Endoskopi Versus Drainase Duktus Pankreatikus Pada Pankreatitis Kronis

21
Perbandingan Drainase Endoskopi dan Drainase Operatif Pada Kasus Pankreatitis Kronis dengan Obstruksi Duktus Pankreatikus Abstrak Latar Belakang Pada pasien-pasien pankreatitis kronis dengan dilatasi duktus pankreatikus dianjurkan untuk dilakukan tindakan dekompresi duktus. Kami mengadakan uji acak untuk membandingkan intervensi drainase duktus pankreatikus secara endoskopi maupun operatif pada pasien-pasien tersebut. Metode Semua pasien pankreatitis kronis yang simtomatik dengan obstruksi duktus pankreatikus sebelah distal tanpa massa yang meradang dipilih dalam penelitian ini. Kami memilih secara acak pasien-pasien yang akan menjalani drainase duktus pankreatikus endoskopik transampula maupun pancreaticojejunostomy. Hasil Dari 39 pasien yang menjalani randomisasi : 19 orang menjalani prosedur endoskopi (16 diantaranya menjalani litotripsi) dan 20 menjalani

description

pemeriksaan penunjang pada pankreatitis

Transcript of Endoskopi Versus Drainase Duktus Pankreatikus Pada Pankreatitis Kronis

Page 1: Endoskopi Versus Drainase Duktus Pankreatikus Pada Pankreatitis Kronis

Perbandingan Drainase Endoskopi dan Drainase Operatif Pada Kasus

Pankreatitis Kronis dengan Obstruksi Duktus Pankreatikus

Abstrak

Latar Belakang

Pada pasien-pasien pankreatitis kronis dengan dilatasi duktus pankreatikus

dianjurkan untuk dilakukan tindakan dekompresi duktus. Kami mengadakan uji

acak untuk membandingkan intervensi drainase duktus pankreatikus secara

endoskopi maupun operatif pada pasien-pasien tersebut.

Metode

Semua pasien pankreatitis kronis yang simtomatik dengan obstruksi duktus

pankreatikus sebelah distal tanpa massa yang meradang dipilih dalam penelitian

ini. Kami memilih secara acak pasien-pasien yang akan menjalani drainase duktus

pankreatikus endoskopik transampula maupun pancreaticojejunostomy.

Hasil

Dari 39 pasien yang menjalani randomisasi : 19 orang menjalani prosedur

endoskopi (16 diantaranya menjalani litotripsi) dan 20 menjalani

panceraticojenunostomy. Dari hasil follow up selama 24 bulan, pasien-pasien

yang menjalani operasi memiliki score Izbicki lebih rendah (25 Vs 51; P<0,001)

dan catatan kesehatan fisik yang lebih baik berdasarkan Kuisioner Medical

Outcomes Study 36-Item Short-Form General Health Survey (P=0,003)

dibandingkan pasien-pasien yang menjalani endoskopi. Di akhir follow up,

penyembuhan nyeri secara total atau parsial diperoleh pada 32% pasien yang

menjalani drainase endoskopik dan 75% yang menjalani drainase secara operatif

(P=0,007). Angka komplikasi, lama perawatan di rumah sakit, dan perubahan

fungsi pankreas sama pada kedua kelompok, namun pasien-pasien yang menerima

Page 2: Endoskopi Versus Drainase Duktus Pankreatikus Pada Pankreatitis Kronis

intervensi endoskopik memerlukan prosedur yang lebih banyak dibandingkan

pasien-pasien yang menerima intervensi operatif (P<0,001).

Kesimpulan

Drainase duktus pankreatikus secara operatif lebih efektif dibandingkan

drainase duktus pankreatikus secara endoskopik pada pasien-pasien dengan

obstruksi duktus pankeratikus yang disebabkan oleh pankreatitis kronis.

