Draft Tesis Delima Laia
-
Upload
danielz-france -
Category
Documents
-
view
35 -
download
4
description
Transcript of Draft Tesis Delima Laia
Dinamika Pertumbuhan Iman SiswaDi SMK Negeri 1 Aramo Nias Selatan
(Studi Korelasional Antara Keteladanan, Metode, dan Motivasi Mengajar. dengan Pertumbuhan Iman Siswa )
Draft Usulan Penelitian
Magister bidang kajian ...
Oleh:
Delima Laia
NIM: 5.12....
EKOLAH TINGGI THEOLOGIA INJILI ARASTAMAR
(SETIA)
NIAS SELATAN
2014
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar belakang Malah
Pendidikan diartikan berdasarkan tujuan utamanya secara filosofi
untuk mempersiapkan seorang anak untuk hidup dalam masyarakat.
Makna ini bila dilihat secara proses agar mereka kelak menjadi orang
dewasa dan berbudi pekerti dalam penghayatan iman dan perilakunya.
Pendidikan Agama Kristen (PAK) yang dipresentasikan di sekolah
kejuruan seperti di SMK Negeri 1 Aramo Kabupaten Nias Selatan,
diharapkan akan secara konsisten mampu mengejawantahkan pengajaran
Firman Tuhan sehingga internalisasi kebenaran iman ini menjadi
pengalaman yang konkrit bagi para anak didiknya. Sebab amat strategis
bidang pelayanan PAK sebagai bentuk edukasi yang mencerdaskan tetapi
membangkitkan kesadaran diri anak didik agar mengenal tujuan hidupnya
di dunia ini.
John Stott memaknai kehidupan di era modernitas ini atau lebih
tepatnya posmo merupakan antitesis dari budaya modern. Budaya posmo
merasa kini saatnya semua bentuk pemahaman manusia diyakini
terkondisi secara budaya, relatif dan memiliki kebenarannya sendiri
(subyektif)1. Kebenaran objektif tidak mendapat tempat dalam
pemahaman posmo.
Modernitas sendiri sesungguhnya telah mengosongkan kebenaran
objektif dalam diri manusia dan menggantikannya dengan sesuatu yang
isinya budaya, relatifisme hingga subjektifisme yang dapat
mempengaruhi atribusi pribadi. Kecendrungan terkini mencoloknya
penurunan pengaruh keluarga kristen dan tentunya anak didik sebagai
1 John Stott, Why I Am A Christian (Bandung: Mitra Pustaka & Pionir Jaya, 2010), 28.
generasi penerus gereja membutuhkan pelatihan kerohanian sebagai
orang muda kristen agar mereka memiliki semangat agama yang sejati.
Perkiraan inilah yang menjadi keprihatinan Berkhof dan Van Til.
Mereka melihat sekolah adalah agen pendidikan yang terpenting pada
saat ini. Sebab sekolah dan proses pendidikan mengusung perubahan
yang sesungguhnya dalam kosa kata hadirnya semangat Kristus dan
mengusahakan tujuan-tujuan kristiani yang agung di dalam dan melalui
hidup dan pelayanannya.2
Ini bermakna dalam menjalani kehidupan sebagai pendidik yang
berserah penuh kepada Kristus, maka soal menjadi seperti Dia akan
semakin nyata. Charles R Swindoll justru berkata, kita tidak perlu
bersusah payah mewujudkannya. Sepenuhnya memfokuskan diri pada
Kristus maka dengan sendirinya akan menghasilkan cara hidup yang tidak
mementingkan diri sendiri.3 Pada titik inilah pendidik dan sekaligus
pengajar PAK mesti diberi apresiasi agar perubahan dalam diri anak didik
menjadi sebuah realitas diri dan mereka mengalami hidup dalam kasih
karunia Tuhan.
Sebab figur guru PAK berperan sekali dalam keseluruhan proses
belajar-mengajar di dalam kelas bahkan juga di luar kelas. Dari sisi guru
sendiri, selaku pendidik dan mentor bagi anak didik, ia sadar perannya
dalam pertemuan dengan peserta didik itu. Penekanan ini juga telah
menjadi sorotan Winkel. beliau menyebutkan, kepribadian guru seolah-
olah terbelah menjadi dua bagian: di satu pihak bersikap empatik (dengan
2 Louis Berkhof & Cornelius Van Til, Foundations of Christian Education (Surabaya: Penerbit Momentum, 2004), 56.3 Charles R. Swindoll, So, You Want to Be Like Christ (Bandung: LLB, 2008), 98.
berbagai atribusi: ramah, sabar, pengertian, memberikan kepercayaan
kepada mereka, mampu menciptakan suasana aman) di lain pihak
bersikap kritis (berupa: memberikan tugas, mendorong mereka,
memberikan koreksi, menegur dan menilai)4. Tugas mulia iniah yang
menjadikan guru PAK menjadi sentral dalam kehidupan anak didik. Sebab
pengaruhnya menjadi signifikan dalam kehidupan anak didik di kemudian
hari.
David Matsumoto begitu lugas dan mampu menjelaskan kehadiran
guru di dalam ide penjelasan sosial. Ia memposisikan penjelasan sosial ini
dengan mengusung istilah atribusi internal. Dalam diri seorang Guru ada
pemilikan atribusi internal yang diduga relatip stabil5. Di dalam atribusi ini
tercakup sifat-sifat kepribadian, sikap dan kemampuan. Tiga entitas dasar
ini menjadi preferensi penjelas tentang guru PAK sesungguhnya. Yaitu,
unsur keteladanannya (mewakili sifat-sifat kepribadian), metode (mewakili
kemampuannya sebagai guru) dan motivasinya (mewakili sikapnya
sebagai guru). Cerminan diri inilah yang akan memberikan pengaruh
positif kepada pertumbuhan iman siswa agar hidupnya berpusat kepada
Kristus.
Salah satu pendidik yang mumpuni bernama Dr. Thomas Amstrong
seperti dikutip oleh Jodi Capehart meletakkan preposisi dasar bahwa
setiap anak didik secara unik diciptakan oleh Allah untuk rencana-Nya. Di
dalamnya termuat kecerdasan majemuk untuk mengenali dan
mengembangkan spektrum kemampuan yang luas dalam diri setiap anak.
4 W.S. Winkel, Psikologi Pengajaran (Yogyakarta: Media Abadi & USD, 2007), 218-9. Sadar atau tidak sadar, dengan kehadirannya di kelas, guru sudah memberikan pengaruh terhadap perkembangan siswa.5 David Matsumoto, Pengantar Psikologi Lintas Budaya (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2008), 39.
Salah satu dari tujuh kecerdasan itu adalah kecerdasan rohani atau
moral. Secara singkat anak ini dikaruniai cara khusus untuk menangani
masalah rohani dan moral. Mereka mudah tertarik untuk melakukan apa
yang benar dan menyukai Alkitab dan doa.6
Tentunya, deskripsi ini amat membesarkan hati selaku pendidik
karena mereka di masa depannya kelak memiliki hidup dengan asa yang
positif, sebab telah dipersiapkan untuk menjalani kehidupan kristen
dengan baik dan benar. Melalui kesediaan guru PAK memberdayakan
mereka sejak awal, kini dan sekarang. Melalui alat berupa iman dan
keyakinan yang sehat berakar kepada Firman Kristus untuk melihat diri
mereka sendiri sebagaimana Allah telah menciptakan mereka bagi
rencana_Nya. Hal ini menjadikan pengajaran PAK bagi mereka sungguh
bermakna. Mereka menjadi fokus dan menghargai pendidikan kristen
yang mereka terima hari ini. Sebab mereka telah mengenal tujuan
hidupnya sejak awal.
Menjadi ciptaan baru (new creation) di dalam Kristus adalah tujuan
akhir pembelajaran PAK di sekolah. SMK Negeri 1 Aramo yang berada di
Kabupaten Nias Selatan mengusung sebuah tugas dan tanggungjawab
agar PAK menjadi sarana pembelajaran yang menggerakkan anak didik
memasuki area kehidupan yang dilandasi oleh covenant (perjanjian).
Dasar perjanjian itu dalam Perjanjian Baru adalah Yoh 3:16, berbunyi:
“ Karena begitu besar kasih Allah akan dunia ini, sehingga
Ia telah mengaruniakan Anak-Nya yang tunggal, supaya setiap
orang yang percaya kepada-Nya tidak binasa, melainkan
6 Jody Capehart, Teaching With Heart (Yogyakarta: Penerbit ANDI, 2012), 90. Di dalam kecerdasan ini anak didik mampu untuk menangkap dan menerima apa yang tidak dilihat, juga memiliki kemampuan membedakan yang benar dari yang salah.
beroleh hidup yang kekal”.
Dasar perjanjian ini berakar kepada janji Allah kepada Abraham. Tertera
dalam Kejadian 12 ayat 1-3. Kepentingan Allah untuk mengikat
perjanjian ini agar Abraham dan keturunannya diberkati dan mendapat
berkat. Yakni keselamatan dan hidup baru di dalam Kristus. Sebab di luar
Kristus (di luar perjanjian Allah), seseorang akan hidup dalam kungkungan
dosa dan kuasa dosa (band. Galatia 3: 13-14).
Mesti ada sesuatu yang bekerja apakah itu pengajaran PAK (:Firman
Tuhan), guru/ pendidik dan Roh Kudus di mana ketiganya bersinergi untuk
menjadikan anak didik mendapatkan kesempatan mengalami kasih
Kristus. Triangulasi dalam proses pembelajaran PAK ini menjadi sangat
bermakna oleh karena proses inovasi secara adikodrati dengan
memperkenalkan Kristus sebagai satu-satunya cara untuk mendapatkan
kasih karunia Allah dalam mengenal hidup yang diubahkan.
Inputnya adalah iman dan perserahan anak didik kepadaNya
sehingga nilai anak didik dan harga dari pengorbanan Kristus baginya
bernilai tinggi. Outputnya adalah anak didik merasa yakin dirinya telah
dibayar lunas oleh darah Kristus dan ia diterima menjadi anak Allah (band.
Yoh 1: 12, Roma 5:8; Efesus 2:8-9 dan 1 Kor 6:19-20). Inilah yang
dikenal dengan aktifitas penciptaan nilai anak didik.7 Di dalamnya kreasi
Roh Kudus berperan mengerjakan Firman Tuhan yang disampaikan
kepada anak didik. Ketika Firman disampaikan Roh Kudus bekerja maka
peserta didik menjadi ciptaan baru.
7 Avanti Fontana dalam bukunya: Innovate We Can (Jakarta: Grasindo, 2009), 22. mengatakan semakin tinggi nilai guna produk yang dipersepsikan oleh target pembeli, akan semakin tinggi kemungkinan konsumen membeli produk tersebut. Konotasinya adalah bagaimana produsen mampu meningkatkan nilai melalui inovasi produk.
Sebab tanpa kelahiran baru (Yoh 3) maka tidak ada pertumbuhan
iman dalam diri anak didik. Seperti disebutkan oleh Collins8, kesetiaan
kepada “siapa pertama”yang menjadikan hidup mereka bermakna dan
menyenangkan akan menjadikan ikatan anak didik dengan Sang Pencipta
Kekal akan memberikan passion (semangat) menuju hidup yang penuh
pengaharapan.
Dengan demikian, dari berbagai uraian mengenai pengajaran PAK
yang dikelola oleh guru dengan atribusi keteladanan, metode dan
motivasi dalam mengajar diharapkan akan mempengaruhi personal siswa
dalam hal iman dan keyakinannya. Dan pada akhirnya berdampak kepada
sense of efficacy untuk suatu tugas, atribusi diri dan self regulation-nya9
agar menjalankan hidupnya dengan penuh hormat kepada Allah, orangtua
dan berjalan dalam kasih. Untuk itulah, riset ini dimungkinkan dengan
pengharapan siswa dapat konstan hidup dalam imannya kepada Kristus.
1.2. Identifikasi Masalah
Berkenaan dengan diskursus terdahulu, maka pada bagian ini akan
diidentifikasi masalah dalam penelitian ini untuk menjadi acuan bagi
perumusan masalah yang sesungguhnya. Adapun upaya itu mencakup
kepada:
a. Apakah keteladanan dari seorang guru PAK dapat mempengaruhi
pertumbuhan iman para siswa di SMK Negeri 1 Aramo Nias
Selatan?
8 Jim Collins, Good To Great (Batam: KARISMA Publishing Group, 2004), 95.9 Anita Woolfolk, Educational Psychology (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2009), 205.
b. Bagaimanakah bentuk pertumbuhan iman siswa sesungguhnya
bila dilihat dari metode mengajar guru PAK?
c. Dimanakah kepentingan motivasi guru PAK untuk mengajar akan
mempengaruhi pertumbuhan iman siwa di SMK Negeri 1 Aramo
Nias Selatan?
d. Kapankah pertumbuhan iman siswa dikatakan lahir dari proses
inovasi adikodrati oleh hadirnya Roh Kudus, Firman Tuhan dan
pendidik?
e. Dalam hal apakah kelahiran baru dipahami sebagai
f. Apakah pertumbuhan iman siswa merupakan cara untuk memiliki
kecerdasan moral siswa?
g. Bagaimanakah pola pertumbuhan iman siswa itu berlangsung
bila dilihat dari self – regulation siswa baik dalam hal doa dan
membaca Alkitab?
h. Siapakah sesungguhnya guru PAK dilihat dari isi pengajaran PAK
itu?
i. Adakah kepribadian guru menjadi faktor penentu dalam
pertumbuhan iman siswa di SMK Negeri 1 Aramo Nias Selatan?
j. Akankah keteladanan dan metode mengajar dapat berperan
dalam pertumbuhan iman siswa SMK Negeri 1 Aramo Nias
Selatan?
k. Apakah esensi sesungguhnya pertumbuhan iman siswa bila
dilihat dari tujuan pengajaran PAK itu?
l. Akankah PAK menjadi instrumen efektif di SMK Negeri 1 Aramo
Nias Selatan untuk membawa anak didik mengalami kelahiran
baru?
1.3. Pembatasan Masalah
Sesuai dengan tindakan identifikasi atas masalah yang diperkirakan
ada dalam penelitian ini maka ada baiknya masalah dalam riset dibatasi
sehingga terfokus dan menyeluruh. Pendalaman itu nantinya akan
menghasilkan masalah paling utama saja dari berbagai kemungkinan
yang ada. Untuk itu, diusulkan membatasi masalahnya sebagai berikut:
a. Apakah terdapat hubungan antara Keteladanan dengan
pertumbuhan iman siswa SMK Negeri 1 Aramo Nias Selatan?
b. Apakah terdapat hubungan antara Metode dengan pertumbuhan
iman siswa SMK Negeri 1 Aramo Nias Selatan?
c. Apakah terdapat hubungan antara Motivasi Mengajar dengan
pertumbuhan iman siswa SMK Negeri 1 Aramo Nias Selatan?
1.4. Perumusan Masalah
Setelah masalah dibatasi hanya kepada tiga pokok masalah utama,
maka selanjutnya dirumuskan masalah sesungguhnya dalam penelitian
ini, yaitu:
“Diduga pertumbuhan iman siswa SMK Negeri 1 Aramo Nias Selatan akan berlangsung dengan baik oleh karena kepribadian guru PAK, metode mengajar dan motivasi sebagai pengajar bekerja dengan sempurna di dalam proses belajar-mengajar PAK.”
1.5. Tujuan Penelitian
Adapun yang menjadi tujuan dari penelitian ini ialah:
a. Mendalami hakikat pertumbuhan siswa SMK Negeri 1 Aramo
dilihat dari preferensi guru PAK yang mengajar.
b. Menggali secara komprehensif proses kelahiran baru sebagai
awal dari pertumbuhan iman anak didik di SMK Negeri 1 Aramo
Nias Selatan.
c. Merumuskan kembali pengertian hidup dalam rencana Allah
dilihat dari kehidupan rohani siswa SMK Negeri 1 Aramo Nias
Selatan.
d. Mencoba menemukan dimensi lebih luas dari kepribadian guru
PAK, metode mengajar dan motivasi dalam mengajar PAK yang
mempngaruhi pertumbuhan iman siswa SMK Negeri 1 Aramo
Nias Selatan.
