapat memengaruhi eliminasi fekal meliputi:

makanan penghasil gas, seperti kubis, bawang merah,

kembang kol, pisang, dan apel

makanan penghasil laksatif, seperti kulit gandum, buah

prem, ara, cokelat, dan alkohol

makanan penghasil konstipasi, seperti keju, pasta, telur, dan

daging tanpa lemak.

b. Asupan Cairan

Eliminasi fekal yang sehat biasanya memerlukan asupan cairan

harian sebanyak 2000—3000 ml. Apabila asupan cairan tidak adekuat atau

keluaran (mis. urin atau muntah) berlebihan, tubuh terus menyerap

kembali cairan dari kimus saat bergerak di sepanjang kolon. Kimus

menjadi lebih kering dibandingkan normal, mengasilkan feses yang keras

(konstipasi). Apabila kimus bergerak dengan cepat secara tidak normal di

sepanjang usus besar, waktu penyerapan kembali cairan ke dalam darah

menjadi lebih singkat, akibatnya feses menjadi lebih lunak dan bahkan

berisi/encer.

Page 6: FG 4-Rangkuman KD5- Eliminasi Fekal

c. Aktivitas

Aktivitas akan menstimulasi peristaltik sehingga memfasilitasi

pergerakan kimia di sepanjang kolon. Otot abdomen dan pelvis yang

lemah seringkali tidak efektif dalam meningkatkan tekanan intra-abdomen

selama defekasi atau dalam mengontrol defekasi. Otot yang lemah dapat

terjadi akibat kurangnya latihan, imobilitas, atau gangguan fungsi

neurologi. Klien yang tirah baring sering mengalami konstipasi.

d. Faktor psikologis

Penyakit tertentu yang mengakibatkan diare berat, seperti kolitis

ulseratif, mungkin memiliki komponen psikologis. Aktivitas peristaltik

meningkat pada beberapa orang yang mengalami cemas atau marah dan

dapat menimbulkan diare. Orang yang depresi dapat mengalami

penurunan motilitas usus, yang mengakibatkan konstipasi. Respons

seseorang terhadap keadaan emosional ini adalah hasil dari perbedaan

individu dalam respons sistem saraf enterik terhadap stimulasi vagal dari

otak.

e. Pengobatan

Beberapa obat dapat menyebabkan diare; obat lainnya, seperti

morfin dan kodein dapat menyebabkan konstipasi. Beberapa obat secara

langsung memengaruhi proses eliminasi. Laksatif adalah obat yang

menstimulasi aktivitas kolon sehingga membantu eliminasi feses. Terdapat

beberapa obat yang melunakkan feses, sehingga memfasilitasi defekasi.

Beberapa obat ada yang menekan aktivitas peristaltik dan terkadang

digunakan untuk mengatasi diare. Beberapa obat juga memengaruhi

tampilan feses. Setiap obat yang menyebabkan perdarahan pencernaan

(misalnya produk aspirin) dapat menyebabkan feses berwarna merah atau

hitam. Garam zat besi menyebabkan feses berwarna hitam karena oksidasi

zat besi; antibiotik dapat menyebabkan warna abu-abu hijau; dan antasid

dapat menyebabkan warna keputihan atau bercak putih di dalam feses.

Page 7: FG 4-Rangkuman KD5- Eliminasi Fekal

Pepto –Bismol, sebuah obat yang biasa dijual bebas, menyebabkan feses

berwarna hitam.

f. Anestesia umum menyebabkan berhenti atau menurunnya pergerakan

kolon normal dengan cara menghambat stimulasi parasimpatis ke otot

kolon. Klien yang mendapatkan anestesia regional atau spinal

kemungkinan tidak akan mengalami masalah ini. Pembedahan yang

melibatkan penanganan usus secara langsung dapat menyebabkan

terhentinya pergerakan usus sementara. Kondisi ini disebut ileus paralitik,

suatu kondisi yang biasanya berlangsung selama 24—48 jam.

g. Kondisi patologis

Cedera medula spinalis dan cedera kepala, misalnya dapat

menurunkan stimulasi sensori untuk defekasi. Gangguan mobilitas dapat

membatasi kemampuan klien untuk berespons terhadap keinginan defekasi

jika klien tidak mampu mencapai toilet atau memanggil bantuan.

