Edema Paru Akut.

20
LAPORAN PENDAHULUAN KONSEP ACUTE LUNG EDEMA (ALO) 1. Pengertian Edema paru merupakan suatu keadaan terkumpulnya cairan patologi di ekstravaskuler dalam paru. Kelainan ini disebabkan oleh dua keadaan yaitu peningkatan tekanan hidrostatis dan peningkatan permeabilitas paru (Muttaqin, 2008). Acute lung oedem (ALO) atau kardiak adalah akumulasi cairan di paru-paru secara tiba-tiba akibat peninggian tekanan intravascular (Piece dan Wilson, 2006). Edema Paru Akut (Kardiak) adalah edema paru yang disebabkan oleh meningkatnya tekanan hidrostatik kapiler yang disebabkan karena meningkatnya tekanan vena pulmonalis. Dalam edema puloner, cairan terkumpul dalam ruang ekstravaskular paru-paru. Dalam edema paru kardiogenik, akumulasi cairan disebabkan oleh kenaikan tekanan venosa pulmoner dan hidrostatik kapiler. Edema pulmuner merupakan komplikasi umum dari gangguan kardiak dan bisa muncul sebagai kondisi kronis yang berkembang dengan cepat dan berakibat fatal. Ventrikel kiri yang terganggu membutuhkan kenaikan tekanan pengisian untuk mempertahankan kecukupan output; tekanan tersebut dihantarkan ke atrium kiri, vena pulmoner, dan dasar kapiler pulmoner. Peningkatan dorongan hidrostatik kapiler pulmoner ini menyebabkan cairan intravaskular mengalir ke interstitium pulmoner, sehingga menurunkan pemenuhan paru-paru dan mengganggu pertukaran gas (Lippincott Wiiliams & Wilkins, 2008). Edema Paru Akut (Kardiak) menunjukkan adanya akumulasi cairan yang rendah protein di interstisial paru dan alveoli ketika vena pulmonalis dan aliran balik vena di atrium kiri melebihi keluaran ventrikel kiri (Smeltzer dan Bare, 2000). Edema paru disebabkan karena akumulasi cairan di paru-paru yang dapat disebabkan oleh tekanan intrvaskular yang tinggi (edema paru kardiak) atau karena peningkatan permeabilitas membran kapiler (edema paru non kardiak) yang mengakibatkan terjadinya ekstravasasi cairan. Edema paru terjadi ketika cairan yang disaring ke paru lebih cepat dari cairan yang dipindahkan. Penumpukan cairan menjadi masalah serius bagi fungsi paru karena efisiensi perpindahan gas di alveoli tidak bisa terjadi. Struktur paru dapat menyesuaikan bentuk edema dan yang mengatur perpindahan cairan dan protein di paru menjadi masalah yang klasik (Sjaharudin Harun & Sally Aman Nasution, 2006)

description

rad

Transcript of Edema Paru Akut.

  • LAPORAN PENDAHULUAN

    KONSEP ACUTE LUNG EDEMA (ALO)

    1. Pengertian

    Edema paru merupakan suatu keadaan terkumpulnya cairan patologi di

    ekstravaskuler dalam paru. Kelainan ini disebabkan oleh dua keadaan yaitu

    peningkatan tekanan hidrostatis dan peningkatan permeabilitas paru (Muttaqin,

    2008).

    Acute lung oedem (ALO) atau kardiak adalah akumulasi cairan di paru-paru secara

    tiba-tiba akibat peninggian tekanan intravascular (Piece dan Wilson, 2006).

    Edema Paru Akut (Kardiak) adalah edema paru yang disebabkan oleh meningkatnya

    tekanan hidrostatik kapiler yang disebabkan karena meningkatnya tekanan vena

    pulmonalis. Dalam edema puloner, cairan terkumpul dalam ruang ekstravaskular

    paru-paru. Dalam edema paru kardiogenik, akumulasi cairan disebabkan oleh

    kenaikan tekanan venosa pulmoner dan hidrostatik kapiler. Edema pulmuner

    merupakan komplikasi umum dari gangguan kardiak dan bisa muncul sebagai

    kondisi kronis yang berkembang dengan cepat dan berakibat fatal. Ventrikel kiri yang

    terganggu membutuhkan kenaikan tekanan pengisian untuk mempertahankan

    kecukupan output; tekanan tersebut dihantarkan ke atrium kiri, vena pulmoner, dan

    dasar kapiler pulmoner. Peningkatan dorongan hidrostatik kapiler pulmoner ini

    menyebabkan cairan intravaskular mengalir ke interstitium pulmoner, sehingga

    menurunkan pemenuhan paru-paru dan mengganggu pertukaran gas (Lippincott

    Wiiliams & Wilkins, 2008).

    Edema Paru Akut (Kardiak) menunjukkan adanya akumulasi cairan yang rendah

    protein di interstisial paru dan alveoli ketika vena pulmonalis dan aliran balik vena di

    atrium kiri melebihi keluaran ventrikel kiri (Smeltzer dan Bare, 2000).

    Edema paru disebabkan karena akumulasi cairan di paru-paru yang dapat

    disebabkan oleh tekanan intrvaskular yang tinggi (edema paru kardiak) atau karena

    peningkatan permeabilitas membran kapiler (edema paru non kardiak) yang

    mengakibatkan terjadinya ekstravasasi cairan. Edema paru terjadi ketika cairan yang

    disaring ke paru lebih cepat dari cairan yang dipindahkan. Penumpukan cairan menjadi

    masalah serius bagi fungsi paru karena efisiensi perpindahan gas di alveoli tidak bisa

    terjadi. Struktur paru dapat menyesuaikan bentuk edema dan yang mengatur

    perpindahan cairan dan protein di paru menjadi masalah yang klasik (Sjaharudin Harun

    & Sally Aman Nasution, 2006)

  • 2. Etiologi

    Penyebab terjadinya ALO dibagi menjadi 2, yaitu:

    Kardiogenik

    1) Penyakit pada arteri koronaria

    2) Arteri yang menyuplai darah untuk jantung dapat menyempit karena adanya deposit

    lemak (plaques). Serangan jantung terjadi jika terbentuk gumpalan darah pada arteri

    dan menghambat aliran darah serta merusak otot jantung yang disuplai oleh arteri

    tersebut. Akibatnya, otot jantung yang mengalami gangguan tidak mampu memompa

    darah lagi seperti biasa.

