EFISIENSI PADA KOMISI PEMBERANTASAN KORUPSI (KPK) DI ...
Embed Size (px)
Transcript of EFISIENSI PADA KOMISI PEMBERANTASAN KORUPSI (KPK) DI ...

EFISIENSI PADA KOMISI PEMBERANTASAN KORUPSI (KPK) DI INDONESIA
DENGAN METODE DATA ENVELOPMENT ANALYSIS (DEA)
SKRIPSI
Diajukan Kepada Fakultas Ekonomi dan Bisnis Untuk Memenuhi Syarat – Syarat Guna
Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi (S.E)
DisusunOleh :
MUHAMMAD YUSUF
NIM :1111084000058
JURUSAN ILMU EKONOMI DAN STUDI PEMBANGUNAN
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS ISLAM NEGRI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
1436 H/2015 M





i
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
I. IDENTITAS PRIBADI
1. Nama Lengkap : Muhammad Yusuf
2. Tempat Tanggal Lahir : Jakarta, 10 Juni 1993
3. Alamat : Jl. Bangka IV No.50, RT 020 RW 03,
Pela Mampang, Mampang Prapatan,
Jakarta Selatan, DKI Jakarta
4. Telepon : 08561046515
5. E-mail : [email protected]
II. PENDIDIKAN
1. SDN 02 Petang Jakarta Tahun 1999-2005
2. SMP Negeri 141 Jakarta Tahun 2005-2008
3. SMA Negeri 60 Jakarta Tahun 2008-2011
4. S1 Ilmu Ekonomi Studi Pembangunan Tahun 2011-2015
UIN Syarif Hidayatullah
III. PENGALAMAN ORGANISASI
IV. SEMINAR DAN WORKSHOP
1. Seminar Nasional “How to Get International Scholarships?”,
diselenggarakan oleh Himpunan Mahasiswa Jurusan Pendidikan IPA
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 17 Oktober 2012.
2. Dialog Jurusan & Seminar Konsentrasi “Mengenal Lebih Dekat
dengan Jurusan Sendiri”, diselenggarakan oleh Himpunan Mahasiswa
Jurusan Ilmu Ekonimi dan Studi Pembangunan (HMJ IESP) Fakultas
Ekonomi dan Bisnis – UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 3 Oktober
2013.

ii
3. Bedah Buku “ Satanic Finance”, diselenggarakan oleh LDK KOMDA
Fakultas Ekonomi dan Bisnis UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 7 Mei
2014,
4. Seminar Nasional IAEI “Penyiapan SDM Berbasis Kompetensi
Syariah Dalam Pengembangan Perbankan Syariah Era MEA 2015”,
diselenggarakan oleh Ikatan Ahli Ekonomi Islam Indonesia
bekerjasama dengan Universitas Prof. Dr. Moestopo (Beragama), 11
Oktober 2014.
5. Seminar Nasional “Mewujudkan Lembaga Keuangan Mikro yang
Berdaya Saing Dalam Menghadapi MEA (Masyarakat Ekonomi
ASEAN) 2015”, diselenggarakan oleh Social Trust Fund UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta, 13 Oktober 2014.
6. Seminar Nasional “Prospek Dan Peluang Bekerja Di Perbankan
Syariah” diselenggarakan oleh Yayasan Panca Sakti Luhur Jakarta
bekerja sama dengan Sekolah Tinggi Manajemen IMMI, 11 April
2015.
V. PENGALAMAN KERJA
1. Kuliah Kerja Nyata (KKN) sebagai divisi perlengkapan, 2014.
2. Litbang KOMPAS Gramedia sebagai surveyor dalam Survei Pemilu,
2014.
3. Transpararency International Indonesia sebagai Rapporteur dalam
Forum Gratifikasi Nasional, 2014.
4. Litbang KOMPAS Gramedia sebagai surveyor dalam Survei Indeks
Kota Kerdas Indonesia, 2015.

iii
VI. LATAR BELAKANG KELUARGA
1. Ayah : Sugiyo Futopo
2. Tempat, Tanggal Lahir : Comal, 27 Mei 1963
3. Ibu : Almh. Muharyati
4. Tempat, Tanggal Lahir : Brebes, 12 Juni 1964
5. Alamat : Jl. Bangka IV No.50, RT 20 RW 03,
Pela Mampang, Mampang Prapatan,
Jakarta-Selatan, DKI Jakarta
6. Anak ke : 2 dari 3 bersaudara

iv
ABSTRACT
If the talk and focus on Indonesia, to which Indonesia is a country with a Muslim majority in the world, if seen from the facts and existing rasuah case, still worth if Indonesia becomes a haven for corruptors to commit criminal acts of corruption, this is due to the weakness and not maximal governing law. Rasuah potential is still very large in Indonesia, therefore the government established the Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). The purpose of this study was to determine the level of efficiency of the Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). The data used in this research is secondary data obtained from the annual report published by Komisi Pemberantasan Korupsi. Measurement of efficiency in this study using Data Envelopment Analysis (DEA). Input variables used in this study is the budget for the KPK and the number of deputies prosecution, while the variable output is and religiosity (religious activities) and cases handled.
Results from this study indicate that the KPK is always achieve the level of efficiency of 100 percent in the period 2010, 2012 and 2014, in other side the KPK experienced inefficiency in 2011 and 2013. On average achievement of efficiencies KPK from 2010 to 2014 amounted to 96.71 percent.
Keyword: Efficiency, Data Envelopment Analysis, Komisi Pemberantasan Korupsi

v
ABSTRAK
Jika bicara dan fokus pada Indonesia, yang mana Indonesia merupakan Negara dengan mayoritas muslim terbesar di dunia, jika dilihat dari fakta dan kasus rasuah yang ada, masih pantaslah jika Indonesia menjadi surga para koruptor untuk melakukan tindak pidana korupsi, hal ini dikarenakan masih lemahnya dan belum maksimalnya hukum yang mengatur. Potensi rasuah masih sangat besar di Indonesia, maka dari itu pemerintahan mendirikan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui tingkat efisiensi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang diperoleh dari laporan tahunan yang diterbitkan oleh KPK. Pengukuran efisiensi dalam penelitian ini menggunakan metode Data Envelopment Analysis (DEA). Variabel input yang digunakan dalam penelitian ini adalah anggaran untuk KPK dan jumlah deputi penindakan, sedangkan variabel outputnya adalah religiusitas (kegiatan keagamaan) dan kasus yang ditangani.
Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa KPK yang selalu mencapai tingkat efisiensi 100 persen pada periode 2010, 2012 dan 2014, di sisi lain KPK mengalami inefisiensi pada tahun 2011 dan 2013. Rata-rata pencapaian efisiensi KPK dari tahun 2010 sampai 2014 adalah sebesar 96.71 persen.
Kata kunci: Efisiensi, Data Envelopment Analysis, Komisi Pemberantasan Korupsi.

vi
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum Wr. Wb
Segala puji bagi Allah SWT, Al - Wahhab Yang Maha Penganugrah, yang telah
memberikan karunia-Nya kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan
skripsi ini dengan baik. Shalawat serta salam penulis haturkan kepada Nabi
Muhammad SAW, nabi akhir zaman, yang telah membimbing umatnya menuju jalan
kebenaran. Penulisan skripsi yang berjudul “Efisiensi Pada Komisi Pemberantasan
Korupsi (KPK) di Indonesia Dengan Metode Data Envelopment Analysis (DEA)” ini
disusun dalam rangka memenuhi syarat - syarat untuk memperoleh gelar Sarjana
Ekonomi di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
Pada kesempatan ini, dengan segala kerendahan hati penulis menyampaikan
terimakasih atas bantuan, bimbingan, dukungan, semangat dan doa, baik langsung
maupun tidak langsung dalam penyelesaian skripsi ini, kepada:
1. Keluarga yang terbaik dan tersayang, Almarhum Ibunda Muharyati yang selama
hidupnya tidak pernah bosan mencurahkan doa di setiap sujudnya untuk
mengiringi langkah hidup penulis, dan selalu memberikan motivasi terbaik serta
perhatiannya selama ini kepada penulis. Ayahanda Sugiyo Futopo yang telah
bekerja keras demi anak - anak dan keluarga. Penulis mengucapkan banyak
terima kasih untuk segala curahan kasih sayang yang tulus, perhatian, motivasi
baik moril maupun materil, serta doa - doanya yang selalu mengiringi langkah
penulis untuk meraih cita - cita yang penulis impikan.
2. Dr. Arief Mufraini selaku Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta yang baru semoga dapat memajukan dan mengembangkan
FEB lebih baik lagi.
3. Bapak Arief Fitrijanto M, Si, selaku Jurusan Ilmu Ekonomi Studi Pembangunan
yang baru semoga dapat memajukan dan mengembangkan IESP lebih baik lagi.

vii
4. Bapak Zuhairan Y. Yunan, S.E, M. Sc dan Bapak Zainail Mutaqqin M.Pp selaku
Ketua Jurusan dan Sekretaris IESP sebelumnya di Fakultas Ekonomi dan Bisnis
Jakarta yang telah meluangkan waktu dan arah – arahan yang baik selama saya
berkonsultasi.
5. Bapak DR. IR. H. Roikhan Mochamad Aziz MM, selaku Dosen Pembimbing
Skripsi I dan penemu rumus tuhan hahslm, yang dengan kerendahan hatinya
bersedia meluangkan waktu untuk memberikan pengarahan, ilmu yang berharga,
serta bimbingan yang sangat berarti selama penyelesaian skripsi. Terima kasih
atas semua saran dan arahan yang Bapak berikan selama proses penulisan hingga
terselesaikannya skripsi ini. Semoga Allah SWT membalas kebaikan bapak.
6. Bapak Rizqon Halal Syah Aji, M.Si, selaku Dosen Pembimbing Skripsi II yang
yang telah meluangkan waktu untuk memberikan ilmu dan pengetahuan guna
melancarkan penulisan skripsi ini sehingga sampai pada sidang skripsi.
7. Seluruh dosen yang telah memberikan ilmu pengetahuan dan karyawanUIN
Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah memberikan bantuan kepada penulis.
8. Kakak penulis yaitu Gaga Angga Saputra yang selalu memberi semangat dan
menghibur dalam menyelesaikan skripsi ini.
9. Adik penulis yaitu Lulu Fauziah yang selalu menghibur dan memberikan
semangat dalam menyelesaikan skripsi ini.
10. Sahabat yang terbaik dan tersayang sejak SMP yaitu Andri Riyadi, Bobby
Hamonangan Simanjuntak, Jefry Wahyu Saputra, Raden Mohammad Denny
Saputra, dan Umar Muchtar. Terima kasih atas doa kalian dan semangat serta
dukungannya kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. Semoga
persahabatan ini selalu erat dan saling mendukung serta mendoakan satu sama
lain dalam menggapai impian masing - masing.
11. Sahabat yang terbaik dan tersayang sejak SMA yaitu Basori Ahmad, Langgeng
Setyo Utomo dan Rosyaleh Zakhiri. Terima kasih atas doa kalian dan semangat
serta dukungannya kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. Semoga

viii
persahabatan ini selalu erat dan saling mendukung serta mendoakan satu sama
lain dalam menggapai impian masing - masing.
12. Kepada Rahma Chairunisa yang selalu mendukung dan mendoakan saya serta
memberikan semangat dan membantu dalam proses penyelesaian skripsi ini,
penulis mengucapkan banyak terima kasih atas perhatiannya selama ini.
13. Sahabat yang terbaik dan seperjuangan IESP 2011, Feristi Irza Rolis, Dita Nur
Amanda, Refi Kurniasari, Aldila Hapsari, Mirna Fitri, Vina Refriana, Dimas
Brianto, Dwi Nuni, Ario Wicaksono, Ziko Medri Saputra, Geo Fikri Muhammad,
Ahmad Misbahul Munir dan Risdiansyah. Terima kasih atas dukungan, semangat,
doa, serta seluruh masa indah yang kita pupuk saat senang dan sedih selama
empat tahun kuliah ini.
14. Teman - teman IESP angkatan 2011 yang penulis cintai dan tidak bisa penulis
sebutkan satu-persatu. Terima kasih untuk empat tahun kebersamaan dengan
kalian yang penuh warna, tanpa kalian penulis bukanlah siapa - siapa, serta tiada
kesan tanpa adanya kalian selama empat tahun ini. Semoga Allah selalu
melindungi setiap langkah kalian dalam menggapai kesuksesan dan membalas
kebaikan - kebaikan kalian.
15. Kakak jurusan IESP yaitu Virgin Ariana Pramono yang dengan kerendahan hati
telah berbagi ilmu dan memberikan bantuannya, serta dukungannya untuk penulis
selama menyelesaikan skripsi ini.
16. Kelompok KKN “Teropong” yaitu Abdil Izzat Malanovic, Indras Pian, Eko
Prayitno, Ridho Ihsani, Maryanti Wahyuningsih, Siti Noer Rahma Cahyani,
Nevisia Nindya Pradani, Uswatun Hasanah, Nurmahalia, Fahrul Ramadhan, dan
Ade Badru Tamam, terima kasih atas kerjasamanya dalam menyukseskan praktek
Kuliah Kerja Nyata (KKN) di Desa Situdaun, Bogor. Semoga Allah Swt
melindungi setiap langkah kalian dalam menggapai impian masing-masing.

ix
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa skripsi ini masih jauh dari
sempurnadikarenakan terbatasnya pengalaman dan pengetahuan yang dimiliki
penulis.Olehkarena itu, penulis mengharapkan segala bentuk saran serta masukan
bahkankritik yang membangun dari berbagai pihak.
Wassalamua’alaikumWr. Wb.
Jakarta, 5 Juli 2015
Muhammad Yusuf

x
DAFTAR ISI
Cover
Lembar Pengesahan Pembimbing
Lembar Pengesahan Ujian Komprehensif
Lembar Pengesahan Ujian Skripsi
Lembar Pernyataan Keaslian Karya Ilmiah
Daftar Riwayat Hidup…………………………………………………. i
Abstract………………………………………………………………….. iv
Abstrak…………………………………………………………………. v
Kata Pengantar………………………………………………………… vi
Daftar Isi……………………………………………… ………………… x
Daftar Tabel…………………………………………………………….. xiii
Daftar Grafik……………………………………………………………. xiv
Daftar Lampiran……………………………………………………….. xv
BAB I PENDAHULUAN…………………………………………………. 1
A. Latar Belakang…….……………………………………………...... 1 B. Perumusan Masalah………………………………………………… 7 C. Tujuan dan Manfaat Penelitian…………………………………….. 7
BAB II TINJAUAN PUSTAKA…………………………………………. 9
A. Landasan Teori……………………………………………………... 9 1. Rasuah.…………………………………………………………… 9 2. Korupsi………………………………………………………….... 10
a. Pengertian Korupsi………….……………………..…………. 10

xi
b. Korupsi Dalam Hukum Islam………………………………… 11 3. Komisi Pemberantasan Korupsi…………………………………… 15
a. Pengertian Komisi Pemberantasan Korupsi…………………… 15 b. Tugas Komisi Pemberantasan Korupsi…………...…….……... 16 c. Struktur Komisi Pemberantasan Korupsi …….……………….. 17 d. Visi dan Misi Komisi Pemberantasan Korupsi……….………. 18
4. Teori Efisiensi……………………...……………………………... 19 a. Pengertian Efisiensi……………………………………………. 19 b. Efisien Dalam Hukum Islam…………………………………… 26
5. Konsep CRS dan VRS……………………………………………. 29 6. Orientasi Pengukuran Data Dengan Menggunakan Data Envelopment Analisys………………………………………………………………. 32 7. Konsep Input dan Output Dalam Pengukuran Efisiensi…………… 33 8. Data Envelopment Analysis (DEA)………………………………. 34
B. Penelitian Terdahulu………………………………………………...... 37 1. Harjum Muharam dan Pusvitasari (2007)………………………… 38 2. Lela Dina Pertiwi (2007)..…………...……………………..……. 38 3. Nasher Akbar (2009) ……………………...………………........... 39 4. Rakhmat Purwanto (2011) …..………………………………….... 40 5. Norazlina Abd. Wahab dan Abdul Rahim Abdul Rahman (2012)…. 40 6. Sandi Kusuma Wardana (2013)……………………………….…… 41 7. Dian Merini (2013)………………………………………………… 42 8. Norazlina Abd. Wahab dan Abdul Rahim Abdul Rahman (2013)…. 43
C. Kerangka Berpikir……………………………………………………... 48
BAB III METODOLOGI PENELITIAN……………………………………. 51
A. Ruang Lingkup Penelitian……………………………………………… 51 B. Sumber Data…………….……………………………………………… 51 C. Metode Pengumpulan Data……..……………………………………… 51 D. Metode analisis Data…….……………..………………………………. 53
1. Metode Data Envelopment Analysis (DEA)……………………….. 53 2. Model Pengukuran Efisiensi Teknik……………………………….. 60
E. Variabel Operasional Penelitian………………………………………… 64
BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN……………………………….. 66
A. Sekilas Gambaran Umum Objek Penelitian…………………………….. 66 1. Perkembangan Komisi Pemberantasan Korupsi di Indonesia………. 66

xii
2. Perkembangan Badan Amaliah Islam KPK (BAIK)………………... 72 3. Uraian Data………………………………………………………….. 73
B. Analisis dan Pembahasan………………………………………… 80 1. Hasil Perhitungan dan Analisis Tingkat Efisiensi KPK……… 82
a. Analisis Teknis Efisiensi KPK Tahun 2010……………… 83 b. Analisis Teknis Efisiensi KPK Tahun 2011……………… 84 c. Analisis Teknis Efisiensi KPK Tahun 2012……………… 85 d. Analisis Teknis Efisiensi KKP Tahun 2013…………….. 86 e. Analisis Teknis Efisiensi KPK Tahun 2014…………… 87
2. Analisis dan Interpretasi……………………………………... 88
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN…………………………………. 93
A. Kesimpulan………………………………………………………. 93 B. Saran……………………………………………………………… 94
DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………….. 96

xiii
DAFTAR TABEL
Tabel 1.1 Daftar Peringkat Indeks Persepsi Korupsi………………………. 2
Tabel 1.2 Daftar Peringkat Indeks Persepsi Korupsi………………………. 3
Tabel 2.1 Ringkasan Penelitian Terdahulu………………………………… 44
Tabel 2.2 Kerangka Berpikir…………………………………………….. 50
Tabel 3.1 Operasional Variabel Penelitian………………………………. 65
Tabel 4.1 Input Anggaran untuk KPK………………………………... 74
Tabel 4.2 Input Jumlah Deputi Penindakan……………………………. 76
Tabel 4.3 Output Religiusitas (kegiatan keagamaan)……………………. 77
Tabel 4.4 Output Kasus yang Ditangani………...………………………. 78
Tabel 4.5 Tingkat Efisiensi KPK………………………………………... 81
Tabel 4.6 Tingkat Efisiensi KPK………………………………………… 83
Tabel 4.7 Hasil Efisiensi KPK Tahun 2010 ………………...…………… 83
Tabel 4.8 Hasil Efisiensi KPK Tahun 2011 ……………….…………… 84
Tabel 4.9 Hasil Efisiensi KPK Tahun 2012……………………………. 85
Tabel 4.10 Hasil Efisiensi KPK Tahun 2013……………………………. 86
Tabel 4.13 Hasil Efisiensi KPK Tahun 2014 ….…………...……………. 88

xiv
DAFTAR GRAFIK
Grafik 4.1 Input Anggaran Untuk KPK…………………………………. 75
Grafik 4.2 Input Jumlah Deputi Penindakan .…………………………… 76
Grafik 4.3 Output Religiusitas (kegiatan keagamaan)……………………. 78
Grafik 4.5 Output Kasus yang Ditangani………….…….………………. 79

xv
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Data Input – Output KPK Tahun 2010 – 2014 …………….. 99
Lampiran 2 Tabel Efisiensi KPK Tahun 2010 dengan DEAWIN .……… 100
Lampiran 3 Tabel Efisiensi KPK Tahun 2011 dengan DEAWIN………. 101
Lampiran 4 Tabel Efisiensi KPK Tahun 2012 dengan DEAWIN………. 102
Lampiran 5 Tabel Efisiensi KPK Tahun 2013 dengan DEAWIN……...... 103
Lampiran 6 Tabel Efisiensi KPK Tahun 2014 dengan DEAWIN………. 104

1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Penelitian
Dari berbagai Negara yang berada di belahan dunia, rasuah atau yang
dikenal dengan korupsi dianggap sebagai musuh terbesar di dalam Negara
tersebut, karena korupsi sangat bisa menghancurkan suatu sistem ataupun tujuan
yang telah dibuat dan direncanakan dengan bagus oleh suatu Negara tersebut dan
korupsi semestinya harus dilawan dan diperangi secara bersama – sama oleh
masyarakat serta pemerintahan di dalam suatu Negara, agar keadaan suatu Negara
dapat lebih baik dan dapat memenuhi dan mencapai tujuan yang ingin dicapai
oleh suatu Negara tersebut.
Jika bicara mengenai rasuah, sesungguhnya rasuah memang sudah ada
dari zaman dahulu dan perkembangannya serta prakteknya sampai sekarang
masih saja ada, hal ini dikarenakan dengan adanya budaya dan kebiasaan yang
terus - menerus diterapkan oleh masyarakat di suatu Negara dan ditambah dengan
peraturan serta hukum yang belum memberikan efek jerah bagi para pelaku
praktek rasuah di berbagai Negara, maka dari itu sekiranya hal - hal yang
menyebabkan prektek rasuah ini masih saja ada pada zaman sekarang ini.
Dewasa ini para pelaku dari praktek rasuah itu bisa dari semua kalangan,
baik yang berasal dari kalangan bawah sampai dengan kalangan atas, bahkan
melibatkan pejabat publik ataupun aparat Negara. Tentunya praktek rasuah yang

2
dilakukan itu berbeda – beda, dari yang mempunyai skala kecil, sampai dengan
skala yang besar, yang mana dari melakukan suap sampai dengan mengambil
uang milik Negara demi kepentingan dan memperkaya diri sendiri. Hal ini
tentunya membuat masyarakat sangat khawatir akan hal ini, maka dari itu di
berbagai Negara, rasuah dinyatakan sebagai kejahatan yang sangat luar biasa dan
hukumannya sangat berat bagi pelakunya.
Tabel 1.1
Daftar Peringkat Indeks Persepsi Korupsi
Peringkat Negara Skor 107 Indonesia 34 126 Pakistan 29 136 Iran 27 159 Syria 20 166 Libya 18 172 Afganistan 12 173 Sudan 11
Sumber : Laporan Indeks Persepsi Korupsi Tahun 2014, Transparancy
International Indonesia, Diolah
Jika merujuk dari laporan yang dikeluarkan oleh Transparency
International di tahun 2014, yang menunjukkan bahwa yang termasuk ke dalam
Negara yang paling rasuah ialah bukan saja Negara muslim yang tipologi nya
sekuler, tetapi juga ada Negara muslim yang merupakan neo Islam seperti
Afganistan, Iran, Libya, Pakistan dan juga Sudan. Sementara Negara muslim yang
tipologinya sekuler yang dinilai termasuk dalam Negara yang tinggi praktek
rasuahnya yaitu Indonesia, dan Syiria. Tentunya hal ini membuat para Negara
muslim sudah sepatutnya malu akan fakta dari laporan tersebut.

