Referat Scabies Zaki

39
REFERAT SCABIES 1.1 Pengertian Skabies adalah penyakit kulit yang disebabkan oleh infestasi dan sensitisasi terhadap tungau Sarcoptes scabiei varietas hominis. 1 Sarcoptes scabiei ini dapat ditemukan di dalam terowongan lapisan tanduk kulit pada tempat-tempat predileksi. Wabah scabies pernah terjadi pada zaman penjajahan Jepang (1942-1945), 2 kemudian menghilang dan timbul lagi pada tahun 1965. Hingga kini, penyakit tersebut tidak kunjung reda dan insidensnya tetap tinggi. 3 pengetahuan dasar tentang penyakit ini diletakkan oleh Von Hebra, bapak dermatologi modern. Penyebabnya ditemukan pertama kali oleh Benomo pada tahun 1667, kemudian oleh Mellanby dilakukan percobaan induksi pada sukarelawan selama perang dunia II. 1 Skabies menduduki peringkat ke-7 dari sepuluh besar penyakit utama di puskesmas dan menempati urutan ke-3 dari 12 penyakit kulit tersering di Indonesia. 3 Ada dugaan bahwa setiap siklus 30 tahun terjadi epidemi skabies. Banyak faktor yang menunjang perkembangan penyakit ini, antara lain keadaan sosial ekonomi yang rendah, higiene yang buruk, hubungan seksual yang sifatnya promiskuitas, kesalahan diagnosis dan 0

Transcript of Referat Scabies Zaki

Page 1: Referat Scabies Zaki

REFERAT

SCABIES

1.1 Pengertian

Skabies adalah penyakit kulit yang disebabkan oleh infestasi dan sensitisasi

terhadap tungau Sarcoptes scabiei varietas hominis.1 Sarcoptes scabiei ini dapat

ditemukan di dalam terowongan lapisan tanduk kulit pada tempat-tempat

predileksi. Wabah scabies pernah terjadi pada zaman penjajahan Jepang (1942-

1945),2 kemudian menghilang dan timbul lagi pada tahun 1965. Hingga kini,

penyakit tersebut tidak kunjung reda dan insidensnya tetap tinggi.3 pengetahuan

dasar tentang penyakit ini diletakkan oleh Von Hebra, bapak dermatologi modern.

Penyebabnya ditemukan pertama kali oleh Benomo pada tahun 1667, kemudian

oleh Mellanby dilakukan percobaan induksi pada sukarelawan selama perang

dunia II.1

Skabies menduduki peringkat ke-7 dari sepuluh besar penyakit utama di

puskesmas dan menempati urutan ke-3 dari 12 penyakit kulit tersering di

Indonesia.3 Ada dugaan bahwa setiap siklus 30 tahun terjadi epidemi skabies.

Banyak faktor yang menunjang perkembangan penyakit ini, antara lain keadaan

sosial ekonomi yang rendah, higiene yang buruk, hubungan seksual yang sifatnya

promiskuitas, kesalahan diagnosis dan perkembangan dermografik seperti

keadaan penduduk dan ekologik.1 Penyakit ini juga dapat dimasukkan dalam

Infeksi Menular Seksual (IMS).5

1.2 Sejarah

Kepustakaan tertua mengenai skabies menyatakan bahwa orang pertama yang

menguraikan skabies adalah dokter Aboumezzan Abdel Malek ben Zohar yang

lahir di Spanyol pada tahun 1070 dan wafat di Maroko pada tahun 1162. Dokter

tersebut menulis sesuatu yang disebut “soab” yang hidup pada kulit dan

menimbulkan gatal. Bila kulit digaruk muncul binatang kecil yang sulit dilihat

dengan mata telanjang.3

0

Page 2: Referat Scabies Zaki

Pada tahun 1687, Giovan Cosimo Bonomo menulis surat kepada Fransisco

Redi dan menyatakan bahwa seorang wanita miskin dapat mengeluarkan “little

bladder of water” dari lesi skabies anaknya.3

Surat Bonomo ini kemudian dilupakan orang dan pada tahun 1812 Gales

melaporkan telah menemukan Sarcoptes scabiei dan tungau yang ditemukannya

dilukis oleh Meunir. Sayangnya, penemuan Gales ini tidak dapat dibuktikan oleh

ilmuwan lainnya. Pada tahun 1820 Raspail menyatakan bahwa tungau yang

ditemukan Gales identik dengan tungau keju sehingga Gales dinyatakan sebagai

penipu. Penemuan Gales baru diakui pada tahun 1839 ketika Renucci seorang

mahasiswa dari Corsica berhasil mendemonstrasikan cara mendapatkan tungau

dari penderita skabies dengan sebuah jarum.3

1.3 Etiologi

Penyebab penyakit skabies sudah dikenal lebih dari 100 tahun yang lalu sebagai

akibat infestasi tungau yang dinamakan Acarus scabiei dan Sarcoptes scabiei

varian hominis.2 Sarcoptes scabiei termasuk kedalam filum Arthropoda, kelas

Arachnida, ordo Ackarima, superfamili Sarcoptes. Pada manusia disebut

Sarcoptes scabiei var. hominis.1 Kutu ini khusus menyerang dan menjalani siklus

hidupnya dalam lapisan tanduk kulit manusia. Selain itu terdapat S. scabiei yang

lain, yakni varian animalis. Sarcoptes scabiei varian animalis menyerang hewan

seperti anjing, kucing, lembu, kelinci, ayam, itik, kambing, macan, beruang dan

monyet. Sarcoptes scabiei varian hewan ini dapat menyerang manusia yang

pekerjaannya berhubungan erat dengan hewan tersebut diatas, misalnya peternak,

gembala, dll. Gejalanya ringan, sementara, gatal kurang, tidak timbul terowongan-

terowongan, tidak ada infestasi besar dan lama serta biasanya akan sembuh sendiri

bila menjauhi hewan tersebut dan mandi yang bersih.2

Secara morfologik merupakan tungau kecil, berbentuk oval, punggungnya

cembung dan bagian perutnya rata. Tungau ini translusen, berwarna putih kotor

dan tidak bermata. Ukurannya, yang betina berkisar antara 330-450 mikron x 250-

350 mikron, sedangkan yang jantan lebih kecil, yakni 200-240 mikron x 150-200

mikron. Bentuk dewasa mempunyai 4 pasang kaki, 2 pasang kaki di depan

sebagai alat untuk melekat dan 2 pasang kaki kedua pada betina berakhir dengan

1

Page 3: Referat Scabies Zaki

rambut, sedangkan pada yang jantan pasangan kaki ketiga berakhir dengan rambut

dan keempat berakhir dengan alat perekat yang dapat dilihat pada gambar

berikut.1

Gambar 1. Tungau Scabies Betina

Tungau skabies tidak dapat terbang namun dapat berpindah secara cepat

saat kontak kulit dengan penderita. Tungau ini dapat merayap dengan kecepatan

2,5 cm – 1 inch per menit pada permukaan kulit. Belum ada studi mengenai waktu

kontak minimal untuk dapat terjangkit penyakit skabies namun dikatakan jika ada

riwayat kontak dengan penderita, maka terjadi peningkatan resiko tertular

penyakit skabies.4

Yang menjadi penyebab utama gejala – gejala pada skabies ini ialah

Sarcoptes scabiei betina. Bila tungau betina telah mengandung (hamil), ia

membuat terowongan pada lapisan tanduk kulit dimana ia meletakkan telurnya.2

Untuk lebih memahaminya, berikut siklus hidup tungau ini. Setelah kopulasi

(perkawinan) yang terjadi di atas kulit, yang jantan akan mati, kadang-kadang

masih dapat hidup beberapa hari dalam terowongan yang digali oleh yang betina.