1.6. Kepentingan Penelitian
Penelitian ini terasa penting10 oleh karena:
a. Mengupayakan dapat menemukan secara baru makna
pembelajaran PAK sekolah yang bermakna dan menyenangkan
dilihat dari pertumbuhan iman siswa.
b. Mencoba mendalami hubungan preferensi pribadi guru PAK dengan
pertumbuhan iman anak didik di SMK Negeri 1 Aramo Nias Selatan.
10 Stefanus Supriyanto misalnya menggarisbawahi pentingnya memperhatikan unsur akurasi prediktor, match dan linknya disiplin ilmu dengan problema yang sedang ditelaah dan sifatnya aktual, adanya unsur –unsur permasalahan riset yang dikaji secara empiris serta kemampuan untuk menyajikan berbagai kajian teoretis secara komprehensif, dan sesuai dengan spesifikasi ilmu. Filsafat Ilmu (Jakarta: Prestasi Pustaka Karya, 2013), 113.
c. Mengupayakan secara komprehensif tentang deskripsi
pertumbuhan iman anak didik berdasarkan tujuan pengajaran PAK
sekolah.
BAB IILANDASAN TEORITIS, KERANGKA BERPIKIR
DAN PENGAJUAN HIPOTESIS
Deskripsi Keteladanan Guru PAK
Menurut Homrighausen,11 pendidikan Agama Kristen (PAK) adalah
pendidikan yang diberikan baik pada pelajar muda dan tua memasuki
persekutuan iman yang hidup dengan Tuhan sendiri dan oleh serta dalam
dia, mereka terhisap pada persekutuan jemaatNya yang mengakui dan
memuliakan namaNya di segala waktu dan tempat.
Adapun Bochlke12 memberikan kontribusi bagi dunia pendidikan
Kristen dengan mengatakan bahwa pendidikan agama Kristen merupakan
usaha gereja secara sengaja menolong orang dari segala umur yang
11 E.G. Homrighausen dan I.H. Enklaar , Pendidikan Agama Kristen (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1985), 5.12 Robert R. Boehlke, Sejarah Perkembangan Pemikiran dan Praktek PAK dari Plato sampai Ig. Loyola, (Jakarta : BPK Gunung Mulia, 1994), 34.
dipercayakan kepada pemeliharaanNya untuk menjawab pertanyaan Allah
dalam Yesus Kristus.
Guru dalam pengajaran PAK berperan sebagai salah satu
penolong pribadi peserta didik untuk berkembang sesuai yang sudah
direncanakan oleh Allah dalam hidup mereka. Guru adalah seorang
profesional dalam bidangnya untuk diajarkan kepada peserta didik dan
sumber pengajarannya adalah Alkitab.
Menurut Pazmino dalam sidjabat,13 Pendidikan Kristen dapat
dirumuskan sebagai berikut:
Pendidikan Kristen merupakan upaya Ilahi dan manusiawi yang dilakukan secara sistematis dan berkesinambungan, untuk mentransmisikan pengetahuan, nilai-nilai, sikap-sikap dan ketrampilan-ketrampilan dan tingkah laku yang konsisten dengan iman Kristen. Pendidikan mengupayakan perubahan, pembaruan dan reformasi pribadi-pribadi, kelompok dan struktur, oleh kuasa Roh Kudus, sehingga anak didik hidup sesuai dengan kehendak Allah, sebagaimana dinyatakan oleh Alkitab dan oleh Tuhan Yesus sendiri.
Dari pendapat tersebut diatas dapat disimpulkan bahwa, Guru
Pendidikan Agama Kriste merupakan seorang yang membantu peserta
didik berkembang untuk memasuki persekutuan iman dengan Tuhan
Yesus sehingga menjadi pribadi yang bertanggungjawab baik kepada
Allah maupun kepada manusia.
Guru PAK adalah seorang profesional dalam bidangnya dengan
tugas utamanya mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan,
melatih, menilai dan mengevaluasi untuk diajarkan kepada peserta didik
dan sumber pengajarannya adalah Alkitab. Kalau dijadikan kata benda
13 Samuel Sidjabat, Strategi Pendidikan Kristen (Yogyakarta: Yayasan Andi, 1994), 106.
guru adalah sebagai pendidik, pengajar, pembimbing, pengarah, pelatih,
dan penilai.
Guru PAK sebagai pendidik, ia harus memiliki standar kualitas
integritas yang mencakup tanggung jawab, wibawa, mandiri, dan disiplin.
Dengan tugas mendidik, guru PAK harus berusaha mengembangkan
sikap, watak, nilai moral, dan mampu mengembangkan potensi anak didik
menuju kedewasaan rohani yang beriman dan taat kepada Tuhan Yesus.
Guru PAK sebagai pengajar harus melaksanakan pembelajaran
yang merupakan tugas utamanya. Yaitu membantu anak yang sedang
berkembang dengan menyampaikan sejumlah pengetahuan tentang iman
Kristen.
Guru PAK sebagai pembimbing harus mengetahui apa yang telah
diketahui anak didik sesuai dengan latar belakang kemampuan tiap anak
didik, serta kompetensi apa yang dibutuhkan untuk mencapai tujuan PAK.
Anak didik harus dibimbing untuk mendapatkan pengalaman rohani dan
memiliki kompetensi yang akan mengantar mereka menjadi seorang
dewasa Kristen.
Guru PAK sebagai pengarah, ia harus mengarahkan anak didiknya
untuk berperilaku sesuai dengan ajaran agama Kristen. Misalnya, pada
awal dan akhir pembelajaran diajarkan doa untuk mendekatkan diri
kepada Tuhan Yesus, sehingga anak akan selalu teringat kepada Dia.
Guru PAK sebagai pelatih, ia harus mengembangkan keterampilan
anak didik, baik keterampilan kognitif, psikomotorik, maupun afektif.
Dengan demikian anak didik menjadi pribadi yang mampu merefleksikan
diri sebagai murid Tuhan Yesus.
Guru PAK sebagai penilai, mampu menilai sejauh mana anak didik
sudah memahami dan melaksanakan mata pelajaran PAK.
Tenaga Kependidikan dan Kedudukan Guru PAK dalam
SISDIKNAS
Di dalam Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional, ada dua
jenis tenaga kependidikan, yakni:14
1. Tenaga kependidikan adalah anggota masyarakat yang mengabdikan
diri dan diangkat untuk menunjuang penyelenggaraan pendidikan.
Tenaga kependidikan bertugas melaksanakan administrasi, pengolaan,
pengembangan, pengawasan, dan pelayanan teknis untuk menunjang
proses pendidikan pada satuan pendidikan. Meliputi antara lain:
kepala sekolah, direktur, dekan dan rektor, penilik, pengawas, peneliti
dan pengemban di bidang pendidikan, pustakawan, laboran, dan
teknisi sumber belajar.
2. Pendidik adalah tenaga kependidikan yang berkualifikasi sebagai guru,
dosen, konselor, pamong belajar, widyaswara, tutor, instruktur,
fasilitator, dan sebutan lain yang sesuai dengan kekhususannya, serta
berpartisipasi dalam menyelenggarakan pendidikan.
Di dalam undang-undang sistem pendidikan nasional, guru
PAK memiliki kedudukan sama dengan guru-guru bidang studi atau mata
pelajaran. Guru PAK harus professional dibidangnya dan berkewajiban
memberi keteladanan dan menjaga nama baik lembaga, profesi, dan
kedudukan sesuai dengan kepercayaan yang diberikan kepadanya.
14 Dedi Hamid, Undang-undang nomor 20 tahun 2003 Sistem Pendidikan Nasional (Jakarta: Durat Bahagia, 2003)
Dalam menjadi guru PAK perlu diperhatikan bahwa guru PAK;
pertama, harus yakin akan imannya dan menunjukkan penguasaan sikap
yang utuh sebagai pengikut Kristus. Ya di atas ya, dan tidak di atas tidak.
Kedua, guru PAK harus memiliki kualifikasi minimum, standar strata 1 PAK
dari Sekolah Tinggi Teologi (STT). Ketiga, guru PAK profesional.
Profesional disini mencangkup tiga hal yaitu, punya keahlian kualifikasi,
kompetensi atau kemampuan pedagogis dan didaktis, dan karya
pelayanannya diakui.
Lebih lanjut Homrighausen15 menegaskan bahwa guru PAK dapat
menjadi:
1. Penafsir iman.
Dialah yang menguraikan dan menerangkan kepercayaan Kristen itu.
Ia harus dapat mengambil dari penyataan Tuhan dalam Yesus Kristus
sebagaimana tertulis dalam Alkitab kepada para peserta didiknya.
2. Gembala bagi peserta didiknya.
Ia bertanggung jawab atas hidup rohani mereka; ia wajib membina
dan memajukan hidup rohani mereka.
3. Pedoman dan pemimpin.
Ia hendaknya menjadi teladan yang menarik orang kepada Kristus,
mencerminkan Kristus dalam sejarah pribadinya. Ia tidak boleh
memaksa peserta didiknya untuk masuk kedalam kepercayaan
Kristen, melainkan membimbing mereka dengan halus dan lemah
lembut.
4. Penginjil.
15 E.G. Homrighausen dan I.H. Enklaar, Pendidikan Agama Kristen (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1985), 180-181
Ia bertanggung jawab atas penyerahan diri setiap peserta didiknya
kepada Yesus. Artinya peserta didik menjadi murid Tuhan Yesus yang
taat dan setia kepadaNya.
Integritas dan Standar Kompetensi Guru PAK
Untuk menjadi guru PAK harus memiliki integritas yang tinggi
seperti Tuhan Yesus dan standar kompetensi. Yesus mempunyai integritas
yang tinggi. Semua kata-kata Yesus selalu sinkron atau selaras, sejalan
dengan perbuatan-Nya. Price16 mengatakan bahwa syarat yang terpenting
bagi seorang guru ialah kepribadiannya sendiri. Semua teladan lebih
berharga daripada seratus kata nasehat. Perbuatan seseorang lebih
berpengaruh daripada perkataannya.
Kompetensi diartikan sebagai pengetahuan, keterampilan, dan
nilai-nilai dasar yang direflesikan dalam kebiasaan berpikir dan bertindak.
Dengan demikian, kompetensi yang dimiliki oleh setiap guru akan
menunjukkan kualitas guru yang sebenarnya. Kompetensi tersebut akan
terwujud dalam bentuk penguasaan pengetahuan dari perbuatan secara
profesional dalam menjalankan fungsi sebagai guru.
Berdasarkan pengertian tersebut, maka Standar Kompetensi Guru
PAK adalah suatu ukuran yang ditetapkan atau dipersyaratkan dalam
bentuk penguasaan pengetahuan dan perilaku perbuatan bagi seorang
16 J.M. Prince, Yesus Guru Agung, (Bandung: Lembaga Literatur Baptis, t.t.p.), 5.
guru agar berkelayakan untuk menduduki jabatan fungsional sesuai
bidang tugas, kualifikasi, dan jenjang pendidikan.
Standar Kompetensi Guru bertujuan untuk memperoleh acuan
baku dalam pengukuran kinerja guru untuk mendapatkan jaminan kualitas
guru dalam meningkatkan kualitas proses pembelajaran. Dengan
demikian, Standar Kompetensi Guru berfungsi sebagai :
1. Tolok ukur semua pihak yang berkepentingan di bidang pendidikan
dalam rangka pembinaan, peningkatan kualitas dan penjenjangan
karir guru.
2. Meningkatkan kinerja guru dalam bentuk kreatifitas, inovasi,
keterampilan, kemandirian, dan tanggung jawab sesuai dengan
jabatan profesional.17
Kualifikasi Rohani Guru PAK
Kualifikasi rohani guru sebagai pendidik Agama Kristen yang
pertama dan terutama adalah memahami dirinya sebagai seorang
Kristen. Ketika Guru memahami dirinya sebagai seorang Kristen, bahwa
seorang Kristen mampu memberi dirinya secara penuh kepada Kristus.18
Kisah Para Rasul 11:26 menceritakan bagaimana para pengikut Yesus
siap sedia tinggal bersama para murid dan mengajar mereka. Oleh
karena demikian sebagai Pendidik Kristen, rela berkorban, dan mampu
menajadi pengajar sesuai teladan yang telah diberikan oleh Tuhan Yesus.
17 Thomas H. Groome, Christian Religious Education, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2010), 209.18 Diktat Prodi PAK, Kode Etik dan Profesionalisme Guru PAK (Yogyakarta: Sekolah Tinggi Theologia Nazarene Indonesia, 2012), 31.
Bagaimana sikap seorang Kristen? Orang Kristen ialah orang yang
percaya dan menyambut sepenuhnya kedudukan dan peran Yesus
sebagai Tuhan, Juruselamat dan Raja atas kehidupannya. Maka kualifikasi
rohani guru PAK, mampu merespon dan meneladani kehidupan Kristus
dengan sungguh-sungguh dan membukan diri untuk didiami oleh Roh
Kudus, sebagai penuntun dan penolong dalam melakukan tugas dan
tanggung jawab sebagai seorang Guru.
Kedua, mampu memahami tugas dan tanggungjawab sebagai
guru dalam melaksanakan tugas keguruan. Sebagai orang Kristen, guru
PAK terpanggil untuk bertumbuh ke arah pengenalan yang semakin
mendalam dan lengkap tentang pribadi Yesus Kristus. Pengenalan
tentang pribadi Yesus adalah jalan, kebenaran, dan hidup, membawa
orang kepada pengenalan yang sejati akan karya Allah. Dalam Yohanes
1:18, jelas bahwa, Yesus menyatakan dengan tegas bahwa di luar Dia,
orang tidak dapat melakukan hal yang benar bagi kemuliaan Allah.
Melalui persekutuan dengan Kristus, seorang guru PAK semakin
menemukan kebenaran yang sesungguhnya. Dan kebenaran yang
dinyatakan Allah kepada setiap orang percaya menyangkut segi kognitif
(intelek-pemikiran), segi moral, etis, serta spiritual. Selain itu kebenaran
yang harus dikejar oleh seorang guru PAK adalah kebenaran realistis,
yaitu yang nyata dalam kehidupan. Guru PAK mampu mengajar sesuai
kebenaran Alkitab dan apa yang hendak diajarkan bukan hanya sekedar
pengetahuan seorang guru tetapi perlu tindakan dan memberi
keteladanan.
Kualifikasi rohani yang harus dimiliki oleh seorang guru PAK
adalah sebagai berikut:
1. Mengenal Tuhan Yesus
Seorang pengajar anak bertanggungjawab mengenalkan Tuhan Yesus
kepada anak-anak. Maka, pentingnya seorang guru mengenal Tuhan
Yesus secara pribadi. Tuhan Yesus, juruselamat dunia, telah diakui
sebagai juruselamat pribadi oleh guru. Dengan demikian, guru PAK
memiliki dasar yang kokoh untuk memperkenalkan Kristus kepada
anak-anak didiknya.
2. Mengenal Firman Tuhan
Seorang guru akan membutuhkan waktu untuk membaca Firman
Tuhan setiap hari. Hidup rohani seorang guru akan berubah dan
berkembang jika menyukai firman Allah dan menjadikan firman itu
bagian dari hidupnya sehari-hari. Jika seorang Guru hanya membaca
Alkitab sesaat sebelum ia mengajar, dia akan kekurangan kewibawaan
rohaninya. Guru yang kurang memiliki waktu saat teduh bersama
dengan Tuhan, dapat dirasakan oleh anak-anak. Kesediaan dan
sukacita dalam mengenal firman Tuhan akan membawa sesuatu
kewibawaan dalam mengajar. Guru pun dapat mengajar tanpa dibuat-
buat, dan apa yang dia lakukan akan mengalir dengan wajarnya.
Dengan demikian, maka seorang guru PAK akan mengajar
berdasarkan pengenalan Kristus.
