DM Dan Insulin

15
BAB II FISIOLOGI INSULIN Pembentukan Insulin Insulin merupakan hormon yang terdiri dari rangkaian asam amino yang dihasilkan oleh sel beta kelenjar pankreas satu sama lain dihubungkan oleh ikatan disulfida. Sebelum insulin dapat berfungsi ia harus berikatan dengan protein reseptor yang besar didalam membrana sel.4) Dalam keadaan normal, bila ada rangsangan pada sel beta, insulin disintesis dan kemudian disekresikan ke dalam darah sesuai kebutuhan tubuh untuk keperluan regulasi glukosa darah. Inisiasi respon pembentukan insuin bergantung pada transport glukosa transmembran dan pengikatan glukosa pada sensor glukosa sel beta pankreas. Kompleks glukosa-sensor ini kemudian akan merangsang peningkatan glukokinase yang kemudian akan memecah pre-proinsulin menjadi proinsulin dan proinsulin menjadi insulin. Proses ini disebut juga sebagai fenomena pelepasan insulin fase pertama.5) Sintesis insulin dimulai dalam bentuk rantai tunggal 86 asam amino precursor poipeptida preproinsulin (precursor hormon insulin) pada retikulum endoplasma sel beta. Dengan bantuan enzim peptidase, preproinsulin mengalami pemecahan sehingga terbentuk proinsulin, yang kemudian dihimpun dalam gelembung-gelembung (secretory vesicles) dalam sel tersebut. Proinsulin tersusun dari peptida A dan peptida B yang dihubungkan oleh peptida C dan dua ikatan disulfida. Enzim proteolitik melepaskan peptida C, sehingga terbentuklah insulin yang terdiri dari peptida A dan peptida B yang dihubungkan oleh ikatan disulfida. Disini dengan bantuan enzim peptidase, proinsulin diurai menjadi insulin dan peptida-c yang keduanya sudah siap untuk disekresikan secara bersamaan melalui membran sel.6) 7) Pertama, proses untuk dapat melewati membran sel yang membutuhkan bantuan senyawa lain. Glucose transporter (GLUT) adalah senyawa asam amino yang terdapat didalam berbagai sel yang berperan dalam proses metabolisme glukosa. Fungsinya sebagai “kendaraan” pengangkut glukosa masuk dari luar ke dalam sel jaringan tubuh. Glucose transporter 2 (GLUT 2) yang terdapat dalam sel beta misalnya, diperlukan dalam proses masuknya glukosa dari dalam darah, melewati membran, ke dalam sel. Fosforilasi glukosa oleh Glukokinase adalah langkah menentukan dalam pengaturan regulasi sekresi glukosa. Metabolisme lebih lanjut dari glukosa-6-fosfatase melalui glikolisis menghasilkan ATP. Molekul ATP yang terbebas tersebut, dibutuhkan untuk mengaktifkan proses penutupan K-chanel yang terdapat pada membran sel. Terhambatnya pengeluaran ion K dari dalam sel menyebabkan depolarisasi membran sel Beta, yang diikuti kemudian

description

DM Insulin dan hipoglikemia

Transcript of DM Dan Insulin

Page 1: DM Dan Insulin

BAB IIFISIOLOGI INSULIN

Pembentukan InsulinInsulin merupakan hormon yang terdiri dari rangkaian asam amino yang dihasilkan oleh sel beta kelenjar pankreas satu sama lain dihubungkan oleh ikatan disulfida. Sebelum insulin dapat berfungsi ia harus berikatan dengan protein reseptor yang besar didalam membrana sel.4)Dalam keadaan normal, bila ada rangsangan pada sel beta, insulin disintesis dan kemudian disekresikan ke dalam darah sesuai kebutuhan tubuh untuk keperluan regulasi glukosa darah. Inisiasi respon pembentukan insuin bergantung pada transport glukosa transmembran dan pengikatan glukosa pada sensor glukosa sel beta pankreas. Kompleks glukosa-sensor ini kemudian akan merangsang peningkatan glukokinase yang kemudian akan memecah pre-proinsulin menjadi proinsulin dan proinsulin menjadi insulin. Proses ini disebut juga sebagai fenomena pelepasan insulin fase pertama.5) 

Sintesis insulin dimulai dalam bentuk rantai tunggal 86 asam amino precursor poipeptida preproinsulin (precursor hormon insulin) pada retikulum endoplasma sel beta. Dengan bantuan enzim peptidase, preproinsulin mengalami pemecahan sehingga terbentuk proinsulin, yang kemudian dihimpun dalam gelembung-gelembung (secretory vesicles) dalam sel tersebut. Proinsulin tersusun dari peptida A dan peptida B yang dihubungkan oleh peptida C dan dua ikatan disulfida. Enzim proteolitik melepaskan peptida C, sehingga terbentuklah insulin yang terdiri dari peptida A dan peptida B yang dihubungkan oleh ikatan disulfida. Disini dengan bantuan enzim peptidase, proinsulin diurai menjadi insulin dan peptida-c yang keduanya sudah siap untuk disekresikan secara bersamaan melalui membran sel.6) 7)

