DNA, Kebudayaan, Persebaran pada Suku Nias · PDF fileSuku Nias Suku Nias adalah masyarakat...

download DNA, Kebudayaan, Persebaran pada Suku Nias · PDF fileSuku Nias Suku Nias adalah masyarakat yang hidup dalam lingkungan adat dan kebudayaan yang masih tinggi. Dalam bahasa aslinya,

If you can't read please download the document

Transcript of DNA, Kebudayaan, Persebaran pada Suku Nias · PDF fileSuku Nias Suku Nias adalah masyarakat...

  • DNA, Kebudayaan, Persebaran pada Suku Nias

    Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Wawasan Budaya Nusantara (MKK00102)

    Disusun oleh:

    1. Anna Alphilia C. P. (14148106)

    2. Hari Setiawan (14148121)

    FAKULTAS SENI RUPA DAN DESAIN

    INSTITUT SENI INDONESIA

    SURAKARTA

    2015

  • Suku Nias

    Suku Nias adalah masyarakat yang hidup dalam lingkungan adat dan kebudayaan

    yang masih tinggi. Dalam bahasa aslinya, orang Nias menamakan diri mereka "Ono Niha"

    (Ono = anak/keturunan; Niha = manusia) dan pulau Nias sebagai "Tan Niha" (Tan =

    tanah). Hukum adat Nias secara umum disebut fondrak yang mengatur segala segi

    kehidupan mulai dari kelahiran sampai kematian. Masyarakat Nias kuno hidup dalam budaya

    megalitik dibuktikan oleh peninggalan sejarah berupa ukiran pada batu-batu besar yang

    masih ditemukan di wilayah pedalaman pulau ini sampai sekarang. Dalam masyarakat nias di

    kenal pula adanya sistem kasta (12 tingkatan Kasta). Dimana tingkatan kasta yang tertinggi

    adalah "Balugu". Untuk mencapai tingkatan ini seseorang harus mampu melakukan pesta

    besar dengan mengundang ribuan orang dan menyembelih ribuan ekor ternak babi selama

    berhari-hari. Berikut ini adalah beberapa unsur-unsur budaya dari suku nias :

    A. Perkampungan

    Pada masyarakat nias, masih mengacu pada sebuah kelompok masa lalu yang

    berkelompok-kelompok. Oleh karena hal tersebut, masyarakat nias masih

    berkelompok-kelompok. Seperti halnya kelompok perkampungan, masyarakat nias

    memiliki aspek yang menjadi aturan adat, adaptasi masyarakat dalam menyikapi

    kehidupan dan lainnya,semakin lama semakin bervariasi. Persyaratan fisik maupun

    konsep religius juga mengalami perkembangan dan lain sebagainya. Secara umum

    dapat dikatakan bahwa pendirian sebuah desa harus memperhatikan hunian makro,

    antara lain harus ada unsur lahan pertanian, perkebunan, perternakan, dan lain-lain.

    Sedangkan masyarakat di Nias Selatan dan Utara yang merupakan syarat-syarat utama

    yang erat kaitannya dengan sumber daya abiotik, biotik harus memperhatikan antara

    lain:

    a. Harus ada gunung.

    b. Harus ada air, berupa sumber air, sungai, telaga, danau, rawa dan lain-lain.

    c. Harus ada lahan (tanah) untuk tempat pengembangan tanaman pangan,

    berternak, dan lahan perburuan.

    d. Harus ada tukang besi.

    e. Harus dapat melihat sekelilingnya.

    Selain memperhatikan sumber daya biotik, masyarakat nias juga

    memperhatikan sumber daya abiotik seperti gunung, sungai, batuan dan lain

    sebagainya. Sumber daya abiotik yang terpenting dalam pembuatan desa adalah

    sumber air dan bahan batuan yang biasanya di temukan di sungai dan perbukitan.

