ESTIMASI NILAI MANFAAT DAN KERUGIAN EKONOMI AKIBAT ... · TPA Galuga, estimasi nilai manfaat dan...
Transcript of ESTIMASI NILAI MANFAAT DAN KERUGIAN EKONOMI AKIBAT ... · TPA Galuga, estimasi nilai manfaat dan...
DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016
NURUL IQAMAH ELZA
ESTIMASI NILAI MANFAAT DAN KERUGIAN EKONOMI
AKIBAT KEBERADAAN TEMPAT PEMBUANGAN AKHIR
(TPA) GALUGA KABUPATEN BOGOR
BAGI MASYARAKAT
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Estimasi Nilai Manfaat
dan Kerugian Ekonomi Akibat Keberadaan Tempat Pembuangan Akhir (TPA)
Galuga Kabupaten Bogor Bagi Masyarakat adalah karya saya dengan arahan dari
komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan
tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang
diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks
dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Juli 2016
Nurul Iqamah Elza
NIM H44120023
ABSTRAK
NURUL IQAMAH ELZA. Estimasi Nilai Manfaat dan Kerugian Ekonomi Akibat
Keberadaan Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Galuga Kabupaten Bogor Bagi
Masyarakat. Dibimbing oleh METI EKAYANI dan DANANG PRAMUDITA.
Pengelolaan sampah secara open dumping di Tempat Pembuangan Akhir
(TPA) telah dilarang oleh pemerintah sejak tahun 2013. Hal ini tercantum dalam
UU No. 18 Tahun 2008 tentang pengelolaan sampah yang menyatakan bahwa
pengelolaan sampah di TPA harus dilakukan dengan sanitary landfill atau
controlled landfill. Salah satu TPA yang belum menerapkan sepenuhnya peraturan
ini yaitu TPA Galuga. Penerapan sistem open dumping yang saat ini dilakukan di
TPA Galuga menimbulkan beberapa eksternalitas negatif bagi masyarakat sekitar,
sehingga masyarakat harus menanggung biaya kerugian. Disisi lain keberadaan
TPA Galuga juga menimbulkan eksternalitas positif bagi masyarakat. Untuk itu
perlu diidentifikasi eksternalitas positif dan eksternalitas negatif dari keberadaan
TPA Galuga, estimasi nilai manfaat dan nilai kerugian ekonomi dari keberadaan
TPA Galuga, dan analisis alternatif solusi pengelolaan sampah di TPA Galuga
yang dapat meminimalkan kerugian dan memberikan manfaat bagi masyarakat.
Metode yang digunakan yaitu analisis deskriptif kualitatif, analisis pendapatan,
cost of illness, replacement cost, preventive expenditure dan benefit transfer.
Penelitian ini menunjukkan bahwa eksternalitas positif dari keberadaan TPA
Galuga yaitu sebagai sumber pendapatan bagi pemulung, sedangkan eksternalitas
negatif yang dirasakan masyarakat yaitu berupa bau tidak sedap, penurunan
kualitas air, gangguan kesehatan dan keberadaan serangga. Hasil estimasi nilai
manfaat yang didapat oleh masyarakat lebih besar dibandingkan dengan nilai
kerugian yang harus ditanggung masyarakat. Artinya, keberadaan TPA Galuga
sangat penting bagi masyarakat sekitar. Alternatif solusi yang sebaiknya
diterapkan yaitu skema composting karena mempunyai net benefit yang lebih
tinggi.
Kata kunci : benefit transfer, eksternalitas, pencemaran, pengelolaan sampah
ABSTRACT
NURUL IQAMAH ELZA. ESTIMATED ECONOMIC BENEFIT AND LOSS
BY GALUGA LANDFILL EXISTENCE FOR COMMUNITY. Supervised by
METI EKAYANI and DANANG PRAMUDITA.
Open dumping waste management in landfill has been prohibited by
government since 2013. The law (UU)No.18 Year 2008 about waste management
declare that waste handling in landfill has to be conducted by sanitary landfill or
controlled landfill. Galuga Landfill is one of landfill that does not undertake the
regulation. Open dumping system in Galuga Landfill cause negative externalities
to surrounding residents, thus they bear the loss costs. On the other hand, Galuga
Landfill also give positive externalities for communities . Therefore, positive and
negative externalities due to Galuga Landfill existence need to be identified in
this research, furthermore estimated economic benefit and estimated economic
loss will be indetified as well as waste handling solution alternatives in Galuga
Landfill which will minimize loss and contribute benefits on the society. Method
applied was qualitative descriptive analysis, revenue analysis, cost of illness,
replacement cost, preventive expenditure and benefit transfer. Based on the result
Galuga Landfill existence give positive externalities in term of revenue source for
waste collector, whereas negative externalities sensed by residents were odor,
water quality drop, health issue and insects disturbance. Estimated economic
benefit value obtained by residents were greater than economic loss suffered.
Galuga Landfill existence is substantial for surrounding community. Solution
alternatives that should be performed is composting scheme, since it is have
higher net benefit.
Keywords: benefit transfer, externalities, pollution, waste management
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Ekonomi
pada
Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan
NURUL IQAMAH ELZA
DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016
ESTIMASI NILAI MANFAAT DAN KERUGIAN EKONOMI
AKIBAT KEBERADAAN TEMPAT PEMBUANGAN AKHIR
(TPA) GALUGA KABUPATEN BOGOR
BAGI MASYARAKAT
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia-
Nya sehingga skripsi ini dapat diselesaikan. Penulisan skripsi ini tidak terlepas
dari bantuan berbagai pihak, pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan
terima kasih dan penghargaan kepada :
1. Ibu Dr. Meti Ekayani, S.Hut, M.Sc dan Bapak Danang Pramudita, S.P, M.Si
yang telah meluangkan waktu untuk memberikan bimbingan, saran, dan
motivasi dengan penuh kesabaran hingga skripsi ini selesai.
2. Ibu Dr. Fifi Diana Thamrin, S.P, M.Si dan Bapak Bahroin Idris Tampubolon,
S.E, M.Si yang telah bersedia menjadi dosen penguji utama dan wakil
departemen dalam sidang skripsi ini.
3. Dosen pengajar dan staf departemen yang telah membantu selama penulis
menyelesaikan studi di ESL FEM IPB.
4. Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kota Bogor, pejabat dan masyarakat Desa
Galuga yang telah bersedia informasi dan bantuan kepada penulis terkait
penelitian yang dilakukan.
5. Ayahanda Syafrizal Chaniago dan Ibnus Abas, Ibunda Elda Wati dan Isye
Riska atas perhatian, nasehat, doa, segala kasih sayang dan cintanya.
6. Rindy, Citra, Suci, Kak Nia, Asri, Jerry yang senantiasa memberikan
semangat, mendukung mendoakan, dan membantu penulis dalam
menyelesaikan skripsi ini.
7. Seluruh keluarga besar ESL 49 dan Ikatan Mahasiswa Kerinci Bogor
(IMKB) yang senantiasa mendukung dan mendoakan penulis.
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL .................................................................................................. ix
DAFTAR GAMBAR ............................................................................................. ix
DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................................ x
I. PENDAHULUAN ........................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang ............................................................................................. 1
1.2 Perumusan Masalah ..................................................................................... 2
1.3 Tujuan Penelitian ......................................................................................... 4
1.4 Ruang Lingkup Penelitian ............................................................................ 4
II. TINJAUAN PUSTAKA ................................................................................. 7
2.1 Sampah dan Dampaknya .............................................................................. 7
2.2 Pengelolaan Sampah dan Tempat Pembuangan Akhir ................................ 8
2.3 Eksternalitas ............................................................................................... 11
2.4 Pencemaran air ........................................................................................... 11
2.5 Penilaian Kerugian Ekonomi Akibat Pencemaran ..................................... 12
2.6 Penelitian Terdahulu .................................................................................. 14
III KERANGKA PEMIKIRAN ........................................................................ 17
IV. METODE PENELITIAN ............................................................................ 21
4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian ..................................................................... 21
4.2 Jenis dan Sumber Data ............................................................................... 21
4.3 Teknik Pengambilan Contoh ...................................................................... 21
4.4 Metode Pengolahan dan Analisis Data ...................................................... 22
4.5 Identifikasi Eksternalitas Positif dan Eksternalitas Negatif ....................... 23
4.6 Estimasi Nilai Manfaat dan Kerugian Ekonomi Masyarakat ..................... 24
4.6.1 Estimasi Nilai Manfaat Ekonomi Masyarakat .................................. 24
4.6.2 Estimasi Nilai Kerugian Ekonomi Masyarakat ................................. 24
4.6.3 Alternatif Solusi Sistem Pengelolaan Sampah di TPA Galuga ....... 26
V. GAMBARAN UMUM ................................................................................. 27
5.1 Kondisi Umum Lokasi Penelitian .............................................................. 27
5.1.1 Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Galuga ....................................... 27
5.1.2 Desa Galuga ...................................................................................... 28
5.2 Karakteristik Responden............................................................................ 28
VI. HASIL DAN PEMBAHASAN .................................................................. 31
6.1 Identifikasi Eksternalitas Positif dan Negatif Akibat Keberadaan TPA
Galuga ........................................................................................................ 31
6.1.1 Eksternalitas Positif Keberadaan TPA Galuga bagi Masyarakat.... 31
6.1.2 Eksternalitas Negatif Keberadaan TPA Galuga bagi Masyarakat .. 32
6.2 Estimasi Nilai Manfaat dan Kerugian Ekonomi Akibat Keberadaan TPA
Galuga ........................................................................................................ 34
6.2.1 Estimasi Nilai Manfaat Ekonomi Masyarakat Akibat Keberadaan
TPA Galuga..................................................................................... 34
6.2.2 Estimasi Nilai Kerugian Ekonomi Masyarakat Akibat
Keberadaan TPA Galuga ................................................................ 36
6.3 Alternatif Solusi Sistem Pengelolaan Sampah di TPA Galuga ................. 41
6.3.1 Metode Pengelolaan Sampah .......................................................... 41
6.3.2 Nilai Manfaat Alternatif Solusi ....................................................... 44
6.3.3 Biaya Operasional Alternatif Solusi ............................................... 44
VII PENUTUP .................................................................................................. 49
7.1 Simpulan .................................................................................................... 49
7.2 Saran .......................................................................................................... 49
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................... 50
LAMPIRAN ...................................................................................................... 53
DAFTAR TABEL
Nomor Halaman
1. Penelitian terdahulu .................................................................................... 14
2. Jumlah responden penelitian ...................................................................... 22
3. Matriks metode analisis data ...................................................................... 22
4. Karakteristik responden .............................................................................. 29
5. Jenis sampah dan harga jual sampah .......................................................... 31
6. Eksternalitas negatif dari keberadaan TPA Galuga bagi
masyarakat sekitar ...................................................................................... 32
7. Estimasi total nilai manfaat ekonomi masyarakat dari keberadaan TPA
Galuga ........................................................................................................ 35
8. Estimasi nilai kerugian berupa biaya berobat ........................................... 36
9. Nilai kerugian berupa biaya pengganti air bersih ....................................... 38
10. Nilai kerugian berupa biaya pencegahan.................................................... 40
11. Nilai manfaat dan kerugian masyarakat dari keberadaan TPA Galuga...... 40
12. Nilai tambah pengelolaan satu ton sampah masing-masing skenario
alternatif solusi ........................................................................................... 44
13. Biaya operasional masing-masing skenario ............................................... 45
14. Biaya operasional per tahun ....................................................................... 46
15. Net benefit masing-masing skenario .......................................................... 46
`
DAFTAR GAMBAR
Nomor Halaman
1. Jumlah penduduk dan volume sampah Kota Bogor tahun 2011-2015 ......... 3
2. Kerangka alur pemikiran ............................................................................ 19
3. Peta wilayah TPA Galuga .......................................................................... 27
4. Sanitary Landfill ........................................................................................ 42
5. Composting ................................................................................................. 43
6. Biogas ........................................................................................................ 43
7. Insinerasi .................................................................................................... 43
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor Halaman
1. Nilai manfaat masyarakat per tahun .......................................................... 54
2. Nilai kerugian berobat per tahun ............................................................... 56
3. Nilai kerugian biaya pengganti dan pencegahan per tahun ....................... 59
4. Dokumentasi .............................................................................................. 62
5. Riwayat Hidup ........................................................................................... 64
1
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Permasalahan lingkungan hidup merupakan salah satu permasalahan dunia
yang menjadi perhatian, baik di negara berkembang maupun negara maju. Salah
satu permasalahan lingkungan hidup yang terjadi di Indonesia yaitu masalah
sampah. Masalah sampah yang terjadi seringkali karena kesalahan dalam
pengelolaannya. Pengelolaan sampah masih menjadi masalah di Indonesia
terutama di kota-kota besar yang padat penduduknya. Masalah utama sampah di
perkotaan umumnya terjadi di Tempat Pembuangan Akhir (TPA). Hal ini
disebabkan oleh produksi sampah yang terus meningkat, keterbatasan lahan TPA,
teknologi proses yang tidak efesien, sistem pengelolaan yang tidak berdampak
positif pada lingkungan dan belum dapat dipasarkannya produk hasil olahan
sampah (Sudradjat, 2007). Selain itu, kurangnya penekanan terhadap
pembangunan infrastruktur TPA baru serta pembelian peralatan transportasi dan
operasional menghambat pengembangan pengelolaan sampah yang efektif
(Landon, 2013).
Pesatnya pertumbuhan penduduk di daerah perkotaan dapat meningkatkan
volume dan jenis sampah yang dihasilkan. Menurut Undang-Undang No.18
Tahun 2008 tentang pengelolaan sampah, peningkatan dan pola konsumsi
masyarakat dapat menyebabkan bertambahnya volume, jenis dan karakteristik
sampah. Adanya peningkatan jumlah sampah yang dihasilkan akan berdampak
pada perluasan lahan untuk mengelola sampah. Hal tersebut sulit terpenuhi
mengingat peningkatan jumlah penduduk di perkotaan juga akan mempengaruhi
permintaan lahan. Oleh karena itu, pemerintah seringkali kesulitan dalam
menghadapi keterbatasan lahan untuk kebutuhan pengelolaan sampah di TPA.
Sampah apabila dikelola dengan benar dan tepat akan berpeluang untuk
dimanfaatkan lebih lanjut dan bernilai ekonomi, namun apabila sampah tidak
dikelola dengan baik maka akan menimbulkan dampak negatif bagi lingkungan
sekitar. Pengelolaan sampah dengan hanya membuang sampah di suatu lokasi
tertentu dan dibiarkan pada ruang terbuka atau open dumping berpotensi
menimbulkan dampak negatif. Dampak negatif tersebut berupa permasalahan
2
lingkungan seperti pencemaran udara, pencemaran air, dan penurunan kualitas
lingkungan (Sudrajat, 2007). Pengelolaan lebih dari 90 persen sampah di TPA
yang ada di Indonesia menggunakan sistem open dumping (KLHK, 2015).
Padahal, Undang-Undang No.18 Tahun 2008 tentang pengelolaan sampah
menyatakan pengelolaan sampah secara open dumping tidak diperbolehkan lagi.
Pemerintah daerah harus menutup TPA yang masih menggunakan sistem open
dumping paling lama 5 tahun terhitung tanggal diberlakukannya Undang-Undang
tersebut. Solusi yang ditawarkan pemerintah yaitu penerapan alternatif sistem lain
seperti controlled landfill dan sanitary landfill untuk diterapkan sebagai sistem
pengelolaan sampah di TPA yang tercantum dalam Peraturan Menteri Pekerjaan
Umum No. 3 Tahun 2013.
Salah satu TPA yang belum sepenuhnya menerapkan Undang-Undang
No.18 tahun 2008 tentang pengelolaan sampah yaitu TPA Galuga yang terletak di
Desa Galuga, Kecmatan Cibungbulang, Kabupaten Bogor. Keberadaan TPA
Galuga yang dekat dengan pemukiman masyarakat seringkali menimbulkan
konflik yang terjadi antar masyarakat. Konflik tersebut terjadi karena adanya pro
dan kontra antara masyarakat yang memperoleh manfaat dan masyarakat yang
merasakan kerugian dari keberadaan TPA Galuga. Penelitian ini bermaksud
mengkaji bagaimana dampak dari keberadaan TPA Galuga bagi masyarakat
sekitar dan sistem pengelolaan sampah yang seharusnya diterapkan di TPA
Galuga.