Pertama, proses untuk dapat melewati membran sel yang membutuhkan bantuan senyawa lain. Glucose transporter (GLUT) adalah senyawa asam amino yang terdapat didalam berbagai sel yang berperan dalam proses metabolisme glukosa. Fungsinya sebagai “kendaraan” pengangkut glukosa masuk dari luar ke dalam sel jaringan tubuh. Glucose transporter 2 (GLUT 2) yang terdapat dalam sel beta misalnya, diperlukan dalam proses masuknya glukosa dari dalam darah, melewati membran, ke dalam sel. Fosforilasi glukosa oleh Glukokinase adalah langkah menentukan dalam pengaturan regulasi sekresi glukosa. Metabolisme lebih lanjut dari glukosa-6-fosfatase melalui glikolisis menghasilkan ATP. Molekul ATP yang terbebas tersebut, dibutuhkan untuk mengaktifkan proses penutupan K-chanel yang terdapat pada membran sel. Terhambatnya pengeluaran ion K dari dalam sel menyebabkan depolarisasi membran sel Beta, yang diikuti kemudian oleh proses pembukaan Ca-chanel. Keadaan inilah yang memungkinkan masuknya ion ca sehingga meningkatkan kadar ion ca intra sel sehingga meningkatkan kadar ion ca intasel, suasana yang dibutuhkan bagi proses sekresi insulin melalui mekanisme yang cukup rumit. 3) 7)

Regulasi Pelepasan InsulinPatologi diabetes melitus tidak dapat dipisahkan dari kerja hormon insulin dalam tubuh. Insulin dirangsang untuk diproduksi dalam keadaan meningkatnya kadar metabolik makanan di darah, terutama peningkatan kadar glukosa darah, dan bekerja dengan tujuan membantu tubuh untuk menghasilkan energi dan membuat cadangan energi.4) Dalam keadaan fisiologis, insulin disekresikan sesuai dengan kebutuhan tubuh normal oleh sekresi sel beta dalam dua fase; 10)Sekresi fase 1 (acute insulin secretion responce = AIR) adalah sekresi insulin yang terjadi segera setelah ada rangsangan terhadap sel beta, muncul cepat dan berakhir cepat. Sekresi fase 1 biasanya mempunyai puncak yang relatif tinggi, karena hal itu memang diperlukan untuk mengantisipasi kadar glukosa darah yang biasanya meningkat tajam segera setelah makan.

Page 2: DM Dan Insulin

Kinerja AIR yang cukup baik amat penting dalam metabolisme glukosa karena akan sangat menentukan bagi terjadinya peningkatan kadar glukosa darah pascaprandial. Dengan demikian kehadiran AIR yang cepat serta adekuat perlu untuk mempertahankan berlangsungnya berlangsungnya proses metabolisme glukosa secara normal. AIR yang berlangsung normal bermanfaat dalam pencegahan terjadinya hiperglikemia akut pascaprandial (HAP) atau lonjakan glukosa darah pascaprandial.10)Selanjutnya, setelah fase 1 berakhir, muncul sekresi fase 2 (sustained phase, latent phase), dimana sekresi insulin kembali meningkat secara perlahan dan bertahan dalam waktu relatif lebih lama. Setelah berakhirnya fase 1, tugas pengaturan glukosa darah selanjutnya diambil alih oleh sekresi fase 2. Sekresi insulin fase 2 yang berlangsung relatif lebih lama, puncaknya (secara kuantitatif) akan ditentukan oleh seberapa besar kadar glukosa darah diakhir fase 1. Jadi, terjadi semacam mekanisme penyesuaian dari sekresi fase 2 terhadap kinerja fase 1 sebelumnya. Apabila sekresi fase 1 tidak adekuat, terjadi mekanisme kompensasi dalam bentuk peningkatan sekresi insulin pada fase 2. Peningkatan produksi insulin tersebut pada hakikatnya dimaksudkan memenuhi kebutuhan tubuh agar kadar glukosa darah (pascaprandial) tetap dalam batas normal. Dalam prospektif perjalanan penyakit, fase 2 sekresi insulin akan banyak dipengaruhi oleh fase 1. Biasanya dengan kinerja fase 1 yang normal dan disertai pula oleh aksi insulin yang juga normal dijaringan, fasea 2 juga akan berlangsung normal. Tidak dibutuhkan ekstra tambahan sintesis dan sekresi insulin pada fase 2 (hiperinsulinemia) dalam rangka mempertahankan keadaan normoglikemia.10)Adapun hal-hal lain yang mempengaruhi peningkatan insulin adalah efek regulatorik langsung dari GIP (Gastric Inhibitory Peptide) yang disekresi oleh saluran pencernaan sebagai respon adanya makanan dalam saluran cerna, dan juga regulasi langsung dari saraf-saraf otonom parasimpatis dan simpatis yang banyak mempersarafi pulau-pulau langerhans dalam pankreas. Aktivasi sistem parasimpatis akan meningkatkan roduksi insulin oleh sel-sel beta pankreas, sedangkan aktivasi sistem simpatis akan secara langsung menghambat produksi insulin.6) Dalam hal efeknya terhadap metabolisme karbohidrat, insulin membantu masuknya glukosa kedalam sebagian besar sel, kecuali kedalam sel otak, hati dan otot yang aktif.6) Insulin meningkatkan glikogenesis, menghambat glikogenolisis, dan menghambat glukoneogenesis dari asam amino.4) 6) Dengan demikian, insulin menurunkan kadar glukosa dengan meningkatkan penyerapan glukosa oleh sel-sel target untuk digunakan dalam pembentukan energi ataupun untuk disimpan.6) 

