FEELA ZAKI SAFITRI-FKIK.pdf

155
i TINGKAT EFEK KESEHATAN LINGKUNGAN KANDUNGAN LOGAM BERAT KADMIUM (Cd) PADA KERANG HIJAU (Perna viridis) YANG DIKONSUMSI MASYARAKAT KALIADEM MUARA ANGKE JAKARTA UTARA TAHUN 2015 SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat (SKM) OLEH: FEELA ZAKI SAFITRI 1111101000142 PEMINATAN KESEHATAN LINGKUNGAN PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2015

Transcript of FEELA ZAKI SAFITRI-FKIK.pdf

Page 1: FEELA ZAKI SAFITRI-FKIK.pdf

i

TINGKAT EFEK KESEHATAN LINGKUNGAN KANDUNGAN LOGAM

BERAT KADMIUM (Cd) PADA KERANG HIJAU (Perna viridis) YANG

DIKONSUMSI MASYARAKAT KALIADEM MUARA ANGKE

JAKARTA UTARA TAHUN 2015

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar

Sarjana Kesehatan Masyarakat (SKM)

OLEH:

FEELA ZAKI SAFITRI

1111101000142

PEMINATAN KESEHATAN LINGKUNGAN

PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

2015

Page 2: FEELA ZAKI SAFITRI-FKIK.pdf

ii

Page 3: FEELA ZAKI SAFITRI-FKIK.pdf

iii

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT

PEMINATAN KESEHATAN LINGKUNGAN

Skripsi, Agustus 2015

Nama : Feela Zaki Safitri, NIM : 1111101000142

Tingkat Efek Kesehatan Lingkungan Kandungan Logam Berat Kadmium (Cd)

dalam Kerang Hijau (Perna viridis) yang Dikonsumsi Masyarakat Kaliadem

Muara Angke Jakarta Utara Tahun 2015

ABSTRAK

Latar Belakang: Kerang hijau merupakan salah satu jenis hewan yang merupakan flitter

feeder atau bertingkah laku sebagai vacum cleaner dan merupakan salah satu jenis kerang

terbaik untuk menguji biopllution limbah B3 pada periaran. Salah satu logam berat yang

berbahaya dan menimbulkan dampak yang buruk bagi kesehatan adalah kadmium(Cd).

Pajanan Cd dengan konsentrasi yang rendah dalam jangka waktu yang lama dapat

menyebabkan efek permanen pada sistem ginjal dan hati.

Tujuan: Untuk mengetahui tingkat efek kesehatan lingkungan kandungan Cd pada kerang

hijau (Perna viridis) yang dikonsumsi masyarakat Kaliadem Muara Angke Jakarta Utara dari

hasil budidaya yang dilakukan di perairan Teluk Jakarta.

Metode: Penelitian ini menggabungkan studi Epodemiologi Kesehatan Lingkungan (EKL)

dan studi Analisis Risiko Kesehatan Lingkungan (ARKL). Desain studi yang digunakan

adalah cross sectional. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh masyarakat yang tinggal

di Kaliadem Muara Angke Jakarta Utara. Responden diambil secara acak dengan

menggunakan teknik simple random sampling, jumlah sampel sebanyak 191 KK. Dari 191

KK diperoleh 230 anggota keluarga yang menjadi responden. Spesimen diambil di pusat

budidaya kerang hijau Kaliadem yang terdiri dari 11 titik pengambilan spesimen kerang hijau

dengan pengambilan pada sore hari. Kadar Cd dalam kerang hijau diukur dengan Atomic

Absorption Spectrometry (AAS). Laju asupan, durasi pajanan, dan frekuensi pajanan diukur

secara kuantitatif melalui wawancara menggunakan kuesioner, sedangkan berat badan diukur

dengan menggunakan timbangan untuk menghitung intake Cd dan tingkat risiko kesehatan

(RQ). Metode Chi Square digunakan untuk analisis hubungan tingkat risiko dengan berat

badan, laju asupan, durasi pajanan, frekuensi pajanan, dan intake.

Hasil: Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa konsentrasi Cd pada kerang hijau yang

dibudidayakan di perairan Teluk Jakarta berkisar 0,052-0,094 mg/L. Variabel yang memiliki

nilai hubungan signifikan dengan tingkat risiko responden adalah variabel laju asupan,

frekuensi pajanan, durasi pajanan, dan intake (p<0,05).

Kesimpulan: Konsentrasi rata-rata Cd pada kerang hijau di budidaya perairan Teluk Jakarta

masih memenuhi standar konsentrasi Cd maksimum. Tetapi berdasarkan perhitungan analisis

risiko berdasarkan realtime, diperoleh bahwa dengan konsentrasi tersebut sebanyak 60,9%

responden yang mengkonsumsi kerang hijau mempunyai risiko yang tinggi untuk terpapar Cd

(RQ >1), yang mengindikasikan bahwa masyarakat Kaliadem mempunyai risiko yang tinggi

terpapar Cd sehingga perlu dikendalikan.

Kata Kunci : Kadmium, Kerang Hijau, Analisis Risiko

Daftar Bacaan : 92 (1972-2014)

Page 4: FEELA ZAKI SAFITRI-FKIK.pdf

iv

FACULTY OF MEDICINE AND HEALTH SCIENCES

PUBLIC HEALTH MAJOR

DEPARTEMENT ENVIRONMENTAL HEALTH

Undergraduate Thesis, August 2015

Name : Feela Zaki Safitri, NIM : 1111101000142

Level of Environmental Health Effects Content of Heavy Metal Cadmium (Cd)

in Green Mussels (Perna viridis), which Consumed by Kaliadem Muara Angke

People, North Jakarta 2015

ABSTRACT

Background: Green mussel is one kind of animal which is filter feeder or act as a vacuum

cleaner and it is one of the best calm to test biopollution of hazardous and toxic substances

(B3) in the waters. One of the heavy metals that are harmful and cause bad effects on health

is cadmium (Cd). Cd exposure with low concentration within old ones can cause permanent

effects in organ meats (e.g., liver and kidney).

Objective: To determine the risk level of the content of Cd in the green mussel (Perna

viridis) which is consumed by people in Kaliadem Muara Angke, North Jakarta conducted

farm in the waters of Jakarta Bay.

Methods: This research combines the study of Environmental Health Epidemiology (EHE)

and Environmental Health Risk Analysis study (EHRA). Design study used was a cross

sectional study. The populations in this study were all the people who live in Kaliadem

Muara Angke, North Jakarta. Respondents were drawn at random by using a simple random

sampling technique, the total sample of 191 households. Respondents were 230 family

members from 191 households. Specimens were taken at the center of the green mussel

cultivation Kaliadem consisting of 11 green mussel specimen, collection point of taking in

the afternoon. Cd levels in mussels were measured by Atomic Absorption Spectrometry

(AAS). The rate of intake, exposure duration, and frequency of exposure were measured

quantitatively through interviews using a questionnaire, while weight was measured using

scales to calculate the intake of Cd and the level of health risk (RQ). Chi Square methods

used to analyze the correlation between risk-weight, intake rate, duration of exposure,

frequency of exposure, and intake.

Results: The results showed that the concentration of Cd in green mussels, waters of Jakarta

Bay ranged from 0.052 to 0.094 mg / L. Variables that have a significant relationship with the

value of the risk level of the respondents was a variable rate of intake, frequency of exposure,

duration of exposure, and intake (p <0.05).

Conclusion: The average concentration of Cd in green mussels in cultivation of Jakarta Bay

waters still met the standard of a maximum concentration of Cd. But based on the calculation

of risk analysis of realtime, found that with the concentration of as much as 60.9% of

respondents who consumed mussels had a high risk for Cd exposure (RQ> 1), which

indicated that the people in Kaliadem had a high risk of Cd exposure that need to be

controlled.

Keywords: Cadmium, Mussels (Perna viridis), Risk Assessment

Reference: 92 (1972-2014)

Page 5: FEELA ZAKI SAFITRI-FKIK.pdf

v

Page 6: FEELA ZAKI SAFITRI-FKIK.pdf

vi

Page 7: FEELA ZAKI SAFITRI-FKIK.pdf

vii

LEMBAR PERSEMBAHAN

Sembah sujud serta sykur kepada Allah SWT. Taburan cinta dan kasih

sayangMu telah memberikanku kekuatan, membekaliku dengan ilmu serta

memperkenalkanku dengan cinta. Atas karunia, ridho serta kemudahan yang Engkau

berikan akhirnya skripsi ini dapat terselesaikan. Sholawat dan salam selalu

terlimpahkan keharibaan Rasulullah Muhammad SAW.

Kupersembahkan karya ini kepada kedua orangtua, Abah dan Ibu tercinta

Sebagai tanda bakti, hormat, rasa sayang dan rasa terimakasih yang tiada

terhingga kupersembahkan karya sederhana ini kepada Abah dan Ibu yang telah

memberikan kasih sayang, segala dukungan, dan cinta kasih yang tiada terhingga

yang tiada mungkin dapat kubalas hanya dengan selembar kertas yang bertuliskan

kata cinta dan persembahan. Semoga ini menjadi langkah awal untuk membuat Abah

dan Ibu bangga dan bahagia. Terimakasih tak terhingga untuk Abah dan Ibu yang

selalu memberikanku motivasi dan menyiraminya dengan kasih sayang, yang tiada

hentinya mendoakanku disetiap proses, dan yang selalu menasehatiku dan menjadi

jembatan perjalanan hidupku untuk menjadi lebih baik.

Page 8: FEELA ZAKI SAFITRI-FKIK.pdf

viii

DAFTAR RIWAYAT HIDUP /Curriculum Vitae

Data Pribadi / Personal Details

Nama / Name : Feela Zaki Safitri

Alamat Asal/ Address : Perum. Griya Pandana Merdeka Blok N 11

RT 01 RW 03 Kel. Bringin Kec. Ngaliyan

Semarang, Jawa Tengah

Nomor Telepon / Phone : 085742764360

E-mail : [email protected]

Jenis Kelamin / Gender :Perempuan

Tanggal Kelahiran /Date of Birth : Semarang, 10 April 1992

Warga Negara / Nationality :Indonesia

Agama / Religion :Islam

Status / Status : Belum Menikah

Riwayat Pendidikan / Educational Qualification

No Sekolah / Institusi / Universitas Periode Alamat

Formal

1. SDN Ngaliyan 05 1998-2004 Semarang, Jawa Tengah

2. Madrasah Tsanawiyah (MTs)

Raudlatul Ulum

2005-2008 Pati, Jawa Tengah

3. Madrasah Aliyah (MA) Raudlatul

Ulum

2008-2011 Pati, Jawa Tengah

4. UIN Syarif Hidayatullah-Jakarta 2011-2015 Ciputat, Tangerang

Selatan, Banten

Informal

1. Pondok Pesantren Raudlatul Ulum 2004-2011 Pati, Jawa Tengah

2. Pondok Pesantren Al-Ma’rufiyah 2013-2014 Semarang, Jawa Tengah

Page 9: FEELA ZAKI SAFITRI-FKIK.pdf

ix

KATA PENGANTAR

Puji syukur senantiasa penulis panjatkan kepada Allah yang Maha Kuasa atas

berkah dan rahmat-Nya sehingga skripsi ini dapat penulis selesaikan sebagai salah

satu syarat menyelesaikan pendidikan strata satu pada progam studi Kesehatan

Masyarakat, Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri

(UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta. Penyususnan karya ini tidak lepas dari dukungan

dan bantuan dari banyak pihak, oleh karena itu penulis menyampaikan ucapan terima

kasih yang tak terhingga kepada:

1. Dr. H. Arif Sumantri, SKM, M.Kes selaku Dekan Fakulats dan Kedokteran

Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Fajar Ariyanti M.Kes, Ph.D selaku Kepala Progam Studi Kesehatan Masyarakat

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Dewi Utami Iriani, M.Kes, PhD selaku dosen Pembimbing I dan Hoirun Nisa,

M.Kes, PhD selaku dosen Pembimbing II yang telah banyak memberikan

arahan, nasehat, dan motivasi selama penyusunan skripsi.

4. Dr. Ela Laelasari, SKM, M.Kes dan Nasrudin, SKM sebagai penguji dan dosen

matakuliah ARKL. Terimakasih atas bimbingan dan saran yang telah diberikan.

5. Kedua orangtua yang tak henti-hentinya memberikan doa, dukungan, cinta,

motivasi, dan segalanya yang tak mungkin terbalaskan oleh penulis.

6. Kepala UPT PKPP dan PPI, Kepala Dinas Kesehatan Jakarta Utara, dan Kepala

Puskesmas Muara Angke yang telah memberikan izin untuk melakukan

penelitian di salah satu wilayah kerja.

7. Kak Anis Risenti sebagai laboran Laboratorium Kesehatan Lingkungan yang

telah membantu dalam proses analisis laboratorium selama penelitian ini

berlangsung.

8. Kementrian Agama sebagai penyelenggara Progam Beasiswa Santri Berprestasi

(PBSB) yang telah memberikan kesempatan belajar di UIN Syarif Hidayatullah

Jakarta.

Page 10: FEELA ZAKI SAFITRI-FKIK.pdf

x

9. Keluarga besar Pondok Pesantren Raudlatul Ulum Pati Jawa Tengah atas

dukungan dan doa yang diberikan

10. Almen, Alifia, Chandra, Rois, Hanik, Fiqoh, Tanza, Ilham, Lailatul, dan IIs

yang telah membantu dalam pengumpulan data, analisis data, telah meluangkan

waktu untuk berdiskusi.

11. Teman seperjuangan Kesehatan Lingkungan 2011, saudara seperjuangan CSS

MoRA UIN Jakarta 2011, dan sahabat alumni pesantren Raudlatul Ulum Pati

yang selalu memberikan semangat, motivasi, dan doa.

Harapan penulis semoga karya ini bermanfaat bagi dunia kesehatan dan

pembaca pada umunya, sehingga dapat berpesan serta dalam pengembangan ilmu dan

pengetahuan.

Ciputat, 18 Agustus 2015

Penulis

Page 11: FEELA ZAKI SAFITRI-FKIK.pdf

xi

DAFTAR ISI

LEMBAR PERNYATAAN ....................................................................................................... i

ABSTRAK ............................................................................................................................... iii

PERNYATAAN PERSETUJUAN ........................................................................................... v

KATA PENGANTAR ........................................................................................................... viii

DAFTAR ISI ............................................................................................................................ xi

DAFTAR BAGAN ................................................................................................................ xiv

DAFTAR TABEL ................................................................................................................... xv

DAFTAR GAMBAR ............................................................................................................. xvi

BAB I ........................................................................................................................................ 1

PENDAHULUAN .................................................................................................................... 1

A. Latar Belakang .............................................................................................................. 1

B. Rumusan Masalah ......................................................................................................... 7

C. Pertanyaan Penelitian .................................................................................................... 8

D. Tujuan Penelitian .......................................................................................................... 8

1. Tujuan Umum ............................................................................................................ 8

2. Tujuan Khusus ........................................................................................................... 9

E. Manfaat Penelitian ..................................................................................................... 10

F. Ruang Lingkup ............................................................................................................ 11

BAB II ..................................................................................................................................... 13

TINJAUAN PUSTAKA ......................................................................................................... 13

A. Kerang Hijau (Perna viridis) ...................................................................................... 13

B. Kadmium..................................................................................................................... 15

1. Sifat dan Karakteristik Kadmium ............................................................................ 15

2. Pencemaran Kadmium ............................................................................................. 16

3. Sumber Pencemaran Kadmium ............................................................................... 19

4. Baku Mutu atau Guideline Konsentrasi Kadmium .................................................. 21

5. Toksikologi Kadmium ............................................................................................. 21

6. Toksikokinetik Kadmium ........................................................................................ 28

7. Toksikodinamik Kadmium ...................................................................................... 29

8. Biomagnifikasi Kadmium ....................................................................................... 29

Page 12: FEELA ZAKI SAFITRI-FKIK.pdf

xii

9. Bioakumulasi Kadmium .......................................................................................... 30

C. Analisis Risiko Kesehatan Lingkungan ...................................................................... 31

D. Kerangka Teori ........................................................................................................... 36

BAB III ................................................................................................................................... 39

KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL .................................................. 39

A. Kerangka Konsep ........................................................................................................ 39

B. Definisi Operasional ................................................................................................... 41

C. Uji Hipotesis .................................................................................................................. 45

BAB IV ................................................................................................................................... 46

METODE PENELITIAN ........................................................................................................ 46

A. Desain Penelitian ........................................................................................................ 46

C. Populasi dan Responden Penelitian ............................................................................ 47

D. Teknik Pengumpulan Data .......................................................................................... 51

E. Alur Kerja Penelitian .................................................................................................. 52

F. Pemeriksaan Laboratorium ......................................................................................... 53

G. Metode Analisa Kadmium (Cd) dalam Kerang Hijau ................................................. 54

H. Pengolahan dan Analisis Data..................................................................................... 57

BAB V .................................................................................................................................... 62

HASIL PENELITIAN ............................................................................................................ 62

A. Gambaran Umum Wilayah Penelitian ........................................................................ 62

1. Kondisi Perairan Teluk Jakarta................................................................................ 62

2. Kaliadem Muara Angke Jakarta Utara .................................................................... 63

B. Karakteristik Responden ............................................................................................. 65

C. Konsentrasi Kadmium (Cd) pada Kerang Hijau yang Dikonsumsi Masyarakat

Kaliadem Muara Angke ............................................................................................. 67

D. Analisis Risiko ............................................................................................................ 68

1. Analisis Paparan (Exposure Assessment)-Intake Kadmium Masyarakat Kaliadem

Muara Angke Jakarta Utara ..................................................................................... 68

2. Karakteristik Risiko (Risk Characterization) - Tingkat Risiko (RQ) ...................... 71

E. Hubungan Konsentrasi Kadmium, Laju Asupan, Frekuensi Pajanan, Durasi Pajanan,

Berat Badan, dan Intake dengan Tingkat Risiko Masyarakat Kaliadem Muara Angke

Jakarta Utara .............................................................................................................. 72

BAB VI ................................................................................................................................... 75

Page 13: FEELA ZAKI SAFITRI-FKIK.pdf

xiii

PEMBAHASAN ..................................................................................................................... 75

A. Keterbatasan Penelitian ............................................................................................... 75

B. Karakteristik Responden ............................................................................................. 76

C. Konsentrasi Kadmium (Cd) Pada Kerang Hijau yang Dikonsumsi Masyarakat

Kaliadem Muara Angke Tahun 2015 ......................................................................... 85

D. Analisis Risiko ............................................................................................................ 88

1. Analisis Pajanan (Esposure Assessment) – Intake Kadmium Masyarakat Kaliadem

Muara Angke Jakarta Utara ..................................................................................... 88

2. Karakteristik risiko (Risk Characterization) – Tingkat Risiko (RQ) ...................... 99

E. Hubungan Konsentrasi Kadmium, Laju Asupan, Frekuensi Pajanan, Durasi Pajanan,

Berat Badan, dan Intake dengan Tingkat Risiko Masyarakat Kaliadem Muara Angke

Jakarta Utara Tahun 2015 ........................................................................................ 103

BAB VII ................................................................................................................................ 117

SIMPULAN DAN SARAN .................................................................................................. 117

A. SIMPULAN .............................................................................................................. 117

B. SARAN ..................................................................................................................... 119

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................................... 123

LAMPIRAN .......................................................................................................................... 131

Page 14: FEELA ZAKI SAFITRI-FKIK.pdf

xiv

DAFTAR BAGAN

Bagan 2.1 Fase Toksikokinetik...................................................................................28

Bagan 2.2 Kerangka Teori..........................................................................................37

Bagan 3.1 Kerangka Konsep.......................................................................................40

Bagan 4.1 Teknik Pengambilan Sampel......................................................................46

Bagan 4.2 Alur Kerja Penelitian..................................................................................50

Page 15: FEELA ZAKI SAFITRI-FKIK.pdf

xv

DAFTAR TABEL

Tabel 3.1 Definisi Operasional....................................................................................44

Tabel 4.1 Peralatan Analisis yang Digunakan.............................................................53

Tabel 4.2 Bahan Analisis yang Digunakan..................................................................53

Tabel 5.1 Distribusi Menurut Usia, Jenis Kelamin, Status Pernikahan, Cara Memasak

Kerang Hijau, dan Pekerjaan Responden Di Kaliadem Muara Angke Jakarta Utara

Tahun 2015..................................................................................................................66

Tabel 5.2 Hasil Pengukuran Konsentrasi Cd dalam Kerang Hijau Tiap Sampel

Budidaya Kerang Hijau Tahun 2015...........................................................................67

Tabel 5.3 Distribusi Konsentrasi Cd pada Kerang Hijau Hasil Budidaya di Perairan

Teluk Jakarta Tahun 2015...........................................................................................68

Tabel 5.4 Distribusi Intake Cd Masyarakat Kaliadem Muara Angke Jakarta Utara

Tahun 2015.................................................................................................................69

Tabel 5.5 Tingkat Risiko Logam Cd dalam Kerang Hijau yang Dikonsumsi

Masyarakat Kaliadem Muara Angke Jakarta Utara Tahun

2015.............................................................................................................................72

Tabel 5.6 Hubungan Konsentrasi Cd, Laju Asupan, Frekuensi Pajanan, Durasi

Pajanan, Berat Badan, dan Intake dengan Tingkat Risiko Masyarakat Kaliadem

Muara Angke Jakarta Utara Tahun 2015.....................................................................73

Page 16: FEELA ZAKI SAFITRI-FKIK.pdf

xvi

DAFTAR GAMBAR

Gambar 5.1 Lokasi Penelitian Kaliadem Muara Angke Jakarta Utara .......................65

Page 17: FEELA ZAKI SAFITRI-FKIK.pdf

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kegiatan sektor perindustrian yang ada di wilayah Jabodetabek yang

mempunyai instalasi pengelolaan limbah hanya kurang dari 5%, dan dari 5%

tersebut tidak semua IPAL berfungsi dengan baik dan digunakan dengan

semestinya (Riani, 2012). Teluk Jakarta merupakan muara dari tiga belas

sungai yang mengalir di wilayah DKI Jakarta dan digunakan sebagai media

untuk membuang limbah berbagai industri yang berada di wilayah sekitarnya

yakni tiga sungai besar (Sungai Citarum, Sungai Bekasi dan Sungai Ciliwung)

dan sepuluh sungai kecil (Sungai Kamal, Sungai Kanal Cengkareng, Sungai

Angke, Sungai Karang, Sungai Ancol, Sungai Sunter, Sungai Cakung, Sungai

Blencong, Sungai Grogol dan Sungai Pesanggrahan), dengan total rata-rata

aliran limpahan dari ke tiga belas sungai tersebut adalah 112,7 m³det־' (BLH

DKI Jakarta, 2013).

Berdasarkan Laporan Kantor Pengkajian Perkotaan dan Lingkungan

Hidup (KPPL), DKI Jakarta tahun 2013 diperkirakan limbah yang masuk ke

perairan Teluk Jakarta melalui aliran sungai adalah limbah dari kegiatan

industri produksi sekitar 97,82% yakni 1.632.896,47 m³/tahun, limbah

domestik 2,17% yakni 36.229,90 m³/tahun, dan limbah industri pertanian

0,01% yakni 232,25 m³/tahun (BLH DKI Jakarta, 2013). Limbah tersebut

berasal dari beberapa industri di wilayah Jakarta dan sekitarnya yang

Page 18: FEELA ZAKI SAFITRI-FKIK.pdf

2

menggunakan logam Cd sebagai bahan pokok maupun sampingan dalam

produksi. Industri tersebut seperti industri pengemasan makanan kaleng,

industri yang menggunakan zat pewarna (tekstil, percetakan, produksi kertas),

industri logam (komputer, mesin, peralatan listrik, baterai), dan industri

manufaktur (BLH DKI Jakarta, 2013).

Pada tahun 2013 perairan Teluk Jakarta telah mengalami peningkatan

konsentrasi logam berat Cd sebesar 82,6% (BLH DKI Jakarta, 2013). Hal

tesebut sesuai dengan penelitian Sarjono (2009) yang menyatakan bahwa rata-

rata konsentrasi logam berat kadmium di perairan Teluk Jakarta sebesar

0,004-0,010 mg/L. Hal tersebut menunjukkan nilai yang telah melampaui

baku mutu yang dikeluarkan oleh Kementerian Negara Lingkungan Hidup No

51 tahun 2004 yaitu sebesar 0,001 mg/L.

Peningkatan konsentrasi logam berat pada perairan Teluk Jakarta

merupakan salah satu hal yang mengakibatkan terjadinya akumulasi logam

berat terhadap biota perairan. Hal ini sejalan dengan ditemukannya

peningkatan laju akumulasi logam Cd pada kerang hijau sebesar 0,0051 –

0,0295 μg/minggu di perairan Teluk Jakarta (Ningtyas, 2002). Dibuktikan

dengan hasil analisis terhadap kerang konsumsi yang dijual di pasar ikan

Muara Angke Jakarta Utara kandungan Cd dalam kerang hijau sebesar 1,332

ppm telah melebihi ambang batas yang dipersyaratkan oleh WHO dan FAO

(Nurjanah et al., 1999).

Page 19: FEELA ZAKI SAFITRI-FKIK.pdf

3

Kasus keracunan kadmium yang telah terjadi di Jepang yang dikenal

dengan itai-itai disease telah menjadi permasalahan dunia. Kasus ini terjadi

pada tahun 1960, pencemaran Cd terjadi pada tanah, air dan makanan akibat

aktivitas proses pertambangan pada hilir sungai Jinzu, Honsyu kota Toyama

Jepang. Penyakit itai-itai disebabkan oleh konsumsi beras penduduk yang

tinggal disekitar sungai Jinzu mengandung konsentrasi logam Cd lebih dari

0,4 mg/kg (Wang et al., 2009). Penyakit ini ditandai dengan penuruan fungsi

ginjal dan fungsi sistem reproduksi yang disertai dengan kerusakan hati

(ATSDR, 1999).

Berdasarkan data Riskesdas tahun 2013 prevalensi gangguan fungsi

ginjal yang pernah didiagnosis oleh dokter di DKI Jakarta sebesar 0,1%.

Prevalensi gangguan fungsi ginjal tersebut terjadi pada masyarakat yang

bekerja sebagai nelayan sebesar 0,3% dan prevalensi paling banyak terjadi

pada usia >75 tahun sebesar 0,6% (Riskesdas, 2013). Didukung dengan data

penelitian Masengi et al. (2013) bahwa masyarakat yang hidup di wilayah

pesisir memiliki angka kejadian hipertensi 6,3%, dikarenakan konsumsi

makanan laut yang berlebih. Pada penelitian ini didapatkan hubungan yang

signifikan antara konsumsi makanan laut dengan kejadian hipertensi (p value

=0,001). Berdasarkan data tersebut bahwa salah satu efek dari keracunan

kadmium rata-rata terjadi pada nelayan yang tinggal di daerah pesisir Teluk

Jakarta yang banyak mengkonsumi ikan dari perairan tersebut. Salah satu

pemukiman yang terletak di pesisir Teluk Jakarta adalah Kaliadem.

Page 20: FEELA ZAKI SAFITRI-FKIK.pdf

4

Kaliadem Muara Angke merupakan salah satu daerah yang berada di

tepi Teluk Jakarta. Perkampungan ini dihuni oleh beberapa kelompok nelayan

termasuk nelayan kerang hijau sehingga mayoritas mata pencahariaan

penduduk disana adalah budidaya kerang hijau yang dilakukan di pesisir

wilayah perairan Teluk Jakarta. Kegiatan budidaya kerang hijau tersebut

sudah dimulai sejak tahun 1983 dengan jumlah rakit sebanyak 50 unit.

Produksi dari hasil budidaya kerang hijau tersebut bisa mencapai 15-20 ton

perbagan tancap setiap minggunya (DPPK, 2006). Walaupun kerang hijau

bukan merupakan makanan pokok pada daerah ini, namun lokasi yang dekat

dengan budidaya membuat masyarakat setempat lebih cenderung

mengkonsumsi kerang hijau dibandingkan dengan hasil laut yang lain.

Sebagian besar laki-laki bekerja sebagai nelayan kerang hijau,

sedangkan rata-rata penduduk perempuan dewasa di daerah tersebut memiliki

pekerjaan sampingan sebagai pengupas kerang. Masyarakat di sana

merupakan high fish consumption yaitu masyarakat yang lebih banyak

mengkonsumsi hasil laut dibandingkan dengan masyarakat yang tidak tinggal

dekat perairan Teluk Jakarta (Susiyeti, 2010). Sehingga memungkinkan

bahwa tingkat konsumsi kerang hijau pada masyarakat Kaliadem Muara

Angke Jakarta Utara lebih tinggi dibandingkan dengan masyarakat lain.

Salah satu jenis hewan yang merupakan flitter feeder atau bertingkah

laku sebagai vacum cleaner terhadap limbah B3 adalah hewan yang sesil

(menetap) yakni golongan kekerangan. Golongan kekerangan yang

mampunyai kemampuan yang basar dalam menyerap limbah B3 (terutama

Page 21: FEELA ZAKI SAFITRI-FKIK.pdf

5

logam berat) adalah kerang hijau (Perna viridis). Kerang hijau ukuran kecil

dapat bertingkah sebagai vacum cleaner bagi limbah cair kawasan industri

yang masuk ke dalam perairan (Riani, 2009).

Selain berperan sebagai vacum cleaner dan flitter feeder kerang hijau

juga merupakan salah satu spesies kerang terbaik untuk menguji biopollution

(Molnar et al., 2008) sehingga hal tersebut memungkinkan akumulasi logam

berat yang berbahaya bagi manusia sangat tinggi di dalam kerang hijau.

Penelitian yang telah dilakukan (Alfian, 2005) dengan menguji beberapa hasil

laut dari perairan Pekalongan bahwa kadar Cd dalam udang dogol 0,372 ±

0,177 ppm, kerang hijau 0,451 ± 0,174 ppm dan sotong gurita 0,204 ± 0,035

ppm. Berdasarkan penelitian tersebut meskipun semua hasil laut tidak aman

dikonsumsi dan telah melebihi yang ditetapkan SNI namun kadungan logam

Cd terbesar ditemukan dalam kerang hijau.

Studi pendahuluan telah dilakukan oleh peneliti di Laboratorium

Kesehatan Lingkungan FKIK UIN Jakarta pada tanggal 16 Desember 2014

dengan menganalisis beberapa logam berat yaitu Hg, Cd, dan Pb. Sampel

hasil laut yang dianalisis antara lain kerang hijau, kerang dara, ikan tongkol,

ikan peda, ikan kembung, kerang batik, dan ikan pindang. Sampel hasil laut

yang didapatkan dari Pusat Pelelangan Ikan Muara Angke dan merupakan

hasil tangkapan dari perairan Teluk Jakarta. Hasil analisis awal diketahui

kandungan kadmium paling banyak terdapat pada sampel kerang hijau yaitu

sebesar 1,48 mg/kg. Konsentrasi ini telah melebihi baku mutu yang ditetapkan

pemerintah Indonesia mengenai batas cemaran logam berat pada hasil laut

Page 22: FEELA ZAKI SAFITRI-FKIK.pdf

6

yaitu 1,0 mg/kg (BPOM, 2009);(SNI, 2009). Sedangkan konsentrasi logam Pb

dalam kerang hijau sebesar 2,3 mg/kg juga telah melebihi baku mutu yaitu 1,5

mg/kg (BPOM, 2009);(SNI, 2009). Konsentrasi Cd dalam sedimen lebih

tinggi dibandingkan dengan konsentrasi di perairan. Penelitian yang dilakukan

di Teluk Jakarta pada tahun 2009 menyebutkan bahwa nilai kisaran rata-rata

konsentrasi kadmium di sedimen berkisar antara 0,201-0,625 mg/l. Sedangkan

pada perairan menunjukkan nilai konsentrasi rata-rata sebesar 0,0040-

0,010mg/l (Sarjono, 2009).

