Draf RUU Desa

download Draf RUU Desa

of 44

Transcript of Draf RUU Desa

DRAFT RANCANGAN UNDANG-UNDANG DESA DEWAN PERWAKILAN DAERAH REPUBLIK INDONESIA Menimbang :

DEWAN PERWAKILAN DAERAH REPUBLIK INDONESIA _______

a. bahwasecara historis, desa atau yang disebut dengan nama lain merupakan kesatuan-kesatuan masyarakat hukum yang menjalankan fungsi-fungsi pengaturan kehidupan bersamaberdasarkan hukum adat dan atau kebutuhan masyarakat dan kearifan lokal; b. bahwa secara sosiologis, keberadaan kesatuan-kesatuan masyarakat hukum adat masih hidup dan berkembang, ditunjukkan dari pengakuan masyarakat setempat pada sistem pengaturan kehidupan dan penghidupan bersama, baik berbetuk sistem kepercayaan, sistem kekerabatan, susunan pemerintahan asli dan sistem ekonomi ; c. bahwa pegakuan dan penghormatan terhadap desa atau dengan nama lain dimaksudkan untuk menjawab tantangan masa depan terutama untuk memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa yang adil dan merata guna mewujudkan sebesar-besarnya kemakmuran rakyat sebagaimana diamanatkan dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; d. bahwa Pasal 18B ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menegaskan bahwa negara mengakui dan menghormati kesatuan-kesatuan masyarakat hukum adat beserta hak-hak tradisionalnya sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia, yang diatur dalam Undang-undang; e. bahwa berdasarkan pertimbangan pada huruf a sampai dengan huruf e perlu ditetapkan Undang-undang tentang Desa;

Mengingat

:

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA dan PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA MEMUTUSKAN: Menetapkan: UNDANG-UNDANG TENTANG DESA.

1. Pasal 1, Pasal 4, Pasal 5, Pasal 18, Pasal 18 A, Pasal 18 B, Pasal 20, Pasal 22 D, Pasal 23 E ayat (2), Pasal 31 ayat (4), Pasal 33 dan Pasal 34 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; 2. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 75, Tambahan lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3851); 3. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 47, Tambahan lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4286); 4. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 5, Tambahan lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4355); 5. Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggungjawab Keuangan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 66, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4400); 6. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 104, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4421); 7. Undang-undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 53, Tambahan lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4309); 8. Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437) sebagaimana diubah terakhir kalinya dengan Undangundang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua atas Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4844); 9. Undang-undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus bagi Provinsi Papua (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2001 Nomor 135, Tambahan lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4151)dan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 62, Tambahan lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4633). 10. Undang-Undang No. 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia. Dengan Persetujuan Bersama

-1-

BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Undang-undang ini yang dimaksudkan dengan: 1. Pemerintah pusat, yang selanjutnya disebut Pemerintah, adalah Presiden Republik Indonesia yang memegang kekuasaan Pemerintahan Negara Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. 2. Pemerintahan daerah adalah penyelenggaraan urusan pemerintahan oleh pemerintah daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah menurut asas otonomi dan tugas pembantuan dengan prinsip otonomi seluas-luasnya dalam sistem dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Tahun 1945. 3. Pemerintah daerah Provinsi adalah gubernur dan perangkat daerah pemerintah daerah provinsi sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah provinsi. 4. Pemerintah daerah Kabupaten/Kota adalah bupati/walikota dan perangkat daerah kabupaten/kota sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah kabupaten/kota. 5. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten/Kota, yang selanjutnya disebut DPRD Kabupaten/Kota, adalah lembaga perwakilan rakyat daerah kabupaten/kota sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah kabupaten/kota. 6. Desa atau yang disebut dengan nama lain, selanjutnya disebut desa adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas-batas wilayah yang berwenang mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dan/atau kepentingan masyarakat setempatberdasarkan prakarsa masyarakat, asal usul dan/atau adat istiadat, yang diakui dan dihormati dalam sistem Pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia. 7. Pemerintahan Desa adalah penyelenggaraan urusan pemerintahandan/atau kepentingan masyarakat setempat oleh Pemerintah Desa dan Badan Perwakilan Desa atau lembaga-lembaga adatmenurut asas rekognisi, subsidiaritas dan delegasi dalam sistem Pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia. 8. Pemerintah desa adalah Kepala Desa atau yang disebut dengan nama lain dan Perangkat Desa sebagai unsur penyelenggara Pemerintahan Desa. 9. Badan Perwakilan Desa atau yang disebut dengan nama lain, adalah lembaga perwakilan masyarakat Desa sebagai perwujudan demokrasi dalam penyelenggaraan pemerintahan desa. 10. Musyawarah Desa adalah forum pengambilan keputusan Desa yang bersifat strategis yang dihadiri oleh masyarakat dan/atau wakil masyarakat, lembaga kemasyarakatan, Pemerintah Desa, dan BPD. 11. Keuangan Desa adalah semua hak dan kewajiban Desa yang dapat dinilai dengan uang dan segala sesuatu berupa uang dan barang yang dapat dijadikan milik Desa yang berhubungan dengan pelaksanaan hak dan kewajiban Desa. 12. Peraturan Desa adalah peraturan perundang-undangan yang dibuat oleh BPD bersama Kepala Desa. 13. Badan Usaha Milik Desa adalah dan hukum usaha desa yang dikelola oleh Pemerintah Desa bersama masyarakat.

-2-

BAB II ASAS, PRINSIP DASAR DAN TUJUAN Pasal 2 Asas pengaturan Desadalam Undang-undang ini: a. Asas rekognisi, b. Asas subsidiaritas, dan c. Asas delegasi, Pasal 3

Prinsip-prinsip dasar pengaturan Desa dalam Undang-undang ini: a. keberagaman, b. kemandirian, c. demokrasi , d. pemberdayaan, dan e. kesejahteraan dan keadilan.

Pasal 4 Pengaturan Desa dalam Undang-undang ini bertujuan untuk: a. memberikan pengakuan dan penghormatan atas Desa yang telah ada sebelum dan sesudah terbentuknya Negara Kesatuan Republik Indonesia, b. memberikan pengakuan dan penghormatanatas keberagaman jenis desa atau yang disebut dengan nama lain di Negara Kesatuan Republik Indonesia, c. memberikan kejelasan kedudukan desa dalam sistem ketatanegaraan Republik Indonesia, d. memberikan jaminan terhadap Desa dalam pelaksanaan pembangunan nasional demi mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia, e. memberdayakan prakarsa, gerakan dan partisipasi masyarakat desa untuk pengembangan potensi dan aset-aset lokal f. membentuk Pemerintahan Desa yang profesional, efektif dan efisien, transparan, serta akuntabel, g. meningkatkan pelayanan publik bagi masyarakat guna mempercepat perwujudkan kesejahteraan masyarakat,dan h. meningkatkan ketahanan sosial-budaya masyarakat guna mewujudkan masyarakat yang mampu memelihara kesatuan sosial sebagai bagian dari ketahanan nasional. BAB III KEDUDUKAN DAN KERAGAMAN DESA Pasal 5 Dalam wilayah Kabupaten atau Kota dibentuk Desa atau yang disebut dengan nama lain yang berwenang mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dan/atau kepentingan masyarakat setempat berdasarkan prakarsa masyarakat, asal usul dan/atau adat istiadat, yang diakui dan dihormati dalam sistem Pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Pasal 6 Penyebutan Desa, kelembagaan pemerintahan dan kemasyarakatan disesuaikan dengan penyebutan yang berlaku di daerah yang bersangkutan.-3-

Pasal 7 (1) Desa sebagaimana dimaksud pada pasal 5 mencakup kesatuan masyarakat hukum adat yang menjalankan fungsi-fungsi pengaturan kehidupan bersama berdasarkan asal-usul, hukum adat dan kearifan lokal. (2) Berdasarkan Undang-undang ini, setiap masyarakat hukum adat yang masih hidup beserta hak-hak tradisionalnyadiakui sebagai suatu desa adat atau desa-desa adat. (3) Prinsip pengakuan ditetapkan dengan Peraturan Daerah Kabupaten/Kota. (4) Pengakuan masyarakat hukum adat sebagai Desa Adat sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) bertujuan untuk mengakui, menghormati, dan melestarikan keberagaman, adat istiadat, dan budaya bangsa berdasarkan prinsip Bhineka Tunggal Ika. (5) Bagi daerah-daerah yang bersifat khusus atau yang bersifat istimewa, pengakuan dan penghormatan pada desa adat mengikuti ketentuan-ketentuan dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku khusus untuk daerah yang bersangkutan. BAB IV PEMBENTUKAN, PENGGABUNGAN, DAN PERUBAHAN DESA Bagian Pertama Umum Paragraf 1 Pembentukan Pasal 8 Dalam wilayah Kabupaten/Kota dapat dibentuk Desa atas prakarsa masyarakat, Pemerintah dan Pemerintah Daerah. Pasal 9 Pembentukan, penggabungan, perubahan status, atau penghapusan Desa ditetapkan dengan Peraturan Daerah. (1) (2) (3) Pasal 10

Pembentukan Desa wajib memperhatikan ekosistem, asal-usul dan kondisisosialbudaya masyarakat setempat. Pembentukan Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa pembentukan Desa baru, penggabungan beberapa Desa atau bagian Desa yang bersandingan, atau pemekaran Desa dari satu Desa menjadi dua Desa atau lebih. Pembentukan Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (2) harus memenuhi syarat: a. Usia penyelenggaraan Pemerintahan Desa paling sedikit 5 (lima) tahun; b. Jumlah penduduk, yaitu: 1) wilayah Jawa dan Bali paling sedikit 1500 jiwa atau 300 Kepala Keluarga; 2) wilayah Sumatera dan Sulawesi paling sedikit 1000 jiwa atau 200 Kepala Keluarga; atau 3) wilayah Kalimantan,Nusa Tenggara Barat dan Nusa Tenggara Timur paling sedikit 375 jiwa atau 75 Kepala Keluarga; 4) Maluku dan Papua paling sedikit 200 jiwa atau 50 Kepala Keluarga. c. Luas wilayah dapat dijangkau dalam meningkatkan pelayanan publik danpembinaan masyarakat; d. Wilayah kerja memiliki jaringan perhubungan atau komunikasi antar dusun;-4-

Mekanisme pembentukan Desa atas prakarsa masyarakat, yaitu: a.adanya prakarsa dan kesepakatan masyarakat; b. masyarakat mengajukan usul kepada BPD atau Kepala Desa untuk disetujui dalam Musyawarah Desa ; c. usulan masyarakat yang telah disetujui dalam Musyawarah Desa diajukan Kepala Desa kepada Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota melalui Camat; d. Pemerintah Kabupaten/Kota mengadakan pengkajian dan analisis terhadap kelayakan usulan pembentukan Desa sebagaimana dimaksud pada huruf c;dan e.Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota berdasarkan hasil pengkajian dan analisis sebagaimana dimaksud pada huruf d mengajukan Rancangan Peraturan Daerah tentang pembentukan Desa kepada DPRD Kabupaten/Kotaguna mendapatkan persetujuan bersama. f. Proses pengkajian sampai penetapan membutuhkan waktu paling lama 3 (tiga) tahun. Pasal 12

e.Sosial budaya yang dapat menciptakan kerukunan antar umat beragama dan kehidupan bermasyarakat sesuai dengan adat istiadat setempat; f. Potensi Desa yang meliputi sumberdaya alam dan sumber daya manusia; g. Batas Desa yang dinyatakan dalam bentuk peta desa yang telah ditetapkan dalam Peraturan Daerah Kabupaten/Kota; h. Sarana dan prasarana yaitu tersedianya potensi infrastruktur bagi Pemerintahan Desa dan perhubungan; dan i. Persetujuan desa induk j. Pernyataan pemerintah kabupaten/kota mengenai ketersediaan dana untuk desa baru. Pasal 11

Mekanisme pembentukan Desa atas prakarsa Pemerintah/Pemerintah Daerah Provinsi atau Pemerintah Kabupaten/Kota: a. Pemerintah/Pemerintah Daerah Provinsi dan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota membentuk tim pengkajian terhadap kelayakan pembentukan Desa; b. adanya persetujuan masyarakat Desa atas prakarsa Pemerintah/Pemerintah Daerah Provinsi atau Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota yang ditetapkan melalui Musyawarah Desa; dan c. berdasarkan persetujuan masyarakat Desa sebagaimana dimaksud pada huruf b, Pemerintah/Pemerintah Daerah Provinsi melalui Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota mengajukan Rancangan Peraturan Daerah Kabupaten/Kota tentang Pembentukan Desa kepada DPRD Kabupaten/Kota guna mendapatkan persetujuan bersama; atau d. berdasarkan persetujuan masyarakat Desa sebagaimana dimaksud pada huruf b, Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota mengajukan Rancangan Peraturan Daerah tentang pembentukan Desa kepada DPRD Kabupaten/Kota guna mendapatkan persetujuan bersama.