Tungau betina yang telah dibuahi, menggali terowongan dalam stratum korneum,

dengan kecepatan 2-3 milimeter sehari dan sambil meletakkan telurnya 2 atau 4

butir sehari sampai mencapai jumlah 40 atau 50. Bentuk betina yang dibuahi ini

dapat hidup sebulan lamanya. Telur akan menetas, biasanya dalam waktu 3-5 hari

dan menjadi larva yang mempunyai 3 pasang kaki. Larva ini dapat tinggal dalam

terowongan tetapi dapat juga ke luar. Setelah 2-3 hari larva akan menjadi nimfa

2

Page 4: Referat Scabies Zaki

yang mempunyai 2 bentuk, jantan dan betina dengan 4 pasang kaki. Seluruh siklus

hidupnya mulai dari telur sampai bentuk dewasa memerlukan waktu antara 8-12

hari tetapi ada juga yang menyebutkan selama 8-17 hari.1 Studi lain menunjukkan

bahwa lamanya siklus hidup dari telur sampai dewasa untuk tungau jantan

biasanya sekitar 10 hari dan untuk tungau betina bisa sampai 30 hari.4 Berikut

dipaparkan gambar siklus hidup skabies.

Gambar 2. Siklus Hidup Tungau Skabies

Tungau betina ini dapat hidup lebih lama dari tungau jantan yaitu hingga

lebih dari 30 hari.4 Tungau skabies ini umumnya hidup pada suhu yang lembab

dan pada suhu kamar (210C dengan kelembapan relatif 40-80%) tungau masih

dapat hidup di luar tubuh hospes selama 24-36 jam.5

Sarcoptes scabiei varian hominis betina, melakukan seleksi bagian-bagian

tubuh mana yang akan diserang, yaitu bagian-bagian yang kulitnya tipis dan

lembab, seperti di lipatan-lipatan kulit pada orang dewasa, sekitar payudara, area

sekitar pusar dan penis. Pada bayi-bayi karena seluruh kulitnya tipis, telapak

tangan, kaki. Wajah dan kulit kepala juga dapat diserang.2 Tungau biasanya

memakan jaringan dan kelenjar limfe yang disekresi dibawah kulit. Selama

makan, mereka menggali terowongan pada stratum korneum dengan arah

horizontal.4 Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan beberapa ahli

memperlihatkan bahwa tungau skabies khususnya yang betina dewasa secara

3

Page 5: Referat Scabies Zaki

selektif menarik beberapa lipid yang terdapat pada kulit manusia. lipid tersebut

diantaranya adalah asam lemak jenuh odd-chain-length (misalnya pentanoic dan

lauric) dan tak jenuh(misalnya oleic dan linoleic) serta kolesterol dan tipalmitin.

Hal tersebut menunjukkan bahwa beberapa lipid yang terdapat pada kulit manusia

dan beberapa mamalia dapat mempengaruhi baik insiden infeksi maupun

distribusi terowongan tungau di tubuh. Bila telah terbentuk terowongan maka

tungau dapat meletakkan telur setiap hari. Tungau dewasa meletakkan baik telur

maupun kotoran pada terowongan dan analog dengan tungau debu, tampaknya

enzim pencernaan pada kotoran adalah antigen yang penting untuk menimbulkan

respons imun terhadap tungau skabies.5

1.4 Patogenesis

Sarcoptes scabiei dapat menyebabkan reaksi kulit yang berbentuk eritem, papul

atau vesikel pada kulit dimana mereka berada. Timbulnya reaksi kulit disertai

perasan gatal.2

Masuknya S. scabiei ke dalam epidermis tidak segera memberikan gejala

pruritus. Rasa gatal timbul 1 bulan setelah infestasi primer serta adanya infestasi

kedua sebagai manifestasi respons imun terhadap tungau maupun sekret yang

dihasilkan terowongan di bawah kulit. Tungau skabies menginduksi antibodi IgE

dan menimbulkan reaksi hipersensitivitas tipe cepat. Lesi-lesi di sekitar

terowongan terinfiltrasi oleh sel-sel radang. Lesi biasanya berupa eksim atau

urtika, dengan pruritus yang intens, dan semua ini terkait dengan hipersensitivitas

tipe cepat. Pada kasus skabies yang lain, lesi dapat berupa urtika, nodul atau

papul, dan ini dapat berhubungan dengan respons imun kompleks berupa

sensitisasi sel mast dengan antibodi IgE dan respons seluler yang diinduksi oleh

pelepasan sitokin dari sel Th2 dan/atau sel mast.5

Di samping lesi yang disebabkan oleh Sarcoptes scabiei secara langsung,

dapat pula terjadi lesi-lesi akibat garukan penderita sendiri.2 Dengan garukan

dapat timbul erosi, ekskoriasi, krusta, dan infeksi sekunder.1

1.5 Epidemiologi

4

Page 6: Referat Scabies Zaki

Beberapa sumber menuliskan bahwa skabies merupakan penyakit yang terdapat

diseluruh dunia dengan insiden yang berfluktuasi akibat pengaruh faktor yang

belum diketahui sepenuhnya.3 Untuk suatu sebab yang sulit dimengerti, penyakit

skabies ternyata sering menyebabkan epidemi yang diperkirakan setiap 30 tahun

sekali. Sekitar tahun 1940-1970 pernah terjadi pandemi terbesar di seluruh dunia.

Penyakit ini sering terjadi terutama pada daerah beriklim tropis dan subtropis.5

Di beberapa Negara yang sedang berkembang, prevalensi skabies sekitar

6-27% dari populasi umum dan cenderung tinggi pada anak usia sekolah serta

remaja. Menurut data Departemen Kesehatan RI prevalensi skabies di puskesmas

di seluruh Indonesia pada tahun 1986 adalah 4,5-12,9% dan menduduki urutan ke-

3 dari 12 penyakit kulit terbanyak. Di Divisi Dermatologi Anak Unit Rawat Jalan

RSU Dr. Soetomo selama 6 tahun (1996 sampai 2001) skabies menduduki urutan

ke-3 diantara 10 penyakit kulit terbanyak (10,5-12,3%). Jumlah penderita skabies

anak usia 1-14 tahun di Divisi Dermatologi Anak Unit Rawat Jalan RSU Dr.

