Draf Lengkap Kasus Srimulyanii

download Draf Lengkap Kasus Srimulyanii

of 28

Transcript of Draf Lengkap Kasus Srimulyanii

ILUSTRASI KASUS

THALASSEMIA DALAM KEHAMILAN

PENDAHULUAN

Thalassemia merupakan kelainan yang ditentukan secara genetik berupa adanya defek/ penurunan kuantitatif sintesis satu atau lebih rantai globin normal pada hemoglobin. Sintesis yang abnormal ini dapat mengakibatkan eritropoesis yang tidak efektif, hemolisis dan anemia dengan derajat yang bervariasi.

Saat ini jumlah penderita data mengenai ibu hamil dengan thalassemia di Indonesia belum ada, namun berdasarkan data dari pasien thalassemia yang berobat di Pusat Thalasemia Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo ( RSCM ) penderita thalassemia terus bertambah dari 525 orang ( 1993 ) hingga 1267 orang ( Juli 2007 ).1

Terjadi anemia pada kehamilan akibat thalassemia merupakan suatu kelainan beruapa ketidakseimbangan sintesis jumlah rantai globin. Jika perempuan yang menderita thalassemia hamil, perubahan fisiologis normal yang terjadi selama kehamilan dapat mempengaruhi kondisi klinik yang ada. Jika tranfusi adekuat, aktifitas sumsum tulang biasanya aktif akibat anemia hemolitik yang terjadi akan mengalami supresi serta kerja limpa menurun.2Anemia dalam kehamilan memberikan pengaruh yang tidak baik bagi ibu, baik dalam kehamilan, saat persalinan maupun masa nifas dan sesudahnya. Anemia selama kehamilan dapat memberi dampak cadangan besi kurang, cacat bawaan, dan kematian janin. Terdapat hubungan yang bermakna antara anemia pada ibu semasa hamil dengan kejadian berat berat badan lahir bayi rendah, ini dikarenakan anemia dapat mengganggu transfer oksigen ke janin yang berakibat gangguan pada pertumbuhan intrauterin yang normal atau dengan usia gestasi.2Berbagai penyulit yang dapat timbul akibat anemia seperti

1. Abortus

2. Partus prematur

3. Partus lama karena inertia uteri

4. Perdarahan postpartum karena atonia uteri

5. Syok

6. Infeksi intrapartum maupun postpartum

7. Anemia yang sangat berat dengan Hb < 4 g/100 ml dapat menyebabkan dekompensasi kordis

Hipoksia akibat anemia dapat menyebabkan syok dan kematian ibu meskipun persalinan tidak sulit dan tidak terjadi perdarahan banyak. Pengaruh anemia memberi pengaruh kurang bagi hasil konsepsi karena dapat menyebabkan kematian mudigah, kematian perinatal, prematuritas, cacat bawaan, berkurangnya cadangan besi dan pertumbuhan janin terhambat. Jadi, anemia dalam kehamilan merupakan sebab potensial morbiditas dan mortilitas baik ibu maupun bayi.1PATOFISOLOGI THALASSEMIA

Molekul globin terdiri atas sepasang rantai- dan sepasang rantai non- yang menentukan jenis Hb. Pada orang normal terdapat 3 jenis Hb yaitu :

A. Hb A merupakan 96% dari Hb total tersusun dari 2 rantai- dan 2 rantai B. Hb F ( < 2% dari Hb total tersusun dari 2y2 )

C. Hb A2 ( < 3% dari Hb total tersusun dari 2 dari 2 )

Kelainan produksi dapat terjadi pada rantai- ( - thalassemia ), rantai- ( -thalassemia ) rantai-y ( y thalassemia ), rantai- ( -thalassemia ), maupun kombinasi kelainan rantai- dan rantai- ( - -thalassemia ). 1,4,5

Pada thalassemia- kekurangan produksi rantai beta menyebabkan kekurangan pembentukan 22 ( HbA ), kelebihan rantai- berikatan dengan rantai-y yang secara kompensatoir Hb-F sisanya dalam jumlah besar diendapkan pada membran eritrosit sebagai Heinz bodies dengan akibat eritrosit mudah rusak (ineffektive erythropoesis). 5,6,7FAKTOR-FAKTOR PENYEBAB THALASSEMIA A. Adanya pasangan suami istri yang membawa gen / carrier thalasemia

B. Adanya mutasi DNA pada gen sehingga produksi rantai- atau dari Hb kurang

C. Berkurangnya sintesis HBA dan eritropoesis yang tidak efektif disertai penghancuran sel-sel eritrosit intramuskilar. 6,7EPIDEMIOLOGI

Frekuensi gen thalassemia di Indonesia berkisar 3-10%. Berdasarkan angka ini diperkirakan lebih dari 2000 penderita baru dilahirkan setiap tahunnya di Indonesia.