1.2 Perumusan Masalah
Kota Bogor merupakan salah satu kota di Indonesia yang mempunyai laju
pertumbuhan penduduk yang tinggi ditandai dengan peningkatan jumlah
penduduk di Kota Bogor setiap tahun. Peningkatan jumlah penduduk Kota Bogor
menyebabkan peningkatan volume sampah yang dihasilkan. Pernyataan tersebut
didukung oleh Nurhidayat (2006), yang menyatakan semakin besar jumlah
penduduk bermukim di kota atau suatu daerah, maka semakin besar pula volume
sampah yang dihasilkan. Peningkatan jumlah penduduk dan volume sampah Kota
Bogor dapat dilihat pada Gambar 1.
3
Sumber : BPS Kota Bogor (2016) dan DKP Kota Bogor (2016)
Gambar 1 Jumlah penduduk dan volume sampah Kota Bogor tahun 2011 – 2015
Berdasarkan Gambar 1, volume sampah Kota Bogor mengalami
peningkatan seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk Kota Bogor.
Peningkatan volume sampah Kota Bogor mengakibatkan semakin tingginya
kebutuhan lahan untuk menampung sampah. Dalam upaya mengatasi keterbatasan
lahan untuk menampung sampah, Pemerintah Kota Bogor mengadakan kerja sama
dengan Pemerintah Kabupaten Bogor. Kerja sama tersebut berupa sewa lahan
untuk menampung sampah yang dilakukan Pemerintah Kota Bogor di TPA
Galuga.
Saat ini pengelolaan sampah yang ada di TPA Galuga yaitu dengan
menggunakan sistem open dumping, controlled landfill dan composting (DKP
Kota Bogor, 2016). Metode yang diterapkan untuk pengelolaan sampah tersebut
belum sesuai dengan peraturan yang berlaku. Pengelolaan sampah di TPA Galuga
saat ini yang dinilai kurang ramah lingkungan menimbulkan dampak bagi
masyarakat sekitar. Dampak yang ditimbulkan dapat berupa eksternalitas positif
maupun eksternalitas negatif. Eksternalitas positif dari keberadaan TPA Galuga
yaitu adanya pendapatan masyarakat yang bersumber dari TPA Galuga,
sedangkan eksternalitas negatifnya yaitu adanya penurunan kualitas lingkungan
yang dapat merugikan masyarakat sekitar. Penelitian Kurniawan (2006),
menunjukkan kualitas air sumur wilayah sekitar TPA Galuga yaitu pada jarak 50
2011
2012
2013
2014
2015
987,315
1,004,831
1,013,019
1,030,720
1,047,922
876,730
893,155
906,660
931,115
976,375
Volume Sampah (m3) Penduduk Kota Bogor (jiwa)
4
meter (m), 400 m, 600 m, dan 700 m dari lokasi TPA Galuga sudah tercemar dan
tidak layak dikonsumsi, sehingga masyarakat harus mengeluarkan biaya untuk
memperoleh air bersih. Dampak lain yang ditimbulkan yaitu berupa gangguan
kesehatan seperti batuk, diare, influenza, penyakit kulit, dan ISPA yang dialami
masyarakat sehingga masyarakat harus mengeluarkan biaya pencegahan dan biaya
untuk berobat (Desmawati, 2010). Mengingat keberadaan TPA Galuga tidak
hanya berdampak negatif, tetapi juga berdampak positif bagi masyarakat maka
perlu adanya alternatif sistem pengelolaan sampah yang lebih baik dan ramah
lingkungan serta tetap memberikan manfaat bagi masyarakat sekitar.
Berdasarkan paparan di atas, maka dapat dirumuskan masalah sebagai
berikut:
1. Apa saja eksternalitas positif dan eksternalitas negatif dari keberadaan
TPA Galuga dan siapa yang merasakan eksternalitas tersebut?
2. Berapa besar nilai manfaat dan kerugian ekonomi masyarakat akibat
keberadaan TPA Galuga?
3. Bagaimana alternatif solusi sistem pengelolaan sampah di TPA Galuga
yang dapat meminimalkan kerugian dan memberikan manfaat bagi
masyarakat sekitar?
1.3 Tujuan Penelitian
Berdasarkan permasalahan yang ada, maka diperoleh tujuan dari
dilaksanakannya penelitian ini. Adapun tujuan dari penelitian ini yaitu:
1. Mengidentifikasi eksternalitas positif dan eksternalitas negatif yang
dirasakan masyarakat akibat keberadaan TPA Galuga.
2. Mengestimasi nilai manfaat dan nilai kerugian ekonomi masyarakat akibat
keberadaan TPA Galuga.
3. Menganalisis alternatif solusi pengelolaan sampah di TPA Galuga yang
dapat meminimalkan kerugian dan memberikan manfaat bagi masyarakat
sekitar.
1.4 Ruang Lingkup Penelitian
1. Nilai manfaat yang dihitung dalam penelitian ini yaitu pendapatan
5
masyarakat yang berprofesi sebagai pemulung dan pengepul.
2. Nilai kerugian yang dihitung dalam penelitian ini yaitu berupa biaya
berobat, biaya pengganti air bersih, dan biaya pencegahan akibat
keberadaan TPA Galuga.
3. Responden dalam penelitian ini merupakan masyarakat Desa Galuga yang
berasal dari Kampung Baru Lalamping, Kampung Moyan, dan Kampung
Sinarjaya.
7
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Sampah dan Dampaknya
Undang-Undang Pengelolaan Sampah Nomor 18 tahun 2008 menyatakan
sampah adalah sisa kegiatan sehari-hari manusia atau dari proses alam yang
berbentuk padat. Menurut Hartono (2008), sampah adalah material sisa yang tidak
dinginkan dari suatu proses yang merupakan konsekuensi dari adanya aktivitas
manusia. Berdasarkan asalnya, sampah digolongkan menjadi 2 (dua) jenis yaitu
sampah organik dan sampah anorganik. Sampah yang diangkut ke TPA Galuga
terdiri dari sampah organik dan anorganik. Sampah organik merupakan sampah
yang dihasilkan dari bahan-bahan hayati yang dapat didegradasi oleh mikroba,
sementara itu sampah anorganik merupakan sampah yang dihasilkan dari bahan-
bahan non-hayati, baik berupa bahan sintetik maupun produk hasil pengolahan
bahan tambang (Basriyanta, 2007). Sumber sampah yang terbanyak berasal dari
pemukiman dan pasar (Sudradjat, 2007). Umumnya sampah pasar terdiri dari 95
persen sampah organik, sementara itu sampah yang berasal dari pemukiman lebih
beragam yaitu terdiri dari 60 persen sampah organik dan sisanya berupa sampah
anorganik.
Menurut Gelbert et al (1996) dalam Artiningsih (2008), ada tiga dampak
sampah terhadap manusia dan lingkungan yaitu:
1. Dampak terhadap kesehatan berupa penyakit diare, kolera, tifus
menyebar dengan cepat karena virus yang berasal dari sampah dengan
pengelolaan tidak tepat.
2. Dampak terhadap lingkungan berasal cairan rembesan sampah yang
masuk kedalam drainase atau sungai akan mencemari air.
3. Dampak terhadap keadaan sosial dan ekonomi seperti pengelolaan
sampah yang tidak memadai menyebabkan rendahnya tingkat kesehatan
masyarakat, sarana penampungan sampah kurang atau tidak efisien akan
menyebabkan orang cenderung membuang sampahnya dijalan.
Pernyataan tersebut didukung oleh Chandra (2009), yang menyatakan
dampak negatif sampah terhadap kesehatan berupa tempat berkembang biak
vektor penyakit seperti lalat atau tikus yang dapat menyebabkan penyakit tertentu
8
dan gangguan psikosomatis seperti sesak nafas, insomnia, stress dan lain-lain.
Penguraian sampah organik akan menghasilkan cairan yang disebut lindi yang
dapat menyerap zat-zat disekitarnya, sehingga di dalam lindi bisa terdapat
mikroba patogen, logam berat dan zat lainnya yang berbahaya yang dapat
menyebabkan gangguan kesehatan (Mulia, 2005). Menurut Hadiwiyoto (1983)
dalam Pahlefi (2014) eksternalitas negatif dari adanya sampah dapat
menimbulkan gangguan pencemaran sebagai berikut:
1. Tumpukan sampah dapat menimbulkan kondisi fisik dan kimia yang
tidak sesuai dengan lingkungan yang normal. Biasanya dapat
menyebabkan kenaikan suhu dan perubahan pH tanah.
2. Tumpukan sampah dapat menjadi media berkembang biak dan tempat
mencari makan bagi lalat atau tikus yang akhirnya menjadi tempat
berkembang bibit penyakit.
3. Sampah dapat menimbulkan pencemaran udara karena selama proses
pembusukan dihasilkan gas-gas beracun, bau tidak sedap, daerah yang
becek, dan berlumpur terutama pada musim penghujan.
4. Kontak langsung dengan sampah yang mengandung kuman penyakit,
misalnya sampah yang berasal dari rumah sakit.
5. Pasokan air minum yang mengalami kontaminasi dengan bahan kimia
beracun dari sampah yang dibuang ke dalamair.
6. Dapat mencemari tanah atau pengotoran. Pencemaran dapat berupa udara
yang kotor karena mengandung gas-gas yang terjadi dari perombakan
sampah, bau yang tidak sedap, daerah yang becek, terutama pada saat
musim hujan.
7. Sampah yang dibuang ke badan air menyebabkan hambatan saluran air
sehingga pada musim penghujan akan menyebabkan banjir.
2.2 Pengelolaan Sampah dan Tempat Pembuangan Akhir
Pengelolaan sampah adalah semua kegiatan yang dilakukan untuk
menangani sampah sejak ditimbulkan sampai dengan pembuangan akhir (Sejati,
2009). Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah
menyatakan pengelolaan sampah merupakan kegiatan yang sistematis,
9
menyeluruh, dan berkesinambungan yang meliputi pengurangan dan penanganan
sampah yang bertujuan untuk meningkatkan kesehatan masyarakat dan kualitas
lingkungan serta menjadikan sampah sebagai sumber daya. Secara garis besar
pengelolaan sampah meliputi pengendalian timbulan sampah, pengumpulan
sampah, transfer dan transpor, pengolahan dan pembuangan akhir. Pengelolan
sampah harus memperhatikan karakteristik dan kandungan yang terdapat dalam
sampah tersebut (Mulia, 2005). Jenis sampah organik dapat membusuk dengan
adanya aktivitas mikroorganisme pengurai, sehingga memerlukan penanganan
yang cepat baik dalam pengumpulan maupun dalam pemusnahannya.
Model pengelolaan sampah di Indonesia menggunakan sistem urugan atau
tumpukan. Model urugan umumnya diterapkan di kota-kota yang tidak begitu
besar, sedangkan model tumpukan digunakan pada kota-kota besar di Indonesia
(Sudradjat, 2007). Menurut Chandra (2009), ada beberapa cara pemusnahan
sampah yang dapat dilakukan oleh institusi atau individu dan penggunaan
teknologi pemanfaatan sampah antara lain :
1. Sanitary landfill, merupakan pemusnahan sampah dengan jalan
penimbunan sampah yang dilakukan lapis demi lapis dengan cara
memadatkan sampah dan menimbunnya dengan tanah. Dengan demikian
sampah tidak berada di alam terbuka sehingga tidak menimbulkan bau
dan menjadi sarang binatang pengerat.
2. Incenerator, merupakan alat untuk membakar sampah secara terkendali
melalui pembakaran dengan suhu tinggi dan merupakan suatu metode
pembuangan sampah yang dapat diterapkan di daerah perkotaan atau
daerah yang sulit untuk mendapatkan tanah untuk membuang sampah.
3. Pembuatan kompos, merupakan salah satu cara pemusnahan sampah
dengan memanfaatkan proses dekomposisi sampah organik oleh kuman-
kuman pembusuk pada kondisi tertentu akan menghasilkan bahan berupa
kompos atau pupuk.
4. Gas bio, merupakan bahan bakar yang diperoleh dari bahan-bahan
organik, termasuk kotoran manusia, kotoran hewan, sisa-sisa pertanian
atau campuran, melalui proses fermentasi dan pembusukan oleh bakteri
anaerobik pada alat yang dinamakan penghasil gas bio.
10
Menurut Undang Undang No. 18 Tahun 2008 Tempat Pembuangan Akhir
(TPA) adalah tempat untuk memproses dan mengembalikan sampah ke media
lingkungan secara aman bagi manusia dan lingkungan. TPA merupakan tempat
dimana sampah mencapai tahap terakhir dalam pengelolaan sejak dari sumber,
pengumpulan, pengangkutan, pengolahan sampai menuju pembuangan akhir
(Simanjuntak et al., 2014). Metode pembuangan sampah di TPA dibagi menjadi 3
(tiga) jenis, yaitu open dumping, controlled landfill, dan sanitary landfill. Pada
metode open dumping sampah dibuang begitu saja pada TPA yang telah
ditetapkan tanpa adanya perlakuan tertentu. Metode ini tidak baik secara estetika
dan tidak sehat karena dapat menimbulkan berbagai pencemaran seperti
pencemaran udara, pencemaran air, serta sebagai sarang berkembang biaknya
serangga dan hewan penular penyakit. Controlled landfill merupakan perbaikan
atau peningkatan dari cara open dumping, tetapi belum sebaik sanitary landfill.
Perbaikan atau peningkatan antara lain dengan kegiatan penutupan sampah secara
berkala. Sanitary landfill merupakan salah satu metode pengolahan sampah
terkontrol dengan sistem sanitasi yang baik dengan membuang sampah ke TPA
kemudian dipadatkan dengan traktor dan ditutup dengan tanah (Aryulina et
al.,2006).
Prasyarat penetapan suatu lokasi TPA adalah sebagai berikut (Sudradjat,
2007):
1. Lokasi TPA ditempatkan jauh dari pemukiman penduduk.
2. Jalan mencapai lokasi dapat ditempuh tanpa melalui pemukiman atau
perkampungan.
3. Diupayakan jalan menuju TPA dibuat jalur sendiri dengan batas aman
yang tidak boleh dibuat pemukiman selebar 100 m kiri-kanan.
4. Mulai jarak satu kilometer mendekati lokasi TPA di kiri-kanan dijadikan
tempat pemukiman pemulung.
5. TPA tidak boleh dialokasikan di daerah yang dingin karena akan
menghambat proses perombakan bahan organik.
6. TPA bisa ditempatkan di tengah-tengah hutan, perkebunan, atau di hulu
gunung. Tujuannya agar TPA jauh dari pemukiman karena limbah
buangan akan mencemari sumur penduduk.
11
2.3 Eksternalitas
Menurut Surjanti et al., (2016), eksternalitas merupakan suatu dampak
yang ditimbulkan oleh aktivitas ekonomi yang dilakukan oleh suatu pelaku
ekonomi terhadap pelaku ekonomi lain. Eksternalitas didefinisikan sebagai
dampak (positif atau negatif), atau dalam bahasa normal ekonomi sebagai net
cost atau benefit, dari tindakan suatu pihak terhadap pihak lain (Fauzi, 2006).
Eksternalitas positif timbul ketika produsen atau konsumen menciptakan
manfaat bagi orang lain, namun tidak mungkin memperoleh kompensasi dari
manfaat yang diciptakannya dan eksternalitas negatif timbul ketika produsen
atau konsumen menyebabkan biaya bagi orang lain namun tidak bisa dibebani
biaya tersebut (Pearson et al., 2005).
Mangkoesoebroto (1993) menyatakan eksternalitas positif adalah dampak
menguntungkan pihak lain dari kegiatan yang dilakukan oleh pihak tertentu,
pihak yang diuntungkan tidak memberikan kompensasi sedangkan eksternalitas
negatif adalah dampak yang merugikan pihak lain dari kegiatan yang dilakukan
pihak tertentu dan tidak menerima kompensasi terhadap kerugian tersebut.
Adanya eksternalitas negatif yang ditimbulkan oleh pihak tertentu membuat
pihak tersebut mengeluarkan biaya tambahan untuk memproses limbahnya agar
dapat diterima lingkungan. Friedman dalam Fauzi (2010) menyatakan
eksternalitas dan barang publik merupakan dua cara pandang yang berbeda
dalam melihat masalah yang sama. Eksternalitas positif melahirkan barang
publik, sementara eksternalitas negatif melahirkan barang publik yang negatif.