Page 3: Endoskopi Versus Drainase Duktus Pankreatikus Pada Pankreatitis Kronis

LATAR BELAKANG

Pada pasien-pasien pankreatitis kronis, nyeri merupakan gejala predominan.

Obstruksi duktus pankreatikus diduga sebagai penyebab yang penting, oleh karena

itu dekompresi duktus dianjurkan untuk pasien-pasien dengan manifestasi nyeri

yang nyata dan pelebaran duktus.

Drainase secara endoskopi dan operatif merupakan pilihan terapi. Drainase

operatif dilakukan melalui pancreaticojejunostomy longitudinal dengan angka

komplikasi sebesar 6-30%, angka mortalitas sebesar 0-2% dan angka keberhasilan

dalam penyembuhan nyeri jangka panjang sebesar 65-85%. Sementara itu,

drainase endoskopi dilakukan dengan cara sphincteroctomy, dilatasi striktur dan

pembuangan batu. Tindakan ini memiliki angka keberhasilan sebesar 30-100%.

Oleh karena itu, kami mengadakan uji coba acak dengan membandingkan

drainase endoskopi dan drainase operatif untuk mengetahui respon kedua

prosedur tersebut terhadap lama penyembuhan nyeri, kesehatan fisik dan mental,

angka morbiditas, angka mortalitas, lama perawatan di rumah sakit, prosedur-

prosedur yang sudah dijalani dan perubahan fungsi pankreas.

METODE

Pasien

Setelah memperoleh persetujuan penelitian dari komite etik kedokteran

Academic Medical Center (Amsterdam), kami merekruit pasien rawat jalan dari

klinik rumah sakit Hepato-Pancreatico-Billiary yang berfungsi sebagai pusat

rujukan tersier. Semua pasien yang simtomatik secara rutin dievaluasi

menggunakan magnetic resonance cholangiopancreatography dengan 1,5 tesla

magnet (Siemens Vision) dan computed tomography berbasis kontras (scanner

Phillip MX8000). Persetujuan diperoleh dari semua pasien semua pasien sebelum

pendaftaran (Tabel 1).

Page 4: Endoskopi Versus Drainase Duktus Pankreatikus Pada Pankreatitis Kronis

Drainase Endoskopi

Intervensi endoskopi dilakukan oleh ahli endoskopis yang berpengalaman

yang telah melakukan lebih dari 1000 prosedur cholangiopancreatographic

retrograde. Prosedur ini dilakukan pada pasien yang telah dianestesi dengan obat

sedatif atau bisa juga sebelum dilakukan prosedur endoskopik pasien dianestesi

terlebih dahulu dengan general anestesi menggunakan propofol, kemudian

diberikan litotripsi gelombang kejut. Keberadaan stenosis dapat diketahui jika

pancreatogram memperlihatkan penyempitan duktus pankreatikus utama, dilatasi

duktus >5 mm dari proximal penyempitan dan aliran bahan kontras di bagian

distal yang tidak lengkap. Setelah sphincterectomy, kemudian dilakukan dilatasi

striktur menggunakan kateter balon atau kateter Soehendra menurut hasil analisa

endokopis. Stent biliary Amsterdam 10-French tanpa lubang samping kemudian di

masukkan ke dalam. Jika tidak memungkinkan, dapat digunakan stent ukuran 7-

French atau 8,5-French dan diganti dengan stent ukuran 10-French dalam waktu 6

minggu.

Batu Intraductal

Jika satu atau lebih batu intraductal dengan diameter > 7mm teridentfikasit

pada pencitraan, pasien dirujuk ke Erasme Hospital, Brussel untuk dilakukan

litotripsi. Tindakan ini dilakukan dengan menggunakan litotripter (Lithostar,

Siemen) gelombang kejut sebesar 0,28-0,54/mm2 yang difokuskan ke batu dengan

sistem sinar-X ganda. Setelah dilakukan litotripsi, fragmen-fragmen batu

selanjutnya dikeluarkan dengan ballon atau Dormia basket menggunakan teknik

rotasi-perfusi. Apabila pengeluaran batu tidak lengkap, gunakan kateter

nasopancreatic 6-French dan lakukan irigasi dengan saline (1 liter per 24 jam)

hingga putaran tatalaksana berikutnya. Jika obstruksi duktus utama belum dapat

ditangani secara lengkap, gunakan satu atau dua endoprosthese selama akhir

prosedur endoskopi.