Pasal 13 (1) Dalam wilayah Desa dapat dibentuk Dusun atau dengan sebutan lain yang merupakan bagian wilayah kerja Pemerintahan Desa yang ditetapkan dengan Peraturan Desa.

-5-

(2) Sebutan bagian wilayah kerja Pemerintahan Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1), disesuaikan dengan kondisi sosial budaya masyarakat setempat yang ditetapkan dengan Peraturan Desa. (3) Pengaturan lebih lanjut tentang pembentukan Dusun diatur dalam Peraturan Daerah Kabupaten/Kota. Paragraf 2 Penghapusan atau Penggabungan Pasal 14 Desa yang tidak memenuhi persyaratan dapat dihapus atau digabung.

Pasal 15 Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota dapat memprakarsai penghapusan atau penggabungan Desa . Pasal 16 Mekanisme Penghapusan atau Pengabungan Desa dilakukan melalui: a. prakarsa Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota; b. prakarsa Pemerintah Kabupaten/Kota harus mendapatkan persetujuan dalam Musyawarah Desa; c. setelah disetujui Musyawarah Desa, Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota mengajukan prakarsa penghapusan atau penggabungan Desa kepada Pemerintah Daerah Provinsi untuk dikaji dan dianalisis guna mendapatkan persetujuan; d. berdasarkan persetujuan Pemerintah Daerah Provinsi sebagaimana dimaksud pada huruf c, Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota mengajukan Rancangan Peraturan Daerah tentang Penggabungan Desa-Desa atau Rancangan Peraturan Daerah tentang Penghapusan Desa kepada DPRD Kabupaten/Kota guna mendapatkan persetujuan bersama. (1) Desa dapat diubah atau disesuaikan statusnya menjadi kelurahan berdasarkan prakarsa Pemerintah Desa bersama BPD dengan memperhatikan saran dan pendapat masyarakat setempat dan diputuskan melalui Musyawarah Desa (2) Perubahan status desa menjadi kelurahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memperhatikan persyaratan: a. luas wilayah; b. jumlah penduduk; c. prasarana dan sarana pemerintahan; d. potensi ekonomi; dan e. kondisi sosial budaya masyarakat. (3) Desa yang berubah menjadi Kelurahan, Lurah dan Perangkatnya diisi dari pegawai negeri sipil. Pasal 18 (1) Desa yang berubah statusnya menjadi Kelurahan, kekayaannya menjadi kekayaan daerah dan dikelola oleh kelurahan yang bersangkutan untuk kepentingan masyarakat setempat. (2) Pendanaan sebagai akibat perubahan status desa menjadi kelurahan dibebankan pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah kabupaten/kota.-6-

Paragraf 3 Perubahan Status Pasal 17

Pasal 19 (1) Kelurahan dapat diubah statusnya menjadi desa berdasarkan prakarsa masyarakat (2) Alih status dari kelurahan menjadi desa sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dapat dilakukan apabila: (a) Kelurahan yang bersangkutan tidak memenuhi persyaratan sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku. (b)Kelurahan yang bersangkutan menyebabkan kerugian sosial ekonomi bagi masyarakat yang didasarkan pada aspirasi masyarakat dan kajian ilmiah yang obyektif. Mekanisme alih status dari kelurahan menjadi desa dilakukan melalui: (1) Prakarsa masyarakat berdasarkan musyawarah lembaga-lembaga kemasyarakatan beserta tokoh masyarakat yang diajukan kepada pemerintah kabupaten/kota (2) Pemerintah kabupaten/kota melakukan kajian terhadap kondisi kelurahan dan aspirasi masyarakat. (3) Pemerintah kabupaten/kota bersama masyarakat melakukan musyawarah untuk mencapai mufakat (4) Apabila terjadi mufakat alih status sebagaimana dimaksud dalam ayat (3), Bupati/Walikota bersama DPRD membuat Peraturan Daerah tentang penghapusan kelurahan (5) Bupati/Walikota bersama DPRD membuat Peraturan Daerah tentang pembentukan kembali desa. Pasal 21 Pengaturan lebih lanjut tentang pembentukan, penggabungan, perubahan status dan penghapusan Desa diatur dengan Peraturan Pemerintah. Bagian Kedua Desa Adat Pasal 20

Pasal 22 Pengakuan kesatuan masyarakat hukum adat sebagai desa adat sebagaimana dimaksud pasal 7 ditetapkan dalam Peraturan Daerah Kabupaten/Kota dengan memperhatikan asalusulnya dan aspirasi masyarakat. Pasal 23 Mekanisme pengakuan Desa Adat, yaitu: a. adanya prakarsa dan kesepakatan masyarakat hukum adat; b. masyarakat hukum adat mengajukan prakarsa dan kesepakatan sebagaimana dimaksud pada huruf a kepada Pemerintah Kabupaten/Kota; c. Pemerintah Kabupaten/Kota mengadakan pengkajian dan analisis terhadap kelayakan usulan pengakuan Desa Adat dengan memperhatikan asal-usul, adat istiadat, dan perkembangan masyarakat; d. Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota, berdasarkan hasil pengkajian dan analisis sebagaimana dimaksud pada huruf c mengajukan Rancangan Peraturan Daerah tentang Penetapan Desa Adat kepada DPRD Kabupaten/Kota guna mendapatkan persetujuan bersama.

-7-

(1) Desa Adat dapat digabungkan, dihapus, atau diubah menjadi desa atas prakarsa dan kesepakatan masyarakat hukum adat setempat. (2) Pengaturan lebih lanjut tentang pedoman pengakuan, penggabungan, pengubahan, dan penghapusan Desa Adat diatur dengan Peraturan Pemerintah. BAB V KEWENANGAN DESA Bagian Pertama Umum Pasal 25

Pasal 24

Pasal 26 Kewenangan yang sudah ada berdasarkan hak asal usul Desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 ayat (1) mencakup: a) pembentukan susunan pemerintahan sesuai dengan susunan asli. b) mengatur dan mengurus hak ulayat atas tanah, c) mengatur, mengelola dan melestarikan sumber daya alam, d) penyelesaian sengketa secara adat e) pelestarian nilai-nilai sosial budaya dan hukum adat setempat f) dan kewenangan asal-usul lainnya yang masih hidup.

Kewenangan Desa mencakup: (1) kewenangan yang sudah ada berdasarkan hak asal usul Desa (2) kewenangan nyata berkskala lokal yang meliputi bidang pemerintahan; bidang pembangunan; dan bidang kemasyarakatan; dan (3) kewenangan pemerintahan lainnya yang oleh peraturan perundang-undangan diserahkan kepada desa.

Pasal 27 Kewenangan dalam bidang pemerintahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 ayat (2), meliputi: a) memilih pemimpin Desa; b) memilih lembaga perwakilan masyarakat desa; c) membentuk Peraturan Desa; d) mengatur dan membentuk susunan organisasi dan personil perangkat Desa; e) menarik pungutan desa; f) mengatur, mengelola, dan memanfaatkan sumber pendapatan Desa; g) membentuk Badan Usaha Milik Desa; h) kewenangan lainnya yang ditentukan peraturan perundang-undangan.

Pasal 28 Kewenangan dalam bidang pembangunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 huruf b, meliputi: a) merencanakan, melaksanakan, memanfaatkan, mengendalikan dan mengembangkan tata ruang dan tataguna lahan dalam wilayahnya sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku; b) merencanakan, melaksanakan, memanfaatkan, mengendalikan dan mengembangkan pembangunan dalam wilayahnya; c) memiliki dan mengelola kekayaan Desa sesuai kewenangannya untuk kesejahteraan masyarakat;-8-

Pasal 29 Kewenangan dalam bidang kemasyarakatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 ayat (3), meliputi: a) melestarikan nilai-nilai sosial budaya dan adat istiadat setempat; b) memelihara keamanan lokal guna menjamin ketentraman masyarakat; c) mengembangkan kehidupan demokrasi; d) nembentuk dan mengembangkan lembaga-lembaga kemasyarakatan; e) kewenangan lainnya yang ditentukan peraturan perundang-undangan. (1)

d) memanfaatkan dan mengelola sumber daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya milik Desa sesuai peraturan perundang-undangan; dan e) kewenangan bidang-bidang pembangunan lainnya berskala lokal yang ditentukan peraturan perundang-undangan.

Pasal 30 Sebagai bagian dari sistem pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia, Desa melaksanakan tugas pembantuan dari Pemerintah, Pemerintah Provinsi, dan/atau Pemerintah Kabupaten/Kota (2) Tugas pembantuan dari Pemerintah, Pemerintah Provinsi, dan/atau Pemerintah Kabupaten/Kota sebagaimana dimaksud ayat (1) wajib disertai dengan dukungan pembiayaan, sarana dan prasarana, serta sumber daya manusia. (3) Desa berhak menolak melaksanakan tugas pembantuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang tidak disertai dengan pembiayaan, prasarana dan sarana, serta sumber daya manusia. Pasal 31 Pengaturan lebih lanjut mengenai kewenangan Desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25, 26, 27 dan 28 diatur dengan Peraturan Pemerintah dan dijabarkan dengan Peraturan Daerah dan Peraturan Desa. Bagian Kedua Desa Adat Pasal 32 Kewenangan Desa Adat mencakup kewenangan yang bersumber dari hak asal-usul dalam bidang pemerintahan, pembangunan dan kemasyarakatan yang masih hidup dan berkembang berdasar hukum adat setempat.

Pasal 33 Kewenangan dalam bidang pemerintahan yang masih hidup berdasar hukum adat setempat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 meliputi: (1) mengatur dan melaksanakan sistem pemerintahan berdasarkan susunan asli dan hukum adat setempat; (2) mengatur dan mengelola sumber daya alam yang dikuasai berdasarkan hukum adat, yang antara lain meliputi tanah kas desa, tanah ulayat, hutan adat, dan sumber daya alam lainnya; (3) melaksanakan hukum adat setempat; (4) mengelola dan melestarikan sumber daya alam yang dikuasai berdasarkan hukum adat; dan (5) menyelesaikan sengketa berdasarkan hukum adat setempat dalam wilayahnya.

-9-

Pasal 34 Kewenangan dalam bidang kemasyarakatan yang telah ada berdasar hukum adat setempat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 meliputi: a. melestarikan nilai-nilai sosial budaya dan adat istiadat setempat; b. memelihara ketentraman dan ketertiban masyarakat berdasarkan hukum adat setempat; dan c. mengembangkan adat sesuai dengan kondisi sosial budaya masyarakatnya.

