FENOMENA ZIARAH SALEMBUR DALAM MASYARAKAT ADAT...

104
FENOMENA ZIARAH SALEMBUR DALAM MASYARAKAT ADAT KAMPUNG CIPATAT KOLOT KABUPATEN BOGOR Skripsi Diajukan Kepada Fakultas Ushuluddin UIN Syarif Hidayatullah Jakarta untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan guna Memperoleh Gelar Sarjana Agama (S.Ag.) Oleh: Nama: Dodi Mario Akbar NIM: 11140321000080 PROGRAM STUDI STUDI AGAMA-AGAMA FAKULTAS USHULUDDIN UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1441 H/2020 M

Transcript of FENOMENA ZIARAH SALEMBUR DALAM MASYARAKAT ADAT...

  • FENOMENA ZIARAH SALEMBUR DALAM

    MASYARAKAT ADAT KAMPUNG CIPATAT KOLOT

    KABUPATEN BOGOR

    Skripsi

    Diajukan Kepada Fakultas Ushuluddin UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

    untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan guna Memperoleh

    Gelar Sarjana Agama (S.Ag.)

    Oleh:

    Nama: Dodi Mario Akbar

    NIM: 11140321000080

    PROGRAM STUDI STUDI AGAMA-AGAMA FAKULTAS USHULUDDIN

    UIN SYARIF HIDAYATULLAH

    JAKARTA

    1441 H/2020 M

  • ii

    FENOMENA ZIARAH SALEMBUR DALAM

    MASYARAKAT ADAT KAMPUNG CIPATAT KOLOT

    KABUPATEN BOGOR

    Skripsi

    Diajukan Kepada Fakultas Ushuluddin UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

    untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan guna Memperoleh

    Gelar Sarjana Agama (S.Ag.)

    Oleh:

    Dodi Mario Akbar

    NIM: 11140321000080

    Di bawah bimbingan:

    Prof. Dr. M. Ikhsan Tanggok, M. Si

    NIP. 196511291994031002

    PROGRAM STUDI STUDI AGAMA-AGAMA FAKULTAS USHULUDDIN

    UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

    1441 H/2020 M

  • iii

    LEMBAR PENGESAHAN PANITIA UJIAN

    Skripsi berjudul “Fenomena Ziarah Salembur dalam Masyarakat

    Adat Kampung Cipatat Kolot Kabupaten Bogor”. Telah diujikan dalam sidang

    munaqasyah Fakultas Ushuluddin UIN Syarif Hidayatullah Jakarta pada tanggal

    15 Januari 2020. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat memperoleh

    gelar Sarjana Agama (S.Ag) Program Strata Satu (S-1) pada Jurusan Studi

    Agama-Agama.

    Jakarta, 15 Januari 2020

    Sidang Munaqasyah

    Ketua Merangkap Anggota,

    Syaiful Azmi, MA

    NIP. 19710310 199703 1 005

    Sekretaris Merangkap Anggota,

    Lisfa Sentosa Aisyah, MA

    NIP. 1975050506 200501 2 003

    Anggota,

    Penguji I,

    Dr. Media Zainul Bahri, MA

    NIP. 197510192003121003

    Penguji II,

    Dra. Marjuqoh, MA

    NIP. 196809011994032002

    Pembimbing,

    Prof. Dr. M. Ikhsan Tanggok, M. Si

    NIP. 196511291994031002

  • iv

    LEMBAR PERNYATAAN

    Yang bertanda tangan di bawah ini:

    Nama : Dodi Mario Akbar

    Fakultas : Ushuluddin

    Jurusan/Prodi : Studi Agama-Agama

    Judul Skripsi : Fenomena Ziarah Salembur dalam Masyarakat Adat Kampung

    Cipatat Kolot Kabupaten Bogor

    Dengan ini saya menyatakan bahwa:

    1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi

    salah satu persyaratan memperoleh gelar strata 1 di UIN Syarif Hidayatullah

    Jakarta.

    2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan

    sesuai dengan ketentuan yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

    3. Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya atau

    merupakan jiplakan dari karya orang lain maka saya bersedia menerima sanksi

    yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

    Jakarta, 15 Desember 2019

    Dodi Mario Akbar

  • v

    ABSTRAK

    Dodi Mario Akbar (11140321000080)

    Fenomena Ziarah Salembur dalam Masyarakat Adat Kampung Cipatat Kabupaten

    Bogor

    Penelitian ini membahas tentang bagaimana Fenomena Ziarah Salembur

    yang ada di Kampung Cipatat Kolot, Kabupaten Bogor. Tradisi Ziarah ini sudah

    lama dianut oleh kampung Cipatat Kolot di mana Tradisi Ziarah adalah tuntutan

    adat yang wajib dilaksanakan setiap tahunnya, khususnya masyarakat Kampung

    Cipatat Kolot.

    Tradisi ziarah Salembur yang berada di kampung Cipatat Kolot diyakini

    bahwa makam keramat Kampung Cipatat Kolot masih keturunan Prabu Siliwangi

    dimana yang pada saat kerajaan yang dinahkodai kerajaan Padjajaran. Tidak

    jarang banyak masyarakat umum yang berziarah ke makam nenek moyang unutk

    meminta berkah ataupun meminta agar usahanya lancar. Sampai-sampai ada

    masyarakat yang menginap di makam nenek moyang tersebut.

    Penelitian ini merupakan penelitian lapangan (Field Research) yang

    bersifat kualitatif. Sumber data dan informasi yang penulis dapatkan dari proses

    wawancara langsung maupun dari buku-buku, jurnal, dan artikel yang sesuai

    dengan tema dan judul yang dibahas. Penelitian ini dilakukan dengan pendekatan

    Sosiologis, Antropologis, dan Teologis. Penulis berusaha untuk menjelaskan hasil

    penelitian berdasarkan pengamatan yang telah penulis lakukan selama beberapa

    hari di kampung Cipatat Kolot Desa Kiarapandak Kecamatan Sukajaya Kabupaten

    Bogor.

    Hasil penelitian ini menunjukan bahwa ada fenomena mengenai Ziarah

    Salembur yang berada di tengah-tenagah masyarakat Kampung Cipatat Kolot

    begitu pun dengan agama mereka yang mayoritas muslim senantiasa melakukan

    hal-hal yang berkaitan dengan keislaman.

    Tradisi Ziarah Salembur yang begitu mereka laksanakan setiap tahunnya

    memiliki peranan penting terhadap keterkaitannya dengan aspek-aspek lain dalam

    kehidupan sosial, kebudayaan dan keagamaan masyarakat Kampung Cipatat

    Kolot. Terdapat kenyakinan pada masyarakat Kampung Cipatat Kolot bahwa

    pelaksanaan ziarah ke makam nenek moyang akan memberikan keberkahan,

    keselamatan dan dijauhi marabahaya.

    Kata kunci: Ziarah, Adat, Makam, Agama.

  • vi

    KATA PENGANTAR

    Bismillahirrahmanirrahim

    Assalamu‟alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

    Segala puji bagi Allah SWT, Tuhan semesta alam yang telah

    memberikan kenikmatan jasmani dan rohani, serta rahmat dan hidayah-Nya, dan

    kemudahan serta kesabaran dalam menghadapi berbagai kesulitan sehingga saya

    bisa menyelesaikan skripsi ini berkat pertolongan-Nya. Tidak lupa juga salam

    serta sholawat terus saya ucapkan teruntuk Nabi Muhammad SAW semoga kelak

    kita termasuk umat yang mendapat syafaat darinya. Serta doa untuk keluarganya,

    sahabatnya, dan para pengikutnya hingga akhir zaman. Skripsi ini merupakan

    salah satu tugas akhir yang harus saya selesaikan untuk menamatkan kuliah dan

    mendapatkan gelar sarjana Strata-1 pada Jurusan Studi Agama-agama Fakultas

    Ushulludin UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Penulisan skripsi ini tidak akan bisa

    tuntas tanpa bantuan, bimbingan, arahan, dukungan dan kontribusi dari banyak

    pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini saya ucapkan terimakasih sebanyak-

    banyaknya kepada semua pihak yang telah membantu menyelesaikan penulisan

    skripsi ini.

    Dengan penuh rasa rendah hati izinkanlah penulis mengungkapkan

    rasa terima kasih kepada beliau-beliau yang telah banyak berjasa dalam

    membantu penyelesaian tugas akhir ini:

    1. Prof. Dr. M. Ikhsan Tanggok, M. Si., selaku dosen pembimbing penulis yang

    telah memberikan arahan, saran serta perhatiannya kepada penulis dan dengan

    sangat sabar membimbing penulis hingga terselesaikannya skripsi ini. Dan

    Bapak Syaiful Azmi selaku dosen Penasehat Akademik yang memberikan

  • vii

    arahan kepada penulis untuk menyelesaikan dengan baik. Semoga senantiasa

    sehat dan diberikan kelancaran dalam segala urusannya. Āmīn..

    2. Kedua Orang Tua saya yang tidak pernah lepas memberikan kasih sayangnya

    mulai dari kecil sampai waktu yang tak terkira, Terima kasih selalu

    memberikan semangat, motivasi, kasih sayang, dan doa yang tulus untuk

    kesuksesan penulis, dan juga Nenek Tercinta saya terimaksih selalu

    mendukung saya dalam hal apapun serta doa yang selalu engaku panjatkan

    dan Kakak saya Aliyatul Zakiah dan Adik saya Sandriyan Permana

    Terimaksih yang telah memberikan doa, dukungan. Semoga Allah selalu

    melimpahkan rahmat-Nya dan memberikan umur panjang kepada mereka.

    3. Bapak Syaiful Azmi, MA ketua Jurusan Studi Agama-agama Fakultas

    Ushuluddin dan Ibu Lisfa Sentosa Aisyah, MA selaku sekertaris Jurusan Studi

    Agama-agama. Serta seluruh dosen dan staf akademik Fakultas Ushuluddin,

    khususnya Jurusan Studi Agama-agama yang telah membagikan waktu, tenaga

    dan ilmu pengetahuan juga pengalaman berharga kepada penulis.

    4. Kepada Desa Kiarapandak Kampung Cipatat Kolot Bapak Budi selaku kepala

    Desa, Abah Acim ketu adat cipatat kolot, ustadz Rosyid, Pak RT Dace

    terimakasih atas kerjasamanya dan arahannya dalam penegerjaan penelitian

    ini.

    5. Keluarga Besar Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM) Cabang Ciputat

    kepada semuanya saya ucapkan Terimaksih atas pembelajaran dan

    pengalamannya. Semoga berkah Ramat Illahi melimpahi perjuangan kita.

  • viii

    6. Kepada Teman Seperjunagan di Tanah Ciputat Ricky Setiawan dan Eef

    Alimudin yang selalu memberikan semangat, dukungan dan doa kepada saya.

    Semoga usaha Pastel Lahar sukses dan melesat Go International. Amin

    7. Kepada Mutia Khanza terimakasih telah hadir dan selalu memberikan

    semangat dan doa kepada saya.

    8. Kepada teman saya, Via Elga Susilawati, S. Ag. yang dari awal membantu

    mengerjakan dan membimbing saya. Saya ucapkan terimaksih banyak

    9. Keluarga Besar Himpunan Mahasiswa Bogor (HIMABO) Kang Muslihin,

    Kang Pajar, Kang Ucup, Wa Anu, Wa Pandi, Wa Rizal, Wa Ikri, Wa Daman,

    Wa Robi, Wa Basjul, Wa Arif, Wa Malik, Wa Uje, Teh Fida, Teh Nur, Wa

    Egi, Teh Ispau, Teh Zahro, Teh Risna dan lain-lain. Kepada semuanya

    terimaksih. Hatur nuhun

    10. Keluarga Sister Brother Alfan, Novi, Shofi, Qonita, Eef, dan Ricky

    Terimakasih selalu mengingat kapan wisuda dan terimakasih juga sudah

    berbagi canda dan Tawa

    11. Kepada Mas Beni Azhar dan Ka Dedi Sutiadi senior panutan saya, selalu

    memberikan arahan, pencerahan serta motivasi kepada saya agar senantiasa

    semangat Kuliah. Saya Ucapkan Terimakasih Banyak

    12. Teman-teman seperjuangan, kepada seluruh teman Jurusan Studi Agama-

    agama angkatan 2014. Semoga kita semua tetap dalam ikatan silaturahmi dan

    jalinan pertemanan yang indah.