Manajemen Endoskopi selama Follow-up

Semua prosedur dilakukan di Amsterdam. Setelah dilakukan pemasangan

endoprothese, dijadwalkan pancreatogram endoskopi elektif setiap 3 bulan.

Page 5: Endoskopi Versus Drainase Duktus Pankreatikus Pada Pankreatitis Kronis

Apabila aliran bahan kontras berjalan sempurna ketika stent dilepas dan ballon

ekstraksi dapat menyusuri sepanjang duktus pankeratikus, tindakan endoskopi

dapat diakhiri. Namun apabila terdapat striktur yang menetap, maka dilakukan

dilatasi berulang dan insersi stent multiple secara serial.

Drainase Operatif

Tindakan operatif dilakukan oleh ahli bedah hepatobiliar yang

berpengalaman dalam waktu 4 minggu setelah randomisasi. Dilakukan

pancreatojejunostomy menggunakan teknik Partington dan Rochelle, dimana

duktus pancratikus diinsisi sepanjang 2 cm dari ampula. Apabila pengambilan

bagian caput memerlukan pembukaan lebih lanjut dari saluran ke arah ampula,

dilakukan reseksi terbatas pada jaringan pankreas. Anastomosis kemudian

dievaluasi menggunakan magnetic resonance cholangiopancreatografi tiga bulan

setelahnya dan dapat diulang jika terjadi rekurensi.

Pengumpulan Data Baseline dan Data Follow-up

Informasi didapatkan dari koordinator penelitian selama kunjungan awal

dan ditetapkan waktu untuk pengambilan data tersebut, yaitu 6 minggu, 3 bulan, 6

bulan, 12 bulan, 18 bulan, dan 24 bulan setelah operasi atau prosedur endoskopi

pertama. Selanjutnya dilakukan evaluasi standarisasi terhadap gejala, temuan

laboratorium, hasil kuisioner menggunakan SF-36 serta scoring Izbicki. Yang

terakhir adalah validasi scoring Izbicki yang secara khusus dirancang untuk

pankreatitis kronis, dimana sistem scoring ini menilai empat aspek, yaitu

frekuensi nyeri, intensitas nyeri, penggunaan analgetik, dan penyakit penyerta

yang berhubungan dengan ketidakmampuan dalam melakukan aktivitas. Masing-

masing aspek diberi skala 0-100 dengan score tertinggi dianggap mengalami nyeri

derajat berat. Semua data termasuk prosedur yang telah dilakukan dikumpulkan di

rumah sakit. Prosedur ini dapatdiklasifikasikan sebagai diagnostik atau terapeutik.

Intervensi terapeutik mencakup semua prosedur bedah dan endoskopi (termasuk

intervensi awal), penempatan tabung makan jejunum, dan endoskopi

ultrasonografi. Lithotripsy dengan diikuti drainase endoskopi dianggap sebagai

intervensi tunggal. Fungsi endokrin pankreas dievaluasi dengan mengukur kadar

Page 6: Endoskopi Versus Drainase Duktus Pankreatikus Pada Pankreatitis Kronis

glukosa serum, kadar hemoglobin terglikasi, dan dengan mengumpulkan data

tentang penggunaan obat. Sedangkan fungsi pankreas eksokrin dinilai dengan

mengukur kadar elastase feses.