Soetomo tahun 2003 sebanyak 80 penderita.6

Insiden penyakit skabies di Negara berkembang memperlihatkan siklus

berfluktuasi yang tidak dapat dijelaskan secara memuaskan, mungkin

berhubungan dengan teori herd immunity. Skabies dapat diderita semua orang

tanpa membedakan usia dan jenis kelamin; akan tetapi lebih serin ditemukan pada

anak-anak usia sekolah dan dewasa muda (remaja). Di beberapa Negara

berkembang, penyakit ini dapat menjadi endemik secara kronis pada beberapa

negara.5 Insidens penyakit skabies ini sangat tinggi terutama pada lingkungan

dengan tingkat kepadatan penghuni yang tinggi dan kebersihan yang kurang

memadai. Pada beberapa penelitian menemukan bahwa di suatu pesantren yang

padat penghuninya, prevalensi skabies mencapai 78,7% dimana prevalensi yang

lebih tinggi terdapat pada kelompok yang higienenya kurang baik (72,7%) dan

pada kelompok yang higienenya baik prevalensi skabies hanya 3,8% dan 2,2%.3

Penelitian lain yang dilakukan di Pondok Pesantren di kabupaten lamongan

menunjukkan bahwa dari 338 santri, 64,20 % menderita skabies yang dimana

angka ini lebih tinggi dari prevalensi pada Negara sedang berkembang yang hanya

6-27% atau bahkan prevalensi di Indonesia yang hanya 4,60-12,75% saja. Dari

penelitian tersebut didapati bahwa penyebab paling sering adalah karena higiene

5

Page 7: Referat Scabies Zaki

yang buruk, sanitasi lingkungan yang kurang baik, serta perilaku para santri yang

tidak menjaga kesehatan.7

Di kelompok usia dewasa muda, cara penularan yang paling sering terjadi

adalah melalui kontak seksual. Meskipun demikian rute infeksi agak sulit

ditentukan karena periode “inkubasi” yang lama dan asimptomatis. Apabila dalam

satu keluarga terdapat beberapa anggota mengeluh adanya gatal-gatal, maka

penegakan diagnosis menjadi lebih mudah. Dan tidak seperti penyakit menular

seksual lainnya, skabies dapat menular melalui kontak non seksual di dalam satu

keluarga. Kontak kulit dengan orang yang tidak serumah dan transmisi tidak

langsung seperti lewat handuk dan pakaian sepertinya tidak menular, kecuali

pada skabies yang berkrusta/skabies Norwegia. Sebagai contoh, meskipun skabies

sering dijumpai pada anak-anak usia sekolah, penularan yang terjadi di sekolah

jarang didapatkan. Penularan di pegawai rumah sakit juga jarang, tetapi beberapa

kasus pernah dilaporkan terutama yang bentuk krusta/skabies Norwegia.5,8

1.6 Beberapa Bentuk Skabies

Terkadang diagnosis skabies sukar ditegakkan karena lesi kulit bisa bermacam-

macam. Selain bentuk skabies yang klasik, terdapat pula bentuk-bentuk khusus

skabies antara lain :

a. Skabies Nodula

Bentuk ini sangat jarang dijumpai dan merupakan suatu bentuk

hipersensitivitas terhadap tungau skabies, dimana pada lesi tidak

ditemukan Sarcoptes scabiei. Lesi berupa nodul yang gatal, merah cokelat,

terdapat biasanya pada genitalis laki-laki, inguinal dan ketiak yang dapat

menetap selama berbulan-bulan. Untuk menyingkirkan dengan limfoma

kulit diperlukan biopsi. Bentuk ini juga terkadang mirip dengan beberapa

dermatitis atopik kronik. Apabila secara inspeksi, kerokan atau pun biopsi

tidak jelas, maka penegakan diagnosis dapat melalui adanya riwayat

kontak dengan penderita skabies atau lesi membaik denngan pengobatan

khusus untuk skabies.5

b. Skabies Incognito

6

Page 8: Referat Scabies Zaki

Seperti semua bentuk dermatitis yang meradang, skabies juga memberi

respons terhadap pengobatan steroid baik topikal maupun sistemik. Pada

kebanyakan kasus, skabies menjadi lebih parah dan diagnosis menjadi

lebih mudah ditegakkan. Tetapi pada beberapa kasus, pengobatan steroid

membuat diagnosis menjadi kabur, dan perjalanan penyakit menjadi kronis

dan meluas yang sulit dibedakan dengan bentuk ekzema generalisata.

Penderita ini tetap infeksius, sehingga diagnosis dapat ditegakkan dengan

adanya anggota keluarga lainnya.2,5

c. Skabies Pada Bayi

Skabies pada bayi dapat menyebabkan gagal tumbuh atau menjadi ekzema

generalisata. Lesi dapat mengenai seluruh tubuh termasuk kepala, leher,

telapak tangan dan kaki. Pada anak-anak seringkali timbul vesikel yang

menyebar dengan gambaran suatu impetigo atau infeksi sekunder oleh

Staphylococcus aureus yang menyulitkan penemuan terowongan.2,5,8

Gambar 3. Skabies pada Bayi (regio Pedis)

Gambar 4. Skabies Pada masa kanak-kanak (regio palmaris)

d. Skabies Norwegia

7

Page 9: Referat Scabies Zaki

Skabies jenis ini sering disebut juga skabies berkrusta (crusted scabies)

yang memiliki karakteristik lesi berskuama tebal yang penuh dengan

infestasi tungau. Istilah skabies Norwegia merujuk pada Negara yang

pertama mendeskripsikan kelainan ini yang kemudian diganti dengan

istilah skabies berkrusta. Bentuk lesi jenis skabies ini ditandai dengan

dermatosis berkrusta pada tangan dan kaki, pada kuku dan kepala.

Penyakit ini dikaitkan dengan penderita yang memiliki defek imunologis

misalnya usia tua, debilitas, disabilitas pertumbuhan, contohnya seperti

sindrom Down, juga pada penderita yang mendapat terapi imunosupresan.

Tidak seperti skabies pada umumnya, penyakit ini dapat menular melalui

kontak biasa. Masih belum jelas apakah hal ini disebabkan jumlah tungau

yang sangat banyak atau karena galur tungau yang berbeda. Studi lain

menunjukkan pula bahwa transmisi tidak langsung seperti lewat handuk

dan pakaian paling sering menyebabkan skabies berkrusta. Terapi yang

dapat diberikan selain skabisid adalah terapi suportif dan antibiotik. 5

Berikut dipaparkan gambaran skabies berkrusta.