    3) Kardiomiopati

    4) Penyebab terjadinya kardiomiopati sendiri masih idiopatik. Menurut beberapa ahli

    diyakini penyebab terbanyak terjadinya kardiomiopati dapat disebabkan oleh infeksi

    pada miokard jantung (miokarditis), penyalahgunaan alkohol dan efek racun dari

    obat-obatan seperti kokain dan obat kemoterapi. Kardiomiopati menyebabkan

    ventrikel kiri menjadi lemah sehingga tidak mampu mengkompensasi suatu keadaan

    dimana kebutuhan jantung memompa darah lebih berat pada keadaan infeksi.

    Apabila ventrikel kiri tidak mampu mengkompensasi beban tersebut, maka darah

    akan kembali ke paru-paru. Hal inilah yang akan mengakibatkan cairan menumpuk di

    paru-paru (flooding).

    5) Gangguan katup jantung

    6) Pada kasus gangguan katup mitral atau aorta, katup yang berfungsi untuk mengatur

    aliran darah tidak mampu membuka secara adekuat (stenosis) atau tidak mampu

    menutup dengan sempurna (insufisiensi). Hal ini menyebabkan darah mengalir

    kembali melalui katub menuju paru-paru.

    7) Hipertensi

    8) Hipertensi tidak terkontrol dapat menyebabkan terjadinya penebalan pada otot

    ventrikel kiri dan dapat disertai dengan penyakit arteri koronaria.

    Non-Kardiogenik

    Pada non-kardiogenik, ALO dapat disebabkan oleh beberapa hal, antara lain:

    1) Acute respiratory distress syndrome (ARDS)

    Pada ARDS, integritas dari alveoli menjadi terkompromi sebagai akibat dari respon

    peradangan yang mendasarinya, dan ini menurus pada alveoli yang bocor yang

    dapat dipenuhi dengan cairan dari pembuluh-pembuluh darah.

    2) Kondisi yang berpotensi serius

    Disebabkan oleh infeksi-infeksi yang parah, trauma, luka paru, penghirupan racun-

    racun, infeksi-infeksi paru, merokok kokain, atau radiasi pada paru-paru.

  • 3) Gagal ginjal dan ketidakmampuan untuk mengeluarkan cairan dari tubuh

    Menyebabkan penumpukan cairan dalam pembuluh-pembuluh darah, berakibat pada

    pulmonary edema. Pada orang-orang dengan gagal ginjal yang telah lanjut, dialysis

    mungkin perlu untuk mengeluarkan kelebihan cairan tubuh.

    4) High altitude pulmonary edema

    Yang dapat terjadi disebabkan oleh kenaikan yang cepat ke ketinggian yang tinggi

    lebih dari 10,000 feet.

    5) Trauma otak

    Perdarahan dalam otak (intracranial hemorrhage), seizure-seizure yang parah, atau

    operasi otak dapat adakalanya berakibat pada akumulasi cairan di paru-paru,

    menyebabkan neurogenic pulmonary edema.

    6) Paru yang mengembang secara cepat

    Dapat adakalanya menyebabkan re-expansion pulmonary edema. Ini mungkin terjadi

    pada kasus-kasus ketika paru mengempis (pneumothorax) atau jumlah yang besar

    dari cairan sekeliling paru (pleural effusion) dikeluarkan, berakibat pada ekspansi

    yang cepat dari paru. Ini dapat berakibat pada pulmonary edema hanya pada sisi

    yang terpengaruh (unilateral pulmonary edema).

    7) Penyebab yang jarang terjadi

    Overdosis pada heroin atau methadone dapat menjurus pada pulmonary edema.

    Overdosis aspirin atau penggunaan dosis aspirin tinggi yang kronis dapat menjurus

    pada aspirin intoxication, terutama pada kaum tua, yang mungkin menyebabkan

    pulmonary edema.

    8) Penyebab-penyebab lain yang lebih jarang dari non-cardiogenic pulmonary edema

    mungkin termasuk pulmonary embolism (gumpalan darah yang telah berjalan ke

    paru-paru), luka paru akut yang berhubungan dengan transfusi atau transfusion-

    related acute lung injury (TRALI), beberapa infeksi-infeksi virus, atau eclampsia pada

    wanita-wanita hamil.

    3. Klasifikasi

    I. Ketidak-seimbangan Starling Forces :

    1. Peningkatan tekanan kapiler paru :

    a. Peningkatan tekanan vena paru tanpa adanya gangguan fungsi ventrikel kiri

    (stenosis mitral).

    b. Peningkatan tekanan vena paru sekunder oleh karena gangguan fungsi ventrikel

    kiri.

    c. Peningkatan tekanan kapiler paru sekunder oleh karena peningkatan tekanan

    arteria pulmonalis (over perfusion pulmonary edema).

  • 2. Penurunan tekanan onkotik plasma.

    Hipoalbuminemia sekunder oleh karena penyakit ginjal, hati, protein-losing

    enteropaday, penyakit dermatologi atau penyakit nutrisi.

