Epidemiologi Dan Morbiditas Scabies

15
EPIDEMIOLOGI DAN MORBIDITAS SCABIES PADA ANAK-ANAK WARGA KECAMATAN KEPANJENKIDUL USIA 5-19 TAHUN, KOTA BLITAR PERIODE TAHUN 2012-2013 PROPOSAL PENELITIAN Disusun untuk memenuhi tugas matakuliah Parasitologi yang dibina oleh Dr. Endang Suarsini, MS dan Sofia Ery Rahayu, S.Pd, M.Si Oleh: Anissa Puspitawangi 100342404256

description

proposal penelitian

Transcript of Epidemiologi Dan Morbiditas Scabies

Page 1: Epidemiologi Dan Morbiditas Scabies

EPIDEMIOLOGI DAN MORBIDITAS SCABIES PADA ANAK-ANAK

WARGA KECAMATAN KEPANJENKIDUL USIA 5-19 TAHUN, KOTA

BLITAR PERIODE TAHUN 2012-2013

PROPOSAL PENELITIAN

Disusun untuk memenuhi tugas matakuliah Parasitologi yang dibina oleh Dr.

Endang Suarsini, MS dan Sofia Ery Rahayu, S.Pd, M.Si

Oleh:

Anissa Puspitawangi 100342404256

UNIVERSITAS NEGERI MALANG

FakultasMatematikadanIlmuPengetahuanAlam

JurusanBiologi

April 2013

Page 2: Epidemiologi Dan Morbiditas Scabies

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Skabies adalah penyakit kulit menular yang bersifat zoonosis dan

disebabkan oleh tungau Sarcoptes scabiei . Penyakit ini tersebar luas di

seluruh dunia terutama pada daerah-daerah yang erat sekali kaitannya dengan

lahan kritis, kemiskinan, rendahnya sanitasi dan status gizi, baik pada hewan

maupun manusia. Penularan skabies terjadi melalui kontak langsung . Akibat

infestasi tungau pada kulit menyebabkan rasa gatal yang hebat sampai

timbulnya eritrema, papula dan vesikula hingga terjadi kerusakan kulit,

bahkan pada kasus yang parah dapat menyebabkan kematian hewan (50 -

100%) . Sebanyak 300 juta orang per tahun di dunia dilaporkan terserang

skabies (Wardhana, 2006).

Penyakit skabies banyak dijumpai di daerah tropis terutama di kalangan

anak-anak dari masyarakat yang hidup dalam lingkungan yang tertutup atau

berkelompok, dengan tingkat sanitasi dan sosial ekonomi yang relatif rendah

(SARDJONO et al., 1998). Timbulnya penyakit ini disebabkan pola dan

kebiasaan hidup yang kurang bersih dan benar, salah satu faktor yang

dominan yaitu, penyediaan air yang kurang atau kehidupan bersama dengan

kontak yang relatif erat (MANSON dan BELL, 1987; SUNGKAR, 1991;

POERANTO et al., 1995 dalam Iskandar 2000)

Salah satu PUSKESMAS di daerah Kecamatan Kepanjenkidul Kota Blitar

memperoleh data di tahun 2010-2011 jumlah pasien yang terserang scabies

semakin meningkat. Kepala Puskesmas Kepanjenkidul (2013) menyebutkan

bahwa usia pasien yang terserang oleh wabah tersebut mulai dari 1 tahun

hingga 59 tahun, tetapi kebanyakan pasien yang terserang berusia 15-19

tahun.

Di Blitar, data yang dapat diandalkan tentang prevalensi dan morbiditas

scabies hampir tidak ada. Untuk mengisi celah tersebut, anak-anak usia

potensial yang terjangkit scabies diperiksa dan diuji untuk mengetahui

epidemiologi dan morbiditasnya.

Page 3: Epidemiologi Dan Morbiditas Scabies

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang di atas maka rumusan masalah dalam

penelitian ini adalah

1. Bagaimanakah epidemiologi dari skabiasis di Kecamatan Kepanjenkidul,

Kota Blitar.

2. Bagaimanakah morbiditas skabiasis sehingga dapat menular, terutama

pada anak-anak?

C. Tujuan Penilitian

Adapun tujuan diadakannya penelitian ini berdasarkan rumusan masalah

diatas adalah

1. Untuk mendiskripsikan epidemiologi dari scabies. Mendiskripsikan

morbiditas penyakit scabies pada anak-anak di Kecamatan Kepanjenkidul,

Kota Blitar.

D. Kegunaan Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat untuk:

Bagi peneliti :

1. Memperkaya pengetahuan di bidang parsitologi khususnya tentang penyakit

parasit yang dibawa oleh kelas Insekta.

