Edisi II Vol 12 Nomor 2

5
SURVEILANS SWINE INFLUENZA DI WILAYAH KERJA BBVET WATES JOGJAKARTA TH 2009-2011 Sri Handayani Irianingsih *, Rama Dharmawan * Dessie Eri Waluyati ** dan Didik Arif Zubaidi *** * Medik Veteriner pada Laboratorium Virologi, ** Medik Veteriner pada Laboratorium Serologi *** Paramedik Veteriner pada Laboratorium Virologi – Balai Besar Veteriner Wates Jogjakarta ABSTRAK Wabah Swine Influenza yang terjadi di beberapa belahan dunia pada tahun 2009 telah mem- buat WHO menetapkan siaga level empat, yaitu pandemi Influenza. Indonesia meningkatkan kewaspadaan dini terhadap penyakit influenza termasuk pada ternak babi Kaena babi merupakan mixing vessel untuk reassortan virus Influenza pada avian dan manusia sehingga berpotensi menyebabkan pandemi manusia. Kegiatan surveilans telah dilaksanakan dengan tujuan untuk mengetahui kejadian kasus Swine Influenza, tingkat seropositif dan faktor yang mempengaruhinya, serta persentase positif penyakit Swine Influenza. Surveilans dilaksa- nakan di 31 kabupaten di wilayah kerja Balai Besar Veteriner Wates sejak tahun 2009 - 2011. Sebagai ba-han pemeriksaan telah diambil sebanyak 1.410 serum dan swab nasal beserta data pendukung. Sampel serum diuji dengan tes ELISA untuk antibodi Swine Influenza dan swab nasal diuji dengan isolasi dan identifikasi virus pada telur ayam bertunas dan uji RT-PCR terhadap gen Matriks virus Influenza. Hasil surveilans selama tahun 2009- 2011 menunjukkan tingkat seropositif Swine Influenza pada babi secara berurutan sebesar 6% (26/453); 22% (121/559); dan 27% (192/717). Kejadian penyakit Influenza A tahun 2009 berdasarkan hasil uji RT-PCR gen Matriks virus Influenza A sebesar 36% (55/169). Sedangkan pada surveilans Swine Influenza tahun 2010 dan 2011, dilakukan isolasi virus pada telur ayam bertunas. Namun hasilnya menunjukkan negatif virus Influenza A subtipe H1N1. Faktor yang mem-pengaruhi peningkatan kasus seropositif Swine Influenza pada babi adalah kondisi kandang yang kotor (OR=5,624), penggunaan desinfektan kurang tepat (OR=2,939), kelompok umur tua (OR=2,479), dan adanya ternak unggas yang masuk ke dalam kandang (OR=1,681). Sedangkan faktor pemeliharaan secara tradisional tidak berpengaruh (OR=0,548). Kejadian penyakit Swine Influenza tidak dilaporkan oleh peternak, namun adanya seropositif Swine Influenza dan gen Matriks menunjukkan babi pernah/sedang terinfeksi virus Influenza A. Kebersihan kandang, penggunaan desinfektan yang tepat dan peremajaan ternak babi serta mencegah adanya unggas yang masuk ke dalam kandang babi direkomendasikan untuk diterapkan di kawasan peternakan babi. Kata Kunci: Swine Influenza, H1N1, gen Matriks, seropositif, Odds Ratio (OR) * Korespondensi: [email protected] PENGANTAR Swine Influenza (SI) adalah penyakit Influ- enza yang biasa menyerang saluran per- nafasan babi yang disebabkan oleh virus Influenza tipe A. Klasifikasi virus SI adalah tergolong dalam family Orthomyxoviridae dan genus Orthomyxovirus. Virus Influen- za Type A dapat menyebabkan epidemi pada unggas dan mamalia, serta pandemi pada manusia. Penyakit SI bersifat spesi- fik, akut, infeksius dan herd disease. Geja- la yang ditimbulkan adalah batuk, bersin, leleran hidung, lethargy, temperatur me- ningkat (rectal) kesulitan bernafas, kurang nafsu makan dan gejala klinis muncul 24 jam setelah infeksi. Tingkat morbiditas SI dapat mencapai 100% sedangkan mortali- tasnya kurang dari 1% (Dharmawan, 2011). Epidemiologi SI menjadi lebih meningkat dan kompleks pada dekade terakhir ini. Virus SImemiliki pola epizootiologi yang berbeda di belahan dunia, yaitu enzootik dan tergantung pada asal daerahnya. Ter- dapat tiga subtipe virus SI yang predomi- nan dan prevalen pada babi yaitu H1N1, H3N2, dan H1N2. Karakteristik antigenik, genetik dan asal subtipe virus SI beragam

