PR-Agnes N Sebayang.pdf

66
UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PRAKTIK KLINIK KEPERAWATAN KESEHATAN MASYARAKAT DALAM ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN GAGAL GINJAL KRONIS DENGAN HEMODIALISIS DI RUANG PENYAKIT DALAM RSUP FATMAWATI JAKARTA KARYA ILMIAH AKHIR Agnes Natalia Sebayang 0806333581 FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN PROGRAM PROFESI 2012 DEPOK JULI 2013

Transcript of PR-Agnes N Sebayang.pdf

Page 1: PR-Agnes N Sebayang.pdf

UNIVERSITAS INDONESIA

ANALISIS PRAKTIK KLINIK KEPERAWATAN KESEHATAN

MASYARAKAT DALAM ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN GAGAL

GINJAL KRONIS DENGAN HEMODIALISIS

DI RUANG PENYAKIT DALAM

RSUP FATMAWATI JAKARTA

KARYA ILMIAH AKHIR

Agnes Natalia Sebayang

0806333581

FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN

PROGRAM PROFESI 2012

DEPOK

JULI 2013

Page 2: PR-Agnes N Sebayang.pdf

i

UNIVERSITAS INDONESIA

ANALISIS PRAKTIK KLINIK KEPERAWATAN KESEHATAN

MASYARAKAT DALAM ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN GAGAL

GINJAL KRONIS DENGAN HEMODIALISIS

DI RUANG PENYAKIT DALAM

RSUP FATMAWATI JAKARTA

KARYA ILMIAH AKHIR

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar ners

Agnes Natalia Sebayang

0806333581

FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN

PROGRAM PROFESI 2012

DEPOK

JULI 2013

Page 3: PR-Agnes N Sebayang.pdf

ii

HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS

Karya ilmiah ini adalah hasil karya saya sendiri,

dan semua sumber baik yang dikutip maupun dirujuk

telah saya nyatakan dengan benar.

Nama : Agnes Natalia Sebayang

NPM : 0806333581

Tanda Tangan :

Tanggal : 08/07/2013

Page 4: PR-Agnes N Sebayang.pdf
Page 5: PR-Agnes N Sebayang.pdf

iv

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan YME yang telah memberikan

rahmat dan karunia-Nya sehingga penuulisan karya tulis ilmiah ini dapat

terselesaikan. Penyusunan karya tulis ilmiah ini dapat terlaksana berkat bimbingan,

dorongan, dan motivasi dari berbagai pihak. Oleh karena itu, dalam kesempatan ini

peneliti ingin mengucapkan terima kasih kepada:

1. Ibu Dewi Irawaty, M.A., Ph.d selaku Dekan Fakultas Ilmu Keperawatan

Universitas Indonesia.

2. Ibu Hanny Handiyani, S.Kp., M.Kep selaku dosen pembimbing yang telah

bersedia menyediakan waktu, tenaga, dan pikiran untuk memberikan arahan

dalam penyusunan karya tulis ilmiah ini.

3. Ibu Ns. Aat Djanatunnisah, S.Kep selaku pembimbing lahan praktik yang telah

menyediakan waktu, tenaga, dan pikiran dalam memberikan bimbingan selama

praktik di Rumah Sakit Pusat Fatmawati.

4. Ibu Riri Maria, S.Kp., MANP selaku koordinator mata ajar tugas karya ilmiah

akhir ners yang telah memberikan arahan dan dukungannya dalam penyusunan

karya tulis ilmiah ini.

5. Ibu, Ayah, dan seluruh kakak-kakakku yang telah bersedia memberikan dukungan

baik dalam bentuk motivasi, materi, kesabaran maupun kasih sayang selama

proses penyusunan karya tulis ilmiah ini

6. Teman-teman sebimbingan, teman-teman sekosan, dan teman-teman angkatan

2008 khususnya henna barus atas semangat dan dukungannya.

7. Kepada semua pihak yang telah berkontribusi dalam penyelesaian karya tulis

ilmiah ini yang tidak dapat disebutkan satu persatu, saya ucapkan banyak

trimakasih.

Page 6: PR-Agnes N Sebayang.pdf

v

Semoga Tuhan Yang Maha Esa membalas segala kebaikan semua pihak yang telah

membantu proses penulisan karya ilmiah ini. Semoga karya ilmiah ini membawa

manfaat bagi pengembangan ilmu di bidang keperawatan.

Depok, Juli 2013

Penyusun

Page 7: PR-Agnes N Sebayang.pdf

vi

HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI

TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

Sebagai sivitas akademik Universitas Indonesia, saya yang bertanda tangan di bawah

ini:

Nama : Agnes Natalia Sebayang

NPM : 0806333581

Program Studi : Profesi Keperawatan

Departemen :

Fakultas : Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia

Jenis karya : Karya Tulis Ilmiah

Demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada

Universitas Indonesia Hak Bebas Royalti Noneksklusif (Non-exclusive Royalty-

Free Right) atas karya ilmiah saya yang berjudul :

“Analisis praktik klinik keperawatan kesehatan masyarakat dalam asuhan

keperawatan klien gagal ginjal kronis dengan hemodialisis di ruang penyakit dalam

RSUP Fatmawati Jakarta”

Beserta perangkat yang ada (jika diperlukan). Dengan Hak Bebas Royalti

Noneksklusif ini Universitas Indonesia berhak menyimpan,

mengalihmedia/formatkan, mengelola dalam bentuk pangkalan data (database),

merawat, dan memublikasikan karya tulis ilmiah akhir saya selama tetap

mencantumkan nama saya sebagai penulis/pencipta dan sebagai pemilik Hak Cipta.

Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.

Dibuat di : Depok

Pada tanggal : 08 Juli 2013

Yang menyatakan

(Agnes Natalia Sebayang)

Page 8: PR-Agnes N Sebayang.pdf

vii

ABSTRAK

Nama : Agnes Natalia Sebayang

Program Sudi : Profesi Keperawatan

Judul : Analisis Praktik Klinik Keperawatan Kesehatan Masyarakat

dalam Asuhan Keperawatan Klien Gagal Ginjal Kronis dengan

Hemodialisis di Ruang Penyakit Dalam RSUP Fatmawati Jakarta

Jumlah klien gagal ginjal kronis terus meningkat setiap tahunnya dan banyak dialami

oleh masyarakat yang tinggal di daerah perkotaan. Penulisan karya ilmiah ini

bertujuan untuk menggambarkan asuhan keperawatan yang yang diberikan pada

pasien gagal ginjal kronis yang menjalani hemodialisis. Masalah dalam studi kasus

ini meliputi kelebihan volume cairan, perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh,

ketidakefektifan pola napas, ketidakefektifan pemeliharaan kesehatan dan intoleransi

aktifitas. Setelah dilakukan asuhan keperawatan, hasilnya menunjukkan bahwa tidak

semua masalah keperawatan yang dialami oleh pasien GGK yang mengalami

hemodialisis terselesaikan sepenuhnya. Karya tulis ini dapat dijadikan acuan dalam

pemberian asuhan keperawatan kepada klien dengan gagal ginjal kronis.

Kata kunci: gagal ginjal kronis, hemodialisis, masyarakat perkotaan

Page 9: PR-Agnes N Sebayang.pdf

viii

ABSTRACT

Name : Agnes Natalia Sebayang

Study Program: Profession in nursing study

Title : Clinical Analysis in Urban Area of Nursing Care in Chronic Kidney

Disease Patient with Hemodialysis at RSUP Fatmawati Jakarta

The number of chronic kidney disease have been increase every year, especially in

urban area. The aims of this paper is to describe the nursing care that given to patients

with chronic kidney kidney disease undergoing the hemodialysis. Various nursing

problem common in Chronic kidney disease on hemodialysis, such us fluid volume

excess, altered nutrition: less than body requirements, ineffective self care, and

intolerancy activity. The result of this paper shows that not all of the nursing problem

in chronic kidney disease patient who undergoing the hemodialysis is fully resolved.

This paper could be as a recommendation for the other to give nursing care in chronic

kidney disease pastient.

Key words: Chronic kidney disease, hemodialysis, urban

Page 10: PR-Agnes N Sebayang.pdf

ix

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL .................................................................................................... i

HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS ......................................................... ii

HALAMAN PENGESAHAN ...................................................................................... iii

KATA PENGANTAR ................................................................................................. iv

HALAMAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH ................................ vi

ABSTRAK ................................................................................................................... vii

DAFTAR ISI ................................................................................................................ ix

BAB 1 PENDAHULUAN .......................................................................................... 1

1.1 Latar Belakang ................................................................................................. 1

1.2 Perumusan Masalah ......................................................................................... 4

1.3 Tujuan Penulisan .............................................................................................. 4

1.4 Manfaat Penulisan ............................................................................................ 5

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ................................................................................. 7

2.1 Konsep Keperawatan Kesehatan Masyarakat Perkotaan ................................. 7

2.2 konsep Keperawatan Model Adaptasi Roy ...................................................... 8

2.2 Gagal Ginjal Kronik ......................................................................................... 9

2.3 konsep Hemodialisis ........................................................................................ 10

2.4 Perawatan Akses Dialisis ................................................................................. 12

BAB 3 LAPORAN KASUS KELOLAAN UTAMA ............................................... 14

3.1 Gambaran Kasus .............................................................................................. 14

3.2 Pengkajian ....................................................................................................... 14

3.3 Analisis Data .................................................................................................... 16

3.4 Diagnosis Keperawatan .................................................................................... 17

3.5 Perencanaan Intervensi Keperawatan .............................................................. 18

3.6 Implementasi dan Evaluasi .............................................................................. 20

BAB 4 ANALISIS SITUASI ...................................................................................... 23

4.1 Profil Lahan Praktik ......................................................................................... 23

4.2 Analisis Masalah Keperawatan dengan Konsep Terkait KKMP dan

Konsep Kasus Terkait ...................................................................................... 24

4.3 Analisis Salah Satu Intervensi dengan Konsep dan Penelitian Terkait............ 27

4.4 Alternatif Pemecahan yang Dapat Dilakukan .................................................. 28

BAB 5 PENUTUP ....................................................................................................... 30

5.1 Kesimpulan ...................................................................................................... 30

5.2 Saran ................................................................................................................. 31

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................. 32

LAMPIRAN

Page 11: PR-Agnes N Sebayang.pdf

x

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Catatan Perkembangan

Lampiran 2 SAP

Page 12: PR-Agnes N Sebayang.pdf

1 Universitas Indonesia

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Jumlah penderita gagal ginjal kronis terus meningkat setiap tahunnya. Jumlah

penderita gagal ginjal kronis di Amerika Serikat meningkat secara signifikan:

sebanyak 2.7% dari jumlah penduduk mengalami GGK pada tahun 2000, sedangkan

tahun 2009 mencapai angka 8.3% dari jumlah penduduk dalam rentang usia 20

hingga 65 tahun (Berry, 2011). Depkes RI (2004) menyatakan bahwa setiap satu juta

penduduk teradapat 200-300 penderita GGK di Indonesia. Penyakit gagal ginjal

kronis menempati urutan keenam penyebab kematian klien yang di rawat di rumah

sakit Indonesia (Depkes, 2006). PT ASKES sebagai salah satu perusahaan asuransi

kesehatan milik Negara, menyatakan bahwa pada tahun 2013 ini tercatat sekitar 14,3

juta orang penderita penyakit ginjal tingkat akhir (PGTA) yang saat ini menjalani

pengobatan di kota-kota besar khususnya Jakarta yaitu dengan prevalensi 433 per

jumlah penduduk. Prevalensi penderita gagal ginjal kronis ini meningkat setiap

tahunnya dan banyak terjadi pada masyarakat perkotaan.

Perubahan gaya hidup masyarakat perkotaan memicu munculnya berbagai penyakit

degeneratif. Dari segi pekerjaan, saat ini banyak pekerjaan yang menuntut seseorang

untuk duduk di ruangan ber-AC dalam waktu yang lama dan malas untuk minum

karena merasa tidak haus. Padahal udara AC yang kering menyebabkan kita menjadi

kekurangan cairan tanpa kita sadari. Pola hidup kurang gerak dan kurang minum ini

semakin meningkatkan resiko terkenanya penyakit batu saluran kemih (Depkes,

2011). Hal ini sering terjadi di kota-kota besar di Indonesia khususnya daerah jakarta

dan sekitarnya. Sejumlah perilaku seperti konsumsi makanan dengan kadar lemak

jenuh tinggi, kebiasaan merokok, kurang berolahraga dan tingkat stress yang tinggi

menjadi bagian dari gaya hidup diperkotaan yang menjadi pemicu penyakit

degeneratif (Reamcle & Reusens, 2004). Faktor-faktor inilah yang mampu memicu

timbulnya bergai penyakit degeneratif yang dapat menyerang fungsi organ tubuh.

Page 13: PR-Agnes N Sebayang.pdf

2

Universitas Indonesia

Penyakit degeneratif menjadi salah satu penyebab penyakit gagal ginjal kronis.

Penyakit degeneratif yang menjadi penyebab gagal ginjal terbanyak adalah Diabetes

mellitus dan hipertensi. Lewis & Sharon (2007) menyatakan bahwa dua penyakit

yang terbanyak penyebab gagal ginjal kronis adalah hipertensi dan diabetes mellitus.

merupakan dua penyebab terbesar dari penyakit ginjal tahap akhir. Lebih dari 45%

penderita gagal ginjal kronis yang menjalani hemodialisis disebabkan oleh nefropati

diabetikum (Ignatavicius & Workman, 2009). Seiring dengan peningkatan prevalensi

penderita gagal ginjal kronis, penyakit degeneratif seperti diabetes mellitus juga

mengalami peningkatan.

Peningkatan prevalensi diabetes mellitus terjadi akibat adanya perubahan gaya hidup.

Kurangnya ativitas fisik, perobahan gaya hidup menjadi kebarat-baratan, dan

perubahan pola makan menjadi rendah serat dan tinggi kalori dapat memicu

terjadinya diabetes mellitus tipe 2 (Goldstein, Muller, 2008). Penelitian yang

dilakukan di Mauritius membuktikan bahwa perubahan gaya hidup dan peningkatan

kemakmuran suatu bangsa dapat meningkatkan pervalensi diabetes. Mauritius adalah

suatu Negara kepulauan yang penduduknya terdiri dari berbagai kelompok etnik.

Dalam penelitian ini didapatkan data bahwa bangsa-bangsa India, China, dan Creole

(campuran Afrika, Eropa, dan India) memiliki prevalensi diabetes mellitus jauh lebih

tinggi dibandingkan dengan daerah asalnya. Hal ini disebakan karena keadaan

ekonomi di Mauritius untuk golongan etnik tersebut jauh lebih baik dibandingkan

dengan daerah asalnya (Suryono, 2009). The United States Renal Data Sistem tahun

2001 dari 82.692 pasien yang menjalani terapi hemodialisis ataupun transplantasi

ginjal, sebanyak 46.2% disebabkan oleh diabetes. Dari data-data diatas dapat

disimpulkan bahwa, gagal ginjal kronis ini menjadi salah satu masalah perkotaan

dengan jumlah yang besar dan membutuhkan berbagai penatalaksanaan medis

maupun keperawatan.