Fungsi InsulinPada jaringan perifer seperti jaringan otot dan lemak, insulin berikatan dengan sejenis reseptor (insulin reseptor substrate = IRS) yang terdapat pada membrane sel. Ikatan antara insulin dan reseptor akan menghasilkan semacam signal yang berguna bagi proses regulasi atau metabolism glukosa di dalam sel otot dan lemak, dengan mekanisme kerja yang belum begitu jelas. Beberapa hal telah diketahui, diantaranya meningkatkan kuantitas GLUT-4 (glukosa transporter-4) pada membrane sel, karena proses translokasi GLUT-4 dari dalam sel diaktivasi oleh adanya transduksi signal. Regulasi glukosa tidak hanya ditentukan oleh metabolism glukosa di jaringan perifer tetapi juga di jaringan hepar. Untuk mendapatkan metabolism glukosa normal diperlukan mekanisme sekresi insulin disertai aksi insulin yang berlangsung normal.10)Jaringan hepar ikut berperan dalam mengatur homestasis glukosa tubuh. Peninggian kadar glukosa darah puasa, lebih ditentukan oleh peningkatan produksi glukosa endogen yang berasal dari proses glukoneogenesis dan glikogenolisis di jaringan hepar. Dalam hal ini, insulin berperan melalui efek inhibisi hormone tersebut terhadap mekanisme produksi glukosa endogen secara berlebihan. Semakin tinggi tingkat resistensi insulin, semakin rendah kemampuan inhibisinya terhadap proses glikogenolisis dan glukoneogenesis, dan semakin tinggi proses produksi glukosa dari hepar.10)

Page 3: DM Dan Insulin

Selama hampir sepanjang hari, jaringan otot tidak tergantung atas glukosa untuk energinya malahan atas asam-asam lemak. Alasan utama untuk ini adalah bahwa membran otot normal yang dalam keadaan istirahat hampir tidak permeabel terhadap glukosa, kecuali bila serat otot dirangsang oleh insulin. Diantara waktu makan jumlah sekresi insulin terlalu kecil untuk meningkatkan masuknya insulin dalam jumlah bermakna ke dalam sel-sel otot.10)Tetapi, pada 2 keadaan, otot menggunakan sejumlah besar glukosa untuk energinya. Salah satunya adalah dalam masa gerak badan berat. Penggunaan glukosa ini tidak memerlukan insulin dalam jumlah besar karena serat otot yang sedang gerak badan, karena alasan yang tidak dimengerti menjadi sangat permeabel bagi glukosa, juga dalam keadaan tanpa insulin karena proses kontraksi itu sendiri.4)Keadaan kedua untuk penggunaan sejumlah besar glukosa oleh otot terjadi selama beberapa jam setelah makan. Pada waktu ini konsentrasi glukosa darah tinggi; pankreas juga mensekresikan insulin dalam jumlah besar dan insulin tambahan menyebabkan transport glukosa yang cepat ke dalam sel-sel otot.4)Jika otot tidak adekuat selama masa setelah makan dan sekarang glukosa ditransport ke dalam sel-sel otot dalam jumlah besar, kemudian banyak glukosa yang disimpan dalam bentuk glikogen otot dari pada digunakan untuk energi. Glikogen otot berbeda dari glikogen hati karena ia tidak dapat dikonversi kembali menjadi glukosa.4)

BAB IIIPATOFISIOLOGI DIABETES MELITUS TIPE 2

Patofisiologi Terjadinya Diabetes mellitus Tipe 2Diabetes melitus disebabkan oleh kekurangan insulin baik secara absolute maupun secara relative, dan diantara beberapa akibatnya, menyebabkan peningkatan konsentrasi glukosa dalam darah. Penyakit ini dapat dibagi ke dalam beberapa tipe, tergantung dari penyebab dan perjalanan penyakitnya.8) Penelitian epidemiologik menunjukkan bahwa DM tipe 2 muncul karena berbagai kumpulan defek genetik atau polimorfisme dan setiap defek membawa resiko dan akan dipengaruhi oleh factor lingkungan.11) Maka dari itu, penyebab DM tipe 2 adalah multifaktorial, dan salah satu yang sangat penting adalah faktor genetik, bahkan jika dibandingkan dengan DM tipe 1. hal ini berdasarkan penemuan dari hasil peneletian yang menyatakan bahwa Diantara kembar identik, bila salah satu terkena DM tipe 2, maka yang lain mempunyai kemungkinan 68-80 % terkena DM. Pada anak dengan orang tua penderita DM tipe 2 dan kembar non identik, resiko untuk terkena DM tipe 2 adalah 20-40 % dan 5-7 %.11) Namun tidak seperti DM tipe 1, faktor genetik pada DM tipe 2 tidak terkait pada gen HLA.11) Gaya hidup jelas mempunyai peranan penting dan akan menjadi salah satu penyebab DM bila ditemukan obesitas. Obesitas , khususnya obesitas viseral atau sentral (ditandai dengan ratio pinggang-pinggul) sangat umum pada DM tipe 2.11) Pada diabetes mellitus tipe 2 terjadi apa yang disebut dengan defisiensi insulin relative, di mana terjadi resistensi insulin perifer, disertai dengan adanya gangguan produksi insulin oleh sell beta pankreas, yang pada kelanjutannya akan berakhir pada kegagaan sel beta pankreas.8) 9) 5) Adapun pada diabetes melitus tipe 2 juga terjadi keadaan produksi glukosa hepatik yang berlebihan, dan metabolisme lemak yang abnormal.11) Namun defek metabolik utama yang menjadi karakteristik DM tipe 2 adalah resistensi insulin perifer dan gangguan sekresi insulin.9) 11) Pada keadaan yang menyebabkan munculnya resistensi insulin perifer, seperti pada obesitas, belum dapat dikatakan telah terjadi DM tipe 2 karena selama pankreas masih dapat mengkompensasi kondisi patologis tersebut, belum akan terjadi hiperglikemia.9) Dalam hal ini pasien tidak mutlak bergantung pada suplai insulin dari luar, terutama pada fase-fase awal, karena tubuh masih dapat memproduksi insulin walaupun produksinya terganggu.8) 9) Pada fase awal kelainan, toleransi glukosa masih memperlihatkan keadaan mendekati normal