Artinya jika eksternalitas negatif tidak diproduksi, maka akan menghasilkan
barang publik.
2.4 Pencemaran air
Menurut Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2004 Tentang Sumber Daya Air
“ Pencemaran air adalah masuknya atau dimasukannya makluk hidup, zat, energi
dan atau komponen lain ke dalam air oleh kegiatan manusia, sehingga kualitas air
turun sampai tingkat tertentu yang menyebabkan air tidak dapat berfungsi sesuai
dengan peruntukannya’’. Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2001
tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air, klasifikasi
12
mutu air diterapkan menjadi 4 kelas yaitu:
1. Kelas I, air yang peruntukannya dapat digunakan untuk air baku air
minum, dan atau peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air yang
sama dengan kegunaan tersebut.
2. Kelas II, air yang peruntukannya dapat digunakan untuk prasarana/sarana
rekreasi air, pembudidayaan ikan air tawar, peternakan, air untuk
mengairi pertanaman, dan atau peruntukan lain yang mempersyaratkan
mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut.
3. Kelas III, air yang peruntukannya dapat digunakan untuk pembudidayaan
Ikan air tawar, peternakan, air untuk mengairi pertanaman, dan atau
peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air yang sama dengan
kegunaan tersebut.
4. Kelas IV, air yang peruntukannya dapat digunakan untuk mengairi
pertanaman, dan atau peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air
yang sama dengan kegunaan tersebut.
Keberadaan TPA Galuga memberikan dampak bagi masyarakat sekitar.
Adanya air lindi yang dihasilkan dari dekomposisi sampah organik di TPA
Galuga apabila tidak dikelola dengan baik, maka akan menimbulkan dampak
negatif bagi masyarakat. Penelitian Priambodho (2005), menyatakan pada air
sumur penduduk, kandungan pH sekitar 4 sampai 5, kandungan bahan organik
(BOD 34,72 mg/l dan COD 1557,87 mg/l) dan jumlah totalcoliform (> 1,1 x 10 3
MPN/100ml) membuat air sumur ini tidak layak digunakan untuk kebutuhan
sehari-hari penduduk sekitar TPA Galuga. Penelitian Kurniawan (2006),
menunjukkan kualitas air sumur masyarakat pada jarak 50 m, 400 m, 600 m, dan
700 m dari lokasi TPA Galuga pada beberapa parameter hasil analisis telah
melampaui ambang batas maksimum yang menyebabkan air sumur masyarakat
tidak layak untuk digunakan sebagai air baku air minum, namun masih bisa
digunakan untuk keperluan perikanan dan pertanian.
2.5 Penilaian Kerugian Ekonomi Akibat Pencemaran
Berdasarkan peraturan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 7 Tahun 2014,
kegiatan seperti pembuangan air limbah yang melebihi baku mutu dari berbagai
13
jenis kegiatan, penggundulan hutan, pembuangan sampah, penambangan telah
menimbulkan pencemaran dan kerusakan lingkungan hidup seperti pencemaran
wilayah pesisir dan laut, pencemaran air permukaan, emisi debu, asap serta gas
rumah kaca ke udara. Hal ini menunjukkan bahwa kebijakan ekonomi yang hanya
memenuhi permintaan pasar, pada akhirnya akan mengorbankan kualitas
lingkungan hidup. Kerugian lingkungan hidup meliputi:
1. Kerugian karena dilampauinya baku mutu lingkungan hidup sebagai
akibat tidak dilaksanakannya seluruh atau sebagian kewajiban
pengolahan air limbah, emisi, dan pengelolaan limbah bahan berbahaya
dan beracun.
2. Kerugian untuk penggantian biaya pelaksanaan penyelesaian sengketa
lingkungan hidup, meliputi biaya: verifikasi lapangan, analisa
laboratorium, ahli dan pengawasan pelaksanaan pembayaran kerugian
lingkungan hidup.
3. Kerugian untuk pengganti biaya penanggulangan pencemaran atau
kerusakan lingkungan hidup serta pemulihan lingkungan hidup.
4. Kerugian ekosistem.
Adanya biaya penilaian kualitas lingkungan berdasarkan pengeluaran untuk
mengurangi atau mengatasi efek negatif dari polusi dapat dihitung menggunakan
metode Averting Behavioural Method (ABM) (Yakin 1997). Fauzi (2006),
mendefinisikan metode Averting Behavioural Method (ABM) sebagai salah satu
teknik valuasi ekonomi non-pasar berbasiskan biaya (cost-based approach) yang
mengandalkan harga implisit dimana keinginan membayar seseorang terungkap
melalui model yang dikembangkan (revealed willingness to pay). Replacement
cost merupakan salah satu pendekatan ABM yang digunakan untuk menghitung
nilai kerugian akibat pencemaran air. Kasus pencemaran air yang sering terjadi di
TPA yaitu pencemaran air tanah. Menurut National Research Council (1997)
dalam Niella (2012), sedikitnya terdapat tiga respon yang terkait dengan upaya
yang dilakukan oleh rumah tangga dalam mengurangi dampak akibat pencemaran
air tanah, yakni:
1. Membeli durable goods, misalnya alat-alat penyaring (filter) untuk
memberikan perlakuan semacam water treatment terhadap air tanah
14
sebelum dikonsumsi.
2. Membeli non durable goods, misalnya air galon.
3. Merubah kebiasaan sehari-hari untuk menghindari dampak kerusakan
akibat pencemaran.
Selain pencemaran air tanah, adanya bau tidak sedap dan keberadaan
serangga yang ditimbulkan oleh keberadaan TPA juga membuat adanya tindakan
pencegahan yang dilakukan masyarakat untuk mengurangi sampah dari perubahan
kualitas lingkungan tersebut. Metode yang digunakan untuk menilai kerugian
masyarakat akibat pencegahan terhadap eksternalitas negatif yang ditimbulkan
oleh TPA yaitu metode biaya pencegahan (preventive expenditure). Menurut
Jones et al. (2000) dalam Niella (2012), individu atau kelompok sering
mengeluarkan uang untuk menghindari atau mengeliminasi kerusakan yang
disebabkan dampak lingkungan yang merugikan.
Penduduk juga mengalami kerugian berupa biaya yang harus dikeluarkan
atas upaya untuk mengobati penyakit-penyakit yang timbul akibat eksternalitas
negatif keberadaan TPA. Metode yang digunakan untuk menghitung biaya untuk
berobat yaitu metode cost of illness. Menurut Peraturan Menteri Negara
Lingkungan Hidup Nomor 13 Tahun 2012 cost of illness adalah biaya-biaya yang
dikeluarkan selama dan setelah seseorang menderita sakit akibat tercemarnya atau
rusaknya lingkungan.
2.6 Penelitian Terdahulu
Penelitian mengenai eksternalitas dari keberadaan TPA bagi masyarakat dan
metode pengelolaan sampah di TPA telah banyak dilakukan sebelumnya.
Penelitian terdahulu mengenai eksternalitas dari keberadaan TPA dilakukan oleh
Pahlefi (2014), Rangkuti (2014), Sandjoyo (2013), Bujagunasti (2009) dan
metode pengelolaan sampah di TPA Galuga oleh Ruban (2014).
Tabel 1 Penelitian terdahulu
No Peneliti Metode Hasil Penelitian
1 Ruban
(2014)
Contingent
valuation method
(CVM)
Rata-Rata WTP tertinggi pada
Kecamatan Baguala yaitu pada skenario
biogas sebesar Rp 24.250/KK/bulan dan
yang terendah pada skenario insinerasi
sebesar Rp 20.804/KK/bulan.
15
Tabel 1 Penelitian terdahulu lanjutan
No Peneliti Metode Hasil Penelitian
Benefit transfer Pada Kecamatan Nusaniwe
diperoleh rata-ara WTP tertinggi yaitu
sebesar Rp 21.228/KK/bulan pada
skenario composting dan terendah
sebesar Rp 18.220/KK/bulan pada
skenario sanitary landfill.
2 Sandjoyo
(2013)
Cost of illness
Replacement cost
Nilai ekonomi penurunan kualitas
lingkungan di wilayah administratif
Kelurahan Cipayung sebesar Rp.
3.288.269.934/tahun yang merupakan
penjumlahan dari biaya pengganti air
minum dan biaya kesehatan. Rincian dari
nilai ekonomi penuruan kualitas
lingkungan tersebut adalah biaya
kesehatan sebesar Rp 838.202.184/tahun
dan biaya pengganti sebesar Rp
2.450.067.750/tahun.
3
Rangkuti
(2014)
Metode Hayami
Cost of Illness
dan Replacement
Cost
Nilai tambah pupuk kompos
bernilai sebesar Rp.100.546 yaitu 43,25
persen/kilogram bahan baku.
Berdasarkan perhitungan, total
biaya kesehatan sebesar Rp
56.249.600/bulan dan biaya konsumsi air
bersih sebesar Rp 108.350.792/bulan,
sehingga nilai eksternalitas negatif
sebesar Rp 164.600.392/bulan.
4 Pahlefi
(2014)
Metode analisis
pendapatan
Cost off illness
Replacement cost
Estimasi nilai eksternalitas positif
yang diterima masyarakat sekitar TPA
Rawa Kucing dalam bentuk pendapatan
dari kegiatan mengumpulkan barang
bekas, penyediaan biogas, dan kompos
adalah sebesar Rp 711.824.000/tahun.
Total nilai eksternalitas negatif akibat
keberadaan TPA Rawa Kucing bagi
masyarakat sekitar adalah sebesar Rp
77.877.200/tahun. Jadi, nilai eksternalitas
positif TPA Rawa Kucing lebih besar
dari nilai eksternalitas negatifnya dengan
nilai estimasi eksternalitas sebesar Rp
633.946.800/tahun.
5 Bujagunasti
(2009)
Analisis
Deskriptif
Manfaat yang dirasakan responden
berupa peningkatan pendapatan bagi
masyarakat, pemasukan bagi Pemkot
Bekasi, dan menimbulkan nilai
daurulang. Kerugian yang dirasakan oleh
masyarakat akibat keberadaan TPA
16
Tabel 1 Penelitian terdahulu lanjutan
No Peneliti Metode Hasil Penelitian
Bantargebang adalah berupa pencemaran
air, pencemaran udara, sebagai sarang
penyakit, dan pengurangan estetika
Perhitungan
pendapatan
Cost of Illness
dan Replacement
Cost
Nilai manfaat yang dapat dirasakan
akibat keberadaan TPA Bantargebang
adalah Rp.183.547.000/tahun. Nilai
kerugian masyarakat adalah Rp
13.385.300/tahun.
Perbedaan penelitian terdahulu dengan penelitian ini yaitu penelitian
terdahulu menghitung nilai eksternalitas dan alternatif sistem pengelolaan sampah
di TPA secara terpisah. Penelitian ini mencoba menghubungkan nilai eksternalitas
yang diperoleh dengan solusi alternatif pengelolaan sampah yang dikaji. Selain
itu, terdapat perbedaan penggunaan metode yang dilakukan dalam penelitian.
17
III. KERANGKA PEMIKIRAN
Peningkatan jumlah penduduk Kota Bogor dapat menyebabkan
peningkatan volume sampah yang dihasilkan. Banyaknya sampah yang dihasilkan
masyarakat Kota Bogor berdampak pada kebutuhan lahan tempat pembuangan
akhir sampah. TPA Galuga merupakan tempat pembuangan akhir sampah yang
menampung sampah dari Kota Bogor dan Kabupaten Bogor. Adanya keterbatasan
lahan yang dimiliki Pemerintah Kota Bogor mengakibatkan pemerintah
melakukan kerja sama dengan Kabupaten Bogor dalam upaya penyediaan lahan
untuk penampungan sampah yang berasal dari Kota Bogor.
Keberadaan TPA Galuga yang dekat dengan pemukiman menimbulkan
eksternalitas yang dirasakan oleh masyarakat sekitar. Hal ini terkait dengan sistem
pengelolaan sampah yang diterapkan di TPA Galuga. Saat ini pengelolaan TPA
Galuga masih menerapkan sistem open dumping dan sebagian sampah sudah
dikelola dengan sistem controlled landfill. Pengelolaan sampah saat ini yang
diterapkan di TPA Galuga masih menimbulkan beberapa eksternalitas negatif bagi
masyarakat seperti pencemaran air, pencemaran udara dan sebagai tempat
berkembang biaknya serangga serta hewan penular penyakit yang dapat
menyebabkan masyarakat mengeluarkan biaya kerugian ekonomi. Pencemaran air
yang terjadi berupa pencemaran air sumur. Beberapa penelitian terdahulu seperti
yang dilakukan oleh Kurniawan (2006), menunjukkan bahwa air sumur
masyarakat yang berada di sekitar TPA Galuga telah mengalami pencemaran dan
tidak layak untuk dikonsumsi. Penelitian Desmawati (2010), juga menunjukkan
bahwa adanya penyakit yang diderita masyarakat sekitar akibat keberadaan TPA
Galuga. Disamping itu, keberadaan TPA Galuga juga menimbulkan dampak
positif bagi masyarakat sekitar, yakni dengan memilah sampah dan kemudian
dijual sehingga dapat menghasilkan manfaat ekonomi. Manfaat tersebut dirasakan
oleh masyarakat yang berprofesi sebagai pemulung dan pengepul.
Tujuan dari penelitian ini untuk mengidentifikasi eksternalitas positif dan
eksternalitas negatif yang dirasakan masyarakat akibat keberadaan TPA Galuga
berdasarkan penilaian dengan menggunakan analisis deskriptif kualitatif,
mengestimasi besarnya nilai manfaat akibat keberadaan TPA Galuga dengan
18
menggunakan metode analisis pendapatan dan mengestimasi nilai kerugian
ekonomi dengan menggunakan metode cost of illness untuk biaya kesehatan,
metode replacement cost untuk biaya pengganti air bersih, dan metode
preventive expenditure untuk biaya pencegahan. Setelah mengestimasi besarnya
nilai manfaat dan nilai kerugian, selanjutnya menganalisis alternatif solusi sistem
pengelolaan sampah di TPA Galuga yang dapat meminimalkan kerugian dan
memberikan manfaat bagi masyarakat sekitar. Sistem pengelolaan sampah yang
dianalisis dalam penelitian ini yaitu sanitary landfill, composting, insinerasi dan
biogas. Analisis dilakukan dengan menghitung net benefit masing-masing
skenario pengelolaan sampah dengan menggunakan data primer untuk nilai
manfaat yang diperoleh masyarakat, biaya sosial, manfaat sosial dan data
sekunder berupa biaya operasional dan nilai tambah masing-masing alternatif
soslusi dengan menggunakan metode benefit transfer.
Hasil dari penelitian ini berupa rekomendasi alternatif solusi yang dinilai
mampu meminimalkan eksternalitas negatif dan mempertahankan nilai manfaat
bagi masyarakat sekitar. Berdasarkan uraian pemikiran di atas, maka dapat
digambarkan alur kerangka berpikir yang dilaksanakan untuk mencapai tujuan
penelitian. Kerangka alur pemikiran ditampilkan pada Gambar 2.
19
Identifikasi kerugian dari
adanya TPA Galuga bagi
masyarakat sekitar
Eksternalitas Negatif Eksternalitas Positif
Identifikasi manfaat
keberadaan TPA Galuga
bagi masyarakat sekitar
Peningkatan jumlah
penduduk Kota Bogor
Peningkatan volume
sampah
Metode analisis pendapatan
Nilai kerugian bagi
masyarakat sekitar
Nilai manfaat bagi
masyarakat sekitar
Nilai net benefit
pengelolaan sampah
dengan metode alternatif
TPA Galuga
= Batasan Penelitian
Eksternalitas
Alternatif pengelolaan sampah di TPA Galuga yang dapat meminimalkan
kerugian dan memberikan manfaat bagi masyarakat sekitar
Metode Valuasi Ekonomi :
Coss of illness
Replacement cost
Preventive expenditure
Gambar 2 Kerangka alur pemikiran
Keterangan :
21
IV. METODE PENELITIAN
4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian dilaksanakan di Desa Galuga, Kecamatan Cibungbulang,
Kabupaten Bogor. Pemilihan lokasi penelitian ini dilakukan secara sengaja
(purposive) dengan pertimbangan bahwa TPA Galuga berada di wilayah Desa
Galuga dan keberadaan TPA Galuga menimbulkan eksternalitas bagi masyarakat
sekitar. Pertimbangan lainnya karena TPA Galuga belum sepenuhnya menerapkan
peraturan dalam Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2008 tentang pengelolaan
sampah yang menyatakan sampah di TPA minimal sampah harus dikelola
menggunakan sistem sanitary landfill atau controlled landfill. Penelitian
dilaksanakan pada bulan Februari-Maret 2016.