3. Menjadi Teladan Rohani Bagi Murid, Rekan Guru, bahkan
Masyarakat Umum.
Anak-anak tidak hanya akan terkesan dengan apa yang dikatakan oleh
guru, tetapi bagaimana guru juga hidup sesuai dengan apa yang
dikatakannya itu. Maksudnya ialah seorang guru PAK tidak hanya
mampu mengajar kepada anak-anak agar mengasihi, saling menolong,
sementara dirinya sendiri sebagai pengajar, tidak dapat mengasihi
dan menolong. Untuk itu, seorang guru PAK, tidak hanya seorang yang
intelektual yang memiliki banyak pengetahuan, tetapi pengetahuan
akan Firman Tuhan harus sesuai dengan tindakan sehingga dapat
disebut profesional.
4. Menghargai Anak
Seorang pengajar akan melihat anak-anak layanannya dengan kasih
sayang Tuhan Yesus. Ia mengerti bahwa setiap anak berharga
dihadapan Allah. Oleh karena itu, anak juga berharap untuk dia. Guru
akan paham bahwa apa yang dia lakukan untuk anak-anak
layanannya, dia perbuat juga bagi Tuhan Yesus. Dalam hal ini, seorang
guru PAK tidak pilih kasih, tetapi memandang semua anak sama dan
diperlakukan sama untuk diperhatikan dan diajar penuh kasih sayang.
Selain itu, menurut Kunandar,19 guru wajib memiliki kualifikasi
akademik, kompetensi, sertifikat pendidik, sehat jasmani dan rohani,
serta memiliki kemampuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan
Nasional. Kualifikasi akademik diperoleh melalui pendidikan tinggi
program sarjana atau program diplomat empat. Kompetensi guru
meliputi kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi
sosial, kompetensi profesional yang diperoleh melalui pendidikan profesi.
19 Kunandar, Guru Profesional, (Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada, 2007), 75.
Dalam hal ini, jelas menekankan bahwa seorang guru harus memiliki
kualifikasi yan mendasar dalam dirinya mengenai profesi yang dia miliki
sebagai seorang pendidik, dan juga mampu mengualifikasikan dirinya
sendiri untuk meraih standar keguruan yang ia miliki.
Kemampuan Guru Pendidik Agama Kristen
Sebagai Guru atau pendidik agama Kristen, harus mampu
memahami hukum-hukum guru yang berlaku, dan juga profesional dalam
mengemban tugas sebagai Pendidik Agama Kristen baik keberadaannya
ditengah-tengah masyarakat, maupun dalam lembaga pendidikan.
Berdasarkan Kode Etik Dan Profesionalisme Guru PAK,20 maka ada
10 kode etik guru Pendidikan Agama Kristen, yaitu:
1. Jangan ada padamu kesenanganmu sendiri sebelum tugasmu selesai
2. Jangan membuat bagimu rencana pribadi yang kurang penting
sehingga kamu meninggalkan tugasmu pada harimu mengajar. Jangan
menyembah sujud pada hiburan yang tidak senonoh atau beribadah
dengan kelakuan yang kurang memberi teladan yang baik.
3. Jangan menunaikan tugasmu dengan sembarangan, sebab Tuhan akan
memandang bersalah orang yang mengajarkan Firman-Nya dengan
sembarangan.
4. Ingatlah dan laksanakanlah tugasmu; enam hari lamanya engkau akan
mempersiapkan diri, tetapi jangan melakukan persiapan yang tergesa-
gesa pada pagi hari sebelum mengajar.
20 Diktat Prodi PAK, Kode Etik dan Profesionalisme Guru PAK (Yogyakarta: Sekolah Tinggi Theologia Nazarene Indonesia, 2012), 33.
5. Hormatilah panggilanmu dan tugasmu, supaya berlanjut pelayananmu
dengan sukacita.
6. Jangan membunuh minat dan potensi murid-muridmu dengan
kehadiran yang tidak teratur atau persiapan yang tidak pantas.
7. Jangan mencemarkan kesucian imanmu dalam firman Allah, baik
melalui tutur kata atau tingkah lakumu.
8. Jangan mencuri waktu belajar murid-muridmu sendiri, ataupun
ketenangan kelas-kelas lain, dengan datang terlambat.
9. Jangan mengucapkan saksi dusta, yaitu dengan lalai mempraktikan
apa yang kau ajarkan.
10. Jangan mengingini hasil yang dangkal, melainkan hasil yang berarti
melalui doa, kasih dan usaha yang sungguh-sungguh.
Selain beberapa kode etik tersebut diatas, guru PAK juga harus
mampu bertanggungjawab dengan tujuan pendidikan pengajaran Agama
itu sendiri. Menurut Homrighausen,21 tanggungjawab guru Kristen adalah
menjadi penafsir iman Kristen. Dialah yang menguraikan kepercayaan
Kristen itu karena ia harus menyampaikan harta dari masa lampau
kepada para pemuda yang akan menempuh masa depan. Guru juga
menjadi seorang gembala bagi muridnya, bertanggungjawab atas hidup
rohani mereka. Dia wajib membina dan memajukan hidup rohani itu.
Guru harus juga menjadi pedoman dan pemimpin. Dia tidak boleh
menuntun muridnya masuk kedalam kepercayaan Kristen dengan
paksaan, melainkan ia harus membimbing mereka dengan halus dan
lemah lembut kepada juruselamat dunia.
21 E.G. Homrighausen dan I.H. Enklaar, Pendidikan Agama Kristen (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1985), 180
Dengan memahami pernyataan dari Homrighausen ini, sangatlah
erat kaitannya dengan kesepuluh kode etik guru Kristen, dan penulis
menganggap bahwa itu adalah bagian yang harus ada dalam kehidupan
seorang guru PAK, dan mampu mempraktekkannya ditengah-tengah para
muridnya, bahkan juga dikomunitas orang percaya. Akhirnya, guru
adalah seorang penginjil bertanggungjawab atas penyerahan diri setiap
orang pelajarnya kepada Yesus Kristus. Belum cukup jikalau dia
menyampaikan kepada mereka segala pengetahuan tentang Kristus.
Tujuan pengajaran itu adalah supaya mereka sungguh-sungguh menjadi
murid-murid Tuhan Yesus, yang rajin dan setia. Guru tidak boleh merasa
puas sebelum anak didiknya menjadi orang kristen sejati.
Selain itu dalam konteks kehidupan bermasyarakat, menurut
Tambunan,22 sesama manusia harus hidup bersama. Makna kalimat itu
memiliki banyak jangkauan. Setelah penulis memahami seluruh
penjelasan kalimat tersebut. maka penulis memunculkan sebuah
pernyataan bahwa seorang Guru PAK harus mampu hidup bersama
dengan seluruh masyarakat dimana pun dia berada, baik itu ditengah-
tengah komunitas orang percaya lebih-lebih orang-orang yang tidak
seiman, orang-orang awam. Seorang guru PAK harus mampu
memposisikan dirinya sebagai teladan dalam bersikap terhadap
masyarakat yang multi, dan mampu menjadi terang melalui tindakan dan
kehidupan sehari-hari.
Selain itu, guru PAK juga sebagai tokoh masyarakat harus mampu
dan bersedia menolong atau ikut serta dalam pembinaan kebersamaan
22 Elia Tambunan, PAK dalam Masyarakat Multikultural, (Yogyakarta: Ilumination Publising, 2011), 56.
dalam kemasyarakatan, turut berpartisipasi dalam pemerintah jika
diberikan kesempatan, dan harus siap sedia menolong sesama.
Dalam ranah pendidikan, menurut Ismail,23 PAK merupakan
tanggungjawab institusi pendidikan Kristen sebagai pengemban
pengajaran Injil dan ditugasi untuk mengajarkannya pada para siswa. Jadi
dalam pernyataan tersebut diatas, Guru PAK tidak terbatas dalam gereja,
sebab Pendidikan Agama Kristen juga menjadi tanggung jawab sekolah
Kristen sebagai lembaga pendidikan.
Menurut penulis, seorang Guru PAK, harus memiliki
keseimbangan antara pengetahuan yang benar akan Firman Allah
dengan praktek kehidupan sehari-hari, sehingga mampu menjadi teladan
ditengah-tengah para siswa, masyarakat ataupun orang-orang percaya.
Dalam perspektif sebagian pakar pendidikan, seorang guru bukan
hanya mewakili sejumlah definisi yang menakjubkan, melainkan juga
representasi dari kedudukan yang sangat mulia. Seorang guru adalah
pahlawan tanpa pamrih, pahlawan tanpa tanda jasa, pahlawan ilmu,
pahlawan kebaikan, pahlawan pendidikan, pembangun manusia,
pembawa kultur, pioner, reformer dan terpercaya, soko guru, bhatara
guru, dan sebagainya.
Seluruh gambaran tersebut mencerminkan betapa agung, mulia,
dan terhormatnya kedudukan seorang guru, sehingga sosok seorang guru
memiliki atribut yang lengkap dengan kebaikan dan menjelma figure yang
dibanggakan.
23 Andar Ismail, Ajarlah Mereka Melakukan (Jakrta: BPK Gunung Mulia 2000), 87.
Akan tetapi dalam pengamatan sebagian ahli pula, nama baik
guru kini sedang berada pada posisi yang tidak menguntungkan,
terperosok, dan jatuh karena berbagai sikap dan perilaku yang tidak
mampu menampilkan figur seorang guru yang menjadi teladan bagi
semua murid-muridnya. Para guru harus mencari jalan keluar atau solusi
bagaimana cara mengangkatnya kembali, sehingga guru menjadi semakin
wibawa, dan terasa sangat dibutuhkan anak didik dan masyarakat luas.
Norlander-Case, Reagen, dan Charles Case24 mengungkapkan
bahwa tugas mengajar merupakan profesi moral yang mesti dimiliki oleh
seorang guru. Senada dengan prinsip tersebut, Zakiah Darajat25
menyatakan bahwa persyaratan seorang guru di samping harus memiliki
kedalaman ilmu pengetahuan, ia juga bahkan mesti seorang yang
bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa dan mempunyai akhlak atau
berkelakuan baik.
Hal ini berarti bahwa syarat krusial bagi seorang guru adalah
kepribadiannya yang luhur, mulia, dan bermoral sehingga mampu
menjadi cermin yang memantulkan semua akhlak mulia tersebut bagi
seluruh murid-muridnya.
Dengan kata lain, seorang guru yang berkepribadian mulia adalah
seorang guru yang mampu memberi keteladanan bagi murid-muridnya.
Sebab, secara sederhana mudah dipahami bahwa guru yang tidak
bertakwa sangat sulit atau tidak mungkin bisa mendidik murid-muridnya
menjelma orang-orang yang bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa .
24 Kay A. Norlander-Case, Timothy G. Reagen, and Charles W. Case, The Professional Teacher, The Preparation and Nurturance of the Reflective Practitioner (San Franscisco: Jossey-Bass, 1999), 55.25 Zakiah Darajat, Ilmu Pendidikan (Jakarta: Bumi Aksara, 2006), 75.
Begitu pula para guru yang tidak memiliki akhlak yang mulia atau budi
pekerti yang luhur tidak akan mungkin mampu mendidik siswa-siswa
mereka menjadi orang-orang yang berakhlak mulia.
Guru sebagai teladan bagi murid-muridnya harus memiliki sikap
dan kepribadian utuh yang dapat dijadikan tokoh panutan idola dalam
seluruh aspek kehidupannya. Dalam paradigma sebagian pakar
pendidikan, kepribadian seorang guru tersebut meliputi (1) kemampuan
mengembangkan kepribadian, (2) kemampuan berinteraksi dan
berkomunikasi secara arif bijaksana, dan (3) kemampuan melaksanakan
bimbingan dan penyuluhan. Kompetensi kepribadian terkait pula dengan
penampilan sosok guru sebagai individu yang mempunyai kedisiplinan,
berpenampilan baik, bertanggungjawab, memiliki komitmen, dan menjadi
teladan.
Menjadi seorang guru yang mampu memberi suri teladan
meniscayakan jabatan guru sebagai pilihan utama yang keluar dari lubuk
hati yang paling dalam.
Fakta tersebut tentu berbeda bila seseorang menjadi guru hanya
disebabkan tidak mungkin diterima bekerja di tempat lain, atau karena
situasi terpaksa, sehingga guru seperti ini tentu dedikasinya rendah. Pada
konteks ini, tugas dan tanggung jawab guru bukan sekadar transfer of
knowledge, mentransfer ilmu pengetahuan kepada anak didik, tapi lebih
dari itu, yakni seorang guru juga berkewajiban membentuk watak dan jiwa
anak didik yang sebenarnya sangat memerlukan masukan positif dalam
bentuk ajaran agama.
Artinya guru memiliki tugas dan tanggung jawab yang kompleks
terhadap pencapaian tujuan pendidikan, di mana guru tidak hanya
dituntut untuk menguasai ilmu yang akan diajarkan dan memiliki
seperangkat pengetahuan dan keterampilan teknis mengajar, namun guru
juga dituntut untuk menampilkan kepribadian akhlaki yang mampu
menjadi teladan bagi siswa.
Mengapa seorang guru harus menjadi teladan bagi siswa? Karena
kepribadian guru mempunyai pengaruh langsung dan kumulatif terhadap
perilaku siswa. Perilaku guru dalam mengajar secara langsung atau tidak
langsung mempunyai pengaruh terhadap motivasi belajar siswa, baik
yang sifatnya positif maupun negatif. Artinya jika kepribadian yang
ditampilkan guru dalam mengajar sesuai dengan segala tutur sapa, sikap,
dan perilakunya, maka siswa akan termotivasi untuk belajar dengan baik,
bukan hanya mengenai materi pelajaran sekolah tapi juga mengenai
persoalan kehidupan yang sesungguhnya.
Memberikan bimbingan kepada anak didik memiliki jiwa dan
watak yang baik, mampu membedakan mana yang baik mana yang buruk
adalah termasuk tugas seorang guru.
Di sinilah dalam menunaikan tugasnya seorang guru bukan hanya
sebatas kata-kata, akan tetapi juga dalam bentuk perilaku, tindakan, dan
contoh-contoh sehingga mampu menjadi teladan dan bisa memberi
motivasi bagi siswa-siswanya. Menurut pengalaman para ahli pendidikan,
sikap dan tingkah laku seorang guru jauh lebih efektif dibanding dengan
perkataan yang tidak dibarengi dengan perbuatan nyata.
Lebih jauh, pembangunan karakter seorang guru sejak awal
sebelum mentransmisikan gagasan-gagasannya kepada siswa, dalam
kajian ilmu psikologi modern diakui nilai signifikansinya. Stephen R.
Covey,26 mengakui karakter seseoranglah yang melakukan komunikasi
paling fasih sehingga mampu memberikan pencerahan bagi siapa pun
yang mendengarnya.
Covey27 mengutip statemen Ralph Waldo Emerson, Filosof besar
Amerika Serikat abad 19, yang sangat terkenal mengenai pengaruh
karakter atau kepribadian seseorang yaitu, “Siapa diri Anda sebenarnya
terdengar begitu keras di telinga saya sehingga saya tidak dapat
mendengar apa yang Anda ucapkan.”
Pada titik inilah, menjadi guru teladan adalah menjelma guru
yang tidak hanya siap memberikan ilmu pengetahuan, wawasan, dan
pencerahan rasional-intelektual semata, tetapi juga mampu memberikan
bimbingan nurani, akhlak yang mulia, sekaligus pencerahan emosional-
spiritual kepada murid-muridnya.
Dengan kata lain, menjadi guru teladan bukan hanya menjadi
intellectual father yang mampu memuaskan rasa ingin tahu siswa, tapi
juga benar-benar siap sebagai spiritual father yang dapat memenuhi
kehampaan sekaligus kedahagaan moral-spiritual bagi semua peserta
didiknya.
Deskripsi Metode Mengajar
Pengertian belajar
26 Stephen R. Covey, The Seven Habits of Highly Effective People (Salt Lake, Utah: Free Press, 2004), 87.27 Stephen R. Covey, The Seven Habits of Highly Effective People (Salt Lake, Utah: Free Press, 2004), 90.
