Encephalitis
-
Upload
febrian-wahyu-ramadhani -
Category
Documents
-
view
16 -
download
3
description
Transcript of Encephalitis
BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Infeksi-infeksi pada sistem saraf pusat menimbulkan masalah medis
yang serius dan membutuhkan pengenalan dan penanganan segera untuk
memperkecil gejala sisa neurologi yang serius dan memastikan kelangsungan
hidup pasien. Infeksi virus pada pada sistem saraf pusat relatif jarang tapi
dpat mengakibatkan persoalan yang serius (Anderson, Price.2007). Tanda
dan gejala infeksi sistem saraf pusat berbeda-beda tergantung pada
kerentanan berbagai sel-sel sistem saraf terhadap virus.
Encephalitis merupakan suatu peradangan pada parenkim otak
(Marsono.2003). Dari perspektif epidemiologi dan patofisiologi, ensefalitis
berbeda dari meningitis, meskipun pada evaluasi klinis, keduanya
mempunyai tanda dan gejala inflamasi meningeal, seperti photophobia, sakit
kepala, atau leher kaku.
Pengobatan Encephalitis harus dimulai sedini mungkin untuk
menghindari dampak serius dan efek seumur hidup. Terapi tergantung pada
penyebab peradangan, mungkin termasuk antibiotik,obat anti-virus, dan obat-
obatan anti-inflamasi. Frekuensi enchephalitis virus sulit diperkirakan.
Dalam buku Ringkasan Patologi Anatomi,(Chandra,Parakrama.2005)
menyatakan bahwa di Amerika serikat, setiap tahunnya dilaporkan sekitar
1500 kasus. Sebagian besar merupakan diagnosis dugaan. Penyebab virus
diidentifikasi hanya sekitar 30% kasus. Diseluruh dunia, banyak kasus
disfugsi serebra akut yang tidak diusahakan identifikasi virus penyebabnya.
Enchephalitis epidemik paling sering disebabkan oleh virus yang
ditularkan melalui antropoda ( arbovirus ), terutama togavirus dan
bunyavirus. Arbovirus yang memiliki pejamu binatang, ditularkan ke manusia
melalui antropoda, dan memiliki distribusi geografis yang jelas. Kasus
enchephalitis sporadik dapat disebabkan oleh sejumlah besar virus lain,
paling sering herpes simpleks.
1
HSV adalah penyebab paling umum dari akut focal sporadis ensefalitis di
dunia barat, dengan Diperkirakan kejadian 2-4/million/tahun. HSE biasanya
sebagai infeksi necrosis akut fokus otak dengan tingkat spontan kematian>
70%. Sejak pertama deskripsi dari penyakit yang merusak, prognosis HSE
memiliki telah diubah oleh dua kemajuan besar. ( Flore,Rozenbrg.2011)
B. Tujuan
1. Mahasiswa mengetahui tentang konsep penyakit Enchephalitis.
2. Mahasiswa mampu membuat Asuhan Keperawatan Enchephalitis
2
BAB II
PEMBAHASAN
A. Definisi
Enchepalitis berasal dari bahasa Yunani dengan akar kata itis yang
berarti "peradangan" dan kephalae yang berarti "kepala" serta en yang berarti
pada. Enchepalitis merupakan suatu istilah umum yang digunakan untuk
menyebut setiap macam peradangan otak. ( Semiun yustinus.2006.hlm 175 )
Enchephalitis adalah infeksi yang mengenai sistem saraf pusat (SSP)
yang disebabkan oleh virus atau mikroorganisme lain yang nonpurulen.
Enchephalitis merupakan inflamasi parah di otak, biasanya disebabkan
oleh virus yang dibawa nyamuk atau di beberapa daerah dibawa oleh kutu
tick.
Klasifikasi Enchephalitis :
1. Enchephalitis Sapurativa
Penyebab radang bernanah jaringan otak antaranya Staphylococcus
aureus, escherichia coli. Peradangan dapat menjalar kedalam otak dari
otitis media, mastoiditis, sinusitis, atau dari piemia , yang berasal dari
radang, abses didalam paru, bronkiektasi, empiema, osteomielitis
tengkorak, pada fraktura terbuka, trauma yang menembus ke dalam otak,
trombofleditis. Didalam otak mula-mula terjadi radang lokal disertai
sebukan leukosit polimorfonuklear. Disekelilinng daerah yang meradang
berprofolerasi jaringan ikat dan astrosit, yang membentuk kapsula. Jaringan
yang rusak mencair dan terbentuklah abses.
2. Enchephalitis pada penjamu dengan gangguan kekebalan
a. Enchephalitis Herpes Simpleks
Enchephalitis Herpes Simpleks sering terjadi pada 3 kelompok pasien :
Neonatus terinfeksi selama kelahiran pada wanita yang menderita
herpes genital aktif. Adanya herpes genital pada ibu merupakan indikasi
absolut untuk operasi seksio sesarea. Sebagian besar kasus disebabkan
oleh herpes simpleks tipe 2.
3
Orang dewasa terinfeksi melalui aliran darah dari fokus minor tempat
replikasi virus, biasanya dimulut. Sering karena herpes simplek tipe 1.