Page 14: PR-Agnes N Sebayang.pdf

3

Universitas Indonesia

Salah satu penanganan medis klien dengan gagal ginjal kronis yaitu hemodialisis.

Hemodialisis dilakukan melalui mesin yang terdiri dari membran semipermiabel

dengan darah di satu sisi dan cairan dialisis disisi lain (Price, 2006). Hemodialisis

biasanya dilakukan 1-2 kali dalam seminggu secara terus menerus. Hemodialisis ini

dilakukan untuk menggantikan fungsi ekskresi ginjal dalam membuang sisa-sisa

metabolisme seperti ureum dan kreatinin (Lewis & Sharon, 2007). terapi pengganti

fungsi ginjal ini tidak mampu mengimbangi hilangnya aktivitas metabolik atau

endokrin ginjal serta dampak dari gagal ginjal, sehingga harus dilakukan terus

menerus sepanjang hidupnya. Smeltzer (2008) menyatakan bahwa bahwa terapi

hemodialisis merupakan upaya untuk mencegah kematian atau memperpanjang usia.

Oleh karena itu, terapi dialisis ini harus dilakukan terus menerus dan banyak diminati

oleh pasien yang mengalami gagal ginjal kronik.

Prevalensi hemodialisis pada pasien gagal ginjal kronis terus meningkat setiap tahun.

Di Amerika Serikat, prevalensi penderita gagal ginjal kronis sebanyak 300 ribu dan

yang melakukan hemodialisis sebanyak 220 ribu orang. United Kingdom Alliance

(2001) menyatakan bahwa terdapat 230 orang per satu juta penduduk inggris (0.03%)

menderita gagal ginjal kronis dan sebanyak 60.4% dari penderita tersebut memilih

hemodialisis sebagai terapi ginjal (Thomas, 2002). Indonesia Renal Registry,

memaparkan bahwa terjadi peningkatan pasien yang menjalani hemodialisis sebesar

5,2%, dari 2148 orang pada tahun 2007 menjadi 2260 orang pada tahun 2008

(soelaiman, 2009). Penatalaksanaan terpai pengganti ginjal ini harus dilakukan secara

kontinu dan memperhatikan berbagai prinsip aseptic untuk mencegah terjadinya

komplikasi.

Berbagai permasalahan dan komplikasi dapat terjadi pada pasien yang menjalani

proses hemodialisis. Brunner&Suddarth (2002) mengatakan komplikasi yang terjadi

pada pasien hemodialisis bisa didapatkan melalui proses hemodialisis itu sendiri

maupun akses intravena yang terpasang untuk hemodialisis. Salah satu penyebab

kematian diantara pasien-pasien yang menjalani hemodialisis kronis adalah penyakit

Page 15: PR-Agnes N Sebayang.pdf

4

Universitas Indonesia

kardiovaskuler arteriosklerotik. Sedangkan komplikasi yang biasanya muncul pada

post operasi pemasangan akses intravena adalah infeksi, hematoma, thrombosis,

aneurisma, ataupun mati total (Thomas, 2002). Selain komplikasi dari hemodialisis

sendiri, klien gagal ginjal seringkali kembali ke rumah sakit karena berbagai

permasalahan. Masalah keperawatan yang biasanya muncul pada klien gagal ginjal

dengan hemodialisis meliputi kelebihan volume cairan, peubahan nutrisi: kurang dari

kebutuhan tubuh. kurang pengetahuan tentang kondisi dan program penanganan serta

intoleransi aktifitas.

Mahasiswa sebagai salah satu agen perubahan berupaya untuk menerapkan asuhan

keperawatan susai dengan evidence base learning. Standar praktik asuhan

keperawatan menurut doenges (2000) meliputi pengkajian, diagnosis, identifikasi

hasil, perencanaan, implementasi, dan evaluasi. Dalam melaksanakan praktik KKMP,

mahasiswa memberi asuhan keperawatan terhadap pasien mulai dari pengkajian

hingga evaluasi. Pengkajian yang tepat akan menemukan berbagai masalah

keperawatan, salah satunya adalah ketidakefektifan manajemen kesehatan diri. Dari

data pengkajian tersebut, dapat teridentifikasi data demografi, kondisi fisik seperti

status nutrisi, situasi ekonomi, situasi sosial maupun status emosional yang dapat

mempengaruhi kefektifan manajemen kesehatan diri pasien. Setelah pengkajian,

perawat menegakkan diagnosis terkait ketidakefektifan manajemen kesehatan diri,

yang selanjutnya dibuat perencanaan dan implementasi dengan tujuan utama

mencakup upaya pencapaian manajemen kesehatan diri. Intervensi yang telah

disusun, diharapkan mampu memotivasi klien untuk mampu memanajemen

kesehatan dirinya sehingga tidak terjadi komplikasi (Brunner&Suddarth, 2002)

1.2 Perumusan masalah

Jumlah penderita gagal ginjal kronis terus meningkat setiap tahunnya dan banyak

dialami oleh masyarakat yang tinggal di daerah perkotaan. Penderita gagal ginjal

kronis membutuhkan berbagai penanganan medis maupun keperawatan untuk

mengatasi masalahnya. Salah satu penanganan medis klien dengan gagal ginjal kronis

Page 16: PR-Agnes N Sebayang.pdf

5

Universitas Indonesia

yaitu hemodialisis. terapi pengganti fungsi ginjal ini tidak mampu mengimbangi

hilangnya aktivitas metabolik atau endokrin ginjal serta dampak dari gagal ginjal,

sehingga harus dilakukan terus menerus sepanjang hidupnya. Berbagai permasalahan

muncul pada pasien gagal ginjal walaupun sudah menjalani terapi hemodialisis.

Berdasarkan hal tersebut, penulis tertarik untuk mendeskripsikan asuhan keperawatan

yang diberikan kepada pasien dengn Gagal Ginjal Kronis yang sedang menjalani

hemodialisis didaerah perkotaan.

1.3 Tujuan Penulisan

1.3.1 Tujuan Umum

Tujuan umum dari penelitian ini adalah memberikan gambaran asuhan keperawatan

yang telah diberikan kepada pasien Gagal Ginjal Kronis dengan hemodialisis di

daerah perkotaan

1.3.2 Tujuan Khusus

Tujuan khusus dari penulisan karya ilmiah ini adalah terdeskripsinya:

1. Gambaran kondisi masyarakat perkotaan yang mengalami penyakit Gagal Ginjal

Kronis dengan hemodialisis

2. Masalah keperawatan yang dialami pasien Gagal ginjal Kronis dengan

Hemodialisis di daerah perkotaan

3. Intervensi keperawatan yang dilakukan berdasarkan konsep dan penelitian terkait

Gagal ginjal Kronis dengan Hemodialisis di daerah perkotaan

1.4 MANFAAT PENULISAN

1.4.1. Bagi mahasiswa

Mahasiswa mampu menerapkan asuhan keperawatan yang telah diberikan kepada

pasien Gagal Ginjal Kronis dengan hemodialisis di daerah perkotaan yang menjalani

perawatan di Rumah Sakit Fatmawati

Page 17: PR-Agnes N Sebayang.pdf

6

Universitas Indonesia

1.4.2 Bagi institusi keperawatan

Karya tulis ini bermanfaat untuk menambah data dan kepustakaan yang berkaitan

dengan perawatan asuhan keperawatan pasien dengan Gagal Ginjal Kronis (GGK)

dengan hemodialisis di daerah perkotaan

1.4.3 Bagi perawat

Karya tulis ini bermanfaat untuk meningkatkan pengetahuan perawat dalam

menerapkan asuhan asuhan keperawatan pasien dengan Gagal Ginjal Kronis (GGK)

dengan hemodialisis di daerah perkotaan

Page 18: PR-Agnes N Sebayang.pdf

7 Univeritas Indonesia

BAB II

TINJAUAN TEORI

2. 1 Kesehatan Masyarakat Perkotaan

Kota merupakan pusat pemukiman dan pemanfaatan bumi oleh manusia.

Masyarakat perkotaan memiliki pertumbuhan yang cepat. Masyarakat perkotaan

sering disebut juga dengan urban community.Pertumbuhan penduduk kota di dunia

masih menunjukkan lonjakan yang cukup tinggi, terutama penduduk kota di Negara-

negara berkembang. Badan Pusat Statistik memperkirakan, jumlah penduduk

Indonesia pada 2010 mencapai 234,2 juta atau naik dibanding jumlah penduduk

2000 yang mencapai 205,1 juta jiwa. Dari jumlah itu, sekitar 121 juta jiwa atau

60,1 persen tinggal di Pulau Jawa sehingga menjadikan pulau itu sebagai yang

terpadat di Indonesia, yaitu mencapai tingkat kepadatan 103 jiwa per km2

(Kompas.Com). pertumbuhan penduduk yang pesat ini, juga harus diikuti dengan

peningkatan derajat kesehatan masyarakat.

Profesi keperawatan memiliki andil yang besar dalam meningkatkan derajat

kesehatan masyarakat, khususnya di daerah perkotaan. Effendi (1998)

menyebutkan ruang lingkup praktek keperawatan kesehatan masyarakat meliputi

upaya-upaya peningkatan kesehatan (promotif), pencegahan (preventif),

pemeliharaan kesehatan dan pengobatan (kuratif), pemulihan kesehatan

(rehabilitasi) serta mengembalikan dan memfungsikan kembali baik individu,

keluarga dan kelompok-kelompok masyarakat ke lingkungan sosial dan

masyarakatnya (resosialitatif). Upaya tersebut dilakukan dalam rangka

membentuk individu pada fungsi sehat atau maksimal. Tentunya dengan mengkaji

dan mempertimbangkan kebiasaan, gaya hidup, koping individu, koping keluarga,

kemampuan keluarga dari segi ekonomi maupun dari segi pendidikan.

Page 19: PR-Agnes N Sebayang.pdf

8

Univeritas Indonesia

Keperawatan dalam konteks masyarakat perkotaan dikaji dalam berbagai aspek.

Salah satu teori yang dikemukakan oleh J.L. Pender (1982) berfokus pada tiga hal

(Allender & Spradley, 2001), antara lain:

1. Karakteristik individu dan Pengalaman

Beberapa hal yang terkait karakteristik individu dan pengalaman yaitu faktor

biologis meliputi umur, jenis kelamin, kekuatan, indeks massa tubuh,

kelincahan maupun keseimbangan; faktor psikologis meliputi motivasi diri,

harga diri, nilai dan keyakinan; serta sosial budaya meliputi ras, etnis,

pendidikan serta status sosial-ekonomi.

2. Sikap dan perilaku terkait serta akibatnya

Sikap dan perilaku meliputi subyektivitas baik positif maupun negatif saat

sebelum, saat terjadi serta sesudah perilaku dilakukan. Selain itu juga

dipengaruhi hubungan interpersonal meliputi norma, dukungan (keluarga,

teman sebaya maupun layanan kesehatan) dan role model.

3. Hasil dari perilaku

Hasil perilaku ini yang kemudian dievaluasi untuk membentuk kembali

perspektif positif dan negatif yang kemudian menjadi keyakinan.

2.2 Konsep Keperawatan Model Adaptasi Roy

Pelaksanaan praktek keperawatan professional berlandaskan berbagai teori

maupun model pendekatan yang meliputi berbagai dimensi. Marriner &

Alligood (2006) mengelompokkan sejumlah teori ke dalam nursing models,

grand theory, nursing theoris. Salah satu teori dalam model pendekatan

keperawatan adalah teori model keperawatan Callista Roy. Teori ini merupakan

model dalam keperawatan yang menguraikan bagaimana individu mampu

meningkatkan kesehatannya dengan cara mempertahankan perilaku secara

adaptif serta mampu merubah perilaku yang maladaptif. Dalam proses adaptasi

ini, Roy memandang manusia secara holistic, yang merupakan satu kesatuan.

Melalui model adaptasi Roy, perawat dapat meningkatkan penyesuaian diri

pasien dalam menghadapi tantangan yang berhubungan dengan sehat sakit,

Page 20: PR-Agnes N Sebayang.pdf

9

Univeritas Indonesia

meningkatkan penyesuaian diri pasien menuju adaptasi dalam menghadapi

stimulus.

Proses keperawatan dalam model adaptasi Roy dimulai dari mengkaji perilaku

dan faktor-faktor yang mempengaruhi, mengidentifikasi masalah, menetapkan

tujuan, dan mengevaluasi hasil.

2.3 Gagal Ginjal Kronik

2.2.1 Pengertian, klasifikasi, dan etiologi

Gagal ginjal kronis merupakan suatu penurunan fungsi jaringan ginjal secara

progresif sehingga masa ginjal yang masih ada tidak mampu lagi mempertahankan

lingkungan internal tubuh (Black &Hawks, 2005). Penurunan fungsi ginjal yang

progresif ini terjadi secara irreversible atau tidak dapat pulih kembali, sehingga tubuh

tidak mampu memelihara metabolisme dan keseimbangan cairan dan elektrolit.

Penderita yang sudah berada pada suatu derajat atau stadium tertentu memerlukan

terapi pengganti ginjal yang tetap. Terapi tersebut dapat berupa dialysis ataupun

transplantasi ginjal (Smeltzer, et al. 2008)

GGK dapat disebabkan oleh berbagai penyakit. GGK berawal dari diabetic nefropati

(45%), penyakit hipertensi (27%), infeksi ginjal atau glomerulonefritis (8.5%),

penyakit ginjal bawaan atau polisiklik (3%) ataupun penyakit lainnya (Lewis &

Sharon, 2007). Hipertensi dan diabetes mellitus merupakan dua penyebab terbesar

dari penyakit ginjal tahap akhir, sedangkan yang lainnya adalah penyakit infeksi

(glomerulonefritis, pyelonefritis, TBC), penyakit vascular sistemik (hipertensi

renovaskular intrarenal dan ekstrarenal), nefrosklerosis, hiperparatiroidisme, penyakit

tubuler, keracunan logam berat, kalium deflesi kronis, penyakit saluran kencing

(Ignatavicius & Workman, 2009).

Page 21: PR-Agnes N Sebayang.pdf

10

Univeritas Indonesia

2.2.2 Manifestasi klinis

Manifestasi klinis yang timbul dari penyakit Gagal Ginjal Kronis melipuit berbagai

system. Pada system gastrointestinal, manifestasi klinis yang muncul adalah

anoreksia, nausea, vomitus, mulut berbau ammonia, cegukan, dan gastric erosif.

Gangguan yang muncul pada sistem integumen meliputi kulit berwarna pucat dan

kekuningan, gatal-gatal, serta ekimosis. Sistem peredaran darah terjadi gangguan

fungsi trombosit, trombositopenia, dan anemia. Pada sistem kardiovaskeler terjadi

hipertensi, perikarditis, gagal jantung, gangguan irama jantung, Gangguan yang

tampak pada sistem resproduksi adalah penurun, gangguan menstruasi, dan

amenorhe. Selain itu, manifestasi klinis khas yang biasanya tampak pada penderita

GGK adalah penurunan imunitas, sesak nafas, bengkak pada kaki, tangan, dan wajah

(Ignatavicius & Workman, 2009).