Namun menurut efek bahayanya terhadap tubuh logam Cd lebih

berbahaya dari pada logam Pb, karena berapapun jumlah Cd yang masuk ke

dalam tubuh manusia menimbulkan efek yang berbahaya. Sifat Cd yang

mudah terakumulasi dan lebih sulit terdegredasi dalam tubuh dari pada Pb

menimbulkan risiko lebih besar terhadap kesehatan manusia.

Sebelumnya telah banyak dilakukan penelitian mengenai konsentrasi

logam berat dalam biota perairan di Teluk Jakarta, namun hingga saat ini

masih belum ada penelitian yang membahas tentang tingkat konsentarsi

logam logam dalam biota dengan tingkat risiko yang ditimbulkan akibat

mengkonsumsi logam berat yang terakumulasi dalam biota di Teluk Jakarta.

Perhitungan tingkat risiko logam berat dalam kerang hijau jika dikonsumsi

oleh manusia dapat diketahui dengan melakukan pendekatan Analsisi Risiko

Kesehatan Lingkungan (ARKL).

Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka penulis tertarik untuk

melakukan penelitian mengenai analisis risiko kandungan logam berat Cd

Page 23: FEELA ZAKI SAFITRI-FKIK.pdf

7

pada kerang hijau (Perna viridis) di Kaliadem Muara Angke Jakarta Utara.

Penelitian ini penting untuk dilakukan guna mengetahui tingkat risiko (RQ)

kandungan logam berat kadmium (Cd) pada masyarakat Kaliadem Muara

Angke Jakarta ketika mengkonsumsi kerang hijau dalam waktu tertentu.

B. Rumusan Masalah

Kerang hijau merupakan salah satu jenis hewan yang merupakan flitter

feeder atau bertingkah laku sebagai vacum cleaner dan merupakan salah satu

jenis kerang terbaik untuk menguji biopllution limbah B3 pada periaran. Salah

satu logam berat yang berbahaya dan menimbulkan dampak yang buruk bagi

kesehatan adalah kadmium (Cd). Saat ini telah terjadi akumulasi logam berat

Cd dalam perairan Teluk Jakarta sebesar 82,6% sehingga berpengaruh juga

terhadap akumuasi pada kerang hijau. Pajanan Cd dengan konsentrasi yang

rendah dalam jangka waktu yang lama dapat menyebabkan efek permanen

pada sistem ginjal dan hati. Namun, sampai saat ini belum ada penelitian yang

menghitung dan menghubungkan tingkat risiko konsumsi kerang hijau dengan

keracunan Cd sehingga dapat menimbulkan efek kesehatan yang merugikan

pada masyarakat Kaliadem Muara Angke Jakarta Utara. Oleh karena itu, perlu

dilakukan penelitian secara khusus terkait tingkat risiko kandungan Cd pada

kerang hijau yang dikonsumsi masyarakat Kaliadem Muara Angke Jakarta

Utara tahun 2015.

Page 24: FEELA ZAKI SAFITRI-FKIK.pdf

8

C. Pertanyaan Penelitian

1. Bagaimana karakterisitik individu (usia, jenis kelamin, status

pernikahan, pekerjaan, dan cara memasak kerang) pada masyarakat

Kaliadem Muara Angke Jakarta Utara?

2. Berapa besar kandungan Cd dalam kerang hijau yang dikonsumsi

masyarakat Kaliadem Muara Angke Jakarta Utara dan dibudidayakan

di perairan Teluk Jakarta?

3. Berapa besar nilai intake (konsumsi) logam berat Cd pada masyarakat

Kaliadem Muara Angke Jakarta Utara ketika mengkonsumsi kerang

hijau yang didapatkan dari Pusat Pelelangan Ikan Muara Angke

Jakarta dan hasil dari budidaya kerang hijau yang dilakukan di

perairan Teluk Jakarta ?

4. Apakah masyarakat Kaliadem Muara Angke Jakarta Utara berisiko

terhadap terjadinya gangguan kesehatan ketika mengkonsumsi kerang

hijau yang dibudidaya di Teluk Jakarta?

5. Bagaimana hubungan antara karakterisitik indivudu, pola aktivitas dan

intake konsumsi kerang hijau masyarakat Kaliadem Muara Angke

Jakarta Utara dengan tingkat risiko akibat mengkonsumsi kerang

hijau?

D. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Mengetahui tingkat efek kesehatan lingkungan kandungan

logam berat Cd pada kerang hijau (Perna viridis) yang

Page 25: FEELA ZAKI SAFITRI-FKIK.pdf

9

dikonsumsi masyarakat Kaliadem Muara Angke Jakarta Utara

dari hasil budidaya yang dilakukan di perairan Teluk Jakarta.

2. Tujuan Khusus

a. Mengetahui karakteristik individu (usia, jenis kelamin, status

pernikahan, cara memasak kerang, dan pekerjaan) masyarakat

Kaliadem Muara Angke Jakarta Utara.

b. Mengetahui konsentrasi Cd dalam kerang hijau (Perna viridis)

yang dibudidayakan di Teluk Jakarta.

c. Mengetahui intake logam berat Cd pada masyarakat Kali Adem

Muara Angke Jakarta Utara ketika mengkonsumsi kerang hijau

hasil budidaya di Teluk Jakarta.

d. Mengetahui tingkat risiko (RQ) individu kandungan logam berat

Cd pada masyarakat Kali Adem Muara Angke Jakarta Utara ketika

mengkonsumsi kerang hijau hasil budidaya yang dilakukan di

Teluk Jakarta.

e. Mengetahui hubungan konsentrasi Cd dalam kerang hijau, laju

asupan, frekuensi pajanan, durasi pajanan, berat badan dan intake

dengan tingkat risiko masyarakat Kaliadem Muara Angke Jakarta

Utara.

Page 26: FEELA ZAKI SAFITRI-FKIK.pdf

10

E. Manfaat Penelitian

Penelitian yang ini akan memberikan manfaat kepada berbagai pihak dan

instasi, manfaat tersebut adalah:

1. Bagi Peneliti

Penelitian ini bermanfaat untuk menigkatkan pengetahuan dan

kesempatan untuk aplikasi teori kesehatan lingkungan yang telah

didapat di bangku kuliah. Penelitian ini juga diharapkan dapat

membantu peneliti lain jika membutuhkan referensi terkait penelitian

dengan topik yang sama.

2. Bagi Masyarakat

Penelitian ini akan memberikan informasi kepada masyarakat

mengenai konsentrasi Cd pada kerang hijau (Perna viridis) yang di

budidaya di Teluk Jakarta masih dalam standar baku mutu aman atau

tidak, sehingga masyarakat dapat melakukan pencegahan dengan cara

mengurangi konsumsi kerang hijau atau dengan melakukan beberapa

cara untuk mengurangi kandungan logam dalam kerang hijau.

3. Bagi UPT PKPP dan PPI Muara Angke Jakarta Utara

Adanya penelitian ini akan membantu UPT PKPP dan PPI

Muara Angke Jakarta Utara karena hasil penelitian ini akan dijadikan

bahan pertimbangan untuk membuat kebijakan selanjutnya terhadap

kegiatan budidaya kerang hijau di perairan Teluk Jakarta yang sampai

saat ini masih dilakukan. Selain hal tersebut penelitian ini juga dapat

Page 27: FEELA ZAKI SAFITRI-FKIK.pdf

11

memberikan gambaran mengenai tingkat pencemaran yang terjadi

terhadap hasil laut yang ditangkap dari perairan Teluk Jakarta.

4. Bagi Dinas Kesehatan Jakarta Utara

Penelitian ini juga dapat memberikan gambaran tentang tingkat

risiko kandungan logam berat Cd dalam kerang hijau (Perna viridis)

yang merupakan hasil budidaya yang dilakukan di perairan Teluk

Jakarta yang dikonsumsi oleh masyarakat khususnya masyarakat yang

tinggal disekitar pesisir perairan Teluk Jakarta sehingga dapat

dilakukan manajemen risiko terhadap efek kesehatan yang akan

ditimbulkan.

5. Bagi Badan Lingkungan Hidup (BLH) DKI Jakarta

Penelitian ini dapat digunakan sebagai gambaran pencemaran

lingkungan utamanya pada wilayah perairan Teluk Jakarta dan dapat

digunakan untuk menyusun kebijakan mengenai pengawasan limbah

pabrik yang dibuang pada badan air.

F. Ruang Lingkup

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat efek kesehatan

lingkungan kandungan logam berat Cd pada kerang hijau (Perna viridis) yang

dikonsumsi masyarakat Kaliadem Muara Angke Jakarta Utara. Analisis

spesimen dilakukan di Laboratorium Kesehatan Lingkungan FKIK dan

Laboratorium Terpadu UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Populasi dalam

penelitian ini diambil di Kaliadem Muara Angke Jakarta Utara yang

Page 28: FEELA ZAKI SAFITRI-FKIK.pdf

12

merupakan pusat budidaya kerang hijau yang dilakukan di perairan Teluk

Jakarta. Penelitian ini dilakukan pada bulan April-Juni 2015.

Desain penelitian yang digunakan adalah cross sectional dengan

menggunakan metode pendekatan Analisis Risiko Kesehatan Lingkungan

(ARKL), sehingga dalam penelitian ini menggabungkan antara studi

Epidemiologi Kesehatan Lingkungan (EKL) dengan studi ARKL. Teknik

pengambilan responden dilakukan dengan teknik simple random sampling.

Populasi dari peneltian ini adalah masyarakat Kaliadem Muara Angke Jakarta

Utara yaitu kelompok 2, 6, 7, dan 9 dengan jumlah 415 KK. Jumlah sampel

dalam penelitian ini adalah 191 KK (230 responden) dan 11 spesimen kerang

hijau. Responden dalam penelitian ini adalah laki-laki atau perempuan yang

berusia ≥10 tahun yang tercatat dalam kelompok nelayan 2,6,7, dan 9 di

Kaliadem Muara Angke Jakarta Utara.

Jenis data yang digunakan adalah data primer untuk mengetahui

karakteristik individu dan pola aktifitas individu dengan cara melakukan

pengisian kuesioner terhadap masyarakat Kaliadem Muara Angke Jakarta

Utara. Data yang telah dikumpulkan kemudian dilakukan perhitungan dengan

formulasi rumus sehingga didapatkan nilai intake dan tingkat risiko (RQ).

Data konsentrasi Cd dalam kerang hijau didapatkan dari pemeriksaan di

Laboratorium Terpadu dengan menggunakan Atomic Absorption Spectrometry

(AAS) metode Flow. Sebelum dilakukan pengujian dengan AAS sampel

kerang hijau dilakukan ektraksi dengan metode destruksi basah yang

dilakukan di Laboratorium Kesehatan Lingkungan FKIK UIN Jakarta.

Page 29: FEELA ZAKI SAFITRI-FKIK.pdf

13

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Kerang Hijau (Perna viridis)

Kerang hijau (Perna viridis) di Indonesia mempunyai nama yang berbeda-beda di

setiap daerah, seperti Kijing (Jakarta), Kedaung (Banten), dan Kemudi Kapal (Riau). Di

Malaysia dikenal dengan sebutan Siput Kudu, Chay Luan/Tam Chay (Singapura), Ta

Hong (Philipina) dan Hoi Pong (Thailand) (National Park Service, 2014). Kerang hijau

diklasifikasikan sebagai berikut (Vakily, 1989):

Filum : Moluska

Kelas : Bivalvia

Subkelas : Lamellibranchia

Ordo : Anisomyria

Famili : Mytilidae

Genus : Perna

Spesies : Perna viridis L.

Kerang hijau adalah organisme yang dominan pada ekosistem litoral (wilayah

pasang surut) dan subtorial dangkal. Kerang hijau dapat hidup dengan subur pada

perairan teluk, estuari, perairan sekitar area mangrove dan muara dengan kondisi

lingkungan yang dasar perairannya berlumpur campur pasir, dengan cahaya dan

pergerakan air yang cukup, serta kadar garam yang tidak terlalu tinggi (Setyobudiandi,

2000).

Kerang hijau pada umumnya bersifat dioecius yaitu induk jantan dan betina

terpisah dan pembuahan terjadi di luar tubuh. Telur yang dibuahi berbentuk bola dengan

diameter sekitar 50 μm, sedangkan telur yang tidak dibuahi berbentuk lonjong.

Page 30: FEELA ZAKI SAFITRI-FKIK.pdf

14

Perkembangan kerang hijau dari larva hingga dewasa sangat dipengaruhi oleh salinitas.

Pada tingkat larva, salinitas 21-33% memungkinkan larva tersebut tumbuh normal dan

berkembang menjadi tingkat berikutnya sebagai veliger (Molnar et al., 2008).

Kerang hijau secara alami mendiami muara perairan di mana salinitas berkisar 27-

33 PSU, batas bawah sekitar 16 ppt. Kisaran suhu optimal 26-32oC tetapi beberapa

kerang hijau bisa bertahan untuk jangka pendek dari 10-35oC. Kerang hijau memakan

fitoplankton, zooplankton, dan detritus yang disaring dari air (Linnaeus, 2001).

Kerang hijau tersebar luas di banyak muara sungai perairan Indonesia dan perairan

tropika lainnya. Mereka umunya hidup menempel pada dasar (subtrat) yang keras

seperti kayu, bambu, batu, bangunan beton, dan lumpur keras dengan bantuan byssus

(serabut penempel) (National Park Service, 2014).

Golongan kekerangan merupakan salah satu jenis hewan yang bertingkah laku

sebagai flitter sebagai vacum cleaner terhadap limbah B3 adalah hewan yang sesil

(menetap) yakni goIongan kekerangan. Diantara golongan kekerangan yang mampunyai

kemampuan yang basar dalam menyerap limbah B3 (terutama logam berat) adalah

kerang hijau (Perna viridis). Kerang hijau ukuran kecil dapat bertingkah laku sebagai

vacum cleaner bagi limbah cair kawasan industri yang masuk ke dalam perairan (Riani,

2009).

Kerang Hijau telah digunakan sebagai indikator biopollution logam berat,

organoklorin, dan hidrokarbon minyak bumi. Kerang Hijau adalah salah satu spesies

kerang terbaik untuk menguji biopollution (Molnar et al., 2008).

Page 31: FEELA ZAKI SAFITRI-FKIK.pdf

15

B. Kadmium

1. Sifat dan Karakteristik Kadmium

Kadmium (Cd) adalah salah satu logam berat dengan penyebaran yang sangat

luas di alam. Logam ini bernomor atom 48, berat atom 112,40 dengan titik cair

3120C dan titik didih 765

0C, dan masuk dalam golongan IIB (ATSDR, 1999).

Logam Cd mempunyai penyebaran yang sangat luas di alam namun kadmium

murni jarang ditemukan di alam. Hanya ada satu jenis mineral Cd dialam yaitu

greennocike (CdS) yang selalu ditemukan bersama dengan mineral spalerit (ZnS)

(Palar, 1994). Mineral CdS ini sangat jarang ditemukan di alam, sehingga dalam

eksploitasi logam Cd, biasanya merupakan produksi sampingan dari peristiwa

peleburan dan refining bijih Zn. Bisanya pada konsentrat Zn didapatkan 0,2

sampai 0,3% logam Cd (Wang et al., 2009).

Berdasarkan sifat fisiknya Cd merupakan logam yang lunak, ductile, berwarna

putih seperti perak. Logam ini akan kehilangan kilapnya bila berada dalam udara

yang basah atau lembab serta akan mengalami kerusakan bila dikenai oleh uap

amonia (NH3) dan sulfur hidroksida (SO2) (ATSDR, 1999). Sedangkan

berdasarkan sifat kimianya logam Cd dalam, persenyawaan yang dibentuknya

pada umumnya mempunyai bilangan valensi2+

, apabila dimasukan ke dalam

larutan yang mengandung ion OH-, ion Cd

2+ akan mengalami proses

pengendapan (Louekari et al., 2000).

Page 32: FEELA ZAKI SAFITRI-FKIK.pdf

16

2. Pencemaran Kadmium

a. Pencemaran Kadmium dalam Perairan

Bahan pencemar (polutan) adalah material atau energi yang dibuang

ke lingkungan yang mengakibatkan kerusakan lingkungan baik abiotik

maupun biotik (Nurjanah et al., 1999). Menurut keputusan Menteri

Negara Kependudukan dan Lingkungan Hidup No.02/MENKLH/I/1988

yang dimaksud dengan polusi atau pencemaran air dan udara adalah

masuk dan dimasukannya mahluk hidup, zat, energi dan atau komponen

lain ke dalam air/udara dan atau berubahnya tatanan (komposisi) air/udara

oleh kegiatan manusia atau proses alam, sehingga kualitas air/udara turun

sampai ke tingkat tertentu yang menyebabkan air/udara menjadi kurang

atau tidak berfungsi lagi sesuai dengan peruntukannya (Kepmen LH,

1988).

Pencemaran logam berat terhadap lingkungan perairan terjadi karena

adanya suatu proses yang erat hubungannya dengan penggunaan logam

tersebut dalam kegiatan manusia, dan secara sengaja maupun tidak

sengaja membuang berbagai jenis limbah beracun termasuk di dalamnya

terkandung logam berat ke dalam lingkungan perairan. Sumber utama

pemasukan logam berat berasal dari kegiatan pertambangan, cairan

limbah rumah tangga, limbah dan buangan industri, limbah pertanian

(Connel and Miller, 1995).

Secara alamiah logam berat juga masuk ke dalam perairan dapat

digolongkan sebagai: (1) pasokan dan daerah pantai, yang meliputi

Page 33: FEELA ZAKI SAFITRI-FKIK.pdf

17

masukan dari sungai-sungai dan erosi yang disebabkan oleh gerakan

gelombang dan gletser, (2) pasokan dari laut dalam, yang meliputi logam-

logam yang dilepaskan gunung berapi di laut dalam dan dari partikel atau

endapan oleh adanya proses kimiawi, (3) pasokan yang melampaui

lingkungan dekat pantai yang meliputi logam yang diangkut ke dalam

atmosfer sebagai partikel-partikel debu atau sebagai aerosol dan juga

bahan yang dihasilkan oleh erosi gletser di daerah kutub dan diangkut

oleh es-es yang mengambang (Cai et al., 1995).

Logam berat termasuk sebagai zat pencemar karena sifatnya yang

tidak dapat diuraikan secara biologis dan stabil, sehingga dapat tersebar

jauh dari tempatnya semula (Azhar et al., 2012). Selanjutnya dikatakan

bahwa ada dua hal yang menyebabkan logam berat digolongkan sebagai

pencemar yang berbahaya, yaitu (1) tidak dihancurkan oleh

mikroorganisme yang hidup di lingkungan dan (2) terakumulasi dalam

komponen-komponen lingkungan, terutama air dengan membentuk

senyawa kompleks bersama bahan organik dan anorganik secara adsorpsi

dan kombinasi (Jerrold B. Leikin and Frank P. Paloucek, 2008).

b. Pencemaran Kadmium dalam Sedimen

Sedimen berasal dari kerak bumi yang diangkut melalui proses

hidrologi dari suatu tempat ke tempat lain, baik secara vertikal ataupun

horizontal (Prasad, 2001). Sedimen terdiri dari beberapa komponen.

Komponen tersebut bervariasi, tergantung dari lokasi, kedalaman dan

Page 34: FEELA ZAKI SAFITRI-FKIK.pdf

18

geologi dasar (Awalina-Satya et al., 2011). Sedimen terdiri dari bahan

organik dan bahan anorganik yang berpengaruh negatif terhadap kualitas

air. Bahan organik berasal dari biota atau tumbuhan yang membusuk lalu

tenggelam ke dasar dan bercampur dengan lumpur. Bahan anorganik

umumnya berasal dari pelapukan batuan. Sedimen hasil pelapukan batuan

terbagi atas: kerikil, pasir, lumpur dan liat. Butiran kasar banyak dijumpai

dekat pantai, sedangkan butiran halus banyak di perairan dalam atau

perairan yang relatif tenang (Puspitasari, 2007 ).

Bahan partikel yang tidak terlarut seperti pasir, lumpur, tanah dan

bahan kimia anorganik dan organik menjadi bahan yang tersuspensi di

dalam air, sehingga bahan tersebut menjadi penyebab pencemaran

tertinggi dalam air (CRC, 2002). Keberadaan sedimen pada badan air

mengakibatkan peningkatan kekeruhan perairan yang selanjutnya

menghambat penetrasi cahaya yang dapat menghambat daya lihat

(visibilitas) organisme air, sehingga mengurangi kemampuan ikan dan

organisme air lainnya untuk memperoleh makanan, karena pakan ikan

menjadi tertutup oleh lumpur (Augustine, 2008). Kekeruhan yang tinggi

dapat mengakibatkan terganggunya kerja organ pernapasan seperti insang

pada organisme air dan akan mengakumulasi bahan beracun seperti

pestisida dan senyawa logam (Augustine, 2008).

Pada sedimen terdapat hubungan antara ukuran partikel sedimen

dengan kandungan bahan organik. Pada sedimen yang halus, persentase

bahan organik lebih tinggi dari pada sedimen yang kasar. Hal ini

Page 35: FEELA ZAKI SAFITRI-FKIK.pdf

19

berhubungan dengan kondisi lingkungan yang tenang, sehingga

memungkinkan pengendapan sedimen lumpur yang diikuti oleh

akumulasi bahan organik ke dasar perairan (Riani, 2009). Sedangkan

pada sedimen yang kasar, kandungan bahan organiknya lebih rendah

karena partikel yang lebih halus tidak mengendap. Demikian pula dengan

bahan pencemar, kandungan bahan pencemar yang tinggi biasanya

terdapat pada partikel sedimen yang halus. Hal ini diakibatkan adanya

daya tarik elektrokimia antara partikel sedimen dengan partikel mineral

(UNEP, 1990).

3. Sumber Pencemaran Kadmium

Aktifitas masyarakat seperti kegiatan perikanan (tangkap dan

budidaya), industri, dan pariwisata menyebabkan banyak bahan pencemar

yang masuk ke dalam perairan. Berdasarkan sumbernya, pencemaran pada

perairan dapat dibagi menjadi dua kelompok (Hutagalung, 1984), yakni :

a. Dari laut, misalnya tumpahan minyak baik dari sumbernya langsung

maupun hasil pembuangan kegiatan pertambangan di laut, sampah dan air

ballast dari kapal tanker.

b. Kegiatan darat melalui udara dan terbawa oleh arus sungai yang akhirnya

bermuara ke laut.

Berdasarkan sifatnya polutan dibagi menjadi zat yang mudah terurai

(biodegradable). Contoh zat yang mudah terurai adalah seperti sampah

Page 36: FEELA ZAKI SAFITRI-FKIK.pdf

20

organik sedangkan zat yang sukar terurai (non biodegradable) contohnya

adalah minyak dan logam berat (UNEP, 1990).

Logam kadmium sangat banyak digunakan dalam kehidupan sehari-hari.

Logam ini telah digunakan semenjak tahun 1950 dan total produksi manusia

adalah sekitar 15.000 – 18.000 per tahun. Sumber pencemaran kadmium

dapat berasal dari aktifitas pertambangan, produksi, domestik dan pertanian.

Beberapa industri yang menggunakan kadmium sebagai bahan produksi

adalah (Connel and Miller, 1995):

a. Senyawa CdS dan CdSeS, banyak digunakan sebagai zat pewarna.

b. Senyawa CdSO4 digunakan dalam industri baterai yang berfungsi

untuk pembuatan sel weston karena Cd mempunyai potensial

stabil sebesar 1,0186 volt.

c. Senyawa CdBr2 dan CdI2 secara terbatas digunakan dalam dunia

fotografi.

d. {(C2H5)2Cd} digunakan dalam proses pemuatan tetraetil-Pb.

e. Senyawa Cd-strearat banyak digunakan dalam perindustrian

manufaktur Polyvinil Chlorida (PVC) sebagai bahan yang

berfungsi untuk stabilizer.

Selain itu Cd banyak digunakan dalam industri ringan seperti pada

proses pengolahan roti, pengolahan ikan, pengolahan minuman, industri

tekstil, dan lain-lain banyak melibatkan senyawa yang dibentuk dengan Cd

Page 37: FEELA ZAKI SAFITRI-FKIK.pdf

21

meskipun penggunaannya dengan konsentrasi yang sangat rendah

(Darmono, 1995).

4. Baku Mutu atau Guideline Konsentrasi Kadmium

Berdasarkan Peraturan Kepala Badan POM RI Nomor

HK.00.06.1.52.4011 tahun 2009 tentang penetapan batas maksimum

cemaran mikroba dan kimia dalam makanan, batas maksimum cemaran

Cd dalam kerang adalah 1,0 mg/kg (BPOM, 2009). Peraturan Standar

Nasional Indonesia tahun 2009 menetapkan batas maksimum cemaran

logam berat kadmium dalam jenis kerang adalah 1,0 mg/kg (SNI, 2009).

Diperkuat pernyataan dari FAO dan WHO bahwa ambang batas

toleransi Cd sekitar 70 mg Cd tiap hari (WHO, 1972). Sedangkan

menurut WHO, kadar kadmium (Cd) maksimum pada air yang

diperuntukan untuk air minum adalah 0,005 mg/L (WHO, 1994)dan

untuk peruntukan pertanian dan perikanan sebaiknya tidak lebih dari 0,05

mg/kg (WHO, 1972).

5. Toksikologi Kadmium

a. Toksikologi Kadmium di Lingkungan

Kadmium berpotensi besar merugikan dan mempengaruhi

kualitas lingkungan dan pencemaran melalui rantai makanan.

Konsentrasi kadmium dalam makanan merupakan phatway dari

akumulasi logam yang dapat mempengaruhi kesehatan manusia.

Penyebaran pencemar dalam lingkungan perairan sangat dipengaruhi

Page 38: FEELA ZAKI SAFITRI-FKIK.pdf

22

oleh sejumlah proses pengangkutan interaktif, seperti penguapan,

presipitasi dari udara, pencucian, dan aliran. Proses masuknya zat

polutan pada lingkungan melalui atmosfer, tanah dan sedimen (Connel

and Miller, 1995).

Logam Cd membawa sifat racun yang sangat merugikan bagi

semua organisme bahkan juga berbahya bagi manusia. Pada badan

perairan kelarutan Cd dalam kosentarsi tertentu dapat membunuh biota

perairan.

b. Toksikologi Kadmium dalam Tubuh Manusia

Kadmium masuk kedalam tubuh melalui makanan, air minum,

partikel dan asap rokok yang terhirup. Kadmium dianggap sebagai

salah satu logam dengan toksisitas tinggi yang menimbulkan efek

negatif terhadap fungsi biologis manusia, hewan, dan tumbuhan

(Kabata-Pendias and Mukhreje, 2001). Logam Cd bersifat racun

akumulatif (SNI, 2009). Kadmium masuk ke dalam tubuh (phatway)

sebagian besar melalu pencernaan (ingesti) dan pernafasan (inhalasi)

(Darmono, 1995).

Logam Fe dan Ca ditambah diet rendah protein dapat

meningkatkan daya toksisitas kadmium dalam tubuh. 50% dari

metabolisme logam Cd akan disimpan dan terakumulasi dalam hati

dan ginjal melalui distribusi darah yang mengandung logam Cd dari

proses adsorbsi dinding usus manusia (Jerrold B. Leikin and Frank P.

Page 39: FEELA ZAKI SAFITRI-FKIK.pdf

23

Paloucek, 2008). Logam Cd akan terekskresi melalui fases dan urin,

dengan konsentrasi rendah, ditambah waktu paruh (biological half life)

sampai 10 – 30 tahun. Akumualsi kadmium akan berpengaruh pada

faktor umur dan waktu terpajan dimana akumulasi akan terjadi dan

terlihat efeknya ketika dewasa nanti (Darmono, 1995)

Di dalam tubuh, logam berat akan terakumulasi, sehingga

kadarnya akan jauh lebih tinggi dari kadar logam berat tersebut

daripada sumbernya. Hal ini membahayakan kesehatan manusia,

karena dapat menyebabkan toksisitas kronis bila dikonsumsi terus

menerus. Apabila kadmium masuk ke dalam tubuh, maka sebagian

besar akan terkumpul di dalam ginjal, hati dan sebagian yang

dikeluarkan melalui saluran pencernaan (WHO, 1992). Selain itu

dalam tubuh manusia Cd juga akan mengalami proses bioakumulasi

dan biotransformasi. Logam masuk ke dalam tubuh bersama makanan

yang dikonsumsi, yang makanan tersebut terkontaminasi oleh logam

Cd atau persenyawaannya (Wang et al., 2009).

Akumulasi pada ginjal dan hati 10 – 100 kali konsentrasi pada

jaringan yang lain. Hanya sedikit kadmium yang diserap yaitu sekitar

5 – 10 % (Prasad, 2001). Penyerapan dipengaruhi faktor diet seperti

intake protein, kalsium, vitamin D dan logam seperti seng (Zn).

Proporsi yang besar adalah absorbsi melalui pernafasan yaitu antara 10

– 40 % (Hutagalung and Rohchyatun, 2000). Perkiraan dosis

mematikan (lethal dose) akut kadmium adalah 500 mg/kg untuk

Page 40: FEELA ZAKI SAFITRI-FKIK.pdf

24

dewasa dan efek dosis akan nampak jika terserap 0,043 mg/kg per hari

(Simeonov et al., 2011).

1) Penyerapan Kadmium dalam Tubuh

Sifat kadmium adalah sukar diabsropsi dari saluran

cerna. Sebanyak 5% kadmium diserap melalui saluran

pencernaan (SNI, 2009).

Selanjutnya Cd diangkut dalam darah, sebagian besar

terikat pada sel darah merah dan albumin. Seletah distribusi,

kira-kira 50% dari jumlah Cd dalam tubuh ditemukan pada hati

dan ginjal (Ratnaningsih, 2014). Waktu paruh kadmium dalam

tubuh berkisar antara 10-30 tahun hingga munculnya gangguan

kesehatan yang bersifat non karsinogenik (Ratnaningsih,

2014).

Absrobsi Cd akan meningkat bila terjadi defisiensi Ca,

Fe, dan rendah protein dalam makanannya. Defisiensi Ca

dalam makanan akan merangsang sintetis ikatan Ca-protein

sehingga akan meningkatkan absrobsi Cd, sedangkan

kecukupan Zn dalam makanan bisa menurunkan absrobsi Cd.

Hal tersebut diduga karena Zn merangsang produksi

metalotionin (Ratnaningsih, 2014).

Page 41: FEELA ZAKI SAFITRI-FKIK.pdf

25

2) Bio-transformasi dan Metabolisme Kadmium

Logam kadmium yang masuk ke dalam tubuh ikut

mengalami proses fisiologis yang terjadi dalam tubuh. Secara

umum proses fisiologis tubuh lebih dikenal dengan istilah

metabolisme tubuh (Ridwan, 2011). Kadmium

ditransportasikan dalam darah yang berikatan dengan sel darah

merah dan protein berat molekul tinggi dalam plasma

khususnya oleh albumin. Sejumlah kecil Cd dalam darah

mungkin ditransportasikan oleh metalotionin (Nordberg et al.,

2005). Kadar Cd dalam darah pada orang dewasa yang terpapar

Cd secara berlebihan biasanya 1μg/dL (IPCS, 1992).

Absropsi Cd melalui gastrointestinal lebih renggang

dibandingkan absrobsi melalui respirasi yaitu sekitar 5-8%

(ATSDR, 1999). Sistem hayati memiliki peluang untuk

meingkatkan atau mengosentrasi unsur logam berat yang

bersifat toksik dalam tubuhnya sebagai fungsi detoksifikasi

yaitu mengikat logam berat dalam lingkaran metabolisme

tanpa mengeliminasinya (F.Nordberg, 1992). Setelah toksikan

Cd memasuki darah, toksikan didistribusikan dengan cepat

keseluruh tubuh (Nordberg et al., 2005). Pengikatan toksikan

dalam jaringan bisa menyebabkan lebih tingginya kadar

toksikan dalam jaringan tersebut.