3
Tabel 1.2
Daftar Peringkat Indeks Persepsi Korupsi
Peringkat Negara Skor 1 Denmark 92 2 New Zealand 91 3 Finlandia 89 4 Sweden 87 5 Norway 86
Sumber : Laporan Indeks Persepsi Korupsi Tahun 2014, Transparancy International Indonesia, Diolah
Jika melihat pada tabel diatas pada laporan yang dikeluarkan oleh
Transparency International di tahun 2014, yang menjadi Negara yang paling
bersih dan menjauhi dari praktek rasuah merupakan Negara non muslim, yaitu
Denmark, New Zealand, Finlandia, Swedia, dan Norwegia. Sedangkan Negara
muslim jauh tertinggal di belakang, jika sudah begini berarti bisa dikatakan bahwa
Negara non muslim lebih pandai dan lebih mampu dalam menerapkan nilai – nilai
terhadap anti rasuah jika dibandingkan dengan Negara muslim sendiri.
Melihat fakta tersebut sesungguhnya sangat disayangkan sekali oleh
semua pihak yang mana, seharusnya Negara muslimlah yang mempunyai akhlak
yang bagus dan bersih dan mampu serta lebih baik dalam menerapkan nilai – nilai
anti rasuah dibandingkan Negara non muslim, namun jika merujuk pada fakta
tersebut Negara muslim sudah sepatutnya segera membenahi diri, mulai dari
membuat peraturan yang tegas sampai dengan pembekalan diri agar akhlak
indivdu di Negara muslim bisa sempurna dan agar nantinya selalu amanah dalam
menjalankan semua pekerjaan.

4
Jika melihat Indonesia, rasuah memang sudah ada dan mendarah daging
sejak zaman pemerintahan terdahulu sampai dengan zaman pemerintahan
sekarang, hal inilah yang membuat rasuah harus diberantas secara keseluruhan,
karena pelaku praktek rasuah sangatlah cerdas dalam menyembunyikan berbagai
praktek rasuahnya tersebut, dari rasuah yang kerugiannya tidak diraasakan
langsung maupun yang dirasakan langsung dampaknya oleh masyarakat.
Jika bicara dan fokus pada Indonesia saja, yang mana Indonesia
merupakan Negara dengan mayoritas muslim terbesar di dunia, jika dilihat dari
fakta dan kasus rasuah yang ada, masih pantaslah jika Indonesia menjadi surga
para koruptor untuk melakukan tindak pidana korupsi, hal ini dikarenakan masih
lemahnya dan belum maksimalnya hukum yang mengatur, bahkan di Indonesia
masih terdapat beberapa praktek rasuah yang dilakukan oleh aparat hukum.
Kemudian hal inilah yang dengan sendirinya akhirnya membentuk opini publik
terhadap pemerintahan dan aparat Negara menjadi buruk dan cenderung tidak
percaya terhadap pekerjaan yang dilakukan oleh pemerintahan dan aparat Negara
tersebut.
Dari berbagai kasus rasuah yang terjadi di Indonesia kasus suap
merupakan kasus yang paling banyak ditemui dan sering terjadi di Indonesia,
mulai dari suap untuk mendapatkan sebuah jabatan maupun melakukan suap demi
kepentingan pribadi maupun kepentingan kelompok tertentu, tentunya hal ini
perlu disikapi secara tegas dan bersama - sama untuk menghentikan
perkembangan dari praktek rasuah yang telah meyebar ke seluruh daerah yang
ada di Indonesia ini. Suap bukanlah satu – satunya penyebab terjadinya rasuah di

5
Indonesia, rasuah juga bisa terjadi dari sifat individu itu sendiri yang akhlaknya
buruk dan juga mempunyai sifat tamak atau rakus akan harta.
Sifat tamak atau rakus ini merupakan sifat yang buruk, sifat ini memang
lumrah dimiliki oleh manusia, yang mana manusia merupakan makhluk yang
tidak akan pernah puas terhadap apa yang sudah dimiliki, dan apa yang telah
dikaruniakan oleh Allah SWT, biasanya sifat inilah yang dominan terhadap
terjadinya rasuah di Indonesia, mereka yang mempunyai sifat tamak ini hanya
memandang bahwa kesenangan dan kepuasan terletak pada melimpahnya harta
kekayaan yang dimiliki, tanpa memperdulikan dari mana asal harta kekayaan
tersebut dan juga rasuah merupakan cara yang cepat dan cara yang mudah untuk
memperoleh kekayaan.
Rasuah yang dilakukan oleh pejabat Negara dan pegawai pemerintahan
tentunya akan merugikan keuangan Negara dan juga dapat menghambat
berkembangnya suatu daerah ataupun suatu Negara karena yang seharusnya uang
yang awalnya untuk membangun ataupun untuk memperbaiki sarana prasarana,
namun banyak sekali yang diselewengkan dan digunakan untuk kepentingan
pribadi, dari tindakan segelintir orang inilah, masyarakat di suatu daerah ataupun
suatu Negara banyak yang terkena dampaknya, akibat dari perilaku tidak terpuji
yang dilakukan oleh pejabat Negara yang melakukan praktek rasuah.
Atas dasar itulah kemudian pemerintah berinisiatif untuk mendirikan
lembaga independen yang bernama Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Tentunya dengan adanya KPK Pemerintah berharap agar praktek rasuah dapat

6
ditekan dan bahkan bisa menghilangkan praktek rasuah di Indonesia, serta juga
dapat mengembalikan dan menciptakan pemerintahan yang amanah, karena uang
yang sudah dianggarkan dapat digunakan sebaik – baiknya oleh pihak terkait dan
tidak disalah gunakan oleh pihak yang tidak bertanggung jawab.
Di dalam lembaga KPK tentunya terdapat kinerja atau laporan yang mana
KPK biasa mengeluarkannya dalam bentuk laporan tahunan yang diterbitkan
hampir di setiap tahun, sekiranya bagi masyarakat perlu mengetahui bahwa
sesungguhnya telah efisien atau belum kinerja pada KPK. Jika telah diketahui
bahwa kinerja KPK telah efisien, maka KPK dapat dikatakan juga sebagai
lembaga yang amanah di Indonesia.
Berdasarkan uraian di atas, maka untuk mengetahui lebih lanjut mengenai
efisiensi kinerja pada komisi pemberantasan korupsi (KPK), penulis bermaksud
mengadakan penelitian ilmiah yang dituangkan ke dalam skripsi dengan judul
“EFISIENSI PADA KOMISI PEMBERANTASAN KORUPSI (KPK) DI
INDONESIA DENGAN METODE DATA ENVELOPMENT ANALYSIS
(DEA)”.

7
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang penelitian tersebut, maka perumusan masalah
yang dikaji dalam penelitian ini sebagai berikut :
1. Bagaimana tingkat efisiensi pada Komisi Pemberantasan Korupsi?
2. Seberapa besar input serta output yang dapat diperbaiki guna mencapai kondisi
efisien melalaui potential improvement variable input output pada Komisi
Pemberantasan Korupsi?
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
1. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan yang ingin dicapai dalam penulisan skripsi ini adalah :
a. Untuk mengetahui tingkat efisiensi pada Komisi Pemberantasan Korupsi.
b. Untuk mengetahui seberapa besar input serta output yang dapat diperbaiki
guna mencapai kondisi efisien melalaui potential improvement variable input
output pada Komisi Pemberantasan Korupsi.
2. Manfaat Penelitian
Dengan dilakukannya penelitian ini penulis mengharapkan dapat
memberikan manfaat untuk berbagai pihak, Adapun manfaat yang ingin diperoleh
dari penilitian ini antara lain :
a. Bagi penulis
Penelitian ini diharapkan akan memberikan wawasan dan
menambah khasanah ilmu pengetahuan bagi penulis dalam

8
meningkatkan pengetahuan mengenai tingkat efisiensi pada Komisi
Pemberantasan Korupsi.
b. Bagi Lembaga
Penelitian ini diharapkan berguna sebagai bahan untuk
meningkatkan kualitas dan senantiasa memperbaiki perannya dan
meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap Komisi Pemberantasan
Korupsi.
c. Bagi Universitas
Penelitian ini diharapkan berguna untuk kalangan akademis yang
dijadikan sebagai pedoman, bahan referensi atau juga untuk kajian pustaka
untuk menambah informasi bagi penelitian selanjutnya atau penelitian
lainnya yang terkait.
d. Bagi Masyarakat
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan wawasan dan
gambaran spesifik kepada masyarakat tentang tingkat efisiensi pada
Komisi Pemberantasan korupsi .

9
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Landasan Teori
1. Rasuah
Dalam kamus dewan edisi keempat (2010) terbitan dewan bahasa dan
pustaka, malaysia, kata “rasuah” dimaknai sebagai “pemberian untuk menumbuk
rusuk (menyuap, menyogok), (wang) tumbuh rusuk (sogok suap). (Kamus Dewan
Edisi keempat Malaysia 2010:1292).
Sedangkan menurut KBBI, istilah “rasywah” yang tergolong nomina (kata
benda) berarti “pemberian untuk menyogok (menyuap), uang sogok
(suap)”(KBBI; 933).
Rasuah adalah penerimaan atau pemberian suapan sebagai upah atau
dorongan untuk seseorang individu karena melakukan atau tidak melakukan
sesuatu perbuatan yang berkaitan dengan tugas rasmi.Suapan terdiri daripada
wang, hadiah, bonus, undi, perkhidmatan, jawatan upah, diskaun. (Akta
Suruhanjaya Pencegahan Rasuah Malaysia 2009 (ASPRM 2009) :Akta 694).
Terdapat empat kesalahan rasuah yang utama iaitu :
1) Meminta/menerima rasuah (seksyen16 & 17(a) ASPRM 2009)
2) Menawar/memberi suapan (seksyen17(b) ASPRM 2009)
3) Mengemukakan tuntunan palsu (seksyen 18 ASPRM 2009)
9

10
4) Menggunakan jawatan/kedudukan untuk suapan pegawai badan awaw
(seksyen 23 ASPRM 2009)
2. Korupsi
a. Pengertiaan Korupsi
Korupsi dan koruptor berasal dari bahasa latincorruptus, yakni berubah
dari kondisi yang adil, benar dan jujur menjadi kondisi yang sebaliknya (Azhar,
2003:28). Sedangkan kata corruptio berasal dari kata kerja corrumpere, yang
mempunyai arti yaitu busuk, rusak, menggoyahkan, memutar balik dan
menyogok, orang yang dirusak, dipikat, atau disuap (Nasir, 2006:281-282).
Korupsi adalah penyalahgunaan amanah untuk kepentingan pribadi
(Anwar, 2006:10). Masyarakat pada umumnya menggunakan istilah korupsi untuk
merujuk kepada serangkaian tindakan - tindakan terlarang atau melawan hukum
dalam rangka mendapatkan keuntungan dengan merugikan orang lain. Hal yang
paling mengidentikkan perilaku korupsi bagi masyarakat umum adalah penekanan
pada penyalahgunaan kekuasaan atau jabatan publik.
Menurut perspektif hukum, definisi korupsi secara gamblang telah
dijelaskan dalam 13 buah Pasal dalam UU No. 31 Tahun 1999 UU No. 20 Tahun
2001. Berdasarkan pasal-pasal tersebut, korupsi dirumuskan kedalam tiga puluh
bentuk/jenis tindak pidana korupsi yang dapat dikelompokkan: kerugian keuangan
negara, suap - menyuap, penggelapan dalam jabatan, pemerasan, perbuatan
curang, benturan kepentingan dalam pengadaan, gratifikasi. Pasal-pasal tersebut

11
menerangkan secara terperinci mengenai perbuatan yang bisa dikenakan pidana
penjara karena korupsi (KPK, 2006: 19-20).
Dalam UU No. 20 Tahun 2001 terdapat pengertian bahwa korupsi adalah
tindakan melawan hukum dengan maksud memperkaya diri sendiri, orang lain,
atau korporasi yang berakibat merugikan keuangan negara atau perekonomian
negara. Ada sembilan tindakan kategori korupsi dalam UU tersebut, yaitu: suap,
illegal profit, secret transaction, hadiah, hibah (pemberian), penggelapan, kolusi,
nepotisme, dan penyalahgunaan jabatan dan wewenang serta fasilitas negara.
b. Korupsi Dalam Hukum Islam
Tindak pidana korupsi sejatinya adalah salah satu tindak pidana yang
cukup tua usianya. Hal ini dapat ditelusuri melalui sejarah klasik Islam yaitu pada
masa Rasulullah sebelum turunnya surat Ali Imran ayat 161. Saat itu, kaum
muslimin kehilangan sehelai kain wol berwarna merah pasca perang.Kain wol
yang sebagai harta rampasan perang itu pun diduga telah diambil sendiri oleh
Rasulullah Saw. Untuk menghindari keresahan kalangan muslim saat itu, Allah
pun menurunkan surat Al Imran ayat 161 yang berbunyi :

12
Artinya: “tidak mungkin seorang Nabi berkhianat dalam urusan harta
rampasan perang. Barangsiapa yang berkhianat dalam urusan rampasan perang
itu, Maka pada hari kiamat ia akan datang membawa apa yang dikhianatkannya
itu, kemudian tiap-tiap diri akan diberi pembalasan tentang apa yang ia kerjakan
dengan (pembalasan) setimpal, sedang mereka tidak dianiaya”.(QS al – Imran
(3):161)
Tindak pidana korupsi sangat identik dengan penyalahgunaan jabatan yang
didefinisikan sebagai perbuatan khianat dalam perspektif Islam. Karena jabatan
yang telah disandang oleh seseorang adalah sebuah kepercayaan dari rakyat yang
telah terlanjur menaruh harapan padanya atau jabatan yang langsung dibebankan
atas nama negara yang tentunya bertujuan untuk menjalankan berbagai program
yang bermuara kepada kesejahteraan rakyat.
Terlebih lagi jika amanat itu menyentuh pada ranah hukum seperti pegawai
pada bidang kepolisian, kejaksaan, kehakiman, dll yang berbasis kepada keadilan
yang diinginkan oleh semua pihak.Amanat yang telah diemban itulah yang
tentunya wajib untuk dilaksanakan sebaik-baiknya.
Allah swt berfirman dalam beberapa ayat mengenai kewajiban
menjalankan amanat, di antaranya di dalam Al – Qur’an Surat al – Anfal yang
berbunyi:

13
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengkhianati
Allah dan Rasul (Muhammad) dan (juga) janganlah kamu mengkhianati amanat-
amanat yang dipercayakan kepadamu, sedang kamu mengetahui.” (QS. al-Anfal
(8) : 27)
Amanat tentunya adalah sebuah kepercayaan yang wajib untuk dipelihara dan
disampaikan kepada yang berhak menerimanya. Allah swt berfirman:
Artinya :“Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada
yang berhak menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum di
antara manusia supaya kamu menetapkan dengan adil. Sesungguhnya Allah
memberi pengajaran yang sebaik-baiknya kepadamu.Sesungguhnya Allah adalah
Maha mendengar lagi Maha melihat.” (QS. an-Nisa (4) : 58)
Ayat - ayat tersebut menunjukkan adanya kewajiban menyampaikan
amanat dan memelihara amanat yang telah dibebankan kepada orang yang
dipercayanya. Sehingga apabila kewajiban yang tidak ditunaikan, tentunya
terdapat keharaman dan hukuman yang mengiringinya.
Seperti beberapa jenis, tipologi atau etimologi mengenai korupsi yang
telah disebutkan di atas, maka salah satu dari tipologi itu adalah suap menyuap,
yaitu perbuatan dengan memberikan atau menjanjikan sesuatu kepada orang yang

14
memiliki kekuasaan agar dapat memengaruhinya atau memenuhi keinginannya.
Al-Qur’an menjelaskan mengenai keharaman melakukan suap atau korupsi dan
juga sabda Rasulullah saw mengenai pelaku suap menyuap, yaitu:
Artinya :“Dan janganlah sebahagian kamu memakan harta sebahagian yang lain
di antara kamu dengan jalan yang bathil dan (janganlah) kamu membawa
(urusan) harta itu kepada hakim, supaya kamu dapat memakan sebahagian
daripada harta benda orang lain itu dengan (jalan berbuat) dosa, Padahal kamu
mengetahui.” (QS. al-Baqarah (2) : 188)
Menurut Zaenal Abidin bin Syamsudin (2008:18) dalam bahasa agama,
korupsi, suap, sogok, uang pelican, money politics, pungli dan kelompok
turunannya digolongkan sebagai risywah, yakni tindakan atau perbuatan
seseorang yang memberikan atau menjanjikan sesuatu kepada orang lain dengan
tujuan memengaruhi keputusan pihak penerima agar menguntungkan pihak
pemberi secara melawan hukum.
Umumnya risywah terjadi melalui kesepakatan antara dua pihak, pemberi
(risywah) dan penerima (murtasyii) suap. Namun, kadang ia juga melibatkan
pihak ketiga sebagai perantara.
Praktek risywah yang semula berakar dan tumbuh di dalam ruang
pengadilan, dalam perkembangannya menjalar dan merasuk hampir ke semua lini

15
kehidupan masyarakat. Tak hanya subur di Negara kita, praktik ini juga terjadi di
Negara maju sekalipun. Padahal Nabi Muhammad SAW menegaskan, risywah
merupakan tindakan yang sangat tercela, dibenci agama dan dilaknat Allah SWT.
3. Komisi Pemberantasan Korupsi
a. Pengertian Komisi Pemberantasan Korupsi
Menurut Undang – Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, menjelaskan Komisi Pemberantasan
Korupsi Republik Indonesia adalah lembaga negara yang dibentuk dengan tujuan
meningkatkan daya guna dan hasil guna terhadap upaya pemberantasan tindak
pidana korupsi. KPK bersifat independen dan bebas dari pengaruh kekuasaan
manapun dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya.
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dibentuk berdasarkan Undang-
Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana
Korupsi, KPK diberi amanat melakukan pemberantasan korupsi secara
profesional, intensif, dan berkesinambungan. KPK merupakan lembaga negara
yang bersifat independen, yang dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya
bebas dari kekuasaan manapun.
KPK dibentuk bukan untuk mengambil alih tugas pemberantasan korupsi
dari lembaga - lembaga yang ada sebelumnya. Penjelasan undang - undang
menyebutkan peran KPK sebagai trigger mechanism, yang berarti mendorong

16
atau sebagai stimulus agar upaya pemberantasan korupsi oleh lembaga - lembaga
yang telah ada sebelumnya menjadi lebih efektif dan efisien.
b. Tugas Komisi Pemberantasan Korupsi
Adapun tugas KPK adalah koordinasi dengan instansi yang berwenang
melakukan pemberantasan tindak pidana korupsi (TPK), supervisi terhadap
instansi yang berwenang melakukan pemberantasan TPK, melakukan
penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan terhadap TPK, melakukan tindakan -
tindakan pencegahan TPK dan melakukan monitor terhadap penyelenggaraan
pemerintahan negara.
Dalam pelaksanaannya tugasnya, KPK berpedoman kepada lima asas,
yaitu: kepastian hukum, keterbukaan, akuntabilitas, kepentingan umum, dan
proposionalitas. KPK bertanggung jawab kepada publik dan menyampaikan
laporannya secara terbuka dan berkala kepada presiden, DPR, dan BPK.
Komisi Pemberantasan Korupsi mempunyai tugas:
1. Koordinasi dengan instansi yang berwenang melakukan pemberantasan
tindak pidana korupsi.
2. Supervisi terhadap instansi yang berwenang melakukan pemberantasan
tindak pidana korupsi.
3. Melakukan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan terhadap tindak
pidana korupsi.