description

hhh

Transcript of Edisi II Vol 12 Nomor 2

Page 1: Edisi II Vol 12 Nomor 2

SURVEILANS SWINE INFLUENZA DI WILAYAH KERJA BBVET WATES JOGJAKARTA TH 2009-2011

Sri Handayani Irianingsih *, Rama Dharmawan * Dessie Eri Waluyati ** dan Didik Arif Zubaidi ***

* Medik Veteriner pada Laboratorium Virologi, ** Medik Veteriner pada Laboratorium Serologi *** Paramedik Veteriner pada Laboratorium Virologi – Balai Besar Veteriner Wates Jogjakarta

ABSTRAK

Wabah Swine Influenza yang terjadi di beberapa belahan dunia pada tahun 2009 telah mem-buat WHO menetapkan siaga level empat, yaitu pandemi Influenza. Indonesia meningkatkan kewaspadaan dini terhadap penyakit influenza termasuk pada ternak babi Kaena babi merupakan mixing vessel untuk reassortan virus Influenza pada avian dan manusia sehingga berpotensi menyebabkan pandemi manusia. Kegiatan surveilans telah dilaksanakan dengan tujuan untuk mengetahui kejadian kasus Swine Influenza, tingkat seropositif dan faktor yang mempengaruhinya, serta persentase positif penyakit Swine Influenza. Surveilans dilaksa-nakan di 31 kabupaten di wilayah kerja Balai Besar Veteriner Wates sejak tahun 2009 - 2011. Sebagai ba-han pemeriksaan telah diambil sebanyak 1.410 serum dan swab nasal beserta data pendukung. Sampel serum diuji dengan tes ELISA untuk antibodi Swine Influenza dan swab nasal diuji dengan isolasi dan identifikasi virus pada telur ayam bertunas dan uji RT-PCR terhadap gen Matriks virus Influenza. Hasil surveilans selama tahun 2009-2011 menunjukkan tingkat seropositif Swine Influenza pada babi secara berurutan sebesar 6% (26/453); 22% (121/559); dan 27% (192/717). Kejadian penyakit Influenza A tahun 2009 berdasarkan hasil uji RT-PCR gen Matriks virus Influenza A sebesar 36% (55/169). Sedangkan pada surveilans Swine Influenza tahun 2010 dan 2011, dilakukan isolasi virus pada telur ayam bertunas. Namun hasilnya menunjukkan negatif virus Influenza A subtipe H1N1. Faktor yang mem-pengaruhi peningkatan kasus seropositif Swine Influenza pada babi adalah kondisi kandang yang kotor (OR=5,624), penggunaan desinfektan kurang tepat (OR=2,939), kelompok umur tua (OR=2,479), dan adanya ternak unggas yang masuk ke dalam kandang (OR=1,681). Sedangkan faktor pemeliharaan secara tradisional tidak berpengaruh (OR=0,548). Kejadian penyakit Swine Influenza tidak dilaporkan oleh peternak, namun adanya seropositif Swine Influenza dan gen Matriks menunjukkan babi pernah/sedang terinfeksi virus Influenza A. Kebersihan kandang, penggunaan desinfektan yang tepat dan peremajaan ternak babi serta mencegah adanya unggas yang masuk ke dalam kandang babi direkomendasikan untuk diterapkan di kawasan peternakan babi.