Page 42: FEELA ZAKI SAFITRI-FKIK.pdf

26

Hati dan ginjal memiliki kapasitas yang lebih tinggi

untuk mengikat zat kimia (toksikan Cd). Pengikatan toksikan

bisa meingkatkan kadarnya dalam organ. Kadmium memiliki

afinitas yang kuat terhadap hati dan ginjal. Pada umumnya

sekitar 50-75% dari beban Cd dalam tubuh terdapat pada kedua

organ tersebut (Gupta, 2009). Kadar Cd dalam hati dan ginjal

bervariasi tergantung pada kadar total Cd dalam tubuh. Apabila

MT hati dan ginjal tidak mampu lagi melakukan detoksifikasi

maka akan menjadi kerusakan sel hati dan ren (Gupta, 2009).

3) Ekskresi Kadmium

Proses pengeluaran logam Cd melalui proses

pembentukan granula yang dibuang oleh ginjal (ATSDR,

1999). Dalam konsentrasi kecil kadmium dibuang oleh tubuh

melalui urin dan feses. Pembungan kadmium melalui saluran

pencernaan hanya sebesar 5% sisanya disimpan dan

terakumulasi dalam ginjal dan hati (ATSDR, 1999).

4) Dampak Kadmium terhadap Kesehatan Manusia

Keracunan yang disebabkan kadmium dapat bersifat akut

dan kronis. Gejala keracunan akut yang disebabkan oleh logam

Cd adalah timbulnya rasa sakit dan panas pada bagian dada

(Anggraeny, 2010). Gejala keracunan akut ini muncul setelah

4-10 jam sejak terpapar. Akibat dari paparan Cd ini dapat

Page 43: FEELA ZAKI SAFITRI-FKIK.pdf

27

mengakibatkan penyakit paru akut. Penyakit paru ini dapat

terjadi apabila terpapar uap logam Cd selama 24 jam (Laura

Robinson and Ian Thorn, 2005). Paparan kornik dapat

mengakibatkan kematian apabila terpapar konsentrasi yang

berkisar 2500-2900 mg/m3 (Gupta, 2009).

Keracunan yang bersifat kronis disebabkan oleh daya

racun yang dibawa logam Cd terjadi dalam selang waktu yang

panjang. Peristiwa ini terjadi karena logam Cd yang masuk

dalam tubuh dalam jumlah kecil sehingga dapat ditolerir oleh

tubuh pada saat tersebut. Akan tetapi karena proses tersebut

terjadi secara terus-menerus secara berkelanjutan maka tubuh

pada batas akhir tidak mampu memberikan toleransi terhadap

daya racun yang dibawa oleh Cd. Keracunan yang bersifat

kronis ini membawa akibat yang lebih parah dibandingkan

dengan paparan secara akut. Keracunan kronis yang

disebabkan oleh Cd umumnya berupa kerusakan sistem

fisiologis tubuh.

Target sistem tubuh yang dapat dirusak oleh Cd adalah

pada sistem urinaria, sistem respirasi, sistem sirkulasi, dan

sistem reproduksi (Widowati et al., 2008). Toksisitas kronis

kadmium baik melalui inhalasi maupun oral, bisa

menyebabkan kerusakan pada tubulus renalis, kerusakan ginjal

yang ditunjukkan oleh ekskresi berlebihan, protein berat

Page 44: FEELA ZAKI SAFITRI-FKIK.pdf

28

molekul rendah, gagal ginjal, gangguan sistem kardiovaskuler,

gangguan sistem skeletal, menurunkan fungsi pulmo,

empisema, kehilangan mineral tulang yang disebabkan oleh

disfungsi nefron ginjal, berkurangnya reabsrobsi Ca, dan

terjadinya peningkatan ekskresi Ca yang berpengaruh terhadap

tulang (Gupta, 2009).

6. Toksikokinetik Kadmium

Secara umum toksikokinetik diartikan sebagai perjalanan suatu

polutan yang terjadi di dalam tubuh manusia. Pada perjalanan kadmium

fase toksikokinetik terjadi dalam waktu paruh 10-30 tahun (Darmono,

1995) hingga dapat menuju target organ. Selain hal tersebut kadmium yang

bersifat akumulatif maka diperlukan dosis tertentu untuk dapat

menimbulkan suatu efek terhadap target organ. Fase toksikokinetik adalah

sebagai berikut (Hartono, 2013):

Polutan Absorpsi Distibusi Biotransformasi

Metabolisme

Ekskresi

Fisika

Kimia

Biologi

Dermal

Ingesti

Inhalasi

Sirkulasi

Penyimpanan

Urin

Feses

Respirasi

Keringat

Bagan 2.1

Fase Toksikokinetik

Page 45: FEELA ZAKI SAFITRI-FKIK.pdf

29

7. Toksikodinamik Kadmium

Toksikodinamik adalah ultimate toxicant (molekul yang akan bereaksi

dengan molekul sasaran dan menyebabkan perubahan fungsi fisiologis)

(C.H.Walker et al., 2001). Fase ini terjadi setelah toksikokinetik. Secara

umum toksikodinamik merupakan interaksi antara polutan dengan reseptor

pada suatu organ sehingga menimbulkan efek toksik. Kebanyakan efek

toksik akan mengalami fase repair dulu (sifat toksik muncul jika repairnya

gagal) (Jerrold B. Leikin and Frank P. Paloucek, 2008). Toksikodinamik

digunakan untuk mendeteksi berbagai efek kerusakan suatu polutan pada

fungsi vital.

Toksikodinamik yang terjadi pada kadmium menuju organ target yaitu

ginjal, hati dan sistem reproduksi sehingga menimbulkan efek toksik pada

organ target tersebut. Waktu yang dibutuhkan logam kadmium dalam fase

toksikodinamik (hingga menimbulkan efek toksik pada organ target) adalah

10-30 tahun (Darmono, 1995).

8. Biomagnifikasi Kadmium

Biomagnifikasi adalah kecenderungan peningkatan kadar bahan kimia

seiring peningkatan level trofik pada jaringan atau rantai makanan.

Biomagnifikasi melibatkan rantai makanan sebagai penghubungnya. Pada

biomagnifikasi, terlihat adanya peningkatan konsentrasi bahan kimia pada

tiap tingkatan trofik, jadi semakin tinggi tingkatan trofiknya akan diikuti

peningkatan kadar bahan kimia tersebut (Puspitasari, 2007 ).

Page 46: FEELA ZAKI SAFITRI-FKIK.pdf

30

Tingakatan biota dalam sistem rantai makanan turut menentukan

jumlah Cd yang terakumulasi. Dimana pada biota yang lebih tinggi

stratanya akan ditemukan akumulasi Cd yang lebih banyak, sedangkan

pada biota top level merupakan tempat akumulasi yang paling besar. Bila

jumlah Cd yang masuk tersebut telah melebihi nilai ambang maka biota

dari satu level atau strata tersebut akan mengalami kematian atau

kemusnahan. Keadaan inilah yang menyebabkan kehancuran suatu tatanan

sistem lingkungan (ekosistem) (Puspitasari, 2007 ).

Pada biota yang tahan terhadap Cd, logam ini diserap oleh biota laut

diserap melalui insang dan saluran pencernaan, tertimbun dalam

jaringannya, dan mengalami proses biotransformasi dan bioakumulasi

(Palar, 1994). Apabila kerang dengan kadar logam Cd tinggi dikonsumsi

manusia, maka dalam tubuh manusia akan terjadi proses biomagnifikasi,

dan suatu saat dapat mengganggu fungsi organ tubuh manusia, tergantung

pada toleransi masing-masing individu.

Fenomena biomagnifikasi ini berimplikasi pada manusia karena

manusia menduduki posisi puncak tingkat trofik pada hampir semua rantai

makanan dalam ekosistem. Jadi dengan demikian, manusia adalah makhluk

yang menanggung risiko biomagnifikasi paling tinggi.

9. Bioakumulasi Kadmium

Bioakumulasi merupakan suatu proses dimana substansi kimia

mempengaruhi makhluk hidup dan ditandai dengan peningkatan

Page 47: FEELA ZAKI SAFITRI-FKIK.pdf

31

konsentrasi bahan kimia di tubuh organisme dibandingkan dengan

konsentrasi bahan kimia itu di lingkungan. Karena penyerapan bahan kimia

ini lebih cepat daripada proses metabolisme dan ekskresi tubuh organisme,

maka bahan-bahan kimia ini akan terakumulasi di dalam tubuh.

Konsentrasi polutan yang diikuti perpindahan dari lingkungan ke

organisme pertama pada rantai makanan (Jaluis et al., 2008). Proses

bioakumulasi melibatkan tahap-tahap antara lain (Puspitasari, 2007 ):

a. Pengambilan (Uptake), yaitu masuknya bahan-bahan kimia (melalui

pernafasan, atau adsorbsi melalui kulit, pada ikan biasanya dapat

melalui insang)

b. Penyimpanan (Storage), yaitu penyimpanan sementara di jaringan

tubuh atau organ. Kadar bahan kimia ini akan terus bertambah di

dalam tubuh organisme dan bila kadarnya sampai melebihi kadar

bahan tersebut di lingkungan (air atau udara) maka proses

bioakumulasi telah terjadi; dan

c. Eliminasi, dapat berupa pemecahan bahan kimia menjadi senyawa

yang lebih sederhana, dapat dilakukan dengan proses biologik

disebut metabolisme.

C. Analisis Risiko Kesehatan Lingkungan

Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan No. 876 Tahun 2001,

analisis risiko kesehatan lingkungan merupakan suatu pendekatan untuk

mencermati potensi besarnya risiko yang dimulai dengan mendiskripsikan

Page 48: FEELA ZAKI SAFITRI-FKIK.pdf

32

masalah lingkungan yang telah dikenal dan melibatkan penetapan risiko pada

kesehatan manusia yang berkaitan dengan masalah lingkungan yang

bersangkutan (Depkes RI, 2012). Analisis risiko kesehatan biasanya

berhubungan dengan masalah lingkungan saat ini atau di masa lalu.

Secara garis besarnya ARKL terdiri dari empat tahap kajian, yaitu

identifikasi bahaya, analisis dosis-respon, analisis pemajanan dan

karakterisasi risiko (IPCS, 2010). Manajemen risiko merupakan tindak lanjut

setelah diketahui suatu populasi memiliki risiko terhadap suatu pajanan

(Rahman et al., 2004).

a. Identifikasi Bahaya

Identifikasi bahaya atau hazard identification adalah

tahap awal ARKL untuk mengenali sumber risiko.

Informasinya bisa ditelusuri dari sumber dan penggunaan risk

agent memakai pendekatan agent oriented (IPCS, 2010).

Identifikasi bahaya juga bisa dilakukan dengan

mengamati gejala dan penyakit yang berhubungan dengan

tosksitas risk agent di masyarakat yang telah terkumpul dalam

studi-studi sebelumnya, baik di wilayah kajian atau di tempat-

tempat lain. Penelusuran seperti ini dikenal sebagai pendekatan

disease oriented (WHO 1983).

b. Dosis Respon

Analisis dosis-respon disebut juga dose-response

assessment atau toxicity assessment yaitu menetapkan nilai-nilai

Page 49: FEELA ZAKI SAFITRI-FKIK.pdf

33

kuantitatif toksisitas risk agent untuk setiap bentuk spesi

kimianya (Rahman et al., 2004). Toksisitas dinyatakan sebagai

dosis referensi (reference dose, RfD) untuk efek

nonkarsinogenik dan Cancer Slope Factor (CSF) atau Cancer

Unit Risk (CCR) untuk efek karsinogenik. Analisis dosis-respon

merupakan tahap paling menentukan karena ARKL hanya bisa

dilakukan untuk risk agent yang sudah ada dosis-responnya.

RfD adalah toksisitas kuantitatif non karsinogenik,

menyatakan estimasi dosis pajanan harian yang diperkirakan

tidak menimbulkan efek merugikan kesehatan meskipun pajanan

berlanjut sepanjang hayat (IPCS 2004).

Dosis referensi dibedakan untuk pajanan oral atau tertelan

(ingesi, untuk makanan dan minuman) yang disebut RfD dan

untuk pajanan inhalasi (udara) yang disebut reference

concentration (RfC).

Dalam analisis dosis-respon, dosis dinyatakan sebagai risk

agent yang terhirup (inhaled), tertelan (ingested) atau terserap

melaluikulit (absorbed) per kg berat badan per hari (mg/kg/hari)

(Rahman et al., 2004). Respon atau efek nonkarsinogenik, yang

disebut juga efek sistemik, yang ditimbulkan oleh dosis risk

agent tersebut dapat beragam, mulai dari yang tidak teramati

yang sifatnya sementara, kerusakan organ yang menetap,

Page 50: FEELA ZAKI SAFITRI-FKIK.pdf

34

kelainan fungsional yang kronik, sampai kematian (Rachman,

2007).

Dosis yang digunakan untuk menetapkan RfD adalah yang

menyebabkan efek paling rendah yang disebut NOAEL (No

Observed Adverse Effect Level) atau LOAEL (Lowest Observed

Adverse Effect Level). NOAEL adalah dosis tertinggi suatu zat

pada studi toksisitas kronik atau subkronik yang secara statistik

atau biologis tidak menunjukkan efek merugikan pada hewan uji

atau pada manusia sedangkan LOAEL berarti dosis terendah

yang (masih) menimbulkan efek. Secara numerik NOAEL selalu

lebih rendah daripada LOAEL (enHelath, 1992)

c. Analisis Pemajanan

Analisis pemajanan (exposure assessment) yang disebut

juga penilaian kontak, bertujuan untuk mengenali jalur-jalur

pajanan risk agent agar jumlah asupan yang diterima individu

dalam populasi berisiko bisa dihitung. Risk agent bisa berada di

dalam tanah, di udara, air, atau pangan seperti ikan, daging, telur,

susu, sayur dan buah-buahan. Karakteristik individu (pola

konsumsi, berat badan, dan usia) dan pola aktifitas (durasi

pajanan dan frekuensi pajanan) merupakan bagian dari analisis

pemajanan. Data dan informasi yang dibutuhkan untuk

menghitung asupan adalah semua variabel (IPCS, 2010). Adapun

rumus perhitungan yang digunakan adalah sebagai berikut:

Page 51: FEELA ZAKI SAFITRI-FKIK.pdf

35

Keterangan :

I = intake (mg/kgxhari)

C = konsentrasi (mg/kgxhari)

R = laju ingesti (mg/kg)

fE = frekuensi pajanan (hari/tahun)

Dt = durasi pajanan (lifetime exposure) (tahun)

Wb = berat badan (kg)

tavg = periode waktu rata-rata (30 x 365 hari/tahun untuk

non-karsinogen, 70 tahun x 365 hari/tahun untuk karsinogen)

d. Karakteristik Risiko

Karakteristik risiko kesehatan dinyatakan sebagai Risk

Quotient (RQ, Tingkat Risiko) untuk efek-efek nonkarsinogenik

(IPCS, 2010) dan Excess Cancer Risk (ECR) untuk efek-efek

karsinogenik (enHelath, 1992). RQ dihitung dengan membagi

asupan nonkarsinogenik (Intake) risk agent dengan RfD atau

RfC nya menurut persamaan:

RQ = Risk Qoutient

I = intake (mg/kgxhari)

RfD = refrence dose (mg/kgxhari)

Page 52: FEELA ZAKI SAFITRI-FKIK.pdf

36

Baik intake maupun RfD atau RfC harus spesifik untuk bentuk

spesi kimia risk agent dan jalur pajanannya. Risiko kesehatan

dinyatakan ada dan perlu dikendalikan jika RQ>1. Namun apabila

RQ≤1, risiko tidak perlu dikendalikan tetapi perlu dipertahankan

agar nilai numerik RQ tidak lebih dari 1 (Rahman et al., 2004).

D. Kerangka Teori

Polutan dapat masuk ke suatu lingkungan dengan berbagai cara.

Misalnya unsur logam yang dapat masuk secara alami karena sudah berada di

bumi, batuan dan tanah secara alamiah kemudian masuk ke lingkungan laut

melalui hujan dan erosi. Sumber lainnya adalah melalui buangan industri,

limbah rumah tangga, pertanian, pertambangan dan lainnya. Laut sering

dijadikan sebagai lokasi pembuangan akhir dari berbagai sisa aktivitas

manusia di daratan. Banyak sumber polutan pencemar lingkungan akuatik,

salah satunya adalah logam, yang kini banyak dipakai dalam proses industri

dan dipakai oleh manusia dalam kehidupan sehari-hari seperti kosmetik,

bahan bakar dan lainnya. Berdasarkan teori tersebut maka kerangka teori

dalam penelitian ini adalah:

Page 53: FEELA ZAKI SAFITRI-FKIK.pdf

37

Sungai dan laut

Limbah Domestik

Aktifitas pertambangan

Aktifitas Pertanian

Limbah Industri

Sedimen

Fitoplankton

zooplankton

Ikan dan kerang

Manusia (ingesti) Penurunan kondisi lingkungan

Bio-

magnifikasi

Intake

Bioakumulasi

Tingkat risiko

Pola Aktifitas:

Lama pajanan (Dt)

Frekuensi pajanan (fe)

Laju asupan (R)

Antropometri (Wb)

Umur

Bagan 2.2

Kerangka Teori

Efek kesehatan:

Gangguan

Reproduksi

Penurunan fungsi

ginjal

Penurunan fungsi

hati

Manajemen Risiko

Karakteristik Individu:

Jenis Kelamin

Status Pernikahan

Pekerjaan

Cara Memasak

Keterangan:

Garis putus putus ( ):

variabel yang tidak diteliti

Garis tegas ( ): variabel yang

diteliti

Page 54: FEELA ZAKI SAFITRI-FKIK.pdf

38

Kerangka teori diatas memperlihatkan pengaruh masuknya suatu polutan ke

dalam ekosistem laut. Polutan dapat masuk ke air dan sedimen dan dapat

mempengaruhi rantai makanan (biomagnifikasi). Sehingga terjadi bioakumulasi pada

rantai makanan dan berpengaruh terhadap penurunan kualitas lingkungan. Semakin

tinggi tingakatan dalam trofik makanan maka semakin tinggi juga polutan yang

berada dalam tubuhnya (bioakumulasi).

Manusia merupakan tingkat trofik tertinggi dalam rantai makanan. Jalur

masuk polutan melalui biota perairan yang dikonsumsi langsung oleh manusia dalam

konsentrasi dan pada waktu tertentu (intake). Intake pada suatu individu dipengaruhi

oleh pola aktivitas dan karakteristik dari individu tersebut. Berdasarkan perhitungan

intake konsumsi individu, selanjutnya dapat dilakukan perhitungan prediksi risiko

efek non karsinogenik dalam waktu tertentu. Apabila tingkat risiko didapatkan nilai

lebih dari 1 maka dinyatakan berisiko terhadap efek kesehatan seperti gangguan

sistem reproduksi, gangguan fungi hati dan gangguan terhadap fungsi ginjal.

Sehingga akhirnya dilakukan manajemen risiko untuk meminimalisir dampak yang

ditimbulkan akibat pola konsumsi tersebut.

Page 55: FEELA ZAKI SAFITRI-FKIK.pdf

39

BAB III

KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL

A. Kerangka Konsep

Berdasarkan kerangka teori, untuk mengetahui tingkat efek kesehatan

lingkungan akibat pajanan logam berat Cd dalam kerang hijau yang

dikonsumsi masyarakat Kaliadem Muara Angke Jakarta Utara, maka

diperlukan data konsesntrasi Cd dalam kerang hijau (C), karakteristik

individu, dan karakteristik risiko. Penelitian ini bersifat prediktif tingkat risiko

logam berat Cd pada sampel kerang hijau yang dikonsumsi oleh masyarakat

Kaliadem Muara Angke Jakarta Utara dalam waktu tertentu.

Intake konsumsi kerang hijau didapatkan dengan perhitungan formulasi

konsentrasi Cd dalam kerang hijau, karakteristik individu, dan pola aktifitas

individu. Setalah diketahui intake konsumsi kerang hijau maka dilakukan

perhitungan formulasi tingkatan risiko dengan intake dan RfD (refference

dose). Apabila didapatkan nilai RQ>1 maka dinyatakan bahwa masyarakat

berisiko terhadap gangguan kesehatan akibat keracunan Cd. Setelah

didapatkan nilai RQ maka dilakukan uji hubungan antara variabel konsentrasi

Cd dalam kerang hijau, karakteristik individu (laju asupan dan berat badan),

pola aktifitas (frekuensi dan durasi pajanan), dan intake.

Variabel karakteristik individu (usia, status pernikahan, jenis kelamin,

pekerjaan, dan cara memasak) hanya dilakukan analisis univariat, karena

variabel ini hanya untuk mengetahui proporsi, jumlah, dan perentase

Page 56: FEELA ZAKI SAFITRI-FKIK.pdf

40

berdasarkan status sosial demografi masyarakat setempat. Sedangkan variabel

konsentrasi Cd dalam kerang hijau, karakteristik individu (berat badan dan

laju asupan), pola aktivitas (durasi pajanan dan frekuensi pajanan) dan intake

dilakukan analisis bivariat, karena untuk mengetahui hubungan tingkat risiko

dengan variabel tersebut. Efek kesehatan akibat paparan kadmium tidak

diteliti karena efek tersebut dapat muncul setelah paparan dalam jangka waktu

yang lama (kronik). Variabel manajemen risiko juga tidak diteliti, karena

manajemen risiko bukanlah tahapan dari ARKL melainkan tindak lanjut dari

ARKL.

Konsentrasi Kadmium dalam

Kerang Hijau (C)

Intake

konsumsi kerang hijau

Karaktrisitk Individu:

Pola Konsumsi / Laju

Asupan Kerang Hijau

(R)

Berat Badan (Wb)

Usia

Status Pernikahan

Jenis Kelamin

Pekerjaan

Cara Memasak

Tingkat Risiko (RQ)

Pola Aktifitas:

Durasi Pajanan (Dt)

Frekuensi Pajanan

(fe)

Keterangan:

Huruf dicetak tebal: dilakukan analisis bivariat

Huruf tidak dicetak tebal: hanya dilakukan

analisis univariat

Bagan 3.1

Kerangka konsep

Page 57: FEELA ZAKI SAFITRI-FKIK.pdf

41

B. Definisi Operasional

Definisi operasional dari penelitian ini yaitu:

Tabel 3.1 Definisi Operasional

No. Variabel Definisi Operasional Cara Ukur Alat Ukur Hasil Ukur Skala

ukur

1. Konsentrasi (Cd)

Kadmium dalam

kerang hijau

(Cd 2+

) (C)

Konsentrasi kadmium (Cd) yang

terdapat dalam kerang hijau yang

dikonsumsi oleh masyarakat

Kaliadem, Muara Angke Jakarta

Utara. Pengukuran dilakukan di

Laboratorium Kesehatan

Lingkungan dan Terpadu

Pengukuran

dengan alat

laboratorium

Atomic

Absroption

Spektrophoto

meter (AAS)

mg/gram Rasio

2. Berat Badan

(Wb)

Satuan massa berat badan pada

saat penelitian (Kemenkes, 2012)

Observasi Timbangan

digital

kg Rasio

3. Usia Lamanya waktu hidup yaitu

terhitung sejak lahir sampai dengan

sekarang.

Wawancara Kuesioner Tahun Rasio

Gambar 3.1 Kerangka Konsep

Page 58: FEELA ZAKI SAFITRI-FKIK.pdf

42

4. Laju Asupan (R) Jumlah berat kerang yang

dikonsumsi per hari.

(Direktorat Jendral PP dan PL,

Kementrian Kesehatan, 2012)

Wawancara Kuesioner gram/hari Rasio

5. Jenis Kelamin Jenis kelamin responden yang

menjadi sampel dalam penelitian

Wawancara Kuesioner 1. Laki-laki

2. Perempuan

Ordinal

6. Status

Pernikahan

Status pernikahan responden pada

saat dilakukan pengambilan data

Wawancara Kuesioner 1. Menikah

2. Belum

Menikah

Ordinal

7. Pekerjaan Suatu kegiatan yang dilakukan

secara rutin terus menerus

berdasarkan keahlian yang dimiliki.

Wawancara Kuesioner 1. Buruh

2. Nelayan

3. Pedagang

4. Wiraswasta

5. Swasta

6. Ibu Rumah

Tangga

7. Lainnya

Ordinal

8. Cara Memasak Penggunaan cangkang saat memasak

kerang

Wanwancara Kuesinoner 1. Dengan

Cangkang

Ordinal

Page 59: FEELA ZAKI SAFITRI-FKIK.pdf

43

2. Tanpa

Cangkang

9. Frekuensi

Pajanan (fE)

Jumlah hari dalam satu tahun dalam

mengkonsumsi kerang hijau yang

berasal dari Teluk Jakarta

Wawancara Kuesinoer hari/tahun Rasio

10. Durasi Pajanan

(Dt)

Lamanya waktu atau jumlah tahun

kontak responden dengan pajanan

(Direktorat Jendral PP dan PL,

Kementrian Kesehatan, 2012)

Wawancara Kuesioner Tahun Rasio

11. Intake (I) Jumlah asupan harian risk agent

yang diterima individu secara

ingesti per kg berat badan per hari.

(Direktorat Jendral PP dan PL,

Kementrian Kesehatan, 2012)

Hitungan Rumus Microsoft

excel dan

SPSS

mg/kg x hari Rasio

Page 60: FEELA ZAKI SAFITRI-FKIK.pdf

44

12. Tingkat risiko

terjadinya

toksisitas

Kadmium (RQ)

Tingkat risiko yang dinyatakan

dalam angka tanpa satuan yang

merupakan perbandingan antara

intake dengan dosis/konsentrasi.

(Direktorat Jendral PP dan PL,

Kementrian Kesehatan, 2012)

Melalukan

perhitungsn

dengan tingkat

risiko

berdasarkan

intake dan dosis

acuan dengan

rumus:

Microsoft

Excel dan

SPSS

RQ > 1: (ada

risiko)

RQ < 1: (risiko

belum terjadi)

Ordinal

Page 61: FEELA ZAKI SAFITRI-FKIK.pdf

45

C. Uji Hipotesis

Hasil penelitian yang akan diharapkan oleh peneliti adalah :

Ada hubungan antara konsentrasi Cd dalam kerang hijau, laju asupan

responden, frekuensi pajanan responden, durasi pajanan responden, berat

badan responden, dan intake dengan tingkat risiko kandungan Cd dalam

kerang hijau yang dikonsumsi masyarakat Kaliadem Muara Angke Jakarta

Utara tahun 2015

Page 62: FEELA ZAKI SAFITRI-FKIK.pdf

46

BAB IV

METODE PENELITIAN

A. Desain Penelitian

Pada dasarnya efek kesehatan lingkungan dibagi menjadi dua yaitu

epidemiologi kesehatan lingkungan (EKL) dan analisis risiko kesehatan

lingkungan (ARKL). Pada penelitian ini dilakukan untuk mengetahui tingkat

efek kesehatan lingkungan pada masyarakat Kaliadem Muara Angke Jakarta

Utara akibat mengkonsumsi kerang hijau hasil budidaya yang dilakukan di

Perairan Teluk Jakarta. Jenis penelitian ini adalah kuantitatif dengan

menggabungkan antara studi EKL dengan studi ARKL. Desain penelitian

yang digunakan adalah cross sectional menggunakan metode ARKL. ARKL

digunakan untuk menghitung tingkat risiko kesehatan pada suatu populasi

tertentu karena pajanan lingkungan dalam waktu tertentu pada suatu populasi.

Pada penelitian ini studi EKL digunakan untuk mengetahui hubungan antara

tingkat risiko dengan konsentrasi Cd dalam kerang hijau, karakteristik

responden (berat badan dan laju asupan), pola aktifitas (durasi pajanan dan

frekuensi pajanan), dan intake.

B. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan Kaliadem Muara Angke Jakarta Utara. Lokasi

pengambilan sampel kerang hijau bertempat pada budidaya kerang hijau

Kaliadem Muara Angke Jakarta Utara. Pengujian konsentrasi Cd dalam

kerang hijau yang dilakukan di Laboratorium Kesehatan Lingkungan Fakultas

Page 63: FEELA ZAKI SAFITRI-FKIK.pdf

47

Kedokteran dan Ilmu Kesehatan (FKIK) dan Laboratorium Terpadu UIN

Syarif Hidayatullah Jakarta.

Pemilihan tempat penelitian tersebut, dikarenakan Kaliadem

merupakan pusat budidaya kerang hijau yang dilakukan di pesisir Teluk

Jakarta, sehingga tingkat konsumsi masyarakat terhadap kerang hijau cukup

tinggi. Waktu penelitian dilaksanakan pada bulan April - Juni 2015.

C. Populasi dan Responden Penelitian

1. Populasi dan Responden Penelitian

a. Populasi

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh masyarakat yang

tinggal di Kaliadem Muara Angke Jakarta Utara. Terdapat perbedaan

pada sistem kependudukan di Kaliadem Muara Angke Jakarta, di

tempat ini tidak ada RT dan RW pada sistem kependudukan. RT dan

RW diwilayah setempat digantikan dengan sistem kelompok, sehingga

setiap kelompok dipimpin oleh ketua kelompok. Terdapat 10

kelompok nelayan yang tinggal di Kaliadem Muara Angke Jakarta

Utara.

Penentuan kelompok yang akan diteliti dipilih berdasarkan lokasi.

Lokasi yang diambil adalah pusat budidaya kerang hijau dan yang

tidak berada di pusat budidaya kerang hijau. Kelompok yang berada di

pusat budidaya kerang hijau adalah kelompok 6 dan 7, sedangkan

sebagai pembandingnya (yang tidak berada di pusat budidaya kerang

hijau) adalah kelompok 2 dan 9. Penentuan kelompok pembanding

Page 64: FEELA ZAKI SAFITRI-FKIK.pdf

48

dilakukan dengan sistem random (acak). Sistem ini dipilih dengan

tujuan agar sampel tidak homogen dan mampu mewakili populasi.

Tujuan dari penentuan kelompok tersebut adalah untuk mengetahui

proporsi dan jumlah responden yang berisiko tiap kelompok, sehingga

akan diketahui kelompok mana yang lebih berisiko mengalami

keracunan Cd. Sehingga kelompok yang menjadi tempat penelitian

pada penelitian ini adalah kelompok 2, 6, 7, dan 9 dengan total

populasi yang masuk dalam penelitian ini adalah 415 KK.

b. Responden

Responden dalam penelitian ini adalah:

Laki-laki dan perempuan yang bertempat tinggal di Kaliadem

Muara Angke Jakarta Utara yaitu pada kelompok 2, 6, 7 dan 9,

dengan kriteria sebagai berikut:

Orang yang mengkonsumsi kerang hijau.

Tercatat dalam kelompok 2, 6, 7, dan 9.

Berusia ≥10 tahun.

Pemilihan responden dewasa (≥10 tahun) karena efek

kesehatan akibat pajanan kadmium secara kronis terjadi pada

manusia yang telah terpajan selama 10-30 tahun (biological half

life pajanan Cd pada manusia).

Page 65: FEELA ZAKI SAFITRI-FKIK.pdf

49

c. Teknik Pengambilan Responden

Teknik pengambilan responden pada penelitian ini adalah

simple random sampling yaitu responden diambil secara acak

berdasarkan KK. Hal ini dilakukan karena frame sampling yang

didapatkan dari penelitian ini hanya berdasarkan KK (hanya ada nama

kepala keluarga). Namun unit penelitian ini bukanlah keluarga akan

tetapi tetap individu. Sehingga, jumlah responden adalah jumlah

anggota rumah tangga dalam satu KK yang berusia ≥10 tahun.

