DOI: 10.7454/mjs.v22i2.6873 Perubahan Pondok Pesantren ...

23
MASYARAKAT Jurnal Sosiologi Vol. 22, No. 2, Juli 2017: 257-279 DOI: 10.7454/mjs.v22i2.6873 Rahma Dani Pudji Astuti Abstrak Pondok pesantren di Indonesia saat ini cenderung mengalami perubahan dari pesan- tren tradisional menjadi pesantren modern. Pesantren modern biasanya menggunakan label Islamic Modern Boarding School yang dari segi biaya pendidikannya relatif lebih mahal. Berdasarkan studi literatur sebelumnya ditemukan bahwa terdapat kompetisi dan komersialisasi pada lembaga pendidikan Islam sehingga beberapa pondok pesan- tren yang memberikan opsi biaya asrama. Penulis berargumen komersialisasi dalam pendidikan Islam didorong oleh perkembangan masyarakat muslim kelas menengah di perkotaan. Meskipun melakukan komersialisasi, pesantren modern masih menganggap modal spiritual sebagai hal yang penting. Artikel ini ditulis berdasarkan penelitian yang menggunakan metode kualitatif dengan studi kasus Pondok Pesantren Al-Adzkar, Tangerang Selatan, Banten. Abstract In Indonesia, Islamic boarding schools has changed from a traditional boarding sc- hool into a modern boarding school. Modern boarding schools customize its label as “Islamic Modern Boarding School” to support a higher cost of educational fees. Based on previous studies, there are findings on competition and commercialization of Islamic educational institutions whereby many Islamic Boarding Schools facilitates dormitories from Santris (Islamic Students). The author argues that the development of middle class Muslims in cities have further supported the commercialization of Is- lamic education. Even with the strong current of economic commercialization, modern boarding school still maintains spiritual capital as an important aspect of education. This article is written based on a qualitative research in Pondok Pesantren Al-Adzkar, South Tangerang, Banten. Keyword: boarding schools, commercialization in education, Islamic education, modern muslim PENDAHULUAN Pondok pesantren merupakan institusi pendidikan keagamaan yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan masyarakat Indonesia yang dianggap sebagai bangsa yang religius. Jika dilihat dari aspek kelembagaan, pesantren memiliki keunikan dibandingkan dengan Program Studi Sarjana Sosiologi, FISIP Universitas Indonesia Email: [email protected] Al-Adzkar Tangerang Selatan, Banten Perubahan Pondok Pesantren Modern di Perkotaan: Studi Kasus Pondok Pesantren

Transcript of DOI: 10.7454/mjs.v22i2.6873 Perubahan Pondok Pesantren ...

Page 1: DOI: 10.7454/mjs.v22i2.6873 Perubahan Pondok Pesantren ...

MASYARAKAT Jurnal Sosiologi Vol. 22, No. 2, Juli 2017: 257-279DOI: 10.7454/mjs.v22i2.6873

Rahma Dani Pudji Astuti

Abstrak

Pondok pesantren di Indonesia saat ini cenderung mengalami perubahan dari pesan-tren tradisional menjadi pesantren modern. Pesantren modern biasanya menggunakan label Islamic Modern Boarding School yang dari segi biaya pendidikannya relatif lebih mahal. Berdasarkan studi literatur sebelumnya ditemukan bahwa terdapat kompetisi dan komersialisasi pada lembaga pendidikan Islam sehingga beberapa pondok pesan-tren yang memberikan opsi biaya asrama. Penulis berargumen komersialisasi dalam pendidikan Islam didorong oleh perkembangan masyarakat muslim kelas menengah di perkotaan. Meskipun melakukan komersialisasi, pesantren modern masih menganggap modal spiritual sebagai hal yang penting. Artikel ini ditulis berdasarkan penelitian yang menggunakan metode kualitatif dengan studi kasus Pondok Pesantren Al-Adzkar, Tangerang Selatan, Banten.

Abstract

In Indonesia, Islamic boarding schools has changed from a traditional boarding sc-hool into a modern boarding school. Modern boarding schools customize its label as “Islamic Modern Boarding School” to support a higher cost of educational fees. Based on previous studies, there are findings on competition and commercialization of Islamic educational institutions whereby many Islamic Boarding Schools facilitates dormitories from Santris (Islamic Students). The author argues that the development of middle class Muslims in cities have further supported the commercialization of Is-lamic education. Even with the strong current of economic commercialization, modern boarding school still maintains spiritual capital as an important aspect of education. This article is written based on a qualitative research in Pondok Pesantren Al-Adzkar, South Tangerang, Banten.

Keyword: boarding schools, commercialization in education, Islamic education, modern muslim

PE N DA H U LUA N

Pondok pesantren merupakan institusi pendidikan keagamaan yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan masyarakat Indonesia yang dianggap sebagai bangsa yang religius. Jika dilihat dari aspek kelembagaan, pesantren memiliki keunikan dibandingkan dengan

Program Studi Sarjana Sosiologi, FISIP Universitas IndonesiaEmail: [email protected]

Al-Adzkar Tangerang Selatan, Banten

Perubahan Pondok Pesantren Modern di Perkotaan: Studi Kasus Pondok Pesantren

Page 2: DOI: 10.7454/mjs.v22i2.6873 Perubahan Pondok Pesantren ...

258 | R A H M A D A N I P U D J I A S T U T I

M ASYA R AK AT Jurna l Sosiolog i Vol. 22 , No. 2 , Ju l i 2017: 257-279

madrasah ataupun lembaga pendidikan keagamaan lainnya. Hal-hal yang membedakan antara madrasah dan pondok pesantren adalah pola tempat tinggalnya serta adanya sosok kiai dalam pesantren yang disebut oleh Horikoshi (1987) sebagai cultural broker karena perannya yang mampu menghubungkan berbagai hal yang dianggap represen-tasi modernitas dengan institusi pesantren. Jika madrasah merupakan lembaga pendidikan formal (klasikal) yang menekuni bidang agama Islam dan memasukkan bidang umum sekaligus, pesantren merupa-kan lembaga pendidikan berasrama yang khusus mengajarkan ilmu--ilmu keagamaan (Kementerian Agama 2015). Munculnya madrasah merupakan sebuah kritik terhadap pendidikan di pondok pesantren (Azra 2012).

Keberadaan pesantren semakin meningkat dan berbagai variasi pesantren bermunculan. Hal ini merupakan akibat dari munculnya madrasah di lingkungan pondok pesantren. Berdasarkan data yang diperoleh dari Direktorat Jenderal Pendidikan Islam Kementerian Agama pada tahun pelajaran 2014-2015 terdapat 28.961 pondok pe-santren di Indonesia. Dirjen Pendidikan Islam Kementerian Agama membagi pondok pesantren berdasarkan tipologinya yaitu pondok pe-santren yang hanya menyelenggarakan kajian kitab sebanyak 13.904 (48,01%) dan pondok pesantren yang menyelenggarakan Kajian Kitab dan Layanan Pendidikan lainnya sebanyak 15.057 (51,99%) (Kemen-terian Agama 2015).

Pesantren pada masa lalu sangat menunjukkan kesederhanaannya. Ada ciri khas yang menonjol dari institusi pendidikan pesantren yaitu terdapat rasa ikhlas yang tercipta diantara para santri dan kiai. Bentuk keikhlasan dari pondok pesantren dapat terlihat tidak adanya pung-utan biaya dari pihak pesantren. Selain itu, tradisi pesantren biasanya mengajarkan anak membaca Alquran dengan lancar dan benar. Sete-lah itu mereka diajarkan untuk dapat membaca dan menterjemahkan buku-buku Islam klasik yang elementer yang ditulis dalam bahasa Arab. Setelah itu mereka memperdalam bahasa Arab untuk dapat memperdalam buku-buku tentang fiqh, ushul fiqh, hadits, adab, tafsir, sejarah, tasawuf dan akhlak (Dhofier 1982).

Perubahan sosial seperti perkembangan teknologi mulai masuk da-lam pesantren. Perubahan yang terjadi di antaranya, yang pertama perubahan yang menyangkut bangunan atau kondisi fisik pesantren ini. Kedua, perubahan yang berkaitan dengan cara pengelolaan dan kepengasuhan teknis pesantren, yang awalnya berasal dari bentuk

Page 3: DOI: 10.7454/mjs.v22i2.6873 Perubahan Pondok Pesantren ...