Page 4: DM Dan Insulin

begitu juga dengan resistensi insulin. Hal ini dikarenakan Sel Beta Pankreas mengkompensasinya dengan peningkatan sekresi insulin. Ketika terjadi resistensi insulin dan dikompensasi dengan hiperinsulinemia dalam waktu lama, pankreas pada kebanyakan individu tidak dapat mempertahankan keadaan hiperinsulinemia sehinga membuat seseorang jatuh kedaam kondisi Toleransi Glukosa Terganggu (TGT).11) Progresifitas perjalanan penyakit dari toleransi glukosa yang normal ke toleransi glukosa terganggu pada awalnya akan ditandai dengan peningkatan level gukosa postprandial.9) Lebih jauh lagi, menurunan sekresi insulin dan peningkatan produksi glukosa hepatik akan mengakibatkan kondisi diabetes dengan hiperglikemia puasa. Pada akhirnya kegagalan sel beta pankreas pun terjadi.11)Umumnya diabetes melitus tipe dua terjadi pada usia diatas 40 tahun. Namun pada temuan terbaru ternyata didapatkan diabetes mellitus tipe 2 yang terdiagnosa pada anak usia 2 tahun dengan riwayat keluarga diabetes mellitus. Jika pada seseorang terdapat disposisi genetik yang kuat, maka diabetes melitus dapat terjadi pada usia muda yang di sebut MODY (Maturity Onset of Diabetes in Young).8) 

Resistensi insulin periferResistensi insulin adalah penurunan kemampuan insulin untuk berkerja efektif pada jaringan target, terutama otot, hati dan lemak, dan merupakan gambaran penting DM tipe 2. Hal ini merupakan hasil kombinasi keterlibatan genetik dengan obesitas.10) Resistensi insulin tidak hanya terjadi pada DM tipe 2, pada obesitas dan kehamilan, sensitifitas jaringan terhadap insulin juga menurun (bahkan ketika tidak ada penyakit DM), dan kadar insulin dalam serum dapat meningkat untuk mengkompensasi resistensi insulin.10) 11)Dasar-dasar molekuler untuk resistensi insulin masih belum jelas. Mungkin ada penurunan dalam jumlah reseptor insulin, dan yang lebih penting adalah adanya gangguan pada sinyal post reseptor yang diberikan insulin.11) Sebagai contoh, defek sinyal Proinsulin-3-kinase akan mengurangi translokasi GLUT4 ke membran plasma.10) Seperti diketahui, ikatan insulin dan reseptornya menyebabkan translokasi GLUTs terhadap sel membrane yang akan memfasilitasi pengambilan glukosa oleh sel. Diduga pengurangan sintesis dan translokasi GLUTs pada otot dan sel-sel lemak menjadi penyebab dasar dari insulin resisten yang terdapat pada obesitas dan juga pada DM tipe 2.11) Sebagian besar penderita diabetes melitus tipe 2 memiliki berat badan berlebih. Obesitas terjadi dengan penyebab yang multifaktorial, beberapa dari hal tersebut adalah faktor genetik, asupan makanan yang berlebihan, dan aktifitas fisik yang kurang. Ketidakseimbangan antara asupan dan pengeluaran energi akan menyebabkan peningkatan konsentrasi asam lemak (FFA) di dalam darah.7) Hal ini selanjutnya akan menurunkan penggunaan glukosa di otot dan jaringan lemak. Akibatnya, terjadi resistensi insulin di otot skelet dan hati yang merangsang terjadinya hiperinsulinemia. Karena adanya penurunan regulasi insulin, resistensi insulin akan semakin meningkat.7) 10) Pada keadaan obesitas, terjadi suatu mekanisme perubahan metabolik yang belum jelas dimengerti, yang mana terjadi perubahan sesitivitas jaringan adiposa terhadap insulin untuk menyesuaikan berat badan, selera makan, dan pengeluaran energi.10)Pada DM tipe 2, resistensi insulin di hati mencerminkan kegagalan hiperinsulinemia untuk menekan glukoneogenesis, yang berakibat pada hiperglikemik puasa dan penurunan penyimpanan glikogen oleh hati pada keadaan pos prandial. Peningkatan produksi glukosa hepatik biasanya terjadi pada fase awal rangkaian perkembangan diabetes, namun demikian mungkin juga terjadi setelah kondisi sekresi insulin abnormal dan resistensi insulin di otot skelet. Sebagai akibat dari resistensi insulin di jaringan adiposa dan pada obesitas, FFA dari jaringan adiposa meningkat, yang berakibat pada peningkatan sintesis lipid (VLDL dan Trigliserid) dalam hepatosit. Penumpukkan lipid dalam hati tersebut akhirnya dapat barakhir pada penyakit perlemakan hati non-alkoholik (NAFL) dan tes fungsi hati yang abnormal. Hal ini juga yang menyebabkan terjadinya dislipidemia pada DM tipe 2 (peningkatan TG, penurunan HDL, peningkatan LDL).10) 

Page 5: DM Dan Insulin

Keadaan resistensi insulin secara fisiologik akan menyebabkan ketidakmampuan insulin untuk menetralisir glukosa, sehingga terjadi hiperglikemia persisten, dan stimulasi terus-menerus tehadap sel beta pankreas sebagai tindakan kompensasi tubuh.10) 

