conventional Insulin and Insulin Analogues in Clinical

download conventional Insulin and Insulin Analogues in Clinical

of 52

description

insulin

Transcript of conventional Insulin and Insulin Analogues in Clinical

  • 294

    PENDIDIKAN KEDOKTERAN BERKELANJUTAN ILMU PENYAKIT DALAM XXII-2007

    Agung Pranoto

    CONVENTIONAL INSULIN AND INSULIN ANALOGUES

    IN CLINICAL PRACTICE

    Agung Pranoto

    PENDAHULUAN

    Insulin awalnya ditemukan oleh Banting & Best dan digunakan di klinik sejak

    awal 1920 pada pasien Diabetes Mellitus (DM) (dikutip: Hendromartono, 2004;

    Tjokroprawiro & Pranoto, 2005). Insulin merupakan salah satu pengobatan tertua

    dan mendapat tempat yang paling baik dalam penelitian pengobatan DM. Insulin

    kovensional mempunyai keterbatasan dalam hal profil waktu kerja, sehingga masih

    menjadi kendala pengobatan. Tehnologi DNA rekombinan memungkinkan penemuan

    insulin analog jenis kerja cepat misalnya Insulin Aspart (NovoRapid), Lispro dan

    Glulisine yang memiliki efek kerja karakteristik mendekati lonjakan insulin secara

    fisiologis, sehingga dapat mengatasi berbagai keterbatasan yang dimiliki oleh insulin

    konvensional. Insulin bi-phasic aspart (NovoMix30), merupakan kombinasi larutan

    insulin aspart 30% dan insulin aspart protamine-crystallised yang mempunyai efek

    kombinasi insulin kerja menengah dan kerja cepat. NovoMix30 mempunyai efek

    glikemik prandial dan basal sekaligus sehingga dapat memberikan control glikemik

    yang lebih panjang waktunya.

    Pada masa sekarang ini insulin dipergunakan untuk semua Diabetes Mellitus

    Tipe 1 (DMT1) dan sebagian Diabetes Mellitus Tipe 2 (DMT2) dengan berbagai macam

    indikasi. Temuan di lapangan pada praktek sehari-hari pasien masih banyak yang

    segan menggunakan insulin meskipun telah disarankan dokter. Sedangkan dari pihak

    dokter masih sering didapat menunda penggunaan insulin dengan berbagai macam

    alasan medis ataupun non medis. Hasil penelitian pasien pengguna insulin masih

    banyak pula yang tidak bisa mencapai target AIC < 7 (UKPDS, 1995). Berbagai

    kendala tersebut menunjukkan bahwa terapi insulin sub optimal masih sering dijumpai

    pada praktek sehari-hari.

    Penelitian DCCT (Diabetes Control and Complications Trial) dan penelitian UKPDS

    (United Kingdom Prospective Diabetes Study) menunjukkan hasil bahwa kontrol

    glukosa darah yang ketat dapat memperlambat onset maupun progresifitas komplikasi

    Diabetes Mellitus tipe 1 dan tipe 2 (DMT1 dan DMT2). Beberapa laporan menunjukkan

    bahwa penggunaan insulin intravena mempunyai peran yang sangat penting didalam

    penanganan pasien rawat inap.

    Diabetes Mellitus Tipe 2 (DMT2) merupakan penyakit yang progresif dengan

    derajat hiperglikemia yang makin lama makin memberat terutama disebabkan

    penurunan sekresi insulin yang terjadi secara berkesinambungan. Terapi insulin yang

    lebih efektif mempunyai peran yang makin penting seiring dengan pemahaman

    mengenai perjalanan klinik dan progresifitas DMT2.

    Terapi insulin selama beberapa waktu mendapatkan tempat secara tradisional

    bahwa jika berbagai pengobatan alternatif oral lainya gagal. Dewasa ini dengan adanya

  • 295

    BAGIAN-SMF PENYAKIT DALAM FK. UNAIR RSU Dr. SOETOMO SURABAYA

    Conventional Insulin And Insulin Analogues In Cl inical Pract ice

    kemajuan yang sangat bermakna dalam terapi insulin, maka berbagai hambatan

    dimulainya terapi insulin pada DMT2 dapat diatasi. Pada perkembangan pengelolaan

    DMT2 yang didukung oleh bukti penelitian pendukung, maka terapi insulin saat ini

    dipergunakan sebagai terapi alternatif terapi dini, untuk bisa mendapatkan dan

    mempertahankan target terapi yang telah ditetapkan. Fase transisi Terapi kombinasi

    oral-insulin (TKOI) ke terapi insulin dapat dicapai dengan cara titrasi yang terstruktur

    dan evaluasi glukosa darah mandiri, sedemikian rupa sehingga dapat dengan mudah

    diikuti oleh pasien.