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia,28 belajar berarti berusaha
(berlatih dan sebagainya) supaya mendapat sesuatu kepandaian.
Sedangkan menurut pengertian secara psikologis, belajar merupakan
suatu proses perubahan yaitu perubahan tingkah laku sebagai hasil dari
interaksi dengan lingkungannya dalam memenuhi kebutuhan hidupnya.
Hal senada dikemukakan oleh Slamet29 bahwa belajar ialah suatu proses
usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan
tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya
sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya.
Selain pengertian di atas, Sagala30 mengemukakan beberapa
pandangan para ahli tentang pengertian belajar. Pertama, Arthur T. Jersild
menyatakan bahwa belajar adalah “modification of behaviour through
experience and training” yaitu perubahan atau membawa akibat
perubahan tingkah laku dalam pendidikan karena pengalaman dan latihan
atau karena mengalami latihan. Kedua, Hilgard dan Marquis berpendapat
bahwa belajar merupakan proses mencari ilmu yang terjadi dalam diri
seseorang melalui latihan, pembelajaran, dan sebagainya sehingga terjadi
perubahan dalam diri. Ketiga, Robert M Gagne mengemukakan bahwa
belajar adalah perubahan yang terjadi dalam kemampuan manusia yang
terjadi setelah belajar secara terus-menerus, bukan hanya disebabkan
oleh proses pertumbuhan saja. Keempat, Henry E. Garret berpendapat
bahwa belajar merupakan proses yang berlangsung dalam jangka waktu
28 Tim Penyusun Kamus Pusat Bahasa. Kamus Besar Bahasa Indonesia (Jakarta: P.T. Balai Pustaka, 2001), 1729 Margono Slamet, Prinsip-Prinsip Belajar-Mengajar (Bogor: IPB, 2003), 2.
30 Syaiful Sagala, Memecahkan Problematika Belajar dan Mengajar (Bandung: Penerbit: Alfabeta, 2005), 34.
lama melalui latihan maupun pengalaman yang membawa kepada
perubahan diri dan perubahan cara mereaksi terhadap suatu perangsang
tertentu. Kelima, Benjamin Bloom menegaskan bahwa belajar adalah
perubahan kualitas kemampuan kognitif, afektif, dan psikomotorik untuk
meningkatkan taraf hidupnya sebagai pribadi, sebagai masyarakat,
maupun sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa. Pengertian-pengertian
terebut sejalan dengan pendapat Djahiri31 yang mengemukakan bahwa
belajar merupakan proses dialog antar potensi diri melalui berbagai media
pengajaran dan melalui berbagai reka upaya kegiatan sehingga mampu
menyerap bahan ajar menjadi miliknya. Proses transaksi/interaksi antar
struktur potensi diri dan antar struktur potensi diri dengn guru atau
sesuatu sehingga terjadi proses internalisasi/personalisasi yang
menyebabkan perubahan atas dirinya. Proses perubahan diri dari tidak
tahu menjadi tahu dan tidak bisa menjadi bisa.
Berdasarkan beberapa pengertian di atas, maka dapat diambil
kesimpulan bahwa belajar terjadi bila tampak tanda-tanda bahwa perilaku
manusia berubah sebagai akibat terjadinya proses pembelajaran.
Perubahan yang terjadi dalam diri seseorang banyak sekali baik sifat
maupun jenisnya karena itu sudah tentu tidak setiap perubahan dalam
diri seseorang merupakan perubahan dalam arti belajar. Melainkan
perubahan-perubahan tersebut akan nyata dalam seluruh aspek tingkah
laku yang menurut pendapat Slamet32 ditandai oleh ciri-ciri sebagai
berikut:
31 Ahmad Kosasih Djahiri, Sistem pembinaan professional dan cara belajar siswa aktif, (Jakarta: Grasindo, 1996), 5.32 Margono Slamet, Prinsip-Prinsip Belajar-Mengajar (Bogor: IPB, 2003), 3.
a. Perubahan terjadi secara sadar.
b. Perubahan dalam belajar bersifat kontinu dan fungsional.
c. Perubahan dalam belajar bersifat positif dan aktif.
d. Perubahan dalam belajar bukan bersifat sementara.
e. Perubahan dalam belajar bertujuan atau terarah.
f. Perubahan mencakup seluruh aspek dan tingkah laku.
Prinsip-prinsip Belajar
Untuk dapat menyelenggarakan kegiatan belajar mengajar yang
efektif, maka seorang guru harus mampu menerapkan prinsip-prinsip
belajar yang dapat dilaksanakan dalam situasi dan kondisi yang berbeda
sekalipun, dan oleh setiap siswa secara individual. Berikut adalah prinsip-
prinsip belajar dengan memperhatikan empat kriteria atau komponen.
a. Berdasarkan prasyarat yang diperlukan untuk belajar
1) Dalam belajar setiap siswa harus diusahakan untuk berpartisipasi
aktif, meningkatkan minat dan membimbing untuk mencapai tujuan
instruksional.
2) Belajar harus dapat menimbulkan reinforcement dan motivasi yang
kuat pada siswa untuk mencapai tujuan instruksional.
3) Belajar perlu lingkungan yang menantang dimana anak dapat
mengembangkan kemampuannya bereksplorasi dan belajar dengan
efektif.
4) Belajar perlu ada interaksi siswa dengan lingkungannya.
b. Sesuai hakikat belajar
1) Belajar itu proses kontinu, maka harus dilaksanakan melalui
tahap demi tahap menurut perkembangannya.
2) Belajar adalah proses organisasi, adaptasi, eksplorasi dan
discovery.
3) Belajar adalah proses kontinguitas (hubungan antara pengertian
yang satu dengan pengertian yang lain) sehingga mendapatkan
pengertian yang diharapkan. Stimulus yang diberikan
menimbulkan respons yang diharapkan.
c. Sesuai materi atau bahan yang harus dipelajari
1) Belajar bersifat keseluruhan danmateri itu harus memiliki
struktur, penyajian yang sederhana, sehingga siswa mudah
menangkap pengertiannya.
2) Belajar harus dapat mengembangkan kemapuan tertentu sesuai
dengan tujuan instruksional yang harus dicapainya.
d. Syarat keberhasilan belajar
1) Belajar memerlukan sarana yang cukup, sehingga siswa dapat
belajar dengan tenang.
2) Repetisi, dalam proses belajar perlu ulangan berkali-kali agar
pengertian, keterampilan, dan sikap itu mendalam pada siswa.
Pengertian Mengajar
Mengajar adalah membantu (mencoba membantu) seseorang
untuk mempelajari sesuatu dan apa yang dibutuhkan dalam belajar itu
tidak ada kontribusinya terhadap pendidikan orang yang belajar. Artinya
mengajar pada hakekatnya suatu proses, yakni proses mengatur,
mengorganisasi lingkungan yang ada di sekitar siswa sehingga
menumbuhkan dan mendorong siswa untuk belajar. Menurut Howard33
mengajar adalah suatu aktivitas untuk mencoba menolong, membimbing
seseorang untuk mendapat, mengubah atau mengembangkan skill,
attitude, ideals (cita-cita), appreciations (penghargaan) dan knowledge.
Dengan demikian, dalam pengertian tersebut guru sebagai
pengajar harus berusaha membawa perubahan tingkah laku yang baik
atau berkecenderungan langsung untuk mengubah tingkah laku siswanya.
Hal itu merupakan suatu bukti bahwa guru harus memutuskan membuat
atau merumuskan tujuan. Juga harus memikirkan bagaimana bentuk/cara
penyajian dalam proses belajar mengajar itu, salah satunya dibuktikan
dengan pembuatan silabus dan perencanaan pembelajaran. Serta
bagaimana usaha-usaha guru untuk menciptakan suasana belajar yang
kondusif (misalnya dengan penggunaan variasi metode, media dan
evaluasi dalam KBM). Sehingga memungkinkan terjadinya interaksi
edukatif sebagai dampak dari mengajar yang efektif yang telah
memenuhi syarat-syaratnya sebagai berikut:
a. Belajar secara aktif, baik mental maupaun fisik.
Dalam belajar, disamping mengalami aktivitas mental, seperti
dapat mengembangkan kemampuan intelektualnya, kemampuan
berfikir kritis, kemamupan menganalisis, kemampuan mengucapkan
pengetahuannya dan lain sebagainya, siswa juga harus mengalami
aktivitas jasmani seperti mengerjakan sesuatu, membuat peta dan
lain-lain.
33 Alvin W. Howard , Teaching in Middle Schools (Indiana: International Textbook Company, 1968), 33.
b. Guru harus mempergunakan variasi metode pada waktu
mengajar.
Supaya pelajaran lebih menarik, mudah diterima, kelas menjadi
hidup dan tidak membosankan.
c. Motivasi
Motivasi sangat berperan pada kemajuan perkembangan siswa,
karena dapat meningkatkan semangat belajar siswa.
d. Kurikulum yang baik dan seimbang.
Maksudnya ialah kurikulum yang memenuhi tuntutan masyarakat.
Dimana kurikulum tersebut harus mampu mengembangkan segala
segi kepribadian siswa juga kebutuhan siswa sebagai anggota
masyarakat.
e. Guru perlu mempertimbangkan perbedaan individual siswa
Perbedaan yang dimaksud adalah, baik dari segi intelegensi, bakat,
minat, tingkah laku, sikap dan lain sebagainya. Hal itu mengharuskan
guru untuk membuat perencanaan secara individual, agar dapat
mengembangkan kemampuan-kemampuan siswa secara individual
pula.
f. Guru akan mengajar efektif bila selalu membuat perencanaan
sebelum mengajar.
Karenanya guru akan mengajar dengan lebih siap, menimbulkan
banyak inisiatif dan daya kreatif dalam mengajar. Sehingga dapat
meningkakan interaksi belajar mengajar antara guru dan siswa.
g. Pengaruh guru yang sugestif perlu diberikan pula kepada
siswa.
Karena sugesti yang kuat akan merangsang siswa untuk lebih giat
belajar.
h. Guru harus memiliki keberanian mengahdapi siswanya
Hal ini juga menyangkut masalah-masalah yang timbul saat PBM
berlangsung. Keberanian menmbuhkan kepercayaan diri sendiri,
sehingga guru berwibawa di depan kelas, maupun di luar sekolah.
Kewibawaan guru menyebabkan segala cita-cita yang ditanamkan
kepada siswa akan diperhatikan dan diresapkan oleh siswa yang
bersangkutan.
i. Guru harus mampu menciptakan suasana yang demokratis di
sekolah. Sehingga siswa dapat saling menghormati, belajar
memecahkan masalah, mengembangkan kemampuan berfikir,
berpendapat, memiliki percaya diri yang kuat, hasrat ingin tahu,
serta usaha menambah pengetahuan atas inisiatif sendiri.
j. Pada penyajian, guru perlu memberikan masalah-masalah
yang merangsang siswa untuk berfikir.
Agar siswa dapat mengembangkan kemampuan berfikirnya serta
dapat bereaksi dengan tepat terhadap persoalan yang dihadapinya.
k. Semua pelajaran yang diberikan pada siswa perlu
diintegrasikan, sehingga siswa memiliki pengetahuan yang
terintegrasi, tidak tepisah-pisah dan siswa memperoleh gambaran
bahwa diantara ilmu-ilmu pengetahuan itu saling behubungan dan
saling melengkapi satu sama lainnya.
l. Pelajaran di sekolah perlu dihubungkan dengan kehidupan yang
nyata di masyarakat, agar siswa mempelajarinya sesuai dengan
kenyataannya dalam kehidupan sehari-hari.
m. Dalam interaksi belajar mengajar, guru harus banyak memberi
kebebasan pada siswa untuk dapat menyelidiki, mengamati, belajar,
dan mencari pemecahan masalah sendiri. Hal itu akan
menumbuhkan rasa tanggung jawab yang besar terhadap apa yang
dikerjakannya dan keprcayan pada diri sendiri, sehingga siswa tidak
selalu menggantungkan diri pada orang lain.
n. Pengajaran remedial bagi siswa yang memerlukan. Hal itu diperlukan
untuk mengetahui faktor-faktor penyebab kesulitan dalam belajar
bagi siswa-siswa tertentu. Sehingga guru dapat meberikan diagnosa
kesulitan belajar tersebut dan menganalisis kesulitan-kesulitan itu.
Prinsip-prinsip Mengajar
Sebagai pengajar, menurut Sagala,34 guru dipandang sebagai
seorang profesional karena memiliki pengetahuan yang memang hanya
dapat dikuasai dengan pendidikan tertentu, mampu secara mandiri
mengambil keputusan, mempunyai prestise tertentu dalam masyarakat.
Dalam mengajar, guru berhadapan dengan sekelompok siswa. Di situ
selain sebagai pribadi, guru juga mempunyai multi peran anatara lain
sebagai pendidik, pengajar, pembimbing, pelatih, penasihat, pembaharu
34 Syaiful Sagala, Memecahkan Problematika Belajar dan Mengajar (Bandung: Penerbit: Alfabeta, 2005), 10.
(inovator), model dan teladan, peneliti, pendorong kreatifitas (motivator),
aktor, emansipator, kulminator, evaluator dan sebagainya. Mengingat
tugas dan peran tersebut, maka guru yang mengajar harus mempunyai
prinsip-prinsip mengajar yang harus dilaksanakan seefektif mungkin agar
tidak asal mengajar. Sehingga guru tersebut dapat mengantarkan peserta
didiknya menuju kedewasaan dan kemandirian serta menjadi manusia
yang bertanggung jawab terhadap dirinya sendiri juga lingkungan
sekitarnya sesuai dengan yang diharapkan.
