Etika Profesi dan Tata Kelola Korporat

31
BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Tanggung jawab sosial perusahaan atau yang lebih dikenal dengan corporate responsibility (CSR) dewasa ini menjadisuatupembahasan penting.CSR merupakan konsekuensi logis dari implementasi praktek tata kelola perusahaan yang baik ( good corporate governance GCG). Prinsip dariGCG diantaranya menyatakanperlunya perusahaan memperhatikan kepentingan para pemangku kepentingannya ( stakeholders) sesuai dengan aturan yang ada dan menjalin kerjasama yang akti dengan kepentingannya demi keberlangsungan jangka panjang perusahaan. Perhatian perusahaan pada saat ini lebihterkonsentrasi kepada kepentingan manajemen dan pemilik modal. Perusahaan seringkali mengabaikan stakeholders! s menyebabkan banyak aksi protes yang dilakukan oleh elemen stakeholders kepada manajemen perusahaan yang menuntut keadilan terhadap kebijakan upah maupun pembe asilitas kesejahteraan yang diterapkan perusahaan. "asyarakat juga banyak yang protes atas dampak sosial dan lingkungan yang dihasilkan perusahaan! sehingga menyebabkan hubungan yang tidakharmonisantara perusahaan dengan lingkungan sosialnya. "enurut #ordworth! ada empat alasan tanggung jawab sosial perusahaan penti untuk dilaksanakan yaitu$ pertama ! menghidari dari reputasi negati! kedua! menyahuti tanggapan dari lingkungan sekitar seperti permintaan lapangan kerja! ketiga mendapatkan respek dari kelompok masyarakat inti terutama yang mengharapkan keberadaan perus dan yang keempat adalah menjamin keamanan dari gangguan lingkungan sekitar rangka melakukan proses produksi dan keberlanjutan usaha perusahaan itu sendiri. CSR merupakan sebuah gagasan yang menjadikan perusahaan tidak lagi dihadap pada tanggung jawab yang berpijak pada nilai perusahaan yang direleksikan dal keuangannya saja. %esadaran atas pentingnya CSR dilandasi pemikiran bahwa perusa tidak hanya mempunyai kewajiban ekonomi dan legal kepada pemegang saham ( shareh ) melainkan juga kewajiban terhadap stakeholder . CSR menunjukkan bahwa tanggung j perusahaan harus berpijak pada aspek sosial! ekonomi! dan lingkungan. 1

description

Corporat Social Responsibilty

Transcript of Etika Profesi dan Tata Kelola Korporat

BAB IPENDAHULUANLatar BelakangTanggung jawab sosial perusahaan atau yang lebih dikenal dengan corporate social responsibility (CSR) dewasa ini menjadi suatu pembahasan penting.CSR merupakan konsekuensi logis dari implementasi praktek tata kelola perusahaan yang baik (good corporate governance GCG). Prinsip dari GCG diantaranya menyatakan perlunya perusahaan memperhatikan kepentingan para pemangku kepentingannya (stakeholders) sesuai dengan aturan yang ada dan menjalin kerjasama yang aktif dengan pemangku kepentingannya demi keberlangsungan jangka panjang perusahaan. Perhatian perusahaan pada saat ini lebih terkonsentrasi kepada kepentingan manajemen dan pemilik modal. Perusahaan seringkali mengabaikan stakeholders, sehingga menyebabkan banyak aksi protes yang dilakukan oleh elemen stakeholders kepada manajemen perusahaan yang menuntut keadilan terhadap kebijakan upah maupun pemberian fasilitas kesejahteraan yang diterapkan perusahaan. Masyarakat juga banyak yang melakukan protes atas dampak sosial dan lingkungan yang dihasilkan perusahaan, sehingga menyebabkan hubungan yang tidak harmonis antara perusahaan dengan lingkungan sosialnya.Menurut Wordworth, ada empat alasan tanggung jawab sosial perusahaan penting untuk dilaksanakan yaitu; pertama, menghidari dari reputasi negatif, kedua, menyahuti tanggapan dari lingkungan sekitar seperti permintaan lapangan kerja, ketiga mendapatkan respek dari kelompok masyarakat inti terutama yang mengharapkan keberadaan perusahaan, dan yang keempat adalah menjamin keamanan dari gangguan lingkungan sekitar dalam rangka melakukan proses produksi dan keberlanjutan usaha perusahaan itu sendiri.CSR merupakan sebuah gagasan yang menjadikan perusahaan tidak lagi dihadapkan pada tanggung jawab yang berpijak pada nilai perusahaan yang direfleksikan dalam kondisi keuangannya saja. Kesadaran atas pentingnya CSR dilandasi pemikiran bahwa perusahaan tidak hanya mempunyai kewajiban ekonomi dan legal kepada pemegang saham (shareholder) melainkan juga kewajiban terhadap stakeholder. CSR menunjukkan bahwa tanggung jawab perusahaan harus berpijak pada aspek sosial, ekonomi, dan lingkungan.

BAB IIPEMBAHASANPrinsip Peran Pemangku Kepentingan dan Tanggung Jawab Korporat1. Prinsip dan tanggung jawab korporatTanggung jawab Sosial Perusahaan atau Corporate Social Responsibility (CSR) adalah suatu konsep bahwa organisasi, khususnya (namun bukan hanya) perusahaan adalah memiliki berbagai bentuk tanggung jawab terhadap seluruh pemangku kepentingannya, yang di antaranya adalah konsumen, karyawan, pemegang saham, komunitas dan lingkungan dalam segala aspek operasional perusahaan yang mencakup aspek ekonomi, sosial, dan lingkungan. Oleh karena itu, CSR berhubungan erat dengan "pembangunan berkelanjutan", yakni suatu organisasi, terutama perusahaan, dalam melaksanakan aktivitasnya harus mendasarkan keputusannya tidak semata berdasarkan dampaknya dalam aspek ekonomi, misalnya tingkat keuntungan atau deviden, tetapi juga harus menimbang dampak sosial dan lingkungan yang timbul dari keputusannya itu, baik untuk jangka pendek maupun untuk jangka yang lebih panjang. Dengan pengertian tersebut, CSR dapat dikatakan sebagai kontribusi perusahaan terhadap tujuan pembangunan berkelanjutan dengan cara manajemen dampak (minimisasi dampak negatif dan maksimisasi dampak positif) terhadap seluruh pemangku kepentingannya.Ini yang menjadi perhatian terbesar dari peran perusahaan dalam masyarakat telah ditingkatkan yaitu dengan peningkatan kepekaan dan kepedulian terhadap lingkungan dan masalah etika. Masalah seperti perusakan lingkungan, perlakuan tidak layak terhadap karyawan, dan cacat produksi yang mengakibatkan ketidaknyamanan ataupun bahaya bagi konsumen adalah menjadi berita utama surat kabar. Peraturanpemerintah pada beberapa negara mengenai lingkungan hidup dan permasalahan sosial semakin tegas, juga standar dan hukum seringkali dibuat hingga melampaui batas kewenangan negara pembuat peraturan (misalnya peraturan yang dibuat oleh Uni Eropa. Beberapa investor dan perusahaam manajemen investasi telah mulai memperhatikan kebijakan CSR dari Surat perusahaan dalam membuat keputusan investasi mereka, sebuah praktek yang dikenal sebagai "Investasi bertanggung jawab sosial" (socially responsible investing).Banyak pendukung CSR yang memisahkan CSR dari sumbangan sosial dan "perbuatan baik" (atau kedermawanan seperti misalnya yang dilakukan oleh Habitat for Humanity atau Ronald McDonald House), namun sesungguhnya sumbangan sosial merupakan bagian kecil saja dari CSR. Perusahaan di masa lampau seringkali mengeluarkan uang untuk proyek-proyek komunitas, pemberian beasiswa dan pendirian yayasan sosial. Mereka juga seringkali menganjurkan dan mendorong para pekerjanya untuk sukarelawan (volunteer) dalam mengambil bagian pada proyek komunitas sehingga menciptakan suatu itikad baik di mata komunitas tersebut yang secara langsung akan meningkatkan reputasi perusahaan serta memperkuat merek perusahaan. Dengan diterimanya konsep CSR, terutama triple bottom line, perusahaan mendapatkan kerangka baru dalam menempatkan berbagai kegiatan sosial di atas.CSR bukanlah sekedar kegiatan amal, melainkan CSR mengharuskan suatu perusahaan dalam pengambilan keputusannya agar dengan sungguh-sungguh memperhitungkan akibat terhadap seluruh pemangku kepentingan (stakeholder) perusahaan, termasuk lingkungan hidup. Hal ini mengharuskan perusahaan untuk membuat keseimbangan antara kepentingan beragam pemangku kepentingan eksternal dengan kepentingan pemegang saham, yang merupakan salah satu pemangku kepentingan internal.Sebuah definisi yang luas oleh World Business Council for Sustainable Development (WBCSD) yaitu suatu asosiasi global yang terdiri dari sekitar 200 perusahaan yang secara khusus bergerak di bidang "pembangunan berkelanjutan" (sustainable development) yang menyatakan sebagai berikut:" CSR merupakan suatu komitmen berkelanjutan oleh dunia usaha untuk bertindak etis dan memberikan kontribusi kepada pengembangan ekonomi dari komunitas setempat ataupun masyarakat luas, bersamaan dengan peningkatan taraf hidup pekerjanya beserta seluruh keluarganya".

