Ekonomi Syariah

download Ekonomi Syariah

If you can't read please download the document

description

ok

Transcript of Ekonomi Syariah

20KEBIJAKAN FISKAL DAN MONETEREKONOMI ISLAMA.PENDAHULUANPersoalan ekonomi tidak hanya membahas persoalan mikro yang kajiannya lebih terfokus pada prilaku individu-individu termasuk di dalamnya badan usaha, seperti prilaku konsumsi, produksi, distribusi dll. Ekonomi masih mempunyai persoalan makro yang kajiannya lebih terfokus pada peran dan tanggung jawab negara. Ada dua kebijakan yang tidak bisa lepas dari peran dan tanggung jawab negara ini yaitu kebijakan fiskal dan moneter.Kebijakan fiskal harus terkoordinasi dengan kebijakan moneter. Keduanya tidak boleh saling meniadakan pengaruh. Kebijakan fiskal dan moneter harus bekerjasama menghasilkan pengaruh yang sama. Atau paling tidak, kebijakan yang satu memainkan peranan yang pasif dan netral, pada waktu kebijakan yang lain bertujuan meniadakan siklus. Bila kebijakan fiskal bertujuan ekspasioner karena adanya kondisi perekonomian yang resesif, kebijakan moneter tidak seyogyanya memperkecil jumlah uang beredar. Apa yang dicoba hendak diraih oleh kebijakan fiskal tidak boleh dimentahkan oleh kebijakan moneterSicat Gerardo P, Ilmu Ekonomi, Untuk Konteks Indonesia, alih bahasa Nirwono, (Jakarta: LP3ES, 1991), 319..Pernyataan di atas menunjukkan bahwa antara kebijakan fiskal dan kebijakan moneter memiliki hubungan yang begitu erat, keduanya harus saling mendukung dan tidak bisa dipisahkan satu sama lain. Kedua kebijakan ini menjadi pilar kebijakan pemerintah dalam mengatur perekonomian negara untuk menuju perekonomian yang baik demi terwujudnya kesejahteraan rakyat. Persoalan produktifitas dalam negeri, uang beredar, tingkat kerja dan persoalan makro lainnya menjadi aspek-aspek dari kebijakan fiskal dan moneter. Dalam makalah ini coba dikaji bagaimana konsep dua kebijakan ini dalam perspektif ekonomi IslamB.KEBIJAKAN FISKAL1.DefinisiMenurut Wolfson sebagaimana dikutip Suparmoko, kebijakan fiskal (fiscal policy) merupakan tindakan-tindakan pemerintah untuk meningkatkan kesejahteraan umum melalui kebijakan penerimaan dan pengeluaran pemerintah, mobilisasi sumberdaya, dan penentuan harga barang dan jasa dari perusahaanM Suparmoko, Keuangan Negara dalam Teori dan Praktik, cet. VII (Yogyakarta: BPFE-YOGYAKARTA, 1997), 257.. Sedangkan Samuelson dan Nordhaus menyatakan bahwa kebijakan fiskal adalah proses pembentukan perpajakan dan pengeluaran masyarakat dalam upaya menekan fluktuasi siklus bisnis, dan ikut berperan dalam menjaga pertumbuhan ekonomi, penggunaan tenaga kerja yang tinggi, bebas dari laju inflasi yang tinggi dan berubah-ubahPaul Samuelson dan William D. Nordhaus, Makro Ekonomi, Edisi Keempatbelas, (Macro Economics, Fourteenth Edition), Alih bahasa Haris Munandar dkk, cet. IV, (Jakarta: Erlangga, 1997), 346..Dari dua definisi di atas dapat dipahami bahwa kebijakan fiskal merupakan kebijakan pemerintah terhadap penerimaan dan pengeluaran negara untuk mencapai tujuan-tujuannya. Penarikan kesimpulan ini bertujuan agar definisi kebijakan fiskal mengandung makna umum, artinya ia merupakan suatu gambaran yang bisa terjadi dalam berbagai sistem ekonomi.Selanjutnya, karena instrumen yang digunakan dalam kebijakan fiskal adalah penerimaan dan pengeluaran negara, maka kebijakan fiskal dalam konteks Sistem Ekonomi Kapitalis sangat erat kaitannya dengan target keuangan negara yang ingin dicapai. Dengan kata lain, target Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) yang ingin dicapai oleh pemerintah. Boediono secara kontekstual menyatakan bahwa kebijakan fiskal adalah kebijakan yang dilaksanakan lewat APBNBoediono, Seri Sinopsis Pengantar Ilmu Ekonomi No. 2 Ekonomi Makro, cet XX (Yogyakarta: BPFE-Yogyakarta, 2001), 109..Sementara dalam terminologi Islam M.A. Mannan menyatakan bahwa kebijakan fiskal adalah Kebijakanyang harus sesuai dengan prinsip hukum dan nilai-nilai Islam yang bertujuan untuk mengembangkan suatu masyarakat yang didasarkan atas distribusi kekayaan berimbang dengan menempatkan nilai-nilai material dan spiritual pada tingkat yang samaM. A. Mannan, Teori dan Praktek Ekonomi Islam, (Yogyakarta: Dhana Bakti Wakaf, 1997), 230.. Dari pendapat M.A. Mannan ini dapat dipahami bahwa kebijakan fiskal adalah kebijakan pemerintah terhadap penerimaan dan pengeluaran negara untuk mencapai tujuan-tujuannya dengan dilandasi keseimbangan distribusi dan keseimbangan nilai material dan spiritual. Dari definisi di atas dapat diketahui bahwa secara fundamental kajian tentang kebijakan fiskal meliputi dua pokok pembahasan yaitu pembahasan tentang kebijakan terhadap penerimaan atau