    Semoga peran-peran beliau semua mendapat imbalan yang

    sepantasnya dan mendapatkan ridho dari Allah SWT Āmīn. Semoga penelitian ini

    dapat memberikan manfaat bagi penulis khususnya dan umunya bagi para

  • ix

    pembaca agar selalu berpegang pada ajaran-ajaran Rasulullah Saw. Āmīn. Kritik

    dan saran serta solusi sangat penulis harapkan dari berbagai pihak guna

    penyempurnaan dari kebaikan karya-karya penulis nantinya.Semoga Allah Swt

    senantiasa membalas semua kebaikan yang telah diberikan.

    Wassalamualaikum Wr.Wb.

  • viii

    DAFTAR ISI

    LEMBAR PENGESAHAN PANITIA UJIAN .................................................. iii

    LEMBAR PERNYATAAN ................................................................................. iv

    ABSTRAK ............................................................................................................. v

    KATA PENGANTAR .......................................................................................... vi

    DAFTAR ISI ....................................................................................................... viii

    BAB I PENDAHULUAN ...................................................................................... 1

    A. Latar Belakang Masalah ............................................................................... 1

    B. Rumusan Masalah ...................................................................................... 10

    C. Tujuan Penulisan ........................................................................................ 10

    D. Tinjauan Pustaka ........................................................................................ 11

    E. Kerangka Teori........................................................................................... 12

    F. Metodologi Penelitian ................................................................................ 15

    G. Sistematika Penulisan ................................................................................ 21

    BAB II GAMBARAN UMUM KAMPUNG ADAT CIPATAT DAN ASAL

    USUL TRADISI ZIARAH SALEMBUR .......................................................... 23

    A. Letak Geografis .......................................................................................... 23

    B. Asal-Usul Kampung Cipatat Kolot ............................................................ 26

    C. Kondisi Agama dan Kepercayaan Masyarakat .......................................... 28

    D. Pengertian Ziarah ....................................................................................... 30

    BAB III FENOMENA ZIARAH SALEMBUR ................................................ 33

    DALAM MASYARAKAT ADAT CIPATAT KOLOT .................................. 33

    A. Nilai-Nilai Keagamaan dan Tradisi ........................................................... 33

    B. Tradisi Ziarah Salembur Sebagai Suatu Bentuk Solidaritas Sosial ........... 39

    C. Persepsi Masyarakat Kampung Adat Cipatat Kolot Tentang Ziarah

    Salembur ............................................................................................................ 47

  • ix

    BAB IV MAKNA, TUJUAN DAN PROSEI ZIARAH SALEMBUR

    MASYARAKAT KAMPUNG ADAT CIPATAT KOLOT............................. 51

    A. Ziarah dalam Islam ..................................................................................... 51

    B. Ziarah Salembur dalam Tradisi Masyarakat Adat Kampung Cipatat Kolot

    54

    C. Proesi Ziarah Salembur Cipatat Kolot ....................................................... 59

    BAB V PENUTUP ............................................................................................... 64

    A. Kesimpulan ................................................................................................ 64

    B. Saran ........................................................................................................... 65

    DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 66

    LAMPIRAN

  • 1

    BAB I

    PENDAHULUAN

    A. Latar Belakang Masalah

    Dalam penjelasan Undang-Undang Dasar 1945 Bab XIII Pasal 32

    dikatakan, kebudayaan bangsa ialah yang timbul sebagai buah usaha budaya

    rakyat Indonesia seluruhnya. Kebudayaan lama dan asli yang terdapat sebagai

    puncak-puncak kebudayaan di daerah-daerah di seluruh Indonesia, terhitung

    sebagai kebudayaan bangsa. Usaha kebudayaan harus menuju ke arah

    kemajuan adab, budaya, dan persatuan, dengan tidak menolak bahan-bahan

    baru dari kebudayaan bangsa sendiri, serta mempertinggi derajat kemanusiaan

    bangsa Indonesia.1

    Kebudayaan tampil sebagai perantara yang secara terus menerus

    dipelihara oleh para pembentuknya dan generasi selanjutnya yang diwarisi

    kebudayaan tersebut. Kebudayaan yang demikian selanjutnya dapat pula

    digunakan untuk memahami agama yang terdapat pada dataran empiriknya

    atau agama yang tampil dalam bentuk formal yang menggejala di masyarakat.

    Pengalaman agama yang terdapat di masyarakat tersebut diproses oleh

    penganutnya dari sumber agama yaitu wahyu melalui penalaran. Misalnya kita

    membaca kitab fikih, maka fikih yang merupakan pelaksanaan dari nash al-

    Qur‟an maupun hadis sudah melibatkan unsur penalaran dan kemampuan

    manusia. Dengan demikian agama menjadi membudaya atau membumi di

    tengah-tengah masyarakat. Agama yang tampil dalam bentuknya yang

    demikian itu berkaitan dengan kebudayaan yang berkembang di masyarakat

    1 Koentjaraningrat, Manusia dan Kebudayaan di Indonesia (Jakarta: Djambatan), 2010,

    hal. 307.

  • 2

    tempat agama itu berkembang. Dengan melalui pemahaman terhadap

    kebudayaan tersebut seseorang akan dapat mengamalkan ajaran agama.

    Misalnya manusia menjumpai kebudayaan berpakaian, bergaul bermasyarakat,

    dan sebagainya.

    Ciri khas budaya yang selalu bergerak mengikuti alur yang

    dikehendaki masyarakat yang disebabkan baik oleh faktor penarik (pull

    factor) maupun faktor pendorong (push factor) mengakibatkan sebuah suku

    bangsa bergerak di dua sisi yang berlawanan. Di satu sisi mengembangkan

    kebudayaannya dengan berpedoman pada nilai luhur budaya tersebut, ataupun

    justru sebaliknya, suku bangsa tersebut bergerak menjauhi nilai-nilai luhur

    dari budaya yang dahulu pernah mereka junjung tinggi.2

    Manusia beragama akan mengakui bahwa agama dapat menghadirkan

    sesuatu yang sakral, dan kesakralan itulah yang kemudian melahirkan upacara

    keagamaan dalam bentuk pemujaan-pemujaan dan penyembahan. Sehingga

    dari sinilah muncul keyakinan bahwa suatu ekspresi pemujaan yang

    berkembang menjdi praktek keagaman yang dilakukan manusia disaksikan

    Tuhan. Dari situ akan ada semacam tradisi atau peraturan yang pada dasarnya

    memberikan manfaat bagi dirinya maupun bagi kehidupan sosial manusia di

    dunia dan akhirat.

    Tuhan yang diakui sebagai kekuatan di luar manusia sering pula

    diartikan sebagai kekuatan supernatural seperti roh nenek moyang leluhur

    yang dianggap mampu memberikan perlindungan kepada keturunannya.

    Secara bersama-sama mereka melakukan upacara keagamaan seperti halnya

    2 Irvan Setiawan, Cipatat Kolot: Dinamika Kampung Adat Era Modernisasi, Jurnal

    Patanjala, Vol. 6 No. 2, Juni 2014, hal. 194.

  • 3

    yang dilakukan oleh para leluhurnya untuk mendapatkan keselamatan bagi

    warganya maupun bagi dirinya. Di samping itu praktek upacara keagamaan ini

    menjadikan solidaritas masyarakat penganut agama bertambah kuat.

    Hilman Hadikusuma mengemukakan bahwa dalam agama budaya

    biasanya terdapat unsur-unsur yang dipertahankan dan dilaksanakan seperti

    memelihara emosi keagamaan, yaitu percaya kepada yang ghaib, melakukan

    upacara-upacara dan acara-acara tertentu dan mengikuti sejumlah pengikut

    yang mentaati.3

    Islam dan kebudayaan adalah dua hal yang dapat dibedakan meskipun

    tidak dapat dipisahkan. Islam adalah agama yang berasal dari wahyu Allah.

    Ajaran-ajarannya bersifat teologis karena didasarkan pada kitab suci al-

    Qur‟an. Kebudayaan didefinisikan sebagai hasil cipta, karsa, dan karya

    manusia sehingga bersifat antropologis. Ruang lingkup kebudayaan meliputi

    keseluruhan cara hidup yang khas dengan penekanan pada pengalaman sehari-

    hari. Makna sehari-hari meliputi: nilai (ideal-ideal abstrak), norma (prinsip

    atau aturan-aturan yang pasti) dan benda-benda material/simbolis. Makna

    tersebut dihasilkan oleh kolektivitas dan bukan oleh individu, sehingga konsep

    kebudayaan mengacu pada makna-makna bersama.4

    Globalisasi yang bersifat ekspansif seakan menggerogoti sedikit demi

    sedikit tatanan budaya sebuah suku bangsa sehingga lama kelamaan nilai

    luhurm mereka mulai digantikan oleh nilai baru yang tidak sama sekali

    mendukung nilai budaya asli yang mereka anut (dahulunya). Perkembangan

    teknologi informasi menambah arus persebaran globalisasi semakin tidak

    3 Hilman Hadikusuma, Antropologi Agama Jilid I, (Bandung: Aditia Bakti) 1993, hal. 21.

    4 Chris Barker, Cultural Studies, Teori dan Praktik, Terj. Tim KUNCI Cultural Studies

    Center (Yogyakarta: Bentang) 2005, hal. 40-50.

  • 4

    terbendung oleh jarak ataupun kondisi geografis. Tayangan televisi dan dunia

    cyber membawa dan memudahkan pergeseran dan perubahan unsur-unsur

    budaya tradisional.5

    Islam di Tatar Sunda muncul dalam wajah yang lebih egaliter,

    harmonis, jauh dari kekerasan struktural maupun kultural dan memiliki

    kepribadian yang jauh lebih dari sekedar Islam dalam arti sebatas fenomena

    saja. Oleh sebab itu, maka Islam di Tatar Sunda layak menjadi Islam sebuah

    mazhab. Bila kita melihat konteks mazhab-mazhab hukum Islam, maka

    mazhab-mazhab tersebut pada awalnya dibentuk berdasarkankan klaim

    daerah, seperti mazhab Irak, Madinah, Bashrah, dan Kufah. Kemudian

    kelompok-kelompok ini mengalami perubahan bentuk dari organisasi

    berdasarkan daerah menjadi organisasi berdasarkan kesetiaan kepada tokoh

    tertentu. Perubahan ini dimulai pada periode asy-Syafi‟i.6

    Istilah Sunda sendiri kemungkinan berasal dari bahasa Sanskerta yakni

    sund atau suddha yang berarti bersinar, terang, atau putih. (Dalam bahasa

    Jawa Kuno Kawi) dan bahasa Bali dikenal juga istilah Sunda dalam

    pengertian yang sama yakni bersih, suci, murni, tidak bercela atau bernoda,

    air, tumpukan, pangkat, dan waspada.7

    Fenomena di atas kiranya dapat disaksikan di Tatar Sunda, di mana

    keberadaan Islam di Tatar Sunda dapat diibaratkan seperti gula dan manisnya

    karena, dalam kenyataannya, perkembangan Islam di Tatar Sunda seiring

    5 Irvan Setiawan, Cipatat Kolot: Dinamika Kampung Adat Era Modernisasi, Jurnal

    Patanjala, hal. 194. 6 Deden Sumpena, Islam dan Budaya Lokal, Jurnal Ilmu Dakwah, Vol. 6, No. 19, Edisi

    Januari-Juni 2012, hal. 109. 7 Dadang Kahmad, “Agama Islam dalam Perkembangan Budaya Sunda”, dalam (Cik

    Hasan Bisri, dkk.) (ed.) Pergumulan Islam dengan Kebudayaan Lokal di Tatar Sunda, (Bandung:

    Kaki Langit, 2005), h. 66. Periksa Juga Edi S. Ekadjati, Kebudayaan Sunda Suatu Pendektan

    Sejarah Jilid 1, (Jakarta: Pustaka Jaya, cet. III, 2009), hal. 1.

  • 5

    sejalan dengan local genium (kondisi asli) masyarakat Sunda itu sendiri. Islam

    lebih mudah berinteraksi dengan sistem dan nilai yang berlaku pada saat itu.