Kaliadem Muara Angke Jakarta Utara

KEL. 1 KEL. 2 KEL. 3 KEL. 4 KEL. 5 KEL. 6 KEL. 7 KEL. 8 KEL. 9 KEL. 10

100 KK 110 KK

415 KK

191 KK

Pengambilan responden dengan

metode simple random sampling

85 KK 120 KK

Jumlah KK

Hasil perhitungan besar

sampel responden

Bagan 4.1

Teknik Pengambilan Responden

Page 66: FEELA ZAKI SAFITRI-FKIK.pdf

50

d. Perhitungan Responden

Besar sampel penelitian (responden) ini menggunakan perhitungan

estimasi sebagai berikut (S.Lameshow, 1991):

( )

( ) ( )

Keterangan:

n = Besar sampel minimal yang dibutuhkan

= 1,96 pada tingkat kepercayaan 95%

= Derajat presisi yang diinginkan 5%

= Besar populasi 415

= Perkiraan proporsi 50%

Dengan persamaan di atas, maka sampel penelitian (responden)

minimal dalam penelitian ini dapat dihitung sebagai berikut ;

( )

( ) ( )

= 191

Berdasarkan perhitungan diatas diketahui bahwa sampel penelitian

(responden) minimal yang harus diambil adalah 191. Dari 191 sampel

penelitian (responden) minimal didapatkan 230 responden dalam penelitian

ini. Hal tersebut dikarenakan dari 191 KK, terdapat 20 KK yang

respondennya lebih dari satu.

Page 67: FEELA ZAKI SAFITRI-FKIK.pdf

51

2. Populasi dan Spesimen Laboratorium

a. Populasi Spesimen Laboratorium

Populasi spesimen yang digunakan dalam penelitian ini adalah

seluruh kerang hijau yang di budidayakan di perairan Teluk Jakarta.

b. Spesimen Laboratorium

Spesimen laboratorium yang dipilih untuk adalah kerang hijau.

Kandungan logam yang dianalisis adalah kadmium. Sepesimen kerang

hijau yang digunakan adalah seluruh budidaya kerang hijau yang ada di

Kaliadem Muara Angke Jakarta Utara yang berjumlah 11 budidaya.

Teknik pengambilan spesimen dilakukan dengan cara Total Sampling

yaitu pengambilan spesimen dilakukan secara keseluruhan terhadap seluruh

budidaya (pengepul) kerang hijau di Kaliadem Muara Angke Jakarta Utara.

Penggunaan teknik ini dikarenakan jumlah budidaya kerang hijau di

Kaliadem Muara Angke Jakarta Utara terbatas.

D. Teknik Pengumpulan Data

Pengumpulan data dilakukan dengan cara wawancara dan observasi

terkait pola konsumsi dan karakteristik individu terhadap pola konsumsi

kerang hijau pada masyarakat Kaliadem Muara Angke Jakarta. Sedangkan

untuk mengetahui konsentrasi Cd dalam kerang hijau yang dikonsumsi

masyarakat yang di budidayakan di perairan Teluk Jakarta dilakukan melalui

pengujian laboratorium.

Page 68: FEELA ZAKI SAFITRI-FKIK.pdf

52

Jenis data yang digunakan dalam peneltian ini adalah data primer.

Data primer dalam peneltian ini adalah hasil pengukuran kandungan Cd dalam

kerang hijau yang didapat dari lokasi penelitian, data diperoleh melalui hasil

pemeriksaan laboratorium menggunakan alat Atomic Absorbsed Spectrometer

(AAS). Data primer lainnya merupakan data pola aktivitas, karakterisitik

individu serta pola aktifitas. Data tersebut didapatkan dengan cara wawancara

terhadap masyarakat di sekitar lokasi penelitian. Berat badan tiap indiviu

diukur dengan timbangan digital dengan satuan kilogram.

Pengumpulan data untuk variabel frekuensi dan laju asupan kerang

hijau dilihat dari frekuensi dan jumlah asupan induvidu mengkonsumsi kerang

hijau dengan cara ditanyakan secara langsung berapa banyak kerang yang

dimakan dengan menggnakan food model. Food model yang digunakan adalah

takaran sendok, mangkok, dan piring yang sebelumnya telah dilakukan

penimbangan pada setiap takarannya yang kemudian dikonversikan dalam

bentuk gram.

E. Alur Kerja Penelitian

Dalam penelitian ini, dilakukan beberapa tahapan (alur) kerja untuk

mengetahui tingkat efek kesehatan lingkungan kandungan Cd ketika

masyarakat mengkonsumsi kerang hijau yang dibudidayakan di perairan

Teluk Jakarta dengan menggunakan ARKL yaitu:

Page 69: FEELA ZAKI SAFITRI-FKIK.pdf

53

F. Pemeriksaan Laboratorium

Pemeriksaan laboratorium digunakan untuk mengetahui kandungan Cd

pada spesimen kerang hijau. Metode yang digunakan untuk preparasi

spesimen kerang hijau dalam penelitian ini adalah destruksi basah. Teknik

destruksi merupakan teknik yang digunakan untuk melarutkan logam-logam

dalam jaringan hewan ataupun tumbuhan. Metode destruksi yang digunakan

adalah metode destruksi basah sehingga waktu yang digunkan untuk preparasi

spesimen lebih cepat (EPA, 2007).

1. Alat

Peralatan yang digunakan untuk mengukur konsentrasi Cd dalam

kerang hijau adalah:

a. AAS h. Gelas ukur 100 ml

b. Neraca analitik i. Gelas piala 250 ml

c. Pipet tetes j. Pipet mohr 10 ml

d. Tissu k. Kaca arloji

e. Digesti l. Oven

f. Labu takar 50 ml m. Aluminium Foil

g. Pipet volumetrik n. Kertas saring

Pengukuran

Antropometri

Analisis konsentrasi logam berat Cd

dengan AAS

Tingkat efek kesehatan

lingkungan individu terpajan

logam berat kadmium (Cd)

Perhitungan Intake

Wawancara dan

kuesioner

Pengukuran pola konsumsi

dan pola aktifitas

masyarakat Kaliadem

Muara Angke

Pengambilan spesimen laboratorium

(kerang hijau)

Perhitungan tingkat

risiko individu

Bagan 4.2

Alur Kerja Penelitian

Page 70: FEELA ZAKI SAFITRI-FKIK.pdf

54

2. Bahan

Bahan yang digunakan untuk mengukur konsentrasi Cd dalam kerang

hijau adalah:

a. Asam nitrat (HNO3) 65 % p.a e. Hidrogen peroksida (H2O2) 50 % p.a

b. Asam Sulfat (H2SO4) 98 % p.a f. Asam Perklorat (HClO4) 70 % p.a

c. Air suling g. (Cd (NO3)2)

d. Aquadest h. Kerang hijau

G. Metode Analisa Kadmium (Cd) dalam Kerang Hijau

1. Cara Kerja Analisis Spesimen Kerang Hijau

Langkah-langkah analisis logam berat Cd dalam spesimen kerang hijau

(Perna viridis) adalah sebagai berikut:

a. Spesimen kerang diambil bagian dagingnya.

b. Dirajang halus.

c. Dikeringkan dalam oven dalam suhu 1050C selama 3 jam.

d. Ditumbuk hingga halus.

e. Spesimen ditimbang 3-10 gram dalam beaker glass.

f. Kemudian diasamkan (dilakukan di dalam lemari asam).

g. Ditambah 9 ml HNO3 ditutup kaca arloji, dipanaskan di atas hot plate

(dievaporasi) dan diaduk hingga volume sampai 5 ml.

h. Ditambah 2 ml H2O2, dipanaskan di atas hot plate (dievaporasi) sampai

asap putih hilang dan diaduk hingga volume sampai 5 ml.

i. Disaring dengan kertas saring.

j. Dimasukan ke dalam labu takar 50 ml, dinding beaker glass dibilas

dengan aquadest dan ditambah aquadest hingga batas tera.

Page 71: FEELA ZAKI SAFITRI-FKIK.pdf

55

k. Spesimen yang sudah dilarutkan diukur dengan AAS.

2. Prosedur Kerja AAS

Alat AAS, auto sampler, FIMS, sumber arus EDL Power dan komputer

telah terangkai dengan baik dan semua kabel power terpasang dengan benar.

a. Larutan standar, spesimen kerang dalam labu ukur 50 ml bersama

dengan larutan HNO3 65%, dan larutan standar Cd telah disiapkan.

b. Blower dihidupkan. Kran gas N2 dibuka dan diatur tekanan sesuai

dengan besar tekanan yang direkomendasikan.

c. Air, kompresor dan jet set dinyalakan.

d. AAS dan PC dinyalakan

e. Api dinyalakan selama beberpa saat (±30 menit warming up).

f. Semua peralatan AAS dioperasikan dengan benar.

Setelah itu, dihitung kadar Cd dengan persamaan garis regresi kurva

kalibrasi menggunakan rumus :

Kadar Cd (mg/gram) = (C x F)/B

Dimana :

C = Konsentrasi Cd pada spesimen dari pembacaan AAS (mg/L)

F = Volume larutan uji (0,05L)

B = Bobot spesimen (gram)

3. Pembuatan Deret Standar

Sebanyak 5 ml larutan induk (Cd(NO3)2) 1000 ppm dipipet, dimasukkan

ke dalam labu takar 50 ml, lalu ditambahkan air suling hingga tanda tera

Page 72: FEELA ZAKI SAFITRI-FKIK.pdf

56

(diperoleh deret standar dengan konsentrasi 100 ppm). Membuat deret standar

dengan konsentrasi sebagai berikut:

a. 0,001 ppm

Sebanyak 10 ml larutan deret standar dengan konsentrasi 0,005 ppm

dipipet lalu dimasukan ke dalam labu takar 50 ml. Ditambahkan air suling

hingga tanda tera (diperoleh deret standar dengan konsentrasi 0,001 ppm)

b. 0,05 ppm

Sebanyak 10 ml larutan deret standar dengan konsentrasi 0,1 ppm dipipet,

lalu dimasukkan ke dalam labu takar 50 ml, ditambahkan air suling hingga

tanda tera (diperoleh deret standar dengan konsentrasi 0,05 ppm)

c. 0,1 ppm

Sebanyak 10 ml larutan deret standar dengan konsentrasi 0,5 ppm dipipet,

lalu dimasukkan ke dalam labu takar 50 ml, ditambahkan air suling hingga

tanda tera (diperoleh deret standar dengan konsentrasi 0,1 ppm)

d. 0,5 ppm

Sebanyak 25 ml larutan deret standar dengan konsentrasi 1 ppm dipipet,

lalu dimasukkan ke dalam labu takar 50 ml, ditambahkan air suling hingga

tanda tera (diperoleh deret standar dengan konsentrasi 0,5 ppm)

e. 1 ppm

Sebanyak 25 ml larutan deret standar dengan konsentrasi 2 ppm dipipet,

lalu dimasukkan ke dalam labu takar 50 ml, ditambahkan air suling hingga

tanda tera (diperoleh deret standar dengan konsentrasi 1 ppm).

f. 2 ppm

Page 73: FEELA ZAKI SAFITRI-FKIK.pdf

57

Sebanyak 20 ml larutan deret standar dengan konsentrasi 5 ppm dipipet,

lalu dimasukkan ke dalam labu takar 50 ml, dan ditambahkan air suling

hingga tanda tera (diperoleh deret standar dengan konsentrasi 2 ppm

g. 5 ppm

Sebanyak 25 ml larutan deret standar dengan konsentrasi 10 ppm dipipet,

lalu dimasukkan ke dalam labu takar 50 ml, dan ditambahkan air suling

hingga tanda tera (diperoleh deret standar dengan konsentrasi 5 ppm)

h. 10 ppm

Sebanyak 5 ml larutan deret standar dengan konsentrasi 100 ppm dipipet,

lalu dimasukkan ke dalam labu takar 50 ml, dan ditambahkan air suling

hingga tanda tera (diperoleh deret standar dengan konsentrasi 10 ppm)

G. Pengolahan dan Analisis Data

1. Analisis Univariat

Seluruh data dalam penelitian ini dilakukan analisis univariat. Data

numerik dari penelitian ini adalah konsentrasi logam berat kadmium (Cd)

dalam kerang hijau, pola aktivitas, pola konsumsi, karakteristik individu, dan

tingkat risiko responden, sedangkan data kategoik dari penelitian ini adalah

jenis kelamin, status pernikahan, pekerjaan, dan cara memasak. Data numerik

tersebut kemudian dikategorikan berdasarkan cut of point nilai mean apabila

data tersebut normal dan nilai median apabila data tersebut tidak normal.

Pengkategorian data tersebut bertujuan untuk mengetahui proporsi dari tiap

kelompok.

Page 74: FEELA ZAKI SAFITRI-FKIK.pdf

58

Data konsentrasi Cd dianalisis di Laboratorium Kesehatan Lingkungan

Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan (FKIK) dan di Laboratorium

Terpadu UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Setelah didapatkan seluruh data

kemudian dilakukan perhitungan nilai rata-ratanya, standar defiasi, dan

diketahui nilai maksimum dan minimumnya.

Pengolahan data dengan menggunakan perhitungan analisis risiko

digunakan untuk mengetahui tingkat risiko (RQ) pajanan Cd dengan

menghitung intake yang kemudian membandingkan dengan nilai Refference

Dose (RfD). Perhitungan asupan intake didapatkan dari data konsentrasi Cd

sebagai risk agent dalam kerang hijau (mg/kg), laju asupan atau pola

konsumsi masyarakat Kaliadem Muara Angke Jakarta Utara (kg/hari), berat

badan (kg), frekuensi pajanan (hari/tahun), durasi pajanan (tahun), periode

waktu rata-rata (30 tahun x 365 hari) untuk zat non karsinogenik. Perhitungan

intake:

Keterangan :

I = intake (mg/kgxhari)

C = konsentrasi (mg/kgxhari)

R = laju ingesti (mg/kg)

fE = frekuensi pajanan (hari/tahun)

Dt = durasi pajanan (lifetime exposure) (tahun)

Wb = berat badan (kg)

Page 75: FEELA ZAKI SAFITRI-FKIK.pdf

59

tavg = periode waktu rata-rata (30 x 365 hari/tahun untuk non-karsinogen,

70 tahun x 365 hari/tahun untuk ksrsinogen)

Untuk mengetahui tingkat risiko (RQ), maka dilakukan perhitungan RQ

dengan rumus:

Tingkat Risiko ( )

RQ = Risk Qoutient

I = intake (mg/kgxhari)

RfD = Refference dose (mg/kgxhari)

Besarnya nilai dosis referensi (RfD) sudah ditetapkan oleh EPA dalam

Integrated Risk Information System (IRIS). Pada setiap logam memiliki nilai

besaran yang berbeda. Nilai ini didapatkan dari beberapa penelitian yang

dilakukan sebelumnya dengan membandingkan nilai NOAEL atau LOAEL

dengan UF dan MR. Nilai RfD untuk logam kamdium (Cd) sebesar 0,001

mg/kg/hari (IRIS, 2015).

Tingkat risiko (RQ) dihitung berdasarkan realtime masyarakat

setempat. Perhitungan realtime dilakuakan berdasarkan data durasi pajanan

yang terkumpul dari kuesioner. Hasil perhitungan RQ dapat menunjukan

tingkat risiko kesehatan masyarakat akibat mengkonsumsi kerang hijau yang

mengandung logam berat kadmium (Cd). Apabila didapatkan nilai RQ >1,

maka menunjukan probabilitas suatu individu untuk mengalami risiko

gangguan kesehatan akibat pajanan Cd dalam kerang hijau lebih besar

dibandingkan dengan individu yang memiliki nilai RQ ≤1.

Page 76: FEELA ZAKI SAFITRI-FKIK.pdf

60

Data yang terkumpul kemudian diolah dan dianalisis dengan

menggunakan komputer (software). Tahapan pengolahan data adalah sebagai

berikut :

1) Pemeriksaan data

Dilakukan untuk melihat apakah data primer yang dikumpulkan pada

kuesioner sudah benar dan tidak terjadi kesalahan pengisian. Data

yang diperiksa adalah konsentrasi kandungan kadmium dalam kerang

hijau, laju konsumsi, frekuensi pajanan, berat badan, dan durasi

pajanan masyarakat Kaliadem Muara Angke

2) Memasukkan data

Memasukkan data konsentrasi kandungan kadmium dalam kerang

hijau, laju konsumsi, frekuensi pajanan, berat badan, dan durasi

pajanan masyarakat Kaliadem Muara Angke ke dalam komputer.

Selain data primer yang telah terkumpul, nilai defalut seprti RfD dan

periode waktu rata-rata (taVg) juga dimasukan ke dalam komputer,

untuk memudahkan dan menghindari kesalahan perhitungan dalam

analisis data intake dan tingkat risiko.

3) Membersihkan data

Mengecek kembali data konsentrasi kandungan Cd dalam kerang

hijau, laju konsumsi, frekuensi pajanan, berat badan, dan durasi

pajanan masyarakat Kaliadem Muara Angke yang telah dimasukkan ke

dalam program komputer untuk menghindari kemungkinan terjadinya

kesalahan entri data, dengan cara memeriksa kembali seluruh data

Page 77: FEELA ZAKI SAFITRI-FKIK.pdf

61

yang telah dientri ke dalam program komputer termasuk aplikasi

rumus yang digunakan. Aplikasi Rumus yang digunakan adalah rumus

perhitungan intake dan tingkat risiko.

2. Analisis Bivariat

Analisis bivariat dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan

sofware SPSS untuk mengetahui variabel yang berhubungan dengan nilai

tingkat risiko. Uji bivariat dilakukan dengan menggunakan uji chi’ square

karena data yang digunakan adalah data kategori. Variabel yang dilakukan uji

bivariat adalah konsentrasi Cd dalam kerang hijau, laju asupan, frekuensi

pajanan, durasi pajanan, berat badan dan intake, sehingga diketahui variabel

mana yang berhubungan dengan nilai tingkat risiko.

Page 78: FEELA ZAKI SAFITRI-FKIK.pdf

62

BAB V

HASIL PENELITIAN

A. Gambaran Umum Wilayah Penelitian

1. Kondisi Perairan Teluk Jakarta

Teluk Jakarta terletak pada 06000’40” LS dan 05054’40”LS

serta 106040’45”BT dan 107001’19”BT. Teluk Jakarta adalah teluk

yang berada di perairan Laut Jawa yang terletak di sebelah Utara

Provinsi DKI Jakarta. Topografi Teluk Jakarta umunya didominasi

oleh lumpur, pasir dan krikil. Lumpur banyak berdapat di bagian

peninggir dan tengah teluk, sedangkan pasir semakin menonjol di

bagian laut lepas (BLH DKI Jakarta, 2013).

Menurut data BPLHD dan KP2L Provinsi DKI Jakarta (BLH DKI

Jakarta, 2013) kondisi fisik perairan Teluk Jakarta sebagai berikut :

a. Kedalaman Teluk Jakarta berkisar dari 4,00 – 29,0 meter.

b. Kemiringan dasar lautnya ke arah utara, artinya makin ke

utara makin dalam.

c. Kedalamam di muara berkisar 0,50 – 3,00 meter.

d. Pada daerah pesisir dalam waktu 24 jam terjadi satu kali

pasang tertinggi dan satu kali surut rendah.

e. Pada musim kemarau perbedaan pasang surut sekitar 1,2

meter dan besaran diurnal pada mulut Teluk Jakarta 3,8 meter

Page 79: FEELA ZAKI SAFITRI-FKIK.pdf

63

di Tanjung Pasir besaran diurnalnya 2,6 meter sedangkan di

Kepulauan Seribu adalah 4,2 meter.

f. Kecepatan arus berkisar antara 0,20 – 1,20 m/detik dengan

arah barat (3320) sampai dengan tenggara (1440).

g. Umumnya tinggi gelombang di Teluk Jakarta berkisar antara

0,1 – 1 meter, dengan periode 1 sampai 8 detik dan memiliki

panjang gelombang 1 – 21 meter.

h. Suhu di perairan laut berkisar antara 27,90 – 28,870C.

i. Salinitas perairan laut berkisar antara 31,50 – 32,59 0/00

Teluk Jakarta membentang dari Tanjung Kait di bagian Barat

hingga Tanjung Kerawang di bagian Timur dan merupakan muara dari

13 sungai yang mengalir di wilayah DKI Jakarta dan digunakan

sebagai media untuk membuang limbah berbagai industri yang berada

di wilayah sekitarnya. 13 sungai tersebut yakni 3 sungai besar (Sungai

Citarum, Sungai Bekasi dan Sungai Ciliwung) dan 10 sungai kecil

(Sungai Kamal, Sungai Kanal Cengkareng, Sungai Angke, Sungai

Karang, Sungai Ancol, Sungai Sunter, Sungai Cakung, Sungai

Blencong, Sungai Grogol dan Sungai Pesanggrahan), dengan total

rata-rata aliran limpahan dari ke 13 sungai tersebut adalah 112,7

m³det־' (BLH DKI Jakarta, 2013).

2. Kaliadem Muara Angke Jakarta Utara

Kaliadem Muara Angke terletak pada

6°6′21″LS,106°46′29.8″BT adalah pelabuhan dan pusat pelelangan

Page 80: FEELA ZAKI SAFITRI-FKIK.pdf

64

ikan yang berada di wilayah Jakarta. Secara administratif Kaliadem

Muara Angke terletak di Kelurahan Pluit Kecamatan Penjaringan

Jakarta Utara. Wilayah Kaliadem sering disebut sebagai

perkampungan nelayan karena selain letaknya di pesisir Teluk Jakarta

sebagian besar penduduknya bermata pencaharian sebagai nelayan.

Perkampungan ini diresmikan pada tahun 1983 oleh Presiden

Soeharto. Sistem strata di wilayah perkampungan ini masih

menggunakan sistem kelompok sehingga tiap kelompok dipimpin oleh

ketua kelompok. Perkampungan ini dibagi menjadi 10 kelompok

nelayan dengan total penduduk pada seluruh kelompok adalah 1278

jiwa. Akses dan fasilitas yang ada di wilayah Kaliadem Muara Angke

cukup lengkap. Terdapat 1 unit puskesmas Muara Angke, pasar dan

beberapa sarana pendidikan. Letak perkampungan Kaliadem cukup

jauh dari pusat kota sehingga dibutuhkan waktu tempuh 15 menit

dengan menggunakan becak motor untuk menuju pusat fasilitas.

Lokasi geografis pada wilayah Kaliadem Muara Angke ini

dimanfaatkan sebagai lahan pekerjaan oleh penduduk setempat.

Berdasarkan hasil survei peneliti sejak tahun 1987 sepanjang wilayah

Kaliadem telah digunakan sebagai budidaya kerang hijau. Sampai saat

ini terdapat 11 pengepul kerang hijau dengan memperkerjakan

masyarakat setempat sehingga mayoritas mata pencahariaan penduduk

disana adalah sebagai nelayan dan buruh pengupas kerang hijau.

Produksi dari hasil budidaya kerang hijau tersebut bisa mencapai 15-

Page 81: FEELA ZAKI SAFITRI-FKIK.pdf

65

20 ton perbagan tancap setiap minggunya (DPPK, 2006). Hasil

budidaya kerang hijau tersebut didistribusikan di wilayah Jabodetabek.

Rata-rata pola konsumsi kerang hijau masyarakat kaliadem cukup

tinggi karena letak tempat tinggal yang berada di pusat budidaya

kerang hijau. Sumber kerang hijau yang dikonsumsi oleh masyarakat

Kaliadem seluruhnya berasal dari budidaya yang dilakukan di lokasi

tersebut.

Gambar 5.1

Lokasi Penelitian Kaliadem Muara Angke Jakarta Utara

B. Karakteristik Responden

Karakteristik responden di Kaliadem Muara Angke menurut usia,

jenis kelamin, status pernikahan, dan pekerjaan yang diperoleh melalui

wawancara dan kuesioner disajikan pada Tabel 5.1.

Page 82: FEELA ZAKI SAFITRI-FKIK.pdf

66

Tabel 5.1 Distribusi Menurut Usia, Jenis Kelamin, Status Pernikahan, Cara

Memasak Kerang dan Pekerjaan Responden di Kaliadem Muara Angke

Jakarta Utara Tahun 2015

Berdasarkan Tabel 5.1 diketahui bahwa distribusi usia responden

paling banyak adalah ≤34 tahun yaitu 116 (50,4%) responden, sedangkan

untuk distribusi jenis kelamin paling banyak adalah perempuan sebanyak 174

(75,7%) responden. Distribusi menurut status pernikahan paling banyak

berstatus menikah yaitu 203 (88,3%) responden, sedangkan untuk distribusi

responden berdasarkan kebiasaan cara memasak kerang paling banyak

memasak kerang tanpa menggunakan cangkangnya yaitu 118 (51,3%)

Variabel Jumlah

n (230)

Persentase (%)

Usia

> 34 tahun 114 49,6

≤ 34 tahun 116 50,4

Jumlah 230 100

Jenis Kelamin

Laki-laki 56 24,3

Perempuan 174 75,7

Jumlah 230 100

Status Pernikahan

Menikah 203 88,3

Belum Menikah 27 11,7

Jumlah 230 100

Cara Memasak Kerang

Dengan Cangkang 112 48,7

Tanpa Cangkang 118 51,3

Jumlah 230 100

Pekerjaan

Buruh 68 29,6

Nelayan 23 10

Pedagang 27 11,7

Wiraswasta 10 4,3

Swasta 7 3

Ibu Rumah Tangga 82 35,7

Lainnya (Pegawai, Pelajar) 13 5,6

Jumlah 230 100

Page 83: FEELA ZAKI SAFITRI-FKIK.pdf

67

responden. Distribusi responden menurut pekerjaan yang paling banyak

adalah berprofesi sebagai buruh pengupas kerang sebesar 68 (29,6%)

responden dan paling sedikit berprofesi sebagai pegawai swasta yaitu 7 (3%)

responden.

C. Konsentrasi Kadmium (Cd) pada Kerang Hijau yang Dikonsumsi

Masyarakat Kaliadem Muara Angke

Spesimen kerang hijau yang yang diukur adalah kerang hijau yang

didapatkan dari budidaya (pengepul) di wilayah Kaliadem Muara Angke

Jakarta Utara yang juga dilakukan di Perairan Teluk Jakarta. Hasil

pengukuran konsentrasi Cd dalam kerang hijau pada tiap spesimen kerang

hijau disajikan pada Tabel 5.2.

Tabel 5.2 Hasil Pengukuran Konsentrasi Cd dalam Tiap Spesimen Kerang

Hijau yang di Budidaya Tahun 2015

Spesimen Laboratorium

(kerang hijau)

Konsentrasi (mg/L)

Budidaya I 0,079

Budidaya II 0,090

Budidaya III 0,081

Budidaya IV 0,052

Budidaya V 0,082

Budidaya VI 0,090

Budidaya VII 0,086

Budidaya VIII 0,085

Budidaya IX 0,090

Budidaya X 0,091

Budidaya XI 0,094

Berdasarkan Tabel 5.2 konsentrasi Cd dalam kerang hijau tertinggi

terdapat pada budidaya XI yaitu 0,094 mg/L, sedangkan konsentrasi terendah

pada budidaya IV dengan konsentrasi 0,054 mg/L.

Page 84: FEELA ZAKI SAFITRI-FKIK.pdf

68

Distribusi Konsentrasi Kadmium pada Kerang Hijau yang Dikonsumsi

Masyarakat Kaliadem Muara Angke disajikan pada Tabel 5.3.

Tabel 5.3 Distribusi Konsentrasi Kadmium (Cd) pada Kerang Hijau Hasil

Budidaya di Perairan Teluk Jakarta Tahun 2015

Mean SD Min Max

Konsentrasi Cd dalam kerang hijau

(mg/L)

0,083 0,011 0,052 0,094

*p value >0,05

Berdasarkan Tabel 5.3 rata-rata konsentrasi Cd dalam spesimen kerang

hijau adalah 0,083 mg/L, dengan nilai maksimum spesimen kerang hijau

adalah 0,094 mg/L sedangkan nilai minimumnya adalah 0,052 mg/L. Analisis

normalitas data dengan menggunakan Kolmogorof Shapiro di dapatkan nilai p

value <0,05 maka data berdistribusi normal.

D. Analisis Risiko

1. Analisis Paparan (Exposure Assessment)-Intake Kadmium

Masyarakat Kaliadem Muara Angke Jakarta Utara

Analisis paparan dilakukan untuk menentukan dosis risk agent

kadmium (Cd) yang diterima individu sebagai asupan atau intake (I) yang

dihitung dengan persamaan :

Kerang hijau yang dikonsumsi masyarakat Kaliadem semuanya

berasal dari kerang yang di budidayakan pada perairan Teluk Jakarta.

Page 85: FEELA ZAKI SAFITRI-FKIK.pdf

69

Intake kadmium masyarakat Kaliadem Muara Angke Jakarta Utara

ketika mengkonsumsi kerang hijau disajikan pada Tabel 5.4

Tabel 5.4 Distribusi Intake Kadmium Masyarakat Kaliadem

Muara Angke Jakarta Utara Tahun 2015

Mean Median Min Max Kateg

ori

Kelompok

n (%)

Total

n(%)

2 6 7 9

Laju asupan

(gram/hari)

16,33 4,71 0,03 96,18 > 4,71

49 (21,3)

20 (8,7)

29 (12,6)

17 (7,4)

115 (50)

4,71

28

(12,2)

34

(14,8)

30

(8,7)

33

(14,3)

115 (50)

Jumlah 77

(33,5)

54

(23,5)

49

(21,3)

50

(21,7)

230

(100)

Frekuensi

Pajanan

(hari/tahun)

104 52 2 365 >52 35 (15,2)

19 (8,3) 21 (9,1) 17 (7,4) 92 (40,0)

≤52 42

(18,3)

35

(15,2)

28

(12,2)

33

(14,3)

138

(60,0)

Jumlah 77

(33,5)

54

(23,5)

49

(21,3)

50

(21,7)

230

(100)

Durasi

pajanan

(tahun)

17 15 0,5 57 >15 43 (18,7)

24 (10,4)

23 (10,0)

32 (13,9)

122 (53,0)

≤15 34

(14,8)

30

(13,0)

26

(11,3)

18 (7,8) 108

(40,7)

Jumlah 77

(33,5)

54

(23,5)

49

(21,3)

50

(21,7)

230

(100)

Berat Badan

(kg)

57,05 57,22 24,3 98,75 > 57,22

34 (14,8)

27 (11,7)

31 (13,5)

25 (10,9)

117 (50,9)

57,22

43

(18,7)

27

(11,7)

18 (7,8) 25

(10,9)

113

(49,1)

Jumlah 77

(33,5)

54

(23,5)

49

(21,3)

50

(21,7)

230

(100)

Intake

(mg/kg/hari)

0,097 0,004 1,2x 10-7

1,53 > 0,004

40 (17,4)

19 (8,3) 19 (8,3) 21 (9,1) 99 (43,0)

≤ 0,004

37 (16,1)

35 (15,2)

30 (13,0)

29 (12,6)

131 (57,0)

Jumlah 77

(33,5)

54

(23,5)

49

(21,3)

50

(21,7)

230

(100)

*p value <0,05

Berdasarkan tabel 5.4 rata-rata laju asupan konsumsi kerang hijau

masyarakat Kaliadem Muara Angke Jakarta Utara yaitu 16,33 gram/hari,

dengan nilai minimum sebesar 0,03 gram/hari dan nilai maksimumnya 96,18

gram/hari. Distribusi data laju asupan tidak nomal (p value <0,05) sehingga

yang digunakan adalah nilai median. Kelompok yang memiliki nilai R >4,71

paling banyak adalah kelompok 2 yaitu 49 (21,3%) responden sedangkan

Page 86: FEELA ZAKI SAFITRI-FKIK.pdf

70

kelompok yang nilai R ≤4,71 paling banyak adalah kelompok 7 yaitu 30

(8,7%) responden.

Rata-rata frekuensi paparan konsumsi kerang hijau masyarakat

Kaliadem Muara Angke Jakarta Utara adalah 104 hari/tahun, dengan nilai

minimum 2 hari/tahun dan nilai maksimumnya adalah 365 hari/tahun. Data

frekuensi pajanan juga menunjukan distribusi data tidak normal (p

value<0,05) sehingga yang digunakan adalah nilai median. Kelompok yang

nilai frekuensi paparan >52 hari/tahun paling banyak adalah kelompok 2

dengan 35 (15,2%) responden.