Tatalaksana Selama Follow-up

Kepada pasien-pasien dengan gejala nyeri yang menetap atau berulang,

dilakukan pencitraan ulangan dan dievaluasi secara multidisiplin oleh tim

gastroeneterologi, bedah dan radiologi. Apabila obstruksi duktus pankreatikus

berulang terlihat pada pasien yang telah menyelesaikan pengobatan endoskopi,

pemasangan stent perlu dilanjutkan.

Ukuran Hasil Akhir (Outcome)

Ukuran outcome primer dalam penelitian ini dinyatakan sebagai nyeri yang

ditimbulkan oleh suatu tindakan (drainase endoskopi/drainase operatif) selama 2

tahun mengikuti follow up. Untuk penilaiannya digunakan sistem skoring nyeri

Izbicki, diberi rentang 0-100. Skore nyeri Izbicki yang tinggi mengindikasi nyeri

derajat berat. Sedangkan ukuran outcome sekunder dalam penelitian ini meliputi

berkurangnya nyeri di akhir follow up (dinyatakan sebagai complete relief, parsial

relief atau no relief)), kualitas hidup pasien (kondisi fisik dan mental pasien),

angka morbiditas, angka mortalitas, lama perawatan di rumah sakit, jumlah

prosedur yang dilakukan, dan perubahan-perubahan yang terjadi pada fungsi

pankreas endokrin maupun eksokrin.

Reduksi nyeri yang muncul pada akhir masa follow up diklasifikasikan

menjadi : complete (jika score Izbicki ≤ 10) atau parsial (jika score Izbicki > 10).

Pengobatan dianggap gagal jika pasien yang sebelumnya diberikan intervensi

drainase endsokopik kemudian meninggal setelah dilakukan drainase operatif.

Aspek lain seperti kesehatan fisik dan mental dinilai berdasarkan score yang

didapatkan pada kuisioner SF-36.

Fungsi pankreas dinyatakan sebagai kadar rata-rata elastase fekal, glukosa

darah puasa dan hemoglobin terglikosilasi di awal dan akhir follow up. Pasien

dianggap mengalami insufisiensi endokrin jika mereka memerlukan terapi (baik

Page 7: Endoskopi Versus Drainase Duktus Pankreatikus Pada Pankreatitis Kronis

obat oral maupun insulin) untuk mengontrol kadar glukosa darah, dan sebaliknya,

dikatakan insufisiensi eksokrin jika terjadi penurunan kadar elastase dibawah 200

µg per gram feses. Dalam keadaan insufisiensi endokrin, terapi baru akan dimulai

ketika glukosa darah puasa > 6,7 mmol/l (121 mg/dl) dan kadar hemoglobin

terglikasi > 6%. Penggunaan enzim pankreas pada insufisiensi eksokrin tidak

dianggap menunjukkan insufisiensi pankreas, karena enzim ini merupakan bagian

dari manajemen nyeri. Perubahan fungsi pankreas (baik endokrin dan eksokrin)

dievaluasi dengan membagi pasien menjadi empat kelompok, yaitu kelompok 1

(terjadi insufisiensi pankreas sebelum perlakuan dan selama masa follow up),

kelompok 2 (tidak terjadi insufisiensi sebelum perlakuan, namun mengalami

insufisiensi selama masa follow up), kelompok 3 (terjadi insufisiensi sebelum

perlakuan, namun tidak mengalami insufisiensi selama masa follow up), dan

kelompok 4 (tidak terjadi insufisiensi sebelum perlakuan dan selama masa follow

up).

Analisis Statistik

Randomisasi dilakukan dengan cara mengelompokkan empat atau lima

pasien secara otomatis tanpa stratifikasi. Perhitungan ukuran sampel didasarkan

pada perbedaan antara nilai rata-rata nyeri Izbicki dari dua kelompok perlakuan

selama masa follow up. Kami menetapkan bahwa studi dengan 23 pasien per

kelompok akan memiliki kekuatan 90% untuk mendeteksi perbedaan 1 SD dengan

penggunaan kelompok dua-t-test pada tingkat signifikansi dua sisi sebesar 0,05.