Gambar 5. Skabies berkrusta pada regio abdomen

e. Skabies Pada Penderita HIV/AIDS

Gejala skabies pada umumnya tergantung pada respons imun, karena itu

tidak mengherankan bahwa spektrum klinis skabies penderita HIV berbeda

dengan penderita yang memiliki status imun yang normal. Meskipun data

yang ada masih sedikit, tampaknya ada kecenderungan bahwa penderita

dengan AIDS biasanya menderita bentuk skabies berkrusta (crusted

scabies). Selain itu, skabies pada penderita AIDS biasanya juga

8

Page 10: Referat Scabies Zaki

menyerang wajah, kulit, dan kuku dimana hal ini jarang didapatkan pada

penderita status imunologi yang normal.5

Gambaran klinis yang tidak khas ini kadang membingungkan

dengan diagnosis penyakit Darier White atau keratosis folikularis yaitu

suatu penyakit dengan lesi popular yang berskuama pada area seboroik

termasuk badan, wajah, kulit kepala dan daerah lipatan. Skabies juga harus

dipikirkan sebagai diagnosis banding penderita AIDS dengan lesi

psoriasiform, yang terkadang didiagnosis sebagai ekzema. Pada penderita

dengan status imunologi yang normal, pruritus merupakan tanda khas,

sedangkan pada beberapa penderita AIDS, pruritus tidak terlalu dirasakan.

Hal ini mungkin disebabkan status imun yang berkurang dan kondisi ini

berhubungan dengan konversi penyakit menjadi bentuk lesi berkrusta.5

Seperti pada penderita umumnya, lesi skabies berkrusta pada

penderita AIDS mengandung tungau dalam jumlah besar dan sangat

menular. Beberapa kasus penularan nosokomial kepada penderita lain dan

juga petugas kesehatan pernah dilaporkan. Pada penderita AIDS, skabies

berkrusta juga berhubungan dengan bakteremia, yang biasanya disebabkan

oleh S. aureus, dan Streptococcus grup A, Streptococcus grup lain bakteri

gram negatif seperti Enterobacter cloacae dan Pseudomonas aeroginosa.

Sebagian ahli menyarankan pemberian antibiotika profilaksis pada

penderita AIDS dengan skabies untuk mencegah sepsis sedangkan

sebagian lain menganjurkan tindakan yang tepat ada dengan pengawasan

ketat.5

Pengobatan skabies berkrusta pada penderita AIDS memerlukan

waktu yang lebih lama. Pada beberapa aplikasi lindane selama 6 minggu

dengan dosis seminggu sekali berhasil dengan baik, seperti halnya aplikasi

2 atau 3 kali dengan interval 48 atau 72 jam. Permetrin juga pernah

dipakai pada beberapa kasus. Selain itu, secara bersamaan dianjurkan

penggunaaan keratolitik seperti asam salisilat 6%. Akibat tebalnya krusta,

penetrasi topikal skabisid pada penderita AIDS terkadang tidak begitu

baik. Selain itu, jumlah tungau yang banyak juga membuat obat topikal

9

Page 11: Referat Scabies Zaki

kurang efektif. Sehingga dianjurkan untuk penggunaan terapi skabisid

orang yaitu ivermektin.5

1.7 Gejala Klinis

Ada 4 tanda kardinal :

1. Pruritus nokturnal, artinya gatal pada malam hari yang disebabkan karena

aktivitas tungau ini lebih tinggi pada suhu yang lebih lembab dan panas.1

Pada awalnya gatal terbatas hanya pada lesi tetapi seringkali menjadi

menyeluruh. Pada infeksi inisial, gatal timbul setelah 3 sampai 4 minggu,

tetapi paparan ulang menimbulkan rasa gatal hanya dalam waktu beberapa

jam.5 Namun studi lain menunjukkan pada infestasi rekuren, gejala dapat

timbul dalam 4-6 hari karena telah ada reaksi sensitisasi sebelumnya.9

2. Penyakit ini menyerang secara kelompok, misalnya dalam sebuah

keluarga biasanya seluruh angota keluarga terkena infeksi. Begitu pula dalam

sebuah perkampungan yang padat penduduknya, sebagian besar tetangga

yang berdekatan akan diserang oleh tungau tersebut.1 Penularan skabies

terutama melalui kontak langsung seperti berjabat tangan, tidur bersama dan

hubungan seksual. Penularan melalui kontak tidak langsung, misalnya

melalui perlengkapan tidur, pakaian atau handuk.3

3. Adanya terowongan (kunikulus) pada tempat-tempat predileksi yang

berwarna putih atau keabu-abuan, berbentuk garis lurus atau berkelok, rata-

rata panjang 1 cm, pada ujung terowongan itu ditemukan papul atau vesikel.

Jika timbul infeksi sekunder ruam kulitnya menjadi polimorf (pustul,

ekskoriasi, dan lain-lain).1 Berikut dipaparkan gambaran kelainan kulit pada

skabies.

10

Page 12: Referat Scabies Zaki

Gambar 6. Kelainan kulit pada sela-sela jari dan penis

Gambar 7. Kelainan kulit pada bagian punggung

Gambar 8. Kelainan kulit pada mammae

Tempat predileksinya biasanya merupakan tempat dengan stratum korneum

yang tipis, yaitu : sela-sela jari tangan, pergelangan tangan bagian volar, siku

bagian luar, lipat ketiak bagian depan, areola mamae (wanita), umbilikus,

bokong, genitalia eksterna (pria), dan perut bagian bawah. Skabies jarang

ditemukan di telapak tangan, telapak kaki, dibawah kepala dan leher namun

pada bayi dapat menyerang telapak tangan dan telapak kaki.1 Berikut

dipaparkan gambaran tempat predileksi skabies.

11

Page 13: Referat Scabies Zaki

Gambar 9. Tempat Predileksi Skabies

4. Menemukan tungau, merupakan hal yang paling diagnostik. Dapat

ditemukan satu atau lebih stadium hidup tungau ini. Berikut merupakan

gambaran mikroskopik tungau skabies.1

Gambar 10. Tungau Skabies pada Stratum Korneum

Gambar 11. Tungau Skabies Dewasa

Terdapat berbagai variasi dalam gambaran klinis, mulai dari bentuk-bentuk

yang tidak khas pada orang-orang yang tingkat kebersihannya tinggi, berupa

12

Page 14: Referat Scabies Zaki

papul-papul saja pada tempat predileksi. Tidak jarang terjadi infeksi sekunder

akibat garukan dengan kebersihan kuku yang kurang baik. Pada kasus-kasus yang

kebersihannya kurang baik dapat terlihat ektima, impetigo, selulitis, folikulitis,

dan furunkulosis.2

1.8 Penegakan Diagnosis

Beberapa sumber menyebutkan bahwa penegakan diagnosis skabies masih

menjadi persoalan dalam dermatologi. Disebutkan bahwa jika gejala klinisnya

khas, diagnosis skabies mudah ditetapkan, tetapi gejala klinis skabies sering

menyerupai penyakit kulit lainnya sehingga dapat menimbulkan salah diagnosis

dan selanjutnya dapat menyebabkan kesalahan pengobatan.3

Diagnosis klinis ditetapkan berdasarkan anamnesis yaitu adanya pruritus

nokturna dan erupsi kulit berupa papul, vesikel, dan pustule di tempat predileksi,

