Fartoks Bu Agnes

31
MATA KULIAH FARMAKOLOGI TOKSIKOLOGI II FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS HASANUDDIN OBAT ANTIMALARIA, AMUBISID, ANTIJAMUR OLEH : NAMA : KUSBANDIA NIM : N111 11 266 KELAS : B MAKASSAR 2013

Transcript of Fartoks Bu Agnes

Page 1: Fartoks Bu Agnes

MATA KULIAH FARMAKOLOGI TOKSIKOLOGI II

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS HASANUDDIN

OBAT ANTIMALARIA, AMUBISID, ANTIJAMUR

OLEH :

NAMA : KUSBANDIA

NIM : N111 11 266

KELAS : B

MAKASSAR

2013

Page 2: Fartoks Bu Agnes

ANTIMALARIA

Obat antiprotozoa terutama digunakan pada kasus malaria yaitu

antimalaria yang memiliki titik kerja tertentu sesuai dengan siklus hidupnya.

Plasmodium falciparum dan ovale hidupnya bisa dorman di jaringan. Pecahnya

schizont di jaringan bisa menimbulkan stadium demam yang bermacam-macam

jenisnya (tertiana/panas selang 2 hari, quartana/ panas selang 3 hari). Malaria juga

punya siklus eritrositik dan pre-eritrositik.

Obat-obatan yang dapat mengeliminasi perkembangan atau waktu istirahat

dari bentuk hati disebut obat untuk schizonticidal jaringan. Obat yang bekerja

pada parasit yang bekerja dieritrosit disebut obat untuk schizonticidal darah. Obat

yang membunuh tahap pembuahan dan mencegah transmisi ke nyamuk disebut

gametocidal. Obat untuk schizonticidal jaringan adalah primaquine (juga untuk

stadium gametocidal). Sementara chloroquin, amodiaquine, mefloquine, dan

quinine merupakan schizonticidal darah. Proguanid, pyremethamine merupakan

obat untuk stadium sporonticidal.

Masalah yang sering terjadi pada kasus malaria yaitu pemberian

profilaksis. Perlu dipertimbangkan dulu apakah sudah resisten chloroquine atau

tidak (perlu diberi chloroquine dulu, jika resisten dipakai mefloquine), hal ini

dapat diprediksi dari area atau daerah endemis yang ditempati. Penggunaan obat

untuk profilaksis, dimulai 1 minggu sebelum masuk ke daerah endemis, selama di

lokasi, dan berakhir 4 minggu setelah meninggalkan daerah tersebut setiap hari.

1.KLOROKUIN

Klorokuin, schizonticidal darah, merupakan obat pilihan untuk terapi

malaria sejak 1940, tapi kemungkinan resisten terhadap P. falciparum. Klorokuin

masih digunakan untuk mengatasi malaria falciparum di beberapa area resisten, di

sebagian besar Afrika, dalam hal keamanan dan harganya yang murah serta

respon imun tiap individu bahkan parasit yang menginfeksi resisten terhadap

klorokuin.

Page 3: Fartoks Bu Agnes

Efek samping yang mungkin terjadi yaitu pruritus, mual, muntah, nyeri

perut, nyeri kepala, anoreksia, penglihatan kabur, dan urtikaria.

 2. AMODIAKUIN

Amodiakuin digunakan secara luas untuk mengobati malaria karena

harganya yang murah, toksisitas yang kecil, dan efektif melawan falciparum yang

resisten klorokuin. Toksisitasnya antara lain agranulositosis, anemia aplastik, dan

hepatotoksisitas.

3. KUININ & KUINIDIN

Kuinin (dihidroklorida) dan kuinidin (glukonat), schizontisida darah,

merupakan terapi lini pertama untuk malaria falciparum.

Efek samping yang mungkin terjadi yaitu tinnitus, sakit kepala, mual,

pusing, gangguan penglihatan, yang semua disebut kinkonisme.

 4. MEFLOKUIN

Meflokuin, schizontisida darah, efektif pada falciparum resisten klorokuin.

Meflokuin direkomendasikan sebagai obat kemoprofilaksis pada area endemik

malaria resisten klorokuin. Meflokuin resisten pada malaria di daerah Thailand.

Efek samping yang mungkin terjadi mual, muntah, pusing, gangguan tidur, nyeri

lambung, diare, sakit kepla, kemerahan. Dosis tunggal dari 15 mg/kg sekali atau

750 mg, kemudian dilanjutkan 500 mg pada  6-8 jam selanjutnya. Untuk

profilaksis : 3 minggu sebelum berangkat  1x seminggu 250 mg basa a.c.,

kemudian 250 mg seminggu.

5. PRIMAKUIN

Primakuin merupakan obat pilihan untuk eradikasi fase dorman di liver P. vivax

dan P. ovale. Primakuin aktif melawan parasit malaria yang berada dalam fase

hati. Primakuin juga gametosida dari keempat parasit malaria dan juga berefek

lemah pada fase eritrosit.

Page 4: Fartoks Bu Agnes

Efek samping yang mungkin terjadi adalah mual, nyeri lambung, kram perut, dan

sakit kepala.