    Pada makalah ini akan disampaikan secara garis besar fisiologi regulasi hemostasis

    glukosa dan sekresi insulin , patogenesis DMT2, pilihan penggunaan insul in

    konvensional dan analog dalam praktek sehari-hari, rasionalisasi penggunaan insulin

    pada DMT2 (konsep terapi insulin augmentation, supplemental atau corrective,

    replacement dan short term rescue therapy), insulin kinetik, kontrol glikemik sebagai

    target terapi, berbagai regimen terapi insulin konvensional dan analog pada pasien

    DMT2, dan beberapa konsensus praktis terkini dalam pengelolaan DMT2.

    FISIOLOGI REGULASI HEMOSTASIS GLUKOSA DAN SEKRESI INSULIN

    Glukosa darah berasal dari karbohidrat yang diserap melalui usus dan glukosa

    hasil produksi dari hepar. Peningkatan absolut dari kadar glukosa darah akan

    merangsang pelepasan insulin. Influks glukosa post prandial kadarnya dapat mencapai

    20 sampai 30 kali lebih tinggi dibandingkan dengan produksi glukosa oleh hepar

    pada saat antar makan. Fase 1 pelepasan insulin berakhir dalam waktu 10 menit dan

    berefek menekan produksi glukosa hepar dan mencetuskan pelepasan insulin tahap

    2 yang berlangsung dalam waktu 2 jam dan cukup memenuhi pemasukan karbohidrat

    pada saat makan. Diantara makan sel beta pankreas mensekresi insulin jumlah kecil

    secara kontinu untuk mencukupi proses metabolik yang disebut insulin basal (Mayfield

    & White, 2004).

    Fungsi sel beta pankreas yang normal yaitu memberikan respon yang linear

    menurut kadar glukosa darah. Paparan glukosa yang tinggi dalam darah akan

    menyebabkan kenaikan drastis insulin darah dengan pola yang tajam dan selanjutnya

    akan turun dan mendatar kembali.

    Sekresi insulin basal orang dewasa sehat tanpa DM bervariasi antara 0,5-1,0

    Unit/jam. Insulin basal bertanggung jawab terhadap kelangsungan hemostasis glukosa

    basal. Insulin basal pada orang sehat tanpa DM berfungsi sebagai pengaturan

    kecepatan produksi glukosa yang berlebihan dari hepar melalui glikogenolisis dan

    glukoneogenesis. Sekresi insulin terjadi secara kontinu pada waktu antar makan dan

    sepanjang malam hari. Terapi insulin jangka menengah dan jangka panjang adalah

    usaha untuk menyerupai pola insulin basal, misalnya: penggunaan insulin analog

    glargine bertujuan menggantikan fungsi sekresi insulin basal.

    Sekresi insulin post prandial atau pasca stimulasi terjadi sebagai respon terhadap

    makanan atau snack pada beberapa saat sebelum makan dan berlangsung sampai

    30 menit berikutnya. Preparat insulin analog lispro dan aspart mempunyai profil yang

    lebih mirip jika dibandingkan dengan insulin regular (Mayfield & White, 2004; ADA 2002).

  • 296

    PENDIDIKAN KEDOKTERAN BERKELANJUTAN ILMU PENYAKIT DALAM XXII-2007

    Agung Pranoto

    Gambar1. Sekresi Insulin

    (dikutip: www.postgradmed.com/ issues/2003/06_03/ 1white.htm)

    Kadar Serum Insulin

    Insulin Basal

    Insulin Post Prandial

    Makan 8 Pagi 12 Siang 6 Sore

    Endogenous Insulin

    Insulin Basal

    PATOGENESIS OF DMT2

    Pasien DMT2 umumnya memiliki gangguan fungsi sekresi insulin dan aksi insulin.

    Gangguan fungsi sekresi insulin dapat bermanifestasi melalui 3 mekanisme antara

    lain: (Mayfield & White, 2004; Skyler, 2004)

    1. Penumpulan atau hilangnya respon insulin tahap pertama, sehingga sekresi

    insulin telambat dan gagal untuk mengembalikan lonjakan gula darah prandial pada waktu

    yang normal.

    2 . Penurunan sensitifitas insulin sebagai respon terhadap glukosa, sedemikian

    rupa sehingga hiperglikemia gagal memberikan stimulasi terhadap respon

    insulin yang wajar

    3. Secara umum penurunan kapasitas sekresi insulin terjadi secara progresif, makin

    lama sakit DM maka makin berat proses DM nya.

