edit pna

20
BAB 1 PENDAHULUAN Tuberkulosis adalah penyakit infeksi kronis yang disebabkan oleh kuman Mycobacterium tuberculosis. Penyakit yang menular melalui udara ini menyerang seluruh tubuh terutama paru-paru. Salah satu komplikasi TB paru adalah pneumothoraks, yang terjadi karena adanya kelemahan pada struktur parenkim paru dan pleura. Pneumotoraks adalah terdapatnya udara bebas didalam rongga pleura, yaitu rongga diantara pleura parietalis dan viseralis. Di negara Asia dan negara berkembang tuberkulosis menempati peringkat pertama sebagai penyebab pneumotoraks. 1,2,3 Mycobacterium tuberculosis telah menginfeksi hampir 2 miliar orang atau sepertiga dari total penduduk dunia. Pada tahun 2004, sekitar 14,6 juta orang mengidap TB paru aktif dengan timbulnya 9 juta kasus baru, 2 juta di antaranya berakhir dengan kematian. WHO memperkirakan hingga tahun 2020 jumlah orang yang terinfeksi TB paru akan bertambah 1 miliar orang lagi. Dengan kata lain, terjadi pertambahan jumlah infeksi lebih dari 56 juta orang setiap tahunnya. Angka ini sangat memprihatinkan karena berarti ada 2-4 orang yang terinfeksi M.tuberculosis setiap detik dan hampir 4 orang meninggal setiap menit karena TB paru. 4 1

description

qwrqwqwrqwr

Transcript of edit pna

Page 1: edit pna

BAB 1

PENDAHULUAN

Tuberkulosis adalah penyakit infeksi kronis yang disebabkan oleh kuman

Mycobacterium tuberculosis. Penyakit yang menular melalui udara ini menyerang

seluruh tubuh terutama paru-paru. Salah satu komplikasi TB paru adalah

pneumothoraks, yang terjadi karena adanya kelemahan pada struktur parenkim

paru dan pleura. Pneumotoraks adalah terdapatnya udara bebas didalam rongga

pleura, yaitu rongga diantara pleura parietalis dan viseralis. Di negara Asia dan

negara berkembang tuberkulosis menempati peringkat pertama sebagai penyebab

pneumotoraks.1,2,3

Mycobacterium tuberculosis telah menginfeksi hampir 2 miliar orang atau

sepertiga dari total penduduk dunia. Pada tahun 2004, sekitar 14,6 juta orang

mengidap TB paru aktif dengan timbulnya 9 juta kasus baru, 2 juta di antaranya

berakhir dengan kematian. WHO memperkirakan hingga tahun 2020 jumlah orang

yang terinfeksi TB paru akan bertambah 1 miliar orang lagi. Dengan kata lain,

terjadi pertambahan jumlah infeksi lebih dari 56 juta orang setiap tahunnya.

Angka ini sangat memprihatinkan karena berarti ada 2-4 orang yang terinfeksi

M.tuberculosis setiap detik dan hampir 4 orang meninggal setiap menit karena TB

paru.4

Indonesia merupakan negara ketiga dengan masalah TB paru terbesar di

dunia setelah India dan Cina. Berdasarkan data RS Sulianti Saroso, di Indonesia

terdapat 583 ribu kasus TB paru setiap tahun dan 140 ribu di antaranya meninggal

dunia. TB paru juga merupakan penyebab kematian nomor tiga setelah penyakit

jantung dan penyakit pernapasan akut. Seluruh fakta ini menunjukkan perlunya

dilakukan upaya-upaya yang optimal dalam memberantas TB paru untuk

mencegah timbulnya lebih banyak lagi korban jiwa.5

Strategi WHO yang telah diterapkan di seluruh dunia dalam

penanggulangan TB adalah DOTS (Directly Observed Treatment Shortcourse).

DOTS diperkenalkan pertama kali pada tahun 1991 dan masuk ke Indonesia pada

tahun 1995. Dalam mendukung penerapan strategi DOTS ini, pemerintah

menyediakan paket Obat Anti Tuberkulosis (OAT) secara gratis.4

1

Page 2: edit pna

Berikut ini akan dibahas sebuah kasus pada seorang laki-laki yang dirawat

dibagian Interna BLU RSUP Prof. DR. R. D Kandou Manado dengan

pneumothorax et causa tuberkulosis paru.