Untuk menunjukkan bahwa perusahaan adalah warga dunia bisnis yang baik maka perusahaan dapat membuat pelaporan atas dilaksanakannya beberapa standar CSR termasuk dalam hal: Akuntabilitas atas standar AA1000 berdasarkan laporan sesuai standar John Elkington yaitu laporan yang menggunakan dasar triple bottom line (3BL) Global Reporting Initiative, yang mungkin merupakan acuan laporan berkelanjutan yang paling banyak digunakan sebagai standar saat ini. Verite, acuan pemantauan Laporan berdasarkan standar akuntabilitas sosial internasional SA8000 Standar manajemen lingkungan berdasarkan ISO 14000Di beberapa negara dibutuhkan laporan pelaksanaan CSR, walaupun sulit diperoleh kesepakatan atas ukuran yang digunakan untuk mengukur kinerja perusahaan dalam aspek sosial. Sementara aspek lingkungan, apalagi aspek ekonomi memang jauh lebih mudah diukur. Banyak perusahaan sekarang menggunakan audit eksternal guna memastikan kebenaran laporan tahunan perseroan yang mencakup kontribusi perusahaan dalam pembangunan berkelanjutan, biasanya diberi nama laporan CSR atau laporan keberlanjutan. Akan tetapi laporan tersebut sangat luas formatnya, gayanya dan metodologi evaluasi yang digunakan (walaupun dalam suatu industri yang sejenis). Banyak kritik mengatakan bahwa laporan ini hanyalah sekadar "pemanis bibir" (suatu basa-basi), misalnya saja pada kasus laporan tahunan CSR dari perusahaan Enron dan juga perusahaan-perusahaan rokok. Namun, dengan semakin berkembangnya konsep CSR dan metode verifikasi laporannya, kecenderungan yang sekarang terjadi adalah peningkatan kebenaran isi laporan. Bagaimanapun, laporan CSR atau laporan keberlanjutan merupakan upaya untuk meningkatkan akuntabilitas perusahaan di mata para pemangku kepentingannya.Argumen yang mendukung perlunya keterlibatan sosial perusahaan adalah sebagai berikut :a. Kebutuhan dan harapan masyarakat yang semakin berubahSetiap kegiatan bisnis dimaksudkan untuk mendatangkan keuntungan. Ini tidak bisa disangkal. Namun dalam masyarakat yang semakin berubah, kebutuhan dan harapan masyarakat terhadap bisnis pun ikut berubah. Karena itu, untuk bisa bertahan dan berhasil dalam persaingan bisnis modern yang ketat ini, para pelaku bisnis semakin menyadari bahwaa mereka tidak bisa begitu saja hanya memusatkan perhatian pada upaya mendatangkan keuntungan sebesar-besarnya.b. Terbatasnya sumber daya alamArgumen ini didasarkan pada kenyataan bahwa bumi kita ini mempunyai sumber daya alam yang terbatas. Bisnis justru berlangsung dalam kenyataan ini, dengan berupaya memanfaatkan secara bertanggung jawab dan bijaksana sumber daya yang terbatas itu demi memenuhi kebutuhan manusia. Maka, bisnis diharapkan untuk tidak hanya mengeksploitasi sumber daya alam yang terbatas itu demi keuntungan ekonomis, melainkan juga ikut melakukan kegiatan sosial tertentu yang terutama bertujuan untuk memelihara sumber daya alam.

c. Lingkungan sosial yang lebih baikBisnis berlangsung dalam suatu lingkungan sosial yang mendukung kelangsungan dan keberhasilan bisnis itu untuk masa yang panjang. Ini punya implikasi etis bahwa bisnis mempunyai kewajiban dan tanggung jawab moral dan sosial untuk memperbaiki lingkungan sosialnya kearah yang lebih baik.d. Pertimbangan tanggung jawab dan kekuasaanKeterlibatan sosial khususnya, maupun tanggung jawab sosial perusahaan secara keseluruhan, juga dilihat sebagai suatu pengimbang bagi kekuasaan bisnis modern yang semakin raksasa dewasa ini. Alasannya, bisnis mempunyai kekuasaan sosial yang sangat besar.e. Bisnis mempunyai sumber-sumber daya yang bergunaArgumen ini akan mengatakan bahwa bisnis atau perusahaan sesungguhnya mempunyai sumber daya yang sangat potensial dan berguna bagi masyarakat. Perusahaan tidak hanya punya dana, melainkan juga tenaga professional dalam segala bidang yang dapat dimanfaatkan atau dapat disumbangkan bagi kepentingan kemajuan masyarakat.f. Keuntungan jangka panjangArgumen ini akan menunjukkan bahwa bagi perusahaan, tanggung jawab sosial secara keseluruhan, termasuk keterlibatan perusahaan dalam berbagai kegiatan sosial merupakan suatu nilai yang sangat positif bagi perkembangan dan kelangsungan pengusaha itu dalam jangka panjang.Prinsip OECD IV (keempat) membahas mengenai Peranan Stakeholders dalam Corporate Governance (CG).Secara umum, prinsip ini menyatakan bahwa: Kerangka corporate governance harus mengakui hak stakeholders yangdicakup oleh perundang-undangan atau perjanjian (mutual agreements)dan mendukung secara aktif kerjasama antara perusahaan danstakeholders dalam menciptakan kesejahteraan, lapangan pekerjaan,dan pertumbuhan yang bekesinambungan (sustainibilitas) dari kondisikeuangan perusahaan yang dapat diandalkan.Pernyataan di atas dapat dijelaskan sebagai berikut: para pemangku kepentingan (stakeholder) seperti investor, karyawan, kreditur dan pemasok memiliki sumberdaya yang dibutuhkan oleh perusahaan. Sumber daya yang dimiliki oleh stakeholder tersebut harus dialokasikan secara efektif untuk meningkatkan efisiensi dan kompetisi perusahaan dalam jangka panjang. Alokasi yang efektif dapat dilakukan dengan cara memelihara dan mengoptimalkan kerja sama para stakeholder dengan perusahaan. Hal tersebut dapat tercapai dengan penerapan kerangka corporate governance dalam pengelolaan perusahaan yaitu denganadanya jaminan dari perusahaan tentang perlindungan kepentingan para pemangku kepentingan baik melalui perundang-undangan maupun perjanjian. Selanjutnya, secara lebih rinci prinsip yang terkait dengan Peranan Stakeholders dalam Corporate Governance (CG) terbagi atas 6 (enam) subprinsip antara lain:A. Hak-hak pemangku kepentingan (stakeholders) yang dicakup dalam perundang-undangan atau perjanjian (mutual agreements) harus dihormatiDi semua negara anggota OECD, prinsip yang memuat mengenai hak-hak stakeholders dicakup dalam perundang-undangan seperti Undang-Undang Ketenagakerjaan, Undang-Undang Usaha, Undang- Undang Komersial dan Insolvensi (kesulitan likuiditas dalam jangka panjang) atau perjanjian-perjanjian lain. Dalam hal hak-hak stakeholder tidak dicakup dalam perundang-undangan di atas, maka perusahaan-perusahaan akan memuat tambahan mengenai hal-hal yang berhubungan dengan komitmen perusahaan terhadap stakeholder dan reputasinya khususnya terkait dengan kepentingan perusahaan dalam arti luas.B. Jika kepentingan stakeholder dilindungi oleh undang-undang, maka stakeholders seharusnya memiliki kesempatan untuk menuntut (redress) secara efektif atas hak-hak yang dilanggar.Subprinsip ini menyatakan bahwa kerangka dan proses hukum yang berlaku harus transparan dan tidak menghalangi stakeholder dalam mengkomunikasikan dan memperoleh hak untuk menuntut (redress) apabila terjadi pelanggaran terhadap hak-hak mereka. Dengan kata lain subprinsip kedua ini merupakan hak perlindungan terhadap stakeholder apabila, hak-hak stakeholder yang dicakup dalam subprinsip pertama tidak dapat berjalan dengan baik.C. Mekanisme peningkatan kinerja bagi partisipasi karyawan harus diperkenankan untuk berkembang.Implementasi tingkat partisipasi karyawan dalam corporate governance sangat bervariasi, hal ini tergantung dari perundangundangandan praktik yang ada disuatu negara dan juga kebijakanperusahaan. Walaupun memiliki kemungkinan implementasi yangberbeda baik disetiap negara ataupun perusahaan, subprinsip iniakan memberikan manfaat bagi perusahaan baik secara langsungmaupun tidak langsung yaitu dengan adanya komitmen kesiapankaryawan dalam menginvestasikan skill yang dimilikinya dalamperusahaan. Contoh mekanisme peningkatan kinerja perusahaanmelalui partisipasi karyawan adalah: Perwakilan karyawan dalam Dewan Komisaris, Keterlibatan Serikat Pekerja dalam mempertimbangkan suatukeputusan penting, Employee Stock Option Plan (ESOP), dan Pension Plan.Sebagai catatan, dalam skema Pension Plan, perusahaan harus membentuk pengelola dana pensiun yang independen terhadap manajemen perusahaan. Hal ini dilakukan untuk mengurangi benturan kepentingan antara manajemen dan karyawan.D. Jika Pemangku Kepentingan (stakeholders) berpartisipasi dalam proses CG, maka stakeholder harus memiliki akses atas informasi yang relevan, memadai dan dapat diandalkan secara tepat waktu dan berkala.Dalam hal perundang-undangan dan praktik Good Corporate Governance (GCG) memberikan atau mensyaratkan partisipasistakeholder, maka stakeholder harus memiliki akses atas informasipenting secara akurat, tepat waktu dan berkala dalam rangkamemenuhi kewajibannya terhadap perusahaan.E. Stakeholders termasuk didalamnya individu karyawan dan serikatkaryawan, seharusnya dapat secara bebas mengkomunikasikankepedulian mereka terhadap praktik ilegal atau tidak etis kepadaDekom, dan tindakan tersebut seharusnya tidak merpengaruhi hak-hakmereka.Tindakan manajemen perusahaan yang tidak etis dan illegal tidak hanya melanggar hak-hak stakeholder akan tetapi juga akan menurunkan reputasi dan meningkatkan risiko keuangan dari perusahaan dan pemegang sahamnya dimasa yang akan datang. Oleh karena itu sudah sewajarnya apabila perusahaan dan para pemegang saham menciptakan suatu prosedur dan perlindungan bagi komplain (whistle blower) yang dilakukan oleh karyawan perusahaan baik secara personal maupun melalui badan yang mewakilinya dan pihak lain diluar perusahaan yang memiliki kepedulian terhadap praktik tidak etis dan ilegal. Praktik yang umum dilakukan dalam rangka memfasilitasi whistle blower antara lain: Dewan komisaris (board) disarankan/didukung oleh perundangundangan dan atau prinsip-prinsip GCG untuk memberikan karyawan terhadap akses langsung yang bersifat rahasia pada komisaris independen, anggota dewan audit atau komite etik. Di level negara, pendirian lembaga ombudsman sebagai wadah penyaluran dari komplain. Penyediaan sarana telepon dan e-mail bersifat rahasia untuk menerima pengaduan. Serikat pekerja yang mewakili kepentingan karyawan, komplain yang dilakukan oleh lembaga ini diharapkan lebih efektif dan berpengaruh dibandingkan dengan komplain secara individual. Jika tidak terdapat tanggapan yang jelas tentang komplain yang dilakukan oleh karyawan atau pihak-pihak lain, maka OECD guidelines untuk perusahaan multinasional menyarankan agar setiap perusahaan multinasional menyampaikan komplain tersebut kepada pihak pemerintah yang berwenang di suatu negara tempat berpoperasinya perusahaan tersebut.Berkaitan dengan whistle blower, subprinsip OECD ini mengharuskan bahwa perusahaan atau manajemen perusahaan untuk tidak memberikan sanksi atau mengurangi hak-hak kepada pihak yang melakukan komplain tersebut.F. Kerangka CG harus dilengkapi dengan kerangka insolvency yang efisien dan efektif serta penegakan hukum (enforcement) yang efektif atas hak-hak kreditur.Subprinsip ini berkaitan dengan hak-hak kreditur. Di negara-negara yang termasuk emerging market seperti Indonesia, kreditur merupakan stakeholder utama. Besarnya kredit yang diberikan olehkreditur tersebut sangat tergantung pada hak-hak kreditur dan bagaimana enforcement dari hak-hak tersebut. Secara umum, perusahaan yang beroperasi di negara dengan rating GCG yang baik akan memperoleh dana yang lebih besar dan jangka waktu kredityang lebih menguntungkan dibandingkan dengan perusahaan yangberoperasi pada negara dengan rating GCG yang kurang baik.Selanjutnya, salah satu hak kreditur adalah mendapatkan perlidungan khususnya pada saat suatu perusahaan (debitur) mengalami kesulitan keuangan yang berakibat kepada kemampuannya dalam memenuhi kewajiban keuangannya (insolvensi). Implementasikerangka insolvensi perusahaan sangat bervariasi dibeberapa negara sebagai contoh: Pada saat perusahaan menghadapi kondisi insolvensi, kerangka hukum mewajibkan direktur untuk bertindak atas kepentingan kreditur yang dapat berperan penting dalam penerapan GCG didalam perusahaan. Pada saat menghadapi kesulitan keuangan, debitur diwajibkan untuk menyediakan informasi tepat waktu tentang kesulitan keuangan perusahaan serta solusi yang telah disepakati antara debitur dan kreditur. Hak-hak kreditur sangat bervariasi mulai dari secured bondholder sampai dengan unsecured bondholder. Oleh karena itu prosedurinsolvensi mewajibkan mekanisme rekonsiliasi antara kepentinganyang berbeda dari masing-masing kreditur tersebut. Solusi yangditawarkan adalah hak khusus yang disebut dengan debtor in possession yaitu perlindungan atas kreditur yang menyediakandana pada saat perusahaan menghadapi kebangkrutan.

