draft bph

31
BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Pembesaran prostat benigna atau lebih dikenal sebagai BPH sering diketemukan pada pria yang menapak usia lanjut. Istilah BPH atau benign prostatic hyperplasia sebenarnya merupakan istilah histopatologis, yaitu terdapat hiperplasia sel-sel stroma dan sel-sel epitel kelenjar prostat. Hiperplasia prostat benigna ini dapat dialami oleh sekitar 70% pria di atas usia 60 tahun. Angka ini akan meningkat hingga 90% pada pria berusia di atas 80 tahun. Meskipun jarang mengancam jiwa, BPH memberikan keluhan yang menjengkelkan dan mengganggu aktivitas sehari-hari. Keadaan ini akibat dari pembesaran kelenjar prostat atau benign prostate enlargement (BPE) yang menyebabkan terjadinya obstruksi pada leher buli- buli dan uretra atau dikenal sebagai bladder outlet obstruction (BOO). Obstruksi yang khusus disebabkan oleh pembesaran kelenjar prostat disebut sebagai benign prostate obstruction (BPO). Obstruksi ini lama kelamaan dapat menimbulkan perubahan struk-tur buli-buli maupun ginjal sehingga menyebabkankomplikasi pada saluran kemih atas maupun bawah. Keluhan yang disampaikan oleh pasien BPH seringkali berupa LUTS (lower urinary tractsymptoms) yang terdiri atas gejala obstruksi (voiding symptoms) maupun iritasi

description

bph

Transcript of draft bph

BAB IPENDAHULUANA.Latar belakangPembesaran prostat benigna atau lebihdikenal sebagai BPH sering diketemukan padapria yang menapak usia lanjut.Istilah BPH atau benign prostatic hyperplasia sebenarnyamerupakan istilah histopatologis, yaitu terdapathiperplasia sel-sel stroma dan sel-sel epitelkelenjar prostat.Hiperplasia prostat benignaini dapat dialami oleh sekitar 70% pria di atas usia60 tahun. Angka ini akan meningkat hingga 90%pada pria berusia di atas 80 tahun.Meskipun jarang mengancam jiwa, BPHmemberikan keluhan yang menjengkelkan dan mengganggu aktivitas sehari-hari. Keadaan iniakibat dari pembesaran kelenjar prostat ataubenign prostate enlargement (BPE) yangmenyebabkan terjadinya obstruksi pada leherbuli-buli dan uretra atau dikenal sebagai bladderoutlet obstruction (BOO). Obstruksi yang khususdisebabkan oleh pembesaran kelenjar prostatdisebut sebagai benign prostate obstruction(BPO).Obstruksi ini lama kelamaan dapatmenimbulkan perubahan struk-tur buli-bulimaupun ginjal sehingga menyebabkankomplikasi pada saluran kemih atas maupunbawah.

Keluhan yang disampaikan oleh pasien BPHseringkali berupa LUTS (lower urinary tractsymptoms) yang terdiri atas gejala obstruksi(voiding symptoms) maupun iritasi (storagesymptoms) yang meliputi: frekuensi miksimeningkat, urgensi, nokturia, pancaran miksilemah dan sering terputus-putus (intermitensi),dan merasa tidak puas sehabis miksi, dan tahapselanjutnya terjadi retensi urine. Hubunganantara BPH dengan LUTS sangat kompleks.

Tidak semua pasien BPH mengeluhkan gangguanmiksi dan sebaliknya tidak semua keluhan miksidisebabkan oleh BPH.Banyak sekali faktor yang diduga berperandalam proliferasi/pertumbuhan jinak kelenjarprostat, tetapi pada dasarnya BPH tumbuh padapria yang menginjak usia tua dan masihmempunyai testis yang masih berfungsi normalmenghasilkan testosteron. Di samping itupengaruh hormon lain (estrogen, prolaktin), diettertentu, mikrotrauma, dan faktor-faktor lingkungan diduga berperan dalam proliferasi sel-sel kelenjar prostat secara tidak langsung. Faktor-faktor tersebut mampu mempengaruhi sel-sel prostat untuk mensintesis protein growth factor, yang selanjutnya protein inilah yang berperan dalam memacu terjadinya proliferasi sel-sel kelenjar prostat. Fakor-faktor yang mampu meningkatkan sintesis protein growth factor dikenal sebagai faktor ekstrinsik sedangkan protein growth factor dikenal sebagai factor intrinsik yang menyebabkan hiperplasia kelenjar prostat.Terapi yang akan diberikan pada pasien tergantung pada tingkat keluhan pasien, komplikasi yang terjadi, sarana yang tersedia, dan pilihan pasien. Di berbagai daerah di Indonesia kemampuan melakukan diagnosis dan modalitas terapi pasien BPH tidak sama karena perbedaan fasilitas dan sumber daya manusia di tiap-tiap daerah.Berdasarkan hal tersebut kelompok tertarik untuk membahas tentang penyakit Hyperplasia Prostat Benigna dan dapat mengaplikasikan dalam memberikan asuhan keperawatan kepada klien.