6. INHIBITOR SINTESIS FOLAT

Pirimetamin dan proguanil bekerja lambat pada bentuk eritrosit pada keempat

parasit malaria. Sulfonamida dan sulfon aktif pada schizont eritrosit.

Page 5: Fartoks Bu Agnes

ANTIPROTOZOA (AMUBISID)

Amubiasis adalah suatu infeksi usus besar yang disebabkan oleh

Entamoeba histolytica, suatu parasit bersel tunggal. Parasit ini memiliki 2 (dua)

bentuk dalam siklus hidupnya, yaitu bentuk aktif (trofozoit) dan bentuk pasif

(kista).

Antiamuba bekerja sebagai amubisid yaitu membunuh amuba untuk mengobati

amubiasis.

Berdasarkan tempat kerjanya, antiamuba yang dipasarkan di Indonesia

adalah antiamuba yang bekerja pada lumen usus dan jaringan yaitu Metronidazol

dan turunannya seperti Tinidazol, Nimorazol dan Ornidazol.

Metronidazol sebagai antiamuba efektif untuk amubiasis intestinal dan

ekstraintestinal. Namun efeknya lebih jelas pada jaringan sebab sebagian besar

Metronidazol mengalami penyerapan di usus halus.

Tinidazol memperlihatkan spektrum antiamuba yang sama dengan

Metronidazol. Perbedaannya dengan Metronidazol adalah pada waktu paruhnya

yang lebih panjang sehingga dapat diberikan sebagai dosis tunggal per hari.

Amubiasis dinyatakan berhasil bila pada pemeriksaan laboratorium

berkala dalam waktu 1, 3 dan 6 bulan tidak ditemukan lagi adanya amuba bentuk

histolytica dan kista.

Hilangnya gejala klinik amubiasis belum merupakan jaminan penderita

sembuh dari penyakit amubiasis.

Penting untuk mencegah terjadinya infeksi ulang dan ini dapat

dilaksanakan dengan pemberian anti amuba yang bekerja sekaligus di jaringan

dan lumen usus disertai dengan peningkatan higiene perorangan dan kesehatan

lingkungan.

Amubiasis memiliki gejala yang samar-samar, sehingga hampir tidak

diketahui. Gejalanya bisa berupa diare yang hilang-timbul dan sembelit, banyak

buang gas (flatulensi) dan kram perut.

Selain itu, bila perut disentuh akan terasa nyeri dan tinja mengandung

darah serta lendir. Bisa terjadi demam ringan.

Page 6: Fartoks Bu Agnes

Diagnosis ditegakkan berdasarkan ditemukannya amuba pada contoh tinja

penderita. Amuba penyebab amebiasis tidak selalu ditemukan pada setiap contoh

tinja, karena itu biasanya diperlukan pemeriksaan tinja sebanyak 3-6 kali.

Selain pemberian antiamuba, diperlukan juga tindakan lain yang sifatnya

menguntungkan penderita seperti diet rendah residu dan karbohidrat serta protein

yang mudah dicerna, pemberian obat yang bersifat simtomatik dan kadang

diperlukan antimikroba untuk mengendalikan infeksi yang menyertai amubiasis.

Berdasarkan tempat kerjanya, amubisid dibagi 3 golongan:

1. Amubisid jaringan

Contoh : dehidroemetin, emetin dan klorokuin.

2. Amubisid luminal

Contoh : diyodohidroksikuin, yodoklorhidroksikuin, kiniofon,

glikobiarsol, karbarson, emetin bismuth yodida, klefamid, diloksanid furoat dan

beberapaantibiotik, misalnya tetrasiklin dan paromomisin.

3. Amubisid yang bekerja pada lumen usus dan jaringan

Contoh : Metronidazol

EMETIN

Cara Kerja:

1. membunuh E. histolytica secara langsung lebih efektif terhadap bentuk

motil daripada terhadap bentuk kista.

2. In vitro, dosis terapi emetin segera membunuh trofozoit.

Farmakokinetik

diserap baik dari tempat suntikan, kemudian dimetabolisme dan diekskresi secara

lambat. Kadar tertinggi di hati (penting utk pengobatanamubiasis hati. )

Indikasi

Penggunaan utama mengobati amubiasis. Sangat berguna pada amubiasis hati dan

abses amuba. Penggunaan pada amubiasis intestinal untuk penderita dengan diare

berat.

Page 7: Fartoks Bu Agnes

Sediaan & Posologi

Tersedia dalam bentuk larutan, diberikan IM dan tidak boleh diberikan

secara IV. Sangat berbahaya dan tidak efektif.

Dosis emetin hidroklorid pada dewasa tidakboleh lebih dari 60 mg sehari

Dosis pada anak sebaiknya diberikan berdasarkan berat badan, yaitu tidak

lebih dari 1 mg/kg BB sehari selama 5 hari.

DERIVAT 8-HIDROKSIKUINOLIN

Farmakologi

Memperlihatkan efek amubisid langsung, tetapi mekanisme kerja belum jelas.