2.3 Konsep hemodialisis

Salah satu cara yang dapat digunakan untuk mengeluarkan produk sisa metabolisme

tubuh pada pasien dengan Gagal Ginjal Kronik adalah dengan hemodialisis. Menurut

Suryono (2004), hemodialisis adalah lintasan darah melalui selang di luar tubuh ke

ginjal buatan untuk membuang kelebihan zat terlarut dan cairan yang terjadi selama

metabolisme. Hemodialisis merupakan terapi untuk memperpanjang hidup pada

sekitar 1.2 juta penderita ginjal kronis di seluruh dunia. Terapi ini menggantikan

fungsi detoksifikasi ginjal dengan tetap menjaga keseimbangan elektrolit dan asam

basa. Frekuensi pasien melakukan hemodialisis bervariasi, dan berkisar 2-3 kali

dalam seminggu dengan lamanya mesin hemodialisis berjalan antara 4-6 jam,

tergantung dari jenis sistem dialiser atau ginjal buatan yang digunakan dan keadaan

pasien (Tierney. et all, 1993).

Hemodialisis dilakukan dengan mengalirkan darah ke dalam suatu tabung ginjal

buatan yang disebut dialiser.yang terjadi secara difusi dan ultrafiltrasi, dan kemudian

darah dialirkan kembali ke dalam tubuh pasien. Proses terjadinya difusi dipengaruhi

oleh suhu, viskositas, dan ukuran dari molekul. Saat darah dipompa melalui dialyser,

Page 22: PR-Agnes N Sebayang.pdf

11

Univeritas Indonesia

maka membran akan mengeluarkan tekanan positifnya, sehingga tekanan di ruangan

yang berlawanan dengan membran menjadi rendah. Hal ini mengakibatkan cairan dan

larutan dengan ukuran kecil bergerak dari daerah yang bertekanan tinggi menuju

daerah yang bertekanan rendah (tekanan hidrostatik). Karena adanya tekanan

hidrostatik tersebut, maka cairan dapat bergerak menuju membran semi permeable.

Proses ini diebut dengan ultrafiltrasi. Segera setelah dialysis dilakukan, berat badan

pasien ditimbang, dilakukan pemeriksaan tanda vital, dan pengambilan. Hemodialisis

memerlukan akses ke sirkulasi darah pasien, yamg dimana terjadi suatu mekanisme

untuk membawa darah pasien dari dan ke dializer (Baradero, 2009).

Keberhasilan suatu hemodialisis tergantung pada keadekuatan aliran darah yang

melalui dialyser. Menurut Thomas (2002) terdapat 2 kategori tempat inserting

hemodialysis:

1. Melalui perkutaneus

Akses perkutaneus dilakukan dengan menggunakan kanula atau kateter yang

dimasukkan ke vena besar. Kateter ini digunakan untuk sementara apabila

anastomosis fistula belum matang. Pembuluh darah vena yang dapat

digunakan yaitu subklavia, femoralis, dan vena jugularis interna. Pemasangan

kateter dapat berupa satu atau dua lumen yang dimasukkan dengan

menggunakan anastesi local ataupun general. Peran perawat dalam hal ini

yaitu, dapat memberikan pendidikan kesahatan, memelihara kepatenan letak

kateter, mencegah terjadinya infeksi dan memberikan perawatan jika terjadi

infeksi. Perawat harus sangat ketat dalam melakukan monitoring untuk

mencegah terjadinya infeksi. Untuk itu, harus selalu dilakukan observasi

tanda-tanda infeksi seperti ada tidaknya bengkak, kemerahan ataupun eksudat

pada luka tempat insersi. Luka tempat penusukan ditutup dengan kasa yang

tidak terlalu basah atau terlalu kering (Thomas, 2002)

2. Arterioveousus fistulae (AVF) dan arteriovenousus graft

Arterioveousus fistulae (AVF) dikerjakan melalui prosedur operasi

anastomosis antara arteri brakialis dan vena sefalika pada tangan kiri pasien.

Page 23: PR-Agnes N Sebayang.pdf

12

Univeritas Indonesia

AVF dapat dilakukan 3-4 bulan sebelum hemodialisis diberikan dengan

tujuan agar terjadi proses kematangan jaringan pada dearah anastomosis saat

hemodialisis dilakukan.perawatan perioperatif pada AVF yaitu perawat

memberikan kesempatan kepada pasien untuk berpartisipasi selama

pelaksanaan dan memberikan penjelasan selengkap-lengkapnya terkait

prosedur pembedahan dan perawatan yang dilakukan setelah tindakan

anastomosis dilakukan. Perawat juga diharapkan mampu memfasilitasi pasien

untuk bertemu dengan pasien lain yang telah berpengalaman dengan

pemasangan AVF.

2.4 Perawatan Akses Dialisis

Untuk mempertahankan kepatenan akses dialysis perlu perawatan. Tujuan

dilakukannya perawatan AVF adalah untuk mempertahankan kepatenan akses untuk

dialysis dan mendeteksi adanya komplikasi tempat akses hemodialisis yang berkaitan

dengan infeksi, sumbatan, atau terputusnya kanula. Selain itu, penting dilakukan

pengkajian pada area AVF baik oleh perawat maupun pasien dirumah agar dapat

selalu memantau kepatenan fistula. Pengkajian pada akses dialysis ini berfokus pada

pulsasi nadi distal dari fistula, thrill, dan bruit (John, 2000). Selain itu, penting untuk

mengevaluasi warna, suhu, serta ada tidaknya nyeri pada ekstremitas yang diakses

(Jhonson, 2005)

Kriteria evaluasi dari kepatenan suatu fistula adalah terdengarnya bruit pada

auskultasi dan thrill teraba pada palpasi. Bruit merupakan bunyi atau bising yang

terdengar di dalam pembuluh darah karena meningkatnya turbulensi (Swartz, 1995).

Thrill adalah sensasi getaran superficial yang teraba pada kulit diatas daerah

turbulensi. Thrill paling baik diraba dengan menggunakan kepala tulang metacarpal,

bukan dengan ujung jari, dan ditekankan dengan sangat ringan pada kulit (Swartz,

1995). Bruit maupun thrill yang terjadi pada arterivenous terjadi secara kontinu

(Bluth, 2008). Untuk mengevaluasi bruit dan thrill, dapat dilakukan dengan

Page 24: PR-Agnes N Sebayang.pdf

13

Univeritas Indonesia

menempatkan tiga ujung jari diatas sisi akses dan kaji terhadap vibrasi yang timbul

serta timbulnya rasa hangat atupun dingin pada ekstremitas tesebut.

Selama periode pascaoperasi arteriovenous, informasikan klien, keluarga, dan staff

tentang instruksi perawatan berikut:

– Jangan memberikan tekanan atau meletakkan benda berat di atas ekstremitas

– Hindari pembatasan aliran darah pada area ektremitas yang terpasang

arteriovenous akibat pakaian ketat, jam tangan, pita nama, stoking yang

melewati lutut, kaus kakai antimetabolik, restrain, dan sebagainya

– informasikan kepada klien maupun pemberi perawatan terkait instruksi

perawatan untuk tidak mengukur tekanan darah atau prosedur lain yang dapat

menyumbat aliran darah serta untuk tidak melakukan pungsi vena atau

prosedur tindakan invasive yang melibatkan penusukan jarum pada area

tersebut

– rubber ball exercise. Merupakan salah satu cara yang dapat digunakan untuk

mempercepat pematangan AVF. Latihan ini mampu meningkatkan aliran

darah melalui arteriovenous, sehingga dapat mencegah terjadinya komplikasi

lanjut pada akses dialysis. Latihan ini sebaiknya dilakukan sebanayak 10 kali

dalam sehari jika AVF belum siap dih=gunakan, atau 3-4 kali sehari jika AVF

sudah dapat digunkan sebagai akses dialysis (Lewis & Sharon, 2007)..

Page 25: PR-Agnes N Sebayang.pdf

14 Universitas Indonesia

BAB III

ASUHAN KEPERAWATAN

Klien kelolaan yang dijadikan studi kasus dengan Gagal Ginjal Kronik mulai

dilakukan perawatan secara holistik oleh mahasiswa, khususnya penerapan rubber

ball exercise sejak tanggal 09 Mei 2013 di salah satu Rumah Sakit di Jakarta. Dalam

BAB ini akan dibahas secara keseluruhan asuhan keperawatan yang telah diberikan,

mulai dari pengkajian, rencana keperawatan, diangnosa keperawatan, implementasi,

dan evaluasi dari tindakan yang telah dilakukan.

3.1 Gambaran Kasus

Pengkajian dilaksanakan pada tanggal 09 Mei 2013. Seorang pria (Tn.SW) dengan

usia 43 Tahun, suku Jawa, memeluk agama Islam. Jenjang pendidikan terakhir adalah

SMA, pekerjaan sehari-hari adalah supir. Alamat tempat tinggal klien: Jalan Karang

Tengah, Tanggal masuk rumah sakit: 26 April 2013, Diagnosa Medis: CKD on HD.

Klien dibawa ke Rumah Sakit karena bengkak di tangan serta kaki, batuk dan sesak

napas yang semakin bertambah berat sejak 3 hari sebelum masuk RS. Sesak yang

dirasakan menetap dan bertambah berat saat beraktivitas. Selain itu, klien juga

merasakan mual, muntah, perut begah sejak 3 hari SMRS. Sebelum masuk RS, klien

sempat muntah 5 kali dalam sehari dan malas makan. Klien putus HD sejak 1 bulan

yang lalu karena tidak ada tempat.

3.2 Pengkajian

Riwayat Kesehatan Sebelumnya: klien memiliki riwayat diabetes Mellitus dengan

gula yang terkontrol saat ini dan pernah dilakukan debridement pada kaki kiri sekitar

3 tahun yang lalu. Klien juga mimiliki riwayat batu ginjal sekitar 5 tahun yang lalu,

sudah diangkat dan tidak kambuh lagi hingga saat ini. Memiliki riwayat keluarga

dengan hipertensi, yakni Ibu dan kedua kakaknya. Klien juga memiliki riwayat

hipertensi sejak 10 tahun yang lalu dan juga. memiliki riwayat merokok sejak SMP

Page 26: PR-Agnes N Sebayang.pdf

15

Universitas Indonesia

dan sudah berhenti sejak setahun yang lalu. Klien mangatakan Sebelumnya klien juga

pernah dirawat dirumah sakit dengan kondisi yang hampir serupa.

Data umum kesehatan saat ini: Keluhan utama: sesak napas yang hilang timbul,

mual (+), muntah (+), Keadaan umum: klien terbaring semifowler, kesadaran

composmentis dengan GCS 15, terpasang Vemvlon pada tangan kanan dan AVF

cimino di tangan kiri, TTV: suhu 36,20C per aksila, TD: 130/90 mmHg lengan kanan

dengan posisi berbaring, Nadi: 92x/menit teratur dan kuat, RR: 24x/menit, TB 162

cm dan BB 50 kg.

Pemeriksaan fisik: Kulit, rambut, dan kuku: Kulit bersih dan agak pucat, rambut

bersih tidak rontok, kuku terpotong rapi. Kepala dan leher: tidak ada edema,

konjungtiva anemis, sclera putih, pupil isokor, penglihatan: dalam batas normal, tidak

ada pembesaran kelenjar tiroid, tidak ada distensi vena jugularis. Telinga: Bersih,

tidak ada cairan, tidak ada serumen, pendengaran dalam batas normal. Mulut, hidung

dan tenggorokan: bersih, tidak ada caries gigi, tidak ada sekret, tidak memakai alat

bantu, pengecapan dalam batas normal hidung tampak simetris, tidak ada polip.

Toraks dan paru-paru: penggunaan otot bantu pernafasan (+),pergerakkan dada

simetris kanan dan kiri, bunyi napas vesikuler, traktil fremitus melemah pada bagian

apeks, perkusi: pekak di apeks, rhonki basah bilateral, wheezing bilateral (+), bentuk

dada simetris. Kardiovaskular: dada simetris, CRT < 3 detik, akral dingin, thrill (+),

bunyi jantung normal Lup (S1) dan dup (S2), tidak ada bising jantung, Abdomen:

abdomen simetris, turgor kulit lempap, bising usus 10x/menit, abdomen supel, tidak

ada nyeri tekan, mual (+).Muskuloskeletal dan Ekstremitas: kemampuan pergerakan

sendi bebas, tidak ada parese, tidak ada kelainan bentuk tulang dan otot, postur tubuh

tegap, edema ekstremitas bawah sebelah kanan (pitting edema +1)Refleks Patella

positif kiri dan kanan, diaphoresis (+) tidak ada varises, tidak edema ekstremitas atas

dan bawah, tidak ada tanda Homan’s. Eliminasi: BAB 1 kali konsistensi lunak,

berwarna kuning, BAK spontan, produksi urine: 500ml. Istirahat dan kenyamanan:

mengatakan terkadang tidak bisa tidur dimalam hari jika sesak timbul, terutama jika

Page 27: PR-Agnes N Sebayang.pdf

16

Universitas Indonesia

tidur tidak pakai bantal. Mobilisasi dan latihan: mobilisasi hanya disekitar tempat

tidur, dan terkadang mengobrol dengan teman sekamar. Aktivitas: sebelum masuk

Rumah sakit, klien bekerja di perusahaan travel sebagai supir antar kota selama

kurang lebih 10 tahun. Selama bekerja menjadi supir, klien mengaku jarang minum

air putih, dan lebih sering mengonsumsi minuman berenergi. Minuman berenergi

yang biasa dikonsumsi oleh klien adalah ekstrajoss, kukubima energi, khususnya

kratingdaeng minimal 3 kali sehari yang diselingi dengan minum kopi dan merokok.

Jika sedang menyetir, klien biasanya menahan BAK hingga sampai ditujuan agar bisa

menghemat waktu. Selama di rumah sakit, berbagai aktivitas sehari-hari dilakukan

sendiri atau dibantu oleh istri jika sedang berada di Rumah Sakit.

Nutrisi dan cairan: merasa mual dan muntah (+), nafsu makan menurun, makan

3x/hari 1/2 porsi habis (1200 kkal diet ginjal rendah protein), jenis menu makanan:

nasi, sayur, lauk-pauk, dan buah. Minum 1 botol aqua sedang, yakni sebanyak 500 cc

sesuai dengan jatah harian. Intake cairan: intake infus 24 jam: -, intake oral 600 cc,

output urine 800 ml, Insible Water Loss (IWL): 750 cc, balance: -950cc/24jam.

Pemeriksaan penunjang: Hematologi lengkap: Hemoglobin:6.1mg/dL (N: 12-15),

Hematokrit: 20% (N: 36-46), Leukosit: 212.6 103/uL (5-10), Trombosit: 680 (150-

400), Fungsi hati: SGOT 26, SGPT 49, fungsi ginjal: Ureum darah 193, kreatinin 4.2.

AGD: PH 7.344 (7.37-7.44), PCo2 20.3 (N=35.0-45.0), PO2 127 (N= 83-108), HCO3

10.8 (21.0-28.0), Sat O2 98.5 (N= 95-99%)

Hasil USG thoraks 09 Mei 2013, tampak efusi pleura kanan dengan estimasi 1.500

cc. hasil USG abdomen 07 Maret 2013, tampak penumpukan cairan di Cavum pleura

bilateral, tampak penumpukan cairan di perivesika. Kesan USG abdomen: Chronic

Renal Disease bilateral, ascites, Efusi pleura bilateral.