Akibatnya, klien dapat mengalami konstipasi. Atau klien dapat mengalami

inkontenensia fekal karena buruknya fungsi sfingter anal.

h. Posisi

Defekasi normal difasilitasi oleh fleksi paha, yang meningkatkan

tekanan di dalam abdomen, dan posisi duduk atau jongkok, yang

meningkatkan tekanan kebawah pada rektum. Klien tirah baring mungkin

harus menggunakan bedpan.

i. Kebiasaan defekasi

Pelatihan defekasi sejak dini dapat membentuk kebiasaan defekasi

pada waktu teratur. Banyak orang yang melakukan defekasi setelah

sarapan, saat refleks gastrokolik menyebabkan gelombang peristaltik

massa di kolon. Apabila seseorang mengabaikan desakan untuk

melakukan defekasi ini, air terus-menerus di reabsorpsi, menjadikan feses

mengeras dan sulit dikeluarkan. Apabila terbiasa diabaikan, keinginan

defekasi pada akhirnya akan menghilang. Orang dewasa dapat

mengabaikan refleks ini karena tekanan waktu atau kerja. Klien yang

dirawat inap dapat menekan keinginan defekasi karena rasa malu

Page 8: FG 4-Rangkuman KD5- Eliminasi Fekal

menggunakan pispot, kurang privasi, atau karena defekasi sangat tidak

nyaman.

j. Prosedur diagnostik

Sebelum prosedur diagnostik tertentu, seperti visualisasi kolon

(kolonoskopi atau sigmoidoskopi), klien dilarang mengonsumsi makanan

atau minuman. Bilas enema dapat juga dilakukan pada klien sebelum

pemeriksaan. Dalam kondisi ini, defekasi normal biasanya tidak akan

terjadi sampai klien mengonsumsi makanan kembali.

k. Nyeri

Klien yang mengalami ketidaknyamanan saat defekasi (misalnya

setelah pembedahan hemoroid) sering kali menekan keinginan defekasinya

untuk menghindari nyeri. Akibatnya, klien tersebut dapat mengalami

konstipasi. Klien yang meminum analgesik narkotik untuk mengurangi

nyeri dapat juga mengalami konstipasi sebagai efek samping obat tersebut.

l. Kehamilan

Ibu hamil sering mengedan saat defekasi atau melahirkan akan

menyebabkan pembentukan hemoroid permanen (Potter & Perry, 2009).

Pengkajian pada Gangguan Eliminasi Fekal (Pengkajian Fisik,

Laboratorium, dan Uji Diagnostik)

Pengkajian Fisik (Diane Baughman, 2000 dalam Asmadi 2008)

1. Inspeksi abdomen dan feses

Amati bentuk abdomen (membusung atau datar) klien dan amati pada

daerah mana yang tidak normal, normalnya abdomen tidak terlihat terlalu

menonjol. Selain abdomen, amati juga warna, bentuk, bau, konsistensi,

ukuran dan komponen dari feses klien.

2. Auskultasi abdomen

Untuk mengetahui peristaltik usus atau bising usus (bunyi dan

karakternya) menggunakan stetoskop. Catat frekuensinya dalam satu

menit, normalnya 5 – 35 kali per menit, bunyi peristaltik yang panjang dan

keras disebut Borborygmi biasanya terjadi pada klien gastroenteritis, dan

bila sangat lambat (meteorismus) pada klien ileus paralitik.

Page 9: FG 4-Rangkuman KD5- Eliminasi Fekal

3. Palpasi abdomen

Meletakan tangan di abdomen klien dengan tujuan mengetahui adanya

massa dan respon nyeri tekan saat disentuh, serta mengethui posisi organ

dalam abdomen.

4. Perkusi abdomen

Ketuk daerah abdomen klien untuk memperkirakan adanya udara pada

lambung dan usus, serta mendengarkan atau mendeteksi adanya gas, cairan

atau massa dalam perut

5. Inspeksi area perianal

Amati area perianal klien untuk mengetahui apakah terdapat hemoroid,

fisura atau iritasi kulit.