pendapatan dan kebijakan terhadap pengeluaran atau belanja negara.2.Kebijakan Pemasukan Atau Pendapatan Islam telah menentukan sektor-sektor penerimaan pemerintah, melalui zakat, ghani>mah, fay, jizyah, khara>j, s{adaqah dan lain-lain. Pendapatan tersebut ada yang bersifat rutin seperti zakat, jizyah, kharaj, usr, infaq dan s{adaqah serta pajak jika diperlukan, dan ada yang bersifat temporer seperti: ghani>mah, fay dan harta yang tidak ada pewarisnyaMustafa Edwin Nasution, dkk, Pengenalan Eksklusif Ekonomi Islam, (Jakarta: Kencana, 2006),221. . Menurut M. Saddam Jika diklasifikasikan bahwa ada tiga kategori aset penerimaan pemerintah Islam, yaituM. Saddam, Perspektif Ekonomi Islam, (Jakarta: Pustaka Ibadah, 2003), 39. :a.Ghani>mah b.S{adaqah yaitu zakatc.Pajak yang meliputi fay, jizyah dan khara>jAbdul Qadim Zallum dalam bukunya al-Amwa>l fi> Daulah al-Khila>fah, membagi sumber-sumber pendapatan negara dalam 3 kelompok yaituAbdul Qadim Zallum, Sistem Keuangan di Negara Khilafah, (Al-Amwa>l Fi> Dawlah al-Khila>fah), alih bahasa Ahmad S. dkk, Cet. I, (Bogor: Pustaka Thariqul Izzah, 2002). 13-15. : a.Bagian Fay dan Khara>j; meliputi harta yang tergolong fay bagi seluruh kaum muslim dan pajak (d{a>ribah) terhadap kaum muslim sebagai kewajiban mereka ketika negara mengalami krisis keuangan sehingga tidak mampu membiayai belanja negara terutama yang berifat wajib. Kelompok ini terdiri atas:1)Seksi ghani>mah, mencakup ghani>mah, anfal, fay, dan khums.2)Seksi khara>j.3)Seksi status tanah, mencakup tanah-tanah yang ditaklukkan secara paksa (uswah), tanah usyriyah, as shawafi, dan tanah-tanah yang dimiliki oleh negara, tanah-tanah milik umum dan tanah-tanah yang dipagar dan dikuasai negara.4)Seksi jizyah.5)Seksi fay, yang meliputi data-data pemasukan dari (harta) as shawafi, usyur, 1/5 harta rika>z dan barang tambang, tanah yang dijual atau disewakan, harta as shawafi dan harta waris yang tidak ada pewarisnya.6)Seksi pajak (d{a>ribah)b.Bagian Pemilikan Umum; harta dari kepemilikan umum ini adalah milik seluruh kaum muslim, sedangkan negara berfungsi mewakili ummat dalam mengelola harta jenis kepemilikan umum ini, untuk kemudian digunakan bagi kemaslahatan kaum Muslimin dan seluruh warga negara (termasuk non muslim). Kelompok ini dibagi berdasarkan jenis harta kepemilikan umum, yaitu:1)Seksi minyak dan gas.2)Seksi listrik.3)Seksi pertambangan.4)Seksi laut, sungai, perairan dan mata air.5)Seksi hutan dan padang (rumput) gembalaan.6)Seksi tempat khusus (yang dipagar dan dikuasai oleh negara).c.Bagian S{adaqah; bagian ini menyimpan harta-harta zakat yang wajib beserta catatannya. Kelompok ini berdasarkan jenis harta zakat, yaitu:1)Seksi zakat (harta) uang dan perdagangan.2)Seksi zakat pertanian dan buah-buahan.3)Seksi zakat (ternak) unta, sapi, dan kambing.Secara umum ada kaidah-kaidah syariyah yang mengatur kebijakan pendapatan tersebut. Khaf berpendapat sedikitnya ada tiga prosedur yang harus dilakukan pemerintah Islam dalam kebijakan pendapatan fiskalnya dengan asumsi bahwa pemerintah tersebut sepakat dengan adanya kebijakan pungutan pajakMustafa Edwin Nasution, dkk, Pengenalan Eksklusif Ekonomi Islam, (Jakarta: Kencana, 2006), 221-223. .a.Kaidah Syariyah Yang Berkaitan Dengan Kebijakan Pungutan ZakatAjaran Islam dengan rinci telah menentukan, syarat, kategori harta yang harus dikeluarkan zakatnya, lengkap dengan besaran (tarifnya). Maka dengan ketentuan yang jelas tersebut tidak ada hal bagi pemerintah untuk mengubah tarif yang telah ditentukan. Akan tetapi pemerintah dapat mengadakan perubahan dalam struktur harta yang wajib dizakati dengan berpegang pada nash-nash umum yang ada dan pemahaman terhadap realita modern. Adapun mengenai kebijakan pemungutannya Nabi dan para sahabat telah memberikan contoh mengenai fleksibilitas, Nabi pernah menangguhkan zakat pamannya Abbas karena krisis yang dihadapinya, sementara sayyidina Umar menangguhkan zakat Mesir karena paceklik yang melanda Mesir pada tahun tersebut. Selain fleksibilitas di atas kaidah lainnya fleksibilitas dalam bentuk pembayaran zakat yaitu dapat berupa benda atau nilai.b.Kaidah-Kaidah Syariyah Yang Berkaitan Dengan Hasil Pendapatan Yang Berasal Dari Aset PemerintahMenurut kaidah syariyah pendapatan dari aset pemerintah dapat dibagi dalam dua kategori yaitu pendapatan dari aset pemerintah yang umum, yaitu berupa investasi aset pemerintah yang dikelola baik oleh pemerintah sendiri atau masyarakat dan pendapatan dari aset yang masyarakat ikut memanfaatkannya yaitu yang termasuk dalam kaidah bahwa manusia berserikat dalam memiliki air, api dan garam dan yang semisalnya kaidah ini dalam konteks pemerintahan modern adalah