Derivat 8-hidroksikuinolin hanya bekerja terhadap amuba dalam lumen usus,

tidak efektif untuk abses amuba atau amubiasis hati.

Indikasi

Selain untuk amubiasis intestinal, iodokuinol juga merupakan obat pilihan utama

untuk carrier amubiasis.

Sediaan & Posologi

Iodokuinol yang dianjurkan pada pengobatan amubiasis:

1. 3x650 mg selama 20 hari untuk dewasa, atau

2. 30-40 mg/kgBB/hari untuk anakyang terbagi dalam 3 dosis.

METRONIDAZOL

Selain memiliki efek trikomoniasid, juga berefek amubisid dan efektif terhadap

Giardia lamblia

Farmakologi

memperlihatkan daya amubisid langsung.

memperlihatkan daya trikomoniasid langsung.

Absorpsi berlangsung dengan baik sesudah pemberian oral.

Indikasi

Metronidazol dan tinidazol digunakan untuk amubiasis, trikomoniasis dan

infeksi bakteri anaerob.

efektif untuk amubiasis intestinal maupun ekstraintestinal.

Page 8: Fartoks Bu Agnes

Pada abses hati, dosis sama dengan dosis untuk disentri amuba

Selain untuk amubiasis dan trikomoniasis, metronidazol juga diindikasikan

untuk drakunkuliasis sebagai alternatif niridazol dan untuk giardiasis.

Sediaan & posologi

Untuk amubiasis, dosis oral: 3x750 mg/hariselama 5-10 hari. Untuk anak:

35-50 mg/kg BB/hari terbagi dalam 3 dosis.

Untuk trikomoniasis pada wanita dianjurkan3x250 mg/hari selama 7-10

hari;

Dosis untuk giardiasis adalah 3x250 mg/hari selama 7 hari.

KLOROKUIN

daya amubisid klorokuin lebih besar terhadap trofozoid tidak bermanfaat

untuk amubiasis intestinal, penyerapannya hampir sempurna sehingga

kadar di kolon sangat rendah.

Dalam pengobatan amubiasis hati, selain klorokuin, berikan juga obat

amubiasis intestinal untuk mencegahkolaps.

Dosis klorokuin untuk dewasa dengan amubiasis ekstraintestinal ialah

4x250 mg/hari pada 2 hari pertama dan dilanjutkan dengan 2x250 mg/hari

selama 2 atau 3 minggu.

Page 9: Fartoks Bu Agnes

ANTIJAMUR

Penyakit infeksi yang disebabkan jamur disebut mikosis. Obat-obat anti

jamur juga disebut dengan obat anti mikotik, dipakai untuk mengobati dua jenis

infeksi jamur : Infeksi Jamur Superfisialis pada kulit atau selaput lendir dan

Infeksi Jamur Sistemik (pada paru-paru atau sistem saraf  pusat) dan

Subkutaneus (menembus kulit).

Jamur memiliki sel yang eukariotik, mempunyai dinding sel kaku yang

mengandung kitin dan juga polisakarida, dan membran selnya terdiri dari

ergosterol. Insiden penyakit infeksi jamur meningkat pada sejumlah individu

dengan penekanan imun, misalnya pada pasien kanker, transplantasi, serta pada

penderita AIDS.

Uraian obat anti jamur adalah sebagai berikut :

1. ANTIJAMUR UNTUK INFEKSI SISTEMIK & SUBKUTANEUS

1.1. AMFOTERISIN B

ASAL DAN KIMIA. Amfoterisin A dan B merupakan hasil fermentasi

Streptomyces nodosus. 98 % campuran ini terdiri dari amfoterisin B yang

mempunyai aktivitas antijamur.

Kristal seperti jarum atau prisma berwarna kuning jingga, tidak berbau dan tidak

berasa ini merupakan antibiotik polien yang bersifat basa amfoter lemah, tidak

larut dalam air, tidak stabil, tidak tahan suhu diatas 37°C tetapi dapat bertahan

sampai berminggu-minggu pada suhu 4°C.

AKTIVITAS ANTIJAMUR. Amfoterisin B menyerang sel yang sedang tumbuh

dan sel matang. Aktivitas anti jamur nyata pada pH 6,0-7,5: berkurang pada pH

yang lebihrendah. Antibiotik ini bersifat fungistatik atau fungisidal tergantung

pada dosis dan sensitivitas jamur yang dipengaruhi. Dengan kadar 0,3-1,0 µg/mL

antibiotik ini dapat menghambat aktivitas Histoplasma capsulaium, Cryptococcus

neoformans, Coccidioides immitis, dan beberapa spesies Candida, Tondopsis

Page 10: Fartoks Bu Agnes

glabrata, Rhodotorula, Blastomyces dermatitidis, Paracoccidioides

braziliensis,beberapa spesies Aspergillus, Sporotrichum schenckii,Microsporum

audiouini dan spesies Trichophyton. Secara in vitro bila rifampisin atau

minosiklin diberikan bersama amfoterisin B terjadi sinergisme terhadap beberapa

jamur tertentu.