2. Digunakan sebagai sumber acuan untuk melaksanakan penelitian berikutnya.

3. Mendapatkan pengetahuan secara mendalam mengenai penyakit parasit

khususnya penyakit scabies meliputi epidemiologi dan juga morbiditas

penyakit scabies pada anak-anak di Kecamatan Kepanjenkidul, Kota Blitar.

4. Menguji kemampuan diri pribadi atas ilmu yang diperoleh di perguruan

tinggi dalam bentuk penelitian ilmiah.

Bagi masyarakat :

3

Page 4: Epidemiologi Dan Morbiditas Scabies

1. Hasil penelitian ini diharapkan mampu meningkatkan pengetahuan masyarakat

mengenai penanggulangan penyakit scabies.

2. Mengenalkan pada masyarakat tentang gejala klinis terjangkit scabies.

3. Mengenalkan pada masyarakat cara untuk mencegah adanya scabies.

E. Definisi Operasional

Epidemiologi merupakan penyebaran penyakit skabiasis disuatu

wilayah, khususnya wilayah Kecamatan Kepanjenkidul Kota Blitar.

Morbiditas yaitu peristiwa terjadinya penyakit skabiasis. Morbiditas

dapat dilihat dengan gejala-gejala yang timbul akibat skabiasis ini.

Skabiasis merupakan suatu penyakit yang penularannya melalui

kontak langsung maupun tidak langsung dengan penderita yang

disebabkan oleh adanya Sarcoptes scabei.

Page 5: Epidemiologi Dan Morbiditas Scabies

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

Pengertian Scabies

Skabies adalah penyakit kulit yang disebabkan oleh tungau (mite)

Sarcoptes scabei, yang termasuk dalam kelas Arachnida. Tungau ini berukuran

sangat kecil dan hanya bisa dilihat dengan mikroskop atau bersifat mikroskopis.

Penyakit skabies sering disebut kutu badan. Penyakit ini juga mudah menular

dari manusia ke manusia, dari hewan ke manusia dan sebaliknya. Skabies mudah

menyebar baik secara langsung atau melalui sentuhan langsung dengan penderita

maupun secara tak langsung melalui baju, seprai, handuk, bantal, air, atau sisir

yang pernah dipergunakan penderita dan belum dibersihkan dan masih terdapat

tungau sarcoptesnya. Skabies menyebabkan rasa gatal pada bagian kulit seperti

disela-sela jari, siku, selangkangan. Skabies identik dengan penyakit anak

pondok pesantren, penyebabnya adalah kondisi kebersihan yang kurang terajaga,

sanitasi yang buruk, kurang gizi dan kondisi ruangan terlalu lembab dan kurang

mendapat sinar matahari secara langsung. Penyakit kulit scabies menular dengan

cepat pada suatu komunitas yang tinggal bersama sehingga dalam pengobatannya

harus dilakukan secara serentak dan menyeluruh pada semua orang dan

lingkungan pada komunitas yang terserang skabies, karena apabila dilakukan

pengobatan secara individual maka akan mudah tertular kembali penyakit

skabies (Yosefw, 2007 dalam jurnal repository, 2011).

Epidemiologi

Skabies ditemukan disemua negara dengan prevalensi yang bervariasi.

Di beberapa negara yang sedang berkembang prevalensi skabies sekitar 6 % -

27 % populasi umum dan cenderung tinggi pada anak-anak serta remaja

(Sungkar, 1995 dalam jurnal repository, 2011). Suatu survei yang dilakukan

pada tahun 1983 diketahui bahwa disepanjang sungai Ucayali, Peru,

ditemukan beberapa desa di mana semua anak-anak dari penduduk asli desa

Page 6: Epidemiologi Dan Morbiditas Scabies

tersebut mengidap skabies. Behl ada tahun 1985 menyatakan bahwa

prevalensi skabies pada anak-anak de desa-desa Indian adalah 100%. Di

Santiago, Chili, insiden tertinggi terdapat pada kelompok umur 10-19 tahun

(45%) sedangkan di Sao Paolo, Brazil insiden tertinggi terdapat pada anak

dibawah umur 9 tahun. Di India, Gulati melaporkan prevalensi tertinggi pada

anak usia 5-14 tahun. Hal tersebut berbeda dengan laporan Srivatava yang

menyatakan prevalensi skabies tertinggi terdapat pada anak dibawah 5 tahun.