3.3 Analisis Data

Hasil pengkajian didapatkan beberapa masalah keperawatan yaitu masalah aktual,

resiko. Masalah keperawatan yang pertama: ketidakefektifan pola napas. DS: Tn. SW

mengatakan sesak napas yang berat dan menetap, bertambah berat saat beraktivitas.

Page 28: PR-Agnes N Sebayang.pdf

17

Universitas Indonesia

Saat ini sesak sering hilangng timbul, terutama di malam hari. Tidur harus

menggunakan bantal agar tidak sesak. DO: Orthopnea (+), penggunaan otot bantu

pernapasan (+), RR: 24x/menit, N: 92x/mnt, TD: 130/90mmHg, S: 36.20C, traktil

fremitus menurun, suara napas (+), wheezing (+/+), rhomki (+/+): Hasil USG thoraks

09 Mei 2013, tampak efusi pleura kanan dengan estimasi 1.500 cc.

Masalah kesehatan kedua adalah kelebihan volume cairan. DS: Tn SW mengatakan

kaki kanannya masih bengkak dan masih merasa bengkak. DO: edema ekstremitas

bawah sebelah kanan (pitting edema +1), Hasil USG thoraks 09 Mei 2013, tampak

efusi pleura kanan dengan estimasi 1.500 cc

Masalah keperawatan ketiga adalah: resiko ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari

kebutuhan tubuh. DS: klien mengatakan bahwa makan terakhir hanya habis setengah

porsi. Mengatakan masih merasa mual, tapi tidak muntah. Klien mengatakan bahwa

ia lupa berat badannya sebelum masuk rumah sakit dan merasa lebih kurus dari pada

sebelumnya. DO: tampak hanya menghabiskan ½ porsi makanannya (diet ginjal,

rendah protein 1900 kkal). BB: 50 kg, Tb: 160 cm. IMT= 19.53

Masalah keperawatan keempat adalah: ketidakefektifan pemeliharaan kesehatan. DS:

klien mengatakan sebelumnya juga pernah masuk RS dengan keluhan yang sama. Tn

SW mengatakan patuh minum sesuai jatah harian, akan tetapi jika hari sangat panas

ataupun akan HD biasanya minum kelewat batas. DO: klien banyak bertanya terkait

perawatan GGK.

3.4 Diagnosis Keperawatan

1. Ketidakefektifan pola napas (00032)

Etiologi: penurunan ekspansi paru dan penumpukan cairan

2. Kelebihan volume cairan (00026)

Etiologi: retensi cairan, haluaran urin, edema pulmonal.

3. Resiko ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh

Page 29: PR-Agnes N Sebayang.pdf

18

Universitas Indonesia

Etiologi: mual dan muntah

4. ketidakefektifan pemeliharaan kesehatan (00099)

Etiologi: ketidakefektifan koping individu dan keluarga

3.5 Perencanaan Keperawatan (aplikasi NIC/NOC dan Doemges)

Setelah dilakukan pengkajian dan ditetapkan diagnosis keperawatan yang diangkat,

maka disusunlah rencana keperawatan yang dilakukan kepada Tn SW dengan kasus

Gagal Ginjal Kronik. Diagnosa keperawatan I: Ketidakefektifan pola napas bd

penurunan ekspasnsi paru, penumpukan cairan. NOC: kepatenan jalan napas bersih

dan terbuka, TTV dalam rentang normal. Setelah dilakukan tindakan keperawatan

selama 3x24 jam ketidak efektifan pola napas teratasi, dengan kriteria hasil: suhu,

nadi, pernafasan, tekanan darah dalam rentang normal, jalan napas bersih dan

terbuka, tidak ada penggunaan otot bantu pernafasan, suara napas tambahan, dan

napas pendek serta ekspansi dada simetris. NIC: pantau kecepatan, irama,

kedalaman, dan upaya pernafasan. Perhatikan pergerakan dada, amati kesimetrisan,

penggunaan otot bantu, serta retraksi otot supraklavikular, dan interkosta. Pantau

suara pernafasan. Pantau adanya peningkatan kegelisahan, ansietas, dan lapar udara.

Ajarkan klien untuk melakukan tarik nafas dalam. Berikan posisi yang nyaman, semi

fowler jika perlu. Catat perubahan SaO2, akhir volume tidal, dan nilai gas darah arteri

jika diperlukan. Aktivitas kolaborasi: berikan obat sesuai program (bronkodilator),

berikan terapi nebulaizer sesuai program

Diagnosa keperawatan 2: Kelebihan volume cairan. NOC: keseimbangan air dalam

komponen intrasel dan ekstrasel tubuh. setelah dilakukan tindakan keperawatan

selama 3x24jam keseimbangan cairan tidak terganggu, yang dibuktikan dengan suara

napas tambahan (-), asites, distensi vena leher, dan edema perifer (-). NIC: tentukan

lokasi dan derajat edema perifer, sacral, dan periorbital pada skala +1 sampai +4. Kaji

komplikasi pulmonal atau kardiovaskular yang diindikasikan dengan peningkatan

tanda gawat napas, peningkatan frekuensi nadi, peningkatan tekanan darah, bunyi

jantung tidak normal, atau suara napas tidak normal. Kaji ekstremitas atau bagian

Page 30: PR-Agnes N Sebayang.pdf

19

Universitas Indonesia

tubuh yang edema terhadap gangguan sirkulasi dan integritas kulit. Kaji efek

pengobatan (misalnya: steroid, diuretic dan litium) pada edema. Pantau secara teratur

lingkar abdomen atau ekstremitas. Tinggikan ekstremitas untuk meningkatkan aliran

balik vena, pertahankan dan pembatasan cairan Manajemen cairan (NIC): timbang

berat badan setiap hari dan pantau kecenderungannya, pertahankan catatan asupan

dan haluaran yang akurat, pantau hasil laboratorium yang relevan terhadap retensi

cairan (misalnya peningkatan berat jenis urine, peningkatan BUN, penurunan

hemtokrit, dan peningkatan kadar osmolalitas urin), pantau adanya kelebihan atau

retensi cairan (misalnya cracle, peningkatan CVP, distensi vena leher, dan asites)

sesuai dengan keperluan, alokasikan distribusi asupan cairan selama 24jam jika perlu.

Aktivitas kolaborasi:lakukan dialysis, konsultasikan dengan ahli gizi untuk

memberikan diet dengan kandungan protein yang adekuat dan pembatasan natrium,

pemberian diuretic jika perlu.

Diagnosa keperawatan 3: Resiko ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan

tubuh. NOC: status gizi adekuat. Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama

3x24 jam, pasien akan menoleransi diet yang dianjurkan, mempertahankan masa

tubuh dan berat badan dalam batas normal, memiliki nilai laboratorium dalam batas

normal. NIC: manajemen nutrisi: ketahui makanan kesukaan pasien, kaji bising

usus, tentukan kemampuan pasien untuk memenuhi kebutuhan nutrisi, pantau

kandungan nutrisi dan kalori pada catatan asupan, timbang pasien pada interval yang

tepat tindakan, motivasi klien untuk menghabiskan makanannya selagi hangat,

motivasi klien untuk melakukan oral higine setiap pagi dan malam hari, anjurkan

klien untuk makan dalm porsi yang sedikit tapi sering, berikan reinforcement positif

atas usaha yang telah dilakukan, berikan pendidikan kesehatan terkait pentingnya

asupan nutrisi

Diagnosa keperawatan 3: ketidakefektifan pemeliharaan kesehatan. NOC: perawatan

diri sendiri. setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24jam, pasien akan

menyusun dan mengikuti strategi untuk meningkatkan kesehatan, mengidentifikasi

Page 31: PR-Agnes N Sebayang.pdf

20

Universitas Indonesia

efek samping kepercayaan kesehatan, memperlihatkan kesadaran bahwa perilaku

sehat membutuhkan upaya dan kepercayaan diri untuk mampu mengelolanya,

mengikuti rekomendasi program terapi, mengidentifikasi potensial risiko terhadap

kesehatan akibat gaya hidup, menyatakan dan menunjukkan pengetahuan tentang

tindakan perlindungan kesehatan (misalnya melakukan pemeriksaan sendiri,

berpartisipasi dalam skrining kesehatan). NIC: Panduan sistem kesehatan. jelaskan

tentang sistem perawatan kesehatan, bagaimana cara kerjanya, dan apa yang dapat

diharapkan pasien dan keluarga. Berikan anjuran tertulis tentang tujuan dan lokasi

aktivitas perawatan kesehatan jika perlu. Informasikan pasien tentang makna

penandatanganan formulir persetujuan tindakan. Bantuan modifikasi diri. Bantu

pasien dalam mengidentifikasi tujuan spesifik untuk perubahan, mengidentifikasi

bersama pasien kemungkinan penghambat perubahan perilaku. dorong pasien untuk

mengidentifikasi penguatan dan penghargaan yang sesuai dan bermakna. Dorong

pasien bergerak ke arah kepercayaan primer terhadap penguatan dari dalam diri

sendiri versus penghargaan dari keluarga atau perawat. Bantu pasien untuk

mengevaluasi kemajuan dengan membandingkan riwayat perilaku sebelumnya

dengan perilaku saat ini.

3.6 Implementasi dan Evaluasi Keperawatan

Implementasi keperawatan pada pasien kelolaan dilaksanakan sesuai dengan kondisi

pasien berdasarkan tindakan yang telah direncanakan untuk setiap diagnosa

keperawatan. Berikut ini implementasi keperawatan yang dilakukan selama pasien

dirawat di ruang penyakit dalam lantai V selatan, yakni 09 Mei 2013 sampai 15 Mei

2013.

Diagnosa keperawatan 1: Ketidakefektifan pola napas Implementasi keperawatan:

memantau kecepatan, irama, kedalaman, dan upaya pernafasan. memperhatikan

pergerakan dada, amati kesimetrisan, penggunaan otot bantu, serta retraksi otot

supraklavikular, dan interkosta. Memantau suara pernafasan. Memantau adanya

peningkatan kegelisahan, ansietas, dan lapar udara. Berkolaborasi dalam pemeriksaan

Page 32: PR-Agnes N Sebayang.pdf

21

Universitas Indonesia

AGD, mengajarkan klien untuk melakukan tarik nafas dalam. memberikan posisi

semi fowler, berkolaborasi dalam melakukan pungsi pleura. Evaluasi akhir dari

diagnosa ini adalah klien sudah tidak merasa sesak lagi, suara napas vesikuler +/+,

Rhonki -/- dan tidak ada penggunaan otot bantu pernafasan. Masalah keperawatan

ketidakefektifan pola napas ini terselesaikan hingga klien pulang ke rumah.

Diagnosa keperawatan 2: Kelebihan volume cairan. Implementasi keperawatan:

menentukan lokasi dan derajat edema, mengkaji irama dan frekuensi napas, mengkaji

ekstremitas atau bagian tubuh yang edema terhadap gangguan sirkulasi dan integritas

kulit, mengkaji efek pengobatan (misalnya: steroid, diuretic dan litium) pada edema,

menganjurkan klien untuk meninggikan ekstremitas, menimbang berat badan di pagi

hari, memantau intake dan output, berkolaborasi dalam: memantau hasil

laboratorium, melakukan dialysis, mengonsultasikan dengan ahli gizi terkait

pemberian diet, memberikan terapi obat-obatan: furosemide 2x40 mg, menentukan

jadwal pungsi pleura. Evaluasi akhir dari diagnosa ini adalah edema ektremitas dan

sesak napas telah tertangani selama perawatan, klien kembali ke rumah dengan

masalah risiko kelebihan volume cairan dan harus mengikuti jadwal dialisis.

Diagnosa keperawatan 3: Resiko ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan

tubuh Implementasi keperawatan mengkaji makanan kesukaan pasien, mengkaji

bising usus, menentukan kemampuan pasien untuk memenuhi kebutuhan nutrisi,

memantau kandungan nutrisi dan kalori pada catatan asupan, menimbang berat badan

pasien, memotivasi klien untuk menghabiskan makanannya selagi hangat, motivasi

klien untuk melakukan oral higine setiap pagi dan malam hari, menganjurkan klien

untuk makan dalm porsi yang sedikit tapi sering, memberikan reinforcement positif

atas usaha yang telah dilakukan, memberikan pendidikan kesehatan terkait

pentingnya asupan nutrisi, berkolaborasi dalam pemberian rantin dan gulkoidon.

Evaluasi akhir dari diagnosa ini adalah pasien sudah tidak mengalami mual dan

muntah, tidak ada penurunan berat badan drastis selama perawatan, gula darah berada

dalam batas normal. Masalah keperawatan risiko ketidakseimbangan nutrisi kurang

Page 33: PR-Agnes N Sebayang.pdf

22

Universitas Indonesia

dari kebutuhan tubuh masih tetap berlangsung, dikarenakan ketidakmampuan tubuh

untuk memproduksi insulin sesuai dengan kebutuhan tubuh.

Diagnosa keperawatan 4: ketidakefektifan pemeliharaan kesehatan. Implementasi

keperawatan: membantu pasien dalam mengidentifikasi tujuan spesifik untuk

perubahan, mengidentifikasi bersama pasien kemungkinan penghambat perubahan

perilaku. mendorong pasien untuk mengidentifikasi penguatan dan penghargaan

yang sesuai dan bermakna. mendorong pasien bergerak ke arah kepercayaan primer

terhadap penguatan dari dalam diri sendiri versus penghargaan dari keluarga atau

perawat. membantu pasien untuk mengevaluasi kemajuan dengan membandingkan

riwayat perilaku sebelumnya dengan perilaku saat ini. Melakukan diskusi dengan

klien terkait gagal ginjal (pengertian, etiologi, manifestasi klinis dari GGK serta

hemodialisa). Mengkaji tingkat pengetahuan klien terkait batasan yang harus ia

lakukan dan modifikasi intake cairan. Memberikan reinforcement positif terkait usaha

yang telah dilakukan.

selama perawatan, telah dilakukan 3 kali diskusi terkait penyakit gagal ginjal,

hemodialisis, dan perawataan akses dialisis. Selama diskusi klien sangat kooperatif,

mampu menyebutkan kembali hal-hal yang didiskusikan, dan menunjukkan

perubahan perilaku pemeliharaan kesehatan seperti air minum yang dibagi hanya

untuk satu hari (600cc), tidak menindih ekstremitas yang terpasang cimino saat tidur,

arjin melakukan latihan pergerakan pada tangan yang terpasang cimino,

menghabiskan makanan dari Rumah Sakit.

Page 34: PR-Agnes N Sebayang.pdf

23 Universitas Indonesia

BAB IV

ANALISIS SITUASI

BAB ini membahas asuhan keperawatan yang diberikan pada klien kelolaan yang

dikaitkan dengan berbagai sumber yang sesuai. Selain itu, BAB ini membahas lebih

lanjut mengenai profil lahan praktik, analisis masalah keperawatan terkait KKMP,

analisis salah satu intervensi dengan konsep penelitian terkait, dan analisis

pemecahan yang dapat dilakukan.

4.1 Profil lahan praktik

RS Fatmawati didirikan pada tahun 1954 oleh ibu fatmawati Soekarno yang

dikhususkan untuk penderita TBC anak dan rehabilitasinya. Dalam

perkembangannya. Saat ini RSUP Fatmawati merupakan rumah sakit rujukan

nasional tipe A yang memiliki berbagai jenis kasus baik infeksi maupun non infeksi.