Oleh karena itu ukuran sampel di atur sedemikian rupa sehingga tiap-tiap

kelompok terdiri dari 25 orang agar dapat dimungkinkan sistem drop-out.

Penyajian data dalam penelitian ini, menggunakan mean ± SD (jika data

berdistribusi normal) dan median dengan rentang (jika data berdistribusi tidak

normal). Nilai rata-rata score Izbicki dan SF-36 tiap-tiap orang dari masing-

masing kelompok diperoleh selama masa follow up. Data follow up yang miss

tidak diikutsertakan pada saat randomisasi. Sehingga dilakukan analisis kovarians

untuk menyesuaikan score baseline. Signifikansi statistik dinilai menggunakan Uji

T-Student jika data kontinyue terdistribusi normal; Uji Chi-Square jika datanya

Page 8: Endoskopi Versus Drainase Duktus Pankreatikus Pada Pankreatitis Kronis

merupakan data kategori (misal pain relief/nyeri), dan dapat disertakan koreksi

dengan Uji Yate jika ada hubungan sebab-akibat (misal merokok) ataupun Uji

exact Fisher jika datanya merupakan data kategori. Untuk data kontinyue yang

tidak terdistribusi normal (misal, lama perawatan di rumah sakit) dapat digunakan

uji Wilcoxon.

Team panitia yang terdiri dari ahli gastroenterologi, ahli bedah dan radiologi

tidak diikutsertakan dalam penelitian ini. Perkembangan hasil penelitian hanya

dapat boleh diketahui oleh investigator utama dan akan dilaporkan ke anggota

panitia setiap 6 bulan. Tidak ada aturan resmi untuk mengakhiri penelitian di

muka publik.

HASIL

Pendaftaran dan Akhir Penelitian

Total pasien yang tersaring pada periode Januari 2000-Oktober 2004

berjumlah 118 pasien, namun hanya 39 pasien yang diikutsertakan dalam

randomisasi (Gambar 1). Setelah analisis sementara terjadwal, penelitian ini

dihentikan lebih awal oleh komite keselamatan atas dasar perbedaan yang

signifikan (P <0,001) pada kelompok perlakuan bedah. Pada saat terminasi, tujuh

pasien tidak menyelesaikan penelitian secara tuntas. Masa follow up rata-rata

adalah 24 bulan (kisaran, 6 sampai 24) untuk kedua kelompok. Satu pasien

dikeluarkan dari follow up selama 6 bulan setelah dilakukan operasi. Data dari

pasien ini tetap dimasukkan dalam analisis, tetapi pengobatan untuk rasa sakitnya

dianggap gagal pada akhir masa follow up.

Karakteristik Pasien Sebelum Perlakuan

Karakteristik klinis dan demografi kedua kelompok perlakuan adalah sama,

selain 5 orang pasien dengan penyalahgunaan alkohol yang mendapat perlakuan

operatif. Kepada kedua kelompok ini, dikerjakan pencitraan pankreas sebelum

dilakukan tindakan darinase.

Page 9: Endoskopi Versus Drainase Duktus Pankreatikus Pada Pankreatitis Kronis

Tatalaksana Endoskopi

Sejumlah 19 pasien diberikan intervensi endoskopik (Tabel 3) dan rata-rata

dari pasien ini menjalani 5 prosedur endoskopik (kisaran 1-11). Setelah dilakukan

prosedur endoskopik terlihat bahwa obstruksi duktus pankreatikus yang

diakibatkan dari kombinasi striktur dan batu terdapat pada 15 pasien (79%),

obstruksi akibat batu terdapat pada 3 pasien (16%) dan obstruksi akibat striktur

terdapat pada 1 pasien (5%).