Kata Kunci: Swine Influenza, H1N1, gen Matriks, seropositif, Odds Ratio (OR)

* Korespondensi: [email protected] PENGANTAR

Swine Influenza (SI) adalah penyakit Influ-enza yang biasa menyerang saluran per-nafasan babi yang disebabkan oleh virus Influenza tipe A. Klasifikasi virus SI adalah tergolong dalam family Orthomyxoviridae dan genus Orthomyxovirus. Virus Influen-za Type A dapat menyebabkan epidemi pada unggas dan mamalia, serta pandemi pada manusia. Penyakit SI bersifat spesi-fik, akut, infeksius dan herd disease. Geja-la yang ditimbulkan adalah batuk, bersin, leleran hidung, lethargy, temperatur me-ningkat (rectal) kesulitan bernafas, kurang

nafsu makan dan gejala klinis muncul 24 jam setelah infeksi. Tingkat morbiditas SI dapat mencapai 100% sedangkan mortali-tasnya kurang dari 1% (Dharmawan, 2011).

Epidemiologi SI menjadi lebih meningkat dan kompleks pada dekade terakhir ini. Virus SImemiliki pola epizootiologi yang berbeda di belahan dunia, yaitu enzootik dan tergantung pada asal daerahnya. Ter-dapat tiga subtipe virus SI yang predomi-nan dan prevalen pada babi yaitu H1N1, H3N2, dan H1N2. Karakteristik antigenik, genetik dan asal subtipe virus SI beragam

Page 2: Edisi II Vol 12 Nomor 2

di setiap benua atau daerah di dunia. Se-cara genetik, virus Influenza H1N1 yang menjadi ancaman pandemi sebelumnya memiliki gen virus Swine Influenza Eropa dan Amerika Utara (Reeth et al., 2008). Virus novel H1N1 tersebut merupakan re-arsortan dari virus Influenza pada unggas, babi, dan manusia. Pada awal tahun 2009, virus Influenza A novel pada manusia te-lah menyebar secara global di beberapa belahan dunia. WHO menetapkan siaga level empat, yaitu pandemi Influenza. Wa-laupun demikian, saat ini telah bergeser pada periode post-pandemi seperti yang telah ditetapkan oleh WHO pada Agustus 2010 (Anonim2, 2011).

Babi merupakan hewan yang berperan penting dalam evolusi dan ekologi virus In-fluenza A. Epitel trachea babi mempunyai dua reseptor yaitu Sialic Acid (SA) alpha 2,6 Galactose (Gal) dan SA alpha 2,3 Gal. Hal ini menyebabkan babi dapat terinfeksi oleh virus Influenza unggas, manusia dan babi itu sendiri. Oleh karena itu babi dapat dikategorikan sebagai hospes interme-diate untuk adaptasi virus Avian Influenza (AI) ke manusia. Istilah yang lain dikenal sebagai mixing vessel untuk membentuk virus reasortan secara genetik (Qi dan Lu, 2009).

Penyakit SI merupakan zoonosis penting yang berpotensi sebagai virus pandemi pada manusia atau sebagai donatur gen. Seperti yang dilaporkan di China pada tahun 1970-an lebih dari 50 kasus infeksi virus SI menular pada manusia. Survei-lans secara regular sangat diperlukan un-tuk mengetahui prevalensi dan evolusi vi-rus secara molekuler. Jika kesehatan he-wan dapat terlindungi akan mencegah terjadinya pandemi manusia (Anonim1, 2011).

Indonesia sejak tahun 2004 telah dinyata-kan tertular AI dan telah menimbulkan ke-matian pada manusia. Oleh karena itu, wabah Influenza yang terjadi di beberapa belahan dunia pada tahun 2009 membuat

Indonesia meningkatkan kewaspadaan di-ni terhadap penyakit influenza termasuk pada ternak babi. Kegiatan surveilans di-laksanakan untuk mengetahui apakah per-nah terjadi/terdapat kasus SI, tingkat sero-positif dan kekuatan/nilai asosiasi faktor yang mempengaruhinya serta tingkat per-sentase infeksi SI di wilayah kerja Balai Besar Veteriner Wates sejak tahun 2009 sampai dengan 2011. MATERI DAN METODA

