Dr Rosa Lapkas Sub Konjungtiva Bleeding
-
Upload
grace-kaunang -
Category
Documents
-
view
2.289 -
download
165
Transcript of Dr Rosa Lapkas Sub Konjungtiva Bleeding
Tinjauan Pustaka
PERDARAHAN SUBKONJUNGTIVA
Definisi
Perdarahan subkonjunctiva adalah perdarahan akibat rupturnya pembuluh darah
dibawah lapisan konjunctiva.
Etiologi
Hematom Subkonjungtiva dapat terjadi pada keadaan-keadaan dimana pembuluh
darah rapuh (umur, hipertensi, arteriosklerosis, konjungtivitis hemoragic, anemia,
pemakaian antikoagulan dan batuk rejan). Perdarahan subkonjungtiva dapat juga terjadi
akibat trauma langsung maupun tidak langsung, yang kadang–kadang menutupi perforasi
jaringan bola mata yang terjadi. Pada fraktur basis cranii akan terlihat hematom kaca
mata karna berbentuk kacamata biru pada kedua mata.
Perdarahan subkonjungtiva dapat terjadi karena trauma mayor, minor, atau sebab
yang tidak dapat dideteksi yang terjadi pada mata bagian depan. Secara klinis, perdarahan
subkonjungtiva tampak sebagai perdarahan yang datar, berwarna merah, di bawah
konjungtiva dan dapat menjadi cukup berat sehingga menyebabkan kemotik kantung
darah yang berat dan menonjol di atas tepi kelopak mata. Hal ini akan berlangsung lebih
dari 2 sampai 3 minggu.
Konjungtiva mengandung banyak pembuluh darah kecil dan rapuh yang mudah
pecah atau rusak. Ketika hal ini terjadi, darah bocor ke dalam ruang antara konjungtiva
dan sklera. Perdarahan subkonjungtiva merupakan akibat dari rupturnya pembuluh darah
konjungtivalis atau episklera. Namun kadang tidak dapat ditemukan penyebabnya
(perdarahan subkonjungtiva idiopatik). Manuver Valsava sebelumnya (misalnya, batuk,
tegang, muntah-muntah, mengejan) juga bisa menjadi penyebab perdarahan
subkonjungtiva. Penyebab lain meliputi hipertensi dan gangguan fungsi koagulasi,
misalnya karena obat antikoagulan atau penyakit leukemia. Selain itu, infeksi umum yang
berhubungan dengan demam, defisiensi vitamin C (scurvy), trauma mata tumpul atau
tajam, benda asing, pembedahan pada mata, dan konjungtivitis juga dapat menjadi
1
kemungkinan penyebabnya. Berbagai macam obat-obatan seperti obat antiinflamasi
nonsteroid, aspirin, kontrasepsi, vitamin A dan D juga berhubungan dengan terjadinya
perdarahan subkonjungtiva. Perdarahan subkonjungtiva juga telah dilaporkan sebagai
akibat emboli dari patah tulang panjang, kompresi dada, angiografi jantung, operasi
jantung, dan operasi-operasi lain.
Klasifikasi
Berdasarkan mekanismenya, perdarahan subkonjungtiva dibagi menjadi dua, yaitu:
1. Perdarahan subkonjungtiva tipe spontan
Sesuai namanya perdarahan subkonjungtiva ini adalah terjadi secara tiba – tiba
(spontan). Perdarahan tipe ini diakibatkan oleh menurunnya fungsi endotel
sehingga pembuluh darah rapuh dan mudah pecah. Keadaan yang dapat
menyebabkan pembuluh darah menjadi rapuh adalah umur,
hipertensi,arterisklerosis, konjungtivitis hemoragik, anemia, pemakaian
antikoagulan dan batuk rejan. Perdarahan subkonjungtiva tipe spontan ini
biasanya terjadi unilateral. Namun pada keadaan tertentu dapat menjadi bilateral
atau kambuh kembali; untuk kasus seperti ini kemungkinan diskrasia darah
(gangguan hemolitik) harus disingkirkanterlebih dahulu. (vaughan, 124)
2. Perdarahan subkonjungtiva tipe traumatik
Dari anamnesis didapatkan bahwa pasien sebelumnya mengalami trauma di mata
langsung atau tidak langsung yang mengenai kepala daerah orbita.