Thalassemia ditemukan diseluruh dunia namun banyak terdapat pada daerah Mediterania costal, Afrika dan sebagian Asia ( Cina, Malaysia, dan Indonesia ). Insiden dari sifat ( trait ) thalassemia selama kehamilan pada semua ras sekitar 1 dari 300 hingga 500 kasus. Di Indonesia lebih banyak ditemui thalassemia beta dari pada thalassemia alfa. 4,8DIAGNOSIS I. Anamnesis

Keluhan timbul karena anemia : pucat, gangguan nafsu makan, gangguan tumbuh kembang, dan perut membesar karena pembesaran lien dan hati. Pada umumnya keluhan ini mulai timbul usia 6 bulan.

II. Pemeriksaan fisik

Pucat

Bentuk muka mongoloid ( facies cooley )

Dapat ditemukan ikterus

Gangguan pertumbuhan

Splenomegali dan hepatomegali yang menyebabkan perut membesar

III. Pemeriksaan penunjang

A. Darah tepi

Hb rendah dapat mencapai 2-3 gr%

Gambaran morfologi mikrositik hipokrom, sel target, anisositosis berat dengan makroovalositosis, mikrosferosit, polikromasi, basophilic stippling, benda howel-jolly, poikilositosis, dan sel target.

Retikulosit yang meningkat

B. Sumsum tulang ( tidak menentukan diagnosis ) Hipeplasi sistem eritropoesis dengan normoblast terbanyak dari jenis asidofil

Granula Fe meningkat ( dengan pengecatan prussian blue )

C. Pemeriksaan khusus

Hb F meningkat : 20-90 % Hb total

Elektroforesis Hb : Hemoglobinopati lain dan mengukur kadar Hb

Pemeriksaan pedigree : kedua orang tua pasien mengalami thalassemia mayor merupakan trait ( carrier dengan Hb A2 meningkat ( 3,5 % Hb total )

D. Pemeriksaan lain

Rontgen foto tulang kepala :

Gambaran hair on end, korteks menipis, diploe melebar dengan trabekula tegak lurus dengan korteks

Foto tulang pipih dan tulang-tulang panjang

Perluasan sumsum tulang sehingga trabekula tampak jelas 4,5,6,7DIAGNOSIS BANDING

Thalassemia minor :

Anemia deffesiensi Fe

Anemia karena penyakit kronis

Anemia karena keracuan timah hitam ( Pb )

Anemia sideroblastik 9PENATALAKSANAAN

A. Medikamentosa

1. Pemberian iron chelating agen ( deferoksamin ) : diberikan setelah kadar feritin serum sudah mencapai 1000 mg/dl atau saturasi transferitin lebih dari 50% atau sekitar 10-20 kantong tranfusi darah. Deferoksamin dengan dosis 25-50 mg/kgbb/hari subkutan melalui pompa infus dalam waktu 8-12 jam dengan minimal 5 hari berturut-turut setiap selesai tranfusi darah.

2. Vitamin C 100-250 mg/hari selama pemberian kelasi besi, untuk meningkatkan efek kelasi besi.

3. Asam folat 2-5 mg/hari untuk memenuhi kebutuhan meningkat

4. Vitamin E 200-400 IU setiap hari sebagai penunjang antioksidan dapat memperpanjang umur sel darah merah.

Sebaiknya makanan yang kaya akan zat besi juga dihindari, kopi dan teh diketahui dapt membantu mengurangi penyerapan besi diusus.B. BedahSplenektomi dengan indikasi :

1. Limpa yang terlalu besar sehingga membatasi pergerakkan penderita2. Hipersplenisme ditandai peningkatan kebutuhan tranfusi darah atau kebutuhan suspensi eritrosit (PRC) melebihi 250ml/kgbb selama satu tahun