2. Pengakuan dan respect terhadap kepentingan para pemangku kepentingan (karyawan, kreditur, konsumen, pemasok, masyarakat, pemerintah)Pemangku kepentingan adalah terjemahan dari kata stakeholder dapat diartikan sebagai segenap pihak yang terkait dengan isu dan permasalahan yang sedang diangkat. Pemangku kepentingan adalah seseorang, organisasi atau kelompok dengan kepentingan terhadap suatu sumberdaya alam tertentu (Brown et al, 2001).Dalam konteks perusahaan, Clarkson memberikan definisi pemangku kepentingan secara lebih khusus sebagai suatu kelompok atau individu yang menanggung suatu jenis risiko baik karena mereka telah melakukan investasi (material ataupun manusia) di perusahaan tersebut (Stakeholders sukarela), ataupun karena mereka menghadapi risiko akibat kegiatan perusahaan tersebut (Stakeholders non-sukarela). Berdasarkan pandangan tersebut pemangku kepentingan adalah pihak yang akan dipengaruhi secara langsung oleh keputusan dan strategi perusahaan.Clarkson membagi pemangku kepentingan menjadi dua. Pertama, pemangku kepentingan primer adalah pihak di mana tanpa partisipasinya yang berkelanjutan organisasi tidak dapat bertahan. Contohnya adalah pemegang saham, investor, pekerja, pelanggan, dan pemasok. Menurut Clarkson, suatu perusahaan atau organisasi dapat didefinisikan sebagai suatu sistem pemangku kepentingan primer yang merupakan rangkaian kompleks hubungan antara kelompok-kelompok kepentingan yang mempunyai hak, tujuan, harapan, dan tanggung jawab yang berbeda. Kedua pemangku kepentingan sekunder didefinisikan sebagai pihak yang mempengaruhi atau dipengaruhi oleh perusahaan, tapi mereka tidak terlibat dalam transaksi dengan perusahaan dan tidak begitu penting untuk kelangsungan hidup perusahaan. Contohnya adalah media dan berbagai kelompok kepentingan tertentu. Perusahaan tidak bergantung pada kelompok ini untuk kelangsungan hidupnya, tapi mereka bisa mempengaruhi kinerja perusahaan dengan mengganggu kelancaran bisnis perusahaan.Pemangku kepentingan tersebut dikelompok menjadi tiga katagori: (a) pemangku kepentingan internal, yaitu individu atau kelompok yang berada dalam struktur organisasi bisnis yang memiliki pengaruh terhadap tujuan perusahaan. (b) pemangku kepentingan eksternal, yaitu individu atau kelompok yang berada di luar struktur organisasi bisnis yang memiliki pengaruh baik langsung ataupun tidak langsung terhadap kebijakan dan proses bisnis. (c) pemangku kepentingan penghubung yaitu inidividu atau kelompok yang memiliki peran sebagai penghubung atau memiiki keterkaitan dengan pemangku kepentingan internal dan eksternal. Masing-masing pemangku kepentingan berbeda baik dari segi perhatian dan minat dalam kegiatan bisnis dan juga kekuasaan untuk mempengaruhi keputusan perusahaan.a. Kebijakan dan program sistematik terhadap para pemangku kepentingan KebijakanKebijakan adalah ketentuan yang telah disepekati dan ditetapkan oleh yang berwenang sebagai pedoman, pegangan atau petunjuk bagi setiap pemangku kepentingan baik aparatur pemerintah, swasta, LSM, kelompok perempuan ataupun masyarakat agar tercapai, berjalan dengan lancar dan terpadu dalam upaya mencapai sasaran, tujuan, misi dan visi. Uraian tentang aktivitas atau program yang dilaksanakan oleh masyarakat harus menjelaskan proses kegiatan dalam mencapai sasaran dan tujuan secara terukur serta memberikan kontribusi dalam pencapaian visi dan misi. Kegiatan yang menjadi perhatian utama adalah tugas pokok dan fungsi pemangku kepentingan, program kerja yang ditetapkan, prioritas yang berhubungan dengan masalah yang akan diselesaikan konsisten dengan visi, misi, tujuan dan sasaran. Langkah-langkah perumusan kebijakan sebagai berikut: Mengklarifikasi tujuan dan sasaran yang akan dicapai. Menentukan dan mengklarifikasi prioritas dan isu-isu kritis yang akan diselesaikan. Merumuskan program atau kegiatan yang akan dilaksanakan sebagai respon dari masalah atau isu-isu kritis. Menyusun arah kebijakan berdasarkan pengelompokkan program atau kegiatan yang akan dilaksanakan dengan mengacu pada tujuan dan sasaran.Program dan KegiatanProgram adalah penjabaran atau realisasi dari kebijakan berupa kumpulan kegiatan nyata, sistematis dan terpadu yang dilaksanakan oleh satu atau beberapa organisasi baik pemerintah maupun non-pemerintah, kerjasama dengan pemangku kepentingan atau partisipasi masyarakat yang bertujuan untuk mencapai sasaran dan tujuan yang telah ditetapkan. Program diartikan sebagai suatu rencana kegiatan dari suatu organisasi atau komunitas yang terarah, terpadu, sistematis dan disusun dalam rentang waktu yang telah ditentukan. Program akan menjadi pegangan bagi pemangku kepentingan dalam menjalankan roda kelembagaan dan sebagai saranauntuk mewujudkan cita-cita atau tujuan. Ada dua alasan pokok mengapa program perlu disusun oleh komunitas: Efisiensi komunitas untuk menjalankan fungsinya terkait dengan waktu yang dihabiskan untuk memikirkan bentuk implementasi kegiatan yang sesuai atau dibutuhkan menurut kapasitas dan tujuan yang ingin dicapai. sehingga tidak terjadi pemborosan waktu, sumber daya dan biaya. Efektifitas dalam menjalankan fungsi dan peran (eksekusi) dan sinkronisasi unit-unit organisasi atau komunitas terkait dengan rencana, distribusi tugas, model manajeman secara terpadu untuk mencapai tujuan yang telah disepakati.Kegiatan adalah tindakan nyata dalam jangka waktu tertentu yang dilakukan oleh instansi pemerintah dengan memanfaatkan sumber daya yang ada untuk mencapai sasaran dan tujuan sesuai dengan kebijakan dan program yang telah ditetapkan. Pengertian Kegiatan berbeda dengan Pekerjaan, karena yang dimaksud dengan Kegiatan dalam sistem perecanaan dan penganggaran merupakan serangkaian tindakan yang dilaksanakan satuan kerja atau unit kerja yang ada dalam organisasi atau komunitas sesuai tugas pokoknya untuk menghasilkan keluaran yang ditentukan. Jadi dalam satu Kegiatan akan terdapat beberapa tindakan. Dalam suatu kegiatan dituntut adanya keluaran (output) yang jelas dan terukur sebagai akibat dari pelaksanaan kegiatan.b. Fasilitas terhadap keluhan pemangku kepentinganHAK PEMEGANG SAHAM Hak untuk memperoleh dividen dengan syarat dan ketentuan sesuai keputusan Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS). Hak untuk berpartisipasi dalam pengambilan keputusan didalam RUPS sesuai dengan ketentuan yang berlaku dan Tata Tertib RUPS. Hak untuk memperoleh informasi mengenai tata tertib RUPS termasuk prosedur voting di dalam RUPS. Pemegang Saham minimum 10% (sepuluh per seratus) berhak meminta secara tertulis kepada Perseroan agar diselenggarakan RUPS. Pemegang Saham minimum 10% (sepuluh per seratus) berhak mengajukan usul acara/agenda RUPS. HAK KARYAWAN Untuk menciptakan ketenangan serta kenyamanan dalam bekerja dan berusaha maka disusunlah Perjanjian Kerja Bersama (PKB) antara Perusahaan dengan Karyawan, dalam hal ini diwakili oleh Serikat Pekerja (SP). PKB tersebut disusun berdasarkan Pancasila, UUD 1945, dan Peraturan Perundang-undangan yang berlaku di wilayah Republik Indonesia. Pada PKB diatur secara jelas mengenai hak, kewajiban, dan tanggung jawab masing-masing pihak dalam suasana saling menghormati, saling menghargai, saling mempercayai, dan saling bekerja sama. Kebijakan pada PKB tersebut antara lain diatur mengenai Kebijakan kesehatan, keamanan, dan kesejahteraan bagi Karyawan, serta pelatihan dan pengembangan bagi Karyawan. PKB tersebut direvisi setiap 2 (dua) tahun sekali secara bersama-sama antara Manajemen dan Serikat Pekerja. Karyawan memiliki hak antara lain sebagai berikut: a. Memperoleh Upah/gaji sebagai imbalan atas pekerjaan yang dilakukan. b. Memperoleh Upah/gaji lembur untuk kelebihan jam kerja dari waktu kerja yang telah ditetapkan dalam Perjanjian Kerja Bersama (PKB). c. Memperoleh dan melaksanakan cuti. d. Memperoleh penggantian biaya kesehatan sesuai dengan isi PKB. e. Menerima seluruh bentuk Tunjangan sesuai yang ditetapkan dalam PKB. f. Mengemukakan pendapat, usul dan saran yang baik demi membangun perbaikan kinerja khususnya dan kemajuan Perseroan pada umumnya. g. Memperoleh kesempatan untuk berkarya sesuai dengan ketrampilan dan kompetensi di dalam Perseroan. h. Melakukan pemutusan hubungan kerja sesuai ketentuan yang berlaku dalam PKB dan perundang-undangan yang berlaku.i. Pensiun sesuai ketentuan yang berlaku.3. Peran aktif korporat dalam memberantas korupsiUpaya pemberantasan korupsi telah banyak dilakukan dengan pendekatan hukum yaitu yang yang tertangkap korupsi diproses secara hukum. Pendekatan ini ternyata kurang memberikan efek jera, sehingga jumlah korupsi tetap tinggi. Pendekatan hukum ini juga membutuhkan waktu yang lama dan biaya yang besar.Pemberantasan (termasuk pencegahan) memerlukan pendekatan yang lebih tepat. Pendekatan hukum menyatakan bahwa korupsi adalah masalah hukum, sehingga pendekatan penyelesaiannya melalui hukum. Ternyata pendekatan ini kurang efektif. Kurang efektifnya pendekatan ini adalah karena kesalahan dalam merumuskan permasalahannya. Korupsi sebenarnya bukan masalah hukum, tetapi masalah manajemen atau lebih tepatnya masalah manajemen pemerintahan.Korupsi disebabkan manajemen pemerintahan yang lemah. Korupsi harus dipandang sebagai akibat dari lemahnya manajemen pemerintahan. Dengan demikian pendekatan penyelesaiannya adalah dengan pendekatan manajemen. Salah satu bagian pendekatan yang dapat dilakukan adalah dengan corporate governance.Pengertian Corporate governance menurut Sir Adrian Cadbury dalam buku Handbook of Internal Auditing (2005:11): .. as the way organization are directed and controlled.Jadi Corporate governance memiliki arti mengarahkan dan mengendalikan organisasi dengan baik sesuai dengan keinginan stakeholder. Keinginan stake holder antara lain adalah keamanan harta atau agar manajemen tidak korupsi dalam memberikan pelayanan. Corporate governance dirancang berdasarkan the agency concept. Dengan terjadinya pemisahan antara pemilik dengan manajemen, kepada manajemen diberikan kewenangan yang luas termasuk hak pengelolaan harta organisasi. Kewenangan yang luas ini diperlukan agar manajemen dapat mengelola sumberdaya dengan leluasa, sehingga dapat memperoleh hasil yang optimal.Pemberian kewenangan yang luas ini pada hakekatnya memiliki risiko apabila manajemen menyalahgunakan kewenangan tersebut untuk kepentingan mereka. Contoh penyalahgunaan wewenang ini adalah melakukan korupsi terhadap sumber daya organisasi. Untuk menghindari penyalahgunaan wewenang manajemen diharapkan menerapkan corporate governance.United Nation Development Program (UNDP) dalam modul Akuntabilitas dan Good Governance memberikan karakteristik dari corporate governance (2001:7) sebagai berikut:1. Participation. Setiap anggota masyarakat mempunyai hak suara dalam pengambilan keputusan. Partisipasi dibangun atas dasar kebebasan berasosiasi dan berbicara serta berpartisipasi secara konstruktif.2. Rules of law. Kerangka hukum harus adil dan dilaksanakan tanpa pandang bulu, terutama hukum untuk hak azasi manusia.3. Transparency. Transparansi dibangun atas dasar kebebasan arus informasi. Informasi harus dapat dipahami dan dimonitor.4. Responsivenes. Lembaga-lembaga dan proses harus ditujukan untuk melayani stakeholders.5. Consensus orientation. Corporate governance menjadi perantara kepentingan yang berbeda untuk memperoleh pilihan yang terbaik bagi kepentingan yang lebih luas.6. Equity. Semua warga Negara mempunyai kesempatan untuk menjaga dan meningkatkan kesejahteraannya.7. Effectiveness and efficiency. Proses dan lembaga menghasilkan barang dan jasa sesuai kebutuhan stakeholder dengan menggunakan sumber daya secara efisien.8. Accountability. Para pengambil keputusan bertanggungjawab kepada publik dan lembaga stakeholder.9. Strategic vision. Para pemimpin publik harus mempunyai perpektif good governance dan pengembangan manusia yang luas. Dengan fungsi mengarahkan dan mengendalikan corporate governance dapat mencegah terjadinya korupsi. Masing-masing komponen corporate governance dapat berperan mencegah korupsi.Komponen dari model corporate governance menurut K H Spencer Pickett (2005: 45) yang dapat digunakan untuk mencegah korupsi adalah:1. StakeholderStakeholder harus memahami peranan organisasi dan kontribusinya kepada anggota, dan mendapatkan informasi tentang praktek corporate governance organisasi. Dalam hal ini, diasumsikan para stakeholder adalah orang-orang yang cerdas yang mengerti tentang hak-hak yang harus diterimanya dari organisasi. Para stakeholder memahami betul bahwa organisasi didirikan untuk memberikan kontribusi kepada stakeholder. Dengan pemahaman yang demikian akan terjadi keseimbangan antara organisasi dengan stakeholder dan akan merupakan pengendalian yang efektif bagi operasi organisasi.Stakeholder yang memahami peranan instansi pemerintah akan mengatahui apabila instansi tersebut gagal memberikan peranan dan selanjutnya akan memberikan peringatan untuk segera memperbaiki peranannya. Contoh tentang pemahaman stakeholder adalah, masyarakat perlu mengetahui lamanya penerbitan KTP, prosedur pengurusan ijin investasi disuatu daerah. Dengan demikian birokrasi tidak mempermainkan prosedur untuk berlama-lama memberikan pelayanan. Prosedur yang berbelit atau berlama-lama dalam pelayanan berpotensi menimbulkan korupsi. Prosedur yang berlama-lama memaksa masyarakat untuk mengambil jalan pintas dengan memberikan uang suap kepada pegawai yang memberikan pelayanan.Beberapa cara untuk mendidik masyarakat untuk memahami peran instansi pemerintah adalah dengan cara mensosialisasikan tanggungjawab instansi dan peranannya. Instansi tersebut harus terbuka menjelaskan prosedur pelayanan dan persyaratan yang harus disiapkan oleh masyarakat yang membutuhkan pelayanan. Cara lainnya adalah masyarakat itu sendiri yang harus berusaha memahami instansi terasebut dan bila perlu menuntut supaya prosedur pelayan disederhanakan.

