Emergency Kelompok 6

32
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Cedera traumatic mayor merupakan penyebab utama dari kematian pada kasus ibu hamil dan terhitung > 22% dari seluruh kematian pada kasus kasus maternal. Diperkirakan 1 dari 12 wanita hamil memiliki beberapa tipe cedera selama masa kehamilannya dan biasanya sering muncul pada trimester ketiga. Bumil juga beresiko tinggi terjadi diseksi/terputusnya aorta. Kematian pada bumil sering disebabkan karena trauma tusuk, kasus bunuh diri, korban pembunuhan dan tabrakan kendaraan bermotor. Kasus trauma ini banyak ditangani di ruang gawat darurat, tetapi yang menjalani atau yang masuk rumah sakit (MRS) hanya 4 dari 1000 kejadian. Dugaan atau kemungkinan hamil harus dipertimbangkan dapat terjadi pada semua wanita yang berumur 10 -50 tahun. Tipe injuri yang sering dialami oleh bumil adalah trauma tumpul yang disebabkan karena tabrakan kendaraan bermotor, rata-rata terjadi 60 % dari seluruh kasus injuri mayor pada ibu hamil. Mekanisme cedera lainnya termasuk jatuh, luka bakar dan cedera inhalasi, luka tembak dan luka

description

gadar

Transcript of Emergency Kelompok 6

BAB IPENDAHULUAN

A. Latar BelakangCedera traumatic mayor merupakan penyebab utama dari kematian pada kasus ibu hamil dan terhitung > 22% dari seluruh kematian pada kasus kasus maternal. Diperkirakan 1 dari 12 wanita hamil memiliki beberapa tipe cedera selama masa kehamilannya dan biasanya sering muncul pada trimester ketiga. Bumil juga beresiko tinggi terjadi diseksi/terputusnya aorta. Kematian pada bumil sering disebabkan karena trauma tusuk, kasus bunuh diri, korban pembunuhan dan tabrakan kendaraan bermotor. Kasus trauma ini banyak ditangani di ruang gawat darurat, tetapi yang menjalani atau yang masuk rumah sakit (MRS) hanya 4 dari 1000 kejadian. Dugaan atau kemungkinan hamil harus dipertimbangkan dapat terjadi pada semua wanita yang berumur 10 -50 tahun. Tipe injuri yang sering dialami oleh bumil adalah trauma tumpul yang disebabkan karena tabrakan kendaraan bermotor, rata-rata terjadi 60 % dari seluruh kasus injuri mayor pada ibu hamil. Mekanisme cedera lainnya termasuk jatuh, luka bakar dan cedera inhalasi, luka tembak dan luka tusuk, kekerasan/penganiayan yang dilakukan oleh pasangannya. Rata-rata 17 % bumil yang mengalami cedera diakibatkan oleh orang lain dan 60 % dari pasien-pasien ini mengalami kekerasan dalam rumah tangga. Insiden dari kekerasan dalam rumah tangga dan cedera karena kesengajaan semakin meningkat seiring dengan meningkatnya usia kehamilan. Pembunuhan dan kasus bunuh diri merupakan penyebab utama kematian pada kasus ibu hamil dan janin lebih rentan untuk mengalami cedera setelah kehamilan 24 minggu. Cedera kepala dan syok merupakan kasus yang sering terjadi pada kasus maternal terutama trauma kehamilan. Kasus kematian pada janin sering diakibatkan karena kematian pada ibunya. Penyebab kematian janin yang kedua adalah karena adanya syok pada ibu hamil, 80% dari kematian janin terjadi saat ibu hamil mengalami syok hemorarrhagic.Prosedur diagnostic dan therapeautic sebaiknya menguntungkan bagi ibu dan janin yang dikandungnya. Tindakan resusitasi jangan sampai tertunda bila pasien diperkirakan hamil. Stabilisasi kondisi ibu merupakan prioritas utama. Menurut evidence base, kesempatan terbaik untuk menyelamatkan hidup janin adalah dengan menjamin kelangsungan hidup ibunya.