Bahan pemeriksaan digunakan sebanyak 1.729 serum babi dan 409 swab nasal ba-bi yang telah di-pool yang berasal dari 33 kabupaten di 3 provinsi di wilayah kerja Balai Besar Veteriner Wates. Data kuisio-ner pendukung dikumpulkan sejak tahun 2009. Sampel serum diuji menggunakan kit ELISA antibodi H1N1 (Swine Influenza Virus Antibody Test Kit-H1N1 IDEXX HerdChek®). Sebanyak 240 swab nasal diuji dengan isolasi dan identifikasi virus pada telur ayam bertunas Spesific Anti-body Negative (SAN) sedangkan 169 swab sisanya diuji dengan One Step RT-PCR (Superscript III One Step RT-PCR Kit System, Invitrogen®) menggunakan primer gen Matriks (MA) virus Influenza A desain dari Australian Animal Health Laboratory (AAHL). Selanjutnya hasil pengujian labo-ratorium dikompilasikan dengan data dan informasi yang diperoleh dari kuisioner un-tuk dianalisis tingkat seroprevalensi, ting-kat persentase infeksi dan odds ratio (OR) beberapa faktor yang berpengaruh.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pada tahun 2009 kegiatan surveilans H1N1 telah dilakukan dengan mengun-jungi 13 kabupaten di 3 provinsi di wilayah kerja Balai Besar Veteriner Wates. Sampel serum yang didapatkan sebanyak 453 dari 93 peternak babi dengan tingkat sero-positif bervariasi 0-14%. Hasil selengkap-nya dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. HASIL PEMERIKSAAN SEROLOGI H1N1 TAHUN 2009

PROVINSI JUMLAH KABUPATEN

JUMLAH PETERNAK

JUMLAH SAMPEL

SERO (+) H1N1 PERSENTASE

Jawa Timur

7 30 267 14 5 %

Jawa Tengah

4 46 99 0 0 %

D.I. Jogjakarta

2 17 87 12 14 %

TOTAL

13 93 453 26 6 %

Page 3: Edisi II Vol 12 Nomor 2

5

2326

0

38

22

14

4

41

0

5

10

15

20

25

30

35

40

45

2009 2010 2011

JATIM

JATENG

DIJ

Surveilans H1N1 pada tahun 2010 dilaku-kan di 10 kabupaten di 3 provinsi di wila-yah kerja Balai Besar Veteriner Wates. Jumlah sampel serum yang dikoleksi se-

banyak 559 dengan tingkat seropositif 22%, yang menunjukkan adanya kenaikan dibandingkan tahun 2009 seperti tampak pada Tabel 2.

Tabel 2. HASIL PEMERIKSAAN SEROLOGI H1N1 TAHUN 2010

PROVINSI JUMLAH KABUPATEN

JUMLAH SAMPEL

SERO (+) H1N1 PERSENTASE

Jawa Timur

5 288 65 23 %

Jawa Tengah

2 136 51 38 %

D.I. Jogjakarta

3 135 4 4 %

TOTAL

10 559 121 22 % \

Hasil surveilans H1N1 pada babi tahun 2011 dilakukan di 10 kabupaten di 3 pro-vinsi di wilayah kerja Balai Besar Veteriner Wates. Jumlah sampel serum yang diam-

bil sebanyak 717 dan tingkat seropositif pada tahun 2011 sebesar 27% menun-jukkan kenaikan dibandingkan tahun 2009 dan 2010 seperti tampak pada Tabel 3.

Tabel 3. HASIL PEMERIKSAAN SEROLOGI H1N1 TAHUN 2011

PROVINSI JUMLAH KABUPATEN

JUMLAH PETERNAK

JUMLAH SAMPEL

SERO (+) H1N1 PERSENTASE

Jawa Timur

6 23 450 119 26 %

Jawa Tengah

3 9 197 44 22 %

D.I. Jogjakarta

1 5 70 29 41 %

TOTAL

10 37 717 192 27 %

Data hasil surveilans Swine Influenza di wilayah kerja Balai Besar Veteriner Wates selama tahun 2009-2011 menunjukkan tingkat seropositif yang secara berurutan sebesar 6% (26/453), 22% (121/559) dan 27% (192/717). Pada pemeriksaan anti-bodi SI H1N1 menggunakan kit ELISA da-pat terjadi reaksi silang antara antibodi terhadap H1N1 dan H3N2 karena antibodi yang terdeteksi dapat mengenal epitope virus baik pada H1N1 maupun H3N2. In-sidensi dan derajat reaksi silang tergan-tung pada tingkat sensitivitas tes dan ber-