Adapun salah satu pendapat mengenai prinsip-prinsip mengajar
tersebut dapat dilihat pada uraian di bawah ini:
a. Perhatian
Dalam mengajar, guru harus dapat membangkitkan perhatian siswa
kepada pelajaran yang diberikan oleh guru. Perhatian akan lebih besar
bila pada siswa ada minat dan bakat. Bakat telah dibawa siswa sejak
lahir, namun dapat berembang karena pengaruh pendidikan dan
lingkungan. Perhatian dapat timbul secara langsung, karena pada
siswa sudah ada kesadaran akan tujuan dan kegunaan mata pelajaran
yang diperolehnya. Sedangkan perhatian tidak langsung baru timbul
bila dirangsang oleh guru dengan penyajian pelajaran yang menarik,
juga dengan menggunakan media yang merangsang siswa untuk
berfikir, maupun menghubungkan dengan pengetahuan yang telah
dimiliki siswa. Bila perhatian kepada pelajaran itu ada pada siswa,
maka pelajaran yang diterimanya akan dihayati, diolah di dalam
pikirannya, sehingga timbul pengertian. Usaha ini mengakibatkan
siswa dapat membanding-bandingkan, membedakan, dan
menyimpulkan pengetahuan yang diterimanya.
b. Aktivitas
Dalam proses belajar mengajar, guru perlu menimbulkan aktivitas
siswa dalam befikir maupun berbuat. Dengan aktivitas siswa sendiri,
maka siswa dapat lebih berpartisipasi aktif dalam PBM. Disamping itu
penerimaan pelajaran pun akan lebih mudah dan tidak akan berlalu
begitu saja, tetapi dipikirkan, diolah kemudian dikeluarkan lagi dalam
bentuk yang berbeda, seperti mengajukan pendapat, pertanyaan,
diskusi, melaksanakan tugas, membuat intisari pelajaran, dan
sebagainya. Sehingga siswa akan memperoleh ilmu pengetahuan itu
dengan baik.
c. Apersepsi
Dalam mengajar, guru perlu menghubungkan pelajaran yang akan
diberikan dengan pengetahuan yang telah dimiliki siswa ataupun
pengalamannya. Dengan demikin siswa akan memperoleh hubungan
antara pengetahuan yang telah menjadi miliknya dengan pelajaran
yang akan diterimanya. Hal ini lebih melancarkan guru dalam
mengajar, dan membantu siswa untuk memeperhatikan pelajarannya
dengan lebih baik lagi.
d. Peragaan
Untuk membantu guru dalam menjelaskan pelajaran serta
mempermudah pemahaman siswa terhadap pelajaran yang
disampaikan, maka guru harus berusaha untuk dapat memilih dan
menunjukkan media yang tepat sesuai dengan materi yang
disampaikannya. Media tersebut dapat berupa model, gambar, benda
tiruan, atau media elektronik (radio, tape recorder, televisi), dan lain
sebagainya. Dengan penggunaan media tersebut, selain dapat
mempermudah guru, hal itu juga dapat menarik perhatian siswa dan
lebih merangsang siswa untuk berfikir.
e. Repetisi
Ingatan siswa itu terbatas, maka perlu dibantu oleh guru dengan
mengulangi pelajaran yang sedang dijelaskan. Karena dengan
pengulangan tersebut makin lama akan memberikan tanggapan yang
semakin jelas, dan tidak mudah dilupakan oleh siswa. Sehingga dapat
digunakan siswa untuk memecahkan masalah. Pengulangan itu dapat
diberikan secara teratur, pada waktu-waktu tertentu, atau setelah tiap
unit diberikan, maupun secara insidental dimana dianggap perlu.
f. Korelasi
Guru dalam mengajar wajib memperhatikan dan memikirkan hubungan
antar setiap mata pelajaran. Begitu juga dalam kenyataan hidup
semua ilmu/pengerahuan itu saling berkaitan. Namun hubungan itu
tidak terjadi dengan sendirinya, tetapi terus dipikirkan sebab
akibatnya. Ada hubungan secara korelasi, hubungan itu dapat diterima
akal, dapat dimengerti, sehingga memperluas pengetahuan siswa itu
sendiri.
g. Konsentrasi
Hubungan antar mata pelajaran dapat diperluas. Mungkin dapat
dipusatkan kepada salah satu pusat minat, sehingga siswa
memperoleh pengetahuan secara luas dan mendalam. Siswa melihat
pula hubungan pelajaran yang satu dengan lainnya. Perencanaan
bersama guru dan siswa membangkitkan minat siswa untuk belajar. Di
dalam konsentrasi pelajaran banyak mengandung situasi yang
problematik, sehingga dengan metode pemecahan soal siawa terlatih
memecahkan soal sendiri. Pelajaran yang saling berhubungan,
menyebabkan siswa memperoleh kesatuan pelajaran yang bulat, tidak
terpisah-pisahkan lagi. Pertumbuhan siswa dapat berkembang dengan
baik, siswa tidak merasa dipaksa untuk belajar. Usaha konsentrasi
pelajaran menyebabkan siswa memperoleh pengalaman langsung,
mengamati sendiri, meneliti sendiri, untuk menyusun dan
menyimpulkan pengetahuan itu sendiri.
h. Sosialisasi
Dalam perkembangannya siswa perlu bergaul dengan teman lainnya.
Karena disamping sebagai individu, siswa juga mempunyai segi sosial
yang perlu dikembangkan. Hal itu dapat ditempuh oleh guru melalui
proses KBM dengan membagi siswa kedalam beberapa kelomok belajar
(kerja kelompok). Bekerja didalam kelompok, selain dapat bekerja
sama, bergotong royong, dan saling tolong-menolong, juga dapat
meningkatkan cara berpikir mereka, sehingga dapat memecahkan
masalah dengan lebih baik dan lancar.
i. Individualisasi
Siswa merupakan makhluk individu yang unik. Masing-masing
mempunyai perbedaan khas, seperti perbedaan intelegensi, minat
bakat, hobi, tingkah laku, watak maupun sikapnya. Mereka bebeda
pula dalam hal latar belakang kebudayaan, sosial ekonomi, dan
keadaan orang tuanya. Maka dari pada itu guru harus menyelidiki dan
mendalami perbedaan siswa secara individu, agar dapat melayani
pendidikan yang sesuai dengan perbedannya itu. Siswa akan
berkembang sesuai dengan kemampuannya masing-masing. Untuk
kepentingan perbedaan individual, guru perlu mengadakan
perencanaan untuk siswa secara klasikal maupun perencanaan
program individual. Dalam hal ini guru harus mencari teknik penyajian
atau sistem pengajaran yang dapat melayani kelas, maupun siswa
sebagai individu. Masing-masing siswa juga memiliki tempo
perkembangan yang sendiri-sendiri, maka guru dalam memberi
pelajaran juga melayani waktu yang diperlukan oleh masing-masing
siswa atau menggunakan sistem belajar tuntas.
j. Evaluasi
Semua proses KBM perlu dievaluasi. Evaluasi dapat memberi motivasi
bagi guru maupun siswa. Mereka akan lebih giat belajar, meningkatkan
proses befikirnya. Guru harus memiliki pengertian evaluasi ini,
mendalami tujuan, mengenal fungsi/kegunaan, macam-macam bentuk,
teknik dan prosedur evaluasi atau penilaian. Guru dapat melaksanakan
penilaian yang efektif dan menggunakan hasil penilaian untuk
perbaikan KBM. Evaluasi juga dapat menggambarkan
kemajuan/kemunduran prestasi siswa, sehingga guru dapat mengambil
tindakan yang tepat bila siswa mengalami kesulitan dalam belajar.
Disamping itu evaluasi juga dapat menjadi bahan umpan balik bagi
guru sendiri. Dimana guru dapat meneliti dirinya dan berusaha
memperbaikinya baik dalam perencanaan maupun teknik penyajian
pembelajaran.
Deskripsi Motivasi mengajar
Motivasi merupakan masalah kompleks dalam organisasi
termasuk lembaga pendidikan, karena kebutuhan dan keinginan setiap
individu berbeda satu dengan yang lainnya. Menurut Suprihanto,35 hal ini
berbeda karena setiap individu dalam suatu organisasi adalah unik secara
biologis maupun psikologis, dan berkembang atas dasar proses belajar
yang berbeda pula.
Untuk mempermudah pemahaman motivasi, selanjutnya akan
dikemukakan pengertian motif, motivasi dan motivasi kerja. Abraham
Sperling dalam
Mangkunegara,36 mengemukakan bahwa motif di definisikan sebagai
suatu kecenderungan untuk beraktivitas, dimulai dari dorongan dalam diri
(drive) dan diakhiri dengan penyesuaian diri. Penyesuaian diri dikatakan
untuk memuaskan motif. Selanjutnya, William J. Stanton dalam
Mangkunegara,37 mendefinisikan bahwa motif adalah kebutuhan yang di
stimulasi yang berorientasi kepada tujuan individu dalam mencapai rasa
puas. Motivasi didefinisikan oleh Fillmore H. Stanford dalam
Mangkunegara,38 bahwa motivasi sebagai suatu kondisi yang
35 John Suprihanto, Perilaku Organisasional (Yogyakarta: Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi YKPN, 2003), 41.36 Anwar Prabu Mangkunegara, Manajemen Sumber Daya Manusia (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2002), 93.37 Anwar Prabu Mangkunegara, Manajemen Sumber Daya Manusia (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2002), 93.38 Anwar Prabu Mangkunegara, Manajemen Sumber Daya Manusia (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2002), 93.
menggerakkan manusia ke arah suatu tujuan tertentu.
Berdasarkan pendapat para ahli di atas, dapat disimpulkan bahwa
motif merupakan suatu dorongan kebuluhan dalam diri pegawai yang
perlu dipenuhi agar pegawai tersebut dapat menyesuaikan diri terhadap
lingkungannya, sedangkan motivasi adalah kondisi yang menggerakkan
pegawai agar mampu mencapai tujuan dari motifnya. Sedangkan motivasi
dikatakan sebagai energi untuk membangkitkan dorongan dalam diri
(drive arousal).
Dalam hubungannya dengan lingkungan kerja, Ernest L.
McCormick dalam Mangkunegara,39 mengemukakan bahwa motivasi kerja
didefinisikan sebagai kondisi yang berpengaruh membangkitkan,
mengarahkan dan memelihara perilaku yang berhubungan dengan
lingkungan kerja.
Manfaat Motivasi
Manfaat motivasi yang utama adalah menciptakan gairah bekerja,
sehingga produktivitas kerja meningkat. Sementara itu, manfaat yang
diperoleh karena bekerja dengan orang-orang yang termotivasi adalah
pekerjaan dapat diselesaikan dengan tepat. Artinya pekerjaan
diselesaikan sesuai standar yang benar dan dalam skala waktu yang
sudah ditentukan, serta orang senang melakukan pekerjaannya.
Menurut Arep dan Tanjung,40 sesuatu yang dikerjakan karena ada
39 Anwar Prabu Mangkunegara, Manajemen Sumber Daya Manusia (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2002), 94.
40 Ishak Arep dan Hendri Tanjung, Manajemen Motivasi (Jakarta: PT Gramedia Widiasarana Indonesia, 2003), 33.
motivasi yang mendorongnya akan membuat orang senang
mengerjakannya. Orang pun akan merasa dihargai/diakui, hal ini terjadi
karena pekerjaannya itu betul-betul berharga bagi orang yang termolivasi,
sehingga orang tersebut akan bekerja keras. Hal ini dimaklumi karena
dorongan yang begitu tinggi menghasilkan sesuai target yang mereka
tetapkan. Kinerjanya akan dipantau oleh individu yang bersangkutan dan
tidak akan membutuhkan terlalu banyak pengawasan serta semangat
juangnya akan tinggi.
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Motivasi Kerja
Frederick Herzberg dalam Masithoh,41 mengembangkan teori
hierarki kcbutuhan Maslow menjadi teori dua factor tentang motivasi. Dua
faktor itu dinamakan faktor pemuas (motivation factor) yang disebut
dengan satisfier atau intrinsic motivation dan faktor pemelihara
(maintenance factor) yang disebut dengan disatisfier atau extrinsic
motivation. Faktor pemuas yang disebut juga motivator yang merupakan
faktor pendorong seseorang untuk berprestasi yang bersumber dari dalam
diri seseorang tersebut (kondisi intrinsik) antara lain:
1. Prestasi yang diraih (achievement)
2. Pengakuan orang lain (recognition)
3. Tanggungjawab (responsibility)
4. Peluang untuk maju (advancement)
5. Kepuasan kerja itu sendiri (the work it self)
6. Kemungkinan pengembangan karir (the possibility of growth)
41 Nurul Masithoh, Pengaruh Unsur-Unsur Motivasi kerja Terhadap Prestasi Kerja (Surabaya: Airlangga Pers, 1998), 20.
Sedangkan faktor pemelihara (maintenance factor) disebut juga
hygiene factor merupakan faktor yang berkaitan dengan pemenuhan
kebutuhan untuk memelihara keberadaan karyawan sebagai manusia,
pemeliharaan ketentraman dan kesehatan. Faktor ini juga disebut
dissatisfier (sumber ketidakpuasan) yang merupakan tempat pemenuhan
kebutuhan tingkat rendah yang dikualifikasikan ke dalam faktor ekstrinsik,
meliputi:
1. Kompensasi
2. Keamanan dan keselamatan kerja
3. Kondisi kerja
4. Status
5. Prosedur Organisasi/ Lembaga
6. Mutu dari supevisi teknis dari hubungan interpersonal di antara teman
sejawat, dengan atasan, dan dengan bawahan.
Keberhasilan suatu organisasi secara umum atau lembaga
pendidikan khususnya dipengaruhi oleh berbagai faktor, baik faktor yang
datang dari dalam maupun yang datang dari lingkungan. Dari berbagai
faktor tersebut, motivasi merupakan suatu faktor yang cukup dominan
dan dapat menggerakkan faktor-faktor lain ke arah efektivitas kerja.
Dalam hal tertentu motivasi sering disamakan dengan mesin dan kemudi
mobil, yang berfungsi sebagai penggerak dan pengarah.
Motivasi Guru Dalam Mengajar
Setiap guru memiliki karakteristik khusus dalam mengajar, yang
satu sama lain berbeda. Hal tersebut memerlukan perhatian dan
pelayanan khusus pula dari pemimpinnya, agar mereka dapat
memanfaatkan waktu untuk meningkatkan kinerjanya. Perbedaan pada
guru dalam mengajar tidak hanya berbentuk fisik, tetapi juga dalam
psikisnya, misalnya motivasi. Oleh karena itu, untuk meningkatkan
kinerja, perlu diupayakan untuk membangkitkan motivasi para guru
mengajar dan faktor-faktor lain yang mempengaruhinya.
Motivasi merupakan salah satu faktor yang turut menentukan
keefektifan kerja. Callahan dan Clark42 mengemukakan bahwa motivasi
adalah tenaga pendorong atau penarik yang menyebabkan adanya
tingkah laku ke arah tujuan tertentu. Mengacu pada pendapat tersebut,
dapat dikemukakan bahwa motivasi merupakan suatu bagian yang sangat
penting dalam suatu lembaga. Para pegawai akan bekerja dengan
sungguh-sungguh apabila memiliki motivasi yang tinggi. Apabila para
pegawai memiliki motivasi yang positif, ia akan memperlihatkan minat,
mempunyai perhatian, dan ingin ikut serta dalam tugas atau kegiatan.
Dengan kata lain, seorang pegawai akan melakukan semua pekerjaannya
dengan baik apabila ada faktor pendorong (motivasi). Dalam kaitan ini
pemimpin dituntut untuk memiliki kemampuan membangkitkan motivasi
para pegawai sehingga kinerja mereka meningkat.
Motivasi merupakan bagian penting dalam setiap kegiatan, tanpa
motivasi tidak ada kegiatan yang nyata. Menurut Morgan,43 motivasi
merupakan tenaga pendorong atau penarik yang menyebabkan adanya
tingkah laku kearah suatu tujuan tertentu, Maslow44 mengemukakan
42 Christopher M. Callahan and Daniel O. Clark, Psychology (Indiana: Indiana University Press, 2007), 150.43 George A. Morgan, Mastery Motivation: Origins, Conceptualizations, and Applications (Westport, Connecticut: Greenwood Publishing Group, 1995), 140.44 Abraham H. Maslow, A Theory of Human Motivation (Toronto, Ontario: York University, 1970), 50.
bahwa motivasi adalah tenaga pendorong dari dalam yang menyebabkan
manusia berbuat sesuatu atau berusaha untuk memenuhi kebutuhannya.
Berdasarkan pengertian tersebut, dapat disimpulkan bahwa
motivasi adalah hal yang mendorong seseorang untuk melakukan
sesuatu.
Secara garis besar, terdapat dua jenis motivasi, yaitu:
1. Motivasi Instrinsik
Motivasi intrinsik adalah motivasi yang datang dari dalam diri
seseorang, misalnya seorang guru melakukan suatu kegiatan karena
ingin menguasai suatu ketrampilan tertentu yang dipandang akan
berguna dalam pekerjaannya. Pada umumnya motivasi ini lebih
menguntungkan karena biasanya dapat bertahan lebih lama. Motivasi
ini muncul dari dalam diri guru tersebut.
2. Motivasi Ekstrinsik
Motivasi ekstrinsik adalah motivasi yang berasal dari lingkungan di
luar diri seseorang. Misalnya seorang guru berprestasi karena ingin
mendapat pujian atau ingin mendapat hadiah dari pemimpinnya.
Motivasi ini dapat diberikan oleh pemimpin dengan jalan mengatur
kondisi dan situasi yang tenang dan menyenangkan.
Dalam kaitan ini pemimpin dituntut untuk memiliki kemampuan
memotivasi para guru agar mau dan mampu mengembangkan dirinya
secara optimal. Hal ini terutama dibutuhkan pada kegiatan-kegiatan yang
berkaitan langsung dengan peningkatan kinerja.
Pembahasan di atas dapatlah dilihat faktor yang melatarbelakangi
timbulnya motivasi yaitu karena adanya dorongan dan rasa keinginan
untuk mengikuti suatu kegiatan. Guru sebagai tenaga pendidik tentunya
harus mampu merangsang anak mengikuti proses belajar mengajar yang
dilatabelakangi dengan motivasi yang bersifat internal karena dengan
motivasi internal inilah anak akan mengikuti dengan penuh kesadaran.