Pejamu dengan respon imun menurun, terutama pasien yang
menjalani kemoterapi untuk pengobatan kanker, menjadi lebih rentan
untuk tidak hanya menjadi terinfeksi virus herpes simplek, tetapi juga
lebih mudah mengalami viremia dan Enchephalitis.
b. Enchephalitis HIV
HIV adalah virus neurotropik penyebab Enchephaliti subakut yang
ditandai secara patologis oleh nodul-nodul kecil yang terdiri dari
proliferasi astroglia dan demielinasi serta infiltrasi limfosit dan sel-sel
mikroglia. Nodul-nodul mikrobia ini terdapat pada kira-kira 30% pasien
AIDS. Hubungan dengan terjadinya demensia pada AIDS tidak jelas.
c. Enchephalitis Sitomegalovirus
Infeksi Sitomegalovirus pada otak terjadi pada janin selama trimester
akhir kehamilan akibat adanya infeksi transplasental. Nekrosis dan
kalsifikasi periventrikular menyebabkan mikroensefali dan retardasi
mental; korioretinitis sering terjadi. Enchephalitis Sitomegalovirus juga
sering terjadi pada pejamu yang mengalami penurunan kekebalan,
trauma pasien AIDS.
d. Leukoensefalopati Multifokal Progresis ( PML )
PML disebabkan oleh virus JC ( suatu jenis papovavirus manusi yang
serologik spesifik ) dan terjadi terutama pada pasien AIDS serta pasien
yang menjalani kemoterapi untuk kanker.
PML secar patologis ditandai dengan dimielinasi fokal yang luas pada
subtansia albaserebri. Astrosit atipik raksasa dan inklusi intranuklear
pada sel-sel oligodendroglia secara tipikal di temukan sepanjang
infiltrat limfositik. Virus JC dapat di identifikasi dengan teknik
imunohistokimia.
4
3. Enchephalitis jenis spesifik
1. Poliomielitis
Poliomielitis disebabkan oleh virus polio, yaitu suatu enterovirus yang
ditularkan melaui jalur fekal-oral. Virus masuk ke tubuh melalui usus
dan menginfeksi otak serta medula spinalis melalui aliran darah.
Dahulu poliomielitis sering terjadi, tetapi sekarang menjadi jarang di
negara maju karena rutinnya imunisasi pada masa kanak-kanaknya
tidak memadai.
Secara selektif virus polio menginfeksi (1) meningen, menyebabkan
meningitis limfositik akut, dan (2) lower motor neuron pada kornu
anterior medula spenalis dan medula oblogata. Hilangnya motor neuron
menyebabkan paralisis akut otot yang terkena paralisis yang terjadi
secara tipikal asimetri dan flaksid disertai atrofi otot dan hilangnya
reflleks tendon dalam. Dengan berjalannya waktu, otot-otot yang
otrofik mengalami kontraktur fibrosa.
2. Rabies
Rabies jarang mengenai manusia tetapi pada binatang buas dan
binatang peliharaan ( termasuk anjing dan kucing ), menyebabkan
penyakit fatal yang disebut hidrofobia, ditndai dengn tingkah laku
abnormal, kesulitan menelan, dan serangan kejang. Manuia akan
terinfeksi jik tergigit binatang yang terinfeksi. Virus rabies masuk
melalui radikulus nervus kutaneus di tempat inokulasi dan berjalan ke
proksimal menuju sistem saraf pusat. Masa inkubasi adalah 1-3 bulan;
memedek bila gigitan terdapat di bagian wajah.
B. Etiologi
1. Mikroorganisme : bakteri, protozoa, cacing, jamur, spirokaeta dan virus.
Macam-macam Enchephalitis virus menurut Robin :
a. Infeksi virus yang bersifat epidermik :
- Golongan enterovirus = Poliomyelitis, virus coxsackie, virus
ECHO.
5
- Golongan virus ARBO = Western equire enchephalitis, St. Louis
enchephalitis, japanese B. Encephalitis, Murray valley
enchephalitis.
b. Infeksi virus yang bersifat sporadik : rabies, herpes simplek, herpes
zoster, limfogranuloma, mumps, limphotic, choriomeningitis dan jenis
lain yang dianggap diseabkan oleh virus tetapi belum jelas.
c. Enchepalitis pasca ineksio, pasca morbili, pasca varisela, pasca rubella,
pasca vaksinia, pasca mononucleosis, ineksious dan jenis-jenis yang
mengikuti infeksi traktus respiratorius yang tidak spesifik.
2. Reaksin toxin sepert pada thypoid fever, capak, chicken pox.
3. Keracunan : arsenik, CO
Klasifikasi encephalitis berdasar jenis virus serta epidemiologinya ialah :
1. Infeksi virus yang bersifat endemik
a. Golongan enterovirus : Poliomyelitis, virus Coxsackie, virus ECHO.
b. Golongan virus Arbo : Western equine encephalitis, St. Louis
encephalitis,Eastern equine encephalitis, Japanese B encephalitis,
Russian spring summer encephalitis, Murray valley encephalitis.
2. Infeksi virus yang bersiat sporadik : rabies, Herpes simpleks, Herpes zoster,
Limfogranuloma, Mumps, Lymphocytic choriomeningitis, dan jenis lain
yang dianggap disebabkan oleh virus tetapi belum jelas.
3. Encephalitis pasca-infeksi : pasca-morbili, pasca-varisela, pasca-rubela,
pascavaksinia, pasca-mononukleosis infeksius, dan jenis-jenis lain yang
mengikuti infeksi traktus respiratorius yang tidak spesifik. (Robin cit.
Hassan, 1997)
Meskipun di Indonesia secara klinis dikenal banyak kasus Encephalitis tetapi
baru Japanese B yang ditemukan.
