Farmakoterapi Stroke (tugas)

44
FARMAKOTERAPI STROKE I. EPIDEMIOLOGI Setiap tahun, kira-kira 700.000 jiwa di Amerika mengalami infark serebral dan kira-kira 160.000 meninggal akibat stroke. Penyakit serebrovaskular adalah penyebab ketiga yang paling umum menyebabkan kematian pada orang dewasa dan merupakan satu dari banyak penyebab disfungsi neurologik. Namun, secara reperesentatif terjadi penurunan dramatis pada tingkat kematian akibat stroke iskemia dari 88,8/100.000 jumlah penduduk pada tahun 1950 menjadi 54,3/100.000 pada tahun 2003 (Koda-kimble et al, 2009). Di Amerika, stroke iskemia merupakan tipe infark yang paling umum. Penyakit aterotrombotik pembuluh darah besar serebral adalah penyebab iskemia dan infark serebral. Penyakit arteri kecil juga bertanggung jawab terhadap proses oksigenasi dan asupan nutrisi pada sistem saraf pusat. Tromboembolik (atrial fibrillation) dan penyebab lain seperti infeksi atau inflamasi arteri juga bertanggung jawab terhadap stroke iskemia.Terdapat hubungan yang kuat antara terjadinya Transient Ischemic Attacks (TIA) dengan peningkatan resiko infark serebral di kemudian hari. Resiko stroke iskemia adalah yang paling tinggi pada 30 hari pertama (Koda-kimble et al, 2009). 1

Transcript of Farmakoterapi Stroke (tugas)

Page 1: Farmakoterapi Stroke (tugas)

FARMAKOTERAPI STROKE

I. EPIDEMIOLOGI

Setiap tahun, kira-kira 700.000 jiwa di Amerika mengalami infark serebral

dan kira-kira 160.000 meninggal akibat stroke. Penyakit serebrovaskular adalah

penyebab ketiga yang paling umum menyebabkan kematian pada orang dewasa

dan merupakan satu dari banyak penyebab disfungsi neurologik. Namun, secara

reperesentatif terjadi penurunan dramatis pada tingkat kematian akibat stroke

iskemia dari 88,8/100.000 jumlah penduduk pada tahun 1950 menjadi

54,3/100.000 pada tahun 2003 (Koda-kimble et al, 2009).

Di Amerika, stroke iskemia merupakan tipe infark yang paling umum.

Penyakit aterotrombotik pembuluh darah besar serebral adalah penyebab iskemia

dan infark serebral. Penyakit arteri kecil juga bertanggung jawab terhadap proses

oksigenasi dan asupan nutrisi pada sistem saraf pusat. Tromboembolik (atrial

fibrillation) dan penyebab lain seperti infeksi atau inflamasi arteri juga

bertanggung jawab terhadap stroke iskemia.Terdapat hubungan yang kuat antara

terjadinya Transient Ischemic Attacks (TIA) dengan peningkatan resiko infark

serebral di kemudian hari. Resiko stroke iskemia adalah yang paling tinggi pada

30 hari pertama (Koda-kimble et al, 2009).

Menurut Yayasan Stroke, di indonesia diperkirakan setiap tahun terjadi

500.000 orang terkena serangan stroke. Sekitar 2,5% atau 125.000 orang

meninggal, dan sisanya cacat ringan maupun berat. Jumlah penderita stroke

cenderung terus meningkat setiap tahun, bukan hanya menyerang penduduk usia

tua, tetapi juga dialami oleh mereka yang berusia muda dan produktif.

Populasi usia lanjut diperkirakan meningkat hampir 300% di beberapa

negara berkembang di Amerika Latin dan Asia dalam 30 tahun mendatang yang

tentunya akan meningkatkan juga penyakit-penyakit seperti stroke. Peningkatan

kejadian stroke ini merupakan salah satu tantangan kesehatan masyarakat serta

berhubungan dengan kesakitan, ketidakmampuan, kemandirian serta mobilitas

populasi usia lanjut. (Anonim, 2010)

1

Page 2: Farmakoterapi Stroke (tugas)

II. DEFINISI

Cerebravasaular Disease (CVD)

Cerebravasaular Disease (CVD) atau stroke adalah istilah yang digunakan

untuk menggambarkan terjadinya penurunan sitem syaraf secara tiba-tiba selama

24 jam. Stroke disebabkan oleh gangguan pada aliran darah ke otak baik karena

penyumbatan pembuluh darah atau pecahnya pembuluh darah yang menyebabkan

perdarahan pada otak dan daerah di sekitarnya (Dipiro et al, 2008)

Transient ischemic attacks (TIA)

Ketika gejala stroke tidak menyebabkan kerusakan permanen pada otak,

keadaan ini disebut Transient ischemic attacks (TIA) atau serangan iskemia

sementara. TIA merupakan gejala yang terjadi tidak lebih dari 24 jam (biasanya 5-

30 menit). Beberapa profesi kesehatan menyebut TIA sebagai “mini stroke”. Akan

tetapi TIA mengindikasikan bahwa stroke akan segera terjadi (Silverman &

Rymer, 2009).

Infark serebral (Cerebral infarction)

Infark serebral adalah gangguan permanen yang dikarakterisitikkan oleh

gejala yang serupa dengan gejala pada TIA. Pasien dengan infark serebral akan

mengalami penurunan neurologikal yang disebabkan oleh kematian syaraf pada

daerah fokal otak. Infark stabil menggambarkan penurunan fungsi saraf yang

permanen, tidak akan membaik, dan tidak akan memburuk (Koda-kimble et al,

2009).

Pendarahan serebral (Cerebral hemorrage)

Pendarahan serebral adalah gangguan serebrovaskular yang meliputi

keluarnya darah dari pembuluh darah ke otak dan sekitarnya. Kebocoran darah

dapat menyebabkan gejala klinik yang serupa TIA dan infarksi. Disfungsi

neorologis yang dikaitkan dengan TIA atau infarksi serebral adalah hasil dari

kurangnya aliran darah yang diberikan pada bagian-bagian otak (Koda-kimble et

al, 2009).

2

Page 3: Farmakoterapi Stroke (tugas)

III. PATOFISIOLOGI

Stroke dapat berupa iskemia atau hemoragik. Secara sistematik penyakit

stroke dapat diklasifikasikan berdasarkan mekanisme terjadinya seperti pada

gambar 1 (Dipiro et al, 2008).

Gambar 1. Klasifikasi stroke berdasarkan mekanisme terjadinya

Stroke iskemia

Terdapat 3 mekanisme patofisiologi utama yang mendasari terjadinya

stroke iskemik meliputi penyakit pembuluh darah besar (aterosklerosis), penyakit

pembuluh darah kecil (arteriosklerosis) dan adanya emboli (kardioembolik). Pada

stroke iskemia terdapat gangguan suplai darah ke otak baik disebabkan oleh

pembentukan trombus atau emboli. Kurangnya aliran darah serebral menyebabkan

hipoperfusi jaringan, hipoksia jaringan dan kematian sel otak (Chisholm-burns et

al, 2008).

