epilepsi

26
ANALISIS MASALAH Bagaimana makna klinis kejang tidak disertai demam? Kejang adalah kejadian epilepsi dan merupakan ciri epilepsi yang harus ada, tetapi tidak semua kejang merupakan manifestasi epilepsi. Seorang anak terdiagnosa menderita epilepsi jika terbukti tidak ditemukannya penyebab kejang lain yang bisa dihilangkan atau disembuhkan (unprovoked), misalnya adanya demam tinggi, adanya pendesakan otak oleh tumor, adanya pendesakan otak oleh desakan tulang cranium akibat trauma, adanya inflamasi atau infeksi di dalam otak, atau adanya kelainan biokimia atau elektrolit dalam darah. Tetapi jika kelainan tersebut tidak ditangani dengan baik maka dapat menyebabkan timbulnya epilepsi di kemudian hari. Sumber: World Health Organization. Epilepsy : Fact Sheet. 2012. [cited 2013 November 4]. Available from : URL http://www.who.int/mediacentre/factsheets/fs99/en. Shorvon S. Epilepsy. In : Shorvon S, editors. Handbook of Epilepsy Treatment. Blackwell science Ltd. 2000 :1-4 Apa makna klinis tidak sadarkan diri setelah kejang? Ini menunjukkan bahwa pasien sedang mengalami status epileptikus. Status epileptikus didefinisikan sebagai keadaan dimana terjadinya dua atau lebih rangkaian kejang tanpa adanya pemulihan kesadaran diantara kejang atau aktivitas kejang yang berlangsung lebih dari 30 menit. Secara sederhana dapat dikatakan bahwa jika seseorang mengalami kejang persisten atau seseorang yang tidak sadar kembali selama lima menit atau

description

status epileptikus

Transcript of epilepsi

Page 1: epilepsi

ANALISIS MASALAH

Bagaimana makna klinis kejang tidak disertai demam?

Kejang adalah kejadian epilepsi dan merupakan ciri epilepsi yang harus ada, tetapi

tidak semua kejang merupakan manifestasi epilepsi. Seorang anak terdiagnosa menderita

epilepsi jika terbukti tidak ditemukannya penyebab kejang lain yang bisa dihilangkan

atau disembuhkan (unprovoked), misalnya adanya demam tinggi, adanya pendesakan

otak oleh tumor, adanya pendesakan otak oleh desakan tulang cranium akibat trauma, adanya

inflamasi atau infeksi di dalam otak, atau adanya kelainan biokimia atau elektrolit dalam

darah. Tetapi jika kelainan tersebut tidak ditangani dengan baik maka dapat menyebabkan

timbulnya epilepsi di kemudian hari.

Sumber: World Health Organization. Epilepsy : Fact Sheet. 2012. [cited 2013

November 4]. Available from : URL http://www.who.int/mediacentre/factsheets/fs99/en.

Shorvon S. Epilepsy. In : Shorvon S, editors. Handbook of Epilepsy Treatment.

Blackwell science Ltd. 2000 :1-4

Apa makna klinis tidak sadarkan diri setelah kejang?

Ini menunjukkan bahwa pasien sedang mengalami status epileptikus. Status

epileptikus didefinisikan sebagai keadaan dimana terjadinya dua atau lebih rangkaian kejang

tanpa adanya pemulihan kesadaran diantara kejang atau aktivitas kejang yang

berlangsung lebih dari 30 menit. Secara sederhana dapat dikatakan bahwa jika seseorang

mengalami kejang persisten atau seseorang yang tidak sadar kembali selama lima menit atau

lebih harus dipertimbangkan sebagai status epileptikus. Status epileptikus adalah gawat

darurat medik yang memerlukan pendekatan terorganisasi dan terampil agar meminimalkan

mortalitas dan morbiditas yang menyertai.3,4

Sumber: Huff JS. Status Epilepticus. http://emedicine.medscape.com/article/793708

Haslam HA. Nelson Ilmu Kesehatan Anak. Edisi 15. Vol 3. Dalam: editor Behrman,

Kliegman, Arvin. Status Epileptikus. Jakarta : EGC; 2000. pp 2067-68

Pada pemeriksaan fisik :

Keadaan kompos mentis, suhu aksila 36,50C, tekanan darah 90/45 mmHg,

nadi 100x/menit, frekuensi napas 30x/menit.

Page 2: epilepsi

Pada pemeriksaan neurologis :

1. Kepala : tampak mulut penderita mencong ke sebelah kiri. Lipatan dahi

masih nampak dan kedua bola mata dapat menutup. Saat penderita

diminta mengeluarkan lidah, terjadi deviasi ke kanan dan disertai tremor

lidah.