Tabel 1. Pengkajian laboratorium dan diagnostik perbedaan karakteristik feses

normal dan abnormal (Kozier, dkk, 2009):

Karakteristik Normal Abnormal Kemungkinan PenyebabWarna Orang dewasa: Coklat

Bayi: kuningSeperti tanah liat atau putih

Tidak terdapat pigmen empedu (obstruksi empedu): pemeriksaan diagnostik dengan menggunakan barium.

Hitam

Merah

Pucat

Orange atau hijau

Obat, perdarahan dari saluran cerna atas, dietPerdarahan dari saluran cerna bawah, beberapa makananMalabsorpsi lemak, diet tinggi susu dan produk susu serta rendah dagingInfeksi usus

Konsistensi Memiliki bentuk, lunak, semipadat, lembab

Keras, kering

Diare

Dehidrasi, menurunnya mobilitas usus akibat diet rendah serat, kurang olahraga, kesedihanMobilitas usus meningkat

Bentuk Silindris yang berdiameter sekitar 2,5 cm pada orang deawasa

Feses pendek, berbentuk seperti pensil atau menyerupai benang

Obstruksi rektum

Jumlah Bervariasi sesuai diet (sekitar 100-400 g/hari)

Page 10: FG 4-Rangkuman KD5- Eliminasi Fekal

Karakteristik Normal Abnormal Kemungkinan PennyebabBau Berbau: dipengaruhi

makanan dan flora bakteri

Tajam Infeksi, darah

Unsur Pokok Sejumlah kecil bagian makanan kasar yang tidak tercerna, massa bakteri yang mati dan sel-sel epitel, lemak, protein, unsur kering dari cairan lambung.

PusMucusParasiteDarahLemak dalam jumlah besarTerdapat benda asing

Infeksi bakteriKondisi inflamasi

Perdarahan gastrointestinalMalabsorpsi

Tertelan secara tidak sengaja

Tes laboratorium umum yang dapat dilakukan untuk klien dengan

gangguan eliminasi fekal adalah tes carry blaire atau tes guaiak (pemeriksaan

darah samar di feses). Tes guaiak menghitung jumlah darah mikroskopik di dalam

feses. Tes guaiak membantu memperlihatkan darah yang tidak terdeteksi secara

visual dan juga gangguan perdarahan atau gangguan pada saluran GI yang

diketahui menyebabkan perdarahan (Potter & Perry, 2009).

Diagnosa Keperawatan pada Gangguan Umum Pola Eliminasi Fekal

Label diagnostik NANDA (dalam Wilkinson, 2011) untuk masalah eliminasi fekal

adalah sebagai berikut.

a. Diare

Definisi: Pengeluaran feses lunak dan tidak bermassa

Batasan Karakteristik:

Subjektif: nyeri abdomen, kram, urgensi

Objektif: sedikitnya sehari mengalami tiga kali defekasi dengan feses

cair, bising usus hiperaktif

b. Inkontenensia alvi

Definisi: perubahan kebiasaan defekasi dari pola normal dengan

karakteristik pengeluaran feses secara involunter

Batasan karakteristik:

Objektif: ketidakmampuan mengenali desakan untuk defekasi;

mengenali rasa penuh di rektum tetapi melaporkan ketidakmampuan

Page 11: FG 4-Rangkuman KD5- Eliminasi Fekal

untuk mengeluarkan feses yang terbentuk; melaporkan sendiri

ketidakmampuan untuk merasakan rektum sudah penuh

Subjektif: mengeluarkan/meneteskan feses lunak secara konsisten; bau

feses; feses mengotori pakaian dan/atau alas tidur; ketidakmampuan

untuk menunda defekasi; tidak memperhatikan desakan untuk defekasi;

kulit perinatal yang merah; dan urgensi

c. Konstipasi

Definisi: penurunan frekuensi normal defekasi yang disertai pengeluaran

feses yang sulit atau tidak lampias atau pengeluaran feses yang sangat

keras dan kering

Batasan karakteristik:

Subjektif: nyeri andomen, nyeri tekan pada abdomendengan atau tanpa

resistansi otot yang dapat di palpasi; anoreksia; perasaan penuh atau

tekanan pada rektum; kelelahan umum; sakit kepala; peningkatan

tekanan abdomen; indigesti; mual; nyeri saat defekasi

Objektif: tampilan atipikal pada lansia (misalnya, perubahan status

mental, inkontinensia urin, jatuh tanpa sebab jelas, dan peningkatan

suhu tubuh); darah merah segar menyertai pengeluaran feses; perubahan

pada suar abdomen (borborigmi); perubahan pada pola defekasi;

penurunan frekuensi; penurunan volume feses; distensi abdomen; feses

yang kering, keras, dan padat; bising usus hipoaktif atau hiperaktif;

pengeluaran feses cair; massa abdomen dapat dipalpasi; massa rektal

dapat dipalpasi; bunyi pekak pada perkusi abdomen;adanya feses,

seperti pasta di rektum; flatus berat.

d. Konstipasi, persepsi

Definisi: diagnosis mandiri konstipasi dan penyalahgunaan laksatif,

enema, atau suposituria untuk menjamin defekasi harian

Batasan karakteristik

Subjektif: mengharapkan defekasi setiap hari; mengharapkan

pengeluaran feses pada waktu yang sama setiap hari

Objektif: penggunaan laksatif; enema; dan supositoria (untuk

merangsang defekasi setiap hari) yang berlebihan

Page 12: FG 4-Rangkuman KD5- Eliminasi Fekal

e. Konstipasi, resiko

Definisi: berisiko mengalami penurunan frekuensi normal defekasi,

disertai kesulitan atau pengeluaran feses tidak tuntas, atau pengeluaran

feses yang sangat keras dan kering.

Penatalaksanaan Keperawatan pada Klien Gangguan Umum Pola Eliminasi

Fekal

Terdapat beberapa gangguan umum pola eliminasi fekal, seperti diare,

konstipasi, dan inkontinensia. Berikut penatalaksanaan pada klien gangguan

umum pola eliminasi fekal dalam LeMone & Burke (1996) :

a. Diare

Fokus penatalaksanaan pada klien gangguan diare adalah untuk membantu

klien memulihkan pola eliminasi fekal yang normal tanpa menimbulkan akibat

yang merugikan.

Tabel 2. Penatalaksanaan Keperawatan pada Klien Diare

Intervensi Keperawatan RasionalMonitoring

1. Eksplor riwayat klien dengan menanyakan pertanyaan spesifik terkait asupan makanan, perjalanan terakhir yang dilakukan, dan penggunaan obat resep.

Tanpa pertanyaan langsung, klien mungkin tidak menghubungkan kegiatan terakhir atau pengobatan dengan permulaan terjadi diare.

2. Dengan hati-hati gambarkan durasi dan banyaknya diare serta gejala yang berhubungan.

Diare sering membatasi diri, tidak memerlukan intervensi medis. Jika klien telah mencret satu atau dua kali tanpa gejala terkait, maka observasi lanjut dapat dilakukan sebelum merekomendaskan langkah-langkah khusus.

3. Observasi bangku klien untuk steatorrhea (besar, tinja berbau busuk) dan terdapat darah, pus, atau lender. Periksa feses karena terdapat darah.

Perubahan karakter feses mungkin dapat memberikan petunjuk dasar penyebab.

4. Amati dan catat frekuensi dan karakteristik pergerakan usus.

Hal tersebut memberikan tolak ukur untuk kefektivan pengobatan

5. Ukur lingkaran perut dan auskultasi suara usus setiap pergerakan yang ditunjukkan.

Hal tersebut mengindikasikan keefektivan dan kemungkinan komplikasi pada pengobatan, seperti konstipasi dan keracunan megakolon.

Page 13: FG 4-Rangkuman KD5- Eliminasi Fekal

Intervensi Keperawatan RasionalEdukasi Kesehatan

6. Ajarkan klien untuk mengenali penyakitnya seperti penyebab, makanan, dan minuman yang aman dikonsumsi.

Supaya klien dapat mengetahui dan mencegah keparahan diare.

7. Ajarkan klien tentang pentingnya menjaga asupan mineral sebagi pengganti air dan elektrolit yang hilang

Supaya klien memahami pentingnya asupan cairan bagi tubuh.

8. Ajarkan klien mencuci tangan yang baik setelah defekasi.

Dengan mencuci tangan, dapat mengurangi penyebaran bakteri diare.

Terapi Mandiri9. Batasi asupan makanan klien jika

terjadi diare akut, kenalkan kembali pada makanan padat secara perlahan, dalam jumlah sedikit.