Rata-rata lama durasi pajanan kandungan kadmium dalam kerang

hijau yang dikonsumsi masyarakat Kaliadem Muara Angke Jakarta Utara

yaitu 17 tahun, dengan nilai minimum durasi pajanan selama 0,5 tahun dan

nilai maksimumnya 57 tahun. Distribusi data durasi pajanan tidak normal (p

value<0,05) sehingga yang digunakan adalah nilai median. Persentase

responden yang terpapar ≥15 tahun paling banyak terdapat pada kelompok 2

dengan persentase sebesar 18,7%.

Rata-rata berat badan masyarakat Kaliadem Muara Angke Jakarta

Utara yang mengkonsumsi kerang hijau yaitu 57,05 kg, dengan nilai

minimum yaitu 24,30 dan nilai maksimumnya 98,75 kg. Data berat badan

responden tidak normal (p value<0,05) sehingga yang digunakan adalah nilai

median. Berdasarkan persentase kelompom tinggal responden yang memiliki

berat badan >57,22 kg, 63,3% berada di kelompok 7.

Page 87: FEELA ZAKI SAFITRI-FKIK.pdf

71

Rata-rata intake konsumsi kerang hijau masyarakat Kaliadem Muara

Angke Jakarta Utara adalah 0,097 mg/kg/hari, dengan nilai minimum yaitu

1,2 x 10-7

mg/kg/hari dan nilai maksimumnya adalah 1,53 mg/kg/hari. Data

intake kadmium dari konsumsi kerang hijau masyarakat Kaliadem Muara

Angke Jakarta Utara tidak normal (p value<0,05) sehingga yang digunakan

adalah nilai median. Berdasarkan tempat tinggal responden yang memiliki

nilai intake > 0,004 mg/kg/hari paling banyak adalah responden yang tinggal

di kelompok 2 yaitu 51,9%,

2. Karakteristik Risiko (Risk Characterization) - Tingkat Risiko (RQ)

Karakterisasi risiko dilakukan untuk membandingkan hasil analisa

pemaparan (intake) dengan nilai dosis acuan (RfD). RQ dihitung dengan

persamaan:

Tingkat risiko kandungan logam kadimum dalam kerang hijau yang

dikonsumi masyarakat Kaliadem Muara Angke Jakarta Utara disajikan pada

Tabel 5.5.

Page 88: FEELA ZAKI SAFITRI-FKIK.pdf

72

Tabel 5.5 Tingkat Risiko Kandungan Logam Kadimum dalam Kerang Hijau

yang Dikonsumi Masyarakat Kaliadem Muara Angke Jakarta Utara

Tahun 2015

Mean SD Min Max RQ Kelompok

n (%)

Total

n(%)

2 6 7 9

Tingkat

Risiko

(RQ)

103,89 273,

88

0,0000

6

1672,

42

>1 57

(24,8)

24

(10,4)

28

(12,2)

31

(13,5)

140

(60,9)

≤1 20

(8,7)

30

(13,0)

21

(9,1)

19

(8,3)

90

(39,1)

Jumlah 77

(33,5)

54

(23,5)

49

(21,3)

50

(21,7)

230

(100)

*p value >0,05

Berdasarkan Tabel 5.5 rata-rata nilai tingkat risiko kandungan logam

kadmium dalam kerang hijau yang dikosumsi masyarakat Kaliadem Muara

Angke Jakarta Utara adalah 103,89, dengan nilai minimum yaitu 0,00006 dan

nilai maksimumnya yaitu 1672,42. Cut of point yang digunakan pada variabel

karakterisitik risiko adalah >1 dan ≤1. Hal ini dikarenakan hasil ukur dari

variabel ini adalah RQ>1 dinyatakan berisiko dan RQ≤1 masih aman atau

belum berisiko. Dari 230 responden yang nilai RQ >1 yaitu 140 responden.

Kelompok yang memiliki nilai RQ>1 paling banyak adalah kelompok 2 yaitu

57 (28,4%) responden, sedangkan kelompok yang memiliki nilai RQ>1 paling

sedikit adalah kelompok 6 yaitu 24 (13,0%) responden.

E. Hubungan Konsentrasi Kadmium, Laju Asupan, Frekuensi Pajanan,

Durasi Pajanan, Berat Badan, dan Intake dengan Tingkat Risiko

Masyarakat Kaliadem Muara Angke Jakarta Utara

Hubungan antara tingkat risiko gangguan kesehatan akibat paparan Cd

dalam kerang hijau yang dikonsumsi masyarakat Kaliadem Muara Angke

Jakarta Utara dengan konsentrasi Cd dalam kerang hijau, laju asupan kerang

Page 89: FEELA ZAKI SAFITRI-FKIK.pdf

73

hijau, frekuensi pajanan konsumsi kerang hijau, durasi pajanan Cd dalam

kerang hijau, berat badan responden dan intake Cd dalam kerang hijau

disajikan pada Tabel 5.6.

Tabel 5.6 Hubungan Antara Konsentrasi Kadmium, Laju Asupan, Frekuensi

Pajanan, Durasi Pajanan, Berat Badan, dan Intake dengan Tingkat Risiko

Masyarakat Kaliadem Muara Angke Jakarta Utara

Tahun 2015

Kategori RQ (>1) RQ (≤ 1) p value

n (%) n (%)

Konsentrasi kadmium dalam kerang hijau

>0,083 mg/L 109 (77,9) 6 (6,7) 0,576

≤0,083 mg/L 31 (22,1) 84 (93,6)

Jumlah 140 (100) 90 (100)

Laju asupan kerang hijau

>4,77 gram/hari 109 (77,9) 6 (6,7) 0,000

≤4,77 gram/hari 31 (22,1) 84 (93,3)

Jumlah 140 (100) 90 (100)

Frekuensi pajanan

>52 hari/tahun 109 (77,9%) 6 (6,7%) 0,000

≤52 hari/tahun 31 (22,1%) 84 (93,6%)

Jumlah 140 (100) 90 (100)

Durasi pajanan

>15 tahun 85 (60,7%) 37 (41,1%) 0,004

≤ 15 tahun 55 (39,3%) 53 (58,9%)

Jumlah 140 (100) 90 (100)

Berat badan

>57,22 kg 75 ( 53,6%) 42 (46,7 %) 0,307

≤57,22 kg 65 (46,4%) 48 (53,3%)

Jumlah 140 (100) 90 (100)

Intake kerang hijau

>0,004 mg/kg/hari 99 (70,7%) 0 (0%) 0,000

≤0,004 mg/kg/hari 41 (29,3%) 90 (100%)

Jumlah 140 (100) 90 (100)

Berdasarkan Tabel 5.6 hasil uji bivariat menunjukan bahwa tidak ada

hubungan yang signifikan antara variabel konsentrasi kadmium dalam kerang

hijau dan berat badan responden dengan tingkat risiko masyarakat Kaliadem

Page 90: FEELA ZAKI SAFITRI-FKIK.pdf

74

Muara Angke Jakarta Utara (p>0,05), sedangkan untuk variabel laju asupan,

frekuensi pajanan, durasi pajanan, dan intake konsumsi kerang hijau

menunjukan bahwa terdapat hubungan yang signifikan dengan tingkat risiko

masyarakat Kaliadem Muara Angke Jakarta Utara (p<0,05).

Page 91: FEELA ZAKI SAFITRI-FKIK.pdf

75

BAB VI

PEMBAHASAN

A. Keterbatasan Penelitian

Hasil penelitian ini menampilkan tingkat risiko kandungan logam

berat kadmium dalam kerang hijau yang dikonsumsi masyarakat Kaliadem

Muara Angke Jakarta Utara pada tahun 2015, yang mana data diambil dari

bulan April-Juni 2015. Namun dalam proses pelaksanaan penelitian terdapat

beberapa kelemahan yang menjadi keterbatasan penelitian dan berpengaruh

terhadap hasil penelitian. Keterbatasan penelitian tersebut adalah:

1. Penelitian ini menggunakan desain studi cross sectional. Variabel

dependen (tingkat risiko) dan variabel independen (konsentrasi Cd

dalam kerang hijau, laju asupan, durasi pajanan, berat badan, dan

intake) diamati pada waktu yang bersamaan, tanpa memberikan

perlakuan kepada responden sehingga rancangan ini mempunyai

kelemahan karena tidak dapat menunjukkan hubungan sebab akibat.

Faktor risiko sulit diukur secara akurat dan kurang valid untuk

meramalkan suatu kecenderungan. Meskipun demikian, desain ini

dipilih karena paling sesuai dengan tujuan penelitian, serta efektif dari

segi waktu.

2. Lingkup wilayah penelitian yang kecil sehingga hanya dapat

digeneralisasikan terhadap wilayah Kaliadem Muara Angke Jakarta

Utara.

Page 92: FEELA ZAKI SAFITRI-FKIK.pdf

76

3. Analisis risiko kesehatan akibat mengkonsumsi kerang hijau yang

mengandung logam kadmium dibatasi hanya berdasarkan asupan (intake)

melalui pajanan kerang hijau yang dikonsumsi oleh masyarakat Kaliadem

Muara Angke Jakarta Utara. Sehingga tidak memperhitungkan asupan

(intake) logam kadmium yang berasal dari air minum, makanan lain

(selain kerang hijau) maupun dari asap rokok.

4. Pemeriksaan gejala keracunan kadmium langsung ditanyakan ke

responden, tanpa mengunakan pengukuran biomarker seperti pada

darah dan urin untuk memperkuat hasil karena keterbatasan dana dan

waktu.

5. Data untuk penilaian konsentrasi kerang hijau dalam penelitian ini

hanya berdasarkan hasil satu kali pengukuran risk agent (Cd), dengan

tidak memperhitungkan adanya perbedaan konsentrasi sebelum

ataupun sesudah penelitian ini dilakukan (akumulasi), sehingga

konsentrasi yang diukur untuk menghitung asupan (intake) Cd yang

diterima kurang mewakili.

B. Karakteristik Responden

1. Distibusi Usia di Wilayah Kaliadem Muara Angke Jakarta Utara Tahun

2015

Data distribusi karakteristik responden menurut usia, dapat dilihat

bahwa kelompok usia terbanyak adalah ≤ 34 tahun sebanyak 116 (50,4%),

sedangkan responden yang berusia >34 tahun hanya sebesar 49,6%. Hal ini

sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Susiyeti (2010) tentang analisis

Page 93: FEELA ZAKI SAFITRI-FKIK.pdf

77

risiko kandungan kadmium dalam ikan di Kampung Nelayan Muara Angke

yang menyatakan bahwa berdasarkan kelompok umur paling banyak adalah

usia 20-30 tahun yaitu sebesar 39,2%. Diperkuat dengan penelitian

Listianingsih (2008) yang menyatakan bahwa kelompok umur paling banyak

di Kelurahan Muara Angke tahun 2007 adalah usia ≤34 tahun sebesar 59,67%.

Pada penelitian ini usia dibatasi mulai dari ≥10 tahun, karena efek Cd paling

singkat terjadi pada rentan waktu 10 tahun. Cara pengukuran usia pada

penelitian ini adalah dengan menggunakan metode wawancara dan alat ukur

kuesioner.

Namun penelitan Harvey et al (2009) menyatakan bahwa pengaruh

akumulasi Cd menunjukkan peningkatan Cd dalam darah (B-Cd) pada umur

30-45 tahun. Hal ini dikarenakan orang yang lebih tua mempunyai konsentrasi

B-Cd lebih tinggi dibanding orang dewasa. Teori ini sesuai dengan pendapat

F. Nordberg (1992) yang menyatakan bahwa konsentrasi B-Cd pada

umumnya lebih rendah pada anak-anak dibanding orang dewasa, yakni <0.1-

0.5 μg/L. Hal ini dikarenakan sifat logam Cd yang terakumulasi akan

menimbulkan dampak kesehatan setelah 10-30 tahun (ATSDR, 1999).

Berdasarkan pemaparan diatas membuktikan bahwa dominasi individu

pada wilayah Kelurahan Muara Angke berusia produktif (17 -34 tahun).

Sementara sampai saat ini belum ada penelitian yang mengatakan jumlah

konsumsi makanan hasil laut berkurang seiring dengan bertambahnya usia.

Page 94: FEELA ZAKI SAFITRI-FKIK.pdf

78

2. Distibusi Jenis Kelamin di Wilayah Kaliadem Muara Angke Jakarta

Utara Tahun 2015

Berdasarkan jenis kelamin, jumlah responden wanita sebanyak 174

(75,7%) responden. Namun menurut penelitian Susiyeti (2011) yang

dilakukan di Kampung Nelayan Muara Angke menyatakan bahwa sebesar

62,9% responden adalah laki-laki. Hal ini juga dijelaskan pada penelitian

Listianingsih (2008) yang menyatakan bahwa sebesar 52,02% masyarakat

Kelurahan Muara Angke pada tahun 2007 adalah laki-laki.

Pada penelitian ini terdapat perbedaan karakteristik individu

berdasarkan jenis kelamin jika dibandingkan dengan penelitian sebelumnya.

Hal ini dikarenakan peneliti mendatangi rumah-rumah warga pada waktu

siang hingga sore dan pada saat demikian paling banyak dijumpai wanita,

sedangkan populasi pria sebagian besar sedang bekerja. Cara pengukuran

jenis kelamin dilakukan dengan metode wawancara dan alat ukur yang

digunakan adalah kuesioner.

Secara teori, perempuan mempunyai konsentrasi B-Cd lebih tinggi

dibanding laki-laki (Hansen and Abbott, 2009). F. Nordberg (1992)

mengatakan bahwa perempuan usia 50-55 tahun mempunyai konsentrasi B-

Cd lebih tinggi (0,5 μg/L) dibanding laki-laki pada umur yang sama (0,3

μg/L). Sesuai dengan penelitian Louekari et al (2000) yang menyatakan

bahwa absrobsi Cd akan meningkat bila terjadi defisiensi Ca, Fe, dan rendah

protein dalam makanannya. Defisiensi Ca dalam makanan akan merangsang

Page 95: FEELA ZAKI SAFITRI-FKIK.pdf

79

sintetis ikatan Ca-protein sehingga akan meningkatkan absrobsi Cd (Gupta,

2009). Siklus menstruasi pada wanita mengakibatkan wanita lebih sering

mengalami defisiensi Ca dan Fe dibandingkan laki-laki.

Berdasarkan penyataan tersebut maka dapat disimpulkan bahwa

berdasarkan jenis kelamin wanita lebih berisiko mengalami gangguan

kesehatan akibat terpapar Cd. Hal tersebut dikarenakan wanita memiliki

konsentrasi B-Cd lebih tinggi dibandingkan pada laki-laki. Tingginya

konsentrasi B-Cd pada wanita dipengaruhi oleh siklus menstrusi yang

mengakibatkan defisisensi Ca dan Fe. Oleh karena itu untuk mencegah

tingginya kadar B-Cd, wanita perlu mengatur pola makan terutama saat

menstruasi agar tidak terjadi defisiensi Ca dan Fe.

3. Distribusi Status Pernikahan di Wilayah Kaliadem Muara Angke

Jakarta Utara Tahun 2015

Berdasarkan status pernikahan sebanyak sebanyak 203 (88,3%)

responden telah menikah. Hal ini sesuai dengan penelitian Susiyeti (2011)

yang menyatakan bahwa dari 97 responden di Kampung Nelayan Muara

Angke pada tahun 2010 sebanyak 75 (77,3%) responden berstatus sudah

menikah. Hal ini dikarenakan rata-rata masyarakat Kaliadem menikah pada

usia muda. Sehingga populasi menikah lebih banyak dibandingkan populasi

yang belum menikah. Penelitian sebelumnya menunjukan bahwa efek kronis

dari keracunan Cd salah satunya adalah terjadinya gangguan terhadap sistem

reproduksi (ATSDR, 1999).

Page 96: FEELA ZAKI SAFITRI-FKIK.pdf

80

Hal ini sesuai dengan teori F. Nordberg (1992) yang menyatakan

bahwa efek kronis dari pajanan Cd adalah menurunnya spermatogenesis pada

manusia. Diperkuat dengan penelitian Widowati et al (2008) yang

menyatakan bahwa telah terjadi perubahan pada sistem reproduksi pada

individu yang terpapar Cd >30 tahun. Apabila diasumsikan bahwa responden

mengkonsumsi kerang sejak usia 7-10 tahun maka efek tersebut akan terlihat

setelah responden berumur 40 tahun. Hal tersebut berarti kemungkinan

gangguan terhadap sistem reproduksi akan terlihat pada responden pada usia

menikah.

Namun berbeda dengan penelitian Ferial et al (2011) yang

menyatakan bahwa peningkatan kualitas spermatozoid pada manusia memiliki

hubungan yang signifikan dengan konsumsi kerang. Perbedaan tersebut

dikarenakan kerang memang memiliki kandungan zat protein yang tinggi

sehingga mampu membantu pembentukan dan meningkatkan kualitas

spermatozoid. Namun, melihat kondisi laut di Indonesia saat ini sudah banyak

tercemar dan sebagian besar limbah pabrik dibuang pada badan perairan

menjadikan hasil laut seperti kerang sudah tidak aman untuk dikonsumsi lagi.

Berdasarkan penjelasan diatas maka dapat disimpulkan bahwa salah

satu efek kronis dari keracunan Cd adalah terganggunya sistem repoduksi.

Gangguan ini akan terlihat apabila individu telah terpapar logam Cd selama

>30 tahun. Pada penelitian ini sebanyak 203 (88,3%) responden berstatus

menikah. Oleh karena itu, dengan melihat status pernikahan pada responden

Page 97: FEELA ZAKI SAFITRI-FKIK.pdf

81

dan biological half life Cd dalam tubuh maka disarankan kepada masyarakat

Kaliadem untuk saat ini mulai mengatur asupan konsumsi kerang hijau agar

tidak berisiko terhadap gangguan kesehatan.

4. Distribusi Cara Memasak Kerang di Wilayah Kaliadem Muara Angke

Jakarta Utara Tahun 2015

Hasil penelitian menunjukan bahwa sebanyak 118 (51,3%) responden

menyatakan bahwa mereka lebih sering mengkonsumsi kerang yang dimasak

tanpa menggunakan cangkang. Penelitian sebelumnya menunjukan bahwa

selain pada daging kerang, cangkang kerang juga mengandung konsentrasi Cd

yang cukup tinggi yaitu 0,027 mg/kg (Mahmudiono, 2009). Didukung dengan

penelitian Azhar et al (2012) yang menyatakan bahwa kandungan logam Cd

pada cangkang kerang berkisar 5,9212–8,0136 ppm, pada air sebesar 0,01

ppm, sedangkan pada dagingnya berkisar 2,6195–5,0125 ppm. Peneltian

Fitriati (2004) yang dilakukan di perairan pesisir Kamal dan Cilincing Jakarta

juga mengatakan bahwa kandungan Cd dalam cangkang lebih tinggi (2 ppm)

dibandikan kandungan Cd pada daging kerang (700 ppb) ataupun pada air laut

(100 ppb).

Umumnya, memasak kerang hijau dengan menggunakan cangkangnya

akan lebih meningkatkan kandungan logam pada dagingnya (BPOM RI,

2005). Penelitan Sarjono (2009) menyatakan bahwa memasak menggunakan

cangkang mempengaruhi kandungan Cd pada daging kerang hijau. Hal ini

berarti konsentrasi Cd dalam daging kerang hijau akan meningkat saat

Page 98: FEELA ZAKI SAFITRI-FKIK.pdf

82

dimasak bersama dengan cangkangnya. Pada penelitian Winarno dkk (2008)

dengan lokasi penelitian di Pasar Ikan Muara Angke menjelaskan bahwa hasil

penelitian pada bulan November 2005 diperoleh kandungan kandungan logam

berat pada kerang hijau sebelum direbus adalah 0,805±0,019 (μg/g), setelah

dimasak sebesar 0,443±0,037 (μg/g). Perlakuan perebusan selama 45 menit

menyebabkan kadar logam berat berkurang sebesar 44,85%. Pada penelitian

ini logam yang berkurang tidak hilang (tidak menguap), tetapi tetap ada dalam

protein yang terdistribusi ke dalam air selama perebusan atau masih tinggal

dalam daging kerang karena kurang sempurnanya proses perebusan dan

terjadinya perpindahan logam pada cangkang ke daging kerang.

Berdasarkan penjelasan diatas maka dapat disimpulkan bahwa

kandungan Cd dalam cangkang kerang hijau walaupun tidak lebih tinggi

daripada dagingnya, namun konsentrasi tersebut mampu mempengaruhi

konsentrasi Cd dalam dagingnya. Hal ini dikarenakan konsentrasi Cd pada

cangkang akan larut dalam daging kerang saat proses memasak (Sarjono,

2009). Oleh karena itu, disarankan bagi masyarakat Kaliadem Muara Angke

saat memasak kerang tidak menggunakan cangkangnya dan melakukan

perebusan kerang hijau dengan menggunakan larutan garam yang dicampur

dengan cuka dan larutan jeruk selama 45 menit (Winarno et al., 2008). Cara

tersebut digunakan untuk mengurangi kandungan logam berat pada daging

kerang.

Page 99: FEELA ZAKI SAFITRI-FKIK.pdf

83

5. Distribusi Pekerjaan di Wilayah Kaliadem Muara Angke Jakarta Utara

Tahun 2015

Data karakteristik responden menurut pekerjaan menunjukkan bahwa

sebanyak 82 (35,7%) responden bekerja sebagai ibu rumah tangga. Hal

tersebut dikarenakan sebesar 75,7% responden dalam penelitian ini adalah

wanita. Sedangkan kategori pekerjaan yang paling sedikit adalah pegawai

swasta yaitu sebanyak 7 (3%) responden. Namun berbeda dengan penelitian

Listianingsih (2008) yang menyatakan bahwa menurut mata pencahariannya

penduduk di Kelurahan Muara Angke tahun 2007 paling banyak bekerja

sebagai karyawan swasta/pemerintah/ABRI sebanyak 13.039 orang. Lain

halnya dengan penelitian Susiyeti (2010) yang menyatakan bahwa masyarakat

Kampung Nelayan Muara Angke paling banyak bekerja sebagai nelayan yaitu

sebanyak 34 (35,1%) orang, sedangkan yang bekerja sebagai ibu rumah

tangga hanya sebanyak 16 (16,5%) orang.

Perbedaan tersebut dikarenakan pengambilan data pada penelitian ini

dilakukan pada siang hingga sore hari dengan mengunjungi tiap rumah. Pada

saat siang hingga sore hari sebagian besar penduduk laki-laki sedang bekerja,

sehingga mayoritas responden dalam penelitian ini adalah perempuan yang

berada dirumah atau bekerja sebagai ibu rumah tangga. Perbedaan penelitian

Susiyeti (2010) dan Listianingsih (2008) dikarenakan populasi yang

digunakan pada penelitian Susiyeti lebih spesifik terhadap masyarakat yang

berada di wilayah Kampung Nelayan Muara Angke Jakarta Utara, sedangkan

Page 100: FEELA ZAKI SAFITRI-FKIK.pdf

84

populasi pada penelitian Listianingsih lebih general yaitu seluruh masyarakat

yang ada di Kelurahan Muara Angke Jakarta Utara.

Secara teori, pajanan Cd melalui asupan makanan lebih berisiko

terhadap wanita yang bekerja sebagai ibu rumah tangga. Hal tersebut

dikarenakan pada ibu rumah tangga memiliki frekuensi terpajan yang lebih

besar (Purnomo and Purwana, 2008) dibandingkan dengan wanita dan laki

laki yang bekerja aktif di luar rumah. Diperkuat dengan penelitian Kartikawati

(2008) yang menyatakan bahwa frekuensi hipertensi pada masyarakat pesisir

lebih banyak dialami oleh wanita yang bekerja sebagai ibu rumah tangga.

Sejalan dengan penelitian Masengi et al (2013) yang menyatakan bahwa

pekerjaan memiliki hubungan yang signifikan dengan kejadian hipertensi (p

value =0,000) pada masyarakat pesisir. Hal teresebut dikarenakan ibu rumah

tangga atau yang tidak atif berkerja di luar rumah memiliki asupan yang tinggi

dibandingkan dengan yang bekerja aktif di luar rumah.

Berdasarkan penjelasan diatas maka dapat disimpulkan bahwa wanita

yang bekerja sebagai ibu rumah tangga memiliki frekuensi pajanan yang lebih

besar dibandingkan dengan wanita atau laki-laki yang aktif bekerja di luar

rumah. Hal ini dikarenakan ibu rumah tangga memiliki nilai asupan dan

frekuensi yang cukup tinggi mengkonsumsi kerang hijau.

Page 101: FEELA ZAKI SAFITRI-FKIK.pdf

85

C. Konsentrasi Kadmium (Cd) Pada Kerang Hijau yang Dikonsumsi

Masyarakat Kaliadem Muara Angke Tahun 2015

Pengukuran konsentrasi Cd pada spesimen kerang hijau diambil pada 11

titik budidaya yang berasal dari setiap budidaya (pengepul) kerang hijau yang

berada di wilayah Kalidem Muara Angke. Hasil pengukuran diperoleh dalam

satuan ppm, sehingga harus dikonversikan ke dalam satuan mg/kg. Menurut

Peraturan Kepala Badan POM RI Nomor HK.00.06.1.52.4011 tahun 2009

tentang penetapan batas maksimum cemaran mikroba dan kimia dalam makanan,

batas maksimum cemaran Cd dalam kerang adalah 1,0 mg/kg (BPOM, 2009).

Peraturan Standar Nasional Indonesia tahun 2009 juga menetapkan batas

maksimum cemaran logam berat kadmium dalam jenis kerang adalah 1,0 mg/kg

(SNI, 2009).

Jika dibandingkan dengan nilai standar peraturan diatas, konsentrasi Cd

pada spesimen kerang hijau yang digunakan dalam penelitian ini masih berada

dibawah nilai standar yang ditetapkan. Walaupun konsentrasi Cd pada kerang

hijau masih dibawah standar yang ditetapkan, akan tetapi konsentrasi Cd tersebut

akan meningkat bahkan dapat melebihi nilai standar karena sifat logam Cd yang

mudah terkumulasi pada kerang hijau. Hal tersebut sesuai dengan penelitian

Cordova dkk (2011) yang menyatakan bahwa telah terjadi akumulasi konsentrasi

Cd dalam kerang hijau yang dibudidayakan di Teluk Jakarta. Menurut Cordova

dkk (2011) akumulasi Cd dapat terjadi seiring dengan pertambahan waktu. Hal

tersebut diperkuat dengan beberapa penelitian sebelumnya yang dilakukan di

perairan Teluk Jakarta dimulai tahun 1999 menunjukan bahwa kandungan logam

Cd pada kerang hijau berkisar 0,043 – 0,657 mg/kg dengan rata-rata 0,292 mg/kg

Page 102: FEELA ZAKI SAFITRI-FKIK.pdf

86

(Nurjanah et al., 1999), pada tahun 2009 berkisar 0,46-0,743 mg/kg dengan rata-

rata 0,629 mg/kg (Prasetyo, 2009), kemudian pada tahun 2012 konsentrasi Cd

dalam kerang hijau rata-rata 0,739 mg/kg (Fernanda, 2012), dan pada penelitian

ini konsentrasi Cd dalam kerang hijau berkisar 0,52-0,94 mg/kg dengan rata-rata

0,830 mg/kg. Meningkatnya konsentrasi Cd pada kerang hijau diakibatkan oleh

beberapa hal seperti kondisi lingkungan. Sebagian besar Cd yang terdapat di

alam dihasilkan oleh limbah industri dalam jumlah ±10.000 ton setiap tahunnya

(BLH DKI Jakarta, 2013). Telah dijelaskan dalam al-Quran surah ar-Rum ayat

41 bahwa, “telah tampak kerusakan di darat dan di laut, disebabkan karena

perbuatan tangan manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebagian

dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar).”

(Ar-Rum (30): 41). Syihab (2009) dalam karyanya Tafsir Al-Mishbah

menafsirkan ayat tersebut bahwa terjadinya pencemaran di darat dan di laut

disebabkan oleh perbuatan manusia yang tidak bertanggung jawab melalui

pembungan limbah sembarangan, sehingga keseimbangan lingkungan menjadi

kacau.

Hasil pengukuran konsentrasi Cd yang diperoleh pada penelitian ini

berkisar antara 0,052 mg/L─0,094 mg/L (0,52 mg/kg─0,94 mg/kg). Konsentrasi

tersebut lebih kecil dibandingan hasil pengukuran konsentrasi Cd saat studi

pendahuluan yaitu 1,48 mg/kg. Perbedaan konsentrasi Cd dalam kerang hijau

dikarenakan perbedaan waktu pengambilan spesimen saat penelitian dan studi

pendahulan berbeda. Pengambilan spesimen saat penelitian dilakukan pada bulan

Mei 2015 saat sore hari dengan ukuran spesimen kerang hijau rata-rata >5cm,

Page 103: FEELA ZAKI SAFITRI-FKIK.pdf

87

sedangkan saat studi pendahuluan pengambilan spesimen dilakukan pada bulan

November 2014 saat sore hari dengan ukuran spesimen kerang hijau ≤5cm.

Selain hal tersebut penentuan titik lokasi pengambilan spesimen juga

mempengaruhi tinggi rendahnya konsentrasi logam berat pada kerang hijau.

Pengambilan spesimen saat studi pendahuluan kemungkinan diambil dari

wilayah yang pencemarannya tinggi. Hal ini sesuai dengan penelitian tentang

konsentrasi kandungan logam berat dalam kerang hijau yang menyebutkan

bahwa tinggi rendahnya kandungan logam berat dalam kerang hijau dapat

dipengaruhi oleh beberapa hal seperti ukuran spesimen (Riani, 2009), umur

spesimen yang digunakan (Cordova et al., 2011), musim saat pengambilan

spesimen (Otchere, 2003);(Riani, 2012), kondisi lingkungan (perairan dan

sedimen) (Riani, 2009).

Hal yang sama juga terdapat pada penelitian Winarno dkk (2008) yang

menyatakan bahwa pengambilan spesimen saat Musim Barat mempengaruhi

tingkat konsentrasi logam berat pada kerang hijau. Pada penelitian tersebut

dijelaskan bahwa konsentrasi logam berat pada kerang hijau yang diambil pada

bulan November 2005 lebih tinggi dibandingkan dengan konsentrasi kerang hijau

yang diambil pada bulan Maret 2006. Menurut Riani (2009) menyatakan bahwa

kerang hijau mampu menyerap logam berat dan menyimpannya dalam tubuhnya

dengan efektif, sehingga kerang hijau direkomedasikan sebagai biofillter logam

berat dan bersifat sebagai vacum cleaner bagi perairan yang tercemar logam

berat (Riani, 2009).

Page 104: FEELA ZAKI SAFITRI-FKIK.pdf

88

Berdasarkan penjelasan tersebut dapat disimpulkan bahwa meskipun

konsentrasi Cd dalam kerang hijau pada saat penelitian masih tergolong rendah

dan aman menurut nilai standar dari SNI tahun 2009 dan Peraturan BPOM RI

HK.00.06.1.52.4011 tahun 2009, akan tetapi seiring dengan terjadinya

pencemaran pada perairan Teluk Jakarta maka juga akan mempengaruhi

terjadinya akumulasi logam Cd pada kerang hijau tersebut sehingga tidak

dianjurkan oleh masyarakat konsumsi kerang hijau secara berlebihan. Oleh

karena itu untuk mengurangi pencemaran yang ada di perairan Teluk Jakarta

disarankan kepada Badan Lingkungan Hidup (BLH) DKI Jakarta untuk

meningkatkan pengawasan dan pemantauan terhadap limbah industri yang

dibuang di perairan Teluk Jakarta. Selain hal tersebut, dengan melihat kondisi

perairan Teluk Jakarta yang saat ini sudah tercemar maka tindakan yang

sebaiknya dilakukan oleh BLH DKI Jakarta adalah bekerjasama dengan Dinas

Kelautan dan Perikanan melakukan remediasi dengan menggunakan beberapa

metode seperti metode fisika-kimia dengan menggunakan padatan tersuspensi

(Suspended Solid-SS) (Sanusi et al., 2005), bioremediasi dengan menggunakan

Chlorella sp (Wetipo et al., 2011), Aspergillus flavus (Rakhmawati, 2010), atau

menggunakan teknik fitoremediasi fitoplankton dengan menggunakan

Nannochloropsis salina dan Chaetoceros calcitran (Makkasau et al., 2011).