    3. Peningkatan tekanan negatif intersisial :

    a. Pengambilan terlalu cepat pneumotorak atau efusi pleura (unilateral).

    b. Tekanan pleura yang sangat negatif oleh karena obstruksi saluran napas akut

    bersamaan dengan peningkatan end-expiratory volume (asma).

    4. Peningkatan tekanan onkotik intersisial.

    Sampai sekarang belum ada contoh secara percobaan maupun klinik.

    II. Perubahan permeabilitas membran alveolar-kapiler (Adult Respiratory Distress

    Syndrome)

    1. Pneumonia (bakteri, virus, parasit).

    2. Bahan toksik inhalan (phosgene, ozone, chlorine, NO2, dsb).

    3. Bahan asing dalam sirkulasi (bisa ular, endotoksin bakteri, alloxan, alpha-

    naphthyl thiourea).

    4. Aspirasi asam lambung.

    5. Pneumonitis radiasi akut.

    6. Bahan vasoaktif endogen (histamin, kinin).

    7. G Disseminated Intravascular Coagulation.

    8. Imunologi : pneumonitis hipersensitif, obat nitrofurantoin, leukoagglutinin.

    9. Shock Lung oleh karena trauma di luar toraks.

    10. Pankreatitis Perdarahan Akut.

    III. Insufisiensi Limfatik :

    1. Post Lung Transplant.

    2. Lymphangitic Carcinomatosis.

    3. C. Fibrosing Lymphangitis (silicosis).

    IV. Tak diketahui/tak jelas

    1. High Altitude Pulmonary Edema.

    2. Neurogenic Pulmonary Edema.

    3. Narcotic overdose.

    4. Pulmonary embolism.

    5. Eclampsia.

    6. Post Cardioversion.

    7. Post Anesthesia.

    8. Post Cardiopulmonary Bypass.

    (Smeltzer dan Bare, 2000; Price dan Wilson, 2006).

  • Dari klasifikasi di atas edema paru dapat disebabkan oleh banyak penyakit. Untuk

    pengobatan yang tepat tentunya harus diketahui penyakit dasarnya. Sebagian besar

    penyebab dari penyakit ini adalah gagal jantung kiri. Gagal jantung sisi kiri ini dapat

    disebabkan oleh adalah ateriosklerosis, penyakit jantung kardiomiopatik, hipertensi, dan

    penyakit jantung vaskuar (Lippincott Wiiliams & Wilkins, 2008).

    Faktor Predisposisi yang mungkin dapat berpengaruh antara lain adalah:

    a. Menurunnya tekanan osmotic koloid serum (nefrosis, luka bakar, penyakit

    hepatic, defisiensi nutrisional)

    b. Terganggunya drainase limfatik paru-paru (penyakit Hodgin, limfangitis obliteratif)

    c. Infusi cairan I.V. secara berlebihan

    d. Miksoma atrial kiri

    e. Stenosis mitral.

    f. Penyakit oklusif veno pulmoner

    (Lippincott Wiiliams & Wilkins, 2008).

    4. Patofisiologi

    Edema, pada umumnya, berarti pembengkakan. Ini secara khas terjadi ketika cairan

    dari bagian dalam pembuluh darah merembes kedalam jaringan sekelilingnya,

    menyebabkan pembengkakan. Ini dapat terjadi karena terlalu banyak tekanan dalam

    pembuluh darah atau tidak ada cukup protein dalam aliran darah untuk menahan cairan

    dalam plasma (bagian dari darah yang tidak mengandung sel-sel darah).

    Edema paru adalah istilah yang digunakan ketika edema terjadi di paru. Area yang

    ada diluar pembuluh darah kapiler paru ditempati oleh kantong-kantong udara yang

    sangat kecil yang disebut alveoli. Ini adalah tempat dimana oksigen dari udara diambil

    oleh darah yang melaluinya, dan karbondioksida dalam darah dikeluarkan kedalam

    alveoli untuk dihembuskan keluar. Alveoli normalnya mempunyai dinding yang sangat

    tipis yang mengizinkan pertukaran udara ini, dan cairan biasanya dijauhkan dari alveoli

    kecuali dinding-dinding ini kehilangan integritasnya. Edema paru terjadi ketika alveoli

    dipenuhi dengan cairan yang merembes keluar dari pembuluh darah dalam paru sebagai

    ganti udara. Ini dapat menyebabkan persoalan pertukaran gas (oksigen dan

    karbondioksida), berakibat pada kesulitan bernapas dan oksigenasi darah yang buruk.

    Adakalanya, ini dapat dirujuk sebagai air di dalam paru ketika menggambarkan kondisi

    ini pada pasien.

    Faktor-faktor yang membentuk dan merubah formasi cairan di luar pembuluh darah

    dan di dalam paru di tentukan dengan keseimbangan cairan yang dibuat oleh Starling.

    Qf = Kf (Pmv Ppmv) (mv - pmv)

  • Qf = aliran cairan transvaskuler;

    Kf = koefisien filtrasi;

    Pmv = tekanan hidrostatik pembuluh kapiler;

    Ppmv = tekanan hidrostatik pembuluh kapiler intersisial;

    = koefisien refleksi osmosis;

    mv = tekanan osmotic protein plasma;

    pmv = tekanan osmotic protein intersisial.

    Peningkatan tekanan hidrostatik kapiler paru dapat terjadi pada Peningkatan tekanan

    vena paru tanpa adanya gangguan fungsi ventrikel kiri (stenosis mitral); Peningkatan

    tekanan vena paru sekunder oleh karena gangguan fungsi ventrikel kiri; Peningkatan

    tekanan kapiler paru sekunder oleh karena peningkatan tekanan arteri pulmonalis.

    Penurunan tekanan onkotik plasma pada hipoalbuminemia sekunder oleh karena

    penyakit ginjal, hati, atau penyakit nutrisi.