Pembatasan makanan membiarkan usus untuk istirahat dan mukosa untuk sembuh pada diare akut.

Terapi Kolaboratif10. Lakukan pengobatan antidiare yang

telah di resepkan.Pengobatan antidiare memberikan kenyamanan dan mencegah kelebihan pengeluaran cairan.

b. Konstipasi

Brunner & Suddarth mengatakan “konstipasi mengacu kepada frekuensi

abnormal atau ketidakteraturan buang air besar, pengerasan feses yang

mengakibatkan sakit, penurunan volume feses, atau retensi tinja berkepanjangan

pada feses.” (Brunner & Suddarth, 2010).

Tabel 3. Penatalaksanaan Keperawatan pada Klien Konstipasi

Intervensi Keperawatan RasionalMonitoring

1. Kaji dan dokumentasi pola defekasi klien, termasuk waktu, jumlah, dan konsistensi feses.

Tindakan ini memberikan informasi tentang kebiasaan usus klien dan realita konstipasi sebagai fisiologis vs masalah perasaan klien.

2. Kaji pola makan, asupan cairan, dan pola aktivitas klien.

Tindakan ini memberikan petunjuk tentang kemungkinan penyebab terjadinya konstipasi.

Page 14: FG 4-Rangkuman KD5- Eliminasi Fekal

Intervensi Keperawatan Rasional3. Evaluasi klien dengan faktor lain

yang memungkinkan berkontribusi terjadikonstipasi, seperti penggunaan obat analgesik, resep obat tidur, hemoroid, dan oprasi perianal.

Klien mungkin membutuhkan laksatif atau pelembut feses ketika terdapat faktor yang berkontribusi terjadinya konstipasi.

4. Kaji lingkar dan bentuk perut, suara usus, kesakitan, dan suara perkusi.

Klien dengan konstipasi memungkinkan perut buncit, pengurangan suara usus, danm beberapa kesakitan pada perut.

Edukasi Kesehatan5. Ajarkan klien dan keluarga

tentang pentingnya makanan berserat.

Agar klien dapat mengurangi konsumsi makanan yang tidak berserat.

6. Diskusikan tentang hubungan aktivitas dengan pola defekasi.

Untuk mendorong klien melakukan aktivitas, seperti jalan kaki, lari pagi, dan lain-lain.

7. Jelaskan mengenai pola defekasi yang benar dan pergerakan kolon yang normal.

Untuk mendorong klien agar segera melakukan defekasi ketika terjadi keinginan untuk melakukan defekasi.

Terapi Mandiri8. Jika diduga terdapat impaksi,

lakukan pemeriksaan rektum.Impaksi feses terasa keras atau tinja berwarna putih di dalam rektum. Penghilang digital impaksi feses menmjadi penting dilakukan.

9. Berikan cairan tambahan untuk mempertahankan asupan minimal 2500 mL per hari.

Status hidrasi yang baik membantu eliminasi fekal menjadi normal.

10. Dorong klien untuk minum segelas air hangat pada sarapan pagi. Berikan waktu khusus untuk eliminasi fekal.

Tindakan ini membantu untuk mengembangkan pola eliminasi alami; air hangat memberikan setengah stimulasi untuk peristaltik usus.

11. Dorong klien untuk melakukan aktivitas yang bisa dilakukan.

Aktivitas menstimulasi peristaltik dan kekuatan otot perut, membantu eliminasi.

12. Berikan makanan seperti, buah prem, atau jus prem, jika mereka tidak kontraindikasi.

Makanan tersebut tidak hanya mengandung serat, tetapi juga memberikan efek iritasi pada usus, menstimulasi evakuasi.

Terapi Kolaboratif

Page 15: FG 4-Rangkuman KD5- Eliminasi Fekal

Intervensi Keperawatan Rasional13. Konsultasikan dengan ahli

gizi untuk memberikan menu dengan serat tinggi, jika klien toleransi dengan menu tersebut.

Serat alami menambah besar feses dan memiliki efek stimulan.

14. Jika terindikasi, konsultasikan dengan layanan utama tentang penggunaan laksatif besar, pelembut feses, atau laksatif lain yang diperlukan.