Di negara maju prevalensi skabies sama pada semua golongan umur

(Maibach, 1997 dalam jurnal repository, 2011)

Pada tahun 1975 terjadi wabah skabies di perkampungan Indian di

Kepulauan San Blas, Panama. Penduduk didaerah tersebut hidup dalam

lingkungan yang padat dengan jumlah penghuni tiap rumah 13 orang atau

lebih. Pada survei pertama didapatkan prevalensi skabies sebesar 28% pada

suatu kelompok dan pada kelompok yang lain 42%. Dua tahun kemudian

dilakukan survei pada pulau Van lebih besar yang berpenduduk 2.000 orang.

Pada survei tersebut ditemukan bahwa 90% penduduk mengidap skabies. Pada

tahun 1986 survei di Indian lainnya berpenduduk 756 orang didapatkan bahwa

prevalensi skabies anak-anak yang berumur 10 tahun adalah 61% dan pada

bayi yang kurang dari 1 tahun adalah 84% (Orkin, 1997 dalam jurnal

repository, 2011) Skabies merupakan penyakit endemik pada banyak

masyarakat. Penyakit ini dapat mengenai semua ras dan golongan di seluruh

dunia. Penyakit skabies banyak dijumpai pada anak dan orang dewasa muda,

insidennya sama terjadi pada pria dan wanita. Insiden skabies di negara

berkembang menunjukkan siklus fluktuasi yang sampai saat ini belum dapat

dijelaskan. Interval antara akhir dari suatu endemik dan permulaan epidemik

berikutnya kurang lebih 10-15 tahun (Harahap, 2000 dalam jurnal repository,

2011) Menurut Departemen Kesehatan RI prevalensi skabies di Puskesmas

seluruh Indonesia pada tahun 1986 adalah 4,6%-12,9%, dan skabies

menduduki urutan ketiga dari 12 penyakit kulit tersering. Di Bagian Kulit dan

Kelamin FKUI/RSCM pada tahun 1988, dijumpai 734 kasus skabies yang

merupakan 5,77% dari seluruh kasus baru. Pada tahun 1989 dan 1990

prevalensi skabies adalah 6% dan 3,9%. Prevalensi skabies sangat tinggi pada

Page 7: Epidemiologi Dan Morbiditas Scabies

lingkungan dengan tingkat kepadatan penghuni yang tinggi dan kebersihan

yang kurang memadai (Depkes. RI, 2000 dalam jurnal repository, 2011)

Gejala Klinis Skabies

a. Pruritus nokturna, artinya gatal pada malam hari yang disebabkan karena

aktivitas tungau ini lebih tinggi pada suhu yang lebih lembab dan panas.

b. Penyakit ini menyerang manusia secara kelompok, misalnya dalam sebuah

keluarga biasanya seluruh anggota keluarga terkena infeksi. Begitu pula dalam

sebuah perkampungan yang padat penduduknya, serta kehidupan di pondok

pesantren, sebagian besar tetangga yang berdekatan akan diserang oleh tungau

tersebut. Dikenal keadaan hiposensitisasi, yang seluruh anggota keluarganya

terkena, tetapi tidak memberikan gejala. Penderita ini bersifat sebagai pembawa

(carrier).

c. Adanya terowongan (kunikulus) pada tempat-tempat predileksi yang bewarna

putih keabu-abuan, berbentuk garis lurus atau berkelok, rata-rata panjang satu cm,

pada ujung terowongan itu ditemukan papul atau vesikel. Jika timbul infeksi

sekunder ruam kulitnya menjadi polimorf (pustul, ekskoriasi, dan lain-lain).

Tempat predileksinya biasanya merupakan tempat dengan stratum korneum yang

tipis, yaitu sela-sela jari tangan, pergelangan tangan, siku bagian luar, lipat ketiak

bagian depan, aerola mame (wanita), umbilicus, bokong, genetalia eksterna (pria),

dan perut bagian bawah. Pada bayi dapat menyerang telapak tangan dan telapak

kaki.

d. Menemukan tungau, merupakan hal yang paling diagnostik dapat ditemukan

satu atau lebih stadium hidup tungau ini.

e. Gejala yang ditunjukkan adalah warna merah, iritasi dan rasa gatal pada kulit

yang umumnya muncul disela-sela jari, siku, selangkangan dan lipatan paha, dan

muncul gelembung berair pada kulit (Mawali, 2000 dalam jurnal repository,

2011).

Diagnosa Skabies

Kelainan kulit menyerupai dermatitis, dengan disertai papula, vesikula,

urtika, dan lain-lain. Garukan tangan dapat timbul erosi, ekskoriasi, krusta,

dan infeksi sekunder. Di daerah tropis, hampir setiap kasus scabies terinfeksi

Page 8: Epidemiologi Dan Morbiditas Scabies

sekunder oleh streptococcus aureus atau staphylococcus pyogenes (Mawali,

2000 dalam jurnal repository, 2011).