B.Tujuan1. Tujuan umumMahasiswa dapat memahami asuhan keperawatan pada klien dengan gangguan sistem perkemihan yaitu Hyperplasia Prostat Benigna.2. Tujuan khususMahasiswa dapat menjelaskan :a. Definisi penyakitHyperplasia Prostat Benignab. Etiologi penyakitHyperplasia Prostat Benignac. Faktor Predisposisi Hyperplasia Prostat Benignad. Patofisiologi penyakitHyperplasia Prostat Benignae. Tanda dan gejala Hyperplasia Prostat Benignaf. Pemeriksaan Penunjang penyakitHyperplasia Prostat Benignag. PathwaypenyakitHyperplasia Prostat Benignah. Penatalaksanaan penyakitHyperplasia Prostat Benignai. Komplikasi Penyakit Hyperplasia Prostat Benignaj. Asuhan keperawatan yang harus diberikan pada klien denganHyperplasia Prostat Benigna.BAB IIPEMBAHASANA.DefinisiKelenjar prostat adalah salah satu organ genitalia pria yang terletak di sebelah inferior buli-buli dan membungkus uretra posterior. Prostat adalah jaringan fibromuskuler dan jaringan kelenjar yang terlihat persis di inferior dari kandung kencing. Prostat normal beratnya + 20 gr, didalamnya berjalan uretra posterior + 2,5 cm. Pada bagian anterior difiksasi oleh ligamentum puboprostatikum dan sebelah inferior oleh diafragma urogenitale. Pada prostat bagian posterior bermuara duktus ejakulatoris yang berjalan miring dan berakhir pada verumontanum pada dasar uretra prostatika tepat proksimal dari spingter uretra eksterna(Purnomo, 2003).Benigna Prostat Hyperplasia (BPH) adalah pembesaran progresif dari kelenjar prostat yang dapat menyebabkan obstruksi dan ristriksi pada jalan urine (uretra).Benign Prostatic Hyperplasia (BPH) atau disebut tumor prostat jinak adalah pertumbuhan berlebihan yang tidak ganas. Pembesaran prostat jinak akibat sel-sel prostat memperbanyak diri melebihi kondisi normal, biasanya laki-laki berusia di atas 50 tahun.Benigna Prostat Hiperplasiamerupakan kondisi patologis dimana terjadi pembesaran kelenjar prostat, memanjang ke atas ke dalam kandung kemih dan menyumbat aliran urin dengan menutupi orifisium uretra (Smeltzer & Bare, 2002).B.EtiologiMenurut Purnomo (2003), hingga sekarang ini masih belum diketahui secara pasti penyebab terjadinya BPH. Beberapa hipotesis menyebutkan bahwa BPH erat kaitannya dengan peningkatan kadar dihidrotestosteron (DHT) dan proses aging (menjadi tua). beberapa hipotesis yang diduga sebagai penyebab timbulnya BPH adalah :

a. Teori DHT

DHT adalah metabolit androgen yang sangat penting pada pertumbuhan sel-sel kelenjar prostat. Dibentuk dari testosteron di dalam sel prostat oleh enzim 5a-reduktase dengan bantuan koenzim NADPH. DHT yang telah dibentuk berikatan dengan reseptor androgen (RA) membentuk kompleks DHT-RA pada inti sel dan selanjutnya terjadi sintesa proteingrowth factoryang menstimulasi pertumbuhan sel prostat. Pada berbagai penelitian, aktivitas enzim 5a-reduktase dan jumlah RA lebih banyak pada BPH. Hal ini menyebabkan sel-sel prostat pada BPH lebih sensitif terhadap DHT sehingga replikasi sel lebih banyak terjadi dibandingkan dengan prostat normal.

b. Keseimbangan antara estrogen-testosteron

Pada usia yang semakin tua, kadar testosteron menurun, sedangkan kadar estrogen relatif tetap sehingga perbandingan antara estrogen testosteron semakin meningkat. Telah diketahui bahwa estrogen di dalam prostat berperan dalam terjadinya proliferasi sel-sel kelenjar prostat dengan cara meningkatkan sensitifitas sel-sel prostat terhadap rangsangan hormon androgen, meningkatkan jumlah RA, dan menurunkan jumlah kematian sel prostat. Hal itu membuat sel-sel prostat yang telah ada mempunyai umur yang lebih panjang sehingga massa prostat menjadi lebih besar.