2. Legislation, rules and regulationHubungan instansi pemerintah dengan masyarakat yang dilayani perlu diatur dengan ketentuan. Ketentuan ini akan mengatur hak dan kewajiban masing-masing. Dengan adanya ketentuan tentang hak dan kewajiban masing-masing, hubungan kerja dan koordinasi akan lebih lancar. Misalnya dalam pemberian izin investasi, keterlambatan menerbitkan izin lebih dari 30 hari mewajibkan instansi tersebut membayar denda kepada pemohon ijin. Demikian sebaliknya, apabila pemohon ijin memiliki kewajiban tertentu untuk melunasi kewajibannya. Dengan situasi ini masing-masing pihak akan selalu memperbaiki diri.Ketentuan tersebut harus mengandung unsur keadilan dan melindungi yang lemah. Tidak adanya aturan atau ketentuan tentang pelayanan, akan mengakibatkan kualitas pelayanan yang kurang baik.Dalam situasi tidak adanya ketentuan yang mengatur hubungan pelayanan antara instansi pemerintah dan masyarakat, sering terjadi instansi pemerintah membuat ketentuan yang menguntungkan instansi dan merugikan masyarakat. Misalnya instansi pemerintah membuat persyaratan pelayanan yang harus menyertakan begitu banyak dokumen, membuat prosedur yang berbelit dan menetapkan tarif secara sepihak. Contohnya adalah dalam pembuatan Kartu Tanda Penduduk (KTP), pembuatan Surat Keterangan Catatan Kepolisian (SKCK).Ketidak adaan ketentuan tentang pelayanan memberi peluang untuk terjadinya pungutan liar atau korupsi. Instansi kemudian menciptakan situasi yang memaksa masyarakat harus membayar lewat pintu belakang untuk memperlancar pelayanan. Oknum-oknum pada instansi pemerintah sudah paham bahwa apabila pelayanan diberikan secara lambat akan merugikan masyarakat dan masyarakat tentunya tidak akan mau menderita rugi yang lebih besar. Karena itu lebih baik membayar pada oknum untuk memperlancar pelayanan. Contoh adalah membayar pelayanan di pabean agar barang dipelabuhan cepat keluar sehingga cepat dapat dijual. Seandainya terlambat keluar dari pelabuhan akibat prosedur yang lama, para pengusaha akan menanggung biaya yang besar berupa bunga kredit dan akan kehilangan peluang untuk menjual barangnya kepelanggan. Jadi lebih baik membayar para oknum yang memang sengaja memperlambat.Mencegah penyalah gunaan wewenang yang merugikan masyarakat dan pengusaha oleh instansi pemerintah, memerlukan aturan yang adil. Aturan tersebut hendaknya tidak dibuat secara sepihak oleh instansi pemerintah, tetapi perlu dirundingkan dengan pihak yang berkepentingan terhadap pelayanan instansi tersebut (stakeholder).Dengan adanya ketentuan yang jelas dan adil dan ditambah dengan pemahaman masyarakat dan pengusaha tentang peranan instansi pemerintah korupsi dapat dicegah.Masing-masing pihak melaksanakan kewajibannya dan memperoleh haknya masing-masing sesuai dengan ketentuan.