P E R U B A H A N P O N D O K P E S A N T R E N M O D E R N | 259

M ASYA R AK AT Jurna l Sosiolog i Vol. 22 , No. 2 , Ju l i 2017: 257-279

kepemimpinan personal kiai berubah menjadi bentuk pengelolaan secara kolektif yang diwujudkan dalam bentuk yayasan. Ketiga, ada-nya peningkatan jumlah program pendidikan di pesantren. Keempat, perubahan yang berkaitan dengan keterbukaan pesantren untuk me-nerima atau bersinggungan dengan ‘pengetahuan praktis’ nonagama seperti ekstrakurikuler pesantren (Ma’shum 1998). Dengan demikian, ciri khas kesukarelaan yang ada di pesantren mulai memudar dengan mulai membebani biaya untuk memfasilitasi perubahan sosial yang terjadi. Kondisi tersebut memungkinkan pesantren menjadi terkomer-sialisasi.

Perkembangan pondok pesantren semakin pesat pesat sejak Pondok Pesantren Gontor melakukan perubahan sebagai pondok pesantren modern dengan tekad untuk menjadi sebuah lembaga pendidikan berkualitas dengan mengadopsi pembelajaran pada lembaga-lembaga pendidikan internasional terkemuka (gontor.ac.id). Penelitian yang di-lakukan oleh Chamid (2008) menemukan faktor yang menyebabkan kurikulum di pesantren berubah ke arah modern disebabkan faktor para kiai mulai sadar akan adanya perubahan yang terjadi di Indo-nesia yang disebabkan arus modernisasi serta sekularisasi yang masuk ke dalam seluruh kehidupan. Selain itu, pesantren berusaha untuk mempertahankan kuantitas santrinya serta mempertahankan eksisten-sinya di dunia pendidikan Islam. Hal ini juga didukung oleh pene-litian Fikriyati (2007) bahwa pesantren yang melakukan perubahan kearah modernitas berpegang teguh pada prinsip “al-muhafadzatu ‘ala al-qodim wa al-akhdzu bi al jadid al-ashlah” yaitu mempertahankan tradisi lama yang baik dan menyerap hal baru yang baik pula.

Perubahan pondok pesantren ke arah yang modern ini dapat dili-hat dari berbagai motif, di antaranya segi ekonomi di mana lembaga ini berusaha mendapatkan keuntungan dari bisnis pendidikan Islam yang modern. Pada kenyataannya dalam penelitian yang dilakukan oleh Bakar (2012) memang ditemukan kompetisi dan komersialisa-si pada lembaga pendidikan Islam. Ada beberapa pondok pesantren saat ini memberikan opsi biaya asrama mulai dari harga terendah hingga harga sekelas hotel. Selain itu, dalam penelitian Taufiqqu-rohman (2010) menemukan bahwa terdapat kesenjangan sosial pada lingkungan sekolah. Hal tersebut terjadi karena habitus yang tercipta secara kapitalis dan kompetitif. Hal ini terlihat jelas ada beda pro-gram sekolah yang ditawarkan berdasarkan sarana dan fasilitasnya, yaitu kelas unggulan dan kelas reguler. Hal tersebut tidak menjadi

Page 4: DOI: 10.7454/mjs.v22i2.6873 Perubahan Pondok Pesantren ...

260 | R A H M A D A N I P U D J I A S T U T I

M ASYA R AK AT Jurna l Sosiolog i Vol. 22 , No. 2 , Ju l i 2017: 257-279

sebuah persoalan karena menurut Bosetti (2004) pemilihan sekolah anak yang dilakukan orangtua dalam mengambil keputusan didasar-kan identitas kelas sosial yang dimilikinya agar tetap terlihat. Hasil studinya menunjukkan bahwa sekolah swasta yang bukan berbasiskan agama akan menarik siswa dari keluarga yang berstatus sosial ekono-mi tinggi, sedangkan sekolah swasta yang berbasiskan agama akan menjadi pilihan untuk siswa dari keluarga yang berasal dari status sosial ekonomi yang rendah.

Berdasarkan studi-studi yang telah dijelaskan dapat disimpulkan bahwa keberadaan pesantren cenderung mengalami perubahan yang disebabkan oleh modernisasi dan komersialisasi. Akan tetapi, penulis melihat selain modernisasi dan komersialisasi ternyata ada modal aga-ma yang membuat keberadaan pesantren modern ini hadir di perkota-an. Penulis setuju bahwa perubahan pesantren ke arah modern dapat membantu memberikan citra pesantren sebagai lembaga pendidikan yang berkualitas akan tetapi hal ini memungkinan terjadinya komer-sialisasi dalam lembaga pendidikan ini. Namun, penulis tidak setuju pada tulisan Bosetti, karena pada konteks Indonesia di perkotaan, sekolah yang berbasiskan agama cenderung diisi oleh masyarakat kelas atas. Oleh karena itu, dalam studi ini penulis memiliki argumen yaitu dengan berkembangnya masyarakat muslim kelas menengah di per-kotaan mendorong komersialisasi dalam pendidikan Islam. Meskipun melakukan komersialisasi, sebagai lembaga pendidikan Islam pesan-tren modern masih menganggap modal spiritual sebagai hal yang pen-ting. Pondok pesantren modern dapat berperan sebagai agen sosialisasi dalam menciptakan identitas para santri menjadi muslim modern.

M E TODE PE N E L I T I A N

Artikel ini ditulis berdasarkan penelitian yang menggunakan me-tode kualitatif untuk melihat perubahan pesantren di perkotaan yang terjadi akibat adanya suatu fenomena yang dapat menyebabkan suatu perubahan di masyarakat. Teknik pengumpulan data pada studi ini dilakukan dengan cara observasi langsung dan wawancara mendalam serta menggunakan data sekunder untuk menambah informasi dari informan yang berguna untuk menjawab dan mendukung argumen yang telah ditulis peneliti. Teknik penentuan informan yang diguna-kan untuk wawancara mendalam adalah teknik purposive, yang terdiri dari Pengelola Yayasan (Kiai), Kepala Sekolah MTs, Kepala Sekolah

Page 5: DOI: 10.7454/mjs.v22i2.6873 Perubahan Pondok Pesantren ...

P E R U B A H A N P O N D O K P E S A N T R E N M O D E R N | 261

M ASYA R AK AT Jurna l Sosiolog i Vol. 22 , No. 2 , Ju l i 2017: 257-279

MA, Ustadz dan Ustadzah serta beberapa orangtua santri. Pondok Pesantren Al- Adzkar yang berada di Jl. Pinang RT 02/014 Pamulang Timur, Tangerang Selatan 15417 ini dipilih sebagai objek penelitian ini. Dalam penelitian ini, penulis melakukan strategi validitas data dengan cara melakukan triangulasi data untuk memvalidasi jawaban dari informan melalui analisa data sekunder serta data primer yang dilakukan dengan melakukan wawancara mendalam bersama infor-man lain.

KOM E R SI A L IS A SI PE N DI DI K A N, MODA L AG A M A , DA N I DE N T I TA S

Komer s ia l i sa s i Pendid ikan

Komersialisasi merupakan sesuatu yang berubah fungsi menjadi barang yang didagangkan. Merujuk dari definisi komersialisasi itu bila dikaitkan dengan pendidikan dapat diartikan pendidikan menjadi barang dagangan. Menurut Friedman dan Hayek (dalam Hartini, 2011) komersialisasi pendidikan merujuk pada suatu keadaan pen-didikan yang berpegang pada masyarakat industri dan selera pasar (market society).

Sedangkan menurut Kahar (2007) istilah komersialisasi pendidik-an dapat diartikan ke dalam dua pengertian yang berbeda. Pertama, komersialisasi pendidikan yang terjadi pada lembaga pendidikan yang memiliki program serta perlengkapan mahal, sehingga lembaga pen-didikan ini hanya dapat diakses oleh kalangan menengah ke atas. Pemungutan biaya yang relatif cukup mahal ini dipergunakan untuk memfasilitasi jasa pendidikan dan penyediaan fasilitas teknologi, labo-ratorium dan perpustakaan, serta pemberian gaji pada para guru atau dosen sesuai dengan standar. Sisa anggaran yang diperoleh lembaga pendidikan ini, biasanya ditanamkan kembali dalam bentuk infra-struktur pendidikan. Kedua, komersialisasi pendidikan yang terjadi pada lembaga pendidikan yang mementingkan uang saja, tanpa men-jalankan kewajiban-kewajiban pendidikan yang seharusnya dilakukan. Pada konteks ini, sisa anggaran yang diperoleh lembaga pendidikan tidak ditanam kembali ke dalam infrastruktur pendidikan, namun dipergunakan untuk memperkaya atau menghidupi pihak-pihak yang terlibat dalam pelayanan di lembaga tersebut.

Page 6: DOI: 10.7454/mjs.v22i2.6873 Perubahan Pondok Pesantren ...