    Disinilah titik pertemuan antara Islam dengan kebudayaan Sunda dapat lebih

    dimaknai.8

    Secara teologis, keislaman orang Sunda sama saja dengan yang dianut

    oleh penduduk Nusantara yang akhirnya sangat dominan adalah Islam yang

    fikihnya adalah Syafiiyah, aqidahnya adalah asyariyah, dan tasawufnya adalah

    Sunni yang aneka ragam. Akan tetapi dari sudut pengembangan budaya, Islam

    yang diserap dan jadi agama masyarakat adalah Islam yang tidak atau kurang

    memberi dorongan bagi kemajuan kebudayaan. Kemudian secara sosiologis,

    masyarakat Sunda sudah dibangun sesuai dengan aspek tertentu dari sistem

    masyarakat Islam, dalam arti hubungan antara individu dengan kegiatan

    masyarakat banyak berdasarkan prinsip Islam.9

    Kebudayaan Sunda mengalami proses, perubahan dan perkembangan

    kebudayaan sebagai hasil perjalanan sejarah. Perubahan itu terjadi, baik

    karena kreativitas dan dinamika pencipta dan pendukung kebudayaan Sunda

    sendiri (faktor intern), yaitu orang Sunda, maupun karena pengaruh dari luar

    (faktor ekstern), kebudayaan Sunda telah berulangkali mengalami perubahan.

    Ditinjau dari sudut pengaruh kebudayaan luar, paling tidak kebudayaan Sunda

    telah mengalami lima kali perubahan besar, yaitu secara kronologis sebagai

    pengaruh, pertama, kebudayaan Hindu-Budha yang datang dari anak benua

    India, kedua, Kebudayaan Islam yang datang dari jazirah Arab, ketiga,

    kebudayaan Jawa yang datang dari tetangga dekat satu pulau Pulau Jawa,

    8 Deden Sumpena, Islam dan Budaya Lokal, Jurnal Ilmu Dakwah, hal. 109.

    9 Ujang Saefullah, “Dialektika Komunikasi, Islam, dan Budaya Sunda”, Jurnal Penelitian

    Komunikasi, Vol. 16 No. 1, Juli, 2013, hal. 75.

  • 6

    keempat, kebudayaan Barat yang datang dari benua Eropa, dan kelima,

    kebudayaan nasional karena Tatar Sunda terintegrasi dan menjadi bagian

    Negara Republik Indonesia dan kebudayaan global karena makin cepatnya

    kemajuan ilmu dan teknologi, terutama teknologi komunikasi yang

    memperpendek jarak dan meningkatkan mobilisasi manusia.10

    Sebelum datang pengaruh kebudayaan Hindu-Budha, di Tatar Sunda

    telah hidup kebudayaan yang diciptakan dan didukung oleh masyarakat yang

    telah lama mendiami wilayah ini, sebagaimana tampak dari peninggalan

    benda-benda budayanya. Karena tidak meninggalkan bukti-bukti berbentuk

    tulisan, maka masa ini dimasukkan ke dalam masa prasejarah dan

    kebudayaannya pun dipandang sebagai kebudayaan prasejarah. Meskipun

    pengetahuan tentang kebudayaan masa prasejarah di Tatar Sunda tidaklah

    banyak, namun masanya jauh lebih lama dibandingkan dengan masa

    kebudayaan sejarah. Jika hingga sekarang masa sejarah Tatar Sunda baru

    sekitar 1600 tahun (dari abad ke 5 hingga awal abad ke-21), maka masa

    prasejarah mencapai ratusan ribu tahun (sebelum abad ke-5 ke belakang).11

    Kebudayaan Sunda setelah masuk pengaruh kebudayaan Hindu-Budha

    terbentuk dan berkembang pada masa Kerajaan Tarumanagara, Kerajaan

    Galuh, dan Kerajaan Sunda (abad ke-5 hingga abad ke-16 Masehi).

    Kebudayaan Sunda Islami terbentuk dan berkembang pada masa Kesultanan

    Cirebon dan Kesultanan Banten, bahkan pada aspek tertentu hingga sekarang

    ini (abad ke-16 hingga awal abad ke-21). Kebudayaan Sunda yang

    terpengaruh oleh kebudayaan Jawa berlangsung pada masa Kesultanan

    10

    Edi S. Ekadjati, Kebudayaan Sunda Zaman Pajajaran, Jilid 2, (Jakarta: Pustaka Jaya)

    2009, hal. 12. 11

    Edi S. Ekadjati, Kebudayaan Sunda Zaman Pajajaran, hal. 12.

  • 7

    Cirebon, Kesultanan Banten, dan Kabupaten-kabupaten di Priangan (abad ke

    16 hingga abad ke-19). Kebudayaan Sunda yang dimasuki kebudayaan Barat,

    terutama kebudayaan Belanda, terjadi selama masa Kolonial Hindia Belanda

    (abad ke-19 hingga pertengahan abad ke-20). Kebudayaan Sunda terpengaruh

    oleh kebudayaan nasional dan kebudayaan global berlangsung sejak

    berdirinya Negara Republik Indonesia hingga sekarang ini (pertengahan abad

    ke-20 hingga awal abad ke-21).12

    Kebudayaan-kebudayaan tersebut berlangsung terus-menerus dan

    menjadi kebiasaan. Kebiasaan atau juga bisa disebut habit adalah suatu

    aktivitas yang dilakukan terus-menerus sehingga menjadi bagian daripada

    seorang manusia.13

    Dalam adat-istiadat masyarakat Sunda lama dikenal

    beberapa kebiasaan. Misalnya, saat bayi masih dalam kandungan ada berbagai

    macam upacara dan pantangan yang harus dijalankan. Seorang ibu yang

    sedang hamil sering mempunyai keinginan atau perilaku yang aneh-aneh. Hal

    ini dianggap sebagai “bawaan” bayi yang dikandungnya. Ada ungkapan nurut

    buat, artinya yang dilakukan orangtua si bayi dapat berpengaruh pada bayi

    yang dikandung sehingga ayah si bayi, misalnya, dilarang menyembelih atau

    menyabung ayam karena bisa berpengaruh buruk kepada si bayi. Ketika usia

    kandungan sudah mencapai delapan bulan, biasanya diadakan upacara

    selamatan bubur lolos agar si bayi dapat dilahirkan dengan lancar.14

    Masih banyak sekali budaya Sunda yang kiranya telah menjadi lumrah

    dilakukan oleh orang Sunda sampai sekarang. Budaya dan agama seringkali

    12

    Edi S. Ekadjati, Kebudayaan Sunda Zaman Pajajaran, hal. 12. 13

    Felix Y. Siauw, Habits How To Master Your, hal. 13. 14

    Nina H. Lubis, Tradisi dan Transformasi Sejarah Sunda (Bandung: Humaniora Utama

    Press, 2000), 127.

  • 8

    dicampuradukkan sehingga masyarakat tidak peduli akan hukum

    diperbolehkannya adat istiadat itu atau tidak. Penulis menggaris bawahi

    kebudayaan masyarakat Sunda yang dianggap menyimpang dari ajaran Islam

    adalah tentang ziarah makam keramat yang berada di daerah Cipatat Kolot.

    Dari hasil wawancara dengan Abah Acim (ketua adat), penulis akan

    memaparkan sedikit mengenai tradisi Ziarah Salembur. Penulis akan

    mengangkat tema ini sebagai bahan perbincangan yang layak didiskusikan

    dikalangan akademisi maupun masyarakat pada umumnya.

    Islam sebagai sebuah agama, kebudayaan dan peradaban besar dunia

    sudah sejak awal masuk ke Indonesia pada abad ke-7 dan terus berkembang

    hingga kini. Ia telah memberi sumbangsih terhadap keanekaragaman

    kebudayaan nusantara. Islam tidak saja hadir dalam tradisi agung

    (greattradition) bahkan memperkaya pluralitas dengan islamisasi kebudayaan

    dan pribumisasi Islam yang pada gilirannya banyak melahirkan tradisi-tardisi

    kecil (littletradition) Islam.15

    Pada masyarakat Kampung Cipatat Kolot Desa Kiarapandak

    kecamatan Sukajaya Kabupaten Bogor terdapat tempat yang dikeramatkan

    atau disakralkan yakni Makam nenek moyang Cipatat Kolot. Makam nenek

    moyang ini tidak hanya di kenal oleh masayarakat desa kiarapadak saja

    melainkan masyarakat luar pun mengetahui. Setiap harinya pasti ada saja yang

    berziarah ke makam nenek moyang Cipatat Kolot, tidak jarang masyarakat di

    luar Kampung Cipatat Kolot yang mendatangi makam ini untuk berziarah dan

    bernadzar, memanjatkan doa kepada nenek moyang Cipatat Kolot, ada pula

    15

    Syahdan, Ziarah Persepektif Kajian Budaya, 2017, Vol. 13 No.1

  • 9

    penziarah yang beramalam di kuburan dengan maksud untuk lebih dekat

    kepada nenek moyang kampung Cipatat Kolot agar doanya cepat terkabul.

    Ziarah salembur ini yang berada di Kampung Cipatat Kolot salah satu

    tradisi yang ada di Kampung Cipatat Kolot. Ziarah salembur ini berbeda

    dengan ziarah atau tempat-tempat ziarah yang lain karena ketua adat yakni

    (abah acim) mewajibkan masyarakat Cipatat Kolot untuk mengikuti Upacara

    Ziarah ke makam nenek moyang tersebut untuk menghormati leluhur Cipatat

    Kolot dan memanjatkan doa kepada roh nenek moyang.

    Dalam kegiatan Ziarah Salembur ini selalu dilaksanakan setiap

    tahunnya oleh masyarakat Kampung Cipatat Kolot yang dipimpin oleh ketua

    adat (Abah Acim), masyarakat berekumpul di depan rumah adat yang di

    tempati oleh ketua adat. Masyarakat Cipatat Kolot diwajibkan untuk

    membawa berbagai syarat-syarat unutk berziarah seperti nasi uduk, nasi

    kuning, dan ada pula yang menyerahkan uang ataupun rokok dan tak lupa juga

    kemenyan dan biasanya ketua adat yang menyembelih hewan. Setelah

    masyarakat berkumpul di rumah adat dan perlengkapan untuk berziarah ke

    makan nenek moyang sudah siap, barulah berbondong-bondong berjalan ke

    makam nenek moyang Cipatat Kolot.

    Makam Nenek Moyang Cipatat Kolot berada di bukit tidak jauh dari

    rumah ketua adat. Kemudian setelah sampai di makam nenek moyang upacara

    ziarah salembur dilaksankana dengan khidmat dan dipimpin oleh ketua adat

    (Abah Acim) dengan doa-doa berbahasa sunda.16

    Setelah upacara ziarah

    16

    Wawancara Pribadi dengan Abah Acim (Ketua Adat Desa Cipatat Kolot) Bogor, 29

    Maret 2019

  • 10

    salembur selesai ketua adat mempersilahkan masayrakat Cipatat Kolot untuk

    menikmati makanan yang sudah dibawa oleh mereka.

    Meskipun masyakarat Cipatat Kolot mayoritas beragama Islam, namun

    mereka tetap menjaga tradisi-tradisi yang sudah ada dari zaman nenek moyang

    mereka.

    Dari masalah di atas sangat manarik sekali bagi penulis untuk

    melakukan penelitian mengenai Fenomena Ziarah Salembur di Masyarakat

    Adat Kampung Cipatat Kolot. Penulis juga tertarik untuk mengkaji sejauh

    mana Fenomena Tradisi Ziarah Salembur yang berada di Kampung Cipatat

    Kolot. Sehingga peneliti mengangkatnya dalam sebuah skripsi dengan judul

    “Fenomena Ziarah Salembur dalam Masyarakat Adat Kampung Cipatat

    Kolot Kabupaten Bogor”.

    B. Rumusan Masalah

    Berdasarkan latar belakang di atas, penulis merumuskan masalah

    utama dalam penelitian ini adalah:

    1. Apa Tradisi Ziarah Salembur yang ada dalam Masyarakat Adat Cipatat

    Kolot?

    C. Tujuan Penulisan

    Tujuan umum dari penelitian ini adalah:

    1. Untuk mengetahui Tradisi Ziarah Salembur yang ada dalam Masyarakat

    Adat Kampung Cipatat Kolot?

    Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut:

  • 11

    1. Manfaat teoritas

    Penelitian tentang Fenomena Tradisi Ziarah Salembur, diharapkan dapat

    bermanfaat untuk penelitian-penelitian dengan tema yang sama atau

    relevan dapat membantu mendapatkan bantuan untuk pengembangan ilmu

    pengetahuan ilmu Teologi, ilmu antropologi dan ilmu sosiologi.