variasi antara antibodi pasca vaksinasi, paparan infeksi serta respon individual. Dengan demikian seropositif H1N1 dapat memberikan gambaran adanya paparan infeksi alami akibat virus Influenza A. In-feksi virus Influenza A biasa terjadi pada kelompok ternak babi, yang menyebabkan antibodi Influenza A dapat terdeteksi. Gambaran seroprevalensi SI pada tiap provinsi di wilayah kerja Balai Besar Ve-teriner Wates selama tahun 2009 sampai dengan 2011 ditampilkan pada Grafik 1.

Grafik 1. TINGKAT SEROPREVALENSI SWINE INFLUENZA TAHUN 2009-2011

Page 4: Edisi II Vol 12 Nomor 2

Hasil ini diperkuat dengan hasil pemerik-saan uji One Step RT-PCR gen MA virus Influenza A dari sampel swab nasal pada surveilans SI tahun 2009. Hasilnya me-nunjukkan kejadian penyakit Influenza A sebesar 36% (55/169). Namun belum da-pat dipastikan subtipe virusnya. Sedang-kan pada surveilans SI tahun 2010 dan 2011 untuk memperoleh isolat virus SI pa-da babi maka pemeriksaan terhadap swab nasal dilakukan dengan isolasi virus pada telur ayam bertunas. Isolasi virus dari 240 swab nasal pada telur ayam bertunas se-jak tahun 2010 sampai dengan 2011 me-nunjukkan hasil negatif virus Influenza A. Virus Influenza A pada babi baru sebatas ditemukan adanya gen MA namun belum diperoleh isolat virus Influenza A dari indi-vidu babi yang seropositif terhadap Swine Influenza.

Berdasarkan data kuisioner dari peternak babi dengan menghitung odds ratio (OR) maka diperoleh beberapa faktor yang ber-pengaruh terhadap meningkatnya kejadian seropositif H1N1 pada babi. Faktor per-tama adalah kondisi kandang yang kotor

dapat meningkatkan kejadian seropositif (OR=5,624). Kondisi kandang yang kotor memicu pertumbuhan agen infeksi sehing-ga menyebabkan terjadinya penyakit, ter-masuk adanya penyakit pernafasan. Pada penyakit SI jika kondisi kandang kotor dapat meningkatkan kejadian seropositif H1N1 5,624 kali dibandingkan kandang yang bersih. Kedua, adalah penggunaan desinfektan yang kurang tepat dapat me-nyebabkan kejadian seropositif sebesar 2,939 kali lebih tinggi. Desinfektan sebaik-nya digunakan pada kandang yang telah dibersihkan sehingga tidak terdapat koto-ran hewan yang menumpuk. Hal ini akan lebih efektif dibandingkan dengan hanya menyemprot kandang menggunakan des-infektan tanpa dibersihkan terlebih dahulu.

Faktor ketiga, ternak babi pada kelompok umur tua mempunyai pengaruh sebesar 2,479 kali dibandingkan umur muda untuk dapat menyebabkan seropositif H1N1. Gambaran persentase seropositif pada ke-lompok umur tua dan muda dapat dilihat pada Grafik 2.

4643 41

5457 59

0

10

20

30

40

50

60

70

2009 2010 2011

MUDA

TUA

Grafik 2. Tingkat Seropositif Swine Influenza pada kelompok umur muda dan tua

Faktor keempat, adalah adanya ternak unggas yang masuk ke dalam kandang meningkatkan kejadian seropositif sebesar 1,681 kali. Ternak unggas yang masuk ke dalam kandang babi menyebabkan kan-dang babi menjadi lebih kotor, sehingga meningkatkan kejadian seropositif. Penga-ruh lain yang dapat ditimbulkan oleh ada-nya unggas yang masuk ke dalam kan-

dang babi adalah memberikan peluang kepada virus Influenza yang terdapat pada unggas terinfeksi dan virus Influenza pada babi terinfeksi untuk menjadi virus baru (gabungan). karena babi merupakan hos-pes intermedier yang mempunyai dua re-septor sehingga jika terdapat unggas yang masuk ke dalam kandang akan mening-katkan kejadian seropositif H1N1. Sedang-

Page 5: Edisi II Vol 12 Nomor 2

kan faktor pemeliharaan secara tradisional tidak berpengaruh terhadap kejadian sero-positif H1N1 dengan nilai OR=0,548. Keja-dian kasus penyakit SI tidak pernah dila-porkan oleh peternak, namun adanya se-ropositif H1N1 dan gen MA menunjukkan bahwa babi pernah atau sedang terinfeksi virus Influenza A.