262 | R A H M A D A N I P U D J I A S T U T I

M ASYA R AK AT Jurna l Sosiolog i Vol. 22 , No. 2 , Ju l i 2017: 257-279

Modal Agama

Kemunculan modal agama merupakan turunan dari pemikiran sosiolog Pierre Bourdieu mengenai modal sosial dan modal buda-ya. Dalam modal sosial Bourdieu (1992) mengatakan bahwa jumlah sumber daya baik aktual maupun potensial akan berkembang pada seorang individu atau kelompok karena kemampuan untuk membuat sebuah jaringan yang dapat bertahan lama dalam hubungan kelemba-gaan berdasarkan pada saling kenal dan saling mengakui. Sehingga, individu akan terlihat memiliki prestise dan harga diri sebagai ma-syarakat dermawan kaya dari menyumbangkan dan berpartisipasi da-lam berbagai kegiatan amal, sehingga koneksi dengan seseorang akan terjalin dengan mudah. Sedangkan modal budaya Bourdieu (1984 dalam Verter 2003) menjelaskan bahwa investasi merepresentasikan budaya masing-masing individu. Individu cenderung akan menolak melakukan migrasi atau beremigrasi, tidak hanya untuk melindungi modal sosial, tetapi juga untuk melindungi budaya mereka.

Dalam ranah keagamaan Bourdieu beranggapan orang awam me-miliki akses yang terbatas dalam memperoleh barang dan jasa yang ditawarkan dalam agama yang dijadikan komoditas budaya yang di-balut oleh agama. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, modal agama mengambil konsep modal budaya dan mengaplikasikan reli-giusitas individu. Iannaccone (dalam Verter, 2003) juga menjelaskan mengenai modal spiritual mengenai keterampilan dan pengalaman khusus mengenai agama seseorang termasuk pengetahuan agama, ke-akraban dengan ritual dan doktrin serta terdapat bonding yang kuat antara individu yang memeluk agama yang sama.

Hefner (dalam Berger 2010) memperlakukan modal spiritual dan modal agama sebagai sesuatu yang sama. Ia beranggapan bahwa mo-dal spiritual itu muncul dalam berbagai bentuk sebagai fitur orga-nisasi berbasis agama, termasuk jaringan, norma, pegetahuan dan sosialisasi yang memiliki capaian tujuan tertentu. Produksi massal modal spiritual ini disertai pula dengan “kesalehan muslim” yang diciptakan untuk membantu seseorang akan mengambil keputusan ke mana mereka akan menginvestasikan modal spiritual mereka. Dengan kata lain, ketika organisasi keagamaan menyediakan anggota yang berbagi kesamaan emosional, memegang kepercayaan yang sama, dan praktek ritual yang sama, organisasi dapat lebih efektif menghasilkan

Page 7: DOI: 10.7454/mjs.v22i2.6873 Perubahan Pondok Pesantren ...

P E R U B A H A N P O N D O K P E S A N T R E N M O D E R N | 263

M ASYA R AK AT Jurna l Sosiolog i Vol. 22 , No. 2 , Ju l i 2017: 257-279

komoditas beragama melalui modal agama (Stark dan Finke dalam Finke 2003).

Ident i ta s

Identitas sering menjadi sebuah persoalan, identitas sangat berkait-an erat dengan ciri, simbol, karakter serta eksistensi. Richard Jenkins (1996) berpendapat bahwa identitas merupakan sebuah pengertian mengenai kita akan siapa kita, dan siapa orang lain secara respirokal serta pemahaman orang lain akan diri mereka sendiri dan orang lain. Identitas dapat menjadi sesuatu yang dinegosiasikan dan dibentuk melalui proses interaksi manusia. Sehingga identitas dapat terbentuk karena terdapat aktor yang berusaha membuat orang lain melihat mereka sesuai dengan yang diinginkan.

Shabestari (dalam Faraouki 2006) berpikir bahwa salah satu pen-capaian yang paling signifikan dari modernitas adalah meninggalkan dogmatisme. Sebelum muslim ditemui modernitas, mau atau tidak mau mengadopsi prinsip epistemologis. Shabestari berpendapat Islam teologi dan kosmologi pada umumnya obsesif terhadap pertanyaan dari kebenaran tentang Tuhan, Nabi, dan masa depan manusia di dunia ini.

Masyarakat muslim di Indonesia saat ini mulai berkembang se-hingga menciptakan identitas pada kasus masyarakat kelas menengah. Hal ini berkembang menjadi Islam populer yang menggabungkan unsur Islam dan modernitas. Sejatinya, Islam Populer sendiri meru-pakan modal kultural yang berusaha mengekspresikan muslim kelas menengah pada relasi sosialnya. Modal kultural ini adalah bentuk komersialisasi dan komodifikasi pada simbol religius di komunitas muslim di Indonesia (Jati 2015). Islam populer mengomodifikasi simbol islam karena adanya kapitalisasi industri kepada sisi ketakwa-an masyarakat muslim di Indonesia. Pada konteks ini para masya-rakat muslim modern berlomba-lomba mencapai “kesalehan sosial” guna mengekspresikan identitasnya. “Kesalehan sosial” ini merupa-kan perpaduan pemenuhan kesenangan dan juga kepuasan individu. Sehingga, ibadah atau kegiatan religius yang mereka lakukan tidak serta-merta dimaknai secara teologis, tetapi juga sebagai sarana untuk melakukan silaturahmi antar sesama muslim.

Page 8: DOI: 10.7454/mjs.v22i2.6873 Perubahan Pondok Pesantren ...

26 4 | R A H M A D A N I P U D J I A S T U T I

M ASYA R AK AT Jurna l Sosiolog i Vol. 22 , No. 2 , Ju l i 2017: 257-279

PE RU BA H A N PON DOK PE S A N T R E N DI I N DON E SI A

Pondok pesantren merupakan sebuah unit atau lembaga pendidik-an tradisional Islam yang berusaha mengembangkan, mempelajari, mendalami, memahami, menghayati serta mengamalkan ajaran agama Islam secara integral, baik kognitif, afektif dan psikomotorik dengan memegang teguh moral keagamaan sebagai pedoman sehari-hari seca-ra efisien, karena adanya pengawasan oleh kiai ataupun pembimbing selama 24 jam dengan pola boarding/asrama (Mastuhu dalam Wid-yarini 2004; Ma’shum 1998).

Pendidikan yang diajarkan di pondok pesantren tidak serta-mer-ta bertujuan untuk mendapatkan materi, kekuasaan dan keagungan duniawi, tetapi dalam pondok pesantren juga berusaha menanam-kan pada santri bahwa kegiatan belajar adalah sebuah kewajiban dan pengabdian kepada Allah SWT. Menurut Dhofier (1982) dalam buku tradisi pesantren, berargumen bahwa pengetahuan seseorang dapat diukur berdasarkan jumlah buku yang telah dipelajari sebelumnya dan dengan “ulama” yang mana yang telah ia gurui.

Syarat pendirian pesantren sendiri ada lima yang menjadikan se-bagai ciri khasnya di antaranya: (1) pondok/asrama (2) masjid (3) pengajaran kitab-kitab klasik (4) santri dan (5) kiai. Prasyarat ini membuat seseorang mudah mendirikan sebuah pondok pesantren. Meskipun pondok pesantren tersebut belum di daftarkan pada Ke-menterian Agama. Hal ini di dukung oleh hasil wawancara dengan staff Kementerian Agama yang mengatakan bahwa peraturan menge-nai pendirian pondok pesantren masih lemah sehingga hal tersebut membuat pondok pesantren dapat melakukan dengan mudah segala bentuk perkembangan dan memiliki banyak variasi, karena peraturan yang ada di pondok pesantren power dipegang penuh oleh sosok kiai yang ada di pondok.

Keberadaan pesantren di Indonesia mengalami perkembangan yang sangat pesat. Perkembangan yang terjadi ini membuat keragam-an pondok pesantren semakin bervariasi. Pondok pesantren telah ba-nyak melakukan perubahan. Perubahan tersebut terjadi karena banyak kritik mengenai pondok pesantren tradisional, sehingga pendidikan Islam melahirkan Madrasah dalam pesantren sekitar tahun 1970-an yang dimulai dari Pondok Pesantren Gontor. Sehingga santri tidak hanya mempelajari ilmu agama saja, tetapi juga mempelajari ilmu pengetahuan umum.

Page 9: DOI: 10.7454/mjs.v22i2.6873 Perubahan Pondok Pesantren ...