Farmakologi mungkin dibutuhkan untuk mempercepat rasa sakit dari konstipas akut. Klien dengan aktivitas panjang ata menmu restriksi atau gangguan kekuatan otot perut mungkin membutuhkan laksatif untuk mempertahankan pola eliminasi normal dan mencegah konstipasi.

c. Inkontinensia

Perawat bertanggung jawab dalam mengkaji klien dengan inkontinensia

fekal dan mengadakan program training usus.

Tabel 4. Penatalaksanaan Keperawatan pada Klien Inkontinensia

Intervensi Keperawatan Rasional1. Ajarkan caregivers untuk

menempatkan klien pada toilet atau lemari baju dan memberikan privasi pada waktu tertentu.

Menempatkan klien pada posisi normal untuk defekasi pada waktu yang konsisten setiap hari menstimulasi refleks defekasi dan membantu membangun kembali pola evakuasi feses.

2. Jika perlu, masukan gliserin atau bisacodyl (dulcolax) suppository 15-20 menit sebelum menempatkan klien pada toilet.

Tindakan ini membantu menstimulasi evakuasi. Pertama pola eliminasi regular dibentuk, hal itu memungkinkan penghentian penggunaan suppositoria.

3. Pertahankan caring, tanpa menghakimi klien dalam memberikan perawatan.

Tindakan ini membantu klien merasa diterima ketika klien merasa tidak diterima.

4. Berikan ruang control odor dengan tablet deodorizer, spray, atau alat lain.

Tindakan ini membantu mengurangi sifat malu klien ketika caregivers atau pengunjung memasuki ruangan.

Penatalaksanaan Medis pada Klien Gangguan Umum Pola Eliminasi Fekal

Neal (2006) mengatakan bahwa “frekuensi dan volume defekasi paling

baik diatur melalui diet, namun obat-obatan mungkin dibutuhkan untuk tujuan

Page 16: FG 4-Rangkuman KD5- Eliminasi Fekal

khusus (misalnya sebelum pembedahan kolon atau rektum)”. Contoh gangguan

umum pola eliminasi fekal yaitu konstipasi dan diare.

Tabel 5. Penatalaksanaan Medis pada Klien Konstipasi

Medikasi (obat) KeteranganBulking agentsPsyllium (Metamucil, Effersyllium, Perdiem, Fiber),Benefiber (with guar gum),Metilselulosa (Citrucel),Kalsium polikarbopil (FiberCon).

Agen bulking mengandung serat yang dapat menyerap air. Agen bulking apat dikonsumsi sekitar 8 ons per sendok teh atau 1—4 sendok teh

Laktulosa(Chronulac)

Laktulosa mengobati konstipasi dengan meningkatkan frekuensi dari defekasi. Kram, flatulen, mual, muntah, dan kehilangan kalium mungkin akan terjadi. Laktulosa mengandung galaktosa; hindari penggunaan obat ini dengan diet galaktosa bebas.

Golitely (PEG 3350 atau Transipeg: politilen glikol dengan elektrolit)

Aman dan efektif untuk anak-anak dan ibu hamil.

Lubricant laksatif(Fleet mineral oil)

Lubricant laksatif berfungsi sebagai pelumas kolon, sehingga feses mudah melewati kolon. Namun, obat ini dapat mengganggu penyerapan kalsium dan vitamin dalam lemak.

Prebiotik dan probiotik Penggunaan prebiotik (oligosakarida dicerna) dapat bermanfaat bagi integritas kolon.Penggunaan probiotik, seperti yogurt dapat mengaktifkan kultur laktobasilus dan bifidobakteria.

Stimulan laksatifBisacodyl (Fleet stimulant laksatif, correctol, dulcolax)Ex-Lax atau Senokot (dengan senna)Herbal authority aloe vera

Stimulan laksatif dapat mengiritasi kolon dan menyebabkan bowel contraction. Obat ini dapat menyebabkan kram, diare, mual, dan ketidakseimbangan cairan elektrolit yang hebat. Hindari penggunaan bisacodyl (dulcolax) dengan mengonsumsi susu; lakukan diet tinggi serat. Umumnya tidak dianjurkan.

Sumber: Escott-Stump, Sylvia. (2008). Nutrition and Diagnosis-Related Care.