6
C. WOC
7
Faktor-Faktor predisposisi pernah mengalami campak, cacar air, herpes dan bronchopneumonia
Virus/bakteri masuk jaringan otak secara lokal, hematogen dan melalui saraf-saraf
Peradangan di otak/Enchephalitis
Pembentukan transudat dan
eksudat
Reaksi kuman patogen
Iritasi kortek serebral Area
Fokal
Kerusakan saraf V
Kerusakan saraf IX
Edema serebral Suhu tubuh Kejang, nyeri kepala
Sulit makanKesulitan mengunyah
Gangguan perfusi jaringan serebral
Defisit cairan dan hipvolemik
MK :
Resiko tinggi trauma
Resiko kejang berulang
Nyeri
MK : Pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan
Kesadaran
Penumpukan sekret
MK : gangguan
bersihan jalan nafas
MK : Resiko tinggi defisit cairan dan hipovolemik
MK : Gangguan mobilitas fisik
MK : gangguan persepsi sensori
MK : Koping individu tidak efektif
MK : cemas
D. Tanda dan gejala
Meskipun penyebabnya berbeda-beda, gejala klinis encephalitis lebih kurang
sama dan khas, sehingga dapat digunakan sebagai kriteria diagnosis. Secara
umum, gejala berupa Trias Ensephalitis yang terdiri dari demam, kejang dan
kesadaran menurun. (Markan, Soemarno.tanpa tahun)
Orang yang mengalami penyakit Enchepalitis secara fisik memperlihatkan
simtom seperti:
1. Mengeluh sakit kepala yang hebat
2. Mata terasa sakit dan berdenyut
3. Leher terasa kaku
4. Selalu merasa ngantuk
5. Muntah dan konvulasi
6. Hiperpireksia
7. Suhu yang mendadak naik
Simtom Enchepalitis secara spikis memperlihatkan :
1. Derilium
2. Disorintasi
3. Halusinasi
4. Dementia
Jika penyakit ini menyerang anak-anak maka, anak akan mengalami
1. Gelisah
2. Agresif
3. Tidak tahu malu
4. Temperamennya tidak bisa dikendalikan
5. Melakukan kejahatan-kejahatan meskipun tidak ada stimulus
6. Keterbelakangan mental
7. Intelegensinya di bawah normal/tidak berkembang
8. Implus-implus motorik tidak dapat dikendalikan
9. Kepribadiannya menjadi kacau ,karena tidak ada integrasi dari fungsi-
fungsi perseptual
10. Cemas, bingung tanpa sebab yang jelas.
11. Gangguan penglihatan , pendengaran , bicara.( Semiun, Yustinis : 2006 )
8
E. Faktor Risiko
Beberapa faktor yang menyebabkan risiko lebih besar adalah:
1. Umur. Beberapa jenis ensefalitis lebih lazim atau lebih parah pada anak-
anak atau orang tua.
2. Sistem kekebalan tubuh semakin lemah. Jika memiliki defisiensi imun,
misalnya karena AIDS atau HIV, melalui terapi kanker atau transplantasi
organ, maka lebih rentan terhadap ensefalitis.
3. Geografis daerah. Mengunjungi atau tinggal di daerah di mana virus
nyamuk umum meningkatkan risiko epidemi ensefalitis.
4. Kegiatan luar. Jika memiliki pekerjaan outdoor atau mempunyai hobi,
seperti berkebun,joging, golf atau mengamati burung, harus berhati-hati
selama wabah ensefalitis.
5. Musim. Penyakit yang disebabkan nyamuk cenderung lebih menonjol di
akhir musim panas dan awal musim gugur di banyak wilayah Amerika
Serikat.
F. Pemeriksaan Diagnostik
Tes-tes yang digunakan dalam mengevaluasi individu-individu yang dicurigai
mempunyai encephalitis termasuk darah untuk tanda-tanda dari infeksi dan
kemungkinan kehadiran dari bakteri-bakteri, scanning otak (seperti MRI scan)
dan analisa cairan spinal. Suatu lumbar puncture adalah metode yang paling
umum untuk memperoleh suatu contoh dari cairan dalam spinal canal
(cerebrospinal fluid atau CSF) untuk pemeriksaan. Suatu lembar puncture
(LP) adalah pemasukan dari sebuah jarum ke dalam cairan di dalam spinal
canal. Suatu “lumbar puncture” karena jarumnya masuk ke dalam bagian
lumbar (bagian yang lebih bawah dari tulang belakang). Jarum melewati
diantara bagian-bagian yang bertulang dari spine sampai mencapai cairan
cerebral spinal. Suatu jumlah yang kecil dari cairan kemudian diambil dan
dikirim ke laboratorium untuk pemeriksaan. Evaluasi dari cairan spinal
biasanya adalah perlu untuk diagnosis yang pasti dan untuk membantu
membuat keputusankeputusan perawatan yang optimal (seperti pilihan
antibiotik-antibiotik yang tepat).
9
Pemeriksaan Diagnostik.
1. Pemeriksaan cairan serebrospinal.
Warna dan jernih terdapat pleocytosis berkisar antara 50-200 sel dengan
dominasi sel limfosit. Protein agak meningkat sedangkan glucose dalam
batas normal.
2. Pemeriksaan EEG.
Memperlihatkan proses inflamasi yang difuse “bilateral” dengan aktivitas
rendah.
3. Pemeriksaan virus.
Ditemukan virus pada CNS didapatkan kenaikan titer antibody yang
spesifik terhadap virus penyebab.
G. Pronognosis dan komplikasi
Angka kematian untuk encephalitis ini masih tinggi berkisar antara 35-50%.