Pasal 35 Pelaksanaan Kewenangan Desa Adat sebagaimana ketentuan Pasal 33 dan Pasal 34 ditetapkan dalam Peraturan Daerah Kabupaten/Kota. BAB VI PEMERINTAHAN DESA Bagian Pertama Umum

Paragraf 1 Asas Pasal 36 Pemerintahan Desa dilaksanakan oleh Pemerintah Desa dan BPD. Pasal 37 Pelaksanaan Pemerintahan Desa wajib didasarkan pada: a. asas kepastian hukum; b. asas tertib penyelenggara negara; c. asas tertib kepentingan umum; d. asas keterbukaan; e. asas demokrasi; f. asas pemberdayaan masyarakat; g. asas profesionalitas; h. asas akuntabilitas; i. asas efisiensi; j. asas efektivitas; dan k. asas keberlanjutan lingkungan. Paragraf 2 Pemerintah Desa Pasal 38

(1) Pemerintah Desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 dipimpin oleh Kepala Desa atau yang disebut dengan nama lain. (2) Dalam melaksanakan kewenangannya, Kepala Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibantu oleh Sekretaris Desa dan Perangkat Desa lainnya. (3) Perangkat Desa lainnya sebagaimana dimaksud pada ayat (2) terdiri atas: a. pelaksana teknis; dan b. unsur kewilayahan. (4) Jumlah perangkat Desa lainnya sebagaimana dimaksud pada ayat (3), disesuaikan dengan kebutuhan organisasi, kewenangan, dan kondisi sosial budaya masyarakat. (5) Susunan organisasi dan tata kerja Pemerintah Desa ditetapkan dengan Peraturan Desa yang berpedoman pada Peraturan Daerah Kabupaten/Kota.- 10 -

Pasal 39 (1) Kepala Desa bertugas untuk menyelenggarakan urusan pemerintahan, pembangunan, dan kemasyarakatan. (2) Kepala Desa berwenang: a. memimpin penyelenggaraan Pemerintahan Desa berdasarkan kebijakan yang ditetapkan bersama BPD b. menetapkan Peraturan Desa yang telah mendapat persetujuan bersama BPD; c. mengusulkan Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa ; d. membina kehidupan masyarakat Desa ; e. membina dan meningkatkan perekonomian Desa ; f. mengoordinasikan pembangunan Desa secara partisipatif; g. mewakili Desa di dalam dan di luar pengadilan atau menunjuk kuasa hukum untuk mewakilinya sesuai dengan peraturan perundang-undangan; dan h. melaksanakan wewenang lain yang ditentukan peraturan perundang-undangan. (3) Kepala Desa berhak: a. Mengusulkan struktur organisasi dan tata kerja perangkat Desa ; b. mengajukan rancangan Peraturan Desa ; c. mengelola keuangan Desa sesuai dengan peraturan peraturan perundangundangan; d. menerima penghasilan tetap setiap bulan dan/atau tunjangan lainnya sesuai dengan peraturan perundang-undangan; dan e. memberikan mandat pelaksanaan tugas dan kewajibannya lainnya kepada Perangkat Desa sesuai dengan peraturan perundang-undangan. (4) Kepala Desa wajib: a. bertempat tinggal di Desa yang dipimpinnya; b. memegang teguh dan mengamalkan Pancasila, melaksanakan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, serta mempertahankan dan memelihara keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia; c. meningkatkan kesejahteraan masyarakat; d. memelihara ketentraman dan ketertiban masyarakat; e. menaati dan menegakkan peraturan perundang-undangan; f. melaksanakan kehidupan demokrasi; g. melaksanakan prinsip tata Pemerintahan Desa yang akuntabel, transparan, professional, efektiktif dan efisien, serta bersih dan bebas Kolusi, Korupsi dan Nepotisme; h. menjalin hubungan kerja dengan seluruh mitra kerja; i. menyelenggarakan administrasi Pemerintahan Desa yang baik; j. melaksanakan dan mempertanggungjawabkan pengelolaan keuangan; k. melaksanakan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan Desa ; l. menyelesaikan perselisihan masyarakat di Desa ; m. mengembangkan ekonomi Desa ; n. mengembangkan perekonomian masyarakat dan Desa ; o. membina dan melestarikan nilai-nilai sosial budaya; p. memberdayakan masyarakat dan lembaga kemasyarakatan di Desa ; dan q. mengembangkan potensi sumber daya alam dan melestarikan lingkungan hidup. Pasal 40 (1) Dalam melaksanakan tugas, wewenang, hak, dan kewajiban sebagaimana dimaksud pada Pasal 39, Kepala Desa wajib melaporkan penyelenggaraan Pemerintahan Desa kepada masyarakat melalui BPD 1 (satu) kali dalam setahun. (2) Kepala Desa wajib menyampaikan keterangan laporan penyelenggaraan Pemerintahan Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kepada Bupati/Walikota melalui camat- 11 -

(3) Kepala Desa wajib menginformasikan laporan penyelenggaraan Pemerintahan Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kepada masyarakat melalui Musyawarah Desa dan/atau media komunikasi. (1) Pasal 41 Laporan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40 ayat (1) digunakan oleh BPD sebagai dasar melakukan evaluasi penyelenggaraan Pemerintahan Desa. (2) Dalam hal masa jabatan Kepala Desa akan berakhir, laporan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) wajib disampaikan kepada BPD paling lambat 3 (tiga) bulan sebelum masa jabatan Kepala Desa berakhir.

Pasal 42 Kepala Desa dilarang: a. membuat keputusan yang secara khusus memberikan keuntungan bagi diri sendiri, anggota keluarga, kroni dan/atau golongan tertentu; b. melakukan kolusi, korupsi, dan nepotisme, menerima uang, barang dan/atau jasa dari pihak lain yang dapat mempengaruhi keputusan atau tindakan yang akan dilakukannya; c. merangkap jabatan sebagai Ketua dan/atau Anggota BPD, Lembaga Kemasyarakatan dalam Desa yang bersangkutan, Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi, atau Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten/Kota dan jabatan lain yang ditentukan dalam peraturan perundangan-undangan; d. merugikan kepentingan umum; e. melakukan tindakan meresahkan sekelompok masyarakat; f. melakukan tindakan diskriminasi terhadap warga atau golongan masyarakat tertentu; g. menyalahgunakan wewenang, tugas, hak dan/atau kewajibannya; h. menjadi anggota dan/atau pengurus partai politik; i. meninggalkan tugas selama 1 (satu) bulan berturut-turut dan/atau akumulasi 3 (tiga) bulan dalam setahun tanpa alasan yang jelas. Pasal 43 (1) BPD memberitahukan kepada Kepala Desa mengenai akan berakhirnya masa jabatan Kepala Desa secara tertulis 6 (enam) bulan sebelum berakhirnya masa jabatan. (2) BPD memproses pemilihan Kepala Desa, paling lama 4 (empat) bulan sebelum berakhirnya masa jabatan Kepala Desa.

Pasal 44 (1) Untuk pencalonan dan pemilihan Kepala Desa, BPD membentuk Panitia Pemilihan Kepala Desa yang terdiri dari pengurus lembaga kemasyarakatan dan tokoh masyarakat. (2) Panitia pemilihan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), mempunyai tugas mengadakan penjaringan dan penyaringan bakal calon berdasarkan persyaratan yang ditentukan, melaksanakan pemungutan suara, dan melaporkan pelaksanaan pemilihan Kepala Desa kepada BPD. (1) (2) (3) (4) Pasal 45 Kepala Desa dipilih langsung oleh penduduk Desa dari calon yang memenuhi syarat. Pemilihan Kepala Desa bersifat langsung, umum, bebas, rahasia, jujur dan adil. Pemilihan Kepala Desa dilaksanakan melalui tahap pencalonan dan tahap pemilihan. Biaya pemilihan Kepala Desa yang meliputi pengadaan surat suara, kotak suara, dan sarana-prasarana pemilihan dibebankan kepada Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Kabupaten/Kota- 12 -

Pasal 46 (1) Sebelum memangku jabatannya, Kepala Desa mengucapkan sumpah/janji. (2) Sumpah/janji sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Kepala Desa adalah sebagai berikut: Demi Allah (Tuhan), saya bersumpah/berjanji bahwa saya akan memenuhi kewajiban saya selaku Kepala Desa dengan sebaik-baiknya, sejujur-jujurnya, dan seadil-adilnya; bahwa saya akan selalu taat dalam mengamalkan dan mempertahankan Pancasila sebagai dasar negara; dan bahwa saya akan menegakkan kehidupan demokrasi dan mensejahterakan masyarakat; dan bahwa saya akan selalu taat kepada Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 serta melaksanakan segala peraturan perundang-undangan dengan selurus-lurusnya yang berlaku bagi Desa, Daerah, dan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Pasal 47 Calon Kepala Desa wajib memenuhi persyaratan: a. Warga Negara Republik Indonesia; b. bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa; c. setia kepada Pancasila sebagai Dasar Negara, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, dan kepada Negara Kesatuan Republik Indonesia, serta Pemerintah; d. berpendidikan paling rendah tamat sekolah menengah pertama dan/atau sederajat; e. berusia paling rendah 25 Tahun; f. bersedia dicalonkan menjadi Kepala Desa; g. penduduk dan berdomisili di Desa setempat; h. tidak pernah dijatuhi pidana penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara paling lama 5 (dua) tahun atau lebih; i. tidak pernah melakukan pelanggaran hukum adat yang berlaku pada masyarakat setempat. j. tidak sedang dicabut hak pilihnya sesuai dengan keputusan pengadilan yang mempunyai kekuatan hukum tetap; k. belum pernah menjabat sebagai Kepala Desa paling lama 10 (sepuluh) tahun atau dua kali masa jabatan; dan l. memenuhi syarat lain yang ditentukan Panitia Pemilihan Kepala Desa yang berpedoman pada Peraturan Daerah Kabupaten/Kota. Pasal 48 Penduduk Desa yang mempunyai hak pilih adalah Warga Negara Republik Indonesia yang pada hari pemungutan suara pemilihan Kepala Desa : a. telah berumur 17 (tujuh belas) tahun atau sudah/pernah menikah; b. memiliki kartu tanda penduduk atau identitas lainnya; c. berdomisili di Desa setempat. Pasal 49 (1) Panitia pemilihan melaksanakan penjaringan dan penyaringan bakal calon Kepala Desa sesuai dengan persyaratan sebagaimana ditentukan dalam Pasal 47. (2) Bakal calon Kepala Desa yang telah memenuhi persyaratan ditetapkan sebagai calon Kepala Desa oleh Panitia Pemilihan.

- 13 -

Pasal 50 (1) Calon Kepala Desa yang telah ditetapkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 49 ayat (2) diumumkan kepada masyarakat pada tempat-tempat terbuka sesuai dengan kondisi sosial budaya masyarakat setempat. (2) Calon Kepala Desa dapat melakukan kampanye sesuai dengan kondisi sosial budaya masyarakat setempat dan peraturan perundang-undangan.

Pasal 51 (1) Calon Kepala Desa yang dinyatakan terpilih adalah calon yang mendapatkan dukungan suara terbanyak. (2) Panitia Pemilihan Kepala Desa melaporkan hasil pemilihan Kepala Desa kepada BPD. (3) Calon Kepala Desa terpilih sebagaimana dimaksud pada ayat (2), ditetapkan dengan Keputusan BPD sebagai Kepala Desa pemenang Pemilihan Kepala Desa berdasarkan laporan dan berita acara pemilihan dari Panitia Pemilihan Kepala Desa . (4) BPD menyampaikan nama Calon Terpilih kepada Bupati/Walikota melalui Camat untuk ditetapkan menjadi Kepala Desa berdasarkan Keputusan BPD sebagaimana dimaksud pada ayat (3). (5) Calon Terpilih ditetapkan sebagai Kepala Desa dan diambil sumpahnya oleh Bupati/Walikota paling lama 30 (tiga puluh) hari sejak tanggal diterimanya penyampaian hasil pemilihan dari BPD. Pasal 52 Masa jabatan Kepala Desa adalah 5 (lima) tahun terhitung sejak tanggal pelantikan dan dapat dipilih kembali hanya untuk satu kali masa jabatan berikutnya.

(1) Kepala Desa berhenti karena: a. meninggal dunia; b. permintaan sendiri; atau

Pasal 53 (1) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pemilihan, pencalonan, pengangkatan, pelantikan, dan pemberhentian Kepala Desa diatur dengan Peraturan DaerahKabupaten/Kota. (2) Peraturan DaerahKabupaten/Kotasebagaimana dimaksud pada ayat (1), sekurangkurangnya memuat: a. mekanisme pembentukan panitia pemilihan; b. susunan, tugas, wewenang dan tanggungjawab panitia pemilihan; c. hak memilih dan dipilih; d. persyaratan dan alat pembuktiannya; e. penjaringan bakal calon; f. penyaringan bakal calon; g. penetapan calon berhak dipilih; h. kampanye calon; i. pemungutan suara; j. mekanisme pengaduan dan penyelesaian sengketa serta lembaganya;(Mendagri membuat pedoman dalam penjelasan) k. penetapan calon terpilih; l. pengesahan pengangkatan; m. pelantikan; n. sanksi pelanggaran; dan o. biaya pemilihan. Pasal 54

- 14 -

c. diberhentikan. (2) Kepala Desa diberhentikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c karena: a. berakhir masa jabatannya dan telah dilantik pejabat yang baru; b. tidak dapat melaksanakan tugas secara berkelanjutan atau berhalangan tetap secara berturut-turut selama 6 (enam) bulan; c. tidak lagi memenuhi syarat sebagai Kepala Desa ; d. dinyatakan melanggar sumpah/janji jabatan; e. tidak melaksanakan kewajiban Kepala Desa ; dan/atau f. melanggar larangan bagi Kepala Desa . (3) Usul pemberhentian Kepala Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dan huruf b, dan ayat (2) huruf a dan b diusulkan oleh BPD melalui Camat kepada Bupati/Walikota. (4) Usul pemberhentian Kepala Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c, huruf d, huruf e, dan huruf f disampaikan oleh BPD melalui Camat kepada Bupati/Walikota berdasarkan Keputusan BPD yang dihadiri oleh 2/3 (dua per tiga) dari jumlah anggota BPD. (5) Pengesahan pemberhentian Kepala Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan ayat (4) ditetapkan dengan Keputusan Bupati/Walikota paling lama 30 (tiga puluh) hari sejak usul diterima. (6) Setelah dilakukan pemberhentian Kepala Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (5), Bupati/Walikota mengangkat Penjabat Kepala Desa . (7) Pengaturan lebih lanjut mengenai tata cara pengangkatan Penjabat Kepala Desa diatur dengan Peraturan Daerah Kabupaten/Kota . (Masukkan dalam ketentuan umum mengenai Camat) Pasal 55 (1) Kepala Desa diberhentikan sementara oleh Bupati/Walikota tanpa melalui usulan BPD jika dinyatakan sebagai tersangka dalam tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun berdasarkan putusan pengadilan yang belum memperoleh kekuatan hukum tetap. (2) Kepala Desa diberhentikan oleh Bupati/Walikota tanpa melalui usulan BPD jika terbukti melakukan tindak pidana pidana korupsi, terorisme, makar, dan/atau tindak pidana terhadap keamanan negara berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap.