3. Final accountLaporan keuangan dan akun harus mencakup informasiyang perlu dilaporkan pada stakeholder. Pelaporannya harus sesuai dengan standar pelaporan keuangan. Laporan keuangan ini menjadi jendela bagi pembaca yang berkepentingan untuk mengetahui kinerja dari organisasi.Laporan keuangan yang standar meliputi neraca, laporan laba-rugi, laporan perubahan modal, laporan arus kas dan catatan atas laporan keuangan, dianggap sudah merupakan laporan yang memadai sebagai media komunikasi antara organisasi dan stakeholder. Untuk jenis perusahaan tertentu yang mempunyai sifat yang relatif unik, dapat dilengkapi dengan laporan lainnya yang dianggap penting. Atau apabila laporan keuangan standar belum cukup mewakili perusahaan tersebut.Laporan keuangan instansi pemerintah yang terdiri dari laporan realisasi anggaran, neraca, laporan arus kas, laporan operasional dan catatan atas laporan keuangan memang sudah dirancang sebagai media pertanggung jawaban keuangan pemerintah. Sebagai media pertanggungjawaban instansi pemerintah, laporan keuangan harus memenuhi syarat kewajaran. Syarat kewajaran laporan keuangan adalah bahwa semua laporan keuangan sudah disusun, didukung oleh bukti yang otentik dan disusun sesuai dengan standar akuntansi yang berlaku.Bukti yang otentik berarti bukti asli yang tidak fiktif atau asli tapi palsu atau setengah palsu. Bukti fiktif misalnya bukti perjalanan dinas yang tidak pernah dilaksanakan atau yang bersangkutan dalam bukti tidak pernah berangkat perjalanan dinas. Bukti asli tapi palsu seperti bukti perjalanan dinas yang memang dijalankan tetapi tidak memberi manfaat, yang bersangkutan hanya jalan-jalan ke luar kota. Bukti yang setengah palsu adalah bukti pengadaaan barang atau jasa yang sudah di mark-up harganya.Bukti-bukti yang demikian dibuat dalam rangka korupsi dan mengambil uangnya. Atau proses korupsi disusul dengan membuat bukti yang tidak otentik. Tentunya bukti-bukti yang demikian tidak bisa dipakai sebagai bukti pertanggungjawaban keuangan.Penyusunan laporan keuangan yang wajar, keotentikan bukti-bukti transaksi hanya diperoleh apabila instansi pemerintah menerapkan pengendalian intern dalam sistem dan penerapannya menjadi tanggungjawab pimpinan instansi. Penyusunan laporan keuangan yang wajar berarti mencegah terjadinya korupsi pada instansi pemerintah.Kenyataaannya laporan keuangan yang telah disusun secara wajar ini masih kurang lengkap untuk menjelaskan pencapaian visi dan misi instansi pemerintah. Untuk itu laporan keuangan perlu dilengkapi dengan laporan kinerja. Dalam hal ini setiap instansi pemerintah sudah diwajibkan menyusun laporan akuntabilitas kinerja pemerintah (LAKIP) untuk melengkapi laporan keuangan yang udah ada. Instansi tertentu sudah menambahkan lagi dengan laporan pencapaian indeks kinerja utama (IKU).Apabila laporan keuangan instansi pemerintah sudah mendapatkan pendapat wajar tanpa pengecualian dari BPK dan LAKIP sudah menggambarkan kinerja yang bagus, tetapi kemudian pada instansi tersebut terbukti terjadi korupsi yang cukup signifikan dan nyatanya kinerja pelayanannya dilapangan juga kurang bagus. Berarti laporan laporan tersebut belum menggambarkan yang sebenarnya.Lebih lengkapnya, laporan-laporan tersebut perlu dilengkapi dengan laporan bebas korupsi yang ditandatangani pimpinan instansi. Laporan ini penting dibuat sebagai wujud tanggungjawab pimpinan untuk mencegah korupsi di instansinya. Laporan bebas korupsi tersebut sebelum dikeluarkan sebagai bagian dari laporan pertanggungjawaban keuangan diperiksa terlebih dahulu oleh Badan Pemeriksa Keuangan RI (BPK).

4. External auditorSehubungan dengan final account dalam bentuk laporan tersebut pada butir c. di atas, sebelum laporan tersebut digunakan oleh stakeholder laporan tersebut harus diaudit terlebih dahulu oleh auditor independen.Sesuai dengan Undang-Undang Dasar 1945, Auditor independen untuk instansi pemerintah adalah Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Keberadaan auditor independen ini adalah untuk mengaudit laporan pertanggungjawaban keuangan. Atau memastikan kewajaran laporan pertanggungjawaban keuangan dari instansi pemerintah.Agar dapat mengaudit laporan keuangan instansi pemetrintah, eksternal auditor yang dalam hal ini BPK RI harus dalam posisi independen secara organisasi dan dalam melaksanakan audit. BPK RI harus berada diluar institusi pemerintah. Selain itu BPK RI harus dikelola secara professional agar dapat dipercaya oleh stakeholder.Jenis pemeriksaan yang dilakukan oleh BPK RI terhadap instansi pemerintah meliputi pemeriksaan keuangan, pemeriksaan kinerja dan pemeriksaan dengan tujuan tertentu. Pada saat ini jenis pemeriksaan yang paling dominan dilakukan oleh BPK RI adalah pemeriksaan keuangan dengan memberikan opini atas kewajaran laporan keuangan. Pemeriksaan keuangan mencakup pemeriksaan terhadap bukti-bukti transaksi keuangan yang mendukung lasporan keuangan tersebut. Pemeriksaan terhadap bukti tersersebut mencakup kompetensi bukti bukti. Misalnya keaslian bukti perjalanan dinas dengan melakukan konfirmasi ke perusahaan penerbangan.Pemeriksaan terhadap bukti-bukti transaksi dalam pemeriksaan keuangan sangat perlu, mengingat tindakan korupsi sering dilakukan dengan membuat bukti fiktif, asli tapi palsu, memperbesar nilai pengeluaran dari yang seharusnya (mark-up). Laporan keuangan yang disusun berdasarkan bukti yang tidak kompeten, berarti laporan keuangan juga tidak kompeten atau tidak wajar. Pemeriksaan keuangan dengan menekankan pemeriksaan terhadap kompetensi bukti dapat mencegah korupsi pada instansi pemerintah.Sehubungan dengan semakin banyaknya praktek korupsi pada instansi pemerintah, maka pemeriksaan BPK RI hendaknya selalu dikaitkan dengan dampak korupsi terhadap tujuan pemeriksaan yaitu korupsi mengakibatkan sebagian bukti transakti tidak kompeten dan menyebabkan laporan keuangan tidak wajar. Korupsi menyebabkan kinerja instansi pemerintah tidak optimal.

5. The boardKeberadaan perwakilan masyarakat untuk mewakili kepentingannya pada instansi pemerintah sangat dibutuhkan. Ketentuan peraturan perundang-undangan sebenarnya sudah mengatur mengenai hak dan kewajiban pemerintah. Namun dalam perjalanannya bisa saja pelaksanaannya kurang sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Keberadaan perwakilan masyarakat yaitu Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dapat mengawasi pemerintah agar dalam melaksanakan tanggungjawabnya sesuai dengan kepentingan rakyat.DPR sebagai perwakilan rakyat mempunyai tanggungjawab legislasi membentuk aturan hukum, menyetujui anggaran yang diajukan pemerintah. DPR akan melihat kesesuaian anggaran yang diajukan pemerintah dengan kebutuhan masyarakat. Dalam tahun berjalan DPR dapat memanggil pemerintah yang diwakili menteri- menteri untuk meminta penjelasan tentang kinerja kementerian tertentu. Dengan demikian DPR mengawasi dan mengingatkan pemerintah agar menjalankan tugasnya dengan mengelola dengan baik (corporate governance).