    Bagi masyarakat Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi

    pemikiran yang dapat dibuat sebagai pertimbangan dalam proses

    pembangunan masyarakat. Kemudian, melalui penelitian ini diharapkan

    dapat memberikan informasi empiris pada masyarakat.

    2. Manfaat praktis

    Penelitian ini diharapkan memberikan pengetahuan dan dapat memberikan

    kontribusi dalam menambah wawasan keilmuan tentang tradisi ziarah

    yang ada di Desa Cipatat Kolot.

    3. Manfaat akademik

    Penelitian ini diharapkan dapat memberikan tambahan keilmuan

    Ushuluddin yang tertarik dan menggeluti studi agama-agama mengenai

    tradisi ziarah.

    D. Tinjauan Pustaka

    Berdasarkan pengamatan penyusun, sampai saat ini masih sangat

    sedikit yang membahas tradisi ziarah salembur masyarakat Desa Cipatat

    Kolot. Namun ada beberapa penelitian yang membahas terkait tradisi ziarah.

    Pertama, karya bentuk jurnal yang di tulis oleh Irvan Setiawan yang

    berjudul “Cipatat Kolot: Dinamika Kampung Adat di Era Modernisasi.”

  • 12

    Dalam jurnal ini dibahas mengenai ragam budaya kesepuhan cipatat kolot

    seperti religi, upacara tradisional, kesenian, bahasa, dan tata ruang.

    Kedua, karya bentuk jurnal yang di tulis oleh M. Misbahul Mujib yang

    berjudul “Tradisi Ziarah Dalam Masyarakat Jawa: Kontestasi Kesalehan,

    Identitas Keagamaan dan Komersial.” Dalam jurnal ini dibahas mengenai

    tradisi ziarah kubur yang telah lama dilakukan masyarakat Jawa khususnya

    melalui pendekatan fenomenologis seiring meningkatnya peziarah dalam satu

    dekade terakhir.

    Ketiga, karya bentuk jurnal yang di tulis oleh Syahdan yang berjudul

    “Ziarah Perspektif Kajian Budaya.” Dalam jurnal ini dibahas mengenai

    makna yang terkandung dalam aktivitas ziarah terdapat makna persaudaraan,

    makna simpati, kebersamaan, saling menghargai. Ada juga makna

    kesejahteraan, keberadaan makam dengan berbagai aktivitas ritual di

    dalamnya telah memberikan berkah kepada banyak pihak para pedagang,

    pengusaha jasa angkutan dan sebagainya. Serta makna legitimasi.

    E. Kerangka Teori

    1. Akulturasi

    Akultiurasi menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia akulturasi di

    artikan sebagai pencampuran dua budaya atau lebih yang saling bertemu

    dan saling mempengaruhi.17

    Menurut koentjaraningrat, akulturasi sebagai

    proses sosial untuk mengakomodasi dan mengintegrasikan unsur

    kebudayaan itu sendiri.18

    17

    Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), (Jakarta: Departemen Pendidikan Kebudayaan

    RI, 2001). H. 24. 18

    Koentjaraningrat, Manusia dan Kebudayaan di Indonesia, h. 248

  • 13

    Para ahli antropolog memberikan beberapa istilah untuk menguraikan

    apa yang terjadi dalam akulturasi yaitu: substitusi, sinkretisme, adisi,

    dekulturasi, orijinasi dan penolakan.19

    a. Substitusi, adalah non-budaya yang ada sebelurmnya diganti dengan

    yang tidak-baru yang memenuhi fungsiinya, yang menyediakan

    perubahan struktural dalam tingkat yang lebih kecil.

    b. Sinkretisme, adalah istilah untuk menunjukkan adanya tak-tak lama

    bercampur dengan tak-tak baru dan membuat sistem baru Dalam hal

    ini, memperbolehkan perubahan yang berarti.

    c. Adisi, adalah istilah untuk menambah tingkat perpaduan budaya, di

    mana tidak-tidak baru ditambahkan pada yang lama. Dalam hal ini

    mungkin terjadi atau tidak terjadi perubahan struktural.

    d. Dekullturasi, istilah adaiah untuk menunjukkan tingkat perpaduan

    budaya, dimana bagian substansi sebuah budaya mungkin hilang.

    e. Orijinasi, adalah istilah, di mana ada tidak-tidak baru untuk memenuhi

    kebutuhan-kebutuhan baru yang timbul karena perubahan

    kenyamanan.

    f. Penolakan, merupakan perubahan yang terjadi sehingga terjadi

    perpaduan yang sempurna, sehingga sebagian besar orang tidak dapat

    menerimanya, Kondisi ini dapat menimbulkan pertentangan total,

    pemberontakan, atau perubahan.

    19

    Caroline Pooney, African Literature, Animism and Politic, (London: Routledge, 2001),

    h. 10.

  • 14

    2. Animisme

    Pengertian dari animisme cukup banyak. Kata "animisme" berasal dari

    bahasa Latin "anima" yang berarti “roh".20

    Animisme adalah seperti

    halnya kepercayaan dan roh halus ", demikian juga halnya dengan kata

    lain yang dianut oleh bangsa-bangsa yang belum bersentuhan atau tidak

    pernah menerima ajaran yang berkaitan dengan agama samawi (wahyu).21

    Inti dari pemahaman animisme adalah mempercayai setiap benda di bumi,

    gunung, gua, dan kuburan memiliki jiwa yang harus ditemui dan

    dijunjung.

    3. Azas Bersaji

    Teori azas religi adalah teori yang dikembangkan oleh W. Robertson

    Smith yang merupakan salah satu ahli di bidang teologi, ahli ilmu pasti,

    dan ahli bahasa dan kesusastraan. Di dalam bukunya yang berjudul

    Lectures on Religion of the Smith yang dikutip oleh koentjaraningrat,

    Robertson menjelaskan bahwa ada tiga gagasan penting yang menambah

    pengertian kita tentang azas-azas religi dan Agama pada umumnya.

    a. Tentang di samping sistem kepercayaan, sistem upacara juga

    merupakan perwujudan dari religi atau agama yang memerlukan studi

    dan analisa yang khusus. Hal yang menarik perhatian Robertson adalah

    dalam banyak agama upacaranya itu tetap, tetapi kemudian helakang

    dan keyakinannya berubah.

    b. Upacara keagamaan, agama yang dilaksanakan oleh banyak

    masyarakat pemeluk agama atau agama yang bersama-sama

    20

    Caroline Pooney, African Litelature Animism and Plolitic (London: Routledge. 2001),

    h. 10. 21

    Zakiah Daradjat, (peny.), Perbandingan Agama 1 (Jakarta Bumi Aksara, 1996), h. 28.

  • 15

    menyediakan bersama sosial berfungsi mengintesifkan solidaritas

    masyarakat. Ada di antara masyarakat yang memang benar-benar ritual

    itu dengan sungguh-sungguh atau hanya bisa dilakukan.

    c. Robertson ajukan teorinya tentang upacara bersaji. Dalam upacara ini

    dianggap olch Robertson sebagai suatu kegiatan untuk mendorong rasa

    solidaritas dengan dewa atau para dewa. Di mana Robertson

    membahas upacara sebagai upacara yang khidmat. Pemberian sesaji di

    tempat-tempat keramat untuk mendukung kepercayaan mereka

    terhadap dukungan untuk halus. Selain itu, manusia berharap berkah

    dan terhindar dari masalah temuan yang lain.22

    F. Metodologi Penelitian

    Metode penelitian dari skripsi ini adalah kualitatif.23

    Cara yang penulis

    lakukan adalah memadukan penelitian lapangan (field research) dan

    kepustakaan (library research).24

    Dengan demikian diharapkan pengamatan,

    deskripsi dan analisa dalam penelitian ini dapat lebih optimal.

    Metode penelitian yaitu suatu teknik penelitian untuk mendapatkan

    data yang relevan dengan subjek penelitian. Dalam pelaksanaannya, sumber

    data dibagi menjadi 2 yaitu sumber data primer dan sekunder. Sumber Data

    primer meliputi wawancara langsung ke Kampung Cipatat Kolot. Sedangkan

    22

    Koentjaraningrat, Sejarah Antropologi Jilid 1,(jakarat: U Press, 1987), h. 67-68 23

    Penelitian Kualitatif adalah penelitian yang bersifat deskriftif dan dibutuhkan untuk

    mengurai menggunakan analisa. Kemudian landasan teori dalam penelitian ini digunakan sebagai

    pemandu agar fokus penelitian sesuai dengan fakta yang ada. Kemudian, penelitian berangkat dari

    teori neuju data, dan berakhir pada penerimaan atau penolakan terhdap teori yang digunakan. Lihat

    Noeng Muhadjir, Metodelogi Penelitian kalitatit, hal. 5 24

    Penelitian kepustakaan atau (library research) adalah penelitian yang menggunakan

    teori-teori yang diambil dari literatur tertulis baik itu membuka, jurnal atau tulisan ilmiah lainnya

    yang mendukung dan relevan dengan judul penelitian. Sedangkan penelitian lapangan (field

    research) adalah dimana penelitian menggunakan penelitian yang terjun ke lapangan atau tempat

    penelitian yang dipilih Iihat Noeng Muhadjir, Metodologi Penelstian Kalitatif, hal.6.

  • 16

    data sekunder didapatkan dari buku, jurnal, ensiklopedia, kamus, dan media

    elektronik sebagai bahan pengayaan dan pelengkap data.

    1. Teknik Pengumpulan Data

    Metode yang digunakan untuk proses pengumpulan data dalam

    penelitian ini adalah dengan proses triangulasi. Triangulasi adalah

    penggunaan sejumlah metode pengumpulan data dalam suatu penelitian.

    Triangulasi diperlukan karena setiap metode pengumpulan data

    memiliki kelemahan dan keunggulannya sendiri.Dengan memadukan

    sedikitnya tiga metode25

    , yaitu:

    a. Wawancara Mendalam

    Wawancara adalah kegiatan percakapan yang memiliki maksud

    tertentu. Sedangkan wawancara mendalam adalah wawancara yang

    lebih bersifat intim dan mendalam di mana percakapan melibatkan dua

    belah pihak, yaitu pewancara, orang yang mengajukan pertanyaan dan

    responden, orang yang di wawancarai. Adapun kegiatan wawancara ini

    digunakan peneliti untuk menilai keadaan seseorang atau kelompok.

    Adapun metodenya adalah dialog atau tanya jawab yang dilakukan dua

    orang atau lebih oleh pewawancara atau responden yang dilakukan

    secara berhadap-hadapan.

    Sebelum melakukan wawancara mendalam, Penulis membuat

    kerangka dan garis-garis besar atau pokok-pokok pertanyaan, serta

    senantiasa menciptakan suasana santai (tidak kaku), namun serius

    (tidak main-main) ketika berdialog.

    25 https://www.kompasiana.com/mtf3lix5tr/5535a2946ea8347510da42d9/penelitian-

    kualitatif-024-empat-tipe-triangulasi-dalam-pengumpulan-data diakses pada tanggal 31 Oktober

    2019

    https://www.kompasiana.com/mtf3lix5tr/5535a2946ea8347510da42d9/penelitian-kualitatif-024-empat-tipe-triangulasi-dalam-pengumpulan-datahttps://www.kompasiana.com/mtf3lix5tr/5535a2946ea8347510da42d9/penelitian-kualitatif-024-empat-tipe-triangulasi-dalam-pengumpulan-data

  • 17

    Adapun penulis membuat empat kerangka atau pokok-pokok

    pertanyaan berbeda. Pertama, kerangka pertanyaan mengenai Sejarah

    Kampung Adat Cipatat Kolot yang ditunjukan kepada Ketua adat

    Kampung Cipatat Kolot yang, kedua, pertanyaan seputar Kampung

    Adat Cipatat Kolot yang meliputi: Cara ritual Ziarah Salembur yang

    dilakukan oleh Masyarakat Kampung Adat Cipatat Kolot, apa yang

    harus dilakukan masyarakat setelah melaksanakan ziarah salembur.