C. Suportif

Tranfusi darah, Hb penderita dipertahankan sampai dengan 9,5 g/dl, dengan keadaan ini akan memberikan supresi sumsum tulang yang adekuat, menurunkan tingkat akumulasi besi dan dapat mempertahankan pertumbuhan dan perkembangan penderita. Pemberian darah dalam bentuk PRC ( Pack Red Cell ) 3 ml/kgbb untuk setiap kenaikan 1 gr/dl Hb.9,11PEMANTAUAN DAN SKRINNINGI. Terapi

a. Pemeriksaan kadar feritin setiap 1-3 bulan, karena kecenderungan kelebihan besi sebagai akibat absorbsi besi meningkat dan transfusi berulang.b. Efek samping kelasi besi yang dipantau : demam, gatal, sakit perut, sakit kepala, sukar bernafas, bila terjadi keadaan diatas kelasi besi dihentikan.

II. Gangguan jantung, hepar, endokrin

Anemia kronis dan kelebihan zat besi dapat menimbulkan gangguan fungsi jantung ( gagal jantung ), hepar ( gangguan hepar ), gangguan endokrin ( hipoparatiroid ), fraktur patologis.

III. Gangguan tumbuh kembang

Terutama terjadi pada ibu hamil yang menderita thalassemia yang mengakibatkan gangguan tumbuh kembang anak.

IV. Ada 2 pendekatan untuk menghindari thalassemia :a. Karena karier thalassemia beta bisa diketahui dengan mudah, skirinning populasi dan konseling tentang pasangan bisa dilakukan. Bila heterozigot menikah, 1 dari 4 anak mereka bisa menjadi homozigot atau gabungan heterozigot.b. Bila ibu heterozigot sudah diketahui sebelum lahir, pasangannya bisa diperiksa dan bila termasuk karier, pasangan tersebut prenatal dan termasi kehamilan pada fetus dengan thalassemia beta berat.

c. Alternatif lain bisa juga dilakukan permeriksaan terhadap setiap wanita hamil berdasarkan ras, melalui ukuran eritrosit, kadar Hb A2 meningkat pada thalassemia beta.11 PROGNOSIS

Prognosis bergantung kepada tipe dan tingkat keparahan dari thalassemia. Kondisi klinis penderita sangat bervariasi dari ringan bahkan asimptomatik hingga berat dan mengancam jiwa. Bayi thalasemia alfa mayor kebanyakan lahir mati dan lahir hidup dan meninggal galam beberapa jam. Anak dengan thalassemia dengan transfusi darah biasanya hanya bertahansampai usia 20tahun, biasanya meninggal karena penimbunan besi.10ILUSTRASI KASUSTelah di rawat seorang pasien perempuan berumur 31 tahun di Bangsal Penyakit Dalam RSUP Dr. M. Djamil Padang sejak tanggal 13 Februari 2014 dengan: Keluhan Utama: Pucat yang meningkat sejak 1 minggu yang lalu.Riwayat Penyakit Sekarang Pucat yang meningkat sejak 1 minggu yang lalu, pucat disadari pasien mulai pada telapak tangan, pucat telah dialami pasien sejak 15 tahun yang lalu, pasien sebelumnya telah diketahui hamil anak pertama dengan usia kehamilan 8 bulan dirawat di RSUD Pariaman dengan keluhan terasa nyeri pinggang menjalar keari-ari, keluar lendir dan pucat, pasien mendapat tranfusi darah sebanyak 3 kantong. Bengkak pada perut kiri atas yang bertambah besar sejak 1 tahun yang lalu, bengkak telah dirasakan sejak 15 tahun yang lalu, awalnya perut kiri atas pasien terasa bengkak sebesar telur ayam dan terasa penuh, kemudian sejak 1 tahun terakhir ini bengkak bertambah besar, bengkak telah sebasar kepalan tinju orang dewasa, bengkak tidak disertai nyeri. Lemah, letih dan lesu sejak 1 minggu yang lalu, lemah, letih dan lesu meningkat bila pasien melakukan aktifitas, lemah. Letih dan lesu ini telah dirasakan pasien sejak 1 tahun yang lalu. Pusing pusing dirasakan pasien sejak 2 hari yang lalu. Nafsu makan biasa, pasien makan 3 kali sehari

Sesak nafas tidak ada.