B. Tujuan1. Mengetahui Definisi Trauma Kehamilan dan Mekanisme Trauma pada Kehamilan2. Mengetahui Pengkajian Survei Primer dan Survei Skunder pada Trauma Kehamilan3. Mengetahui Pengkajian Fokus pada Trauma Kehamilan, meliputi: Pengumpulan Data Subjektif Pengumpulan Data Objektif4. Mengetahui Asuhan Keperawatan pada Trauma Kehamilan

BAB IITINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Trauma KehamilanTrauma pada ibu hamil merupakan penyebab non-obstetik tersering yang mengakibatkan morbiditas dan mortalitas pada kehamilan sebesar 6-7% pada seluruh kehamilan. Cidera ringan oleh karena trauma pada ibu hamilpun dapat mengancam keselamatan ibu hamil dan janin yang dikandungnya (Brown, 2008).Menurut penelitian yang dilakukan oleh Centers for Disease Control and Prevention, trauma merupakan penyebab tersering kematian pada wanita usia 35 tahun kebawah, dan disebutkan pula bahwa sebesar 10-11% kematian pada ibu hamil diakibatkan oleh trauma. Kematian janin bahkan lebih banyak terjadi dibandingkan dengan kematian ibu hamil pada cidera oleh karena trauma, yaitu mencapai 65% yang terjadi oleh karena abrupsio plasenta, ruptur uterus, kematian langsung janin, syok pada ibu hamil, disseminated intravascular coagulation (DIC), dan penyebab lainnya (Muench, 2007).

2.2 Mekanisme Trauma pada Wanita HamilKebanyakan mekanisme trauma adalah sama terjadinya pada wanita tidak hamil. Namun beberapa hal yang berbeda haruslah diketahui pada mekanisme trauma hamil.2.2.1 Trauma Tumpul dan Tusuk Tembus1) Trauma TumpulDinding abdomen, myometrium uterus dan caran amnion berperan sebagai penahan atau penyangga terjadinya trauma janin pada kejadian trauma tumpul. Walaupun demikian trauma janin bisa terjadi bila dinding abdomen secara langsung membentur sesuatu objek misalnya dasbor mobil atau setir mobil, atau bila wanita hamil berbenturan oleh benda tumpul lain. Bentuk trauma tidak langsung yang mengenai janin dapat terjadi akibat suatu tekanan tiba-tiba, gaya deselerasi, efek entrecoupe atau gaya pergeseran yang berakibat abruption (solusio) plasenta.Sabuk pengaman juga dapat menyebabkan pecahnya uterus dan kematian janin. Dengan hanya memakai sabuk pengaman penahan perut (lap belt) yang terlalu tinggi melingkari uterus dapat menyebabkan pecahnya uterus secara langsung menerima gaya tekan pada saat terjadi benturan.Dampak dari trauma tumpul abdomen pada janin tergantung pada usia kehamilan saat trauma out terjadi. Sebagai contoh, trauma langsung pada uterus dan janin pada usia kehamilan 13 minggu dapat terlindung oleh pelvis. Dapat dikatakan bahwa trauma pada trimester pertama biasanya tidak dikaitkan denga terjadinya keguguran, dengan perkecualian tidak terjadi hipotensi yang dikaitkan dengan hipoperfusi pada uterus dan isi yang dikandungnya.

2) Trauma Tusuk TembusTrauma tembus pada wanita hamil yang mengalami trauma tusuk tembus kemungkinan akan kurang berakibat cedera organ viscera dan memberikan kondisi umum yang cukup baik. Sebaliknya bagi janin akan berakibat buruk bila terdapat trauma tembus uterus.Luka tembus pada ibu hamil menimbulkan morbiditas dan mortalitas yang tinggi baik pada ibu ataupun janinnya. Persiapan untuk laparatomi tidak dapat ditunda dalam penanganannya, tujuannya untuk menentukan bagian mana yang terluka oleh karena pisau peluru, apakah ada luka pada uterus, apakah masih dapat diselamatkan ibu hamil dan janinnya, kemungkinan untuk melakukan rekonstruksi luka tembusnya, dan apakah dibutuhkan histerektomi untuk menyelamatkan ibu.