    Ketiga Respon masyarakat terhadap ritual ziarah salembur yang

    ditanyakan kepada masyarakat sekitar.

    b. Observasi partisipatif

    observasi terbuka adalah teknik pengumpulan data di mana peneliti

    benar-benar ikut dan berbaur secara langsung sehingga terjadi interaksi

    secara langsung dengan responden atau yang diteliti. Dalam hal ini

    peneliti juga mengikuti kegiatan yang dilakukan responden, termasuk

    kegiatan seputar pelaksana Ziarah Salebur Kampung Adat Cipatat

    Kolot.

    c. Dokumentasi

    Teknik dokumentasi merupakan upaya penelitian yang berupa

    mengumpulkan catatan peristiwa yang sudah berlalu. Dokumentasi itu

    dapat berupa tulisan, gambar atau karya-karya dari seseorang. Di mana

    dokumentasi juga merupakan pelengkap dari teknis wawancara

    mendalam dan observasi partisipatif.

  • 18

    2. Pendekatan Penelitian

    Pendekatan yang penulis gunakan dalam penelitian ini adalah dengan

    dua model pendekatan yakni pendekatan Sosiologis, Antropologis dan

    Teologis, Dalam Pendekatan Sosiologis, agama di pandang sebagai sistem

    kepercayaan yang diwujudkan dalam prilaku sosial tertentu.26

    Kemudian

    pendekatan antropologis adalah metode pendekatan dengan melihat sejauh

    mana agama mempengaruhi suatu kebudayaan atau suatu kebudayaan

    mempengaruhi agama.27

    Sedangkan pendekatan antropologi, penulis menggunakan teori

    Clifford Geetz. Menurut Clifford Geertz dalam kajian antropologi

    terutama tentang dinamika hubungan antara agama dan budaya, tidak bisa

    dilepaskan hubungan antar budaya dan masyarakat.28

    Oleh karena itu, Geertz kemudian menyatakan bahwa agama adalah

    sistem kebudayaan. Sebagai sistem kebudayaan agama tidak terpisah

    dengan masyarakat. Agama tidak hanya seperangkat nilai yang tempatnya

    di luar manusia, tetapi juga merupakan sistem pengetahuan dan sistem

    simbol yang memungkinkan terjadinya pemaknaan.

    Geertz memberikan pengertian kebudayaan memiliki dua elemen,

    yaitu kebudayaan sebagai sistem kognitif dan sistem makna (model of),

    serta kebudayaan sebagai sistem nilai (model for). Jika pola dari model of

    adalah representasi kenyataan, sebagaimana wujud nyata perilaku manusia

    sehari-hari, maka pola bagi model for adalah representasi dari apa yang

    26

    Ida Zahara Adiba, “Pendekatan Sosiologis dalam Studi Agama,” Jurnal Inspirasi

    Volume 1, No 1 (Januari 2017), h. 2 27

    Media Zainul Bahri, Wajah Studi Agama-Agama Dari Era Teosofi Indonesia (1901-

    1940) Hingga Masa Reformasi (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2015),, hal. 47 28

    Clifford Geertz, Kebudayaan dan Agama (Yogyakarta: Kanisius), 1992, hal. 10

  • 19

    menjadi pedoman bagi manusia untuk melakukan tindakan. Contoh

    sederhana yang merupakan pola dari model of adalah upacara keagamaan

    yang dilakukan masayarakat, sedangkan ajaran yang diyakini

    kebenarannya sebagai dasar atau acuan melakukan upacara keagamaan

    adalah pola dari model for. Menurut Geertz untuk menghubungkan kedua

    pola tersebut terletak pada sistem simbol yang disebut makna (system of

    meaning). Melalui sistem makna sebagai perantara, sebuah simbol dapat

    menerjemahkan pengetahuan menjadi nilai dan menerjemahkan nilai

    menjadi pengetahuan.29

    Akibat yang nyata dari pendekatan kajian di atas menempatkan agama

    pada realitas empiris yang dapat dilihat dan diteliti. Dalam pandangan

    ilmu sosial, pertanyaan keabsahan suatu agama tidak terletak pada

    argumentasi-argumentasi teologisnya, melainkan terletak pada bagaimana

    agama dapat berperan dalam kehidupan sosial manusia. Di sini agama

    diposisikan dalam kerangka sosial empiris, sebagaimana realitas sosial

    lainnya. Berkaitan dengan kehidupan manusia, tentu hal-hal empiris yang

    menjadi perhatian kajian sosial, walaupun hal yang gaib menjadi hal

    penting juga. Oleh karena itu, pendekatan antropologi dalam studi agama

    memandang agama sebagai fenomena kultural dalam pengungkapannya

    yang beragama, khususnya tentang kebiasaan, perilaku dalam beribadah

    serta kepercayaan dalam hubungan-hubungan sosial. Adapun yang

    menjadi acuan dengan pendekatan antropologi dalam studi agama secara

    29

    Nur Syam, Madzhab-Madzhab Antropologi (Surabaya: LkiS), 2006, h. 93

  • 20

    umum, adalah mengkaji agama sebagai ungkapan kebutuhan makhluk

    budaya yang meliputi beberapa hal.30

    1. pola-pola keberagamaan manusia dari perilaku bentuk-bentuk

    keyakinan atau kepercayaan dari politeisme hingga pola keberagamaan

    masyarakat monoteisme.

    2. Agama dan pengungkapannya dalam bentuk mitos, simbol, ritus, tarian

    ritual, upacara, pengorbanan, semedi dan slametan.

    3. Pengalaman religius yang meliputi meditasi, doa, mistisisme, sufisme,

    dan lain-lain. Memandang agama sebagai fenomena kultural,

    memberikan fungsi atau makna beragama terdalam yakni

    meningkatkan kesadaran kolektif masyarakat tentang arti penting

    agama dalam kehidupan sosial kemasyarakatan.

    Kemudian Pendeketan Teologis merupakan disiplin ilmu yang

    berbicara tentang kebenaran wahyu serta indepedensi filsafat dan ilmu

    pegetahua. Gove mengatakan bahwa teologi merupakan penjelasan tentang

    keimanan, perbuatan dan pengalama agama secara rasional.31

    Pendekatan

    ini dalam rentang sejarah yang cukup lama merupakan pendekatan yang

    paling dominan dan paling berpengaruh dalam Studi Agama-Agama

    (Perbandingan Agama). Dengan pendekatan ini seorang penganut suatu

    Agama apakah itu Islam, Krsiten, atau Agama lain ketika membuat studi

    Teologis dan biasanya ia melakukan studi dari dua hal yaitu:

    30

    Umhurul Umami, “Metode dan Pendekatan IPA,” dikutip dari

    http://ushuluddin,uinsuka.ac.id/id/article.php, diakses pada tanggal 23 Juli 2019 31

    Abdur Razak dan Rosihon Anwar, Ilmu Kalam (Bandung: Pustaka Setia, 2006), h. 14.

    http://ushuluddin,uinsuka.ac.id/id/article.php

  • 21

    1. Studi Internal (insider)

    Studi ini berusaha secara aktif dalam kegiatan ilmiahnya untuk

    melastarikan dan mempromosikan keunggulan agamanya serta

    mempertahankan dari ancaman atau serangan orang lain.

    2. Ekternal

    Dalam hal ini seorang peneliti atau penganut agama tertentu

    melakukan kajian terhadap agama atau keyakinan orang lain untu

    “menilai” dan menghakiminya dengan ukuran agama sang peneliti.32

    Penelitian ini, oleh peneliti ingin melihat bagaimana peran Agama

    Islam merespon tentang Ziarah Salembur.

    Adapun pedoman standar yang digunakan penulis dalam penulisan

    skripsi ini mengacu pada buku Pedoman Penulisan Karya Ilmiah (Skripsi,

    Tesis, dan Disertasi) yang diterbitkan oleh CeQDA (Center for Quality

    Development and Assurance) Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif

    Hidayatullah Jakarta. Adapun, pedoman transliterasi menggunakan Jurnal

    Ilmu Ushuluddin 2013.

    G. Sistematika Penulisan

    Untuk mempermudah dalam penulisan skripsi ini, maka di sini akan

    diuraikan sistematika penulisannya. Skripsi ini dibagi menjadi lima poin yang

    masing-masing terdiri dari sub-sub bab dengan perincian sebagai berikut:

    Bab I merupakan latar belakang masalah, kemudian akan dibahas

    tujuan dan manfaat serta tinjauan pustaka yang digunakan dalam penelitian.

    32

    Media Zainul Bahri, Wajah Studi Agama-Agama Dari Era Teosofi Indonesia (1901-

    1940) Hingga Masa Reformasi, h. 15- 48.

  • 22

    Hal lain yang kemudian menjadi bahasan dalam bab ini adalah metode

    penelitian yang digunakan serta sistematika penulisan yang ada dalam

    penelitian ini.

    Bab II merupakan pembahasan tentang gambaran umum kawasan Desa

    Kiarapandak, Kecamatan Suka Jaya, Kabupaten Bogor, sebagai tempat

    dilaksanakan tradisi Ziarah Salembur tersebut sekaligus sebagi tempat dimana

    penelitian ini dilakukan. Hal-hal yang dibahas dalam bab ini meliputi letak

    geografis, kondisi sosial-budaya, kehidupan keagamaan dan kepercayaan

    masyarakat serta bagaimana asal-usul, pengertian Ziarah. Dalam bab ini

    dimaksudkan untuk memberikan gambaran umum tentang masyarakat dan

    lingkungan yang menjadi latar belakang dilaksanaknnya tradisi Ziarah

    Salembur kampung adat Cipatat Kolot serta pengertian Ziarah secara umum.

    Bab III berisikan Dalam bab ini penulis juga mengambil Fenomena

    Ziarah Salembur yang berada di masyarakat Kampung Cipatat Kolot serta

    Nilai-Nilai Keagamaan, Tradisi Budaya Lokal Sebagai Suatu Bentuk

    Solidaritas Sosial, kemudian bagaimana pandangan masyarakat terkait Ziarah

    Salembur.

    Bab IV Merupakan pembahasan tentang makna dan tujuan

    diadakannya tradisi ziarah salembur, ziarah dalam agama Islam dan

    bagaimana Prosesi Ziarah Salembur di masyarakat Kampung Adat Cipatat

    Kolot dalam hal Ziarah Salembur.

    Bab V merupakan penutup yang berisi kesimpulan, dan saran penulis

    mengenai seluruh isi dari penelitian ini.

  • 23

    BAB II

    GAMBARAN UMUM KAMPUNG ADAT CIPATAT DAN ASAL USUL

    TRADISI ZIARAH SALEMBUR

    A. Letak Geografis

    Kampung Cipatat Kolot berada sekitar 3 km dari Kampung Urug Desa

    Kiarapandak, Kecamatan Sukajaya, Kabupaten Bogor. Adapun Desa

    Kiarapandak berbatasan dengan:

    a. Sebelah utara berbatasan Desa Harkatjaya.

    b. Sebelah selatan berbatasan dengan Desa Kiarasari dan Desa Cisarua.

    c. Sebelah timur berbatasan dengan Kecamatan Nanggung.

    d. Sebelah barat berbatasan dengan Desa Pasir Madang.