P E R U B A H A N P O N D O K P E S A N T R E N M O D E R N | 265

M ASYA R AK AT Jurna l Sosiolog i Vol. 22 , No. 2 , Ju l i 2017: 257-279

Perubahan yang terjadi antara pondok pesantren tradisional dan pondok pesantren modern sangat beragam. Diantaranya fisik bangun-an pondok pesantren tradisional yang dulu dikenal reyot, kini telah berubah menjadi tertata apik dengan bangunan yang kokoh. Selain itu, perubahan yang berkaitan dengan cara pengelolaan dan kepeng-asuhan teknis pesantren, yang awalnya berasal dari bentuk kepemim-pinan personal kiai berubah menjadi bentuk pengelolaan secara kolek-tif yang diwujudkan dalam bentuk yayasan. Pada pondok pesantren tradisional santri dibiasakan untuk mencuci baju sendiri, kini pondok pesantren modern telah menyediakan jasa cuci laundry. Sistem pem-bayaran pada pesantren tradisional tidak adanya pungutan biaya dari pihak pesantren, hanya saja para santri bercocok tanam atau pun ber-dagang kemudian hasilnya dipergunakan untuk memenuhi kebutuhan mereka serta pembiayaan kehidupan di pondok pesantren. Sedangkan sistem pembayaran pada pondok pesantren modern dilakukan rutin setiap bulan dengan ditambah biaya laundry serta ekstrakurikuler. Letak perbedaan penting antara sistem pendidikan pondok pesantren tradisional dengan sistem pendidikan pondok pesantren modern yang mulai dianut oleh Pondok Modern Gontor adalah sistem klasikal yang terpimpin dan terorganisir dalam bentuk tingkatan kelas yang harus diselesaikan dalam jangka waktu tertentu.

Pondok pesantren modern tidak hanya berada di perkotaan saja, namun di pedesaan juga terdapat pondok pesantren modern. Umum-nya, pondok pesantren modern di pedesaan masih memadukan sistem pengajaran tradisionalnya. Sistem pengajarannya masih menggunakan sistem sorogan dan wetonan dalam mempelajari kitab kuning namun terdapat pula pendidikan formalnya berupa madrasah.

Sebagai pondok pesantren modern di perkotaan, Pondok pesan-tren modern Al-Adzkar memiliki perbedaan dengan pondok pesantren modern dipedesaan dilihat dari segi ilmu yang diajarkan, pondok pesantren modern Al-Adzkar memberlakukan 30% pengetahuan aga-ma dan 70% pengetahuan umum dengan mengunggulkan keduanya secara 100%. Panggilan untuk guru pada pondok pesantren modern di pedesaan umumnya masih menyebut dengan panggilan ustadz/ustadzah, akan tetapi pada pondok pesantren modern di perkotaan khususnya Pondok Pesantren Modern Al-Adzkar saat ini memanggil guru dengan sebutan mr./miss.

Pondok pesantren modern merupakan salah satu wujud nyata adanya modernisasi di bidang pendidikan. Pondok pesantren mo-

Page 10: DOI: 10.7454/mjs.v22i2.6873 Perubahan Pondok Pesantren ...

266 | R A H M A D A N I P U D J I A S T U T I

M ASYA R AK AT Jurna l Sosiolog i Vol. 22 , No. 2 , Ju l i 2017: 257-279

dern di perkotaan telah melakukan perubahan dengan memfasilitasi santri dengan ekstrakurikuler berbasis teknologi contohnya adalah aeromodelling. Tidak hanya mengoperasikan aeromodelling tapi juga cara merakit aeromodelling itu sendiri. Pondok pesantren modern juga cenderung menggunakan bahasa arab dan bahasa inggris pada per-cakapan setiap harinya. Oleh karena itu,Pesantren yang melabelkan Islamic Modern Boarding School menunjukkan bahwa telah terjadi changing pattern of education baik dari segi modal budaya maupun modal agama.

SEK I L A S PON DOK PE S A N T R E N MODE R N A L-A DZ K A R

Munculnya Pondok Pesantren Modern Al-Adzkar ini berawal dari didirikannya TPA dan TK Islam Al-Adzkar. Kemudian lembaga pen-didikan itu mengembangkan bisnisnya dengan membuka SDIT dan kemudian MTs. Untuk mendirikan lembaga tersebut diperlukan pe-ngelolaan berupa yayasan. Yayasan yang didirikan merupakan sebuah yayasan keluarga. Pembina, pengawas serta pengurusnya merupakan saudara sedarah dari pemilik yayasan tersebut. Terdapat sembilan pengurus inti yang merupakan bagian dari keluarga, sisanya meru-pakan kerabat yang dekat dengan pemilik yayasan.

Pondok Pesantren Modern Al-Adzkar mulai berdiri sejak tahun ajaran 2012/2013. Awalnya, gedung sekolah untuk tingkat MTs ma-sih bergabung dengan gedung SDIT Al-Adzkar yang berada di Pa-mulang Barat. Hal ini dikarenakan pada tahun pertama dan kedua murid MTs masih sekitar 38 santri. Akan tetapi, saat tahun ketiga murid MTs cenderung meningkat hingga 200 santri sehingga se-luruh kegiatan belajar mengajar dipindah ke gedung yang baru di Pamulang Timur. Pada tahun ajaran 2015/2016 Pondok Pesantren Modern Al-Adzkar mulai mengembangkan lembaga pendidikannya dengan membuka jenjang SMA. Sedangkan, jumlah guru yang ada pada pondok pesantren ini sekitar 15-20 orang. Kualifikasi untuk tenaga pendidiknya juga berdasarkan pemahaman agamanya yang baik, aktif mengikuti kajian agama, dan berlatar pendidikan S1 sesuai dengan bidangnya.

Kurikulum yang ada pada pesantren modern Al-Adzkar ini adalah perpaduan antara kurikulum pendidikan Nasional dan kurikulum pesantren yang dibagi menjadi tiga kategori, yaitu Pendidikan umum dan keislaman, Pengembangan diri, serta Kegiatan pembiasaan. Pon-

Page 11: DOI: 10.7454/mjs.v22i2.6873 Perubahan Pondok Pesantren ...

P E R U B A H A N P O N D O K P E S A N T R E N M O D E R N | 267

M ASYA R AK AT Jurna l Sosiolog i Vol. 22 , No. 2 , Ju l i 2017: 257-279

dok Pesantren Modern Al-Adzkar memiliki visi untuk mewujudkan pesantren yang modern, unggul dalam ilmu agama islam, pengeta-huan umum dan teknologi, serta mampu berbahasa Arab dan Inggris untuk kegiatan komunikasinya. Untuk mewujudkan visinya tersebut, pondok pesantren ini memiliki misi ataupun cara untuk mencapai visinya yang dilakukan dengan mengajarkan ilmu keislaman, penge-tahuan umum serta teknologi secara seimbang; memfasilitasi pendi-dikan tahsin dan tahfizh Al-Qur’an serta bahasa asing secara berke-lanjutan; menanamkan cinta ibadah, akhlakul karimah, hidup secara mandiri, sederhana dan disiplin; serta menjadi pondok pesantren yang sehat, bersih, tertib dan nyaman.

KOM E R SI A L IS A SI PE N DI DI K A N M E L A LU I MODA L AG A M A

Mengacu pada argumen pertama penulis yang menyatakan bahwa, komersialisasi dalam pendidikan Islam mendorong munculnya pesan-tren modern. Perkembangan di zaman milenium ini menuntut masya-rakat untuk mampu hidup dengan berbagai kecanggihan teknologi, berwawasan global, serta berakhlak baik. Akan tetapi secara sadar, masyarakat juga membutuhkan agama sebagai sarana pendidikan agar seseorang mampu menjadi sosok yang berakhlak baik, dan berlaku secara benar menurut ajaran dan kepercayaannya.

Hal tersebut membuat permintaan masyarakat menjadi tinggi ka-rena menjadi sosok yang modern dan unggul dalam keislaman. Na-mun, keterbatasan pada sumber daya manusia yang paham dan mam-pu mengajarkan ilmu pengetahuan umum, agama dan perkembangan teknologi secara bersamaan. Sehingga orang berlomba menciptakan lembaga pendidikan dengan pengetahuan umum yang baik, agama yang baik dan teknologi. Salah satu contoh dari lembaga pendidikan tersebut adalah Pondok Pesantren Modern Al-Adzkar.

Keberadaan Pondok Pesantren Modern Al-Adzkar sangat mem-bantu masyarakat perkotaan yang tengah dilanda kehampaan dan membutuhkan agama sebagai penopang hidupnya. Oleh karena itu, banyak orang tua yang menginginkan adanya lembaga pendidikan untuk anak berbasis agama agar memiliki pegangan dalam hidupnya.

Kalau menurut saya, ternyata kehidupan ini larinya ke agama, itu sadar atau tidak sebenernya yang dicari adalah agamanya ..... Saya lebih pilih yang mempelajari keduanya itu (pengetahuan agama

Page 12: DOI: 10.7454/mjs.v22i2.6873 Perubahan Pondok Pesantren ...