Rumah sakit yang memiliki visi “Terdepan, Paripurna dan Terpercaya di Indonesia

ini baru saja menerima sertifikat akreditasi paripurna untuk tingkat kelulusan 15

sesuai standar akreditasi versi 2012 yang mengacu pada Joint Commission

Internasional (JCI) (Depkes RI, 2013). Selain berorientasi pada mutu pelayanan,

kesehatan, Rumah Sakit ini juga memiliki misi memfasilitasi dan meningkatkan mutu

pendidikan dan penelitian diseluruh disiplin ilmu, dengan unggulan bidang

orthopaedi dan rehabilitasi medik, yang memenuhi kaidah manajemen resiko klinis.

Oleh karena itu, Rumah sakit ini digunakan sebagai salah satu wahana praktik

mahasiswa KKMP khususnya di Gedung teratai lantai V Selatan.

Lantai V selatan RSUP Fatmawati merupakan ruang perawatan yang memberikan

asuhan keperawatan dengan kasus penyakit dalam (hepatologi, endokrin metabolik,

ginjal hipertensi, hematologi, tropik infeksi, dan keperawatan kritis). Kapasitas ruang

penyakit dalam lantai V selatan terdiri dari 46 tempat tidur terdiri dari 6 tempat tidur

HCU dan 40 tempat tidur kelas III yang dibagi menjadi ruang DM, CKD, ruang

Page 35: PR-Agnes N Sebayang.pdf

24

Universitas Indonesia

tropis, hepatologi, hematologi dan ruang isolasi. RSUP Fatmawati melayani jaminan

kesehatan baik ASKES, Jamkesda, maupun KJS.

4.2 Analisis Masalah Keperawatan Terkait KKMP dan Konsep Kasus Terkait

Penyakit Gagal Ginjal Kronik banyak dialami oleh masyarakat di daerah perkotaan.

Terjadinya GGK disertai adanya multifaktor baik dari segi host, agent maupun

lingkungannya. Dari hasil pengkajian didapatkan data bahwa Tn SW meiliki riwayat

penyakit hipertensi sejak 10 tahun yang lalu, memiliki riwayat keluarga dengan

hipertensi, klien mengaku jarang minum air putih, dan lebih sering mengonsumsi

minuman berenergi. Minuman berenergi yang biasa dikonsumsi oleh klien adalah

ekstrajoss, kukubima energi, khususnya kratingdaeng minimal 3 kali sehari yang

diselingi dengan minum kopi dan merokok. Jika sedang menyetir, klien biasanya

menahan BAK hingga sampai ditujuan agar bisa menghemat waktu. Selama di rumah

sakit, berbagai aktivitas sehari-hari dilakukan sendiri atau dibantu oleh istri jika

sedang berada di Rumah Sakit. riwayat kurangnya aktivitas dengan pekerjaan sehari

hari sebagai supir travel konsumsi air yang kurang, diet tinggi oksalat dan kolesterol,

konsumsi obat dalam waktu yang lama.

Pengkajian dilakukan, Tn SW (klien kelolaan) berusia 43 tahun yakni berada pada

usia dewasa produktif. Hasil pengkajian 4 kasus resume didapatkan data bahwa

seluruh usia klien GGK yang diangkat oleh penulis berada pada dewasa produktif,

yakni 33 tahun, 53 tahun, 44 tahun, dan 51 tahun, hasil penelitian Wayan (2012)

menyatakan rata-rata usia pasien yang menjalani hemodialisis di RSUP Fatmawati

adalah usia produktif 44.07 tahun. Demikian pula penelitian yang dilakukan oleh

Dewi (2010) diperoleh rata-rata usia pasien yang menjalani hemodialisis di RSUD

Daerah Tabanan Bali adalah 46.97 tahun dengan usia termuda 22 tahun dan usia

tertua adalah 82 tahun. Kasus Gagal ginjal Kronis cenderung meningkat pada usia

dewasa karena proses perjalanan penyakitnya yang bersifat kronis dan progresif

(Smelzer et al, 2008). Hasil penelitian Lambie et al (2004) di Derby City General

Hospital United Kingdom (UK), usia pasien GGK yang menjalani hemodialisis

Page 36: PR-Agnes N Sebayang.pdf

25

Universitas Indonesia

adalah mulai dari dewasa muda sampai lanjut usia yakni 22 hingga 85 tahun. Di

Amerika Serikat lebih dari 2 juta penduduk menderita penyakit ginjal kronis mulai

usia 20 tahun ke atas, dimana 35% disebabkan oleh diabetes dan 20 % disebakan

karena hipertensi (National Chronic Kidney Disease 2010). Dapat disimpulkan

bahwa data yang didapatkan oleh penulis terkait usia penderita GGK di lahan praktik

sama dengan hasil penelitian yang lalu dan data yang ditemukan pada literature yang

tersedia.

Selama menangani kasus Gagal Ginjal di lantai V selatan RSF, penulis mendapat

kesempatan untuk menangani 5 kasus GGk 4 diantaranya adalah laki-laki dan seorang

perempuan. Menurut National Cronic Kidney Disease Fact Sheet (2010) bahwa

perempuan lebih sering menderita penyakit ginjal kronik dibandingkan dengan laki-

laki. Hal ini disebabkan oleh anatomi uretra pada perempuan lebih pendek dari pada

uretra pada laki-laki, sehingga mudah terjadi Infeksi Saluran Kemih (ISK) bagian

bawah dan menjadi komplikasi penyakit ginjal kronik. Price dan Wilson (2009)

mengatakan bahwa setiap orang, baik laki-laki maupun perempuan mempunyai risiko

yang sama untuk menderita penyakit kronik, Ignavicius (2009) menyatakan laki-laki

lebih sering terkena penyakit ginjal kronik terutama laki-laki yang mempunyai pola

hidup merokok dan mengonsumsi alcohol. Konsumsi rokok dan alcohol

menyebabkan individu tersebut mudah terkena penyakit degenerative seperti diabetes

dan hipertensi yang merupakan penyebab tertinggi dari penyakit ginjal kronis

Dua penyakit degenerative paling banyak menjadi penyebab Gagal ginjal adalah

Diabetes mellitus dan hipertensi. Pada kasus yang diangkat menjadi kelolaan penulis,

salah satu faktor penyebab GGK yang dialami oleh klien adalah diabetes mellitus.

Seperti halnya GGK, prevalensi diabetes mellitus juga meningkat setiap tahunnya.

menurut The United States Renal Data Sistem tahun 2001 dari 82.692 pasien yang

menjalani terapi hemodialisis ataupun transplantasi ginjal, sebanyak 46.2%

disebabkan oleh diabetes.

Page 37: PR-Agnes N Sebayang.pdf

26

Universitas Indonesia

Peningkatan prevalensi diabetes mellitus terjadi akibat adanya perubahan gaya hidup.

Kurangnya ativitas fisik, perobahan gaya hidup menjadi kebarat-baratan, dan

perubahan pola makan menjadi rendah serat dan tinggi kalori dapat memicu

terjadinya diabetes mellitus tipe 2 (Goldstein, Muller, 2008). Penelitian yang

dilakukan di Mauritius membuktikan bahwa perubahan gaya hidup dan peningkatan

kemakmuran suatu bangsa dapat meningkatkan pervalensi diabetes. Mauritius adalah

suatu Negara kepulauan yang penduduknya terdiri dari berbagai kelompok etnik.

Dalam penelitian ini didapatkan data bahwa bangsa-bangsa India, China, dan Creole

(campuran Afrika, Eropa, dan India) memiliki prevalensi diabetes mellitus jauh lebih

tinggi dibandingkan dengan daerah asalnya. Hal ini disebakan karena keadaan

ekonomi di Mauritius untuk golongan etnik tersebut jauh lebih baik dibandingkan

dengan daerah asalnya (Suryono, 2009). Dalam kondisi ini perlu dilakukan berbagai

upaya promotif maupun preventif untuk meningkatkan derajat kesehatan.

Profesi keperawatan memiliki andil yang besar dalam meningkatkan derajat

kesehatan masyarakat, khususnya di daerah perkotaan. Effendi (1998) menyebutkan

ruang lingkup praktek keperawatan kesehatan masyarakat meliputi upaya-upaya

peningkatan kesehatan (promotif), pencegahan (preventif), pemeliharaan kesehatan

dan pengobatan (kuratif), pemulihan kesehatan (rehabilitasi) serta mengembalikan

dan memfungsikan kembali baik individu, keluarga dan kelompok-kelompok

masyarakat ke lingkungan sosial dan masyarakatnya (resosialitatif). Upaya tersebut

dilakukan dalam rangka membentuk individu pada fungsi sehat atau maksimal.

Tentunya dengan mengkaji dan mempertimbangkan kebiasaan, gaya hidup, koping

individu, koping keluarga, kemampuan keluarga dari segi ekonomi maupun dari segi

pendidikan.

Praktek keperawatan kesehatan masyarakat yang diaplikasikan kepada Tn SW dan

empat klien resume lainnya adalah upaya peningkatan kesehatan (promotif) serta

upaya pemeliharaan kesehatan dan pengobatan (kuratif). Upaya promotif dilakukan

untuk meningkatkan kesehatan individu, keluarga, kelompok dan masyarakat dengan

Page 38: PR-Agnes N Sebayang.pdf

27

Universitas Indonesia

jalan memberikan penyuluhan kesehatan, peningkatan gizi, pemeliharaan kesehatan

perseorangan dan lingkungan, olahraga secara teratur, pendidikan kesehatan dan

rekreasi. Selama perawatan di Rumah Sakit sejak 09-15 Mei 2013 meliputi

pendidikan kesehatan terkait gagal ginjal Kronis, tanda dan gejala, penyebab,

komplikasi, penanganan, serta hemodialisis dan perawatan akses pembuluh darah

dialisis (SAP terlampir). Upaya pemeliharan kesehatan dan pengobatan kepada pasien

gagal ginjal kronik dilakukan untuk menyelesaikan berbagai masalah keperawatan

yang timbul.

4.3 Analisis Intervensi dengan Konsep Penelitian Terkait

Berbagai masalah keperawatan pada pasien dengan gagal ginjal kronis. Doenges

(2002) menyebutkan bahwa masalah keperawatan yang muncul pada pasien GGK

adalah ketidakefektifan pola nafas, gangguan keseimbangan nutrisi kurang dari

kebutuhan, kelebihan volume cairan, masalah keperawatan yang muncul pada Tn

SW selama perawatan di rumah sakit adalah pola napas tidak efektif, kelebihan

volume cairan, ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh, dan

ketidakefektifan pemeliharaan kesehatan.

Seluruh pasien yang dikelola selama melakukan praktik di lantai V selatan memiliki

masalah ketidakefetifan pola nafas sebagai masalah keperawatan pertama. Wilkinson

(2009) menyebutkan bahwa ketidakefektifan pola napas adalah inspirasi dan/atau

ekspirasi yang tidak memberi ventilasi yang tidak adekuat. Ketidakefetifan pola nafas

yang dialami Tn SW (klien kelolaan) akibat adanya penumpukan cairan pada jaringan

paru. Masalah keperawatan ini telah teratasi sepenuhnya saat klien akan pulang ke

rumah. Penumpukan cairan yang dialami oleh Tn SW tidak hanya terjadi pada

jaringan paru, tetapi juga terjadi pada ekstremitas bawah. Pada saat pulang ke rumah,

masalah kelebihan volume cairan Tn SW sudah teratasi. Gagal ginjal kronis

merupakan suatu penurunan fungsi jaringan ginjal secara progresif sehingga masa

ginjal yang masih ada tidak mampu lagi mempertahankan lingkungan internal tubuh

(Black &Hawks, 2005). Dapat disimpulkan bahwa Tn SW maupun pasien yang telah

Page 39: PR-Agnes N Sebayang.pdf

28

Universitas Indonesia

dikelola selama praktik di lantai V selatan masih berpotensi atau berisiko mengalami

kelebihan volume cairan.

Masalah keperawatan individu yang terjadi pada klien GGK tidak hanya berkaitan

dengan kebihan volume cairan. Selama melakukan asuhan keperawatan pada pasien

kelolaan, juga ditemukan masalah ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan

tubuh. masalah keperawatan ini tidak hanya terjadi pada klien kelolaan saja, tetapi

dialami oleh 4 pasien lainnya yang dikelola. mayoritas pasien yang dikelola

mengalami masalah ketidakseimbangan nutrisi akibat mual dan muntah. Sementara

itu, dua pasien yang lainnya mengalami masalah ketidakseimbangan nutrisi akibat

mual muntah dan ketidakmampuan tubuh untuk memproduksi insulin.

Salah satu masalah keperawatan dari Gagal Ginjal Kronis adalah ketidakefektifan

pemeliharaan kesehatan. Wilkinson (2009) menyatakan bahwa ketidakefektifan

pemeliharaan kesehatan adalah ketidakmampuan untuk mengidentifikasi, mengelola,

atau mencari bantuan untuk memelihara kesehatan. Diagnosis keperawatan ini

muncul karena sebelumnya juga pernah masuk RS dengan keluhan yang sama yakni

bengkak di ekstremitas dan sesak nafas.. Tn SW mengatakan patuh minum sesuai

jatah harian, akan tetapi jika hari sangat panas ataupun akan HD biasanya minum

sedikit kelewat batas. Klien juga tampak sering menekuk ekstremitas yang terpasang

cimino,

4.4 Alternatif Penyelesaian yang dapat Dilakukan

Empat dari lima pasien yang dikelola oleh penulis memiliki masalah keperawatan

ketidakefektifan pemeliharaan kesehatan. Dimana pasien tersebut memiliki riwayat

masuk rumah sakit berulang dengan tanda dan gejala kelebihan volume cairan. Untuk

mengatasi masalah keperawatan tersebut, perlu digalakkan pendidikan kesehatan

terkait gagal ginjal kronik dan penanganannya setelah pasien kembali ke rumah.

Dengan diberikannya pendidikan kesehatan tersebut, diharapkan mampu

meningkatkan pengetahuan terkait gagal ginjal dan aplikasinya selama melakukan

Page 40: PR-Agnes N Sebayang.pdf

29

Universitas Indonesia

perawatan dirumah. Individu sebagai unit terkecil dalam keluarga membutuhkan

bimbingan, arahan, dan pengawasan dari anggpta keluarga laiinya dalam

melaksanakan perawatan di rumah. oleh karena itu, salah satu alternatif pemecahan

yang dapat dilakukan oleh penulis adalah pemberian pendidikan kesehatan oleh

perawat selama perawatan klien di rumah sakit dengan melibatkan anggota keluarga

yang lainnya.

Alternatif penyelsaian masalah yang dapat dilakukan adalah dengan digalakkannya

pendidikan kesehatan selama perawatan dirumah sakit serta kerjasama lintas bidang

keperawatan dengan perawat komunitas. Kerjasama ini dapat dijadikan sebagai

evaluasi dan pengawasan perilaku klien selama dirumah. Melalui kerjasama ini,

upaya promotif dan preventif dapat terjadi, sehingga mampu menurunkan angka

kejadian klien masuk rumah sakit berulang akibat ketidakefektifan pemeliharaan

kesehatan di rumah.