distribusi lesi yang khas, terowongan-terowongan pada predileksi, adanya

penyakit yang sama pada orang-orang sekitar.3 Terowongan terkadang sulit

ditemukan, dan petunjuk yang lazim adalah penyebaran yang khas. Diagnosis

definitif bergantung pada identifikasi mikroskopis adanya tungau, telur atau fecal

pellet.5 Seringkali tungau tidak dapat dapat ditemukan ditemukan walau terdapat

lesi skabies nodula yang klasik di genitalia, atau ruam yang khas dengan riwayat

gatal-gatal pada anggota keluarga yang lain. Dari beberapa penelitian yang telah

lama dilakukan beberapa ahli menemukan bahwa dari sebagian besar penderita

skabies hanya dapat ditemukan sedikit tungau dari setiap penderita.5 Hal ini yang

terkadang menimbulkan kesalahan diagnosis. Selain itu, kesalahan diagnosis juga

disebabkan oleh pemeriksaan yang tidak adekuat.3 Infestasi skabies sering disertai

infeksi sekunder sehingga erupsi kulit tidak khas lagi dan menyulitkan

pemeriksaan. Karena sulitnya menemukan tungau, maka Lyell menyatakan

diagnosis skabies harus dipertimbangkan pada setiap penderita dengan keluhan

gatal yang menetap walalupun dengan cara ini dikatakan perevalensi skabies

menjadi lebih tinggi dari yang sebenarnya.3

Diagnosis pasti skabies ditegakkan dengan ditemukannya tungau melalui

pemeriksaan mikroskop, yang dapa dilakukan dengan beberapa cara antara lain:5

1. Kerokan kulit

13

Page 15: Referat Scabies Zaki

Kerokan kulit dilakukan dengan mengangkat atap terowongan atau papula

menggunakan scalpel nomor 15. Kerokan diletakkan pada kaca objek,

diberi minyak mineral atau minyak imersi, diberi kaca penutup dan dengan

pembesaran 20X atau 100X dapat dilihat tungau, telur atau fecal pellet.3,5

2. Mengambil tungau dengan jarum

Jarum dimasukkan ke dalam terowongan pada bagian yang gelap (kecuali

pada orang kulit hitam pada titik yang putih) dan digerakkan tangensial.

Tungau akan memegang ujung jarum dan dapat diangkat keluar.3,5

3. Epidermal shave biopsy

Menemukan terowongan atau papul yang dicurigai antara ibu jari dan jari

telunjuk, dengan hati-hati diiris puncak lesi dengan scalpel nomor yang 15

dilakukan sejajar dengan permukaan kulit. Biopsi dilakukan sangat

superfisial sehingga tidak terjadi perdarahan dan tidak perlu anestesi.

Spesimen diletakkan pada gelas objek lalu ditetesi minyak mineral dan

diperiksa dengan mikroskop.5

4. Kuretase terowongan

Kuretase superfisial mengikuti sumbu panjang terowongan atau puncak

papula kemudian kerokan diperiksa dengan mikroskop, setelah diletakkan

di gelas objek dan ditetesi minyak mineral.3,5

5. Tes tinta Burowi

Papul skabies dilapisi dengan tinta pena, kemudian segera dihapus dengan

alkohol, maka jejak terowongan akan terlihat sebagai garis yang

karakteristik, berbelok-belok, karena ada tinta yang masuk. Tes ini tidak

sakit dan dapat dikerjakan pada anak dan pada penderita yang non-

kooperatif.5

6. Tetrasiklin topikal

Larutan tetrasiklin dioleskan pada terowongan yang dicurigai. Setelah

dikeringkan selama 5 menit kemudian hapus larutan tersebut dengan

isopropilalkohol. Tetrasiklin akan berpenetrasi ke dalam melalui stratum

korneum dan terowongan akan tampak dengan penyinaran lampu wood,

sebagai garis linier berwarna kuning kehijauan sehingga tungau dapat

ditemukan.3,5

14

Page 16: Referat Scabies Zaki

7. Apusan kulit

Kulit dibersihkan dengan eter, kemudian diletakkan selotip pada lesi dan

diangkat dengan gerakan cepat. Selotip kemudian diletakkan di atas gelas

objek (enam buah dari lesi yang sama pada satu gelas objek) dan

diperiksa dengan mikroskop.5

8. Biopsi plong (punch biopsy)

Biopsy berguna pada lesi yang atipik, untuk melihat adanya tungau atau

telur. Yang perlu diperhatikan adalah bahwa jumlah tungau hidup pada

penderita dewasa hanya sekitar 12, sehingga biopsi berguna bila diambil

dari lesi yang meradang. Secara umum digunakan punch biopsy, tetapi

biopsy mencukur epidermis adalah lebih sederhana dan biasanya

dilakukan tanpa anestetik local pada penderita yang tidak kooperatif.5

Selain itu, alat lain yang dapat dipakai untuk diagnostik adalah

dermoskopi. Argenziano melaporkan bahwa alat ini cukup efektif. Pembesaran

gambar menunjukkan struktur triangular kecil berwarna gelap yang berhubungan

dengan bagian anterior tungau yang berpigmen, dan suatu segmen linier haus di

belakang segitiga yang mengandung gelembung udara kecil, dimana kedua

gambaran ini menyerupai “jet with contrail”dan dianggap sebagai bentuk

terowongan beserta telur dan fecal pellet. Dilaporkan juga oleh Bezold bahwa

penggunaan polymerase chain reaction (PCR) untuk membuktikan adanya

skabies pada penderita yang secara klinis menunjukkan eczema atipikal. Skuama

epidermal positif untuk DNA Sarcoptes scabiei sebelum terapi dan menjadi

negatif 2 minggu setelah terapi.5

Dari berbagai cara pemeriksaan diatas, kerokan kulit merupakan cara yang

paling mudah dilakukan dan memberikan hasil yang paling memuaskan.