Dari penderita yang hidup 20-40% mempunyai komplikasi atau gejala sisa
berupa parasis/paralisis, pergerakan koreoatetoid, gangguan penglihatan atau
gejala neurologis lain. Penderita yang sembuh tanpa kelainan neurologis yang
nyata dalam perkembangan selanjutnya masih mungkin menderita retardasi
mental, masalah tingkah laku dan epilepsi. Angka-angka untuk gejala sisa ini
masih belum jelas.
H. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan laboratorium :
1. Pemeriksaan darah lengkap, ditemukan jumlah leukosit meningkat.
2. Pemeriksaan cairan serobrospinal :cairan jemih, jumlah sel diatas normal,
hitung jenis didominasi oleh limfosit, protein dan glukosa normal atau
meningkat
Pemeriksaan lainnya :
- EEG didapatkan gambaran penurunan aktivitas atau perlambatan.
10
I. Penatalaksanaan terapi
1. Isolasi
Isolasi bertujuan mengurangi stimuli/rangsangan dari luar dan sebagai
tindakan pencegahan.
2. Terapi antimikroba, sesuai hasil kultur:
Obat yang mungkin dianjurkan oleh dokter :
a. Ampicillin : 200 mg/kgBB/24 jam, dibagi 4 dosis,Kemicetin : 100
mg/kgBB/24 jam, dibagi 4 dosis
b. Bila encephalitis disebabkan oleh virus (HSV), agen antiviral acyclovir
secara signifikan dapat menurunkan mortalitas dan morbiditas HSV
encephalitis. Acyclovir diberikan secara intravena dengan dosis 30
mg/kgBB per hari dan dilanjutkan selama 10-14 hari untuk mencegah
kekambuhan (Victor, 2001).
c. Untuk kemungkinan infeksi sekunder diberikan antibiotika secara
polifragmasi.
3. Mengurangi meningkatnya tekanan intracranial, manajemen edema otak
a. Mempertahankan hidrasi, monitor balans cairan; jenis dan jumlah cairan
yang diberikan tergantung keadaan anak.
b. Glukosa 20%, 10 ml intravena beberapa kali sehari disuntikkan dalam
pipa giving set untuk menghilangkan edema otak.
c. Kortikosteroid intramuscular atau intravena dapat juga digunakan untuk
menghilangkan edema otak.
4. Mengontrol kejang
Obat antikonvulsif diberikan segera untuk memberantas kejang. Obat yang
diberikan ialah valium dan atau luminal.
a. Valium dapat diberikan dengan dosis 0,3-0,5 mg/kgBB/kali
b. Bila 15 menit belum teratasi/kejang lagi bia diulang dengan dosis yang
sama
c. Jika sudah diberikan 2 kali dan 15 menit lagi masih kejang, berikan
valium drip dengan dosis 5 mg/kgBB/24 jam.
5. Mempertahankan ventilasi
6. Bebaskan jalan nafas, berikan O2 sesuai kebutuhan (2-3l/mnt).
11
7. Penatalaksanaan shock septik
8. Mengontrol perubahan suhu lingkungan
9. Untuk mengatasi hiperpireksia, diberikan kompres pada permukaan tubuh
yang mempunyai pembuluh besar, misalnya pada kiri dan kanan leher,
ketiak, selangkangan, daerah proksimal betis dan di atas kepala.Sebagai
hibernasi dapat diberikan largaktil 2 mg/kgBB/hari dan phenergan
4mg/kgBB/hari secara intravena atau intramuscular dibagi dalam 3 kali
pemberian. Dapat juga diberikan antipiretikum seperti asetosal atau
parasetamol bila keadaan telah memungkinkan pemberian obat per oral.
12
BAB III
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian
1 Identitas Pasien
Beberapa jenis ensefalitis lebih lazim atau lebih parah pada anak-anak (0-15
tahun) atau orang tua. Jika memiliki pekerjaan outdoor atau mempunyai hobi,
seperti berkebun,joging, golf atau mengamati burung, harus berhati-hati
selama wabah ensefalitis. ( Muttaqin, Arif. 2000 ). Sedangkan dalam segi
agama penulis belum mendapatkan sumber yang menjelaskan apakah status
agama berpengaruh terhadap penyakit Enchephalitis.
2 Keluhan utama
Hal yang paling sering menjadi alasan klien atau orang tua membawa anaknya
untuk meminta pertolongan kesehatan adalah kejang disertai peningkatan
kesadaran.
3 Riwayat penyakit sekarang
Pengkajian RPS yang mendukung keluhan utama dilakukan dengan
mengajukan serangkaian pertanyaan mengenai kelemahan fisik klien secara
PQRST:
a. Provokes (Pemicu) : terjadinya kejang, suhu naik,
dan kesadaran menurun pada klien.
b. Quality (Kualitas) : klien mengalami nyeri
kepala, muntah, hipersekresia, pucat.
c. Radiation (Penyebaran) : klien mengalami
nyeri di sekitar kepala , tenggorokkan dan
ekstrimitas
d. Severity (Intensitas) : suhu meningkat >
380C, skala nyeri 6, jumlah sel meningkat 50-
500/mm3. Kadarprotein 80-100mg%.
e. Time (Waktu) : masa premodial berlangsung
1-4 hari
13
4 Riwayat kehamilan dan kelahiran.
Dalam hal ini yang dikaji meliputi riwayat prenatal, natal dan post natal.
Dalam riwayat prenatal perlu diketahui penyakit apa saja yang pernah diderita
oleh ibu terutama penyakit infeksi. Riwayat natal perlu diketahui apakah bayi
lahi dalam usia kehamilan aterm atau tidak karena mempengaruhi system
kekebalan terhadap penyakit pada anak. Trauma persalinan juga
mempengaruhi timbulnya penyakit contohnya aspirasi ketuban untuk anak.