    Sebelum diagnosis DMT2 ditegakkan dan pemberian terapi dimulai, sebenarnya

    sel beta Pankreas memproduksi insulin berlebihan untuk mengakomodasi resistensi

    insulin, tetapi pada akhirnya sel beta Pankreas diganti dengan jaringan amyloid, dan

    produksi insulin mengalami penurunan. Pada saat diagnosis DMT2 ditegakkan,

    sebenarnya fungsi sel beta Pankreas yang normal tinggal 50%. Penelitian The United

    Kingdom Prospective Diabetes Study (UKPDS) mendemonstrasikan bahwa dengan

    berjalannya waktu fungsi sekresi insulin terus mengalami penurunan, meskipun pasien

    menjalani terapi diit, olahraga, metformin, sulfonylurea, atau insulin (UKPDS Study

    Group, 1995).

    Penurunan kapasitas sekresi insulin adalah proses yang dinamis dan bukan statis,

    sedemik ian rupa sehingga h iperglikemia kronis akan memberikan dampak

    terganggunya proses sekresi insulin yang dikenal dengan fenomena glucose toxicity.

  • 297

    BAGIAN-SMF PENYAKIT DALAM FK. UNAIR RSU Dr. SOETOMO SURABAYA

    Conventional Insulin And Insulin Analogues In Cl inical Pract ice

    Pada DMT2 . kontrol glikemik yang dekompensasi terjadi pula secara bersamaan

    dengan penurunan respon sekresi insulin. Hal terpenting adalah respon endogen

    insulin dengan beban makanan dapat mengalami perbaikan dengan koreksi dari

    hiperglikemia. Dengan demikian pencapaian kontrol glukosa darah normal akan

    memfasilitasi kontrol glukosa darah dalam jangka panjang (dikutip: Hendromartono,

    2004; Mayfield & White, 2004; Skyler, 2004; Tjokroprawiro & Pranoto, 2005).

    Pasien DMT2 umumnya juga mengalami gangguan aksi insulin (resistensi insulin)

    pada sel-sel target. Keadaan ini secara umum akan meningkatkan kebutuhan insulin.

    Seperti halnya sekresi insulin, gangguan aksi insulin ini merupakan proses yang

    dinamis dan tidak statis. Hiperglikemi kronik akan meningkatkan gangguan aksi

    insulin, yang merupakan bentuk manifestasi lain dari toksisitas glukosa. Dengan

    demikian, keadaan dekompensasi kontrol glikemik selalu disertai pula dengan

    penurunan aksi insulin. Hal yang penting lainnya adalah aksi insulin pada sel-sel

    target akan mengalami perbaikan yang bermakna jika hiperglikemia dapat dikoreksi

    Mayfield & White, 2004; Skyler, 2004).

    JENIS INSULIN DAN FARMAKOKINETIK

    Insulin yang digunakan pada saat ini umumnya adalah jenis recombinant human

    insulin. Insulin yang diproduksi dewasa ini memiliki kemurnian yang terjamin dengan

    urutan rantai asam amino yang identik dengan native human insulin, dimana urutan

    rantai asam amino dapat dimodifikasi untuk mendapatkan efek khusus yang

    diinginkan, sehingga bisa mempunyai efek cepat atau jangka panjang (Gambar 2).

    Insulin tradisional (misalnya: Reguler, NPH, dan ultralente) memiliki 2 bentuk

    sifat yang dapat menyebabkan komplikasi terapi. Pertama, profil penyerapan obat

    sering tak menentu, menyebabkan fluktuasi glukosa dari hari ke hari. Kedua, diperlukan

    koordinasi waktu injeksi dan jadwal makan agar onset kerja yang lambat dan aktifitas

    puncak menjadi sesuai. Insulin reguler harus disuntikkan 30 sampai 60 menit sebelum

    makan agar sesuai dengan influks glukosa post prandial. NPH dapat menyebabkan

    hipoglikemia selama efek puncak antara 4 10 jam pasca injeksi, jika pasien tidak

    makan snack. Insulin campuran premixed Insulin reguler dan NPH, mempunyai pola

    aktifitas insulin bimodal yang memerlukan jadwal dan jumlah makan yang cukup

    untuk 12 jam pasca injeksi (Mayfield & White, 2004; Skyler, 2004)

    Problem penggunaan insulin tradisional dapat dihindari dengan pemakaian insulin

    analog (misalnya: glargine, aspart, dan lispro). Perubahan urutan asam amino 1 sampai

    3 lokasi tertentu pada insulin manusia akan memberikan perubahan kecepatan absorpsi

    dan lebih mirip dengan profil yang ideal. Lispro dan aspart mulai aktif didalam waktu

    15 menit, dan mencapai puncak dalam 1 jam, sehingga dapat mirip dengan pelepasan

    insulin yang normal pada waktu makan. Glargine memberikan pola tanpa puncak

    dan pelepasan terus menerus selam 24 jam mirip dengan pola basal yang normal.