(1) (2) (1)

Pasal 56 Kepala Desa yang diberhentikan sementara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 55 ayat (1), setelah melalui proses peradilan ternyata terbukti tidak bersalah berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap, paling lama 30 (tiga puluh) hari sejak ditetapkan putusan pengadilan, Bupati/Walikota merehabilitasi dan mengaktifkan kembali Kepala Desayang bersangkutan sampai dengan akhir masa jabatan. Apabila Kepala Desa yang diberhentikan sementara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) telah berakhir masa jabatannya Bupati/Walikota hanya merehabilitasi Kepala Desa yang bersangkutan. Pasal 57 Dalam hal Kepala Desa diberhentikan sementara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 55 ayat (1), Sekretaris Desa melaksanakan tugas dan kewajiban Kepala Desa sampai dengan adanya putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap.- 15 -

(2) (3) (4) (5)

Pasal 59 (1) Tindakan penyidikan terhadap Kepala Desa, dilaksanakan setelah adanya persetujuan tertulis dari Bupati/Walikota. (2) Hal-hal yang dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah: a. tertangkap tangan melakukan tindak pidana kejahatan; atau b. diduga telah melakukan tindak pidana kejahatan yang diancam dengan pidana mati. (3) Tindakan penyidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), diberitahukan secara tertulis oleh atasan penyidik kepada Bupati/Walikota paling lama 3 (tiga) hari.

Pasal 58 Apabila Kepala Desa diberhentikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 55 ayat (2), Bupati/Walikota mengangkat Penjabat Kepala Desa dengan tugas pokok menyelenggarakan pemilihan Kepala Desa paling lama 6 (enam) bulan terhitung sejak putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap. Penjabat Kepala Desa sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) bertugas untuk memfasilitasi pelaksanaan pemilihan Kepala Desa dan melaksanakan tugas Pemerintahan Desa . Penjabat Kepala Desa diangkat dari Pegawai Negeri Sipil di lingkungan Kabupaten/ Kota paling lama 1 (satu) tahun.

Bilamana putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap menyebabkan kepala desa diberhentikan secara permanen maka Bupati/Walikota menunjuk Penjabat Kepala Desa guna menyelenggarakan pemilihan kepala desa yang definitif.

Pasal 61 (1) Perangkat Desa lainnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38 ayat (2) bertugas membantu Kepala Desa dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya. (2) Dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya, Perangkat Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bertanggung jawab kepada Kepala Desa.

Pasal 60 (1) Sekretaris Desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38 ayat (2) diangkat dari penduduk Desa bersangkutan yang memenuhi persyaratan, yaitu: a. berpendidikan paling rendah lulusan SMU atau sederajat; b. mempunyai pengetahuan tentang teknis pemerintahan; c. mempunyai kemampuan di bidang administrasi perkantoran; d. mempunyai pengalaman di bidang administrasi keuangan dan di bidang perencanaan; dan e. memahami sosial budaya masyarakat setempat;. (2) Sekretaris Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diangkat dan diberhentikan dengan Keputusan Kepala Desa berpedoman pada Peraturan Desa.

Pasal 62 (1) Perangkat Desa lainnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38 ayat (3) diangkat dari penduduk Desa bersangkutan. (2) Pengangkatan Perangkat Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah dalam batas usia minimal 20 (dua puluh) tahun. (3) Pengaturan lebih lanjut mengenai Perangkat Desa lainnya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam Peraturan Desa dengan berpedoman pada Peraturan Daerah Kabupaten/Kota. (4) Peraturan DaerahKabupaten/Kotase bagaimana dimaksud pada ayat (4) paling sedikit memuat pedoman tentang:- 16 -

(1)

Larangan bagi Perangkat Desa lainnya, antara lain meliputi: a) meninggalkan wilayah Desa selama 1 (satu) bulan berturut-turut tanpa izin Kepala Desa atau Sekretaris Desa; b) membuat keputusan yang secara khusus memberikan keuntungan bagi diri, anggota keluarga, kroni, dan/atau golongan tertentu; c) melakukan kolusi, korupsi, dan nepotisme, menerima uang, barang dan/atau jasa dari pihak lain yang dapat mempengaruhi keputusan atau tindakan yang akan dilakukannya; d) merangkap jabatan yang melanggar ketentuan peraturan perundangan-undangan; e) ikut serta dan/atau terlibat dalam kampanye Pemilihan Umum, Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden, dan/atau Pemilihan Umum Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah; f) menjadi pengurus partai politik; g) merugikan kepentingan umum; h) melakukan tindakan meresahkan masyarakat; i) mendiskriminasikan warga atau golongan masyarakat lain; j) menyalahgunakan wewenang; k) melanggar sumpah/janji jabatan; dan l) meninggalkan tugas selama 2 (dua) minggu berturut-turut tanpa alasan yang jelas. (2) Tindakan melanggar larangan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dapat dikenakan tindakan administratif berupa teguran, skorsing, dan pemberhentian oleh Kepala Desa sesuai dengan Peraturan Desa. Pasal 64 (1) Kepala Desa dan Perangkat Desa menerima penghasilan tetap berasal dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dan tunjangan lainnya yang berasal dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa sesuai kemampuan keuangan Desa. (2) Besaran penghasilan tetap Kepala Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit dua kali upah minimum Kabupaten/Kota. Pasal 65 Pengaturan lebih lanjut mengenai kedudukan keuangan Kepala Desa dan Perangkat Desa diatur dengan Peraturan Pemerintah. Paragraf 3 Badan Perwakilan Desa Pasal 66 Badan Perwakilan Desa (BPD) atau yang disebut dengan nama lain merupakan lembaga perwakilan yangberkedudukan sebagai unsur penyelenggara Pemerintahan Desa .

a. b. c. d. e.

persyaratan calon; mekanisme dan persyaratan pengangkatandan pemberhentian.; kedudukan keuangan; uraian tugas; larangan; Pasal 63

Pasal 67 (1) Anggota BPD sebagaimana dimaksud dalam Pasal 66 adalah wakil dari penduduk Desa yang dipilih melalui pemilihan langsung.- 17 -

(2) Masa jabatan anggota BPD adalah 5 (lima) tahun dan dapat dipilih kembali.

Pasal 68 (1) Jumlah anggota BPD ditetapkan paling sedikit 5 (lima) orang atau paling banyak 7 (tujuh) orang dengan memperhatikan jumlah penduduk (2) Peresmian anggota BPD ditetapkan dengan Keputusan Kepala Daerah Kabupaten/Kota. (3) Anggota BPD sebelum memangku jabatannya mengucapkan sumpah/janji secara bersama-sama dihadapan masyarakat dan dipandu oleh Kepala Daerah Kabupaten/Kota atau pejabat yang ditunjuk. (4) Susunan kata-kata sumpah/janji anggota BPD: Demi Allah (Tuhan), saya bersumpah/berjanji bahwa saya akan memenuhi kewajiban saya selaku anggota BPD dengan sebaik-baiknya, sejujur-jujurnya, dan seadil-adilnya; Bahwa saya akan selalu taat dalam mengamalkan Pancasila sebagai dasar negara, dan bahwa saya akan memperjuangkan kesejahteraan masyarakat, menegakkan kehidupan demokrasi dan Undang-undang Dasar 1945 serta melaksanakan segala peraturan perundang-undangan dengan selurus-lurusnya yang berlaku bagi Desa, daerah dan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Pasal 69 (1) Pimpinan BPD terdiri dari Ketua dan Wakil Ketua; (2) Pimpinan BPD sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dipilih dari dan oleh anggota BPD secara langsung dalam Rapat BPD yang diadakan secara khusus; dan (3) Rapat pemilihan Pimpinan BPD untuk pertama kali dipimpin oleh anggota tertua dan dibantu oleh anggota termuda. (4) Untuk mendukung kelancaran pelaksanaan tugas kesekretariatan, BPD dibantu oleh seorang perangkat desa yang ditunjuk oleh kepala desa.

Pasal 70 (1) BPD menjalankan fungsi: a. menampung dan menyalurkan aspirasi masyarakat; b. membentuk Peraturan Desa dengan persetujuan bersama Kepala Desa; c. membentuk panitia pemilihan Kepala Desa; d. mengusulkan pengangkatan dan pemberhentian Kepala Desa; dan e. mengawasi penyelenggaraan Pemerintahan Desa. (2) Pengawasan penyelenggaraan Pemerintahan Desa oleh BPD sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf e yaitu pengawasan terhadap pelaksanaan Peraturan Desa dan Peraturan Kepala Desa. (3) BPD dapat melakukan pengawasan terhadap program-program di desa yang bersumber dari APBD/APBN. (4) BPD menyampaikan hasil pengawasan sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) beserta rekomendasinya kepada pemerintah. Pasal 71 (1) Dalam rangka melaksanakan fungsi-fungsinya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 70, BPD menyusun tata tertib BPD. (2) Penyusunan tata tertib sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berpedoman kepada Peraturan Daerah.

- 18 -

Pasal 73 BPD berhak: a. meminta keterangan kepada Pemerintah Desa; dan b. menyatakan pendapat.

Pasal 69 Anggota BPD wajib: a. mengamalkan Pancasila, melaksanakan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan mentaati segala peraturan perundang-undangan; b. melaksanakan kehidupan demokrasi dalam penyelenggaraan Pemerintahan Desa; c. mempertahankan dan memelihara hukum nasional serta keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia; d. menyerap, menampung, menghimpun, dan menindaklanjuti aspirasi masyarakat; e. mendahulukan kepentingan umum di atas kepentingan pribadi, kelompok, dan golongan; f. menghormati dan memelihara nilai-nilai sosial budaya dan adat istiadat masyarakat setempat; dan g. menjaga norma dan etika dalam hubungan kerja dengan lembaga kemasyarakatan.

Pasal 74 Anggota BPD berhak: a. mengajukan rancangan Peraturan Desa; b. mengajukan pertanyaan; c. menyampaikan usul dan pendapat; d. memilih dan dipilih; dan e. memperoleh tunjanganberasal dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa sesuai kemampuan keuangan Desa.

Pasal 75 Anggota BPD dilarang: a. merangkap jabatan sebagai Kepala Desa dan Perangkat Desa; b. menjadi pengurus partai politik; c. merangkap sebagai anggota Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi atau Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten/Kota dan jabatan lain yang ditentukan dalam peraturan perundangan-undangan; d. sebagai pelaksana proyek Desa; e. merugikan kepentingan umum, meresahkan masyarakat, dan mendiskriminasikan warga atau golongan masyarakat lain; f. melakukan korupsi, kolusi, nepotisme dan menerima uang, barang dan/atau jasa dari pihak lain yang dapat mempengaruhi keputusan atau tindakan yang akan dilakukannya; g. menyalahgunakan wewenang; dan h. melanggar sumpah/janji jabatan. Pasal 76 (1) Kepala Desa memberitahukan kepada BPD mengenai akan berakhirnya masa jabatan BPD secara tertulis 4 (empat) bulan sebelum berakhir masa jabatan. (2) Kepala Desa membentuk panitia pemilihan anggota BPD, paling lama 3 (tiga) bulan sebelum berakhirnya masa jabatan BPD. (pengaturan jumlah Panitia Pemilihan dimasukkan dalam penjelasan)- 19 -

(3) Panitia pemilihan BPD sebagaimana dimaksud pada ayat (2) terdiri dari pimpinan lembaga kemasyarakatan dan/atau tokoh masyarakat. (4) Panitia pemilihan BPD ditetapkan dengan Keputusan Kepala Desa. (5) Panitia pemilihan BPD tidak diperbolehkan menjadi calon anggota BPD. Pasal 77 Persyaratan Calon Anggota BPD: a. bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa; b. setia kepada Pancasila sebagai Dasar Negara, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, dan kepada Negara Kesatuan Republik Indonesia, serta Pemerintah; c. berusia paling rendah 25 (dua puluh lima) tahun; d. bersedia dicalonkan menjadi anggota BPD; dan e. penduduk Desa setempat.