2.3 Strategi Umum2.3.1 Pengkajian1) Survei Primer dan Survei SekunderSurvei Primer dan resusitasia. Airway dan kontrol cervikalPastikan jalan nafas tidak terganggu, ventilasi yang adekuat, pemberian oksigen segera, pertahankan volume sirkulasi. Pastikan tulang leher terkontrol baik bila perlu dilakukan pemasangan cervical collar.b. Breathing and ventilationBerikan oksigen 15 liter per menit via Non-RBM untuk mencegah hipoksia pada ibu dan janin. Pada gambaran awal minute volume dan tidal volume meningkat dengan ditandai adanya peningkatan respiration rate. Apabila terjadi peningkatan RR yang terlalu tinggi, dapat dicurigai adanya injuri pada paru dan syok hipovolemik.c. Circulation dan control perdarahan Penekanan uterus tehadap vena cava bisa menghambat aliran darah balik ke jantung, yang akan berakibat penurunan curah jantung dan kondisi syok bertambah berat, karena itu dalam mengevaluasi dan menstransportasi wanita hamil yang cedera harus dibaringkan pada posisi miring kiri, kecuali bila dicurigai adanya trauma spinal. Jika penderita diharuskan tidur terlentang (supine) dilakukan log roll 4 sampai 6 inci ke sisi kiri kemudian pada bagian punggung dan paha ditahan dengan gulungan kain atau bantal. Uterus di pindahkan secara manual ke arah kiri untuk menghilangkan tekanan pada kava inferior. Bagi janin yang sudah dalam kondisi gawat mengalami gangguan perfusi plasenta. Sementara kondisi umum ibu dan tanda vital dalam kondisi stabil. Resusitasi cairan kristaloid dan pemberian transfuse darah sangat diperlukan untuk mempertahankan hipervolemia fisiologis pada ibu hamil. d. Disability and dysfunctionStatus neurologi pada ibu hamil dikaji dengan cara yang sama dengan pasien trauma pada umumnya. Monitor tingkat kesadaran pasien dengan menggunakan GCS. Pre-eklamsia akan memperparah keadaan pada ibu hamil yang mengalami trauma dengan kesadaran yang semakin menurun seperti pada pasien trauma kepala.

Secondary surveySemua pasien trauma termasuk trauma pada ibu hamil harus dilakukan pemeriksaan yang sistematis dari kepala sampai kaki (head to toe) dan inspeksi pada bagian anterior-posterior. Seluruh baju pasien harus dilepaskan untuk meyakinkan bahwa tidak ada injuri yang terlewatkan. Berikan selimut untuk mencegah hipotermia.Riwayat obstetric dan pemeriksaan janin harus dilakukan pada trauma kehamilan oleh dokter kandungan. Jika pasien sadar dan mampu berbicara perlu didapatkan informasi sebagai berikut :

1. Hari pertama-haid terakhir (HPHT).2. Perkiraan persalinan.3. Riwayat adanya komplikasi pada kehamilan sebelumnya atau sekarang.

Pemeriksaan spesifik pada trauma kehamilan :1) Mengukur tinggi fundus uteri (cm) dari simfisis pubis untuk menentukan ukuran uterus. Pemeriksaan ini sekaligus dapat menentukan usia kehamilan (1 cm = kehamilan 1 minggu).2) Inspeksi dan pemeriksaan pada abdomen dapat mendeteksi gerakan janin, kontraksi uterus dan tenderness.3) Pemeriksaan pelvis sebaiknya dilakukan untuk melihat adanya perdarahan pada vagina atau adanya cairan amniotic, rupture membrane, pembengkakan pada perineum dan adanya kontraksi uterus.

Kondisi-kondisi yang perlu diperhatikan :1) Kontraksi rahim menandakan adanya tanda awal persalinan atau lepasnya plasenta.2) Adanya perubahan pada bentuk perut kemungkinan terjadi rupture uterus atau perdarahan tersembunyi.3) Keluarnya cairan amniotic dari vagina ditandai dengan perubahan PH 7-7,5 (normal PH vagina = 5) kemungkinan terjadi rupture pada membrane amnion.4) Perdarahan vagina pada trimester 3 kemungkinan terlepasnya plasenta dan menyebabkan kematian pada janin.

2) Pengkajian FokusPengumpulan Data Subjektifa. Riwayat Cidera Sekarang atau Keluha Utama1. Mekanisme Injuri Penggunaan sabuk pengaman Posisi korban didalam kendaraan2. Hilangnya kesadaran : kasus eklampsia hampir sama kondisinya dengan cidera kepala3. Nyeri4. Perdarahan di vagina atau keluarnya cairan5. Kontraksi uterus / nyeri abdominal6. Gerakan janin setelah terjadi trauma7. Usaha untuk mengurangi gejala Usaha pengobatan dirumah Terapi alternatif Medikasi : pemberian resep, obat-obatan herbalb. Riwayat Kesehatan Masa Lalu1. Penyakit yang diderita sekarang atau sebelumnya (sebelum trauma)2. Riwayat menstruasi terakhir, perkiraan kelahiran janin3. Riwayat reproduksi4. Riwayat pemeriksaan kehamilan (prenatal)5. Riwayat pembedahan sebelumnya6. Riwayat merokok7. Penggunaan obat-obatan / alcohol8. medikasi saat ini : Obat dari resep dokter Obat herbal Dukungan spiritual9. Riwayat alergi10. Status riwayat imunisasi