KESIMPULAN DAN SARAN

Tingkat seropositif SI hasil surveilans pada babi sejak tahun 2009 sampai dengan 2011 menunjukkan kenaikan, yang besar-nya secara berurutan adalah 6% (26/453); 22% (121/559); dan 27% (192/717). Virus Influenza A pada babi baru sebatas dite-mukan adanya gen MA dengan persen-tase positif sebesar 36% (55/169). Namun belum diperoleh isolat virus Influenza A yang berasal dari individu babi seropositif terhadap Swine Influenza.

Faktor yang mempengaruhi peningkatan kasus seropositif Swine Influenza pada babi adalah kondisi kandang yang kotor

(OR=5,624), penggunaan desinfektan ku-rang tepat (OR=2,939), kelompok umur tua (OR=2,479), dan adanya ternak ung-gas yang masuk ke dalam kandang (OR=1,681). Sedangkan faktor pemeliha-raan secara tradisional tidak berpengaruh (OR=0,548).

Kebersihan kandang, penggunaan desin-fektan yang tepat dan peremajaan ternak babi serta mencegah adanya unggas yang masuk ke dalam kandang babi direkomen-dasikan untuk diterapkan di kawasan pe-ternakan babi. PENUTUP

Ucapan terima kasih kami sampaikan ke-pada Kepala Balai Besar Veteriner Wates Yogyakarta, Kepala Dinas/Bidang yang membidangi fungsi kesehatan hewan di kabupaten/kota yang dikunjungi dalam ke-giatan surveilans, rekan medik dan para-medik veteriner yang telah bekerja sama dalam pelaksanaan surveilans SI sejak tahun 2009 – 2011.

DAFTAR PUSTAKA

Anonim 1, 2011, The 2009 H1N1 Pandemic: Summary Highlights, April 2009–April 2010, http://www.cdc.gov/h1n1flu/cdcresponse.htm, diakses tanggal 18 Juli 2011

Anonim 2, 2011, Global Alert and Response (GAR) Influenza Updates http://www.who.int/csr/don/2010_09_10/en/index.html, diakses tanggal 18 Juli 2011

Qi X, dan Lu C., 2011 , Swine Influenza Virus: Evolution Mechanism and Epidemic Characterization-a review, http://www.ncbi.nlm.gov/pubmed/20030049, diakses tanggal 18 Juli 2011.

Reeth, K.V., Brown I.H., Dürrwald R., Foni E., Lab arque G., Lenihan P., Maldonado J., Maworska-Daniel I., Pensaert M., Pospisil Z., dan Koch G., 2008 , Seroprevalence of H1N1, H3N2 and H1N2 Influenza Viruses in Pigs in Seven European Countries in 2002-2003, Influenza Respiratory Viruses, Blackwell Publishing, http://www.medscape.com/viewarticle/574904, diakses tanggal 15 Juli 2011.

Dharmawan, R., 2009 , Surveilans Swine Influenza di Wilayah Kerja Balai Besar Veteriner Wates Yogyakarta, Laporan Tahunan Kegiatan, Balai Besar Veteriner Wates Yogyakarta Tahun 2009.

Dharmawan, R., 2010 , Surveilans Swine Influenza di Wilayah Kerja Balai Besar Veteriner Wates Yogyakarta, Laporan Tahunan Kegiatan Balai Besar Veteriner Wates Yogyakarta Tahun 2010.

Dharmawan, R., 2011 , Surveilans Swine Influenza di Wilayah Kerja Balai Besar Veteriner Wates Yogyakarta, Laporan Tahunan Kegiatan Balai Besar Veteriner Wates Yogyakarta Tahun 2011.

----- =o0o= -----