2. Ekstrimitas : pergerakan lengan dan tungkai kanan tampak terbatas dan

kekuatannya lebih lemah dibanding sebelah kiri. Lengan dan tungkai

kanan dapat sedikit diangkat, namun sama sekali tidak dapat melawan

tahanan dari pemeriksa. Lengan dan tungkai kiri dapat melawan

tahanan kuat sewajar usianya. Tonus otot hipertoni dan reflex fisiologis

lengan dan tungkai kanan meningkat, dan ditemukan reflex babinski di

kaki sebelah kanan.

3. Tanda rangsang meningeal berupa kaku kuduk, brudzinsky I dan II

maupun kernig tidak di jumpai.

Bagaimana interpretasi dari kedua pemeriksaan diatas?

Pemeriksaan fisik:

Tabel 1. Tanda vital anak

Sumber: Dieckmann R, Brownstein D, Gausche-Hill M (eds): Pediatric Education for Prehospital Professionals.

Sudbury, Mass, Jones & Bartlett, American Academy of Pediatrics, 2000, pp 43-45.

Page 3: epilepsi

Pemeriksaan Hasil Nilai normal Interpretasi

Keadaan umum Kompos mentis Kompos mentis normal

Suhu aksila 36,5o C 36,5-37,5 normal

Nadi 100 65-110 normal

Tekanan darah 90/45 mmHg 95-110/60-75 hipotensi

Frekuensi nafas 30 20-25 takipnea

Tabel 2. Interpretasi Pemeriksaan Fisik

1. Kepala:

Mulut penderita mengot ke sebelah kiri. Lipatan dahi masih nampak dan

kedua kelopak mata dapat menutup penuh saat dipejamkan:

Keadaan di atas merupakan penanda adanya lesi pada nervus fasialis. Jika terdapat

lesi pada satu sisi nervus fasialis, mulut akan miring. Sebagian besar daerah gigi-

geligi diperlihatkan pada sisi saraf yang masih utuh karena mulut tertarik ke sisi

yang sehat.

Saat penderita diminta mengeluarkan lidah terjadi deviasi ke kanan dan

tremor lidah:

Terjadi kelumpuhan/ parese pada N. XII (hipoglossal)

Bagaimana cara melakukan pemeriksaan penunjang lain?

(terlampir di LI pada bagian Uji Laboratorium dan Diagnostik)

Bagaimana pencegahan dan edukasi pada kasus?

Edukasi pada orang tua kejang selalu merupakan peristiwa yang menakutkan bagi

orang tua. Pada saat kejang sebagian besar orang tua beranggapan bahwa anaknya

telah meninggal. Kecemasan ini harus dikurangi dengan cara yang diantaranya:

1. Menyakinkan bahwa kejang demam umumnya mempunyai prognosis baik.

2. Memberitahukan cara penanganan kejang

3. Memberikan informasi mengenai kemungkinan kejang kembali

4. Pemberian obat untuk mencegah rekurensi memang efektif tetapi harus diingat

adanya efek samping

Beberapa hal yang harus dikerjakan bila kembali kejang

1. Tetap tenang dan tidak panik

2. Kendorkan pakaian yang ketat terutama disekitar leher

Page 4: epilepsi

3. Bila tidak sadar, posisikan anak terlentang dengan kepala miring. Bersihkan

muntahan atau lendir di mulut atau hidung. Walaupun kemungkinan lidah tergigit,

jangan memasukkan sesuatu kedalam mulut.

4. Ukur suhu, observasi dan catat lama dan bentuk kejang.

5. Tetap bersama pasien selama kejang

6. Berikan diazepam rektal. Dan jangan diberikan bila kejang telah berhenti.

7. Bawa kedokter atau rumah sakit bila kejang berlangsung 5 menit atau lebih

Sumber: Wong V, dkk. Clinical Guideline on Management of Febrile Convulsion. HK

J Paediatr 2002; 7:143-151.

Fukuyama Y, dkk. Practical guidelaines for physician in the management of febrile

seizures. Brain Dev 1996; 18:479-484.

LEARNING ISSUE

Kejang

Definisi

Kejang adalah gerakan otot tonik atau klonik yang involuntar yang merupakan serangan

berkala, disebabkan oleh lepasnya muatan listrik neuron kortikal secara berlebihan. Kejang

tidak secara otomatis berarti epilepsi. Dengan demikian perlu ditarik garis pemisah yang

tegas : manakah kejang epilepsi dan mana pula kejang yang bukan epilepsi? Tetanus, histeri,

dan kejang demam bukanlah epilepsi walaupun ketiganya menunjukkan kejang seluruh

tubuh. Cedera kepala yang berat, radang otak, radang selaput otak, gangguan elektrolit dalam

darah, kadar gula darah yang terlalu tinggi, tumor otak, stroke, hipoksia, semuanya dapat

menimbulkan kejang. Kecuali tetanus, histeri, hal-hal yang tadi, kelak di kemudian hari dapat

menimbulkan epilepsi.