Page 41: PR-Agnes N Sebayang.pdf

30 Universitas Indonesia

BAB V

PENUTUP

4.1. Kesimpulan

Gagal Ginjal Kronik merupakan suatu penurunan fungsi jaringan ginjal secara

progresif sehingga masa ginjal yang masih ada tidak mampu lagi

mempertahankan lingkungan internal tubuh Penurunan fungsi ginjal yang

progresif ini terjadi secara irreversible atau tidak dapat pulih kembali, sehingga

tubuh tidak mampu memelihara metabolisme dan keseimbangan cairan dan

elektrolit. Dua penyakit degenerative paling banyak menjadi penyebab Gagal

ginjal adalah diabetes mellitus dan hipertensi.

Baik gagal ginjal maupun penyakit degeneratif yang memicu sering disebabkan

oleh beberapa hal yang banyak terjadi di kota besar misalnya saja keadaan sosial

ekonomi yang mayoritas di daerah industri, pola diet, jenis pekerjaan dengan

aktivitas fisik yang minimal, iklim yang cenderung panas, riwayat keluarga yang

mempunyai batu ginjal, maupun tingkat stress yang tinggi. Penderita GGK yang

sudah berada pada suatu derajat atau stadium tertentu memerlukan terapi

pengganti ginjal yang tetap. Terapi tersebut dapat berupa dialysis ataupun

transplantasi ginjal. Terapi pengganti ginjal yang telah dilakukan kepada Tn SW

adalah hemodialisis. Meskipun telah menjalani hemodialisis berbagai masalah

keperawatan masih tetap muncul pada pasien gagal ginjal yang dikelola selama

praktik. Masalah keperawatan yang biasanya muncul pada pasien gagal ginjal

kronis dengan hemodialisis adalah ketidakefektifan pola nafas, kelebihan volume

cairan, ketidakseimbangan nutrisi, dan ketidakefektifan pemeliharaan kesehatan.

Oleh karena itu, perlu asuhan keperawatan sangat diperlukan bagi pasien gagal

ginjal kronis meskipun telah menjalani hemodialisis.

Page 42: PR-Agnes N Sebayang.pdf

31

Universitas Indonesia

4.2. Saran

Rekomendasi kepada penulis selanjutnya dalam melakukan asuhan keperawatan pada

pasien Gagal Ginjal Kronik yang menjalani hemodialisis yaitu:

1. Mahasiswa sebaiknya melakukan kunjungan rumah. kunjungan rumah ini dapat

menjdai evaluasi bagi mahasiswa terkait perubahan perilaku yang dilakukan klien

setelah dilakukannya pendidikan kesehatan selama perawatan di Rumah Sakit.

2. Bidang keperawatan, perawat khususnya perawat di bidang penyakit dalam,

sebaiknya selalu berupaya untuk mengoptimalkan pendidikan kesehatan terhadap

klien untuk meningkatkan derajat kesehatannya. Melaksanakan kerjasama lintas

sektoral dengan perawat yang ada di puskesmas terdekat dengan klien untuk selalu

melakukan pemantauan kesehatan.

3. Institusi pendidikan sebaiknya memperdalam materi keperawatan kesehatan

masyarakat perkotaan di berbagai keilmuan. Materi yang diperoleh selama

perkuliahan ini selnjutnya dapat memperkaya strategi mahasiswa dalam

melakukan pendidikan kesehatan maupun pelaksanaan praktek kesehatan di

masyarakat. Selain itu, institusi pendidikan perlu menambahkan praktek kesehatan

masyarakat perkotaan di berbagai keilmuan sehingga upaya promotif dan preventif

dapat terlaksana selama praktik tersebut.

Page 43: PR-Agnes N Sebayang.pdf

32

Universitas Indonesia

Daftar Pustaka

Allender, J. A. & Spradley (2005). Communnity health nursing: Concepts and

practice. Philadelphia : Lippincott Williams & Wilkins

Allender, J. A., Rector, C., & Warner, K. D. (2010). Community health nursing:

Promoting and protecting the public’s health. Philadelphia: Wolters

Kluwer/Lippincott Williams & Wilkins

Anderson, E.T. & Mc Farlane, J. (2000). Community as partner: theory and practice

in nursing. (3rd ed.). Philadelphia: Lippincott

Berry, C. (2011). Identification and care of patients with chronic kidney disease.

USRDS Annual Data Report, 1, 45-58

Black, JM. & Hawks, JH. (2005). Medical-surgical nursing clinical management for

positive outcomes. (7th

Ed). St. Louis: Missouri Elsevier Saunders

Bluth, E. (2008). Ultrasound: A Practical Approach to Clinical Problem. New York:

The Medical Publisher

Brunner & Sudarth’s. (2012). Textbook of medical-surgical nursing. Philadelphia:

Lippincott William & Wilkins

Depkes RI. (2004). Laporan Hasil Riset Kebutuhan Dasar (Riskesdas) Indonsia.

Jakarta: Depkes RI

Depkes RI. (2008). Laporan Hasil Riset Kebutuhan Dasar (Riskesdas) Indonsia tahun

2007. Jakarta: Depkes RI

Depkes RI. (2011). Profil Kesehatan Masyarakat Indonesia. Jakarta: Depkes RI

Ervin, N.F. (2002). Advanced Community Health Nursing Practice: Population

Focused Care. Prentice Hall: New Jersey

Page 44: PR-Agnes N Sebayang.pdf

33

Universitas Indonesia

Lewis & Sharon L. (2009). Medical Surgical Nursing: Assesment and Management

of Clinical Problems (7th

Ed). Seventh edition. Mosby Elsevier.

Instalasi Rekam Medik RSUP Fatmawati. (2011).

Pender, N.J, Murdaugh C.L, and Parsons. (2002). Health Promotion in Nursing

Practice, 4th

ed. Prentice Hall: New Jersey

Perhimpunan Nefrologi Indonesia. (2004). Konsensus dialysis. Buku tidak

dipublikasikan

Price, S.A. & Wilson L.M. (2006). Patofisiologi: konsep klinis proses penyakit. Edisi

keempat. Jakarta: EGC

PT.Askes. (2013). Penderita Gagal Ginjal Kronik Terus Meningkat.

www.ptaskes.com

Reamcle, C. & Reusens, B., (2004). Functional food, aging, and degenerative

disease. www. Woodhead-publishing.com

Saweins, W. 2004. The Renal Unit at the Royal Informary of Edinburgh. Scotland:

UK Renal

Smeltzer, S.C., & Bare, B.G. (2002). Brunner & Suddarth’s textbook of medical-

surgical nursing. (8th

Ed). Philadelphia: Lippincott William & Wilkins

Stanhope, M., Lancaster, J. 1996. Community Health Nursing: Promoting Health of

aggregates Families and Individuals. Fourth edition. St Louis: Mosby Year

Book.

Suwitra, K (2006). Penyakit Ginjal Kronik. Dalam sudoyo, dkk. Buku Ajar Ilmu

Penyakit Dalam. Jakarta: Pusat Penerbita Departemen Penyakit Dalam Fakultas

Kedokteran Universitas Indonesia.

Page 45: PR-Agnes N Sebayang.pdf

34

Universitas Indonesia

Swartz, M. (1995). Buku Ajar Diagnostik Fisik. Penerbit Buku Kedokteran: EGC,

Jakarta

Thomas, N. (2003). Renal nursing. (2nd

Ed). London: Bailliere Tindall

Yu, H., Chen, S., & Yuan, W. (2011). Distribution and complication of native

arteriovenous fistulas in maintance hemodialysis patients. Shanghai

Page 46: PR-Agnes N Sebayang.pdf

Lampiran 1

CATATAN PERKEMBANGAN

Waktu Implementasi Evaluasi

Kamis

09 Mei 2013 Ketidakefektifan pola napas

- Memantau kecepatan, irama, kedalaman,

dan upaya pernafasan. Memperhatikan

pergerakan dada,

- Mengamati kesimetrisan, penggunaan otot

bantu, serta retraksi otot supraklavikular,

dan interkosta.

- Memantau suara pernafasan.

- Memantau adanya peningkatan

kegelisahan, ansietas, dan lapar udara.

- Berkolaborasi dalam pemeriksaan AGD,

- Mengajarkan klien untuk melakukan tarik

nafas dalam. Memberikan posisi semi

fowler

Kelebihan volume cairan:

- Menentukan lokasi dan derajat edema

- Mengkaji irama dan frekuensi napas

- Mengkaji ekstremitas atau bagian tubuh

yang edema terhadap gangguan sirkulasi

dan integritas kulit

- Mengkaji efek pengobatan (misalnya:

steroid, diuretic dan litium) pada edema.

- Menganjurkan klien untuk meninggikan

ekstremitas

- Menimbang berat badan di pagi hari

- Memantau intake dan output

Berkolaborasi dalam:

S: Klien mengatakan bahwa napasnya masih agak sesak.

O: Orthopnea (+), penggunaan otot bantu pernapasan (+), RR:

24x/menit, N: 92x/mnt, TD: 130/90mmhg, S: 36.20C, traktil

fremitus menurun, suara napas (+), wheezing (+/+), rhomki

(+/+):AGD: PH 7.344 (7.37-7.44), pco2 20.3 (N=35.0-45.0), PO2

127 (N= 83-108), HCO3 10.8 (21.0-28.0), Sat O2 98.5 (N= 95-99%)

BB=50 kg

A: Masalah ketidakefektifan pola napas teratasi sebagian

P:

- Rencana pungsi pleura tgl 14 Mei 2013

- Pantau Frekuensi, kedalaman, otot bantu napas serta auskultasi

paru.

- Pantau AGD

S: masih sesak dan merasa kaki kanannya masih bengkak

O: Orthopnea (+), penggunaan otot bantu pernapasan (+), RR:

24x/menit, N: 92x/mnt, TD: 130/90mmhg, S: 36.20C, traktil

fremitus menurun, edema tungkai kanan bawah (pitting edema +1).

Oliguria, intake oral: 600cc, BAK: 700cc, IWL: 750cc, Balans

cairan= 650 cc

A: masalah Kelebihan volume cairan teratasi sebagian

P:

- Rencana pungsi pleura tgl 14 Mei 2013

- Pemberian terapi obat-obatan sesuai program

- Lanjutkan intervensi sebelumnya.

Page 47: PR-Agnes N Sebayang.pdf

Waktu Implementasi Evaluasi

- Memantau hasil laboratorium

- Melakukan dialysis

- Mengonsultasikan dengan ahli gizi terkait

pemberian diet

- Memberikan terapi obat-obatan: furosemide

2x40 mg

Resiko ketidakseimbangan nutrisi: kurang

dari kebutuhan tubuh

- Mengkaji makanan kesukaan pasien

- Mengkaji bising usus

- Menentukan kemampuan pasien untuk

memenuhi kebutuhan nutrisi

- Memantau kandungan nutrisi dan kalori

pada catatan asupan, menimbang berat

badan pasien

- Memotivasi klien untuk menghabiskan

makanannya selagi hangat, motivasi klien

untuk melakukan oral higine setiap pagi

dan malam hari

- Menganjurkan klien untuk makan dalm

porsi yang sedikit tapi sering

- Memberikan reinforcement positif atas

usaha yang telah dilakukan, memberikan

pendidikan kesehatan terkait pentingnya

asupan nutrisi

Kolaborasi pemberian medikasi ranitidin dan

glukoidon 2x15mg

Ketidakefektifan pemeliharaan kesehatan

- Membantu pasien dalam mengidentifikasi

tujuan spesifik untuk perubahan,

- Mendorong pasien untuk mengidentifikasi

- Jadwal hemodialisis: Rabu dan Sabtu

S: klien mengatakan bahwa ia mengerti tentang pentingnya asupan

nutrisi bagi, klien mengatakan bahwa mulutnya lebih nyaman

setelah menggosok gigi.

O: klien tampak hanya menghabskan setengah porsi makannya

(diet ginjal rendah protein 1900 kkal), Bising usus 12x/menit,

BB=50 kg IMT= 19.53

A: Masalah resiko ketidakseimbangan nutrisi kurang dari

kebutyhan tubuh teratasi sebagian

P: Kolaborasi dengan ahli gizi tentang pemberian diit ginjal

1700kal/hari dan protein 1,2 g/kgbb.

S: klien menyebutkan kembali pengertian gagal ginjal yaitu

penurunan fungsi jaringan ginjal secara progresif. Klien

mengatakan kemungkinan penyebab GGK yang ia alami adalah

Page 48: PR-Agnes N Sebayang.pdf

Waktu Implementasi Evaluasi

penguatan dan penghargaan yang sesuai

dan bermakna.

- Membantu pasien untuk mengevaluasi

kemajuan dengan membandingkan riwayat

perilaku sebelumnya dengan perilaku saat

ini.

- Melakukan diskusi dengan klien terkait

gagal ginjal (pengertian, etiologi,

manifestasi klinis dari GGK serta

hemodialisa).

- Mengkaji tingkat pengetahuan klien terkait

batasan yang harus ia lakukan dan

modifikasi intake cairan.

- Memberikan reinforcement positif terkait

usaha yang telah dilakukan.

Dari hipertensi dan jarang minum. Klien mengatakan tanda dan

gejala GGK yang pernah ia alami adalah sesak nafas, bengkak pada

kaki dan tangan, dan jumlah BAK yg sedikit. Klien mengatakan

mulai besok akan menjatah minuman hariannya di dalam satu

wadah.

O: klien mampu mengulangi kembali pengertian, penyebab, dan

manifestasi klinis GGK. Klien mampu mengidentifikasi penyebab

serta tanda dan gejala GGK yang ia alami. Klien kooperatif selama

berinteraksi.

A: masalah ketidakefektifan pemeliharaan kesehatan belum teratasi

P: melakukan kontrak waktu dan topik terkait diskusi besok

(hemodialisis dan cara perawatan akses cimino)

Jum’at, 10

Mei 2013

Ketidakefektifan pola napas

- Memantau kecepatan, irama, kedalaman,

dan upaya pernafasan. Memperhatikan

pergerakan dada,

- Mengamati kesimetrisan, penggunaan otot

bantu, serta retraksi otot supraklavikular,

dan interkosta.

- Memantau suara pernafasan.

- Memantau adanya peningkatan

kegelisahan, ansietas, dan lapar udara.

- Berkolaborasi dalam pemeriksaan AGD,

- Mengajarkan klien untuk melakukan tarik

nafas dalam.

- Memberikan posisi semi fowler

- Berkolaborasi dalam pemberian terapi

Kelebihan volume cairan:

- Menentukan lokasi dan derajat edema

S: masih sesak

O: RR= 27x/menit,nasal kanul 3ltr/menit,bicara tersengal-sengal,

takipnea, ortopnea, vesikuler +/+, ronchi +/+ disemua lapang paru,

penggunaan otot bantu napas (+)

A: Masalah belum teratasi

P:

- Pemantauan hasil AGD

- Pantau Frekuensi, kedalaman, otot bantu napas serta auskultasi

paru.

- Pantau TTV

- Timbang BB/ hari

- Pantau Intake-Output cairan, nutrisi

- Berikan posisi semifowler

- Rencana pungsi pleura tgl 14 Mei 2013

S: pipis sedikit

Page 49: PR-Agnes N Sebayang.pdf

Waktu Implementasi Evaluasi

- Mengkaji irama dan frekuensi napas

- Mengkaji ekstremitas atau bagian tubuh

yang edema terhadap gangguan sirkulasi

dan integritas kulit

- Mengkaji efek pengobatan pada edema.