c.Interaksi stroma-epitel

Diferensiasi dari pertumbuhan sel epitel prostat secara tidak langsung dikontrol oleh sel-sel stroma melalui suatu mediator (growth factor) tertentu. Setelah sel-sel stroma mendapatkan stimulasi dari DHT dan estrandiol, sel-sel stroma mensintesis suatugrowth factoryang selanjutnya mempengaruhi sel-sel stroma itu sendiri secara intrakrin dan autokrin, serta mempengaruhi sel-sel epitel secara parakrin. Stimulasi itu menyebabkan terjadinya proliferasi sel-sel epitel maupun sel stroma.

d. Berkurangnya kematian sel prostat (apoptosis)

Program apoptosis pada sel prostat merupakan mekanisme fisiologis untuk mempertahankan homeostasis kelenjar prostat. Berkurangnya jumlah sel-sel prostat yang mengalami apoptosis menyebabkan jumlah sel-sel prostat secara keseluruhan menjadi meningkat sehingga massa prostat bertambah. estrogen diduga mampu memperpanjang usia sel-sel prostat, sedangkan faktor pertumbuhan TGF berperan dalam proses apoptosis.

e. Teori sel stem

Untuk mengganti sel-sel yang mengalami apoptosis, selalu dibentuk sel-sel baru. Dalam kelenjar prostat dikenal stem sel yaitu sel yang mempunyai kemampuan berproliferasi sangat ekstensif. Kehidupan sel ini sangat tergantung pada keberadaan hormon androgen. Sehingga jika hingga hormon ini kadarnya menurun seperti yang terjadi pada kastrasi, menyebabkan terjadinya apoptosis. Terjadinya proliferasi sel-sel pada BPH dipostulasikan sebagai tidak tepatnya aktivitas sel stem sehingga terjadinya produksi yang berlebihan sel stroma maupun sel epitel.

C.Faktor Predisposisi1. Volume buli-buli tiba-tiba terisi penuh yaitu pada cuaca dingin, menahan kencing terlalu lama, mengkonsumsi obat-obatan atau minuman yang mengandung diuretikum (alkohol, kopi), dan minum air dalam jumlah berlebihan.2. Massa prostat tiba-tiba membesar yaitu setelah melakukan aktivitas seksual atau mengalami infeksi prostat akut.3. Setelah mengkonsumsi obat-obatan yang dapat menurunkan kontraksi otot detrusor atau yang dapat mempersempit leher buli-buli, antara lain golongan antikolinergik atau adrenergik alfa.D.PatofisiologiPembesaran prostat menyebabkan penyempitan lumen uretra prostatika dan menghambat aliran urin. Keadaan ini menyebabkan peningkatan tekanan intravaskuler. Untuk dapat mengeluarkan urin, buli-buli harus berkontraksi lebih kuat guna melawan tahanan itu. Kontraksi yang terus menerus ini menyebabkan perubahan anatomik buli-buli berupa hipertrofi otot detrusor, trabekulasi, terbentuknya selula, sakula, dan divertikel buli-buli. Perubahan struktur pada buli-buli tersebut, oleh klien dirasakan sebagai keluhan pada saluran kemih bagian bawah ataulower urinary tract symptom(LUTS) yang dahulu dikenal dengan gejala prostatismus(Price, 1996).Tekanan intravesikal yang tinggi diteruskan ke seluruh bagian buli-buli tidak terkecuali pada kedua muara ureter. Tekanan pada kedua muara ureter ini dapat menimbulkan aliran balik urin dari buli-buli ke ureter atau terjadi refluks vesiko-ureter. Keadaan ini jika berlangsung terus akan mengakibatkan hidroureter, hidronefrosis, bahkan akhirnya dapat jatuh ke dalam gagal ginjal.

Obstruksi yang diakibatkan oleh BPH tidak hanya disebabkan oleh adanya massa prostat yang menyumbat uretra posterior, tetapi juga disebabkan oleh tonus otot polos yang ada pada stroma prostat, kapsul prostat, dan otot polos pada leher buli-buli. Otot polos itu dipersarafi oleh serabut simpatis yang berasal dari nervus pudendus(Price, 1996).Pada BPH terjadi rasio peningkatan komponen stroma terhadap epitel. Kalau pada prostat normal rasio stroma dibanding dengan epitel adalah 2:1, pada BPH rasionya meningkat menjadi 4:1. Hal ini menyebabkan pada BPH terjadi peningkatan tonus otot otot polos prostat dibanding dengan prostat normal. Dalam hal ini massa prostat yang menyebabkan obstruksi komponen statik sedangkan tonus otot polos yang merupakan komponen dinamik sebagai penyebab obstruksi prostat.