2

Page 3: edit pna

BAB II

LAPORAN KASUS

Seorang pasien perempuan KMV berumur 57 tahun, bangsa Indonesia,

suku Minahasa, agama Kristen Protestan, pekerjaan ibu rumah tangga, alamat

Ranomut, Provinsi Sulawesi Utara, di rawat di Irina C2 BLU RSUP PROF Dr.

R.D. Kandou Manado pada tanggal 31 Maret 2015 dengan keluhan utama nyeri

pinggang kiri. Nyeri pinggang kiri dirasakan sejak 3 hari yang lalu. Nyeri bersifat

hilang timbul. Selain itu, perut terasa kembung, mual dan sakit kepala sejak 3 hari

yang lalu. Muntah dialami pasien sejak 1 hari yang lalu, frekuensi lebih dari

3x/hari. Volume ± 100 cc. Isi cairan dan makanan, Penderita juga mengalami

demam sejak 3 hari yang lalu. Demam juga disertai dengan menggigil. Demam

turun dengan pemberian obat penurun demam. Penderita mengaku nyeri saat

kencing, sering kencing dengan jumlah sedikit-sedikit dan berwarna kuning sejak

1 minggu yang lalu, BAB biasa. Penderita menderita penyakit asam urat sejak 5

tahun dan minum obat teratur. Hipertensi, diabetes mellitus, asma, penyakit

jantung, paru, hati dan ginjal disangkal. Penderita tidak merokok dan minum

beralkohol. Hanya penderita yang mengalami sakit seperti ini didalam keluarga.

Pada pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum tampak sakit sedang,

kesadaran compos mentis, tekanan darah 120/80 mmHg, nadi 76 x/mnt, Respirasi

20 x/mnt, suhu badan 37,8 C, tinggi badan 155 cm, berat badan 65 kg, IMT 27,0

kg/m2. Pada pemeriksaan kepala, pada mata didapatkan konjungtiva tidak anemis,

sclera ikterik tidak ada, pupil bulat isokor dengan diameter 3 mm, reflex cahaya

positif, gerakan bola mata aktif. Pada pemeriksaan hidung tidak didapati deviasi,

septum letak tengah, tidak ada sekret. Pada pemeriksaan mulut didapatkan bibir

tidak sianosis, gigi geligi dalam batas normal, lidah beslag tidak ada, mukosa

basah, pembesaran tonsil tidak ada, dan faring tidak hiperemis. Pada pemeriksaan

telinga tidak tampak tophi, meatus akustikus externa lapang, cairan tidak ada,

membrane timpani intak. Pada pemeriksaan leher tidak ditemukan pembesaran

getah benig, trake letak tengah, tekanan vena jugularis 5+0 cmH2O.

Pada pemeriksaan thoraks, inspeksi dada terlihat simetris, tidak terdapat

retraksi, dan tidak ada kelainan kulit. Pada inspeksi punggung terlihat simetris.

3

Page 4: edit pna

Pada palpasi stem fremitus kiri dan kanan normal. Pada perkusi paru kiri dan

kanan terdengar sonor. Pada auskultasi didapatkan suara pernapasan vesikuler

pada paru kiri dan kanan. Wheezing dan rhonki tidak ada.

Pada pemeriksaan jantung inspeksi ictus cordis tidak tampak, pada palpasi

ictus cordis tidak teraba, perkusi batas jantung kiri linea midclavicula sinistra ICS

V dan batas jantung kanan linea parasternal dextra ICS IV. Auskultasi jantung

ditemukan bunyi jantung I dan II reguler, bising jantung tidak ditemukan.

Pada pemeriksaan abdomen, pada inspeksi terlihat cembung, tidak ada

pelebaran pembuluh darah vena. Palpasi teraba lemas dan terdapat nyeri tekan

epigatrium dan nyeri supra pubik. Hepar dan lien tidak teraba, ballotemn tidak

teraba. Perkusi timpani, terdapat nyeri ketok angulus kostovertebra sinistra,

auskultasi bising usus normal.

Pada ekstremitas warna kulit sawo matang, tidak ada edema, tidak ada

deformitas, tidak ada atrofi, gerakan aktif dan pasif normal, kekuatan otot normal,

waktu pengisisan ulang kapiler kurang dari dua detik.