Insiden

Sedikitnya kejang terjadi sebanyak 3% sampai 5% dari semua anak-anak sampai usia 5 tahun,

kebanyakan terjadi karena demam.

Klasifikasi

Pada tahun 1981, The International League Against Epilepsy (ILAE) membuat suatu sistem

klasifikasi internasional kejang epileptik yang membagi kejang menjadi dua kelompok besar

yaitu Kejang Parsial (fokal atau lokal) dan Kejang Generalisata. Kejang parsial kemudian

Page 5: epilepsi

dibagi lagi menjadi Parsial Sederhana, Parsial Kompleks, dan Parsial yang menjadi

Generalisata sekunder. Adapun yang termasuk kejang generalisata yaitu Lena (Tipikal atau

Atipikal), mioklonik, klonik, tonik, tonik-klonik, dan kejang atonik.

1. Kejang Parsial (Partial-onset Seizure)

Kejang Parsial bermula dari area fokus tertentu korteks serebri,

2. Kejang Generalisata (Generalized-onset Seizure)

Kejang Generalisata berawal dari kedua hemisfer serebri. Bisa bermula dari talamus

dan struktur subkortikal lainnya. Pada EEG ditemukan kelainan secara serentak pada

kedua hemisfer. Kejang generalisata memberikan manifetasi bilateral pada tubuh dan

ada gejala penurunan kesadaran. Kejang generalisata diklasifikasikan menjadi atonik,

tonik, klonik, tonik klonik atau absence seizure. Beberapa penyakit yang memberikan

gambaran kejang generalisata antara lain : Benign Neonatal Convulsion, Benign

Myoclonic Epilepsy, Childhood Absence Epilepsy, Juvenille Absence Epilepsy,

Juvenille Myoclonic Epilepsy.

Kejang tonik adalah kekakuan kontraktur pada otot-otot, termasuk otot pernafasan.

Kejang klonik berupa gemetar yang bersifat lebih lama. Jika keduanya muncul secara

bersamaan maka disebut kejang tonik klonik (kejang Grand Mal).

Sebagian kejang yang lain sulit dikelompokkan pada salah satunya dimasukkan

sebagai kejang tidak terklasifikasi (Unclassified Seizure). Cara pengelompokan ini

masih diterima secara luas.

Jenis-Jenis Kejang

A. Kejang Parsial

 Kejang Parsial Sederhana

1.      Kesadaran tidak terganggu; dapat mencakup satu atau lebih hal berikut ini:

ü Tanda-tanda motoris→kedutaan  pada wajah. Tangan, atau salah satu sisi tubuh :

umumnya gerakan kejang yang sama.

ü Tanda atau gejala otonomik→muntah   berkeringan, muka merah, dilatasi pupil.

ü Gejala somatosensoris atau sensoris khusus→-mendengar musik, merasa seakan jatuh

dari udara, parestesia.

ü Gejala psikik→dejavu, rasa takut, sisi panoramic.

 

Page 6: epilepsi

Kejang parsial komplesk

1.      Terdapat gangguan kesadaran. Walaupun pada awalnya sebagai kejang parsial

simpleks.

2.      Dapat mencakup otomatisme atau gerakan aromatic—mengecapkan  bibir, mengunyah,

gerakan mencongkel yang berulang-ulang pada tangan dan gerakan tangan lainnya.

3.      Dapat tanpa otomatisme—tatapan terpaku.

 

B. Kejang Umum (Konvulsif atau Non-Konvulsif)

Kejang Absens

1.      Gangguan kewaspadaan dan responsivitas.

2.      Ditandai dengan tatapan terpaku yang umumnya berlangsung kurang dari 15 detik.

3.      Awitan dan khiran cepat, setelah itu kembali waspada dan berkonsentrasi penuh.

4.      Umumnya dimulai pada usia antara 4 dan 14 tahun dan sering sembuh dengan

sendirinya pada usia 18 tahun.

 

Kejang Mioklonik

Kedutaan-kedutaan involunter pada otot atau sekelompok otot yang terjadi mendadak

 

Kejang Mioklonik→Lanjutan

1.      Sering terlihat pada orang sehat selama tidur, tetapi bila patologik, berupa kedutaan-

kedutaan sinkron dari leher, bahu, lengan atas dan kaki.

2.      Umumnya berlangusung kurang dari 15 detik dan terjadi didalam kelompok.

3.      Kehilangan kesadaran hanya sesaat

 

Kejang Tonik-Klonik

1.      Diawali dengan hilangnya kesadaran dan saat tonik, kaku umum pada otot ektremitas,

batang tubuh, dan wajah, yang langsung kurang dari 1 menit.