Demikian halnya dengan guru sebagai salah satu faktor yang
mempunyai peranan penting dalam pencapaian keberhasilan proses
belajar mengajar. Guru harus mempunyai motivasi yang baik dalam
melaksanakan tugas mengajarnya. Motivasi yang baik dapat diartikan
dengan timbulnya keinginan dan kesadaran yang tinggi dalam
melaksanakan tugas-tugas mengajar tanpa adanya unsur-unsur lain yang
mengakibatkan guru menjadi terpaksa melaksanakan tugas mengajarnya,
misalnya takut kepada pimpinan, ingin mendapat perhatian dan lain
sebagainya. Apabila motivasi seperti ini yang muncul dalam diri seorang
guru untuk melaksanakan tugasnya, maka kegiatan belajar mengajar
yang dilaksanakan hanya bersifat melepaskan tanggungjawab tanpa
didukung oleh beban moril yang kuat.
Seorang guru yang mempunyai motivasi baik dalam
melaksanakan tugasnya ialah guru yang benar-benar menjiwai
pekerjaannya sebagai tenaga pendidik, menjiwai anak didik dan menjiwai
bidang studi yang diajarkan dan berusaha semaksimal mungkin agar
antara materi yang diajarkan dengan tingkatan pemahaman murid dapat
sesuai dan saling mendukung. Melihat besarnya peranan guru, maka agar
hal itu tercapai guru harus mempunyai motivasi yang baik dalam
melaksanakan tugas-tugasnya agar proses belajar mengajar dapat
berjalan dengan lancar sesuai tujuan yang diharapkan.
Guru sebagai faktor terpenting untuk kelangsungan kegiatan
belajar mengajar di sekolah. Kemampuan guru sangat menentukan
berhasilnya proses belajar mengajar. Guru adalah orang yang
pekerjaannya mengajar, baik mengajar bidang studi, maupun
mengajarkan suatu ilmu pengetahuan kepada orang lain.
Agar pekerjaan yang dilakukan guru dalam menyampaikan
bidang studi berlangsung lancar dan berhasil maka guru harus
mempunyai motivasi yang tinggi. Selain itu menurut Abrasyi,45 guru harus
mempunyai sifat-sifat sebagai berikut :
a. Tidak mengutamakan materi
b. Kebersihan guru, baik secara jasmani maupun rohani
c. Tulus dalam pekerjaan.
d. Suka pemaaf.
e. Seorang guru merupakan seorang bapak sebelum ia menjadi seorang
guru.
f. Harus mengetahui tabiat murid.
g. Harus mengetahui mata pelajaran.
Secara luas tugas guru tidak hanya menanamkan ilmu
pengetahuan kepada anak, pada hakikatnya guru harus siap dalam dua
fungsi, yaitu sebagai pengajar dan sebagai pendidik. Ini berarti dalam
melaksanakan tugasnya sehari-hari ia harus berusaha untuk menolong
anak dalam mencapai tingkat kedewasaan dan tetap berpegang teguh
kepada sifat-sifat diatas.
45 M. Athiyah al-Abrasyi , Dasar-Dasar Pokok Pendidikan (Jakarta: Bulan Bintang, 1993), 80.
Dalam rangka melaksanakan tugas mendidik, seorang guru juga
mempunyai tugas pokok, yaitu mengajar. Ada beberapa hal yang harus
dapat dilakukan guru, yaitu:
1. Merumuskan tujuan instruksional.
2. Memanfaatkan sumber-sumber materi dan belajar.
3. Mengorganisasikan materi pelajaran.
4. Membuat, memilih dan menggunakan media pendidikan dengan tepat.
5. Menguasai, memilih dan melaksanakan metode penyampaian yang
tepat untuk pelajaran tertentu.
6. Mengetahui dan menggunakan keinginan siswa.
7. Mengelola interaksi belajar mengajar, sehingga efektif dan tidak
membosankan bagi siswa.
8. Mengevaluasi dan pengadministrasiannya.
9. Mengembangkan semua kemampuan yang telah dimilikinya ketingkat
yang lebih berdaya guna dan berhasil guna.
Dari semua tugas-tugas yang harus dapat dilaksanakan guru
sangat dituntut kerja keras dan tanggungjawab yang sepenuhnya dari
guru. Dari tinjauan masyarakat guru telah diyakini dan diamanahkan
untuk mendidik anak di sekolah. Sehingga bagi guru amanah ini harus
benar-benar dijaga dan diemban dengan baik.
Guru dapat mempunyai motivasi yang tinggi dalam
melaksanakan tugas mengajar apabila didukung dengan latar belakang
profesional yang baik dan didukung oleh sarana dan prasarana serta
hubungan yang terjalin secara harmonis antara semua personil yang ada.
Demikian juga guru dalam proses belajar mengajar harus memiliki
kemampuan tersendiri guna mencapai harapan yang dicita-citakan dalam
melaksanakan pendidikan pada umumnya dan proses belajar mengajar
pada khususnya. Untuk memiliki kemampuan tersebut guru perlu
membina diri secara baik, karena fungsi guru itu sendiri adalah membina
dan mengembangkan kemampuan siswa secara profesional di dalam
proses belajar mengajar.
Dari uraian tersebut jelaslah bahwa tugas guru untuk mendidik
anak kepada terbentuknya individu yang berilmu, berpengetahuan,
berketrampilan dan mempunyai kedewasaan moril. Untuk melaksanakan
tugas ini guru harus mempunyai motivasi yang tinggi, yaitu semangat dan
jiwa besar dalam melaksanakan tugas. Dengan jiwa yang seperti ini guru
akan berusaha semaksimal mungkin menyampaikan materi pelajaran
kepada siswa sampai siswa mengerti dan dapat memahami ilmu
pengetahuan yang disampaikan.
Deskripsi Pertumbuhan Iman Siswa
Agama memang tidak mudah untuk didefinisikan secara tepat,
karena agama mengambil bentuk bermacam-macam diantara suku-suku
dan bangsa-bangsa di dunia. Secara etimologi, religion (agama) berasal
dari bahasa latin religio, yang berarti suatu hubungan antara manusia dan
Tuhan.46
46 Tim Penyusun Kamus Pusat Bahasa. Kamus Besar Bahasa Indonesia (Jakarta: P.T. Balai Pustaka, 2001), 12.
Sebagaimana yang dijelaskan oleh Adams dan Gullotta,47 agama
memberikan sebuah kerangka moral, sehingga membuat seseorang
mampu membandingkan tingkah lakunya. Agama dapat menstabilkan
tingkah laku dan bisa memberikan penjelasan mengapa dan untuk apa
seseorang berada di dunia ini. Agama memberikan perlindungan rasa
aman, terutama bagi remaja yang tengah mencari eksistensi dirinya.
Esensi beragama ini merupakan disposisi (kemampuan dasar)
yang mengandung kemungkinan atau berpeluang untuk berkembang.
Namun, mengenai arah dan kualitas perkembangan beragama remaja
sangat bergantung kepada proses pendidikan yang diterimanya. Jiwa
beragama atau kesadaran beragama merujuk kepada aspek rohaniah
individu yang berkaitan dengan keimanan kepada Allah yang direfleksikan
kedalam peribadatan kepada-Nya.
Kebutuhan remaja akan Allah kadang-kadang tidak terasa ketika
remaja dalam keadaan tenang, aman, dan tentram. Sebaliknya Allah
sangat dibutuhkan apabila remaja dalam keadaan gelisah, ketika ada
ancaman, takut akan kegelapan, ketika merasa berdosa.
Menurut Darajat,48 perasaan remaja pada agama adalah
ambivalensi. Kadang-kadang sangat cinta dan percaya pada Tuhan, tetapi
sering pula berubah menjadi acuh tak acuh dan menentang.
Karakteristik Perkembangan Keagamaan
47 Thomas P. Gullotta and Gerald R. Adams, Religion and Adolescent Social Competence (Provo, UT: Religious Studies Center, Brigham Young University, 1998), 373.48 Zakiah Darajat, Ilmu Pendidikan (Jakarta: Bumi Aksara, 2006), 96.
Dalam pembagian tahap perkembangan manusia, maka masa
remaja menduduki masa progresif. Dalam pembagian yang agak terurai
masa remaja mencakup masa juvenitilas (adolescantium), pubertas, dan
nubilitas.
Sejalan dengan perkembangan jasmani dan rohaninya, maka
agama pada para remaja turut dipengaruhi perkembangan itu.
Maksudnya penghayatan para remaja terhadap ajaran agama dan tindak
keagamaan yang tampak pada remaja banyak berkaitan dengan faktor
perkembangan tersebut.
Perkembangan pada masa remaja ditandai oleh beberapa faktor
perkembangan rohani dan jasmaninya. Menurut Starbuck,49
perkembangan itu antara lain mencakup:
a) Pertumbuhan pikiran dan mental
Ide dan dasar keyakinan beragama yang diterima remaja dari masa
kanak-kanak sudah tidak begitu menarik bagi mereka. Sifat kritis
terhadap ajaran agama mulai timbul. Selain masalah agama mereka
pun sudah tertarik pada masalah kebudayaan, sosial, ekonomi, dan
norma-norma kehidupan lainnya.
b) Perkembangan perasaan
Berbagai perasaan telah berkembang pada masa remaja. Perasaan
sosial, etis, dan estetis mendorong remaja untuk menghayati
berkehidupan yang terbiasa dalam lingkungannya. Kehidupan religius
akan cenderung mendorong dirinya lebih dekat ke arah hidup yang
religius pula. Sebaliknya, bagi remaja yang kurang mendapat
49 William James Starbuch, An Introduction to Psychology of Religion (San Francisco: Psychology Press, 2008), 85.
pendidikan dan siraman ajaran agama akan lebih mudah didominasi
dorongan seksual. Masa remaja merupakan masa kematangan seksual.
Didorong oleh perasaan ingin tahu dan perasan super, remaja lebih
terperosok ke arah tindakan seksual yang negatif.
c) Pertimbangan sosial
Corak keagamaan para remaja juga ditandai oleh adanya
pertimbangan sosial. Dalam kehidupan keagamaan mereka timbul
konflik antara pertimbangan moral dan material. Remaja sangat
bingung menentukan pilihan itu. Karena kehidupan duniawi lebih
dipengaruhi kepentingan akan materi, maka remaja lebih cenderung
jiwanya untuk bersikap materialis.
d) Perkembangan moral
Perkembangan moral para remaja bertitik tolak dari rasa berdosa dan
usaha untuk mencari perlindungan. Tipe moral yang juga terlihat pada
remaja juga mencakupi:
1. Self-directive, taat terhadap agama atau moral berdasarkan
pertimbangan pribadi.
2. Adaptive, mengikuti situasi lingkungan tanpa mengadakan kritik.
3. Submissive, merasakan adanya keraguan terhadap ajaran moral
dan agama.
4. Unadjusted, belum meyakini akan kebenaran ajaran agama dan
moral.
5. Deviant, menolak dasar dan hukum keagamaan serta tatanan
masyarakat.
e) Sikap dan minat
Sikap dan minat remaja terhadap masalah keagamaan boleh dikatakan
sangat kecil dan hal ini tergantung dari kebiasaan masa kecil dan
lingkungan agama yang mempengaruhi mereka (besar kecil minatnya).
Bell dan rekan,50 yang melakukan penelitiannya terhadap 13.000
remaja di Marlyand mengungkapkan hasilnya sebagai berikut:
1. Remaja yang taat beribadah ke gereja secara terartur 45%;
2. Remaja yang tidak pernah ke gereja 35%;
3. Minat terhadap: ekonomi, keuangan, materi dan sukses pribadi 73%;
4. Minat terhadap masalah ideal, keagamaan dan sosial 21%.
Perkembangan keagamaan remaja tergantung bagaimana dan
apa yang diperolehnya sejak masa anak-anak. Pada umumnya, apabila
pendidikan agama yang diberikan kuat maka perkembangan keagamaan
remaja akan menjadi positif dan boleh jadi semakin kuat. Begitu pula
sebaliknya, apabila terdapat banyak kerancuan pemahaman terhadap
keagamaan, maka perkembangan keagamaan remaja tersebut akan
terganggu. Pada masa remaja, keagamaan sama pentingnya dengan
moral.
Para Ahli, seperti Daradjat51 dan Starbuch,52 sependapat bahwa
pada garis besarnya perkembangan keagamaan itu dibagi dalam dua
tahapan yang secara kualitatif menunjukan karakteristik yang berbeda.
1. Masa remaja awal
50 James C. Bell, Ross A. McFarland,Howard D. Spoerl, Psychology : Integrating Perspectives (St. Louis: Washington University,2002), 135.51 Zakiah Darajat, Ilmu Pendidikan (Jakarta: Bumi Aksara, 2006), 100.52 William James Starbuch, An Introduction to Psychology of Religion (San Francisco: Psychology Press, 2008), 79.
a. Sikap negatif disebabkan alam pikirannya yang kritis melihat
kenyataan orang-orang yang beragama secara hipokrit.
b. Pandangan dalam ke-Tuhanannya menjadi kacau karena ia banyak
membaca atau mendengar berbagai konsep dan pemikiran yang
tidak cocok.
c. Penghayatan rohaniahnya cenderung skeptik, sehingga banyak
yang enggan melakukan berbagai kegiatan ritual.
2. Masa remaja akhir
a. Sikap kembali pada umumnya kearah positif dengan tercapainya
kedewasaan intelektual.
b. Pandangan dalam hal ke-Tuhanan dipahamkan dalam hal konteks
agama yang dianutnya.
c. Penghayatan rohaniahnya kembali tenang.
3. Faktor- faktor yang Mempengaruhi
Tidak sedikit remaja yang bimbang dan ragu dengan agama yang
diterimanya. Penelitian Sturbuck53 menunjukkan bahwa dari 142
remaja yang berusia 13-26 tahun, terdapat 53% yang mengalami
keraguan tentang:
a) Ajaran agama yang mereka terima.
b) Cara penerapan ajaran agama.
c) Keadaan lembaga-lembaga keagamaan.
d) Para pemuka agama
Menurut analisis yang dilakukan Starbuck,54 keraguan itu
disebabkan oleh faktor:
53 William James Starbuch, An Introduction to Psychology of Religion (San Francisco: Psychology Press, 2008), 100.
1. Kepribadian
Tipe kepribadian dan jenis kelamin bisa menyebabkan remaja
melakukan salah tafsir terhadap ajaran agama. Bagi individu yang
memiliki kepribadian yang introvert, ketika mereka mengalami
kegagalan dalam mendapatkan pertolongan Tuhan, maka akan
menyebabkan mereka salah tafsir terhadap sifat kasih Tuhan.
Misalnya: Ketika berdoa tidak terkabul, maka mereka akan menjadi
ragu akan kebenaran sifat kasih Tuhan tersebut. Kondisi ini akan
sangat membekas pada remaja yang introvert walau sebelumnya dia
taat beragama. Selain itu juga, wanita yang cepat matang akan lebih
menunjukkan keraguan pada ajaran agama dibandingkan pada laki-laki
yang cepat matang.
2. Kesalahan Organisasi Keagamaan dan Pemuka Agama
Kesalahan ini dipicu oleh “dalam kenyataannya, terdapat banyak
organisasi dan aliran-aliran keagamaan”. Dalam pandangan remaja hal
itu mengesankan adanya pertentangan dalam ajaran agama. Selain itu
remaja juga melihat kenyataan “Tidak tanduk keagamaan para
pemuka agama yang tidak sepenuhnya menuruti tuntutan agama”.