D. Analisis Risiko

1. Analisis Pajanan (Esposure Assessment) – Intake Kadmium Masyarakat

Kaliadem Muara Angke Jakarta Utara

a. Laju Asupan

Page 105: FEELA ZAKI SAFITRI-FKIK.pdf

89

Data hasil penelitian menunjukkan bahwa rata-rata penduduk yang

terpapar Cd melalui kerang hijau memiliki laju asupan kerang sebesar 16,33

gram/hari dengan jumlah konsumsi harian yang tertinggi adalah 96,18 gram/hari

dan yang terendah adalah 0,03 gram/hari. Sebaran data laju asupan kerang hijau

pada 4 kelompok responden tidak normal (p value <0,05) sehingga harus

menggunakan nilai median (4,71 gram/hari). Dari 230 responden yang terpapar

Cd melalui kerang hijau dengan laju asupan sebesar >4,71 gram/hari adalah 115

responden, sedangkan sebanyak 115 responden juga memiliki laju asupan

sebesar ≤4,71 gram/hari. Berdasarkan hasil wawancara dengan responden rata-

rata masyarakat Kaliadem Muara Angke Jakarta Utara mengonsumsi kerang

hijau dari hasil tangkapannya sendiri dan saat bekerja mengupas kerang. Oleh

sebab itu, rata-rata nilai laju asupan masyarakat Kaliadem cukup tinggi.

Pengukuran laju asupan konsumsi kerang hijau menggunakan food model yang

telah ditetapkan takarannya.

Besarnya nilai laju asupan mempengaruhi terhadap nilai tingkat risiko.

Hal ini sejalan dengan penelitian Sianipar (2009) bahwa laju asupan

mempengaruhi nilai tingkat risiko. Diperkuat oleh penelitian Ashar (2007) yang

mengatakan bahwa responden yang mengkonsumsi air yang mengandung

Mangan melebihi batas maksimium mempunyai peluang 4,740 kali memiliki

risiko akan mengalami gangguan kesehatan dibandingkan dengan responden

yang mengkonsumsi air yang tidak melebihi batas maksimum.

Page 106: FEELA ZAKI SAFITRI-FKIK.pdf

90

Hal ini sesuai dengan penetapan batas maksimum konsumsi kerang hijau

menurut BPS yaitu 1 gram/minggu. Berdasarkan peraturan tersebut maka laju

asupan masyarakat Kaliadem Muara Angke telah melibihi nilai batas maksimum.

Food and Drug Administration (FDA) Amerika Serikat tahun 2005 juga

menganjurkan agar perempuan hamil menyantap hasil laut tidak lebih dari 12 ons

per minggu.

Namun berbeda dengan laporan dari Kementrian Kelautan dan Perikanan

tahun 2009 yang menyatakan bahwa konsumsi hasil laut masyarakat Indonesia

masih cukup rendah sebesar 30,17 kg/kapita berarti 83 gram/hari. Koalisi Ahli

Gizi dan Obat-obatan Indonesia juga menetapkan 12 ons per minggu sebagai

batas minimal karena menurut mereka hasil laut banyak mengandung protein

yang sangat dibutuhkan oleh tubuh sehingga disarankan dalam satu hari minimal

harus menyantap 171 gram/hari.

Secara teori nilai laju asupan digunakan untuk menghitung intake dan

nantinya juga akan digunakan untuk menentukan nilai tingkat risiko. Penelitian

yang dilakukan oleh Daud et al. (2013) yang menyatakan bahwa semakin sering

mengonsumsi kerang yang telah terkontaminasi logam Cd maka kontribusi Cd

dalam darah semakin meningkat. Perbedaan standar anjuran yang ditetapkan oleh

BPS dan Koalisi Ahli Gizi dan Obat-obatan Indonesia dikarenakan menurut

Koalisis Ahli Gizi dan Obat-obatan Indonesia kerang memiliki nilai gizi yang

cukup tinggi, terutama pada kerang hijau. Hal ini dibuktikan dengan penelitian

Ferial et al. (2011) yang menyatakan bahwa terjadi perbedaan proporsi pada

Page 107: FEELA ZAKI SAFITRI-FKIK.pdf

91

spermatozoid manusia antara responden yang diberikan kerang 2 kali dalam

sehari dengan responden yang hanya diberikan 1 kali dalam sehari. Telah

dijelaskan dalam al-quran Surah Al-Maidah ayat 96 bahwa, “dihalalkan bagimu

binatang buruan laut dan makanan yang berasal dari laut sebagai makanan

yang lezat bagimu dan orang-orang dalam perjalanan.”(Al-Maidah(5):96).

Penafsiran ayat tersebut menurut Syihab (2009) dalam karyanya Tafsir Al-

Mishbah menjelaskan bahwa binatang buruan laut yang dimaksud juga berasal

dari sungai, danau, atau tambak, dan makanan yang berasal dari laut seperti ikan,

udang, atau apapun yang hidup di laut dan tidak dapat hidup di darat walau telah

mati dan mengapung (menjadi bangkai). Berbeda dengan yang dijelaskan oleh

Al-Qurtubi (2008) dalam karyanya Al Jami’ li Ahkaam Al-Qur’an bahwa Imam

Malik, Asy-syafi’i, Ibnu Abi Laila, Al Auzai dan Ats-Tsauri mengatakan bahwa

segala sesuatu yang ada di laut, baik berupa ikan, binatang melata, maupun

semua binatang yang ada di laut itu boleh dimakan, apakah ia ditemukan dalam

kedadaan mati ataupun diburu. Hal tersebut berdasarkan sabda Rasulullah: “Laut

itu suci airnya lagi halal bangkai (binatang)nya.” (HR: Abu Daud)

Namun berbeda dengan pertimbangan yang digunakan oleh BPS dan

FDA untuk menentukan batas maksimum konsumsi kerang hijau. Menurut FDA,

saat ini hasil laut sudah tercemar dengan logam berat sehingga dapat

membahayakan bayi yang ada di kandungan. Tercemarnya hasil laut terebut

dikarenakan saat ini kondisi perairan sudah banyak tercemar oleh limbah hasil

industri.

Page 108: FEELA ZAKI SAFITRI-FKIK.pdf

92

Secara teori, menurut Wang et al. (2009) menyatakan bahwa konsentrasi

Cd pada air laut cenderung lebih rendah dibandingkan konsentrasi Cd pada

hewan laut golongan bivalvia (kerang hijau). Hal tersebut dikarenakan

kemampuan kerang hijau sebagai vacum cleaner logam berat pada perairan,

sehingga logam berat terakumulasi dalam tubuh kerang hijau (Riani, 2009).

Selain terakumulasi dalam tubuh kerang hijau itu sendiri logam Cd yang berada

dalam kerang hijau akan terakumulasi di dalam tubuh manusia, sehingga semakin

besar asupan Cd ke dalam tubuh semakin besar pula risiko untuk mengalami

gangguan kesehatan.

Berdasarkan penjelasan diatas maka dapat disimpulkan bahwa laju

asupan mempengaruhi besarnya nilai tingakt risiko, sehingga semakin besar laju

asupan maka akan semakin besar nilai tingkati risikonya. Pada penelitian ini nilai

laju asupan rata-rata masyarakat Kaliadem sebesar 16,33 gram/hari, angka

tersebut telah melebihi standar yang dianjurkan BPS namun masih dibawah

satndar asupan yang dianjurkan oleh Koalisi Ahli Gizi Obat-Obatan Indonesia

dan Laporan Kementrian Perikanan dan Kelautan tahun 2009.

b. Frekuensi Pajanan

Frekuensi pajanan yang dimaksud adalah waktu pemajanan kerang hijau

yang mengandung Cd yang diterima oleh responden dalam satuan hari/tahun.

Berdasarkan perhitungan dari hasil wawancara dengan responden diketahui

urutan frekuensi pajanan (fE) paling singkat adalah 2 hari/tahun sedangkan fE

paling lama adalah 365 hari/tahun atau yang mengkonsumsi setiap hari,

Page 109: FEELA ZAKI SAFITRI-FKIK.pdf

93

sedangkan rata-rata frekuensi pajanan 52 hari/tahun. Batas maksimum frekuensi

konsumsi kerang hijau menurut BPS adalah perminggu atau 52 hari/tahun.

Berdasarkan data tersebut maka frekuensi konsumsi kerang hijau masyarakat

Kaliadem Muara Angke Jakarta Utara masih berada pada standar nilai batas

maksimum yang ditetapkan oleh BPS.

Nilai fE didapat dari banyaknya hari responden mengkonsumsi kerang

hijau dalam satu tahun, karena frekuensi konsumsi kerang hijau responden

bervariasi dan tidak dibatasi sehingga fE yang paling singkat adalah 2 hari/tahun

dan paling lama adalah 365 hari/tahun. Semakin tinggi fE responden maka

semakin tinggi pula responden terpapar logam Cd. Pengukuran frekuensi pajanan

konsumsi kerang hijau pada responden menggunakan frekuensi asupan dan

jumlah asupan melalui kuesioner dan wawancara.

Berdasarkan penjelasan tersebut dapat disimpulkan bahwa pada penelitian

ini rata-rata frekuensi pajanan konsumsi kerang hijau yang sudah tercemar Cd

adalah 52 hari/tahun. Hal tersebut berarti frekuensi konsumsi masyarakat pada

lokasi penelitian ini masih dalam batas standar yang disarankan oleh BPS.

c. Durasi Pajanan

Durasi pajanan merupakan lamanya waktu responden mengkonsumsi

kerang yang mengandung Cd dalam satuan tahun (Kemenkes, 2012). Pada

penelitian ini durasi pajanan yang digunakan adalah durasi pajanan sebenarnya

(realtime). Hasil durasi pajanan diperoleh rata-rata masyarakat Kaliadem Muara

Angke telah terpajan Cd melalui kerang hijau selama 17 tahun. Responden yang

Page 110: FEELA ZAKI SAFITRI-FKIK.pdf

94

paling lama bermukim adalah 57 tahun sedangkan yang paling singkat adalah

setengah tahun, sebagai akibat prilaku masyarakat yang tidak berpindah-pindah.

Jika pindah mereka akan tinggal di lokasi yang serupa (pulau/pantai) seperti

Muara Kamal, Marunda atau Cilincing.

Nilai rata-rata bermukim masyarakat Kampung Nelayan Muara Angke

masih dibawah nilai default yang ditetapkan United State Environmental

Protection Agency (US-EPA) (1991) untuk risiko nonkanker yaitu 30 tahun.

Berdasarkan teori IPCS (2010) menyatakan bahwa durasi pajanan sebenarnya

(realtime) dan proyeksi 30 tahun untuk pajanan sepanjang hayat (lifetime).

Diperkuat dengan pendapat Kementrian Kesehatan (2012) bahwa durasi pajanan

merupakan lamanya atau jumlah tahun terjadinya pajanan, dan untuk pajanan

seumur hidup digunakan duration time (Dt) sebesar 30 tahun untuk risiko

nonkanker dan 70 tahun untuk risiko kanker.

Pada penelitian ini tidak dilakukan perhitungan lifetime artinya hanya

dilakukan perhitungan dengan menggunakan realtime, dikarenakan perhitungan

dengan menggunakan realtime pun sudah didapatkan RQ >1. Meskipun rata-rata

durasi pajanan konsumsi kerang hijau masih dibawah standar US-EPA dan

Kementrian Kesehatan yaitu <30 tahun, tapi rata-rata nilai RQ telah melebihi 1

sehingga tetap berisiko terhadap efek kesehatan akibat keracunan Cd. Lamanya

durasi pajanan berpengaruh terhadap besarnya tingkat risiko, selain dipengaruhi

oleh lamanya durasi pajanan nilai tingkat risiko juga dipengaruhi oleh

konsentrasi Cd dalam kerang, laju asupan, frekuensi pajanan, dan berat badan

Page 111: FEELA ZAKI SAFITRI-FKIK.pdf

95

responden. Hal ini berarti bahwa meskipun nilai durasi pajanan masih dibawah

standar US-EPA tidak menutup kemungkinan untuk didapatkan nilai RQ >1 pada

individu.

Secara teori pajanan logam Cd yang terus menerus dapat

menimbulkan gangguan bahkan kerusakan pada sistem kerja ginjal. Gangguan

pada ginjal tersebut dapat dideteksi dengan mengukur kandungan protein yang

terdapat pada urin (proteinuria) (Ratnaningsih, 2014). Proteinuria hanya dapat

ditemukan pada orang-orang yang telah mengalami pajanan Cd dalam rentang

waktu 20-30 tahun (Purnomo and Purwana, 2008). Semua komponen Cd baik

dalam bentuk Cd ataupun berikatan dengan zat lain (CdZn) yang masuk ke dalam

tubuh manusia secara terus menerus akan menyebabkan kerusakan permanen

pada ginjal dan hati (ATSDR, 1999). Studi epidemiologi menemukan bahwa

keracunan logam berat sebagian besar disebabkan oleh konsumsi hasil laut yang

diperoleh dari daerah tercemar (BPOM RI, 2005).

Secara teori pajanan Cd dengan konsentrasi yang rendah dalam jangka

waktu lama akan menimbulkan kasus keracunan kronis, sedangkan untuk

pajanan dalam waktu yang singkat mampu memberikan efek akut keracunan Cd

(ATSDR, 1999). Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Muh.

Aripai et al. (2012) bahwa masa kerja sebagai nelayan penangkap dan

pengonsumsi kerang menentukan tingkat keterpajanan logam Cd dalam tubuh

sehingga dapat menurunkan terjadinya gangguan kesehatan akibat keracunan Cd.

Hal tersebut dikarenakan menurut Moh. Aripai et al. (2012) bahwa nelayan lebih

Page 112: FEELA ZAKI SAFITRI-FKIK.pdf

96

sering mengkonsumsi makanan di luar, sehingga mengurangi frekuensi asupan

konsumsi kerang hijau.

Berdasarkan penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa durasi

pajanan konsumsi kerang hijau yang telah tercemar logam Cd, meskipun dalam

konsentrasi yang rendah akan tetapi dalam jangka yang lama akan menimbulkan

efek kesehatan. Pada penelitian ini rata-rata nilai durasi pajanan masyarakat

Kaliadem Muara Angke adalah 17 tahun.

d. Berat Badan

Berat badan manusia mencerminkan status gizi seseorang. Gizi yang

buruk akan berpengaruh terhadap menurunnya daya tahan tubuh seseorang dan

terjadinya gangguan kesehatan. Berat badan yang dimaksud adalah berat badan

responden yang diukur dengan menggunakan timbangan badan analog pada saat

dilakukan wawancara (dalam satuan kilogram).

Hasil penelitian menunjukan bahwa 230 responden yang terpajan Cd

melalui kerang hijau, diperoleh nilai rata-rata berat badan responden sebesar

57,22 kg dengan berat badan paling rendah adalah 24,30 kg dan paling tinggi

yaitu 98,75 kg. Data variabel berat badan menunjukan distribusi normal (p value

>0,05) sehingga yang digunakan adalah nilai mean. Perbedaan rentang berat

badan yang cukup jauh tersebut dikarenakan responden dalam penelitian ini tidak

dibatasi berdasarkan berat badannya tetapi seluruh anggota keluarga yang

berumur ≥10 tahun dalam satu keluarga dijadikan sebagai responden.

Page 113: FEELA ZAKI SAFITRI-FKIK.pdf

97

Secara teori, nilai intake dipengaruhi oleh nilai konsentrasi risk agent,

laju asupan, frekuensi pajanan, durasi pajanan dan berat badan seseorang

(enHealth, 1992). Hal ini sesuai dengan penelitian Diana (2014) mengenai

Paparan Benzene Pada Pekerja di Pusat Pengumpul Produksi (PPP) PT

Pertamina EP Asset 2 Prabumulih Field, dalam penelitian tersebut diperoleh

kesimpulan bahwa semakin besar berat badan seseorang maka semakin kecil

kemungkinan risikonya untuk mengalami gangguan kesehatan. Hal ini sesuai

dengan penelitian yang dilakukan oleh Purnomo dan Purwana (2008) mengenai

Dampak Kadmium dalam Ikan terhadap Kesehatan Masyarakat, dalam penelitian

tersebut dinyatakan bahwa responden dengan berat badan dibawah 50 kg lebih

berisiko untuk terjadi gangguan kesehatan akibat pajanan Cd pada hasil laut

dibandingkan dengan responden yang memiliki berat badan lebih dari 50 kg.

Berdasarkan penjelasan tersebut dapat disimpulkan bahwa salah satu

yang mempengaruhi nilai intake dan tingkat risiko adalah berat badan, sehingga

semakin besar berat badan akan meminimalisir risiko kesehatan akibat pajanan

Cd. Oleh karena itu, disarankan kepada masyarakat Kaliadem Muara Angke

untuk menambah nilai gizi tubuh dengan menambah asupan zat gizi sehingga

akan meningkatkan berat badan dan meminimalisir risiko kesehatan akibat

pajanan Cd dalam kerang hijau.

e. Intake

Hasil penelitian menunjukan bahwa rata-rata intake konsentrasi Cd

dalam kerang hijau yang masuk kedalam tubuh masyarakat Kaliadem Muara

Page 114: FEELA ZAKI SAFITRI-FKIK.pdf

98

Angke sebesar 0,097 mg/kg/hari dan berkisar antara 1,22421x10-7

mg/kg/hari

hingga 1,53 mg/kg/hari. Data variabel intake dalam penelitian ini merupakan

data yang tidak normal (p value <0,05) sehingga yang digunakan adalah nilai

median (0,004 mg/kg/hari).

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Daud et al. (2013) bahwa

besarnya nilai intake berbanding lurus dengan nilai konsentrasi bahan kimia, laju

asupan, frekuensi pajanan, dan durasi pajanan. Artinya semakin besar nilai-nilai

tersebut maka akan semakin besar nilai asupan seseorang, meskipun nilai asupan

berbanding terbalik dengan nilai berat badan dan periode waktu rata-rata.

Semakin besar berat badan seseorang maka semakin kecil risiko kesehatan. Hal

tersebut sesuai dengan teori enHealth (1992) bahwa perhitungan nilai intake

dipengaruhi oleh frekuensi pajanan, durasi pajanan, laju asupan, dan konsentrasi.

Berbeda dengan penelitian Sianipar (2009) yang menyatakan bahwa

nilai intake dipengaruhlaju asupan, durasi pajanan, frekuensi pajanan, dan

konsentrasi sedangkan berat badan tidak berpengaruh dalam menentukan nilai

intake. Perbedaan ini dikarenakan pada penelitian Sianipar (2009) data berat

badan merupakan data yang homogen, sehingga tidak dapat digunakan sebagai

acuan untuk menentukan nilai intake. Secara teori nilai keracunan Cd akibat

konsumsi makanan yang tercemar logam Cd efeknya lebih kecil dibandingkan

dengan pajanan Cd pada udara. Namun karena sifat Cd yang mampu

terakumulasi dalam tubuh, sehingga konsentrasi yang kecil akan disimpan dalam

tubuh dan menimbulkan efek kronis dari keracunan Cd tersebut. Tinggi dan

Page 115: FEELA ZAKI SAFITRI-FKIK.pdf

99

rendahnya nilai intake dipengaruhi oleh pola konsumsi masyarakat dan besarnya

nilai konsentrasi logam berat pada suatu bahan makanan. Berdasarkan hasil

penelitian ini nilai intake konsumsi masyarakat Kaliadem masih dibawah

reference dose (RfD) logam Cd dengan oral intake maksimum sebesar 0,001

mg/kg/hari yang ditetapkan oleh Environmental Protection Agency (EPA).

Berdasarkan pemaparan diatas dapat disimpulkan bahwa besarnya nilai

intake dipengaruhi oleh oleh frekuensi pajanan, berat badan, durasi pajanan,

konsentrasi dan laju asupan. Pada penelitian ini rata-rata nilai intake responden

masih telah melebihi referece dose yang ditetapkan oleh EPA yaitu 0,097

mg/kg/hari. Oleh sebab itu, disarankan kepada masyarakat Kaliadem untuk saat

ini mulai mengurangi jumlah asupan konsumsi hasil laut khususnya kerang hijau.

Hal tersbut dilakukan untuk mencegah terjadinya efek kesehatan akibat

keracunan logam berat yang telah terakumulasi dalam hasil laut.

2. Karakteristik risiko (Risk Characterization) – Tingkat Risiko (RQ)

Hasi perhitungan ARKL menunjukkan bahwa, dari 230 responden yang

terpajan Cd melalui kerang hijau diperoleh rata-rata nilai RQ sebesar 103,89

dengan nilai RQ minimum sebesar 0.00006 dan nilai maksimum sebesar 1672,42.

Kelompok yang paling banyak berrisko terhadap efek kesehatan (RQ>1) adalah

kelompok 1 sebanyak 57 (74%) responden, sedangkan yang memiliki nilai RQ≤1

paling banyak adalah kelompok 2 sebanyak 30 (55,6%) responden. Berdasarkan

data tersebut diketahui bahwa tingkat risiko populasi sudah sangat melampaui

batas aman, karena nilai RQ sudah lebih besar dari 1 (RQ>1) dan probabilitas

Page 116: FEELA ZAKI SAFITRI-FKIK.pdf

100

risiko itu terjadi untuk responden yang mengkonsumsi kerang hijau yang

bersumber dari budidaya kerang hijau di perairan Teluk Jakarta dan tinggal di

daerah pesisir Teluk Jakarta.

Tingkat risiko yang dimaksud dalam penelitian ini lebih bersifat

probabilitas artinya bahwa nilai RQ >1 tidak pasti akan mengalami gangguan

kesehatan, tetapi nilai tersebut lebih menunjukkan bahwa seseorang yang memiliki

nilai tingkat risiko lebih besar dari 1 akan memiliki probablitias lebih besar

terhadap terjadinya suatu efek kesehatan dibandingkan dengan yang memiliki nilai

RQ ≤1. Pajanan logam Cd pada konsentrasi rendah dalam jangka waktu yang lama

dapat berisiko menyebabkan keracunan kronis. Ginjal adalah organ target utama

pajanan logam Cd (SNI, 2009). Menurut WHO (1992) pada kondisi tertentu

(waktu pajanan yang pendek) menyebabkan timbulnya gejala seperti mual, diare,

meningkatnya tekanan darah, sesak nafas, batuk, nyeri sendi, sakit kepala, letih,

lemas, dan lesu. Namun menurut Hansen et al. (2009) logam Cd yang

terakumulasi di dalam ginjal sepanjang waktu, mencapai konsentrasi yang toksik,

dan sudah terpajan selama bertahun-tahun dapat menyebabkan kelainan pada

sistem ginjal.

Sebesar 50% dari metabolisme logam Cd akan disimpan dan terakumulasi

dalam hati dan ginjal melalui distribusi darah yang mengandung Cd dari proses

absobsi pada dinding usus manusia. Logam Cd akan terekskresi melalui fases dan

urine dengan konsentrasi rendah ditambah waktu paruh (biological half life)

sampai 10 – 30 tahun. Akumulasi Cd akan berpengaruh pada faktor umur, dimana

Page 117: FEELA ZAKI SAFITRI-FKIK.pdf

101

akumulasi akan terjadi dan telihat efeknya ketika dewasa nanti (Darmono, 1995).

Menurut Palar (2004) keracunan kronis yang disebabkan oleh logam Cd umumnya

berupa kerusakan-kerusakan pada beberapa sistem fisiologis tubuh. Sistem-sistem

tubuh yang dapat dirusak oleh keracunan kronis logam Cd adalah pada sistem

urinaria (ginjal), sistem respirasi (pernafasan/paru-paru), dan sistem sirkulasi

(darah dan jantung). Disamping semua itu, keracunan kronis tersebut juga merusak

kelenjar reproduksi, sistem penciuman dan bahkan dapat mengakibatkan

kerapuhan pada tulang seperti penyakit “Itai- itai” di Jepang. Pada kasus “Itai –

itai” di Jepang pada tahun 1960 terjadi pencemaran tanah, air dan makanan yang

diakibatkan aktifitas proses pertambangan pada hulu Sungai Jinzu, Honsyu

Jepang. Penyakit “Itai – itai” disebabkan konsumsi beras penduduk yang tinggal di

Honsyu yang mengandung konsentrasi logam Cd lebih dari 0,4 mg/kg (SNI,

2009). Penyakit ini kebanyakan menyerang petani Jepang berumur 40-50 tahun

yang hidup dan tinggal disana lebih dari 30 tahun. Pada kasus tersebut sebanyak

200 pasien yang menderita keracunan Cd, separuhnya telah mininggal pada akhir

tahun 1965 (Darmono, 1995).

Menurut Darmono (1995) diperikirakan diet Cd dari makanan sekitar 50

mg tiap hari, jika diet Cd sebesar 250 hingga 350 mg per hari maka akan

menyebabkan keracunan. Diperkuat pernyataan dari FAO dan WHO bahwa

ambang batas toleransi Cd sekitar 70 mg Cd tiap hari (WHO, 1992). Diperkuat

dengan penelitian Louekari et al. (2000) yang merekomendasikan bahwa asupan

harian yang aman Cd oleh orang dewasa sebesar 40-80 mg. Mengacu pada

Page 118: FEELA ZAKI SAFITRI-FKIK.pdf

102

peraturan SNI 2009, ditetapkan bahwa nilai LD50 untuk logam Cd adalah 225

mg/kg dan Provisional Tolerable Weekly Intake (PTWI) sebesar 0,007 mg/kg

berat badan. Menurut IRIS (2013) besaran NOAEL untuk logam Cd melalui intake

oral adalah 0,01 mg/kg/hari.

Berdasarkan penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa besarnya risiko

kesehatan pada masyarakat diakibatkan oleh pajanan logam Cd. Menurut hasil

pengamatan dan wawancara secara langsung terhadap masyarakat Kaliadem

Muara Angke Jakarta Utara selama penelitian, bahwa rata-rata hampir seluruh

masyarakat Kaliadem Muara Angke memiliki pengetahuan yang kurang terhadap

efek kronik dari cemaran logam berat yang telah terjadi di wilayah Teluk Jakarta.

Hal ini dikarenakan kurangnya pemberian informasi kepada masyarakat utamanya

masyarakat pesisir, mengenai pencemaran dan gangguan kesehatan yang terjadi

akibat zat pencemar tersebut. Oleh karena itu, disarankan kepada Dinas Kesehatan

Jakarta Utara untuk mengembangkan dan melakukan progam surveilans dan

pemetaan terhadap kelompok masyarakat yang berisiko terhadap efek kesehatan

akibat pajanan Cd. Selain itu, disarankan kepada masyarakat Kaliadem Muara

Angke yang telah memiliki risiko (RQ>1) gangguan kesehatan akibat pajanan Cd

akibat konsumsi kerang hijau untuk mengkonsumsi food suplement seperti Alfalfa

sebanyak 2000-3000 mg/hari, Ca sebanyak 2000 mg/hari dan Mg sebanyak 1000

mg/hari, vitamin E sebanyak 600-1000 IU/hari, Zn sebanyak 50-60 mg/hari, Cu

sebanyak 3 mg/hari (Darmono, 1999).

Page 119: FEELA ZAKI SAFITRI-FKIK.pdf

103

E. Hubungan Konsentrasi Kadmium, Laju Asupan, Frekuensi Pajanan, Durasi

Pajanan, Berat Badan, dan Intake dengan Tingkat Risiko Masyarakat

Kaliadem Muara Angke Jakarta Utara Tahun 2015

1. Hubungan Konsentrasi Kadmium dalam Kerang Hijau dengan Tingkat

Risiko

Hasil penelitian pada tabel 5.6 sebesar 77,9% responden memiliki nilai

RQ >1 pada konsentrasi >0,083 mg/L, sedangkan sebanyak 93,6% responden

memiliki nilai RQ ≤1 dengan kosentrasi Cd dalam kerang hijau sebesar

≤0,083 mg/L. Jika tingkat risiko (RQ) responden secara keseluruhan dianalisis

berdasarkan pajanan kerang hijau, dari 230 responden yang mengkonsumsi

kerang sebanyak 140 responden yang memiliki RQ >1 dan hanya 40

responden yang memiliki RQ ≤1. Konsentrasi Cd pada kerang hijau tidak

memiliki hubungan yang bermakna dengan nilai tingkat risiko (p value

>0,05). Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Ningtyas (2002)

yang menyatakan bahwa asupan pajanan Cd pada masyarakt di pesisir Teluk

Jakarta sangat rendah dengan konsentrasi Cd jauh melampaui nilai ambang

batas yang direkomendasikan, karena nilai laju asupan, durasi pajanan, dan

frekuensi pajanan yang relatif kecil maka nilai intakepun juga kecil sehingga

belum menimbulkan risiko kesehatan, sehingga konsentrasi Cd tidak memiliki

hubungan dengan nilai tingakat risiko.

Namun berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Siantar (2009)

yang menyatakan bahwa responden yang terpajan H2S melebihi kadar

maksimal mempunyai peluang 11,67 kali memiliki risiko akan mengalami

gangguan kesehatan akibat menghirup H2S yang terkandung dalam udara

Page 120: FEELA ZAKI SAFITRI-FKIK.pdf

104

dibandingkan dengan responden yang tidak terpajan H2S melebihi nilai kadar

maksimal. Hal yang sama juga terdapat pada penelitian Ashar (2007) juga

menyatakan bahwa responden yang terpajan logam mangan melebihi nilai

maksimum 31,036 kali memiliki risiko mengalami gangguan kesehatan akibat

pajanan logam mangan dalam air dibandingan dengan reponden yang tidak

terpajan mangan melebihi nilai maksimum.

Secara teori nilai konsentrasi digunakan untuk menghitung intake yang

nantinya akan digunakan juga untuk menentukan nilai tingkat risiko

(RQ)(IPCS, 2010). Perbedaan tersebut terjadi karena rentang nilai konsentrasi

Cd dalam kerang hijau tidak berbeda jauh antara spesimen kerang dan lingkup

wilayah yang digunakan dalam penelitian ini juga relatif kecil, sehingga di

dapatkan nilai p value >0,05 yang menyatakan tidak ada hubungan yang

signifikan. Sesuai dengan penelitian Purnomo dan Purwana (2008) yang

mengatakan bahwa konsentrasi Cd dalam ikan di Teluk Lampung tidak

memiliki hubungan yang bermakna dengan tingkat risiko responden (p value

=0,052).