Demam tidak ada.

Batuk tidak ada.

Memar dan biru biru pada kulit tidak ada.

Keluar darah dari hidung dan gusi tidak ada.

Mual dan muntah tidak ada.

Nyeri pinggang menjalar keari ari tidak ada.

Keluar lendir bercampur darah dari kemaluan tidak ada.

Keluar air air yang banyak dari kemaluan tidak ada.

Buang air kecil biasa.

Buang air besar biasa.Riwayat Penyakit Dahulu Riwayat sering menderita penyakit kulit. Riwayat perdarahan spontan dari hidung pada 15 tahun yang lalu. Riwayat menderita sakit malaria tidak ada. Riwayat menderita sakit kuning tidak ada.Riwayat Menstruasi Haid pertama pada umur 15 tahun.

Siklus haid teratur ( 28 hari/siklus haid).

Lama 1 siklus haid 7 hari.

Nyeri saat haid tidak ada.

Haid pertama haid terakhir : 15-5-2013

Tafsiran persalinan : 22-2-2014Riwayat Pengobatan

Riwayat tranfusi darah pada 5 tahun yang lalu sebanyak 5 kantong dengan indikasi pasien mengalami pucat pucat. Riwayat tranfusi darah pada 6 bulan yang lalu sebanyak 6 kantong dengan indikasi pasien mengalami pucat pucat. Riwayat menggunakan kontrasepsi tidak ada.Riwayat Penyakit Keluarga Anak laki laki dari paman pasien yang saat ini berumur 15 tahun menderita thalasemia. Riwayat Pekerjaan, ekonomi, kebiasaan, dan perkawinan Pasien adalah seorang ibu rumah tangga, dan penghasilan berasal dari suami yang bekerja swasta. Pasien anak pertama dari 2 bersaudara. Pasien tamatan SMA. Pasien selalu mencuci tangan sebelum makan dan menggunakan alas kaki bila keluar rumah. Pasien telah menikah 1x pada tahun 2011, saat usia 28 tahun dan usia perkawinan 3 tahun.Pemeriksaan Umum

Kesadaran : CMC Tekanan darah

: 110/60 mmHg Nadi

: 80x/menit, teratur, pengisian cukup Nafas

: 20x/menit Suhu

: 36,5 C Keadaan umum: baik Keadaan gizi

: sedang Berat badan : 50 kg Tinggi badan

: 155 cm BMI

: 20,8 (normoweight) Edema

: (-) Ikterik

: (-)

Anemis

: (+) Sianosis

: (-)

Kulit

: turgor kulit baik Kelenjar getah bening : tidak teraba pembesaran KGBKepala

: normocephal, tidak ada benjolan Rambut

: hitam, tumbuh merata, tidak mudah dicabut,

alopesia (-)Wajah

: rodent like mouth (+)Mata

: konjunctiva anemis, sklera tidak ikterik Telinga

: auricula normal, meatus externa tidak hiperemisHidung

: deviasi septum tidak adaTenggorokan

: faring tidak hiperemis, T2/T2Gigi dan mulut : caries (-), atropi papil (-), hipertropi ginggiva (-)Leher

: JVP 5 - 2 cmH2O, kelenjar tiroid tak teraba Paru DepanInspeksi : Statis : simetris, kiri = kanan Dinamis : pergerakan kiri = kanan Palpasi

: Fremitus kiri = kanan Perkusi

: Sonor, batas pekak hepar di RIC IV-VI kanan Auskultasi : Vesikuler, ronki (-/-), wheezing (-/-)Paru Belakang

Inspeksi

: Statis : simetris, kiri = kanan Dinamis : pergerakan kiri = kanan. Palpasi

: Fremitus kiri = kanan Perkusi

: Sonor Auskultasi : Vesikuler, ronki (-/-), wheezing (-/-)Jantung :

Inspeksi : iktus tidak terlihat Palpasi : iktus teraba 1 jari medial LMCS RIC V, tidak kuat angkat Perkusi : batas jantung atas RIC II, kanan Linea Sternalis Dekstra, kiri 1 jari medial LMCS RIC V, pinggang jantung (+) Auskultasi : bunyi jantung murni, irama jantung reguler, HR 80x/i