3. Pernyataan Kebutuhan Agama
Pada dasarnya manusia memiliki sifat konservatif (senang dengan
yang sudah ada), namun disisi lain, manusia juga memiliki dorongan
curiosity (dorongan ingin tahu). Kedua sifat bawaan ini merupakan
kenyataan dari kebutuhan manusia yang normal. Apa yang
menyebabkan pernyataan kebutuhan manusia itu berkaitan dengan
54 William James Starbuch, An Introduction to Psychology of Religion (San Francisco: Psychology Press, 2008), 101.
munculnya keraguan pada ajaran agama? Dengan dorongan curiosity,
maka remaja akan terdorong untuk mempelajari/mengkaji ajaran
agamanya. Jika dalam pengkajian itu terdapat perbedaan-perbedaan
atau terdapat ketidaksejalanan dengan apa yang telah dimilikinya
(konservatif) maka akan menimbulkan keraguan.
4. Kebiasaan
Remaja yang sudah terbiasa dengan suatu tradisi keagamaan yang
dianutnya akan ragu untuk menerima kebenaran ajaran lain yang baru
diterimanya/dilihatnya.
5. Pendidikan
Kondisi ini terjadi pada remaja yang terpelajar. Remaja yang terpelajar
akan lebih kritis terhadap ajaran agamanya. Terutama yang banyak
mengandung ajaran yang bersifat dogmatis. Apalagi jika mereka
memiliki kemampuan untuk menafsirkan ajaran agama yang dianutnya
secara lebih rasional.
6. Percampuran Antara Agama dengan Mistik
Dalam kenyataan yang ada ditengah-tengah masyarakat, kadang-
kadang tanpa disadari ada tindak keagamaan yang mereka lakukan
ditopangi oleh mistik dan praktek kebatinan. Penyatuan unsur ini
menyebabkan remaja menjadi ragu untuk menentukan antara unsur
agama dengan mistik.
Penyebab keraguan remaja dalam bidang agama yang
dikemukakan oleh Starbuck55 di atas, adalah penyebab keraguan yang
bersifat umum bukan yang bersifat individual. Keraguan remaja pada
55 William James Starbuch, An Introduction to Psychology of Religion (San Francisco: Psychology Press, 2008), 105
agama bisa juga terjadi secara individual. Keraguan yang bersifat
individual ini disebabkan oleh:
a. Kepercayaan
Yaitu keraguan yang menyangkut masalah keagamaan dan
implikasinya.
b. Tempat Suci
Yaitu keraguan yang menyangkut masalah pemuliaan dan
pengaguman tempat-tempat suci.
c. Alat Perlengkapan Agama
Yaitu keraguan yang menyangkut alat-alat perlengkapan yang
digunakan dalam peribadatan suatu agama.
d. Fungsi dan Tugas dalam Lembaga Keagamaan
Yaitu keraguan yang menyangkut fungsi para pemimpin agama dalam
suatu lembaga keagamaan.
e. Pemuka agama, biarawan dan biarawati
f. Perbedaan aliran dalam keagamaan
Jadi, tingkat keyakinan dan ketaatan remaja pada agama sangat
dipengaruhi oleh kemampuan mereka dalam menyelesaikan keraguan
dan konflik batin yang terjadi dalam dirinya. Dalam upaya mengatasi
konflik batin, para remaja cenderung untuk bergabung dalam peer
groups-nya dalam rangka berbagi rasa dan pengalaman. Kondisi inipun,
menurut Jalaluddin,56 akan mempengaruhi keyakinan dan ketaatan
remaja pada agama.
56 Jalaludin Rakhmat, Psikologi Komunikasi (Penerbit: Remaja Rosdakarya, 2003), 55.
Faktor lain yang mempengaruhi adalah, adanya motivasi dari
dalam diri remaja itu sendiri. Menurut Yahya Jaya,57 motivasi beragama
adalah usaha yang ada dalam diri manusia yang mendorongnya untuk
berbuat sesuatu tindak keagamaan dengan tujuan tertentu atau usaha
yang menyebabkan seseorang beragama.
Menurut Nico Syukur,58 manusia termotivasi untuk beragama atau
melakukan tindak keagamaan dalam empat hal:
1. Didorong oleh keinginan untuk mengatasi frustasi dalam kehidupan,
baik frustasi karena kesukaran alam, frustasi karena social, frustasi
karena moral, maupun frustasi karena kematian.
2. Didorong oleh keinginan untuk menjaga kesusilaan dan tata tertib
masyarakat.
3. Didorong oleh keinginan untuk memuaskan rasa ingin tahu atau
intelek ingin tahu manusia.
4. Didorong oleh keinginan menjadikan agama sebagai sarana untuk
mengatasi ketakutan.
Implikasi Perkembangan Keagamaan Remaja Dalam Pendidikan
Spilka59 menyatakan bahwa penanaman agama yang terhenti
sebelum seseorang mencapai formal operation stage kadang akan sulit
untuk diperbaiki. Oleh karena itu pemberian materi agama bagi remaja
57 Yahya Jaya, Peranan Taubat Dan Maaf Dalam Kesehatan Mental (Malang: UNM, 2009), 35.58 Nico Syukur Dister, Pengantar Teologi (Yogyakarta: Penerbit Kanisius, 2005), 31.
59 Ralph W. Hood Jr., Peter C. Hill , and Bernard Spilka, The Psychology of Religion: An Empirical Approach (Englewood Cliffs, NJ: Prentice-Hall, 1985), 200.
harus tetap dilakukan dengan memperhatikan berbagai aspek
perkembangan yang terjadi pada masa remaja.
Sebagai faktor eksternal, maka pendidik harus memperhatikan
dinamika perkembangan remaja. Dalam hal ini dinamika perkembangan
remaja dapat digunakan sebagai dasar penyusunan materi yang akan
diberikan kepada remaja beserta strategi dan metode penyampaiannya.
Dilihat dari segi muatanya, pendidikan agama Kristen merupakan mata
pelajaran pokok yang menjadi satu komponen yang tidak dapat
dipisahkan dengan mata pelajaran yang lain sehingga penyampaian
materi agama Kristen harus disampaikan menggunakan konsep yang luas,
dengan mengaitkan berbagi cabang ilmu pengetahuan lain dan
disampaikan secara mendalam. Hal ini sesuai dengan berbagai aspek
perkembangan remaja baik kondisi maupun kejiwaannya sehingga
mampu mendorong minat beragama serta menumbuhkan minat untuk
menggali secara mendalam mengenai berbagai pengetahuan agama
Kristen, sehingga dapat menjawab segala pertanyaan mengenai suatu hal
yang berkaitan dengan keyakinannya dan menjawab semua persoalan
pribadinya.
Dengan demikian maka materi pendidikan agama Kristen dapat
diterima dengan baik dan dapat di aplikasikan dalam kehidupan sehari
hari mereka, sehingga dapat meningkatkan potensi spiritual serta
membentuk peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan
beriman Allah dan berakhlak mulia.
Pendidikan agama nampaknya harus tetap dipertahankan sebagai
bagian penting dari program-program pendidikan yang diberikan di
sekolah. Tanpa melalui pendidikan agama, mustahil Spiritual Quotient
dapat berkembang baik dalam diri peserta didik.
Anak remaja memasuki masa kritis dan skeptis. Pengahayatan
kehidupan keagamaan sehari-hari dilakukan mungkin atas pertimbangan
adanya semacam tuntutan yang memaksa dari luar dirinya. Implikasi dari
perkembangan perilaku, moral, dan keagamaan anak usia sekolah
menengah adalah pendidikan hendaknya dilaksanakan dalam bentuk
kelompok-kelompok belajar, atau perkumpulan remaja yang positif.
Sekolah hendaknya menciptakan suasana dan menyediakan fasilitas yang
memungkinkan terbentuknya kelompok-kelompok remaja yang
mempunyai tujuan dan program-program kegiatan yang positif
berdasarkan minat siswa.
Firman Tuhan sebagai Dasar Pertumbuhan Iman Remaja
Iman adalah tindakan yang terdiri dari empat unsur, yang
pertama ialah mengakui bahwa apa yang difirmankan oleh Allah adalah
benar dan sungguh dapat diandalkan. Yang kedua ialah menyerahkan diri
kepada firman Tuhan dan Kristus sebagai dasar pengharapan yang kukuh.
Yang ketiga ialah menerima janji Allah yang terdapat di dalam Alkitab.
Yang keempat ialah menghayati kebenaran firman Tuhan dalam
pengalaman. Oleh sebab itu, menurut Wongso,60 iman adalah respon dan
tindakan (Yak. 2:14-20).
Iman adalah pengakuan, percaya, bersandar, menghormati,
menaati, menyerahkan, mengasihi Allah dengan kesungguhan hati yaitu
60 Peter Wongso, Dasar Iman Kepercayaan Kristen (Malang: SAAT, 2005) 47.
dengan segenap jiwa, akal budi, dan ketekunan. Iman memang bukan
sesuatu yang diwarisi setiap remaja dari orang tuanya, sebagaimana ia
mewarisi segi-segi kepribadian mereka, namun seorang remaja dapat
dibimbing kepada iman melalui asuhan, teladan dan doa-doa
orangtuanya. Menurut Cully,61 intisari iman Kristen ialah pemberitaan
kabar sukacita yang menyatakan bahwa dalam Yesus Kristus, Allah telah
memasuki eksistensi manusiawi, mencari dan menyelamatkan manusia.
Inilah yang disebut dengan kerygma.
Alkitab menjelaskan bahwa pengaruh pertama yang dialami
Timotius adalah pengaruh asuhan orangtuanya dan terutama ibu dan
neneknya yang mengajarnya Alkitab sejak ia kecil. Memang ada unsur
intelektual dalam iman, namun intelektual bukanlah hal utama atau yang
paling penting dalam iman. Iman berarti percaya kepada Kristus dengan
sepenuh hati sebagai oknum yang telah mati untuk memberi kita
keselamatan. Iman yang dimaksud ialah penyerahan diri yaitu
penyerahan seluruh hidup kepada Sang Juruselamat.
Iman Kristen harus menjadi ciri setiap remaja, sehingga setiap
remaja dapat berdiri teguh dalam iman (1 Kor. 16:13), tinggal di dalam
iman (Kol. 1:23) dan “hidup” di dalam iman (2 Kor. 5:7). Oleh imanlah
setiap remaja boleh masuk kepada Allah (Roma 5:2; Efesus 3:12). Iman
tidaklah statis dan iman itu tumbuh (2 Kor. 10:15; 2 tes. 1:3). Sangat
keliru jika seseorang menganggap iman sebagai hasil usaha manusia
yang sebanding dengan tindakan Allah untuk keselamatan. Iman itu
61 Iris V. Cully, Dinamika Pendidikan Kristen (Jakarta : BPK Gunung Mulia, 2009), xi.
sendiri berasal dari Allah, sebab kepada setiap orang percaya Allah
mengaruniakan suatu ukuran iman (Roma 12:3).62
Jika seorang remaja benar-benar percaya kepada Kristus, maka ia
akan menerima firman-Nya sebagai kebenaran dan menerima kebenaran
tentang Kristus dan hubungan-Nya dengan Bapa. Dan ia juga percaya
kepada Bapa dan kepada penyataan yang dibuat dalam Kitab Suci. Semua
itu begitu mendasar sehingga sungguh-sungguh bisa dikatakan bahwa ia
percaya.
Kerangka Berpikir
Berdasarkan uraian di atas, maka dapat dibentuk kerangka pikir
penelitian sebagai berikut:
Bagan 2.2. Kerangka Pemikiran Penelitian
Dari bagan tersebut, tampak jelas alur pemikiran penulis yang meyakini adanya korelasi antara keteladanan guru, metode mengajar dan motivasi mengajar dengan pertumbuhan iman siswa.
62 Leon Morris, Teologi Perjanjian Baru, (Malang: Gandum Mas, 1986), 112.
Metode Mengaj
ar
Teladan Guru
Pertumbuhan Iman Siswa
Motivasi
Mengajar
Pengajuan Hipotesis
Bertitik tolak dari landasan teologis-teoritis dan kerangka berpikir
seperti telah disinggung sebelumnya, dan perkiraan bahwa:
1. Terdapat hubungan positif dan signifikan antara Keteladanan dengan
Pertumbuhan iman SMK Negeri 1 Aramo Nias Selatan.
2. Terdapat hubungan positif dan signifikan antara Metode mengajar
dengan Pertumbuhan iman SMK Negeri 1 Aramo Nias Selatan.
3. Terdapat hubungan positif dan signifikan antara Motivasi Mengajar
dengan Pertumbuhan iman siswa SMK Negeri Aramo Nias Selatan.
4. Terdapat hubungan positif dan signifikan antara Keteladanan, Metode
dan Motivasi Mengajar secara bersama-sama dengan Pertumbuhan
iman siswa SMK Negeri 1 Aramo Nias Selatan.
maka penulis mengajukan hipotesis, yaitu jawaban terhadap pembahasan
masalah ini, sebagai berikut:
“Diduga pertumbuhan iman siswa SMK Negeri 1 Aramo Nias Selatan akan
berlangsung dengan baik oleh karena keteladanan guru PAK, metode
mengajar dan motivasi sebagai pengajar bekerja dengan sempurna di
dalam proses belajar-mengajar PAK.”
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
Pengujian hipotesis riset di dalam bab metodologi amat bergantung
kepada kualitas data yang diperoleh dalam penelitian. Salah satu aspek
pengajaran PAK yang intinya adalah pengajaran Firman Kristus bertujuan
agar relevansinya mengena kepada sifat para murid/ siswa.63 Djamaludin
Ancok mengatakan, kegunaan pengukuran dengan validitas dan reabilitas
yang tinggi menunjukkan atau menggambarkan secara tepat konsep yang
diukur.64 Dalam hal ini adalah pertumbuhan iman siswa.
W. Gulo sehubungan dengan penelitian yang korelasional
berpandangan ia akan fungsional jika hubungan korelasi itu cukup erat/
63 Dennis H Dirks, “Fondasi Perkembangan Manusia” dalam Michael J. Anthony (ed), Foundations of Ministry (Malang: Gandum Mas, 2012), 73.64 Djamaludin Ancok, ‘Validitas Reliabilitas Instrumen Penelitian” dalam Masri Singarimbun dan Sofian Effendi, Metode Penelitian Survey (Jakarta: Penerbit LP3ES, 191989), 123.
tinggi.65 Untuk kepentingan penelitian ini, penulis mengharapkan ada
hubungan fungsional di antara variabel riset yang ada ini.
Bagian utama dari bab ini adalah memberikan telaah atas problema
sesugguhnya dari riset ini melalui pendekatan ilmiah. Suatu pendekatan
kombinasi kuantitatif (: memusatkan pada gejala-gejala yang mempunyai
karateristik tertentu dalam kehidupan iman siswa SMK Negeri 1 Aramo
Nias Selatan) dengan pendekatan kualitatif(:yang memusatkan perhatian
pada prinsip-prinsip umum seperti Keteladanan, Metode, dan Motivasi
mengajar yang mendasari perwujudan satuan-satuan gejala yang ada
dalam realitas pembelajaran PAK di lingkungan SMK Negeri 1 Aramo Nias
Selatan)66. Dengan melakukan pendekatan jenis ini, maka diharapkan
dapat dihasilkan sebuah teori yang lebih mengena untuk memahami
dinamika iman remaja dilihat dari tiga variabel bebas dan satu variabel
terikat.67
Dimensi metodologis pada bab ini dimaksudkan bagaimana peneliti
memperoleh pengetahuan.68 Sisi epistemologis inilah yang menjadi
kepentingan dalam bab ini. Suatu pendalaman akan corak pembenaran
melalui berbagai pengujian sesuai dengan hipotesis yang dikembangkan.
3.1. Tujuan Penelitian
65 W Gulo, Metodologi Penelitian (Jakarta: PT. Grasindo, 2002), 70.66 Bambang Rudito dan Melia Famiola, Social Mapping (Bandung: Rekaya Sains, 2013), 78.67 Variabel bebas dapat diberi batasan suatu variabel yang fungsinya menerangkan variabel lain. Notasinya X1, X2, X3. Sementara itu variabel terikat adalah suatu variabel yang dikenai pengaruh oleh variabel lainnya. Notasinya adalah Y. Lihat: Tony Wijaya, Cepat Menguasai SPSS 20 (Yogyakarta: Cahaya Atma Pusaka, 2012), 5.68 Eduardus Dosi, Media Massa Dalam Jaring Kekuasaan (Flores-NTT: Penerbit Ledalero, 2012), 41.