4.2 Jenis dan Sumber Data
Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini meliputi data primer dan
data sekunder. Data primer didapatkan dengan cara melakukan wawancara secara
langsung menggunakan kuesioner kepada masyarakat. Data primer meliputi data
mengenai karakteristik sosial ekonomi penduduk, manfaat yang diperoleh
penduduk dan biaya-biaya yang dikeluarkan penduduk dari keberadaan TPA
Galuga, serta data lainnya yang diperlukan dalam penelitian. Data sekunder
didapatkan dari studi literatur, buku referensi, jurnal, key person perwakilan
pemerintah setempat, Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kota Bogor serta instansi
lainnya.
4.3 Teknik Pengambilan Contoh
Pengambilan contoh diambil dengan menggunakan metode non probabilty
sampling. Artinya anggota populasi tidak mempunyai peluang yang sama untuk
dipilih menjadi sampel. Teknik pengambilan contoh yang digunakan yaitu
purposive sampling dengan memilih responden berdasarkan sumber pendapatan
yaitu masyarakat yang bersumber pendapatan dari TPA Galuga dan masyarakat
yang bersumber pendapatan bukan dari TPA Galuga. Penelitian melibatkan
sebanyak 90 rumah tangga (KK) yang berasal dari Kampung Baru Lalamping,
22
Kampung Sinarjaya, dan Kampung Moyan. Jumlah responden dalam penelitian
ini dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2 Jumlah responden penelitian
No Responden Jumlah (KK) Populasi (KK)
1. Kampung Baru Lalamping
a) Pemulung 14 70
b) Pengepul 1 1
c) Masyarakat 15 50
2. Kampung Sinarjaya
d) Pemulung 12 90
e) Pengepul 3 3
f) Masyarakat 15 50
3. Kampung Moyan
g) Pemulung 10 10
h) Pengepul 0 0
i) Masyarakat 20 282
Jumlah 90 556
Sumber : Data primer (2016)
4.4 Metode Pengolahan dan Analisis Data
Data yang diperoleh dalam penelitian dianalisis secara kualitatif dan
kuantitatif. Data yang digunakan dalam penelitian ini merupakan data primer dan
data sekunder. Data primer meliputi data mengenai karakteristik sosial ekonomi
penduduk, hasil identifikasi eksternalitas positif dan negatif dari keberadaan TPA
Galuga, manfaat ekonomi yang diperoleh masyarakat dari keberadaan TPA
Galuga, kerugian ekonomi yang ditanggung masyarakat dari keberadaan TPA
Galuga dan data sekunder yaitu berupa data profil Desa Galuga, profil TPA
Galuga, biaya dan nilai tambah masing-masing alternatif solusi, serta data lainnya
yang diperlukan dalam penelitian. Data-data tersebut digunakan untuk mengkaji
ketiga tujuan dari penelitian ini yakni mengidentifikasi eksternalitas positif dan
eksternalitas negatif dari keberadaan TPA Galuga, mengestimasi nilai manfaat
dan nilai kerugian ekonomi masyarakat dari keberadaan TPA Galuga, dan
menganalisis alternatif solusi pengelolaan sampah di TPA Galuga. Matriks
keterkaitan antara tujuan penelitian, jenis dan sumber data, dan metode analisis
data yang digunakan dalam penelitian tersaji dalam Tabel 3.
23
Tabel 3 Matriks metode analisis data
Tujuan penelitian Jenis data yang
diperlukan Sumber
data Metode analisis
data
Mengidentifikasi
eksternalitas positif dan
eksternalitas negatif akibat
keberadaan TPA Galuga
Data primer berupa
persepsi masyarakat
terhadap eksternalitas
positif dan eksternalitas
negatif yang dirasakan
akibat keberadaan TPA
Galuga
Rumah
tangga
Analisis
deskriptif
kualitatif
Mengesitimasi nilai
manfaat dan kerugian
masyarakat akibat
keberadaan TPA Galuga
Data primer berupa :
a. Penerimanaan
pemulung dan
pengepul
b. Biaya yang
dikeluarkan
pemulung dan
pengepul
c. Biaya berobat
d. Biaya pembelian
air bersih
e. Biaya pencegahan
Rumah
tangga
a. Estimasi nilai
manfaat
ekonomi
dengan
metode
analisis
pendapatan,
b. Estimasi nilai
kerugian
ekonomi
dengan
metode
replacement
cost, cost of
illness, dan
preventive
expenditure
Menganalisis alternatif
solusi pengelolaan TPA
Galuga yang dapat
meminimalkan kerugian
dan memberikan manfaat
bagi masyarakat sekitar
Data primer dan data
sekunder berupa :
a. Data nilai kerugian
ekonomi
masyarakat
b. Biaya opeasional
empat skenario
pengolahan sampah
yang ditawarkan
c. Nilai tambah
skenario
pengelolaan
sampah
d. Net benefit
penerapan masing-
masing alternatif
solusi pengelolaan
sampah
Rumah
tangga
dan
penelitian
terdahulu
Benefit transfer,
net benefit dan
analisis deskriptif
kuantitatif
4.5 Identifikasi Eksternalitas Positif dan Eksternalitas Negatif
Eksternalitas positif dan eksternalitas negatif yang dirasakan masyarakat
24
dianalisis menggunakan metode analisis deskriptif kualitatif dengan cara
memberikan pertanyaan yang ada dalam kuesioner terkait dengan keberadaan
TPA Galuga. Tujuan analisis deskriptif untuk membuat deskripsi, gambaran
secara sistematis, faktual dan akurat mengenai fakta-fakta, sifat-sifat serta
hubungan antar fenomena yang diselidiki.
4.6 Estimasi Nilai Manfaat dan Kerugian Ekonomi Masyarakat
4.6.1 Estimasi Nilai Manfaat Ekonomi Masyarakat
Eksternalitas positif dari keberadaan TPA Galuga dirasakan oleh
masyarakat yang berprofesi sebagai pemulung dan pengepul. Pemulung
memperoleh manfaat dari hasil sampah yang dijualnya ke para pengepul sampah
di TPA Galuga. Sedangkan, pengepul memperoleh manfaat dari hasil menjual
sampahnya ke pabrik-pabrik atau pengepul yang lebih besar. Berdasarkan
konsep penerimaan (total revenue) dan biaya (total cost) maka pendapatan
pemulung dan pengepul diperoleh berdasarkan persamaan berikut (Nicholson,
1995):
Π = TR– TC ...............................................................(1)
Keterangan:
Π = Pendapatan
TR = Penerimaan yang diperoleh oleh pemulung dan pengepul
TC = Seluruh biaya yang ditanggung oleh pemulung atau pengepul
4.6.2 Estimasi Nilai Kerugian Ekonomi Masyarakat
Estimasi nilai kerugian ekonomi masyarakat dari keberadaan TPA Galuga
diestimasi dengan metode replacement cost, cost of illness, dan preventive
expenditure. Metode replacement cost digunakan untuk menghitung estimasi
kerugian ekonomi yang didasarkan pada kasus penggunaan sumber lain akibat
tercemarnya air sumur masyarakat yang diidentifikasi dengan penyebaran
kuesioner. Informasi yang akan dicari terkait penggunaan metode replacement
cost antara lain: 1) sumber air pengganti, yaitu dari mana sumber air pengganti
yang digunakan responden untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga seperti
MCK (mandi, cuci, kakus) dan minum; 2) biaya, yaitu besarnya biaya yang
25
dikeluarkan responden untuk membeli sumber air pengganti. Rata-rata dari
masing – masing biaya pengganti dapat dihitung dengan menggunakan persamaan
(1) sebagai berikut:
RBP=∑
................................................................(3)
Keterangan:
RBP = Rata-rata biaya pengganti untuk air bersih (Rp)
Bpi = Biaya pengganti untuk air bersih oleh responden i (Rp)
n = Jumlah responden
i = Responden ke-i (1,2,3,.....,n)
Estimasi kerugian ekonomi untuk biaya berobat menggunakan metode cost
of illness yaitu dengan menggunakan biaya kesehatan yang dikeluarkan akibat
pencemaran lingkungan TPA Galuga. Pendekatan ini menghitung kerugian
berdasarkan biaya yang dikeluarkan untuk mengobati penyakit akibat penurunan
kualitas lingkungan. Pada metode ini informasi yang diperlukan diantaranya: 1)
jenis penyakit, penyakit apa yang diderita oleh responden akibat pencemaran TPA
Galuga; 2) tingkat mengalami penyakit, seberapa sering responden mengalami
penyakit tersebut dalam satu tahun; 3) biaya, besar biaya yang dikeluarkan
responden untuk mengobati penyakit yang diderita; Besarnya biaya kesehatan
didapat dari menghitung jumlah uang yang harus dikeluarkan oleh responden
untuk mengobati penyakitnya. Persamaan (2) merupakan persamaan yang
digunakan untuk menghitung rata-rata biaya kesehatan yang dikeluarkan oleh
rumah tangga responden.
RBK=∑
......................................................(4)
Keterangan:
RBK = Rata-rata biaya untuk berobat (Rp)
Bki = Biaya untuk berobat oleh responden ke- i (Rp)
n = Jumlah responden
i = Responden ke-i (1,2,3,.....,n)
Kerugian ekonomi dari pencemaran sampah juga dapat diestimasi dengan
menggunakan metode biaya pencegahan untuk mengurangi dampak negatif yang
26
dirasakan. Biaya pencegahan yang ditanggung oleh responden dihitung dari
jumlah uang yang dikeluarkan untuk melakukan upaya pengurangan eksternalitas
negatif dari pencemaran sampah. Untuk memperoleh biaya rata-ratanya, maka
jumlah uang yang dikeluarkan untuk melakukan pencegahan dibagi dengan
jumlah responden yang mengeluarkan biaya pencegahan.
∑
dimana:
RBPcg = rata-rata biaya pencegahan bau dan serangga (Rp)
BPcgi = biaya pencegahan bau dan serangga responden i (Rp)
n = jumlah responden
i = responden ke-i (1,2,3,....,n)
4.6.3 Alternatif Solusi Sistem Pengelolaan Sampah di TPA Galuga
Alternatif sistem pengelolaan yang dianalisis dalam penelitian ini, yaitu
sanitary landfill, composting, insinerasi, dan biogas. Data yang dibutuhkan untuk
dianalisis berupa nilai manfaat, nilai tambah, biaya operasional dan nilai kerugian
masing-masing alternatif sistem pengelolaan TPA. Biaya operasional diperoleh
dari TPA lain yang telah menerapkan sistem pengelolaan tersebut dengan
menggunakan metode benefit transfer.
Setelah mendapatkan biaya operasional masing-masing skenario, maka
langkah selanjutnya, yaitu membandingkan biaya dan manfaat dari setiap
alternatif solusi yang mungkin dilakukan untuk memperoleh nilai net benefit
masing-masing alternatif solusi dimana nilai manfaat terdiri dari pendapatan
pemulung dan pengepul, nilai tambah alternatif solusi, dan manfaat sosial (biaya
kerugian yang hilang) dan nilai kerugian terdiri dari biaya operasional dan biaya
sosial dari masing-masing penerapan alternatif solusi.
.....................................(5)
27
V. GAMBARAN UMUM DAN WILAYAH PENELITIAN
5.1 Kondisi Umum Lokasi Penelitian
5.1.1 Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Galuga
Sampah Kota Bogor dibuang dan diangkut ke TPA yang berada di wilayah
Kabupaten Bogor, sehingga mengakibatkan adanya biaya tambahan untuk
pelayanan pembuangan ke TPA tersebut. Kerja sama Pengelolaan TPA Galuga
antara Pemerintah Kota Bogor dengan Pemerintah Kabupaten Bogor dilakukan
melalui Surat Perjanjian Kerja sama TPA Galuga.
TPA Galuga terletak di tengah-tengah Desa Galuga yang berada pada
ketinggian 176-190 mdpl pada bagian utara dan 204-218 mdpl. Luas keseluruhan
TPA Galuga yaitu 31,8 Ha. Lahan milik pemerintah Kota Bogor yaitu 27,8 ha,
sedangkan milik Kabupaten Bogor yakni seluas 4 Ha. Gambar 3 menunjukkan
peta wilayah TPA Galuga.
Gambar 3 Peta wilayah TPA Galuga
Pada Gambar 3 menunjukkan jarak TPA Galuga dari pemukiman sangat
dekat. Menurut DKP Kota Bogor (2016) jarak terdekat TPA Galuga dari
pemukiman yaitu sejauh 150 m.
28
Saat ini pemerintah Kota Bogor telah mengupayakan pengelolaan sampah
dengan menggunakan sistem controlled landfill untuk mengelola sekitar 30 persen
sampah yang masuk ke TPA Galuga, sisanya masih open dumping. Adapun waktu
pengangkutan sampah ke TPA Galuga dilaksanakan setiap hari dimulai pada
pukul. 05.00 WIB dan berakhir pada pukul 17.00 WIB. Pencatatan nomor
kendaraan dan Berat sampah yang diangkut setiap harinya dilakukan pada tiap
kendaraan yang masuk ke emplacement TPA Galuga dan dilaporkan ke UPTD
Pengolahan Sampah pada Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kota Bogor.
5.1.2 Desa Galuga
Desa Galuga merupakan salah satu desa di Kecamatan Cibungbulang,
Kabupaten Bogor dengan luas wilayah 170,5 Ha. Desa Galuga terbagi dalam 5
dusun, 6 Rukun Warga (RW), 13 Rukun Tetangga (RT). Jarak tempuh Desa
Galuga ke Kecamatan Cibungbulang yaitu 3 Km, Kabupaten Bogor 50 Km,
Provinsi Jawa Barat 140 Km, dan Jakarta 80 Km. Desa Galuga berbatasan dengan
Desa Cijunjung di sebelah utara, Desa Dukuh disebelah timur, Desa Cemplang
disebelah selatan dan Desa Leuwiliang disebelah barat
Jumlah penduduk Desa Galuga yaitu 5.200 jiwa dengan komposisi 2.850
jiwa laki-laki dan 2.620 jiwa perempuan dan memiliki 1.700 Kepala Keluarga
(KK). Jumlah penduduk berdasarkan tingkat pendidikannya yaitu belum sekolah
sebanyak 750, SD sebanyak 1.720 orang, SMP sebanyak 360 orang, SMA
sebanyak 275 orang, Akademi sebanyak 21 orang, S1 sebanyak 18 orang, dan S2
sebanyak 2 orang. Mata pencaharian penduduk Desa Galuga berupa petani,
pedagang. Pegawai negeri sipil, TNI, buruh pabrik, pengrajin, tukang bangunan,
penjahit, tukang ojek, tukang bengkel, supir, pemulung, pengepul dan lain-lain.
5.2 Karakteristik Responden
Karakteristik responden dibagi ke dalam tujuh karakteristik, antara lain
tingkat usia, jenis kelamin, tingkat pendidikan formal, jumlah tanggungan
keluarga, jenis pekerjaan, jarak tempat tinggal dan lama tinggal.
29
Tabel 4 Karakteristik Responden
Karakteristik Jumlah responden (KK) Persentase (%)
A.Usia (tahun)
15-24 8 9
25-34 33 36
35-44 24 27
45-54 16 18
>54 9 10
Jumlah 90 100
B.Jenis Kelamin
Laki - laki 48 53
Perempuan 42 47
Jumlah 90 100
C.Tingkat Pendidikan
Tidak tamat SD 9 10
SD 54 60
SMP 14 16
SLTA 13 14
Jumlah 90 100
D.Jumlah Tanggungan Keluaga (orang)
0 11 12
1 16 18
2 34 38
3 18 20
4-5 11 12
Jumlah 90 100
E.Jarak tempat tinggal
(meter)
300 – 500 55 60
501 – 1000 20 22
1001 – 1500 15 18
Jumlah 90 100
F.Jenis Pekerjaan
Pemulung 36 40
Pengepul 4 4
Pedagang 24 27
Buruh 6 7
Lain – lain 18 20
Jumlah 90 100
G.Lama Tinggal (tahun)
<10 1 1
10-20 10 11
>20 79 88
Jumlah 90 100
Sumber : Data Primer (2016)
Mayoritas responden berusia antara 25-44 tahun, artinya responden
pemulung dan pengepul mayoritas merupakan masyarakat yang telah berkeluarga.