M1 > M2, P2 13,0 % ( Beta thalassemia short program ) HbF # 9,5 % ( Beta thalassemia short program )Kesimpulan : Dari indeks dan morfologi eritrosit Hb HPLC ( thalassemia beta/ Hb E heterozigot ganda )

Anjuran : analisa DNA, skining thalassemia anggota keluarga lainnya dan pasangan

Konsul Konsultan hematologi dan onkologi medik

Kesan : Thalassemia beta / HbE heterozigotAdvis :

Transfusi jika Hb < 8 gr/dl

Follow up feritin serum, jika feritin serum > 1000 mg/dl diberikan kelasi besi dengan dosis 40-50 mg/kgbb/hari, pemberian IV dengan kecepatan dalam syringe pump tidak boleh melebihi 15 mg/kgbb/jam selama 8-12 jam, lama pemberian 5-7 hari, kemudian dilakukan pemerikasaan feritin serum. Follow up feritin serum setiap bulan

Visite Bagian Obgin

Dilakukan USG fetomaternal didapatkan kesan : Gravid aterm, janin hidup, ketuban keruh.Rencana : Terminasi dengan SC Cito DISKUSI

Telah dirawat seorang pasien wanita 31 tahun dibangsal penyakit dalam RSUP Dr. M. Djamil Padang sejak 13 Februari 2014 dengan diagnosis :

Anemia sedang mikrositik hipokrom ec hemolitik ec thalassemia beta/HbE heterozigot ganda G1P0A0 aterm (34-36) minggu + anak tunggal + bayi hidup intrauterin + presentasi kepala

Diagnosis ini ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan penunjang. Dari anamnesa adanya pucat-pucat, letih lesu, pusing, bengkak pada perut kiri atas, tidak haid sejak 8 bulan yang lalu, gerakkan janin dirasakan 3 bulan yang lalu, riwayat pasien mengalami pucat-pucat pada 5 tahun yang lalu, dan 7 bulan yang lalu, serta mendapat tranfusi darah, riwayat anak laki laki dari paman pasien menderita thalassemia, haid pertama pada pasien umur 15 th. Dari pemeriksaan fisik didapatkan anemis, facies roden, splenomegali, teraba fundus uteri, palmar eritema.Dari laboratorium didapatkan Hb yang rendah 7,4 gr/dl dengan gambaran darah tepi yang khas thalassemia yaitu : mikrositik hipokrom, polikromasi, poikilositosis, tear drop sel, sel target, basophilic stapling, eritosit berinti 8/100 leukosit dengan MCV : 66 um3, MCH : 20,8 pq, MCHC : 31,7 g/dl dengan kesan mikrositik hipokrom.

Adanya retikulosit yang tinggi (4,1%) menunjukkan suatu proses hemolisis, dan kadar bilirubin indirek yang melebihi nilai normal akibat proses hemolitik, namun belum bermanifestasi ke mukosa, karena ikterus yang nampak pada mukosa bila kadar bilirubin > 2 mg/dl.

Hasil besi serum ( serum iron ) pasien yang meningkat dan hasil feritin serum yang tinggi 765,15 ng/dl yang semakin menguatkan dugaan penyebab anemia adalah thalassemia dan bukan karena deffisiensi Fe. Thalassemia dapat kita tegakkan setelah dilakukan pemeriksaan HPLC dengan kesimpulan : hasil analisa sesuai dengan thalassemia beta/ HbE heterozigot ganda. Jenis mutasi thalassemia beta adalah beta plus (+ atau ++) karena masih didapatkan Hb A dari pemeriksaan HPLC.

Bentuk heterozigot ganda dengan thalassemia sering dijumpai berupa penyakit HbE- thalassemia yang memberikan gambaran klinik dan hematologi sangat mirip dengan o thalassemia, dan memberikan gejala klinis yang asimtomatik.

Pasien ini baru dikenal menderita thalassemia, terjadi anemia pada kehamilan akibat thalassemia merupakan suatu kelainan berupa ketidakseimbangan sintesis jumlah rantai globin. Menurut WHO anemia memiliki kontribusi hingga 40% penyebab kematian ibu hamil di negara berkembang. Pendekatan klinis thalassemia pada kehamilan dapat dilakukan melalui evaluasi anemia pada ibu hamil.