Mengambil tungau dengan jarum memerlukan keterampilan khusus dan jarang

berhasil karena biasanya terowongan sulit diidentifikasi dan letak tungau sulit

diketahui. Swab kulit mudah dilakukan tetapi memerlukan waktu lama karena dari

1 lesi harus dilakukan 6 kali pemeriksaan sedangkan pemeriksaan dilakukan pada

hampir seluruh lesi. Tes tinta Burowi dan uji tetrasiklin jarang memberikan hasil

positif karena biasanya penderita datang pada keadaan lanjut dan sudah terjadi

15

Page 17: Referat Scabies Zaki

infeksi sekunder sehingga terowongan tertutup oleh krusta dan tidak dapat

dimasuki tinta atau salep.3

1.9 Diagnosis Banding

Skabies dapat mirip berbagai macam penyakit sehingga disebut juga “The great

imitator”.1,3 Diagnosis banding skabies meliputi hampir semua dermatosis dengan

keluhan pruritus, yaitu dermatitis atopik, dermatitis kontak, prurigo, urtikaria

popular, pioderma, pedikulosis, dermatitis herpetiformis, ekskoriasi-neurotik,

liken planus, penyakit Darier, gigitan serangga, mastositosis, urtikaria, dermatitis

eksematoid infeksiosa, pruritis karena penyakit sistemik, dermatosis pruritik pada

kehamilan, sifilis dan vaskulitis.3

1.10 Terapi

Terapi skabies harus segera dilakukan setelah penegakan diagnosis. Penundaan

terapi dapat menyebabkan infestasi tungau yang semakin banyak dan

kemungkinan peningkatan keparahan gejala.9 Terapi skabies ini juga harus tuntas

bagi penderita dan juga dilakukan bagi keluarga penderita yang memiliki gejala

yang sama karena skabies yang tidak terobati biasanya memiliki hubungan dengan

peningkatan kejadian pyoderma oleh Streptococcus pyogenes.10 Terdapat

sejumlah terapi skabies yang efektif dan pemilihannya tergantung pada biaya dan

potensi toksiknya. Terkadang penderita menggunakan obat lebih lama dari waktu

yang dianjurkan, sehingga mengetahui kuantitas obat yang tepat untuk diresepkan

akan dapat mencegah timbulnya iritasi akibat pemakaian obat yang berlebihan,

yang pada akhirnya disalahartikan sebagai kegagalan terapi. Skabisid topikal

sebaiknya dipakai di seluruh tubuh kecuali wajah. Obat harus segera dibersihkan

secara menyeluruh setelah periode waktu yang dianjurkan. Pagi hari setelah

terapi, pakaian, sprei, dan handuk dicuci menggunakan air panas. Tungau akan

mati pada suhu 130oC. Pasien dapat diberikan edukasi untuk meningkatkan

kebersihan lingkungan dan perorangan.5

Penderita hendaknya diberikan pengertian bahwa meskipun penyakit telah

diobati secara adekuat, rasa gatal akan tetap ada sampai beberapa bulan. Seluruh

anggota keluarga yang memiliki gejala harus diterapi, termasuk pasangan seksual.

16

Page 18: Referat Scabies Zaki

Para ahli merekomendasikan terapi untuk anggota keluarga bersifat simultan,

karena angka kesembuhan setelah 10 minggu lebih tinggi.5 Terapi topikal untuk

skabies yang sering digunakan adalah sebagai berikut :

1. Krim Permetrin ( Elimite, Acticin), yaitu suatu skabisid berupa piretroid

sintesis yang efektif pada manusia dengan toksisitas rendah, bahkan

dengan pemakaian yang berlebihan sekalipun dan obat ini telah

dipergunakan lebih dari 20 tahun.5,11 Krim permetrin ditoleransi dengan

baik, diserap minimal dan tidak diabsorbsi sistemik, serta dimetabolisasi

dengan cepat.5,10 Obat ini merupakan terapi pilihan lini pertama

rekomendasi dari CDC untuk terapi tungau tubuh.12 Penggunaan obat ini

biasanya pada sediaan krim dengan kadar 1% untuk terapi tungau pada

kepala dan kadar 5% untuk terapi tungau tubuh. Studi menunjukkan

Penggunaan permethrin 1% untuk tungau daerah kepala lebih baik dari

lindane karena aman dan tidak diabsorbsi secara sistemik.11 Cara

pemakaiannya dengan dioleskan pada seluruh area tubuh dari leher ke

bawah dan dibilas setelah 8-14 jam.12 Bila diperlukan, pengobatan dapat

diulang setelah 5-7 hari kemudian. Belum ada laporan terjadinya resistensi

yang signifikan tetapi beberapa studi menunjukkan adanya resistensi

permethrin 1% pada tungau kepala namun dapat ditangani dengan

pemberian permethrin 5%.5,11 Permetrin sebaiknnya tidak digunakan pada

bayi berumur kurang dari 2 bulan atau pada wanita hamil dan menyusui

namun studi lain mengatakan bahwa obat ini merupakan drug of choice

untuk wanita hamil.5,13 Dikatakan bahwa permethrin memiliki angka

kesembuhan hingga 97,8% jika dibandingkan dengan penggunaan

ivermectin yang memiliki angka kesembuhan 70%. Tetapi penggunaan 2

dosis ivermectin selama 2 minggu memiliki keefektifan sama dengan

permethrin. Efek samping yang sering timbul adalah rasa terbakar dan

yang jarang adalah dermatitis kontak dengan derajat ringan sampai

sedang.14

2. Lindane 1% (gamma-benzen heksaklorida), merupakan pilihan terapi lini

kedua rekomendasi CDC.12 Dalam beberapa studi memperlihatkan

keefektifan yang sama dengan permetrin. Studi lain menunjukkan lindane

17

Page 19: Referat Scabies Zaki

kurang unggul dibanding permetrin.5 Lindane memiliki angka

penyembuhan hingga 98% dan diabsorbsi secara sistemik pada

penggunaan topikal terutama pada kulit yang rusak.10 Sediaan obat ini

biasanya sebanyak 60 mg.14 Cara pemakaiannya adalah dengan dioleskan

dan dibiarkan selama 8 jam. Sama seperti pada permetrin, kadang

diperlukan pengolesan ulang 1 minggu setelah terapi pertama. Salah satu

kekurangan obat ini adalah absorbsi secara sistemik terutama pada bayi,

anak dan orang dewasa dengan kerusakan kulit yang luas. Lindane

memiliki efek samping yaitu toksik pada sistem saraf pusat dengan

keluhan utama kejang.10 Lindane sebaiknya tidak digunakan untuk bayi,

anak dibawah 2 tahun, dermatitis yang meluas, wanita hamil atau

menyusui, penderita yang pernah mengalami kejang atau penyakit

neurologi lainnya. Sejak 1 januari 2002, Negara bagian California telah

meninggalkan pemakaian lindane. Belum ada laporan mengenai toleransi

yang signifikan terhadap pemakaian lindane.5,10

3. Sulfur, biasanya diresepkan sebagai sulfur presipitat (6%) dalam

petrolatum. Sulfur dipakai saat malam hari selama 3 malam dan

dibersihkan secara menyeluruh 24 jam terakhir. Kekurangannya adalah

sulfur berbau, meninggalkan noda dan berminyak, mengiritasi,

membutuhkan pemakaian berulang, namun relatif aman, efektif dan tepat

untuk bayi berumur kurang dari 2 bulan dan selama kehamilan atau

menyusui.5,10

4. Benzil benzoat 25%, merupakan produk alamiah, disebut juga balsam

Peru dan telah dipergunakan lebih dari 60 tahun. Obat ini merupakan

skabisid kerja cepat yang efektif terhadap semua stadium namun tidak

dijual bebas di Amerika Serikat. Penggunaannya diberikan setiap malam

selama 3 kali. Obat ini sulit diperoleh, sering memberi iritasi dan kadang-

kadang makin gatal setelah dipakai. Benzyl benzoate memiliki keefektifan

yang sama dengan lindane.1,5,10

5. Krim Krotamiton (Eurax) dianggap tidak cukup efektif untuk mengobati

skabies. Kualitas krim ini dibawah permetrin dan efektivitasnya setara

dengan benzyl benzoat atau sulfur.5

18

Page 20: Referat Scabies Zaki

Selain itu juga terdapat terapi sistemik, khususnya untuk penderita AIDS.