MEKANISME KERJA. Amfoterisin B berikatan kuat dengan ergosterol yang

terdapat pada membran sel jamur. Ikatan ini akan menyebabkan membran sel

bocor sehinggaterjadi kehilangan beberapa bahan intrasel dan mengakibatkan

kerusakan yang tetap pada sel.

Bakteri, virus dan riketsia tidak dipengaruhi oleh antibiotik ini karena

jasad renik ini tidak mempunyai gugus sterol pada membran selnya. Pengikatan

kolesterol pada sel hewan dan manusia oleh antibiotic ini diduga merupakan salah

satu penyebab efek toksiknya. Resistensi terhadap amfoterisin B ini mungkin

disebabkan terjadinya perubahan reseptor sterol pada membran sel.

1.2. FLUSITOSIN

ASAL DAN KIMIA. Flusitosin (5-fluorositosin; 5FC) merupakan antijamur

sintetik yang berasal dari fluorinasi pirimidin, dan mempunyai persamaan struktur

dengan fluorourasil dan floksuridin. Obat ini berbentuk kristal putih tidak berbau,

sedikit larut dalam air tapi mudah larut dalam alkohol.

AKTIVITAS ANTI JAMUR. Spektrum antijamur flusitosin agak sempit. Obat ini

efektif untuk pengobatan kriptokokosis, kandidiasis, kromomikosis, torulopsis dan

aspergilosis.

Cryptococcus dan Candida dapat menjadi resisten selama pengobatan dengan

flusitosin. 40 – 50% Candida sudah resisten sejak semula pada kadar100 µg/mL

flusitosin. Infeksi saluran kemih bagian bawah oleh Candida yang sensitif dapat

diobati dengan flusitosin saja karena kadar obat ini dalam urin sangat tinggi.

Page 11: Fartoks Bu Agnes

Invitro pemberian flusitosin bersama amfoterisin B akan menghasilkan efek

supraaditif terhadap C. neoformans, C. tropicalis dan C. albicans yang sensitif.

MEKANISME KERJA. Flusitosin masuk ke dalam sel jamur dengan bantuan

sitosin deaminase dan dalam sitoplasma akan bergabung dengan RNA setelah

mengalami deaminasi menjadi 5-fluorourasil dan fosforilasi. Sintesis protein sel

jamur terganggu akibat penghambatan Iangsung sintesis DNA oleh metabolit

fluorourasil. Keadaan initidak terjadi pada sel mamalia karena dalam tubuh

mamalia flusitosin tidak diubah menjadi fluorourasil.

1.3.IMIDAZOL DAN TRIAZOL

KETOKONAZOL

ASAL DAN KIMIA. Ketokonazol merupakan turunan imidazol sintetik dengan

struktur mirip mikonazol dan klotrimazol. Obat ini bersifat liofilik dan larut dalam

air pada pH asam.

AKTIVITAS ANTIJAMUR. Ketokonazol aktif sebagai antijamur baik sistemik

maupun nonsistemik efektif terhadap Candida, Coccidioides immitis,

Cryptococcus neoformans, H. capsulatum, B. dermatitidis,

Aspergillusdan Sporothrix spp.

ITRAKONAZOL

Antijamur sistemik turunan triazol ini erat hubungannya dengan

ketokonazol. Obat ini dapat diberikan per oral dan IV. Aktivitas antijamurnya

lebih lebar sedangkan efek samping yang ditimbulkan lebih kecil dibandingkan

dengan ketokonazol. Itrakonazol diserap lebih sempuma melalui saluran cerna

bila diberikan bersama makanan. Itrakonazol, seperti golongan azol lainnya, juga

berinteraksi dengan enzim mikrosom hati, tetapi tidak sebanyak ketokonazol.

Rifampisin akan mengurarangi kadar plasma itrakonazol.

Itrakonazol memberikan hasil memuaskan untuk indikasi yang sama

dengan ketokonazol antara lain terhadap blastomikosis, histoplasmosis,

Page 12: Fartoks Bu Agnes

koksidioidomikosis,sariawan pada mulut dan tenggorokan serta tinea versikolor.

Berbeda dari ketokonazol, itrakonazol juga memberikan efek terapi terhadap

aspergilosis di luar SSP.

Itrakonazol suspensi diberikan dalam keadaan lambung kosong dengan

dosis dua kali 100 mg sehari, dan sebaiknya dikumur dahulu sebelum ditelan

untuk meng-optimalkan efek topikalnya. Lamanya pengobatan biasanya 2-4

minggu. Itrakonazol IV diberikan untuk infeksi berat melalui infus dengan dosis

muat dua kali 200 mg sehari, diikuti satu kali 200 mg sehari selama 12 hari. Infus

diberikan dalam waktu satu jam.

FLUKONAZOL

Ini adalah suatu fluorinated bis-triazol dengan khasiat farmakologis yang

baru. Obat ini diserap sempurna melalul saluran cerna tanpa dipengaruhi adanya

makanan ataupun keasaman lambung. Kadar plasma setelah pemberian per oral

sama dengan kadar plasma setelah pemberian IV. Flukonazol tersebar rata ke

dalam cairan tubuh juga dalam sputum.