Penumpukan lipid pada dinding pembuluh darah menyebabkan turbulensi

aliran darah dan memicu terjadinya kerusakan sehingga kolagen pembuluh

terekspose oleh darah. Kerusakan pembuluh ini memulai proses agregasi platelet

yang disebabkan oleh terpaparnya subendotelium. Platelet-platelet melepaskan

adenosin diphosphat (ADP) yang menyebabkan agregasi platelet dan

penggabungan agregat tersebut. Tromboksan A2 dilepaskan dan memperbesar

pembentukan platelet dan vasokonstriksi (Chisholm-burns et al, 2008).

3

Page 4: Farmakoterapi Stroke (tugas)

Kerusakan pembuluh juga dapat mengaktivasi jalur koagulasi yang

memicu terbentuknya trombin. Trombin mengubah fibrinogen menjadi fibrin,

memicu pembentukan suatu bekuan berupa molekul fibrin, platelet dan agregat sel

darah (Chisholm-burns et al, 2008).

Gambar 2. Agregasi platelet. Gambar ini menunjukkan proses agregasi platelet. Kerusakan

jaringan menghasilkan pelekatan platelet-platelet pada dinding pembuluh. Hal ini

memicu pelekatan platelet yang berkelanjutan dan terjadi agregasi platelet

membentuk trombus.

Gambar 3. Jalur fisiologi pembekuan darah

4

Page 5: Farmakoterapi Stroke (tugas)

Bekuan darah dapat terjadi di jantung, di sepanjang dinding pembuluh

darah utama (aorta, carotid, basilar artery) atau arteri kecil yang masuk ke dalam

otak. Jika bekuan tersebut terletak dekat dengan bagian yang mengalami infark

maka disebut sebagai trombus; akan tetapi jika bekuan tersebut bergerak ke otak

dari sumber yang jauh maka disebut sebagai emboli (Koda-kimble et al, 2009).

Gambar 4. Tempat-tempat terjadinya bekuan pemicu stroke iskemia

Ateroskelrosis serebral adalah faktor penyebab dalam kebanyakan masalah

stroke iskemia. Emboli dapat muncul dari arteri intra dan ekstra kranial. 20 %

emboli muncul dari jantung. Aliran darah normal serebral pada otak orang dewasa

adalah 30–70 ml/100 g/menit. Ketika bekuan trombotik atau embolik secara

parsial menghambat arteri serebral lairan darah akan menurun <20 ml/100 g/menit

(terjadi iskemia). Jika terus berlanjut dan aliran darah menjadi <12 ml/100g/menit

5

Page 6: Farmakoterapi Stroke (tugas)

dapat terjadi kerusakan yang irreversible (infark). Dengan demikian hasil akhir

baik pembentukan trombus dan embolisme adalah hambatan arteri, penurunan

aliran darah serebral, menyebabkan iskemia dan akhirnya infark (Koda-kimble et

al, 2009).

Stroke hemoragik

Strok pendarahan (hemoragik) meliputi pendarahan subarakhnoid,

pendarahan intraserebral dan hematomas subdural. Pendarahan subarakhnoid

dapat terjadi dari luka berat atau rusaknya aneurisme intrakranial atau cacat

arteriovena. Pendarahan intraserebral terjadi ketika pembuluh darah rusak dalam

parenkim otak menyebabkan pembentukan hematoma. Hematoma subdural

kebanyakan terjadi karena luka berat (Dipiro et al, 2008)

Adanya darah dalam parenkim otak menyebabkan kerusakan pada jaringan

sekitar melalui efek masa dan komponen darah yang neorotoksik dan produk

urainya. Penekanan terhadap jaringan yang dikelilingi hematoma dpat mengarah

pada iskemia sekunder. Kematian karena stroke pendarahan kebanyakan

disebabkan oleh peningkatan kerusakan dalam penekanan intrakranial yang

mengarah pada herniasi dan kematian (Dipiro et al, 2008).

Gambar 5. Bagian-bagian otak yang umumnya mengalami stroke hemoragik. (1) Percabangan kortikal dari arteri intrakranial utama, (2) Percabangan lentikulostriat, (3) Percabangan termoperfolator, (4) Percabangan pontin paramedian, (5) Percabangan arteri serebral utama

6

Page 7: Farmakoterapi Stroke (tugas)

Patofisiologi stroke hemoragik lebih kompleks dibandingkan dengan

stroke iskemik. Banyak dari proses ini terkait dengan keberadaan darah di

jaringan otak dan/atau ruang sekitarnya sehingga mengakibatkan kompresi.

Hematoma yang terbentuk akan terus tumbuh dan membesar setelah perdarahan

awal dan pertumbuhan awal hematoma dikaitkan dengan hasil yang buruk.

Pembengkakan jaringan otak dan kerusakan akibat dari peradangan disebabkan

oleh trombin dan produk darah lainnya. Hal ini dapat mengakibatkan peningkatan

tekanan intrakranial dan herniasi. (Chisholm-burns et al, 2008).

Faktor resiko (Dipiro et al, 2008)

Faktor resiko tidak dapat dimodidikasi untuk stroke antara lain

peningkatan usia, jenis kelamin, ras dan turunan. Resiko stroke iskemia

meningkat pada usia lebih dari 55 tahun pada pria dan pada ras amerika-afrika,

amerika latin dan asia-pasifik. Resiko stroke iskemia juga meningkat pada orang

dengan histori keluarga yang pernah mengalami stroke.

Faktor resiko yang dapat dimodifikasi meliputi gaya hidup yang sangat

mempengaruhi terjadinya stroke secara keseluruhan. Hipertensi adalah satu dari

banyak faktor resiko baik stroke iskemia maupun stroke hemoragik. Secara

khusus untuk stroke hemoragik, hipertensi yang tidak terkendali dapat

menyebabkan kasus perdarahan pada 60–70% pasien. Faktor resiko lainnya untuk

stroke hemoragik meliputi trauma, kebiasaan merokok, mengonsumsi alkohol,

aneuirisme serebral.

IV. MANIFESTASI KLINIK (Silverman & Rymer, 2009)

Gejala stroke yang dapat ditimbulkan tergantung pada daerah sistem saraf

pusat yang mengalami kerusakan.

1. Sakit kepala

Sakit kepala yang berat dan tiba-tiba bisanya berhubungan dengan stroke

iskemia dan hemoragik. Tetapi lebih tampak luar biasa pada kasus stroke iskemia

kecuali yang disebabkan oleh penyempitan arteri karotid atau vertebral yang mana

sakit kepala, nyeri pada bagian wajah dan leher bersifat khas.

7

Page 8: Farmakoterapi Stroke (tugas)

2. Megalami kelemahan tubuh

Penurunan kekuatan motorik secara mendadak adalah gejala stroke yang

paling umum. Organisasi National Institutes of Health Stroke Scale (NIHSS)

menila kemampuan motorik (0–4) sebagai cara yang baik dalam menentukan

derajat kelemahan tubuh seseorang. Derajat kelemahan biasa bergantung pada

sistem motorik mana yang mengalami lesi. Lesi kortikal dapat menyebabkan

kelemahan fokus, paling umum meliputi wajah dan/atau tangan atau jari-jari

secara terpisah. Lesi subkortikal atau batang otak biasanya menyebabkan

kelemahan yang lebih seragam pada wajah, tangan dan kaki di salah satu sisi.