Tujuan penelitian ini adalah untuk memperoleh dan menemukan
data, fakta riset dan keabsahannya dari hubungan Keteladanan, Metode
dan Motivasi Mengajar dengan pertumbuhan iman siswa SMK Negeri 1
Aramo Nias Selatan. Tujuan khusus penelitian ini adalah untuk
medapatkan informasi empiris yang komprehensif dan mendalam,
apakah:
1. Terdapat hubungan positif dan signifikan antara Keteladanan
dengan Pertumbuhan iman SMK Negeri 1 Aramo Nias Selatan.
2. Terdapat hubungan positif dan signifikan antara Metode
mengajar dengan Pertumbuhan iman SMK Negeri 1 Aramo
Nias Selatan.
3. Terdapat hubungan positif dan signifikan antara Motivasi
Mengajar dengan Pertumbuhan iman siswa SMK Negeri Aramo
Nias Selatan.
4. Terdapat hubungan positif dan signifikan antara Keteladanan,
Metode dan Motivasi Mengajar secara bersama-sama dengan
Pertumbuhan iman siswa SMK Negeri 1 Aramo Nias Selatan.
3.2. Tempat dan Waktu Penelitian
Riset ini dilaksanakan di lingkungan SMK Negeri 1 Aramo Nias
Selatan. Data penelitian ini dikumpulkan selama dua minggu, yaitu
minggu pertama bulan Maret 2014 hingga minggu kedua bulan Maret
2014. Waktu ini dipilih mengingat saat itu responden dapat meluangkan
waktu bagi pengisian kuisioner riset ini.
3.3. Metode dan Desain Penelitian
Metode penelitian yang dipakai adalah metode survey yang bersifat
korelasional. Penelitian ini bertujuan untuk menguji hipotesis yang
menyatakan hubungan antara variabel bebas dengan variabel terikat.
Hubungan antara variabel penelitian dapat dilihat seperti gambar berikut
ini.
Gambar 3.1.Bagan tentang hubungan kedekatan berbagai variabel riset
Dalam penelitian ini dilakukan kombinasi antara metode induksi dan
deduksi. Maksudnya ialah mencoba mendalami ada tidaknya pengaruh
variabel bebas terhadap variabel terikat. Dan dengan mengetahui hal ini
diharapkan dapat memberikan deskripsi lebih dalam mengenai
pertumbuhan iman siswa SMK Negeri 1 Aramo Nias Selatan.
3.4. Populasi dan Sampel Penelitian
Variabel
Pertumbuhan Iman Siswa
Variabel
Keteladanan
Variabel
Metode Mengajar
Variabel
Motivasi Mengajar
Adapun yang menjadi populasi dalam penelitian ini adalah siswa-
siswa di lingkup SMK Negeri 1 Aramo Nias Selatan. Total populasi dalam
riset ini adalah 90 orang siswa.
Sehubungan dengan penelitian ini hakikatnya inferensial, maka
pengambilan bagi penelitian ini berciri purposive atau convenience
sampling.69 Namun sesuai dengan tujuan penelitian ini, dari sekitar 90
orang siswa, jumlah sample yang diperlukan adalah 45 orang, dengan
asumsi bahwa distribusi populasinya adalah normal. Menurut Ari, Jacobs
dan Razaveich,70 hendaknya jumlah sampel penelitian menggunakan
besaran sekitar 10-30% dari populasi. Dengan demikian, jumlah sampel
bagi penelitian ini sudah memenuhi syarat karena pada rentang besaran
10-30 %.
3.5. Teknik dan Analisis Data
Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini adalah berhubungan
dengan prestasi belajar yang mengalami peningkatan oleh karena
pengaruh variabel bebas X1, X2 dan X3. Pengumpulan data dari variabel
bebas (Keteladanan, Metode dan Motivasi Mengajar) dan variable terikat
(Pertumbuhan iman siswa), dilakukan dengan menggunakan questioner
(angket) dengan lima (5) rentang jawaban yang harus diisi oleh
responden.
James A. Black dan Dean A. Champion mengatakan, untuk menguji
sebuah teori maka sejumlah istilah yang didefinisikan secara nominal
69 Ronny Kountur, Metode Penelitian (Jakarta: Penerbit PPM, 2004), 144.70 Aris, Jacobs and Razaviech, Introduction to Research in Education (USA: Holt Rinehart and Winston Inc., 1982), 167.
harus mampu dibawa ke dalam kenyataan empiris.71 Mengacu kepada
pandangan tersebut, penulis merasa perlu memberikan makna terhadap
variabel riset ini dengan menetapkan kegiatan untuk pengukuran
variabelnya. Ke-tiga variabel tersebut akan dielaborasikan ke dalam
angket yang diberikan kepada siswa SMK Negeri 1 Aramo Nias Selatan
yang bertindak sebagai responden penelitian.
Pertanyaan-pertanyaan dalam angket riset ini mengikuti pola skala
pengukuran Likert,72 dan jawaban para responden itu akan dianalisis
dengan menggunakan alat bantu pengolah data SPSS versi 18 untuk
menguji hubungan antar variabel. Pengujian ini disebut dengan uji
korelasi yang terintegrasi dalam regresi ganda. Pengolahan dan analisis
data dilakukan dengan mengikuti tahapan-tahapan:
a. Pengujian Validitas dan Reliabilitas Instrumen.
Pengujian validitas dibatasi dengan melakukan apa yang
seharusnya dilakukan dan mengukur apa yang seharusnya
diukur.73 Pengujian validitas instrumen bertujuan untuk
mengetahui apakah instrumen yang digunakan dapat
mengukur variabel bebas dan variabel terikat secara tepat. Uji
validitas instrumen menggunakan uji korelasi Product Moment
Pearson. Pengujian ini dilakukan dengan formulasi statistik
dari Ms Excel. Sementara itu uji reliabilitas bertujuan untuk
71 James A. Black dan Dean A. Champion, Metode dan Masalah Penelitian Sosial (Bandung: Refika Aditama, 1999), 161.72 James A Black dan Dean A Champion, mengatakan, keuntungan menggunakan Skala Likert antara lain, (1) dapat dibuat dan mudah diinterpretasi, (2) pengukurannya sangat lazim digunakan, (3) bersifat fleksibel dan (4) data ordinal yang diperoleh mampu menggambarkan pola-pola sosial yang ada, hal. 170-171.73 Mudrajad Kuncoro, Metode Riset untuk Bisnis & Ekonomi (Jakarta: Penerbit Erlangga, 2009), 172. Lebih jauh beliau menegaskan dalam mengevaluasi skala pengukuran maka harus diperhatikan dua hal yaitu: 1. Validitas dan 2. Reliabilitas.
mengetahui apakah instrumen yang digunakan dapat
mengukur sesuatu yang diukur secara konsisten dari waktu ke
waktu. Pengujian reliabilitas menggunakan uji Alpha
Cronbach, dengan menggunakan SPSS for Windows release
18. Kala validitas dan reliabilitas menjadi isu utama dalam
penelitian inferensial, maka tingkatan akurasi alat ukur serta
tingkat keandalannya secara konsisten menjadi sebuah
keharusan.74
b. Penggambaran Populasi
Penggambaran populasi dilakukan berdasarkan data riset
yang diperoleh dari instrumen yang telah valid dan reliabel.
Yang termasuk dalam penggambaran populasi adalah
deskripsi data penelitian, dan distribusi data penelitian.
c. Uji persyaratan analisis
Uji ini dilakukan untuk mengetahui apakah data yang
diperoleh berasal dari populasi atau sampel yang berdistribusi
normal. Hal ini penting karena asumsi dasar dari pengambilan
sampel adalah normal, dan apakah variabel bebas ini linier
dengan variabel terikat atau tidak. Uji persyaratan analisis
menggunakan uji normalitas dan uji linearitas. Uji normalitas
menggunakan Kolmogorov Smirnov dengan SPSS 18
sementara uji linearitas menggunakan test of linearity juga
dengan SPSS 18
74 Wilhelmus Harysusilo dan M. Havidz Aima, Skala Pengukuran dan Instrumen Penelitian (Jakarta: IN MEDIA, 2013), 11.
3.6. Pengujian Hipotesis
Langkah-langkah yang dikerjakan sebelum melakukan pengujian
hipotesis adalah sebagai berikut:
Pertama, regresi sederhana. Langkah ini digunakan untuk mencari
persamaan regresi antara setiap variabel bebas dengan variabel terikat.
Perhitungan regresi sederhana juga untuk melihat kecenderungan
hubungan variabel terikat dengan variabel bebas.
Kedua, uji linearitas regresi. Langkah ini bertujuan untuk
mengetahui apakah data yang digunakan untuk menganalisis variabel-
variabel bebas bersifat linier. Selain itu kelinieran regresi juga merupakan
syarat untuk menganalisis uji korelasi. Oleh karena data riset ini bersifat
ordinal, maka analisis korelasi yang dianggap tepat untuk itu adalah
korelasi Spearmans.
Ketiga, korelasi antar variabel. Tujuannya adalah untuk menetahui
koefisien korelasi antar variabel-variabel bebas dengan variabel terikat.
Pengujian hipotesis pertama, kedua, dan ketiga menggunakan teknik
analisis korelasi antar variabel.
Keempat, korelasi parsial. Pengujian ini dimaksudkan untuk
mengetahui apakah terdapat hubungan antara salah satu variabel bebas
dengan variabel terikat, jika variabel bebas lainnya dalam keadaan
tetap/terkontrol.
Kelima, regresi ganda. Pengujian ini untuk mengetahui
kecenderungan hubungan variabel-variabel bebas secara bersama-sama
dengan variabel terikat.
Keenam, korelasi ganda. Langkah ini dilakukan untuk mengetahui
apakah terdapat hubungan antara variabel bebas secara bersama-sama
dengan variabel terikat. Pengujian hipotesis keempat dilakukan dengan
menggunakan teknik analisis korelasi ganda.
3.7. Instrumen Penelitian
Pada gambar 3.1 berikut ini diikhtisarkan bentuk perpaduan atribusi
pengajar PAK dengan pertumbuhan iman siswa SMK Negeri 1 Aramo Nias
Selatan. Dalam kerangka pertumbuhan iman siswa tidak dapat dipungkiri
bahwa siswa mengalami internalisasi nilai-nilai Kristus baik itu
anugerahNya, karya keselamatanNya bagi orang berdosa dan kasih
setiaNya. Kesemuanya ini merupakan sarana bagi pengajaran iman dan
kehidupan dalam perjanjian yang dilandasi oleh kasihNya (covenant of
grace). Dan disamping itu. Siswa merasa hasil dan pencapaiannya selama
ini cukup menantang dirinya untuk mengarahkan hati dan jiwanya kepada
Tuhan Sang Pencipta dan Penebus. Dan akhirnya, siswa yakin bahwa
hasratnya untuk berserah dan mempercayakan masa depannya kepada
Dia saja. Yakni sebuah upaya edukasi yang direncanakan dengan baik dan
sistematis yang selaras dengan perkembangan iman siswa tersebut.
Terutama pada penemuan di mana harapan siswa/i ini berasal75. Apakah
benar dari Kristus atau dari tempat lain?
Gambar.3.2. Pertumbuhan Iman Siswa SMK
75 Jody Capehart, Teaching With Heart (Yogyakarta: Penerbit ANDI, 2012), 200. Sebab guru-guru seringkali menjadi cermin yang melalui itulah murid-murid melihat diri mereka sendiri.
Proses pertumbuhan iman siswa SMK Negeri 1 Aramo Nias Selatan
Proses peningkatan prestasi belajar siswa SMTK (sekolah menengah
kejuruan) diperkirakan akan signifikant oleh karena adanya aliran
pembelajaran PAK yang relevan dengan latar belakang kultural siswa. Dan
disamping itu, sekolah memperlihatkan isi pendidikan yang sistematis dan
kontekstual. Inilah yang ditengarai John W. Santrock, sebagai pendidikan
Kemampuan Profesi
Pengajar
Kemampuan Profesi
Pengajar
Cara Hidup Pengajar PAKCara Hidup
Pengajar PAK
Daya Penggerak Sesungguhnya
Daya Penggerak Sesungguhnya
Ajaran KristusAjaran Kristus
Pertumbuhan iman
Pertumbuhan iman
multikultural yang menghargai perbedaan dan mewadahi beragam
perpektif.76 Konteks pendidikan SMK Negeri 1 Aramo Nias Selatan adalah
majemuk kendati kebanyakan siswa – siswa dari kultur yang sama.
Namun tetap mengedepankan keragaman dan perbedaan anak didiknya
baik dilihat dari latar belakangnya, pola asuh hingga semangat dalam
bertumbuh kepada Kristus.
Penelitian ini menggunakan empat buah instrumen, yaitu:
1. Instrumen Keteladanan
2. Instrumen Metode mengajar
3. Instrumen Motivasi mengajar
4. Instrumen Pertumbuhan iman siswa
Keempat instrumen tersebut dibuat dalam berbentuk angket
menurut skala Likert dengan rentang nilai 1 sampai 5. Di mana untuk skor
1 dimaknai: sangat tidak setuju. Skor 2 dimaknai: tidak setuju, skor 3
dimaknai: tidak tahu/ tidak berpendapat, skor 4 dimaknai: setuju dan skor
5 dimaknai: sangat setuju.
Instrumen yang dikembangkan dalam penelitian ini kemudian
divalidasi dengan validitas isi dan juga validitas konstruksi. Merujuk
kepada Wilhelmus dan Havidz Aima, instrumen riset yang berupa kuisener
yang baik dikembangkan dengan memperhatikan suatu konsep dan teori
yang relevan. Kegunaannya dapat dipakai untuk melakukan pengukuran
pada variabel yang akan diteliti.77
76 John W. Santrock, Psikologi Pendidikan (Jakarta: Prenada Media Grup, 2007), 184.77 Wilhelmus Harysusilo dan M. Havidz Aima, Skala Pengukuran dan Instrumen Penelitian (Jakarta: IN MEDIA, 2013), 5.
3.8. Hipotesis Statistika
Adapun yang menjadi hipotesis statistika yang akan diuji dalam
penelitian ini dapat dijabarkan sebagai berikut:
(1)Hipotesis pertama
Ho : r y1 = 0
H1 : r y1 > 0
(2)Hipotesis kedua
Ho : r y2 = 0
H2 : r y2 > 0
(3)Hipotesis ketiga
Ho : r y3 = 0
H1 : r y3 > 0
(4)Hipotesis keempat
Ho : ry 1,2,3= 0
H1 : ry 1,2,3 > 0
Keterangan:
r y1 :Koefisien korelasi antara persepsi keteladanan guru dengan
pertumbuhan iman siswa.
r y2 :Koefisien korelasi antara metode mengajar dengan
pertumbuhan iman siswa.
ry3 :Koefisien korelasi antara strategi motivasi mengajar dengan
pertumbuhan iman siswa.
R y1,2,3 :Koefisien korelasi antara keteladanan guru, metode mengajar
dan motivasi mengajar, dengan pertumbuhan iman siswa SMK
Negeri 1 Aramo Nias Selatan.
Dengan telah ditetapkannya hipotesis statistika ini, maka pada akhirnya
akan dapat dipastikan arah pengujiannya yaitu: apakah ketiga variabel
bebas ini memiliki hubungan dengan variabel terikat tersebut.
3.9. Keterbatasan Penelitian
Penelitian ini tidak mengarah kepada tindakan evaluasi terhadap
guru PAK karena terkendala/ dibatasi oleh waktu, tenaga dan dana. Lebih
sifatnya kepada bagaimana penelitian tentang perkembangan iman siswa
ini dapat membantu guru memahami cara di mana Tuhan telah
merancang pola hidup dalam anugerahNya kepada para siswa ini semua.