Hasil laboratorium tanggal 31 Maret 2015: MCH 29,3 pg, MCHC 34,4 pg,

MCV 85,0 fl, Leukosit 21.430 /uL, Eritrosit 5,02x106 uL, Hemoglobin 12,5 g/dL,

Hematokrit 42,7 %, Trombosit 277.000 /uL, Gula darah sewaktu 113 mg/dL,

Creatinin darah 0,6 mg/dL, Ureum darah 17 mg/dL, Natrium darah 137

mEq/LKalium darah 3,7 mEq/L, Chlorida darah 99 mEq/L.

Telah dilakukan x-foto thoraks tgl 31 Maret 2015 didapatkan gambaran

infiltrate tidak ada. Kesan dalam batas normal.

Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang,

pasien didiagnosis dengan Pielonefritis akut sinistra dd nefrolitiasis.

Terapi yang diberikan adalah IVFD NaCl 0,9% (20gtt/menit), ceftriaxone

2x1 gr IV (H1), ranitidin 2x1 amp IV, paracetamol 3x500mg tab, dan domperidon

3x1 tab. Rencana pemeriksaan urinalisa, kultur urine dengan uji sensitivitas, diff.

count, LED, DDR.

Hari perawatan pertama dan kedua nyeri berkurang, mual dan muntah

berkurang, tekanan darah 120/80 mmHg, nadi 74 x/menit, respirasi 20 x/menit,

suhu badan 36,8 ◦C. Pada pemeriksaan abdomen masih terdapat nyeri suprapubik

dan nyeri ketok angulus kostovertebra sinistra. Terapi lanjut IVFD NaCl 0,9%

4

Page 5: edit pna

(20gtt/menit), ceftriaxone 2x1 gr IV (H2), ranitidin 2x1 amp IV, paracetamol

3x500mg tab, dan domperidon 3x1 tab. Dilakukan pemeriksaan kultur urine dan

uji sensitivitas.

Hasil urinalisa tanggal 1 April 2015: warna kuning, pH 7,0, berat jenis

1,015, protein -, glukosa -, urobilin -, bilirubin -, nitrit +, keton -, leukosit makro -,

blood makro -, eritrosit 0, leukosit 5-10, epitel -, Kristal -, silinder -.

Pada hari perawatan ketiga dan keempat nyeri pinggang kiri semakin

berkurang, mual dan muntah tidak ada. Tekanan darah 110/70 mmHg, nadi 72

x/menit, respirasi 20 x/menit, suhu badan 36,2 ◦C. Pada pemeriksaan abdomen

nyeri suprapubik dan nyeri ketok angulus kostovertebra sinistra sudah berkurang.

Terapi lanjut IVFD NaCl 0,9% (20gtt/menit), ceftriaxone 2x1 gr IV (H3-4),

ranitidin 2x1 amp IV, dan paracetamol 3x500mg tab.

Pada hari perawatan kelima, keluhan nyeri pinggang kiri sudah hilang,

tekanan darah 120/80 mmHg, nadi 80 x/menit, respirasi 20 x/menit, suhu badan

36,0 ◦C. Pada pemeriksaan abdomen nyeri suprapubik dan nyeri ketok angulus

kostovertebra sinistra sudah tidak ada. Terapi, Cefixime 2 x 200 mg tab, Ranitidin

2x1 tab, pasien direncanakan rawat jalan kontrol ke poliklinik interna.

BAB III

PEMBAHASAN

5

Page 6: edit pna

Tuberkulosis (TB) merupakan suatu penyakit infeksi yang disebabkan oleh

Mycobacterium tuberculosis. Biasanya tuberkulosis menyerang paru, namun

dapat juga menyerang Central Nervus System, sistem limfatikus, sistem urinaria,

sistem pencernaan, tulang, sendi dan lainnya.1,4

Lingkungan hidup yang sangat padat dan pemukiman di wilayah

perkotaan mempermudah proses penularan dan berperan sekali dalam peningkatan

jumlah kasus TB. Penularan TB biasanya melalui udara, yaitu dengan inhalasi

droplet nukleus yang mengandung basil TB. Droplet nukleus ukuran 1-5 mikron

yang dapat melewati atau menembus sistem mukosilier saluran napas sehingga

dapat mencapai dan bersarang di bronkiolus maupun alveolus.1 Pada kasus

penderita bertempat tinggal di daerah padat pemukiman yaitu di Pineleng.