Gangguan sekresi insulinPada sebagian besar kasus diabetes melitus tipe 2, terjadi penundaan respon insulin segera yang diikuti dengan fase hipersekresi sekunder insulin, baik itu sebagai akibat dari kerusakan sel beta yang diturunkan maupun yang didapat, atau sebagai respon kompensasi terhadap resistensi insulin perifer untuk menjaga keadaan toleransi glukosa normal.7) 10) Dalam waktu yang lama sekresi insulin akan berkurang secara bertahap. Penyebab terjadinya penurunan kapasitas sekresi insulin pada DM tipe 2 belum sepenuhnya jelas. Hal tersebut kemungkinan terjadi akibat adanya cacat genetik tambahan yang berakibat kepada kegagalan sel beta pankreas, atau ada asumsi lain yang menyatakan adanya penumpukan metabolit intermediet glukosa di dalam sel beta pankreas yang menyebabkan kerusakan dan kegagalan fungsi sel beta.7) 10) Akhir-akhir ini penelitian difokuskan juga pada peranan amylin pada pathogenesis DM tipe 2. 37 asam amino peptide ini secara normal diproduksi oleh sel beta bersamaan dengan insulin, lalu keduanya disekresikan sebagai respon terhadap pencernaan makanan. Pada pasien DM tipe 2, amylin tampaknya berkumpul di ruang sinusoid di luar sel beta, berkontak erat dengan membran sel beta. 10) 11) Hal ini kemungkinan menjadi penyebab terganggunya transport glukosa terhadap sensor glukosa pada sel beta pankreas.7) Progresifitas kerusakan dan kegagalan sel tersebut dapat diperlambat dengan deteksi dini yang diikuti dengan pemberian obat-obatan jenis insulin sensitizer.7)Lingkungan metabolik pada diabetes juga memberi dampak negatif terhadap fungsi pulau-pulau Langerhans. Sebagai contoh, Keadaan hiperinsulinemia kronik akan menghambat sekresi insulin karena adanya mekanisme feedback negatif dan juga menghambat kerja insulin. Begitu juga dengan keadaa hiperglikemia kronis yang justru mengganggu fungsi sel beta (keracunan Glukosa) dengan mengganggu respon sekresi insulin terhadap glukosa beserta sensitifias sel terhadap insulin dan berakibat pada keadaan hiperglikemia yang lebih buruk. Kemajuan dalam pengontrolan kadar gula darah berhubungan dengan peningkatan fungsi sel beta.7) 10) 11)Sebagai tambahan, peningkatan kadar asam lemak bebas (FFA) dan makanan kaya lemak juga memperburuk fungsi sel beta. Massa sel beta berkurang pada individu dengan diabetes tipe 2 yang lama.10) 11)

Patofisiologi Diabetes Melitus AkutPada keadaan defisiensi insulin relatif, masalah yang akan ditemui terutama adalah hiperglikemia dan hiperosmolaritas yang terjadi akibat efek insulin yang tidak adekuat.8) 6) Hiperglikemia pada diabetes melitus terjadi akibat penurunan pengambilan glukosa darah ke dalam sel target, dengan akibat peningkatan konsentrasi glukosa darah setinggi 300 sampai 1200 mg per 100ml.6) 7) Hal ini juga diperberat oleh adanya peningkatan produksi glukosa dari glikogen hati sebagai respon tubuh terhadap intracell starvation.6) Keadaan defisiensi glukosa intrasel ini juga akan menimbulkan rangsangan terhadap rasa lapar sehingga frekuensi rasa lapar meningkat (polifagi). Penimbunan glukosa di ekstrasel akan menyebabkan hiperosmolaritas.8) Kadar glukosa plasma yang tinggi (di atas 180 mg%) yang melewati batas ambang bersihan glukosa pada filtrasi ginjal, yaitu jika jumlah glukosa yang masuk tubulus ginjal dalam filtrat meningkat kira-kira diatas 225mg/menit, maka glukosa dalam jumlah bermakna mulai dibuang atau terekskresi ke dalam urin yang disebut glukosuria.4) 6) Keberadaan glukosa dalam urin menyebabkan keadaan diuresis osmotik yang menarik air dan mencegah reabsorbsi cairan oleh tubulus sehingga volume urin meningkat dan terjadilah poliuria.8) 4) 6) Karena itu juga terjadi kehilangan Na dan K berlebih pada ginjal.8)Pengeluaran cairan tubuh berlebih akibat poliuria disertai dengan adanya hiperosmolaritas

Page 6: DM Dan Insulin

ekstrasel yang menyebabkan penarikan air dari intrasel ke ekstrasel akan menyebabkan terjadinya dehidrasi, sehingga timbul rasa haus terus-menerus dan membuat penderita sering minum (polidipsi).6) 8) Dehidrasi dapat berkelanjutan pada hipovolemia dan syok, serta AKI akibat kurangnya tekanan filtrasi glomerulus.6) Jadi, salah satu gambaran diabetes yang penting adalah kecenderungan dehidrasi ekstra sel dan intra sel, dan ini sering juga disertai dengan kolapsnya sirkulasi.6)Dan perubahan volume sel akibat keadaan hiperosmotik ekstrasel yang menarik air dari intrasel dapat mengganggu fungsi sel-sel dalam tubuh.6) 8)