    Harga insulin analog umumnya lebih mahal 60 100% jika dibandingkan dengan

    insulin tradisional (dikutip: Mayfield and White, 2004).

    Terapi insulin yang paling ideal secara teori harus mirip dengan pelepasan insulin secara fisiologis,

    yaitu disebut terapi insulin basal-bolus, dengan komposisi kebutuhan insulin basal

    50-60% dan insulin bolus/prandial 40-50% (Gambar 3). Komposisi regimen insulin

  • 298

    PENDIDIKAN KEDOKTERAN BERKELANJUTAN ILMU PENYAKIT DALAM XXII-2007

    Agung Pranoto

    harus cocok dengan derajat hiperglikemi, faktor-faktor risiko yang terkait hipoglikemi,

    kondisi komorbid, kemampuan dan ketrampilan pasien menyerap informasi yang

    diberikan dokter, dan faktor harga.

    Pembagian Insulin atas dasar durasi waktu kerja insulin adalah sebagai berikut (Skyler,

    2004; dikutip: Mayfield and White, 2004; dikutip: Hendromartono, 2004; Tjokroprawiro

    & Pranoto, 2005):

    1. Insulin basal (Misalnya: neutral protamine Hagedorn (NPH) atau isophane insulin

    (Novolin N, Humulin N), ultralente (extended insulin zinc suspension), dan insulin

    analogue glargine.

    2. Isulin bolus atau meal time, misalnya: Insulin reguler (Actrapid), insulin analogue

    aspart (NovoRapid), lispro dan Insulin Glulisine.

    3. Insulin kombinasi misalnya, Insulin premixed NPH dan Insulin regular atau analog,

    merupakan insulin kombinasi basal dan bolus. Misalnya Insulin Mixtard (30/70)

    dari produksi PT NOVO. Insulin analog NovoMix30 merupakan kombinasi

    larutan insulin aspart 30% dan insulin aspart protamine-crystallised yang

    mempunyai efek kombinasi insulin kerja menengah dan kerja cepat yang

    merupakan kombinasi basal bolus.

    4. Insulin inhalalasi, transdermal, dan oral masih dalam taraf pengembangan.

    Terapi insulin basal glargine menghasikan A1C yang mirip dengan NPH, tetapi

    angka kejadian nocturnal hypoglycemia lebih rendah (4,0 versus 6,9 episoda per

    pasien-tahun), angka kejadian hipoglikemia berat lebih jarang (3,0 versus 5,1 episoda/

    pasien/tahun) (Yki-Jrvinen et al, 2000; Rosenstock et al, 2000; Riddle et al, 2003).

    Injeksi glargine pagi hari dengan dosis titrasi sehingga kadar GDP mencapai < 100

    mg/dl, menghasilkan kadar A1C lebih rendah (7,8% versus 8,1%) dan nocturnal

    hypoglycemia lebih rendah (17% versus 23%) (Fritsche et al, 2003).

    Absorpsi insulin.

    Mungkin aspek unik dan berseni sehubungan dengan terapi insulin adalah

    variabilitas absorpsi insulin antar pasien, dan pada pasien yang sama dari waktu ke

    waktu atau bahkan dari jam penyuntikan ke jadwal berikutnya. Pada kenyatannya

    kecepatan absorpsi berkisar antara 20 40% pada hari yang sama ke hari berikutnya,

    mengingat beberapa faktor antara lain variasi reaksi jaringan local, perubahan insulin

    sensitivity, aliran darah, kedalaman injeksi, dan jumlah insulin yang diberikan. Pada

    area perut menunjukkan kecepatan absorpsi lebih cepat, diikuti oleh area lengan

    dan paha. Perubahan sensitifitas insulin pada seseorang pasien dapat terjadi selama

    beberapa minggu atau bulan. Catatan pemeriksaan glukosa darah mandiri (self monitoring

    blood glucose/SMBG) sangat penting untuk pedoman penyesuaian dosis insulin

    (ADA, 2002).

  • 299

    BAGIAN-SMF PENYAKIT DALAM FK. UNAIR RSU Dr. SOETOMO SURABAYA

    Conventional Insulin And Insulin Analogues In Cl inical Pract ice

    Gambar 2. Onset of action berbagai macam preparat Insulin (dikutip: Mayfield

    and White, 2004)

    (NPH: Neutral Protamine Hagedorn)

    Kadar Plasma Insulin

    Regular (6-10 jam)

    NPH (12-20 jam)

    Ultralente (18-24 jam)

    Glargine (20-26 jam)

    0 2 4 6 8 10 12 14 16 18 20 22 24

    Jam

    Gambar 3. Profil ideal terapi insulin (dikutip: Mayfield and White, 2004).