6. Audit committeeTugas dan fungsi para anggota DPR relative luas. Sebagai perwakilan dari partai politik setiap anggota DPR juga perlu mengunjungi konstituennya di daerah. Kondisi ini mengakibatkan para anggota DPR kurang memiliki waktu dan konsentrasi untuk mengawasi pelaksanaan corporate governance, penerapan manajemen risiko dan pengendalian intern. Agar fungsi pengawasan DPR lebih efektif, DPR selayaknya membentuk komite audit yang menangani pengawasan atau memastikan ketiga aspek tersebut telah dilaksanakan dengan baik.Anggota komite audit bisa berasal dari sebagian anggota DPR ditambah para ahli dari luar seperti dari perguruan tinggi yang memahami mengenai audit. Komite audit akan memberi arahan bagi BPK apabila mereka ada masalah-masalah tertentu yang perlu didalami melalui audit. Misalnya anggota komite menduga terjadi korupsi pada suatu instansi pemerintah, anggota komite meminta kepada BPK untuk melakukan pemeriksaan khusus pada instansi tersebut.Pembentukan komite audit akan meningkatkan efektivitas pengawasan DPR terutama dalam melakukan pencegahan terhadap korupsi. Pada sisi lainnya pemeriksaan BPK akan lebih terarah pada masalah tertentu seperti korupsi yang sedang terjadi pada instansi pemerintah. Keberadaan komite audit dapat mengurangi penyimpangan pada suatu instansi karena menyadari adanya pengawasan yang lebih terarah dari DPR. Pada saat sekarang ini komite audit di DPR belum ada.

7. Performance, conformance dan accountabilityPelaksanaan corporate governance memerlukan konsep performance, conformance dan accountability sebagai kerangka perilaku manajemen. Konsep performance (kinerja), conformance (kesesuaian) dan accountability (tanggungjawab) mensyaratkan bebas dari korupsi.

8. KPIsPengelolaan organisasi harus didasarakan pada visi, misi dan nilai yang jelas. KPIs memandu pengelolaan organsiasi agar sesuai dengan visi, misi dan nilai tersebut. Perluang korupsi akan terbuka lebar pada organisasi yang kurang memilki visi, misi, nilai dan KPIs yang kurang jelas. Dengan ditetapkannya indicator kinerja utama manajemen pemerintahan diarahkan untuk mencapai indicator tersebut dan mempersempit kesempatan untuk korupsi.

9. Internal auditFungsi internal audit adalah untuk mengevaluasi dan memberikan rekomendasi terhadap penerapan corporate governance, manajemen risiko dan internal control. Ketiga aspek ini kalau berjalan dengan baik akan dapat mencegah korupsi secara signifikan. Internal auditor seperti Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) dan Inspektorat Jenderal akan lebih cepat mengetahui adanya korupsi pada suatu institusi. Para menteri atau ketua lembaga dapat menggunakan inspektotara jenderal untuk mengidentifikasi dan memeriksa korupsi di lembaganya. Dengan demikian kejadian korupsi akan dapat diketahui sedini mungkin.

10. Risk managementRisk Management adalah proses melaksanakan upaya mengidentifikasi risiko dan mengelolanya untuk mempengaruhi pencapaian tujuan.The Australian/New Zealand Risk Management Standard mengatakan, terdapat 7 (tujuh) komponen dari manajemen risiko yaitu penetapan konteks, identifikasi risiko, analisis risiko, evaluasi risiko, penanganan risiko, monitoring dan reviu dan komunikasi dan konsultasi.Yang dimaksud risiko dalam hal ini adalah risiko korupsi. Dengan manajemen risiko korupsi dimaksudkan instansi pemerintah dapat memahami potensi korupsi di instansinya kemudian kelola agar dapat diminimalisasikan.

11. Managers, supervisors and operational and front line stafCorporate governance memberikan kerangka kerja bagi para manajer, supervisor dan staf terdepan untuk memiliki tanggungjawab yang jelas yang memungkinkan mereka untuk tidak melakukan korupsi dalam jabatannya.

12. System of internal controlPada proses atau titik risiko korupsi pada suatu instansi diterapkan internal control untuk meminimalkan risiko korupsi tersebut. Internal kontrol tersebut hendaknya dievaluasi secara periodik untuk mengetahui tingkat efektivitasnya dalam menekan risiko korupsi.

13. Performance mangementPelaksanaaan corporate governance perlu diikuti dengan penerapan manajemen kinerja yang berlandaskan pada keseimbangan. Dengan manajemen kinerja maka seluruh proses manajemen, pikiran, kegiatan dan anggaran diarahkan untuk mencapai kinerja. Adanya rencana untuk korupsi, adanya anggaran yang di mark-up dan sejenisnya yang bertentangan dengan prisip manajemen kinerja akan mengakibatkan kinerja tidak tercapai. Penerapan manajemen kinerja yang benar dapat mencegah korupsi pada instansi pemerintah.Pemberlakukan standar etika pada suatu instansi pemerintah akan memberikan pedoman operasional yang dapat membimbing perilaku para pegawai tentang cara bertindak. Instansi pemerintah yang memiliki standart etika akan mengurangi korupsi pada instansi tersebut. Misalnya larangan seorang kepala kantor menerima hadiah dari masyarakat yang dilayaninya.