Dari 18 pasien dengan obstruksi akibat batu, ekstraksi batu secara lengkap

menggunakan litotripsi terjadi pada 16 pasien (89%). 11 dari 16 pasien diketahui

memiliki batu multiple; diameter rata-rata dari batu yang terbesar adalah 11 mm

(kisaran 6-20). 10 pasien hanya memerlukan satu kali litotripsi, sedangkan 6

pasien lainnya bisa memerlukan litotripsi berkali-kali.

1 dari 19 pasien meninggal akibat perforasi ulkus duodenum empat hari

setelah litotripsi gelombang-kejut terakhir, dengan angka mortalitas sebesar 5 %

pada kelompok yang diberi intervensi endoskopik. Sedangkan pasien-pasien

dengan dugaan mengalami perkembangan menjadi ulkus perforasi, diterapi

dengan obat-obatan antiinflamasi nonsteroid. Jika melihat jarak antara pemberian

perlakuan dan kematian, peran litotripsi sebagai faktor kausatif juga tidak dapat

disingkirkan.

Pada 16 pasien (84%) yang diberikan intervensi endoskopi, semuanya

diketahui memiliki striktur di duktus pankreatikus bagian distal dan 2 pasien

dengan striktur di duktus Santorini. Pemasangan stent sendiri dilakukan selama

kurang lebih 27 minggu. Dilatasi dengan ballon dilakukan pada 15 pasien; 9

pasien diantaranya memerlukan insersi stent serial lebih dari satu kali dan pada 7

pasien didapatkan mengalami stenosis rekuren ketika stent dipasang selama masa

follow up.

Angka keberhasilan tatalaksana dengan endoskopi secara keseluruhan

mencapai 53 %. Sebanyak 4 pasien yang ditindaklanjuti dengan prosedur

endoskopi dilakukan prosedur pembedahan, walaupun sebenarnya endoskopi

Page 10: Endoskopi Versus Drainase Duktus Pankreatikus Pada Pankreatitis Kronis

merupakan tatalaksana yang sering dilakukan pada kasus-kasus stenosis persisten.

Dan dari 4 pasien ini, hanya 1 orang yang mengalami pain relief setelah prosedur

pembedahan. Sedangkan 3 orang lainnya memerlukan pemasangan stent setelah

inisiasi endoskopi.

Setelah tindakan endoskopi, 11 dari 19 pasien (58%) mengalami komplikasi

minor, dimana 1 orang yang diberikan litotripsi gelombang-kejut mengalami

perlukaan kulit yang menetap selama 4 bulan, 5 orang mengalami komplikasi

yang berhubungan dengan pemasangan stent. Insidensi pankreatitis terjadi pada 4

pasien dan salah satunya mengalami kolesistitis. Untuk semua pasien ini,

diberikan terapi secara konservatif.

Tatalaksana Operatif

Dari 20 pasien yang dipilih mendapatkan tindakan operatif, 18 orang

diantaranya dilakukan pancreatojejunostomy, 1 orang dilakukan prosedur

Whipple karena mengalami peradangan peripankreas, dan sisanya dilakukan

ekstraksi batu dengan prosedur Frey. Semua anastomosis dipatenkan selama masa

follow up (tingkat keberhasilan teknis, 100%), seperti yang ditunjukkan oleh

Kolangiopankreatografi resonansi magnetik dilakukan 3 bulan setelah operasi dan

selama episode nyeri.

Sebanyak 7 pasien (35%) yang diobservasi diketahui mengalami

komplikasi. 1 pasien memerlukan laparotomy ulangan akibat kebocoran

anastomosis, 2 pasien diduga mengalami perdarahan dari daerah operasi, namun

tidak ada keterangan yang dilaporkan. Pada kedua pasien ini kemudian diberikan

transfusi darah. Selain dari pada itu, didapatkan juga 1 pasien yang mengalami

pneumonia dan 3 lainnya mengalami infeksi luka.