sarana-sarana umum yang sangat dibutuhkan masyarakat. Pada aset kategori yang pertama, jika aset tersebut dikelola individu masyarakat maka pemerintah berhak menentukan berapa bagian pemerintah dari hasil yang dihasilkan oleh aset tersebut dengan berpedoman pada kaidah umum yaitu maslahah dan keadilan.c.Kaidah Syariyah Yang Berkaitan Dengan Kebijakan PajakPrinsip ajaran Islam tidak memberikan arahan dibolehkannya pemerintah mengambil sebgaian harta milik orang kaya secara paksa (undang-undang pajak dalam konteks modern). Sesulit apapun kehidupan Rasulullah SAW di Madinah beliau tidak pernah menentukan kebijakan pungutan pajak. Dalam konteks ekonomi pajak merupakan satu-satunya sektor pendapatan tersebut terpenting dan terbesar dengan alasan bahwa pendapatan tersebut dialokasikan pada publics goods dan mempunyai tujuan sebagai alat redistribusi, penstabilan dan pendorong pertumbuhan ekonomi. Seandainya pungutan pajak tersebut hanya bagi orang yang mampu atau kaya dan untuk pembiayaan yang betul-betul sangat diperlukan dan pemerintah tidak memiliki sektor pemasukan lainnya.3.Kebijakan Pengeluaran Atau Belanja Kegiatan yang menambah pengeluaran negara mempunyai dampak tertentu yang pada kehidupan sosio-ekonomi masyarakat. Berbeda dengan kitab-kitab agama lain, kitab suci al-Qura>n telah menetapkan perintah-perintah yang sangat tepat mengenai kebijakan negara tentang pengeluaran pendapatan negara. Al-Qur`a>n telah mentapkan suatu kebijakan pengeluaran yang luas untuk distribusi kekayaan berimbang di antara berbagai lapisan masyarakat.Dalam al-Qur`a>n dikatakan: dan mereka bertanya kepadamu apa yang mereka nafkahkan. Katakanlah: " yang lebih dari keperluan." Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu supaya kamu berfikir,.(al-Qura>n, al-Baqarah 219)Maknanya bukanlah berarti mengeluarkan uang untuk hal-hal yang tidak menentu. Islam bukan hanya mencegah tapi mengutuk pemborosan. Penimbunan juga dikutuk karena dengan demikian kekayaan tak dapat beredar dan mafaat penggunaannya tidak dapat dinikmati si pemakai ataupun masyarakat. Sesungguhnya, seluruh filsafat ekonomi tentang kegiatan tambahan pengeluaran negara adalah membawa surplus kekayaan ke dalam peredaran, dan untuk menjamin distribusi kekayaan berimbang di kalangan semua masyarakat. Hal ini terutama di kalangan fakir miskin, sesuai dengan hak-hak alami serta harta benda pribadiM. A. Mannan, Teori dan Praktek Ekonomi Islam, (Yogyakarta: Dhana Bakti Wakaf, 1997), 232-234. .Abdul Qadim Zallum mengelompokkan pengeluaran atau belanja negara menjadi delapan bagian yang meliputi pembiayaan bagian-bagian Baitul Mal itu sendiri, seksi-seksinya, dan biro-biroAbdul Qadim Zallum, Sistem Keuangan di Negara Khilafah, (Al-Amwa>l Fi> Dawlah al-Khila>fah), alih bahasa Ahmad S. dkk, Cet. I, (Bogor: Pustaka Thariqul Izzah, 2002). 16-17..a.Seksi da>r al-Khila>fah, yang terdiri dari:1)Kantor Khilafah.2)Kantor Penasihat (Mustashsha>ri>n)3)Kantor Mua>win Tafwid{.4)Kantor Mu>awin Tanfidh..b.Seksi Mas}a>lih al-Dawlah, yang terdiri dari:1)Biro Amir Jihad.2)Biro para Wali (gubernur)3)Biro para Qa>d{i.4)Biro Mas{a>lih al-Dawlah, seksi-seksi dan biro-biro lain, serta fasilitas umum.c.Seksi Santunan; seksi ini bertugas memberikan santunan kepada yang berhak menerimanya, seperti orang-orang fakir, miskin, yang dalam keadaan membutuhkan, yang berhutang, yang sedang dalam perjalanan, para petani, para pemilik industri, dan lain-lain yang menurut Khalifah mendatangkan kemaslahatan bagi kaum muslim serta layak diberi subsidi. d.Seksi Jihad, meliputi:1)Biro pasukan, yang mengurus pengadaan, pembentukan, penyiapan dan pelatihan pasukan.2)Biro persenjataan (amunisi).3)Biro industri militer.e.Seksi Penyimpanan Harta Zakat; bagian ini menyalurkan zakat kepada hanya delapan golongan yang berhak menerima zakat, selama masih ada harta zakat yang di dalam Baitul Mal, dan jika tidak terdapat lagi harta zakat di dalam Baitul Mal maka seksi ini tidak dibiayai.f.Seksi Penyimpanan Harta Pemilikan Umum.g.Seksi Urusan Darurat/ Bencana Alam (al-T{awa>ri).h.Seksi Anggaran Belanja Negara (al-Muwa>zanah al-Ammah), Pengendali Umum (al-Muha>sabah al-Ammah), dan Badan Pengawas (al-Mura>qabah).Efisiensi dan efektifitas merupakan landasan pokok dalam kebijakan pengeluaran pemerintah, yang dalam ajaran Islam dipandu oleh kaidah-kaidah syariyah dan penentuan skala prioritas. Para ulama terdahulu telah memberikan kaidah-kaidah umum yang didasarkan dari al-Qura>n dan hadith dalam memandu kebijakan belanja pemerintah.Umar Chapra membagi kaidah tersebut sebagai berikutMustafa Edwin Nasution, dkk, Pengenalan Eksklusif Ekonomi Islam, (Jakarta: Kencana, 2006), 223. :a.Kebijakan