Gangguan saluran cema merupakan efek samping yang paling banyak

ditemukan. Pada pasien AIDS ditemukan urtikaria, eosinofilia, sindrome Stevens-

Johnson, gangguan fungsi hati yang tersembunyi dan trombositopenia.

Flukonazol berguna untuk mencegah relaps meningitis yang disebabkan oleh

Cryptococcus pada pasien AIDS setelah pengobatan dengan amfoterisin B. Juga

efektif untuk pengobatan kandidiasis mulut dan tenggorokan pada pasien AIDS.

VORIKONAZOL

Obat ini adalah antijamur baru golongan triazol yang diindikasika, untuk

aspergiiosis sistemik dan Infeksi jamur berat yang disebabkan oleh Scedosporium

apiosperrnun dan Fusarium sp. Obat ini juga mempunyai efektivitas yang baik

terhadap Candida sp,Cryptococcus sp dan Dermatophyte sp, termasuk untuk

infeksi kandida yang resisten terhadap flukonazol. Farmakokinetik obat ini tidak

linier akibat terjadinya saturasi metabolisme.

Page 13: Fartoks Bu Agnes

Pengobatan yang dimulai dengan pemberian IV ini, secepatnya harus

dialihkan ke pemberian oral. Dosis muat oral untuk pasien dengan berat badan

> 40 kg ialah 400mg dan untuk pasien yang beratnya < 40 kg diberikan 200 mg.

Dosis muat oral juga diberikan hanya 2 kali dengan interval 12 jam. Pengobatan

lalu dilanjutkandengan pemberian oral 200 mg tiap 12 jam bagi pasien dengan

berat badan > 40 kg.Untuk pasien dengan berat badan kurang dari 40 kg diberikan

dosis pemeliharaan 2 kali 100 mg sehari.

1.4. KASPOFUNGIN

Kaspofungin adalah antijamur sistemik dari suatu kelas baru yang disebut

ekinokandin. Obat ini bekerja dengan menghambat sintesis beta (1,3)-Dglukan,

suatu komponen esensial yang membentuk dinding sel jamur.

Dalam darah  97%  obat terikat protein dan masa paruh eliminasinya 9-11

jam.Obat ini dimetabolisme secara lambat dengan cara hidrolisis dan

asetilasi.Ekskresinya melalui urin hanya sedikit sekali.

Kaspofungin diindikasikan untuk infeksi jamur sebagai berikut:

1. Kandidiasis invasif, termasuk kandidemia pada pasien neutropenia atau non-neutropenia.

2. Kandidiasis esofagus.3. Kandidiasis orofarings.4. Aspergilosis invasif yang sudah refrakter terhadap antijamur lainnya.

Pengobatan umumnya diberikan selama 14 hari. Keamanan obat ini belum

diketahui pada wanita hamil dan anak berumur kurang dari 18 tahun.

1.5. TERBINAFIN

ASAL DAN KIMIA. Terbinafin merupakan suatu derivat alilamin sintetik

dengans truktur mirip naftitin. Obat ini digunakan untuk terapi dermatofitosis,

terutama onikomikosis. Namun, pada pengobatan kandidiasis kutaneus dan tinea

versikolor,terbinafin biasanya dikombinasikan dengan golongan imidazol atau

triazol karena penggunaannya sebagai monoterapi kurang efektif.

Page 14: Fartoks Bu Agnes

FARMAKOKINETIK. Terbinafin diserap baik melalui saluran cerna, tetapi

bioavailabilitasnya menurun hingga 40% karena mengalami metabolisme lintas

pertama di hati. Obat ini terikat dengan protein plasma lebih dari 99% dan

terakumulasi di kulit, kuku dan jaringan lemak. Waktu paruh awalnya adalah

sekitar 12 jam dan berkisar antara 200 sampai 400 jam bila telah mencapai kadar

mantap. Obat ini masih dapat ditemukan dalam plasma hingga 4-8 minggu setelah

pengobatan yang lama. Terbinafin dimetabolisme di hati menjadi metabolit yang

tidak aktif dan diekskresikan di urin. Terbinafin tidak di indikasikan untuk pasien

azotemia atau gagal hati karena dapat terjadi peningkatan kadar terbinafin yang

sulit diperkirakan.

PENGOBATAN INFEKSI JAMUR SISTEMIK

Infeksi oleh jamur patogen yang terinhalasi dapat sembuh spontan.

Histoplasmosis, koksidioidomikosis, blastomikosis dan kriptokokosis pada paru

yang sehat tidak membutuhkan pengobatan. Kemoterapi baru dibutuhkan bila

ditemukan pneumonia yang berat, infeksi cenderung menjadi kronis, atau bila

disangsikan terjadi penyebaran atau adanya risiko penyakit akan menjadi lebih

parah. Pasien AIDS atau pasien penyakit imunosupresi lain biasanya

membutuhkan kemoterapi untuk mengatasi pneumonia karena jamur atau oleh

sebab lain.