268 | R A H M A D A N I P U D J I A S T U T I

M ASYA R AK AT Jurna l Sosiolog i Vol. 22 , No. 2 , Ju l i 2017: 257-279

dan pengetahuan umum), karena agama aja walaupun kita udah paham ya kita berkewajiban juga, tapi ada juga yang mau yang belajar agama saja karena gak ada orang yang pinter agama itu menderita (Wawancara dengan Pak I, 28 November 2016)

Berdasarkan wawancara dengan informan I yang mengatakan bah-wa secara tidak sadar saat ini orang sangat membutuhkan agama, namun tidak tertinggal pula pengetahuan umumnya. Karena ia me-rasa bahwa jika seseorang hidup berpegang teguh pada agama tidak akan merasa menderita meski secara ekonomi menderita. Jika diukur dari segi rohaninya mereka akan merasa bahagia dan selalu merasa berkecukupan bila berpegang teguh pada agama.

Pengurus Yayasan Al-Adzkar juga memilih branding pondok pe-santren modern karena pondok pesantren ini berada di masyarakat perkotaan, sehingga ketika menjual dengan label tradisional tentu-nya orang tua tidak akan memilih lembaga pendidikan ini karena permintaan orang tua yang menginginkan anaknya unggul dari segi agama dan segi pengetahuan umum juga. Dengan menjual label mo-dernnya tentu fasilitas yang ditawarkan juga sudah nyaman dan baik. Pesantren Al-Adzkar sendiri menyediakan fasilitas cuci laundry, hal ini memudahkan agar anak tidak lagi perlu mencuci pakaian sendiri. Terdapat pula cleaning service, serta asisten dapur yang menyiapkan kebutuhan para santrinya. Dengan demikian, orangtua pun akan me-rasa tenang karena umumnya anak di perkotaan memiliki sifat yang manja dan ketergantungan dengan orang lain.

Pondok pesantren modern Al-Adzkar juga menyediakan berbagai fasilitas guna memenuhi kewajibannya sebagai lembaga pendidikan. Terdapat program unggulan yang ditawarkan oleh pondok pesantren ini diantaranya Pendidikan Formal MTs & SMA pada program ini santri dibebankan biaya pendidikan SPP sebesar Rp900.000 per bu-lannya; Tahsin Al-Qur’an pada program ini santri dibimbing untuk menggunakan makhroj serta tajwid dalam membaca ayat suci dengan baik dan benar; Tahfidz Al-Qur’an (Reguler & Takhosus) pada pro-gram ini santri ditargetkan mampu menghafal ayat suci Al-Quran se-tidaknya satu juz; Pengajian Kitab Kuning yang berupa Tafsir, Hadist, Akhlak, dan Fiqih; Pembiasaan berbahasa asing (Bahasa Inggris dan Bahasa Arab) pada program ini anak dituntut berkomunikasi dengan siapa pun di pondok pesantren menggunakan bahasa asing dengan waktu selang seling semisal: minggu pertama full Bahasa Inggris,

Page 13: DOI: 10.7454/mjs.v22i2.6873 Perubahan Pondok Pesantren ...

P E R U B A H A N P O N D O K P E S A N T R E N M O D E R N | 269

M ASYA R AK AT Jurna l Sosiolog i Vol. 22 , No. 2 , Ju l i 2017: 257-279

minggu kedua full Bahasa Arab dan begitu seterusnya apabila santri ada yang melanggar santri akan dikenakan hukuman pada hari Sab-tu; Pembiasaan ibadah dan akhlaqulkarimah pada program ini anak dituntut untuk melaksanakan sholat lima waktu secara berjamaah dan tepat waktu apabila anak tidak melakukan ibadah sholat anak akan diberikan sanksi; Life skill dan Ekstrakulikuler pada program ini anak wajib mengikuti ekstrakulikuler minimal tiga dari 15ekstrakulikuler yang ditawar kan dalam pesantren; dan bimbingan belajar pada pro-gram ini anak tidak diwajibkan mengikutinya namun pada program ini diberi pilihan kelas yaitu kelas reguler dan private dengan range harga yang berbeda.

Untuk program ekstrakurikuler sendiri terdiri dari Pramuka, Mu-hadharah, Writing Club, Kaligrafi, Jamiyatul Qurro, Robotic, Aero-modeling, Graphic Design, Marawis, Musik, Futsal, Memanah, Bela Diri (Tifan Tsufuk), Tata Boga dan Tata Busana. Biaya yang ditawar-kan setiap ekstrakurikulernya berbeda-beda, harga untuk mengikuti ekstrakulikuler Robotic, Aeromodeling dan Graphic Design anak di-bebankan biaya sekitar Rp 150.000 setiap bulannya. Sedangkan un-tuk Bela Diri (Tifan Tsufuk) merupakan ekstrakurikuler yang wajib diikuti setiap santri di pesantren dengan membebankan biaya Rp. 30.000 setiap bulannya.

Tidak hanya memfasilitasi program dan kegiatan yang baik, pon-dok pesantren juga berusaha menyediakan fasilitas berupa sarana dan prasarana yang baik pada pesantren. Diantaranya terdapat ruang kelas yang memadai, laboratorium IPA, Perpustakaan, Aula yang cukup besar dan dormitory yang baik. Sedangkan masjid dan lab komputer saat ini masih sedang dalam tahap proses pembangunan.

Pengurus Yayasan Al-Adzkar yang menaungi TK, SDIT, MTs, dan SMA ini berusaha memenuhi permintaan pasar agar mengem-bangkan terus pendidikannya. Meski bukan untuk mencari keun-tungan yang maksimal, yayasan ini melakukan perputaran uang untuk mengembangkan pelayanan jasa pendidikan yang diberikan. Hal ini mengindikasikan telah terjadi komersialisasi dengan berori-entasi mengembangkan bisnis pendidikannya. Biaya yang ditawarkan untuk setiap tingkatan pun berbeda. MTs dan SMA yang memiliki induk pesantren mematok biaya pada tahun ajaran 2016/2017 sebesar Rp9.500.000 untuk MTs dan Rp 6.500.000 untuk SMA. Sedang-kan untuk tahun ajaran 2017/2018 sendiri mengalami kenaikan harga menjadi Rp10.000.000 untuk MTs dan Rp 7.000.000 untuk SMA.

Page 14: DOI: 10.7454/mjs.v22i2.6873 Perubahan Pondok Pesantren ...

270 | R A H M A D A N I P U D J I A S T U T I

M ASYA R AK AT Jurna l Sosiolog i Vol. 22 , No. 2 , Ju l i 2017: 257-279

Pondok pesantren ini mengalami kenaikan harga sekitar Rp500.000 setiap tahunnya, namun kenaikan harga tersebut juga disesuaikan dengan harga kebutuhan hidup para santrinya di pondok.

Harga tersebut dibayarkan ketika santri telah mengikuti serangkai-an tes dan dinyatakan lulus menjalankan test tersebut. Serangkaian test tersebut meliput psikotes dan matematika, membaca Al-Qur’an dan praktik salat, kemampuan menghafal Al-Qur’an, serta wawancara dengan calon santri dan orang tua. Wawancara tersebut meliputi ke-sungguhan anak dan orangtua, mengenai kehidupan pesantren dan memberikan kemungkinan terburuk saat anak telah dinyatakan lu-lus masuk ke pesantren. Namun anak tidak mampu melanjutkan di pondok, tentu orangtua akan mengeluarkan uang yang lebih untuk mencari sekolah yang baru. Pendaftaran untuk santri dilakukan mulai bulan Januari dan dibuka hingga tiga gelombang.

Pondok pesantren ini juga berencana ingin membentuk sebuah nirlaba seperti yang dilakukan pada pondok pesantren modern yang telah memiliki nama besar berkat kiainya. Akan tetapi berdasarkan wawancara dengan informan L untuk saat ini Yayasan Al-Adzkar masih ingin fokus untuk mengembangkan pendidikannya.

Kalo membentuk nirlaba kalo disini sih belum sampe kesitu, pe-ngennya sih iya tapi fokus ke pendidikannya dulu deh (Wawancara dengan L, 20 Oktober 2016)

Tapi gatau juga kedepannya gimana, kalau ada investor yang mau ya silahkan. kalau untuk perguruan tinggi kan beda pengelolaan-nya juga berbeda karena kan kalau perguruan tinggi itu kan per jurusan, per fakultas kan.. dan kalau mau mendirikannya minimal ada 3-4 fakultas (Wawancara dengan A, 11 Agustus 2016)

Hal ini juga didukung oleh wawancara dengan A sebagai pengelola yayasan untuk saat ini ia berencana untuk mengembangkan lembaga pendidikannya hingga tingkat perguruan tinggi. Sehingga Yayasan Al-Adzkar ini dimungkinkan akan terus berkembang ke depannya.