    Insuli

    n Plasma (uU/mL)

    75

    50

    25

    4:00 8:00 12:00 16:00 20:00 24:00 4:00

    Makan Pagi Makan Siang Makan Malam

    Jam

    Kurva ideal

    terapi insulin

    normal

    Kurva insulin

    normal

  • 300

    PENDIDIKAN KEDOKTERAN BERKELANJUTAN ILMU PENYAKIT DALAM XXII-2007

    Agung Pranoto

    Karakteristik Farmakokinetik Insulin (Tabel 1A)

    (Mayfield and White, 2004; Dikutip: Hendromartono, 2004; Tjokroprawiro & Pranoto,

    2006)

    Insulin Aspart (NovoRapid), Lispro dan Glulisine. Insulin aspart (NovoRapid),

    lispro dan gl ilisine adalah suatu human insulin analog yang dibuat dengan

    menggunakan tehnik rekombinan DNA. Khusus Insulin Aspart (NovoRapid)

    dirancang dengan cara merubah posisi asam amino pada rantai B yaitu prolin pada

    posisi B28 dipindah pada posisi B29 dan lysine pada posisi B29 dipindah pada

    posisi B28 (Gambar 4). Perubahan ini menghasilkan sediaan insulin apabila diberikan

    subkutan akan lebih mudah berdisosiasi menjadi bentuk monomer sehingga cepat

    diabsorpsi dengan onset kerja 5 menit dan bisa mencapai puncak dalam waktu 1

    jam, sebaliknya pada insulin regular dalam bentuk hexamer memerlukan waktu yang

    lebih panjang untuk berdisosiasi menjadi bentuk monomer. Insulin lispro ini mempunyai

    lama kerja (duration of action) yang lebih singkat yaitu sekitar 4 jam, keadaan ini

    mempunyai keuntungan menurunkan risiko late hypoglycemia dibandingkan dengan

    insulin reguler. Perbedaan struktur ini juga dapat mencegah insulin lispro berikatan

    dengan antibodi human insulin, sehingga pemakaian insulin lispro aman bagi penderita

    yang alergi terhadap insulin. Insulin kerja cepat ini digunakan untuk menyerupai sekresi

    insulin fase pertama, dimana Pankreas normal mengadakan respon terhadap makanan

    dengan pengeluaran insulin bolus. Efek onset yang cepat memungkinkan insulin

    dapat serasi dengan peningkatan glukosa darah setelah pemasukan karbohidrat.

    Insulin harus diinjeksikan segera saat mulai makan, tetapi khusus pada anak-anak

    dapat diberikan setelah makan mengingat pada anak-anak jumlah pemasukan kalori

    sulit diperkirakan. Mengingat efek yang sangat cepat maka diperlukan insulin basal

    agar tidak terjadi hiperglikemia pada saat sebelum makan berikutnya. Insulin Aspart

    (NovoRapid), Lispro dan Glulisine saat ini sudah beredar di Indonesia.

    Insulin regular. Meskipun insulin ini ditujukan untuk memenuhi kebutuhan insulin

    pada saat makan, umumnya harus diinjeksikan 30-45 menit sebelum makan, mengingat

    onset kerja agak lambat. Sehingga efek insulin kurang dapat diprediksikan dan berefek

    lebih lama, dan mungkin tejadi suatu waktu senjang (lag time) antara injeksi dan

    mulai terjadinya efek penurunan glukosa darah. Disamping penggunaan utama sebagai

    insulin kerja pendek pada regimen injeksi multiple, insulin regular dapat digunakan

    untuk keperluan sebagai berikut:

    1 Dapat digunakan dengan insulin kerja cepat analog untuk menjembatani

    keperluan insulin diantara jadwal makan, misalnya, injeksi insulin kerja cepat

    analog tentunya tidak dapat mencukupi kebutuhan saat antara makan pagi

    dan siang.

    2 Mengingat efek insulin regular baru berakhir 8 jam, maka insulin regular dapat

    berkontribusi sebagai insulin basal dan mencegah kenaikan glukosa darah

    jika waktu antar makan cukup panjang.

    Jika kandungan lemak pada makanan tinggi sehingga memperlambat pencernaan

    karbohidrat, maka penambahan insulin regular pada insulin kerja cepat analog dapat

    menjamin kebutuhan insulin saat diperlukan.