ASPERGILOSIS. Invasi aspergilosis paru sering terjadi pada pasien penyakit

imunosupresi yang berat dan tidak memberi respons yang memuaskan terhadap

pengobatan dengan antijamur. Obat pilihan adalah amfoterisin B IV dengan dosis

0,5-1,0 mg/kgBB setiap hari dalam infus lambat. Untuk infeksi berat, dosis dapat

ditingkatkan sampai dua kalinya. Bila penyakit progresif, dosis obat dapat

ditingkatkan.

BLASTOMIKOSIS. Obat terpilih untuk kasus ini adalah ketokonazol per oral 400

mg sehari selama 6 – 12 bulan. Itrakonazol juga efektif dengan dosis 200 – 400

mg sekali sehari pada beberapa kasus. Amfoterisin B dicadangkan untuk pasien

Page 15: Fartoks Bu Agnes

yang tidak dapat menerima ketokonazol, infeksinya sangat progresif atau infeksi

menyerang SSP. Dosis yang dianjurkan 0,4 mg/kgBB/hari selama 10 minggu.

Kadangkala dibutuhkan tindakan operatif untuk mengalirkan nanah dari sekitar

lesi.

KANDIDIASIS. Kateterisasi ataupun manipulasi instrument lain dapat

memperburuk kandidiasis. Bila invasi tidak mengenai parenkim ginjal pengobatan

cukup dengan amfoterisin B 50 µg/mL dalam air steril selama 5 – 7 hari. Bila ada

kelainan parenkim ginjal, pasien harus diobati dengan amfoterisin B IV seperti

mengobati kandidiasisberat pada organ lain.

KOKSIDIOIDOMIKOSIS. Ditemukannya kavitas tunggal di paru atau adanya

infiltrasifibrokavitas yang tidak responsif terkadap kemoterapi merupakan ciri

yang khas dari penyakit kronis koksidioidomikosis; yang membutuhkan tindakan

reseksi. Bila terdapat penyebaran ekstrapulmonar, amfoterisin B IV bermanfaat

untuk penyakit berat ini, juga pada pasien dengan penyakit imunosupresi dan

AIDS. Ketokonazol diberikan untuk terapi supresi jangka panjang terhadap lesi

kulit, tulang dan jaringan lunak pada pasien dengan fungsi imunologik normal.

Hasil serupa juga dapat dicapai dengan pemberian itrakonazol 200-400 mg sekali

sehari. Untuk meningitis yang disebabkan oleh Coccidioides obat terpilih ialah

amfoterisin B yang diberikan secara intratekal.

KRIPTOKOKOSIS. Obat terpilih adalah amfoterisin B IV dengan dosis 0,4-

0,5mg/kgBB/hari. Pengobatan dilanjutkan sampai hasil pemeriksaan kultur

negatif. Penambahan flusitosin dapat mengurangi pemakaian amfoterisin B

menjadi 0,3mg/kgBB/hari. Di samping penyebarannya yang lebih baik ke dalam

jaringan sakit,flusitosin diduga bekerja aditif terhadap amfoterisin sehingga dosis

amfoterisin B dapat dikurangi dan dapat mengurangi terjadinya resistensi terhadap

flusitosin. Flukonazol banyak digunakan untuk terapi supresi pada pasien AIDS.

HISTOPLASMOSIS. Pasien dengan histoplasmosis paru kronis sebagian besar

dapat diobati dengan ketokonazol 400 mg per hari selama 6-12 bulan. Itrakonazol

Page 16: Fartoks Bu Agnes

200-400mg sekali sehari juga cukup efektif. Amfoterisin B IV juga dapat

diberikan selama 10 minggu. Untuk mencegah kekambuhan penyebaran

histoplasmosis pada pasien AIDS yang sudah diobati dengan ketokonazol dapat

ditambahkan pemberian amfoterisin B IVsekali seminggu.

MUKORMIKOSIS. Amfoterisin B merupakan obat pilihan untuk mukormikosis

paru kronis. Mukormikosis kraniofasial juga diberikan amfoterisin B IV di

samping melakukan debri dement dan kontrol diabetes melitus yang sering

menyertainya.

PARAKOKSIDIOIDOMIKOSIS. Ketokonazol 400 mg per hari merupakan obat

pilihan yang diberikan selama 6-12 bulan. Pada keadaan yang berat dapat

ditambahkan amfoterisin B.

1. 2.  ANTIJAMUR UNTUK INFEKSI SUPERFISIALIS

 3.1. GRISEOFULVIN

ASAL DAN KIMIA. Griseofulvin diisolasi dari Penicillium griseovulyum

dierckx. Pada tahun 1946, Brian dkk. menemukan bahan yang menyebabkan susut

dan mengecilnya hifa yang disebut sebagai curling factor kemudian temyata

diketahui bahwa bahan yang mereka isolasi dari Penicillin janczewski adalah

griseofulvin.