Berdasarkan penjelasan mengenai biaya yang harus dikeluarkan oleh orangtua yang cukup banyak, menunjukkan bahwa lembaga pen-didikan ini ditawarkan untuk masyarakat kelas menengah ke atas karena berdasarkan wawancara dengan informan E dan Y penda-patan yang diperoleh orangtua santri berkisar Rp10.000.000 hingga Rp15.000.000 per bulannya.

Page 15: DOI: 10.7454/mjs.v22i2.6873 Perubahan Pondok Pesantren ...

P E R U B A H A N P O N D O K P E S A N T R E N M O D E R N | 271

M ASYA R AK AT Jurna l Sosiolog i Vol. 22 , No. 2 , Ju l i 2017: 257-279

namanya juga pegawai negeri orang bisa ngitung kan. golongan 4A berapa ya kan.. dengan tambah sertifikasi ya sekitar 8 jutaan tante doang belom ditambah om sih itu.. ya kalo digabung mah bisa 15 jutaan lebih lah ya (Wawancara dengan E., 11 Agustus 2016)

ya menengah.. kalo bawahkan masih banyak yang lebih keku-rangan dibawah kita, kalo ataskan juga kayaknya kita mah engga, mungkin abi tidak tinggal disini. hehe ya lebih dari 10 juta lah perbulannya mah. (Wawancara dengan Y., 22 Oktober 2016)

Meskipun terdapat pula beasiswa dan kompensasi yang diper-untukkan masyarakat kelas menengah ke bawah. Pada saat waktu menjenguk dan penjemputan santri yang dilakukan setiap minggu-nya, banyak orangtua santri yang menggunakan kendaraan bermotor baik roda dua maupun roda empat milik pribadi. Kemudian, setiap minggunya juga lahan parkir yang disediakan oleh Pondok Pesantren Modern Al-Adzkar selalu penuh.

Berkaitan yang dikatakan oleh Friedman dan Hayek (2008) ko-mersialisasi pendidikan merujuk pada suatu keadaan pendidikan yang berpegang pada masyarakat industri dan selera pasar (market society). Sehingga tidak heran terjadi kapitalisasi pada dunia pendidikan kare-na permintaan pasar yang juga cukup tinggi namun sumber daya ma-nusia yang memenuhi kualifikasi agar terciptanya santri yang unggul pada bidang agama dan pengetahuan umum masih terbatas.

Kapitalisme pendidikan akan melahirkan komersialisasi pendidik-an. Menurut Kahar (2007) komersialisasi pendidikan dapat terjadi pada lembaga pendidikan yang memiliki program dan perlengkapan mahal, sehingga hanya dapat diakses oleh masyarakat kelas menengah ke atas. Sisa anggaran yang diperoleh lembaga pendidikan ini, bia-sanya ditanamkan kembali dalam bentuk infrastruktur pendidikan. Pada Pondok Pesantren Al-Adzkar memang memungut biaya pendaf-taran, akan tetapi tidak serta-merta mengabaikan kewajiban pendi-dikannya. Biaya yang diminta oleh pesantren pun digunakan untuk memfasilitasi kegiatan santri di pondok. Komersial pendidikan yang terlihat dari pondok pesantren ini mengacu pada program serta fasi-litas yang modern serta cukup mahal. Selain itu, terbukti juga dari observasi yang dilakukan, Pesantren Al-Adzkar berdiri dari sebuah yayasan Al-Adzkar yang memiliki TK Islam, SD Islam, MTs, dan SMA hal ini merupakan hasil dari perputaran uang yang dilakukan

Page 16: DOI: 10.7454/mjs.v22i2.6873 Perubahan Pondok Pesantren ...

272 | R A H M A D A N I P U D J I A S T U T I

M ASYA R AK AT Jurna l Sosiolog i Vol. 22 , No. 2 , Ju l i 2017: 257-279

oleh pihak yayasan guna mengembangkan lembaga pendidikannya dan perbaikan infrastrukturnya, serta tidak menutup kemungkinan akan mendirikan Sekolah Tinggi ataupun Institut.

Menurut Hefner (dalam Berger 2010) modal spiritual/modal agama itu muncul dalam berbagai bentuk sebagai fitur organisasi berbasis agama, termasuk jaringan, norma, pengetahuan dan sosialisasi yang memiliki capaian tujuan tertentu. Produksi massal modal spiritual ini disertai pula dengan “kesalehan muslim” yang diciptakan untuk membantu seseorang akan mengambil keputusan ke mana mereka akan menginvestasikan modal spiritual mereka. Hal ini sejalan de-ngan modal agama yang dimiliki lembaga pesantren modern yang berusaha menawarkan pengetahuan ibadah dan pengetahuan umum secara beriringan serta ustadz yang memiliki kharismatik menjadi daya tarik orang tua santri menyekolahkan di pondok pesantren modern.

Melihat pemikiran Friedman dan Hayek (2008), Kahar (2007) dan Hafner (dalam Berger 2010) dapat disimpulkan komersialisasi yang terjadi dalam Pondok pesantren ini dapat terlihat dari temuan yang menggambarkan pengembangan lembaga pendidikan yang ter-jadi karena permintaan pasar, penyediaan program dan fasilitas yang baik di lembaga pendidikan serta terbatasnya SDM yang mampu dan paham mengenai agama. Sehingga modal agama tersebut mampu mendorong pondok pesantren melakukan komersialisasi. Komersiali-sasi ini juga dikarenakan untuk memfasilitasi program dan kegiatan untuk santrinya, dan harga yang ditawarkan cukup mahal membuat pondok pesantren ini hanya bisa diakses oleh masyarakat ekonomi kelas menengah ke atas.

I DE N T I TA S M USL I M MODE R N

Mengacu pada argumen penulis yang kedua, pondok pesantren modern dapat berperan sebagai agen sosialisasi dalam menciptakan identitas para santri menjadi muslim modern. Hal ini berkaitan de-ngan komersialisasi pada pondok pesantren yang terdorong karena adanya modal agama. Pondok pesantren yang modern ini berhasil memadukan antara modal agama dan modal budaya agar mencipta-kan muslim yang modern.

Variasi dalam pondok pesantren yang beragam, membuat sosialisasi yang diberikan di setiap variasi berbeda-beda. Jika dilihat berdasarkan kurikulum yang diajarkan pada pondok pesantren tradisional hanya

Page 17: DOI: 10.7454/mjs.v22i2.6873 Perubahan Pondok Pesantren ...

P E R U B A H A N P O N D O K P E S A N T R E N M O D E R N | 273

M ASYA R AK AT Jurna l Sosiolog i Vol. 22 , No. 2 , Ju l i 2017: 257-279

mensosialisasikan dan mengajarkan ilmu agama saja. Sedangkan pada pondok pesantren modern di pedesaan sudah mulai berubah dengan memasukkan kurikulum nasional yang memadukan antara pengeta-huan agama serta pengetahuan umum dengan metode klasikal. Pada Pondok Pesantren Al-Adzkar sebagai pondok pesantren modern di perkotaan juga mensosialisasikan seperti pondok pesantren modern di pedesaan, akan tetapi pada Pondok Pesantren Modern Al-Adzkar lebih menekankan pada pengetahuan umumnya.

Sosialisasi dalam sebutan panggilan guru pada pondok pesan-trenpun beragam. Pada pondok pesantren tradisional dan modern di pedesaan memanggil guru dengan sebutan kiai atau ustad dan ustadzah, sedangkan pada pondok pesantren modern di perkotaan seperti Al-Adzkar menggunakan panggilan mr. dan miss. Dari perbe-daan tersebut terlihat terdapat adanya hirarki yang kuat pada pondok pesantren tradisional dan modern di pedesaan di mana seorang kiai memiliki otoritas yang kuat. Terdapat pula keterikatan antara kiai dan santri sangat kuat, hal ini dikarenakan santri merasa memiliki hutang budi kepada kiai yang menjadikan santri tersebut senantiasa terus mendoakan kiainya. Namun pada pondok pesantren Al-Adzkar tidak menerapkan hal serupa sehingga santri tidak dituntut untuk patuh dan berperilaku sopan kepada kiai. Hal ini juga diutarakan oleh kiai atau pengelola yayasan pondok Al-Adzkar.