Pasal 78 (1) Pimpinan dan Anggota BPD menerima tunjangan sesuai dengan kemampuan keuangan Desa. (2) Tunjangan pimpinan dan anggota BPD sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ditetapkan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa. Pasal 79 (1) Setiap tahun BPD menyusun rencana kerja tahunan. (2) Untuk melaksanakan kegiatan sebagaimana diatur dalam ayat (1) disediakan biaya operasional sesuai kemampuan keuangan Desa. (3) Biaya sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ditetapkan setiap tahun dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa.

Pasal 80 (1) Pengaturan lebih lanjut mengenai BPD diatur dengan Peraturan Daerah Kabupaten/Kota. (2) Peraturan Daerah Kabupaten/Kota sebagaimana dimaksud pada ayat (1), paling sedikit memuat: a. persyaratan untuk menjadi anggota sesuai dengan kondisi sosial budaya masyarakat setempat; b. Pembentukan Panitia dan mekanisme pemilihan langsung anggota; c. pengesahan dan penetapan anggota; d. fungsi dan wewenang; e. hak, kewajiban, dan larangan; f. pemberhentian dan masa keanggotaan; g. penggantian anggota dan pimpinan; h. tata cara pengucapan sumpah/janji; i. pengaturan tata tertib dan mekanisme kerja; j. tata cara menggali, menampung, dan/atau menyalurkan aspirasi masyarakat; k. hubungan kerja dengan Kepala Desa dan lembaga kemasyarakatan; dan keuangan dan administratif. l. Mekanisme rapat BPD.

- 20 -

Bentuk dan susunan pemerintahan desa adat dibentuk berdasarkan asal-usul dan adatistiadat setempat Pasal 82 Pengisian jabatan kepala atau pimpinan dalam susunan pemerintahan Desa Adat disesuaikan dengansistem dan ketentuan hukum adat setempat (1) Desa Adat menyelenggarakan pemerintahan umum sebagaimana dijalankan oleh Desa (2) Penyelenggaraan pemerintahan umum ditetapkan dalam Peraturan Daerah Kabupaten/Kota dengan berpedoman pada Peraturan Pemerintah. (3) Penyelenggaraan pemerintahan Desa Adat ditetapkan dalam Peraturan Desa dengan berpedoman pada Peraturan Daerah BAB VII PERATURAN DESA Pasal 84 Pasal 83

Bagian Kedua Desa Adat Pasal 81

(1) Jenis Peraturan pada tingkat Desa meliputi : a. Peraturan Desa; b. Peraturan Kepala Desa; dan c. Keputusan Kepala Desa. (2) Materi muatan Peraturan Kepala Desa adalah penjabaran pelaksanaan Peraturan Desa yang bersifat mengatur. (3) Materi muatan Keputusan Kepala Desa adalah penjabaran pelaksanaan Peraturan Desa dan Peraturan Kepala Desa yang bersifat menetapkan. Pasal 85 Peraturan Desa diundangkan Kepala Desa dalam Lembaran Desa. Pasal 86 Materi muatan Peraturan Desa meliputi penyelenggaraan urusan Pemerintahan Desa, pembangunan Desa, kemasyarakatan, dan/atau penjabaran peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi.

Pasal 87 Peraturan Desa dibentuk dengan memperhatikan kondisi sosial budaya masyarakat Desa setempat. Pasal 88 Peraturan Desa tidak boleh bertentangan dengan kepentingan umum dan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi. Pasal 89 Peraturan Desa dibentuk berdasarkan pada asas pembentukan peraturan perundangundangan yang meliputi: (penjelasan mengenai asas) a. kejelasan tujuan; b. kelembagaan atau organ pembentuk yang tepat;- 21 -

c. d. e. f. g.

Pasal 90 Masyarakat berhak memberikan masukan secara lisan atau tertulis dalam prosespenyusunan dan/atau pembahasan rancangan Peraturan Desa. (penjelasan mengenai warga desa yang bersangkutan disampaikan kepada BPD dan/atau Pemerintah Desa)

kesesuaian antara jenis dan materi muatan; dapat dilaksanakan; kedayagunaan dan kehasilgunaan; kejelasan rumusan; dan keterbukaan.

Pasal 91 (1) Rancangan Peraturan Desa yang telah disetujui bersama, disampaikan oleh pimpinan BPD kepada Kepala Desa untuk ditetapkan menjadi Peraturan Desa. (2) Penyampaian rancangan Peraturan Desa dilakukan dalam jangka waktu paling lambat 7 (tujuh) hari terhitung sejak tanggal persetujuan bersama. (3) Rancangan Peraturan Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1)wajib ditetapkan Kepala Desa dalam jangka waktu paling lambat 30 (tiga puluh) hari sejak diterimanya rancangan Peraturan Desa tersebut. Pasal 92 Peraturan Desa disampaikan Kepala Desa kepada Bupati/Walikota melalui Camat sebagai bahan pengawasan dan pembinaan paling lambat 7 (tujuh) hari setelah ditetapkan.

(1) (2)

Pasal 93 (1) Rancangan Peraturan Desa tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa (APBDes), pungutan, penataan ruang, struktur dan tata kerja Perangkat Desa yang telah disetujui bersama wajib disampaikan oleh Kepala Desa kepada Bupati/Walikota melalui Camat paling lama 3 (tiga) hari. (2) Bupati/Walikota melakukan evaluasi terhadap Rencangan Peraturan Desa sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) paling lama 20 (dua puluh) hari setelah menerima dokumen dari Kepala Desa melalui Camat. (3) Hasil evaluasi Bupati/Walikota terhadap Rancangan Peraturan Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan kembali kepada Kepala Desa. (4) Apabila hasil evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) melampaui batas waktu dimaksud, Kepala Desa dapat menetapkan Rancangan Peraturan Desa menjadi Peraturan Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1). (5) Evaluasi Rancangan Peraturan Desasebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat didelegasikan kepada Camat. Pasal 94 Peraturan Desa sejak ditetapkan, dinyatakan mulai berlaku dan mempunyai kekuatan hukum yang mengikat, kecuali ditentukan lain di dalam Peraturan Desa tersebut. Peraturan Desa tidak boleh berlaku surut.

Pasal 95 Untuk melaksanakan Peraturan Desa, Kepala Desa menetapkan Peraturan Kepala Desa dan/atau Keputusan Kepala Desa. Pasal 96 (1) Peraturan Desa dan Peraturan Kepala Desa dimuat dalam Lembaran Desa

- 22 -

(2) Pemuatan Peraturan Desa dan Peraturan Kepala Desa serta penyebarluasannya sebagaimana dimaksud ayat (1) dilakukan oleh Sekretaris Desa. Pasal 97 Pengaturan lebih lanjut mengenai pedoman pembentukan dan mekanisme penyusunan Peraturan Desa diatur dengan Peraturan Daerah Kabupaten/Kota dengan mempedomani Peraturan Menteri Dalam Negeri. BAB VIII PEMBANGUNAN DESA DAN PEMBANGUNAN PERDESAAN Bagian Pertama Pembangunan Desa Paragraf 1 Tujuan dan Ruang Lingkup Pasal 98 (1) Pembangunan desa bertujuan untuk mewujudkan kemandirian dan kesejahteraan masyarakat desa melalui emansipasi lokal dengan tetap menjamin terpeliharanya kearifan lokal dan adat istiadat setempat. (2) Pembangunan desa berlaku untuk Desa dan Desa Adat. (3) Pembangunan desa mempunyai cakupan berskala desa dan/atau bekerja di dalam wilayah yurisdiksi desa. (4) Pembangunan desa meliputi pembangunan infrastruktur, sumberdaya manusia dan pengembangan potensi ekonomi lokal. Paragraf 2 Perencanaan Pembangunan Desa (1) (2) Pasal 99 Desa menyusun perencanaan pembangunan Desa sesuai kewenangannya. Perencanaan pembangunan Desa sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) disusun secara partisipatif oleh Pemerintahan Desa bersama lembaga kemasyarakatan dan ditetapkan dalam Musyawarah Desa Pasal 100

(1) Perencanaan pembangunan Desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 99 ayat (1) disusun secara berjangka meliputi: a. Rencana Pembangunan Jangka Menengah Desa untuk jangka waktu 5 (lima) tahun; dan b. Rencana Kerja Pembangunan Desamerupakan penjabaran dari Rencana Pembangunan Jangka Menengah Desa untuk jangka waktu 1 (satu) tahun. (2) Rencana Pembangunan Desa sebagaiman dimaksud pada ayat (1) mengacu pada Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (3) Rencana Pembangunan Jangka Menengah Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a ditetapkan dengan Peraturan Desa (4) Rencana Kerja Pembangunan Desa ditetapkan dengan Peraturan Kepala Desa.- 23 -

Pasal 101 (1) Perencanaan pembangunan Desa sebagaimana dimaksud pada Pasal 100 ayat (1) didasarkan pada data dan informasi yang akurat dan dapat dipertanggungjawabkan. (2) Data dan informasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mencakup: a) penyelenggaraan Pemerintahan Desa; b) organisasi dan tata laksana Pemerintahan Desa; c) keuangan Desa; d) profil Desa; dan e) informasi lain terkait dengan penyelenggaraan Pemerintahan Desa dan pemberdayaan masyarakat. Pasal 102 (1) Penyusunan perencanaan pembangunan Pemerintah, Pemerintah Provinsi dan Pemerintah Kabupaten/ Kota di desa harus mengacu kepada rencana pembangunan desa. (2) Rencana Pembangunan Desa sebagaimana dimaksud pasal 101 ayat (1) menjadi pedoman bagi penyusunan perencanaan program bantuan pemberdayaan dari pihak ketiga yang tidak mengikat, baik sektor swasta maupun lembaga swadaya masyarakat. (3) Program-program pembangunan dan/atau pemberdayaan dari Pemerintah, Pemerintah Provinsi, Pemerintah Kabupaten/ Kota, sektor Swasta dan Lembaga Swadaya masyarakat wajib diintegrasikan ke dalam sistem Rencana Pembangunan Desa. Paragraf 3 Pelaksanaan Pasal 103 (1) Pelaksanaan pembangunan desa dilakukan sesuai dengan Rencana Pembangunan desa yang telah ditetapkan. (2) Pelaksanaan pembangunan desa merupakan tanggung jawab Pemerintah Desa. (3) Pelaksanaan pembangunan desa dilakukan oleh Pemerintah Desa dan/atau masyarakat desa. (4) Pelaksanaan pembangunan desa dilakukan dengan memanfaatkan kearifan lokal dan sumber daya alam desa. Paragraf 4 Pengawasan Pasal 104 (1) Pengawasan terhadap pelaksanaan pembangunan desa dilakukan secara cermat dalam setiap proses dan tahapan sesuai dengan Rencana Pembangunan desa yang telah ditetapkan. (2) BPD melakukan pengawasan pembangunan desa. (3) Masyarakat dapat melakukan pengawasan pembangunan desa sebagai bentuk peran serta aktif.