3. Ataksia

Ataksia dapat terjadi dengan atau tanpa kelemahan tubuh dan merupakan

keadaan di mana tidak adanya koordinasi dalam pergerakan (hilang

keseimbangan), biasanya berhubungan dengan infark pada belahan otak.

4. Gangguan penglihatan

Amaurosis fugax, menggambarkan kebutaan sementara pada salah satu

mata yang berlangsung selama 2-10 menit. Kehilangan penglihatan yang

permanen pada salah satu mata biasanya terjadi ketika arteri retina pusat

dihambat. Tetapi kehilangan penglihatan ini secara umum tidak berhubungan

dengan gejala stroke yang lain.

Hemmifield visual loss, merupakan kehilangan penglihatan pada kedua

mata terhadap satu sisi. Hal ini dapat diditeksi dengan uji luas penglihatan.

Cortical blindness, merupakan kondisis klinik yang jarang terjadi,

disebabkan oleh infark pada kedua lobus oksipital.

Diplopia (penglihatan ganda), gambar ganda yang terlihat dapat secara

horizontal, vertikal atau miring. Ketika salah satu mata ditutup tidak terjadi

diplopia.

Forced gaze, ketajaman penglihatan hanya terjadi pada salah satu sisi dan

merupakan keadaan klinik yang penting pada kasus stroke akut. Forced gaze

berarti bahwa kedua mata pasien dideviasikan pada salah satu sisi dan tidak akan

berpindah dari posisi tersebut.

8

Page 9: Farmakoterapi Stroke (tugas)

5. Visuospatial neglect

Pasien dengan infark pada sisi kanan belahan otak, tidak dapat merasakan

sisi kiri tubuhnya

6. Gangguan dalam berkomunikasi

Dysarthria, pasien terdengar salah dalam pengucapan suatu kata atau

kalimat. Dysarthria dapat didengar pada penderita dengan kelemahan wajah atau

lidah dan juga terjadi pada stroke meliputi otak kecil dan batang otak. Penderita

berbicara seperti sedang dalam keadaan mabuk.

Aphasia, kesulitan dalam proses berbahasa. Penyebabnya adalah stroke

yang terjadi pada belahan otak biasanya sebelah kiri.

7. Penurunan fungsi kognitif

Keadaan ini meliputi apraksia, kehilangan ingatan, demensia, kelelahan,

depresi dan beberapa gangguan psikis.

V. DIAGNOSIS (Walter et al, 2004)

Diagnosis yang dapat dilakukan yaitu pemeriksaan riwayat medis dan

pemeriksaan fisik termasuk pemeriksaan neurologis untuk mengevaluasi tingkat

kesadaran, sensasi, fungsi (visual, motor, bahasa) dan menentukan penyebab,

lokasi, dan luasnya stroke.

Pemeriksaan fisik

Pemeriksaan fisik meliputi penilaian jalan napas, pernapasan, dan

sirkulasi, tanda-tanda vital (yaitu, nadi, respirasi, suhu). Kepala (termasuk telinga,

mata, hidung, dan tenggorokan) dan ekstremitas juga diperiksa untuk membantu

menentukan penyebab dari stroke dan mengesampingkan kondisi lain yang

memproduksi gejala yang sama (misalnya, Bell's palsy ).

Tes darah

Tes darah (misalnya, hitung darah lengkap). Untuk sebagian besar, tes darah

membantu dokter mencari penyakit yang diketahui meningkatkan risiko stroke,

termasuk:

9

Page 10: Farmakoterapi Stroke (tugas)

1. Kolesterol tinggi

2. Diabetes

3. Gangguan pembekuan darah

Pemeriksaan neurologis

Tes ini dilakukan oleh dokter untuk menemukan kekurangan dalam

fungsi otak yang mungkin dapat membuktikan diagnosis bahwa seseorang

mengalami stroke. Pemeriksaan neurologis mencakup :

1. Awareness (Kesadaran)

2. Kemampuan berbicara dan fungsi memori

3. Kemampuan melihat dan gerakan mata

4. Sensasi dan gerakan pada lengan wajah dan kaki

5. Refleks

6. Kemampuan berjalan dan keseimbangan

Prosedur imaging

Prosedur imaging (misalnya, CT scan, USG, MRI) membantu dokter

menentukan jenis stroke dan mengesampingkan kondisi lain, seperti infeksi dan

tumor otak.

USG

USG menggunakan gelombang suara frekuensi tinggi untuk menghasilkan

gambar aliran darah melalui arteri di leher yang mensuplai darah ke otak (yaitu,

arteri carotid) dan dapat digunakan untuk mendeteksi penyumbatan

Computed Tomography Scan (CT Scan)

Teknik ini biasanya merupakan tes pertama yang dilakukan ketika pasien

datang ke ruang gawat darurat rumah sakit dengan gejala stroke, bukan hanya

karena dapat dengan mudah mendeteksi perdarahan di dalam otak, tetapi juga

karena dapat dilakukan dengan cepat.

Tes menggunakan dosis rendah sinar-X untuk menampilkan gambar x-ray

otak dan dapat menentukan apakah suatu stroke disebabkan oleh penyumbatan

(iskemia) atau pendarahan (hemoragik), ukuran dan lokasi infark.

10

Page 11: Farmakoterapi Stroke (tugas)

CT scan biasanya tidak dapat menghasilkan gambar yang menunjukkan

tanda-tanda stroke iskemik sampai 48 jam setelah onset, jadi pengulangan scan

dapat dilakukan. Tes ini dilakukan di ruang darurat untuk mendeteksi stroke

hemoragik. CT scan juga dapat mengungkapkan stroke iskemik tetapi hanya 6-12

jam setelah onset.

Magnetic Resonance Imaging (MRI)

Ini adalah salah satu tes paling membantu dalam diagnosis stroke karena

dapat mendeteksi stroke dalam beberapa menit onset mereka. Gambaran otak juga

unggul dalam kualitas dibandingkan dengan gambar CT. Karena inilah, MRI

adalah uji preferensi dalam diagnosis stroke. Suatu jenis khusus yang disebut MRI

angiography resonansi magnetik, atau MRA, memungkinkan dokter tepat

memvisualisasikan penyempitan atau penyumbatan pembuluh darah di otak.

Magnetic Resonance Imaging (MRI) - Perangkat ini menggunakan medan

magnet untuk mendeteksi perubahan halus dalam jaringan otak. MRI berguna

ketika stroke melibatkan pembuluh darah kecil. Hal ini membutuhkan waktu yang

lebih lama daripada CT scan. Uji tanpa rasa sakit dilakukan tanpa memasuki

tubuh dan membutuhkan waktu antara 30 dan 90 menit.

Lumbar Puncture

Tes ini kadang-kadang dilakukan di ruang darurat ketika ada diagnosis

kuat untuk stroke hemoragik pada seseorang yang hasil CT scan tidak

menunjukkan darah jelas. Tes ini melibatkan penggunaan jarum ke suatu daerah

di dalam bagian bawah sumsum tulang belakang di mana ia aman untuk

mengumpulkan cairan cerebrospinal (CSF). Ketika ada pendarahan di otak, darah

dapat dilihat pada CSF.