Perdarahanyang terjadi kadang – kadang menutupi perforasi jaringan bola mata
yang terjadi. Pada fraktur basis kranii akan terlihat hematoma kaca mata karena
berbentuk kacamata yang berwarna biru pada kedua mata (racoon eyes). Trauma
tumpul yang mengenai konjungtiva dapat menyebabkan dua hal, yaitu :
a) Edema konjungtiva
Jaringan konjungtiva yang bersifat selaput lendir dapat menjadi kemotik
padasetiap kelainannya, demikian pula akibat trauma tumpul. Bila kelopak
terpajan ke dunia luar dan konjungtiva secara langsung kena angin tanpa dapat
mengedip, maka keadaan ini telah dapat mengakibatkan edema konjungtiva.
2
Kemosis adalah nama yang diberikan untuk edema atau pembengkakan
pada konjungtiva. Pembuluh darah konjungtiva membesar karena kompresi
venaorbital dan dalam kasus yang parah konjungtiva dapat menjadi edema
sehingga terbentuk sebuah kantong berisi cairan menggantung di bawah
kelopak mata. Hal ini terjadi terutama dengan peradangan tetapi juga dapat
terjadi secara terpisah, misalnya karena abnormalitas aliran orbita atau obat-
obatan tertentu. Selain itu kemosis konjungtiva mungkin terjadi karena alergi,
meskipun agen penyebabnya seringkali tidak dapat ditemukan. Pengeringan
(xerosis) darikonjungtiva ditandai oleh permukaan konjungtiva yang tumpul
yang sedikit bersinar atau tidak sama sekali. Selanjutnya keratinisasi dari sel
epitel dapat terjadi. Xerosis biasanya berkembang sebagai akibat dari paparan
jangka panjang (lagoftalmos) atau defisisensi air mata mayor. Kekurangan
vitamin A jarang terjadi, tetapi biasanya khas untuk xerosis, yang sering
ditekankan diregio fisura palpebra atau Bitot’s spot.
Kemotik konjungtiva yang berat dapat mengakibatkan palpebra tidak
menutupsehingga bertambah rangsangan terhadap konjungtiva. Pada
edemakonjungtiva dapat diberikan dekongestan untuk mencegah
pembendungancairan di dalam selaput lendir konjungtiva. Sedangkan jika
telah terjadikemotik konjungtiva berat dapat dilakukan diinsisi sehingga
cairankonjungtiva kemotik keluar melalui insisi tersebut.(Sidarta ilyas,
261)Selain karena trauma tumpul kemosis konjungtiva juga dapat diakibatkan
olehkonjungtivitis alergika. (Vaughan, Oftalmologi umum 102)
Penyebab kemosis konjungtiva adalah sebagai berikut:
• Gangguan infeksi: Mukormikosis, rhinocerebral/phycomyco's,
gonokok ataumeningokok dan terutama konjungtivitis adenovirus
• Peradangan: iritasi, benda asing
• Alergi, gangguan autoimun: conjunctival contact allergy,
skleritis/episkleritis,konjungtivitis alergi, konjungtivitis vernal
• Gangguan vaskuler dan vena, arteriosklerosis: trombosis sinus
kavernosus,angioedema
3
• Gangguan vegetatif, autonomik, endokrin: peningkatan tekanan
intrakranial,oftalmopati tirotoksis
• Trauma: trauma kimia, trauma tumpul
Obat-obatan: antibiotik, ACE inhibitor, analgetik
b) Hematoma subkonjungtiva
Bila perdarahan ini timbul sebagai akibat trauma tumpul maka perlu
dipastikan bahwa tidak terdapat robekan di di bawah jaringan konjungtiva
atau sklera.Kadang – kadang hematoma subkonjungtiva menutupi keadaan
mata yang lebih buruk seperti perforasi bola mata. Pemeriksaan funduskopi
adalah perlu padasetiap penderita dengan perdarahan subkonjungtiva akibat
trauma.Apabila tekanan bola mata rendah dengan pupil lonjong disertai tajam
penglihatanmenurun dan hematoma subkonjungtiva maka sebaiknya
dilakukan eksplorasi bola mata untuk mencari kemungkinan adanya ruptur
bulbus okuli.