atau belanja pemerintah harus senantiasa mengikuti kaidah maslahahb.Menghindari masyaqqah kesulitan dan mudarat harus didahulukan ketimbang melakukan pembenahan.c.Mudarat individu dapat dijadikan alasan demi menghindari mudarat dalam skala umumd.Pengorbanan individu dapat dilakukan dan kepentingan individu dapat dikorbankan demi menghindari kerugian dan pengorbanan dalam skala umum.e.Kaidah al-giurmu bil gunni yaitu kaidah yang menyatakan bahwa yang mendapatkan manfaat harus siap menanggung beban (yang ingin untung harus siap menanggung kerugian)f.Kaidah ma> la> yatimmu al-Wa>jib illa> bihi fa huwa wa>jib yaitu kaidah yang menyatakan bahwa sesuatu hal yang wajib ditegakkan dan tanpa ditunjang oleh faktor lainnya tidak dapat dibangun, maka menegakkan faktor penunjang tersebut menjadi wajib hukumnya.Kaidah-kaidah tersebut dapat membantu dalam mewujudkan efektifitas dan efisiensi pembelanjaan pemerintah Islam, sehingga tujuan-tujuan dari pembelanjaan pemerintah dapat tercapai. Di antara tujuan pembelanjaan dalam pemerintahan IslamIbid, 224. :a.Pengeluaran demi memenuhi kebutuhan masyarakat hajat masyarakat.b.Pengeluaran sebagai alat redistribusi kekayaan. c.Pengeluaran yang mengarah pada semakin bertambahnya permintaan efektif.d.Pengeluaran yang berkaitan dengan investasi dan produksi.e.Pengeluaran yang bertujuan menekan tingkat inflasi dengan kebijakan intervensi pasar.Kebijakan belanja umum pemerintah dalam sistem ekonomi Islam dapat dibagi menjadi tiga bagian:a.Belanja kebutuhan operasional pemerintah yang rutinb.Belanja umum yang dapat dilakukan pemerintah apabila sumberdananya tersedia.c.Belanja umum yang berkaitan dengan proyek yang disepakati oleh masyarakat berikut sistem pendanaannya.Adapun kaidah syariyah yang berkaitan dengan belanja kebutuhan operasional pemerintah yang rutin adalah mengacu pada kaidah-kaidah yang telah disebutkan di atas, secara rinci pembelanjaan Negara harus didasarkan padaIbid, 224-225. :a.Kebijakan belanja rutin harus sesuai dengan azas maslahat umum, tidak boleh dikaitkan dengan kemaslahatan seseorang atau kelompok masyarakat tertentu, apalagi kemaslahatan pejabat pemerintah.b.Kaidah atau prinsip efisiensi dalam belanja rutin yaitu mendapatkan sebanyak mungkin manfaat dengan biaya yang semurah-murahnya. Kaidah ini membawa suatu pemerintahan jauh dari sifat mubazir dan kikir di samping alokasinya pada sektor-sektor yang tidak bertentangan dengan syariah.c.Tidak berpihak pada kelompok kaya dalam pembelanjaan, walaupun dibolehkan berpihak pada kelompok miskin. Kaidah tersebut cukup berlandaskan pada nash-nash yang sahih seperti kasus al-Hima yaitu tanah yang diblokir oleh pemerintah yang khusus diperuntukkan bagi kepentingan umum.d.Prinsip komitmen dengan aturan syariah, maka alokasi belanja Negara hanya boleh pada hal-hal yang mubah, dan menjauhi yang haram.e.Prinsip komitmen dengan sekala prioritas syariah, dimulai dari yang wa>jib, sunnah, muba>h atau d{aru>rah, hajjiyah dan kama>liyah. 4.Kebijkan Fiskal Rasulullah SAWKebijakan fiskal telah lama dikenal dalam teori ekonomi Islam, yaitu sejak zaman Rasulullah SAW. dan Khulafaur Rasyidin, yang di kemudian hari dikembangkan oleh para ulama. Ibnu Khaldun (1404) mengajukan solusi atas resesi dengan cara mengecilkan pajak dan meningkatkan pengeluaran pemerintah. Pemerintah adalah pasar terbesar, ibu dari semua pasar, dalam hal besarnya pendapatan dan penerimaannya. Jika pasar pemerintah mengalami penurunan, wajar bila pasar yang lain pun akan ikut menurun, bahkan dalam agregat yang lebih besar.Abu Yusuf (798) merupakan ekonom pertama yang secara rinci menulis tentang kebijakan ekonomi dalam kitabnya al-Khara>j, yang menjelaskan tanggung jawab ekonomi pemerintahn untuk memenuhi kebutuhan rakyatnya.Di zaman Rasulullah SAW., sisi penerimaan APBN terdiri dari khara>j (sejenis pajak tanah), zakat, khums (pajak 1/5), jizyah (sejenis pajak atas badan orang nonmuslim), uang tebusan, amwa>l fad{i>lah, nawa>ib, wakaf, kafarah, dan diyah Adiwarman Karim, Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2008), 47-48.. Sedangkan pengeluaran terdiri dari pengeluaran untuk kepentingan dakwah, pendidikan dan kebudayaan, iptek, hankam, kesejahteraan sosial, dan belanja pegawai.Penerimaan zakat dan khums dihitung secara proporsional, berdasar prensentase, bukan nilai nominal, sehingga ia akan menstabilkan harga dan menekan inflasi ketika permintaan agregat lebih besar daripada penawaran agregat. Sistem zakat perniagaan tidak akan mempengaruhi harga dan jumlah penawaran karena zakat dihitung dari hasil usaha. Berbeda dengan hal tersebut, saat ini PPN dihitung atas dasar harga barang, sehingga harga barang bertambah mahal, dan jumlah yang ditawarkan lebih sedikit.Di zaman kekhalifahan begitu banyak contoh nyata pengelolaan dana rakyat yang baik. Di zaman Umar ibn Khattab penerimaan baitul mal mencapai 160 juta Dirham. Di sisi pengeluaran, Umar memerintahkan Amr bin Ash, gubernur Mesir, untuk membelanjakan sepertiga APBN untuk membangun infrastruktur. APBN di zaman-zaman para teladan tersebut jarang mengalami defisit. Dengan ketiadaan defisit tidak ada uang baru yang dicetak, dan inflasi tidak akan terjadi (karena adanya ekspansi moneter)Adiwarman Karim, Ekonomi Islam suatu Kajian Kontemporer, (Jakarta: Gema Insani press, 2003), 25-27.. 