    Mereka juga harus mampu beradaptasi, adapun proses adaptasi dengan lingkungan

    abiotik:

  • a. Pemanfaatan SDA, seperti bahan-bahan batuan yang dapat di manfaatkan dalam

    kehidupan di masyarakat untuk keperluan pemukiman, rumah tangga, sampai

    keperluan yang bersifat religius.

    b. Pemanfaatan gunung atau bukit-bukit tinggi yang dipergunakan sebagai tempat

    tinggal, sehingga mendukung keamanan dan kesejahteraan mereka.

    c. Pemanfaatan air sebagai sumber daya yang sangat diperhatikan dalam proses

    pembudidayaan tanaman pangan, kemudahan dalam mencari makanan dan area

    untuk bergerak (transportasi).

    B. Bentuk Rumah Adat

    Bentuk rumah adat di Nias terbagi menjadi dua, yaitu rumah adat berbentuk oval

    dan rumah adat berbentuk persegi. Rumah adat yang berbentuk oval hanya dapat pada

    wilayah Nias bagian utara sedangkan rumah adat berbentuk persegi terdapat pada

    wilayah Nias bagian tengah dan selatan.

    (Rumah Adat bentuk oval)

    (Rumah adat bentuk persegi)

    Rumah adat yang difungsikan sebagai tempat tinggal di Nias selatan dapat

    dibedakan menjadi 2 yaitu rumah adat di daerah pertengahan sekitar gomo dan

    rumah adat di sekitar teluk dalam.

  • C. Religi

    Istilah Lowalangi dalam suku nias adalah cara penyebutan masyarakat nias

    sebagai nama Allah. Selain itu ada pula yang disebut Lature Dano yaitu pembela,

    penjaga, dan pemerintah Dunia bawah. Di antara dewa atas dan dewa bawah, ada lagi

    dewi yang disebut Nazariya Mbanua, istilah orang Nias Selatan untuk menyebut dewi

    Silewe Nazarata. Silewe Nazarata (istilah Nias Utara yang dipakai sekarang adalah

    dewi penghubung di antara Lowalani (dewa dunia atas) dan Lature Dan (dewa dunia

    bawah) dan juga sebagai dewi penghubung di antara kaum dewa dan ummat manusia.

    Maka boleh dikatakan bahwa agama kuno Nias termasuk agama Polythesis.

    Bermacam ciptaan makhluk disembah oleh orang Nias. Benda ciptaan dan

    makhluk ini meliputi matahari, bulan, pohon-pohon besar, buaya, cecak dan lain-lain.

    Oleh sebab itu, agama orang Nias itu bukan hanya polytesis tetapi juga animistis.

    Pelbegu, adalah nama agama asli yang diberikan oleh pendatang yang berarti

    "penyembah ruh". Nama yang dipergunakan oleh penganutnya sendiri adalah molohe

    adu (penyembah patung). Sifat agama ini adalah berkisar pada penyembahan roh

    leluhur. Untuk keperluan itu mereka membuatn patung-patung dari kayu yang mereka

    sebut "adu". Patung yang ditempati oleh ruh leluhur disebut adu zatua dan harus

    dirawat dengan baik.

    Pada umumnya, setiap keluarga memahat patung nenek moyang mereka masing-

    masing (adu Nuwu dan adu Zatua). Setiap desa juga memahat patung kesatria mereka

    (adu Zato). Orang harus menyembah kedua jenis patung ini demi hubungannya

    dengan keluarga dan masyarakat desanya. Adu Zato itu adalah patung para pendiri

    desa, patriot, berbakat, pemburu yang hebat dan sebagainya. Pasangan adu Zato dan

    adu Nuwu atau adu Zatua tak boleh disembah secara terpisah. Oleh karena setiap

    keluarga memahat patung nenek moyangnya masing-masing dan mereka menganggap

    patung-patung itu sebagai illah mereka, maka upacara dan sikap keagamaan para

    keluarga di desa selalu bervariasi satu sama lain. Setiap orang berkata "Tuhanku

    adalah nenek moyangku" yang berarti dia dan Tuhannya lain dari pada orang dan illah

    keluarga lain.