Diagnosis tuberkulosis paru dapat ditegakkan berdasarkan gejala

klinis/pemeriksaan fisik, foto toraks, pemeriksaan sputum BTA dan laboratorium

penunjang. Gejala klinis pada penderita Tb paru dibagi menjadi gejala sistemik

dan gejala respiratorik. Gejala sistemik berupa demam dan berkeringat pada

malam hari, badan terasa lemah, kehilangan nafsu makan dan penurunan berat

badan. Gejala respiratorik berupa batuk, sesak napas dan rasa nyeri dada. Batuk

biasanya lebih dari 3 minggu, kering sampai produktif dengan sputum mukoid

atau purulen. Batuk darah dapat terjadi bila ada pembuluh darah yang robek, sesak

napas biasanya terjadi pada penyakit yang sudah lanjut.1,6

Pada kasus penderita masuk rumah sakit dengan keluhan sesak nafas

dialami pasien sejak 3 minggu SMRS dan memberat 2 hari SMRS, sesak terutama

saat penderita bekerja berat dan agak berkurang kalau beristirahat. Penderita juga

mengalami batuk sejak 1 tahun lalu, batuk berlendir warna putih, strip darah tidak

ada. Keringat malam ada. Penderita mengalami penurunan BB kira-kira 8 kg

dalam 1 tahun terakhir. Penderita pernah mendapatkan pengobatan OAT 6 bulan

lalu, putus bulan ke 3 dan tidak memeriksakan diri lagi ke dokter.

Pemeriksaan fisik tekanan darah 130/70 mmHg, nadi 82 x/mnt, Respirasi

28 x/mnt, suhu badan 37,8 C. Pada inspeksi dada terlihat simetris, terdapat

retraksi, dan tidak ada kelainan kulit. Pada inspeksi punggung terlihat simetris.

Pada palpasi stem fremitus kiri menurun daripada kanan. Pada perkusi paru

6

Page 7: edit pna

terdengar hipersonor pada paru kiri, paru kanan terdengar sonor. Pada auskultasi

didapatkan suara pernapasan vesikuler paru kiri lebih lemah dari kanan, ada

ronkhi pada paru kiri dan kanan, dan tidak ada wheezing.

X-foto thoraks tanggal 12 Maret 2015 didapatkan gambaran deep sulcus

sign, radiolusen pada seluruh lapang paru kiri, dan paru kanan yang kolaps ke

arah hilus, serta adanya infiltrat pada paru kanan.

Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang

penderita didiagnosis dengan pneumothorax sinistra et causa susp TB paru.

Klasifikasi Tuberkulosis

Berdasarkan hasil pemeriksaan sputum (BTA)1,4,6

1. Tuberkulosis paru BTA (+) :

a. Sekurang-kurangnya 2 dari 3 spesimen dahak hasilnya BTA(+)

b. Satu spesimen dahak BTA(+) dan radiologis menunjukkan

gambaran tuberkulosis aktif

c. Satu spesimen dahak BTA (+) dan biakan (+)

2. Tuberkulosis paru BTA (-)

a.Hasil pemeriksaan dahak 3 kali menunjukkan BTA (-), gambaran klinis

dan kelainan radiologis menunjukkan tuberkulosis aktif

b. Hasil pemeriksaan dahak 3 kali menunjukkan BTA (-) dan biakan M.

Tuberculosis (+)

Berdasarkan tipe pasien1,4,6

a. Kasus baru

Pasien belum pernah mendapat pengobatan OAT atau pernah mendapat OAT

kurang dari 1 bulan.

b. Kasus relaps

Pasien sebelumnya sudah mendapat pengobatan tuberkulosis kemudian

dinyatakan sembuh, kemudian kembali berobat karena BTA (+) atau biakan

(+)

c. Kasus putus obat

7

Page 8: edit pna

Pasien menjalani pengobatan ≥ 1 bulan dan tidak mengambil obat dalam 2

bulan berturut-turut sebelum pengobatan selesai.

d. Kasus gagal pengobatan

Pasien BTA (+) yang masih (+) atau kembali menjadi (+) lagi pada akhir

bulan ke-5 atau pada akhir pengobatan.

e. Kasus kronik

Pasien dengan BTA (+) setelai selesai pengobatan ulang dengan pengobatan

kategori 2 dan dengan pengawasan yang baik

f. Kasus Bekas TB

- Hasil pemeriksaan BTA (-), biakan (-), gambaran radiologis TB tidak aktif

atau foto serial menunjukan gambaran menetap. Riwayat pengobatan OAT

adekuat akan lebih mendukung.

- Pada kasus dengan gambaran radiologis meragukan atau telah mendapat

pengobatan OAT 2 bulan serta pada foto toraks ulang tidak ada perubahan

gambaran radiologis.