5.Ciri Kebijakan Fiskal Masa Rasul Dan SahabatDalam pemerintahan Islam, kebijakan fiskal telah dikenal sejak zaman Rasulullah SAW hingga zaman pertengahan. Pada zaman Rasulullah SAW dan para sahabat, Baitul mal adalah lembaga pengelolaan keuangan negara sehingga terdapat kebijakan fiskal seperti yang kita kenal saat ini. Kebijakan fiskal di baitul mal memberikan dampak positif terhadap tingkat investasi, penawaran agregat, dan secara tidak langsung memberikan dampak pada tingkat inflasi dan pertumbuhan ekonomi. Ciri kebajikan fiskal di baitul mal di zaman Rasulullah SAW dan para sahabat adalah sebagai berikutAdiwarman Karim, Ekonomi Makro Islami, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2007), 247-252.:a)Sangat jarang terjadi anggaran defisit.b)Sistem pajak proporsional (proportional tax).c)Besarnya rate khara>j ditentukan berdasarkan produktivitas lahan, bukan berdasarkan zona.d)Berlakunya regressive rate untuk zakat peternakan.e)Perhitungan zakat perdagangan berdasarkan besarnya keuntungan, bukan atas harga jual.f)Porsi besar untuk pembangunan infrastruktur.g)Manajemen yang baik untuk hasil yang baik.h)Jaringan kerja antara baitul mal pusat dengan baitul mal daerah.C.KEBIJAKAN MONETER1.DefinisiMenurut boediono kebijakan moneter adalah tindakan pemerintah (bank sentral) untuk mempengaruhi situasi makro yang dilaksanakan di pasar uang. Boediono menambahkan bahwa secara khusus kebijakan moneter bisa diartikan sebagai tindakan makro pemerintah dengan cara mempengaruhi proses penciptaan uangBoediono, Seri Sinopsis Pengantar Ilmu Ekonomi No. 2 Ekonomi Makro, cet XX (Yogyakarta: BPFE-Yogyakarta, 2001), 96. . Sedangkan menurut Sadono Sukirno kebijakan moneter adalah langkah pemerintah untuk mengatur penawaran uang dan tingkat bungaSadono Sukirno, Pengantar Teori Makro Ekonomi, Edisi kedua, (Rajawali Pers, 1994), 226-227. . Kebijakan ini dilaksanakan oleh Bank sentralIbid. . Dari dua definisi ini dapat dipahami bahwa kebijakan moneter berhubungan erat sekali dengan peran uang hingga muncul pasar uang dan hal-hal yang berhubungan dengan uang seperti tingkat bunga. Sehingga kebijakan moneter ini akan mengkaji tentang peran uang, permintaan uang dan instrumen kebijakan moneter. Kebijakan moneter Islam akan jelas terlihat dari kajian tentang fungsi uang, permintaan uang dan instrumen kebijakan moneter ini.2.Fungsi UangDalam sistem ekonomi perekonomian manapun, fungsi utma uang adalah alat tukar (medium of exchange). Ini adalah fungsi utama uang. Dari fungsi utama ini, diturunkan fungsi-fungsi yang lain, seperti uang sebagai standard of value (pembakuan nilai), store of value (penyimpan kekayaan), unit of account (satuan penghitungan) dan standard of defferred payment (pembakuan pembayaran tangguh). Mata uang manapun niscaya akan berfungsi seperti ini.Namun ada satu hal yang sangat berbeda dalam memandang uang antara sistem kapitalis dengan sistem Islam. Dalam sistem perekonomian kapitalis, uang tidak hanya sebgai alat tukar yang sah (legal tender) melainkan juga sebagai komoditas. Menurut sistem kapitalis, uang juga dapat diperjual belikan dengan kelebihan baik on the spot maupun secara tangguh. Dalam Islam, apapun yang berfungsi sebagai uang, maka fungsi utamanya sebagai medium of exchange. Uang tidak diperlukan untuk dikonsumsi, ia tidak diperlukan uantuk dirinya sendiri, melainkan diperlukan untuk membeli barang yang lain sehingga kebutuhan manusia dapat terpenuhi. Inilah yang dijelaskan oleh imam al-G{azali bahwa emas dan perak hanyalah logam yang di dalam substansinya (zatnya itu sendiri) tidak ada manfaatnya atau tujuan-tujuannya. Menurut beliau, keduanya ibarat cermin, ia tidak memiliki warna namun ia bisa mencerminkan semua warnaNurul Huda dkk, Ekonomi Makro Islam, (Jakarta: Kencana, 2008), 78-79.. Ahmad Hasan dalam bukunya al-Awra>q al-Naqdiyah Fi al-iqtis{a>d al-Isla>my (Qi>ma>tuha Wa Ahka>muha), menyatakan bahwa ada tiga fungsi uang, yaituAhmad Hasan, Mata Uang Islami Telaah Komprehensif Sistem Keuangan Islami alih bahasa