17
4. Melakukan tindakan-tindakan pencegahan tindak pidana korupsi, dan
5. Melakukan monitor terhadap penyelenggaraan pemerintahan negara.
Dalam melaksanakan tugas koordinasi, Komisi Pemberantasan Korupsi
berwenang :
1. Mengkoordinasikan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan tindak
pidana korupsi.
2. Menetapkan sistem pelaporan dalam kegiatan pemberantasan tindak
pidana korupsi.
3. Meminta informasi tentang kegiatan pemberantasan tindak pidana korupsi
kepada instansi yang terkait.
4. Melaksanakan dengar pendapat atau pertemuan dengan instansi yang
berwenang melakukan pemberantasan tindak pidana korupsi, dan
5. Meminta laporan instansi terkait mengenai pencegahan tindak pidana
korupsi.
Selengkapnya mengenai tugas, wewenang, dan kewajiban Komisi
Pemberantasan Korupsi, dapat dilihat pada Undang - Undang No. 30 Tahun 2002
tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
c. Struktur Komisi Pemberantasan Korupsi
KPK dipimpin oleh Pimpinan KPK yang terdiri atas lima orang, seorang
ketua merangkap anggota dan empat orang wakil ketua merangkap anggota.

18
Kelima pimpinan KPK tersebut merupakan pejabat negara, yang berasal dari
unsur pemerintahan dan unsur masyarakat. Pimpinan KPK memegang jabatan
selama empat tahun dan dapat dipilih kembali hanya untuk sekali masa
jabatan.Dalam pengambilan keputusan, pimpinan KPK bersifat kolektif kolegial.
Pimpinan KPK membawahkan empat bidang, yang terdiri atas bidang
Pencegahan, Penindakan, Informasi dan Data, serta Pengawasan Internal dan
Pengaduan Masyarakat. Masing-masing bidang tersebut dipimpin oleh seorang
deputi. KPK juga dibantu Sekretariat Jenderal yang dipimpin seorang Sekretaris
Jenderal yang diangkat dan diberhentikan oleh Presiden Republik Indonesia,
namun bertanggung jawab kepada pimpinan KPK.
Ketentuan mengenai struktur organisasi KPK diatur sedemikian rupa
sehingga memungkinkan masyarakat luas tetap dapat berpartisipasi dalam
aktivitas dan langkah - langkah yang dilakukan KPK. Dalam pelaksanaan
operasional, KPK mengangkat pegawai yang direkrut sesuai dengan kompetensi
yang diperlukan.
d. Visi dan Misi Komisi Pemberantasan Korupsi
Visi KPK di tahun 2011 - 2015 yaitu menjadi lembaga penggerak
pemberantasan korupsi yang berintegritas, efektif, dan efisien.
Misi KPK adalah sebagai berikut:
1. Melakukan koordinasi dengan instansi yang berwenang melakukan
pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

19
2. Melakukan supervisi terhadap instansi yang berwenang melakukan
pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
3. Melakukan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan terhadap
Tindak Pidana Korupsi.
4. Melakukan tindakan - tindakan pencegahan Tindak Pidana
Korupsi.
5. Melakukan monitor terhadap penyelenggaraan pemerintahan
negara.
4. Teori Efisiensi
a. Pengertian Efisiensi
Hendri Tanjung dan Abrista Devi (2013:320) menyatakan bahwa dalam
teori manajemen konvensional, kinerja organisasi dinilai dari seberapa bagus
suatu organisasi mampu meminimalkan biaya dan menciptakan kekayaan.
Kemampuan perusahaan dalam memanfaatkan sumber daya yang ada dengan
biaya serendah mungkin dan menghasilkan output kekayaan sebanyak-banyaknya
melahirkan konsep efisiensi. Berdasarkan sudut pandang perusahaan dikenal tiga
macam efisiensi, yaitu (Prasetyo, 2007):
1. Technical efficiency dapat merefleksikan kemampuan perusahaan untuk
mencapai level output yang optimal dengan menggunakan tingkat input tertentu.
Efisiensi ini mengukur proses produksi dalam menghasilkan sejumlah output
tertentu dengan menggunakan input seminimal mungkin. Dengan kata lain, suatu

20
proses produksi dikatakan efisien secara teknis apabila output dari suatu barang
tidak dapat lagi ditingkatkan tanpa mengurangi output dari barang lain.
2. Allocative efficiency dapat merefleksikan kemampuan perusahaan dalam
mengoptimalkan penggunaan inputnya dengan struktur harga dan teknologinya.
Terminology efisiensi Pareto sering disamakan dengan efisiensi alokatif untuk
menghormati ekonom Italia Vilfredo Pareto yang mengembangkan konsep
efficiency in exchange. Efisiensi pareto mengatakan bahwa input produksi
digunakan secara efisien apabila input tersebut tidak mungkin lagi digunakan
untuk meningkatkan suatu usaha tanpa menyebabkan setidak - tidaknya keadaan
suatu usaha yang lain menjadi lebih buruk. Dengan kata lain, apabila input
dialokasikan untuk memproduksi output yang tidak dapat digunakan atau tidak
diinginkan konsumen, hal ini berarti input tersebut tidak digunakan secara efisien.
3. Economic efficiency, yaitu kombinasi antara efisiensi teknikal dan
efisiensi alokatif. Efisiensi ekonomis secara implicit merupakan konsep least cost
production. Untuk tingkat output tertentu, suatu perusahaan produksinya
dikatakan efisien secara ekonomi jika perusahaan tersebut menggunakan biaya di
mana biaya per unit dari output adalah yang paling minimal. Dengan kata lain,
untuk tingkat output tertentu, suatu proses produksi diakatakan efisien secara
ekonomi jika tidak ada proses lainnya yang dapat digunakan untuk memproduksi
tingkat output tersebut pada biaya per unit yang paling kecil.

21
Menurut Ivan Gumilar dan Siti Komariah (2011:101), secara umum
terdapat 3 pendekatan konsep dasar model efisiensi sektor finansial, termasuk
industri perbankan yaitu :
a. Cost Efficiency pada dasarnya mengukur tingkat biaya suatu bank
dibandingkan dengan bank yang memiliki biaya operasi terbaik (best practice
bank’s cost) yang menghasilkan output yang sama dengan teknologi yang sama.
b. Standard Profit Efficiency pada dasarnya mengukur tingkat efisiensi
suatu bank didasarkan pada kemampuan bank untuk menghasilkan profit
maksimal pada tingkat harga output tertentu dibandingkan dengan tingkat
keuntungan bank yang beroperasi terbaik (best practice bank) dalam sampel.
Model ini sering kali dikaitkan dengan suatu kondisi pasar persaingan sempurna
didalam harga input dan output ditentukan oleh pasar. Dengan kata lain tidak
satupun bank yang menentukan harga input maupun harga output sehingga bank
tidak sebagai price taking agent.
c. Alternative Profit Efficinecy seringkali dikaitkan dengan suatu kondisi
pasar persaingan tidak sempurna (imperfect market competition) dimana bank
diasumsikan memiliki market power dalam menentukan harga output namun tidak
pada harga input. Karena perbedaan jenis pasar tersebut maka perbedaan yang
paling menonjol antara kedua model ini (standard profit efficiency dan alternative
profit efficiency) adalah pada penentuan variabel eksogen di dalam pencapaian
keuntungan maksimum yaitu tingkat output.

22
Menurut Abidin dan Endri (2009:22) efisiensi merupakan salah satu
parameter kinerja yang secara teoritis mendasari seluruh kinerja sebuah organisasi
dengan mengacu pada filosofi “kemampuan menghasilkan output yang optimal
dengan inputnya yang ada, adalah merupakan ukuran kinerja yang diharapkan”.
Ketika membicarakan mengenai pemanfaatan secara lebih baik dari setiap sumber
daya yang telah diberikan, maka hal tersebut merupakan konsep yang sangat dasar
mengenai efisiensi (Shahid, Dkk, 2010:25).
Menurut Muharram dan Pusvitasari (2007) pengukuran efisiensi dilakukan
melalui tiga pendekatan yaitu:
1. Pendekatan Rasio: mengukur efisiensi dengan cara menghitung
perbandingan output dan dengan inout yang digunakan. Pendekatan rasio akan
dinilai efisien yang tinggi jika produksi ouput yang maksimal dengan input yang
minimal. Efisiensi = input output. Menurut Chu-Fen Li (2007) melihat
pendekatan rasio sebagai “the most critical limitation of the financial ratio is that
they fail to consider the multiple input-output”. Oleh karena itu pendekatan ini
belum mampu menilai kinerja lembaga keuangan secara menyeluruh.
2. Pendekatan Regresi: pendekatan ini dalam mengukur efisiensi
menggunakan sebuh model dari tngkat output tertentu sebagai fungsi dari
berbagai tingkat input tertentu. Persamaan regresi dapat ditulis sebagai berikut :
Y=f (X1. X2, X3, X4……….Xn)
Dimana : Y= output, X=input

23
Pendekatan ini juga tidak dapat mengatasi kondisi banyak output karena
hanya satu indikator output yang dapat ditampung dalam sebuh persamaan
regresi.
3. Pendekatan frontier: pendekatan frontier dalam mengukur efisiensi
dibedakan menjadi dua jenis yaitu pendekatan frontier non perametrik dapat
diukur dengan tes non parametric yaitu dengan menggunakan Data Envelopment
Analysis (DEA) dan Pendekatan frontier parametric dapat diukur dengan tes
parametric yaitu Stockhastic Frontier Analysis (SFA) dan Distribution Free
Analysis (DFA). Persamaan perhitungan menggunakan metode non parametric
dan metode parametric yaitu sama - sama menggunakan input dan output sebagai
variabel. Dalam penelitian ini digunakan metode parametric Data Envelopment
Analysis (DEA).
Menurut Adisasmita R. (2006), Efisiensi adalah input yang digunakan,
dialokasikan secara optimal dan baik untuk mencapai output yang menggunakan
biaya terendah. Efisiensi berarti pemanfaatan sumber daya ekonomi dengan cara -
cara paling efektif. Efektif berarti bahwa output yang dihasilkan benar - benar
sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan. Efisien dapat diartikan pula bahwa
segala input dialokasikan sedemikian rupa, hingga output dapat diproduksi dengan
biaya termurah.
Seringkali efisiensi diartikan dalam kaitannya dengan kegiatan pemerintah
yang dilaksanakan tanpa pemborosan atau dengan kehematan yang sebesar -
besarnya, atau dapat dilaksanakan secara optimal. Dilihat dari kepentingan

24
masyarakat, efisiensi berarti menciptakan kesejahteraan masyarakat. Pelaksanaan
kebijakan pemerintah seharusnya diupayakan untuk menghindari pemborosan,
meningkatkan kehematan, dan menciptakan kesejahteraan masyarakat.
Menurut Kepmendagri Nomor 13 Tahun 2006, Efisien adalah pencapaian
keluaran yang maksimum dengan masukan tertentu atau penggunaan masukan
terendah. Untuk mencapai keluaran tertentu dalam suatu sistem persaingan yang
sehat, produsen-produsen mampu menerapkan teknik - teknik produksi dengan
biaya - biaya produksi yang termurah, sehingga tercapailah efisiensi.
Namun kenyataannya banyak produsen tidak mengetahui sehingga tidak
mampu menggunakan teknik produksi yang paling murah, maka biaya
produksinya lebih tinggi, yang berarti tidak efisien. Banyak pabrik dan industri
telah menimbulkan pencemaran udara dan pencemaran air yang menimbulkan
dampak negatif terhadap masyarakat sekitarnya, berupa kerusakan kesehatan dan
harta benda.
Terjadinya ketidak efisienan dan polusi tersebut adalah akibat dari
kegagalan pasar, maka terdapat peluang bagi pemerintah untuk mengatasi dampak
negatif yang ditimbulkannya, melalui pembuatan kebijakan dan peraturan
perundang - undangan. Dalam upaya mengatasi dampak ekonomi yang negatif
tersebut, diharapkan agar pemerintah tetap waspada akan kemungkinan kegagalan
pemerintah, yaitu keadaan yang lebih parah. Penanganan dampak negatif yang
ditimbulkan oleh kegagalan pasar harus dilaksanakan secara terpadu dan
komprehensif, meliputi semua sektor/instansi yang terkait.

25
Singkatnya menurut Kamus Lengkap Ekonomi (2002:149) Bahwa:
“Efisiensi adalah Rasio atau perbandingan usaha atau kerja yang berhasil, dan
seluruh kerja atau pengorbanan yang dikerahkan untuk mencapai hasil tersebut
dengan kata lain, rasio antara input dan output”.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa Efisiensi merupakan sebuah
metode perbandingan antara usaha yang dilakukan dengan hasil yang ingin
dicapai oleh sebuah perusahaan dalam melakukan kegiatan.
Menurut Kumbhaker dan Lovell (2000), efisiensi teknis hanya merupakan
satu komponen dari efisiensi ekonomi secara keseluruhan. Namun, dalam rangka
mencapai efisiensi ekonominya suatu perusahaan harus efisien secara teknis.
Dalam rangka mencapai tingkat keuntungan yang maksimal, sebuah perusahaan
harus memproduksi output yang maksimal dengan jumlah input tertentu (efisiensi
teknis) dan memproduksi output dengan kombinasi yang tepat dengan tingkat
harga tertentu (efisiensi alokatif).
Ditinjau dari teori ekonomi ada dua macam pengertian efisiensi, yaitu
efisiensi teknis dan efisiensi ekonomi. Efisiensi ekonomi mempunyai sudut
pandang makroekonomi, sementara efisiensi teknis mempunyai sudut pandang
mikroekonomi. Pengukuran efisiensi teknis cenderung terbatas pada hubungan
teknis dan operasional dalam proses konversi input menjadi output. Sedangkan
dalam efisiensi ekonomi, harga tidak dapat dianggap sudah ditentukan (given),
karena harga dapat dipengaruhi oleh kebijakan makro (Sarjana, 1999).

26
Menurut Farrell (1957) efisiensi dari perusahaan terdiri dari dua
komponen, yaitu efisiensi teknis dan efisiensi alokatif. Efisiensi teknis
mencerminkan kemampuan dari perusahaan dalam menghasilkan output dengan
sejumlah input yang tersedia. Sedangkan efisiensi alokatif mencerminkan
kemampuan perusahaan dalam mengoptimalkan penggunaan inputnya, dengan
struktur harga dan teknologi produksinya. Kedua ukuran ini yang kemudian
dikombinasikan menjadi efisiensi ekonomi (economic efficiency). Suatu
perusahaan dapat dikatakan efisien secara ekonomi jika perusahaan tersebut dapat
meminimalkan biaya produksi untuk menghasilkan output tertentu dengan suatu
tingkat teknologi yang umumnya digunakan serta harga pasar yang berlaku.
b. Efisiensi Dalam Hukum Islam
Tujuan efisiensi adalah untuk mencapai keuntungan optimal.Dalam Islam
istilah efisiensi tidak dikenal. Menekan biaya yang sebesar – sebesarnya untuk
mendapatkan keuntungan yang paling maksimal dalam teori produsen akan
berakibat pada perbuatan dzalim yang tidak bersenyawa dengan ruh Islam. Dalam
Islam, perwujudan keuntungan yang optimal dihasilkan melalui usaha yang
optimal (kerja keras) untuk menghasilkan sesuatu secara optimal dengan tetap
menjaga keseimbangan (ta’adul) dan etika syariah.
Keuntungan yang dihasilkan harus seimbang dengan kerja keras dan beban
yang dikeluarkan. Rasulullah saw dalam Khan (2008) bersabda, Al – Kharaj bid –
Dhaman (setiap keuntungan yang didapatkan harus sesuai dengan beban yang
dikeluarkan). Keseimbangan juga berarti bahwa dalam mewujudkan value added,

27
produsen mesti memperhatikan aspek sosial, ekonomi, dan lingkungan. Untuk
mewujudkan optimalisasi dan keseimbangan, Islam memberikan beberapa
guidance, di antaranya :
1. Memanfaatkan seluruh potensi sumber daya alam
Islam menghendaki umatnya untuk bekerja memakmurkan bumi dan
memanfaatkan seluruh potensi sumber daya alam. Allah berfirman dalam surat
Huud ayat 61 :
Artinya : dan kepada Tsamud (kami utus) saudara mereka shaleh. Shaleh berkata:
"Hai kaumku, sembahlah Allah, sekali-kali tidak ada bagimu Tuhan selain Dia.
Dia telah menciptakan kamu dari bumi (tanah) dan menjadikan kamu
pemakmurnya, karena itu mohonlah ampunan-Nya, kemudian bertobatlah
kepada-Nya, Sesungguhnya Tuhanku Amat dekat (rahmat-Nya) lagi
memperkenankan (doa hamba-Nya)."
2. Spesialisasi Kerja
Konsep spesialisasi kerja pernah diutarakan oleh Ibnu Khaldun dalam
Muqaddimahnya. Menurutnya dengan jumlah penduduk yang semakin besar,
maka akan terjadi pembagian dan spesialisasi tenaga kerja sehingga akan

28
memperbesar surplus dan perdagangan internasional. Pembagian tenaga kerja
internasional akan lebih tergantung pada perbedaan keahlian dan keterampilan
penduduk dibandingkan dengan ketersediaan sumber daya alam. Dalam Islam,
prinsip dasar tentang spesialisasi dapat ditelaah dalam hadits Nabi saw yang
menjelaskan tentang konsep itiqan dan ihsan.
3. Larangan Terhadap Riba
Salah satu cara Islam mewujudkan efisiensi dengan cara minimalisasi
biaya produksi adalah dengan pengharaman riba (bunga). Sebagai bagian dari
elemen biaya tetap dalam produksi, penghapusan Bunga akan membuat biaya
produksi lebih rendah (efisien).
4. Larangan Israf dan Tabdzir dalam produksi
Perbedaan antara israf dan tabdzir disampaikan oleh Al – Mawardi dalam
kantakji (2003). Al – Mawardi menjelaskan bahwa israf adalah kesalahan
menggunakan takaran yang tepat, sedangkan tabdzir adalah kebodohan dalam
menggunakan alokasi yang tepat. Allah berfirman dalam surat Al – An’am ayat
141 :

29
Artinya : “dan Dialah yang menjadikan kebun-kebun yang berjunjung dan yang
tidak berjunjung, pohon korma, tanam-tanaman yang bermacam-macam
buahnya, zaitun dan delima yang serupa (bentuk dan warnanya) dan tidak sama
(rasanya). makanlah dari buahnya (yang bermacam-macam itu) bila Dia
berbuah, dan tunaikanlah haknya di hari memetik hasilnya (dengan disedekahkan
kepada fakir miskin); dan janganlah kamu berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah
tidak menyukai orang yang berlebih-lebihan”.
5. Konsep CRS dan VRS
Hendri Tanjung dan Abrista devi (2013:332) menyebutkan frontier
analysis menggunakan dua pendekatan model yang umum digunakan, yaitu model
Charnes, Cooper dan Roodes (CCR) yang dikembangkan pada tahun 1978 dan
model Banker, Charnes dan Cooper (BCC) pada tahun 1984 (Coelli, et.al, 2005).
Model CCR (rasio) merupakan model yang digunakan secara luas dalam model
DEA.
1) Constant Return to Scale (CRS)
Model ini dikembangkan oleh Charnes, Cooper dan Roodes (Model CCR)
pada tahun 1978. Model DEA dengan ancangan CRS mengasumsikan bahwa
proses produksi mengikuti CRS, yang artinya setiap peningkatan input secara
proporsional dengan presentase tertentu akan meningkatkan output dengan
presentase yang sama. Asumsi ini hanya berlaku jika setiap unit bisnis yang
diobservasi telah berproduksi pada kapasitas maksimalnya (optimum
scale).Efisiensi dengan asumsi CRS ini menghasilkan efisiensi overall technical.