    Menurut kepercayaan penganut pelbegu ini, tiap orang mempunyai dua macam

    tubuh, yaitu yang kasar dan yang halus. Yang kasar disebut boto (jasad) dan yang

    halus terdiri dari dua macam yaitu noso (nafas) dan lumo-lumo (bayang-bayang). Jika

    mati atau meninggal, botonya kembali menjadi debu, sedangkan nosonya kembali

    kepada lowalangi (Tuhan). Sedangkan lumo-lumonya berubah menjadi bekhu

    (makhluk halus). Selama belum dilakukan upacara kematian, bekhu akan tetap berada

    di sekitar tempat pemakamannya. Karena menurut kepercayaan, untuk pergi ke

    teteholi ana'a (dunia ruh atau gaib), Ia harus lebih dahulu menyeberangi suatu

    jembatan yang di sana dijaga ketat oleh seorang dewa penjaga bersama mao-nya

    didorong masuk ke dalam neraka yang berada di bawah jembatan.

  • Menurut kepercayaan pelbegu, kehidupan sesudah mati adalah kelanjutan dari

    kehidupan seseorang di dunia. Orang yang kaya atau berkedudukan tinggi maka akan

    begitu pula keadaannya di "teteholi ana'a. Sebaliknya demikian juga bagi mereka yang

    miskin. Perbedaan dunia sana dengan dunia sini yaitu terletak pada keadaan "terbalik"

    yaitu jika di sini siang maka di sana malam, demikian juga kalimat dalam bahasa di

    sana serba terbalik.

    Menurut keterangan Bambw Laia, orang Nias mempercayai bahwa manusia itu

    hanyalah sebagai ciptaan biasa dari dewa-dewa, sebagian dari ciptaan lainnya,

    Manusia itu adalah "babi dewa-dewa (illah)". Bila dewa berselera memakan daging

    "babi" (dalam hal ini, "babi" adalah manusia) maka secara bebas dewa mengambil dan

    membunuh satu atau lebih "babi"nya. Itulah maka "babi" merupa kan unsur penting

    dalam kebudayaan Nias. Budaya megelitik dengan kepercayaan inilah maka babi

    tidak bisa dipisahkan dalam acara adat masyatakat Nias.

    D. Upacara

    Berbagai upacara yang ada pada masyarakat sejak manusia lahir hingga

    meninggal merupakan bentuk upacara inisiasi bagi pengusung budaya itu. Selain itu

    upacara merupakan sisitem simbol dimana individu atau kelompok masyarakat

    memakai simbol-simbol yang dimaksud dalam upaya mengidentifikasikan dunia

    mereka. adapun upacara yang umum ditemukan yaitu :

    a. Upacara Kelahiran

    Adapun urutan upacara kelahiran yang dilakukan masyarakat nias pada

    umumnya sebagai berikut :

    1. Upacara yang idenya adalah jika anak pertama lahir, maka si ayah akan pergi

    ke mertua untuk menyampaikan bahwa cucunya telah lahir. Si ayah akan di

    beri anak babi, beras, dan lainnya oleh mertua. Pada upacara ini mertua

    diwajibkan membuat pesta dengan memotong babi.

    2. Setelah anak berumur 1-2 bulan maka anak itu akan di beri nama. Pada

    kegiatan ini juga dipotong seekor babi bagi sanak keluarga dan masyarakat

    sekitar.

    3. Penyampaian kepada pendeta atau ere agar si anak seha-sehat saja dengan

    persembahan yang tidak terlalu besar.

    4. Pada waktu-waktu yang ditentukan ere datang ke rumah untuk memberikan

    doa kepada si anak dan orang tuanya menjamu ere serta ketika pulang

    diberikan emas atau perak.

    5. Setelah berumur 3 bulan orangtua membayar jujuran kepada mertua yang

    dihadiri oleh ayah, ibu, dan anak yang baru lahir.

    b. Upacara Perkawinan

    Kedudukan seseorang dalam masyarakat di dapatkan dengan cara :

    1. Tahap meminang yang terdiri dari upacara mengantar emas pertunangan atau