Berdasarkan Tabel 4 tingkat pendidikan mayoritas responden yaitu hanya tamatan
SD, hal ini menyebabkan mereka sulit untuk mendapat pekerjaan lain yang lebih
30
profesional dan membutuhkan keahlian tertentu yang jarang bisa dilakukan oleh
lulusan SD. Oleh karena itu, banyak responden yang memilih untuk menjadi
pemulung sampah yang tidak membutuhkan skill tertentu dan dapat biasanya
dapat dilakukan oleh siapa saja. Namun,berdasarkan hasil penelitian hampir setiap
anak di keluarga responden sudah menempuh pendidikan yang layak dan lebih
tinggi sehingga untuk kedepannya mereka diharapkan tidak menjadi pemulung
sampah.
Lama tinggal responden mayoritas lebih dari 20 tahun. Jika dikaitkan
dengan tahun berdirinya TPA Galuga yaitu sejak tahun 1.983, hal ini berarti
masyarakat sudah hidup di sekitar TPA Galuga sejak TPA Galuga dibangun.
Sampai saat ini keberadaan TPA Galuga masih menimbulkan berbagai macam
eksternalitas negatif bagi masyarakat, akan tetapi masyarakat masih tetap tinggal
disekitar TPA Galuga. Alasan masyarakat untuk memilih tetap tinggal di Desa
Galuga yaitu karena banyak masyarakat yang memperoleh penghasilan dari
keberadaan TPA Galuga.
31
VI. HASIL DAN PEMBAHASAN PENELITIAN
6.1 Identifikasi Eksternalitas Positif dan Negatif Akibat Keberadaan TPA
Galuga
Keberadaan TPA Galuga menimbulkan eksternalitas bagi masyarakat
sekitar. Hasil identifikasi menunjukkan eksternalitas yang dirasakan masyarakat
yaitu eksternalitas positif dan negatif. Eksternalitas positif TPA Galuga dapat
memberikan manfaat ekonomi bagi masyarakat, sedangkan eksternalitas negatif
dapat menimbulkan kerugian bagi masyarakat.
6.1.1 Eksternalitas Positif Keberadaan TPA Galuga bagi Masyarakat
Eksternalitas positif yang dirasakan masyarakat sekitar TPA Galuga hanya
berupa sumber pendapatan dari memilah dan menjual sampah anorganik. Manfaat
tersebut dirasakan oleh masyarakat yang berprofesi sebagai pemulung dan
pengepul, sedangkan masyarakat yang tidak berprofesi sebagai pemulung dan
pengepul tidak memperoleh manfaat dari keberadaan TPA Galuga.
Mayoritas pemulung bekerja setiap hari, ada pula yang bekerja beberapa
hari dalam seminggu. Pemulung biasanya menjual sampah yang telah dipilah ke
pengepul setiap hari dan ada beberapa pemulung yang mendiamkan sampahnya
terlebih dahulu di sekitar rumah untuk dijual ke pengepul setelah beberapa hari
kemudian. Rata-rata volume sampah yang dihasilkan pemulung ke pengepul yaitu
15 Kg per harinya.
Pemulung terlebih dahulu memisahkan sampah berdasarkan jenisnya
sebelum dijual ke pengepul. Pemilahan sampah dilakukan karena harga sampah
yang dijual pemulung ke pengepul berbeda tiap jenisnya (Tabel 5).
Tabel 5 Jenis sampah dan harga jual sampah No Jenis sampah Harga/Kg(Rp)
1 Sampah plastik tipe polietilena (PE) 2.400
2 Sampah plastik tipe polipropilena (PP) 1.200
3 Kresek 1.000
4 Botol kaca 500
5 Alumunium 1.000
6 Kaleng 800
Sumber : Data primer (2016)
32
Jenis sampah yang dikumpulkan pemulung berupa kantong plastik, botol
plastik, kemasan plastik, pipa air, tempat sampah, pembungkus kabel, mainan,
tutup kemasan, ember, container, pipa, komponen mesin cuci, komponen mobil,
pembungkus tekstil, bahan pembuat karung, botol kaca, alumunium, kaleng,
tulang dan lainnya. Jenis sampah plastik polyetilena (PE) seperti kantong plastik,
botol, pipa air, mainan plastik merupakan sampah yang paling dicari pemulung,
karena harganya lebih tinggi dibandingkan yang lainnya.
6.1.2 Eksternalitas Negatif Keberadaan TPA Galuga bagi Masyarakat
Keberadaan TPA Galuga menimbulkan adanya eksternalitas negatif bagi
masyarakat sekitar. Hasil penelitian menujukkan bahwa eksternalitas negatif
yang dirasakan responden berupa bau tidak sedap, penurunan kualitas air,
gangguan terhadap kesehatan, dan keberadaan serangga (Tabel 6).
Tabel 6 Eksternalitas negatif dari keberadaan TPA Galuga bagi masyarakat sekitar
No Eksternalitas negatif
Total responden
(KK)
Jumlah responden terdampak
(KK)
Persentase responden
terdampak (%)
a b c=b/a*100
1 Gangguan kesehatan 90 39 43,33 2 Penurunan kualitas air 90 45 50,00 3 Bau tidak sedap 90 80 88,88 4 Keberadaan serangga 90 81 90,00
Sumber : Data primer (2016)
Berdasarkan Tabel 6 keberadaan serangga merupakan eksternalitas
negatif yang paling dirasakan. Sebanyak 81 responden atau 90 persen responden
merasakan adanya keberadaan serangga terutama responden yang rumahnya
dekat dengan lokasi TPA Galuga. Menurut Suryati (2014), sampah yang
menimbulkan bau busuk mengundang lalat yang dapat memindahkan bibit
penyakit. Keberadaan lalat sangat banyak terutama pada lokasi yang dekat dari
TPA dan pada rumah penduduk yang dijadikan tempat penampungan sampah
sebelum dijual ke pengepul. Air lindi yang menetes dari truk pengangkut sampah
juga mengakibatkan banyaknya lalat disepanjang jalan yang dilalui truk di sekitar
TPA Galuga. Sistem pengelolaan sampah saat ini yaitu open dumping dan
controlled landfill menjadi salah satu penyebab banyak lalat dilokasi TPA.
33
Sampah apabila ditimbun secara sembarangan dapat menjadi sarang lalat
berkembang biak (Slamet, 2009).
Eksternalitas negatif kedua yang paling banyak dirasakan responden yaitu
berupa bau tidak sedap. Adanya bau tidak sedap dikarenakan pembusukan
sampah organik yang berada di TPA Galuga, selain itu air lindi yang keluar dari
mobil truk pengangkut sampah juga menjadi sumber bau tidak sedap. Bau tidak
sedap banyak dirasakan oleh responden yang berasal dari Kampung Baru
Lalamping dan Kampung Sinarjaya karena jarak kedua kampung tersebut dekat
dengan lokasi TPA Galuga. Selain itu, sepanjang jalan disamping TPA Galuga
yang tepat berada disebelah Kampung Lalamping juga menjadi tempat parkir
truk-truk pengangkut sampah yang menimbulkan bau tidak sedap dan
meneteskan air lindi ke jalan.
Eksternalitas negatif lainnya yang dirasakan responden berupa gangguan
kesehatan. Pengaruh sampah terhadap kesehatan dapat berupa efek langsung dan
efek tak langsung. Efek langsung dari sampah yaitu sampah mengandung kuman
patogen yang dapat menyebabkan penyakit, sedangkan efek tak langsung seperti
penyakit bawaan yang diakibatkan oleh lalat yang berkembang biak pada
sampah. Beberapa penyakit yang diderita responden yaitu ISPA, Flek paru, kulit
(gatal-gatal), dan diare. Penyakit gangguan pernafasan disebabkan adanya
pembusukan sampah oleh mikroorganisme yang menghasilkan gas hidrogen
sulfida (H2S) dan gas metan (CH4) yang bersifat racun bagi tubuh, diare
disebabkan oleh adanya vektor yang membawa kuman penyakit dan penyakit
kulit yang disebabkan beberapa jenis jamur mikroorganisme patogen yang hidup
dan berkembang biak di dalam sampah (Slamet, 2009).
Penurunan kualitas air dirasakan oleh responden yang menggunakan air
sumur dan kobak (kolam air bersih). Perubahan yang terjadi berupa perubahan
pada warna, rasa dan bau air sumur yang digunakan oleh responden. Warna air
sumur menjadi kekuningan dan mengeluarkan bau tidak sedap serta rasa yang
sedikit pahit jika dikonsumsi. Penelitian terdahulu yang telah dilakukan oleh
Desmawati (2010), bahwa kualitas air sumur di sekitar TPA Galuga pada
beberapa parameter tidak memenuhi standar baku mutu air dari sisi bau dan rasa.
Air sumur dan kobak tercemar akibat terkontaminasi oleh air lindi yang berasal
34
dari TPA Galuga. Penguraian sampah organik akan menghasilkan cairan yang
disebut lindi yang menyerap zat-zat pencemar disekitarnya sehingga dapat
menembus lapisan tanah dan mengakibatkan kontaminasi pada air tanah (Mulia,
2005). Berdasarkan hasil penelitian Priambodho (2005), tentang kualitas air lindi
di TPA Galuga, Kabupaten Bogor, secara umum, kualitas perairan saluran
buangan lindi dan perairan umum sekitarnya termasuk kriteria sedang sampai
buruk. Responden yang paling banyak merasakan adanya penurunan kualitas air
yaitu responden yang berasal dari Kampung Sinarjaya, karena topografi kampung
tersebut lebih rendah dari TPA Galuga dan terletak pada arah aliran air bawah
permukaan. Hasil penelitian Syahrulyati (2005), menunjukkan bahwa Kampung
Sinarjaya merupakan wilayah yang dilalui oleh arah aliran air bawah permukaan.
Kemampuan air mencemari air permukaan/air tanah dipengaruhi oleh kondisi
geologi (type tanah dan jenis batuan) serta kondisi hidrologi (kedalaman dan
pergerakan air tanah, jumlah curah hujan serta pengendalian aliran permukaan)
dimana lokasi TPA berada.
6.2 Estimasi Nilai Manfaat dan Kerugian Ekonomi Masyarakat Akibat
Keberadaan TPA Galuga
6.2.1 Estimasi Nilai Manfaat Ekonomi Masyarakat Akibat Keberadaan TPA
Galuga
Dalam penelitian ini masyarakat dibedakan menjadi tiga kelompok yaitu
pemulung, pengepul dan masyarakat income non TPA. Pemulung dan pengepul
merupakan masyarakat yang mendapat income dari keberadaan TPA Galuga,
sedangkan masyarakat income non TPA merupakan masyarakat yang tidak
mendapatkan income dari TPA. Nilai manfaat hanya dirasakan oleh pemulung
dan pengepul. Masyarakat dengan profesi tersebut memanfaatkan sampah yang
ada di TPA Galuga untuk dijual kembali. Pendapatan pemulung dan pengepul
diperoleh dengan mengurangkan penerimaan dengan biaya yang dikeluarkan.
Penerimaan pemulung diperoleh dari hasil menjual sampah yang telah dipilah ke
pengepul dan biaya yang dikeluarkan pemulung untuk memilah sampah berupa
biaya pembelian keranjang, sepatu dan gaco. Biaya pembelian keranjang, sepatu,
dan gaco tergantung dengan jumlah, kuantitas, serta merk yang digunakan oleh
pemulung. Pendapatan pengepul diperoleh dari mengurangkan penerimaan yang
35
diterima oleh pengepul dengan biaya yang dikeluarkan oleh pengepul. Penerimaan
yang diterima pengepul berasal dari penjualan sampah yang dibelinya dari
pemulung ke pengepul yang lebih besar atau pabrik. Biaya yang dikeluarkan
pengepul yaitu berupa biaya membeli sampah, biaya pengangkutan (transportasi)
dan biaya tenaga kerja.
Tabel 7. Estimasi total nilai manfaat ekonomi masyarakat dari keberadaan TPA
Galuga
Keterangan Rata-rata Nilai
Manfaat/KK/tahun (Rp)
Jumlah
Populasi (KK)
Total Nilai
Manfaat/tahun (Rp)
a* b** c=axb
A. Pemulung
Kampung Baru Lalamping
13.650.417 70 955.529.190
Kampung Sinarjaya
13.650.417 90 1.228.537.530
Kampung Moyan 13.650.417 10 136.504.170
Jumlah(d) 2.320.570.890
B. Pengepul
Kampung Baru Lalamping 37.680.000 1 37.680.000
Kampung Sinarjaya 37.680.000 3 113.040.000
Kampung Moyan 37.680.000 0 0
Jumlah(e) 150.720.000
C. Masyarakat (Income non TPA)
Kampung Baru
Lalamping
0 50 0
Kampung Sinarjaya 0 50 0
Kampung Moyan 0 282 0
Jumlah(f) 0
Estimasi Total Nilai Manfaat Masyarakat (g=d+e+f) 2.471.290.890
Sumber : Data primer (2016)
Ket : *lihat pada lampiran 1
**lihat pada Tabel 2
Total nilai manfaat yang dirasakan masyarakat dari keberadaan TPA
Galuga yaitu sebesar Rp. 2.471.290.890 per tahun. Hal ini berarti keberadaan
TPA Galuga memberikan manfaat secara ekonomi yang cukup besar bagi
masyarakat sekitar. Berdasarkan Tabel 7 terdapat perbedaan cukup besar antara
nilai manfaat yang didapat pemulung dan pengepul. Total manfaat yang diperoleh
oleh pemulung lebih besar dibandingkan nilai manfaat yang diperoleh oleh
pengepul karena populasi pemulung yang berada di Desa Galuga lebih besar
dibandingkan dengan populasi pengepul, namun jika dilihat dari pendapatan per
individu, nilai manfaat rata-rata pengepul lebih besar dibandingkan dengan
pemulung karena margin harga yang diperoleh pengepul dari hasil menjual
sampah ke pabrik atau ke pengepul besar lebih tinggi.
36
6.2.2 Estimasi Nilai Kerugian Ekonomi Masyarakat Akibat Keberadaan
TPA Galuga
Hasil penelitian menunjukkan nilai kerugian yang ditanggung oleh
masyarakat berupa biaya berobat, biaya pengganti air bersih dan biaya
pencegahan. Biaya berobat dihitung dari biaya berobat seluruh anggota keluarga
responden selama satu tahun. Biaya pengganti air bersih dikeluarkan responden
untuk membayar air PDAM tiap bulannya dan membeli air galon. Biaya
pencegahan yang dikeluarkan responden yaitu berupa biaya pembelian masker,
obat serangga, dan pewangi ruangan.