- Menganjurkan klien untuk meninggikan

ekstremitas

- Menimbang berat badan di pagi hari

- Memantau intake dan output

Berkolaborasi dalam:

- Memantau hasil laboratorium

- Melakukan dialysis

- Mengonsultasikan dengan ahli gizi terkait

pemberian diet

- Memberikan terapi obat-obatan: furosemide

40 mg

Resiko ketidakseimbangan nutrisi: kurang

dari kebutuhan tubuh

- Menentukan kemampuan pasien untuk

memenuhi kebutuhan nutrisi

- Mengkaji bising usus

- Memantau kandungan nutrisi dan kalori

pada catatan asupan, menimbang berat

badan pasien

- Memotivasi klien untuk menghabiskan

makanannya selagi hangat

- Memotivasi klien untuk melakukan oral

higine setiap pagi dan malam hari

- Menganjurkan klien untuk makan dalm

porsi yang sedikit tapi sering

- Memberikan reinforcement positif atas

usaha yang telah dilakukan,

O: edema tungkai kanan bawah (pitting edema +1)., CRT<3detik,

akral hangat, mukosa lembab, pucat, konjungtiva, anemis, turgor

kulit lembap, Intake: 600cc Out: 500cc BC: - 650cc

A: masalah belum teratasi

P: -pantau status cairan

- pantau balance cairan

- pantau adanya edema

- rencana dialysis besok

S: klien mengatakan makannya habis setengah porsi (diet ginjal

rendah protein 1900 kkal)

O: klien tampak hanya menghabskan setengah porsi makannya

(diet ginjal rendah protein 1900 kkal), Bising usus 12x/menit,

BB=50 kg IMT= 19.53. GDS: pagi = 169 siang =165 malam = 158

A: Masalah resiko ketidakseimbangan nutrisi kurang dari

kebutuhan tubuh teratasi sebagian

P: Kolaborasi dengan ahli gizi tentang pemberian diit ginjal

1700kal/hari dan protein 1,2 g/kgbb.

Page 50: PR-Agnes N Sebayang.pdf

Waktu Implementasi Evaluasi

Kolaborasi pemberian medikasi ranitidin dan

glukoidon 2x15mg

Ketidakefektifan pemeliharaan kesehatan

- Mengevaluasi kembali pengetahuan klien

terkait diskusi yang telah dilakukan

sebelumnya.

- Mengkaji tingkat pengetahuan klien terkait

dialisis,

- mengkaji tingkat pengetahuan klien terkait

perawatan akses dialisisnya.

- Mengkaji kebiasaan yang dilakukan oleh

klien terhadap ciminonya.

- Memberikan reinforcement positif terkait

usaha yang telah dilakukan.

S:Klien menyebutkan kembali bahwa dialisis merupakan salah satu

terapi penggati ginjal yang rusak. Klien menyebutkan kembali hal

yang tidak boleh dilakukan pada tangan yang terpasang cimino.

Klien mengatakan akan berlatih menggenggam selalu.

O: klien kooperatif selama interaksi dengan perawat, klien tampak

agak canggung saat melakukan latihan menggenggam dengan

tangan yang menggunakan cimino. Teraba thrill dan terdengar

bunyi bruit pada cimino. Bagian distal ekstremitas yang terpasang

cimino teraba hangat dan pulsasi (+).

A: masalah ketidakefektifan pemeliharaan kesehatan teratasi

sebagian

P: melanjutkan intervensi sebelumnya, dan mengevaluasi

pelaksanaan latihan menggenggam dengan bola karet

Sabtu,

11 Mei 2013

Ketidakefektifan pola napas

- Memantau kecepatan, irama, kedalaman,

dan upaya pernafasan. Memperhatikan

pergerakan dada,

- Mengamati kesimetrisan, penggunaan otot

bantu, serta retraksi otot supraklavikular,

dan interkosta.

- Memantau suara pernafasan.

- Memantau adanya peningkatan

kegelisahan, ansietas, dan lapar udara.

- Mengajarkan klien untuk melakukan tarik

nafas dalam.

- Memberikan posisi semi fowler

Kelebihan volume cairan:

S: masih sesak

O: RR= 24x/menit,nasal kanul 3ltr/menit,bicara tersengal-sengal,

takipnea, ortopnea, vesikuler +/+, ronchi +/+ disemua lapang paru,

penggunaan otot bantu napas (+)

A: Masalah belum teratasi

P:

- Pemantauan hasil AGD

- Pantau Frekuensi, kedalaman, otot bantu napas serta auskultasi

paru.

- Pantau TTV

- Timbang BB/ hari

- Pantau Intake-Output cairan, nutrisi

- Berikan posisi semifowler

- Rencana pungsi pleura tgl 14 Mei 2013

Page 51: PR-Agnes N Sebayang.pdf

Waktu Implementasi Evaluasi

- Menentukan lokasi dan derajat edema

- Mengkaji irama dan frekuensi napas

- Mengkaji ekstremitas atau bagian tubuh

yang edema terhadap gangguan sirkulasi

dan integritas kulit

- Mengkaji efek pengobatan pada edema.

- Menganjurkan klien untuk meninggikan

ekstremitas

- Menimbang berat badan di pagi hari

- Memantau intake dan output

- Mempersiapkan klien untuk menjalani

Hemodialisis

Berkolaborasi dalam:

- Memantau hasil laboratorium post HD

- Melakukan dialysis

- Mengonsultasikan dengan ahli gizi terkait

pemberian diet

- Memberikan terapi obat-obatan: furosemide

40 mg

Resiko ketidakseimbangan nutrisi: kurang

dari kebutuhan tubuh

- Memantau kandungan nutrisi dan kalori

pada catatan asupan, menimbang berat

badan pasien

- Memotivasi klien untuk menghabiskan

makanannya selagi hangat

- Memotivasi klien untuk melakukan oral

higine setiap pagi dan malam hari

- Menganjurkan klien untuk makan dalm

porsi yang sedikit tapi sering

- Memberikan reinforcement positif atas

S: masih sesak

O: Orthopnea (+), penggunaan otot bantu pernapasan (+), RR:

24x/menit, N: 92x/mnt, TD: 130/90mmhg, S: 36.20C, traktil

fremitus menurun, edema tungkai kanan bawah (pitting edema +1)

intake oral: 600cc, BAK: 500cc, Balans cairan= 650 cc

A: masalah Kelebihan volume cairan teratasi sebagian

P:

- Rencana pungsi pleura tgl 14 Mei 2013

- Pemberian terapi obat-obatan sesuai program

- Lanjutkan intervensi sebelumnya.

- Jadwal hemodialisis: Rabu dan Sabtu

S: klien mengatakan mual berkurang

klien mengatakan makannya habis (diet ginjal rendah protein 1900

kkal)

O: Bising usus 10x/menit, BB=50.5 kg IMT= 19.53

A: Masalah resiko ketidakseimbangan nutrisi kurang dari

kebutuhan tubuh teratasi sebagian

P: Kolaborasi dengan ahli gizi tentang pemberian diit ginjal

1700kal/hari dan protein 1,2 g/kgbb.

Page 52: PR-Agnes N Sebayang.pdf

Waktu Implementasi Evaluasi

usaha yang telah dilakukan,

- Menentukan kemampuan pasien untuk

memenuhi kebutuhan nutrisi

- Mengkaji bising usus

Kolaborasi pemberian medikasi ranitidin dan

glukoidon 2x15mg

Senin,

13 Mei 2013

Ketidakefektifan pola napas

- Memantau kecepatan, irama, kedalaman,

dan upaya pernafasan. Memperhatikan

pergerakan dada,

- Mengamati kesimetrisan, penggunaan otot

bantu, serta retraksi otot supraklavikular,

dan interkosta.

- Memantau suara pernafasan.

- Memantau adanya peningkatan

kegelisahan, ansietas, dan lapar udara.

- Mengajarkan klien untuk melakukan tarik

nafas dalam.

- Memberikan posisi semi fowler

Kelebihan volume cairan:

- Menentukan lokasi dan derajat edema

- Mengkaji irama dan frekuensi napas

- Mengkaji ekstremitas atau bagian tubuh

yang edema terhadap gangguan sirkulasi

dan integritas kulit

- Mengkaji efek pengobatan pada edema.

- Menganjurkan klien untuk meninggikan

ekstremitas

- Menimbang berat badan di pagi hari

- Memantau intake dan output

- Mempersiapkan klien untuk menjalani

Hemodialisis

S: sesak hilanh timbul di malam hari

O: RR= 24x/menit, takipnea, ortopnea, vesikuler +/+, ronchi +/+

disemua lapang paru, penggunaan otot bantu napas (+)

A: Masalah belum teratasi

P:

- Pantau Frekuensi, kedalaman, otot bantu napas serta auskultasi

paru.

- Pantau TTV

- Berikan posisi semifowler

- Rencana pungsi pleura tgl 14 Mei 2013

S: masih sesak

O: Orthopnea (+), penggunaan otot bantu pernapasan (+), RR:

24x/menit, N: 92x/mnt, TD: 130/80mmhg, S: 36.50C, traktil

fremitus , edema -/-intake oral: 600cc, BAK: 500cc, Balans

cairan= 650 cc

A: masalah Kelebihan volume cairan teratasi sebagian

P:

- Rencana pungsi pleura tgl 14 Mei 2013

- Pemberian terapi obat-obatan sesuai program

- Lanjutkan intervensi sebelumnya.

- Jadwal hemodialisis: Rabu dan Sabtu

Page 53: PR-Agnes N Sebayang.pdf

Waktu Implementasi Evaluasi

Berkolaborasi dalam:

- Memantau hasil laboratorium post HD

- Memberikan terapi obat-obatan: furosemide

2x40 mg

Resiko ketidakseimbangan nutrisi: kurang

dari kebutuhan tubuh

- Memantau kandungan nutrisi dan kalori

pada catatan asupan, menimbang berat

badan pasien

- Memotivasi klien untuk melakukan oral

higine setiap pagi dan malam hari

- Menganjurkan klien untuk makan dalm

porsi yang sedikit tapi sering

- Memberikan reinforcement positif atas

usaha yang telah dilakukan,

- Menentukan kemampuan pasien untuk

memenuhi kebutuhan nutrisi

- Mengkaji bising usus

Kolaborasi pemberian medikasi ranitidin dan

glukoidon 2x15mg

Ketidakefektifan pemeliharaan kesehatan

- Mengevaluasi kembali pengetahuan klien

terkait diskusi yang telah dilakukan

sebelumnya.

- Mengkaji tingkat pengetahuan klien terkait

dialisis,

- mengkaji tingkat pengetahuan klien terkait

perawatan akses dialisisnya.

- Mengkaji kebiasaan yang dilakukan oleh

klien terhadap ciminonya.

Memberikan reinforcement positif terkait

S: klien mengatakan sudah tidak mual

O: Bising usus 10x/menit, BB=50.5 kg IMT= 19.53

A: Masalah resiko ketidakseimbangan nutrisi kurang dari

kebutuhan tubuh teratasi sebagian

P: Kolaborasi dengan ahli gizi tentang pemberian diit ginjal

1700kal/hari dan protein 1,2 g/kgbb.

S:Klien menyebutkan kembali bahwa dialisis merupakan salah satu

terapi penggati ginjal yang rusak. Klien menyebutkan kembali hal

yang tidak boleh dilakukan pada tangan yang terpasang cimino.

Klien mengatakan akan berlatih menggenggam selalu.

O: klien kooperatif selama interaksi dengan perawat, klien tampak

agak canggung saat melakukan latihan menggenggam dengan

tangan yang menggunakan cimino. Teraba thrill dan terdengar

bunyi bruit pada cimino. Bagian distal ekstremitas yang terpasang

cimino teraba hangat dan pulsasi (+).

A: masalah ketidakefektifan pemeliharaan kesehatan teratasi

Page 54: PR-Agnes N Sebayang.pdf

Waktu Implementasi Evaluasi

usaha yang telah dilakukan. sebagian

P: melanjutkan intervensi sebelumnya, dan mengevaluasi

pelaksanaan latihan menggenggam dengan bola karet

Selasa,

14 Mei 2013

Ketidakefektifan pola napas

- Memantau kecepatan, irama, kedalaman,

dan upaya pernafasan. Memperhatikan

pergerakan dada,

- Mengamati kesimetrisan, penggunaan otot

bantu, serta retraksi otot supraklavikular,

dan interkosta.

- Memantau suara pernafasan.

- Memantau adanya peningkatan

kegelisahan, ansietas, dan lapar udara.

- Mengajarkan klien untuk melakukan tarik

nafas dalam.

- Memberikan posisi semi fowler

- Berkolaborasi dalam melakukan pungsi

pleura

Kelebihan volume cairan:

- Menentukan lokasi dan derajat edema

- Mengkaji irama dan frekuensi napas

- Mengkaji ekstremitas atau bagian tubuh

yang edema terhadap gangguan sirkulasi

dan integritas kulit

- Mengkaji efek pengobatan pada edema.

- Menganjurkan klien untuk meninggikan

ekstremitas

- Menimbang berat badan di pagi hari

- Memantau intake dan output

- Mempersiapkan klien untuk menjalani

Hemodialisis

S: napas terasa lebih lega

O: RR= 22x/menit, , vesikuler +/+, ronchi +/+ disemua lapang

paru, penggunaan otot bantu napas (+). RR -/- Secret pungsi:+/-

1200cc

A: masalah sudah teratasi

P:

- Pantau Frekuensi, kedalaman, otot bantu napas serta auskultasi

paru.

- Pantau TTV

- Berikan posisi semifowler

- Rencana pulang

S: sudah tidak sesak

O: RR: 22x/menit, N: 90x/mnt, TD: 130/90mmhg, S: 36.50C,

edema -/-intake oral: 600cc, BAK: 500cc, Balans cairan= 650 cc

A: masalah Kelebihan volume cairan teratasi sebagian

P:

rencana pulang

pantau status cairan

Page 55: PR-Agnes N Sebayang.pdf

Waktu Implementasi Evaluasi

Resiko ketidakseimbangan nutrisi: kurang

dari kebutuhan tubuh

- Memantau kandungan nutrisi dan kalori

pada catatan asupan, menimbang berat

badan pasien

- Memotivasi klien untuk melakukan oral

higine setiap pagi dan malam hari

- Menganjurkan klien untuk makan dalm

porsi yang sedikit tapi sering

- Memberikan reinforcement positif atas

usaha yang telah dilakukan,

- Menentukan kemampuan pasien untuk

memenuhi kebutuhan nutrisi

- Mengkaji bising usus

- Berkolaborasi dalam pemberian glukoidon

2x15 mg

ketidakefektifan pemeliharaan kesehatan.

- Mengevaluasi kembali pelaksanaan

jadwal latihan menggenggam.

- Melakukan diskusi kapan harus kembali

ke YanKes jika pulang nanti.

- Bersama-sama dengan klien melakukan

pengkajian bruit dan thrill.

S: klien mengatakan sudah tidak mual

O: Bising usus 10x/menit, BB=50. kg IMT= 19.53

A: Masalah resiko ketidakseimbangan nutrisi kurang dari

kebutuhan tubuh teratasi sebagian

P: Kolaborasi dengan ahli gizi tentang pemberian diit ginjal

1700kal/hari dan protein 1,2 g/kgbb.