30
Untuk mendapatkan skor efisiensi bagi perusahaan I( ), yang memiliki satu input
x dan satu output y, diperoleh dengan memecahkan sistem persamaan linier
sebagai berikut :
St
Keterangan:
Y =
X =
N = jumlah unit bisnis yang diobservasi
x1 = input x untuk unit bisnis 1
y1 = output y untuk unit bisnis 1
= vector dari konstan
2) Variable return to Scale (VRS)
Model kedua ini dikembangkan oleh Banker, Charnes, dan Cooper (Model
BCC) pada tahun 1984 dan merupakan model pengembangan dari model
sebelumnya, yaitu CCR.Dalam kondisi nyata, seringkali persaingan dan kendala –
kendala keuangan dapat menyebabkan suatau unit bisnis tidak beroperasi pada
skala optimalnya. Padahal asumsi CRS berlaku jika unit bisnis yang diobservasi

31
beroperasi pada skala optimal. Dengan tujuan inilah, Banker, Charnes, dan
Cooper (1984) memperkenalkan model DEA VRS.
Efisiensi Teknis (TE) yang dihitung dengan model VRS ini disebut
sebagai efisiensi Teknis Murni (Pure Technical Efficiency [PTE]), yang
selanjutnya disebut efisiensi teknis. Dengan melakukan estimasi frontier
menggunakan model CRS dan VRS, maka dapat dilakukan dekomposisi Efisiensi
Teknis Keseluruhan (Overall Technical Efficiency [OTE]) menjadi Efisiensi
Teknis Murni (Pure Technical efficiency [PTE]) dan Efisiensi Skala (Scale
Efficiency [SE]). Maka perhitungan secara matematisnya adalah :
OTE = PTE x SE
Skor efisiensi DEA dengan ancangan VRS diperoleh dengan mencari
solusi sistem persamaan berikut ini, yang sebenarnya serupa dengan persamaan
pada model CRS, namun dengan menggunakan kendala konveksitas N1’ = 1,
sehingga :

32
Keterangan:
Y =
X =
N = jumlah unit bisnis yang diobservasi
x1 = input x untuk unit bisnis 1
y1 = output y untuk unit bisnis 1
N1’ = N X 1 vector 1
6. Orientasi Pengukuran Data Dengan Menggunakan Data Envelopment
Analysis (DEA)
Hendri Tanjung dan Abrista Devi (2013:322) menyebutkan pengukuran
model efisiensi dapat dilihat melalui dua pendekatan, yaitu : pendekatan pada sisi
input dan pendekatan pada sisi output. Menjelaskan pendekatan ukuran efisiensi
sebagai berikut:
1) Pendekatan Sisi Input
Pendekatan sisi input digunakan untuk menjawab berapa banyak kuantitas
input dapat dikurangi secara proporsional untuk memproduksi kuantitas output
yang sama. Pendekatan input ini digunakan jika kondisi pasar sudah mengalami
tingkat “jenuh” sehingga perusahaan perlu mengetahui tingkat efisiensi dari
sumber daya yang ada saat ini.
2) Pendekatan sisi output

33
Berbeda dengan pendekatan sisi input yang menjawab berapa banyak
kuantitas input dapat dikurangi secara proporsional untuk memproduksi kuantitas
output yang sama, pendekatan sisi output menjawab berapa banyak kuantitas
output dapat ditingkatkan secara proporsional dengan kuantitas input yang sama.
Pendekatan ini digunakan pada saat kondisi pasar masih bagus sehingga produsen
diharapkan dapat mempertahankan atau bahkan meningkatkan output dengan
input yang sama.
7. Konsep Input dan Output Dalam Pengukuran Efisiensi
Hadad, dkk (2003:3) menyebutkan ada tiga pendekatan yang biasa
digunakan dalam metode parametrik Stochastic Analysis (SFA), Distribution Free
Analysis (DFA) dan non parametrik Data Envelopment Analysis (DEA) untuk
mendefinisikan hubungan input dan output dalam kegiatan finansial suatu
lembaga keuangan yaitu:
1) pendekatan Aset (The Asset Approach)
Pendekatan aset mencerminkan fungsi primer sebuah lembaga keuangan
sebagai pencipta kredit pinjaman (loans). Dalam pendekatan ini, output
didefinisikan ke dalam bentuk aset.
2) Pendekatan Produksi (The Production Approach)
Pendekatan ini menganggap lembaga keuangan sebagai produsen dari
akun deposito (deposit account) dan kredit pinjaman (credit accounts) lalu

34
mendefinisikan output sebagai jumlah tenaga kerja, pengeluaran modal pada asset
– asset tetap dan material lainnya.
3) Pendekatan Intermediasi (The Intermediation Approach)
Pendekatan ini mengasumsikan bahwa lembaga keuangan bertindak
sebagai perantara antara penabung dan peminjam dan menjadikan total kredit dan
sekuritas sebagai output. Sedangkan deposito dengan tenaga kerja dan modal fisik
didefinisikan sebagai input (Sufian, 2006:38).
8. Data Envelopment Analysis (DEA)
Fase pertama diawali dengan menggunakan metode DEA oleh Farrel
(1957) untuk membandingkan efisiensi relatif dengan sampel petani secara cross
section dan terbatas pada satu output yang dihasilkan oleh masing-masing unit
sampel.
Konsep DEA kemudian dipopulerkan oleh Charnes, Cooper dan Rhodes
(CCR) pada tahun 1978 yang mengukur efisiensi dalam bidang teknis sebagai
rasio antara output-output tertimbang terhadap input-input tertimbang melalui
formulasi programasi linear. Fase kedua, dimulai dengan diperkenalkannya
konsep efisiensi alokasi yang membawa pada dikenalkannya konsep batas biaya
(cost frontier) di samping batas produksi (production frontier). Fase ketiga
merupakan pengembangan lebih lanjut dari konsep cost frontier, yaitu
pemanfaatan input dan atau output sebagai variabel kebijakan yang bias dipilih

35
secara optimal oleh unit pelaku ekonomi ketika menghadapi harga pasar dalam
pasar persaingan sempurna maupun dalam pasar persaingan tidak sempurna.
Alasan penggunaan DEA, yaitu (1) pemberian bobot penilaian untuk
setiap variabel penentu kinerja dilakukan secara objektif, (2) DEA merupakan
analisis titik ekstrim yang berbeda dengan tendensi pusat, sehingga setiap
observasi atau unit kegiatan ekonomi dianalisis secara individual, (3) DEA
membentuk referensi hipotesis (virtual production function) berdasar pada data
observasi yang ada (Samubar saleh, 2000).
Menurut Insukrindo (2000) dalam Adhisty Mohammad Khariza (2009)
menyatakan bahwa terdapat tiga manfaat dari pengukuran efisiensi dengan
memperoleh efisiensi relatif yang berguna untuk :
a) Memudahkan perbandingan antar unit ekonomi yang sama,
b) Mengukur berbagai informasi efisiensi antar UKE sebagai bahan untuk
mengidentifikasi faktor-faktor penyebabnya, dan
c) Menentukan implikasi kebijakan dalam meningkatkan efisiensi.
Pengukuran efisiensi selama ini dengan menggunakan analisis regresi dan
analisis rasio. Analisis rasio mengukur efisiensi dengan cara membandingkan
antara input yang digunakan dengan output yang dihasilkan. Persamaan rasio akan
menunjukkan tahun efisiensi yang semakin besar apabila terjadi kondisi dimana
nilai output tetap, tetapi semakin kecil nilai input yang digunakan atau sebaliknya.
Dengan nilai input tetap semakin besar nilai output yang dihasilkan.

36
Begitu pula jika nilai input semakin kecil bersamaan dengan nilai output
yang semakin besar. Kelemahan analisis rasio terlihat pada kondisi dimana
terdapat banyak input dan banyak output. Analisis DEA di desain secara spesifik
untuk mengukur efisiensi relatif suatu unit produksi dalam kondisi terdapat
banyak input maupun banyak output, yang biasaya sulit disiasati secara sempurna
oleh tehnik analisis pengukur efisiensi lainnya (Hastarini Dwi Atmanti, 2005).
Efisiensi relatif suatu UKE adalah efisiensi suatu UKE dibanding dengan
UKE lain dalam sampel yang menggunakan jenis input dan output yang sama.
Dalam perkembangannya, DEA merupakan alat analisis yang digunakan untuk
mengukur efisiensi relatif dalam penelitian pendidikan, kesehatan, transportasi,
pabrik, maupun perbankan (Sengupta, 2000 dalam Adhisty, 2009 dalam Rica
Amanda, 2010).
DEA adalah metode dan bukan model yang mana dalam hal ini dapat
dijelaskan bahwa metodologi DEA merupakan sebuah metode non-parametrik
yang menggunakan model program linear untuk menghitung perbandingan rasio
input ouput untuk semua unit yang dibandingkan. Metode ini tidak memerlukan
fungsi produksi dan hasil perhitungannya disebut nilai efisiensi relatif (Erwita
siswadi dan Wilson Arafat, 2004 dalam Dhita Triana Dewi, 2010).
Meskipun memiliki banyak kelebihan dibandingkan analisis rasio parsial
dan regresi umum, namun DEA juga memiliki keterbatasan antara lain :
a) Metode DEA mensyaratkan semua input dan output harus spesifik dan dapat
diukur.

37
b) Metode DEA berasumsi bahwa setiap unit input atau output identik dengan unit
lain dalam tipe yang sama dan tidak mampu mengenali perbedaan tersebut,
sehingga DEA dapat memberikan hasil yang bias. Maka diperlukan pengukuran
data base yang lebih spesifik.
c) Metode DEA berasumsi pada constant return to scale (CRS) menyatakan
bahwa perubahan proporsional pada semua tingkat input akan menghasilkan
perubahan proporsional yang sama pada tingkat output. Asumsi ini penting karena
memungkinkan semua UKE diukur dan dibandingkan terhadap unit isokuan
walaupun pada kenyataannya hal tersebut jarang terjadi.
d) Bobot input dan output yang dihasilkan dalam DEA sulit ditafsirkan dalam
nilai ekonomi meskipun koefisien tersebut memiliki formulasi matematik yang
sama.
B. Penelitian Terdahulu
Penulis belum menemukan penelitian terdahulu yang berkaitan dengan
pengukuran efisiensi pada Komisi Pemberantasan Korupsi yang menggunakan
DEA. Maka dari itu, penulis melandaskan pemikiran pada beberapa penelitian
yang menggunakan DEA pada perbankan, lembaga pemerintah maupun swasta,
berikut ini adalah penelitian mengenai efisiensi perbankan, lembaga pemerintah
maupun swasta yang telah banyak dilakukan :

38
1. Harjum Muharam dan Pusvitasari (2007)
Penelitian ini berjudul “Analisis Perbandingan Efisiensi Bank Syariah di
Indonesia dengan Metode Data Envelopment Analysis (periode tahun
2005)”.Variabel input yang digunakan dalam penelitian ini adalah simpanan dan
biaya operasional lain, sedangkan output yang digunakan adalah pembiayaan,
aktiva lancar, dan pendapatan operasional lain. Sampel yang digunakan dalam
penelitian ini adalah bank-bank syariah di indonesia periode 2005.
Hasil penelitian menyatakan bahwa tidak ada perbedaan nilai efisiensi
anatara BUS dan UUS tidak ada perbedaan efisisnsi antara bank syariah BUMN
dan bank syariah non BUMN, tidak ada perbedaan nilai efisiensi bank syariah
swasta non devisa dan bank syariah devisa. Hanya bank BTN syariah, bank
Niaga syariah, dan bank permata syariah selalu mencapai nilai efisiensi 100
persen selama periode pengamatan.
2.Lela Dina Pertiwi (2007)
Penelitian ini berjudul “Efisiensi Pengeluaran Pemerintah Daerah di
Provinsi Jawa Tengah” Penelitian tersebut menggunakan metode DEA dengan
objek penelitian kabupaten/kota di Provinsi Jawa Tengah tahun 1999 - 2002,
menggunakan dua variabel, yaitu variabel input dan variabel output. Variabel
input terdiri dari belanja pemerintah daerah untuk bidang pendidikan dan
kesehatan, sedangkan variabel output terdiri dari angka melek huruf dan rata-rata
lama sekolah untuk pendidikan dan angka harapan hidup untuk kesehatan.

39
Menurut hasil dari penelitian ini ialah bahwa Efisiensi pengeluaran
pendidikan di setiap Kabupaten di Jawa Tengah cenderung belum
efisien.Sedangkan untuk pengeluaran kesehatan hanya satu jota yang mengalami
kondisi efisien yaitu Kota Salatiga (100%).
3. Nasher Akbar (2009)
Penelitian ini berjudul “Analisis Efisiensi organisasi Pengelola Zakat
Nasional Dengan Pendekatan Data Envelopment Analysis”.Tujuan dari
penelitiaan ini adalah untuk mengetahui tingkat efisiensi Organisasi Pengelola
Zakat, sehingga dapat diketahui manakah OPZ yang paling efisien. Diharapkan
dari studi ini akan ditemukan variabel – variabel yang bekerja inefisien dan
seberapa besar variabel – variabel tersebut dapat ditingkatkan efisiennya. Analisis
data yang digunakan adalah non-parametric analisis metodologi Data
Envelopment Analysis (DEA). Variabel yang digunakan dalam penelitian ini
dibagi menjadi variabel input dan variabel output. Variabel input terdiri dari biaya
personalia, biaya sosialisasi, dan biaya operasional lainnya, sedangkan variabel
outputnya terdiri dari dana terhimpun dan dana tersalurkan.
Berdaskan hasil penelitian diketahui bahwa kinerja OPZ pada tahun 2005
lebih baik dari tahun 2006 dan 2007. Hal ini didorong oleh tingginya dana
terhimpun untuk bantuan tsunami pada tahun 2005. Di samping itu, telah terjadi
kenaikan tingkat efisiensi dari tahun 2006 ke 2007 baik secara VRS, CRS dan
Skala.

40
4. Rakhmat Purwanto (2011)
Penelitian ini berjudul “Analisis Perbandingan Efisiensi Bank Umum
Konvensional (BUK) dan Bank Umum Syariah (BUS) di Indonesia dengan
Metode Data Envelopment Analysis (DEA) (Periode 2006-2010)”. Tujuan dari
penelitian ini adalah untuk menganalisis efisiensi pada 21 bank-bank di indonesia
yang terdiri dari 10 Bank Umum Konvensional (BUK) dan 11 Bank Umum
Syariah (BUS) selama periode 2006-2010 dengan menggunakan Data
Envelopment Analysisi (DEA).
Variabel input yang digunakan adalah jumlah simpanan, jumlah asset dan
biaya tenaga kerja. Sedangkan variabel output yang digunakan adalah pembiyaan
dan laba operasional. Hasil analisis menggunakan metode DEA menunjukkan
bahwa selama periode 2006-2010 BUK dan BUS cenderung mengalami
peningkatan efisiensi walaupun berfluktuatif dengan rata-rata efisiensi 83,29
persen untuk BUK dan 89,3 persen untuk BUS. Hal ini menunjukkan bahwa BUS
sedikit lebih baik dari BUK di indonesia dalam hal efisiensinya. Pada pengujian
hipotesis uji bedamenggunakan independent sample t-test menunjukkan bahwa
tidak terdapat perbedaan nilai efisiensi antara BUK dan BUS selama periode
tahun 2006 - 2010.
5. Norazlina Abd. Wahab dan Abdul Rahim Abdul Rahman (2012)
Penelitian ini berjudul “Efficiency of Zakat Institutions In Malaysia: An
Application of Data Envelopment Analysis”. Tujuan penelitian ini adalah untuk
mengetahui tingkat efisiensi lembaga zakat di Malaysia. Metode yang digunakan

41
dalam penelitian ini adalah Data Envelopment Analysis (DEA). Variable input
yang digunakan adalah No. of staff dan total expenditures, sedangkan variable
output yang digunakan adalah total collection, total distribution, dan No. of zakat
payers. Hasil dari penelitian ini adalah lembaga zakat di Malaysia telah
menunjukkan efisiensi teknis rata-rata 80,6% dan juga inefisiensi teknis murni
mendominasi skala efek inefisiensi dalam menentukan efisiensi teknis lembaga
zakat di Malaysia.
6. Sandi Kusuma Wardana (2013)
Penelitian ini berjudul “Analisis Tingkat Efisiensi Perbankan dengan
Pendekatan Non Parametrik Data Envelopment Analysis (DEA)”. Tujuan dari
penelitian ini adalah untuk mrnganalisis kinerja fisiensi dari 13 bank komersial di
indonesia yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) dengan penelitian periode
2005-2011 dan memenuhi kriteria yang telah diharapkan. Analisis data yang
digunakan adalah non parametric analisis metodologi Data Envelopment Analysis
(DEA).
Variabel yang digunakan dalam penelitian ini dibagi manjadi variabel
input dan variabel output. Variabel input terdiri dari salary expense (biaya
personalia), fixed asset (aktiva tetap), interest expense (biaya bunga), non interest
expense (biaya diluar bunga), dan purchase fund (pembelian suratberharga).
Sedangkan variabel output terdiri dari earning asset (aktiva produktif), interest
income (pendapatan bunga), dan non interest income (pendapatan non bunga).

42
Menurut hasil tingkat efisiensi tidak berubah banyak antara 2005 dan
2011.Skor efisiensi mencapai tingkat atas pada tahun 2011 untuk semua bank.
Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan dalam efisiensi
antara bank umum yang dimiliki Negara dan bank umum swasta nasional di
indonesia.
7. Dian Merini (2013)
Penelitian ini berjudul “Analisis Pengeluaran Pemerintah Sektor Publik di
Kawasan Asia Tenggara: Aplikasi Data EnvelopmentAnalysis (DEA)”. Penelitian
ini mengulas tentang teknis efisiensi pengeluaran pemerintah sektor publik yang
terdiri dari sektor kesehatan, pendidikan dan infrastruktur di kawasan Asia
Tengagara.
Variabel input yang digunakan yaitu Pengeluaran Pemerintah Sektor
Kesehatan, Anggaran Pendidikan, dan Infrastruktur, sedangkan variabel output
yaitu Angka Harapan Hidup(AHH)& Angka Kematian Bayi(AKB) (Kesehatan),
Indeks Pendidikan & Angka partisipasi kasar sekolah menengah (Pendidikan),
Konsumsi Listrik perkapita, akses sanitasi, akses air bersih, persentase jalan
beraspal, dan akses internet (Infrastruktur).
Hasil analisis menunjukan bahwa Negara Singapura menjadi Negara yang
mempunyai nilai efisiensi tertinggi, sedangkan Malaysia, Thailand, Brunei
Darussalam, dan Vietnam tidak mencapai kondisi efisien melalui teknik
pengeluaran publiknya. Cambodja dan Laos memiliki nilai efisien yang tinggi
hanya tidak efisien dalam pelayanan kesehatan dan pendidikan. Kemudian,

43
Indonesia dan Phillipines dapat meningkatkan derajat efisiensi dengan cara
melakukan pengurangan input pada tingkat output yang tetap melalui alokasi
anggaran yang tepat sasaran dan atau sebaliknya meningkatkan ouput pada tingkat
input yang tetap.
8. Norazlina Abd. Wahab dan Abdul Rahim Abdul Rahman (2013)
Penelitian ini berjudul “Determinants of Efficiency of Zakat Institutions in
Malaysia: A Non-parametric Approach”. Penelitian ini meneliti produktivitas dan
efisiensi lembaga zakat di Malaysia selama periode 2003-2007.Tujuan penelitian
ini adalah untuk memeriksa efisiensi lembaga zakat di Malaysia dengan memulai
studi tentang faktor-faktor yang berkontribusi terhadap efisiensi lembaga zakat di
Malaysia dengan harapan untuk memberikan kontribusi terhadap peningkatan
kinerja lembaga zakat di Malaysia.
Dalam penelitian ini menggunakan pendekatan non parametric dengan
metode Data Envelopment Analysis (DEA). Variabel yang digunakan dibagi
menjadi variable input dan varibel output. Variable input terdiri No. of staff, Total
Expenditure, sedangkan variable output terdiri dari Total collection, total
distribution, no. of zakat payers. Hasil penelitian ini adalah produktifitas lembaga
zakat di Malaysia telah meningkat pada tingkat rata-rata 2,4 persen selama
periode penelitian. Peningkatan ini disebabkan oleh kemajuan teknis (TECHCH)
dari 3,5 persen sementara perubahan efisiensi (EFFCH) memberikan kontribusi
perubahan negatif (-0.1%).