AKTIVITAS ANTIJAMUR. Griseofulvin in vitro efektif terhadap berbagai jenis

jamur dermatofit seperti Trichophyton, Epidermophyton dan

Microsporum. Terhadap sel muda yang sedang berkembang griseofulvin bersifat

fungisidal. Obat ini tidak efektif terhadap bakteri, jamur lain dan

ragi, Actinomyces dan Nocardia.

Waktu paruh obat ini kira-kira 24 jam, 50% dari dosis oral yang diberikan

bersama urin dalam  bentuk metabolit selama 5 hari. Kulit yang sakit mempunyai

afinitas yang tinggi terhadap obat ini. Obat ini akan dihimpun dalam sel

pembentuk keratin, lalu muncul bersama sel yang baru berdiferensiasi, terikat kuat

Page 17: Fartoks Bu Agnes

dengan keratin sehingga sel baru ini akan resisten terhadap  serangan jamur.

Kreatin yang mengandung jamur akan terkelupas dan diganti oleh sel yang

normal. Antibiotik ini dapat ditemukan dalam lapisan tanduk 4-8 jam setelah

pemberian oral. Keringat dan hilangnya cairan transepidermal memegang peranan

penting dalam penyebaran obat ini pada stratum korneum. Kadar yang ditemukan

dalam cairan dan jaringan tubuh lainnya kecil sekali.

3.2.IMIDAZOL DAN TRIAZOL

Antijamur golongan imidazol mempunyai spektrum yang luas. Karena

sifat dan penggunaannya praktis tidak berbeda, maka hanya mikonazol dan

klotrimazol yang akan dibahas. Ketokonazol yang juga termasuk golongan

imidazol telah dibahas padapembicaraan mengenai antijamur untuk infeksi

sistemik, juga itrakonazol (golongan triazol). Resistensi terhadap imidazol dan

triazol sangat jarang terjadi dari jamur penyebab dermatofitosis, tetapi dari jamur

kandida paling sering terjadi.

MIKONAZOL

ASAL DAN KIMIA. Mikonazol merupakan turunan imidazol sintetik yang relatif

stabil, mempunyai spektrum antijamur yang lebar terhadap jamur dermatofit. Obat

ini berbentuk kristal putih, tidak bewama dan tidak berbau, sebagian kecil larut

dalam air tapi lebih larut dalam pelarut organik.

AKTIVITAS ANTIJAMUR. Mikonazol menghambat aktivitas jamur

Trichophyton, Epidermophyton, Microsporum, Candida dan Malassezia

furfur.Mikonazol in vitro efektif terhadap beberapa kuman Gram positif.

Mekanisme kerja obat ini belum diketahui sepenuhnya. Mikonazol masuk

kedalam sel jamur dan menyebabkan kerusakan dinding sel sehingga

permeabilitas terhadap berbagai zat intrasel meningkat. Mungkin pula terjadi

gangguan sintesis asam nukleat atau penimbunan peroksida dalam sel jamur yang

Page 18: Fartoks Bu Agnes

akan menyebabkan kerusakan. Obat yang sudah menembus ke dalam lapisan

tanduk kulit akan menetap di sana sampai 4 hari.

Mikonazol topikal diindikasikan untuk dermatofitosis, tinea versikolor dan

kandidiasis mukokutan. Untuk dermatofitosis sedang atau berat yang mengenai

kulit kepala, telapak dan kuku sebaiknya dipakai griseofulvin.

KLOTRIMAZOL

Klotrimazol berbentuk bubuk tidak berwarna yang praktis tidak larut

dalam

air, larut dalam alkohol dan kloroform, sedikit larut dalam eter.

Klotrimazol mempunyai efek antijamur dan antibakteri dengan mekanisme

kerja mirip mikonazol dan secara topikal digunakan untuk pengobatan tinea pedis,

kruris dan korporis yang disebabkan olehT. rubrum, T. mentagrophytes,

E.floccosum dan M. canis dan untuk tinea versikolor. Juga untuk infeksi kulit dan

vulvovaginitis yang disebabkan oleh C. albicans.

3.3.TOLNAFTAT DAN TOLSIKLAT

TOLNAFTAT. Tolnaftat adalah suatu tiokarbamat yang efektif untuk pengobatan

sebagian besar dermatofitosis tapi tidak efektif terhadap kandida.

TOLSIKLAT. Tolsiklat merupakan antijamur topikal yang diturunkan dari

tiokarbamat. Namun karena spektrumnya yang sempit, antijamur ini tidak banyak

digunakan lagi.

3.4. NISTATIN

ASAL DAN KIMIA. Nistatin merupakan suatu antibiotik polien yang dihasilkan

oleh Streptomyces noursei. Obat yang berupa bubuk wama kuning kemerahan ini

bersifat higroskopis, berbau khas, sukar larut dalam kloroform dan eter.

Larutannya mudah terurai dalam air atau plasma. Sekalipun nistatin mempunyai

struktur kimia dan mekanisme kerja mirip dengan amfoterisin B, nistatin lebih

Page 19: Fartoks Bu Agnes

toksik sehingga tidak digunakan sebagai obat sistemik. Nistatin tidak diserap

melalui saluran cema, kulit maupun vagina.