14. Commitment and capabilityKomitmen adalah Janji pada diri sendiri untuk melaksanakan tanggungjawabnya tanpa imbalan dari yang dilayani. Komitmen ini harus dipupuk terus sehingga menjadi kebiasaan dalam bekerja. Komitmen ini akan lebih efektif apabila kesejahteraan pegawai telah mencukupi. Bekerja dengan komitmen dan mendapatkan kesejahteraan yang setimpal merupakan keseimbangan yang menguntungkan instansi pemerintah dan pegawai.Kapabilitas adalah kemampuan melaksanakan tanggungjawab. Dalam hal ini pegawai harus memiliki kompetensi yang sesuai untuk melaksanakan tanggungjawabnya. Instansi pemerintah memiliki tanggungjawab untuk mempersiapkan pegawainya menjadi pegawai yang memiliki kompetensi melalui pendidikan, pelatihan maupun melalui coaching dan mentoring. Pegawai yang memiliki kompetensi yang baik cenderung akan bekerja lebih jujur dibandingkan dengan yang tidak memiliki kompetensi.Instansi yang memiliki pegawai yang memiliki komitmen untuk bekerja dengan jujur dan memiliki pegawai yang mempunyai kapabilitas melaksanakan tugasnya, berarti memiliki dasar yang kuat untuk melaksanakan corporate governance untuk menghindari terjadinya korupsi pada instansi tersebut.4. Peran aktif korporat dalam melestarikan lingkunganTanggung jawab sosial perusahaan (CSR) terhadap lingkungan merupakan kemampuan perusahaan untuk menutupi implikasi lingkungan yang berasal dari; produk operasi dan fasilitas, menghilangkan limbah dan emisi, memaksimalkan efisiensi dan produktivitas sumber daya alam dan meminimalkan praktek-praktek yang buruk dapat mempengaruhi kenikmatan sumber daya alam bagi generasi mendatang. Untuk mewujudkan itu semua maka dibutuhkan peran aktif korporat dalam melestarikan lingkungan yang ada.Peran aktif korporat dalam melestarikan lingkungan adalah salah satu tindakan konkrit untuk meningkatkan peran serta dunia usaha dalam perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup dimana lebih dikenal dengan sebutan corporat sosial responbility.Dalam corporat sosial responbility dikenal dengan istilah triple bottom line yaitu: people, planet, profit. Dalam hal peran aktif korporat untuk melestarikan lingkungan, terlebih dahulu harus mengetahui pengertian dari lingkungan itu sendiri. Lingkungan yang dimaksud dalam corporat sosial responbility adalah kondisi di sekeliling mahluk hidup. Kondisi ini merupakan kombinasi kondisi fisik eksternal yang berpengaruh terhadap pertumbuhan, perkembangan dan kemampuan mempertahankan hidup semua mahluk. Lingkungan juga mencakup kondisi sosial dan budaya yang mempengaruhi kehidupan individu atau masyarakat.Kegiatan CSR terhadap lingkungan harus didasarkan pada filosofi perbaikan yang berkelanjutan bagi kebijakan lingkungan dan strategi pengembangan untuk mengurangi dampak buruk terhadap lingkungan. Maka itu ada 3 hal peran korporat yang mendasari tanggung jawab sosial terhadap lingkungan, yaitu: penyusunan rencana kegiatan sosial perusahaan terhadap lingkungan,kualitas kebijakan lingkungan dan sistem manajemen lingkungan. Ketiga hal ini dapat diuraikan sebagai berikut : 1. Penyususnan rencana kegiatan sosial perusahaan terhadap lingkungan dimulai dengan mengidentifikasi dampak negatif lingkungan dari rencana bisnis operasional. Kemudian dilanjutkan dengan mengidentifikasi lingkungan dan alam potensi sumber daya di masyarakat sertakebutuhan masyarakat dan aspirasi terhadap bisnis operasional. Dan yang terakhir memulai untuk menyusun rencana kegiatan CSR terhadap lingkungan yang harus meliputi beberapa hal, seperti: Kegiatan CSR yang dilakukan oleh sebuah perusahaan sekiranya untuk dapat mengurangi dampak negatif terhadap lingkungan akibat operasional bisnis. Kegiatan CSR yang dilakukan oleh sebuah perusahaan harus secara bijak dan cerdas dalam memanfaatkan potensi sumber daya alam yang terletak mengelilingi area bisnis operasional. Kegiatan CSR berdasarkan harus berdasarkan aspirasi masyarakat yang menetap dan tinggal di sekitar wilayah operasional bisnis. Seperti yang sudah disebutkan sebelumnya, karena jika perusahaan berurusan dengan lingkungan artinya perusahaan juga akan berurusan dengan masyarakat disekitar lingkungan tersebut.2. Kualitas kebijakan lingkungan didefinisikan sebagai pengaturan tujuan perusahaan berdasarkan hasil tinjauan pentingnya proses dalam kaitannya dengan dampak perusahaan terhadap lingkungan dan secaracontinouslydalam menerapkan sistem manajemen lingkungan.3. Standar Manajemen Lingkungan (EMS) adalah kegiatan perusahaan untuk menyediakan bisnis dengan perkembangan yang sistematis untuk meningkatkan kinerja lingkungan. Pelaksanaan EMS harus distandardisasi dengan ISO 14001.ISO 14001 pertama kali diterbitkan pada 1996 dan menetapkan beberapa persyaratan untuk sistem manajemen lingkungan. ISO 14001 berlaku untuk aspek-aspek lingkungan dengan persayaratan sebagai berikut: Perusahaan dapat meminimalisasikan efek yang merugikan pada lingkungan disebabkan oleh segala kegiatan operasional bisnis Perusahaan dapat melakukan perbaikan berkesinambungan pada lingkunganSebagai upaya mewujudkan harmonisasi antara perusahaan dengan lingkungan, sejak tahun 2011, Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) telah mendorong CSR bidang lingkungan. CSR bidang lingkungan yang dikembangkan terdiri dari tujuh bidang kegiatan yaitu Produksi Bersih, Kantor Ramah Lingkungan (eco office), Pengelolaan Limbah dengan 3R (Reduce, Reuse, Recycle), Konservasi Sumberdaya Alam dan Energi, Energi Terbaharukan, Adaptasi Perubahan Iklim dan Pendidikan Lingkungan Hidup (PLH). Peran aktif korporat dalam melestarikan lingkungan dapat dilihat dari kegiatan yang dilakukan seperti :1. pemakaian bahan baku terpakai per unit produksi dalam program Produksi Bersih.2. penggunaan listrik per jam operasional dalam program KantorRamah Lingkungan.3. penggunaan bahan bakar dalam program Konservasi SumberdayaAlam dan Energi.4. volume sampah yang digunakan kembali (reuse), dikurangi (reduce),atau didaur ulang (recycle) dalam program Pengelolaan Sampahmelalui 3R.5. penggunaan energi terbarukan menggantikan energi fosil dalamprogram energi terbarukan. 6. Kegiatan CSR lingkungan seperti kampanye lingkungan, pemberian bantuan pendidikan maupun pelatihan, penanaman pohon, pembuatan ruang terbuka hijau maupun taman, penghematan sumber daya alam yang digunakan di pabrik ataupun toko, pengajaran hingga pengaplikasian daur ulang serta penggunaan kembali produk-produknya.Di Indonesia, kewajiban bagi perusahaan untuk melakukan kegiatan-kegiatan CSR tercantum di dalam UU 40 Tahun 2007 pasal 74 tentang Perseroan Terbatas. Ayat 1 menyatakan perseroan yang menjalankan kegiatan usahanya di bidang dan/atau berkaitan dengan sumber daya alam wajib melaksanakan tanggung jawab sosial dan lingkungan. Ayat 2 berbunyi tanggung jawab sosial dan lingkungan itu merupakan kewajiban perseroan yang dianggarkan dan diperhitungkan sebagai biaya perseroan yang dianggarkan dan diperhitungkan sebagai biaya perseroan yang pelaksanaannya dilakukan dengan memerhatikan kepatutan dan kewajaran. Ayat 3 menggariskan perseroan yang tidak melaksanakan kewajiban sebagaimana Pasal 1 dikenai sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Ayat 4 menyatakan ketentuan lebih lanjut mengenai tanggung jawab dan lingkungan diatur dengan peraturan pemerintah.Contoh beberapa perusahaan yang melakukan kegiatan CSR terhadap lingkungan :1. Kegiatan CSR berwawasan lingkungan yang dilakukan PT. Astra Honda Motor (AHM) misalnya, lebih merujuk pada program penghijauan yang juga terintegrasi ke dalam produk-produk yang diproduksinya. Sejak tahun 2005 hingga tahun 2009 AHM telah melakukan penanaman pohon lebih dari 6.600 pohon melalui Program Hijau Jakartaku yang merupakan bagian dari Program Penanaman Sejuta Pohon. Selain itu, AHM juga membangun 2 taman kota, yaitu di Jl. Galunggung, Jakarta Pusat, dan di Kompleks Perumahan Cirendeu Permai, Tangerang. AHM juga membangun Zona Teknologi Otomotif Roda Dua di Taman Pintar Yogyakarta, sebagai wahana edukasi tentang teknologi sepeda motor ramah lingkungan dan sosialisasi berkendara dengan aman. AHM juga mengklaim bahwa perusahaannya telah menerapkan green process, yaitu proses produksi pembuatan sepeda motor yang memakai prinsip reduce (pengurangan), reuse (pengunaan kembali), recycle (daur ulang), retrieve energy (pemulihan kembali energi), dan recover (pemulihan) sesuai dengan sistem manajemen lingkungan ISO 14001 pada seluruh lini produksi. Kegiatan CSR berbasis lingkungan yang dilakukan oleh AHM juga telah diikuti oleh perusahaan-perusahaan serupa, terutama dalam hal pengembangan mesin motor yang ramah lingkungan, pendidikan berwawasan lingkungan hidup, dan pembangunan taman kota.2. PT. Coca Cola Bottling Indonesia lebih mengarahkan kegiatan CSR lingkungannya pada konservasi sumber daya air. Selain terlibat dalam berbagai kampanye lingkungan, kegiatan Water for School, Program Cinta Air, dan penanaman pohon, produsen minuman ringan ini menerapkan konsep penghijauan melalui penggunaan biopori atau alat penyerapan air serta daur ulang sampah organik menjadi pupuk organik di pabrik-pabriknya dan lingkungan sekitarnya. Di Bandung PT. Coca Cola Bottling Indonesia bekerja sama dengan Universitas Padjadjaran dan Universitas Islam Bandung serta masyarakat sekitar membangun Green Organic Farm (Rumah hijau) yang merupakan sarana pembibitan tanaman untuk penghijauan dan pembelajaran bagi warga setempat. Sementara itu, PT. Coca Cola Amatil Indonesia (CCAI) di Bali telah mengganti kendaraan operasional karyawannya dengan E-Bike, yaitu sepeda motor bertenaga listrik. Sepeda motor ini mampu mereduksi kontribusi karbondioksida ke udara hingga 78% per unitnya, tidak menimbulkan polusi suara, serta memiliki kendali kecepatan sehingga aman dan efesien untuk dikendarai.3. Sasaran CSR lingkungan PT. Danone Indonesia juga banyak ditujukan bagi konservasi sumber daya air dan hutan. Melalui websitenya, PT. Danone Indonesia menyebutkan tidak hanya terlibat dalam kegiatan konservasi Daerah Aliran Sungai yang terletak di 12 lokasi pabriknya di seluruh Indonesia, namun juga aktif melakukan reboisasi dan konservasi hutan melalui kegiatan penanaman ratusan ribu pohon di kawasan hutan lindung, lahan kritis, dan pegunungan di pulau Jawa. Salah satu bagian kegiatan CSR PT. Danone untuk menyelesaikan masalah berkaitan dengan penyediaan air bersih adalah Program Satu untuk Sepuluh yang hingga saat ini masih terus dilakukan. Program ini bertujuan untuk dapat menyediakan bak-bak penampung air bersih bagi masyarakat Nusa Tenggara Timur yang sering mengalami kekeringan. 4. Kegiatan CSR Starbucks Coffee Indonesia (SCI) lebih banyak diterapkan secara langsung, baik melalui produk dan pelayanan yang dihasilkan, fasilitas toko, maupun kegiatan kampanye lingkungan bersama komunitasnya. Adapun strategi yang diambil SCI adalah renewable energy (energi terbarukan), energy conservation (konservasi energi), collaboration (kolaborasi), dan advocacy (advokasi). Dalam situsnya, SCI menyebutkan bahwa pihaknya berupaya untuk secara signifikan mengecilkan dampak lingkungan melalui menghemat energi dan air, mengurangi limbah yang berhubungan dengan pemakaian tisu, cangkir, maupun pembungkus produknya, meningkatkan kegiatan daur ulang, serta memakai konsep green building (bangunan hijau) pada gerai-gerai tokonya di seluruh dunia. Komitmen SCI untuk memperjuangkan kebijakan perubahan iklim dilakukan advokasi melalui kemitraan dengan perusahaan maupun organisasi lainnya. SCI juga bekerja sama dengan Conservation International melakukan uji coba program insentif konservasi hutan di Sumatera, Indonesia, dan Chiapas, Mexico, yang menghubungkan para petani kopi dengan perdagangan karbon sebagai upaya mengurangi emisi karbon.

5. Penyaluran pengaduan oleh pemangku kepentingan terhadap kemungkinan pelanggaran aturan/etika oleh orang dalam korporatStandar Kode Etik dan Tanggung Jawab Profesional (Kode Etik) yang telah disahkan melalui Surat Keputusan Direksi Nomor: SK-008/DIR/X/10, tanggal 19 Oktober 2010. Seluruh manajemen dan karyawan wajib memahami standar kode etik ini sebagai dasar penerapan dalam berperilaku yang mengatur hubungan antara karyawan dengan Perseroan, sesama karyawan, pelanggan, pemasok, pemegang saham, pemangku kepentingan, pemerintah dan masyarakat. Seluruh manajemen dan karyawan wajib menandatangani standar kode etik tersebut setiap dua tahun sekali.

Penanganan terhadap penyimpangan atas PeraturanPerseroan dan Kode Etik dan Tanggung Jawab Profesional dilakukan melalui penyelidikan yang mendalam dan didasari dengan fakta-fakta, sedangkan keputusannya dibuat dan diberikan berdasarkan pertimbangan akibat tindakan, derajat kesalahan dan motif tindakan. Melalui pertimbangan yang cermat dan obyektif, Direksi memutuskan jenis sanksi yang disesuaikan dengan bobot penyimpangan dan hirarki organisasi (pangkat atau jabatan karyawan). Sanksi kepada karyawan dapat berbentuk teguran lisan, surat peringatan (I, II, III), tidak diberikan kenaikan gaji, pangkat atau bonus, hingga pemutusan hubungan kerja (PHK). Khusus untuk pemutusan hubungan kerja, setelah mendapatkan persetujuan Direksi, dilanjutkan dengan pengajuan permohonan ijin kepada Departemen Tenaga Kerja sesuai Undang-Undang Ketenagakerjaan Republik Indonesia.Kebijakan Pengelolaan Pengaduan Pelanggaran Kebijakan Pengelolaan Pengaduan Pelanggaran (KP3) merupakan sistem yang dapat dijadikan media bagi saksi pelapor untuk menyampaikan informasi mengenai tindakanpelanggaran yang diindikasi terjadi. Pengaduan yang diperoleh dari mekanisme pengaduan pelanggaran (whistleblowing) ini perlu mendapatkan perhatian dan tindak lanjut, termasukjuga pengenaan hukuman yang tepat agar dapat memberikan efek jera bagi pelaku pelanggaran dan juga bagi mereka yang berniat melakukan hal tersebut. KP3 dimaksudkan sebagai dasar atau pedoman pelaksanaan dalam menangani Pengaduan Pelanggaran dari pemangku kepentingan untuk menjamin terselenggaranya mekanisme penyelesaian pengaduan pelanggaran yang efektif dalam jangka waktu memadai. Tujuan akhirnya adalah sebagai upaya dalam pengungkapan berbagai permasalahan dalam Perseroan yang tidak sesuai dengan Kode Etik yang berlaku di Perseroan. KP3 ini diberlakukan bagi manajemen dan karyawan di lingkungan Perseroan dan seluruh unit usahanya dalam menjalankan tugas sehari-hari sesuai dengan prinsip tata kelola Perseroan yang baik.