3) Faktor-faktor Psikologi, Sosial, Lingkungan yang Berhubungan dengan Trauma Kehamilan1. Support system : keluarga, teman2. Faktor stress : gaya hidup, pola koping, peristiwa yang terjadi sebelumnya, penyerangan (kemungkinan / aktual), penganiayaan, atau kekerasan oleh pasangan3. Penyakit psikologis

Pengumpulan data Objektifa. Penampilan Umum1. Tingkat kesadaran, Perilku, afek emosi2. Tanda tanda vital3. Bau Badan4. Gaya berjalan5. Kebersihan Diri6. Tingkat ketidaknyamananb. Inspeksi1. Lingkar Perut, Lingkar Uterus2. Ekimosis pada perut3. Kontraksi rahim4. Laserasi pada vagina5. Perdarahan/ pengeluaran cairan per vagina6. Didapatkan persentasi kepala janin atau bagian dari janinc. Auskultasi1. DJJ2. Bising Ususd. Palpasi1. Tenderness pada perut2. TFU3. Palpasi bagian-bagian janin ( Pemeriksaan Leopold)e. Pemeriksaan Diagnostik/Pemeriksaan Penunjang1. Pemeriksan Laboratorium Pemeriksaan Complete blood count (CBC)/ pemeriksaan darah lengkap Serum glukosa, BUN, dan Kreatinin Riwayat koagulasi: Prothrombin time (PT), partial thromboplastin time ( PTT), fibrinogen. Golongan darah dan Rhesus Pemeriksaan Urin dan PP test Hb Serial dan hematokrit D-dimer Kleihauer-Betke test mendetaksi perdarahan pada janin Pemeriksaan AGD meliputu PACO2 bila nilainya 35 -45 mengindikasikan terjadinya gagal nafas karena level CO2 yang rendah selama kehamilan. Ph sekret/cairan vagina 2. Pemeriksaan RadiologiIndikasi pemeriksaan radiologi sebaiknya tidak ditunda karena kehamilan tetapi pemaparan radiasi pada janin harus dibatasi seminimal mungkin. Pemeriksaan radiologi harus diinterpretasikan dalam konteks adanya perubahan pada kehamilan. a) Prosedur Radiografi maternal bila ada indikasib) Sonography pada abdominal, pelvic, atau transvaginalc) CT scan Kepala dan dada bila ada indikasi Abdominal sebaiknya dihindari pada awal kehamilan jika memungkinkan, jika CT scan abdominal diperlukan maka diberikan kontras media melalui IV/atau oral Transabdominal Sonography (USG FAST)3. Lain lain DPL ( Diagnostik Peritoneal Lavage) bila perlu EKG 12 -15 Lead: untuk melihat Denyut jantung ektopik yang mengkin meningkat selama kehamilan Cardiotocography: memonitor DJJ dan kontraksi uterus

2.2.2 Analisa: Diagnosa Banding Keperawatan/Masalah-Masalah Kolaborasi1. Resiko ketidakefektifan bersihan jalan nafas2. Resiko ketidakefektifan pola nafas3. Gangguan pertukaran gas4. Resiko penurunan cardiac out put5. Ketidakefektifan Perfusi jaringan6. Defisiensi volume cairan7. Resiko infeksi8. Nyeri9. Cemas/takut10. Antisipasi berduka11. Resiko ketidakefektifan koping12. Resiko terjadi kekerasan dari orang lain/keluarga

2.2.3 Rencana dan Implementasi Keperawatana. Menentukan Prioritas Perawatan1. Pertahankan ABC2. Memberikan oksigen sesuai indikasi3. Pemberian cairan kristaloid / darah / obat-obatan sesuai kebutuhan melalui IV line4. Mempertahankan pasien pada posisi lateral dekubitus atau jika pasien di imobilisasi diatas spinal board angkat papan setinggi 15 derajat atau secara manual tindakan uterus ke sebelah kiri (posisi supine, kardiak output menurun sebanyak 30% karena penurunan aliran balik vena dari ekstremitas bawah)5. Dapatkan dan susun peralatan yang dibutuhkan6. Persiapkan / bantu intervensi medis7. Berikan terapi farmakologi sesuai indikasib. Mengurangi kecemasanc. Beri kesempatan keluarga untuk mendampingi pasiend. Beri pendidikan pada pasien dan keluarga

2.2.4 Evaluasi dan Monitor selanjutnya (ongoing monitoring)1. Melanjutkan untuk monitor dan perawatan sesuai indikasi2. Monitor respon pasien dan modifikasi rencana keperawatan sesuai kondisi pasien3. Jika hasil atau respon pasien kurang bagus, maka evaluasi kembali pengkajian sampai dengan perencanaan