E.Manifestasi KlinisObstruksi prostat dapat menimbulkan keluhan pada saluran kemih maupun keluhan di luar saluran kemih.

a.Keluhan pada saluran kemih bagian bawah (LUTS)

Gejala iritatif yaitu sering miksi (frekuensi), terbangun untuk miksi pada malam hari (nokturia), perasaan ingin miksi yang sangat mendesak (urgensi), dan nyeri pada saat miksi (disuria). Sedangkan gejala obstruktif adalah pancaran melemah, rasa tidak puas sehabis miksi, kalau mau miksi harus menunggu lama (hesitancy), harus mengejan (straining), kencing terputus-putus (intermittency), dan waktu miksi memanjang yang akhirnya menjadi retensio urin dan inkontinen karena overflow.Keluhan ini biasanya disusun dalam bentuk skor simtom. Terdapat beberapa jenis klasifikasi yang dapat digunakan untuk membantu diagnosis dan menetukan tingkat beratnya penyakit, di antaranya adalah skor internasional gejala-gejala prostat WHO (International Prostate Symptom Score, IPSS) dan skor Madsen Iversenb.Keluhan pada saluran kemih bagian atas

Keluhan akibat BPH pada saluran kemih atas berupa gejala obstruksi antara lain nyeri punggung, benjolan di pinggang (yang merupakan tanda dari hidronefrosis), atau demam yang merupakan tanda dari infeksi atau urosepsis.

c.Gejala diluar saluran kemih

Pada pemeriksaan fisis mungkin didapatkan buli-buli yang terisi penuh dan teraba massa kistus di daerah supra simfisis akibat retensi urine. Kadang-kadang didapatkan urin yang selalu menetes tanpa disadari oleh klien merupakan pertanda inkontinensia paradoksa. Pada colok dubur diperhatikan tonus sfingter ani/refleks bulbo-kavernosus untuk menyingkirkan adanya kelainan buli-buli neurogenik, mukosa rektum, dan keadaan prostat antara lain kemungkinan adanya nodul, krepitasi, konsistensi prostat, simetri antar lobus dan batas prostat.

F.Pemeriksaan Penunjanga. Laboratorium

Sedimen urin diperiksa untuk mencari kemungkinan adanya proses infeksi atau inflamasi pada saluran kemih. Pemeriksaan kultru urin berguna dalam mencari jenis kuman yang menyebabkan infeksi dan sekaligus menentukan sensitifitas kuman terhadap beberapa antimikroba yang diujikan. Fisiologi ginjal diperiksa untuk mencari kemungkinan adanya penyulit yang mengenai saluran kemih bagian atas. Sedangkan gula darah dimaksudkan untuk mencari kemungkinan adnaya penyakit diabetes mellitus yang dapat menimbulkan kelainan persarafan pada buli-buli neurogenik. Jika dicurigai adanya keganasan prostat perlu diperiksa kadar penanda tumor PSA.

b. Radiologi meliputi intravena pylografi, BNO, sistogram, retrograde, USG, CT-Scanning, cytoscopy, dan foto polos abdomen. Tujuan pemeriksaan pencitraan ini adalah untuk memperkirakan volume BPH, menentukan derajat disfungsi buli-buli dan volume residu urin, dan mencari kelainan patologi lain, baik yang berhubungan maupun tidak dengan BPHc.Pencitraan

Foto polos perut berguna untuk mencari adanya batu opak di saluran kemih, adanya batu/kalkulosa prostat dan kadangkala dapat menunjukkan bayangan buli-buli yanng penuh terisi urin yang merupakan tanda dari suatu retensi urin. Pemeriksaan PIV dapat menerangkan kemungkinan adanya kelainan pada ginjal maupun ureter berupa hidroureter atau hidronefrosis. Pemeriksaan ultrasonografi transrektal atau TRUS dimaksudkan untuk mengetahui besar atau volume kelenjar prostat, adanya kemungkinan BPH. Disamping itu ultrasonografi transabdominal mampu mendeteksi adanya hidronefrosis ataupun kerusakan ginjal akibat obstruksi BPH yang lama.

d. Prostatektomi Retro PubisPembuatan insisi pada abdomen bawah, tetapi kandung kemih tidak dibuka, hanya ditarik dan jaringan adematous prostat diangkat melalui insisi pada anterior kapsula prostat.e.Prostatektomi parineal yaitu pembedahan dengan kelenjar prostat dibuang melalui perineum f.Pemeriksaan lain

Pemeriksaan derajat obstruksi prostat dapat diperkirakan dengan cara mengukur :

1)Residual urin yaitu jumlah sisa urin setelah miksi. Sisa urin in dapat dihitung dengan cara melakukan kateterisasi setelah miksi atau ditentukan dengan pemeriksaan ultrasonografi setelah miksi.