... agak berbeda dengan di pesantren pada umumnya, mungkin kalo dipesantren yang mungkin lebih fokus mendidik agamanya, mungkin mereka tahzim atau hormat kepada guru itu sangat san-tun, mungkin kalau di sini ya biasa-biasa saja, yang penting mah mereka tidak ngelunjaklah (Wawancara dengan A, pada 9 Desem-ber 2016 pukul 16.20)

Selain itu, dengan adanya perbedaan panggilan guru antara pon-dok pesantren tradisional dan modern yang berada di perkotaan ini juga mencerminkan bahwa panggilan ustad/ustadzah yang ada di pe-santren tradisional dan modern di pedesaan menggambarkan bahwa santri yang berada pada pondok pesantren itu berasal dari masyarakat kelas menengah ke bawah. Sedangkan, panggilan mr./miss. yang ada pada pondok pesantren modern di perkotaan ini menggambarkan bahwa pesantren yang seperti itu diperuntukkan masyarakat kelas menengah ke atas seperti yang ada pada Pondok Pesantren Al-Adzkar.

Page 18: DOI: 10.7454/mjs.v22i2.6873 Perubahan Pondok Pesantren ...

274 | R A H M A D A N I P U D J I A S T U T I

M ASYA R AK AT Jurna l Sosiolog i Vol. 22 , No. 2 , Ju l i 2017: 257-279

Para orangtua santri banyak yang mengharapkan output dari sang anak setelah lulus dari pondok pesantren modern ini dapat menjadi sosok pribadi yang cerdas dan sholehah, serta mampu bersaing untuk memasuki ke jenjang berikutnya karena pengetahuan umumnya ada dan pengetahuan agamanya juga ada jadi terdepan. Selain itu orang tua juga berharap bahwa anaknya dapat memberikan warna Islamic pada masyarakat sekitarnya.

Selain itu, dari pihak pengelola yayasan juga mengharapkan out-put dari santrinya menjadi sosok yang memiliki pengetahuan baik umum ataupun agama secara seimbang. Mampu menghafal beberapa juz dari Al-Quran, yang juga dipadukan memiliki kemampuan ke-cakapan berbahasa Arab dan Inggris, serta sholeh dari segi perilaku dan akhlaknya.

Mungkin identitas yang akan terbentuk adalah orang islam yang cerdas, sholeh, dan sebagai pejuang islam. bukan cerdas saja, bu-kan sekedar baik saja, tapi dia cerdas dari segi ilmu pengetahu-annya, kemudian sholeh dari segi perilakunya, dan semangatnya sebagai pejuang muslim. punya semangat islam yang tinggi. Se-hingga menjadi muslim yang modern. Hal ini berkaitan dengan motto kita cerdas, sholeh, dan berwawasan global. karena kita mah pengen orang islam begitu semuanya, bukan cerdas saja tapi gak soleh, atau modern banget tapi gak soleh, atau sholeh tapi wawas-annya sempit, atau soleh, cerdas, tapi hanya untuk kelompoknya saja, jadi gak begitu. kita mah pengennya cerdas, soleh, berwawas-an global. (Wawancara dengan A pada 9 Desember 2016)

Berdasarkan hasil wawancara dengan pengelola yayasan bahwa identitas yang akan terbentuk setelah lulus dari pondok pesantren ini santri mampu menjadi seorang muslim yang cerdas, sholeh, dan sebagai pejuang islam. Bukan hanya cerdas saja, bukan sekedar bera-khlak baik saja, namun menjadi cerdas dari segi ilmu pengetahuannya dan sholeh dari segi perilakunya, dan semangatnya sebagai pejuang muslim. Sehingga dapat dikatakan menjadi sosok muslim yang mo-dern. Hal ini berkaitan juga dengan motto Pondok Pesantren Mo-dern Al-Adzkar yaitu cerdas, sholeh, dan berwawasan global. Sehingga Pondok Pesantren Modern Al-Adzkar memiliki cita-cita menjadikan santri yang cerdas, soleh, berwawasan global.

Page 19: DOI: 10.7454/mjs.v22i2.6873 Perubahan Pondok Pesantren ...

P E R U B A H A N P O N D O K P E S A N T R E N M O D E R N | 275

M ASYA R AK AT Jurna l Sosiolog i Vol. 22 , No. 2 , Ju l i 2017: 257-279

Dalam menciptakan identitas tersebut, Pondok Pesantren Mo-dern Al-Adzkar melakukan pendisiplinan belajar kepada anak hal ini terlihat dariprestasi yang diraih oleh Pondok Pesantren Modern Al-Adzkar dalam integritas melaksanakan Ujian Nasional, selain itu terdapat santri yang memiliki nilai Ujian Nasional Tertinggi ke-2 Se Provinsi Banten. Kemudian Pondok Pesantren Al-Adzkar berusa-ha menanamkan serta melakukan metode pendidikan sesuai dengan perkembangan zaman sehingga santri tidak mengunci dan menutup mata, tidak menutup diri terhadap perkembangan di dunia pendidik-an. Selanjutnya yang berkaitan dengan wawasan globalnya, Pondok Pesantren Al-Adzkar berusaha membiasakan anak-anak berpikiran seluas-luasnya. Selain itu, terkait dengan kesolehannya Pondok Pesan-tren Modern Al-Adzkar mendidik pula secara rukiyah, solatnya lima waktu dan beribadah dengan tepat.

Berkaitan dengan jadwal kegiatan santri yang dilakukan setiap harinya, kegiatan yang dilakukan berusaha menjadi sosok muslim yang taat beragama hal ini terlihat dari banyaknya jadwal kegiatan keagamaan yang dilakukan rutin setiap harinya. Selain itu, berusaha menjadi modern dengan mengaplikasikan berbicara bahasa asing se-tiap harinya. Hal ini mampu menjadikan santri Al-Adzkar menjadi sosok muslim modern.

Tabel 1. Jadwal Kegiatan Santri

Pukul Kegiatan03.30- 04.15 Bangun tidur, Tahajud dan Persiapan sholat subuh04.10-04.50 Shalat Subuh & Membaca Al Ma’tsurat04.50-05.50 Tahsin dan Tahfidz Al-Qur’an05.50-07.00 Mandi dan Sarapan pagi07.00-07.20 Tilawah bersama atau English Morning07.20-14.10 Kegiatan belajar mengajar sekolah14.10-15.00 Istirahat15.10-15.30 Shalat Ashar15.30-17.00 Kegiatan pribadi, olahraga atau ekskul17.00-18.00 Mandi dan Makan18.00-19.15 Shalat Magrib, Tahsin dan Tahfidz Al-Qur’an19.15-20.00 Shalat Isya20.00-21.00 Belajar Mandiri Pelajaran Sekolah21.30-03.30 Tidur

Sumber: Kalender Kegiatan Santri Pondok Pesantren Modern Al-Adzkar 2017

Akan tetapi keberadaan Pondok Pesantren Modern Al-Adzkar yang memberikan pelayanan dengan fasilitas yang memadai, adanya asisten

Page 20: DOI: 10.7454/mjs.v22i2.6873 Perubahan Pondok Pesantren ...

276 | R A H M A D A N I P U D J I A S T U T I

M ASYA R AK AT Jurna l Sosiolog i Vol. 22 , No. 2 , Ju l i 2017: 257-279

dapur, laundry, serta cleaning service menjadikan anak tidak mandiri. Selain itu, penjengukan yang dilakukan orang tua setiap minggu juga membuat anak menjadi kurang terlatih untuk menjadi sosok yang mandiri. Hal ini sangat berbeda dengan pondok pesantren yang ada di pedesaan yang menuntut anak supaya mandiri dengan mencuci pakaian sendiri, menanak nasi sendiri, memasak sendiri, serta tidak dilakukan penjengukan setiap minggunya.

Richard Jenkins (1996) berpendapat bahwa identitas merupakan sebuah pengertian mengenai kita akan siapa kita, dan siapa orang lain secara respirokal serta pemahaman orang lain akan diri mereka sendiri dan orang lain. Identitas dapat menjadi sesuatu yang dinegoisasikan dan dibentuk melalui proses interaksi manusia. Sehingga identitas dapat terbentuk karena terdapat aktor yang berusaha membuat orang-lain melihat mereka sesuai dengan yang diinginkan. Orangtua sebagai aktor berusaha menciptakan identitas untuk anaknya sesuai dengan yang mereka inginkan yaitu menjadi sosok muslim yang modern, sehingga pesantren sebagai lembaga pendidikan berusaha memfasi-litasi menjadi aktor untuk mensosialisasikan. Kemudian santri yang mampu menghafalkan Al-Quran, cakap dalam berbahasa asing serta berwawasan global dapat menjadikan santri menggunakan identitas muslim modern di masyarakat.

Selain itu, masyarakat muslim modern berlomba-lomba mencapai “kesalehan sosial” guna mengekspresikan identitasnya. Anak yang te-lah memiliki label “Kesalehan sosial” ini merupakan perpaduan pe-menuhan kesenangan untuk orangtua dan juga kepuasan individu. Sehingga, ibadah atau kegiatan religius yang mereka lakukan tidak serta-merta dimaknai secara teologis, tetapi juga sebagai sarana untuk melakukan silaturahmi antar sesama muslim.