44
Tabel 2.1 Ringkasan Penelitian Terdahulu
No Nama Peneliti
Judul Penelitian Metode Penelitian
Hasil Penelitian Persamaan dan Perbedaan
1. Harjum Muharam dan Pusvitasari (2007
Analysis Perbandingan Efisiensi Bank Syariah di Indonesia dengan Metode Data Envelopment Analysis (periode tahun 2005)
Data Envelopment Analysis (DEA)
Hasil analisis menggunakan metode Data Envelopment Analysis menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan nilai efisiensi antara BUS dan UUS, tidak ada perbedaan efisiensi antara bank syariah BUMN dan bank syariah non BUMN, tidak ada perbedaan nilai efisiensi bank syariah swasta non devisa dan bank syariah devisa. Hanya bank BTN syariah, bank Niaga syariah, dan bank permata syariah selalu mencapai nilai efisiensi 100 persen selama periode pengamatan.
Persamaan: Sama-sama menggunakan Data Envelopment Analysis (DEA)
Perbedaan: Meneliti efisiensi Komisi Pemberantasan Korupsi di Indonesia. Variabel input (anggaran untuk KPK, jumlah deputi penindakan) dan output (religiusitas, jumlah kasus yang ditangani) yang digunakan berbeda. Serta periode waktu yang diteliti berbeda.
2. Lela Dina Pertiwi (2007)
Efisiensi Pengeluaran Pemerintah Daerah di Provinsi Jawa Tengah
Data Envelopment Analysis (DEA)
Menurut hasil penelitian menggunakan Data Envelopment Analysis dalam periode 1999 – 2002 menunjukkan bahwa efisiensi pengeluaran pendidikan di setiap Kabupaten di Jawa Tengah cenderung belum efisien. Sedangkan untuk pengeluaran kesehatan hanya kota yang mengalami kondisi efisien yaitu Kota Salatiga (100%).
Persamaan: Sama-sama menggunakan Data Envelopment Analysis (DEA) dan sama – sama meneliti lembaga pemerintah.
Perbedaan: Meneliti efisiensi pada
Komisi Pemberantasan Korupsi di Indonesia. Variabel input (anggaran untuk KPK, jumlah deputi penindakan) dan output (religiusitas, jumlah kasus yang ditangani) yang digunakan berbeda. Serta periode waktu yang diteliti berbeda, yaitu dari tahun 2010 – 2014.
3. Nasher Akbar (2009)
Kinerja OPZ pada tahun 2005 lebih
Data Envelopment
Kinerja OPZ pada tahun 2005 lebih baik dari tahun
Persamaan: Sama-sama menggunakan

45
baik dari tahun 2006 dan 2007. Perhitungan terhadap sembilan OPZ tahun 2007 dengan asumsi CRS (orientasi input dan output), menunjukkan hanya 2 OPZ yang efisien, yakni BMM dan Bamuis BNI. OPZ yang paling banyak dijadikan benchmark adalah Bamuis BNI.
Analysis (DEA)
2006 dan 2007. Perhitungan terhadap sembilan OPZ tahun 2007 dengan asumsi CRS (orientasi input dan output), menunjukkan hanya 2 OPZ yang efisien, yakni BMM dan Bamuis BNI. OPZ yang paling banyak dijadikan benchmark adalah Bamuis BNI.
Data Envelopment Analysis (DEA) perbedaan: Hanya menganalisis efisiensi dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di Indonesia periode 2010-2014. Variabel input (anggaran untuk KPK, jumlah deputi penindakan) dan output (religiusitas, jumlah kasus yang ditangani) yang digunakan berbeda. Serta periode waktu yang diteliti berbeda.
4. Rakhmat Purwanto (2011)
Analisis Perbandingan Efisiensi Bank Umum Konvensional (BUK) dan Bank Umum Syariah (BUS) di Indonesia dengan Metode Data Envelopment Analysis (DEA) (Periode 2006-2010)
Data Envelopment Analysis (DEA)
Hasil analisis menggunakan metode DEA menunjukkan bahwa selama periode 2006-2010 BUK dan BUS cenderung mengalami peningkatan efisiensi walaupun berfluktuatif dengan rata-rata efisiensi 83.29 persen untuk BUK dan 89.3 persen untuk BUS. Hal ini menunjukkan bahwa BUS sedikit lebih baik dari pada BUK di indonesia dalam hal efisiensi. Pada pengujian hipotesis uji beda menggunakanindependent sample t- test menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan antara BUK dan BUS selama periode tahun 2006-2010
Persamaan: Sama-sama menggunakan Data Envelopment Analysis (DEA)
Perbedaan: Hanya menganalisis efisiensi dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di Indonesia periode 2010-2014. Variabel input (anggaran untuk KPK, jumlah deputi penindakan) dan output (religiusitas, jumlah kasus yang ditangani) yang digunakan berbeda. Serta periode waktu yang diteliti berbeda.
5. Norazlina Abd. Wahab dan Abdul Rahim Abdul Rahman
Efficiency of Zakat Institutions In Malaysia: An Application of Data Envelopment
Data Envelopment Analysis (DEA)
Hasil dari penelitian ini adalah lembaga zakat di Malaysia telah menunjukkan efisiensi teknis rata-rata 80,6% dan
Persamaan: Sama-sama menggunakan Data Envelopment Analysis (DEA)

46
(2012) Analysis juga inefisiensi teknis murni mendominasi skala efek inefisiensi dalam menentukan efisiensi teknis lembaga zakat di Malaysia.
Perbedaan: Yang diteliti ialah efisiensi pada Komisi Pemberantasan Korupsi, dengan periode waktu 5 tahun, dari tahun 2010 sampai 2014. Variabel input (anggaran untuk KPK, jumlah deputi penindakan) dan output (religiusitas, jumlah kasus yang ditangani) yang digunakan berbeda.
6. Sandi Kusuma Wardana (2013)
Analisis Tingkat Efisiensi Perbankan dengan Pendekatan Non Parametrik Data Envelompment Analysis (DEA)
Data Envelopment Analysis (DEA)
Hasil analisis menggunakan Data Envelopment Analysis menunjukkan bahwa tidak berubah banyak antara 2005 dan 2011, skor efisiensi mencapai tingkat atas pada tahun 2011 untuk semua bank. Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan dalam efisiensi antara bank yang dimiliki Negara dan bank umum swasta nasional di Indonesia.
- Persamaan: Sama-sama menggunakan Data Envelopment Analysis (DEA)
- Perbedaan: Yang diteliti ialah efisiensi pada Komisi Pemberantasan Korupsi, dengan periode waktu 5 tahun, dari tahun 2010 sampai 2014. Variabel input (anggaran untuk KPK, jumlah deputi penindakan) dan output (religiusitas, jumlah kasus yang ditangani) yang digunakan berbeda. Serta periode waktu yang diteliti berbeda.
7. Dian Merini dan Putu Mahardika Adi Saputra (2013)
Analisis Pengeluaran Pemerintah Sektor Publik di Kawasan Asia Tenggara: Aplikasi Data Envelopment Analysis (DEA)
Data Envelopment Analysis (DEA)
Menurut hasil analisis menggunakan Data Envelopment Analysis menunjukkan bahwa Negara Singapura menjadi Negara yang mempunyai nilai efisiensi tertinggi, sedangkan Malaysia, Thailand, Brunei Darussalam, dan Vietnam tidak mencapai kondisi efisien melalui teknik pengeluaran publiknya.
Persamaan: Sama- sama menganalisis efisiensi mengguanakan Data Envelopment Analysis (DEA) dan sama – sama meneliti lembaga pemerintah.
Perbedaan: Meneliti efisiensi pada Komisi Pemberantasan Korupsi di Indonesia. Variabel input (anggaran

47
Cambodja dan Laos memiliki nilai efisien yang tinggi hanya tidak efisien dalam pelayanan kesehatan dan pendidikan. Kemudian, Indonesia dan Phillipines dapat meningkatkan derajat efisiensi dengan cara melakukan pengurangan input pada tingkat output yang tetap melalui alokasi anggaran yang tepat sasaran dan atau sebaliknya meningkatkan ouput pada tingkat input yang tetap.
untuk KPK, jumlah deputi penindakan) dan output (religiusitas, jumlah kasus yang ditangani) yang digunakan berbeda.
Penelitian ini bertujuan tidak jauh berbeda dengan penelitian terdahulu, yaitu
untuk menganalisis efisiensi pada komisi pemberantasan korupsi (KPK) di
Indonesia dengan menggunakan metode Data Envelopment Analysis (DEA).
Namun, terdapat perbedaan antara lain seperti objek penelitian, variabel yang
8. Norazlina Abd. Wahab dan Abdul Rahim Abdul Rahman (2013)
Determinants of Efficiency of Zakat Institutions in Malaysia: A Non-parametric Approach
Data Envelopment Analysis (DEA)
Hasil penelitian ini adalah produktifitas lembaga zakat di Malaysia telah meningkat pada tingkat rata-rata 2,4 persen selama periode penelitian. Peningkatan ini disebabkan oleh kemajuan teknis (TECHCH) dari 3,5 persen sementara perubahan efisiensi (EFFCH) memberikan kontribusi perubahan negatif (-0.1%).
Persamaan: Sama- sama menganalisis efisiensi mengguanakan Data Envelopment Analysis (DEA).
Perbedaan: Meneliti efisiensi pada Komisi Pemberantasan Korupsi di Indonesia. Variabel input (anggaran untuk KPK, jumlah deputi penindakan) dan output (religiusitas, jumlah kasus yang ditangani) yang digunakan berbeda.

48
dipakai dan tahun pengamatan yang digunakan secara purposive sampling.
Periode tahun pengamatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah tahun 2010
- 2014, sedangkan variabel yang digunakan dalam menganalisis efisiensi pada
komisi pemberantasan korupsi (KPK) yaitu variabel input ialah anggaran untuk
KPK dan jumlah deputi penindakan. Sedangkan variabel output ialah religiusitas
(kegiatan keagamaan) dan jumlah kasus yang ditangani.
C. Kerangka Berfikir
Semakin berkembangnya teknologi dan bertambahnya kemampuan para
koruptor dalam menyembunyikan kasus korupsinya, lembaga Komisi
Pemberantasan Korupsi harus terus mengoptimalkan input yang ada untuk
menghasilkan ouput yang maksimal.
Penelitian ini akan mengukur efisiensi menggunakan metode Data
Envelopment Analysis (DEA). Analisis ini kemudian akan menghasilkan
perumusan frontier interaksi antara input dalam mempengaruhi output yang
dihasilkan. Hubungan input dan output tersebutlah yang kemudian akan
menentukan nilai efisiensi, sehingga akan dapat dilihat apakah lembaga Komisi
Pemberantasan Korupsi itu efisien atau inefisien.
Selanjutnya adalah tahapan-tahapan dalam penelitian ini yaitu penentuan
populasi, populasi pada penelitian ini adalah lembaga Komisi Pemberantasan
Korupsi. Setelah terpilih sampel, selanjutnya mengumpulkan data - data yang
lengkap mengenai Anggaran Untuk Komisi pemberantasan Korupsi, Jumlah
Deputi Penindakan, Jumlah Kasus yang Ditangani, dan Religiusitas (Kegiatan

49
Keagamaan) berdasarkan sampel dimulai dari tahun 2010 sampai dengan tahun
2014.
Setelah data terkumpul dan dimasukkan dengan menggunakan Microsoft
Excel maka selanjutnya dilakukan pegukuran efisiensi dengan metode Data
Envelopment Analysis (DEA). Setelah diketahui nilai efisiensi lembaga Komisi
Pemberantasan Korupsi. Kemudian dari hasil tersebut akan diketahui seberapa
besar input serta output yang dapat diperbaiki guna mencapai kondisi efisien pada
variabel input maupun output pada Komisi Pemberantasan Korupsi.

50
Tabel 2.2
Kerangka Berpikir
Laporan Tahunan Komisi Pemberantasan Korupsi Tahun
2010 - 2014
Variabel Input
Anggaran untuk KPK
Jumlah Deputi Penindakan
Variabel Output
Religiusitas (kegiatan agama)
Jumlah Kasus yang ditangani
Hasil dan Intepretasi
Kesimpulan dan Saran
Pengukuran Efisiensi dengan Metode Data Envelopment
Analysis (DEA)

51
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Ruang Lingkup Penelitian
Ruang lingkup penelitian ini meliputi menganalisis efisiensi dan data yang
digunakan adalah data kuantitatif, yaitu penelitian yang menganalisis data yang
berbentuk angka (numeric). Penelitian ini dilakukan dalam jangka waktu lima
tahun dari tahun 2010 sampai dengan 2014. Objek penelitian ini adalah Komisi
Pemberantasan Korupsi yang ada di Indonesia.
B. Sumber Data
Data dalam penelitian ini diperoleh dari laporan tahunan yang dikeluarkan
oleh Komisi Pemberantasan Korupsi pada tahun 2010 sampai dengan 2014.
C. Metode Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini dengan
menggunakan metode dokumentasi, yaitu metode yang menghimpun informasi
dan data melalui metode studi pustaka, eksplorasi literatur - literatur dan laporan
tahunan yang dipublikasi oleh Komisi Pemberantasan Korupsi di Indonesia.
Untuk memperoleh informasi yang berkaitan dengan penelitian ini dengan
cara membaca dari berbagai sumber seperti buku, jurnal dan karya ilmiah
lainnya.Selain itu, teknik pengumpulan data yang digunakan adalah studi internet
(Internet Research) dimana penulis menggunakan alat informasi digital guna
51

52
melengkapi informasi yang belum dapat didapatkan melalui buku-buku atau
literatur yang tersedia dengan membaca melalui sarana informasi internet.
Penelitian ini menggunakan data sekunder yang diperoleh dari laporan
tahunan Komisi Pemberantasan Korupsi yang dipublikasi oleh Komisi
Pemberantasan Korupsi selaku lembaga yang bersangkutan di Negara Indonesia
selama periode 2010 - 2014. Data sekunder yang dibutuhkan dalam penelitian ini
adalah sebagai berikut :
a. Anggaran Untuk KPK diperoleh dari laporan keuangan dan aset dalam laporan
tahunan Komisi Pemberantasan Korupsi yang bersangkutan selama periode
pengamatan.
b. Jumlah Deputi Penindakan diperoleh dari laporan manajemen sumber daya
manusia dalam laporan tahunan Komisi Pemberantasan Korupsi yang
bersangkutan selama periode pengamatan.
c. Religiusitas (kegiatan keagamaan) diperoleh dari laporan tahunan mengenai
kegiatan keagamaan yang dilakukan oleh Badan Amaliah Islam KPK (BAIK)
selama periode pengamatan.
d. Jumlah kasus yang ditangani diperoleh dari laporan penindakan dalam laporan
tahunan Komisi Pemberantasan Korupsi yang bersangkutan selama periode
pengamatan.

53
D. Metode Analisis Data
Jenis penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif, dimana jenis data
yang digunakan adalah data sekunder yang diperoleh dari laporan tahunan Komisi
Pemberantasan Korupsi (KPK) yang menjadi objek dalam penelitian ini. Untuk
menghitung tingkat efisiensi, penulis menggunakan teknik analisis data yaitu
dengan menggunakan metode Data Envelopment Analysis (DEA) yang
merupakan metode non parametrik yang diperuntukkan untuk menilai efisiensi
relatif pada suatu unit operasional, melalui perhitungan nilai efisiensi dari setiap
unit dalam suatu kumpulan data.
Dalam proses pengolahan data penulis menggunakan perangkat lunak yaitu
software DEAWIN.exe. Dimana DEAWIN.exe yang merupakan metode yang
telah tersandarisasi sebagai alat untuk pengukuran efisiensi kinerja suatu aktifitas
unit ekonomi yang telah dikembangkan oleh peneliti di Universitas Diponegoro
oleh Indah Susilowati dkk (2004). Dalam penelitian ini juga menggunakan
perangkat lunak lainnya untuk mengolah data yaitu Microsoft Excel sebagai
perangkat lunak pendukung.
1. Metode Data Envelopment Analisys (DEA)
Penelitian ini bertujuan untuk mengukur dan menganalisis efisiensi
Komisi Pemberantasan Korupsi di Indonesia selama periode 2010 -2014 dengan
metode non parametric khususnya DEA.
DEA dikembangkan pertama kali oleh Farrel (1957) yang mengukur
efisiensi teknis satu input dan satu output menjadi multi input dan multi output,

54
menggunakan kerangka nilai efisiensi relatif sebagai rasio input (single virtual
input) dengan output (single virtual output). Alat analisis ini dipopulerkan oleh
beberapa peneliti lainnya, diantaranya (Adrian Sutawijaya dan Etty Puji Lestari,
2009:56):
a. Charnes-Cooprt-Rhodes (1978)
Para peneliti ini pertama kali menentukan model DEA CCR (Charnes-
Cooper-Rhodes) pada tahun 1978. Menurut Harjum Muharam dan Pusvitasari
(2007), model ini mengasumsikan adanya Constant Return to Scale (CRS). CRS
adalah perubahan proposional yang sama pada tingkat input akan menghasilkan
perubahan proposional yang sama pada tingkat output (misalnya: penambahan 1
persen input akan menghasilkan penambahan 1 persen output).
b. Bankers, Charnes dan Cooper (1984)
Beberapa peneliti ini mengembangkan lebih lanjut model DEA BCC
(Bankers, Charnes dan Cooper) paada tahun 1984. Harjum Muharam dan
Pusvitasari (2007) menyebutkan bahwa model ini mengasumsikan adanya
Variable Return to Scale (VRS). VRS adalah semua unit yang diukur akan
menghasilkan perubahan pada berbagai tingkat output dan adanya anggapan
bahwa skala produksi dapat mempengaruhi efisiensi. Hal inilah yang
membedakan dengan asumsi CRS yang menyatakan bahwa skala produksi tidak
mempengaruhi efisiensi. Teknologi merupakan salah satu faktor yang
mempengaruhi VRS, sehingga membuka kemungkinan skala produksi
mempengaruhi efisiensi.

55
Metode DEA merupakan sebuah metode frontier non parametric yang
menggunakan model program linier untuk menghitung perbandingan rasio output
dan input untuk semua unit yang dibandingkan dalam sebuah populasi (Abidin
dan Endri,2009:25). Perhitungan DEA ini akan dibantu dengan paket-paket
software efisiensi secara teknis, seprti Banxia Frontier Analysis (BFA), Warwick
for Data Envelopment Analysis (WDEA), dan MaxDEA. Penelitian ini akan
menggunakan bantuan WDEA. Pada intinya software-software tersebut akan
menunjukkan pada hasil yang sama.
Analisis DEA pada awalnya digunakan untuk mengatasi kekurangan
analisis rasio dan regresi berganda, dimana DEA dapat mengukur efisiensi
relative suatu UKE (Unit Kegiatan Ekonomi) dengan menggunakan input dan
output lebih dari satu.
Efisiensi relatif suatu UKE adalah efisiensi suatu UKE dibandingkan
dengan UKE lain dalam sampel yang menggunakan jenis input dan output yang
sama. DEA memformulasikan UKE sebagai program linier fraksional untuk
mencari solusi, apabila model tersebut ditransformasikan ke dalam program linier
dengan nilai bobot dari input dan output (Sutawijaya dan Lestari, 2009:56).
Efisiensi relatif UKE dalam DEA juga didefinisikan sebagai rasio dari
total output tertimbang dibagi total input tertimbang (total weighted output/total
wighted input) atau timbangan untuk setiap input dan output UKE (Muharam dan
Pusvitasari,2007:90).

56
Setiap UKE diasumsikan bebas menentukan bobot untuk setiap variabel -
variabel input maupun output yang ada, asalkan mampu memenuhi dua kondisi
yang disyaratkan.
Adapun kedua kondisi yang sisyaratkan yaitu, (Silkman,1986; Nugroho,
1995 dalam Huri dan Susilowati,2004:102):
a. Bobot tidak boleh negatif.
b. Bobot harus bersifat universal.
Hal ini berarti setiap UKE dalam sampel harus dapat menggunakan
seperangkat bobot yang sama untuk mengevaluasi rasionya (total weighted
output/total weighted input) dan rasio tersebut tidak lebih dari 1 (total weighted
output/total weighted input ≤ 1) (Muharam dan Pusvitasari,2007:90).
Suatu UKE dikatakan efisien secara relatif apabila nilai dualnya sama
dengan 1 (nilai efisiensi 100 persen). Sebaliknya apabila nilai dualnya kurang dari
1, maka UKE bersangkutan dianggap tidak efisien secara relatif atau mengalami
inefisiensi (Silkman,1986;Nugroho, 1995 dalam Huri dan Sosilowati, 2004:102).
Disamping mengukur tingkat efisinesi relative suatu UKE terhadap UKE
dalam kelompoknya. DEA juga dapat melihat sumber ketidakefisienan dengan
ukuran peningkatan potensial (potential improvement) dari masing - masing input
dan output (Endri,2011:19).