    Desa Kiarapandak, Kecamatan Sukajaya, berada dekat perbatasan

    dengan Provinsi Banten, atau tepatnya bersebelahan pada bagian timur dengan

    Kabupaten Lebak. Kedekatan dengan Provinsi Banten menimbulkan adanya

    asumsi bahwa ada keterkaitan antara Kampung Cipatat Kolot dengan

    Kasepuhan Adat Banten Kidul. Hal ini terkuak melalui paparan Nugraheni

    yang mengatakan bahwa Kasepuhan Adat Banten Kidul mendiami tiga

    kabupaten dalam dua provinsi, yaitu Provinsi Jawa Barat (Kabupaten Bogor

    dan Kabupaten Sukabumi), dan Provinsi Banten (Kabupaten Lebak).1 Lebih

    lanjut lagi, Nugraheni mendeskripsikan kasepuhan-kasepuhan yang mendiami

    tiga kabupaten tersebut, yaitu:

    a. Di Kecamatan Jasinga (Kab. Bogor) meliputi Kasepuhan Gajrug, Sajira,

    dan Guradog;

    1 Profil Desa Kiarapandak, Kecamatan Suka Jaya Kabupaten Bogor Tahun 2017, h. 1

  • 24

    b. Kecamatan Bayah (Kab. Lebak) meliputi Kasepuhan Tegal Lumbu,

    Cicarucub, Cisungsang, Cicemet, Sirnagalih, Cikadu, dan Citorek;

    c. Kecamatan Cigudeg2 dan Sukajaya (Kab. Bogor) meliputi Kasepuhan

    Urug, Pabuaran, dan Cipatat Kolot;

    d. Kecamatan Cisolok (Kab. Sukabumi) meliputi beberapa kasepuhan yang

    berada di sepanjang Sungai Cibareno Girang, yaitu Kasepuhan Ciptarasa

    dan Ciptagelar. 2

    Berlanjut ke kondisi iklim di lokasi penelitian yang kurang lebih

    adalah sama dengan kondisi iklim di Kecamatan Sukajaya khususnya dan

    wilayah Kabupaten Bogor pada umumnya, yaitu iklim tropis tipe A (sangat

    basah) di bagian selatan dan tipe B (basah) di bagian utara. Suhu berkisar rata-

    rata antara 20 derajat sampai dengan 25 derajat celcius. Curah hujan tahunan

    antara 2.500 mm sampai lebih dari 5.000 mm/tahun. Begitu juga halnya

    dengan ketinggian rata-rata berkisar antara 15 - 2.500 M Dpl, dengan

    penyebaran sebagai berikut: berkisar antara 15 - 2.500 M Dpl, daratan

    bergelombang (100-500M) di bagian tengah, pegunungan (500-1000 M),

    pegunungan tinggi dan daerah puncak (2000-2.500 M). Dari segi pekerjaan,

    sebagian besar masyarakat Desa Kiarapandak bermata pencaharian sebagai

    petani, hal ini sesuai dengan luas wilayah. Penggunaan tanah sebagian besar

    digunakan untuk sawah yaitu sebanyak 259.570 ha.3 Secara umum keadaan

    topografi Desa Kiarapandak merupakan daerah dataran dan perbukitan dengan

    2Setiawan, Irvan, Cipatat Kolot: Dinamika Kampung Adat di Era Modernisasi, 2014,

    Patanjala Vol. 6 No. 2, .h 196-197. 3Profil Desa Kiarapandak, Kecamatan Suka Jaya Kabupaten Bogor Tahun 2017, h. 1

  • 25

    iklim kemarau dan penghujan. Hal ini berpengaruh terhadap pola tanam yang

    ada di Desa Kiarapandak seperti yang tampak pada tabel di bawah ini.4

    Tabel 1: Peruntukan Tanah Kas Desa tahun 2017/2018 No Penggunaan Tanah Luas (Ha)

    1. Jalan 4 Ha

    2. Sawah dan Ladang -

    3. Bangunan Umum 45 Ha

    4. Empang/Kolam -

    5. Pemukiman dan Perumahan 270 Ha

    6. Jalur Penghijauan -

    7. Pemakaman/TPU 2 Ha

    8. Lain-lain 4 Ha

    Total 325 Ha

    Jumlah penduduk Desa Kiarapandak berdasarkan data statistik

    Kabupaten Bogor yaitu sebanyak 6. 952 jiwa, yang terdiri atas 3.436 jiwa laki-

    laki dan 3.517 jiwa perempuan dengan jumlah kepala keluarga 1.917 jiwa.

    Desa Kiarapandak terdiri atas lima dusun, 14 RW, dan 50 RT dengan jumlah

    keluarga Beragama Islam 6.951 dan Katholik 1 Orang.

    Jumlah Penduduk Menurut Agama/Penghayatan Terhadap Tuhan yang

    Maha Esa:

    a. Islam : 6.952 Orang

    b. Kristen Protestan : -

    c. Katholik : 1 Orang

    d. Budha : -

    e. Hindu : -

    Jumlah : 6.951 Orang

    4 Profil Desa Kiarapandak, Kecamatan Suka Jaya Kabupaten Bogor Tahun 2017, h. 2.

  • 26

    Ditinjau dari segi agama, mayoritas penduduk Desa Kiarapandak

    beragama Islam dan sisanya beragama Katolik dengan jumlah masjid dan

    mushola masing-masing 15 dan 14 buah.5

    Jumlah Penduduk Menurut Tingkat Pendidikan:

    a. Lulusan Pendidikan Umum/Formal :

    1. TK/TPA/PAUD : 70 Orang

    2. SD/MI (Paket A) : 1.170 Orang

    3. SMP/SLTP (MTs dan Paket B) : 970 Orang

    4. SMA/SLTA (MA dan Paket C) : 580 Orang

    5. Akademi/D-1-D3 : 8 Orang

    6. Sarjana/S-1 : 38 Orang

    7. Sarjana/S-2 : 3 Orang

    8. Sarjana/S-3 : -Orang

    Jumlah : 355 Orang

    b. Lulusan Pendidikan Khusus/Non Formal:

    1. Ponpes : 45 Orang

    2. Khusus : 18 Orang

    3. Sekolah Luar Biasa : - Orang

    Jumlah : 63 Orang6

    B. Asal-Usul Kampung Cipatat Kolot

    Konon kabarnya di kampung Cipatat ada sebuah bukit dan gunung-

    gunung yang mengelilingi sebuah kampung dimana tempat tersebut oleh

    pemerintahan Belanda dijadikan Perkebunan Teh dan Pabrik pengolahan Teh

    dengan para pegawainya adalah warga setempat dan pendatang yang oleh

    5 Profil Desa Kiarapandak, Kecamatan Suka Jaya Kabupaten Bogor Tahun 2017, h. 1

    6Profil Desa Kiarapandak, Kecamatan Suka Jaya Kabupaten Bogor Tahun 2017, h. 4.

  • 27

    Pemerintah Belanda dipaksa untuk bekerja diperkebunan tersebut dengan upah

    yang tidak seberapa dengan upah yang tidak memadai untuk mencukupi

    kehidupan sehari-hari.7

    Warga tetap semangat mengerjakan pekerjaan tersebut karna tidak ada

    lagi mata pencaharian yang bisa memenuhi kebutuhan sehari-hari, bahkan

    bercocok tanampun tidak boleh karena semua lahan yang ada dikuasai oleh

    Pemerintah Belanda. Pusat Pemerintahan Belanda kebetulan berada di

    kampung Cipatat, dimana kampung Cipatat tersebut diambil dari nama

    tumbuhan yang bernama Patat yang umbinya bisa dimakan dan dijadikan obat

    panas dalam dan daunnya bisa dimanfaatkan untuk membungkus makanan

    yang bernama bacang makanan favorit masyarakat pada masa itu dan sampai

    sekarang makanan tersebut masih ada dan setelah kemerdekaan warga

    setempat kembali hidup bebas dan sesuai dengan perintah Bupati Bogor Ipik

    Gandamanah menginstruksikan untuk membentuk Pemerintahan Desa maka

    warga masyarakat bermusyawarah dalam satu tempat ketua adat yang terletak

    di kampung Urug yang ketua adatnya pada masa itu bernama Abah Sapri

    untuk merundingkan tokoh –tokoh Masyarakat yang bisa dijadikan sebagai

    pemimpin di Desa tersebut dan supaya bisa dikenal oleh warga masyarakat.8

    Asal-muasal Kasepuhan Adat yang ada di Kecamatan Sukajaya

    Kabupaten Bogor. Cerita ini dimulai dari perjalanan Buyut atau nenek

    moyang Cipatat yang menempati beberapa wilayah di Bogor bagian barat dan

    kemudian meninggalkan ciri untuk daerah yang pernah disinggahinya hal ini

    7Hasil wawancara dengan Bapak Budi (Kepala Desa Kiara Pandak), Bogor, 29 Maret

    2019. 8 Hasil wawancara dengan Bapak Budi (Kepala Desa Kiara Pandak), Bogor, 29 Maret

    2019.

  • 28

    dimungkinkan agar dikenali oleh beberapa keturunanya dikemudian hari.

    Daerah tersebut diantaranya:

    Panjaungan: di daerah ini ciri yang ditinggalkan adalah Pande Besi

    atau membuat peralatan dari besi seperti perabotan dan alat pertanian.

    Ciasahan: di daerah ini ciri yang ditinggalkan adalah membuat batu asahan

    untuk menunjang perajin pande besi dari daerah Panjaungan.

    Parung Sapi: di daerah ini ciri yang ditinggalkan adalah keilmuan

    dalam bidang agama Islam, oleh karena itu di daerah ini banyak kita jumpai

    pesantren. Sajira, daerah ini ciri yang ditinggalkan adalah ilmu kejawaraan,

    oleh karena itu kebanyakan watak dari masyarakat ini berwatak keras. Seni

    Banten: di daerah ini ciri yang ditinggalkan adalah di bidang kesenian.

    Setelah meninggalkan ciri di daerah-daerah yang pernah disinggahi

    akhirnya Buyut Cipatat kembali ketempat asal di daerah Cipatat Kolot sampai

    akhir hayatnya, kemudian dikuburkan di sebuah bukit yang ada di Cipatat

    Kolot dekat dengan lembah manapa. Sampai sekarang makamnya banyak

    diziarahi oleh masyarakat dan keturunannya serta menjadi acara rutin tiap

    tahunnya yaitu acara Ziarah salembur atau Ziarah satu kampung ke Makam

    Buyut Cipatat.9

    C. Kondisi Agama dan Kepercayaan Masyarakat

    Secara keseluruhan masyarakat Cipatat Kolot memeluk Agama Islam.

    Hal itu dibahas dalam Profil Desa Kiarapadak. Dari hasil penelitian, penulis

    mendapati bahwa mereka juga mengharmoniskan kehidupan beragama dan

    kepercayaan dalam bingkai pengajaran Islam. Mereka merayakan Maulid Nabi

    9Hasil Wawancara Pribadi dengan Abah Acim (Ketua Adat Desa Cipatat Kolot) Bogor,

    29 Maret 2019.

  • 29

    Muhammad (Muludan) dan sedekah di bulan Sya'ban (Sedekah Roahan)

    sebagai bentuk amalan seorang Muslim.10

    Sedangkan dalam hal ritual kepercayaan adatnya, mereka masih

    melaksanakan ritual Serentaun, Sedekah Bumi, Seren Pataunan masyarkat

    yang dilakukan dengan mengirim do'a untuk Nabi Muhammad karena telah

    berjasa membawa agama Islam. Acara itu dipimpin ketua adat dan warga

    khusus tentang tokoh agama pada bulan Maulid berdasarkan penanggalan

    hijriah. Turut dihidangkan juga makanan-makanan khas daerah dan olahan

    lauk-pauk yang kemudian dibagikan kepada warga didoakan.

    Sementara Sedekah Roahan bagi masyarakat Cipatat Kolot merupakan

    wujud bakti bagi Nabi Adam AS. Sebagai induk umat manusia. Ritual

    dilaksanakan setiap tanggal 12 bulan Rowah (Sya'ban).11

    Pelaksanaanya, pada

    pagi hari masyarakat membawa ayam satu ekor per-keluarga untuk disembelih

    di halaman rumah ketua adat. Kemudian diambil masing-masing untuk

    dimasak. Setelah matang, mereka beramai-ramai diluncurkan kembal ke

    rumah ketua adat untuk dido'akan. Hal itu dilakukan pada waktu Dzhuhur

    waktu lokal.12

    Dalam hal Serentaun, Seren Pataunan, dan Sedekah Bumi

    menjadi ritual adat di Cipatat Kolot dan Kampung Urug yang letaknyanya

    tidak jauh dari Kampung Cipatat Kolot Tradisi ini pun menutur Kampung

    Cipatat Kolot mengandung nuansa Islam. Seperti melaksanakan Serentaun

    sebagai wujud syukur kepada Tuhan yang Maha menguasai memerintahkan

    dan menjadi hakikat semua yang ada di Bumi termasuk tanaman padi yang

    bermanfaat bagi manusia.

    10

    Hasil Wawancara dengan ketua adat abah acim, Bogor, 29 Maret 2019. 11

    Hasil Wawancara dengan ketua adat abah acim, Bogor, 29 Maret 2019. 12

    Hasil Wawancara dengan ketua adat abah acim, Bogor, 29 Maret 2019.

  • 30

    Traidisi yang dilakukan oleh masyarakat Kampung Cipatat Kolot dan

    Ritual Prihal Seren Pataunan, hampir sama dengan Seren Taun, ada ritual

    berdo'a yang dipimpin oleh ketua adat, ziarah ke makam leluhur nenek

    moyang ketua adat yang diwajibkan setiap warganya untuk ikut berziarah

    kemakam kearamat tersebut dan ziarah untuk keluarga masing-masing warga.