Saifurrahman dan Zulfakar Ali, (Jakarta: Raja Grafindo Persada),12-20.:a.Uang Sebagai Standar Ukuran Harga Dan Unit HitunganUang adalah standar ukuran harga, yakni sebagai media pengukur nilai harga komoditi dan jasa, dan perbandingan harga setiap komoditas dengan komoditas yang lain. Uang dalam fungsinya sebagai standar ukuran umum harga berlaku untuk ukuran nilai harga dalam ekonomi, seperti berlakunya standar meter untuk ukuran jarak, atau ampere untuk ukuran tegangan listrik, atau kilogram sebagai standar timbangan atau kubik sebagai ukuran volume (isi). Ibnu al-Qayyim berkata bahwa dirhan dan dinar adalah harga komoditas. Dan harga adalah ukuran standar yang dengannya bisa dikenal ukuran nilai harta. Harus bersifat spesifik dan akurat tidak naik dan tidak juga turun (nilainya). Bisa dibayangkan bagaimana kekacauan yang terjadi di pasar-pasar jika panjang meter berubah-ubah tanpa perkiraan dari waktu ke waktu; terkadang panjang meter 150 sentimeter, kadang 75 sentimeter, dan kemudian 90 sentimeter. Tentu banyak urusan manusia dan interaksi mereka akan mengalami kekacauan.b.Uang Sebagai Media PertukaranUang adalah alat tukar yang digunakan setiap individu untuk pertukaran komoditas dan jasa. Misalnya seseorang yang memiliki apel dan membutuhkan beras, kalau dalam sistem barter pemilik apel berangkat ke pasar untuk menemukan orang yang memiliki beras dan membutuhkan apel sehingga terjadi pertukaran antara keduanya. Ketika orang-orang sudah membuat uang, pemilik apel dapat menjual barangnya dengan imbalan uang kemudian dengan uang itu ia bisa membeli beras. Orang memproduksi barang dan menjualnya dengan bayaran uang, selanjutnya dengan uang itu ia gunakan untuk membayar pembayaran belian apa yang ia butuhkan. c.Uang Sebagai Media Penyimpan NilaiMaksud para ahli ekonomi dalam ungkapan mereka uang sebagai media penyimpan nilai adalah bahwa orang yang mendapatkan uang, kadang tidak mengeluarkan seluruhnya dalam satu waktu, tapi ia sisihkan sebagian untuk membeli barang atau jasa yang ia butuhkan pada waktu yang ia inginkan, atau ia simpan untuk hal-hal tak terduga seperti sakit mendadak atau menghadapi kerugian yang tak terduga. Al-G{azali menyinggung persoalan ini dalam ungkapannya kemudian dibutuhkan harta yang tahan lama karena keperluan yang terus menerus. Dan harta yang paling tahan lama adalah barang tambang maka dibuatlah uang dari emas, perak dan tembaga. Fungsi ini disertai dengan penegasan bahwa pertama, Islam mendorong investasi, tidak membekukan uang atau meminjamkannya (modal) dengan bunga, karena hal-hal itu menghalangi uang dari pembelanjaan investasi. Kedua, bahwa nilai uang yang tidak tetap, dan daya tukar yang menurun menyebabkan kesulitan dalam fungsinya sebagai media penyimpan nilai untuk ditabung demi tujuan-tujuan dagang.3.Permintaan Dan Penawaran Uang Ada dua alasan utama memegang uang dalam ekonomi Islam, yaitu motivasi dan berjaga-berjaga. Spekulasi dalam pengertian Keynes, tidak akan pernah ada dalam ekonomi Islam, sehingga permintaan uang untuk tujuan spekulasi menjadi nol dalam ekonomi IslamNurul Huda dkk, Ekonomi Makro Islam, (Jakarta: Kencana, 2008), 95.. Permintaan uang untuk transaksi merupakan fungsi dari tingkat pendapatan yang dimiliki oleh seseorang. Dimana semakin tinggi tingkat pendapatan seseorang maka permintaan uang untuk memfasilitasi transaksi barang dan jasa juga akan meningkat. Sedangkan motivasi berjaga-berjaga muncul karena individu dan perusahaan menganggap perlu memegang uang tunai di luar apa yang diperlukan untuk transaksi, guna memenuhi kewajiban dan berbagai kesempatan yang tidak disangka untuk pembelian di muka. Menurut Adiwarman Karim motif berjaga-jaga ini termasuk didalamnya permintaan uang untuk investasi dan tabungan. Dalam mengatur manajemen permintaan uang para ekonom muslim melandasi pengendalian permintaan uang pada tiga variabel, yaituAdiwarman Karim, Ekonomi Makro Islami, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2007), 180. :a)Nilai-nilai moral.b)Lembaga-lembaga sosial ekonomi dan politik, termasuk mekanisme harga.c)Tingkat keuntungan riil sebagai pengganti keberadaan suku bunga.Ketiga variabel ini akan saling mendukung dalam mengendalikan permintaan uang. Meskipun nilai-nilai moral kurang mampu secara langsung dalam menentukan seberapa besar jumlah yang diminta namun variabel ini akan mengurangi sikap konsumsi yang boros dan mubazir. Mekanisme harga akan membantu mengalokasikan sumber daya pada tujuan yang lebih efesien. Tingkat keuntungan sebagai pengganti dari keberadaan suku bunga diharapkan akan lebih mampu untuk mengarahkan pada pola permintaan uang yang ditujukan untuk konsumsi yang