Selama kehamilan, volume darah ibu hamil meningkat hingga hampir mencapai (1,2 1,5) L dengan pertambahan plasma (25-60) % dan eritrosit 300 ml (10-20 % ). Perbedaaan antara kenaikan volume plasma dan kenaikan jumlah eritosit ini mengakibatkan terjadinya anemis dilusional ringan ( hemodilusi ). Peningkatan ini di mulai dari trimester pertama, dan paling jelas trimester kedua serta mengalami fase plateau selam akhir trimester ketiga. Walaupun demikian, ibu hamil dengan hemoglobinopati dapat mengalami penurunan kadar hemoglobin yang lebih rendah yang jika tidak dikoreksi akan mengurangi optimalisasi distribusi oksigen ke jaringan dari ibu dan janin. Seluruh perubahan ini dapat meningkatkan kebutuhan tranfusi lebih sering.

Peningkatan kebutuhan transfusi selama kehamilan dapat meningkatkan kebutuhan terapi kelasi besi. Terapi kelasi besi pada pasien ini tidak diberikan. Terapi kelasi besi deberikan bila kadar feritin serum sudah mencapai 1000 mg/dl atau saturasi transferin lebih 50%.

Yang menarik perlu diperhatikan pada pasien ini adalah :

Bagaimanakah penatalaksanaan anemia selama kehamilan dan persalinan pada pasien ini ? Bagaimanakah penanganan terhadap bayi yang dilahirkan dari ibu dengan thalasemia minor ? Apakah pasien ini boleh hamil lagi ? Bagaimana pencegahan thalasemia pada bayi pasien?Penatalaksanaan pada pasien ini dibagi 2 tahap, yaitu:1. Saat diagnosis ditegakkan Mengobati anemianya dengan mempertimbangkan hal-hal berikut: Transfusi darah diberikan bila Hb < 10 gr/dl Komponen transfusi berupa suspensi eritrosit (PRC) Bila ada gagal jantung atau Hb < 5 gr/dl maka dosis untuk satu kali pemberian tidak boleh lebih dari 5 cc/KgBB dengan kecepatan tidak lebih dari 2 cc/KgBB/jam. Mengatasi komplikasi akut Gagal jantung diatasi dengan pemberian transfusi dan diuretik. Infeksi dapat diatasi dengan pemberian antibiotik yang sesuai. Menilai kondisi janin dengan pemeriksaan USG dan CTG

Pada pasien ini dilakukan pemeriksaan USG dengan hasil gravid sesuai biometri 34-35 minggu dan hasil CTG reaktif. 2. Penatalaksanaan selanjutnya Kontrol Kontrol tiap 2-4 minggu atau lebih cepat bila terjadi penurunan kadar Hb secara progresif. Pada saat kontrol dilakukan pemeriksaan darah rutin ( hemoglobin, leukosit, trombosit, hematokrit, retikulosit, eritrosit ), pemeriksaan serial USG dan CTG. Pemberian deferoksamin Diberikan pada kadar feritin serum> 2000 mg/dl dan saturasi transferin > 50 %. Pada pasien ini indikasi pemberian deferoksamin tidak tepat karena kadar feritin pada saat pasien masuk Rumah Sakit adalah 754,15 ng/ml. Pemantauan fungsi organ

Dilakukan setiap 6 bulan atau lebih cepat( hemosiderosis atau kelainan organ akibat adanya ekspansi eritropoesis. Splenektomi

Dilakukan bila mengganggu pernafasan, Menekan organ intraabdomen atau mempunyai resiko ruptur. Pada pasien ini belum ada indikasi splenektomi. Imunisasi terhadap Hepatitis B & C

Dilakukan untuk mencegah infeksi virus hepatitis B dan C melalui transfusi darah. Dukungan konseling dan psikologi