Pasal 105 Hasil pengawasan pembangunan desa meliputi laporan kinerja dan pertanggungjawaban pengelolaan keuangan

- 24 -

Pararaf 5 Pembiayaan Pasal 106 (1) Pembiayaan pembangunan desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 103 dibebankan pada APBN melalui Dana Alokasi Desa dan APBD Kabupaten/Kota. (2) Selain pembiayaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat bersumber dari pendapatan asli desa dan masyarakat. (3) Pengelolaan pembiayaan pembangunan desa dilakukan secara transparan dan bertanggung jawab sesuai dengan perencanaan yang telah ditetapkan. Bagian Kedua Pembangunan Perdesaan Pasal 107 (1) Pembangunan kawasan perdesaan mempunyai cakupan wilayah antardesa yang menjadi kewenangan dan tanggungjawab pemerintah kabupaten/kota. (2) Pembangunan perdesaan yang terkait dengan pemanfaatan aset Desa dan perubahan tata ruang Desa oleh Pemerintah, Pemerintah Provinsi, Pemerintah Kabupaten/Kota,dan/atau pihak ketiga wajib diputuskan melalui Musyawarah Desa masing-masing. (3) Dalam perencanaan, pelaksanaan pembangunan, pemanfaatan dan pendayagunaan aset Desa untuk pembangunan perdesaan merujuk pada keputusan Musyawarah Desa masing-masing dan wajib mengikutsertakan masyarakat. (4) Pengaturan lebih lanjut mengenai perencanaan, pelaksanaan pembangunan, pemanfaatan dan pendayagunaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) berdasarkan Peraturan Daerah Kabupaten/Kota. (5) Peraturan Daerah Kabupaten/ Kota sebagaimana dimaksud pada ayat (3) sekurangkurangnya memuat : a. kepentingan masyarakat Desa melalui keikutsertaan masyarakat; b. kewenangan Desa; c. dana bagi hasil kepada desa; d. kelancaran pelaksanaan investasi; e. kelestarian lingkungan hidup; dan f. keserasian kepentingan antar kawasan dan kepentingan umum. Pasal 108 (1) Pemerintahan Desa dan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota melakukan evaluasi atas pelaksanaan pembangunan perdesaan dan hasil evaluasi tersebut menjadi acuan penyusunan perencanaan pembangunan perdesaan tahun berikutnya. (2) Evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan berdasarkan laporan kinerja perencanaan dan pelaksanaan. (3) Hasil evaluasi yang dilakukan oleh Pemerintah Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan kepada Badan Perwakilan Desa masing-masing. Bagian 3 Pemberdayaan Masyarakat

Pasal 109 (1) Dalam rangka pembangunan desa dan pembangunan perdesaan, Pemerintah dan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota memberdayakan masyarakat desa dengan:- 25 -

a. meningkatkan kualitas masyarakat desa melalui pendidikan, pelatihan, dan penyuluhan; b. memberikan pendampingan dalam kegiatan pembangunan perdesaan; c. mengakui dan mengembangkan institusi-institusi asli yang sudah ada; d. memfasilitasi tumbuhnya prakarsa dan gerakan masyarakat desa guna mengembangkan potensi dan aset-aset lokal; e. mengutamakan penggunaan dan pengembangan teknologi tepat guna dan ramah lingkungan dengan memanfaatkan kearifan lokal;dan f. menumbuhkembangkan adat-istiadat dan budaya lokal. (2) Selain pemberdayaan masyarakat desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Pemerintah dan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota dapat melakukan pemberdayaan sesuai dengan perkembangan dan kebutuhan masyarakat desa. BAB IX KEUANGAN DESA Bagian Kesatu Sumber Keuangan Desa Pasal 110 (1) Sumber Pendapatan Desa terdiri atas: a. Pendapatan asli Desa yang bersumber dari hasil usaha desa, hasil kekayaan Desa, retribusi Desa, hasil swadaya dan partisipasi, hasil gotong royong, dan lain-lain pendapatan asli Desa yang sah; b. Dana Alokasi Desa, paling sedikit 5 persen dari APBN; c. Dana bagi hasil pembangunan perdesaan yang memanfaatkan aset desa; d. dari pemerintah kabupaten/kota bantuan keuangan dari Pemerintah, Pemerintah Provinsi, dan Pemerintah Kabupaten/Kota dalam rangka pelaksanaan tugas pembantuan; dan e. hibah dan sumbangan dari pihak ketiga yang tidak mengikat. (2) Bantuan keuangan dari Pemerintah, Pemerintah Provinsi, dan Pemerintah Kabupaten/Kota sebagaimana dimaksud ayat (1) huruf c disalurkan melalui kas Desa.

Pasal 111 (1) Kekayaan Desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 110 ayat (1) huruf a terdiri atas: a. tanah kas Desa; b. pasar Desa; c. pasar hewan; d. tambatan perahu; e. bangunan Desa; f. bagan ikan g. pelelangan ikan yang dikelola oleh Desa; h. pelelangan hasil pertanian yang dikelola oleh Desa; i. hutan milik Desa; j. mata air Desa; k. pemandian umum; dan l. lain-lain kekayaan milik Desa. (2) Desa berhak memperoleh dana bagi hasil dari kekayaan milik Desa yang telah beralih dan dikelola oleh Provinsi dan/atau Kabupaten/Kota, kecuali kekayaan yang telah digunakan untuk kepentingan publik.

- 26 -

Pasal 112 (1) Sumber pendapatan daerah yang berada di Desa, baik pajak maupun retribusi yang telah dipungut oleh Pemerintah, Provinsi, atau Kabupaten/Kota tidak diboleh dipungut lagi oleh Pemerintah Desa . (2) Pungutan yang telah dilaksanakan oleh Desa tidak boleh diambil alih oleh Pemerintah, Pemerintah Provinsi atau Pemerintah Kabupaten/Kota. Pasal 113 (1) Pemberian hibah dan sumbangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 110 ayat (1) huruf d tidak mengurangi kewajiban-kewajiban pihak penyumbang kepada Desa. (2) Sumbangan yang berbentuk barang, baik barang bergerak maupun barang tidak bergerak, dicatat sebagai barang inventaris kekayaan milik Desa sesuai dengan peraturan perundang-undangan. (3) Sumbangan yang berbentuk uang dicantumkan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa .

Pasal 114 (1) Ketentuan mengenai Dana Alokasi Desa dari APBN sebagaimana dimaksud dalam Pasal 110 ayat (1) huruf (b) diatur dalam Peraturan Pemerintah dan dijabarkan dengan Peraturan Daerah (2) Pengaturan lebih lanjut mengenai sumber pendapatan Desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 110 ayat (1) dan Pasal 114 ayat (1) diatur dengan Peraturan Daerah Kabupaten/Kota. Bagian Kedua Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa Pasal 115 (1) Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa terdiri atas bagian pendapatan Desa, belanja Desa, dan pembiayaan Desa. (2) Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa dibahas bersama antara Kepala Desa dan BPD dengan memperhatikan aspirasi masyarakat. (3) Kepala Desa bersama BPD menetapkan Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa setiap tahun dengan Peraturan Desa.

Pasal 116 Pedoman penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa, perhitungan Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa, perubahan Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa, dan pertanggungjawaban pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa ditetapkan dengan Peraturan DaerahKabupaten/Kota. Bagian Ketiga Kekuasaan Pengelolaan Pasal 117 (1) Kepala Desa adalah pemegang kekuasaan pengelolaan keuangan Desa. (2) Dalam melaksanakan kekuasaannya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Kepala Desa dapat melimpahkan kekuasaannya yang berupa perencanaan, pelaksanaan, penatausahaan, pelaporan kepada Perangkat Desa yang memenuhi syarat sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

- 27 -

Pasal 118 Pengaturan lebih lanjut mengenai pengelolaan keuangan Desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 117 ayat (1) diatur dengan Peraturan DaerahKabupaten/Kota. (1) (2) (3) (4)

Pasal 120 (1) Badan Usaha Milik Desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 119 ayat (1) dikelola oleh Pemerintah Desa bersama masyarakat. (2) Permodalan Badan Usaha Milik Desa dapat berasal dari: a. Pemerintah Desa; b. tabungan masyarakat; c. bantuan Pemerintah, Pemerintah Provinsi dan/atau Pemerintah Kabupaten/Kota; d. pinjaman; dan/atau e. penyertaan modal pihak lain atau kerja sama bagi hasil atas dasar saling menguntungkan. (3) Kepengurusan Badan Usaha Milik Desa terdiri dari wakil Pemerintah Desa dan masyarakat. Pasal 121 (1) Badan Usaha Milik Desa dapat melakukan pinjaman sesuai dengan peraturan perundang-undangan. (2) Pinjaman sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan setelah mendapat persetujuan BPD dan dilaporkan dalam Musyawarah Desa. Pasal 122 Tata Cara Pembentukan dan Pengelolaan Badan Usaha Milik Desa diatur berdasarkan Peraturan Perundang-Undangan BAB XI KERJASAMA DESA

BAB X BADAN USAHA MILIK DESA Pasal 119 Pemerintah Desa dapat mendirikan Badan Usaha Milik Desa dalam upaya memberikan pelayanan sosial kepada warga, mendorong perekonomian desa, meningkatkan pendapatan masyarakat dan Pendapatan Asli Desa. Pembentukan Badan Usaha Milik Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan Peraturan Desa yang berpedoman pada peraturan perundang-undangan. Badan Usaha Milik Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib berbadan hukum. Pemerintah memberikan insentif kepada Badan Usaha Milik Desa berupa pembebasan pajak karena BUMDes memberikan manfaat langsung dan dekat kepada masyarakat desa.

Pasal 123 (1) Desa dapat mengadakan kerja sama antar Desa untuk kepentingan Desa. (2) Kerja sama sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang membebani masyarakat dan Desa wajib mendapatkan persetujuan Musyawarah Desa. (3) Kerja sama antar Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan sesuai dengan kewenangannya.

- 28 -

Pasal 124 (1) Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 123ayat (2) berlaku juga bagi Desa yang melakukan kerja sama dengan pihak ketiga. (2) Kerja sama sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat meliputi bidang: a. peningkatan perekonomian masyarakat Desa; b. peningkatan pelayanan pendidikan; c. kesehatan; d. sosial budaya; e. ketertiban; f. tenaga kerja; g. pekerjaan umum; h. pemanfaatan sumber daya alam dan teknologi tepat guna dengan memperhatikan kelestarian dan keadilan lingkungan; i. lain-lain bidang kerjasama yang menjadi kewenangan Desa. Pasal 125 Untuk pelaksanaan kerja sama sebagaimana dimaksud dalam Pasal 123 dan Pasal 124 dapat dibentuk Badan Kerjasama Desa. Pasal 126 Pengaturan lebih lanjut mengenai Pelaksanaan Kerjasama Desa, dan Kerjasama Desa dengan pihak ketiga diatur berdasarkan Peraturan Perundang-Undangan

Pasal 127 (1) Perselisihan yang diakibatkan oleh kerjasama antar Desa diselesaikan dengan cara musyawarah dan mufakat (2) Apabila musyawarah dan mufakat yang dimaksud ayat (1) tidak tercapai maka dapat dilakukan upaya hukum Pasal 128 Perselisihan kerjasama antar Desa dengan pihak ketiga diselesaikan berdasarkan kesepakatan dalam perjanjian kerjasama. BAB XII LEMBAGA KEMASYARAKATAN Pasal 129

(1) Desa dapat memanfaatkan lembaga-lembaga lokal yang sudah ada dan/atau dapat membentuk lembaga-lembaga kemasyarakatan baru guna menjalankan fungsi-fungsi pemerintahan, pembangunan dan kemasyarakatan. (2) Fungsi-fungsi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) mencakup : a) Pendidikan masyarakat b) Kesehatan masyarakat c) Keamanan dan ketertiban d) Keagaamaan e) Pengelolaan pertanian f) Pelestarian lingkungan g) Ketahanan pangan h) Penyelesaian sengketa i) Kepemudaan j) Perempuan- 29 -

Pasal 130 Pembentukan lembaga kemasyarakatan diatur dalam Peraturan Desa.

k) Perlindungan anak l) Penyandang cacat m) Fungsi-fungsi lain

Pasal 131 Lembaga kemasyarakatan merupakan wadah partisipasi masyarakat Pemerintah Desa dalam memberdayakan masyarakat Desa. Pasal 132

serta mitra

(1) Di desa dibentuk perpolisian masyarakat, yang selanjutnya disebut polmas, sebagai lembaga kemasyarakatan dalam rangka memelihara keamanan dan ketertiban lokal serta partisipasi desa dalam menjaga keamanan nasional. (2) Polmas sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) terdiri dari unsur-unsur masyarakat yang diselenggarakan oleh desa dan memperoleh pembinaan dari Kepolisian Negara Republik Indonesia. (3) Ketentuan lebih lanjut khusus tentang polmas desa diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah. Pasal 133 Dana kegiatan lembaga kemasyarakatan dapat bersumber dari: a. Swadaya masyarakat; b. Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa; c. Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Kabupaten/Kota dan/atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Provinsi; d. Bantuan Pemerintah, Pemerintah Provinsi, dan Pemerintah Kabupaten/Kota; e. Bantuan lain yang sah dan tidak mengikat.