Ivermektin adalah suatu antiparasit yang disahkan oleh FDA untuk onchocerciasis

dan strongilodiasis pada manusia.5 Ivermectin dikatakan merupakan pilihan terapi

lini ketiga rekomendasi dari CDC.12 Ivermectin memiliki aktivitas spectrum luas

pada nematoda dan arthropoda yang dapat digunakan pada hewan dan manusia

serta obat ini dapat digunakan pada terapi filariasis.10 Jika dibandingkan dengan

permethrin, angka kesembuhan dengan penggunaan ivermectin masih lebih

rendah dibandingkan permethrin tetapi jika dibandingkan dengan lindane, pada

penelitian yang telah dilakukan menunjukkan bahwa 80% pasien mengalami

perbaikan gejala klinis lebih banyak dibandingkan dengan penggunaan lindane

yang hanya 44%.14 Sejak tahun 1993 dilaporkan bahwa ivermektin yang diberikan

1 atau 2 dosis oral 200 mg/kgBB menjadi terapi skabies yang efektif pada

penderita AIDS. Diperlukan studi control lebih lanjut dengan menentukan dosis

dan cara pemberian obat yang paling efektif, baik bagi penderita dengan status

imun normal ataupun pada penderita yang mengalami imunosupresi, serta

keefektifan kombinasi terapi oral dan topikal ivermektin.5,12 Penggunaan

Ivermectin ini tidak boleh pada wanita hamil dan menyusui.12 Sediaan ivermektin

topikal, yaitu larutan ivermektin 1% dalam propilen-glikol juga sedang diteliti

penggunaannya sebagai terapi alternatif.5 Walaupun demikian, ivermectin topikal

dilarang penggunaannya di UK.11 Pada beberapa sumber dikatakan bahwa sediaan

crotamiton, benzyl benzoate, malathion, sulfur, dan ivermectin masih belum

disetujui penggunaannya oleh FDA untuk indikasi terapi skabies namun sumber

lainnya mengatakan penggunaan telah dapat ditolerir dan mulai banyak beredar

namun di Negara tertentu penggunaan dibatasi bahkan dilarang.14

Penyakit yang serius akibat skabies jarang didapatkan, kecuali pada bayi dan

penderita skabies berkrusta. Tetapi pruritus dan infeksi yang ditimbulkan dapat

menjadi masalah dan memerlukan terapi khusus. Lesi dengan fecal pellet

terkadang memberi rasa gatal untuk beberapa saat setelah tungau mati. Hal ini

memerlukan pemberian antihistamin dan bila gatal tetap mengganggu dapat

diberikan steroid oral dalam waktu yang singkat. Bila didapatkan superinfeksi

oleh bakteri, antibiotic harus diberikan. Terdapat istilah acarofobia yaitu penderita

dengan delusi. Penderita mulai merasa bahwa pada kulit mereka masih terdapat tungau

19

Page 21: Referat Scabies Zaki

meskipun telah diobati. Bila gangguan ini berkelanjutan maka diperlukan pertolongan

psikiater.5

1.11 Pencegahan Penyakit Skabies

Menurut Agoes (2009) mengatakan bahwa penyakit skabies sangat erat kaitannya

dengan kebersihan dan lingkungan yang kurang baik, oleh sebab itu untuk

mencegah penyebaran penyakit skabies dapat dilakukan dengan cara:

a. Mandi secara teratur dengan menggunakan sabun

b. Mencuci pakaian, sprai, sarung bantal, selimut dan lainnnya secara teratur

minimal 2 kali dalam seminggu

c. Menjemur kasur dan bantal minimal 2 minggu sekali

d. Tidak saling bertukar pakaian dan handuk dengan orang lain

e. Hindari kontak dengan orang-orang atau kain serta pakaian yang dicurigai

terinfeksi skabies

f. Menjaga kebersihan rumah dan berventilasi cukup

Menjaga kebersihan tubuh sangat penting untuk menjaga infestasi parasit.

Sebaiknya mandi dua kali sehari, serta menghindari kontak langsung dengan

penderita, mengingat parasit mudah menular pada kulit. Walaupun penyakit ini

hanya merupakan penyakit kulit biasa, dan tidak membahayakan jiwa, namun

penyakit ini sangat mengganggu kehidupan sehari-hari.

1.12 Gejala Persisten

Semua pasien harus diberikan informasi bahwa bercak-bercak dan gatal karena

skabies tersebut mungkin akan menetap lebih dari 2 minggu setelah terapi selesai.

Ketika gejala dan tanda masih menetap lebih dari 12 minggu, terdapat beberapa

kemungkinan yang dapat dijelaskan diantaranya resistensi terapi, kegagalan

terapi, re-infeksi dari anggota keluarga lain atau teman sekamar, alergi obat, atau

perburukan gejala karena reaktivitas silang dengan antigen dari penderita skabies

lainnya.14

Respon yang buruk dan dugaan resistensi terhadap lindane pernah

dilaporkan di tempat lain. Kegagagalan terapi yang tidak berhubungan dengan

resistensi terapi bisa disebabkan karena kegagalan penggunaan terapi skabisid

topikal. Pasien dengan skabies berkrusta mungkin memiliki penetrasi obat 20

Page 22: Referat Scabies Zaki

skabisid yang buruk kedalam lapisannya yang bersisik tersebut dan mungkin

karena tungau bersembunyi di lapisan yang sulit di penetrasi.14

Yang pasti, untuk menghindari infeksi berulang, direkomendasikan agar

seluruh kontak dekat dengan pasien harus dieradikasi. Seluruh kain, selimur,

pakaian harus dicuci jika memungkinkan selama penggunaan skabisid topikal.