2)Pancaran urin atauflow ratedapat dihitung secara sederhana yaitu dengan menghitung jumlah urin dibagi dengan lamanya miksi berlangsung (ml/detik) atau dengan alat uroflometri yang menyajikan gambaran grafik pancaran urin.G.Penatalaksanaan1Terapi medikamentosa

a) Penghambat andrenergika, misalnya prazosin, doxazosin, alfluzosin ataua1a (tamsulosin).b)Penghambat enzim 5-a-reduktase, misalnya finasteride (Poscar)c)Fitoterapi, misalnya eviprostat2)Terapi bedah

Waktu penanganan untuk tiap pasien bervariasi tergantung beratnya gejala dan komplikasi.Indikasi terapi bedah yaitu :

a)Retensio urin berulang

b)Hematuria

c)Tanda penurunan fungsi ginjal

d)Infeksi saluran kencing berulang

e)Tanda-tanda obstruksi berat yaitu divertikel,hidroureter, dan hidronefrosis.f)Ada batu saluran kemih.

Ada beberapa jenis terapi bedah yang sering digunakan pada pasien Hyperplasia Prostat Benigna, antara lain:1. Prostatektomi

Ada berbagai macam prostatektomi yang dapat dilakukan yang masing-masing mempunyai kelebihan dan kekurangan antara lain :a.Prostatektomi Supra pubis. Adalah salah satu metode mengangkat kelenjar melalui insisi abdomen. Yaitu suatu insisi yang dibuat kedalam kandung kemih dan kelenjar prostat diangkat dari atas. Pendekatan ini dilakukan untuk kelenjar dengan berbagai ukuran dan beberapa komplikasi dapat terjadi seperti kehilangan darah lebih banyak dibanding metode yang lain. Kerugian lainnya adalah insisi abdomen akan disertai bahaya dari semua prosedur bedah abdomen mayor, seperti kontrol perdarahan lebih sulit, urin dapat bocor disekitar tuba suprapubis, serta pemulihan lebih lama dan tidak nyaman. Keuntungan yang lain dari metode ini adalah secara teknis sederhana, memberika area eksplorasi lebih luas, memungkinkan eksplorasi untuk nodus limfe kankerosa, pengangkatan kelenjar pengobstruksi lebih komplit, serta pengobatan lesi kandung kemih yang berkaitan. b.Prostatektomi Perineal.Adalah mengangkat kelenjar melalui suatu insisi dalam perineum. Cara ini lebih praktis dibanding cara yang lain, dan sangat berguna untuk biopsi terbuka. Keuntungan yang lain memberikan pendekatan anatomis langsung, drainage oleh bantuan gravitasi, efektif untuk terapi kanker radikal, hemostatik di bawah penglihatan langsung,angka mortalitas rendah, insiden syok lebih rendah, serta ideal bagi pasien dengan prostat yang besar, resiko bedah buruk bagi pasien sangat tua dan ringkih. Pada pasca operasi luka bedah mudah terkontaminasi karena insisi dilakukan dekat dengan rektal. Lebih jauh lagi inkontinensia, impotensi, atau cedera rectal dapat mungkin terjadi dari cara ini. Kerugian lain adalah kemungkinan kerusakan pada rectum dan spingter eksternal serta bidang operatif terbatas. c.Prostatektomi retropubik. Adalah suatu teknik yang lebih umum dibanding pendekatan suprapubik dimana insisi abdomen lebih rendah mendekati kelenjar prostat, yaitu antara arkus pubis dan kandung kemih tanpa tanpa memasuki kandung kemih. Prosedur ini cocok untuk kelenjar besar yang terletak tinggi dalam pubis. Meskipun darah yang keluar dapat dikontrol dengan baik dan letak bedah labih mudah untuk dilihat, infeksi dapat cepat terjadi dalam ruang retropubis. Kelemahan lainnya adalah tidak dapat mengobati penyakit kandung kemih yang berkaitan serta insiden hemorargi akibat pleksus venosa prostat meningkat juga osteitis pubis. Keuntungan yang lain adalah periode pemulihan lebih singkat serta kerusakan spingter kandung kemih lebih sedikit.2. Insisi Prostat Transuretral ( TUIP ).Yaitu suatu prosedur menangani BPH dengan cara memasukkan instrumen melalui uretra. Satu atau dua buah insisi dibuat pada prostat dan kapsul prostat untuk mengurangi tekanan prostat pada uretra dan mengurangi kontriksi uretral. Cara ini diindikasikan ketika kelenjar prostat berukuran kecil ( 30 gram/kurang ) dan efektif dalam mengobati banyak kasus BPH. Cara ini dapat dilakukan di klinik rawat jalan dan mempunyai angka komplikasi lebih rendah di banding cara lainnya.3. TURP ( TransUretral Reseksi Prostat )TURP adalah suatu operasi pengangkatan jaringan prostat lewat uretra menggunakan resektroskop, dimana resektroskop merupakan endoskop dengan tabung 10-3-F untuk pembedahan uretra yang dilengkapi dengan alat pemotong dan counter yang disambungkan dengan arus listrik. Tindakan ini memerlukan pembiusan umum maupun spinal dan merupakan tindakan invasive yang masih dianggap aman dan tingkat morbiditas minimal.TURP merupakan operasi tertutup tanpa insisi serta tidak mempunyai efek merugikan terhadap potensi kesembuhan. Operasi ini dilakukan pada prostat yang mengalami pembesaran antara 30-60 gram, kemudian dilakukan reseksi. Cairan irigasi digunakan secara terus-menerus dengan cairan isotonis selama prosedur. Setelah dilakukan reseksi, penyembuhan terjadi dengan granulasi dan reepitelisasi uretra pars prostatika (Suddarth, Brunner, 2002).H.KomplikasiKomplikasi yang dapat terjadi adalah perdarahan, pembentukan bekuan, obstruksi kateter serta disfungsi seksual tergantung dari jenis pembedahan. Kebanyakan prostatektomi tidak menyebabkan impotensi meskipun aktifitas seksual dapat dilakukan kembali setelah 6-8 minggu karena fossa prostatik sudah sembuh. Komplikasi yang lain yaitu perubahan anatomis pada uretra posterior menyebabkan ejakulasi retrogard yaitu setelah ejakulasi cairan seminal mengalir kedalam kandung kemih dan diekskresikan bersama urin. Selain itu vasektomi mungkin dilakukan untuk mencegah penyebaran infeksi dari uretra prostatik melalui vas deference dan ke dalam epidedemis. Setelah prostatektomi total ( biasanya untuk kanker ) hampir selalu terjadi impotensi. Bagi pasien yang tak mau kehilangan aktifitas seksualnya, implant prostetik penis mungkin digunakan untuk membuat penis menjadi kaku guna keperluan hubungan seksualI.Asuhan keperawatan1.Pengkajiana.Identitas (nama, umur, jenis kelamin, pendidikan, alamat, no. rm, diagnosa medis)