Riwayat post natal diperlukan untuk mengetahui keadaan anak setelah lahir.
Contoh : BBLR, apgar score, yang mempengaruhi pertumbuhan dan
perkembangan selanjutnya.
5 Riwayat penyakit dahulu.
Kontak atau hubungan dengan kasus-kasus meningitis akan meningkatkan
kemungkinan terjdinya peradangan atau infeksi pada jaringan otak (J.G.
Chusid, 1993). Imunisasi perlu dikaji untuk mengetahui bagaimana kekebalan
tubuh anak. Alergi pada anak perlu diketahui untuk dihindarkan karena dapat
memperburuk keadaan.
6 Riwayat kesehatan keluarga.
Merupakan gambaran kesehatan keluarga, apakah ada kaitannya dengan
penyakit yang dideritanya. Pada keadaan ini status kesehatan keluarga perlu
diketahui, apakah ada anggota keluarga yang menderita penyakit menular
yang ada hubungannya dengan penyakit yang dialami oleh klien (Soemarno
marram, 1983).
7 Pemeriksaan fisik
Setealah melakukan anamnesis yang mengarah pada keluhan-keluhan klien
pemeriksaan fisik sangat berguna untuk mendukung data dari pengkajian
anamnesis. Pemeriksaan fisik dimulai dengan memeriksa TTV , pada klien
Encephalitis biasanya didapatkan peningkatan suhu lebih dari normal 39-410C.
14
Keadaan ini biasanya dihubungkan dengan proses inflamasi dari selaput otak
yang sudah mengganggu pusat pengatur suhu tubuh. Penurunnan denyut nadi
terjadi berhubungan dengan tanda-tanda peningkatan TIK. Apabila disertai
peningkatan frekuensi pernapasan sering berhubungan dengan laju
metabolisme umum dan adanya infeksi pada sistem pernapasan sebelum
mengalami encephalitis. TD biasanya normal atau meningkat berhubungan
dengan tanda-tanda peningkatan TIK.
a. B1 (Breathing)
Inpeksi apakah klien batuk, produksi sputum, sessak napas,
penggunaan otot bantu napas dan peningkatan frekuensi pernapasan
yang sering didapatkan pada klien encephalitis yang disertai dengan
gangguan pada sistem pernapasan. Palpasi biasanya taktil premitus
seimbang kanan dan kiri.auskultasi bunyi napas tambahan seperti
ronchi pada klien encephalitis berhubungan akumulasi sekret dari
penurunan kesadaran.
b. B2 (Blood)
Pengkajian pada sistem kardiovasekuler didapatkan renjatan ( syok )
hipovelemik yang sering terjadi pada klien encephalitis.
c. B3 (Brain)
Adanya kompresi pada pusat vasomotor menyebabkan terjadi iskemik
pada daerah tersebut, hal ini akan merangsang vasokonstriktor dan
menyebabkan tekanan darah meningkat. Tekanan pada pusat
vasomotor menyebabkan meningkatnya transmitter rangsang
parasimpatis ke jantung.
Dalam buku “Ajar Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem
Persarafan,2008” menyebutkan untuk enchephalitis dapat dilakukan
pemeriksaan sebagai berikut.
1. Tingkat kesadaran
Pada keadaan lanjut tingkat kesadaran keadaan klien enchepalitis
biasanya berkisar berkisar pda tingkat latergi, stuptor,dan semikomatosa.
15
Apabila klien sudah mengalami koma maka penilaian GCS sangat
penting untuk menilai tingkat kesadaran klien dan bahan evaluasi untuk
memantau pemberian asuhan keperawatan .
2. Fungsi serebri
Status mental : observasi penampilan klien dan tingkah lakunya, nilai
gaya bicara klien dan observasi ekspresi wajah dan aktivitas
motorik.pada klien encephalitis tahap lanjut biasanya status mental klien
megalami perubahan.
3. Pemeriksaan saraf kranial
Saraf I. Fungsi penciuman biasanya tidak ada kelainan pada klien
encephalitis.
Saraf kranial II. Tes ketajaman penglihatan pada kondisi normal.
Pemeriksaan papiledema mungkin didapatkan terutama pada
enchephalitis supuratif disertai abses serbri efusi subdural yang
menyebabkan terjadinya peningkatan TIK.
Saraf III, IV, dan VI. Pemeriksaan fungsi dan reaksi pupil pada klien
enchephalitis yang tidak disertai penurunan kesadaran biasanya tanpa
kelainan. Pada tahap lanjut enchephalitis yang telah mengganggu
kesadaran, tanda-tanda perubahan dari fungsi dan reaksi pupil akan
didapatkan. Dengan alasan yang tidak diketahui, klien enchephalitis
mengeluh mengalami fotofobia sensitif yang berlebihan terhadap
cahaya.
Saraf V. Pada klien enchephalitis didapatkan paralisis pada otot
sehingga mengganggu proses mengunyah.
Saraf VII. Presepsi dalam batas normal, wajah asimetris karena adanya
paralisis unilateral.
Saraf VIII. Tidak ditemukan adanya tuli konduktif dan tuli presepsi.
Saraf IX dan X. kemampuan menelan kurang baik sehingga
mengganggu pemenuhan nutrisi via oral.
16
Saraf XI. Tidak ada atrofi otot strenokleiomastoideus dan trapezius.
Adanya usaha dari klien untuk melakukan fleksi leher dan kaku kuduk.
Saraf XII. Lidah simetris, tidaka ada deviasi pada satu sisi dan tidak ada
fasikulkasi. Indra pengecapan normal.