2.      Dapat disertai dengan hilangnya kontrol kandung kebih dan usus.

3.      Tidak adan respirasi dan sianosis

4.      Saat tonik diikuti dengan gerakan klonik pada ekstremitas atas dan bawah.

5.      letargi, konfusi, dan tidur dalam fase postical

 

Kejang Atonik

Page 7: epilepsi

1.      Hilangnya tonus secara mendadak sehingga dapat menyebabkan kelopak mata turun,

kepala menunduk atau jatuh ketanah.

2.      Singkat, dan terjadi tampa peringatan.

 

Status Epileptikus

1.      Biasanya. Kejang tonik-klonik umum yang terjadi berulang.

2.      Anak tidak sadar kembali diantara kejang.

3.      Potensial untuk depresi pernapasan, hipotensi, dan hipoksia

4.      memerlukan pengobatan medis darurat dengan segera

Fisiologi dan Patofisiologi

Tiap neuron yang aktif melepaskan muatan listriknya. Fenomena elektrik ini adalah wajar.

Manifestasi biologiknya ialah merupakan gerak otot atau suatu modalitas sensorik,

tergantung dari neuron kortikal mana yang melepaskan muatan listriknya. Bilamana neuron

somatosensorik yang melepaskan muatannya, timbullah perasaan protopatik atau

propioseptif. Demikian pula akan timbul perasaan panca indera apabila neuron daerah korteks

pancaindera melepaskan muatan listriknya.

Secara fisiologis, suatu kejang merupakan akibat dari serangan muatan listrik terhadap

neuron yang rentan di daerah fokus epileptogenik. Diketahui bahwa neuron-neuron ini sangat

peka dan untuk alasan yang belum jelas tetap berada dalam keadaan terdepolarisasi. Neuron-

neuron di sekitar fokus epileptogenik bersifat GABA-nergik dan hiperpolarisasi, yang

menghambat neuron epileptogenik. Pada suatu saat ketika neuron-neuron epileptogenik

melebihi pengaruh penghambat di sekitarnya, menyebar ke struktur korteks sekitarnya dan

kemudian ke subkortikal dan struktur batang otak.

Dalam keadaan fisiologik neuron melepaskan muatan listriknya oleh karena potensial

membrannya direndahkan oleh potensial postsinaptik yang tiba pada dendrit. Pada keadaan

patologik, gaya yang bersifat mekanik atau toksik dapat menurunkan potensial membran

neuron, sehingga neuron melepaskan muatan listriknya dan terjadi kejang.

Penyakit-penyakit yang Menyebabkan Kejang

Page 8: epilepsi

Penyakit-penyakit yang menyebabkan kejang dapat dikelompokkan secara sederhana menjadi

penyebab kejang epileptik dan penyebab kejang non-epileptik. Penyakit epilepsi akan dibahas

tersendiri sementara kelompok non-epileptik terbagi lagi menjadi penyakit sistemik, tumor,

trauma, infeksi, dan serebrovaskuler.

a. Sistemik

Metabolik : Hiponatremia, Hipernatremia,

Hiponatremia

Hiponatremia terjadi bila :

a). Jumlah asupan cairan melebihi kemampuan ekskresi,

b). Ketidakmampuan menekan sekresi ADH (mis : pada kehilangan cairan melalui

saluran cerna atau gagal jantung atau sirosis hati atau pada SIADH = Syndrom of

Inappropriate ADH-secretion). Hiponatremia dengan gejala berat (mis : penurunan

kesadaran dan kejang) yang terjadi akibat adanya edema sel otak karena air dari

ektrasel masuk ke intrasel yang osmolalitas-nya lebih tinggi digolongkan sebagai

hiponatremia akut (hiponatremia simptomatik). Sebaliknya bila gejalanya hanya

ringan saja (mis : lemas dan mengantuk) maka ini masuk dalam kategori kronik

(hiponatremia asimptomatik).

Langkah pertama dalam penatalaksanaan hiponatremia adalah mencari sebab

terjadinya hiponatremia melalui anamnesis, pemeriksaan fisis, dan pemeriksaan

penunjang. Langkah selanjutnya adalah pengobatan yang tepat sasaran dengan koreksi

Na berdasarkan kategori hiponatremia-nya.

Hipernatremia

Hipernatremia terjadi bila kekurangan air tidak diatasi dengan baik misalnya pada

orang dengan usia lanjut atau penderita diabetes insipidus. Oleh karena air keluar

maka volume otak mengecil dan menimbulkan robekan pada vena menyebabkan

perdarahan lokal dan subarakhnoid.

Setelah etiologi ditetapkan, maka langkah penatalaksanaan berikutnya ialah mencoba

menurunkan kadar Na dalam plasma ke arah normal. Pada diabetes insipidus, sasaran

Page 9: epilepsi

pengobatan adalah mengurangi volume urin. Bila penyebabnya adalah asupan Na

berlebihan maka pemberian Na dihentikan.

b. Intoksikasi

Penegakan diagnosa pasti penyebab keracunan cukup sulit karena diperlukan sarana

laboratorium toksikologi sehingga dibutuhkan autoanamnesis dan alloanamnesis yang

cukup sermat serta bukti-bukti yang diperoleh di tempat kejadian. Selanjutnya pada

pemeriksaan fisik harus ditemukan dugaan tempat masuknya racun. Penemuan klinis

seperti ukuran pupil mata, frekuensi napas dan denyut jantung mungkin dapat

membantu penegakan diagnosis pada pasien dengan penurunan kesadaran.