Pasal 134 (1) Pengaturan lebih lanjut mengenai lembaga kemasyarakatan diluar polmas diatur dengan Peraturan Daerah (2) Peraturan Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1), paling sedikit memuat: a. tata cara pembentukan; b. maksud dan tujuan; c. tugas, fungsi dan kewajiban; d. kepengurusan; e. tata kerja; f. hubungan kerja; dan g. sumber dana. BAB XIII PEMBINAAN DAN PENGAWASAN Pasal 135 (1) Pemerintah, Pemerintah Provinsi, dan/atau Pemerintah Kabupaten/Kota wajib membina penyelenggaraan Pemerintahan Desa dan lembaga kemasyarakatan, (2) Pemerintah, Pemerintah Provinsi, dan/atau Pemerintah Kabupaten/Kota dapat mendelegasikan pembinaan dan pengawasan kepada perangkat daerah.- 30 -

Pasal 136 Pembinaan Pemerintah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 133 ayat (1), meliputi: a. memberikan pedoman dan standar pelaksanaan penyelenggaraan Pemerintahan Desa. b. memberikan pedoman tentang bantuan pembiayaan dari Pemerintah, Pemerintah Provinsi, dan/atau Kabupaten/Kota kepada Desa; c. memberikan penghargaan,bimbingan, dan pembinaan kepada lembaga masyarakat Desa; d. memberikan pedoman pendidikan dan pelatihan; e. memberikan pedoman penyusunan perencanaan pembangunan partisipatif; f. memberikan pedoman dan standar jabatan Kepala Desa serta Perangkat Desa; g. memberikan bimbingan, supervisi, dan konsultasi penyelenggaraan Pemerintahan Desa dan lembaga kemasyarakatan; h. memberikan penghargaan atas prestasi yang dilaksanakan dalam penyelenggaraan Pemerintahan Desa dan lembaga kemasyarakatan; i. menetapkan bantuan keuangan langsung kepada Desa; j. melakukan pendidikan dan pelatihan tertentu kepada aparatur Pemerintahan Desa; k. melakukan penelitian tentang penyelenggaraan Pemerintahan Desa pada Desa-Desa tertentu; l. mendorong percepatan pembangunan perdesaan; dan m. pembinaan lainnya yang diperlukan. a) (2) Pasal 137 Pembinaan Pemerintah Provinsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 135 ayat (1), berorientasi pada upaya penguatan sistem, kelembagaan, dan kapasitas individu. Pengaturan lebih lanjut mengenai pembinaan Pemerintah Provinsi sebagaimana dimaksud pada ayat(1) diatur dalam Peraturan Pemerintah.

Pasal 138 Pembinaan dan pengawasan Pemerintah Kabupaten/Kota sebagaimana dimaksud dalam Pasal 136 ayat (1), meliputi : a. menetapkan pengaturan kewenangan Kabupaten/Kota yang diserahkan pengaturannya kepada Desa; b. memberikan pedoman pelaksanaan tugas pembantuan dari Kabupaten/Kota ke Desa; c. memberikan pedoman penyusunan Peraturan Desa dan Peraturan Kepala Desa; d. memberikan pedoman teknis pelaksanaan dan pengembangan lembaga kemasyarakatan; e. memberikan pedoman penyusunan perencanaan pembangunan partisipatif; f. melakukan penelitian tentang penyelenggaraan Pemerintahan Desa; g. melakukan evaluasi dan pengawasan Peraturan Desa; h. menetapkan pembiayaan alokasi dana perimbangan untuk Desa; i. mengawasi pengelolaan keuangan Desa dan pendayagunaan aset Desa; j. melakukan pembinaan dan pengawasan penyelenggaraan Pemerintahan Desa dan lembaga kemasyarakatan; k. menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan bagi Pemerintah Desa dan lembaga kemasyarakatan; l. memberikan penghargaan atas prestasi yang dilaksanakan dalam penyelenggaraan Pemerintahan Desa dan lembaga kemasyarakatan; m. memberikan sanksi atas penyimpangan yang dilakukan oleh Kepala Desa sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan; dan n. melakukan upaya-upaya percepatan atau akselerasi pembangunan perdesaan.

- 31 -

(1) (2) (3) (4) (5)

Pasal 140 Penyelenggara Pemerintahan Desa yang telah ada wajib disesuaikan dengan ketentuan dalam Undang-undang ini. Pasal 141 (1) Masa jabatan Kepala Desa yang ada pada saat ini tetap berlaku sampai habis masa jabatannya. (2) Anggota BPD yang adapada saat ini tetap menjalankan tugas sampai habis masa jabatannya. BAB XVI KETENTUAN PENUTUP Pasal 142 Semua ketentuan Peraturan Perundang-undangan yang berkaitan secara langsung dengan Desa wajib mendasarkan dan menyesuaikan pengaturannya pada Undang-undang ini.

BAB XIV KETENTUAN PERALIHAN Pasal 139 Desa yang telah ada selama ini diakui sebagai Desa sebagaimana ditentukan dalam Undang-Undang ini. Bagi daerah yang tetap mempertahankan desa sebagai masyarakat hukum adat dan desa dalam pengertian umum maka pengaturan kewenangan, keuangan dan hubungan dua jenis desa ini diatur lebih lanjut dalam Peraturan Daerah Kabupaten/Kota. Masyarakat hukum adat yang diakui sebagai desa adat sebagaimana dimaksud pasal 8 wajib disesuaikan dengan ketentuan dalam Undang-undang ini. Penyesuaian sebagaimana dimaksud pada ayat (3) wajib diselesaikan dalam waktu 2 (dua) tahun. Anggaran penyesuaian Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dibebankan pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara.

Pasal 143 (1) Semua Peraturan Perundang-undangan yang berkaitan dengan Desa sepanjang belum diganti dan tidak bertentangan dengan Undang-Undang ini dinyatakan tetap berlaku. (2) Peraturan pelaksanaan atas Undang-Undang ini ditetapkan selambat-lambatnya satu (Tahun) tahun sejak Undang-Undang ini ditetapkan. Pasal 144 Pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku, Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437) sebagaimana diubah terakhir kalinya dengan Undang-undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua atas Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4844) sepanjang yang mengatur mengenai Desa dinyatakan tidak berlaku. Pasal 145 Undang-Undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.

- 32 -

Disahkan di Jakarta pada tanggal.....Desember 2011 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, ttd DR. H. SUSILO BAMBANG YUDHOYONO Diundangkan di Jakarta pada tanggal.....Desember 2011 MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA, ttd PATRIALIS AKBAR LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2011 NOMOR .........

- 33 -

RANCANGAN PENJELASAN DRAFT RANCANGAN UNDANG-UNDANG DESA I. PENJELASAN UMUM Desa atau yang disebut dengan nama lain telah ada sebelum Negara Kesatuan Republik Indonesia terbentuk. Sebagai bukti keberadaannya, Penjelasan Undang-Undang Dasar 1945 dengan jelas menyebutkan bahwa Dalam territoir Negara Indonesia terdapat lebih kurang 250 "Zelfbesturende landschappen" dan Volksgemeenschappen, seperti desa di Jawa dan Bali, nagari di Minangkabau, dusun dan marga di Palembang dan sebagainya. Daerah-daerah itu mempunyai susunan Adat, dan oleh karenanya dapat dianggap sebagai daerah yang bersifat istimewa. Negara Republik Indonesia menghormati kedudukan daerah-daerah istimewa tersebut dan segala peraturan negara yang mengenai daerah-daerah itu akan mengingati hak-hak asal-usul daerah tersebut. Oleh sebab itu, keberadaannya wajib tetap diakui dan diberikan jaminan keberlangsungan hidupnya dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia. Keberagaman karakteristik dan jenis Desa, atau yang disebut dengan nama lain, tidak menjadi penghalang bagi para founding fathers negara ini untuk menjatuhkan pilihannya pada bentuk negara kesatuan. Meskipun mereka sangat menyadari, bahwa dalam suatu negara kesatuan wajib terdapat homogenitas dalam semua hal. Oleh karenanya, Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah berdiri di atas fondasi keberagaman. Karakteristik atau keunikan negara ini berdiri di atas keberagaman dalam berbagai hal. Keberagaman menjadi perekat utama komponen-komponen bangsa dan negara ini; bhineka tunggal ika. Pada proses perubahan terhadap Undang-Undang Dasar 1945, pengakuan dan jaminan negara terhadap keberagaman Desa, atau yang disebut dengan nama lain, tetap dipertahankan. Jaminan tersebut ditentukan dalam Pasal 18B ayat (2), Pasal 18B ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Pasal ini menegaskan bahwa negara mengakui dan menghormati kesatuan-kesatuan masyarakat hukum adat beserta hak-hak tradisionalnya sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia, yang diatur dalam Undang-undang. Konsekuensinya, Negara Kesatuan Republik Indonesia wajib memberikan pengakuan dan jaminan terhadap keberadaan kesatuan-kesatuan masyarakat hukum adat beserta hak-hak tradisionalnya. Salah satunya, adalah Desa, atau yang disebut dengan nama lain. Dengan memberikan jaminan terhadap Desa, perwujudan tujuan bernegara, yaitu kesejahteraan bagi seluruh rakyat Indonesia dapat dipercepat dengan lebih mendekatkan antara masyarakat yang dilayani dengan pelayanan. Akibatnya, pelayanan publik akan semakin dekat dan merata di seluruh Indonesia. Dalam undang-undang ini, Desa, atau yang disebut dengan nama lain, diakui dan dijamin keberadaan dan perkembangannya melalui asas rekognisi, subsidiaritas dan delegasi. Dengan demikian, Undang-undang ini mengatur materi Asas, Prinsip Dasar, dan Tujuan- 34 -

DEWAN PERWAKILAN DAERAH REPUBLIK INDONESIA _______

II. PASAL DEMI PASAL

pengaturan Desa, Kedudukan dan Keragaman Desa, Penetapan/Pembentukan, Penggabungan, Perubahan, dan Penghapusan Desa, Kewenangan Desa, Pemerintahan Desa, Peraturan Desa, Perencanaan Pembangunan Desa, Keuangan Desa, Kerjasama Desa, Lembaga Kemasyarakata, serta Pembinaan dan Pengawasan. Pasal 1 Cukup jelas. Pasal 2 a. Yang dimaksud dengan Asas Rekognisi adalah penghormatan dan pengakuan terhadap eksistensi Desa dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia. b. Yang dimaksud dengan Asas Subsidiaritas adalah penetapan urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat yang berskala lokal sebagai kewenangan Desa. Jika prinsip residualitas menetapkan berbagai urusan sisa karena telah diserahkan kepada daerah, maka prinsip subsidiaritas menetapkan urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat yang sudah ada di desa, yang mampu dikelola sendiri oleh desa dan/atau urusan yang lebih efisien jika diatur dan diurus oleh desa. c. Yang dimaksud dengan Asas Delegasi adalah penyerahan sebagian urusan pemerintahan sebagai kewenangan desa.