Diberikan konseling mengenai penyakitnya, komplikasi yang dapat timbul dengan kondisi dalam kehamilan. Transplantasi sumsum tulang, terutama pada kasus thalasemia mayor yang baru dikenal. Pemberian obat-obat pendukung: Vitamin C : 100-250 mg/hari selama pemberian kelasi besi Kalsium : 2-5 mg/hari Asam folat : 200-400 IU setiap hariSebaiknya makanan yang kaya akan zat besi juga dihindari, kopi dan diketahui dapat membantu mengurangi penyerapan besi diusus.3. Pada pasien ini diketahui bahwa pasien menderita thalasemia dengan resiko thalasemia pada janin. Jika kedua orang tua merupakan thalasemia carrier, risiko janin menderita thalasemia mayor adalah 1: 4 (25%). Jika salah satu orang tua merupakan thalasemia carrier yaitu pasien ini dan suaminya normal maka risiko janin menderita thalasemia carrier 1:2 (50%). Pemeriksaan selama antenatal care yang harus dilakukan untuk memonitoring pertumbuhan janin intrauterine adalah dengan menilai kondisi Sistolik Diastolik Arteri Umbilical (SDAU), air ketuban dan biometri janin, kardiotokografi (CTG) dan penilaian profil biofisik janin. Pilihan persalinan pada pasien ini tergantung indikasi obstetri, pada pasien ini persalinan secara normal tidak dapat dilakukan karena dari penilaian USG fetomaternal dijumpai bahwa air ketuban keruh dan janin dengan posisi lintang untuk itu diputuskan terminasi kehamilan pada pasien ini dengan SC cito. Untuk kehamilan berikutnya, tidak ada kontraindikasi untuk hamil, untuk itu perlu diberikan edukasi kepada pasien tentang penyakit yang diderita pasien ini, risiko selama hamil terhadap ibu dan janin. Pencegahan thalasemia terutama ditujukan untuk menurunkan jumlah bayi lahir dengan thalasemia mayor. Ada 2 pendekatan target dalam pencegahan thalasemia yaitu secara retrospektif dan prospektif.

Sebaiknya dilakukan skrining terhadap suami pasien untuk mengetahui apakah bayi juga menderita thalasemia, serta skrining untuk anggota keluarga lainnya, dan untuk bayi pasien juga diperlukan pemeriksaan HPLC, pasien dianjurkan kontrol rutin untuk kondisi penyakit thalasemianya dan pemeriksaan analisis DNA untuk memastikan jenis Hb variant dan mendeteksi mutasi thalassemia beta.

DAFTAR PUSTAKA

1. Sumoastro sugiono, Thalassemia pada kehamilan. Penyakit Dalam pada kehamilan: PERAN SEORANG INTERNIS, Interna Publishing, 2008.

2. Abdul Bari Saifuddin, dkk. Anemia dalam kehamilan. Dalam : Buku Acuan Nasional 5. Darlina, Hardinsyah. Faktor risiko Anemia pada ibu hamil di Kota Bogor. Media Gizi dan Keluarga, Desember 2003.

3. Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal. Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawiroharjo, Jakarta, 2006.

4. BunnHF. Gangguan Hemoglobin. Dalam : Harrisons prinsip-prinsip Ilmu Penyakit Dalam, vol 4, Edisi 13, terjemahan. Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta.

5. Robbins, 2007, buku ajar patologi, Edisi 7, penerbitan buku Kedokteran EGC, Jakarta.

6. Made I Bakta, 2007, Hematologi Ringkas, Edisi I, penerbitan buku kedokteran EGC, Jakarta.

7. Sudoyo Aru W, Setiyohadi Bambang, Alwi Idrus, K. Simadibrata marcellus, setiati Siti, Buku ajar Ilmu Penyakit Dalam, 2006, Edisi 4, Pusat Penertiban Ilmu Penyakit Dalam FKUI, Jakarta.

8. Wilson Lorrain M, Konsep Klinis Proses- proses Penyakit, Edisi 6 penerbit buku kedokteran EGC, Jakarta.

9. Hay WW, Levin MJ. 2007. Hematologic Disorders. Current Diagnosis and Treatment in Pediatrics. New York: Lange Medical Books/ McGraw Hill Publising Division.

10. http:/emedicine.medscape.com/article/958850/ author : Hasan M.Yaish. Thalassemia.11. Bambang H, Permono. 2010. Buku Ajar Hematologi-Onkologi Anak. Jakarta. Ikatan Dokter Indonesia.

21