Tabel 8 Estimasi nilai kerugian berupa biaya berobat No Keterangan a b c d=c/bx100 e f=dxe/100 g=axf
A ISPA
1 Pemulung
K. B. Lalamping 33.571 14 2 14,29 70 10 335.710
K. Sinarjaya 75.000 12 3 25,00 90 23 1.725.000
K. Moyan 24.000 10 1 10,00 10 1 24.000
Jumlah(h)
2.084.710
2 Pengepul
K. B. Lalamping 0 1 0 0 1 0 0
K. Sinarjaya 0 3 0 0 3 0 0
K. Moyan 0 0 0 0 0 0 0
Jumlah(i)
0
3 Masyarakat
K. B. Lalamping 30.000 15 3 20,00 50 10 300.000
K. Sinarjaya 33.333 15 3 20,00 50 10 333.330
K. Moyan 0 20 0 0,00 282 0 0
Jumlah(j)
633.330
B Flek paru
1 Pemulung
K. Baru Lalamping 5.000 14 1 7,14 70 5 25.000
K. Sinarjaya 33.333 12 1 8,33 90 8 266.664
K. Moyan 0 10 0 0,00 10 0 0
Jumlah(k)
291.664
2 Pengepul
K. B. Lalamping 0 1 0 0,00 1 0 0
K. Sinarjaya 0 3 0 0,00 3 0 0
K. Moyan 0 0 0 0,00 0 0 0
Jumlah(l) 0
3 Masyarakat
K. B. Lalamping 70.000 15 2 13,33 50 7 490.000
K. Sinarjaya 174.000 15 4 26,67 50 13 2.262.000
K. Moyan 96.000 20 1 5,00 282 14 1.344.000
Jumlah(m) 4.096.000
C Kulit
1 Pemulung
K. B. Lalamping 45.000 14 6 42,86 70 30 1.350.000
K. Sinarjaya 12.917 12 3 25,00 90 23 297.091
K. Moyan 12.000 10 1 10,00 10 1 12.000
Jumlah(n) 1.659.091
37
Tabel 8 Estimasi nilai kerugian biaya berobat lanjutan No Keterangan a b c d=c/bx100 e f=dxe/100 g=axf
2 Pengepul
K. B. Lalamping 0 1 0 0,00 1 0 0
K. Sinarjaya 106.667 3 1 33,33 3 1 106.667
K. Moyan 0 0 0 0,00 0 0 0
Jumlah(o)
106.667
3 Masyarakat
K. B. Lalamping 0 15 0 0,00 50 0 0
K. Sinarjaya 18.667 15 1 6,67 50 3 56.001
K. Moyan 0 20 0 0,00 282 0 0
Jumlah(p)
56.001
D Diare
1 Pemulung
K. B. Lalamping 2.857 14 1 7,14 70 5 14.285
K. Sinarjaya 15.000 12 2 16,67 90 15 225.000
K. Moyan 9.000 10 1 10,00 10 1 9.000
Jumlah(o)
248.285
2 Pengepul
K. B. Lalamping 0 1 0 0,00 1 0 0
K. Sinarjaya 48.000 3 1 33,33 3 1 48.000
K. Moyan 0 0 0 0,00 0 0 0
Jumlah(p)
48.000
3 Masyarakat
K. B. Lalamping 0 15 0 0,00 50 0 0
K. Sinarjaya 4.000 15 1 6,67 50 3 12.000
K. Moyan 0 20 0 0,00 282 0 0
Jumlah(q)
12.000
Jumlah Total :
ISPA (h+i+j) 2.718.040
Flek paru (k+l+m) 4.360.664
Kulit (n+o+p) 1.821.759
Diare(q+r+s) 308.285
Total biaya berobat
9.208.748
Ket :
a = Biaya rata-rata/KK/tahun(Rp), lihat pada lampiran 2
b = Responden (orang), lihat pada Tabel 2
c = Responden terdampak (orang), lihat pada lampiran 2
d = Persentase responden terdampak (%)
e = Populasi (orang), lihat pada Tabel 2
f = Populasi terdampak (orang), lihat pada lampiran 2
g = Nilai kerugian/KK/tahun (Rp)
Nilai kerugian berupa biaya untuk berobat dikeluarkan masyarakat karena
adanya masyarakat yang menderita penyakit akibat keberadaan TPA Galuga.
Dalam penelitian ini biaya berobat yang dihitung merupakan biaya berobat yang
ditanggung oleh seluruh anggota keluarga responden yang telah dihitung
berdasarkan dengan intensitas penyakit yang dialami keluarga responden tiap
tahunnya dan biaya yang dikeluarkan setiap kali berobat.
Biaya berobat paling besar ditanggung masyarakat adalah biaya berobat
penyakit flek paru karena masyarakat mengeluarkan biaya yang lebih besar untuk
melakukan pengobatan penyakit tersebut dibanding penyakit lainnya. Penderita
38
flek paru biasanya melakukan pengobatan rutin selama 2 kali dalam sebulan
dalam jangka waktu 6 bulan hingga dinyatakan sembuh. Oleh karena itu, biaya
yang dikeluarkan untuk pengobatan juga lebih besar. Biaya berobat rata-rata yang
dikeluarkan setiap individu berbeda-beda.
Berdasarkan Tabel 8, biaya berobat yang dikeluarkan pemulung cenderung
lebih banyak dibanding individu lainnya karena berdasarkan hasil penelitian
pemulung lebih banyak merasakan sakit akibat bersentuhan langsung dengan
sampah di lokasi TPA. Masyarakat yang bersentuhan langsung dengan sampah
memiliki resiko terkena penyakit lebih besar. Jika dilihat dari asal kampung, biaya
berobat paling banyak dikeluarkan oleh responden Kampung Sinarjaya dan
Kampung Lalamping. Hal ini karena lokasi kedua kampung tersebut lebih dekat
dengan lokasi TPA dibandingkan Kampung Moyan.
Tabel 9 Nilai kerugian berupa biaya pengganti air bersih No Keterangan a b c d=c/b*100 e f g
1 Air PAM
A Pemulung
K.B.Lalamping 215.143 14 5 35,71 70 25 5.378.575
K.Sinarjaya 720.000 12 9 75,00 90 68 48.960.000
K.Moyan 0 10 0 0,00 10 0 0
Jumlah (a)
54.338.575
B Pengepul
K.B.Lalamping 480.000 1 1 100,00 1 1 480.000
K.Sinarjaya 360.000 3 2 66,67 3 2 720.000
K.Moyan 0 0 0 0,00 0 0 0
Jumlah (b)
1.200.000
C Masyarakat
K.B.Lalamping 480.000 15 6 40,00 50 20 9.600.000
K.Sinarjaya 664.000 15 10 66,67 50 34 22.576.000
K.Moyan 76.800 20 2 10,00 282 29 2.227.200
Jumlah (c)
34.403.200
Jumlah biaya pengganti air PDAM (d=a+b+c)
89.941.775
2 Air Galon
A Pemulung
K.B.Lalamping 233.143 14 7 50,00 70 35 8.160.005
K.Sinarjaya 412.000 12 8 66,67 90 60 24.720.000
K.Moyan 0 10 0 0,00 10 0 0
Jumlah (e)
32.880.005
B Pengepul
K.B.Lalamping 384.000 1 1 100,00 1 1 384.000
K.Sinarjaya 304.000 3 2 66,67 3 2 608.000
K.Moyan 0 0 0 0,00 0 0 0
Jumlah (f)
992.000
C Masyarakat
K.B.Lalamping 144.000 15 4 26,67 50 13 1.872.000
K.Sinarjaya 165.000 15 6 40,00 50 20 3.300.000
K.Moyan 0 20 0 0,00 282 0 0
39
Tabel 9 Nilai kerugian berupa biaya pengganti air bersih lanjutan No Keterangan a b c d=c/b*100 e f g
Jumlah (g)
5.172.000
Jumlah biaya pengganti air galon (h=e+f+g)
39.044.005
Jumlah biaya pengganti air bersih (i=d+g)
128.985.780
Ket :
a = lihat pada lampiran 3
b = lihat pada Tabel 2
c = lihat pada lampiran 2
e = lihat pada Tabel 2
f = lihat pada lampiran 2
Biaya yang dikeluarkan masyarakat untuk membayar air PDAM mencapai
Rp.100.000/bulan dan membeli air galon mencapai Rp.60.000/bulan. Biaya yang
dikeluarkan tersebut tergantung dengan banyaknya pemakaian yang digunakan
masing-masing keluarga responden. Biasanya, air galon digunakan untuk
keperluan konsumsi air minum dan air PDAM untuk keperluan mandi, cuci, kakus
(MCK), ada pula beberapa responden yang menggunakan air PDAM untuk
diminum dengan cara dimasak terlebih dahulu. Biaya pengganti air bersih paling
besar ditanggung oleh masyarakat Kampung Sinarjaya. Hal ini karena banyaknya
respoden sinarjaya yang merasakan adanya pecemaran air sumur yang diakibatkan
oleh resapan air lindi TPA Galuga dibawah permukaan tanah. Lokasi pemukiman
penduduk di Kampung Sinarjaya berada pada topografi yang lebih rendah
dibandingkan lokasi TPA Galuga dan merupakan daerah arah aliran air bawah
tanah, sehingga air lindi yang dihasilkan oleh sampah di TPA Galuga sangat
mudah untuk mencemari air sumur masyarakat yang berada di Kampung
Sinarjaya. Responden yang paling sedikit mengeluarkan biaya pengganti air
bersih yaitu responden yang bersal dari Kampung Moyan karena jarak Kampung
Moyan yang paling jauh dari TPA Galuga dibanding kampung lainnya. Mayoritas
responden mengaku air sumur yang ada dirumah mereka masing-masing masih
bisa digunakan.
Selain nilai kerugian berupa biaya berobat dan biaya pengganti air bersih,
masyarakat sekitar TPA Galuga juga harus menanggung biaya pencegahan. Biaya
pencegahan dikeluarkan untuk membeli pewangi ruangan dan obat anti serangga
(Tabel 10).
40
Tabel 10 Nilai kerugian berupa biaya pencegahan No Keterangan a b c d=c/b*100 e f g
A Pemulung
K.B.Lalamping 0 14 0 0,00 70 0 0
K.Sinarjaya 0 12 0 0,00 90 0 0
K.Moyan 0 10 0 0,00 10 0 0
Jumlah (a)
0
B Pengepul
K.B.Lalamping 0 1 0 0,00 1 0 0
K.Sinarjaya 0 3 0 0,00 3 0 0
K.Moyan 0 0 0 0,00 0 0 0
Jumlah (b)
0
C Masyarakat
K.B.Lalamping 64.000 15 2 13,33 50 7 426.667
K.Sinarjaya 48.000 15 1 6,67 50 3 160.000
K.Moyan 0 20 0 0,00 282 0 0
Jumlah (c)
586.667
Jumlah biaya pencegahan
(d=a+b+c)
586.667
Ket :
a = lihat pada lampiran 3
b = lihat pada Tabel 2
c = lihat pada lampiran 2
e = lihat pada Tabel 2
f = lihat pada lampiran 2
Berdasarkan Tabel 10 hanya sedikit responden yang mengeluarkan biaya
pencegahan. Responden berpendapat bahwa apabila mereka harus mengeluarkan
biaya untuk mengurangi bau dan mengurangi serangga, biaya yang mereka
butuhkan akan lebih besar. Karena bau tidak sedap dan banyak serangga yang
dirasakan masyarakat dialami oleh masyarakat setiap hari. Selain itu, responden
juga mengaku sudah terbiasa dengan adanya bau tidak sedap dan serangga,
sehingga hal tersebut tidak mengganggu aktivitas mereka sehari-hari dengan kata
lain mayoritas responden sudah adaptif terhadap bau tidak sedap yang
ditimbulkan dan keberadaan serangga.
Tabel 11. Nilai manfaat dan kerugian masyarakat dari keberadaan TPA Galuga No Bentuk kerugian Nilai pertahun (Rp)*
A. Nilai manfaat
1 Pemulung 2.320.570.890
2 Pengepul 150.720.000
Jumlah (a) 2.471.290.890
B Nilai kerugian
1 Biaya untuk berobat 9.208.748
2 Biaya pengganti air bersih 128.985.780
3 Biaya pencegahan 586.667
Jumlah (b) 138.781.195
Net benefit (a+b) 2.332.509.695 Ket : *lihat pada Tabel 8,9 dan 10
41
Nilai manfaat yang diterima oleh masyarakat lebih besar dibandingkan
nilai kerugian yang harus dikeluarkan oleh masyarakat dari keberadaan TPA
Galuga. Oleh karena itu dalam pengambilan keputusan penentuan sistem
pengelolaan sampah yang sesuai dengan aturan yang berlaku, pemerintah harus
berhati-hati. Diharapkan sistem pengelolaan sampah yang diterapkan dapat
mempertahankan nilai manfaat yang ada dan meminimalkan eksternalitas negatif
yang akan terjadi.
6.3 Alternatif Solusi Sistem Pengelolaan Sampah di TPA Galuga
Dengan pengelolaan saat ini, keberadaan TPA Galuga menimbulkan
eksternalitas positif dan eksternalitas negatif bagi masyarakat sekitar. Adanya
dampak negatif mencerminkan bahwa pengelolaan TPA Galuga saat ini masih
belum optimal. Oleh karena itu, perlu adanya alternatif sistem lain yang dapat
mengurangi nilai kerugian yang ditanggung masyarakat dan tetap memberikan
manfaat bagi masyarakat. Berdasarkan hasil penelitian nilai manfaat yang
diperoleh masyarakat lebih besar dibandingkan dengan nilai kerugian yang harus
dibayar masyarakat.
6.3.1 Metode pengelolaan sampah
Dalam penelitian ini mencoba membandingkan biaya dan manfaat dari
alternatif solusi yang mungkin dilakukan dalam bentuk nilai net benefit. Net
benefit masing-masing alternatif solusi didapat dengan mengurangkan nilai
manfaat yang ada dengan nilai kerugian mungkin timbul dari masing-masing
penerapan masing-masing alternatif. Sistem pengelolaan sampah di TPA yang
umum diterapkan di Indonesia yaitu sistem pengelolaan sanitary landfill,
composting, insinerasi, dan biogas (Manik, 2009).
1. Metode sanitary landfill
Pengelolaan sampah dengan cara membuang sampah di lokasi TPA
kemudian dipadatkan dengan alat berat dan ditutup dengan tanah yang
dilakukan setiap harinya sehingga pemulung tidak dapat lagi beroperasi.
Metode sanitary landfill dapat mencegah kontaminasi tanah dan air
permukaan, pencemaran udara, bau serta kontak langsung dengan
42
masyarakat. Pada dasar sanitary landfill terdapat saluran yang menampung
limbah cair sampah yang harus diolah terlebih dahulu sebelum dibuang ke
sungai atau lingkungan. Selain itu juga terdapat pipa gas untuk
mengalirkan gas hasil penguraian sampah, sehingga dapat menghilangkan
polusi udara (Aryulina et al., 2004). Dengan demikian, penerapan metode
sanitary landfill dapat mencegah adanya biaya berobat berupa penyakit
ISPA, flek paru, diare dan kulit, mencegah terjadinya pencemaran air
tanah, dan mencegah adanya biaya pencegahan yang dikeluarkan oleh
masyarakat.
Sumber : http://www.swaco.org/
Gambar 4 Sanitary Landfill
2. Composting dan biogas
Pengguanaan sistem composting dan biogas dapat mencegah bau tidak
sedap yang disebabkan oleh proses pembusukan sampah organik oleh
bakteri anaerob yang menghasilkan gas metana (CH4) dan hidrogen sulfida
(H2S). Gas tersebut dapat menyebabkan penyakit pada saluran pernapasan
seperti ISPA dan Flek paru. Dengan tidak adanya proses dekomposisi
sampah organik setelah penerapan metode ini, maka biaya untuk berobat
akibat penyakit ISPA dan flek paru dapat dicegah. Selain itu, penerapan
sistem composting juga dapat mencegah terjadinya pencemaran air tanah
yang disebabkan oleh air lindi dari sampah organik, karena dalam
penelitian ini semua sampah organik yang masuk ke TPA Galuga dapat
43
diolah dengan sistem composting dan biogas. Penerapan sistem
composting masih dapat menyebabkan penyakit kulit dan diare karena
masih terdapatnya aktivitas pemulung untuk memilah sampah di TPA
Galuga yang dapat menyebabkan penyakit kulit dan diare.
Sumber : DKP Kota Bogor (2016) Sumber : http://www.borneonews.co.id/
Gambar 5 Composting Gambar 6 Biogas
3. Insinerasi
Pemusnahan sampah dengan metode insinerasi dilakukan dengan
membakar sampah. Sistem insinerasi diasumsikan dapat mengolah seluruh
sampah yang masuk ke TPA Galuga, sehingga dapat mencegah adanya
bau tidak sedap, pencemaran air lindi dan peluang adanya penyakit yang
menyerang masyarakat. Pada tahap pelaksanaan metode ini pemulung
tidak dapat lagi beroperasi sehingga nilai manfaat pemulung dan pengepul
dianggap tidak ada lagi.
Sumber : http://www.menlhk.go.id/
Gambar 7 Insinerasi
44
6.3.2 Nilai manfaat alternatif solusi
Nilai manfaat yang diperhitungkan dalam menentukan nilai net benefit
alternatif solusi yaitu nilai manfaat berupa pendapatan pemulung dan pengepul .
Nilai manfaat yang diperoleh dalam satu tahun yaitu sebesar Rp.2.471.290.890.
Nilai manfaat lain yang didapat dari penerapan alternatif solusi yaitu berupa nilai
tambah dari pengolahan sampah. Metode pengelolaan sampah yang mempunyai
nilai tambah yaitu composting, insinerasi dan biogas. Nilai tambah metode
composting berupa pupuk kompos dari olahan sampah organik, insinerasi berupa
tenaga listrik, dan biogas berupa gas elpiji.