    Peningkatan tekanan negatif interstisial pada pengambilan terlalu cepat pneumotorak

    atau efusi pleura (unilateral); Tekanan pleura yang sangat negatif oleh karena obstruksi

    saluran napas akut bersamaan dengan peningkatan volume akhir ekspirasi (asma)

    (Smeltzer dan Bare, 2000; Price dan Wilson, 2006; Lippincott Wiiliams & Wilkins,

    2008).

    5. Manifestasi Klinis

    Manifestasi dapat dicari dari keluhan, tanda fisik dan perubahan radiografi (foto

    toraks). Gambaran dapat dibagi 3 stadium, meskipun kenyataannya secara klinik sukar

    dideteksi dini.

    Stadium 1

    Adanya distensi dari pembuluh darah kecil paru yang prominen akan memperbaiki

    pertukaran gas di paru dan sedikit meningkatkan kapasitas difusi gas CO. Keluhan

    pada stadium ini mungkin hanya berupa adanya sesak napas saat bekerja.

    Pemeriksaan fisik juga tak jelas menemukan kelainan, kecuali mungkin adanya

    ronkhi pada saat inspirasi karena terbukanya saluran napas yang tertutup pada saat

    inspirasi.

    Stadium 2

    Pada stadium ini terjadi edema paru intersisial. Batas pembuluh darah paru menjadi

    kabur, demikian pula hilus juga menjadi kabur dan septa interlobularis menebal

    (garis Kerley B). Adanya penumpukan cairan di jaringan kendor intersisial, akan lebih

    memperkecil saluran napas kecil, terutama di daerah basal oleh karena pengaruh

    gravitasi. Mungkin pula terjadi refleks bronkhokonstriksi. Sering terdapat takhipnea.

  • Meskipun hal ini merupakan tanda gangguan fungsi ventrikel kiri, tetapi takhipnea

    juga membantu memompa aliran limfe sehingga penumpukan cairan intersisial

    diperlambat. Pada pemeriksaan spirometri hanya terdapat sedikit perubahan saja.

    Stadium 3

    Pada stadium ini terjadi edema alveolar. Pertukaran gas sangat terganggu, terjadi

    hipoksemia dan hipokapnia. Penderita nampak sesak sekali dengan batuk berbuih

    kemerahan. Kapasitas vital dan volume paru yang lain turun dengan nyata. Terjadi

    right-to-left intrapulmonary shunt.Penderita biasanya menderita hipokapnia, tetapi

    pada kasus yang berat dapat terjadi hiperkapnia dan acute respiratory acidemia.

    Pada keadaan ini morphin hams digunakan dengan hati-hati.

    (Sjaharudin Harun & Sally Aman Nasution, 2006)

    Edema Paru yang terjadi setelah Infark Miokard Akut biasanya akibat hipertensi kapiler

    paru. Namun percobaan pada anjing yang dilakukan ligasi arteria koronaria, terjadi

    edema paru walaupun tekanan kapiler paru normal, yang dapat dicegah dengan

    pemberian indomethacin sebelumnya. Diperkirakan bahwa dengan menghambat

    cyclooxygenase atau cyclic nucleotide phosphodiesterase akan mengurangi edema paru

    sekunder akibat peningkatan permeabilitas alveolar-kapiler; pada manusia masih

    memerlukan penelitian lebih lanjut. Kadang-kadang penderita dengan Infark Miokard Akut

    dan edema paru, tekanan kapiler pasak parunya normal; hal ini mungkin disebabkan

    lambatnya pembersihan cairan edema secara radiografi meskipun tekanan kapiler paru

    sudah turun atau kemungkinan lain pada beberapa penderita terjadi peningkatan

    permeabilitas alveolar-kapiler paru sekunder oleh karena adanya isi sekuncup yang

    rendah seperti pada cardiogenic shock lung (Sjaharudin Harun & Sally Aman Nasution,

    2006).

    Menurut Lippincott Wiiliams & Wilkins (2008) tanda dan gejala pada edema

    pulmoner dibagi menjadi 2 tahapan, yaitu tanda gejala awal dan tanda gejala di kemudian

    hari.

    1) Tanda dan gejala awal

    a. Batuk

    b. Dedas dependen

    c. Kekencangan diastolik (S3)

    d. Dispnea saat mengerahkan tenaga

    e. Distensi vena jugular

    f. Ortopnea

    g. Dispnea noktural paroksimal

    h. Takikardi

    i. Takipnea

  • 2) Tanda dan gejala di kemudian hari

    a. Aritmia

    b. Kulit dingin, lembab, diaforetik, dan sianotik

    c. Konfusi

    d. Output Cardiac berkurang

    e. Tingkat kesadaran menurun

    f. Dedas menyebar

    g. Sputum berbusa atau berdarah

    h. Hipotensi

    i. Takikardi meningkat

    j. Respirasi sulit dan cepat

    k. Denyut nadi sangat halus dan nyaris tidak tampak.

    6. Pemeriksaan Diagnostik

    1) Pemeriksaan darah meliputi ureum, kreatinin, analisa gas darah, elektrolit, urinalisa.

    Analisa gas darah arterial (ABG) menunjukkan hipoksia. Tekanan parsial

    karbondioksida bervariasi. Pasien bisa mengalami alkalosis dan asidosis respiratorik

    yang sangat parah. Asidosis metabolic muncul jika output kardiak rendah.