  • 301

    BAGIAN-SMF PENYAKIT DALAM FK. UNAIR RSU Dr. SOETOMO SURABAYA

    Conventional Insulin And Insulin Analogues In Cl inical Pract ice

    Gambar 4. Struktur Insulin Aspart (NovoRapid)

    B28

    B30

    B1

    A1

    A21

    Lys

    Thr

    Asp

    Thr Thr

    Thr

    Phe

    Phe

    Gly

    Arg

    Glu

    Gly

    Cys

    Val

    Leu

    Tyr

    Leu

    Ala

    Glu

    Val

    Leu

    His

    Ser

    Gly

    Cys Leu His Gln

    Phe

    Val Asn

    Asn

    Cys

    Tyr

    Asn

    Glu

    Leu

    Gln

    Tyr

    Leu

    Ser

    Cys Ile

    Ser Thr Cys Cys

    Gln

    Glu

    Val

    Ile

    Gly

    Pro

    Asp

    NPH. Insulin ini sangat bagus untuk mengobati hiperglikemia yang disebabkan oleh

    dawn phenomenon. Puncak aktifitas insulin adalah 6 10 jam, sehingga pemberian

    injeksi NPH menjelang tidur malam insulin akan bekerja pada pagi hari antara jam

    04.00 08.00, yaitu bertepatan dengan saat kenaikan glukosa yang terjadi pada

    pasien yang mengalami dawn phenomenon. Demikian pula, pemberian insulin

    sebelum sarapan pagi dapat menjaga kadar glukosa darah antara pagi hari menjelang

    siang, dimana efek insulin lispro atau insulin aspart mulai menghilang. NPH sering

    pula digunakan untuk menstimulasi insulin basal dengan pemberian dosis multiple.

    Insulin Kombinasi atau Campuran. Untuk mendapatkan efek terapi yang adekuat

    insulin intermediate membutuhkan waktu kerja beberapa jam, sehingga terutama

    pada diabetes mellitus tipe 1 membutuhkan insulin prandial (regular insulin) untuk

    dapat mengendalikan glukosa darah prandial, sedangkan insulin in termediate

    bertujuan untuk mengendalikan glukosa darah basal. Untuk mendapatkan efek tersebut

    sering dilakukan dengan mencampur regular insulin dengan intermedaite insulin dalam

    satu semprit dan diberikan subkutan dalam dosis terbagi yaitu sebelum makan pagi

    dan sebelum makan malam. Di pasaran sudah ada kemasan campuran dengan

  • 302

    PENDIDIKAN KEDOKTERAN BERKELANJUTAN ILMU PENYAKIT DALAM XXII-2007

    Agung Pranoto

    komposisi 70% NPH dan 30% reguler (Novolet Mixtard, Mixtard 70/30, Humulin 70/

    30), Humulin 50/50 (50%NPH, 50% reguler), didapatkan juga kemasan NPL (neutral

    protamine lispro) 75/25, 50/50, 25/75 (dikutip: Hendromartono, 2004). Insulin bi-phasic

    a s p a r t ( N o v o M i x 3 0 ), merupakan kombinasi larutan insulin aspart 30% dan insulinaspart protamine-crystallised yang mempunyai efek kombinasi insulin kerja menengah

    dan kerja cepat. NovoMix30 mempunyai efek glikemik prandial dan basal sekaligus

    sehingga dapat memberikan kontrol glikemik yang lebih panjang waktunya.

    Lente. Insulin ini merupakan kombinasi dari insulin ultralente dan semilente.

    Kadang-kadang insulin lente sulit diprediksi pola kerjanya mengingat 80% diantaranya

    mempunyai puncak kerja antara 8 12 jam, tetapi dilain waktu insulin-insulin tersebut

    bekerja terpisah atau aksi insulin tertentu bisa mendominasi insulin lainnya.

    Ultralente. Insulin manusia bersifat jangka panjang ini didesain untuk bekerja

    secara konstan selama 24 jam. Meskipun insulin ini telah lama dipergunakan pada

    banyak pasien, tetapi daya ker janya tidak konsisten atau datar seperti yang

    diharapkan. Aksi insulin seringkali sulit diantisipasi disebabkan absorpsinya sulit untuk

    diprediksi.

    Insulin glargine. Insulin glargine adalah insulin analog yang long-acting, dengan

    profil khasnya tanpa puncak (peakless profile), masa kerja 24 jam dan memberikan

    efek metabolik lebih halus daripada NPH.. Meskipun nocturnal hypoglycaemia rendah

    tetapi kontrol glukosa puasa lebih baik dari intermediate-acting insulin. Insulin Glargine

    (21A-Gly-30Ba-L-Arg-human insulin) dirancang untuk menggeser titik isoelektrik dari

    pH 5.4 (human insulin) menjadi 6.7 hingga membuat molekul ini lebih mudah larut di

    lingkungan pH asam. Setelah disuntikkan subkutan IG membentuk mikropresipitat

    yang stabil pada pH 6.7. Dengan demikian absorpsi IG dihambat dan bertahan lama

    serta mampu menyediakan insulin basal yang cukup stabil. Insulin ini merupakan

    insulin basal yang sesungguhnya, yang dapat menjamin glukosa darah dengan datar

    dan aksinya yang konsisten selama 24 jam. Waktu penyerapan dari jaringan subkutan

    sangat terkontrol dan mudah diprediksikan. Insulin glargine tidak dapat dicampur

    dengan preparat insulin jenis lainnya bersamaan pada satu injeksi syringe (dikutip:

    Hendromartono, 2004).