Patofisilogi Diabetes Melitus KronikKelainan metabolik pada keadaan defisiensi insulin akan menyebabkan gangguan atau komplikasi yang luas dan irreversibel dalam tubuh jika tidak diterapi secara adekuat dalam beberapa tahun atau dekade.8) Hal yang berperan penting dalam menyebabkan komplikasi tersebut adalah keadaan hiperglikemia yang menahun.8)Seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya, ada beberapa organ target yang mampu menerima glukosa dari darah tanpa memerlukan bantuan insulin, seperti organ syaraf, hati, dan lensa mata. Keberadaan glukosa dalam sel yang mengandung enzim aldoreduktase akan tereduksi oleh enzim tersebut menjadi sorbitol yang merupakan suatu alkohol heksahidrat yang tidak dapat keluar melalu membran sel sehingga akan menumpuk didalam sel dan menyebabkan pembengkakan sel.8) Penumpukan sorbitol dilensa mata akan menarik air dan selanjutnya menyebabkan kekeruhan pada lensa mata atau disebut katarak.8) Penumpukan sorbitol dalam sel schwann dan neuron akan mengganggu konduksi syaraf yang menyebabkan polineuropati diabetikum. Hal ini terutama mngganggu sistem syaraf otonom, refleks, dan sistem syaraf sensorik.8)Karena hiperosmolaritas ekstrasel yang akan menarik air dari intrasel, bersamaan dengan metabolisme sel yang abnormal dan gangguan elektrolit, akan mengganggu fungsi sel-sel tubuh dan merusak sel (sel akan menyusut dan lisis).6) 8) Salah satu contohnya adalah kerusakan sel-sel limfosit yang akan berakibat pada penurunan imunitas tubuh sehingga penderita diabetes melitus menjadi lebih rentan terhadap infeksi.8) Hiperglikemia akan meningkatkan pembentukan protein plasma yang mengandung gula, seperti fibrinoen, haptoglobin, serta beberapa faktor pembekuan (V,VI,VII,VIII). Hal ini akan berakibat pada peningkatan viskositas darah dengan peningkatan resiko trombosis.8) Selain itu, glukosa dalam darah akhirnya akan mengalami suatu proses glikosilasi. Produk hasil dari glikosilasi ini akan berikatan dengan reseptornya masing-masing di membran sel sehingga meningkatkan pengendapan kolagen di membran basalis pembuluh darah. Hal ini menyebabkan penurunan elastisitas dan penebalan dinding pembuluh darah yang berakibat pada timbulnya mikroangiopati.8) Mikroangiopati pada pembuluh darah retina akan menyebabkan kebutaan karena retinopati diabetikum.8) Proses glikosilasi pada glomerulus akan menimbulkan glomerulosklerosis yang menyebabakan nefropati diabetikum dan timbul dengan gejala proteinuria dan penurunan litrasi glomerulus, dan hipetensi.8) Keadaan hiprglikemia yang berkepanjangan mungkin dapat menyebabkan kelelahan sel beta pankreas yang bekerja berat terus menerus untuk memproduksi insulin, sehingga pada suatu titik, produksi innsulin oleh sel beta pankreas berkurang ataupun bahkan sama sekali berhenti (defisiensi insulin absolut). Keadaan defisiensi insulin dalam tubuh akan berpengaruh pada proses metabolisme protein dan lemak dalam tubuh. Karena terjadi penurunan kadar insulin, maka terjadilah proses proteolisis dan lipolisis yang juga terjadi sebagai pengganti energi tubuh yang tidak terpenuhi oleh glukosa.1) Proteolisis dari organ otot akan menyebabkan penurunan masa otot dan gejala kelemahan otot. Selain itu bersamaan dengan lipolisis menyebabkan penurunan berat badan.6) 8) Pembakaran asam lemak sebagai pengganti energi menyebabkan penumpukan badan keton, yaitu kadar asam aseto asetat dan asam beta hidroksibutirat, yang dapat meningkat dari 1

Page 7: DM Dan Insulin

mEq / l sampai setinggi 10 mEq, sehingga hal ini jelas meningkatkan keasaman darah (asidosis metabolik).7) 8) Sebagai kompensasi dari asidosis metabolik yang terjadi, tubuh berusaha mengeluarkan asam dalam bentuk pernapasan yang dalam dan pendek (kussmaul) yang berbau khas aseton.8)Efek kedua yang lebih penting dalam proses asidosis adalah penurunan konsentrasi natrium yang disebabkan oleh efek berikut : asam –asam keto mempunyai ambang eksresi ginjal yang rendah; oleh karena itu, bila kadar asam-asam keto pada Diabetes meningkat, sebanyak 10-200 gr asam-asam keto dapat diekskresi dalam urin tiap hari. Karena asam keto merupakan asam kuat sementara sangat sedikit yang dapat diekskresi dalam bentuk asam karenanya asam keto diekskresi berikatan dengan natrium yang berasal dari cairan ekstra sel. Sebagai akibatnya konsentrasi natrium cairan ekstra sel berkurang, dan natrium diganti oleh peningkatan jumlah ion hidrogen sehingga meningkatkan asidosis.6)Asam lemak dalam hati akan dibentuk menjadi trigliserida dan meningkatkan pembentukan VLDL. Hal ini menyebabkan hiperlipidemia yang bersamaan dengan peningkatan resiko trombosis dan hipertensi, menimbulkan makroangiopati karena pengendapan lipid pada dinding vaskular yang mengakibatkan aterosklerosis.7) 8) Dan berakhir dengan penyakit pembuluh darah koroner, pembuluh darah serebri, dan penyakit pembuluh darah perifer.8) maka dari itu, diabetes malitus akan meningkatkan resiko PJK, stroke, dan salah satu diantara kompikasi yang sering terjadi adalah ulkus diabetikum.6) 8)Glukosa dalam darah juga akan berikatan dengan HbA dan membentuk HbA1c yang peningkatan kadarnya didalam darah akan menggambarkan kondisi hiperglikemia dalam waktu 2 bulan terakhir. Afinitas O2 pada HbA1c ini lebih tinggi dibanding afinitas O2 pada HbA. Hal ini bersamaan dengan penurunan BPG yang juga terjadi pada keadaan hiperglikemia yang menetap akan meningkatkan afinitas O2 sehingga O2 sulit dilepaskan di perifer.8)