    2) Foto toraks

    Pulmonary edema secara khas didiagnosa dengan X-ray dada. Radiograph (X-

    ray) dada yang normal terdiri dari area putih terpusat yang menyinggung

    jantung dan pembuluh-pembuluh darah utamanya plus tulang-tulang dari

    vertebral column,dengan bidang-bidang paru yang menunjukan sebagai bidang-

    bidang yang lebih gelap pada setiap sisi, yang dilingkungi oleh struktur-struktur tulang

    dari dinding dada. X-ray dada yang khas dengan pulmonary edema mungkin

    menunjukan lebih banyak tampakan putih pada kedua bidang-bidang paru daripada

    biasanya. Kasus-kasus yang lebih parah dari pulmonary edema dapat

    menunjukan opacification (pemutihan) yang signifikan pada paru-paru dengan

    visualisasi yang minimal dari bidang-bidang paru yang normal. Pemutihan

    ini mewakili pengisian dari alveoli sebagai akibat dari pulmonary edema,

    namun ia mungkin memberikan informasi yang minimal tentang penyabab

    yang mungkin mendasarinya.

    Gambaran Radiologi yang ditemukan:

    1. Pelebaran atau penebalan hilus (dilatasi vascular di hilus)

    2. Coarakan paru meningkat (lebih dari 1/3 lateral)

    3. Kranialisasi vaskuler

    4. Hilus suram (batas tidak jelas)

  • 5. Interstitial fibrosis (gambaran seperti granuloma-granuloma kecil atau nodul milier)

    Gambar 1: Edema Intesrtitial Gambaran underlying disease (kardiomegali,

    efusi pleura, diafragma kanan letak tinggi).

    Gambar 2: Kardiomegali dan edema paru

    1) Infiltrat di daerah basal (edema basal paru)

    2) Edema butterfly atau Bats Wing (edema sentral)

    Gambar 3: Bats Wing

    Edema localized (terjadi pada area vaskularisasi normal, pada paru yang mempunyai

    kelainan sebelumnya, contoh: emfisema).

    3) EKG

    Pemeriksaan EKG bisa normal atau seringkali didapatkan tanda-tanda iskemia atau

    infark pada infark miokard akut dengan edema paru.Pasien dengan krisis hipertensi

    gambaran elektrokardiografi biasanya menunjukkan gambaran hipertrofi ventrikel kiri.

    Pasien dengan edema paru kardiogenik tetapi yang non-iskemik biasanya

    menunjukkan gambaran gelombang T negatif yang lebar dengan QT memanjang

    yang khas, dimana akan membaik dalam 24 jam setelah klinis stabil dan menghiland

    dalam 1 minggu. Penyebab dari keadaan non-iskemik ini belum diketahui tetapi ada

  • beberapa keadaan yang dikatakan dapat menjadi penyebab, antara lain: iskemia sub-

    endokardial yang berhubungan dengan peningkatan tekanan pada dinding,

    peningkatan akut tonus simpatis kardiak atau peningkatan elektrikal akibat perubahan

    metabolik atau katekolamin.

    4) Enzim jantung (CK-CKMB, Troponin T)

    5) Echocardiografi transtorakal

    Ekokardiogram bisa memperlihatkan otot jantung yang lemah, katup jantung yang

    bocor atau sempit, atau cairan yang mengelilingi jantung.

    6) Angiografi koroner

    7) Kateterisasi arteri pulmoner

    Mengidentifikasi gagal jantung sisi kiri yang ditunjukkan dengan kenaikan tekanan baji

    arteri pulmoner (pulmonary artery wedge pressure)

    (Lippincott Wiiliams & Wilkins, 2008).

    Cara membedakan Edema Paru Kardiak (EPK) dan Edema Paru Non Kardiak (EPNK)

    EPK EPNK

    Anamnesis Acute cardiac event

    (+)

    Jarang

    Penemuan Klinis Perifer

    S3 gallop/kardiomegali

    JVP Ronki

    Dingin (low flow state)

    (+)

    Meningkat Basah

    Hangat (high flow meter)

    Nadi kuat (-)

    Tak meningkat Kering

    Tanda penyakit dasar

    Laboratorium EKG

    Foto toraks ENzim kardiak

    PCWP Shunt intra pulmoner Protein cairan edema

    Iskemia/infark

    DIstribusi perihiler Bisa meningkat

    > 18 mmHg Sedikit < 0.5

    Biasanya normal Distribusi perifer Biasanya normal

    < 18 mmHg Hebat > 0.7

    Keterangan:

    JVP: jugular venous pressure

    PCWP: Pulmonary Capilory wedge pressure

    (Sjaharudin Harun & Sally Aman Nasution,2006)

    7. Penatalaksanaan

    Menurut Santoso Karo et al. (2008) penatalaksanaan pada edema pulmoner

    adalah sebgai berikut:

    a. Posisi duduk

  • b. Oksigen (40%-50%) sampai 8 liter/menit bila perlu dengan masker. Jika memburuk

    (pasien makin sesak, takipneu, ronkhi bertambah, PaO2 tidak bisa dipertahankan >

    60 mmHg dengan O2 konssentrasi dan aliran tinggi, retensi CO2, hipoventilasi atau

    tidak mampu mengurangi cairan edema secara adekuat), maka dilakukan intubasi

    endotrakeal, suction dan ventilator. Oksigenasi dipantau melalui pulsa oksimetri dan

    pengukuran gas darah arteri (Smmeltzer dan Bare, 2000).

    c. Infus emergensi. Monitor tekanan darah, monitor EKG, oksimetri bila perlu.

    d. Bila TD > 100 mmHg, nitrogliserin paling efektif mengurangi edema paru karena

    mengurangi preload. Nitrogliserin sublingual atau intravena. Nitrogliserin per oral 0,4-