57
Dalam penggunaan metode Data Envelopment Analysis (DEA) ada
beberapa tahapan yang harus dilakukan, yaitu (Hendri Tanjung dan Abrista Devi,
2013:338-339):
1) Menentukan DMU
Sebagaimana telah dijelaskan diawal bahwa DMU merupakan unit operasional
yang akan dijadikan sebagai entitas pengambilan keputusan atau unit bisnis yang
akan diuji tingkat efisiensinya. DMU dapat berupa perusahaan yang profit
oriented maupun non-profit oriented (charity). Contoh dari DMU antara lain :
Profit Center, Unit bisnis, strategic business Unit, cabang, outlet, tim, divisi, dan
sebagainya.
2) Menentukan Pendekatan
Pada umumnya penentuan pendekatan ini tidak ada teori khusus yang harus
diikuti.Pencapaian dari tujuan operasional pada tiap-tiap unit dijadikan sebagai
pendekatan untuk mengukur “good performance”. Pemilihan pendekatan ini akan
mempengaruhi pada penentuan variabel - variabel input dan output yang akan
digunakan untuk pengujian efisiensi.
3) Memilih Variabel Input - Output
Merupakan tahapan yang paling penting untuk melakukan penilaian pada setiap
DMU serta untuk menguji bahwa variabel - variabel yang digunakan mampu
menggambarkan “performa” yang akan diukur. Sehingga dalam memilih variabel
diharuskan merujuk pada literatur yang akurat.

58
4) Mengumpulkan Data
Setelah semua terdefinisi (DMU, pendekatan, dan variable input - output),
tahapan selanjutnya adalah mencari dan mengumpulkan data-data. Kumpulan data
tersebut ditampilkan dalam bentuk tabel. Jumlah DMU harus > dari jumlah total
variabel – variabel input dan output. Data dapat berupa cross-section atau data
panel.
5) Memilih Model DEA
Secara umum seperti yang sudah dibahas sebelumnya, ada tiga model DEA: (1)
CCR (CRS) yang akan menghasilkan overall technical efficiency, (2) BCC (VRS)
yang akan menghasilkan pure technical efficiency, (3) CCR/BCC menghasilkan
nilai scale efficiency. Penetapan model DEA ini juga akan mempengaruhi analisis
selanjutnya apakah berorientasi pada input atau output. Jika memilih orientasi
input, maka tentunya cenderung digunakan untuk meningkatkan aktifitas internal,
sedangkan jika berorientasi pada output untuk mengoptimalkan eksternal.
6) Tahap selanjutnya adalah melakukan sintesis dan analisis
Data yang sudah disusun dalam bentuk tabel pada Microsoft excel lalu diimport
ke dalam software frontier analisis. Software dengan sendirinya akan melakukan
sintesis pada data dari setiap variabel input dan output untuk setiap DMU. Hasil
sintesis kembali di export ke Microsoft excel untuk dilakukan analisis. Hasil
analisa dapat berupa grafik perolehan hasil overall, technical dan scale efficiency
serta grafik penilaian IRS, CRS dan DRS.

59
Setiap metodologi tentunya memiliki kelebihan dan kelemahan masing –
masing. Kelebihan dari penggunaan metodologi DEA di antaranya adalah
(Siswadi dan Arafat, 2005 dalam Akbar, 2009) :
a. DEA mampu menangani pengukuran efisiensi secara relatif bagi beberapa
Decision Making Unit (DMU) sejenis dengan menggunakan banyak input dan
output.
b. Metode ini tidak memerlukan asumsi bentuk fungsi hubungan antara variabel
input dan output sebagaimana diterapkan pada regresi biasa.
c. Dalam DEA, DMU – DMU tersebut dibandingkan secara langsung dengan
sesamanya.
d. Faktor input dan output dapat memiliki satuan pengukuran yang berbeda,
sebagai contoh, misalnya output 1 (X1) dapat berupa jumlah jiwa yang
diselamatkan sedangkan output 2 (X2) jumlah pendapatan yang diterima dalam
satuan rupiah, tanpa perlu melakukan perubahan satuan dari kedua variabel
tersebut.
Di samping beberapa kelebihannya, metodologi DEA juga tidak terlepas
dari beberapa kelemahan, diantaranya adalah :
a. Karena DEA merupakan sebuah extreme point technique, maka kesalahan –
kesalahan pengukuran dapat mengakibatkan masalah yang signifikan.
b. DEA hanya mengukur efisiensi relatif dari DMU dan tidak mengukur efisiensi
absolut. Atau dengan kata lain, DEA hanya menunjukkan perbandingan penilaian

60
baik dan buruk suatu DMU dibandingkan dengan sekumpulan DMU lainnya yang
sejenis.
c. Dikarenakan DEA adalah teknik non parametrik, maka uji hipotesis secara
sistematik akan sulit dilakukan.
d. Menggunakan perumusan linier programming terpisah untuk setiap DMU,
maka perhitungan secara manual membutuhkan waktu apalagi untuk masalah
dalam skala besar. Akan tetapi, kelemahan dari masalah ini sudah dapat teratasi
dengan adanya software frontier analys.
2. Model Pengukuran Efisiensi Teknik
Teknik data envelopment analysis pada umumnya diperuntukan untuk
menilai efisiensi organisasi pada sektor publik. Pada DEA diperkenalkan istilah
Decision Making Unit (DMU) yang memprentasikan unit operasional (unit bisnis)
yang akan dinilai. Penggunaan istilah DMU ini dinilai lebih baik daripada
menggunakan istilah lainnya seperti profit center atau bussines unit , di mana
untuk menghindari pengguna dari berpikir semata – mata hanya untuk menilai
berdasarkan perspektif “keuntungan“, sehingga pengguna akan lebih fokus dalam
membuat keputusan yang performa pengukurannya mungkin saja tidak
berdasarkan pada perspektif keuntungan (profit).
Teknik pengukuran DEA dapat digunakan dalam keadaan di mana
performa diukur tidak berdasarkan pada cost/profit atau di mana ketika tidak ada
satupun informasi cost/profit yang dapat diperoleh. Pengukuran DEA adalah

61
analisis pengukuran berdasarkan proses (process based analysis), atau dengan
kata lain, dapat diaplikasikan pada unit perusahaan apapun (Hussain dan
Brightman, 2005).
Efisiensi teknis lembaga pemerintah ataupun organisasi pada sektor publik
diukur dengan menghitung rasio antara output dan input, menggunakan input n
untuk menghasilkan output m yang berbeda (Sutawijaya dan Lestari, 2009:57)
…………………….. Persamaan 1
Keterangan:
Es = efisiensi lembaga pemerintah
m = output lembaga pemerintah s yang diamati
n = input lembaga pemerintah s yang diamati
Yis = jumlah output ke i yang dihasilkan
Xjs = jumlah input ke j yang digunakan
Ui = s x 1 jumlah bobot output
Vj = s x 1 jumlah bobot input
Adanya penggunaan satu variabel input dan satu output ditunjukkan oleh
persamaan di atas. Rasio efisiensi (Es), kemudian dimaksimumkan dengan
kendala sebagai berikut (Sutawijaya dan Lestari, 2009:27):

62
……………. Persamaan 2
Persamaan diatas menunjukkan bahwa N mewakili jumlah lembaga
pemerintah dalam sampel dan r merupakan jenis lembaga pemerintah yang
dijadikan sampel dalam penelitian. Pertidaksamaan pertama menjelaskan bahwa
adanya rasio untuk UKE lain tidak lebih dari 1, sementara pertidaksamaan kedua
berbobot non-negatif (positif). Angka rasio akan bervariasi antara 0 sampai
dengan 1. Lembaga pemerintah diakatakan efisien, apabila memiliki angka rasio
mendekati 1 atau 100 persen, sebaliknya apabila mendekati 0 menunjukkan
efisiensi lembaga pemerintah yang semakin rendah. Pada DEA, setiap lembaga
pemerintah dapat menentukan bobotnya masing-masing dan menjamin bahwa
pembobotannya yang dipilih akan menghasilkan ukuran kinerja yang terbaik
(Sutawijaya dan Lestari, 2009:57).
Pada persamaan 1 dan 2 juga menunjukkan efisiensi sejumlah lembaga
pemerintah yang UKE (n). Setiap lembaga pemerintah menggunakan n jenis input
untuk menghasilkan m jenis output, apabila Xjs merupakan jumlah input j yang
digunakan oleh bank sedangkan Yis > 0 merupakan jumlah output I yang
dihasilkan olehlembaga pemerintah. Variabel keputusan (decision variable) dari
penjelasan tersebut adalah bobot yang harus diberikan pada setiap input dan
output OPZ. Vj merupakan bobot n yang diberikan pada input j oleh lembaga
pemerintah dan Ui merupakan bobot yang diberikan pada output i oleh lembaga

63
pemerintah, sehingga vj dan ui merupakan variabel keputusan. Nilai variabel ini
ditentukan melalui interasi program linier, kemudia diformulasikan pada sejumlah
s program linier fraksional (fractional linier programs). Satu formulasi program
linier untuk setiap bank dalam sample. Fungsi tujuan dari setiap prigram liniear
fraksional tersebut adalah rasio dari output tertimbang di bagi rasio input
tertimbang (total weighted output/total weighted input) dari bank (Muharam dan
Pusvitasari, 2007:90-91).
Beberapa program linier ditransformasikan ke dalam program ordinary
linier secara primal atau dual, berikut ini (Annisa Rahmayanti, 2014:48):
Keterangan:
Uo merupakan penggal yang dapat bernilai positif atau negatif.
Annisa Rahmayanti (2014:47) menjelaskan bahwa pengukuran teknis
lembaga keuangan berdasarkan asumsi pendekatan frontier bisa dilakukan dengan
model Constant Return to Scale (CRS). Model ini mengasumsikan bahwa

64
penambahan input dan output adalah sama. Artinya jika ada penambahan input
sebesar x kali, maka output akan meningkat sebesar x kali juga. Asumsi lain yang
digunakan dalam model ini adalah bahwa setiap perusahaan atau Unit Pembuat
Keputusan (UPK) beroperasi pada skala yang optimal.
E. Variabel Operasional Penelitian
Variabel input yang digunakan dalam penelitian ini adalah Anggaran
untuk KPK (I1), Jumlah Deputi Penindakan (I2), supaya diperoleh kesamaan
pemahaman terhadap konsep - konsep dalam penelitian ini diperlukan penjelasan
sebagai berikut:
a. Anggaran Untuk KPK (I1) merupakan anggaran yang disediakan oleh
pemerintahan Indonesia yang bersumber dari APBN untuk digunakan oleh KPK
untuk melaksanakan kegiatan operasionalnya dalam satu tahun.
b. Jumlah Deputi Penindakan (I2) adalah sejumlah orang yang terdiri dari
penyelidik, penyidik, dan penuntut umum, untuk mencari serta mengumpulkan
bukti agar membuat terang mengenai tindak pidana korupsi yang terjadi dan guna
memberantas pelaku tindak pidana korupsi.
Penelitian ini juga menggunakan variabel output yang terdiri atas
Religiusitas (kegiatan keagamaan) dan Jumlah Kasus yang ditangani. Variabel -
variabel tersebut dijelaskan sebagai berikut:
a. Religiusitas (kegiatan keagamaan) (O1) merupakan kegiatan yang dilakukan
oleh karyawan muslim di KPK yang hampir setiap harinya ada kegiatan, di

65
antaranya yaitu kajian zuhur, kajian hari – hari besar, sholat jum’at, program
tahsin, program bahsa arab, program khitan massal, program berbagi: belanja
bareng yatim (BBY) kerjasama dengan PKPU dan program bedah mushala.
b. Jumlah kasus yang ditangani (O2) merupakan jumlah seluruh kasus yang telah
berhasil ditangani oleh KPK dalam kegiatan operasionalnya dalam satu tahun.
Tabel 3.1 Operasional Variabel Penelitian Pendekatan Variabel Input Variabel Output
Intermediasi - Anggaran Untuk
KPK
- Jumlah Deputi
Penindakan
- Religiusitas
(kegiatan
keagamaan)
- Jumlah kasus yang
ditangani

66
BAB IV
ANALISIS DAN PEMBAHASAN
A. Sekilas Gambaran Umum Objek Penelitian
1. Perkembangan Komisi Pemberantasan Korupsi di Indonesia
Di masa Orde Lama, tercatat dua kali dibentuk badan pemberantasan
korupsi. Pertama, dengan perangkat aturan Undang – Undang Keadaan Bahaya,
lembaga ini disebut Panitia Retooling Aparatur Negara (Paran). Badan ini
dipimpin oleh A.H. Nasution dan dibantu oleh dua orang anggota, yakni Profesor
M. Yamin dan Roeslan Abdulgani. Kepada Paran inilah semua pejabat harus
menyampaikan data mengenai pejabat tersebut dalam bentuk isian formulir yang
disediakan. Mudah ditebak, model perlawanan para pejabat yang korup pada saat
itu adalah bereaksi keras dengan dalih yuridis bahwa dengan doktrin
pertanggungjawaban secara langsung kepada Presiden, formulir itu tidak
diserahkan kepada Paran, tapi langsung kepada Presiden. Diimbuhi dengan
kekacauan politik, Paran berakhir tragis, deadlock, dan akhirnya menyerahkan
kembali pelaksanaan tugasnya kepada Kabinet Djuanda.
Pada 1963, melalui Keputusan Presiden No. 275 Tahun 1963, pemerintah
menunjuk lagi A.H. Nasution, yang saat itu menjabat sebagai Menteri
Koordinator Pertahanan dan Keamanan/Kasab, dibantu oleh Wiryono
Prodjodikusumo dengan lembaga baru yang lebih dikenal dengan Operasi Budhi.
Kali ini dengan tugas yang lebih berat, yakni menyeret pelaku korupsi ke
66

67
pengadilan dengan sasaran utama perusahaan - perusahaan negara serta lembaga -
lembaga negara lainnya yang dianggap rawan praktek korupsi dan kolusi.
Lagi - lagi alasan politis menyebabkan kemandekan, seperti Direktur
Utama Pertamina yang tugas ke luar negeri dan direksi lainnya menolak karena
belum ada surat tugas dari atasan, menjadi penghalang efektivitas lembaga ini.
Operasi ini juga berakhir, meski berhasil menyelamatkan keuangan negara
kurang-lebih Rp 11 miliar. Operasi Budhi ini dihentikan dengan pengumuman
pembubarannya oleh Soebandrio kemudian diganti menjadi Komando Tertinggi
Retooling Aparat Revolusi (Kontrar) dengan Presiden Soekarno menjadi ketuanya
serta dibantu oleh Soebandrio dan Letjen Ahmad Yani. Bohari pada tahun 2001
mencatatkan bahwa seiring dengan lahirnya lembaga ini, pemberantasan korupsi
pada masa Orde Lamapun kembali masuk ke jalur lambat, bahkan macet.
Pada masa awal Orde Baru, melalui pidato kenegaraan pada 16 Agustus
tahun 1967, Soeharto terang - terangan mengkritik Orde Lama, yang tidak mampu
memberantas korupsi dalam hubungan dengan demokrasi yang terpusat ke istana.
Pidato itu seakan memberi harapan besar seiring dengan dibentuknya Tim
Pemberantasan Korupsi (TPK), yang diketuai oleh Jaksa Agung. Namun, ternyata
ketidakseriusan TPK mulai dipertanyakan dan berujung pada kebijakan Soeharto
untuk menunjuk Komite Empat beranggotakan tokoh - tokoh tua yang dianggap
bersih dan berwibawa, seperti Prof Johannes, I.J. Kasimo, Mr.Wilopo, dan A.
Tjokroaminoto, dengan tugas utama membersihkan Departemen Agama, Bulog,
CV Waringin, PT Mantrust, Telkom, Pertamina, dan lain-lain.

68
Empat tokoh bersih ini jadi tanpa taji ketika hasil temuan atas kasus
korupsi di Pertamina, misalnya, sama sekali tidak digubris oleh pemerintah.
Lemahnya posisi komite ini pun menjadi alasan utama. Kemudian, ketika
Laksamana Sudomo diangkat sebagai Pangkopkamtib, dibentuklah Operasi Tertib
(Opstib) dengan tugas antara lain juga memberantas korupsi. Perselisihan
pendapat mengenai metode pemberantasan korupsi yang bottom up atau top down
di kalangan pemberantas korupsi itu sendiri cenderung semakin melemahkan
pemberantasan korupsi, sehingga Opstib pun hilang seiring dengan makin
menguatnya kedudukan para koruptor di singgasana Orde Baru.
Di era reformasi, usaha pemberantasan korupsi dimulai oleh B.J. Habibie
dengan mengeluarkan UU Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan
Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme berikut
pembentukan berbagai komisi atau badan baru, seperti Komisi Pengawas
Kekayaan Pejabat Negara (KPKPN), KPPU, atau Lembaga Ombudsman. Presiden
berikutnya, Abdurrahman Wahid, membentuk Tim Gabungan Pemberantasan
Tindak Pidana Korupsi (TGPTPK) melalui Peraturan Pemerintah Nomor 19
Tahun 2000. Namun, di tengah semangat menggebu - gebu untuk memberantas
korupsi dari anggota tim ini, melalui suatu judicial review Mahkamah Agung,
TGPTPK akhirnya dibubarkan dengan logika membenturkannya ke UU Nomor
31 Tahun 1999. Nasib serupa tapi tak sama dialami oleh KPKPN, dengan
dibentuknya Komisi Pemberantasan Korupsi, tugas KPKPN melebur masuk ke
dalam KPK, sehingga KPKPN sendiri hilang dan menguap. Artinya, KPK-lah
lembaga pemberantasan korupsi terbaru yang masih eksis.