Transcranial Doppler (TCD)

Adalah tes portable yang dapat dilakukan di samping tempat tidur untuk

menilai aliran darah melalui pembuluh di otak. Sebuah probe kecil ditempatkan

terhadap tengkorak. Tes ini menggunakan gelombang suara untuk mengukur

aliran darah melalui pembuluh darah utama di otak. Penyempitan daerah dalam

pembuluh darah menunjukkan aliran darah lebih cepat dibandingkan dengan

daerah normal. Informasi ini dapat digunakan oleh dokter untuk mengikuti

11

Page 12: Farmakoterapi Stroke (tugas)

perkembangan pembuluh darah tersumbat. Penggunaan penting bagi TCD adalah

penilaian aliran darah melalui pembuluh darah di daerah hemorrhagic stroke,

karena pembuluh darah memiliki kecenderungan untuk menjalani "vasospasme"

kontraksi berbahaya dari dinding pembuluh darah yang dapat menyumbat aliran

darah .

Doppler Ultrasound

Tes tanpa rasa sakit noninvasive di mana gelombang suara di atas rentang

pendengaran manusia dikirim ke leher. Gaung dari gelombang memantul dari

darah bergerak dan jaringan dan dibentuk menjadi suatu gambar. Metoda ini

cepat, tanpa rasa sakit dan risiko-bebas tetapi tidak akurat sebagai arteriografi.

Carotid Ultrasound

Tes ini dilakukan tanpa memasuki tubuh dan mengevaluasi aliran darah

arteri karotid. Gel digunakan pada kulit untuk mengirim sinyal USG dan

komputer dapat menghitung seberapa cepat darah tersebut mengalir dalam tubuh.

Ini membantu dokter menentukan berapa sempit arteri telah menjadi.

Cerebral Angiography

Penggunakan tes ini dilakukan untuk memvisualisasikan pembuluh darah

di leher dan otak. Selama pengujian ini pewarna khusus yang dapat dilihat

menggunakan sinar-X disuntikkan ke dalam arteri karotis, yang membawa darah

ke otak. Pada seseorang yang memiliki sebagian atau obstruksi total salah satu

pembuluh darah, atau dalam pembuluh darah lainnya di dalam otak, sedikit atau

tidak ada pewarna dapat dilihat mengalir melewatinya.

Penyebab umum dari stroke adalah penyempitan arteri karotid, stenosis

karotis, yang biasanya merupakan hasil dari deposito kolesterol di sepanjang

dinding pembuluh darah. Kondisi ini juga dapat didiagnosis dengan tes yang

disebut Duplex Carotid, dimana gelombang suara digunakan untuk mengevaluasi

aliran darah melalui pembuluh darah. Tergantung dari tingkat penyempitan dan

pada gejala dirasakan oleh seseorang, pembedahan mungkin diperlukan untuk

menghilangkan plak dari arteri yang terkena. Cerebral angiography juga dapat

membantu dokter mendiagnosa kondisi umum berikut diketahui terkait dengan

stroke hemoragik

12

Page 13: Farmakoterapi Stroke (tugas)

1. Aneurisma

2. Arterio-Venous Malformations

Electrocardiogram

Uji ini, juga dikenal sebagai EKG atau ECG, membantu dokter

mengidentifikasi masalah dengan konduksi listrik jantung.. Normalnya, jantung

berdetak dalam pola, teratur berirama yang mempromosikan aliran darah lancar ke

otak dan organ tubuh lainnya. Tetapi ketika hati telah cacat dalam konduksi

listrik, pemukulan berhenti berirama dan dikatakan menderita aritmia, atau detak

jantung yang tidak teratur. Beberapa aritmia, seperti fibrilasi atrium,

menyebabkan pembentukan bekuan darah di dalam bilik jantung. bekuan darah ini

kadang-kadang bermigrasi ke otak dan menyebabkan stroke.

Transthoracic echocardiogram (TTE)

Uji ini, juga dikenal sebagai 'echo' menggunakan gelombang suara untuk

mencari gumpalan darah atau sumber lainnya emboli di dalam hati. Ini juga

digunakan untuk mencari kelainan fungsi jantung yang dapat menyebabkan

pembentukan bekuan darah di dalam bilik jantung.. TTEs juga digunakan untuk

menyelidiki apakah gumpalan darah dari kaki dapat melakukan perjalanan melalui

hati dan mencapai otak.

Leg Ultrasound

Dokter biasanya melakukan tes pada penderita stroke didiagnosis dengan

foramen ovale paten. pengujian menggunakan gelombang suara untuk mencari

bekuan darah di pembuluh darah dalam kaki, yang juga dikenal sebagai trombosis

vena dalam atau DVTs. DVTs dapat menyebabkan stroke dengan membuat

sebuah perjalanan panjang yang berakhir di otak.. Pertama, sebuah fragmen kecil

dari DVT istirahat off dan perjalanan ke jantung melalui sirkulasi venaSetelah di

jantung bekuan darah salib dari sisi kanan ke sisi kiri jantung melalui PFO, di

mana ia didorong keluar melalui aorta dan carotids terhadap otak, di mana ia

dapat menyebabkan stroke.

13

Page 14: Farmakoterapi Stroke (tugas)

VI. HASIL TERAPI YANG DIINGINKAN (Dipiro et al, 2008)

Tujuan pengobatan stroke akut adalah

1. Mengurangi luka sistem syaraf yang sedang berlangsung dan menurunkan

kematian dan cacat jangka panjang.

2. Mencegah komplikasi sekunder untuk imobilitas dan disfungsi sistem syaraf.

3. Mencegah berulangnya stroke.

VII. PENANGANAN

Terapi nonfarmakologi (Dipiro et al, 2008)

Pada stroke iskemia akut, penanganan melalui jalan operasi terbatas.

Operasi dekompresi dapat menyelamatkan hidup dalam kasus pembengkakan

signifikan yang berhubungan dengan infark serebral. Pendekatan interdisipliner

untuk penanganan stroke yang mencakup rehabilitasi awal sangat efektif dalam

pengurangan kejadian stroke berulang pada pasien tertentu. Pembesaran karotid

dapat efektif dalam pengurangan resiko stroke berulang pada pasien komplikasi

beresiko tinggi selaam endarterektomi.

Pendarahan subarakhnoid disebabkan oleh rusaknya aneurisme

intrakranial atau cacat arteriintravena, operasi untuk memotong atau

memindahkan pembuluh darah yang abnormal, penting untuk mengurangi

kematian dari pendarahan. Keuntungan operasi tidak didokumentasikan dengan

baik dalam kasus pendarahan intraserebral primer. Pada pasien hematomas

intraserebral, insersi pada saluran pembuluh darah dengan pemantauan atau

tekanan intrakranial umum dilakukan. Operasi dekompresi hematoma masih

diperdebatkan sebagai penyelamat terakhir dalam kondisi terancamnya hidup.