    0,6 mg tiap 5-10 menit. Jika tekanan darah sistolik >95 mmHg bisa diberikan

    Nitrogliserin intravena mulai dosis 3-5 ug/kgBB. Jika tidak memberikan hasil

    memuaskan maka dapat diberikan Nitrogliserin IV dimulai dosis 0,1 ug/kgBB/menit

    bila tidak memberi respon dengan nitrat, dosis dinaikkan sampai didapatkan

    perbaikan klinis atau sampai tekanan sistolik 85-90 mmHg pada pasien yang tadinya

    mempunyai tekanan darah normal atau selama dapat dipertahankan perfusi yang

    adekuat ke organ-organ vital.

    e. Morfin sulfat 3-5 mg IV, dapat diulang tiap 25 menit, total dosis 15 mg (sebaiknya

    dihindari). Efek venodilator meningkatkan kapasitas vena, mengurangi aliran darah

    balik ke vena sentral dan paru, mengurangi tekanan pengisian ventrikel kiri (preload),

    dan juga mempunyai efek vasodilator ringan sehingga afterload berkurang. Efek

    sedasi dari morfin sulfat menurunkan aktifitas tulang-otot dan tenaga pernafasan.

    Penggunaan morfin tidak boleh diberikan bila edema paru dsebabkan oleh cidera

    vascular otak, penyakit paru kroni, atau syok kardiogenik. Pasien harus diawasi bila

    terjadi depresi pernapasan berat; antagonis morfin (Naloxone hydrochloride (Narcan)

    harus tersedia (Smeltzer, 2000).

    f. Diuretik Furosemid 40-80 mg IV bolus dapat diulangi atau dosis ditingkatkan tiap 4

    jam atau dilanjutkan drip ontinue sampai dicapai produksi urine 1 ml/kgBB/jam. Efek

    bifasik dicapai pertama dalam 5 menit terjadi venodilatasi sehingga aliran (preload).

    Efek kedua adalah diuresis yang mencapai puncaknya setelah 30-60 menit.

    Penurunan tekana darah, peningkatan frekuensi jantung dan penurunan haluaran

    urin merupakan petunjuk bahwa sistem peredaran darah tidak mampu mentoleransi

    diuretik dan harus diambil tindakan untuk mengatasi hipovolemia yang terjadi. Pasien

    dengan hyperplasia prostat harus diawasi adanya tanda retensi urin (Smeltzer dan

    Bare, 2000).

    g. Bila perlu (tekanan darah turun /tanda hipoperfusi) : Dopamin 2-5

    ug/kgBB/menit atau doputamin 2-10 ug/kgBB/menit untuk menstabilkan

  • hemodinamik. Dosis dapat ditingkatkan sesuai respon klinis atau keduanya.

    Bila TD 70-100 mmHg disertai gejala-gejala dan tanda syok, berikan Dopamin

    2-20mcg/kgBB/menit IV. Bila tidak membaik dengan Dopamin dosis >20

    mcg/kg/mnt segera tambahkan Norephinephrine 0,5-30 mcg/menit IV,

    sedangkan Dopamine diturunkan sampai 10 mcg/kgBB/menit. Bila tanpa

    gejala syok berikan Dobutamine 2-20 mcg/kgBB/menit IV.

    h. Trombolitik atau revaskularisasi pada pasien infark miokard.

    i. Intubasi dan ventilator pada pasien dengan hipoksia berat, asidosis/tidak berhasil

    dengan oksigen.

    j. Atasi aritmia atau gangguan konduksi.

    k. Operasi pada komplikasi akut infark miokard sepertiregurgitasi, VSD dan ruptur

    dinding ventrikel/corda tendinae.

    Menurut Lippincott Wiiliams & Wilkins (2008) tindakan keperawatan yang

    dapat dilakukan oleh perawat adalah sebagai berikut:

    a. Secara seksama pantau pasien yang berisiko untuk melihat apakah ada

    tanda edema pulmoner, terutama takipnea, taikardi, dan bunyi napas

    abnormal. Periksa adanya edema perifer, yang juga bisa mengindikasikan

    bahwa cairan terakumulasi dalam jaringan pulmoner.

    b. Beri oksigen sesuai perintah dan pantau adanya efek.

    c. Pantau tanda vital tiap 15 sampai 30 menit saat memberikan nitroprusside dalam

    dextrose 5% dalam air melalui tetesan I.V.

    8. Komplikasi

    Komplikasi yang dapat ditimbulkan adalah gagal napas. Selain itu kebanyakan

    komplikasi-komplikasi dari pulmonary edema mungkin timbul dari komplikasi-komplikasi

    yang berhubungan dengan penyebab yang mendasarinya. Lebih spesifik, pulmonary

    edema dapat menyebabkan pengoksigenan darah yang dikompromikan secara parah

    oleh paru-paru. Pengoksigenan yang buruk (hypoxia) dapat secara potensial menjurus

    pada pengantaran oksigen yang berkurang ke organ-organ tubuh yang berbeda, seperti

    otak (Panji, 2008).

  • ASUHAN KEPERAWATAN

    A. Pengkajian

    Menurut Doegoes, 1999 pengkajian pada penderita edema pulmoner adalah sebagai

    berikut:

    1. Identitas, umur, jenis kelamin

    2. Riwayat masuk:

    Pasien biasanya dibawa ke RS setelah mengalami sesak napas, sianosis atau

    batuk-batuk disertai kemungkinan adanya demam tinggi ataupun tidak. Kesadaran

    kadang sudah menurun dan dapat terjadi dengan tiba-tiba pada kasus trauma.

    3. Riwayat penyakit sebelumnya:

    Predileksi penyakit sistemik atau berdampak sistemik seperti sepsis, pancreatitis,

    penyakit paru, jantung serta kelainan organ vital bawaan serta penyakit ginjal

    mungkin ditemui pada pasien.