Pemeriksaan penunjang berupa analisa toksikologi harus dilakukan sedini mungkin

dengan sampel berupa 50 ml urin, 10 ml serum, bahan muntahan, feses. Pemeriksaan

lain seperti radiologis, laboratorium klinik, dan EKG juga perlu dilakukan. Adapun

standar penatalaksanaan dari intoksikasi yaitu stabilisasi, dekontaminasi, eliminasi,

dan pemberian antidotum. Sementara gejala yang sering menjadi penyerta atau

penyulit adalah gangguan cairan, elektrolit, dan asam-basa ; gangguan irama jantung ;

methemoglobinemia ; hiperemesis ; distonia ; rabdomiolisis ; dan sindrom

antikolinergik.

c. Tumor

Kira-kira 10% dari semua proses neoplasmatik di seluruh tubuh ditemukan pada

susunan saraf dan selaputnya, 8% di antaranya berlokasi di ruang intrakranial dan 2%

sisanya di ruang kanalis spinalis. Dengan kata lain 3-7 dari 100.000 orang penduduk

mempunyai neoplasma saraf primer. Urutan frekuensi neoplasma intrakranial yaitu :

Glioma (41%), Meningioma (17%), Adenoma hipofisis (13%), Neurilemoma /

neurofibroma (12%), Neoplasma metastatik dan neoplasma pembuluh darah serebral.

Pembagian tumor dalam kelompok benigna dan maligna tidak berpengaruh secara

mutlak bagi tumor intrakranial oleh karena tumor benigna secara histologik dapat

menduduki tempat yang vital, sehingga menimbulkan kematian dalam waktu singkat.

Simptomatologi tumor intrakranial dapat dibagi dalam :

1. Gangguan kesadaran akibat tekanan intrakranial yang meninggi

Selain menempati ruang, tumor intrakranial juga menimbulkan perdarahan

setempat. Penimbunan katabolit di sekitar jaringan tumor menyebabkan jaringan

Page 10: epilepsi

otak bereaksi dengan menimbulkan edema yang juga bisa diakibatkan penekanan

pada vena sehingga terjadi stasis. Sumbatan oleh tumor terhadap likuor sehingga

terjadi penimbunan juga meningkatkan tekanan intrakranial.

TIK yang meningkat menimbulkan gangguan kesadaran dan menifestasi disfungsi

batang otak yang dinamakan:

(a) sindrom unkus / kompresi diensefalon ke lateral ;

(b) sindrom kompresi sentral restrokaudal terhadap batang otak ; dan

(c) herniasi serebelum di foramen magnum. Sebelum tahap stupor atau koma

tercapai, TIK yang meninggi sudah menimbulkan gejala-gejala umum.

2. Gejala-gejala umum akibat tekanan intrakranial yang meninggi

A. Sakit kepala = Akibat peningkatan CBF setelah terjadi penumpukan PCO2

serebral terutama setelah tidur. Lonjakan TIK juga akibat batuk, mengejan atau

berbangkis.

B. Muntah = Akibat peningkatan TIK selama tidur malam karena PCO2 serebral

meningkat. Sifat muntah proyektil atau muncrat dan tidak didahului mual.

C. Kejang = Kejang fokal dapat merupakan manifestasi pertama tumor

intrakranial pada 15% penderita. Meningioma pada konveksitas otak sering

menimbulkan kejang fokal sebagai gejala dini. Kejang umum dapat timbul

sebagai manifestasi tekanan intrakranial yang melonjak secara cepat, terutama

sebagai menifestasi glioblastoma multiforme. Kejang tonik yang sesuai dengan

serangan rigiditas deserebrasi biasanya timbul pada tumor di fossa kranii posterior

dan secara tidak tepat dinamakan oleh para ahli neurologi dahulu sebagai

“cerebellar fits”.

D. Gangguan mental = Tumor serebri dapat mengakibatkan demensia, apatia,

gangguan watak dan intelegensi, bahkan psikosis, tidak peduli lokalisasinya.

E. Perasaan abnormal di kepala = Rasa seperti “enteng di kepala”, “pusing” atau

“tujuh keliling”. Mungkin sehubungan dengan TIK yang meninggi. Sehingga

karena samarnya maka kebanyakan dari keluhan semacam ini tidak dihiraukan

oleh pemeriksa dan dianggap keluhan fungsional.