69
Kemudian tepatnya pada tanggal 16 Desember 2003, Taufiequrachman
Ruki, seorang alumni Akademi Kepolisian (Akpol) 1971, dilantik menjadi Ketua
KPK. Di bawah kepemimpinan Taufiequrachman Ruki, KPK hendak
memposisikan dirinya sebagai katalisator (pemicu) bagi aparat dan institusi lain
untuk terciptanya jalannya sebuah "good and clean governance" (pemerintahan
baik dan bersih) di Republik Indonesia. Sebagai seorang mantan Anggota DPRRI
dari tahun 1992 sampai 2001.
KPK merupakan lembaga negara yang bersifat independen.Itu artinya,
dalam menjalankan tugasnya, KPK terbebas dari kepentingan dan kekuasaan
apapun. KPK bertanggung jawab kepada masyarakat dengan menyampaikan
laporannya secara terbuka kepada presiden, DPR dan BPK. Adapun tugas KPK
adalah berkoordinasi dengan instansi yang berwenang melakukan pemberantasan
tindak pidana korupsi (TPK), melakukan supervisi terhadap instansi yang
berwenang melakukan pemberantasan TPK melakukan penyelidikan, penyidikan
dan penuntutan terhadap TPK, melakukan tindakan-tindakan pencegahan TPK,
dan memonitor terhadap penyelenggaraan pemerintahan negara.
Keberadaan KPK, yang didasari pada Undang-Undang No. 30 tahun 2002
tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, bukan untuk mengambil
alih tugas pemberantasan korupsi dari lembaga-lembaga yang ada sebelumnya.
Justru, dalam penjelasannya, undang - undang itu mengamanatkan KPK juga
berperan sebagai mekanisme pemicu (trigger mechanism) yang mendorong dan
menstimulasi agar upaya pemberantasan korupsi yang telah dilakukan oleh
lembaga - lembaga itu, menjadi lebih efektif dan efisien sehingga manfaatnya bisa

70
dirasakan secara langsung oleh masyarakat luas. Tidak semua tindak pidana
korupsi bisa ditangani KPK. KPK hanya bisa menangani korupsi yang melibatkan
aparat penegak hukum, penyelenggara negara (PN), dan orang lain yang memiliki
kaitan dengan TPK yang dilakukan aparat penegak hukum dan PN. Syarat
kerugian negara yang diderita, mensyaratkan paling sedikit sebesar satu miliar
rupiah. Selain dua hal itu, kasus korupsi itu juga harus mendapat perhatian dan
meresahkan masyarakat.
Dalam menjalankan tugas itu, KPK dipimpin oleh lima orang yang terdiri
dari satu orang ketua merangkap anggota, dan empat orang wakil ketua
merangkap anggota, yang berasal dari unsur pemerintahan dan unsur masyarakat.
Dalam mengambil keputusan, pimpinan KPK bersifat kolektif kolegial dan
berpedoman pada lima azas, yakni kepastian hukum, keterbukaan, akuntabilitas,
kepentingan umum dan proporsionalitas. Para pimpinan KPK memegang jabatan
selama empat tahun, dan dapat dipilih kembali untuk satu periode masa jabatan.
Kelima pimpinan itu, membawahkan empat bidang yang dipimpin masing-masing
oleh seorang deputi, yakni bidang Penindakan, Pencegahan, Informasi dan Data,
serta Pengawasan Internal dan Pengaduan Masyarakat. KPK juga dibantu oleh
seorang sekretaris jenderal yang bertanggung jawab kepada pimpinan KPK.
Sekretaris jenderal diangkat dan diberhentikan oleh presiden. Pada aspek
kelembagaan, ketentuan mengenai struktur organisasi KPK, diatur sedemikian
rupa sehingga memungkinkan masyarakat luas tetap dapat berpartisipasi dalam
aktivitas dan langkah - langkah yang dilakukan KPK. Dalam pelaksanaan tugas

71
operasional, KPK mengangkat pegawai yang direkrut sesuai dengan kompetensi
yang dibutuhkan.
Seperti tahun 2014 ini, KPK merekrut 24 pegawai melalui program
Indonesia Memanggil ke-8, serta sebanyak 17 pegawai negeri yang dipekerjakan,
dan melakukan rekrutmen internal untuk penambahan penyelidik dan penyidik.
Sehingga, jumlah total pegawai KPK pada akhir tahun 2014 ini sebanyak 1.102
pegawai, termasuk di dalamnya 73 penyelidik, 79 penyidik dan 94 penuntut
umum. Di tengah keterbatasan sumber daya ini, KPK tetap bersemangat dalam
menjalankan amanah rakyat untuk menghapus kejahatan korupsi dari Bumi
Pertiwi.Selain itu, KPK juga kini telah memiliki gedung sendiri setinggi 16
lantai.Perkembangan per 31 Desember 2014, pembangunan gedung tersebut telah
berjalan 64 persen, dan segera memasuki pengerjaan arsitektur, interior dan
mekanikal elektrikal.
Dengan segenap sumber daya yang dimiliki, KPK terus mengoptimalkan
kinerja dalam pemberantasan korupsi agar berjalan dengan efektif dan efisien. Ini
merupakan bentuk komitmen kuat dalam menghadirkan tata kelola pemerintahan
yang baik, sebagaimana yang telah tertuang dalam road map KPK 2011 - 2023
dan rencana strategis KPK 2011 - 2015. Bagi KPK, ini semua bukan hanya
sebatas menjalankan tugas sebagaimana mandat undang - undang. Namun, ini
harus dimaknai sebagai salah satu upaya KPK, dalam menjaga dan menegakkan
integritas lembaga. Maka, atas sejumlah upaya itu telah menunjukkan hasil yang
positif. Misalnya, KPK mendapatkan predikat penilaian A pada 2014 atas evaluasi

72
hasil Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintahdari Kementerian
Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi.
2. Perkembangan Badan Amaliah Islam KPK (BAIK)
Badan Amaliah Islam KPK mulai ada di tahun 2008, yang mana ada di
KPK untuk memfasilitasi ibadah para karyawan muslim di KPK dan juga
mempunyai tujuan untuk membentengi diri dari karyawan muslim dari godaan
yang mana sangat mungkin untuk dihadapi oleh karyawan muslim KPK yang
kerjaannya berkaitan dengan memberantas korupsi dan pelaku korupsi serta BAIK
juga dapat mengisi spiritual para karyawan muslim KPK untuk menunjang
kinerja. pada saat itu hanya ada kegiatan keagamaan di hari senin dan kamis saja
yaitu ada pengajian. Di tahun 2011 BAIK bekerjasama dengan BAZNAS untuk
mengelola uang yang dikumpulkan dari para karyawan muslim KPK yang mana
sebagian karyawan ada yang rela uang gajiannya dipotong 2,5% untuk
dimasukkan kedalam rekening BAIK, yang nantinya akan disetor ke BAZNAS
untuk disalurkan kepada orang yang berhak menerima zakat.
Pada tahun 2012 BAIK sudah bisa mengundang Ustadz ternama Nasional,
yang mana agenda kegiatannya masih di hari senin, rabu dan kamis yaitu kajian
dzuhur, dan di hari selasa sebagian besar dipakai untuk acara besar keagamaan. Di
tahun 2012 BAIK mengadakan kerjasama dengan PKPU yaitu dalam program
berbagi : belanja bareng yatim (BBY) dan masih bekerjasama dengan PKPU,
BAIK mengadakan program bedah Mushalla.

73
Di tahun 2013 BAIK kembali bekerjasama dengan BAZNAS untuk
mengadakan khitanan massal yang pesertanya 50 orang. Di tahun ini pula
kegiatan yang diadakan oleh BAIK untuk karyawan muslim KPK hampir setiap
hari ada kegiatan, ada kajian dzuhur pada hari senin, rabu, dan kamis, di hari
selasa ada kajian hari – hari besar Islam, hari jum’at ada acara sholat jum’at
berjamaah di ruang auditorium gedung KPK.
Di tahun 2014 BAIK dipimpin oleh Bapak Sugiapto, dibantu oleh Bapak
Basuki sebagai Sekertaris, Ibu Isnaini sebagai Bendahara dan Bapak Imam
Machdi sebagai Admin. Tidak jauh berbeda agenda kegiatan BAIK di tahun ini
yaitu BAIK bekerjasama dengan Rumah Zakat untuk mengadakan khitanan
massal, di tahun ini pula kegiatan yang diadakan oleh BAIK untuk karyawan
muslim KPK hampir setiap hari ada kegiatan, ada kajian dzuhur pada hari senin,
rabu, dan kamis, di hari selasa ada kajian hari – hari besar Islam, hari jum’at ada
acara sholat jum’at berjamaah di ruang auditorium gedung KPK. Dan ada
program Tahsin, program Bahasa Arab bertempat di ruang auditorium gedung
KPK serta ada KPK mengaji yang dimulai dari awal tahun 2014.
3. Uraian Data
Penelitian ini menggunakan metode penentuan sampel yaitu purposive
sampling yang bersifat secara spesifik dimana mencerminkan Unit Kegiatan
Ekonomi (UKE) yang diteliti dan tidak mencerminkan atau mewakili populasi
secara umum. Objek dalam peneltian ini adalah Komisi Pemberantasan Korupsi

74
yang telah menyediakan laporan tahunan selama periode tahun 2010-2014. Objek
penelitian yang dipakai dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
a. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK)
Penelitian ini menggunakan metode Data Envelopment Analysis (DEA)
untuk menghitung tingkat efisiensi pada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK)
yang ada di Indonesia dengan menggunakan dua variabel input yaitu: Anggaran
untuk KPK dan Jumlah Penyidik. Sedangkan variabel outputnya yaitu:
Religiusitas (kegiatan keagamaan) dan Jumlah Kasus yang Ditangani.
Pengukuran efisiensi dilakukan dengan memasukkan input dan output ke
dalam software DEAWIN.exe untuk diolah menjadi nilai-nilai efisiensi. Berikut
ini laporan tahunan KPK yang telah di publish dan yang dijadikan variabel input
dan output:
Tabel 4.1 Input Anggaran Untuk KPK
Variabel Input
Periode Anggaran Untuk KPK
2010 431.065.431.000
2011 540.847.708.000
2012 603.668.943.000
2013 703.876.268.000
2014 624.180.262.000

75
Variabel input pertama adalah Anggaran untuk KPK. Pada Tabel 4.1
menunjukkan bahwa Anggaran untuk KPK di Indonesia dalam penelitian ini terus
mengalami kenaikan dan penurunan (fluktuasi) dari tahun 2010 - 2014. Yang
menggambarkan adanya upaya – upaya yang telah dilakukan oleh Pemerintah
dalam meningkatkan pelayanan dan kinerja KPK.
Grafik 4.1 Input Anggaran Untuk KPK
Grafik 4.1 di atas menunjukkan bahwa anggaran untuk KPK mengalami
kenaikan dan penurunan (fluktuasi) setiap tahunnya. Anggaran untuk KPK
disediakan oleh pemerintah yang berasal dari APBN untuk dipergunakan
sebagaimana mestinya oleh KPK di dalam unit kerja dari berbagai deputi yang
ada di KPK dalam meningkatkan pelayanan dan kinerjanya. Jumlah dari anggaran
yang disediakan pemerintah untuk KPK sangatlah berpengaruh pada peningkatan
kinerja semua unit kerja di KPK dalam memerangi korupsi di Indonesia.

76
Tabel 4.2 Input Jumlah Deputi Penindakan
Variabel Input
Periode Jumlah Deputi
Penindakan
2010 191
2011 266
2012 190
2013 274
2014 323
Variabel input kedua adalah Jumlah Deputi Penindakan. Pada Tabel 4.2
menunjukkan bahwa Jumlah Deputi Penindakan dalam penelitian ini terus
mengalami kenaikan dan penurunan dari tahun 2010 - 2014 yang menggambarkan
adanya upaya – upaya yang telah dilakukan oleh KPK dalam meningkatkan
pelayanan dan kinerjanya.
Grafik 4.2 Input Jumlah Deputi Penindakan

77
Grafik 4.2 di atas menunjukkan bahwa Jumlah Deputi Penindakan
mengalami kenaikan dan penurunan setiap tahunnya. Jumlah Deputi Penindakan
KPK terdiri dari penyidik, penyelidik, dan penuntut umum, dan deputi penindakan
yang ada di KPK ini direkrut oleh KPK setiap tahunnya untuk meningkatkan
kinerja dalam penanganan dan penyelesaian kasus tindak pidana korupsi KPK di
Indonesia.
Tabel 4.3 Output Religiusitas (kegiatan keagamaan)
Variabel Input
Periode Religiusitas (kegiatan
keagamaan)
2010 184
2011 182
2012 214
2013 224
2014 220
Variabel output pertama adalah Religiusitas (kegiatan keagamaan). Pada
Tabel 4.3 menunjukkan bahwa Religiusitas (kegiatan keagamaan) dalam
penelitian ini terus mengalami kenaikan dan penurunan dari tahun 2010 - 2014
yang menggambarkan adanya upaya – upaya yang telah dilakukan oleh Badan
Amaliah Islamiah KPK (BAIK) dalam meningkatkan pelayanan dan kinerja KPK.

78
Grafik 4.3 Output Religiusitas (kegiatan keagamaan)
Grafik 4.3 di atas menunjukkan bahwa Religiusitas (kegiatan keagamaan)
mengalami kenaikan dan penurunan (fluktuasi). Jumlah kegiatan religiusitas
(kegiatan keagamaan) berasal dari agenda yang disediakan oleh Badan Amaliah
Islam KPK (BAIK), kegiatan keagamaan ini sangatlah berpengaruh untuk
menguatkan spiritual dan keimanan karyawan di semua unit kerja KPK agar bisa
melindungi karyawan dari kerjaan yang rentan dengan godaan ataupun suap.
Tabel 4.4 Output Kasus yang Ditangani
Variabel Output
Periode Kasus yang Ditangani
2010 171
2011 189
2012 212
2013 256
2014 252

79
Variabel output kedua adalah Kasus yang ditangani. Pada Tabel 4.4
menunjukkan bahwa Kasus yang ditangani oleh KPK di Indonesia dalam
penelitian ini terus mengalami kenaikan dan penurunan (fluktuasi) dari tahun
2010-2014 yang menggambarkan adanya upaya – upaya yang telah dilakukan
oleh KPK dalam meningkatkan pelayanan dan kinerjanya.
Grafik 4.4 Output Kasus yang Ditangani
Grafik 4.4 di atas menunjukkan bahwa kasus yang ditangani mengalami
kenaikan dan penurunan.Jumlah kasus yang ditangani berasal dari perkara tindak
pidana korupsi berdasarkan jenis perkara (penyuapan, pengadaan barang/jasa,
penyalagunaan anggaran dan lain – lain) dan berdasarkan tingkat jabatan yang
disalahgunakan. Kasus yang ditangani oleh KPK mempunyai kontribusi yang
besar dalam memerangi tindak pidana korupsi yang terjadi di Indonesia.

80
B. Analisis dan Pembahasan
Salah satu parameter kinerja yang secara teori adalah dengan pengukuran
efisiensi dimana yang menjadi salah satu ukuran kinerja yang mendasari seluruh
kinerja. Nilai efisiensi dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam
penelitian ini diperoleh dengan metode Data Envelopment Analysis (DEA). DEA
akan menghasilkan nilai efisiensi relatif antar Unit Kegiatan Ekonomi (UKE)
yang diteliti. Penelitian ini menggunakan asumsi Constant Return To Scale (CRS)
yang berorientasi input (Input Oriented) untuk menganalisis efisiensi teknis biaya,
sedangkan berorientasi output (Output Oriented) untuk menganalisis efisiensi
teknis sistem dengan bantuan software DEAWIN.exe.
Efisiensi merupakan salah satu parameter kinerja yang secara teoritis
adalah salah satu ukuran kinerja yang mendasari seluruh kinerja organisasi.
Efisiensi dalam dunia perbankan lazim digunakan untuk memberikan jawaban
atas berbagai kesulitan dalam menghitung berbagai ukuran kinerja (Putri dan
Lukviarman. 208:40).
Perhitungan efisiensi pada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di
indonesia menggunakan metode Data Envelopment Analysis (DEA) ini
menggunakan dua variabel input yaitu: Anggaran untuk KPK dan Jumlah Deputi
Penindakan. Sedangkan outputnya meliputi: Religiusitas (kegiatan keagamaan)
dan Kasus yang ditangani. DEA merupakan ukuran efisiensi relatif, yang
mengukur inefisinesi unit - unit yang ada dibandingkan dengan unit yang lain
yang dianggap paling efisien dalam set data yang ada. Sehingga dalam analisis

81
DEA dimungkinkan beberapa unit mempunyai tingkat efisiensi 100 persen yang
artinya bahwa unit tersebut merupakan unit yang terefisien dalam set data tertentu
dan waktu tertentu (Hadad, 2003:14).
Indah Susilowati, dkk (2004:4) menyatakan bahwa dalam perhitungan
DEA, suatu periode yang menjadi frontier (sudah efisien) diasumsikan efisien bila
bernilai 100%, sedangkan yang inefisien bernilai antara 0% sampai dengan 100%.
Di samping itu terdapat pula angka actual dan angka target. Angka actual adalah
angka input - output yang dimiliki, sedangkan angka target adalah angka yang
disarankan oleh perhitungan DEA supaya input - output tersebut menjadi efisien.
Sedangkan to gain dan to achieved adalah persentase dalam penambahan angka
agar mencapai target yang dihasilkan oleh perhitungan DEA. Berikut ini adalah
tingkat efisiensi Komisi Pemberantasan Korupsi dari hasil olah data DEA:
Tabel 4.5 Tingkat Efisiensi KPK
Nama Lembaga
2010 2011 2012 2013 2014
KPK 100% 87.24% 100% 96.32% 100%
Sumber : Data diolah menggunakan DEAWIN-CRS orientasi output
Tabel 4.5 menunjukkan bahwa selama periode 5 tahun penelitian dapat
dijelaskan bahwa hanya KPK yang selalu mencapai nilai efisiensi 100 persen pada
tahun 2010, 2012, dan 2014, serta mengalami inefisiensi hanya pada tahun 2011
dan 2013 saja. Hal ini menunjukkan bahwa KPK sudah efisien secara relative di
setiap tahunnya. Dari hasil semua penelitian yang telah dilakukan, dapat
disimpulkan bahwa KPK mengalami peningkatan dan penurunan kinerja
(fluktuatif) dari tahun ke tahun.

82
Berdasarkan table 4.5 dapat dilihat juga bahwa tingkat efisiensi KPK
mencapai 100% atau senilai dengan 1 pada tahun 2010, 2012, dan 2014, serta
mengalami inefisiensi hanya pada tahun 2011 dan 2013. KPK selama 5 tahun
periode penelitian mengalami fluktuasi nilai efisiensinya dari tahun 2010 sampai
dengan 2014. Dimana pada tahun 2010 nilai efisiensi yang dicapai KPK sebesar
100 persen, lalu mengalami penurunan pada tahun 2011 menjadi 87,24 persen,
kemudian mengalami peningkatan pada tahun 2012 menjadi 100 persen, lalu
mengalami penurunan pada tahun 2013 menjadi 96,32 persen dan pada tahun
2014 mengalami peningkatan nilai efisiensinya sebesar 100 persen. Hal ini
menggambarkan bahwa KPK masih belum memaksimalkan input dan output yang
dimiliki secara optimal dan dapat dikatakan inefisien hanya pada tahun 2011 dan
2013.
1. Hasil Perhitungan dan Analisis Tingkat Efisiensi KPK
Berdasarkan hasil perhitungan metode DEA berasumsikan
Constant Return to Scale (CRS) dengan menggunakan software DEAWIN.exe
untuk menunjukkan input-output yang menyebabkan efisiensi, maka diperoleh
tabel yang menunjukkan actual, target, to gain dan achieved. Nilai actual adalah
input - output yang digunakan, target adalah pencapaian yang diharapkan untuk
mencapai tingkat efisiensi relative, to gain adalah persentase untuk perbaikan dan
achieved adalah persentase tingkat efisiensi yang sudah berhasil dicapai.

83
Tabel 4.6 Tingkat Efisiensi KPK
Tahun Tingkat Efisiensi
2010 100%
2011 87.24%
2012 100%
2013 96.32%
2014 100%
Mean 96.71%
Sumber : Data diolah menggunakan DEAWIN-CRS orientasi output
a. Analisis Teknis Efisiensi Komisi Pemberantasan Korupsi Tahun
2010
Berdasarkan hasil perhitungan metode DEA berasumsikan CRS (Constant
Return to Scale) dengan menggunakan software DEAWIN, dapat dilihat tingkat
efisiensi KPK pada tahun 2010 pada table 4.7 yang menggambarkan pencapaian
nilai efisiensi pada KPK.
Tabel 4.7 Hasil Efisiensi KPK Tahun 2010
Variabel Actual Target To Gain
Achieved
Anggaran Untuk KPK
431.065.431.000 431.065.431.000 0.0% 100%
Jumlah Deputi Penindakan
191 191 0.0% 100%
Religiusitas (kegiatan keagamaan)
184 184 0.0% 100%
Kasus yang Ditangani
171 171 0.0% 100%

84
Sumber : Data diolah menggunakan DEAWIN-CRS orientasi output
Tabel 4.7 menjelaskan bahwa KPK efisien secara relative maksimal pada
tahun 2010. Dengan kata lain, KPK sudah mencapai target dan achieved 100% di
semua variabel input dan outputnya. KPK pada tahun 2010 sudah memaksimalkan
input dan output yang dimiliki secara optimal dan dapat dikatakan efisien.
b. Analisis Teknis Efisiensi Komisi Pemberantasan Korupsi Tahun
2011
Berdasarkan hasil perhitungan metode DEA berasumsikan CRS (Constant
Return to Scale) dengan menggunakan software DEAWIN, dapat dilihat tingkat
efisiensi KPK pada tahun 2011 pada table 4.8 yang menggambarkan pencapaian
nilai efisiensi pada KPK.
Tabel 4.8 Hasil Efisiensi KPK Tahun 2011
Variabel Actual Target To Gain
Achieved
Anggaran Untuk KPK
540.847.708.000 471.815.155.890 12.8% 87.2%
Jumlah Deputi Penindakan
266 228.5 14.1% 85.9%
Religiusitas (kegiatan keagamaan)
182 182 0.0% 100%
Kasus Yang Ditangani
189 189 0.0% 100%
Sumber : Data diolah menggunakan DEAWIN-CRS orientasi output
Tabel 4.8 menjelaskan bahwa KPK pada tahun 2011 mengalami
inefisiensi. KPK mengalami inefisiensi pada input anggaran untuk KPK dan
jumlah deputi penindakan. Nilai actual anggaran untuk KPK adalah