    Kemudian diakhiri prosesi makan bersama hasil panen kesenian tradisional

    Sunda. Letak perbedaanya pada sifat refleksi ritualnya. Serentaun adalah

    refleksi syukur atas panen padi, sedangkan Seren Pataunan lebih pada refleksi

    perjalanan hidup selama transisi. Selanjutnya, ritual Sedekah Bumi yang

    dilaksanakan setelah bular syawal. Ritual ini dilakukan sebelum menanam

    padi dengan harapan terbeba dari hama dan implementasi-negosiasi gagal

    panen lainnya. Sementara bentuknya adalah berdo'a dan makan bersama di

    halaman rumah ketua adat.13

    Tradisi atau Kebiasaan Masyarakat Selain mengharmoniskan

    kepercayaan lokal dengan ritual-ritualnya, masyarakat Cipatat Kolot juga

    memiliki identitas sosial budaya masayarakat Sunda. Seperti masih

    dipentaskannya kesenian tradisional Nar Lisung Dongdang, Jaipongan, dan

    Wayang Golek.

    D. Pengertian Ziarah

    Ziarah kubur merupakan suatu upaya yang dilakukan untuk

    mengenang jasa orang yang sudah meninggal dengan cara mendoakan

    orang yang sudah meninggal tersebut agar diampuni dosanya. Sedangkan

    berziarah ke kuburan keramat selain mendoakan orang yang sudah

    13

    Hasil Wawancara dengan ketua adat abah acim, Bogor, 29 Maret 2019.

  • 31

    meninggal juga memohon kepada roh orang yang sudah meninggal agar

    mereka yang berada di dunia diberi keselamatan dan dilindungi oleh Allah.

    Dalam tradisi Islam, ziarah kubur merupakan bagian dari ritual keagamaan.

    Seluruh umat Islam di seluruh penjuru dunia telah melakukannya.14

    Kata ziarah, yakni kata serapan dari Bahasa Arab yaitu ziyarotun.

    Dalam Bahasa Inggris disebut Pilgrimage yang berarti berkunjung atau

    kunjungan, baik kepada yang masih hidup maupun yang sudah meninggal.15

    Ziarah tidak hanya mengunjungi makam-makam keramat, bahkan lebih dari

    itu, makna ziarah sendiri yakni mengunjungi saudara, kerabat atau teman yang

    masih hidup. Namun, masyarakat kita khususnya memahami makna ziarah

    dengan aktivitas mengunjungi suatu tempat yang dikeramatkan atau

    disakralkan.

    Ziarah juga tidak sama dengan nyekar (Budaya Jawa) di makam

    para leluhur. Apalagi jika kata ziarah itu disandingkan dengan kata “wali”,

    yang menyebabkan kata ziarah memiliki makna dan tujuan yang lain. Bagi

    orang-orang awam, makna dan tujuan ziarah “wali”, mungkin hanya

    sekedar mencari berkah dari para wali, tergantung niat para peziarah

    tersebut.

    Sedangkan pengertian ziarah secara umum adalah melakukan

    perjalanan mengunjungi tempat-tempat dengan maksud beribadah yang

    diyakini sebagai tempat keramat karena pernah terjadi sesuatu yang

    14

    http://www.almukmingruki.com.index.php?option=com:ziarah-kubur-antara-sunnah-dan-

    bidah diakses pada tanggal 20 Oktober 2019 15

    Purwadi, Jejak Para Wali dan Ziarah Spiritual (Jakarta: Kompas), 2006, h. 3.

  • 32

    dianggap memiliki keistimewaan dan berkaitan dengan kejadian historis

    atau berdiamnya nenek moyang yang pernah hadir di tempat tersebut.16

    16

    Henderina Naralyawan, Ziarah ke Yerussalem: Tinjauan Terhadap Pemaknaan

    Yerussalem Sebagai Tanah Suci di Kalangan Umat Kharismatik, (Skripsi S1, Sekolah Tinggi

    Teologi Jakarta), 2009, h. 41.

  • 33

    BAB III

    FENOMENA ZIARAH SALEMBUR

    DALAM MASYARAKAT ADAT CIPATAT KOLOT

    A. Nilai-Nilai Keagamaan dan Tradisi

    Agama dan budaya merupakan dua unsur penting dalam masyarakat

    yang saling mempengaruhi. Ketika ajaran agama masuk dalam sebuah

    komunitas yang berbudaya, akan terjadi tarik menarik antara kepentingan

    agama di satu sisi dengan kepentingan budaya di sisi lain. Demikian juga

    halnya dengan agama Islam yang diturunkan di tengah-tengah masyarakat

    Arab yang memiliki adat-istiadat dan tradisi secara turun-temurun. Mau tidak

    mau dakwah Islam yang dilakukan Rasulullah harus selalu

    mempertimbangkan segi-segi budaya masyarakat Arab waktu itu. Bahkan,

    sebagian ayat al-Qur‟an turun melalui tahapan penyesuaian budaya setempat.1

    Masyarakat Indonesia sangat kaya dengan masalah budaya dan tradisi

    setempat. Budaya maupun tradisi lokal pada masyarakat Indonesia tidak hanya

    memberikan warna dalam percaturan kenegaraan, tetapi juga berpengaruh

    dalam keyakinan dan praktek- praktek keagamaan masyarakat. Islam, sebagai

    sebuah agama yang dianut oleh mayoritas masyarakat Indonesia, memiliki

    hubungan erat dengan kebudayaan atau tradisi-tradisi lokal yang ada di

    nusantara. Hubungan antara Islam dengan isu-isu lokal adalah kegairahan

    yang tak pernah usai. Hubungan intim antara keduanya dipicu oleh kegairahan

    pengikut Islam yang mengimani agamanya: shalihun li kulli zaman wa makan

    selalu baik untuk setiap waktu dan tempat. Maka Islam akan senatiasa

    1 Buhori, Islam dan Tradisi Lokal di Nusantara, Jurnal al-Maslahah, Volume 13 Nomor

    2, Oktober 2017, h. 230.

  • 34

    dihadirkan dan diajak bersentuhan dengan keanekaragaman konteks budaya

    setempat. Dalam ungkapan lain dapat dikatakan bahwa Islam tidak datang ke

    sebuah tempat, dan di suatu masa yang hampa budaya. Dalam ranah ini,

    hubungan antara Islam dengan anasir-anasir lokal mengikuti model

    keberlangsungan (al-namudzat al-tawashuli), ibarat manusia yang turun-

    temurun lintas generasi, demikian juga gambaran pertautan yang terjadi antara

    Islam dengan muatan-muatan lokal di nusantara.2

    Secara epistimologi kata budaya berasal dari kata budi dan daya. Budi

    berarti akal, kecerdikan, kepintaran dan kebijaksanaan, sedangkan

    Dayamemiliki arti ikhtiar, usaha atau muslihat. Dedi Supriyadi mengartikan

    bahwa budaya (culture) dapat dipahami sebagai pembangunan yang

    didasarkan atas kekuatan manusia, baik pembangunan jiwa, pikiran dan

    semangat melalui latihan dan pengalaman, bukti nyata pembangunan

    intelektual seperti seni dan pengetahuan. Dengan demikian secara singkat dan

    sederhana, sebagaimana dipahami secara umum, kebudayaan merupakan

    semua hasil karya, rasa dan cipta masyarakat.3

    Karya masyarakat menghasilkan teknologi dan kebudayaan kebendaan

    (material culture) yang diperlukan manusia untuk menguasai alam sekitarnya.

    Rasa yang meliputi jiwa manusia, mewujudkan segala kaedah dan nilai-nilai

    sosial yang perlu untuk mengatur masalah-masalah kemasyarakatan dalam arti

    luas. Sedangkan cipta merupakan kemampuan mental, kemampuan berpikir

    2 Buhori, Islam dan Tradisi Lokal di Nusantara, Jurnal al-Maslahah, Volume 13 Nomor

    2, Oktober 2017, h. 230. 3 Dedi Supriyadi, Sejarah Peradaban Islam, (Bandung: Pustaka Setia, 2008), h. 16.

  • 35

    orang-orang yang hidup bermasyarakat, antara lain menghasilkan filsafat serta

    ilmu pengetahuan.4

    Salah satu bagian dari budaya adalah tradisi. Dalam Kamus Besar

    Bahasa Indonesia tradisi diartikan sebagai adat kebiasaan turun-temurun (dari

    nenek moyang) yang masih dijalankan dalam masyarakat, atau juga penilaian

    atau anggapan bahwa cara-cara yang telah ada merupakan yang paling baik

    dan benar.5 Terminologi tradisi, yang berasal dari kata bahasa Inggris

    tradition, sering juga disamakan dengan lafadz bahasa Arab „adah. Term

    ini dipergunakan untuk menunjuk desain atau pola perilakudan kegiatan

    tertentu menurut standar baku dalam bidangnya masing-masing yang sering

    dilakukan oleh masyarakat.

    Kebudayaan secara substansial merupakan hal yang esensial dalam

    kehidupan suatu masyarakat. Setiap masyarakat betapapun sederhananya

    tetap memiliki kebudayaan sebagai hasil karya, cipta dan rasa mereka.

    Kebudayaan mengandung nilai, norma, dan pandangan hidup suatu

    bangsa.

    Kebudayaan adalah sesuatu kompleks yang mencakup

    pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, hukum, adat istiadat dan lain

    kemampuan kemampuan serta kebiasaan-kebiasaan yang diperoleh atau

    dipelajari oleh manusia sebagai anggota masyarakat.6

    Kebudayaan itu merupakan blue-print yang telah menjadi kompas

    dalam perjalanan hidup manusia, ia menjadi pedoman dalam tingkah

    4 Dedi Supriyadi, Sejarah Peradaban Islam, (Bandung: Pustaka Setia, 2008), h. 16.

    5 Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Pusat

    Bahasa, 2008), 15-43 6E.B. Tylor (ed.), dalam J.Van Baal, Symbols For Communication: An Introduction to

    The Antropological Study of Religion, (USA: Van Garcum & Company, 1971), h. 90.

  • 36

    laku. Pandangan semacam ini mengharuskan untuk merunut

    keberlanjutan kebudayaan itu pada ekspresi simbolik individu dan

    kelompok, khususnya dalam meneliti proses pewarisan nilai itu terjadi

    karena kebudayaan merupakan pola dari pengertian dan makna yang

    terjalin secara menyeluruh dalam simbol-simbol dan ditransmisikan

    secara historis. Kenyataan ini yang juga turut memberikan kontribusi

    kepada masyarakat Indonesia yang menjadikan bhinneka sebagai falsafah

    hidup bersama di negara ini.7

    Kebudayaan juga bisa bermakna kearifan lokal. Setiap masyarakat

    mempunyai sistem sosial dan sistem budayanya sendiri yang membedakan

    dengan masyarakat lainnya. Begitu juga dengan masyarakat Cipatat Kolot.

    Mereka memiliki sejumlah tradisi atau kebiasaan yang masih dilaksanakan

    dalam kehidupan sehari-hari dan juga diwariskan kepada generasi

    selanjutnya. Tradisi tersebut dipandang oleh masyarakat masih fungsional

    dan sesuai dengan tuntutan lingkungan tempat tinggal masyarakat. Salah

    satu kearifan lokal dalam bentuk tradisi yang masih dipertahankan dan

    tetap berlangsung sampai saat sekarang ini dalam masyarakat Kampung

    Cipatat Kolot adalah "tradisi Ziarah Salembur". Tradisi yang sudah

    diwariskan secara turun temurun ini tetap mampu bertahan, meskipun

    masyarakat sudah diterpa oleh berbagai kemajuan dan perkembangan

    zaman. Artinya, perubahan zaman dan era globalisasi tidak sampai

    merusak tradisi yang ada, meskipun terdapat berbagai perubahan.

    7Haryati Subadio, “Kepribadian Budaya Bangsa,“ dalam Ayat Rohadi (ed.),

    Kepribadian Budaya Bangsa [Local Genius] (Jakarta: Pustaka Jaya,1986), h. 18-19.

  • 37

    Kebhinnekaan masyarakat secara otomatis memiliki bhinneka dalam

    budaya. Setiap masyarakat daerah memiliki kebudayaan tersendiri yang

    sesuai dengan nilai pandang masyarakat yang mencerminkan pandangan hidup

    masyarakat tersebut. Kebudayaan suatu daerah seringkali menjelma dalam

    bentuk nilai-nilai dan norma-norma yang menjadi budaya lokal.