Pada kasus penderita memiliki riwayat penggunaan OAT selama 3 bulan dan

berhenti tanpa kontrol kembali ke dokter, oleh karena itu penderita dikategorikan

sebagai TB paru putus obat.

Penyakit TB bersifat kronis dan resistensi kuman terhadap obat cukup

tinggi, maka tidak jarang menimbulkan komplikasi. Salah satu komplikasi yang

bisa ditimbulkan adalah pneumotoraks. Pneumotoraks adalah adanya udara dalam

rongga pleura.7

Pneumotoraks diklasifikasikan menjadi :7

1. Pneumotoraks spontan

a. Pneumotoraks spontan primer

Umumnya disebabkan oleh pecahnya suatu bleb subpleura yang

biasanya terdapat di daerah apeks paru. Factor resiko utama adalah

merokok. Pada beberapa kasus faktor herediter juga memegang peranan,

umumnya penderita berpostur tinggi dan kurus.

b. Pneumothoraks spontan sekunder

8

Page 9: edit pna

Terjadi sebagai komplikasi penyakit paru dasarnya (underlying lung

disease). Beberapa penyakit yang sering menjadi penyebab

pneumothoraks antara lain PPOK tipe emfisema dan tuberkulosis paru.

2. Pneumothoraks Traumatika

Terjadi sebagai akibat trauma, baik trauma tumpul maupun trauma tajam di

dinding dada.

3. Pneumothoraks iatrogenik

Terjadi sebagai akibat tindakan medis yang dilakukan, misalnya akibat

punksi pleura, biopsy pleura, trans thoracal biopsy, dll.

Pneumotoraks dibagi menjadi tension dan non tension pneumotoraks.

Tension pneumotoraks merupakan kondisi bahaya dimana terjadi akumulasi dari

udara yang tidak bisa keluar di ruangan pleura ketika setiap bernafas. Peningkatan

tekanan intratorakal menghasilkan pergeseran yang masif dari mediastinum

kearah paru yang sehat dan menekan ke pembuluh darah. Sebaliknya nontension

pneumothoraks tidak begitu berbahaya karena tidak ada penumpukan udara dan

penekanan organ dalam paru.7

Pneumotoraks biasanya dimanifestasikan dengan nafas yang pendek-

pendek yang timbul tiba-tiba, batuk, rasa sakit pada dada, pundak dan tangan,Pada

pneumotoraks yang kecil, biasanya hanya menimbulkan takikardia ringan dan

gejala yang tidak khas. Pada pneumotoraks yang besar, biasanya didapatkan

takikardia berat, hipotensi, sianosis. Jika tidak dilakukan tindakan maka akan

terjadi hipoksia yang kemudian akan berujung pada kehilangan kesadaran dan

koma. Selain itu terjadi pendorongan mediastinum ke arah paru yang sehat yang

dapat berakibat juga penekanan pada vena cava superior dan inferior yang

berakibat pada berkurangnya cardiac preload dan menurunnya cardiac output.

Pada kasus yang berat, pneumothoraks dapat berujung kematian dalam hitungan

waktu yang cepat.7

Hilangnya suara pernafasan dalam stetoskop dapat mengindikasikan

bahwa paru tidak memenuhi rongga dada. Tanda ini disertai oleh hipersonor pada

pemeriksaan perkusi di dinding dada menambah dugaan pneumotoraks. Jika

tanda-tanda pneumotoraks meragukan maka dilakukan foto rontgen, namun pada

9

Page 10: edit pna

hipoksia berat atau ada tanda-tanda tension pneumotoraks maka penanganan

terhadap pneumotoraks tersebut dilakukan pertama kali.7

Pada posisi supine rongent akan didapatkan deep sulcus sign, yang

dikarakteristikan sebagai sudut rendah lateral dari costophrenicus pada sisi yang

terinfeksi. Tempat dimana rusuk dan diafragma bertemu terlihat lebih rendah pada

rontgen dengan deep sulcus sign memberikan diagnostikpneumotoraks.