tidak berlebihan dan investasi yang berorientasi keuntungan di sektor riil.4.Instrumen Kebijakan MoneterDalam perekonomian Islam tidak mengenal instrumen suku bunga. Sistem Islam menerapkan sistem pembagian keuntungan dan kerugian (profit and loss sharing), bukan kepada tingkat bunga yang telah menetapkan tingkat keuntungan di muka. Dan instrumen yang diperlukan untuk mengelola kebijakan moneter Islam adalah kebijakan moneter yang tidak saja akan membantu mengatur penawaran uang seirama terhadap permintaan riil terhadap uang, tetapi juga membantu memenuhi kebutuhan untuk membiayai defisit pemerintah yang benar-benar riil dan mencapai sasaran sosioekonomi masyarakat IslamNurul Huda dkk, Ekonomi Makro Islam, (Jakarta: Kencana, 2008), 168. . Menurut Umar Chapra terdapat sejumlaah elemen untuk mengatur hal ini, yaituMustafa Edwin dkk, Pengenalan Eksklusif Ekonomi Islam, (Jakarta: Kencana, 2007), 272-276.:a)Target Pertumbuhan Dalam M Dan MoPertumbuhan peredaran uang yang diinginkan (M) berkaitan erat dengan pertumbuhan dalam Mo atau uang yang berdaya tinggi yang didefinisikan sebagai mata uang dalam sirkulasi ditambah deposito pada bank sentral, maka bank sentral harus mengatur ketersedian dan pertumbuhan Mo. berkaitan denga pengaturan Mo ini, sumber-sumber daya yang dapat diturunkan dari kekuatan ini harus dimanfaatkan untuk memenuhi sasaran-sasaran masyarakat Islam yang berorientsi kepada kesejahteraan sosial. Bank sentral harus bisa membagi Mo secara proporsional kepada pemerintah untuk membiayai proyek-proyek kepentingan sosial, kepadd bank komersial dalam bentuk pinjaman mud{a>rabah untuk membiayai aktivitas pertumbuhan ekonomi yang diinginkan dalam sektor swasta dengan sasaran perekonomian Islam dan kepada lembaga-lembaga khusus juga dalam bentuk pinjaman mud{a>rabah untuk membiayai aktivitas produktif seperti wirausaha, petani, industri rumah tangga dan pembiayaan bisnis kecil lainnya yang prospektif namun tidak mendapatkan dana yang cukup dari bank-bank komersial.b)Saham Publik Terhadap Deposito Unjuk (Uang Giral)Sebagian uang giral bank komersial, sampai ukuran tertentu, misalnya 25 persen (batas maksimal dalam ukuran normal), harus dialihkan kepada pemerintah untuk membiayai proyek-proyek yang bermanfaat secara sosial, di mana prinsip bagi hasil tidak layak diterapkan dalam kondisi itu. Ini merupakan tambahan dari jumlah yang dilimpahakan oleh bank sentral kepada pemerintah untuk melakukan ekspansi basis moneter (MO). Salah satu caranya adalah mengalihkan sebagian deposito unjuk yang dimobilisasi kepada perbendaharaan publik untuk membiayai proyek-proyek yang bermanfaat secara sosial, tanpa memaksakan beban kepada publik lewat pajak yang dikumpulkan.c)Cadangan Wajib ResmiBank-bank komersial diwajibkan menahan suatu proporsi tertentu, misalnya 10-20 persen, dari deposito unjuk mereka dan disimpan di bank sentral sebagai cadangan wajib. Bank sentral harus menanggung ongkos memobilisasi deposito ini kepada bank-bank komersial, persis seperti pemerintah menanggung ongkos memobilisasi 25 persen deposito unjuk yang dialihkan kepada pemerintah. Cadangan resmi ini dapat divariasikan oleh bank sentral dengan anjuran kebijakan moneter. Sebagian dana harus digunakan oleh bank sentral untuk melayani pinjaman sebagai lender of the last resort.d)Pembatasan KreditAlat-alat seperti yang disebutkan di atas akan mempermudah bank sentral dalam melakukan ekspansi yang diinginkan pada uang berdaya tinggi, sampai pada ekspansi yang melebihi batas yang diinginkan. Masalahnya, pertama, tidaklah mudah menentukan secara akurat kucuran kredit kepada sistem perbankan, selain yang telah disediakan oleh pinjaman mud{a>rabah bank sentral, terutama dalam sebuah pasar uang yang masih kurang berkembang seperti yang ada di negara-negara muslim, kedua, hubungan antara cadangan bank komersial dan ekspansi kredit tidak akurat benar. Prilaku sirkulasi uang merefleksikan sebuah interaksi yang kompleks oleh berbagai faktor internal dan eksternal perekonomian. Karena itu perlu menetapkan batasan pada kredit bank komersial untuk menjamin bahwa penciptaan kredit total adalah konsisten dengan target-target moneter. Dalam alokasi batasan di antara bank-bank komersial secara individu, perlu dilakukan secara hati-hati, sehingga terwujud kompetisi yang sehat di antara bank-bank komersial itu.e)Alokasi Kredit (Pembiayaan) Yang Berorientasi Kepada NilaiMengenai kredit-kredit bank terjadi karena dana yang dimiliki oleh publik, kredit harus dialokasikan dengan bijak agar bisa membantu mewujudkan kemaslahatan umat. Kriteria untuk alokasi ini, seperti dalam kasus sumber-sumber daya yang disediakan Allah SWT pada