3. Tanda-tanda lokalisatorik yang menyesatkan

Suatu tumor intrakranial dapat menimbulkan manifastasi yang tidak sesuai dengan

fungsi tempat yang didudukinya berupa :

a) Kelumpuhan saraf otak

b) Refleks patologik yang positif pada kedua sisi

Page 11: epilepsi

c) Gangguan mental

d) Gangguan endokrin

e) Ensefalomalasia

4. Tanda-tanda lokalisatorik yang benar

Defisit serebral dibangkitkan oleh tumor di daerah fungsional yang khas berupa

monoparesis, hemiparesis, hemianopia, afasia, anosmia dan seterusnya.

I. Simptom fokal dari tumor di lobus frontalis : sakit kepala, gangguan mental,

kejang tonik fokal, katatonia, anosmia

II. Simptom fokal dari tumor di daerah pre-sentral : kejang fokal pada sisi

kontralateral, hemiparesis kontralateral, paraparese, gangguan miksi

III. Simptom fokal dari tumor di lobus temporalis : hemianopsia kuadran atas

kontralateral dengan tinitus, halusinasi auditorik, dan afasia sensorik beserta

apraksia

IV. Simptom fokal dari tumor di lobus parietalis : serangan Jackson sensorik,

astereognosia dan ataksia sensorik, “thalamic over-reaction”, hemianopsia

kuadran bawah homonim yang kontralateral, agnosia, afasia sensorik, serta

apraksia

V. Simptom fokal dari tumor di lobus oksipitalis

VI. Simptom fokal dari tumor di korpus kalosum

5.Tanda-tanda fisik diagnostik pada tumor intrakranial

(a).Papil edema ;

(b).Pada anak ukuran kepala membesar dan sutura teregang, perkusi = bunyi

kendi rengat, auskultasi = ada bising ;

(c).Hipertensi intrakranial → bradikardi & TD sistemik yang meningkat

progresif = dapat dianggap sebagai kompensasi penanggulangan iskemik

(d).Irama dan frekuensi pernafasan berubah

d. Trauma

Kejang dapat terjadi setelah cedera kepala dan harus segera diatasi karena akan

menyebabkan hipoksia otak dan kenaikan tekanan intrakranial serta memperberat

edem otak. Mula-mula berikan diazepam 10 mg intravena perlahan-lahan dan dapat

diulangi sampai 3 kali bila masih kejang. Bila tidak berhasil dapat diberikan fenitoin

Page 12: epilepsi

15 mg/kgBB secara intravena perlahan-lahan dengan kecepatan tidak melebihi 50

mg/menit.

e. Infeksi

Infeksi pada susunan saraf dapat berupa meningitis atau abses dalam bentuk empiema

epidural, subdural, atau abses otak. Klasifikasi lain membahas menurut jenis kuman

yang mencakup sekaligus diagnosa kausal

1) Infeksi viral

2) Infeksi bakterial

3) Infeksi spiroketal

4) Infeksi fungal

5) Infeksi protozoal

6) Infeksi metazoal

f. Serebrovaskuler

Stroke mengacu kepada semua gangguan neurologik mendadak yang terjadi akibat

pembatasan atau terhentinya aliran darah melalui sistem suplai arteri otak. Istilah

stroke biasanya digunakan secara spesifik untuk menjelaskan infark serebrum. CVA

(Cerebralvascular accident) dan serangan otak sering digunakan secara sinonim untuk

stroke. Konvulsi umum atau fokal dapat bangkit baik pada stroke hemoragik maupun

strok non-hemoragik.

Stroke sebagai diagnosis klinis untuk gambaran manifestasi lesi vaskuler serebral

dapat dibagi dalam :

1) Transient ischemic attack,

2) Stroke in evolution,

3) Completed stroke, yang bisa dibagi menjadi tipe hemoragik dan tipe non

hemoragik

g. Epilepsi

Kata epilepsi berasal dari kata Yunani “epilambanein” yang berarti “serangan”.

Epilepsi bukanlah suatu penyakit, tetapi gejala yang dapat timbul karena penyakit.

Epilepsi ialah manifestasi gangguan otak dengan berbagai etiologi namun dengan

gejala tunggal yang khas, yaitu seragan berkala yang disebabkan oleh lepas muatan

Page 13: epilepsi

listrik neuron kortikal secara berlebihan kronik otak dengan ciri timbulnya gejala-

gejala yang datang dalam serangan-serangan, berulang-ulang yang disebabkan lepas

muatan listrik abnormal sel-sel saraf otak, yang bersifat reversibel. 2, 8

Klasifikasi serangan pada epilepsi dapat dibagi menjadi dua kelompok utama yaitu

parsial dan umum. Kejang parsial kemudian dibagi menjadi parsial sederhana, parsial,

kompleks, dan parsial dengan umum sekunder.