Terapi farmakologi

Stroke iskemia

American Stroke Association mempublikasikan pedoman dalam

penanganan kasus stroke iskemia. Secara umum ada 2 jenis obat yang

direkomendasikan yaitu tPA intravena pada 3 jam onset stroke dan aspirin pada

48 jam onset.

14

Page 15: Farmakoterapi Stroke (tugas)

Telah ditunjukkan bahwa pemberian lebih awal (<3 jam) tPA intravena

dapat menurunkan resiko cacat yang disebabkan oleh stroke iskemia. Secara

ringkas esensi dari protokol penanganan stroke iskemia adalah sebagai berikut :

1. Ditangani oleh suatu tim

2. Onset gejala adalah 3 jam

3. CT scan untuk pengecualian terhadap stroke hemoragi

4. Memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi (tabel 2)

5. Diberikan tPA 0,9 mg/kg sampai satu jam setelah bolus 10% dosis total

diberikan sampai 1 menit.

6. Terapi antikoagulan dan antiplatelet seharusnya dihindari selama 24 jam

7. Pemantauan lebih dekat lagi terhadap pendarahan

Terapi aspirin lebih awal juga menunjukkan penurunan resiko kematian

dan cacat tetapi tidak boleh diberikan selama 24 jam dari waktu pemberian tPA

karena dapat meningkatkan resiko pendarahan pada setiap pasien.

Telah diketahui bahwa terapi antiplatelet adalah dasar dari terapi

antitrombotik untuk pencegahan sekunder stroke iskemia, dan sebaiknya

digunakan pada stroke nonkardioembolik. Terdapat tiga obat yang sekarang ini

digunakan yaitu aspirin klopidogrel, kombinasi dipiradamol dan aspirin yang

dipertimbangkan sebagai antiplatelet pilihan pertama oleh ACCP (American

College of Chest Physicians).

Pada pasien yang mengalami fibrilisasi atrial dan kemungkinan adanya

embolik, warfarin adalah antitrombotik pilihan pertama. Farmakoterapi lainnya

merekomendasikan untuk pencegahan sekunder terjadinya stroke meliputi

penurunan tekanan darah dan terapi statin. Saat ini rekomendasi untuk terapi akut

dan pencegahan sekunder penyakit stroke tercantum pada tabel 2

Mengenali dan merespon dengan segera gejala stroke adalah sangat

penting untuk memperoleh hasil terapii yang optimal. Segera setelah gejala stroke

itu dikenali, sistem penanganan emergensi harus dilakukan. Dalam hal ini harus

dapat dibedakan antara gejala stroke dengan gangguan lainnya, hipertensi

enselopati, hipoglikemi, komplikasi, migren (Koda-kimble et al, 2009).

15

Page 16: Farmakoterapi Stroke (tugas)

Tabel 1. Farmakoterapi yang dianjurkan untuk stroke iskemik

Terapi pendukung yang umum diperlukan untuk pasien di rumah sakit.

Beberapa masalah adalah penting untuk penanganan yang tepat terhadap stroke.

Perhatian khusus perlu diberikan pada pengontrolan cairan dan elektrolit. Terlalu

berlebihan dalam hidrasi atau kurangnya suplementasi natrium dapat

menyebabkan hiponatremia, dengan demikian memaksa cairan masuk ke dalam

neuron dan kemudian dapat meningkatkan kerusakan pada iskemia. Jadi

sebaiknya dilakukan terapi cairan dengan menggunakan larutan yang mengandung

minimal 0,45% saline dan yang paling disukai adalah 0,9% saline (Koda-kimble

et al, 2009).

Perhatian terhadap temperatur tubuh juga harus diberikan. Penelitian

menunjukkan bahwa peningkatan kecil temperatur tubuh berhubungan dengan

semakin memburuknya keadaan. Hipotermia adalah neuroprotektif dan beberapa

penelitian mengindikasikan bahwa menrunkan suhu tubuh 0,26ºF memberikan

manfaat pada pasien stroke. Penggunaan antipiretik seperti asetaminofen

disarankan untuk menormalkan suhu tubuh (Koda-kimble et al, 2009).

Parameter metabolik yang lain yang harus diperhatikan adalah kadar gula

darah, karena hiperglikemi memberikan efek yang buruk terhadap kondisi infark

16

Page 17: Farmakoterapi Stroke (tugas)

iskemia. Jika hiperglikemia dideteksi, terapi insulin yang tepat harus dilakukan

untuk mempertahankan konsentrasi glukosa darah <140 mg/dl tanpa

menyebabkan hipoglikemik (Koda-kimble et al, 2009).

Dalam mengatur tekanan darah pasien harus dilakukan hati-hati.

Penurunan tekanan darah yang terlalu cepat dapat membahayakan aliran darah ke

otak dan memperluas daerah yang mengalami iskemia dan infark. Sedangkan

hipertensi dapat menempatkan pasien pada resiko yang besar untuk terjadinya

hemoragik khususnya jika digunakan zat trombolitik. Untuk pasien dengan

tekanan sistol >185 mmHg atau tekanan diastol >110 mmHg yang akan diberikan

fibrinolitik intravena, labetalol, tempelan nitrogliserin dan nikardipin intravena

seharusnya diberikan untuk menurunkan tekanan darah. Hal ini merupakan tujuan

yang tepat untuk memulai terapi tPA. Setelah pemeberian tPA, tekanan darah

harus dijaga di bawah 180/105 mmHg. Terjadi penrunan fungsi neurologi

berhubungan dengan penurunan tekanan darah, kecepatan infus antihipertensi

diturunkan atau bila perlu obat tidak dilanjutkan. Terapi antihipertensi dapat

dilakukan kembali dengan menggunakan obat oral seperti antagonis kanal kalsium

atau ACE inhibitor (Koda-kimble et al, 2009).

Tabel 2. Kriteria inklusi dan ekslusi pada pemberian altaplase

17

Page 18: Farmakoterapi Stroke (tugas)

18

Symtomp onset within 3 hours

Symtomp onset longer than 3 hours

Give aspirin 325 mg in 24-48 hours

Meets NIH criteria for thrombolytic therapy

Provide appropriate

supportive and preventive care

Provide appropriate supportive and preventive care

Begin antiplatelet

therapy 24-48 hours after tPA

Initiate tPA according to NIH protocol

Onset of stroke-like symtomps

Activate emergency medical system

Initiate respiratory and cardiovascular

support and transport immediately to the emergensy department for

further care

Symtomps not

consistentwith stroke

Symtompsconsistentwith stroke

Initiate appropriate therapy and transport to emergensy

department for further evaluation

Emergensy department assessmentHistory of symtomp onsetNeurogical examinationPhysical examinationCT or MRI scan of headAssessment with NIH Stroke ScaleAppropriate laboratory test

Subarachnoid hemorrage

Other Hemorrhagic strokes

Control blood

pressure

Surgical clipping

of aneurysm

Initiate appropriatetherapy to preventrebleeding delayed

vasospasm,hydrocephalus,

and zeizures

Plan for rehabilitation

Plan for rehabilitation

Plan for rehabilitation

Give aspirin 325 mg in 24-48 hours

Provide appropriate supportive and preventive care

Plan for rehabilitation

Provide appropriate supportive and preventive care

Plan for rehabilitation

Hemorrhagic Stroke Ischemic Stroke

Yes

Maintain blood pressure <180/110

mmHg

No

Gambar 4. Logaritma terapi stroke

Page 19: Farmakoterapi Stroke (tugas)

Terapi trombolitik

Alteplase

Alteplase adalah trombolitik (fibrinolitik) intra vena yang diterima untuk

penanganan stroke akut pada tahun 1996 berdasarkan National Institute of

Neurological Disorders and Stroke (NINDS). Pedoman American Stroke

Association memasukkan alteplase dalam penanganan stroke iskemia akut yang

disetujui oleh FDA dan sangat dianjurkan bila diagnosis telah dilakukan lebih

awal. Alteplase adalah efektif dalam membatasi perluasan infark dan melindungi

jaringan otak dari iskemia dan kematian sel dengan merestorasi aliran darah.