4. Sistem motorik
Kekuatan otot menurun, kontrol keseimbangan dan koordinasi pada
enchephalitis tahap lanjut mengalami perubahan.
5. Pemeriksaan refleks
Pemeriksaan refleks dalam, pengetukan pada tendon, ligamentum atau
periosteum derajat refleks pada respon normal. Refleks patologis akan
didapatkan pada klien enchephalitis dengan tingkat kesadaran koma.
6. Gerakan involunter.
Tidak ditemukan adanya tremor, Tic, dan distonia. Pada keadaan
tertentu klien biasanya mengalami kejang umum, terutama pada anak
dengan enchephalitis disertai peningkatan suhu tubuh yang tinggi.
Kejang dan peningkatan TIK juga berhubungan dengan enchephalitis.
Kejang terjadi sekunder akibat area fokal kortikal yang peka.
7. Sistem sensorik.
Pemeriksaan sensorik pada enchephalitis didapatkan perasaan raba
normal, perasaan nyeri normal, perasaan suhu normal, tidak ada
perasaan abnormal di permukaan tubuh, perasaan proprioseptif normal,
dan perasaan diskriminatif normal,perdangan pada selaput otak
mengakibatkan sejumlah tanda yang mudah dikenali enchephalitis.
Tanda tersebut adalah kaku kuduk, yaitu ketika adanya upaya untuk
fleksi kepala mengalami kerusakan karena danya spasme otot- otot
leher.
d. B4 (Bladder)
17
Pemeriksaan oada sistem perkemihan biasanya didapatkan
berkurangnya volume haluan urin, hal ini berhuungan dengan
penurunan perfusi dan penurunan curah jantung ke ginjal.
e. B5 (Bowel)
Penderita akan merasa mual dan muntah karena peningkatan tekanan
intrakranial yang menstimulasi hipotalamus anterior dan nervus vagus
sehingga meningkatkan sekresi asam lambung. Dapat pula terjadi diare
akibat terjadi peradangan sehingga terjadi hipermetabolisme (F. Sri
Susilanigsih, 1994).
f. B6 (Bone)
Penurunan kekuatan otot dan penurunan tingkat kesadaran menurukan
mobilitas klien secara umum. Dalam pemenuhan kebutuhan sehari-hari
klien lebih banyak dibantu orang lain.
B. Diagnosa Keperawatan
Berdasarkan patofisiologi dan dari pengkajian, diagnosis keperawatan utama
untuk klien encephalitis adalah sebagai berikut :
1. Potensial terjadi peningkatan tekanan intra cranial sehubungan dengan
vasodilatasi pembuluh darah otak akibat proses peradangan jaringan.
2. Tidak efektifnya jalan nafas sehubungan dengan penumpukan secret pada
jalan nafas.
3. Resiko gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan
tubuh berhubungan dengan ketidakmampuan menelan, keadaan
hipermetabolik.
4. Resiko tinggi cidera berhubungan dengan kejang, perubahan status mental,
dan penurunan tingkat kesadaran.
5. Nyeri kepala berhubungan dengan iritasi pada lapisan otak.
18
C. Perencanaan
1. Diagnosa: Potensial terjadi peningkatan tekanan intra cranial sehubungan
dengan vasodilatasi pembuluh darah otak akibat proses peradangan
jaringan.
a. Tujuan :
Setelah dilakukan tindakan keperawatan peningkatan tekanan intra cranial
tidak terjadi,pasien sadar.
b. Kriteria hasil:
TTV normal
TD =120/ 80 mmHg
Nadi = 60-100x/menit
Suhu 36,5-37,50C
Nadi perifer teraba
Turgor kulit baik.
Intervensi Rasional
1. Kaji ulang status neurologis yang
berhubungan dengan tanda-tanda
peningkatan TIK, terutama GCS.
2. Berikan oksigen sesuai program
dengan saluran pernafasan yang
lancar.
3. Monitor TTV : tekanan darah, denyut
nadi, respirasi, suhu minimal satu
1. Peningkatan TIK dapat
diketahui secara dini untuk
menentukan tindakan
selanjutnya.
2. Pemberian Oksigen dapat
meningkatkan oksigenasi
otak agar tidak terjadi
hipoksia. Ketepatan terapi
dibutuhkan untuk mencegah
terjadinya keracunan oksigen
serta iritasi saluran nafas.
3. Peningkatan TIK dapat
diketahui secara dini untuk
19
jam sampai keadaan klien stabil.
4. Naikkan kepala dengan sudut 15-45
derajat (tidak hiperekstensi dan
fleksi) dan posisi netral (dari kepala
hingga daerah lumbal dalam garis
lurus).
5. Monitor intake dan output cairan tiap
8 jam sekali.
6. Kolaborasi dengan tim medis dalam
pemberian obat anti edema seperti
manitol, gliserol, lasik , analgesik,
dan antibiotik.
menentukan tindakan
selanjutnya.
4. Dengan posisi tersebut maka
akan meningkatan dan
melancarkan aliran balik
vena darah sehingga
mengurangi kongesti
serebrum, edema dan
mencegah terjadi penigkatan
TIK. Posisi netral tanpa
hiper ekstensi dan fleksi
dapat mencegah penekanan
pada saraf spinalis yang
menambah peningkatan TIK.
5. Tindakan ini mencegah
kelebihan cairan yang dapat
menambah edema serebri
6. Obat-oabatan tersebut dapat
menarik cairan untuk
mengurangi edema otak,
menghilangkan rasa nyeri
dan infeksi.