85
540.847.708.000, padahal target anggaran untuk KPK adalah 471.815.155.890,
maka diperlukan peningkatan efisiensi sebesar 12.8 persen karena pencapaian
efisiensinya baru 87.2 persen. Jumlah deputi penindakan hanya mencapai tingkat
efisiensi sebesar 85.9 persen sehingga dibutuhkan peningkatan efisiensi sebesar
14.1 persen, karena nilai input yang digunakan sebesar 266 padahal target jumlah
penyidik adalah sebesar 228.5.
Kesimpulannya adalah KPK tahun 2011 belum memaksimalkan input
yang dimiliki dan dapat dikatakan inefisien. Hal tersebut berarti nilai input yang
dicapai oleh KPK belum dapat meraih target yang sebenarnya.
c. Analisis Teknis Efisiensi Komisi Pemberantasan Korupsi Tahun
2012
Berdasarkan hasil perhitungan metode DEA berasumsikan CRS (Constant
Return to Scale) dengan menggunakan software DEAWIN, dapat dilihat tingkat
efisiensi KPK pada tahun 2012 pada table 4.9 yang menggambarkan pencapaian
nilai efisiensi pada KPK.
Tabel 4.9 Hasil Efisiensi KPK Tahun 2012
Variabel Actual Target To Gain
Achieved
Anggaran Untuk KPK
603.668.943.000 603.668.943.000 0.0% 100%
Jumlah Deputi Penindakan
190 190 0.0% 100%
Religiusitas (kegiatan keagamaan)
214 214 0.0% 100%
Kasus Yang 212 212 0.0% 100%

86
Ditangani Sumber : Data diolah menggunakan DEAWIN-CRS orientasi output
Tabel 4.9 menjelaskan bahwa KPK efisien secara relative maksimal pada
tahun 2012. Dengan kata lain, KPK sudah mencapai target dan achieved 100% di
semua variabel input dan outputnya. KPK pada tahun 2012 sudah memaksimalkan
input dan output yang dimiliki secara optimal dan dapat dikatakan efisien.
d. Analisis Teknis Efisiensi Komisi Pemberantasan Korupsi Tahun
2013
Berdasarkan hasil perhitungan metode DEA berasumsikan CRS (Constant
Return to Scale) dengan menggunakan software DEAWIN, dapat dilihat tingkat
efisiensi KPK pada tahun 2013 pada table 4.10 yang menggambarkan pencapaian
nilai efisiensi pada KPK.
Tabel 4.10 Hasil Efisiensi KPK Tahun 2013
Variabel Actual Target To Gain
Achieved
Anggaran Untuk KPK
703.876.268.000 677.946.158.400 3.7% 96.3%
Jumlah Deputi Penindakan
274 263.9 3.7% 96.3%
Religiusitas (kegiatan keagamaan)
224 268.8 20.0% 83.3%
Kasus Yang Ditangani
256 256 0.0% 100%
Sumber : Data diolah menggunakan DEAWIN-CRS orientasi output
Tabel 4.10 menjelaskan bahwa KPK pada tahun 2013 mengalami
inefisiensi. KPK mengalami inefisiensi pada input anggaran untuk KPK dan
jumlah deputi penindakan. Nilai actual anggaran untuk KPK adalah

87
703.876.268.000, padahal target anggaran untuk KPK adalah 677.946.158.400,
maka diperlukan peningkatan efisiensi sebesar 3.7% persen karena pencapaian
efisiensinya baru 96.3 persen. Jumlah deputi penindakan hanya mencapai tingkat
efisiensi sebesar 96.3 persen sehingga dibutuhkan peningkatan efisiensi sebesar
3.7 persen, karena nilai input yang digunakan sebesar 274 padahal target jumlah
penyidik adalah sebesar 263.9. Pada output juga terjadi inefisiensi pada variabel
Religiusitas (kegiatan keagamaan), mempunyai nilai actual adalah 224, padahal
target Religiusitas (kegiatan keagamaan) adalah 268.8, maka diperlukan
peningkatan efisiensi sebesar 20 persen, karena pencapaian efisiensinya baru 83,3
persen.
Kesimpulannya adalah KPK tahun 2013 belum memaksimalkan input dan
output yang dimiliki dan dapat dikatakan inefisien. Hal tersebut berarti nilai input
dan output yang dicapai oleh KPK belum dapat meraih target yang sebenarnya.
e. Analisis Teknis Efisiensi Komisi Pemberantasan Korupsi Tahun
2014
Berdasarkan hasil perhitungan metode DEA berasumsikan CRS (Constant
Return to Scale) dengan menggunakan software DEAWIN, dapat dilihat tingkat
efisiensi KPK pada tahun 2014 pada table 4.11 yang menggambarkan pencapaian
nilai efisiensi pada KPK.

88
Tabel 4.11 Hasil Efisiensi KPK Tahun 2014
Variabel Actual Target To Gain
Achieved
Anggaran Untuk KPK
624.180.262.000 624.180.262.000 0.0% 100%
Jumlah Deputi Penindakan
323 323 0.0% 100%
Religiusitas (kegiatan keagamaan)
220 220 0.0% 100%
Kasus yang Ditangani
252 252 0.0% 100%
Sumber : Data diolah menggunakan DEAWIN-CRS orientasi output
Tabel 4.11 menjelaskan bahwa KPK efisien secara relative maksimal pada
tahun 2014. Dengan kata lain, KPK sudah mencapai target dan achieved 100% di
semua variabel input dan outputnya. KPK pada tahun 2014 sudah memaksimalkan
input dan output yang dimiliki secara optimaldan dapat dikatakan efisien.
2. Analisis dan Interpretasi Data
Hasil yang diperoleh dalam penelitian ini adalah KPK mengalami
inefisiensi hanya pada tahun 2011 dan 2013. Ketidakefisienan tersebut
dikarenakan kurang maksimalnya penggunaan input dan output. Sementara itu
KPK sudah efisien di tahun 2010, 2012 dan tahun 2014, hasil penelitian ini juga
bisa dilihat bahwa dari tahun 2010 ke tahun 2011 KPK mengalami penurunan
efisiensi, lalu pada tahun 2011 ke tahun 2012 KPK mengalami peningkatan
efisiensi, kemudian pada tahun 2012 ke tahun 2013 KPK mengalami penurunan
efisiensi, sisanya dari tahun 2013 ke tahun 2014 mengalami kenaikan efisiensi,
hal ini dapat diartikan bahwa selama penelitian dilakukan, KPK mengalami
fluktuasi pada efisiensi dari tahun 2010 sampai dengan tahun 2014.

89
KPK sudah efisien selama 2010, 2012 dan 2014, hasil penelitian ini
didukung fakta yang diperoleh dari laporan tahunan KPK pada tahun 2010,
dimana pada tahun itu KPK mendapatkan penghargaan Integrity Award dari Bank
Dunia pada acara International Corruption Hunters Alliance di Washington DC,
Amerika Serikat. Pada tahun 2012 yang diperoleh dari laporan tahunan KPK
tahun 2012, dimana pada tahun itu KPK mendapatkan penghargaan Nilai A untuk
Akuntabilitas Kinerja KPK, Predikat “WAJAR TANPA PENGECUALIAN”,
Juara 2 Realisasi Inventarisasi dan Penilaian Barang Milik Negara (IP BMN) dan
Dua Anugerah Media Humas.
Fakta yang mendukung lainnya adalah dari laporan tahunan KPK tahun
2014 yang menyatakan bahwa KPK sepanjang tahun 2014 telah mendapatkan
beberapa apresiasi ataupun penghargaan yaitu lima tahun berturut – turut, KPK
menerima penghargaan Soegeng Sarjadi Award On Good Governance. Di bidang
kehumasan, KPK meraih dua penghargaan sebagai program Public Relations (PR)
terbaik lewat ajang Indonesia Public Relations Awards & Summit 2014 (IPRASI)
dan program yang mendapat penghargaan adalah Kanal KPK. Selain itu, KPK
juga menerima penghargaan sebagai situs terbaik pertama dalam E-Transparency
Award 2014.
KPK telah bekerja penuh semangat memberantas tindak pidana korupsi
yang ada di Indonesia sesuai dengan standar dan aturan yang berlaku. KPK telah
banyak melakukan berbagai perbaikan yang berkelanjutan di semua deputi
ataupun unit kerja di KPK. Melalui Program Pemilu Berintegritas. KPK
mengawal pesta demokrasi Mengusung tema “Pilih yang Jujur,” agar melahirkan

90
para pemimpin berintegritas pada tahun 2014 dan memberikan buku putih untuk
calon presiden dan wakilnya mengenai delapan agenda antikorupsi bagi presiden
2014 - 2019 dengan harapan, gagasan – gagasan dalam kajian tersebut dapat
dijadikan rujukan dan fundamen kebijakan bagian terpilih.
Pada tahun 2014, KPK juga meluncurkan Kanal KPK TV untuk
melengkapi strategi komunikasi, Kanal KPK TV bukan untuk menyaingi media
umum. Melalui media medium audiovisual, diharapkan masyarakat bisa lebih
mudah mencerna pesan antikorupsi. Di bidang teknologi KPK juga membuat
aplikasi teknologi untuk solusi gratifikasi, aplikasi melalui Android dan iOS pun
menjadi salah satu solusi cara untuk meningkatkan kesadaran masyarakat terkait
gratifikasi. Aplikasi tersebut adalah GRATis yang merupakan aplikasi yang
digunakan sebagai media informasi dan sosialisasi tentang gratifikasi.
KPK sudah mempunyai pola perekrutan yaitu dengan cara melakukan
rekrutmen internal untuk penambahan penyelidik dan penyidik, serta merekrut
pegawai melalui program Indonesia Memanggil, yang dalam pelaksanaan tugas
operasional, KPK mengangkat pegawai yang direkrut sesuai dengan kompetensi
yang dibutuhkan di setiap tahunnya. Dengan sumber daya yang dimiliki oleh
KPK, tentunya KPK terus mengoptimalkan kinerja dalam pemberantasan korupsi
agar berjalan dengan efisien dan efektif. Hal ini dilakukan KPK agar bisa tetap
bersemangat dalam menjalankan amanah rakyat untuk menghapus kejahatan
korupsi di Indonesia.

91
Ketidakefisienan penggunaan input anggaran untuk KPK yang tidak sesuai
atau lebih besar dibandingkan yang dibutuhkan oleh KPK untuk membiayai
kegiatan operasional di setiap unit kerja KPK. Besarnya anggaran untuk KPK
ditentukan oleh APBN yang dikeluarkan oleh pemerintah, kemudian masalah
pengguanaan anggaran itu sepenihnya diserahkan ke KPK untuk melaksanakan
kegiatan operasional agar selalu dapat memberantasan korupsi di Indonesia.
Upaya yang dapat dilakukan antara lain dengan membuat program kerja beserta
anggaran untuk satu tahun. Sehingga dengan adanya program kerja beserta
anggaran untuk satu tahun itu, anggaran untuk KPK dari APBN yang diberikan
pemerintah tersebut dapat sesuai dengan program kerja dan anggaran per tahun
yang telah KPK buat.
Ketidakefisienan yang terjadi pada jumlah deputi penindakan untuk KPK
yang tidak sesuai atau lebih besar dibandingkan yang dibutuhkan oleh KPK untuk
menangani kasus yang termasuk di dalam tindak pidana korupsi. Banyaknya
kasus yang ditangani oleh satu orang penyidik saja itu bisa sampai lima sampai
enam kasus. Maka dari itu KPK senantiasa di setiap tahunnya pasti merekrut
karyawan baru untuk menambah kemampuan deputi penindakan agar bisa lebih
efektif dan efisien dalam memberantas kasus korupsi yang ada.
Ketidakefisienan yang terjadi pada penggunaan output religiusitas
(kegiatan keagamaan) yang tidak sesuai atau lebih besar yang dibutuhkan KPK
untuk menguatkan unsur spiritual ataupun kejiwaan karyawan di KPK.Kegiatan
keagamaan ini sangatlah penting untuk sering diadakan, alasannya yaitu agar

92
karyawan KPK dalam menjalankan tugasnya bisa terhindar dari hal yang tidak
diinginkan seperti suap dan lainnya.
Metode DEA memiliki salah satu keunggulan selain menghasilkan nilai
efisien relative setiap UKE (Unit Kegiatan Ekonomi) yaitu dengan menunjukkan
potential improvement atau tingkat perbaikan yang diperlukan dari setiap masing-
masing UKE. Perbaikan variabel input dan ouput tersebut menunjukkan tingkat
efisien UKE yang belum efisien dapat ditingkatkan atau dikurangi guna mencapai
kondisi efisien baik secara teknis biaya atau teknis sistem.

93
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil analisis efisiensi pada Komisi Pemberantasan Korupsi
dengan menggunakan metode Data Envelopment Analysis (DEA) periode 2010-
2014 dengan pendekatan produksi dalam menentukan variabel input dan output
yang telah dilakukan pada bab sebelumnya, maka kesimpulan yang dapat diambil
dari penelitian ini adalah :
1. Dari Komisi Pemberantasan Korupsi yang menjadi sampel penelitian,
hanya ada 2 tahun penelitian saja yang mengalami inefisien, yaitu pada tahun
2011 yang inefisien yaitu sebesar 87.24 persen dan pada tahun 2013 yang
inefisien yaitu sebesar 96.32 persen. Sisa tahun yang ada yaitu pada tahun 2010,
2012 dan 2014 KPK selalu mencapai tingkat efisiensi 100 persen.
2. Berdasarkan hasil analisis menggunakan metode Data Envelopment
Analysis (DEA) dengan asumsi Constant Return to Scale diketahui bahwa KPK
mengalami efisiensi selama periode 2010, 2012 dan 2014 yang membuktikan
kinerja yang baik. Terbukti dengan output yang dialokasikan telah optimal,
sedangkan hanya pada tahun 2011 dan 2013 saja yang mengalami inefisiensi,
dimana ketidakefisienan pada KPK terjadi pada semua variabel input (anggaran
untuk KPK dan jumlah deputi penindakan) dan variabel outputnya (religiusitas
(kegiatan keagamaan) ). Ketidakefisienan tersebut menunjukkan bahwa
93

94
penggunaan input yang berlebih dan tidak sesuai target. Sedangkan
ketidakefisienan religiusitas (kegiatan keagamaan) menandakan bahwa output
yang dihasilkan masih belum maksimal dan belum mencapai target yang
ditentukan ini terbukti dari nilai efisiensinya yang 87.24 persen pada tahun 2011
persen dan nilai efisiensinya yang 96.32 persen pada tahun 2013 persen saja dari
target 100 persen.
A. Saran
Berdasarkan hasil penelitian yang telah diuraikan di atas, terdapat
beberapa saran yang dapat disampaikan:
1. Bagi KPK yang sudah efisien pada tahun 2010, 2012, 2013 dan
2014 diharapkan dapat mempertahankan tingkat efisiensinya hingga tahun-tahun
mendatang, sedangkan pada tahun 2011 yang belum efisien diharapkan dapat
memperhatikan faktor-faktor yang menjadi penyebab inefisiensi, sehingga mampu
memperbaiki tingkat efisiensi pada tahun berikutnya dan meningkatkan
kinerjanya hingga lebih baik lagi dan dapat mencapai target.
2. Bagi lembaga lembaga Negara ataupun lembaga anti korupsi yang
lain diharapkan dapat lebih transparan dalam mempublikasikan laporan
keuangannya untuk dapat meningkatkan kepercayaan masyarakat, dan menunjang
bidang pendidikan untuk digunakan dalam penelitian guna memperbaiki kinerja
lembaga negara supaya pengelolaannya di Indonesia lebih optimal dan bisa
berguna bagi masyarakat di Indonesia.

95
3. Bagi peneliti selanjutnya yang mengadakan penelitian sejenis
hendaknya menggunakan variabel input dan output yang berbeda, lembaga
Negara ataupun lembaga anti korupsi yang berbeda dengan periode waktu yang
lebih panjang, serta hendaknya menggunakan metode parametric seperti
Stochastic Frontier Analysis (SFA) dan lain-lain, sehingga dapat komparasikan.
Diperlukan penelitian selanjutnya yang meneliti efisiensi di seluruh lembaga anti
korupsi serta pengaruhnya terhadap sector riil di Indonesia.

96
DAFTAR PUSTAKA
Abidin, Zaenal bin Syamsuddin. “Jihad Melawan Korupsi”, Pustaka Imam Abu Hanifah,
Jakarta, 2008.
Abidin, Zaenal dan Endri. “Kinerja Efisiensi Teknis Bank Pembangunan Daerah:
Pendekatan Data Envelopment Analysis (DEA)”.Jurnal Akuntansi dan Keuangan.
Vol. 11 No. 1 Hal 21-29.2009.
Akbar, Nasher. “Analisis Efisiensi Organisasi Pengelola Zakat Nasional Dengan
Pendekatan Data Envelopment Analysis”, Jurnal TAZKIA, Vol.4 No.2, Agustus-
Desember 2009.
Al-Quran dan Terjemahannya. Departemen Agama, Jakarta, 2004.
Dina Pertiwi Lela. “Efisiesi Pengeluaran Pemerintah Daerah di Provinsi Jawa Tengah”,
Jurnal Ekonomi Pembangunan Vol.12 No.2 Hal: 123 – 139, Yogyakarta, 2007.
Hadad, Muliaman D., dkk.2003. Pendekatan Parametrik Efisiensi Perbankan
Indonesia.www.bi.go.id. Diakses pada tanggal 16 Maret 2015.
Kamus Dewan Edisi keempat Malaysia, dewan bahasa dan pustaka, Malaysia, 2010.
Komisi pemberantasan Korupsi. 2010. Laporan Tahunan 2010. Diakses pada 20 Januari
2015. Dari : www.kpk.go.id/id/publikasi/laporan-tahunan/581-laporan-tahunan-
kpk-2010
Komisi pemberantasan Korupsi. 2011. Laporan Tahunan 2011. Diakses pada 20 Januari
2015. Dari : www.kpk.go.id/id/publikasi/laporan-tahunan/580-laporan-tahunan-
kpk-2011

97
Komisi pemberantasan Korupsi. 2012. Laporan Tahunan 2012. Diakses pada 20 Januari
2015. Dari : www.kpk.go.id/id/publikasi/laporan-tahunan/955-laporan-tahunan-
kpk-2012
Komisi pemberantasan Korupsi. 2013. Laporan Tahunan 2013. Diakses pada 20 Januari
2015. Dari : www.kpk.go.id/id/publikasi/laporan-tahunan/1755-laporan-tahunan-
kpk-2013
Komisi pemberantasan Korupsi. 2014. Laporan Tahunan 2014. Diakses pada 1 Juni 2015.
Dari : www.kpk.go.id/id/publikasi/laporan-tahunan/2590-laporan-tahunan-kpk-
2014
Laporan Indeks Persepsi Korupsi Tahun 2014, Transparancy International Indonesia
Muharam, H dan Rizki Pusvitasari.“Analisis Perbandingan Efisiensi Bank Syariah
dengan Metode Data Envelopment Analysis (Periode tahun 2005)”, Jurnal
Ekonomi dan Bisnis Islam, Vol.2 No.3, 2007.
Prasetyo, Pius S. ”Korupsi Dan Integritas Dalam Ragam Perspektif”Pusat Studi
Indonesia – Arab (PSIA) UIN Jakarta, Jakarta, 2013.
Purwanto, Rakhmat. “Analisis Perbandingan Efisiensi Bank Umum Konvensional (BUK)
dan Bank Umum Syariah (BUS) di Indonesia dengan Metode Data Envelopment
Analysis (DEA) (Periode 2006-2010)”, Jurnal Skripsi Fakultas Ekonomi
Universitas Diponegoro, Semarang, 2011.
Susilowati, Indah, dkk. “Modul Mengukur Efisiensi dengan Metode Data Envelopment
Analysis (DEA) DEAWIN.exe”, Fakultas Ekonomi,Universitas Dipenogoro,
Semarang, 2004:1-3.

98
Sutawijaya, A. dan Lestari, E. P. “Efisiensi Teknik Perbankan Indonesia Pasca Krisis
Ekonomi: Sebuah Studi Empiris Penerapan Model DEA”, Jurnal Ekonomi
Pembangunan, Vol. 10 No.1, 2009.
Tanjung, Hendri dan Abrista Devi. “Metode Penelitian Ekonomi Islam”, Gramata
Publishing, Jakarta, 2011.
Wardana, Sandi Kusuma. “Analisis Tingkat Efisiensi Perbankan Dengan Pendekatan
Non Parametrik Data Envelopment Analysis (DEA) (Studi Pada Bank Umum di
Indonesia Tahun 2005-2011)”. Journal Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas
Brawijaya Malang. 2013.

99
Lampiran 1. Data Input – Output KPK Tahun 2010 – 2014 dengan DEAWIN

100
Lampiran 2. Tabel Efisiensi KPK Tahun 2010 dengan DEAWIN

101
Lampiran 3. Tabel Efisiensi KPK Tahun 2011 dengan DEAWIN

102
Lampiran 4. Tabel Efisiensi KPK Tahun 2012 dengan DEAWIN

103
Lampiran 5. Tabel Efisiensi KPK Tahun 2013 dengan DEAWIN

104
Lampiran 6. Tabel Efisiensi KPK Tahun 2014 dengan DEAWIN