Pasal 3 Prinsip dasar mencakup nilai-nilai dan semangat yang terkandung dalam pengaturan desa. a. Yang dimaksud dengan prinsip keberagaman adalah bahwa pengaturan Desaditujukan untuk memberikan pengakuan dan melestarikan keberagaman sejarah, sosial-budaya, geografis, dan sumber daya Desa. b. Yang dimaksud dengan prinsip kemandirian adalah bahwa pengaturan Desa ditujukan guna mewujudkan, menjamin hak dan kesempatan Desa untuk mengambil keputusan sendiri berdasarkan prakarsa masyarakat sesuai dengan ketentuan perundangan yang berlaku. c. Yang dimaksud dengan prinsip demokrasi adalah bahwa pengaturan Desa dapat mewujudkan pengelolaan Desa yang partisipatif, bertanggung jawab, terbuka, dan menjamin kesetaraan bagi setiap orang. d. Yang dimaksud dengan prinsip pemberdayaan adalah upaya untuk memperkuat kepercayaan dan kesempatan kepada Desa untuk mengembangkan inisiatif, gerakan dan partisipasi guna mengemembangkan potensi dan aset Desa dalam rangka meningkatkan taraf hidup dan kesejahteraan masyarakat. e. Yang dimaksud dengan prinsip kesejahteraan dan keadilan adalah upaya untuk memperbaiki kualitas hidup masyarakat secara merata melalui pendayagunaan aset dan akses warga desa terhadap sumber daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya, pelayanan publik, dan anggaran negara. Pasal 4 Cukup jelas. Pasal 5 Desa memiliki wilayah dan kesatuan masyarakat hukum atau organisasi pemerintahan. Pertama, wilayah desa berada dalam wilayah kabupaten/kota. Kedua, desa bukan sekadar sebagai organisasi pemerintahan yang berada dalam subsistem pemerintahan kabupaten/kota, melainkan sebagai kesatuan masyarakat hukum yang berada di bawah hierarkhi kabupaten/kota. Sedangkan kecamatan, meskipun secara de facto memiliki batas-batas wilayah, tetapi- 35 -

Pasal 6 Variasi penyebutan nama Desa yang dimaksud dalam ketentuan ini termasuk antara lain Nagari di Sumatera Barat, Gampong di provinsi NAD, Lembang di Kabupaten Tana Toraja Sulawesi Selatan, Kampung di Kalimantan Selatan, Maluku Utara dan Papua, Negeri di Maluku. Pasal 7 Kesatuan masyarakat adat yang memiliki batas-batas wilayah diakui secara formal sebagai Desa Adat sehingga berkedudukan sebagai kesatuan masyarakat hukum adat atau menjadi subyek hukum yang otonom. Pasal 8 Prakarsa masyarakat yang dimaksud dalam ketentuan ini dibuktikan adanya usulan tertulis kelompok-kelompok masyarakat yang diajukan kepada BPD atau Kepala Desa untuk dibahas dan disetujui dalam Musawarah Desa. Pasal 9 a) Pembentukan dapat berupa pemekaran desa baru dari desa induk atau pembentukan desa baru dari pemukiman dan kesatuan masyarakat yang tidak mempunyai desa induk. b) Perubahan status berupa alih status dari desa menjadi kelurahan dan/atau dari kelurahan dikembalikan menjadi desa c) Penghapusan adalah penghilangan nama desa dan organisasi pemerintahan desa. Pasal 10 Berlaku untuk pembentukan atau pemekaran desa baru Pasal 11 Cukup jelas. Pasal 12 Cukup jelas. Pasal 13 Cukup jelas. Pasal 14 Penggabungan dua desa atau lebih terjadi karena prakarsa pemerintah dan/atau masyarakat untuk menciptakan dayaguna penyelenggaraan pemerintahan atau untuk menciptakan skala ekonomi yang lebih besar atau karena desa yang bersangkutan ditinggalkan oleh seluruh penduduk akibat bencana atau penyebab lainnya. Sebelum dilakukan penggabungan, desa yang bersangkutan dilakukan penghapusan secara administratif atas nama mapun organisasi pemerintahannya. Penghapusan tanpa penggabungan dapat dilakukan terhadap desa yang kehilangan seluruh penduduk akibat bencana alam atau karena ditinggalkan seluruh penduduk yang bermigrasi ke tempat lain. Pasal 15 Cukup jelas, mengacu pada penjelasan Pasal 14. Pasal 16 Prakarsa Pemerintah Daerah ini mesti memperhatikan dinamika aspirasi yang muncul dan berkembang di masyarakat Desa bersangkutan dan wajib mendapatkan persetujuan masyarakat dimaksud dalam Musyawarah Desa.- 36 -

hanya wilayah administratif semata, sehingga tidak berkedudukan sebagai kesatuan masyarakat hukum. Kecamatan adalah wilayah kerja Camat sebagai perangkat daerah. Camat bukanlah pejabat atasan Kepala Desa melainkan sebagai pejabat yang memperoleh delegasi kewenangan dari Bupati/Walikota untuk melakukan supervisi, evaluasi, fasilitasi dan koordinasi terhadap desa.

Pasal 17 Desa-desa di perkotaan dapat dilakukan perubahan status dari desa menjadi kelurahan. Tetapi perubahan status ini bukanlah keharusan. Pasal 18 Cukup jelas. Pasal 19 Kerugian sosial ekonomi berupa ketidaksesuaian kelurahan dengan kondisi sosial-budaya masyarakat setempat, lunturnya semangat kegotong-royongan masyarakat, pudarnya kohesi sosial, hilangnya akses masyarakat terhadap sumber-sumber pendapatan, dan lain-lain. Pasal 20 Kelurahan yang berkedudukan sebagai Satuan Kerja Perangkat Daerah dapat dengan mudah dihapuskan oleh Bupati/Walikota melalui persetujuan DPRD dan berdasarkan usulan masyarakat. Pasal 21 Cukup jelas. Pasal 22 Cukup jelas Pasal 23 Usulan dan kajian dimaksudkan untuk memastikan bahwa kesatuan masyarakat adat yang bersangkutan masih hidup, bukan sekadar dihiduphidupkan. Pasal 24 Cukup jelas. Pasal 25 (1) Hak asal-usul desa adalah hak-hak yang sudah ada sebelum lahirnya NKRI pada tahun 1945. (2) Kewenangan nyata berskala lokal tumbuh berkembang sesuai perkembangan desa. Nyata dan berskala lokal mencakup kewenangan yang melekat pada desa, kewenangan yang sudah ada dan dikelola desa sesuai perkembangan, kewenangan yang mampu dan/atau lebih efisien jika diatur dan diurus oleh desa. (3) Dengan dasar pertimbangan pemberdayaan dan efisiensi, pemerintah dapat menyerahkan sebagian kewenangan kepada desa. Pasal 26 Cukup jelas. Pasal 27 Cukup jelas. Pasal 28 Cukup jelas. Pasal 29 Cukup jelas. Pasal 30 Cukup jelas. Pasal 31 Mengingat keragaman desa, Peraturan Pemerintah tentang kewenangan desa dapat melakukan pengaturan tentang kewenangan wajib yang wajib dijalankan oleh seluruh desa, kewenangan pilihan yang berisi daptar positif kewenangan desa yang dipilih oleh daerah dan desa, dan kewenangan khusus yang sesuai dengan asal-usul dan kondisi lokal. Pasal 32 Cukup jelas.- 37 -

Pasal 33 Cukup jelas. Pasal 34 Cukup jelas. Pasal 35 Cukup jelas. Pasal 36 Cukup jelas. Pasal 37 Cukup jelas Pasal 38 Cukup jelas. Pasal 39 Cukup jelas. Pasal 40 Kepala desa wajib memiliki tiga dokumen laporan, yaitu: (a) Laporan Pertanggungjawaban (LPJ) yang diberikan langsung kepada BPD; (b) Laporan Keterangan Pertanggungjawab (LKPJ) yang disampaikan kepada Bupati/Walikota melalui Camat; dan (c) Laporan Informasi Pertanggungjawaban (LIPJ) yang disampaikan kepala desa kepada masyarakat dan Musyawarah Desa. Ayat (1) Laporan yang dimaksud dalam ketentuan ini diberikan kepada BPD pada masa akhir pelaksanan APBDes pada Tahun Anggaran yang bersangkutan atau paling lambat 1 (satu) bulan setelah Tahun Anggaran berakhir.

Pasal 41 BPD tidak berwenang menerima atau menolak LPJ Kepala Desa, melainkan menggunakan dokumen LPJ untuk keperluan evaluasi dan perbaikan penyelenggaraan pemerintahan desa pada tahun berikutnya. Pasal 42 Cukup jelas. Pasal 43 Cukup jelas. Pasal 44 Cukup jelas. Pasal 45 Cukup jelas. Pasal 46 Cukup jelas. Pasal 47 Cukup jelas. Pasal 48 Huruf b: jika ada penduduk yang tidak memiliki KTP maka bisa digantikan dengan surat keterangan perangkat desa dan/atau pemerintah desa. Pasal 49 Cukup jelas. Pasal 50 Cukup jelas. Pasal 51 Cukup jelas. Pasal 52 Cukup jelas.- 38 -

Pasal 53 Cukup jelas. Pasal 54 Cukup jelas. Pasal 55 Cukup jelas. Pasal 56 Cukup jelas. Pasal 57 Cukup jelas. Pasal 58 Cukup jelas. Pasal 59 Cukup jelas. Pasal 60 Cukup jelas. Pasal 61 Cukup jelas. Pasal 62 Cukup jelas. Pasal 63 Cukup jelas. Pasal 64 Cukup jelas. Pasal 65 Cukup jelas. Pasal 66 Cukup jelas. Pasal 67 Pemilihan anggota BPD tidak menggunakan basis satuan-satuan wilayah yang ada dalam desa, melainkan berbasis pada desa secara keseluruhan. Pasal 68 Anggota BPD yang berjumlah 5 orang berlaku bagi Desa yang berpenduduk kurang dari 3.000 jiwa dan yang berjumlah 7 orang berlaku bagi Desa yang berpenduduk lebih dari 3.000 jiwa. Pasal 69 Cukup jelas. Pasal 70 Cukup jelas. Pasal 71 Cukup jelas. Pasal 72 Cukup jelas. Pasal 73 BPD berhak menyampaikan pertanyaan atau meminta keterangan kepada Kepala Desa apabila: (a) memperoleh aduan dari masyarakat tentang dugaan penyimpangan dalam penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan desa; (b) Kepala Desa melakukan pelanggaran terhadap peraturan perundangundangan yang berlaku dan/atau tidak memenuhi persyaratan; (c) Kejanggalan atau penyimpangan dalam LPJ. BPD berhak menyatakan pendapat bahwa Kepala Desa telah melakukan kesalahan atau pelanggaran bila benar-benar Kepala Desa terbukti melakukan- 39 -

pelanggaran. Atas dasar pernyataan pendapat itu, BPD memberikan peringatan tertulis sampai tiga kali agar Kepala Desa melakukan perbaikan. Jika peringatan sampai tiga kali tidak diindahkan oleh Kepala Desa, maka BPD berhak mengajukan usulan pemberhentian Kepala Desa kepada Bupati/Walikota. Pasal 74 Cukup jelas. Pasal 75 Cukup jelas. Pasal 76 Cukup jelas. Pasal 77 Cukup jelas. Pasal 78 Cukup jelas. Pasal 79 Cukup jelas. Pasal 80 Cukup jelas. Pasal 81 Cukup jelas. Pasal 82 Cukup jelas. Pasal 83 Cukup jelas. Pasal 84 Cukup jelas. Pasal 85 Cukup jelas. Pasal 86 Cukup jelas. Pasal 87 Cukup jelas. Pasal 88 Cukup jelas. Pasal 89 Cukup jelas. Pasal 90 Untuk menjamin pemenuhan hak yang tergolong informasi publik ini, Kepala Desa dan BPD wajib membuka kesempatan yang luas dan adil bagi masyarakat untuk memperoleh naskah Rancangan Peraturan Desa tersebut. Pasal 91 Cukup jelas. Pasal 92 Cukup jelas. Pasal 93 Cukup jelas. Pasal 94 Cukup jelas. Pasal 95 Cukup jelas. Pasal 96 Cukup jelas.- 40 -

Pasal 97 Cukup jelas. Pasal 98 Cukup jelas. Pasal 99 Cukup jelas. Pasal 100 Cukup jelas. Pasal 101 Cukup jelas. Pasal 102 Cukup jelas. Pasal 103 Cukup jelas. Pasal 104 Cukup jelas. Pasal 105 Cukup jelas. Pasal 106 Cukup jelas. Pasal 107 Jika ada investasi pembangunan perdesaan yang memanfaatkan aset-aset beberapa desa dalam satu kawasan, maka Perda harus memastikan tentang kedudukan dan kewenangan desa serta hak desa memperoleh dana bagi hasil dari investasi pembangunan dimaksud. Kedudukan dan kewenangan tersebut antara lain keikutsertaan desa sebagai pemegang saham yang berwenang melakukan kontrol dan memperoleh dana bagi hasil; kewenangan melakukan kontrol terhadap dampak sosial dan lingkungan dari investasi pembangunan perdesaan. Pasal 108 Cukup jelas. Pasal 109 Cukup jelas. Pasal 110 Cukup jelas. Pasal 111 Pasal 112 Cukup jelas. Pasal 113 Cukup jelas. Pasal 114 Cukup jelas. Pasal 115 Cukup jelas. Pasal 116 Cukup jelas. Pasal 117 Cukup jelas. Pasal 118 Pasal 119 Cukup jelas. Pasal 120- 41 -

Cukup jelas. Pasal 121 Cukup jelas. Pasal 122 Cukup jelas. Pasal 123 Cukup jelas. Pasal 124 Cukup jelas. Pasal 125 Cukup jelas. Pasal 126 Cukup jelas. Pasal 127 Cukup jelas. Pasal 128 Pasal 129 Ayat (1) Yang dimaksud dengan lembaga-lembaga lokal ketentuan ini meliputi lembaga kemasyarakatan yang sudah ada selama ini seperti Lembaga Pemberdayaan Masy