Hasil Penelitian

Outcome penelitian baik primer maupun sekunder tercantum dalam Tabel 3. Dari

penelitian ini, rata-rata skor nyeri Izbicki pada kelompok perlakuan endoskopi

adalah 51±23, sedangkan kelompok perlakuan operasi 25±15. Setelah dilakukan

penyesuaian nilai baseline, didapatkan perbedaan rata-rata sebesar 24 (95%

Page 11: Endoskopi Versus Drainase Duktus Pankreatikus Pada Pankreatitis Kronis

confidence interval [CI], P <0,001). Setelah prosedur drainase operatif, nyeri yang

timbul bersifat immediate (segera) dan konsisten selama masa follow up (Gambar

2). Nyeri lengkap atau parsial pada akhir masa follow up terjadi pada 32% pasien

dari kelompok endoskopi dan 75% pasien dari kelompok pembedahan (P =

0,007). Skor follow up komponen kesehatan fisik dari kuesioner SF-36 terhadap

pasien yang diintervensi endoskopi setelah dilakukan penyesuaian score baseline

lebih rendah dibandingkan pasien yang diintervensi dengan pembedahan, dengan

perbedaan rata-rata sebesar -8 (95% CI, P = 0,003). Analisis terhadap variabel

lama perawatan rumah sakit pada kedua kelompok menunjukkan hasil yang tidak

berbeda bermakna, tetapi pasien yang diintervensi dengan endoskopi secara

bermakna (signifikan) memerlukan prosedur yang lebih banyak dibandingkan

pasien yang mendapat intervensi bedah (P <0,001). Pasien-pasien di kelompok

perlakuan endoskopi lebih banyak yang mengalami sufisiensi fungsi eksokrin di

ahir masa follow up, namun analisis menunjukkan perbedaan yang tidak

bermakna (P=0,05).

DISKUSI

Penelitian ini menunjukkan bahwa drainase operatif lebih efektif dalam

pengobatan pankreatitis kronis dengan obstruksi duktus pankreatikus

dibandingkan drainase endoskopi. Kelebihan dari tindakan operasi ini adalah

nyeri yang berkelanjutan dapat diatasi dengan cepat dan efektif. Selain itu, pasien-

pasien yang mendapatkan intervensi bedah juga memiliki kondisi kesehatan fisik

yang lebih baik, dan prosedur yang dijalani lebih sedikit dibandingkan endoskopi.

Perbedaan rata-rata skor nyeri Izbicki antarkedua kelompok perlakuan setelah

dilakukan penyesuaian terhadap perbedaan baseline adalah hampir 24 poin.

Relevansi klinis dari temuan ini merupakan hal yang penting, karena

mencerminkan perbedaan antara yang tidak merasakan nyeri dengan yang

merasakan sakit setiap harinya;

atau dengan kata lain antara yang tidak mengambil cuti kerja karena sakit dengan

yang secara permanen tidak mampu bekerja.

Page 12: Endoskopi Versus Drainase Duktus Pankreatikus Pada Pankreatitis Kronis

Hasil pengamatan menunjukkan bahwa drainase operatif lebih efektif dalam

mendekompresi duktus pankreatikus. Satu hipotesis yang dapat menjelaskan

temuan ini yaitu Pertama, selama prosedur endoskopi, aliran keluar dari sisi lain

mungkin terhambat oleh stent. Setelah prosedur endoskopi, rekurensi dari striktur

dan pembentukan batu intraductal baru lebih sering terjadi, sebagaimana yang

kami dapati dalam penelitian kohort terhadap pasien ini. Pemasangan stent pada

prosedur endoskopi mungkin memfasilitasi kondisi ini, karena tindakan ini telah

terbukti memperburuk abnormalitas duktus pankreatikus. Kelebihan dari prosedur

operasi adalah bahwa anastomosis longitudinal menjamin terjadinya drainase

disepanjang duktus pankreatikus. Selain itu, pembukaan kapsul pankreas selama

drainase operatif bisa menurunkan tekanan interstisial.