Tabel 12 Nilai tambah pengelolaan satu ton sampah masing-masing skenario alternatif solusi
No Skenario a b C (d=axbxc) (e=dx365)
1 Composting 30 Kg
kompos1
1.0001
385,61
11.568.000 4.222.320.000
2 Insinerasi 30 Kwh2
1.4504
5781
25.143.000 9.177.195.000
3 Biogas 1 Kg LPG3
8.4795
385,61
3.269.502,4 1.193.368.376
Sumber :
a = nilai tambah yang dihasilkan
b = harga/satuan (Rp)
c = jumlah sampah yang diolah perhari (ton)
d = nilai tambah perhari (Rp)
e = nilai tambah pertahun (Rp)
1 = DKP Kota Bogor 2016
2 = BPPT 2016
3 = Moersidik 2013
4 = Peraturan Menteri ESDM No. 19 Tahun 2013
5 = Harga patokan LPG 3 Kg 2016 (Kementrian ESDM 2016)
Nilai tambah yang paling besar dihasilkan oleh skenario insinerasi yaitu
sebesar Rp. 9.177.195.000/tahun. Hal ini dikarenakan sampah yang dapat diolah
oleh penerapan skenario insinerasi lebih banyak dibandingkan skenario lainnya
dan nilai tambah/ton sampah yang diolah dengan skenario insinerasi
menghasilkan energi listrik yang dapat dijual dengan harga yang tinggi.
6.3.3. Biaya operasional alternatif solusi
Biaya operasional dihitung dengan menggunakan harga yang berlaku saat
ini di Kota Bogor. Komponen biaya operasional masing-masing alternatif solusi
didapat dari penelitian terdahulu oleh Handono (2010) di Kota Depok, Riyanto
(2012) dalam Ruban (2014), Harihastuti (2007) di Kota Semarang dan Soma
45
(2010) di Kota Bogor. Tabel 13 menunjukkan biaya operasional yang dibutuhkan
masing-masing skenario.
Tabel 13 Biaya operasional masing-masing skenario
Skenario Komponen Biaya per ton
sampah (Rp)
Harga
(Rp)
Biaya per ton
sampah (Rp)
(a) (b) (c) (d)* (e)=cxd
Open dumping Upah pekerja 1 orang 464.852 464.852
BBM pengangkutan 3,2 liter3 5.150 16.480
Jumlah 481.332
Sanitary landfill
Pasir 2 ton1 891.000 1.782.000
Upah pekerja 1 orang2 464.852 464.852
BBM pengangkutan 3,2 liter3 5.150 16.480
Pelumas 5 kaleng4 89.162 445.810
Jumlah 2.709.143
Composting
Karung 2 karung 2.000 4.000
Upah pekerja 1 orang2 464.852 464.852
BBM pengankutan 3,2 liter3 5.150 16.480
Pelumas 5 kaleng4 89.162 445.810
Jumlah 931.142
Insinerasi
Upah pekerja 1 orang2 464.852 464.852
BBM pengolahan 232 liter6 5.150 1.194.800
BBM pengangkutan 3,2 liter3 5.150 16.480
Pelumas 5 kaleng4 89.162 445.810
Suku cadang 2 unit5 305.716 611.432
Jumlah 2.733.375
Biogas
Upah pekerja 1 orang2 464.852 464.852
BBM pengolahan 191 liter7 5.150 983.650
BBM pengangkutan 3,2 liter3 5.150 16.480
Pelumas 5 kaleng4 89.162 445.810
Suku cadang 2 unit5 305.716 611.432
Jumlah 2.522.225
Ket : * = Harga di Kota Bogor Tahun 2016
1,2 = Penelitian Handono tahun 2010 di Kota Depok
3 = Disesuaikan dengan jarak tempuh dan kapasitas kendaraan yang digunakan oleh DKP Kota
Bogor
4,5 = Penelitian Riyanto tahun 2012 di Kota Tanggerang dalam Ruban (2014)
6 = Penelitian Harihastuti tahun 2007 di Kota Semarang
7 = Penelitian Soma tahun 2010 di Kota Bogor
Tabel 13 menunjukkan biaya operasional skenario pengelolaan sampah
yang paling tinggi yaitu skenario insinerasi sebesar Rp. 2.733.375. Hal ini
dikarenakan BBM pengolahan yang dibutuhkan untuk menerapkan skenario
insinerasi lebih banyak dibandingkan skenario lainnya. Adapun biaya operasional
yang paling rendah yaitu penerapan sistem open dumping sebesar Rp. 481.322,
karena sistem ini hanya membuang sampah di lokasi penampungan sampah di
TPA dan diratakan.
Jumlah sampah yang diangkut ke TPA Galuga tiap harinya yaitu 578 ton
yang tediri dari 385,6 ton sampah organik dan 192,4 ton sampah anorganik. Biaya
operasional pertahun yang dibutuhkan dihitung sesuai dengan jumlah dan jenis
sampah yang dapat diolah oleh masing-masing alternatif solusi pengelolaan
46
sampah. Biaya operasional disajikan dalam bentuk biaya operasional per tahun
yang dapat dilihat pada Tabel 14.
Tabel 14 Biaya operasional per tahun
No Skenario
Biaya per ton
sampah (Rp)
Volume
sampah
perhari (ton)
Biaya
operasional per
hari (Rp)
Biaya
operasional per
hari (Rp)
(a) (b) (c) (d)=(bxc) (e=dx365)
1 Open dumping 481.332 578 278.209.896 101.546.612.040
2 Sanitary
landfill
2.709.143 578 1.565.884.654 571.547.898.710
3 Composting 931.142 385,6a
881.125.496b
321.610.806.113
4 Insinerasi 2.733.375 578 1.579.890.750 576.660.123.750
5 Biogas 2.522.225 385,6a
1.496.079.076b
546.068.862.631
Ket: a = b =
Tabel 14 menunjukkan bahwa biaya operasional pertahun yang paling
tinggi yaitu skenario insinerasi sebesar Rp. 576.660.123.750, sedangkan biaya
operasional terendah yaitu open dumping sebesar Rp. 101.546.612.040. Untuk sistem
pengelolaan sampah berupa composting dan biogas, perhitungan dilakukan dengan
menjumlahkan biaya operasional pengelolaan sampah organik oleh masing-masing
alternatif solusi dengan biaya operasional pengelolahan sampah anorganik dengan asumsi
sampah diolah dengan metode sanitary landfill. Hal ini karena sampah yang masuk ke
TPA Galuga bukan hanya sampah organik, tetapi juga sampah anorganik yang tidak
dapat diolah oleh penerapan metode composting dan biogas.
Perhitungan net benefit masing-masing alternatif solusi dilakukan
berdasarkan asumsi yang telah dijelaskan sebelumnya. Net benefit yang dihitung
merupakan penjumlahan dari biaya dan manfaat masing-masing alternatif solusi.
Tabel 15 menunjukkan net benefit yang diperoleh apabila masing-masing sistem
diterapkan.
Tabel 15 Net benefit masing-masing skenario
Skenario Open
dumping
Sanitary
landfill Composting Insinerasi Biogas
X Rp. 1000
A Nilai manfaat
1 Pemulung & (a)
pengepul 2.471.291 0 2.471.291 2.471.291 2.471.291
2 Nilai tambah (b) 0 0 4.222.320 9.177.195 1.193.368
3 Manfaat sosial (c) 0 138.772 133.516 138.772 133.516
Total manfaat
(d=a+b+c)
2.471.291 138.772 6.827.127 11.787.258 3.798.175
sampah organik perhari 385,6 ton atau 67% dari total sampah ditambah biaya pengelolaan sampah anorganik sebanyak 192,4 ton (578 ton - 385,6 ton) dengan metode sanitary landfill
47
Tabel 15 Net benefit masing-masing skenario lanjutan
Skenario Open
dumping
Sanitary
landfill Composting Insinerasi Biogas
X Rp. 1000
Biaya:
1 Operasional (e) 11.546.612 571.547.898 321.610.806 576.660.124 546.068.863
2 Sosial:
a Berobat :
ISPA (f) 2.718 0 0 0 0
Flek paru (g) 4.361 0 4.361 0 4.361
Kulit (h) 1.822 0 0 0 0
Diare (i) 308 0 308 0 308
b Pegganti air bersih (j) 128.986 0 0 0 0
c Pencegahan (k) 587 0 587 0 587
TBS(l=f+g+h+i+j+k) 138.772 0 5.256 0 5.256
Total biaya (m=e+l) 11.685.394 571.547.898 321.615.957 576.660.124 546.074.014
Net benefit (n=d-m) -9.214.103 -571.409.126 -314.788.830 -564.872.866 -542.27.839
Ket :
TBS = total biaya sosial
c = Total biaya sosial open dumping dikurangi biaya sosial masing-masing pengelolaan sampah
Berdasarkan Tabel 15 kerugian ekonomi paling rendah terdapat pada
penerapan metode open dumping karena biaya operasionalnya paling rendah
dibandingkan biaya metode pengolahan sampah lainnya. Biaya sosial akibat
adanya eksternalitas negatif dari penerapan open dumping dapat meningkat
seiring berjalannya waktu, oleh karena itu hal ini tidak dapat dibiarkan. Perlu
adannya penerapan metode lain yang dinilai dapat meminimalkan eksternalitas
negatif yang terjadi. Metode lainnya yang dapat diterapkan pengelola TPA Galuga
yaitu metode composting karena mengakibatkan nilai kerugian ekonomi paling
rendah dibandingkan dengan metode lainnya yang menjadi alternatif solusi.
49
VII. PENUTUP
7.1 Simpulan
Simpulan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Eksternalitas positif dari keberadaan TPA Galuga hanya berupa sumber
pendapatan dari memilah dan menjual sampah yang dirasakan oleh
masyarakat yang berprofesi sebagai pemulung dan pengepul. Eksternalitas
negatif yang dirasakan oleh masyarakat dari keberadaan TPA Galuga berupa
gangguan kesehatan, penurunan kualitas air, bau tidak sedap dan keberadaan
serangga.
2. Nilai manfaat pertahunnya yang didapat masyarakat dari keberadaan TPA
Galuga yaitu sebesar Rp. 2.471.290.890, sedangkan nilai kerugian yang harus
ditanggung masyarakat pertahunnya yaitu Rp.141.273.458. Nilai manfaat
lebih besar dibandingkan nilai kerugian yang harus ditanggung masyarakat.
3. Semua mekanisme pengelolaan sampah di TPA tidak menguntungkan secara
ekonomi. Dari keempat alternatif solusi yang lebih ramah lingkungan, sistem
composting merupakan alternatif solusi yang dapat meminimalkan kerugian
masyarakat dan mempertahankan manfaat yang diperoleh masyarakat.
7.2 Saran
1. Pemerintah perlu mendorong perubahan sistem pengelolaan sampah dari open
dumping ke sistem composting untuk meminimalkan kerugian masyarakat
dan mempertahankan manfaat yang diperoleh masyarakat.
2. Sistem composting merupakan sistem pengelolaan sampah yang potensial
diterapkan di TPA Galuga karena saat ini pengelola TPA Galuga sudah
memilki fasilitas composting, namun masih dalam skala yang kecil sehingga
tidak dapat mengolah seluruh sampah organik yang masuk ke TPA Galuga.
Oleh karena itu perlu adanya pengembangan skala usaha sistem composting
di TPA Galuga.
3. Untuk mendukung implementasi sistem composting yang disarankan perlu
dilakukan analisis finansial meliputi sumber pembiayaan dan willingness to
pay masyarakat terhadap tarif retribusi, serta perlu mengetahui persepsi
masyarakat mengenai sistem pengelolaan composting.