2.2.5 Dokumentasi Intervensi dan respon pasien2.2.6 Berhubungan dengan Usia1. Pediatrik (anak-anak)a. Berhubungan dengan Pertumbuhan dan Perkembangan1) Kelahiran premature biasanya terjadi pada usia anak-anak/ remaja2) Rata-rata 10% dari anak-anak/ remaja antara usia 15 19 tahun menjadi ibu hamil setiap tahun

b. Pearls1) Pemeriksaan kehamilan jarang dilakukan sampai dengan usia anak-anak/ remaja2) Banyak ibu-ibu anak-anak/ remaja berasal dari latar belakang yang kurang beruntung2. Geriatrika. Berhubungan dengan Proses Penuaan1) Meningkatnya resiko terjadinya keabnormalan kromosom pada janin dengan kehamilan menopause dan post menopause2) Meningkatkan resiko osteoporosis selama kehamilan menopause atau post menopauseb. Pearls1) Adanya kondisi medis sebelumnya yang dapat menambah komplikasi kehamilan pada usia lanjut2) Wanita yang hamil pada usia lanjut melalui proses suling hormone dan donasi sel telur atau fertilisasi invitri (bayi tabung)

2.3 Trauma Kehamilan Pada Kasus KhususA. Kelahiran Prematur Post TraumaPelepasan hormone prostaglandin setelah terjadi trauma dapat menyebabkan kontraksi uterus. Pada umunya wanita hamil yang terjadi trauma sering didapatkan adanya kontraksi uterus. Kontraksi uterus yang ringan biasanya terjadi dalam beberapa jam dalam 90% kasus. Kelahiran premature umumnya sering terjadi karena komplikasi kehamilan yang disertai trauma. Persalinan prematur pada trauma kehamilan dapat mengindikasikan cedera ibu tidak terdiagnosa. Kontraksi yang terjadi terus-menerus atau kram pada uterus juga dapat berhubungan dengan lepasnya plasenta.Pada kasus kelahiran prematur didapatkan data :Inspeksi Pengeluaran pada vagina Kemungkinan muncul bagian dari janinPalpasi Kontraksi uterus lebih dari 6 / jam atau muncul setiap 10 menit Dilatasi serviks dan efficemen

B. Lepasnya/ Solusio PlasentaSolusia plasenta umumnya menyebabkan kematian pada janin disertai ancaman kelangsungan hidup ibu. Biasanya muncul pada kehamilan sebelum 16 minggu. 30 - 60% dari ibu hamil dengan trauma mayor dan sebanyak 50% dari cedera minor terjadi solusio plasenta. Sering disertai dengan trauma tumpul yang terjadi perlambatan kecepatan. Lepasnya plasenta dapat terjadi partial atau total pada plasenta yang tidak elastic dari dinding uterus yang tidak elastis yang megakibatkan putusnya sirkulasi ibu dan janin. Solusio plasenta bisa terjadi karena penggunaan sabuk pengaman perut tanpa menggunakan sabuk pengaman bahu yang mana menyebabkan terjadinya fleksi kedepan dan menekan uterus. Solusio plasenta dapat muncul tanpa ada tanda-tanda dan gejala dari cedera. Seberapa besar janin yang terpengaruh berkaitan dengan jumlah plasenta fungsional yang tertinggal/ yang masih menempel pada dinding uterus. Solusio plasenta bisa juga disertai dengan DIC yang mana dapat terjadi dalam waktu 48 jam terjadi setelah trauma. Pada kasus kelahiran prematur didapatkan data :Inspeksi Adanya Perdarahan vagina (bisa ada bisa tidak) Peningkatan tinggi fundus uterus atau uterus tampak lebih besar dari normal dari usia kehamilan. Cairan amnion berwarna ungu

Palpasi Terjadi kontraksi kuat pada uterus, hipertonus, rigiditas, iritabilitas atau hipotonia Persalinan premature, kontraksi lebih daro 6 per jam Terjadi penurunan atau peningkatan gerakan janin