BAB IVPENGOBATAN DIABETES MELLITUS TERKINIPada orang normal atau tidak diabetes, insulin bekerja untuk meningkatkan pengambilan glukosa selular dan dengan begitu terjadi penurunan kadar glukosa dalam plasma, sementara itu glukagon bekerja meningkatkan kadar glukosa plasma dengan cara meningkatkan produksi glukosa hati (hepatic glucose production – HGP) dan glukoneogenesis. Meningkatnya konsentrasi glukosa dalam plasma akan memberikan sinyal untuk sekresi insulin dan supresi sekresi glukagon, sehingga terbentuk keseimbangan homeostasis glukosa normal.Setelah makan, sekresi insulin akan meningkat agar terjadi pengambilan glukosa postprandial pada hati dan jaringan perifer. Glokagon bekerja secara berlawanan yaitu sekresi glukagon menjadi berkurang. Pada saat glukosa rendah dalam plasma, sekresi glukagon akan meningkatkan konsentrasi glukosa plasma dengan menstimulasi pemecahan glikogen yang tersimpan dalam hati menjadi glukosa dan meningkatkan hepatic gluconeogenesis. Glukagon berfungsi untuk regulatory counterpart insulin dalam menjaga homeostasis glukosa normal.Dr Pradana Soewondo, SpPD- KEMD Staf Divisi Metabolik – Endokrin ,Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia RS. Dr. Cipto Mangunkusumo mengatakan di dalam tubuh juga terdapat hormon inkretin yang berperan dalam pengaturan kadar gula darah. Hormon Inkretin terdiri dari GLP-1 (glucagon-like peptide-1) dan GIP (glucose-dependent insulinotropic polypeptide). Hormon inkretin berfungsi untuk mengatur kontrol glukosa darah dan memperbaiki fungsi keseimbangan antara glukagon dan insulin dengan cara 'glucose-dependent manner. Pada orang diabetes melitus tipe 2, terjadi kekurangan inkretin sehingga keseimbangan glukagon dan insulin terganggu. Berkurangnya jumlah inkretin dikarenakan adanya penghambatan oleh DPP-4 (Dipeptidyl peptidase – 4). Dengan sedikitnya jumlah inkretin maka insulin yang dihasilkan tidak cukup. Keseimbangan insulin dan glukagon terganggu: insulin menurun, glukagon meningkat. Akibatnya kadar glukosa darah meningkat. Untuk itu diperlukan

Page 8: DM Dan Insulin

obat yang dapat menghambat DPP-4, supaya insulin meningkat, glukagon menurun, akibatnya kadar glukosa darah menjadi normal Vildagliptin merupakan Dipeptidyl peptidase – 4 Inhibitor (DPP-4 Inh) yang poten, selektif dan reversible. Melalui mekanisme aksi ini. Vildagliptin memperpanjang waktu kerja GLP-1 sehingga terjadi peningkatan insulin dan sekaligus menekan sekresi glukagon sehingga terjadi kontrol glukosa darah yang diinginkan. Vildagliptin memperbaiki sensitivitas sel alfa dan beta terhadap glukosa karena meningkatnya glucose-dependent insulin secretion dan menurunkan sekresi glukagon. Vildagliptin memperlihatkan kemampuan memperbaiki fungsi sel beta. Kerusakan progresif pada fungsi sel beta pancreas yang terjadi pada T2DM (Type 2 Diabetes Melitus) yang diikuti dengan hilangnya massa sel beta, lebih besar dikarenakan apoptosis yang meningkat. Vildagliptin merupakan satu-satunya jenis OAD yang juga bekerja terhadap sel alfa, interaksi obat yang minimal dan efektif sebagai pengobatan diabetes yang sudah gagal dengan terapi lain.

Pathophysiology of Heart Failure

The pathophysiology of heart failure involves changes in :

cardiac function

neurohumoral status

systemic vascular function

blood volume

integration of cardiac and vascular changes

Cardiac dysfunction precipitates changes in vascular function, blood volume, and neurohumoral status. These changes serve as compensatory mechanisms to help maintain cardiac output (primarily by the Frank-Starling mechanism) and arterial blood pressure (by systemic vasoconstriction). However, these compensatory changes over months and years can worsen cardiac function. Therefore, some of the most effective treatments for chronic heart failure involve modulating non-cardiac factors such as arterial and venous pressures by administering vasodilator and diuretic drugs.

Cardiac Function

Cardiac and Vascular ChangesAccompanying Heart Failure

Cardiac Decreased stroke volume & cardiac output

Increased end-diastolic pressure

Ventricular dilation or hypertrophy

Impaired filling (diastolic dysfunction)

Reduced ejection fraction (systolic dysfunction)

Vascular Increased systemic vascular resistance

Decresed aterial pressure

Impaired arterial pressure

Page 9: DM Dan Insulin

Impaired organ perfusion

Decreased venous compliance

Increased venous pressure

Increased blood volume

Overall, the changes in cardiac function associated with heart failure result in a decrease in cardiac output. This results from a decline in stroke volume that is due to systolic dysfunction, diastolic dysfunction, or a combination of the two. Briefly,systolic dysfunction results from a loss of intrinsic inotropy(contractility), most likely due to alterations in signal transduction mechanisms responsible for regulating inotropy. Systolic dysfunction can also result from the loss of viable, contracting muscle as occurs following acute myocardial infarction. Diastolic dysfunction refers to the diastolic properties of the ventricle and occurs when the ventricle becomes less compliant (i.e., "stiffer"), which impairs ventricular filling. Both systolic and diastolic dysfunction result in a higherventricular end-diastolic pressure, which serves as a compensatory mechanism by utilizing the Frank-Starling mechanism to augment stroke volume. In some types of heart failure (e.g., dilated cardiomyopathy), the ventricle dilates aspreload pressures increase in order to to recruit the Frank-Starling mechanism in an attempt to maintain normal stroke volumes.