I. Serangan parsial (fokal, lokal) kesadaran tak berubah

A. Serangan parsial sederhana (kesadaran tetap baik)

1. Dengan gejala motorik

2. Dengan gejala somatosensorik atau sensorik khusus

3. Dengan gejala autonom

4. Dengan gejala psikis

B.Serangan parsial kompleks (kesadaran menurun)

1. Berasal sebagai parsial sederhana dan berkembang ke penurunan kesadaran

2.Dengan penurunan kesadaran sejak awitan

II. Serangan umum (konvulsif atau non-konvulsif)

A. 1. Absence

2. Absence tak khas

B. Mioklonik

C. Klonik

D. Tonik

E. Tonik-klonik

F. Atonik

III. Serangan epilepsi tak terklasifikasikan misalnya : gerakan ritmis pada mata,

gerakan mengunyah dan berenang. 2

Diagnosis

Page 14: epilepsi

Pada umumnya, seseorang yang mengalami hanya satu kali serangan kejang tidak

akan diberi terapi epilepsi dahulu. Namun jika dalam waktu satu tahun terjadi lebih

dari satu serangan maka perlu dipertimbangkan untuk mulai dengan obat-obat

antiepilepsi. Diagnosis epilepsi biasanya dapat dibuat dengan cukup pasti dari

anamnesis lengkap, terutama mengenai gambaran serangan, hasil pemeriksaan umum

dan neurologik serta elektroensefaligrafi (EEG).

Terapi

Obat anti epilepsi (Antiepileptic Drug / AED) digolongkan berdasarkan mekanisme

kerjanya.

1. Sodium channel blockers : Fenitoin, Fosfenitoin, Oxcarbazepine, Zonisamide,

Clobazam, Fenobarbital, Felbamate, Topiramate

2. Calsium inhibitors : Fenitoin, Fosfenitoin, Clobazam, Fenobarbital, Felbamate

3. GABA enhancers : Clobazam, Clonazepam, Fenobarbital, Tiagabine, Vigabatrin,

Gabapentin, Topiramate

4. Glutamate blocker : Lamotrigine, Fenobarbital, Topiramate

5. Carbonic anhydrase inhibitor : Topiramate

6. Hormon

7. dan obat-obat lain yang belum diketahui pasti mekanisme kerjanya : Primidine,

Valproate, Levetiracetam.

Prognosis

Prognosis epilepsi bergantung kepada beberapa hal, di antaranya jenis epilepsi, faktor

penyebab, saat pengobatan dimulai, dan ketaatan minum obat. Pada umumnya

prognosis epilepsi cukup menggembirakan. Pada 50-70% penderita epilepsi serangan

dapat dicegah dengan obat-obatan, sedangkan sekitar 50% pada suatu waktu akan

dapat berhenti minum obat. Serangan epilepsi primer, baik yang bersifat kejang umum

maupun serangan lena (ngelamun) atau absence mempunyai prognosis terbaik.

Sebaliknya epilepsi yang serangan pertamanya mulai pada usia 3 tahun atau yang

Page 15: epilepsi

disertai kelainan neurologik dan atau retardasi mental mempunyai prognosis relatif

jelek.

Uji Laboratorium dan Diagnostik

1.         Elektroensefalogram (EEG) →dipakai untuk membantu menetapkan jenis dan focus

dan kejang.

1.1.    Diagnosis epilepsy tidak hanya tergantung pada temuan EEG yang abnormal

1.2.    Tidur lebih disukai selama EEG, meskipun sedasi dengan pemantauan mungkin

dindakasikan

2.         Pemindaian CT→menggunakan kajian sinar-X yang masih lebih sensitive dan

biasanya untuk mendeteksi perbedaan kerapatan jaringan.

3.         MRI ( Magnetic Resonance imaging) →menghasilkan bayangan dengan lapangan

magnetik dan gelombang radio, berguna untuk memperlihatkan daerah-daerah otak

(regio fossa posterior dan regio sella) yang tidak terlihat jelas apabila menggunakan

pemindaian CT.

4.         PET (Pemindaian positron emission temography)→untuk mengevaluasi kejang yang

membandel dan membantu menetapkan lokasi lesi, perubahan metabolic, atau aliran

darah dalam otak (mencakup suntikan radioisotop secara IV).

5.         Potensial yang membangkitkan→digunakan untuk menentukan integritas jalur

sensoris dalam otak (respons yang tidak ada atau tertunda atau mengindikasikan keadaan

yang patologik).

6.         Uji laboratorium→ berdasarkan riwayat anak dan hasil pemeriksaan.

6.1.    Punksi lumbal untuk menganalisis cairan serebrospinal→terutama dipakai untuk

menyingkirkan kemungkinan infeksi.

6.2.    Hitung daerah lengkap→untuk menyingkirkan infeksi sebagai penyebab; dan pada

kasus yang diduga disebabkan trauma, dapat mengevaluasi haematokit dan jumlah

trombosit.