C. Ruptur UterusUterine rupture jarang terjadi dengan insiden kejadian kurang dari 1% dari pasien hamil dan merupakan kelanjutan dari trauma utama.Dengan angka kematian janin hampir 100%. Kematian ibu biasanya berhubungan dengan cidera lainnya. Cidera yang melibatkan perlambatan mendadak, kompresi perut yang parah atau tekanan langsung ke perut dapat menyebabkan pecahnya rahim. Uterine Rupture lebih sering terjadi pada korban yang memilimi riwayat SC dan dapat dikaitkan dengan pecahnya kandung kemih ditandai dengan adanya darah atau mikonium dalam urine. Pasein dengan kasus ini akan ditemukan data:Inspeksi TFU sulit diidentifikasi Perubahan atau hilangnya kontur uterus Perdarahan pervaginam, yang biasanya jarang dapat diidentifikasiAuskultasi: Disstress DJJ Peningkatan atau penurunan DJJPalpasi: Bagian janin teraba diluar rahim Kekakuan perut Tidak ada pergerakan janin

D. Maternal Cardiopulmonary arrestBayi cukup bulan dapat diselamatkan pada ibu dengan Cardiopulmonary arrest. Dengan melakukan SC 20 menit dari kematian ibu dan idealnya tindakan harus dilakukan dalam waktu 4 menit dari kejadian Maternal Cardiopulmonary arrest. Hipoksia, cedera pada organ vital dan struktur, cidera kepal berat kondisi medis yang menyababkan penurunan cardiac output akibat tension pneumothorax atau hematothorax atau Pwricardial tamponade, dan kehilangan darah yang berlebihan menyebabkan serangan Cardiopulmonary pada ibu. Penyebab dari Maternal Cardiopulmonary arrest harus ditangani secara cepat.Janin yang dapat diselamatkan minimal usia kehamilan 24 minggu dengan tim yang mampu melakukan resusitasi neonates dan peralatan yang sesuai. Ibu dengan kasus Cardiopulmonary arrest setelah melahirkan bayi jarang dapat diselamatkan.

2.6 Pemeriksaan spesifik pada janinPemeriksaan pada janin dilakukan setelah tindakan resusitasi pada ibu oleh dokter kandungan. Pengkajian yang dilakukan meliputi: Pemeriksaan denyut jantung janin (Doppler, Ultrasound, dll) bila tersedia. Normal denyut jantung janin antara 120-160 kali per menit. Terjadinya bradikardia pada janin menandakan adanya distress. Penggunaan electronic foetal heart rate monitoring (EFM) secara kontinyu dapat mengevaluasi kondisi janin dan ibu.

BAB IIIPENUTUP

3.1 KesimpulanKehamilan merupakan peristiwa penting yang membahagiakan bagi ibu hamil, akan tetapi hal ini dapat berubah apabila hal-hal buruk terjadi pada kehamilan tersebut. Trauma merupakan penyebab non-obstetik tersering yang mengakibatkan morbiditas dan mortalitas pada kehamilan. Perubahan unik pada anatomi dan fisiologi saat kehamilan perlu dipahami dokter oleh karena perawatan harus ditujukan untuk dua pasien, yaitu ibu dan janin yang dikandungnya. Penilaian dan manajemen dari kasus trauma tumpul abdomen juga tergantung dari usia kehamilan, dan juga faktor lain seperti waktu kejadian trauma, keparahan, dan mekanisme trauma. Penanganan klinis yang meliputi perawatan pre-hospital, survey primer, dan survey sekunder dilakukan secara komprehensif. Dari komplikasi trauma yang telah dijelaskan, strategi pencegahan sangat penting untuk mencegah dampak buruk pada ibu hamil dan janin yang dikandungnya. Diperlukan edukasi agar ibu hamil dapat lebih memperhatikan keselamatan diri dan janin yang dikandungnya.

3.2 Diagnosa keperawatan 1. Resiko ketidakefektifan bersihan jalan nafas2. Resiko ketidakefektifan pola nafas3. Gangguan pertukaran gas4. Resiko penurunan cardiac out put5. Ketidakefektifan Perfusi jaringan6. Defisiensi volume cairan7. Resiko infeksi8. Nyeri9. Cemas/takut10. Antisipasi berduka11. Resiko ketidakefektifan koping12. Resiko terjadi kekerasan dari orang lain/keluarga

3.3 Intervensi Diagnosa NyeriDiagnosa Keperawatan/ Masalah KolaborasiRencana keperawatan

Tujuan dan Kriteria HasilIntervensi

Nyeri akut berhubungan dengan: Agen injuri (biologi, kimia, fisik, psikologis), kerusakan jaringan