Manifestasi klinis
Sebagian besar tidak ada gejala simptomatis yang berhubungan dengan perdarahan
subkonjungtiva selain terlihat darah pada bagian sklera.
Sangat jarang mengalami nyeri ketika terjadi perdarahan subkonjungtiva pada permulaan.
Ketika perdarahan terjadi pertama kali, akan terasa penuh dibawahkonjungtiva palpebre.
Ketika hematoma menjadi larut akan mengalami iritasi mata sedang.
• Perdarahan subkonjungtiva sendiri akan jelas terlihat, permukaannya berwarnamerah
terang dan halus disekitar sklera bahkan seluruh permukaan sklera dapatterisi darah.
• Pada perdarahan subkonjungtiva spontan (idiopatik), tidak ada darah yang akan
keluar dari mata. Jika mengusapkan tisu ke bola mata maka tidak akandidapati darah
di tisu tersebut.
• Perdarahan akan terlihat meluas dalam 24 jam pertama setelah itu kemudianakan
berkurang perlahan ukurannya karena diabsorpsi.Karena struktur konjungtiva yang
halus, sedikit darah dapat menyebar secara difus di jaringan ikat subkonjungtiva dan
4
menyebabkan eritema difus, yang biasanya memiliki intensitas yang sama dan
menyembunyikan pembuluh darah.
Pada pasien tertentu, harus segera dikonsulkan ke dokter spesialis mata, misalnya jika
pasien merasa nyeri pada matanya, terjadi perubahan visus (misalnya, penglihatan kabur,
penglihatan ganda, kesulitan melihat), terdapat riwayat cedera atau trauma baru-baru ini,
terdapat riwayat gangguan perdarahan, atau riwayat tekanan darah tinggi.
Diagnosis
Diagnosis dibuat secara klinis dan anamnesis tentang riwayat dapat membantu
penegakan diagnosis dan terapi lebih lanjut. Ketika ditemukan adanya trauma, trauma
dari bola mata atau orbita harus disingkirkan. Apabila perdarahan subkonjungtiva
idiopatik terjadi untuk pertama kalinya, langkah-langkah diagnostik lebih lanjut biasanya
tidak diperlukan. Dalam kejadian kekambuhan, hipertensi arteri dan kelainan koagulasi
harus disingkirkan.
Pemeriksaan fisik bisa dilakukan dengan memberi tetes mata proparacaine
(topikal anestesi) jika pasien tidak dapat membuka mata karena sakit; dan curiga etiologi
lain jika nyeri terasa berat atau terdapat fotofobia. Memeriksa ketajaman visual juga
diperlukan. Selanjutnya, periksa reaktivitas pupil dan mencari apakah ada defek pupil,
bila perlu, lakukan pemeriksaan dengan slit lamp. Curigai ruptur bola mata jika
perdarahan subkonjungtiva terjadi penuh pada 360°. Jika pasien memiliki riwayat
perdarahan subkonjungtiva berulang, pertimbangkan untuk memeriksa waktu
pendarahan, waktu prothrombin, parsial tromboplastin, dan hitung darah lengkap dengan
jumlah trombosit, serta protein C dan S.
Pasien dengan pendarahan berulang, tes laboratorium seperti Prothrombin Time
(PT), Activated Partial Thromboplastin Time (APTT) dan hitung darah lengkap harus
diperiksa untuk menyingkirkan penyakit sistemik. Tes laboratorium ini juga penting
untuk pasien yang menggunakan obat antikoagulan seperti heparin dan warfarin, penyakit
von Willebrand's, hemofili, dan defisiensi vitamin K. Tes laboratorium PT adalah untuk
protrombin, yang merupakan protein yang diproduksi oleh hati dan yang produksinya
5
tergantung pada vitamin K. PT mengevaluasi mekanisme pembekuan ekstrinsik,
termasuk faktor I, II, V, VII dan X.