Pemberian antiplatelet, antikoagulan, pemasangan NGT harus dihindari selama 24

jam setelah infus alteplase untuk mencegah komplikasi pendarahan. Pemasangan

kateter seharusnya dihindari selama 30 menit setelah pemberian infus.

Efek samping yang paling umum dari penggunaan antitrombotik adalah

pendarahan meliputi hemoragik intraserebral dan pendarahan sistemik. Perubahan

status mental dan sakit kepala yang berat yang dapat mengindikasikan hemoragik

intraserebral.

Sterptokinase

Streptokinase tidak diindikasikan untuk penggunaan dalam terapi iskemia

akut. Berdasarkan evaluasi streptokinase telah dihentikan karena tingginya insiden

hemoragik pada pasien yang diberi streptokinase. Saat ini tidak ada indikasi untuk

penggunaan streptokinase dan trombolitik lain dari pada alteplase pada

penanganan stroke iskemia akut.

Intraarterial Trombrolitik

Intraarterial trombolitik dapat meningkatkan hasil terapi pasien stroke

iskemia yang disebabkan oleh penyumbatan pembuluh besar. Karena hanya

terbatas pada trombolisis intraarterial pedoman saat ini merekomendasikan

penanganan dengan alteplase intravena pada pasien yang memenuhi kriteria tidak

perlu ditunda menunggu trombolisis intraarterial (Chisholm-burns et al, 2008).

19

Page 20: Farmakoterapi Stroke (tugas)

Heparin

Heparin biasanya digunakan pada terapi stroke akut. Akan tetapi tidak ada

percobaan yang cukup untuk memastikan efikasi dan keamanannya. Pedoman

penanganan stroke iskemia akut saat ini tidak merekomendasikan antikoagulan

pada keadaan gawat dengan heparin atau heparin bobot molekul rendah karena

kurangnya bukti yang menguntungkan pada peningkatan fungsi neurologik dan

karena resiko terjadinya pendarahan. Heparin dapat mencegah berulangnya stroke

pada pasien dengan atherotrombosis pembuluh darah besar atau stroke

kardioembolik. Akan tetapi perlu dilakukan penenlitian lebih lanjut. Komplikasi

umum dari heparin meliputi perubahan dari stroke iskemia ke stroke hemoragik,

pendarahan dan trombositopenia (Chisholm-burns et al, 2008).

Aspirin

Aspirin pada kasus stroke iskemia akut telah diteliti oleh International

Stroke Trial dan Chinese Acute Stroke Trial. Pasien yang menerima aspirin tidak

lebih 24-48 jam dari onset gejala kurang mengalami berulangnya stroke lebih

awal, kematian dan cacat. Terapi lebih awal dengan aspirin tidak lebih dari 24-48

jam setelah onset gejala harus dilanjutkan selama paling kurang 2 minggu

(Chisholm-burns et al, 2008).

Pencegahan sekunder

Aspirin secara khusus dipertimbangkan sebagai pilihan pertama pada

pencegahan sekunder untuk stroke iskemia dan menurunkan resiko stroke di

kemudian hari pada 25% pria dan wanita yang mengalami TIA atau stroke

sebelumnya. Aspirin salut enterik 325 mg perhari adalah dosis yang paling umum

digunakan dan telah direkomendasikan. FDA telah menerima dosis 50-325 mg

untuk pencegahan stroke iskemia sekunder. Pada kasus dimana terjadi kegagalan

terapi dengan aspirin, peningkatan dosis aspirin atau menggantinya dengan

klopidogrel, atau kombinasi pelepasan diperluas klopidogrel dengan aspirin.

Klopidogrel adalah alternatif yang sesuai jika aspirin tidak dapat ditolerir.

20

Page 21: Farmakoterapi Stroke (tugas)

Warfarin belum cukup diteliti pada kasus stroke nonkardioembolik, tetapi

sering direkomendasikan setelah pemberian antiplatelet gagal. Secara umum

pasien tanpa atrial fibrilasi terapi antiplatelet lebih direkomendasikan daripada

warfarin. Pada pasien dengan atrial fibrilasi, antikoagulasi jangka panjang dengan

warfarin direkomendasikan dan efektif baik untuk pencegahan primer maupun

sekunder (Chisholm-burns et al, 2008).

Tiklopidin akan dicadangkan untuk pasien yang gagal atau tidak dapat

menerima terapi lain karena efek sampingnya (neutropenia, anemia aplastik,

purpura trombositopenia trombosis, ruam, diare, hiperkolesterolemia) (Sukandar

dkk, 2009)

Stroke hemoragik

Saat ini belum tersedia standar farmakologi untuk menangani hemoragik

intraserebral. Penggunaan zat hemostatik pada kasus hiperakut (< 4 jam) dapat

mencegah perluasan hematoma tetapi tidak meningkatkan hasil terapi. Pedoman

pengobatan untuk mengatur tekanan darah, peningkatan tekanan intrakranial dan

pengobatan komplikasi intraserebral hemoragik dibutuhkan untuk

penatalaksanaan penyakit akut pasien di unit pelayanan neurointensif.

Pendarahan subarakhnoid disebabkan oleh rusaknya anerusime

berhubungan dengan kejadian iskemia serebral yang tertunda dalam dua minggu

setelahterjadinya pendarahan. Vasospasmus vaskulatur serebral adalh yang

bertanggung jawab untuk iskemia tertunda dan terjadi antara 4 dan 21 hari setelah

pendarahan. Bloker kanal kalsium nimopidine dianjurkan untuk mengurangi

kejadian dan keparahan penurunan neurologi efek dari iskemia tertunda.

Nimodipine 60 mg setiap 4 jam seharusnya diawali dengan diagnosis dan

berkelanjutan untuk 21 hari pada semua pasien pendarahan subarakhnoid. Jika

hipotensi terjadi, dosis dikurangi hingga30 mg setaip 4 jam sementara itu volume

intravaskuler dipertahankan (Sukandar dkk, 2009).