K E SI M PU L A N

Berdasarkan temuan-temuan di atas, dapat disimpulkan bahwa biaya kehidupan di perkotaan yang mahal memaksa kehidupan seko-lah yang berada di perkotaan menjadi mahal juga. Dengan demikian, masyarakat muslim kelas menengah ke atas pun semakin berkembang dan mendorong komersialisasi dalam pendidikan Islam. Komersialisasi ini tidak hanya terjadi pada pondok pesantren tetapi pada sekolah berbasis agama lainnya. Hal ini dikarenakan masyarakat perkotaan dengan status sosial ekonomi menengah ke atas membutuhkan suatu

Page 21: DOI: 10.7454/mjs.v22i2.6873 Perubahan Pondok Pesantren ...

P E R U B A H A N P O N D O K P E S A N T R E N M O D E R N | 277

M ASYA R AK AT Jurna l Sosiolog i Vol. 22 , No. 2 , Ju l i 2017: 257-279

pendidikan yang modern, lengkap, profesional namun tidak mening-galkan pula modal spiritual/agamanya. Dari temuan yang menggam-barkan pengembangan lembaga pendidikan yang terjadi dikarenakan permintaan pasar, penyediaan program dan fasilitas yang baik di lem-baga pendidikan serta terbatasnya SDM yang mampu dan paham mengenai agama. Sehingga, kehidupan masyarakat perkotaan yang mendorong kelas menengah ke atas untuk mendapatkan pendidikan yang baik berupa pengetahuan umum dan pengetahuan agama yang berada dalam pesantren sehingga mendorong munculnya pondok pe-santren modern pada lembaga pendidikan.

Berkaitan dengan pernyataan Fikriyati (2007) mengenai “al-muha-fadzatu ‘ala al-qodim wa al-akhdzu bi al jadid al-ashlah” yaitu mem-pertahankan tradisi lama yang baik dan menyerap hal baru yang baik pula. Pengelola yayasan Al-Adzkar berusaha mendirikan pondok pesantren dengan mempertahankan tradisi lama yang baik dan me-nyerap hal baru yang baik pula, akan tetapi pada kenyataannya pem-belajaran pengetahuan umum lebih tekankan pada pondok pesantren ini. Sehingga terkesan menjual brand pondok pesantren, karena bila tidak memunculkan segi agamanya maka layanan jasa pendidikan ini tidak menjual kepada sebagian orangtua menengah kelas atas yang merasa butuh untuk anaknya mempelajari ilmu agama dan pengeta-huan umum secara bersamaan. Hal ini pula berkaitan dengan per-nyataan Hefner mengenai menjadikan sosok anak yang soleh melalui modal spiritual yang diinvestasikan oleh orangtua.

Masyarakat muslim di Indonesia saat ini mulai berkembang se-hingga menciptakan identitas pada kasus masyarakat kelas menengah ke atas yang ada di pondok pesantren. Para orang tua santri berupaya menjadikan anak sebagai sosok muslim modern yang tercermin dalam kesalehannya. Kesalehan yang tercermin pada anak serta pengetahuan umum yang baik merupakan hasil sosialisasi yang ada di pondok pesantren berkaitan dengan modal spiritual yang diajarkan oleh pon-dok pesantren modern. Namun, sisi kemandirian yang dipelajari pada pondok pesantren modern terlihat pudar karena nilai sosialisasi yang diberikan berbeda, seperti kegiatan mencuci dan masak telah dise-diakan oleh asisten dapur dan cleaning service, sehingga keberadaan Islamic Modern Boarding School kurang menciptakan anak sebagai sosok yang mandiri.

Page 22: DOI: 10.7454/mjs.v22i2.6873 Perubahan Pondok Pesantren ...

278 | R A H M A D A N I P U D J I A S T U T I

M ASYA R AK AT Jurna l Sosiolog i Vol. 22 , No. 2 , Ju l i 2017: 257-279

DA F TA R PUS TA K A

Azra, Azyumardi. 2012. Pendidikan Islam: Tradisi dan Modernisasi di Tengah Tantangan Milenium III. Jakarta: Kencana Prenada Media Group

Bakar, M. Yunus. 2012. “Pengaruh Paham Liberaalisme dan Neolibe-ralisme Terhadap Pendidikan Islam di Indonesia.” Jurnal Tsaqafah 8(1):

Berger, Peter L and Redding, Gordon. 2010. The Hidden Form of Ca-pital: Spiritual Influences in Societal Progress. London: Anthem Press

Bosetti, Lynn. 2004. Determinants of School Choice: Understanding How Parents Choose Elementary Schools in Alberta. Journal of Edu-cation Policy 19.

Bourdieu, P. And Wacquant, L. 1992. An Invitation to Reflexive So-ciology. Chicago: University of Chingango

Chamid, Abu. 2008. Transformasi Kurikulum Pesantren Studi Kasus: Pesantren Futuhiyyah Mranggen Demak. Semarang: Institut Agama Islam Negeri Walisongo

Creswell, John W. 2002. Research Design: Qualitative, Quantitative, and Mixed Methods Approaches. 2nd ed. California: Sage Publica-tions.

Dhofier, Zamakhsyari. 1982. Tradisi Pesantren: Studi Tentang Pan-dangan Hidup Kiai: Studi Tentang Pandangan Hidup Kiai. Jakarta: LP3ES.

Farouki, Suha Taji. 2006. Modern Muslim Intellectuals and The Qur’an. London: Oxford University Press

Fikriyati, Umi Najikhah. 2007. Tradisi Pesantren di Tengah Perubah-an Sosial Studi Kasus: Pondok Pesantren Al-Munawwir Krapyak Yogyakarta. Yogyakarta: Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta

Finke, Roger. 2003. Spiritual Capital: Definitions, Applications, and New Frontiers. Penn State University.

Hartini, Dwi. 2011. Komersialisasi Pendidikan di Era Globalisasi. (Studi Kasus Tentang Persepsi Masyarakat terhadap Kuasa Modal dalam Dunia Pendidikan di Kelurahan Jebres, Surakarta. Skripsi. Surakarta: Fakultas Keguruan dan IImu Pendidikan, Universitas Sebelas Maret.

Page 23: DOI: 10.7454/mjs.v22i2.6873 Perubahan Pondok Pesantren ...

P E R U B A H A N P O N D O K P E S A N T R E N M O D E R N | 279

M ASYA R AK AT Jurna l Sosiolog i Vol. 22 , No. 2 , Ju l i 2017: 257-279

Jati, Wasisto Raharjo. 2015. “Islam Populer Sebagai Pencarian Iden-titas Muslim Kelas Menengah Indonesia.” Jurnal Tasawuf dan Pe-mikiran Islam 5(1):139-163

Jenkins, Richard. 1996. Social Identity. London: Routledge.Kahar, Irawaty. 2007. “Komersialisasi Pendidikan di Indonesia: Suatu

Tinjauan dari Aspek Politik, Ekonomi, Sosial, dan Budaya.” Jurnal Ragam 11(23):49-53

Kementerian Agama RI. (2015). Kumpulan Peraturan Perundang--Undangan Pendidikan Keagaman Islam. Direktorat Pendidikan Di-niyah dan Pondok Pesantren: Direktorat Jendral Pendidikan Islam.

___________. (2015). Statistik Pendidikan Islam Tahun Pelajaran 2014/2015. Bagian Perencanaan dan Sistem Informasi: Sekretariat Direktorat Jendral Pendidikan Islam.

Ma’shum, Saifullah. 1998. Dinamika Pesantren: Telaah Kritis Keber-adaan Pesantren Saat ini. Depok: Yayasan Islam al-Hamidiyah.

Neuman, W. L. 2006. Social Research Methods: Qualitative And Qu-antitative Approaches. Boston: Pearson/AandB.

Taufiqqurahman. 2010. Sekolah Elite Sebagai Alat Reproduksi Kesen-jangan Sosial: Studi terhadap Proses Reproduksi Kesenjangan Sosial di Lingkungan Internal Sekolah Dasar Muhammadiyah Sapen, Yog-yakarta. Yogyakarta: Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga

Verter, Bradford. 2003. Spiritual Capital: Theorizing Religion with Bo-urdieu Against Bourdieu.

Widyarini. 2004. “Pengaruh Persepsi Biaya, Lokasi, Fasilitas, Ling-kungan, Figur Pengasuh, dan metode Belajar Terhadap Kepuasan Santri Tinggal di Pondok Pesantren.” Jurnal Az Zarqa’ 6(1):37-65

“Latar Belakang Berdirinya Pondok Gontor” http://www.gontor.ac.id/latar-belakang, diakses pada 27 September 20016 pukul 12.34