Ketentuan Umum Penanganan Pengaduan PelanggaranPerseroan wajib menerima pengaduan pelanggaran dari pihak internal maupun eksternal. Perseroan wajib menerima dan menyelesaikan pengaduan pelanggaran, baik dari pelapor yang mencantumkan identitasnya maupun yang tidak. Perseroan menyediakan dua jalur pengelolaan pengaduan, yaitu melalui jalur Direksi apabila pelanggaran diduga dilakukan oleh karyawan, dan jalur Dewan Komisaris apabila pelanggaran diduga dilakukan oleh Direksi, Dewan Komisaris, organ penunjang Dewan Komisaris dan Kepala Unit Kerja sesuai dengan tingkat pelaku pelanggaran.

A. Proses Penanganan Pengaduan1. Tim Pengelola Pengaduan Pelanggaran melakukan verifikasi atas laporan yang masuk berdasarkan catatan tim. Tim Pengelola Pengaduan Pelanggaran akan memutuskan perlu tidaknya dilakukan investigasi atas pengaduan pelanggaran dalam waktu 30 hari dan dapat diperpanjang paling lama 30 hari kerja.2. Apabila hasil verifikasi menunjukkan bahwa pengaduan tidak benar dan tidak ada bukti maka tidak akan diproses lebih lanjut.3. Apabila hasil verifikasi menunjukkan adanya indikasi pelanggaran yang disertai bukti-bukti yang cukup, maka pengaduan dapat diproses ke tahap investigasi.4. Terkait pengaduan pelanggaran yang melibatkan oknum Karyawan yang memerlukan investigasi, wajib ditindaklanjuti oleh Tim Pengelola Pengaduan Pelanggaran tingkat Direksi untuk diinvestigasi.5. Terkait pengaduan pelanggaran yang melibatkan Direksi, Dewan Komisaris, organ penunjang Dewan Komisaris dan Kepala Unit Kerja yang memerlukan investigasi, wajib ditindaklanjuti oleh Tim Pengelola Pengaduan Pelanggaran tingkat Dewan Komisaris untuk diinvestigasi.6. Pelaku pelanggaran yang telah terbukti berdasarkan hasil investigasi, akan diproses sesuai dengan peraturan yang berlaku.7. Apabila hasil investigasi terbukti adanya pelanggara disiplin oleh karyawan, maka dapat ditindaklanjuti sidang disiplin sesuai ketentuan yang berlaku dengan Direksi sebagai hakim, Divisi Audit Internal sebagai penuntut, Divisi Sumber Daya Manusia atau Divisi Corporate Legal sebagai pembela dan pendapat atau masukan dari atasan yang bersangkutan.8. Apabila hasil investigasi terbukti adanya pelanggaran oleh karyawan yang mengarah ke tindak pidana, maka dapat ditindaklanjuti proses hukum yang berlaku kepada lembaga penegak hukum dengan Direksi atau yang diberi kuasa untuk itu sebagai pejabat yang menangani perkara.9. Seluruh proses pengaduan pelanggaran diadministrasikan secara baik oleh Tim Pengelola Pengaduan Pelanggaran.

B. Pemantauan Tindak Lanjut1. Pemantauan tindak lanjut pengaduan pelanggaran dilakukan oleh Tim Pengelola Pengaduan Pelanggaran.2. Tim Pengelola Pengaduan Pelanggaran harus menginformasikan pengaduan pelanggaran yang masuk, yang diinvestigasi, dan yang dianggap selesai kepada Direksi dan atau Dewan Komisaris setiap saat diperlukan.

6. Peran akuntan profesional dalam memfasilitasi peran pemangku kepentinganAkuntansi (accounting) dapat diartikan sebagai sistem informasi yang menyediakan laporan untuk pemangku kepentingan mengenai aktivitas ekonomi dan kondisi perusahaan. Para pemangku kepentingan mengunakan laporan akuntansi yang dibuat oleh para akuntan profesionalsebagai informasi utama, meskipun bukan satu-satunya untuk membuat keputusan. Peran akuntan dalam memfasilitasi peran pemangku kepentingan dapat dilihat dari: 1. Mengidentifikasikan pemangku kepentingan2. Menilai kebutuhan pemangku kepentingan3. Merancang sistem informasi akuntansi untuk memenuhi kebutuhan pemangku kepentingan4. Mencatat data ekonomi mengenai aktivitas dan peristiwa perusahaan5. Menyiapkan laporan akuntansi bagi para pemangku kepentingan

Peran akuntan terhadap peran pemangku kepentingan dildapat dilihat dari sisi : Sisi perusahaan1. Manajemen merupakan pihak intern yang berkaitan langsung dan sangat memerlukan infomasi keuangan untuk melakukan pengendalian (controll), pengkoordinasian (coordination), dan perencanaan (planning).2. Pihak ekstern yang mempunyai kaitan langsung dengan perusahaan, antara lain investor (pemilik), kreditor, pelanggan, karyawan, dan masyarakat. Mereka berkepentingan dengan informasi keuangan perusahaan dengan manfaat yang berbeda-beda, antara lain :a. Pemilik berkepentingan untuk menentukan sikap tetap memegang saham atau melepasnya.b. Kreditor berkepentingan untuk memutuskan kredit kepada perusahaan dapat diperpanjang atau diperbesar.c. Pelanggan (customer) berkepentingan untuk mengevaluasi hubungan usaha dengan perusahaan.d. Karyawan berkepentingan untuk mengetahui hak-hak yang dapat diperoleh dari peusahaan.e. Masyarakat umum berkepentingan untuk aspek umum dan sosial perusahaan.f. Perusahaan dan berbagai lembaga yang berada dibawah kekuasaannya memerlukan informasi mengenai alokasi sumber daya. Informasi tersebut digunakan untuk menentukan aktivitas perusahaan, menetapkan kebijakan pajak, dan sebagai dasar penyusunan statistik pendapatan nasional.

Sisi bisnisDalam dunia bisnis, peran akuntan dapat diartikan sebagai pemberi informasi dalam bentuk laporan untuk para pemangku kepentingan mengenai aktivitas ekonomi dan kondisi perusahaan. Para pemangku kepentingan tersebut adalah owners (pemegang saham), employes (pekerja), costumer (pelanggan), kreditors (orang yang memberi pinjaman), goverment (pemerintah), communty (masyarakat). Para pemangku kepentingan menggunakan laporan akuntansi sebagai informasi utama, meskipun bukan satu-satunya untuk membuat keputusan, mereka juga menggunakan informasi yang lain. Sebagai contoh, dalam memutuskan dalam memberikan fasilitas kredit ke sebuah toko rintel setempat, bank tidak hanya menggunakan laporan akuntansi tersebut, tetepi juga mendatangi toko dan bertanya pada lingkunan sekitarnya mengnai reputasi pemilik toko.

BAB IIIKESIMPULANPrinsip dari Good Corporate Governance(GCG) diantaranya menyatakan bahwa perusahaan perlu memperhatikan kepentingan para pemangku kepentingannya (stakeholders) sesuai dengan aturan yang ada dan menjalin kerjasama yang aktif dengan pemangku kepentingannya demi keberlangsungan jangka panjang perusahaan.Hal tersebut penting dikarenakan cepatnya perubahan lingkungan yang berdampak pada peta persaingan global dan semakin banyak serta kompleksitas stakeholdersyang termasuk struktur kepemilikan bisnis. Pemangku kepentingan adalah pihak yang akan dipengaruhi secara langsung oleh keputusan dan strategi perusahaan.Tanggung jawab sosial perusahaan atau Corporate Social Responsibility (CSR) adalah suatu konsep bahwa organisasi, khususnya perusahaan memiliki tanggung jawab terhadap seluruh pemangku kepentingannya, yang di antaranya adalah konsumen, karyawan, pemegang saham, komunitas dan lingkungan dalam segala aspek operasional perusahaan yang mencakup aspek ekonomi, sosial, dan lingkungan. Oleh karena itu, CSR berhubungan erat dengan "pembangunan berkelanjutan", yakni suatu organisasi, terutama perusahaan, dalam melaksanakan aktivitasnya harus mendasarkan keputusannya tidak semata berdasarkan dampaknya dalam aspek ekonomi, misalnya tingkat keuntungan atau deviden, tetapi juga harus menimbang dampak sosial dan lingkungan yang timbul dari keputusannya itu, baik untuk jangka pendek maupun untuk jangka yang lebih panjang.Sebagai upaya mewujudkan harmonisasi antara perusahaan dengan lingkungan, sejak tahun 2011, Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) telah mendorong CSR bidang lingkungan. CSR bidang lingkungan yang dikembangkan terdiri dari tujuh bidang kegiatan yaitu Produksi Bersih, Kantor Ramah Lingkungan (eco office), Pengelolaan Limbah dengan 3R (Reduce, Reuse, Recycle), Konservasi Sumberdaya Alam dan Energi, Energi Terbaharukan, Adaptasi Perubahan Iklim dan Pendidikan Lingkungan Hidup (PLH).Beberapa investor dan perusahaam manajemen investasi juga telah mulai memperhatikan kebijakan CSR dari Surat perusahaan dalam membuat keputusan investasi mereka, sebuah praktek yang dikenal sebagai "Investasi bertanggung jawab sosial" (socially responsible investing).31