Terapi
Perdarahan subkonjungtiva biasanya tidak memerlukan pengobatan. Pada bentuk-
bentuk berat yang menyebabkan kelainan dari kornea, dapat dilakukan sayatan dari
konjungtiva untuk drainase dari perdarahan.
Pemberian air mata buatan juga dapat membantu pada pasien yang simtomatis.
Dari anamnesis dan pemeriksaan fisik, dicari penyebab utamanya, kemudian terapi
dilakukan sesuai dengan penyebabnya.
Medikamentosa
1. ASAM TRANEKSAMAT
Farmakologi :
Asam traneksamat merupakan inhibitor fibrinolitik sintetik bentuk trans dari asam
karboksilat sikloheksana aminometil. Secara in vitro, asam traneksamat 10 kali lebih
poten dari asam aminokaproat. Asam traneksamat merupakan competitive inhibitor dari
aktivator plasminogen dan penghambat plasmin. Plasmin sendiri berperan
menghancurkan fibrinogen, fibrin dan faktor pembekuan darah lain, oleh karena itu asam
traneksamat dapat digunakan untuk membantu mengatasi perdarahan akibat fibrinolisis
yang berlebihan.
Indikasi :
Fibrinolisis pada menoragia, epistaksis, traumatic hyphaemia, neoplasma
tertentu, komplikasi
pada persalinan (obstetric complications) dan berbagai prosedur operasi
termasuk operasi kandung kemih, prostatektomi atau konisasi serviks.
Hemofilia pada pencabutan gigi dan profilaksis pada angioedema
herediter.
6
Kontraindikasi :
Penderita yang hipersensitif terhadap asam traneksamat.
Penderita perdarahan subarakhnoid.
Penderita dengan riwayat tromboembolik.
Tidak diberikan pada pasien dengan pembekuan intravaskular aktif.
Penderita buta warna.
Dosis :
Fibrinolisis lokal : angioneuritik edema herediter; 1-1 gram (oral) 2-3 x
sehari.
Perdarahan abdominal setelah operasi : 1 gram 3 x sehari (injeksi IV
pelan-pelan) pada 3 hari pertama, dilanjutkan pemberian oral 1 gram 3-4 x
sehari (mulai pada hari ke-4 setelah operasi sampai tidak tampak
hematuria secara makroskopis). Untuk mencegah perdarahan ulang dapat
diberikan peroral 1 gram 3-4 x sehari selama 7 hari.
Perdarahan setelah operasi gigi pada penderita hemophilia
Efek samping :
Gangguan pada saluran pencernaan (mual, muntah, diare) gejala ini akan
hilang bila dosis dikurangi.
Hipotensi jarang terjadi.
Peringatan dan perhatian :
Hati-hati jika diberikan pada penderita gangguan fungsi ginjal karena
risiko akumulasi.
Hati-hati jika diberikan pada penderita hematuria.
Hati-hati penggunaan pada wanita hamil dan menyusui.
Hati-hati pada setiap kondisi yang merupakan predisposisi trombosis.
Hati-hati pemberian pada anak-anak.
7
Komplikasi
Perdarahan subkonjungtiva akan diabsorpsi sendiri oleh tubuh dalam
waktu 1 – 2 minggu, sehingga tidak ada komplikasi serius yang terjadi. Namun
adanya perdarahan subkonjungtiva harus segera dirujuk ke dokter spesialis mata
jika ditemui berbagai hal seperti yang telah disebutkan diatas.
Pada perdarahan subkonjungtiva yang sifatnya menetap atau berulang
(kambuhan) harus dipikirkan keadaan lain. Penelitian yang dilakukan oleh Hicks
D dan Mick Amengenai perdarahan subkonjungtiva yang menetap atau
mengalami kekambuhan didapatkan kesimpulan bahwa perdarahan
subkonjungtiva yang menetap merupakan gejala awal dari limfoma adneksa
okuler.
8
Laporan Kasus
I. Status Penderita
Identitas Pasien
Nama : Sdr. SI
Umur : 17 thn
Jenis Kelamin : Pria
Agama : Islam
Pekerjaan : Pelajar
Alamat : Kelito
No CM : 178.338
II. Anamnesis
Anamnesis secara : Autoanamnesis pada tanggal 3 Agustus 2012 pada pasien dan alloanamnesis pada catatan medik.