    Insulin di masa mendatang. Berbagai macam cara untuk memasukkan insulin

    eksogen ke dalam tubuh telah dikembangkan sejak lama. Pada saat ini, preparat

    insulin eksogen yang banyak digunakan adalah dalam bentuk larutan yang diberikan

    baik secara injeksi subkutan ataupun secara intravena (bolus dan continous dengan

    syring pump).

    Di negera barat saat ini telah dikembangkan pemberian larutan insulin secara continous

    subcutan insulin infusion (CSSI) dengan memakai alat khusus seperti Minimed

    Paradigm,

    Minimed

    508, Disetronic D-TRON Plus, Disetronic H-TRON Plus, Animas R-1000,

    SOOIL DANA, Deltec Cosmo

    TM

    , dan Nipro Amigro. Alat-alat untuk CSSI ini dapat

    berupa merupakan external system dan implatable system yang dilengkapi dengan

    alat sensor kadar glukosa yang terintegrasi. Saat ini alat CSSI (di negara maju) sudah

    dipasarkan secara luas dan telah diuji keamanaannya baik secara tehnik maupun

    klinis. Metode CSSI dengan pump ini dapat memperbaiki insulin basal dan bolus

    karena dapat mengeluarkan insulin dengan kecepatan yang bervariasi sesuai dengan

  • 303

    BAGIAN-SMF PENYAKIT DALAM FK. UNAIR RSU Dr. SOETOMO SURABAYA

    Conventional Insulin And Insulin Analogues In Cl inical Pract ice

    kebutuhan indiv idu. Namun sayangnya a lat ini cukup mahal, membutuhkan

    pengalaman tehnik pemasangan yang baik. Metode lain pemberian insulin eksogen

    yang saat ini masih dalam taraf pengembangan adalah secara inhalasi, transdermal

    patch, peroral baik berupa tablet, kapsul, maupun cairan (dikutip: Hendromartono,

    2004).

    Tabel 1A. Jenis Insulin (ADA, 2002; Mayfield and White, 2004; Dikutip: Hendromartono, 2004;

    Tjokroprawiro & Pranoto, 2005; Pranoto, 2006)

    Produksi Farmasi

    Insulin analog kerja cepat (Rapid acting analogs)

    Humalog (Insulin Lispro)

    NovoRapid (Insulin Aspart)

    Apidra (Insulin Glulisine)

    Insulin jangka pendek (Short acting)

    Humulin R (regular)

    Novolin R (regular)*

    Velosulin BR (reguler buffer)*

    Actrapid

    Novolet Actrapid

    Iletin II R (regular pork)*

    Insulin jangka menengah (Intermediate acting)

    Humulin L (Lente)

    Humulin N (NPH)

    Novolin L (Lente)*

    Novolin N (NPH)*

    Insulatard Human

    Novolet Insulatard

    Monotard Human

    Iletin II L (Lente pork)*

    Iletin II N (NPH pork)*

    Insulin jangka panjang (Long acting)

    Humulin U (Ultralente)

    Insulin analog jangka panjang (Long acting analog)

    Lantus (insulin glargine)

    Kombinasi

    Novolet Mixtard

    Mixtard 70/30

    Humulin 50/50 (50% NPH, 50% regular)*

    Humulin 70/30 (70% NPH, 30% regular)

    Humalog 75/25 (75% insulin lispro protamine

    suspension (NPL), 25% insulin lispro

    Novolin 70/30 (70% NPH, 30% regular)*

    NovoMix30 biphasic insulin Aspart

    Lily

    Novo Nordisk

    Aventis

    Lily

    Novo Nordisk

    Novo Nordisk

    Novo Nordisk

    Novo Nordisk

    Lily

    Lily

    Lily

    Novo Nordisk

    Novo Nordisk

    Novo Nordisk

    Novo Nordisk

    Novo Nordisk

    Lily

    Lily

    Lily

    Aventis

    Novo Nordisk

    Novo Nordisk

    Lily

    Lily

    Lily

    Novo Nordisk

    Novo Nordisk

    Catatan: * Belum atau tidak beredar di Indonesia

  • 304

    PENDIDIKAN KEDOKTERAN BERKELANJUTAN ILMU PENYAKIT DALAM XXII-2007

    Agung Pranoto

    TERAPI INSULIN SECARA FISIOLOGIS: KONSEP TERAPI BASAL-BOLUS

    Terapi insulin replacement secara ideal dapat mencakup profil sekresi fisiologis

    insulin, seperti yang bisa diamati pada profil post prandial dan profil insulin puasa

    pasca absorbsi (Tabel 1B). Konsep terapi basal-bolus ditujukan untuk sedapat mungkin

    mendekati pola fisiologis sekresi insulin pada individu yang sehat (Gambar 2)