S: klien mengatakan sudah mengerti kapan harus kembali ke

Yankes jika pulang nanati.

O: klien mampu menyebutkan kembali kapan harus kembali

ke pelayanan kesehatan. Klien sudah tidak tampak canggung

dalam melakukan latihan menggenggam dengan bola karet.

Teraba thrill dan terdengar bunyi bruit pada cimino. Bagian

distal ekstremitas yang terpasang cimino term maba hangat

dan pulsasi (+).

A: masalah ketidakefektifan pemeliharaan kesehatan teratasi

sebagian

P: melanjutkan intervensi sebelumnya, mengevaluasi

pelaksanaan latihan menggenggam dengan bola karet,

menyepakati waktu diskusi terakhir terkait kapan harus

Page 56: PR-Agnes N Sebayang.pdf

Waktu Implementasi Evaluasi

kembali ke RS jika pulang nanti Rabu,

15 Mei 2013

pengkajian fisik S: Sesak dan mual sudah tidak ada

O:

TD 130/90 N 90x/m RR 20x/m T: 36.5’

Klien dapat tidur dengan tenang, isokhor, reflek pupil +/+,

konjungtiva anemis, ikterik tidak ada, BJ I/II

Mur-mur dan gallop tidak ada

Reflek otot di keempat ekstremitas, edema tidak terjadi,

A:

resiko kelebihan volume cairan

Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh

P:

Pantau intake output nutrisi

Jadwal HD rabo dan sabtu

Rencana pulang.

Page 57: PR-Agnes N Sebayang.pdf

Lampiran 2

SATUAN ACARA PEMBELAJARAN (SAP)

PENDIDIKAN KESEHATAN PASIEN DENGAN GAGAL GINJAL

KRONIK

Pokok bahasan : Gagal Ginjal Kronik

Sub-pokok bahasan : 1. Pengetahuan gagal ginjal kronik

2. Manajemen gagal ginjal kronik

Sasaran : Pasien dengan diagnosa medis gagal ginjal kronik

Tempat : Ruang Rawat Teratai Lt. 5 Selatan

Waktu : 30 menit

I. TUJUAN INSTRUKSIONAL UMUM

Setelah diberikan pendidikan kesehatan tentang penyakit gagal ginjal

kronik, pengetahuan pasien tentang kondisi, prognosis, dan kebutuhan

pengobatan meningkat.

II. TUJUAN INSTRUKSIONAL KHUSUS

Setelah dilakukan pendidikan kesehatan selama 30 menit, diharapkan

pasien akan:

1. menyatakan pemahaman kondisi/proses penyakit, prognosis, dan

pengobatan

2. mengidentifikasi hubungan tanda/gejala proses penyakit dan gejala

yang berhubungan dengan faktor penyebab

3. melakukan perubahan perilaku yang perlu dan berpartisipasi pada

program pengobatan

III. MATERI

Materi yang akan disampaikan pada pendidikan adalah sebagai berikut:

1. Pengetahuan tentang Gagal ginjal kronik

a. Pengertian

b. Penyebab

c. Tanda dan Gejala

Page 58: PR-Agnes N Sebayang.pdf

d. Klasifikasi

e. Akibat/komplikasi

2. Manajemen Gagal ginjal kronik

a. Pembatasan cairan

b. Pembatasan diet: konsumsi garam, protein, fosfat, dan kalium.

c. Pencegahan cidera/perdarahan

d. Aktivitas

e. Penanganan anemia

f. Medikasi

g. Hemodialisa

h. Gejala yang memerlukan intervensi medik

IV. METODE

Metode yang akan digunakan pada pendidikan kesehatan tentang gagal

ginjal kronik adalah sebagai berikut:

1. Penyuluhan

2. Diskusi

V. MEDIA

Media yang digunakan dalam pendidikan kesehatan adalah:

1. Lembar balik

2. Leaflet

VI. PROSES PENDIDIKAN KESEHATAN

No Durasi Tahapan

Kegiatan

Kegiatan

Perawat Pasien

1 5’ Pembukaan - Menyampaikan

tujuan dan kontrak

pembelajaran

- mendengarkan dan

memperhatikan

Page 59: PR-Agnes N Sebayang.pdf

2 20’ Diskusi - menyampaikan

materi tentang

hipertensi

- memberi

kesempatan pasien

menyampaikan

pendapat dan

bertanya

- mendengarkan

dan

memperhatikan

materi yang

disampaikan

- mengutarakan

pendapat

- bertanya hal yang

kurang dimengerti

3 5’ Evaluasi dan

penutup

- menanyakan

perasaan pasien

setelah mendapat

penjelasan

- menyampaikan

kesimpulan materi

yang diberikan

- mengungkapkan

perasaan setelah

mendapat

informasi

- mendengarkan dan

memperhatikan

kesimpulan

VII. EVALUASI

1. Evaluasi Struktur

a. Satuan Acara Pembelajaran (SAP) disusun dan dikonsultasikan

kepada pembimbing

b. Media pembelajaran tersedia

c. Kontrak waktu dan tempat telah disepakati bersama pasien

d. Pengetahuan pasien tentang kondisi, prognosis, dan kebutuhan

pengobatan telah terkaji

2. Evaluasi Proses

a. Materi yang disampaikan sesuai dengan kebutuhan belajar pasien

b. Pendidikan kesehatan berlangsung kondusif dan interaktif antara

perawat dan pasien

3. Evaluasi Hasil

a. Pasien mengikuti pendidikan kesehatan dari awal hingga akhir

Page 60: PR-Agnes N Sebayang.pdf

b. Pasien mampu menyebutkan kembali pengertian, penyebab, tanda

dan gejala, klasifikasi, dan komplikasi gagal ginjal kronik.

c. Pasien mampu mengidentifikasi hubungan tanda/gejala proses

penyakit dan gejala yang berhubungan dengan faktor penyebab

d. Pasien menyatakan akan melakukan perubahan perilaku yang perlu

dan berpartisipasi pada program pengobatan

Page 61: PR-Agnes N Sebayang.pdf

MATERI PEMBELAJARAN (Informasi untuk Edukator)

PENDIDIKAN KESEHATAN PASIEN DENGAN GAGAL GINJAL

KRONIK

1. Pengetahuan tentang Gagal ginjal kronik

a. Pengertian

Gagal ginjal kronik merupakan gangguan fungsi ginjal yang bertahap dan

tidak dapat diperbaiki dimana kemampuan tubuh gagal untuk

mempertahankan metabolisme dan keseimbangan cairan dan elektrolit

(Smeltzer & Bale, 2001).

b. Penyebab

Klasifikasi penyebab gagal ginjal kronis:

Klasifikasi Penyakit Penyakit

Penyakit infeksi

tubulointerstisial

Pielonefritis kronik atau refluks nefropati

Penyakit peradangan Glomerulonefritis

Penyakit vaskular

hipertensif

Nefrosklerosis benigna; Nefrosklerosis maligna;

Stenosis arteria renalis

Gangguan jaringan ikat Lupus erimatosus sistemik; Poliarteritis nudosa;

Sklerosis sistemik progresif

Gangguan kongenital dan

herediter

Panyakit ginjal polikistik; Asidosis tubulus ginjal

Penyakit metabolik Diabetes melitus; Gout; Hiperparatiroidisme;

Amiloidosis

Nefropati toksik Penyalahgunaan analgesik; Nefropati timah

Nefropati obstruktif Traktus urinarius bagian atas:

Batu, neoplasma, fibrosis retroperitonial

Traktus urinarius bagian bawah:

Hipertrofi prostat, striktur uretra, anomali

kongenital leher vesika urinaria dan uretra

(Price & Wilson, 2005)

Page 62: PR-Agnes N Sebayang.pdf

c. Tanda dan Gejala

Sistem Tubuh Tanda dan Gejala

Kardiovaskuler Hipertensi; pitting edema (kaki, tangan, sakrum);

edema periorbital; friction rub perikardial;

pembesaran vena leher

Integumen Warna kulit abu-abu mengkilat; kulit kering, bersisik;

pruritus; ekimosis; kuku tipis dan rapuh; rambut tipis

dan kasar

Pernapasan Krekels; sputum kental dan liat; napas dangkal;

pernapasan kussmaul

Gastrointestinal Napas berbau amonia; ulserasi dan perdarahan pada

mulut; anoreksia, mual, muntah; konstipasi dan diare;

perdarahan dari saluran GI

Neurologi Kelemahan dan keletihan; konfusi; disorientasi;

kejang; kelemahan pada tungkai; rasa panas pada

telapak kaki; perubahan perilaku

Muskuluskeletal Kram otot; kekuatan otot hilang; fraktur tulang; foot

drop

Reproduktif Amenore, atrofi testikuler

(Smeltzer & Bare, 2001)

d. Klasifikasi

A GFR of 60 or higher is in

the normal range.

A GFR below 60 may mean

kidney disease.

A GFR of 15 or lower may

mean kidney failure

(NKDEP, 2013)

Page 63: PR-Agnes N Sebayang.pdf

e. Akibat/komplikasi

(1) Hiperkalemia, akibat penurunan ekskresi, asidosis metabolik,

katabolisme, dan masukan diet berlebih

(2) Perikarditis, efusi perikardial, dan tamponade jantung akibat retensi

produk sampah uremik dan dialisis yang tidak adekuat

(3) Hipertensi akibat retensi cairan dan natrium serta malfungsi sistem

renin-angiotensin-aldosteron

(4) Anemia akibat penurunan eritropoetin, penurunan rentang usia sel

darah merah, perdarahan gastrointestinal akibat iritasi oleh toksin, dan

kehilangan darah selama hemodialisis

(5) Penyakit tulang serta kalsifikasi metastatik akibat retensi fosfat, kadar

kalsium serum yang rendah, metabolisme vitamin D abnormal, dan

peningkatan kadar alumunium.

(Smeltzer & Bare, 2001)

2. Manajemen Gagal ginjal kronik

a. Pembatasan cairan

Asupan cairan yang terlalu bebas pada pasien dengan gagal ginjal dapat

menyebabkan kelebihan beban sirkulasi, edema, dan intoksitasi cairan.

- Biasanya cairan yang diperbolehkan pada pasien dengan gagal ginjal

kronik adalah 500-600 mL dalam 24 jam (Smeltzer & Bare, 2001).

- Aturan unum untuk asupan cairan adalah keluaran urin dalam 24 jam

ditambah 500 mL mencerminkan kehilangan cairan yang tidak

disadari (Price & Wilson, 2005).

- Kebutuhan yang diperbolehkan pada pasien yang mendapat transfusi

(anefrik) adalah 800 mL/hari (Price & Wilson, 2005).

b. Pembatasan diet: konsumsi garam, protein, fosfat, dan kalium.

(1) Konsumsi garam 1-2 gr / hari setara dengan 2/3 sendok teh

- membaca setiap label makanan untuk mengetahui kandungan

natrium

Page 64: PR-Agnes N Sebayang.pdf

- menghindari makanan siap saji, makanan kaleng, dan makanan

yang dibekukan

- memasak makanan tanpa garam

(2) Diit rendah protein

Mencegah penumpukan sisa metabolisme protein dalam darah.

- konsumsi protein 0,6 gr/kgBB/hari untuk pasien gagal ginjal berat

pradialisis

- konsumsi protein 1 gr/kgBB/hari untuk pasien yang melakukan

dialisis secara teratur

- protein yang dikonsumsi harus memiliki nilai biologis tinggi

(mengandung asam amino esensial lengkap) seperti daging, susu,

telur, ayam, ikan.

- Dorong pemasukan kalori tinggi dari karbohidrat (jika tidak ada

Diabetes Melitus).

(3) Pembatasan konsumsi fosfat

Tujuannya untuk mencegah penyakit tulang akibat kelebihan fosfat

dalam darah.

- Makanan yang mengandung tinggi fosfat antara lain kacang-

kacangan dan produk susu

- Diet rendah protein biasanya secara sekaligus meliputi diet rendah

fosfat.

(4) Pembatasan konsumsi kalium

Tujuannya mencegah hiperkalemia yang dapat mengakibatkan aritmia

jantung.

- makanan tinggi kalium antara lain alpukat, pisang, kiwi, dan

melon.

c. Pencegahan cidera/perdarahan

Penurunan fungsi ginjal mengakibatkan peningkatan risiko perdarahan,

karena itu pasien perlu melakukan pencegahan perdarahan dengan:

- menggunakan sikat gigi halus

- hindari konstipasi

Page 65: PR-Agnes N Sebayang.pdf

- hindari menghembus hidung keras

- hindari latihan keras/olahraga kontak

d. Aktivitas

Aktivitas rutin sesuai kemampuan dapat dilakukan oleh penderita gagal

ginjal. Aktivitas membantu mempertahankan tonus otot dan rentang gerak

sendi, menurunkan risiko sehubungan dengan imobilisasi (termasuk

demineralisasi tulang) dan mencegah kelemahan.

e. Penanganan anemia

Anemia terjadi karena penurunan produksi hormon eritropoetin untuk

pembentukan sel darah merah.

- terapi epogen (eritropoetin manusia rekombinan) yang diberikan

secara intravena atau subkutan 2-3 kali seminggu.

- pemberian suplemen besi dan asam folat

- transfusi darah untuk pasien yang membutuhkan koreksi segera

f. Medikasi

- Baca semua label produk (obat, makanan, suplemen) yang dikonsumsi

- Jangan mengkonsumsi suplemen atau obat tanpa konsultasi pada

petugas medis.

g. Hemodialisa

Hemodialisis membersihkan dan menyaring darah menggunakan mesin

untuk sementara membersihkan tubuh dari limbah berbahaya, kelebihan

garam, dan kelebihan cairan. Hemodialisis membantu mengontrol tekanan

darah dan membantu tubuh menjaga keseimbangan bahan kimia penting

seperti kalium, natrium, kalsium, dan bikarbonat.

h. Gejala yang memerlukan intervensi medik

Masalah yang harus dilaporkan kepada petugas kesehatan:

Page 66: PR-Agnes N Sebayang.pdf

(1) Tanda uremia: mual, muntah, penurunan haluaran urin, napas berbau

amonia, penurunan kesadaran, kejang

(2) Tanda hiperkalemia: kelemahan otot, diare, kram abdominal

(3) Kelebihan volume cairan: edema, edema periorbital, sesak,

peningkatan berat badan tiba-tiba (0,5 kg/hari), penurunan haluaran

urin

(4) Tanda Hiperfosfatemia: pembengkakan sendi/nyeri tekan, penurunan

rentang gerak sendi, penurunan kekuatan otot

REFERENSI

Doengoes, M. E., Moorhouse, M. F., Geissler, A. C. (1999). Rencana asuhan

keperawatan: pedoman untuk perencanaan dan pendokumentasian

perawatan pasien. Edisi ketiga. Jakarta: EGC.

Smeltzer, S. C., Bare, B. G. (2001). Buku ajar keperawatan medikal bedah

brunner & suddart. Edisi delapan. Jakarta: EGC.

Price, S. A., Wilson, L. M. (2005). Patofisiologi: konsep klinis proses-proses

penyakit. Edisi enam. Jakarta: EGC.