    4. Sistem Integumen

    Subyektif : -

    Obyektif : kulit pucat, cyanosis, turgor menurun (akibat dehidrasi sekunder), banyak

    keringat , suhu kulit meningkat, kemerahan

    5. Sistem Pulmonal

    Subyektif : sesak nafas, dada tertekan, cengeng

    Obyektif : Pernafasan cuping hidung, hiperventilasi, batuk (produktif/nonproduktif),

    sputum banyak, penggunaan otot bantu pernafasan, pernafasan diafragma dan

    perut meningkat, Laju pernafasan meningkat, terdengar stridor, ronchii pada lapang

    paru,

    6. Sistem Cardiovaskuler

    Subyektif : sakit kepala

    Obyektif : Denyut nadi meningkat, pembuluh darah vasokontriksi, kualitas darah

    menurun, Denyut jantung tidak teratur, suara jantung tambahan

    7. Sistem Neurosensori

    Subyektif : gelisah, penurunan kesadaran, kejang

    Obyektif : GCS menurun, refleks menurun/normal, letargi

    8. Sistem Musculoskeletal

    Subyektif : lemah, cepat lelah

    Obyektif : tonus otot menurun, nyeri otot/normal, retraksi paru dan penggunaan otot

    aksesoris pernafasan

  • 9. Sistem genitourinaria

    Subyektif : -

    Obyektif : produksi urine menurun/normal.

    10. Sistem digestif

    Subyektif : mual, kadang muntah

    Obyektif : konsistensi feses normal/diare.

    11. Studi Laboratorik :

    a. Hb : menurun/normal

    b. Analisa Gas Darah : acidosis respiratorik, penurunan kadar

    oksigen darah, kadar karbon darah meningkat/normal

    c. Elektrolit : Natrium/kalsium menurun/normal

    d. Enzim jantung : Troponin I atau T, CKMB

    B. Diagnosa Keperawatan

    Berdasarkan Nanda 2012, diagnosa keperawatan yang mungkin muncul adalah

    sebagai berikut:

    1) Penurunan curah jantung berhubungan dengan perubahan kontakilitas

    miokardial (penurunan).

    2) Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan membran kapiler-

    alveolus (perpindahan cairan ke dalam area intertitial/alveoli)

    3) Ketidakefektifan pola pernafasan berhubungan dengan menurunnya ekspansi

    paru sekunder terhadap penumpukkan cairan dalam paru.

    4) Cemas sehubungan dengan adanya ancaman kematian yang dibayangkan

    (ketidakmampuan untuk bernafas).

    5) Ketidakmampuan melakukan aktivitas sehari-hari berhubungan dengan keletihan

    (keadaan fisik yang lemah)

    6) Kurang pengetahuan mengenai kondisi, aturan pengobatan berhubungan

    dengan kurang terpajang informasi

    C. Tujuan dan Intervensi Keperawatan

    Berdasarkan Carpenito, 2007 intervensi keperawatan yang dapat dilakuakan adalah

    sebagai berikut:

    1) Penurunan curah jantung berhubungan dengan perubahan kontakilitas

    miokardial (penurunan).

    Tujuan : Setelah dilakukan intervensi curah jantung dalam keadaan stabil.

    Kriteria hasil:

  • Tanda Vital dalam rentang normal (Tekanan darah, Nadi, respirasi)

    Dapat mentoleransi aktivitas, tidak ada kelelahan

    Tidak ada edema paru, perifer, dan tidak ada asites

    Tidak ada penurunan kesadaran

    AGD dalam batas normal

    Tidak ada distensi vena leher

    Warna kulit normal

    Intervensi Rasional

    Catat suara jantung S1 dan S2 mungkin lemah karena

    terdapat kelemahan dalam memompa.

    Irama gallop sering ada (S2 dan S3).

    Murmur merupakan gambaran adanya

    ketidaknormalan/stenosis dari katup.

    Monitor tekanan darah pada awal tekanan darah meningkat

    karena peningkatan SVR, lama kelamaan

    badan/body jantung tidak bisa bertambah

    panjang agar bisa untuk kompensasi dan

    bisa terjadi hipotensi berat.

    Palpasi denyut peripher Penurunan CO akan menyebabkan

    kelemhn denyut pada arteri radialis,

    poplitea,dorsalis pedis dan posttibial.

    Denyut dapat yang cepat atau reguler

    dan mungkin juga terdapat pulsus

    alternans (denyut yang kuat di selingi

    denyut yang lemah)

    Lihat warna kulit,pucat,cyanosis Pucat menunjukkan berkurangnya perfusi

    perifer sebagai akibat sekunder dari

    ketidakadekuatnya CO

    Nilai perubahan tanggapan panca indera

    seperti : lethargy, kebingungan,

    disoientasi cemas dan depresi

    Menunjukkan tidak adekuatnya perfusi

    cerebralsebagai akibat sekunder dari

    penurunan CO

    Collaborative dalam pemberian O2 lewat

    canul nasal/masker sesuai indikasi

    Meningkatnya persediaanya O2 untuk

    kebutuhan myokard untuk

    menanggulangi efek hypoxia/iskemia

    Collaborative pemberian diuretik Pengurangan preload penting dalam

    pengobatan pada pasien cardiac out put

  • yang relative normal yang di sertai oleh

    gejala-gejala bendungan. Pemberian

    loup diuretics akan mengurangi

    reabsorbsi dari sodium dan air

    Collaborative pemberin digoxin Meningkatkan kekuatan kontraksi jantung

    dan melambatkan kecepatan denyut

    jantung (heart rate) dengan menurunkan

    kecepatan konduksi dan memperpanjng

    periode retrakter dari AV junction untuk

    meningkatkan efisiensi jantung atau

    cardiac output

    2) Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan membran kapiler-

    alveolus (perpindahan cairan ke dalam area intertitial/alveoli)

    Tujuan: dalam waktu 3 x 24 jam setelah diberikan intervensi pertukaran gas

    pernapasan klien kembali optimal.