umumnya, harus mewujudkan sasaran masyarakat Islam. Hal ini dapat dicapai dengan menjamin bahwa :1)Alokasi kredit akan menimbulkan suatu produksi dan distribusi optimal bagi barang dan jasa yang diperlukan oleh sebagaian besar anggota masyarakat.2)Manfaat kredit dapat dirasakan oleh sejumlah besar kalangan bisnis di masyarakat.5.Kebijakan Moneter Rasulullah SAWKebijakan moneter sebenarnya bukan hanya mengutamakan suku bunga. Bahkan sejak zaman Rasulullah SAW dan Khulafaur Rasyidin, kebijakan moneter dilaksanakan tanpa mengunakan instrumen bunga sama sekali.Perekonomian Jazirah Arabia ketika itu adalah perekonomian dagang, bukan ekonomi yang berbasis sumber daya alam; minyak bumi belum ditemukan dan sumber daya alam lainnya terbatas.Lalu lintas perdagangan antara Romawi dan India yang melalui Arab dikenal sebagai Jalur Dagang Selatan. Sedangkan antara Romawi dan Persia disebut Jalur Dagang Utara. Sedangkan antara Syam dan Yaman disebut Jalur Dagang Utara-Selatan. Perekonomian Arab di zaman Rasulullah SAW, bukanlah ekonomi terbelakang yang hanya mengenal barter, bahkan jauh dari gambaran seperti itu. Valuta asing dari Persia dan Romawi dikenal oleh seluruh lapisan masyarakat Arab.Dinar dan dirham juga dijadikan alat pembayaran resmi. Sistem devisa bebas diterapkan, tidak ada halangan sedikit pun untuk mengimpor dinar dan dirham. Transaksi tidak tunai diterima luas dikalangan pedagang. Cek dan promissory notes lazim digunakan. Misalnya Umar Ibnu-Khaththab RA. Beliau menggunakan instrumen ini untuk mempercepat distribusi barang-barang yang baru diimpor dari Mesir ke Madinah.Instrumen factoring (anjak piutang) yang baru populer tahun 1980-an, telah dikenal pula pada masa itu dengan nama al-Hiwa>lah, tapi tentunya bebas dari unsur bunga.Apabila para pedagang mengekspor barang, berarti dinar/dirham diimpor. Sebalikanya, bila mereka mengimpor barang. Berarti dinar/dirham diekspor. Jadi dapat dikatakan bahwa keseimbangan supply dan demand di pasar uang adalah derived market dari keseimbangan aggregate supply dan aggregate demand di pasar barang dan jasa.Nilai emas dan perak yang terkandung di dalam dinar dan dirham, sama dengan nilai nominalnya. Sehingga dapat dikatakan penawaran uang elastis sempurna terhadap tingkat pendapatan. Tidak ada larangan impor dirham dan dinar berarti penawaran uang elastisAdiwarman Karim, Ekonomi Islam suatu Kajian Kontemporer, (Jakarta: Gema Insani press, 2003), 28. .Kelebihan penawaran uang dapat diubah menjadi perhiasan emas dan perak. Tidak terjadi kelebihan penawaran atau permintaan sehingga nilai uang stabil. Beberapa hal di bawah ini dilarang dengan tujuan untuk menjaga kestabilanIbid, 29.:a)Permintaan yang tidak riil. Permintaan uang adalah hanya untuk keperluan transaksi dan untuk berjaga-jaga.b)Penimbunan mata uang, sebagaimana dilarangnya penimbunan barang. Firman Allah SWT dalam QS. At-Taubah: 34-35. Hai orang-orang yang beriman, Sesungguhnya sebahagian besar dari orang-orang alim Yahudi dan rahib-rahib Nasrani benar-benar memakan harta orang dengan jalan batil dan mereka menghalang-halangi (manusia) dari jalan Allah. dan orang-orang yang menyimpan emas dan perak dan tidak menafkahkannya pada jalan Allah, Maka beritahukanlah kepada mereka, (bahwa mereka akan mendapat) siksa yang pedih. Pada hari dipanaskan emas perak itu dalam neraka Jahannam, lalu dibakar dengannya dahi mereka, Lambung dan punggung mereka (lalu dikatakan) kepada mereka: "Inilah harta bendamu yang kamu simpan untuk dirimu sendiri, Maka rasakanlah sekarang (akibat dari) apa yang kamu simpan itu."c)Transaksi Talaqqi Rukba>n, yaitu mencegat penjual dari kampung di luar kota untuk mendapat keuntungan dari ketidaktahuan harga. Distorsi harga ini merupakan cikal bakal spekulasi.d)Transaksi kali bi kali, yaitu bukan transaksi tidak tunai. Inilah indahnya Islam. Transaksi tunai diperbolehkan, namun transaksi future tanpa ada barang dilarang. Transaksi maya ini merupakan salah satu pintu riba.e)Segala bentuk riba dilarang, sebagaimana Firman Allah SWT dalam QS. al-Baqarah 278 : Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan tinggalkan sisa riba (yang belum dipungut) jika kamu orang-orang yang beriman.KESIMPULANDari kajian di atas dapat diambil beberapa kesimpulan, yaitu: Ekonomi Islam tidak hanya membahas tentang persoalan mikro tapi juga makro.Pajak dalam Islam, berlaku di saat uang negara mengalami defisit dan membutuhkan tambahan dana.Pengeluaran dana Islam lebih diarahkan untuk keperluan-keperluan yang bersifat Islami demi kesejahteraan rakyat.Islam tidak mengakui adanya fungsi uang untuk spekulatif.Instumen kebijkan ekonomi Islam tidak mengenal instrumen bunga.