b.Pola kesehatan fungsional

1) Sirkulasia) Peningkatan tekanan darah (efek lebih lanjut pada gejala).b) Perawat mengumpulkan informasi lebih lanjut tentang riwayat keluarga pasien mengenai kanker dan penyakit jantung serta ginjal, termasuk hipertensi.2) Eliminasia) Penurunan kekuatan kateter berkemih.b) Ketidakmampuan pengosongan kandung kemih.

c) Nokturian, disuria, retensi urin, hematuria.

d) Duduk dalam mengosongkan kandung kemih.

e) Kekambuhan UTL riwayat batu (urinary stage I).

f) Konstepasi (penonjolan prostat ke rectum).

3) Nutrisi Metabolika) Penurunan berat badan (kehilangan BB secara mendadak).

b) Pasien tampak pucat atau tidak.

c) Anoreksia, nausea, vomiting.4) Rasa Nyamana) Pasien melaporkan masalah-masalah yang berkaitan seperti nyeri pinggang, nyeri punggung, dan rasa tidak nyaman abdomen atau suprapubis.

b) Apabila pasien melaporkan ketidaknyamanan diatas, kemungkinan penyebabnya adalah infeksi, retensi, dan kemungkinan kolik renalis.

c) Rasa nyaman: demam5) Seksualitasa) Perhatikan pada efek dari kondisinya/kemampuan seksual.

b) Takut beser kencing selama kegiatan intim.

c) Penurunan kontraksi ejakulasi.

d) Pembesaran prostat.6) Pengetahuan/pendidikana) Perawat mengkaji bagaimana hyperplasia prostatic benigna telah mempengaruhi gaya hidup pasien selama beberapa bulan yang lalu.

b) Apakah pasien cukup aktif untuk usianya.

c) Apa bentuk masalah urinari pasien (uraikan dalam kata-kata pasien).

d) Riwayat adanya kanker dalam keluarga, hipertensi, penyakit gula.

e) Penggunaan obat antihipertensi atau antidepressan, antibiotika/antibacterial untuk saluran kencing, obat alergic.Pemeriksaan Fisik

1)Kesadaran umum

2)TTV

3)Head to toea)Kepala : mukosa mulut

b)Leher : -

c)Dada : -

d)Abdomen : inspeksi udem atau lekukan konveks abdomen bagian bawah, palpasi tegang abdomen, turgor, nyeri daerah pinggul, distensi kandung kemih, perkusi kandung kemih tumpul, auskultasi bunyi bruit di arteri ginjal (bunyi yang dihasilkan dari perputaran aliran darah yang melalui arteri yang sempit).

e)Genitalia : kaji adanya rabas, peradangan, dan luka pada meatus urinearius eksterna.

f)Ekstremitas : kaji adanya udem

2.Diagnosa Keperawatan

a. Ganggunan eliminasi urin berhubungan dengan obstruksi anatomik

b. Retensi urin berhubungan dengan tekanan uretrayangtinggi

c. Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera fisik

d. Gangguan pola tidur berhubungan dengan kondisi terjaga maladaptiveI.Rencana Asuhan KeperawatanNoDiagnosa KeperawatanTujuanIntervensiRasionalisasi

1.Ganggunan eliminasi urine b.d. obstruksi anatomik.