21

Page 22: Farmakoterapi Stroke (tugas)

VIII. EVALUASI HASIL TERAPI (Dipiro et al, 2008)

Pasien stroke akut seharusnya dipantau secara ketat terhadap kemungkinan

peningkatan keparahan neurologi, komplikasi tromboemboli atau infeksi, dan efek

samping dari pengaruh farmakologi atau non-farmakologi. Pertimbangan umum

lainnya untuk pasien stroke meliputi

1. Perluasan kerusakan pada otak (iskemia atau hemoragik)

2. Timbulnya edema serebral dan peningkatan tekanan intrakranial

3. Hipertensi yang darurat

4. Infeksi (sistem urin dan pernapasan)

5. Tromboembolisme vena

6. Elektrolit yang abnormal dan gangguan ritme jantung

7. Berulangnya stroke

Tabel 2. Pemantauan pasien stroke

IX. CONTOH KASUS DAN SOLUSINYA (Dodds, 2010)

Skenario hari pertama

Bapak DF, 62 tahun, dibawa ke rumah sakit setelah collaps dan mengalami

hilang kesadaran singkat 3 jam sebelumnya. Saat masuk ia dalam keadaan sadar.

Dia telah kehilangan kemampuan gerak pada kedua lengan kirinya dan kaki.

Tekanan darahnya 160/100 mmHg.

22

Page 23: Farmakoterapi Stroke (tugas)

Riwayat medisnya memiliki hipertensi, di mana dia telah diberikan

bendroflumethiazide 2,5 mg setiap hari selama 6 tahun. Dia juga telah diberikan

carbamazepine 400 mg dua kali sehari selama 10 tahun untuk epilepsi. Dia tinggal

di rumah dengan istrinya, dan merokok 15 batang per hari dan kadang-kadang

mengkonsumsi alkohol. Hasil uji serum biokimianya adalah:

o Natrium 137 mmol/l (normalnya kisaran 135-145)

o Urea 4,7 mmol/l (2,5-7,0)

o Kalium 4.9 mmol/l (3,5-5,0)

o Kreatinin 95 mikromol/l (50-130)

Diagnosis stroke iskemik sudah dilakukan. Bapak DF diresepkan aspirin 300

mg secara oral dan dirujuk ke Unit Stroke Akut. A Computed Tomography (CT)

scan telah dilakukan.

Pertanyaan untuk didiskusikan

1. Apakah faktor resiko yang dimiliki Bapak DF terhadap perkembangan

strokenya?

2. Alasan apa yang mendasari dilakukannya CT scan?

3. Kapan aspirin dapat diberikan, dan berapakah dosisnya?

4. Haruskah Bapak DF diresepkan profilaksis terhadap ulserasi lambung?

5. Adakah golongan obat lain, selain aspirin, yang telah terbukti bermanfaat

dalam pengobatan stroke iskemia?

6. Apakah Bapak DF dapat direkomendasikan untuk menggunakan obat

golongan trombolitik?

7. Bagaimana jika terapi karbamazepin dihentikan?

8. Bagaimana seharusnya penanganan hipertensi Bapak DF?

Skenario hari ke 3

Bapak DF masih mengalami hilangnya gerakan dan nyeri di lengan kirinya

dan kaki. Dia juga mengalami kesulitan menelan, dan dianjurkan untuk mengikuti

fisioterapi, terapi bicara dan bahasa dan ahli diet. Sebuah tabung nasogastrik

dimasukkan

23

Page 24: Farmakoterapi Stroke (tugas)

Pertanyaan untuk didiskusikan

9. Bagaimana rencana pelayanan kefarmasian untuk Bapak DF?

10. Bagaimana penanganan terhadap rasa nyerinya?

11. Adakah masalah yang terjadi saat pemberian obat Bapak DF melalui NGT?

12. Nasihat apa yang akan dapat diberikan kepada perawat untuk mengatasi

masalah tersebut?

Skenario hari ke 9

Bapak DF dipindahkan ke bangsal rehabilitasi. Tekanan darahnya adalah

150/100 mmHg dan oleh karena itu ia diberikan perindopril 2 mg per hari. Kadar

kolesterolnya adalah 5,2 mmol /l.

Pertanyaan untuk didiskusikan

13. Bagaimana rasionalitas penggunaan angiotensin-converting enzim inhibitor

(ACEI)?

14. Apakah statin dapat diresepkan untuk Bapak DF?

Solusi

1. Hipertensi, merokok dan jenis kelamin

Hipertensi merupakan faktor risiko utama untuk stroke. Data uji coba saat ini

menunjukkan bahwa menurunkan tekanan darah dengan 5–6 mmHg diastolik

dan 10–12 mmHg sistolik selama 2–3 tahun dapat mengurangi risiko stroke

tahunan dari 7% menjadi 4,8%. Merokok meningkatkan risiko stroke sekitar

50%, dan laki-laki 25–30% lebih mungkin untuk mengalami stroke daripada

wanita. Faktor resiko lainnya adalah alkohol yang dikonsumsinya

2. Untuk membedakan antara stroke iskemia dan hemoragik

Sekitar 85% dari stroke adalah hasil dari suatu infark di otak (iskemik), 15%

sisanya merupakan akibat perdarahan intraserebral atau perdarahan sub-

arakhnoid (hemoragik). Stroke harus dipastikan nonhemoragik sebelum

pemberian resep trombolitik atau antikoagulan

3. Aspirin 150–300 mg oral harus diberikan dalam kurun waktu 48 jam

24

Page 25: Farmakoterapi Stroke (tugas)

Alasan untuk pengobatan aspirin dalam fase akut stroke iskemik adalah untuk

mencegah oklusi lebih lanjut terhadap suplai darah ke wilayah sekitar jaringan

otak. Dosis 150-300 mg aspirin harus diberikan sesegera mungkin setelah

timbulnya gejala stroke jika diagnosis perdarahan dianggap tidak mungkin.

4. Tidak perlu

Bapak DF tidak memiliki riwayat penyakit ulkus peptikum.Timbulnya

pendarahan pada pencernaan utama oleh aspirin, pada dosis yang digunakan

untuk perlindungan kardiovaskular, adalah 2-3%.

Jika profilaksis diperlukan, dosis pemeliharaan inhibitor pompa proton (PPI)

dapat ditentukan, misalnya lansoprazole 15 mg per hari. Saat ini pedoman

NICE merekomendasikan penggunaan terapi PPI dosis rendah untuk pasien

dengan riwayat ulkus tapi tidak bagi mereka dengan riwayat dispepsia.

5. Ada yaitu golongan trombolitik

Alasan di balik penggunaan Trombolitik dalam fase akut stroke iskemik

adalah mempercepat reperfusi dari daerah yang terkena di otak. Sejumlah uji

klinis multisentra dalam beberapa tahun terakhir (misalnya NINDS, ECASS-I,

ECASS-II, Atlantis-A dan B, CASES dan SITS-MOST) telah menunjukkan

manfaat yang signifikan dari alteplase, terutama bila diberikan dalam waktu 3

jam onset gejala stroke. Namun, penggunaan trombolisis dalam pengobatan

stroke iskemik akut tergantung pada pasien mencapai rumah sakit sesegera

mungkin, dan ketersediaan CT scan untuk mengkonfirmasikan diagnosis.

6. Tidak

Bapak DF tiba di rumah sakit 3 jam setelah timbulnya gejala-gejala itu.