2. Diagnosa
Tidak efektifnya jalan nafas sehubungan dengan penumpukan secret pada
jalan nafas.
20
Tujuan : Setelah dilakuakan tindakan keperawatan jalan nafas bisa efektif,
oksigenasi adequate yang ditandai dengan
Kriteria hasil: Frekuensi Pernapasan 20-24 X/menit, irama teratur, bunyi nafas
normal, tidak ada stridor, ronchi, whezzing, tidak ada pernafasan cuping
hidung pergerakan dada simetris, tidak ada retraksi.
Intervensi Rasional
1. Kaji ulang kecepatan kedalaman,
frekwensi, irama dan bunyi nafas.
2. Atur posisi klien dengan posisi
semi fowler.
3. Lakukan fisioterapi dada.
4. Lakukan penghisapan lendir
dengan hati-hati selama 10-15
detik. Catat sifat, warna dan bau
secret.
5. Observasi TTV terutama
frekwensi pernafasan.
6. Lakukan kolaborasi dengan tim
1. Perubahan yang terjadi berguna
dalam menunjukkan adanya
komplikasi pulmunal dan luasnya
bagian otak yang terkena.
2. Dengan posisi tersebut maka akan
mengurangi isi perut terhadap
diafragma, sehingga ekspansi paru
tidak terganggu.
3. Dengan fisioterapi dada
diharapkan secret dapat
didirontokkan ke jalan nafas besar
dan bisa di keluarkan.
4. Dengan dilakukannya penghisapan
secret maka jalan nafas akan bersih
dan akumulasi secret bisa dicegah
sehingga pernafasan bisa lancar
dan efektif.
5. TTV merupakan gambaran
perkembangan klien sebagai
pertimbangan dilakukannya
tindakan berikutnya.
6. Pemberian Oksigen dapat
meningkatkan oksigenasi otak.
Ketepatan terapi dibutuhkan untuk
21
medis dalam pemberian terapi
oksigen, monitor ketepatan terapi
dan komplikasi yang mungkin
mencegah terjadinya keracunan
oksigen serta
3. Diagnosa
Resiko gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan ketidakmampuan menelan, keadaan hipermetabolik.
Tujuan :
Setelah dilakukan tindakan keperawatan kebutuhan klien terpenuhi dalam
waktu 2x24 jam.
Kriteria hasil:
Turgor membaik, asupan makanan dapat masuk sesuai kebutuhan makanan,
terdapat kemampuan menelan, berat badan meningkat 1 kg, Hb dan albumin
dalam batas normal.
Intervensi Rasioanal
1. Observasi tekstur dan turgor
kulit.
2. Lakukan oral hegiene.
3. Observasi masukan dan keluaran
makanan.
4. Observasi posisi dan keberhasilan
sonde.
5. Tentukan kemampuan klien
dalam mengunyah, menelan dan
feflek batuk.
6. Kaji kemapuan klien dalam
menelan, batuk dan adanya
sekret.
7. Auskultasi bising usus , amati
1. Mengetahui status nutrisi klien.
2. Kebersihan mulut merangsang
nafsu makan.
3. Mengetahui keseimbangan nutrisi
klien.
4. Untuk menghindari resiko infeksi
atau iritasi.
5. Untuk menetapkan jenis makanan
yang diberikan pada klien.
6. Dengan mengkaji faktor-faktor
tersebut dapat menentukan
kemampuan menelan klien dan
mencegah resiko aspirasi.
7. Fungsi gastrointestinal
22
penurunan atau hiperaktivitas
bising usus.
8. Timbang berat badan sesuai
indikasi.
9. Berikan makanan dengan cara
meninggikan kepala.
10. Letakkan posisi kepala lebih
tinggi,selama dan sesudah makan
11. Stimulasi bibir untuk menutup
dan membuka mulut secara
anualdengan menekan ringan
diatas bibir / dibawah dagu jika
dibutuhkan
12. Mulailah untuk memberikan
makanan per oral ,setengah cair
dan makanan lunak ketika klien
dapat menelan air.
bergantung pada kerusakan otak.
Bising usus menentukan respon
pemberian makanan atau
terjadinya komplikasi , misalya
pada ileus.
8. Untuk mengevaluasi efektifitas
dari asupan makanan.
9. Menurunkan resiko regurgitasi
atau aspirasi.
10. Untuk klien lebih mudah menelan
karena gaya gravitasi.
11. Membantu dan melatih dan
meningkatkan kontrol muskular.
12. Makanan lunak atau cair mudah
untuk dikendalikan di dalam
mulut dan menurunkan terjadinya
aspirasi.
4. Diagnosa
Resiko tinggi cidera berhubungan dengan kejang, perubahan status mental,
dan penurunan tingkat kesadaran.
Tujuan :
Setelah dilakukan tindakan dalam waktu 3x24 jam, klien bebas dari cidera
yang disebabkan oleh kejang dan penurunan kesadaran.
Kriteria hasil :
Klien tidak mengalami cidera apabila ada kejang berulang.
Intervensi Rasional
1. Minitor kejang pada tangan, kaki, 1. Gambaran iritabilitas sistem
23
mulut dan otot-otot muka lainnya.
2. Persiapkan lingkungan yang aman
seperti batasan ranjang, papan
pengaman, dan alat suction selalu
berada dekat klien.
3. Pertahankan bedrest selam fase
akut.
4. Kolaborasi pemberian terapi
diazepam, fenobarbital.
saraf pusat memerlukan evaluasi
yang sesuai dengan ontervensi
yang tepat untuk mencegah
terjadinya komplikasi.
2. Melindungi kejang bila kejang
terjadi.