52
Lampiran 1 Nilai manfaat masyarakat pertahun
No Nama Asal
Kampung JPKK1
Nilai manfaat /kk/tahun (Rp)
Penerimaan Pengeluaran
Pendapatan Keranjang Sepatu Gaco Masker
A Pemulung (KK)
a b c d e f=(a-(b+c+d+e)
1 Aas B.Lalamping 1 18.000.000 360.000 360.000 0 50.000 17.230.000
2 Yadi B.Lalamping 2 24.000.000 420.000 270.000 0 0 23.310.000
3 Yudi B.Lalamping 1 14.400.000 180.000 270.000 0 70.000 13.880.000
4 Murniasih B.Lalamping 1 2.880.000 180.000 180.000 0 50.000 2.470.000
5 Ismail B.Lalamping 1 14.400.000 180.000 270.000 0 0 13.950.000
6 Saefudin B.Lalamping 1 14.400.000 120.000 180.000 0 0 14.100.000
7 Iskandar B.Lalamping 1 14.400.000 200.000 420.000 0 40.000 13.740.000
8 Ela B.Lalamping 2 17.280.000 180.000 240.000 0 0 16.860.000
9 Andri B.Lalamping 1 11.520.000 360.000 480.000 0 0 10.680.000
10 Aji B.Lalamping 1 4.800.000 240.000 600.000 0 50.000 3.910.000
11 Muhidin B.Lalamping 1 13.440.000 200.000 480.000 0 160.000 12.600.000
12 Syukur B.Lalamping 1 14.400.000 240.000 180.000 0 0 13.980.000
13 Suryadi B.Lalamping 1 14.400.000 240.000 360.000 0 50.000 13.750.000
14 Lilis B.Lalamping 1 14.400.000 180.000 270.000 0 0 13.950.000
15 M. Hilman Sinarjaya 1 10.080.000 180.000 360.000 0 50.000 9.490.000
16 Gandi Sinarjaya 1 14.400.000 120.000 270.000 0 0 14.010.000
17 Aas Sinarjaya 1 14.400.000 120.000 270.000 0 0 14.010.000
18 Mimin Sinarjaya 3 15.000.000 540.000 1.080.000 0 150.000 13.230.000
19 Sunarya Sinarjaya 1 5.760.000 120.000 270.000 0 0 5.370.000
20 Ani Sinarjaya 1 8.640.000 200.000 360.000 0 0 8.080.000
21 Karna Sinarjaya 4 42.960.000 1.080.000 1.200.000 0 0 40.680.000
22 Ayat Sinarjaya 1 1.120.000 120.000 360.000 0 0 640.000
23 Heni Sinarjaya 2 21.840.000 360.000 1.080.000 0 0 20.400.000
54
53
Lampiran 1 Nilai manfaat per tahun lsnjutan
24 Saripudin Sinarjaya 2 23.520.000 200.000 270.000 0 0 23.050.000
25 Suaebah Sinarjaya 2 16.800.000 120.000 1.200.000 0 0 15.480.000
26 Unai Sinarjaya 1 12.000.000 180.000 270.000 240.000 25.000 11.285.000
27 Iyom Moyan 2 25.920.000 480.000 540.000 0 50.000 24.850.000
28 Agan Moyan 2 23.040.000 360.000 360.000 0 0 22.320.000
29 Acah Moyan 2 20.160.000 360.000 540.000 0 0 19.260.000
30 Aji Moyan 1 10.080.000 240.000 180.000 0 75.000 9.585.000
31 Beriah Moyan 1 14.400.000 160.000 360.000 0 30.000 13.850.000
32 Hendrik Moyan 1 10.080.000 200.000 720.000 0 30.000 9.130.000
33 Iskandar Moyan 1 10.080.000 240.000 360.000 0 0 9.480.000
34 Nyai Moyan 1 7.200.000 150.000 180.000 0 25.000 6.845.000
35 Hono Moyan 1 5.760.000 360.000 360.000 0 0 5.040.000
36 Hardi Moyan 1 11.520.000 240.000 360.000 0 0 10.920.000
Jumlah
517.480.000 9.410.000 15.510.000 240.000 905.000 491.415.000(g)
Rata-rata (h=g/36)
14.374.444 261.389 430.833 6.667 25.139 13.650.417
No Nama Asal
Kampung JPKK2
Nilai manfaat/kk/tahun (Rp)
Penerimaan
Pengeluaran
Pendapatan Pembelian
Sampah
Biaya
angkut
Tenaga
kerja
Lain-
lain
B Pengepul (KK)
a b c d e f=(a-(b+c+d+e)
1 Syamsudin B.Lalamping 1 161.280.000 138.240.000 1.920.000 0 0 21.120.000
2 Iyar Sinarjaya 1 201.600.000 172.800.000 2.400.000 0 0 26.400.000
3 Masyardi Sinarjaya 1 244.800.000 195.840.000 3.360.000 0 0 45.600.000
4 Kusnadi Sinarjaya 1 307.200.000 230.400.000 14.400.000 4.800.000 0 57.600.000
Jumlah
914.880.000 737.280.000 22.080.000 4.800.000 0 150.720.000
Rata-rata
228.720.000 184.320.000 5.520.000 1.200.000 0 37.680.000
Ket : JPKK1 (Jumlah pemulung dalam KK) dan JPKK2 (Jumlah pengepul dalam KK)
55
57
Lampiran 2 Nilai kerugian berobat per tahun
No Nama Asal Kampung
Nilai kerugian berobat/KK/tahun
A Pemulung ISPA Flek paru Kulit Diare
1 Aas Baru Lalamping 0 70.000 0 0
2 Yadi Baru Lalamping 220.000 0 165.000 0
3 Yudi Baru Lalamping 250.000 0 0 0
4 Murniasih Baru Lalamping 0 0 105.000 0
5 Ismail Baru Lalamping 0 0 0 0
6 Saefudin Baru Lalamping 0 0 0 0
7 Iskandar Baru Lalamping 0 0 100.000 0
8 Ela Baru Lalamping 0 0 0 0
9 Andri Baru Lalamping 0 0 60.000 0
10 Aji Baru Lalamping 0 0 100.000 40.000
11 Muhidin Baru Lalamping 0 0 0 0
12 Syukur Baru Lalamping 0 0 100.000 0
13 Suryadi Baru Lalamping 0 0 0 0
14 Lilis Baru Lalamping 0 0 0 0
Jumlah (x)
470.000 70.000 630.000 40.000
Rata-rata (x/14) 33.571 5.000 45.000 2.857
Responden terdampak 2 1 6 1
15 M. Hilman Sinarjaya 0 0 30.000 0
16 Gandi Sinarjaya 100.000 0 0 0
17 Aas Sinarjaya 0 0 0 0
18 Mimin Sinarjaya 0 0 0 0
19 Sunarya Sinarjaya 0 0 0 0
20 Ani Sinarjaya 0 0 100.000 0
21 Karna Sinarjaya 640.000 0 0 120.000
22 Ayat Sinarjaya 160.000 0 0 0
23 Heni Sinarjaya 0 0 0 0
24 Saripudin Sinarjaya 0 0 0 60.000
25 Suaebah Sinarjaya 0 400.000 0 0
26 Unai Sinarjaya 0 0 25.000 0
Jumlah (x)
900.000 400.000 155.000 180.000
Rata-rata (x/12) 75.000 33.333 12.917 15.000
Responden terdampak 3 1 3 2
27 Iyom
0 0 0 0
28 Agan
0 0 0 0
29 Acah
0 0 0 0
30 Aji
0 0 0 0
31 Beriah
0 0 0 0
32 Hendrik
0 0 0 0
33 Iskandar
0 0 0 0
34 Nyai
0 0 120.000 0
35 Hono
240.000 0 0 0
56
58
Lampiran 2 Nilai kerugian biaya berobat lanjutan
No Nama Asal Kampung
Nilai kerugian berobat/KK/tahun
A Pemulung ISPA Flek paru Kulit Diare
36 Hardi Sinarjaya 0 0 0 90.000
Jumlah (x)
0 0 0 90.000
Rata-rata (x/10) 0 0 0 9.000
Responden terdampak 1 0 1 1
B Pengepul
37 Syamsudin Baru Lalamping 0 0 0 0
Jumlah (x)
0 0 0 0
Rata-rata (x/1) 0 0 0 0
Responden terdampak 0 0 0 0
38 Masyadi Sinarjaya 0 0 0 0
39 Iyar Sinarjaya 0 0 0 144.000
40 Kusnadi Sinarjaya 0 0 320.000 0
Jumlah (x)
0 0 320.000 144.000
Rata-rata (x/3) 0 0 106.667 48.000
Responden terdampak 0 0 1 1
C Masyarakat
41 Emawati B. Lalamping 0 0 0 0
42 Heldi B. Lalamping 0 0 0 0
43 Endang B. Lalamping 0 240.000 0 0
44 Jaya B. Lalamping 0 0 0 0
45 Sauni B. Lalamping 0 0 0 0
46 Ani B. Lalamping 180.000 0 0 0
47 Wawat B. Lalamping 70.000 0 0 0
48 Aslam B. Lalamping 0 810.000 0 0
49 Titin B. Lalamping 0 0 0 0
50 Nurhayati B. Lalamping 0 0 0 0
51 Neneng B. Lalamping 200.000 0 0 0
52 Rohimah B. Lalamping 0 0 0 0
53 Abdulhamid B. Lalamping 0 0 0 0
54 Heni B. Lalamping 0 0 0 0
55 Nyai B. Lalamping 0 0 0 0
Jumlah (x)
450.000 1.050.000 0 0
Rata-rata (x/15) 30.000 70.000 0 0
Responden terdampak 3 2 0 0
57
59
Lampiran 2 Nilai kerugian biaya berobat lanjutan
No Nama Asal
Kampung
Nilai kerugian berobat/KK/tahun
C Masyarakat ISPA Flek paru Kulit Diare
56 Mila Sinarjaya 0 450.000 0 0
57 Yadi Sinarjaya 0 0 0 0
58 Eman Sinarjaya 0 720.000 0 0
59 Selvi Sinarjaya 0 0 280.000 0
60 Icah Sinarjaya 0 0 0 0
61 Idang Sinarjaya 120.000 0 0 60.000
62 Carli Sinarjaya 0 720.000 0 0
63 Marni Sinarjaya 0 720.000 0 0
64 Neng Sinarjaya 0 0 0 0
65 Otih Sinarjaya 0 0 0 0
66 Hasanah Sinarjaya 0 0 0 0
67 Entin Sinarjaya 200.000 0 0 0
68 Kardi Sinarjaya 0 0 0 0
69 Spinora Sinarjaya 0 0 0 0
70 Nano Sinarjaya 180.000 0 0 0
Jumlah (x)
500.000 2.610.000 280.000 60.000
Rata-rata (x/15) 33.333 174.000 18.667 4.000
Responden terdampak 3 4 1 1
71 Sadiah Moyan 0 0 0 0
72 Yati Moyan 0 0 0 0
73 Hasan Moyan 0 0 0 0
74 Fatimah Moyan 0 0 0 0
75 Mamas Moyan 0 0 0 0
76 M.Aziz Moyan 0 0 0 0
77 Yuyun Moyan 0 0 0 0
78 Suanna Moyan 0 0 0 0
79 Wawat Moyan 0 0 0 0
80 Ahmad Moyan 0 0 0 0
81 Iwan Moyan 0 0 0 0
82 Bandi Moyan 0 0 0 0
83 Rahmat Moyan 0 0 0 0
84 M.Sidik Moyan 0 0 0 0
85 Ida Moyan 0 0 0 0
86 Acih Moyan 0 1.440.000 0 0
87 Yayah Moyan 0 0 0 0
88 Soleh Moyan 0 0 0 0
89 Abdul Moyan 0 0 0 0
90 Murti Moyan 0 0 0 0
Jumlah (x)
0 1.440.000 0 0
Rata-rata (x/15) 0 96.000 0 0
Responden terdampak 0 1 0 0
58
60
Lampiran 3 Nilai kerugian biaya pengganti dan biaya pencegahan per tahun
No Nama Asal
Kampung
Pengganti air
bersih/KK/tahun(Rp)
Pencegahan
/KK/
tahun (Rp)
A Pemulung PAM Galon
1 Aas B. Lalamping 420.000 384.000 0
2 Yadi B. Lalamping 432.000 384.000 0
3 Yudi B. Lalamping 480.000 960.000 0
4 Murniasih B. Lalamping 480.000 384.000 0
5 Ismail B. Lalamping 0 384.000 0
6 Saefudin B. Lalamping 0 0 0
7 Iskandar B. Lalamping 0 0 0
8 Ela B. Lalamping 0 0 0
9 Andri B. Lalamping 0 0 0
10 Aji B. Lalamping 0 0 0
11 Muhidin B. Lalamping 0 0 0
12 Syukur B. Lalamping 0 384.000 0
13 Suryadi B. Lalamping 1.200.000 384.000 0
14 Lilis B. Lalamping 0 0 0
Jumlah (x) 3.012.000 3.264.000 0
Rata-rata (x/14) 215.143 233.143 0
Responden terdampak 5 7 0
15 M. Hilman Sinarjaya 0 0 0
16 Gandi Sinarjaya 0 2.112.000 0
17 Aas Sinarjaya 240.000 192.000 0
18 Mimin Sinarjaya 1.200.000 144.000 0
19 Sunarya Sinarjaya 1.200.000 576.000 0
20 Ani Sinarjaya 720.000 384.000 0
21 Karna Sinarjaya 1.560.000 576.000 0
22 Ayat Sinarjaya 1.200.000 0 0
23 Heni Sinarjaya 1.200.000 576.000 0
24 Saripudin Sinarjaya 0 0 0
25 Suaebah Sinarjaya 600.000 0 0
26 Unai Sinarjaya 720.000 384.000 0
Jumlah (x)
8.640.000 4.944.000 0
Rata-rata (x/12) 720.000 412.000 0
Responden terdampak 9 8 0
27 Iyom Moyan 0 0 0
28 Agan Moyan 0 0 0
29 Acah Moyan 0 0 0
30 Aji Moyan 0 0 0
31 Beriah Moyan 0 0 0
32 Hendrik Moyan 0 0 0
59
61
Lampiran 3 Nilai kerugian biaya pengganti dan biaya pencegahan lanjutan
No Nama Asal
Kampung
Pengganti air
bersih/KK/tahun(Rp)
Pencegahan
/KK/
tahun (Rp)
A Pemulung PAM Galon
32 Hendrik Moyan 0 0 0
33 Iskandar Moyan 0 0 0
34 Nyai Moyan 0 0 0
35 Hono Moyan 0 0 0
36 Hardi Moyan 0 0 0
Jumlah (x)
0 0 0
Rata-rata (x/10) 0 0 0
Responden terdampak 0 0 0
B Pengepul
37 Syamsudin B. Lalamping 480.000 384.000 0
Jumlah (x)
480.000 384.000 0
Rata-rata (x/1) 480.000 384.000 0
Responden terdampak 1 1 0
38 Masyadi Sinaraya 600.000 144.000 0
39 Iyar Sinaraya 480.000 0 0
40 Kusnadi Sinaraya 0 768.000 0
Jumlah (x)
1.080.000 912.000 0
Rata-rata (x/3) 360.000 304.000 0
Responden terdampak 2 2 0
C Masyarakat
41 Emawati B. Lalamping 0 0 0
42 Heldi B. Lalamping 0 0 0
43 Endang B. Lalamping 0 0 0
44 Jaya B. Lalamping 2.400.000 1.200.000 0
45 Sauni B. Lalamping 840.000 0 0
46 Ani B. Lalamping 1.200.000 0 0
47 Wawat B. Lalamping 720.000 192.000 0
48 Aslam B. Lalamping 0 0 720.000
49 Titin B. Lalamping 0 0 0
50 Nurhayati B. Lalamping 0 0 0
51 Neneng B. Lalamping 1.560.000 384.000 240.000
52 Rohimah B. Lalamping 0 0 0
53 Abdulhamid B. Lalamping 480.000 384.000 0
54 Heni B. Lalamping 0 0 0
55 Nyai B. Lalamping 0 0 0
Jumlah (x)
7.200.000 2.160.000 960.000
Rata-rata (x/15) 480.000 144.000 64.000
Responden terdampak 6 4 2
60
62
Lampiran 3 Nilai kerugian biaya pengganti dan biaya pencegahan lanjutan
No Nama Asal
Kampung
Pengganti air
bersih/KK/tahun(Rp)
Pencegahan/K
K/tahun (Rp)
A Pemulung PAM Galon
56 Mila Sinarjaya 0 0 0
57 Yadi Sinarjaya 480.000 0 0
58 Eman Sinarjaya 720.000 0 0
59 Selvi Sinarjaya 0 576.000 0
60 Icah Sinarjaya 1.200.000 567.000 0
61 Idang Sinarjaya 1.200.000 0 0
62 Carli Sinarjaya 1.200.000 192.000 0
63 Marni Sinarjaya 1.800.000 0 0
64 Neng Sinarjaya 720.000 192.000 0
65 Otih Sinarjaya 0 0 0
66 Hasanah Sinarjaya 840.000 0 0
67 Entin Sinarjaya 0 0 0
68 Kardi Sinarjaya 600.000 384.000 0
69 Spinora Sinarjaya 0 0 720.000
70 Nano
1.200.000 576.000 0
Jumlah (x)
9.960.000 2.487.000 720.000
Rata-rata (x/15) 664.000 165.800 48.000
Responden terdampak 10 6 1
71 Sadiah Moyan 0 0 0
72 Yati Moyan 0 0 0
73 Hasan Moyan 0 0 0
74 Fatimah Moyan 0 0 0
75 Mamas Moyan 0 0 0
76 M.Aziz Moyan 336.000 0 0
77 Yuyun Moyan 0 0 0
78 Suanna Moyan 0 0 0
79 Wawat Moyan 0 0 0
80 Ahmad Moyan 0 0 0
81 Iwan Moyan 0 0 0
82 Bandi Moyan 0 0 0
83 Rahmat Moyan 0 0 0
84 M.Sidik Moyan 0 0 0
85 Ida Moyan 0 0 0
86 Acih Moyan 0 0 0
87 Yayah Moyan 0 0 0
88 Soleh Moyan 0 0 0
89 Manan Moyan 1.200.000 0 0
90 Murti Moyan 0 0 0
Jumlah (x)
1.536.000 0 0
Rat-rata (x/20) 76.800 0 0
Responden terdampak 2 0 0
61
62
Lampiran 4. Dokumentasi
Pintu Masuk TPA Galuga Tumpukan sampah di TPA
Galuga
Pengelolaan sampah dengan
metode open dumping
Pengelolaan sampah dengan
metode controlled landfill
Aktivitas pemulung Aktivitas pengepul
62
63
Saluran air lindi sampah
Penampungan sampah oleh
pengepul
Pemilahan sampah
Sumur penduduk
Wawancara dengan key person Wawancara dengan masyarakat
64
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Desa Pasar Kerman pada tanggal 5 Maret 1994.
Penulis adalah anak tunggal dari pasangan Bapak Syafrizal Chaniago dan Ibu
Eldawati. Penulis menyelesaikan pendidikan dasar di SD No. 54/III Pasar Kerman
yang lulus pada tahun 2006, setelah itu penulis menamatkan pendidikan
menengah pertama di SMP Negeri 8 Kota Sungai Penuh pada tahun 2009 dan
pendidikan menengah atas di SMA Negeri 1 Kota Sungai Penuh pada tahun 2012.
Penulis diterima sebagai mahasiswa Institut Pertanian Bogor melalui jalur
SNMPTN undangan tahun 2012. Setelah melewati Tingkat Persiapan Bersama
(TPB), penulis melanjutkan studi di Departemen Ekonomi Sumberdaya dan
Lingkungan, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor.
Selama masa perkuliahan, penulis aktif dari TPB (2012) di dewan gedung
asrama yang diamanahkan sebagai ketua RT Lorong 4 Asrama A5 TPB dan di
Ikatan Mahasiswa Kerinci Bogor (IMKB) sebagai kepala divisi PSDM. Pada
tingkat 2 penulis aktif di Himpro REESA (Himpunan Profesi Mahasiswa ESL)
sebagai anggota divisi public relation (PR) dan diamanahkan sebagai pimpinan
redaksi majalah departemen ESL yaitu Maroon Magazine. Penulis juga
diamanahkan sebagai wakil ketua di IMKB pada tahun kepengurusan 2013/2014.
Selain kegiatan didalam kampus, penulis juga aktif pada kegiatan diluar kampus
dengan bergabung pada komunitas Forum For Indonesia (FFI) chapter bogor yang
diamanahkan sebagai anggota public relation (PR). Pada tingkat 3, penulis
kembali melanjutkan organisasi di REESA tahun kepengurusan 2014/2015 yang
diamanahkan sebagai kepala divisi media dan publikasi dan di IMKB yang
diamanahkan sebagai kepala divisi public relation (PR).
64