Bahkan setelah terapi berhasil dan infeksi berulang telah dicegah, gejala mungkin

dapat memburuk karena terjadi dermatitis alergi. Komplikasi ini telah terlihat

pada penggunaan beberapa jenis skabisid topikal. Dan pada akhirnya, tungau

rumah tangga biasa mungkin masih dapat menyebabkan gejala yang menetap

sebagai akibat dari reaktivitas silang antara antigennya.14

1.13 Prognosis

Dengan memperhatikan pemilihan dan cara pemakaian obat, serta syarat

pengobatan dan menghilangkan faktor prediposisi (antara lain higiene), maka

penyakit ini dapat diberantas dan memberikan prognosis yang baik. Oleh karena

manusia merupakan penjamu (hospes) definitif, maka apabila tidak diobati

dengan sempurna, Sarcoptes scabiei akan tetap hidup tumbuh pada manusia.1,2

21

Page 23: Referat Scabies Zaki

KESIMPULAN

Skabies adalah penyakit kulit yang disebabkan oleh infestasi dan

sensitisasi terhadap tungau Sarcoptes scabiei varietas hominis. Penyakit ini

terdapat di seluruh dunia dan menempati urutan ke-3 dari 12 penyakit kulit

tersering di Indonesia.

Tungau Sarcoptes scabiei membuat terowongan pada lapisan tanduk kulit

dengan siklus hidup dari telur sampai bentuk dewasa memerlukan waktu 8-12

hari. Tungau dapat menular melalui kontak langsung (seperti berjabat tangan,

tidur bersama dan hubungan seksual) dan kontak tidak langsung (misalnya

melalui perlengkapan tidur, pakaian atau handuk).

Sarcoptes scabiei menyebabkan reaksi kulit berupa eritem, papul atau

vesikel pada kulit. Selain bentuk tersebut, terdapat pula bentuk skabies lainnya

antara lain : skabies nodula (gambaran klinisnya berupa nodul berpigmen yang

terasa gatal), skabies incognito (gambaran klinis kabur, kronis dan meluas karena

penggunaan steroid), skabies pada bayi (dapat menjadi eksema generalisata),

skabies norwegia atau skabies berkrusta (lesi berskuama tebal yang penuh dengan

infestasi tungau) dan skabies pada penderita HIV/AIDS (biasanya skabies

berkrusta dan menyerang wajah, kulit dan kuku).

Gejala klinis skabies meliputi 4 tanda kardinal yaitu :

1) Pruritus nokturnal, artinya gatal pada malam hari.

2) Menyerang secara kelompok, misalnya dalam sebuah keluarga.

3) Adanya terowongan pada tempat-tempat predileksi seperti sela-sela jari

tangan, pergelangan tangan bagian volar, siku bagian luar, lipat ketiak bagian

depan, areola mamae pada wanita, umbilikus, bokong, genitalia eksterna

pada pria, dan perut bagian bawah.

4) Menemukan tungau.

Diagnosis klinis ditetapkan berdasarkan anamnesis adanya tanda-tanda

kardinal. Diagnosis pasti ditegakan dengan ditemukannya tungau melalui

pemeriksaan mikroskopis melalui beberapa cara seperti kerokan kulit, mengambil

tungau dengan jarum, epidermal shave biopsy, kuretase terowongan, tes tinta

Burowi, tetrasiklin topikal, apusan kulit dan biopsi plong (punch biopsy).

22

Page 24: Referat Scabies Zaki

Penatalaksanaan untuk skabies yang sering digunakan antara lain :

1) Krim permetrin (elimite, acticin), sediaan krim 1% untuk terapi tungau pada

kepala dan krim 5% untuk terapi tungau tubuh, dioleskan pada area tubuh

dan dibilas setelah 8-14 jam.

2) Lindane 1% (gamma-benzen heksaklorida), sediaan 60 mg, dioleskan dan

dibiarkan selama 8 jam.

3) Sulfur presipitat 6%, dipakai pada malam hari selama 3 malam dan

dibersihkan secara menyeluruh 24 jam terakhir.

4) Benzil benzoat 25%. Dipakai setiap malam selama 3 kali.

5) Krim krotamiton (eurax). Mulai jarang digunakan karena dianggap tidak

cukup efektif.

6) Ivermectin 1 atau 2 dosis oral 200 mg/kgBB untuk terapi skabies pada

penderita AIDS.

Lesi-lesi yang memberikan rasa gatal setelah tungau mati memerlukan pemberian

antihistamin, dan jika didapatkan superinfeksi oleh bakteri harus diberikan

antibiotik. Untuk menghindari infeksi berulang, seluruh kontak dekat dengan

pasien harus dieradikasi, seluruh kain, selimut, handuk dan pakaian harus dicuci

dengan air panas. Terapi harus tuntas bagi penderita dan keluarga penderita yang

memiliki gejala yang sama.

23

Page 25: Referat Scabies Zaki

DAFTAR PUSTAKA

1. Handoko, R. Skabies. In : Djuanda, A. Hamzah, N. Aisah, S. Ilmu Penyakit Kulit Dan Kelamin Edisi Kelima. Jakarta : Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 2009 : 119-122

2. Makatutu, H. Penyakit Kulit Oleh Parasit Dan Insekta. In : Harahap, M. Penyakit Kulit. Jakarta : PT Gramedia. 1990 : 100-104

3. Sungkar S. Skabies. Jakarta : Yayasan Penerbitan Ikatan Dokter Indonesia. 1995 : 1-25

4. Beggs, J. dkk. Scabies Prevention And Control Manual. USA : Michigan Department Of Community Health. 2005 : 4-6, 10

5. Murtiastutik D. Buku Ajar Infeksi Menular Seksual : Skabies. Edisi 1. Surabaya : Airlangga University Press. 2005 : 202-208

6. Setyaningrum, T. Listiawan, M. Zulkarnain, I. Kadar Imunoglobulin E-Spesifik Terhadap Tungau Debu Rumah Pada Penderita Skabies Nonatopi Anak. Berkala Ilmu Kesehatan Dan Kelamin 2007 : 19 : 100

7. Ma’rufi, I. Keman, S. Notobroto, H. Faktor Sanitasi Lingkungan Yang Berperan Terhadap Prevalensi Penyakit Scabies Studi Pada Santri di Pondok Pesantren Kabupaten Lamongan. Jurnal Kesehatan Lingkungan 2005 : 2 : 11-17

8. Chosidow, O. Scabies. The New England Journal Of Medicine 2006 : 1718-1727

9. Department Of Public Health. Scabies. USA : Department Of Public Health Division Of Communicable Disease Control. 2008 : 1-3

10. McCarthy, J. Kemp, D. Walton, S. Currie, B. Review Scabies : More Than Just An Irritation. Postgrad Medical Journal 2004 : 80 : 382-386

11. Cox, N. Permethrin Treatment In Scabies Infestasion : Important Of Correct Formulation. British Medical Journals 2000 : 320 : 37-38

12. Fox, G. Itching And Rash In A Boy And His Grandmother. The Journal Of Family Practice 2006 : 55 : para. 26-27, 30

13. Johnston, G. Sladden, M. Scabies : Diagnosis And Treatment. British Medical Journal 2005 : 331 : 619-622

24

Page 26: Referat Scabies Zaki

14. Leone, P. Scabies And Pediculosis : An Update Of Treatment Regiments And General Review. Oxford Journals 2007 : 44 : 154-159

25