DS: Laporan secara verbal

DO: Posisi untuk menahan nyeri Tingkah laku berhati-hati Gangguan tidur (mata sayu, tampak capek, sulit atau gerakan kacau, menyeringai) Terfokus pada diri sendiri Fokus menyempit (penurunan persepsi waktu, kerusakan proses berpikir, penurunan interaksi dengan orang dan lingkungan) Tingkah laku distraksi, contoh : jalan-jalan, menemui orang lain dan/atau aktivitas, aktivitas berulang-ulang) Respon autonom (seperti diaphoresis, perubahan tekanan darah, perubahan nafas, nadi dan dilatasi pupil) Perubahan autonomic dalam tonus otot (mungkin dalam rentang dari lemah ke kaku) Tingkah laku ekspresif (contoh : gelisah, merintih, menangis, waspada, iritabel, nafas panjang/berkeluh kesah) Perubahan dalam nafsu makan dan minum

NOC : Pain Level, pain control, comfort levelSetelah dilakukan tinfakan keperawatan selama . Pasien tidak mengalami nyeri, dengan kriteria hasil: Mampu mengontrol nyeri (tahu penyebab nyeri, mampu menggunakan tehnik nonfarmakologi untuk mengurangi nyeri, mencari bantuan) Melaporkan bahwa nyeri berkurang dengan menggunakan manajemen nyeri Mampu mengenali nyeri (skala, intensitas, frekuensi dan tanda nyeri) Menyatakan rasa nyaman setelah nyeri berkurang Tanda vital dalam rentang normal Tidak mengalami gangguan tidur

NIC : Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif termasuk lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas dan faktor presipitasi Observasi reaksi nonverbal dari ketidaknyamanan Bantu pasien dan keluarga untuk mencari dan menemukan dukungan Kontrol lingkungan yang dapat mempengaruhi nyeri seperti suhu ruangan, pencahayaan dan kebisingan Kurangi faktor presipitasi nyeri Kaji tipe dan sumber nyeri untuk menentukan intervensi Ajarkan tentang teknik non farmakologi: napas dala, relaksasi, distraksi, kompres hangat/ dingin Berikan analgetik untuk mengurangi nyeri: ... Tingkatkan istirahat Berikan informasi tentang nyeri seperti penyebab nyeri, berapa lama nyeri akan berkurang dan antisipasi ketidaknyamanan dari prosedur Monitor vital sign sebelum dan sesudah pemberian analgesik pertama kali

Diagnosa Kekurangan Volume CairanDiagnosa Keperawatan/ Masalah KolaborasiRencana keperawatan

Tujuan dan Kriteria HasilIntervensi

Defisit Volume CairanBerhubungan dengan: 1. Kehilangan volume cairan secara aktif 1. Kegagalan mekanisme pengaturan

DS : 1. Haus

DO:1. Penurunan turgor kulit/lidah 1. Membran mukosa/kulit kering 1. Peningkatan denyut nadi, penurunan tekanan darah, penurunan volume/tekanan nadi 1. Pengisian vena menurun 1. Perubahan status mental1. Konsentrasi urine meningkat 1. Temperatur tubuh meningkat 1. Kehilangan berat badan secara tiba-tiba1. Penurunan urine output1. HMT meningkat1. Kelemahan

NOC: 1. Fluid balance1. Hydration1. Nutritional Status : Food and Fluid IntakeSetelah dilakukan tindakan keperawatan selama.. defisit volume cairan teratasi dengan kriteria hasil:1. Mempertahankan urine output sesuai dengan usia dan BB, BJ urine normal, 1. Tekanan darah, nadi, suhu tubuh dalam batas normal1. Tidak ada tanda tanda dehidrasi, Elastisitas turgor kulit baik, membran mukosa lembab, tidak ada rasa haus yang berlebihan1. Orientasi terhadap waktu dan tempat baik1. Jumlah dan irama pernapasan dalam batas normal1. Elektrolit, Hb, Hmt dalam batas normal1. pH urin dalam batas normal1. Intake oral dan intravena adekuat

NIC :1. Pertahankan catatan intake dan output yang akurat1. Monitor status hidrasi ( kelembaban membran mukosa, nadi adekuat, tekanan darah ortostatik ), jika diperlukan1. Monitor hasil lab yang sesuai dengan retensi cairan (BUN , Hmt , osmolalitas urin, albumin, total protein )1. Monitor vital sign setiap 15menit 1 jam1. Kolaborasi pemberian cairan IV 1. Monitor status nutrisi1. Berikan cairan oral1. Berikan penggantian nasogatrik sesuai output (50 100cc/jam)1. Dorong keluarga untuk membantu pasien makan1. Kolaborasi dokter jika tanda cairan berlebih muncul meburuk 1. Atur kemungkinan tranfusi1. Persiapan untuk tranfusi1. Pasang kateter jika perlu1. Monitor intake dan urin output setiap 8 jam