Meskipun nilai konsentrasi Cd masih dibawah batas cemaran

maksimum menurut BPOM RI dan SNI dan tidak memiliki hubungan yang

bermakna dalam penelitian ini, namun sebesar 77,9% reponden yang terpajan

Cd >0,083 mg/L memiliki nilai RQ >1, dan sebanyak 22,1% responden yang

terpajan Cd ≤0,083 mg/L memiliki nilai RQ >1. Hal tersebut membuktikan

bahwa penetapan standar 1.0 mg/kg Cd sebagai batas cemaran maksimum

Page 121: FEELA ZAKI SAFITRI-FKIK.pdf

105

dalam Peraturan Kepala BPOM RI No. HK.00.06.1.52.4011 tentang

penetapan batas maksimum cemaran mikroba dan kimia dalam makanan,

tidak mampu melindungi populasi di tempat penelitian ini dilakukan. Hal

tersebut dikarenakan telah terjadi akumulasi logam berat pada periaran Teluk

Jakarta yang diakibatkan oleh pencemaran laut akibat buangan limbah industri

maupun rumah tangga, sehingga hasil laut yang berasal dari perairan tersebut

ikut tercemar. Telah dijelaskan dalam al-Qur’an Surah At-Tin ayat 4-6 bahwa

“sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dalam sebaik-baik bentuk

(fisik dan psikis), lalu Kami kembalikan dia ke tempat yang serendah-

rendahnya, kecuali orang-orang yang beriman dan beramal saleh” (At-Tin

(95): 4-6). Tafsir Al-Mishbah menafsirkan ayat tersebut bahwa dosa dan

pelanggaran yang dilakukan manusia mengakibatkan gangguan keseimbangan

di darat dan di laut. Semakin banyak perusakan terhadap lingkungan, semakin

besar pula dampak buruknya terhadap manusia. Dijelaskan juga dalam surah

Al-A’raf ayat 96 bahwa alam raya, dengan segala bagiannya yang perinci

saling berkaitan antara satu dan yang lain, sehingga apabila terjadi gangguan

pada keharmonisan dan keseimbangan itu, pasti berdampak pada seluruh

bagian alam termasuk manusia, baik yang merusak mapupun yang dirusak.

Berdasarkan penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa dalam penelitian ini

tidak ada hubungan yang bermakna antara konsentrasi Cd dalam kerang

dengan tingkat risiko responden (p value =0,567). Tidak adanya hubungan

yang bermakna tersebut dikarenakan rentang nilai konsentrasi antara spesimen

kerang tidak berbeda jauh dan lingkup wilayah yang digunakan untuk

Page 122: FEELA ZAKI SAFITRI-FKIK.pdf

106

pengambilan spesimen dalam penelitian ini relatif kecil. Oleh karena itu,

disarankan kepada UPT PKPP dan PPI Muara Angke Jakarta Utara untuk

mempertimbangkan perubahan sistem budaya dengan memindahkan lokasi

budidaya kerang hijau atau melakukan pelatihan mengenai mengurangi

kandungan logam berat dalam kerang hijau saat sebelum dijual yaitu dengan

melakukan perebusan menggunakan karbon aktif (Rachmawati et al., 2013).

2. Hubungan Laju Asupan Kerang Hijau dengan Tingkat Risiko

Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebanyak 230 responden yang

mengkonsumsi >4,77 gram/hari kerang hijau sebesar 77,9% responden

memiliki nilai RQ >1, sedangkan dari 230 responden yang mengkonsumsi

kerang hijau ≤4,77 gram/hari sebesar 93,3% responden memiliki nilai RQ ≤1.

Hasil penelitian menunjukan bahwa laju asupan mempunyai hubungan yang

bermakna (p value < 0,05) dengan nilai tingkat risiko. Hal ini sesuai dengan

penelitian yang dilakukan oleh Purnomo dan Purwana (2008) yang

menyatakan bahwa laju asupan berhubungan secara bermakna (p value

=0,000) dengan tingkat risiko, responden yang mengkonsumsi ikan >233,6

gram/hari berisiko 7,118 kali lebih besar untuk mengalami gangguan

kesehatan keracunan Cd dibandingkan responden yang mengkonsumsi kurang

dari 233,6 gram/hari. Penelitian ini juga sesuai dengan penelitian yang

dilakukan oleh Sianipar (2009) yang menyatakan bahwa laju asupan memiliki

hubungan yang kuat dengan nilai tingkat risiko (p value =0,000) dan nilai OR

adalah 2,762.

Page 123: FEELA ZAKI SAFITRI-FKIK.pdf

107

Sejauh ini belum ada penelitian yang membuktikan tidak adanya

hubungan antara laju asupan dengan tingkat risiko. Laju asupan harian Cd yang

berasal dari kerang berkisar antara 0,03 g – 96,18 g, sedangkan laju asupan

normal yang diperbolehkan dengan sumber pajanan makanan tidak boleh lebih

dari 20 μg (FAO, 2006). Secara teori Cd memiliki afinitas yang kuat terhadap

hati dan ginjal. Pada umumnya sekitar 50-75% konsumsi Cd yang melebihi 20

μg perhari akan disimpan dalam kedua organ tersebut (Gupta, 2009).

Berdasarkan penjelasan tersebut dapat disimpulkan bahwa semakin

banyak kerang yang dikonsumsi (gram/hari) maka makin besar nilai laju asupan

yang diperoleh sehingga risiko responden untuk terpajan Cd yang berada pada

tubuh kerang semakin tinggi. Pada penelitian ini nilai laju asupan responden

memiliki hubungan yang bermakna dengan besarnya tingkat risiko responden (p

value =0,000). Oleh sebab itu, disarankan kepada masyarakat untuk mengurangi

jumlah asupan konsumsi hasil laut khususnya kerang hijau, karena dengan

melihat kondisi perairan Indonesia sudah banyak terjadi pencemaran. Hal ini

sesuai dengan yang terdapat dalam al-Quran Surah Al-A’raf ayat 31 bahwa,

“makan dan minumlah dan jangan berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak

menyukai orang yang berlebih-lebihan.” (Al-A’raf (7): 31). Penjelasan Syihab

(2009) mengenai ayat tersebut bahwa ayat tersebut merupakan salah satu prinsip

yang diletakan agama menyangkut kesehatan yang telah diakui juga oleh para

ilmuan terlepas apapun pandangan hidup atau agama mereka. Ayat tersebut

menganjurkan bahwa perintah makan dan minum tidak berlebih-lebihan dalam

Page 124: FEELA ZAKI SAFITRI-FKIK.pdf

108

arti tidak melampaui batas, merupakan tuntutan yang harus disesuaikan dengan

kondisi seseorang. Kadar tertentu yang dinilai cukup untuk seseorang, boleh jadi

telah dinilai melampaui batas atau belum cukup untuk orang lain. Atas dasar

tersebut, penggalan ayat tersebut mengajarkan sikap proposional dalam makan

dan minum.

3. Hubungan Frekuensi Pajanan Konsumsi Kerang Hijau dengan Tingkat

Risiko

Frekuensi pajanan konsumsi kerang hijau mempunyai hubungan yang

bermakna dengan nilai RQ (p value <0,05). Sebanyak 230 responden yang

mengkonsumsi kerang hijau >52 hari/tahun sebesar 77,9% responden

memiliki nilai RQ >1, sedangkan yang frekuensi pajanannya ≤52 hari/tahun

yang memiliki nilai RQ ≤1 adalah 93,6%. Hal tersebut berarti responden yang

sering mengkonsumsi kerang hijau memiliki nilai RQ yang lebih besar

dibandingkan dengan responden yang jarang mengkonsumsi kerang hijau.

Sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Muh. Aripai et al.

(2012) yang menyatakan bahwa frekuensi pajanan mempunyai hubungan

yang bermakna dengan nilai tingkat risiko (RQ) (p value =0,000). Diperkuat

dengan penelitian Daud et al. (2013) yang menyatakan semakin tinggi

frekuensi pajanan responden maka semakin tinggi pula risiko responden untuk

terpajan logam berat Cd. Hal ini sesuai dengan teori yang mengatakan bahwa

frekuensi pajanan akan mempengaruhi besarnya nilai RQ (IPCS, 2010),

Page 125: FEELA ZAKI SAFITRI-FKIK.pdf

109

sehingga masyarakat yang lebih sering mengkonsumsi kerang hijau maka

akan meningkatkan nilai RQ.

Namun berbeda dengan penelitian Ashar (2007) tentang Pajanan

Mangan dalam Air Melalui Intake Oral dan penelitian Purnomo dan Purwana

(2008) tentang Dampak Kandungan Kadmium pada Ikan yang menyatakan

bahwa tidak ada hubungan yang bermakna antara frekuensi pajanan dengan

nilai tingkat risiko (p value = 0,178). Perbedaan tersebut terjadi karena

penelitian Ashar (2007); Purnomo dan Purwana (2008) menggunakan nilai

deflut konsumsi maksimum yang ditetapkan oleh US-EPA yaitu 365

hari/tahun atau setiap hari, yang berarti seluruh frekuensi pajanan responden

disamakan dengan responden yang mengkonsumsi setiap hari. Meskipun

dalam kenyataannya tidak semua responden mengkonsumsi setiap hari.

Standar BPS menjelasakan bahwa konsumsi kerang hijau maksimum

yang dianjurkan adalah satu minggu sekali atau 52 hari/tahun. Namun pada

hasil penelitian ini responden yang mengkonsumsi kerang hijau dalam

frekuensi ≤52 hari/tahun sebesar 22,1% memiliki nilai RQ >1. Jadi, walaupun

responden telah mengkonsumsi sesuai dengan standar yang telah dianjurkan

akan tetapi masih berisiko terhadap gangguan kesehatan akibat

mengkonsumsi kerang hijau yang telah tercemar Cd. Hal ini dikarenakan

besarnya tingkat risiko tidak hanya dipengaruhi oleh variabel frekuensi

pajanan, namun juga dipengaruhi oleh variabel konsentrasi Cd, laju asupan,

durasi pajanan, dan berat badan.

Page 126: FEELA ZAKI SAFITRI-FKIK.pdf

110

Berdasarkan penjelasan diatas maka dapat disimpulkan bahwa dalam

penelitian ini frekuensi pajanan memiliki hubungan yang bermakna terhadap

nilai tingkat risiko (p value =0,000). Hal tersebut berarti bahwa apabila

frekuensi mengkonsumsi kerang hijau sering maka akan lebih berisiko

terhadap efek kesehatan akibat keracunan kadmium. Meskipun telah

mengkonsumsi kerang hijau sesuai dengan standar yang telah diajurkan oleh

BPS, akan tetapi standar tersebut masih belum bisa melindungi populasi yang

ada dalam penelitian ini. Oleh karena itu, disarankan kepada masyarakat

Kaliadem Muara Angke Jakarta Utara untuk mengurangi frekuensi asupan

kerang kerang hijau agar dapat meminimalisir risiko kesehatan akibat pajanan

Cd dalam kerang hijau.

4. Hubungan Durasi Pajanan Kerang Hijau dengan Tingkat Risiko

Pada hasil penelitian ini menunjukan bahwa sebanyak 230 responden

yang sudah terpajan >15 tahun sebesar 60,7% responden memiliki nilai RQ

>1, sedangkan responden yang terpajan ≤15 tahun sebesar 58,9% responden

memiliki nilai RQ ≤1. Pada penelitian ini nilai durasi pajanan dengan tingkat

risiko memiliki hubungan yang bermkana (p value <0,05). Hal ini sesuai

penelitian yang dilakukan oleh Purnomo dan Purwana (2008) yang

menyatakan bahwa durasi pajanan mempunyai hubungan yang sangat

bermakna dengan tingkat risiko (p value =0,000) dengan nilai OR adalah 7,89.

Hal tersebut berarti responden yang terpajan >25 tahun berisiko 7,89 kali

lebih besar untuk mengalami gangguan kesehatan daripada responden yang

Page 127: FEELA ZAKI SAFITRI-FKIK.pdf

111

terpajan ≤25 tahun. Diperkuat dengan penelitian yang dilakukan oleh Sianipar

(2009) yang menyatakan bahwa ada perbedaan proporsi besar gangguan

kesehatan antara responden yang menghirup udara mengandung H2S selama

15 tahun dengan responden yang menghirup <15 tahun. Nilai OR adalah 4,00

yang berarti bahwa responden yang menghirup udara selama ≥15 tahun

berisiko 4 kali lebih besar mengalami gangguan kesehatan akibat menghirup

H2S yang terkandung dalam udara dibanding dengan responden yang

menghirup udara <15 tahun.

Secara teori pajanan yang terus-menerus dari suatu bahan kimia dapat

mengakibatkan gangguan kesehatan meskipun dalam konsentrasi yang rendah

(Gupta, 2009). Akumualsi Cd akan berpengaruh pada faktor umur dan waktu

terpajan dimana akumulasi akan terjadi dan terlihat efeknya ketika dewasa

nanti (Darmono, 1995). Target organ yang sering terganggu adalah ginjal.

Akumulasi pada ginjal dan hati 10 hingga 100 kali konsentrasi pada jaringan

yang lain (F.Nordberg, 1992). Penelitian Ratnaningsih (2014) dengan

melakukan percobaan pengaruh Cd terhadap gangguan patologi pada tikus

menunujukan bahwa berdasarkan uji klinis terlihat bahwa dengan makin

tinggi konsentrasi Cd yang masuk ke dalam tubuh dan makin lama

pemaparannya, maka terlihat bahwa kadar protein urin meningkat sebanding

dengan makin tingginya akumulasi Cd dalam ginjal. Selain itu juga terlihat

adanya perubahan pada tubulus dan glomerulus sebagai akibat dari makin

banyaknya akumulasi kadmium dalam ginjal.

Page 128: FEELA ZAKI SAFITRI-FKIK.pdf

112

Namun berbeda dengan penelitian Ashar (2007) yang menyatakan

bahwa durasi pajanan dengan nilai RQ tidak mempunyai hubungan yang

bermakna (p value =0,227). Perbedaan tersebut dikarenakan responden dalam

penelitian Ashar (2007) belum lama bermukim pada lokasi penelitian dan

durasi pajanan hampir dari 50% sama yaitu 5 tahun, sehingga data homogen

dan tidak menunjukan adanya hubungan yang bermakna.

Berdasarkan pajanan diatas dapat disimpulkan bahwa pada penelitian

ini nilai durasi pajanan mempunyai hubungan yang bermakna dengan nilai

tingakt risiko (p value =0,004). Target organ pajanan Cd adalah ginjal,

sehingga semakin lama individu terpajan logam Cd dalam kerang hijau akan

meningkatkan risiko gangguan kesehatan pada ginjal. Oleh karena itu,

disarankan kepada masyarakat Kaliadem untuk meminimalisir pajanan Cd

dalam kerang hijau dengan cara mengurangi konsumsi kerang hijau.

5. Hubungan Berat Badan dengan Tingkat Risiko

Hasil peneltian menunjukan bahwa sebanyak 230 responden yang

memiliki berat badan >57,22 kg dan memiliki nilai RQ >1 yaitu 53,6%

responden, sedangkan responden yang memiliki berat badan ≤57,22 kg dan

memiliki nilai RQ ≤1 yaitu 53,3% responden. Pada penelitian ini berat badan

tidak memiliki hubungan yang bermakna dengan nilai tingkat risiko (p value

>0,05). Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Ashar (2007)

yang menyatakan bahwa tidak ada hubungan yang bermakna antara berat

badan dengan nilai RQ (p value =0,186). Diperkuat dengan penelitian

Page 129: FEELA ZAKI SAFITRI-FKIK.pdf

113

Sianipar (2009) yang menyatakan bahwa berdasarkan hasil uji statistik dengan

CI 95% dan nilai interval kepercayaan yang mencakup 1 (0,541 – 3,325),

yang berarti bahwa tidak ada hubungan yang bermakna antara berat badan

responden dengan tingkat risiko gangguan kesehatan.

Namun berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Purnomo dan

Purwana (2008) yang menyatakan bahwa berat badan memiliki hubungan

yang signifikan dengan tingkat risiko (p value =0,032). Hal tersebut berarti,

semakin tinggi berat badan responden maka semakin kecil tingkat risiko yang

akan dialami oleh responden. Menurut IPCS (2010) secara teori nilai berat

badan akan mempengaruhi nilai tingkat risiko, sehingga semakin berat

seseorang maka semakin kecil kemungkinan untuk mengalami risiko

gangguan kesehatan akibat pajanan risk agent.

Perbedaan penelitian ini, Ashar (2007), dan Sianipar (2009) dengan

penelitian Purnomo dan Purwana (2008) dikarenakan pada penelitian ini,

penelitian Ashar (2007), dan pada penelitian Sianipar (2009) berat badan

responden satu dengan responden yang lain tidak jauh berbeda, lingkup

wilayah penelitian kecil, dan responden yang digunakan adalah individu

dewasa sehingga data yang didapatkan homogen. Oleh karena itu, hasil uij

bivariat tidak menunjukan adanya hubungan yang bermakna.

Secara teori orang dengan berat badan ideal akan mempunyai nutrisi

yang cukup sehingga menghalangi kehadiran logam Cd ke dalam tubuh untuk

Page 130: FEELA ZAKI SAFITRI-FKIK.pdf

114

menggantikan nutrisi (zink, besi, tembaga, selenium, kalsium, piridoksin,

asam askrobat dan protein). Hal tersebut dikarenakan kebanyakan toksisitas

Cd terjadi akibat defisiensi unsur-unsur tersebut diatas yang menyebabkan

peningkatan absrobsi Cd (ATSDR, 1999).

Berdasarkan penjelasan tersebut dapat disimpulkan bahwa secara teori

berat badan mempengaruhi besarnya nilai RQ, sehingga semakin besar nilai

berat badan seseorang maka akan semakin kecil mengalami gangguan

kesehatan. Namun dalam hasil dalam penelitian ini nilai berat badan tidak

berhubungan secara bermakna dengan dengan nilai RQ (p value =0,307).

Perbedaan tersebut dikarenakan nilai berat badan antar responden relatif sama,

lingkup wilayah penelitian kecil, dan responden yang dalam penelitian ini

rata-rata adalah dewasa, sehingga data yang didapatkan saat penelitian

homogen. Oleh karena itu untuk mengurangi risiko kesehatan akibat pajanan

Cd masyarakat Kaliadem Muara Angke perlu menambah asupan zat gizi.

6. Hubungan Intake Konsumsi Kerang Hijau dengan Tingkat Risiko

Hasil penelitian menunjukan bahwa sebesar 230 responden yang

memiliki nilai intake >0,0004 mg/kg/hari dan memiliki nilai RQ >1 yaitu

sebanyak 70,7% responden, sedangkan responden yang memiliki nilai RQ ≤1

dan intake ≤0,004 mg/kg/hari yaitu 100% responden (seluruh responden).

Pada penelitian ini intake memiliki hubungan yang bermakna dengan nilai

tingkati risiko (p value <0,05).

Page 131: FEELA ZAKI SAFITRI-FKIK.pdf

115

Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Purnomo dan

Purwana (2008) yang menyatakan bahwa nilai intake mempunyai hubungan

yang sangat bermakna dengan nilai RQ (p value =0,000). Sama halnya dengan

penelitian Masengi et al. (2013) yang menyatakan bahwa ada hubungan yang

bermakna antara kejadian hipertensi pada masyarakat pesisir dengan pola

konsumsi makanan laut (p value <0,05). Hal tersebut berarti pola konsumsi

makanan laut berpengaruh terhadap angka kejadian hipertensi pada

masyarakat pesisir. Sejauh ini belum ada penelitian yang mengatakan tidak

adanya hubungan antara intake dengan nilai RQ.

Secara teori, besarnya nilai intake dipengaruhi oleh konsentrasi, laju

asupan, frekuensi pajanan, durasi pajanan, dan berat badan (IPCS, 2010).

Nilai intake didapatkan dari perhitungan dengan menggunakan formulasi

rumus antara konsentrasi, laju asupan, frekuensi pajanan, durasi pajanan, dan

berat badan yang nantinya akan digunakan untuk menghitung nilai RQ (IPCS,

2010). FAO; WHO dan The Joint Expert Committee on Food Additives

(JECFA) dalam pertemuan ke 16 nya menetapkan PTWI Cd untuk untuk

orang dewasa sebesar 400-500 μg. Standar tersebut sesuai dengan masukan

Cd yang dapat ditolerir oleh tubuh sementara yaitu 0,81 (400÷7÷70) ke 1,01

μg/kg/day, yang telah disederhanakan menjadi 1 μg/kg/day (WHO, 1972).

Hubungan toksisitas Cd pada ginjal dan hati telah diamati pada orang-

orang dengan intake Cd yang sesuai dengan PTWI (WHO, 2005). Pajanan 30-

50μg Cd per hari untuk orang dewasa atau 0,43-0,57 μg/kg/day atau 0,00043-

Page 132: FEELA ZAKI SAFITRI-FKIK.pdf

116

0,00057 mg/kg/hari telah dihubungkan dengan peningkatan risiko kelainan

tulang, kanker, kelainan fungsi ginjal, dan hati (Stoeppler, 1992). Untuk itu,

FAO; WHO menyarankan batas intake mingguan yang bersifat melindungi

dan konsumen itu berada pada risiko intake Cd di bawah PTWI (WHO, 2005).

Berdasarkan penjelasan diatas maka dapat disimpulkan bahwa nilai

intake dipengaruhi oleh nilai konsentrasi risk agent, frekuensi pajanan, laju

asupan, durasi pajanan, dan berat badan responden. Pada penelitian ini nilai

intake mempunyai hubungan yang bermakna dengan nilai RQ (p value

=0,000). Hal tersebut berarti semakin tinggi nilai intake maka akan

berpengaruh terhadap meningkatnya risiko terjadinya gangguan kesehatan.

Oleh karena itu, disarankan kepada Dinkes Jakarta Utara untuk melaksanakan

progam penyuluhan kepada masyarakar mengenai bahaya logam berat yang

telah mencemari hasil laut dan kepada UPT dan PKPP PPI Muara Angke

untuk melakukan pengawasan mutu hasil laut yang dijual di PPI Muara

Angke secara periodik.

Page 133: FEELA ZAKI SAFITRI-FKIK.pdf

117

BAB VII

SIMPULAN DAN SARAN

A. SIMPULAN

Berdasakan hasil penelitian yang telah dilakukan pada kerang hijau

yang dibudidayakan di perairan Teluk Jakarta dengan menghitung tingkat

risiko kandungan logam berat kadmium (Cd) dalam kerang hijau tersebut

yang dikonsumsi masyarakat Kalidem Muara Angke Jakarta Utara, diperoleh

kesimpulan sebagai berikut:

1. Karakteristik responden masyarakat Kalidem Muara Angke Jakarta

Utara sebesar 50,4% responden berusia ≤34 tahun, sebesar 75,7%

responden memiliki jenis kelamin perempuan, sebesar 88,3%

responden memiliki status sudah menikah, sebesar 51,3% responden

lebih menyukai memasak kerang hijau tanpa menggunakan

cangkangnya (sudah dikupas), dan sebesar 35,7% responden bekerja

sebagai ibu rumah tangga.

2. Hasil pemeriksaan konsentrasi Cd pada kerang hijau rata-rata adalah

0,083 mg/L atau 0,83 mg/kg. Konsentrasi tersebut masih tergolong

rendah dan aman menurut nilai standar dari SNI tahun 2009 dan

Peraturan Kepala Badan POM RI Nomor HK.00.06.1.52.4011 tahun

2009 tentang Penetapan Batas Maksimum Cemaran Mikroba dan

Kimia dalam Makanan (nilai maksimum 1,0 mg/kg).

Page 134: FEELA ZAKI SAFITRI-FKIK.pdf

118

3. Berdasarkan hasil perhitungan rata-rata besar nilai intake Cd pada

masyarakat Kaliadem Muara Angke Jakarta Utara ketika

mengkonsumsi kerang hijau hasil budidaya berdasarkan realtime per

individu adalah 0,097 mg/kg/hari.

4. Tingkat risiko (RQ) kandungan Cd dalam kerang hijau yang

dikonsumsi masyarakat kaliadem Muara Angke Jakarta Utara dalam

waktu realtime sebanyak 140 (60,9%) responden telah memiliki nilai

RQ>1. Hal tersebut berarti hampir seluruh responden dalam penelitian

ini memiliki probabilatas yang lebih besar bagi terjadinya gangguan

pada sistem ginjal, hati, reproduksi, pernafasan dan peredaran darah.

5. Berdasarkan hasil analisis bivariat, maka:

a. Tidak ada hubungan yang bermakna antara tingkat risiko

responden (RQ) dengan konsentrasi Cd dalam kerang hijau.

b. Ada hubungan yang bermakna antara tingkat risiko dengan

nilai laju asupan.

c. Ada hubungan yang bermakna antara tingkat risiko dengan

nilai frekuensi pajanan.

d. Ada hubungan yang bermakna antara tingkat risiko dengan

nilai durasi pajanan.

e. Ada hubungan yang bermakna antara tingkat risiko dengan

nilai intake memiliki.

f. Namun tidak ada hubungan yang bermakna antara tingkat

risiko dengan berat badan responden.

Page 135: FEELA ZAKI SAFITRI-FKIK.pdf

119

B. SARAN

1. Bagi Dinas Kesehatan Jakarta Utara

Disarankan kepada Dinas Kesehatan Jakarta Utara untuk:

a. Melaksanakan program penyuluhan kesehatan masyarakat

tentang bahaya logam berat yang telah mencemari hasil laut

dengan menggunakan data yang diperoleh dari hasil penelitian

ini untuk menginformasikan pada masyarakat yang tinggal di

Kaliadem Muara Angke Jakarta Utara dan sekitranya mengenai

konsentrasi Cd dalam kerang hijau yang telah dibudidayakan di

Teluk Jakarta, sehingga dapat dilakukan tindakan

pencegahannya.

b. Perlu dikembangkan dan dilakukan surveilans dan pemetaan

terhadap kelompok masyarakat yang berisiko mendapat

gangguan kesehatan akibat pajanan Cd.

2. Bagi Badan Lingkungan Hidup (BLH) DKI Jakarta

Disarankan kepada Badan Pengendalian Dampak Lingkungan

untuk:

a. Lebih intensif dalam melakukan pemantauan secara berkala

kualitas air laut terhadap parameter logam-logam berat dan

lebih meningkatkan pengawasan ketat dan pemantauan

terhadap limbah dari pabrik-pabrik yang dapat mencemari air

laut di Teluk Jakarta.

Page 136: FEELA ZAKI SAFITRI-FKIK.pdf

120

b. Bekerjasama dengan Dinas Perikanan dan Kelautan untuk

melakukan remediasi air laut Teluk Jakarta yang sudah

tercemar logam berat dengan menggunakan beberapa metode

seperti menggunakan padatan tersuspensi (Suspended Solid-

SS), bioremediasi dengan menggunakan Chlorella Sp,

bioremediasi menggunakan Aspergillus flavus, dan

menggunakan teknik fitoremediasi fitoplankton melalui

penggunaan Nannochloris dan Chaetoceros Calcitran.

3. Bagi UPT PKPP dan PPI Muara Angke Jakarta Utara

Disarankan kepada UPT PKPP dan PPI Muara Angke Jakarta

Utara untuk:

a. Perlu mempertimbangkan perubahan sistem budidaya kerang

hijau. Alternatif yang dapat digunakan untuk melanjutakan

kegiatan budidaya tersebut adalah dengan memindahkan lokasi

budidaya kerang hijau atau melakukan perebusan kerang hijau

dengan menggunakan karbon aktif sebelum dijual.

b. Melakukan pengawasan mutu hasil laut yang dijual di Pasar

Ikan Muara Angke Jakarta Utara secara periodik.

4. Bagi Masyarakat

Disarankan bagi masyarakat Kaliadem Muara Angke Jakarta

Utara:

a. Untuk saat ini mulai mengurangi jumlah asupan konsumsi hasil

laut khususnya kerang hijau, karena dengan melihat kondisi

Page 137: FEELA ZAKI SAFITRI-FKIK.pdf

121

perairan Indonesia saat ini dikhawatirkan adanya jenis logam

tertentu yang bersifat bioakumulasi dalam jaringan organ

tertentu pada hasil laut yang kemudian dikonsumsi sehingga

dapat menimbulkan efek kesehatan bagi masyarakat yang

mengkonsumsinya.

b. Sosialisasi mengenai cara memasak kerang hijau yaitu

sebaiknya tidak menggunakan cangkang. Namun apabila masih

tetap ingin memasak menggunakan cangkang dapat dilakukan

dengan dengan melakukan perebusan kerang hijau

menggunakan campuran larutan garam, cuka dan larutan jeruk

(jenis jeruk nipis atau jeruk lemon) selama minimal 45 menit

untuk menggurangi kadar logam Cd yang terdapat dalam

kerang hijau.

c. Bagi masyarakat yang telah terpapar Cd dapat mengkonsumsi

food supplement:

1) Alfalfa yang mengandung klorofil dan vitamin K

sebanyak 2000-3000 mg/hari. Suplemen ini dapat

membantu mengurangi kadmium dalam tubuh.

2) Kalsium (Ca) sebanyak 2000 mg/hari dan Magnesium

(Mg) 1000 gr/hari. Mineral tersebut dapat membantu

mengeliminasi kadmium dalam tubuh.

3) Vitamin E sebanyak 600-1000 IU/hari yang berfungsi

sebagai antioksidan.

Page 138: FEELA ZAKI SAFITRI-FKIK.pdf

122

4) Mengkonsumsi seng (Zn) sebanyak 50-60 mg/hari

berfungsi menggantikan posisi kadmium.

5) Konsumsi kuprum (Cu) sebanyak 3 mg/hari berfungsi

membantu Seng (Zn) mengurangi deposit kadmium.

5. Bagi Peneliti Selanjutnya

Disarankan bagi peneliti selanjutnya untuk:

a. Perlu dilakukan penghitungan secara rinci dan sepesifik terkait

pola konsumsi kerang hijau dengan metode yang sesuai dan

akurat untuk mengetahui jumlah konsumsi masyarakat

Kaliadem Muara Angke untuk sensitifitas penghitungan intake

risiko Cd.

b. Pengambilan spesimen kerang hijau tidak hanya dilakukan

sewaktu.

c. Perlu untuk menganalisis biomarker terhadap spesimen urin

atau darah pada kelompok individu yang telah terpajan lebih

dari 30 tahun untuk mengetahui konsentrasi logam Cd yang

telah terakumulasi dalam tubuh.

Page 139: FEELA ZAKI SAFITRI-FKIK.pdf

123

DAFTAR PUSTAKA

Alfian, Z. 2005. Analisis Kadar Logam Kadmium (Cd2+

) Dari Kerang Yang

Diperoleh Dari Daerah Belawan Secara Spektrofotometer Serapan Atom.

Jurnal Sains Kimia, 9, 73-76.

Anggraeny, Y. A. 2010. Analisis Kandungan Logam Berat Pb, Cd, Dan Hg Pada

Kerang Darah (Anadara Granosa) Di Perairan Bojonegara, Kecamatan

Bojonegara, Kabupaten Serang. 2010, Institut Pertanian Bogor.

Ashar, T. 2007. Analisis Risiko Pajanan Mangan Dalam Air Melalui Intake Oral

Terhadap Kesehatan Masyarakat Di Sekitar TPA Rawakucing Kecamatan

Neglasari Kota Tangerang Provinsi Banten Tahun 2007. 2007, Universitas

Sumatra Utara.

ATSDR 1999. Toxicological Profile For Cadmium. United Stated America: U.S.

Department Of Health And Human Services Public Health Service Agency

For Toxic Substances And Disease Registry.

Augustine, D. 2008. Akumulasi Hidrokarbon Aromatik Polisiklik (PAH)

Dalamkerang Hijau (Perna Viridis L.) Di Perairan Kamal Muara, Teluk

Jakarta. 2008, Institut Pertanian Bogor.

Awalina-Satya, Chrismadha, T. & Sulawesty, F. 2011. Kajian Biomagnifikasi Logam

Berat Di Lingkungan Akuatik. Limnotek, 18, 72-82.

Azhar, H., Widowati, I. & Suprijanto, J. 2012. Studi Kandungan Logam Berat Pb,

Cu, Cd, Cr Pada Kerang Simping (Amusium Pleuronectes), Air Dan Sedimen

Di Perairan Wedung, Demak Serta Analisis Maximum Tolerable Intake Pada

Manusia. Journal Of Marine Research, 1, 35-44.

BLH DKI Jakarta 2013. Laporan Status Lingkungan Hidup Daerah Provinsi Daerah

Khusus Ibukota Jakarta Jakarta, Indonesia.

BPOM 2009. Penetapan Batas Maksimum Cemaran Mikroba Dan Kimia Dalam

Makanan. Jakarta

BPOM RI 2005. Keamanan Pangan. Jakarta: BPOM RI.