Selama bertahun-tahun, sejumlah studi retrospektif telah mengevaluasi

pengobatan endoskopi terhadap kasus pankreatitis dan semuanya melaporkan

sebagian besar pasien mengalami reduksi nyeri. Namun, penelitian ini memiliki

kelemahan yang sama dalam desain: mereka tidak melakukan komparasi

(perbandingan), protokol pengobatan tidak didefinisikan dengan baik, dan yang

paling penting mereka gagal menggunakan ukuran yang valid untuk menilai nyeri.

Eleftheriadis baru-baru ini melaporkan hasil analisis retrospektif terhadap

pasien dengan pankreatitis kronis yang menjalani pengobatan endoskopi di pusat

di mana populasi penelitian kami mendapatkan lithotripsi gelombang kejut.

Perbedaan utama antara protokol penelitian ini dengan Eleftheriadis adalah bahwa

penggantian stent di masa mendatang dilakukan dengan prinsip "on demand".

Jadi, stent akan dipasang ketika pasien memiliki indikasi untuk itu. Alhasil durasi

rata-rata pemasangan stenting dalam penelitian tersebut (23 bulan) lebih lama

dibandingkan penelitian kami (27 minggu). Hal ini menyiratkan bahwa efek dari

tindakan endoskopik mungkin terjadi hanya dalam hitungan bulan atau tahun,

tetapi ini masih harus dibuktikan.

Dalam penelitian ini, nyeri dinilai melalui sistem penilaian tervalidasi yang

dirancang khusus untuk pankreatitis kronis. Berkebalikan dengan penelitian

sebelumnya, keberhasilan klinis sehubungan dengan nyeri didefinisikan secara

ketat. Namun demikian, subjektivitas terhadap penilaian nyeri dan rancangan

Page 13: Endoskopi Versus Drainase Duktus Pankreatikus Pada Pankreatitis Kronis

penelitian unblinded mungkin memberikan hasil yang bias. Untuk meminimalkan

bias, pasien diminta menyelesaikan kuisioner secara pribadi, dan hanya

koordinator penelitian yang memiliki akses ke laporan klinis.

Fitur lain dari penelitian ini adalah pasien-pasien ditangani di pusat-pusat

kesehatan oleh para ahli yang mahir dalam menjalankan prosedur endoskopi dan

lithotripsi gelombang kejut. Untuk menjalankan tindakan ini diperlukan prosedur-

prosedur yang jika ditangani oleh tangan yang tidak berpengalaman dapat

memberikan hasil yang buruk. Sebaliknya, pancreaticojejunostomy dianggap

sebagai prosedur yang relatif mudah dilakukan. Di masa mendatang, operasi ini

mungkin dilakukan secara laparoskopi, sehingga menjadikannya kurang invasif.

Hasil penelitian ini tidak dapat diekstrapolasikan (diramalkan) untuk semua

pasien dengan obstruksi duktus pankreatikus akibat pankreatitis kronis. Secara

eksplisit kami mengeksklusi pasien dengan massa inflamasi, karena pengobatan

untuk kondisi ini membutuhkan kombinasi drainase duktus dan reseksi terbatas

bagian caput pankreas melalui prosedur Beger atau Frey. Lebih lanjut lagi,

penelitian kohort kami memiliki fitur patologis yang kompleks, dimana sebagian

besar subjek yang diambil dalam penelitian ini memiliki striktur dan batu secara

bersamaan. Dengan berdasarkan hasil penelitian ini, kami menganggap drainase

operatif merupakan pilihan pengobatan untuk kasus-kasus seperti ini. Sehubungan

dengan kasus-kasus penyakit yang kurang ekstensif, pengobatan dengan prosedur

endoskopi mungkin masih menjadi alternatif yang berharga, dan studi mendatang

diharapkan dapat menjawab pertanyaan ini.