    Kriteria hasil:

    Mendemonstrasikan peningkatan ventilasi dan oksigenasi yang adekuat

    Memelihara kebersihan paru paru dan bebas dari tanda tanda distress pernafasan

    Mendemonstrasikan batuk efektif dan suara nafas yang bersih, tidak ada sianosis

    dan dyspneu (mampu mengeluarkan sputum, mampu bernafas dengan mudah,

    tidak ada pursed lips)

    Tanda tanda vital dalam rentang normal

    AGD dalam batas normal

    Status neurologis dalam batas normal

    Intervensi Rasional

    Auskultasi suara nafas, catat adanya

    krekels.

    Menunjukkan adanya bendungan

    pulmonal/penumpukan secret yang

    membutuhkan penanganan lebih lanjut

    Atur posisi fowler dan bed rest Merangsang pengembangan paru secara

    maksimal

    Pantau/gambarkan seri BGA, nadi

    oksimetri

    hipoksemia dapat menjadi berat selama

    edema paru

    Collaborative pemberian O2 sesuai

    indikasi

    Meningkatkan konsenterasi O2 alveolar

    yang akan mengurangi hypoxemia

    jaringan

  • Collaborative pemberian diuretik Pengurangan preload penting dalam

    pengobatan pada pasien cardiac out put

    yang relative normal yang di sertai oleh

    gejala-gejala bendungan. Pemberian

    loup diuretics akan mengurangi

    reabsorbsi dari sodium dan air

    Collaborative pemberin Bronkodilator Meningkatkan pemasukan O2 dengan

    jalan dilatasi saluran nafas

    3) Ketidakefektifan pola pernafasan berhubungan dengan menurunnya ekspansi

    paru sekunder terhadap penumpukan cairan dalam rongga pleura

    Tujuan: dalam waktu 3 x 24 jam setelah diberikan intervensi pertukaran pola

    pernapasan klien kembali optimal.

    Kriteria hasil:

    Irama, frekuensi, dan kedalaman pernapasan dalam batas normal

    Pada pemeriksaan rontgen thoraks terlihat adanya pengembangan paru

    Bunyi napas terdengar jelas

    Intervensi Rasional

    Identifikasi faktor penyebab Dengan mengidentifikasikan penyebab,

    kita dapat mengambil tindakan yang

    tepat

    Kaji kualitas, frekuensi dan kedalaman

    pernafasan, laporkan setiap perubahan

    yang terjadi

    Dengan mengkaji kualitas, frekuensi dan

    kedalaman pernafasan, kita dapat

    mengetahui sejauh mana perubahan

    kondisi pasien

    Baringkan pasien dalam posisi yang

    nyaman, dalam posisi duduk, dengan

    kepala tempat tidur ditinggikan 60 90

    derajat

    Penurunan diafragma memperluas

    daerah dada sehingga ekspansi paru

    bisa maksimal

    Observasi tanda-tanda vital (suhu, nadi,

    tekanan darah, RR dan respon pasien)

    Peningkatan RR dan tachicardi

    merupakan indikasi adanya penurunan

    fungsi paru

    Lakukan auskultasi suara nafas tiap 2-4

    jam

    Auskultasi dapat menentukan kelainan

    suara nafas pada bagian paru-paru

    Bantu dan ajarkan pasien untuk batuk Menekan daerah yang nyeri ketika batuk

  • dan nafas dalam yang efektif atau nafas dalam. Penekanan otot-otot

    dada serta abdomen membuat batuk

    lebih efektif

    Kolaborasi dengan tim medis lain untuk

    pemberian O2 dan obat-obatan serta

    foto thorax

    Pemberian oksigen dapat menurunkan

    beban pernafasan dan mencegah

    terjadinya sianosis akibat hiponia.

    Dengan foto thorax dapat dimonitor

    kemajuan dari berkurangnya cairan dan

    kembalinya daya kembang paru

  • DAFTAR PUSTAKA

    Carpenito, 2007. Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Jakarta: EGC

    Hudak&Gallo, 2005. Keperawatan Kritis. Jakarta: EGC

    Muttaqin, Arif. 2008. Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem Pernapasan.

    Jakarta: Salemba Medika.

    Panji. 2008. Edema Paru Akut (kardiak). http://panji102blogspot.com/2008/06/edema-

    paru-akut-kardiak.html. Diakses tanggal 6 April 2012. Pukul 20.00 WIB.

    Price, Wilson, 2006. Patolofisologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Jakarta: EGC

    Smeltzer, BG., 2000. Brunners and Suddarths Textbook of Medical Surgical Nursing 3

    ed. Philadelpia: LWW Publisher.

    Doengoes, M. E. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman untuk Perencanaan

    dan Pendokumentasian Perawatan Pasien, Edisi Bahasa Indonesia. Alih bahasa

    oleh I Made Kariasa, Ni Made Sumarwati. Jakarta: EGC.

    Lippincott Williams & Wilkins. 2011. Nursing: Memahami Berbagai Macam Penyakit. Alih

    bahasa: Paramita. Editor: Bambang Sarwiji. Jakarta: PT Indeks.

  • LAPORAN PENDAHULUAN

    ACUTE LUNG EDEMA

    Disusun Untuk Memenuhi Tugas Kepaniteraan Klinik Departemen Medikal

    di Ruang 5 (CVCU) Rumah Sakit Umum Dr. Saiful Anwar Malang

    Oleh :

    Wedha Ayu Azhari

    0810720072

    JURUSAN KEPERAWATAN

    FAKULTAS KEDOKTERAN

    UNIVERSITAS BRAWIJAYA

    MALANG

    2012