Pada kasus berdasarkan anamnesis keluhan sesak nafas dialami penderita

sejak 3 minggu SMRS dan memberat 2 hari SMRS, pemeriksaan fisik stem

fremitus kiri menurun, oada perkusi paru terdengar hipersonor pada paru kiri dan

pada auskultasi didapatkan suara pernapasan vesikuler paru kiri lebih lemah dari

kanan. Pada pemeriksaan penunjang didapatkan gambaran deep sulcus sign,

radiolusen pada seluruh lapang paru kiri, dan paru kanan yang kolaps ke arah

hilus, serta adanya infiltrat pada paru kanan dengan kesan pneumothorax sinistra

dan TB paru. Oleh karena itu penderita diklasifikasikan sebagai peneumothorks

spontan sekunder terjadi sebagai komplikasi penyakit paru.

Tujuan dari penatalaksanaan pneumotoraks adalah mengeluarkan udara

dari rongga toraks dan mencegah pneumotoraks yang berulang. Pada simple

pneumothorax minimal (<15% hemithorax) biasanya dilakukan pengobatan

konservatif, karena akan sembuh sendiri dengan sendirinya, tidak perlu invasive

kemudian penderita harus istirahat di tempat tidur selama beberapa hari dan

observasi keluhan sesak dan tanda-tanda vital. Kemudian berikan oksigen 2-4 L

dan obati penyakit dasar yang menyebabkan pneumotoraks. Untuk memeriksanya

apakah ada perbaikan atau tidak maka dilakukan foto rontgen berulang kemudian

dibandingkan antara yang lama dan baru. Pneumotoraks yang terlalu kecil

membutuhkan thoracostomy tabung dan terlalu besar untuk tidak dilakukan

tindakan maka dilakukan aspirasi dengan kateter kecil.7

Pada tensional pneumotoraks atau simple pneumothorax> 15%

hemithoraks dengan dispnea berat, gangguan respirasi, hipoksia arteri yang nyata

(PO2 <55 mmHg), kolaps total total pada satu paru, pembesaran pneumothorax

bilateral, harus segera dilakukan pemasangan pipa torakostomi (chest tube).

Teknik pengeluaran (drainage) udara keluar dari rongga pleura dapat dilakukan

10

Page 11: edit pna

dengan simple aspirasi maupun pemasangan WSD (water sealed drainage).7 Pada

kasus pasien ini dipasang selang WSD.

Pengobatan tuberkulosis dibagi menjadi 2 fase yaitu fase intensif 2-3 bulan

dan fase lanjutan 4 atau 7 bulan. Pengobatan TB bertujuan untuk menyembuhkan

pasien, mencegah kematian, mencegah kekambuhan, memutuskan rantai

penularan dan mencegah terjadinya resistensi kuman terhadap OAT.1,2,4

Pengobatan TB dilakukan melalui 2 fase, yaitu:1,2,4

- Fase awal intensif, dengan kegiatan bakterisid untuk memusnahkan populasi

kuman yang membelah dengan cepat

- Fase lanjutan, melalui kegiatan sterilisasi kuman pada pengobatan jangka

pendek atau kegiatan bakteriostatik pada pengobatan konvensional

OAT yang biasa digunakan antara lain isoniazid (INH), rifampisin (R),

pirazinamid (Z), dan streptomisin (S) yang bersifat bakterisid dan ethambutol (E)

yang bersifat bakteriostatik. Penilaian keberhasilan pengobatan didasarkan pada

hasil pemeriksaan bakteriologi, radiologi, dan klinis.1,2,4

11

Page 12: edit pna

Tabel 1. Medikamentosa obat anti Tuberkulosis dibagi 4 kategori.2,4

Kategori Kriteria penderita

Regimen pengobatan

Fase

Awal

Fase

lanjutan

I • Kasus baru BTA (+)

• Kasus baru BTA (-)

• Ro” (+) sakit berat

• Kasus TBEP berat

2 RHZE (RHZS)

2 RHZE (RHZS)

2 RHZE (RHZS)

6 EH

4 RH

4 R3H3

II Kasus BTA positif

• Kambuh

• Gagal

• Putus berobat

2 SHZE-1 RHZE

2 SHZE-1 RHZE

5 RHE

5 R3H3E3

III • Kasus baru BTA (-)

• TBEP ringan

2 RHZ

2 RHZ

2 RHZ*

6 EH

4 RH

4 R3H3

IV • Kasus kronik Obat-obat sekunder

Pada kasus ini penderita direncanakan untuk pengobatan OAT kategori II

untuk penderita TB paru putus obat.

LAMPIRAN

12

Page 13: edit pna

Gambar 1. Kesan

pneumothorax sinistra + TB

paru

Gambar 2.Post pemasangan WSD

13