    Kearifan lokal (local genius) yang dapat diartikan secara

    keseluruhan meliputi dan mungkin malahan dapat dianggap sama dengan

    apa yang dewasa ini terkenal dengan cultural identity dan yang diartikan

    sebagai identitas atau kepribadian budaya suatu bangsa, yang

    mengakibatkan, bahwa bangsa bersangkutan menjadi lebih mampu

    menyerap dan mengolah pengaruh kebudayaan yang mendatanginya dari

    luar wilayah sendiri, sesuai dengan watak dan kebutuhan pribadinya.

    Sebagai sesuatu yang diturunkan dari masa lampau, tradisi tidak

    hanya berkaitan dengan landasan legitimasi, tetapi juga dengan sistem

    otoritas atau kewenangan. Sebagai suatu konsep sejarah, tradisi dapat

    dipahami sebagai suatu paradigma kultural untuk melihat dan memberi

    makna terhadap kenyataan. Karena proses pembentukan tradisi

    sesungguhnya merupakan suatu proses seleksi, maka tradisi dapat pula

    dilihat sebagai seperangkat nilai dan sistem pengetahuan yang menentukan

    sifat dan corak komunitas kognitif. Tradisilah yang memberikan kesadaran

    identitas serta rasa keterkaitan dengan sesuatu yang dianggap lebih awal.8

    Kearifan lokal merupakan pengetahuan yang eksplisit yang muncul

    dari periode panjang yang berevolusi bersama-sama masyarakat dan

    8 Taufik Abdullah & Sharon Siddique (eds.), Tradisi dan Kebangkitan Islam di Asia

    Tenggara, (Jakarta: LP3ES, 1988), h. 61.

  • 38

    lingkungannya dalam sistem lokal yang sudah dialami bersama-sama.9

    Proses evolusi yang begitu panjang dan melekat dalam masyarakat dapat

    menjadikan kearifan lokal sebagai sumber energi potensial dari sistem

    pengetahuan kolektif masyarakat untuk hidup bersama secara dinamis dan

    damai. Pengertian ini melihat kearifan lokal tidak sekadar sebagai acuan

    tingkah-laku seseorang, tetapi lebih jauh, yaitu mampu mendinamisasi

    kehidupan masyarakat yang penuh keadaban. Secara substansial, kearifan

    lokal itu adalah nilai-nilai yang berlaku dalam suatu masyarakat. Nilai-

    nilai yang diyakini kebenarannya dan menjadi acuan dalam bertingkah-

    laku sehari-hari masyarakat setempat. Oleh karena itu, sangat beralasan

    jika Geertz10

    mengatakan bahwa kearifan lokal merupakan entitas yang

    sangat menentukan harkat dan martabat manusia dalam komunitasnya. Hal

    itu berarti kearifan lokal yang di dalamnya berisi unsur kecerdasan

    kreativitas dan pengetahuan lokal dari para elit dan masyarakatnya adalah

    yang menentukan dalam pembangunan peradaban masyarakatnya.

    Lebih lanjut, Geertz menyebutkan bahwa agama sebagai sistem

    kebudayaan merupakan pola bagi tingkah laku yang terdiri dari serangkaian

    aturan, rencana, dan petunjuk yang digunakan manusia dalam mengatur setiap

    tindakannya.

    Demikian juga kebudayaan dapat dimengerti sebagai pengorganisasian

    pemahaman yang tersimpul dalam simbol-simbol yang berhubungan dengan

    ekspresi tingkah laku manusia. Karena itu, agama tidak hanya bisa dimengerti

    9 E. Tiezzi, N. Marchettini, & M. Rossini, "Extending the Environmental Wisdom beyond

    the Local Scenario: Ecodynamic Analysis and the Learning Community".

    http://library.witpress.com/pages/paperinfo.asp. diunduh tanggal 18 November 2019. 10

    Clifford Geertz, Local Knowledge; Further Essays in Interpretive Anthropology (New

    York: Basic Book, Inc., Publisher, 1983).

  • 39

    sebagai seperangkat nilai di luar manusia, tetapi juga merupakan sistem

    pengetahuan dan sistem simbol yang dapat melahirkan pemaknaan.11

    Sebagai sistem pengetahuan, agama merupakan sistem keyakinan yang

    memuat nilai-nilai ajaran moral dan petunjuk kehidupan yang harus ditelaah,

    dipahami, dan kemudian dipraktekkan oleh manusia dalam kehidupannya.

    Nilai-nilai agama dapat membentuk dan mengkonstrukkan perilaku manusia

    dalam kesehariannya. Sementara itu, agama sebagai sistem simbol dapat

    dipahami bahwa dalam agama terdapat simbol-simbol yang berguna untuk

    mengaktualisasikan ajaran agama yang dipeluknya, baik simbol-simbol

    dimaksud berupa perbuatan, kata-kata, benda, sastra dan sebagainya.12

    B. Tradisi Ziarah Salembur Sebagai Suatu Bentuk Solidaritas Sosial

    1. Bentuk Solidaritas pada Ziarah Salembur

    Konsep solidaritas sosial menurut E. Durkheim sebenarnya merupakan

    sebuah proses sosial yang tercipta karena persamaan nilai, persamaan

    tantangan dan kesempatan yang setara didasari oleh harapan dan

    kepercayaan. Pengertian atau definisi ini memnag didasari oleh

    kemampuan individu atau kelompok untuk bekerjasama dalam suatu

    entitas yang akan menghasilkan solidaritas sosial.

    Solidaritas menekankan pada keadaan hubungan antar individu dan

    kelompok dan mendasari keterikatan bersama dalam kehidupan dengan

    didukung nilai-nilai moral dan kepercayaan yang hidup dalam masyarakat

    tersebut. Wujud nyata dari hubungan bersama mereka itu akan melahirkan

    pengalaman emosional, sehingga memperkuat hubungan antar mereka.

    11

    Nur Syam, Mazhab-mazhab Antropologi, (Yogyakarta: LKiS, 2007), h. 13. 12

    Paisun, “Dinamika Islam Kultural: Dialektika Islam dan Budaya Madura”, h. 161.

  • 40

    Salah satu sumber solidaritas adalah gotong royong, istilah gotong royong

    mengacu pada kegiatan saling menolong atau saling membantu dalam

    masyarakat.

    Tradisi kerjasama tersebut tercermin dalam berbagai kegiatan

    masyarakat seperti membangun rumah, memperbaiki sarana umum,

    mengadakan perhelatan atau hajatan desa, dalam bencana alam, kematian

    dan lainnya. Koentjaraningrat membagi gotong royong menjadi 4 macam

    terdiri dari gotong royong dalam produksi pertanian, gotong royong formal

    antar tetangga, gotong royong dalam perayaan pesta, gotong royong dalam

    bencana dan kematian. 13

    Pada pembahasan kali ini adalah dispesifikasikan pada makna

    solidaritas sosial masyarakat Desa Cipatat Kolot dalam bentuk Ziarah

    Salembur yang selalu dilakukan setiap tahun untuk mengenang nenek

    moyang di desa tersebut. Berikut bentuk-bentuk solidaritas sosial dalam

    tradisi Ziarah Salembur di Desa Cipatat:

    a) Musyawarah

    Sebelum acara ziarah salembur di laksanakan ketua adat yakni abah

    acim akan mengumpulkan beberapa orang untuk membicarakan

    persiapan upacara ziarah ke makam nenek moyang, menentukan di

    laksanakannya ziarah tersebut. Setelah berkumpulkan dan sudah

    menentukan tanggal, barulah ketua adat memberikan informasi kepada

    masyarakat Cipatat Kolot tentang pelaksanaan upacara ziarah.14

    13

    Luluk Dwi Kumalasari, “MAKNA SOLIDARITAS SOSIAL DALAM TRADISI

    „SEDEKAH DESA‟ (Studi pada Masyarakat Desa Ngogri Megaluh Jombang)”, Senaspro2 UMM,

    2017, h. 115 14

    Hasil Wawancara dengan Ketua Adat Abah Acim, Bogor, 29 Maret 2019.

  • 41

    b) Terlibat dalam perayaan Tradisi Ziarah Salembur

    Masyarakat Cipatat Kolot dalam perayaan Tradisi Ziarah Salembur ini

    sangatlah wajib untuk mengikuti ziarah tersebut. Ketua adat (Abah

    Acim) mewajibkan masyarakatnya untuk ziarah karena menurutnya

    dalam tradisi ini masyarakat patut memberikan penyembahan kepada

    nenek moyangnya agar kampung Cipatat Kolot di jauhkan dari

    malapetaka.

    c) Gotong royong membuat makanan

    Masyarakat Cipatat Kolot antusias dalam pelaksanaan Ziarah

    Salembur, dalam semua kegiatan yang merupakan rangkain acara

    Ziarah Salembur, ketua adat mewajibkan kepada masyarakat Cipatat

    Kolot untuk senantiasa membawa makanan dari rumahnya masing-

    masing, ada yang bawa rokok, nasi kuning, nasi putih, segala macam

    yang bisa di makan. Makaan ini nantikan akan dimakan bersama-sama

    di makam nenek moyang setelah prosesi upacara ziarah sudah

    selesai.15

    d) Doa bersama

    Dalam prosesi Ziarah Salembur ini yang di pimpin oleh abah acim

    selaku ketua adat, doa merupakan hal yang begitu khusyu kepada

    nenek moyang. Pengharapan kepada nenek moyang mereka dalam

    kehidupan sehari-hari agar diberikan keselamatan. Kemudian bahasa

    15

    Hasil wawancara pribadi dengan Ustadz Rosyid, 07 Oktober 2019.

  • 42

    sunda merupakan bahasa dalam doa bersama ini yang di panjatkan

    kepada para leluhur mereka.16

    2. Makna Solidaritas dalam Tradisi Ziarah Salembur

    Menurut Blumer ketika berbicara tentang makna maka ada konsep

    yang harus dipahami bahwa tidak ada yang inheren dalam suatu obyek

    sehingga ia menyediakan makna bagi manusia. Makna tersebut berasal

    dari interaksi dengan orang lain, bahwa makna dari sesuatu berasal dari

    cara-cara orang bertindak terhadapnya dalam kaitannya dengan sesuatu itu.

    Tindakan-tindakan yang mereka lakukan akan memberikan batasan

    sesuatu bagi orang lain, bahwa aktor memilih, memeriksa, berpikir,

    mengelompokkan dan menstransformir makna dalam hubungannya

    dengan situasi di mana dia ditempatkan dan arah tindakannya.

    Sebenarnya interpretasi seharusnya tidak dianggap hanya sebagai

    penerapan makna-makna yang telah ditetapkan, tetapi sebagai sesuatu

    proses pembentukan dimana makna yang dipakai dan disempurnakan

    sebagai instrumen bagi pengarahan dan pembentukan tindakan.17

    Ketika berbicara tentang makna solidaritas sosial dalam tradisi ziarah

    Salembur maka konsep yang dipahami adalah bagaimana solidaritas yang

    ada pada saat pelaksanaan tradisi ziarah Salembur itu dilakukan dan

    makna ikut turut mengiringi tradisi itu dan melekat dalam tradisi itu.

    Pertanyaan yang bisa muncul adalah mengapa orang masih melakukan

    suatu tradisi dari dulu hingga saat ini, apa sebenarnya hal-hal yang

    menyebabkan atau hal-hal yang menjadi alasan, dan itu ada dalam tradisi

    16

    Hasil Wawancara Dengan Ketua Adat Abah Acim, Bogor, 29 Maret 2019. 17

    Luluk Dwi Kumalasari, “MAKNA SOLIDARITAS SOSIAL DALAM TRADISI

    „SEDEKAH DESA‟, h. 1120.

  • 43

    itu. Saat ini orang-orang di kampung Cipatat Kolot tetap menjalankan

    tradisi ziarah tiap tahunnya harus diadakan, karena dengan dilaksanakan

    ziarah salembur ini mengingatkan kepada para leluhur dan nenek moyang

    yang sudah tiada dan masyarakat bisa bertemu dan muncul rasa

    kebersamaa dalam tradisi ziarah salembur. Makna-makna yang muncul

    atau ada dalam tradisi sedekah desa antara lain dijelaskan melalui

    penjabaran berikut ini.

    a) Kebersamaan

    Ziarah salembur ini di laksanakan setiap tahun sekali oleh masyarakat

    Cipatat Kolot. Dalam pelaksanaanya semua terlibat pada saat

    berkumpul dirumah adat, terlebih pada saat berbondong-bondong

    kemakam nenek moyang m