Therapeutic interventions to improve cardiac function in heart failure include the use of cardiostimulatory drugs (e.g., beta-agonists and digitalis) that stimulate heart rate and contractility, and vasodilator drugs that reduce ventricular afterload and thereby enhance stroke volume.

Neurohumoral Status

Compensatory Mechanisms DuringHeart Failure

Cardiac Frank-Starling mechanism

Ventricular dilation or hypertrophy

Tachycardia

Autonomic Nerves Increased sympathetic adrenergic activity

Reduced vagal activity to heart

Hormones Renin-angiotensin-aldosterone system

Vasopressin (antidiuretic hormone)

Circulating catecholamines

Natriuretic peptides

Neurohumoral responses include activation of sympathetic nervesand the renin-angiotensin system, and increased release ofantidiuretic hormone (vasopressin) and atrial natriuretic peptide. The net effect of these neurohumoral responses is to produce arterial vasoconstriction (to help maintain arterial pressure), venous constriction (to increase venous pressure), and increased blood volume.  In general, these neurohumoral responses can be viewed as

Page 10: DM Dan Insulin

compensatory mechanisms, but they can also aggravate heart failure by increasing ventricular afterload (which depresses stroke volume) and increasing preload to the point where pulmonary or systemic congestion and edema occur. Therefore, it is important to understand the pathophysiology of heart failure because it serves as the rationale for drug therapy.

There is also evidence that other factors such as nitric oxide andendothelin (both of which are increased in heart failure) may play a role in the pathogenesis of heart failure.

Some drug treatments for heart failure involve attenuating the neurohumoral changes. For example, certain beta-blockers have been shown to provide significant long-term benefit, quite likely because they block the effects of excessive sympathetic activation on the heart. Angiotensin-converting enzyme inhibitors, angiotensin receptor blockers, and aldosterone receptor antagonists are commonly used to treat heart failure by inhibiting the actions of the renin-angiotensin-aldosterone system.

Systemic Vascular Function

In order to compensate for reduced cardiac output during heart failure, feedback mechanisms within the body try to maintain normal arterial pressure by constricting arterial resistance vessels through activation of the sympathetic adrenergic nervous system, thereby increasing systemic vascular resistance. Veins are also constricted to elevate venous pressure.  Arterial baroreceptors are important components of this feedback system.  Humoral activation, particularly the renin-angiotensin system and antidiuretic hormone (vasopressin) also contribute to systemic vasoconstriction.

Heightened sympathetic activity, and increased circulating angiotensin II and increased vasopressin contribute to an increase in systemic vascular resistance. Drugs that block some of these mechanisms, such angiotensin-converting enzyme inhibitors,angiotensin receptor blockers, improve ventricular stroke volume by reducing afterload on the ventricle. Arterial and venous dilators such as hydralazine and sodium nitroprusside are also used to reduce afterload on the ventricle.

Blood Volume

In heart failure, there is a compensatory increase in blood volume that serves to increase ventricular preload and thereby enhance stroke volume by the Frank-Starling mechanism. Blood volume is augmented by a number of factors. Reduced renal perfusion results in decreased urine output and retention of fluid. Furthermore, a combination of reduced renal perfusion and sympathetic activation of the kidneys stimulates the release of renin, thereby activating the renin-angiotensin system. This, in turn, enhances aldosterone secretion. There is also an increase in circulating arginine vasopressin (antidiuretic hormone) that contributes to renal retention of water. The final outcome of humoral activation is an increase in renal reabsorption of sodium and water. The resultant increase in blood volume helps to maintain cardiac output; however, the increased volume can be deleterious because it raises venous pressures, which can lead to pulmonary and systemic edema. When edema occurs in the lungs, this can result in exertional dyspnea (shortness of breath during exertion). Therefore, most patients in heart failure are treated with diuretic drugs to reduce blood volume and venous pressures in order to reduce edema.

Integration of Cardiac and Vascular Changes

Page 11: DM Dan Insulin

As described above, both systolic and diastolic heart failure lead to changes in systemic vascular resistance, blood volume, and venous pressures. These changes can be examined graphically by using cardiac and vascular function curves as shown below. The decrease in cardiac performance causes a downward shift in the slope of the cardiac function curve. This alone would lead to an increase in right atrial or central venous pressure (point B) as well as a large decrease in cardiac output. The increase in blood volume and venoconstriction (decreased venous compliance) causes a parallel shift to the right of the systemic vascular function curve (point C). Because systemic vascular resistance also increases, the slope of the vascular function curve shifts downward (point D). These changes in vascular function, coupled with the downward shift in the cardiac function curve, result in a large increase in right atrial or central venous pressure, which helps to partially offset the large decline in cardiac output that would occur in the absence of the systemic vascular responses. Therefore, the systemic responses help to compensate for the loss of cardiac performance; however, this compensation is at the expense of a large increase in venous pressure that can lead to edema and at the expense of an increase in systemic vascular resistance that increases the afterload on the left ventricle, which can further depress its output