Pedoman Klinis Nasional Royal College of Physician untuk negara Stroke

bahwa pengobatan trombolitik dengan aktivator plasminogen jaringan (tPA =

tissue Plasminogen activator) hanya perlu diberikan jika kriteria berikut ini

terpenuhi: tPA diberikan dalam waktu 3 jam sejak timbulnya gejala stroke, di

mana telah dipastikan adanya pengecualian terhadap perdarahan (oleh CT

scan); dan pasien berada di sebuah pusat spesialis dengan pengalaman yang

tepat dan keahlian dalam menggunakan trombolitik. Hasil sebauh penelitian,

mendukung fakta bahwa alteplase memang memiliki beberapa keuntungan

25

Page 26: Farmakoterapi Stroke (tugas)

terlihat dalam 3-4,5 jam paska-stroke (walaupun kurang menguntungkan

terlihat dalam 0-3 jam). Namun, akibat dari penggunaan lebih dari 3 jam

setelah stroke berada di luar lisensi produk ini

7. Tidak, karbamazepin tetap dilanjutkan

Kejang dapat terjadi sampai dengan 20% pasien stroke dan karena adanya

riwayat epilepsi. Bapak DF harus melanjutkan terapi karbamazepinnya pada

dosis yang sama.

8. Bapak DF harus tetap diberikan bendroflumethiazidenya.

Seharusnya tidak ada upaya lebih lanjut untuk mengurangi tekanan darah pada

stroke fase akut-nya, kecuali hipertensi itu terus meningkat.

Perhatian harus dilakukan dalam mengendalikan tekanan darah akut Bapak

DF, karena mengurangi tekanan darah terlalu cepat maka akan memperparah

iskemia dan memperluas daerah iskemia dan infark, sedangkan hipertensi

akan meningkatkan resiko pendarahan otak, terutama jika agen trombolitik

digunakan. Oleh karena itu, manipulasi tekanan darah hanya disarankan pada

stroke akut di mana adanya darurat hipertensi.

9. Pelayanan kefarmasian yang dapat diberikan meliputi

Terapi antiplatelet

o Memastikan obat antiplatelet tetap dilanjutkan.

o Monitor untuk tanda-tanda iritasi lambung.

Disfagia

o Formulasi alternatif disesuaikan dengan NGT.

o Periksa pemilihan waktu pemberian obat jika menggunakan makanan

enteral

Hipertensi

o Pemantauan tekanan darah.

o Target tekanan darah optimal (dalam fase rehabilitasi) untuk pasien

dengan penyakit kardiovaskuler dipertahankan adalah 130/80 mmHg-

140/90 mmHg.

o Jangan menambah dosis atau resep dosis baru antihipertensi sampai

26

Page 27: Farmakoterapi Stroke (tugas)

setidaknya 7 hari

10. Jika rasa nyeri hemiplegik sangat menganggu, dosis rendah amitriptiline dapat

diresepkan.

Hal ini sangat penting bahwa penyebab yang benar dari rasa sakit yang

didiagnosis. Penyebab masalah lain yang mungkin pada anggota tubuh pasca-

stroke ialah ketegangan otot, kekejangan. Sehingga obat lain yang tepat,

seperti parasetamol, baclofen atau injeksi intra-artikular, dapat ditentukan

untuk masing-masing masalah ini. Jika rasa sakit yang sentral, dosis rendah

amitriptiline, misalnya 25 mg pada malam hari, dapat diresepkan. Ini harus

dititrasi di 25 interval mg setiap minggu, sesuai dengan respon. Pasien harus

dipantau ketat untuk setiap tanda-tanda penekanan sistem saraf pusat (SSP),

dan terapi tidak boleh dimulai lagi sampai pasien secara medis stabil.

11. Suspensi karbamazepin dapat melekat dalam tabung dan bereaksi dengan

makanan enteral hal ini mempengaruhi bioavailabilitasnya

12. Pemberian makanan harus dihentikan paling kurang 1 jam sebelum pemberian

obat. Suspensi karbamazepin harus diencerkan dengan 30–60 ml air. NGT

dibilas dengan air dalam jumlah yang sama setelah pemberian obat. Makanan

enteral tidak boleh dimulai kembali hingga 2 jam setelah pemberian.

13. Pemberian ACEI adalah untuk mengurangi resiko stroke lebih lanjut.

Dalam studi progres kombinasi ACEI (perindropil) dan diuretik thiazid

menghasilkan penurunan resiko stroke 43% dibanding plasebo baik pada

penderita hipertensi maupun nonhipertensi. Bapak DF sudah diterapi dengan

bendroflumetazid dan ternyata masih mengalami hipertensi pada hari ke 9

sehingga diputuskan untuk penambahan perindropil 2 mg setiap hari. Masih

menjadi perdebatan apakah penurunan resiko stroke dalam percobaan adalah

efek dari obat kelas ini atau hanya sekedar menurunkan tekanan darah. Pada

sudi yang dilakukan HOPE, ramipril menurunkan resiko stroke 33% pada

pasien dengan penyakit vaskular.

14. Ya.

Physicians Stroke Guidelines menetapkan bahwa statin harus dipertimbangkan

untuk semua pasien dengan kolesterol total serum >3,5 mmol/l pada kasus

27

Page 28: Farmakoterapi Stroke (tugas)

stroke. Pernyataan ini didukung oleh hasil dari Heart Protection Study, di

mana simvastatin 40 mg sehari menyebabkan pengurangan risiko relatif

sekitar seperempat di semua kelompok pasien, terlepas dari kadar kolesterol

serum dasar mereka.

28

Page 29: Farmakoterapi Stroke (tugas)

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2010. Cermin Dunia Kedokteran National Scientific Meeting on Stroke, Neurosonology, Neuroimaging, Neurointervention dan Indonesian Neurological Association, Asean Stroke Advisory Panel (ASAP) Meeting Grup PT Kalbe Farma. Jakarta.

Chisholm-Burns, M.A., Wells B.G., Schwinghammer, T.L., Malone P.M., Kolesar J.M., Rotschafer, J.C., Dipiro, J.T. 2008. Pharmacotherapy Principle and Practice. McGraw-Hill Companies, USA.

Dipiro, J.T., Talbert, R.L., Yee, G.C., Matzke, G.R., Wells, B.G., Posey, L.M. 2008. Pharmacotherapy A Pathophysiologic Approach. 7th Edition. McGraw-Hill Companies, USA.

Dodds, L.J. 2010. Drug in Use, Clinical Case Studies for Pharmacists. 4th Edition. Pharmaceutical Press, London.

Koda-Kimble, M.A., Young, L.Y., Alldredge, B.K., Corelli, R.L., Guglielmo, B.J., Kradjan, W.A., Williams, B.R. 2009. Applied Therapeutics: The Clinical Use Of Drugs. 9th Edition. Lippincott Williams & Wilkins, USA.

Silvermen, I.E., Rymer, M.M. 2009. Ischemic Stroke An Atlas of Investigation and Treatment. Clinical Publishing, USA.

Sukandar, E.Y., Andrajati, R., Sigit, J.I., Adnyana, I.K., Setiadi A.P., Kusnandar. 2009. Iso Farmakoterapi. PT. ISFI Penerbitan, Jakarta

29