Diagnosa CemasDiagnosa Keperawatan/ Masalah KolaborasiRencana keperawatan

Tujuan dan Kriteria HasilIntervensi

Kecemasan berhubungan dengan Faktor keturunan, Krisis situasional, Stress, perubahan status kesehatan, ancaman kematian, perubahan konsep diri, kurang pengetahuan dan hospitalisasi

DO/DS:1. Insomnia1. Kontak mata kurang1. Kurang istirahat1. Berfokus pada diri sendiri1. Iritabilitas1. Takut1. Nyeri perut1. Penurunan TD dan denyut nadi1. Diare, mual, kelelahan1. Gangguan tidur1. Gemetar1. Anoreksia, mulut kering1. Peningkatan TD, denyut nadi, RR1. Kesulitan bernafas1. Bingung1. Bloking dalam pembicaraan1. Sulit berkonsentrasi

NOC : Kontrol kecemasan Koping Setelah dilakukan asuhan selama klien kecemasan teratasi dgn kriteria hasil:1. Klien mampu mengidentifikasi dan mengungkapkan gejala cemas1. Mengidentifikasi, mengungkapkan dan menunjukkan tehnik untuk mengontol cemas1. Vital sign dalam batas normal1. Postur tubuh, ekspresi wajah, bahasa tubuh dan tingkat aktivitas menunjukkan berkurangnya kecemasan

NIC :Anxiety Reduction (penurunan kecemasan)1. Gunakan pendekatan yang menenangkan 1. Nyatakan dengan jelas harapan terhadap pelaku pasien1. Jelaskan semua prosedur dan apa yang dirasakan selama prosedur1. Temani pasien untuk memberikan keamanan dan mengurangi takut1. Berikan informasi faktual mengenai diagnosis, tindakan prognosis 1. Libatkan keluarga untuk mendampingi klien1. Instruksikan pada pasien untuk menggunakan tehnik relaksasi1. Dengarkan dengan penuh perhatian1. Identifikasi tingkat kecemasan 1. Bantu pasien mengenal situasi yang menimbulkan kecemasan1. Dorong pasien untuk mengungkapkan perasaan, ketakutan, persepsi1. Kelola pemberian obat anti cemas:........

Diagnosa Resiko InfeksiDiagnosa Keperawatan/ Masalah KolaborasiRencana keperawatan

Tujuan dan Kriteria HasilIntervensi

Risiko infeksiFaktor-faktor risiko : 1. Prosedur Infasif1. Kerusakan jaringan dan peningkatan paparan lingkungan 1. Malnutrisi 1. Peningkatan paparan lingkungan patogen 1. Imonusupresi 1. Tidak adekuat pertahanan sekunder (penurunan Hb, Leukopenia, penekanan respon inflamasi)1. Penyakit kronik1. Imunosupresi1. Malnutrisi1. Pertahan primer tidak adekuat (kerusakan kulit, trauma jaringan, gangguan peristaltik)NOC : 1. Immune Status1. Knowledge : Infection control1. Risk controlSetelah dilakukan tindakan keperawatan selama pasien tidak mengalami infeksi dengan kriteria hasil:1. Klien bebas dari tanda dan gejala infeksi1. Menunjukkan kemampuan untuk mencegah timbulnya infeksi1. Jumlah leukosit dalam batas normal1. Menunjukkan perilaku hidup sehat1. Status imun, gastrointestinal, genitourinaria dalam batas normal

NIC :1. Pertahankan teknik aseptif1. Batasi pengunjung bila perlu1. Cuci tangan setiap sebelum dan sesudah tindakan keperawatan1. Gunakan baju, sarung tangan sebagai alat pelindung1. Ganti letak IV perifer dan dressing sesuai dengan petunjuk umum1. Gunakan kateter intermiten untuk menurunkan infeksi kandung kencing 1. Tingkatkan intake nutrisi1. Berikan terapi antibiotik:.................................1. Monitor tanda dan gejala infeksi sistemik dan lokal1. Pertahankan teknik isolasi k/p1. Inspeksi kulit dan membran mukosa terhadap kemerahan, panas, drainase1. Monitor adanya luka1. Dorong masukan cairan1. Dorong istirahat1. Ajarkan pasien dan keluarga tanda dan gejala infeksi1. Kaji suhu badan pada pasien neutropenia setiap 4 jam

Daftar PustakaTrynoszewki, C. dkk. 2007. Emergensy Nursing Core Curriculum Sixth Edition. Missouri : Sauders Elsevier.