Setelah dilakukantindakan keperawatanselama3x24 jam, klien menunjukkan eliminasi urine yang adekuat dengan indikator:Indikator

Target

Pola eliminasi urin normal

5

Jumlah urin adekuat

4

Keseimbangan intake dan output cairan

4

Keterangan:1.Tidak adekuat

2.Sedikit adekuat

3.Moderat adekuat

4.Substansi adekuat

5.Total adekuat1.Monitor pengeluaran urine, frekuensi, konsistensi, bau, volume, warna

2.Monitor tanda dan gejala ISK contoh rasa panas seperti terbakar saat kencing, rasa terdesak saat kencing, nyeri menetap atau bertambah sakit

3.Bantu klien untuk berkemih dengan posisi yang nyaman

4.Ajarkan klien untuk minum 8 gelas air sehari1.Mendeteksi terjadinya masalah eliminasi urine untuk menentukan tindakan selanjutnya

2.Temuan-temuan tersebut dapat memberi tanda kerusakan jaringan lanjut dan perlu pemeriksaan lebih luas, seperti pemeriksaan radiologi jika sebelumnya tidak dilakukan

3.Posisi yang nyaman membuat pengeluaran urine adekuat.

4.Intake cairan yang adekuat menstimulasi eliminasi urine.

2Retensi urine b.d.tekanan uretra yangtinggi.Setelah dilakukantindakan keperawatanselama3x24 jam, klien menunjukkan eliminasi urine yang adekuat dengan indikator:Indikator

Target

Pola eliminasi urin normal

5

Keseimbangan intake dan output cairan

4

Tidak ada distensi abdomen

4

Pengeluaran urin tanpa nyeri

4

Tidak ada darah dalam urin

5

Keterangan:1.Tidak adekuat

2.Sedikit adekuat

3.Moderat adekuat

4.Substansi adekuat

5.Total adekuat1.Kaji sistem urinearia secara komprehensif meliputi: urine output, pola pengeluaran urine, masalah eliminasi urine yang muncul.

2.Stimulasi refleks kandung kemih dengan cara mendinginkan abdomen.

3.Minta keluarga untuk melaporkan urine output

4.Monitor intake dan output cairan

5.Pasang kateter urine sesuai indikasi

6.Ajarkan pada klien atau keluarga untuk menjaga kebersihan kateter1.Mendeteksi terjadinya masalah eliminasi urine untuk menentukan tindakan selanjutnya

2.Membantu proses pengeluaran urine dengan menstimulasi pusat mikturisi di medulla spinalis pars sakralis yang akan menstimulasi otot detrusor untuk berkontraksi secara teratur

3.Memonitor output urine

4.Intake cairan yang adekuat menstimulasi eliminasi urine

5.Pemasangan kateter urine dapat membantu pengeluaran urine

6.Kebersihan kateter urine dapat mengurangi risiko terjadinya infeksi

3.Nyeri akut b.d. agen cedera fisik.

Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan nyeri yang dirasakan klien berkurang, dengan kriteria hasil :

Tujuan

Target

Nyeri terkontrol

4

TTV normal

4

Mengetahui penyebab nyeri

5

Melaporkan kontrol nyeri

5

Skala nyeri 2

4

Menunjukkan penggunaan teknik manajemen nyeri

5

Keterangan:1.Tidak adekuat

2.Sedikit adekuat

3.Moderat adekuat

4.Substansi adekuat

5.Total adekuat1.Kaji lokasi, karakteristik, durasi, dan intensitas nyeri

2.Kaji respon verbal dan non verbal berkaitan ketidaknyamanan

3.Monitor TTV

4.Kontrol lingkungan yang dapat mempengaruhi nyeri seperti suhu, pencahayaan dan kebisingan

5.Ajari prinsip manajemen nyeri yaitu dengan teknik nafas dalam

6.Berikan analgesik sesuai order

1.Memastikan nyeri yang dirasakan

2.Mengetahui respon yang dirasakan

3.Mengetahui respon fisiologis yang ditimbulkan akibat nyeri yang dirasakan

4.Meningkatkan kenyamanan untuk mengurangi nyeri

5.Meminimalkan nyeri yang dirasakan

6.Pemberian analgesik dapat mengurangi nyeri yang dirasakan

4.Gangguan pola tidur b.dkondisi terjaga maladptive.Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan pola tidur klien normal, dengan kriteria hasil:

Indikator

Target

Waktu tidur

4

Kulitas tidur

4

Perasaan segar setelah tidur

5

TTV normal

5

Keterangan:1.Tidak adekuat

2.Sedikit adekuat

3.Moderat adekuat

4.Substansi adekuat

5.Total adekuat1.Tentukan efek samping pengobatan pada pola tidur klien

2.Jelaskan pentingnya tidur yang adekuat selama sakit

3.Ajarkan klien dan keluarga tentang faktor-faktor yang mempengaruhi pola tidur

4.Hindari suara keras, berikan lingkungan yang tenang dan minimalkan gangguan

5.Ajarkan untuk tidur siang jika diperlukan untuk memenuhi kurang tidur1.Mengetahui penyebab gangguan pola tidur yang dialami klien

2.Tidur yang adekuat membuat tubuh menjadi lebih segar

3.Memberikan pengetahuan keluarga agar dapat memandirikan keluarga dalam mengatasi masalah gangguan pola tidur

4.Memberikan lingkungan yang terapeutik

5.Tidur siang merupakan cara untuk memenuhi kebutuhan tidur klien

BAB IIIKESIMPULANBenigna Prostat Hyperplasia (BPH) adalah pembesaran progresif dari kelenjar prostat yang dapat menyebabkan obstruksi dan ristriksi pada jalan urine (uretra). Sampaisekarang ini masih belum diketahui secara pasti penyebab terjadinya BPH, namunbeberapa hipotesis menyebutkan bahwa BPH erat kaitannya dengan peningkatan kadar dihidrotestosteron (DHT) dan proses aging (menjadi tua).Adabeberapa hipotesis yang diduga sebagai penyebab timbulnya BPH, yaitu :Teori DHT, keseimbangan antara estrogen-testosteron, interaksi stroma-epitel, berkurangnya kematian sel prostat (apoptosis), teori sel stem.1.Volume buli-buli tiba-tiba terisi penuh yaitu pada cuaca dingin, menahan kencing terlalu lama, mengkonsumsi obat-obatan atau minuman yang mengandung diuretikum (alkohol, kopi), dan minum air dalam jumlah berlebihan.2.Massa prostat tiba-tiba membesar yaitu setelah melakukan aktivitas seksual atau mengalami infeksi prostat akut.3.Setelah mengkonsumsi obat-obatan yang dapat menurunkan kontraksi otot detrusor atau yang dapat mempersempit leher buli-buli, antara lain golongan antikolinergik atau adrenergik alfa.Pembesaran prostat menyebabkan penyempitan lumen uretra prostatika dan menghambat aliran urin. Keadaan ini menyebabkan peningkatan tekanan intravaskuler. Untuk dapat mengeluarkan urin, buli-buli harus berkontraksi lebih kuatuntukmelawan tahanan itu. Kontraksi yang terus menerus ini menyebabkan perubahan anatomik buli-buli berupa hipertrofi otot detrusor, trabekulasi, terbentuknya selula, sakula, dan divertikel buli-buli.

DAFTAR PUSTAKAJohnson, M., Maas, M., & Moorhead S. (2005). Nursing Intervention Classificatian (NIC). Second Ed. New York : Mosby.

Furqan. (2003).Evaluasi Biakan Urin Pada Penderita BPH Setelah Pemasangan KateterMenetap: Pertama Kali dan Berulang. Skripsi. Universitas Sumatera Utara.Hinchliff, S.(1999). Kamus Keperawatan. Jakarta : EGC.

Johnson, M., Maas, M., & Moorhead S. (2005).Nursing Outcomes Classification (NOC). New

York: Mosby.

McCloskey, J. & Gloria M. B. (2000). Nursing Outcome Classificatian (NOC). Second Ed. New

York : Mosby.

McSloskey, JC., Bulechek, GM. (2000).Nursing Intervention Classification (NIC). New York:

Mosby.

NANDA. (2011).NursingDiagnoses; Definitions & Classification.Philadelphia: Nanda

International.

Price, Sylvia A and Willson, Lorraine M. (1996).Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Prosespenyakit,Edisi empat. Jakarta: EGC.Purnomo, B.P. (2003). Dasar-Dasar Urologi. Jakarta : Sagung Seto.

Smeltzer&Bare.(2002).Keperawatan Medikal Bedah, Edisi 8 Vol. 2 Jakarta, EGC.Suddarth, Brunner. (2002).BukuAjar Keperawatan Medikal Bedah Vol. 2. Edisi VIII. Jakarta: EGC.8