AKTIVITAS ANTIJAMUR. Nistatin menghambat pertumbuhan berbagai jamur

dan ragi tetapi tidak aktif terhadap bakteri, protozoa dan virus.

MEKANISME KERJA. Nistatin hanya akan diikat oleh jamur atau ragi yang

sensitif. Aktivitas antijamur tergantung dari adanya ikatan dengan sterol pada

membran sel jamur atau ragi terutama sekali ergosterol. Akibat terbentuknya

ikatan antara sterol dengan antibiotik ini akan terjadi perubahan permeabilitas

membran sel sehingga sel akan kehilangan berbagai molekul kecil.

Candida albicanshampir tidak memperlihatkan resistensti terhadap

nistatin, tetapi C. tropicalis,. C. guillermondi dan C. stellatiodes mulai resisten.

bahkan sekaligus menjadi tidak sensitif terhadap amfoterisin B. namun resistensi

ini biasanya tidak terjadi in vivo.

3.5.ANTIJAMUR TOPIKAL LAINNYA

ASAM BENZOAT DAN ASAM SALISILAT

Kombinasi asam benzoat dan asam salisilat dalam perbandingannya 2 :

1(biasanya 6% dan 3%) ini dikenal sebagai salepWhitfield. Asam benzoat

memberikan efek fungistatik sedangkan asam Salisilat memberikan efek

keratolitik. Karena asam ben-zoat hanya bersifat fungistatik maka penyembuhan

baru tercapai setelah lapisan tanduk yang menderita infeksi terkelupas seluruhnya,

sehingga pemakaian obat ini membutuhkan waktu beberapa minggu sampai

bulanan. Salep ini banyak digunakan untuk pengobatan tinea pedis dan kadang-

kadang juga untuk tinea kapitis. Dapat terjadi iritasi ringan pada tempat

pemakaian, juga ada keluhan kurang menyenangkan dari para pemakainya karena

salep ini berlemak.

ASAM UNDESILENAT

Asam undesilenat merupakan cairan kuning dengan bau khas yang tajam.

Dosis biasa dari asam ini hanya menimbulkan efek fungistatik tetapi dalam dosis

Page 20: Fartoks Bu Agnes

tinggi dan pemakaian yang lama dapat memberikan efek fungisidal. Dalam hal ini

seng berperan untuk menekan luasnya peradangan.

Obat ini dapat menghambat pertumbuhan jamur pada tinea pedis, tetapi

efektivitasnya tidak sebaik mikonazol, haloprogin atau tolnaftat.

HALOPROGIN

Haloprogin merupakan suatu antijamur sintetik, berbentuk kristal putih

kekuningan, sukar larut dalam air tetapi larut dalam alkohol. Obat ini bersifat

fungisidal terhadap Epidermophyton, Trichophyton, Miciosporum dan Malassezia

furfur. Haloprogin sedikit sekali diserap melalui kulit, dalam tubuh akan terurai

menjadi triklorofenol.

Selama pemakaian obat ini dapat timbul iritasi lokal, rasa terbakar, vesikel,

meluasnya maserasi dan sensitisasi. Sensitisasi mungkin merupakan pertanda

cepatnya respons pengobatan sebab toksin yang dilepaskan kadang-kadang

memperburuk lesi. Di samping itu obat ini juga digunakan untuk tinea versikolor.

SIKLOPIROKS OLAMIN

Obat ini merupakan antijamur topikal berspektrum luas. Penggunaan

kliniknya ialah untuk dermatofitosis, kandidiasis dan tinea versikolor.

Siklopiroksolamin tersedia dalam bentuk krim 1% yang dioleskan pada lesi 2 kali

sehari. Reaksi iritatif dapat terjadi walaupun jarang.

TERBINAFIN

Terbinafin merupakan suatu derivat alilamin sintetik dengan struktur mirip

naftitin. Obat ini digunakan untuk terapi dermatofitosis, terutama onikomikosis;

dan juga digunakan secara topikal untuk dermatofitosis. Terbinafin topikal

tersedia dalam bentuk krim 1 % dan gel 1%. Terbinafin topikal digunakan untuk

pengobatan tinea kruris dan korporis yang diberikan 1-2 kali sehari selama 1-2

minggu.

Page 21: Fartoks Bu Agnes

 DAFTAR PUSTAKA

1. Hasnawati, Sugito, H. Purwanto, and R. Brahim. 2009. “Profil Kesehatan

Indonesia 2008.

2. M. Wiser. 2010. Protozoa and Human Disease, no. 5. Garland Science.

3. American Medical Association. 1995. Drug Evaluation Annual.

4. Maschmeyer G. 2002. New antifungal agents-treatment standards are

beginning to grow old Journal of Antimicrobial Chemotherapy.

5. Pappas PG, Rex JH, Sobel JD, et al. 2004. Gudelines for the treatment of

candidiasis. Clin Infect Dis

6. Evelyn R, Hayes. 1996. Alih Bahasa: Farmakologi Pendekatan Proses

Perawatan,Jakarta: EGC