Diagnosis ditegakkan atas dasar : (1). Adanya terowongan yang sedikit

meninggi, berbentuk garis lurus atau kelok-kelok, panjangnya beberapa

millimeter sampai 1 cm, dan pada ujungnya tampak vesikula, papula, atau

pustula. (2). Tempat predileksi yang khas adalah sela jari, pergelangan tangan

bagian volar, siku bagian luar, lipat ketiak bagian depan, aerola mame

(wanita), umbilicus, bokong, genetalia eksterna (pria). Pada orang dewasa

jarang terdapat di muka dan kepala, kecuali pada penderita imunosupresif,

sedangkan pada bayi, lesi dapat terjadi diseluruh permukaan kulit. (3).

Penyembuhan cepat setelah pemberian obat antiskabies topikal yang efektif.

(4). Adanya gatal hebat pada malam hari. Bila lebih dari satu anggota keluarga

menderita gatal, harus dicurigai adanya scabies. Gatal pada malam hari

disebabkan oleh temperatur tubuh menjadi lebih tinggi sehingga aktivitas kutu

meningkat (Mawali, 2000 dalam jurnal repository, 2011). Diagnosa skabies

dilakukan dengan membuat kerokan kulit pada daerah yang berwarna

kemerahan dan terasa gatal. Kerokan yang dilakukan sebaiknya dilakukan

agak dalam hingga kulit mengeluarkan darah karena sarcoptes betina

bermukim agak dalam di kulit dengan membuat terowongan. Untuk

melarutkan kerak digunakan larutan KOH 10 persen selanjutnya hasil kerokan

tersebut diamati dengan mikroskop dengan perbesaran 10-40 kali. Cara lain

adalah dengan meneteskan minyak immesi pada lesi, dan epidermis diatasnya

dikerok secara perlahan-lahan (Mawali, 2000 dalam jurnal repository, 2011).

Page 9: Epidemiologi Dan Morbiditas Scabies

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Rancangan Penelitian

Jenis penelitian ini adalah observatif (pengamatan). Subjek penelitian

adalah kondisi lingkungan penderita dan tingkah laku penderita terhadap

terjadinya scabies.

B. Waktu dan Tempat Penelitian

Waktu pengambilan data dilakukan pada bulan Januari-Maret 2014.

Tempat pengamatan dilakukan di Kecamatan Kepanjenkidul Kota Blitar

C. Populasi dan Sampel

Populasi: seluruh penderita skabiasis yang terdaftar di puskesmas

Kecamatan Kepanjenkidul Kota Blitar

Sampel: penderita skabiasis usia 5-19 tahun yang terdaftar di puskesmas

Kecamatan Kepanjenkidul Kota Blitar.

D. Instrumen Penelitian

a. Alat

Alat yang digunakan adalah kamera digital, tape recorder, alat tulis, buku

tulis.

b. Bahan

Tidak ada bahan yang digunakan.

c. Prosedur Kerja

Langkah kerja yang dilakukan ialah:

1. Mengambil data di puskesmas

2. Mengamati penderita skabiasis pada data tersebut dan mengamati gejaka

klinis yang terlihat dari

Page 10: Epidemiologi Dan Morbiditas Scabies

3. Memberikan angket dengan pertanyaan yang mendukung penelitian ini

4. Melakukan analisa melalui analisis deskriptif.

E. Teknik Pengumpulan Data dan Analisis Data

Data yang diambil adalah morbiditas atau terjadinya penyakit skabiasis

melalui gejala klinis yang terlihat dari penderita skabiasis usia 5-19 tahun.

DAFTAR RUJUKAN

Anoname. 2011. Bab II Tinjauan Pustaka. (Online)

(http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/20352/4/Chapter

%20II.pdf) diakses tanggal 27 April 2013.

Iskandar, Tolibin. 2000. Masalah Skabies Pada Hewan dan Manusia Serta

Penanggulangannya. Wartazoa, Vol.10 No. 1 Th. 2000 hal. 29, (Online)

(http://peternakan.litbang.deptan.go.id/fullteks/wartazoa/wazo101-5.pdf)

diakses tanggal 27 April 2013.

Wardhana, April.H, Joses Manurung, dan Tolibin Iskandar. 2006. Skabies:

Tantangan Penyakit Zoonosis Masa Kini.Dan Masa Datang. Wartazoa,

Vol.16 No. 1 Th. 2006 hal. 40, (Online)

(http://bbalitvet.litbang.deptan.go.id/ind/attachments/247_16.pdf) diakses

tanggal 27 April 2013.