Keluhan : mata kanan merah
Riwayat penyakit Sekarang:
Pasien datang ke Rumah Sakit Umum Daerah Kudus pada tanggal 3 Agustus 2012
dengan keluhan mata sebelah kanan merah sejak 1 minggu ini. Pasien tidak merasa nyeri pada
mata, tidak kabur, tidak gatal, tidak ada rasa mengganjal di mata, tidak nerocos. Riwayat terjatuh
dari motor 1 minggu lalu & mondok di RS ± 5 hari. Pasien belum pernah memeriksakan matanya
ke dokter mata.
Riwayat Penyakit Dahulu
o Riwayat trauma (+)
o Riwayat batuk lama (-)
o Sebelumnya tidak pernah seperti ini
9
Riwayat Penyakit Keluarga:
Tidak ada keluarga pasien yang mengalami keadaan serupa.
Riwayat Sosial Ekonomi :
Pengobatan ditanggung ASKES, kesan ekonomi cukup.
III. PEMERIKSAAN FISIK A. STATUS GENERALIS- Tensi (T) : 120/80 mmHg
- Nadi (N) : 86x/ menit
- Suhu (T) : tidak diukur
- Respiration Rate : 24x / menit
- Keadaan Umum : Baik
- Kesadaran : Compos mentis
- Status Gizi : Cukup
B. STATUS OPTHALMOLOGI OD OS
PEMERIKSAAN OCULI DEXTRA(OD) OCULI SINISTRA(OS)
10
Perdarahan di konjungtiva
Visus 6 / 6 6 / 6
Koreksi Tidak dikoreksi Tidak dikoresi
Bulbus okuli Gerak bola mata normal,
enoftalmus (-),
eksoftalmus (-),
strabismus (-)
Gerak bola mata normal,
enoftalmus (-),
eksoftalmus (-),
strabismus (-)
Palpebra Edema (-), hiperemis (-), nyeri
tekan(-),
blefarospasme (-)
lagoftalmus (-),
ektropion (-),
entropion (-)
Edema (-), hiperemis(-), nyeri
tekan (-),
blefarospasme (-)
lagoftalmus(-)
ektropion (-),
entropion (-)
Konjungtiva Edema (-),
injeksi konjungtiva (-)
infiltrat (-)
laserasi (-)
perdarahan (+)
Edema (-),
injeksi konjungtiva (-)
infiltrat (-)
laserasi (-)
perdarahan (-)
Sklera Merah (arah temporal)
injeksi siliar (-)
ruptur (-)
laserasi (-)
Putih
injeksi siliar (-)
ruptur (-)
laserasi (-)
Kornea Bulat, edema (-)
keratik presipitat (-)
infiltrat (-)
sikatriks (-)
Bulat, edema (-)
keratik presipitat (-)
infiltrat (-)
sikatriks (-)
Camera Oculi
Anterior
Jernih, kedalaman cukup,
hipopion (-),
hifema (-),
jernih , kedalaman cukup
hipopion (-),
hifema (-),
Iris Kripta (-)
synekia (-)
Kripta (-)
synekia (-)
Pupil bulat, diameter ± 3mm, letak
sentral,
refleks pupil langsung (+),
bulat, 2 diameter ± 3mm, letak
sentral,
refleks pupil langsung (+),
11
refleks pupil tak langsung (+) refleks pupil tak langsung (+)
Lensa Jernih
Luksasi (-)
Gambaran stelata (-)
Jernih
Luksasi (-)
Gambaran stelata (-)
Vitreus Jernih Jernih
Retina Papil N II bulat, batas tegas
CDR ± 0,3
Perdarahan (-)
Papil N II bulat, batas tegas
CDR ± 0,3
Perdarahan (-)
Fundus Refleks Cemerlang Cemerlang
TIO Secara digital normal Secara digital normal
Sistem Lakrimasi Epifora (-), lakrimasi (-) Epifora (-), lakrimasi (-)
IV. RESUMESUBJEKTIF
Pasien mengeluh mata sebelah kanan merah sejak 1 minggu ini.