Page 17: FG 4-Rangkuman KD5- Eliminasi Fekal

Tabel 6. Penatalaksanaan Medis pada Klien Diare

Medikasi KeteranganTerapi Oral Rehidrasi (Oral Rehydration Therapy)Sodium klorida 3,5 gSodium bikarbonat 3,5 gKalium klorida 1,5 gGlukosa 20 g dilarutkan dalam 1 L air

Masyarakat mengenalnya dengan oralit.

Antibiotik dan probiotik Antibiotik digunakan jika penyebab diare adalah Shigella ddan amoeba. Penggunaan probiotik, seperti yogurt membantu rekolonisasi flora norma di kolon.

Cholestyramine Penggunaan obat ini memengaruhi asam empedu saat diare, sehingga dapat menyebabkan mual, konstipasi, atau sendawa.

Sumber: Escott-Stump, Sylvia. (2008). Nutrition and Diagnosis-Related Care.

Page 18: FG 4-Rangkuman KD5- Eliminasi Fekal

Daftar Pustaka

Asmadi. (2008). Teknik Prosedural Keperawatan: Konsep dan Aplikasi

Kebutuhan Dasar Klien. Jakarta: Salemba Medika.

Baughman, Diane C. (2000). Keperawatan Medikal-Bedah: Buku Saku untuk

Brunner dan Suddarth, diterjemahkan oleh Yasmin Asih. Jakarta: EGC.

Berman, Audrey et all. (2002). Buku Ajar Praktik Keperawatan Klinis, edisi 5,

diterjemahkan oleh Eny Meiliya, Esty Wahyuningsih, dan Devi Yulianti,

2009. Jakarta: EGC.

Berman, Audrey et all. (2010). Buku Ajar Fundamental Keperawatan; Konsep,

Proses, & Praktik, edisi 7 volume 2, diterjemahkan oleh Eny Meiliya, Esty

Wahyuningsih, dan Devi Yulianti. Jakarta: EGC.

Brooker, Chris. (2005). Ensiklopedia Keperawatan (Churchill Liingstone’s Mini

Encyclopaedia of Nursing 1st Edition), diterjemahkan oleh Hartono et al.

Jakarta: EGC Medical Publisher.

Brunner,& Suddarth. (2010). Handbook for Brunner & Suddarth’s textbook of

Medical Surgical Nursing 12th Edition. Philadelphia. Lippincott Williams

& Wilkins.

Escott-Stump, Sylvia. (2008). Nutrition and Diagnosis-Related Care, sixth

edition. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins.

Manurung, Santa., Suratun, dkk. (2008). Klien Gangguan Sistem Muskuloskeletal:

Seri Asuhan Keperawatan. Jakarta: EGC.

Neal, M.J. (2005). At a Glance Farmakologi Medis, edisi kelima, diterjemahkan

oleh dr. Juwalita Surapsari, 2006. Jakarta: Erlangga.

Potter, Patricia A. Dan Anne G. Perry. (2009). Fundamental Keperawatan, edisi 7

buku 3, diterjemahkan oleh Ns. Diah Nur Fitriani, S.Kep., Ns. Onny

Tampubolon, S.kep., dan Ns. Farah Diba, S.kep. Jakarta: Salemba Medika.

Sherwood, L. (2004). Human Physiology: From Cells to system. California:

Thomson Learning.

Uliyah, Musrifatul. (2008). Keterampilan Dasar Praktik Klinis untuk Kebidanan,

Edisi 2. Jakarta: Salemba Medika.

Page 19: FG 4-Rangkuman KD5- Eliminasi Fekal

Wilkinson, Judith M. dan Nancy R. Ahern. (2011). Buku Saku Diagnosis

Keperawatan: Diagnosis NANDA, Intervensi NIC, diterjemahkan oleh Ns.

Esti Wahyuningsih, S.Kep., 2009. Jakarta: EGC.

LeMone, Priscilla & Burke, Karen M. (1996). Medical Surgical Nursing: Critical

Thinking in Client Care. California: Addison Wesley.

Sumber Gambar

-. Karya tulis ilmiah “Post operasi tutp Colostomy atas indikasi Malformasi

Anorecktal letak tinggi.

http://die13proffesionalnursing.blogspot.com/2010_11_11_archive.html.

diakses pada 26 Feb 2014.