BPS 2014. Pengeluaran Untuk Konsumsi Penduduk Indonesia. Berdasarkan Hasil

Susenas September. Jakarta.

C.H.Walker, Hopkin, S. P., Sibly, R. M. & Peakall, D. B. (Eds.) 2001. Principles Of

Ecotoxicology, London: Taylor & Francis.

Page 140: FEELA ZAKI SAFITRI-FKIK.pdf

124

Cai, S., Yue, L., Shang, Q. & Nordberg, G. 1995. Cadmium exposure among

residents in an area contaminated by irrigation water in China. Bulletin of

the World Health Organization. World Health Organization.

Connel, D. W. & Miller, G. J. 1995. Kimia Dan Ekotoksikologi Pencemaran. In:

Koestoer, P. Y. (Ed.). Jakarta: Universitas Indonesia Press.

Cordova, M. R., Zamanil, N. P. & Yulianda, F. 2011. Akumulasi Logam Berat Pada

Kerang Hijau (Perna Viridis) Di Perairan Teluk Jakarta. Journal Molusca

Indonesia, 2, 1-8.

CRC 2002. Handbook Of Ecotoxicology. In: David J. Hoffman, D. (ed.) Second ed.

London: Lewish Publisher

Darmono 1995. Logam dalam Sistem Biologi Mahluk Hidup, Jakarta, UI Perss.

Darmono 1999. Interaksi Logam Toksik Dengan Logam Esensial Dalam Sistem

Biologik Dan Pengaruhnya Terhadap Kesehatan. Jurnal Biologi, 9.

Daud, A., Dullah, A. A. M. & Malongi, A. 2013. Risk Management of Cadmium (Cd)

due to Liognathus sp, Portunus Pelagicus, Anadara sp, and Penaeus sp

compsumton among community in Tallo Subdistric Makassar, Indonesia

International Journal of Scientific and Research Publications, 3, 1-8.

Diana, U. 2014. Analisis Risiko Kesehatan Paparan Benzene Pada Pekerja Di Pusat

Pengumpul Produksi (Ppp) Pt Pertamina Ep Asset 2 Prabumulih Field Tahun

2014. 2014, Universitas Sriwijaya.

DPPK 2006. Kajian Eksistensi Budidaya Kerang Hijau Di Teluk Jakarta. In:

Perikanan, P. D. K. P. D. J. (ed.). Jakarta: CV. Srikandi Utama Konsultan.

enHelath 1992. Environmental Helath Risk Assassement In: Health, E. (ed.). Geneva:

WHO.

EPA 2007. Method 3051a; Microwave Assisted Acid Digestion Of Sediments,

Sludges, Soils, And Oils. In: Reaserch (Ed.). USA: EPA.

F.Nordberg, G. 1992. Cadmium in the human environment: toxicity and

carsinogenicity. USA: IARC Scientific Publications

FAO 2006. Safety Evaluation Of Certain Contaminants In Food In: 55 (ed.) WHO

Food Additives Geneva: JECFA.

Page 141: FEELA ZAKI SAFITRI-FKIK.pdf

125

Faradiaz 1992. Skema Pajanan Logam Berat di Biosfer.

Ferial, E. W., As'ad, S. & Soekendarsi, E. 2011. Kajian Klinik Pemberian Gizi

Kerang Darah Anadara Granosa L. Terhadap Kualitas Spermatozoid

Manusia. Jurnal MKMI, 7, 120-126.

Fernanda, L. 2012. studi kandungan logam berat timbal (Pb). nikel (ni), kromium (cr)

dan kadmium (cd) pada kerang hijau dan sifat fraksionasinya pada sedimen

laut. 2012, Universitas Indonesia.

Gupta, R. C. (ed.) 2009. Handbook of Toxicology of Chemical Warfare Agents,

Oxford, UK: Elsevier Inc.

Hansen, D. K. & Abbott, B. D. (eds.) 2009. Target Organ Toxicology Series, USA:

Informa Healthcare USA, Inc.

Hartono 2013. Toksikologi Industri. Surabaya, Indonesia: ITS.

Harvey, P. W., Everett, D. J. & Springall, C. J. (Eds.) 2009. Adrenal Toxicology, New

York-London: Informa Healthcare USA, Inc.

Hutagalung, H. P. 1984. Logam Berat Dalam Lingkungan Laut. Oseana, IX, 11-20.

Hutagalung, H. P. & Rohchyatun, E. 2000. Foraminifera Sebagai Bioindikator

Pencemaran Hasil Studi Di Perairan Esturin Sungai Dadap Tangerang In:

Praseno, D. P., Rositasari, R. & Riyono, S. H. (Eds.) Kandungan Logam Berat

(Pb. Cd, Cu, Cr, Zn, Ni) Dalam Sedimen Di Muara Dadap Teluk Jakarta

Jakarta: Pusat Penelitian Dan Pengembangan Oseanografi.

IPCS 1992. Environmental Health Criteria 134. Cadmium. In: L, F. (ed.). Geneva:

WHO.

IPCS 2010. WHO Human Health Risk Assessment Toolkit: Chemical Hazards. In:

WHO (ed.). Ottawa, Canada: IOMC (Inter-Organization Programme For The

Sound Management Of Chemicals).

Jaluis, Setiyanto, D. D., Sumantadinata, K., Riani, E. & Ernawati, Y. 2008.

Akumulasi Logam Berat Dan Pengaruhnya Terhadap Spermatogenesis

Kerang Hijau (Perna viridis). Ilmu-ilmu Perairan dan Perikanan Indonesia,

15, 77-83.

Jerrold B. Leikin, M. & Frank P. Paloucek, P. 2008. Poisoning and Toxicology

Handbook. Fourth Edition ed. New York: Informa Healthcare USA, Inc.

Page 142: FEELA ZAKI SAFITRI-FKIK.pdf

126

Kabata-Pendias, A. & Mukhreje, A. B. 2001. Trace Elements in Soils and Plants.

Boca Raton: CRC Press.

Kartikawati, A. 2008. Prevalensi Dan Determinasi Faktor Yang Berhubungan

Dengan Kejadian Hipertensi Di Jakarta Utara. 2008, Universitas Indonesia.

Kemenkes RI 2012. Pedoman Analisis Risiko Kesehatan Lingkungan (ARKL).

Jakarta, Indonesia Kementrian Kesehatan

Kepmen LH 1988. Pedoman Penetapan Baku Mutu Lingkungan. In: Hidup, M. N. K.

D. L. (ed.). Jakarta, Indonesia.

KKP 2009. Laporan Konsumsi Hasil Laut Indonesia. In: Perikanan, K. K. D. (ed.).

Jakarta: Kementerian Kelautan dan Perikanan.

Koalisi Ahli Gizi Dan Obat-Obatan Indonesia 2010. Laporan Status Gizi Indonesia.

Koalisi Ahli Gizi dan Obat-Obatan Indonesia Jakarta: Nutrion.

Laura Robinson and Ian Thorn 2005. Toxicology And Ecotoxicology In Chemical

Safety Assessement USA: Blackwell Publishing Ltd.

Linnaeus 2001. Green Mussel, Perna Viridis. USGS, Science For A Changeing Word

Florida: Department of the Interior For further information U.S. Geological

Survey Florida Caribbean Science Center.

Listianingsih, W. 2008. Sistem Pemasaran Hasil Perikanan dan Kemiskinan Nelayan

(Studi Kasus: di PPI Muara Angke, Kota Jakarta Utara). 2008, Institut

Pertanian Bogor.

Louekari, K., Mäkelä-Kurtto, R., Pasanen, J., Virtanen, V., Sippola, J. & Malm, J.

2000. Cadmium In Fertilizers - Risks To Human Health And The

Environment. Finland: Ministry of Agriculture and Forestry in Finland.

Mahmudiono, R. A. D. T. 2009. Kadar Logam Berat Cadmium, Protein Dan

Organoleptik Pada Daging Bivalvia Dan Perendaman Larutan Asam Cuka.

Jurnal Peneliti Mededical Eksakta, 8, 152-161.

Makkasau, A., Sjahrul, M., Jalaluddin, M. N. & Raya, I. 2011. Teknik Fitoremediasi

Fitoplankton Suatu Alternatif Pemulihan Lingkungan Laut yang Tercemar Ion

Logam Cd2+ dan Cr6+. Biologi, 7, 155-168.

Masengi, S., Palar, S. & Rotty, L. 2013. Pengaruh Konsumsi Makanan Laut

Terhadap Kejadian Hipertensi pada Masyarakt Pesisir. Jurnal e-Biomedik

(eBM), 1, 726-732.

Page 143: FEELA ZAKI SAFITRI-FKIK.pdf

127

Molnar, J. L., Gamboa, R. L., Revenga, C. & Spalding, M. D. 2008. Frontiersin

Ecology and the Environment. The Ecological Society of America, 6, 485-

492.

Muh.Aripai, Daud, A. & Ane, R. L. 2012. Analisis Risiko Paparan Kadmium (Cd)

Pada Air Dan Kerang Putih (Anadonta Woodiana) Di Sungai Pangkajene.

Kesehatan Lingkungan

National Park Service 2014. Perna Viridis Asian Green Mussel, Green Mussel, Green

Lipped Mussel, Philippine Green Mussel, Sea Mussel. Natural Resource

Stewardship and Science, U.S. Department of the Interior.

Ningtyas, P. 2002. Tingkat Akumulasi Logam Berat Pb, Cd, Cu, dan Zn pada Kerang

Hijau (Perna viridis L) di Perairan Muara Kamal Teluk Jakarta 2002 Institut

Pertanian Bogor.

Nordberg, G. F., Fowler, B. A. & Nordberg, M. 2005. Handbook On The Toxicology

Of Metal. In: Sennerby, L. & Forsse (Eds.). Copenhagen: Academic Press,

Inc.

Nurjanah, Hartanti & Nitibaskara, R. R. 1999. Analisa Kandungan Logam Berat Hg,

Cd, Pb, As Dan Cu Dalam Tubuh Kerang Konsumsi. THP, VI, 19.

Otchere, F. A. 2003. Heavy Metals Concentrations And Burden In The Bivalves

(Anadara (Senilia) Senilis, Crassostrea Tulipa And Perna Perna) From

Lagoons In Ghana: Model To Describe Mechanism Of

Accumulation/Excretion. African Journal Of Biotechnology, 2, 280-287.

Palar, H. 1994. Pencemaran dan Toksikologi Logam Berat Jakarta: Rineka Cipta.

Prasad, M. N. V. (ed.) 2001. Metals in the environment, New York: Marcel Dekker,

Inc.

Prasetyo, A. D. 2009. Penentuan Kandungan Logam (Hg. Cd. Pb) Dengan

Penambahan Pengawet Dan Waktu Perendaman Yang Berbeda Pada Kerang

Hijau Di Perairan Muara Kamal Teluk Jakarta 2009, Universitas Islam

Negeri Syarifhidayatullah Jakarta.

Purnomo, A. & Purwana, R. 2008. Dampak Cadmium dalam Ikan terhadap

Kesehatan Masyarakat. Jurnal Kesehatan Masyarakat Nasional, 3, 89-96.

Puspitasari, R. 2007 Laju Polutan Dalam Ekosistem Laut. Oseana, XXXII, 21 -28.

Qurthubi, S. I. A. 2008. Al-Jami'li Ahkaam Al Qur'an, Jakarta, Pustaka Azzam.

Page 144: FEELA ZAKI SAFITRI-FKIK.pdf

128

Rachman, A. 2007. Ananlisis Risiko Kesehatan Lingkungan. Kajian Aspek

Kesehatan Masyarakat dalam Studi Amdal dan Kasus‐Kasus Pencemaran

Lingkungan. Jakarta, Indonesia BBTKL.

Rachmawati, R., Ma’ruf, W. F. & Anggo, A. D. 2013. Pengaruh Lama Perebusan

Kerang Darah (Anadara Granosa) Dengan Arang Aktif Terhadap

Pengurangan Kadar Logam Kadmium Dan Kadar Logam Timbal. Jurnal

Pengolahan dan Bioteknologi Hasil Perikanan, 2, 41-50.

Rahman, A. 2007. Public Health Assessment: Model Kajian Prediktif Dampak

Lingkungan dan Aplikasinya untuk Manajemen Risiko Kesehatan. ARKL.

Jakarta, Indonesia: Pusat Kajian Kesehatan Lingkungan dan Industri FKM-UI.

Rahman, A., Hartanto, B., Adi, H. K., Hermawati, E. & Setiakarnawijaya, Y. 2004.

Modul Analisis Kualitas Lingkungan Jakarta, Laboratorium Kesehatan

lingkungan Fakultas Kesehatan Masyararat, Universitas Indonesia.

Rakhmawati, A. 2010. Biosorpsi Ion Logam Kadmium Oleh Aspergillus flavus.

Jurnal Biologi, 132-145.

Ratnaningsih, A. 2014. Pengaruh Kadmium terhadap Gangguan Patologik pada

Ginjal Tikus Percobaan. Jurnal Matematika, Sains dan Teknologi, 5, 53-63.

Riani, E. 2009. Kerang Hijau (Perna Viridis) Ukuran Kecil Sebagai "Vacum Cleaner"

Llmbah Cair Kawasan Industri Yang Masuk Ke Dalam Perairan Teluk

Jakarta. Jurnal Alami 14, 1-83.

Riani, E. 2012. Perubahan Iklim Dan Kehidupan Biota Aquatik, Indonesia, IPB

Press.

Ridwan, A. J. 2011. Analisis Logam Timbal (Pb) dan Kadmium (Cd) pada Ikan Teri

Kering dan Ikan Asin Tengiri di Muara Angke dengan Sepktrofotomrtr

Serapan Atom. 2011, Univesitas Indonesia

RISKESDAS 2013. Laporan Riset Kesehatan Dasar. In: RI, K. K. (Ed.). Jakarta:

Badan Penelitian Dan Pengembangan Kesehatan Kementerian Kesehatan RI.

S.Lameshow 1991. Sample Size Determination In Health Studies A Partical Manual.

Geneva WHO.

Sanusi, H. S., Fitriati, M. & Haeruddin 2005. Peranan Padatan Tersuspensi

Mereduksi Logam Berat Hg , Pb dan Cd Terlarut dalam Kolom Air Teluk

Jakarta. Jurnal Ilmu Kelautan, 10, 72-77.

Page 145: FEELA ZAKI SAFITRI-FKIK.pdf

129

Sarjono, A. 2009. Analisis Kandungan Logam Berat Cd, Pb, Dan Hg Pada Air Dan

Sedimen Di Perairan Kamal Muara, Jakarta Utara. 2009, Institut Pertanian

Bogor.

Setyobudiandi. 2000. sumberdaya hayati moluska kerang mytilidae. skripsi:

lanoratorium manajemen sumberdaya perikanan 2000, Institut Pertanian

Bogor

Shihab, M. Q. 2009. Tafsir Al-Mishbah Jakarta, Lentera Hati.

Sianipar, R. H. 2009. Analisis Risiko Paparan Hidrogen Sulfida pada Masyarakat

Sekitar TPA Sampah Terjun Kecamatan Medan Tahun 2009. 2009,

Universitas Sumatra Utara.

Simeonov, L. I., Kochubovski, M. V. & Simeonova, B. G. (eds.) 2011.

Environmental Heavy Metal Pollution and Effects on Child Mental

Development: Springer Science Published in cooperation with NATO Public

Diplomacy Division.

SNI 2009. Batas Maksimum Cemaran Logam Berat Dalam Pangan. Indonesia.

Stoeppler, M. (Ed.) 1992. Hazardous Metals In The Environment, Amsterdam -

London - New York - Tokyo: Elsevier Science Publishers B.V.

Susiyeti, F. 2010. Analisis Risiko Kesehatan Pencemaran Logam Kadmium Pada

Ikan Di Kampung Nelayan Muara Angke Kelurahan Pluit Kecamatan

Penjaringan Jakarta Utara. 2010 Epidemiologi Kesehatan Lingkungan,

Universitas Indonesia.

UNEP 1990. Global Environment Monitoring System. Exposure Monitoring Of Lead

And Cadmium. Geneva: WHO.

Vakily, J. M. 1989. Theplogy and Culture of Mussels of the Genus Perna. Manila,

Philippines: The International Center for Living Aquatic Resources

Management.

Wang, Z., Yan, C., Kong, H. & Wu, D. 2009. Mechanisms Of Cadmium Toxicity To

Various Trophic Saltwater Organisms. In: 978-1-60741-169-7, I. (Ed.)

Environmental Science, Engineering And Technology Series. New York Nova

Science Publishers, Inc.

Wetipo, Y. S., Mangimbulude, J. C. & Rondonuwu, F. S. 2011. Potensi Chlorella Sp

Sebagai Agen Bioremediasi Logam Berat Di Air. Jurnal Kimia, 1.

Page 146: FEELA ZAKI SAFITRI-FKIK.pdf

130

WHO 1972. Evaluation Of Certain Food Additives And The Contaminants Mercury,

Lead, Cadmium. In: Additives, F. W. E. C. F. (Ed.) 505 And 51 Geneva:

WHO.

WHO 1992. Exposure To Cadmium A Major Public Health Concern. Preventing

Disease Through Healthy Environments. Geneva: Public Health and

Environment, World Health Organization.

WHO 1994. Cadmium in Drinking-water. Background document for development of

WHO Guidelines for Drinking-water Quality. Ganeva: WHO.

WHO 2005. Evaluation Of Certain Food Contaminants. Geneva: Joint FAO/WHO

Expert Committee on Food Additives.

Widowati, W., Sastiono, A. & R, R. J. (eds.) 2008. Efek Toksik Logam Berat

Pencegahan dan Penanggulangan Pencemaran, Yogyakarta: Andi Offset.

Winarno, E. K., Andayani, W. & Sumartono, A. 2008. Metil Merkuri dalam Kerang

Hijau (Mytilus viridis L.)dari Pasar Pelelangan Ikan Muara Angke: Sebelum

dan Setelah Pemasakan. Jurnal Chemical, 9, 77-83.

Page 147: FEELA ZAKI SAFITRI-FKIK.pdf

131

LAMPIRAN

1. Kuesioner Penelitian

KUESIONER

TINGKAT EFEK KESEHATAN LINGKUNGAN KANDUNGAN LOGAM BERAT

KADMIUM (Cd) DALAM KERANG HIJAU YANG DIKONSUMSI MASYARAKAT

KALIADEM MUARA ANGKE JAKARTA TAHUN 2015

Assalamualaikum Wr.Wb

Perkenalkan saya Feela Zaki Safitri mahasiswa Program Studi Kesehatan Masyarakat

Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah

Jakarta yang sedang melakukan penelitian mengenai “Tingkat Efek Kesehatan Lingkungan

Kandungan Logam Berat Kadmium (Cd) dalam Kerang Hijau yang dikonsumsi Masyarakat

Kaliadem Muara Angke Jakarta Tahun 2015”. Penelitian ini saya lakukan sebagai syarat

untuk mendapatkan gelar Sarjanan Kesehatan Masyarakat.

Oleh sebab itu, saya meminta bantuan anda untuk menjadi responden dalam penelitian

ini. Saya sangat mengharapkan kesediaan waktu anda untuk dapat saya wawancarai serta

bersedia untuk dilakukan pengukuran berat badan.

Atas perhatian dan kerjasamanya, saya ucapkan terimakasih.

Wassalamualaikum Wr. Wb

Pewawancara Responden

.......................... .........................

(Tanda Tangan/Nama Jelas) (Tanda Tangan/Nama Jelas)

Page 148: FEELA ZAKI SAFITRI-FKIK.pdf

132

I. Data Umum

a. Tanggal :

b. Alamat :

c. Nama :

d. Umur :

e. Pekerjaan :

f. Jenis Kelamin :

1. Laki-laki

2. Perempuan

g. Status Perkawinan :

1. Menikah

2. Belum Menikah

II. Sumber Kerang Hijau Yang Dikonsumsi:

III. Cara Memasak:

a. Dengan cangkang

b. Tanpa cangkang

IV. Variabel Antropometri dan Pola Aktifitas

a. Berat Badan : ..................kg

b. Lama tinggal di Kali Adem : .................tahun

c. Sejak usia berapa mengkonsumsi kerang hijau : ..................tahun

d. Frekuensi dan laju asupan kerang hijau:

Satu hari

(kali)

Satu minggu

(kali)

Satu bulan

(kali)

Sekali makan

(mangkok)

Satu hari

(gram)

Konsumsi

kerang hijau

Diisi oleh

peneliti

No.Responden :

Page 149: FEELA ZAKI SAFITRI-FKIK.pdf

133

V. Data Kesehatan

No Gejala Keracunan Kadmium Ya Tidak

1. Apakah anda mengalami mual dan diare pada 2 minggu

terakhir?

2. Apakah anda mengalami gangguan sakit kepala pada 2

minggu terakhir?

3. Apakah anda mengalami batuk 2 minggu terakhir ?

4. Apakah anda mengalami nyeri sendi pada bagian kaki dan

tulang belakang pada 2 minggu terakhir? Nyeri sendi (kaki

dan tulang belakang)

5. Apakah sesak nafas anda disertai dengan nyeri dada ?

6. Apakah anda menderita penyakit hipertensi? (tingginya

tekanan darah)

7. Apakah anda menderita penyakit atau kelainan pada fungsi

hati? (Liver)

8. Apakah anda mengalami kelaianan pada fungsi ginjal?

9. Apakah dalam 2 minggu terakhir anda menderita lemah, letih

dan lesu?

Foto food model:

Page 150: FEELA ZAKI SAFITRI-FKIK.pdf

134

2. Output hasil analisis univariat

Descriptives

Statistic Std. Error

R

Mean 16,3364 1,59677

95% Confidence Interval for Mean

Lower Bound 13,1902

Upper Bound 19,4826

5% Trimmed Mean 13,0059

Median 4,7100

Variance 586,423

Std. Deviation 24,21618

Minimum ,03

Maximum 96,18

Range 96,15

Interquartile Range 18,09

Skewness 2,002 ,160

Kurtosis 3,280 ,320

Tests of Normality

Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk

Statistic df Sig. Statistic df Sig.

R ,262 230 ,000 ,677 230 ,000

a. Lilliefors Significance Correction

Descriptives

Statistic Std. Error

C

Mean ,08364 ,003467

95% Confidence Interval for Mean

Lower Bound ,07591

Upper Bound ,09136

5% Trimmed Mean ,08482

Median ,08600

Variance ,000

Std. Deviation ,011500

Minimum ,052

Maximum ,094

Range ,042

Interquartile Range ,009

Skewness -2,369 ,661

Kurtosis 6,542 1,279

Tests of Normality

Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk

Statistic df Sig. Statistic df Sig.

C ,253 11 ,048 ,728 11 ,001

a. Lilliefors Significance Correction

Descriptives

Statistic Std. Error

FE

Mean 104,9297 8,21612

95% Confidence Interval for Mean

Lower Bound 88,7408

Upper Bound 121,1185

5% Trimmed Mean 96,2174

Median 52,0000

Variance 15526,060

Std. Deviation 124,60361

Page 151: FEELA ZAKI SAFITRI-FKIK.pdf

135

Minimum ,50

Maximum 365,00

Range 364,50

Interquartile Range 144,00

Skewness 1,304 ,160

Kurtosis ,254 ,320

Tests of Normality

Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk

Statistic df Sig. Statistic df Sig.

FE ,265 230 ,000 ,733 230 ,000

a. Lilliefors Significance Correction

Descriptives

Statistic Std. Error

DT

Mean 17,5909 ,86078

95% Confidence Interval for Mean

Lower Bound 15,8948

Upper Bound 19,2869

5% Trimmed Mean 16,9203

Median 15,0000

Variance 170,416

Std. Deviation 13,05437

Minimum ,30

Maximum 57,00

Range 56,70

Interquartile Range 21,25

Skewness ,615 ,160

Kurtosis -,425 ,320

Tests of Normality

Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk

Statistic df Sig. Statistic df Sig.

DT ,137 230 ,000 ,940 230 ,000

a. Lilliefors Significance Correction

Descriptives

Statistic Std. Error

BB

Mean 57,0533 ,80972

95% Confidence Interval for Mean

Lower Bound 55,4579

Upper Bound 58,6488

5% Trimmed Mean 56,8618

Median 57,2250

Variance 150,800

Std. Deviation 12,28007

Minimum 24,30

Maximum 98,75

Range 74,45

Interquartile Range 16,25

Skewness ,210 ,160

Kurtosis ,370 ,320

Tests of Normality

Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk

Statistic df Sig. Statistic df Sig.

BB ,034 230 ,200* ,994 230 ,510

Page 152: FEELA ZAKI SAFITRI-FKIK.pdf

136

*. This is a lower bound of the true significance. a. Lilliefors Significance Correction

Descriptives

Statistic Std. Error

INTAKE

Mean ,0977395 ,01685281

95% Confidence Interval for Mean

Lower Bound ,0645331

Upper Bound ,1309459

5% Trimmed Mean ,0478236

Median ,0040427

Variance ,065

Std. Deviation ,25558553

Minimum ,00000

Maximum 1,53138

Range 1,53138

Interquartile Range ,04308

Skewness 3,663 ,160

Kurtosis 13,725 ,320

Tests of Normality

Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk

Statistic df Sig. Statistic df Sig.

INTAKE ,351 230 ,000 ,432 230 ,000

a. Lilliefors Significance Correction

PEKERJAAN

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid

PEDAGANG 2 ,9 ,9 ,9

BURUH 68 29,3 29,3 30,2

IRT 82 35,3 35,3 65,5

NELAYAN 23 9,9 9,9 75,4

PEDAGANG 27 11,6 11,6 87,1

PEGAWAI 1 ,4 ,4 87,5

PELAJAR 12 5,2 5,2 92,7

SWASTA 7 3,0 3,0 95,7

WIRASWASTA 10 4,3 4,3 100,0

Total 232 100,0 100,0

KATEGORIUSIA

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid

>34 114 49,6 49,6 49,6

<34 116 50,4 50,4 100,0

Total 230 100 100,0

STATUS

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid

MENIKAH 203 88,3 88,3 88,3

BELUM MENIKAH 27 11,7 11,7 100,0

Total 230 100,0 100,0

GENDER

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid LAKI-LAKI 56 24,3 24,3 24,3

Page 153: FEELA ZAKI SAFITRI-FKIK.pdf

137

PEREMPUAN 174 75,7 75,7 100,0

Total 230 100,0 100,0

MEMASAK

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid

0 3 1,3 1,3 1,3

DENGAN CANGKANG 112 48,7 48,7 50,0

TANPA CANGKANG 115 50,0 50,0 100,0

Total 230 100,0 100,0

3. Output hasil analisis bivariat

KATEGORIBB * RQREAL Crosstabulation

RQREAL Total

TIDAK BERISIKO BERISIKO

KATEGORIBB

>57,22 Count 42 75 117

% within RQREAL 46,7% 53,6% 50,9%

<57,22 Count 48 65 113

% within RQREAL 53,3% 46,4% 49,1%

Total Count 90 140 230

% within RQREAL 100,0% 100,0% 100,0%

Chi-Square Tests

Value df Asymp. Sig. (2-sided)

Exact Sig. (2-sided)

Exact Sig. (1-sided)

Pearson Chi-Square 1,045a 1 ,307

Continuity Correctionb ,787 1 ,375

Likelihood Ratio 1,046 1 ,307 Fisher's Exact Test ,345 ,188 Linear-by-Linear Association 1,040 1 ,308 N of Valid Cases 230

a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 44,22. b. Computed only for a 2x2 table

KATEGORIR * RQREAL Crosstabulation

RQREAL Total

TIDAK BERISIKO BERISIKO

KATEGORIR

>4,77 Count 6 109 115

% within RQREAL 6,7% 77,9% 50,0%

<4,77 Count 84 31 115

% within RQREAL 93,3% 22,1% 50,0%

Total Count 90 140 230

% within RQREAL 100,0% 100,0% 100,0%

Chi-Square Tests

Value df Asymp. Sig. (2-sided)

Exact Sig. (2-sided)

Exact Sig. (1-sided)

Pearson Chi-Square 111,057a 1 ,000

Continuity Correctionb 108,228 1 ,000

Likelihood Ratio 126,721 1 ,000 Fisher's Exact Test ,000 ,000 Linear-by-Linear Association 110,574 1 ,000 N of Valid Cases 230

a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 45,00. b. Computed only for a 2x2 table

Page 154: FEELA ZAKI SAFITRI-FKIK.pdf

138

KATEGORIFE * RQREAL Crosstabulation

RQREAL Total

TIDAK BERISIKO BERISIKO

KATEGORIFE

>52 Count 2 90 92

% within RQREAL 2,2% 64,3% 40,0%

<52 Count 88 50 138

% within RQREAL 97,8% 35,7% 60,0%

Total Count 90 140 230

% within RQREAL 100,0% 100,0% 100,0%

Chi-Square Tests

Value df Asymp. Sig. (2-sided)

Exact Sig. (2-sided)

Exact Sig. (1-sided)

Pearson Chi-Square 87,923a 1 ,000

Continuity Correctionb 85,356 1 ,000

Likelihood Ratio 107,912 1 ,000 Fisher's Exact Test ,000 ,000 Linear-by-Linear Association 87,541 1 ,000 N of Valid Cases 230

a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 36,00. b. Computed only for a 2x2 table

KATEGORIDT * RQREAL Crosstabulation

RQREAL Total

TIDAK BERISIKO BERISIKO

KATEGORIDT

>15 Count 37 85 122

% within RQREAL 41,1% 60,7% 53,0%

<15 Count 53 55 108

% within RQREAL 58,9% 39,3% 47,0%

Total Count 90 140 230

% within RQREAL 100,0% 100,0% 100,0%

Chi-Square Tests

Value df Asymp. Sig. (2-sided)

Exact Sig. (2-sided)

Exact Sig. (1-sided)

Pearson Chi-Square 8,452a 1 ,004

Continuity Correctionb 7,683 1 ,006

Likelihood Ratio 8,486 1 ,004 Fisher's Exact Test ,004 ,003 Linear-by-Linear Association 8,415 1 ,004 N of Valid Cases 230

a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 42,26. b. Computed only for a 2x2 table

KATEGORIIN * RQREAL Crosstabulation

RQREAL Total

TIDAK BERISIKO BERISIKO

KATEGORIIN

>0,004 Count 0 99 99

% within RQREAL 0,0% 70,7% 43,0%

<0,004 Count 90 41 131

% within RQREAL 100,0% 29,3% 57,0%

Total Count 90 140 230

% within RQREAL 100,0% 100,0% 100,0%

Page 155: FEELA ZAKI SAFITRI-FKIK.pdf

139

Chi-Square Tests

Value df Asymp. Sig. (2-sided)

Exact Sig. (2-sided)

Exact Sig. (1-sided)

Pearson Chi-Square 111,739a 1 ,000

Continuity Correctionb 108,874 1 ,000

Likelihood Ratio 145,068 1 ,000 Fisher's Exact Test ,000 ,000 Linear-by-Linear Association 111,254 1 ,000 N of Valid Cases 230

a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 38,74. b. Computed only for a 2x2 table

KATEGORIC * RQREAL Crosstabulation

RQREAL Total

TIDAK BERISIKO BERISIKO

KATEGORIC

>0,083 Count 2 5 7

% within KATEGORIC 28,6% 71,4% 100,0%

<0,083 Count 2 2 4

% within KATEGORIC 50,0% 50,0% 100,0%

Total Count 4 7 11

% within KATEGORIC 36,4% 63,6% 100,0%

Chi-Square Tests

Value df Asymp. Sig. (2-sided)

Exact Sig. (2-sided)

Exact Sig. (1-sided)

Pearson Chi-Square ,505a 1 ,477

Continuity Correctionb ,004 1 ,953

Likelihood Ratio ,500 1 ,480 Fisher's Exact Test ,576 ,470 Linear-by-Linear Association ,459 1 ,498 N of Valid Cases 11

a. 4 cells (100,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 1,45. b. Computed only for a 2x2 table