3. Mengurangi resiko jatuh atau
cidera , jika terjadi vertigo atau
ataksia.
4. Untuk mencegah dan
mengurangi kejang . catatan
fenofarbital dapat menyebabkan
depresi pernapasan dan sedasi.
5. Nyeri kepala berhubungan dengan iritasi pada lapisan otak.
Tujuan :
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x24 jam keluhan nyeri
berkurang / rasa sakit terkendali.
Kriteria hasil ;
Klien dapat tidur dengan tenang, tidak meringis, rileks, skala nyeri 3,
Intervensi Rasional
1. Usahakan membuat lingkungan
yang aman dan tenang
2. Lakukan penatalaksanaan nyeri
dengan metode distraksi dan
relaksasi npas dalam
3. Lakukan ROM pasif maupun
aktif dengan klien.
1. Menurunkan reaksi terhadap
rangsangan eksternal atau
kesensitifan terhadap cahaya dan
menganjurkan klien untuk
beristirahat.
2. Membantu menurunkan
( memutuskan ) stimulasi sensasi
24
4. Kolaborasi pemberian analgesik. nyeri.
3. Dapat membantu relaksasi otot-
otot yang tegang dan dapat
menurunkan nyeri atau rasa tidak
nyaman.
4. Mungkin diperlukan untuk
menurunkan rasa sakit .Catatan:
narkotika merupakan
kontraindikasi karena berdampak
pada status neurologis sehingga
sukar untuk dikaji.
D. ImplementasiNo
Diagnosa
Implementasi Evaluasi
1. 1. Pengkajian TTV
TD= 110/85mmHg
HR= 22x/menit
Nadi= 110x/menit
Suhu=360C
2. Memberikan oksigen tambahan.
S= penurunan TIK
O= klien bernapas
lebih ringan
A=tujuan tercapai
P=mempertahankan
kondisi klien
2. . 1. Mengkaji kecepatan kedalaman,
frekwensi, irama dan bunyi nafas.
2. Megatur posisi klien dengan posisi
semi fowler.
3. Melakukan penghisapan lendir
dengan hati-hati selama 10-15 detik.
Catat sifat, warna dan bau secret.
S= klien mengatakan
napas normal
O=sekret berkurang
A= tujuan tercapai
P=mempertahankan
25
kondisi klien
3. 1. Mengobservasi tekstur dan turgor
kulit.
2. Malakukan auskultasi bising usus ,
amati penurunan atau
hiperaktivitas bising usus.
S= klien merasa enak
makan, tidak sakit
saat menelan
O= Berat Badan naik
1 Kg, ada adising
usus tidak ada
A=tujuan tercapai
P= mempertahankan
kondisi klien
4. 1. Memonitor adanya kejang pada
pasien
2. Memberikan terapi diazepam,
fenobarbital
S= klien Lebih tenang
dan nyaman
O= Kejang berkurang
A=tujuan belum
tercapai
P= mempertahankan
kondisi klien
5. 1. Melakukan menejemen nyeri
2. Memberikan latihan ROM aktif
atau pasif
S= klien merasa
tenang ,tidak nyeri
O= skala nyeri
3,ekspresi wajah tidak
meringis
A=tujuan belum
tercapai
P= mempertahankan
kondisi klien
26
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Encephalitis merupakan infeksi jaringan otak oleh berbagai macam
mikroorganisme. Misalnya bakteri, protozoa, cacing, jamur, spirokaeta, dan
virus. Penyebab terbanyak pada penyakit Encephalitis adalah virus.
Meskipun penyebabnya berbeda-beda gejala klinis Encephalitis lebih kurang
sama dan khas sehingga dapat digunakan sebagai kriteria diagnosis. Gejala
27
pada umumnya adalah peningkatan suhu, dan sering kali ditemukan
hiperpireksia.
Angka kematian untuk encephalitis ini masih tinggi berkisar antara 35-
50%. Dari penderita yang hidup 20-40% mempunyai komplikasi atau gejala
sisa berupa parasis/paralisis, pergerakan koreoatetoid, gangguan penglihatan
atau gejala neurologis lain.
Dengan demikian dalam penyakit ini diperlukan penganan ang khusus
agar tidak mengancam nyawa pasien dan menimbulkan komplikasi penyakit
lainnya.
B. Saran
Penyusun berharap kepada pembaca khususnya mahasiswa keperawatan
agar mampu memberikan asuhan keperawatan kepada klien Encephalitis sesuai
dengan aturan dan kode etik keperawatan yang benar.
DAFTAR PUSTAKA
Chulsum,Umi. (2006). Kamus Besar Bahasa Indonesia. Surabaya:Kashiko.
Chandrasoma, Parakram dan Clive R. Taylor. ( 2005 ). Ringkasan Patologi Anatomi. Ed 2. EGC. Jakarta.
Dewanto, George.dkk. ( 2009 ). Panduan Praktik Diagnosis dan Tatalaksana Penyakit Saraf. Jakarta :EGC.
Harsono. (2003). Neurologi. Yogyakarta: Gajah Mada.
28
Markam,Soemarmo.( tanpa tahun ). Penuntun Neurologi. Jakarta:FKUI.
Ilmu Kesehatan Anak . ( 1985 ).Jakarta : Infomediaka.
Muttaqin, Arif.( 2000 ). Asuhan Keperawatan Dengan Gangguan Persarafan. Jakarta : Salemba medika.
Price,Silvia Anderson dan Lorraine Mccarty Wilson.( 1995 ). Fisiologi Proses-Proses Penyakit.Jakarta:EGC.
29