6.3.    Panel elektrolit→serum elektrolit, Ca total, dan magnesium serum seringkali

diperiksa pada saat pertama kali terjadi kejang, dan pada anak yang berusia kurang

dari 3 bulan, dengan penyebab elektrolit dan metabolic lebih lazim ditemuai (uji

glukosa darah dapat bermamfaat pada bayi atau anak kecil dengan kejang yang

berkepanjangan untuk menyingkirkan kemungkinan hipoglikemia).

Page 16: epilepsi

6.4.    Skrining toksisk dari serum dan urin→digunakan untuk menyingkirkan

kemungkinan keracunan.

6.5.    Pemantauan kadar obat antiepileptik→digunakan pada fase awal penatalaksanaan

dan jika kepatuhan pasien diragukan.

Terapi Kejang

0 - 5 menit:

- Yakinkan bahwa aliran udara pernafasan baik

- Monitoring tanda vital, pertahankan perfusi oksigen ke jaringan, berikan oksigen

- Bila keadaan pasien stabil, lakukan anamnesis terarah, pemeriksaan umum dan

neurologi secara cepat

- Cari tanda-tanda trauma, kelumpuhan fokal dan tanda-tanda infeksi

5 – 10 menit:

- Pemasangan akses intarvena

- Pengambilan darah untuk pemeriksaan: darah rutin, glukosa, elektrolit

- Pemberian diazepam 0,2 – 0,5 mg/kgbb secara intravena, atau diazepam rektal 0,5

mg/kgbb (berat badan < 10 kg = 5 mg; berat badan > 10 kg = 10 mg). Dosis diazepam

intravena atau rektal dapat diulang satu – dua kali setelah 5 – 10 menit.

- Jika didapatkan hipoglikemia, berikan glukosa 25% 2ml/kgbb.

10 – 15 menit

- Cenderung menjadi status konvulsivus

- Berikan fenitoin 15 – 20 mg/kgbb intravena diencerkan dengan NaCl 0,9%

- Dapat diberikan dosis ulangan fenitoin 5 – 10 mg/kgbb sampai maksimum dosis 30

mg/kgbb.

30 menit

- Berikan fenobarbital 10 mg/kgbb, dapat diberikan dosis tambahan 5-10 mg/kg

dengan interval 10 – 15 menit.

- Pemeriksaan laboratorium sesuai kebutuhan, seperti analisis gas darah, elektrolit,

gula darah. Lakukan koreksi sesuai kelainan yang ada. Awasi tanda -tanda depresi

pernafasan. - Bila kejang masih berlangsung siapkan intubasi dan kirim ke unit

perawatan intensif.

Prognosis

Page 17: epilepsi

Kejang adalah suatu masalah neurologik yang relative sering dijupai. Sekitar 10%

populasi akan mengalami paling sedikit satu kali kejang seumur hidup mereka,

dengan insiden paling tinggi terjadi pada masa anak-anak dini dan lanjut usia (setelah

usia 60 tahun), dan 0,3% sampai 0,5% akan didiagnosa mengidap epilepsi

(berdasarkan kriteria dua kali kejang tanpa pemicu)

DAFTAR PUSTAKA

Appleton PR, Choonara I, Marland T, Phillips B, Scott R, Whitehouse W. The

treatment of convulsive status epilepticus in children. Arch Dis Child 2000; 83:415-

19.

Budiman, G. (2009) Basic Neuroanatomical Pathways. 2nd ed. Jakarta: FKUI.

Commission on Classification and Terminology of the International League Against

Epilepsy. Proposal for revised clinical and electroencephalographic classification of

epileptic seizures. Epilepsia 1981; 22:489-501.

Dewanto, G. (2009) Panduan Praktis Diangnosis dan Tata Laksana Penyakit Saraf.

Jakarta: EGC.

Dieckmann R, Brownstein D, Gausche-Hill M (eds): Pediatric Education for

Prehospital Professionals. Sudbury, Mass, Jones & Bartlett, American Academy of

Pediatrics, 2000, pp 43-45.

Fukuyama Y, dkk. Practical guidelaines for physician in the management of febrile

seizures. Brain Dev 1996; 18:479-484.

Haslam HA. (2000) Nelson Ilmu Kesehatan Anak. 15th ed. Vol 3. Jakarta: EGC.

Huff JS. Status Epilepticus. http://emedicine.medscape.com/article/793708

Mardjono, M. (2006). Neurologi Klinis Dasar. Jakarta: Dian Rakyat.

Shorvon S. (2000) Handbook of Epilepsy Treatment. Blackwell science Ltd.

Wong V, dkk. Clinical Guideline on Management of Febrile Convulsion. HK J

Paediatr 2002; 7:143-151.

World Health Organization. Epilepsy : Fact Sheet. 2012. Available from : URL

http://www.who.int/mediacentre/factsheets/fs99/en.