Pasien tidak merasa nyeri pada mata, tidak kabur, tidak gatal, tidak ada rasa
mengganjal di mata, tidak mengeluarkan sekret.
Riwayat terjatuh dari motor 1 minggu lalu.
OBJEKTIF
Pemeriks
aan
Oculi dextra(od) Oculi sinistra(os)
Visus 6/6 6/6
Palpebra Edema (-), hiperemis (-)
nyeri tekan(-)
Blefarospasme (-)
Lagoftalmus (-)
Edema (-), hiperemis (-)
nyeri tekan (-)
Blefarospasme (-)
Lagoftalmus (-)
Sklera Merah (arah temporal)
injeksi siliar (-)
ruptur (-)
laserasi (-)
Merah (arah temporal)
injeksi siliar (-)
ruptur (-)
laserasi (-)
Konjungtiva Edema (-), Edema (-),
12
injeksi konjungtiva (-)
infiltrat (-)
laserasi (-)
perdarahan (+)
injeksi konjungtiva (-)
infiltrat (-)
laserasi (-)
perdarahan (+)
Pupil Bulat, diameter ± 3mm, letak
sentral,
refleks pupil langsung (+),
Refleks pupil tak langsung (+)
Bulat, diameter ± 3mm, letak
sentral,
refleks pupil langsung (+),
Refleks pupil tak langsung (+)
Lensa Jernih
Luksasi (-)
Gambaran stelata (-)
Jernih
Luksasi (-)
Gambaran stelata (-)
Retina Papil N II bulat, batas tegas
CDR ± 0,3
Perdarahan (-)
Papil N II bulat, batas tegas
CDR ± 0,3
Perdarahan (-)
TIO Secara digital normal Secara digital normal
V. DIFFERENTIAL DIAGNOSIS
1. OD Perdarahan Sub-konjungtiva et causa trauma
2. OD Perdarahan Sub konjungtiva et cause penyakit sistemik
3. OD Konjungtivitis
4. OD Skleritis
VI. DIAGNOSIS KERJA
OD Perdarahan Sub-konjungtiva et causa trauma
VII. DASAR DIAGNOSA- Pada anamnesis
Mata kanan merah tanpa keluhan pada penglihatan
Riwayat jatuh dari motor 1 minggu lalu
Pada pemeriksaan objektif:
Pada konjungtiva didapatkan perdarahan dengan batas tegas
13
VIII. TERAPI
Medikamentosa:
Inmatrol 1 tetes / hari OD (Dexamethason sodium phospate, neomycinsulfate & Polimycin B Sulfate)
Kalnex 500 mg 2 x 1 tablet / hari selama 15 hari (Tranexamic acid)
Suportif:
Pengobatan dini kompres hangat
IX. PROGNOSISOKULI DEKSTRA (OD) OKULI SINISTRA (OS)
Quo Ad Vitam Ad bonam Ad bonam
Quo Ad Functionam Ad bonam Ad bonam
Quo Ad Sanam Ad bonam Ad bonam
Quo Ad Kosmetikam Ad bonam Ad bonam
X. PEMBAHASAN
Pasien didiagonosa OD perdarahan sub – konjungtiva berdasarkan anamnesa pasien mengalami riwayat trauma terjatuh dari motor, dimana pada pemeriksaan fisik didapatkan konjungtiva mata sebelah kanan terdapat perdarahan, batas tegas. Dari pemeriksaan visus didapatkan visus ODS 6/6, menandakan pada mata tidak ada gangguan penglihatan.
Terapi yang diberikan adalah inmatrol yang merupakan kombinasi antibiotik & kortikosteroid, juga diberi asam traneksamat untuk mengatasi perdarahan pada mata.
Prognosa pasien untuk quo ad vitam dinyatakan bonam karena tidak mengancam jiwa pasien, quo ad functionam dinyatakan bonam karena tidak mengakibatkan gangguan fungsi penglihatan, quo ad sanam juga dinyatakan bonam karena perdarahan sub konjungtiva akan hilang dengan sendirinya dalam waktu 1-2 minggu. Quo ad kosmetikam juga dinyatakan bonam karena perdarahan tidak akan meninggalkan bekas.
14