    Tabel 1B. Konsep Basal-Bolus Keuntungan insulin basal-bolus

    Komponen Insulin Kegunaan

    Basal Menjamin kadar insulin konstan dalam sehari

    Malam hari menekan produksi glukosa dari hepar dan

    proses lipolisis, dan efeknya mencapai periode waktu

    antar makan

    Mencukupi kebutuhan insulin harian sampai 50%

    Bolus Kadar insulin meningkat segera dan tajam, serta

    mencapai puncak dicapai dalam waktu 1 jam

    Mencegah kenaikan hiperglikemia setelah makan

    Mencukupi kebutuhan insulin setiap makan antara 10

    20% dari kebutuhan total insulin harian

    Peranan insulin basal pada regimen basal-bolus adalah untuk menekan produksi

    glukosa hepar dan lipolisis pada fase pasca absorbsi antar makan dan pada malam

    sampai pagi hari. Peranan insulin bolus adalah untuk membatasi hiperglikemia yang

    terjadi setelah makan.

    Konsep terapi insulin basal-bolus secara rutin dipergunakan pada DMT1, tetapi

    dapat pula diaplikasikan pada DMT2, mengingat pada DMT2 terjadi pula peningkatan

    glukosa darah pada saat prandial, ataupun interprandial atau waktu puasa.

    Pemberian insulin basal-bolus pada DMT2 dapat diberikan secara bertahap

    (stepwise basal-prandial), pada awalnya insulin basal (missal: glargine) diberikan

    bersamaan dengan obat oral, pada tahap berikutnya diberikan insulin prandial (misal:

    aspart, lispro atau glulisine) diberikan seiring dengan progresifitas penurunan sel

    beta pankreas. Strategi ini disebut pula sebagai strategi Basal-Plus, yang merupakan

    pendekatan bertahap menuju regimen basal-blolus. Insulin prandial diberikan sebesar

    4 unit diawali pada jadwal makan utama, sehingga diharapkan memperbaiki

    hiperglikemia postprandial. Injeksi prandial dapat diberikan secara progresif sampai

    akhirnya menuju pada terapi basal-bolus. Obat oral golongan insulin sekretagog

    harus diturunkan bertahap atau akhirnya dihentikan jika pemberian insulin prandial

    mulai diberikan, mengingat mempunyai efek sinergis dengan insulin. Konsep terapi

    basal-plus memberikan fleksibilitas pada pasien, bisa menyesuaikan dengan jadwal

    makan yang tidak beraturan, dapat menyesuaikan dengan gaya hidup per individual

    dan jadwal olahraga, dan frekuensi suntikan dimulai dengan 2 kali sehari, misal insulin

    basal glargin disertai 1 kali suntik insulin prandial (aspart, lispro atau glulisine) pada

    jadwal makan utama yang paling besar porsi jumlahnya, penambahan injeksi prandial

    pada jadwal makan lainnya bisa diberikan jika diperlukan (Nathan et al, 2006; Monnier

    & Colette, 2006; Raccah et al, 2007).

  • 305

    BAGIAN-SMF PENYAKIT DALAM FK. UNAIR RSU Dr. SOETOMO SURABAYA

    Conventional Insulin And Insulin Analogues In Cl inical Pract ice

    RASIONALISASI PENGGUNAAN INSULIN PADA DMT2

    Indikasi terapi Insulin pada DMT2

    Indikasi mutlak penggunaan Insulin adalah DMT1, selain itu pada keadaan tertentu,

    meskipun bukan DMT1, sering pula terapi insulin diberikan dengan tujuan agar tubuh

    memiliki sejumlah insulin efektif pada saat yang tepat.

    Indikasi terapi insulin sebagai berikut (Tjokroprawiro, 2005; Tjokroprawiro & Pranoto,

    2005):

    1. DMT1 (DM tipe 1)

    2. DMTM (Malnutrition Related Diabetes Mellitus = MRDM)

    3. DM-Tipe X (DMTOI = DM tergantung OHO dan Insulin)

    4. Koma Diabetik

    5. DM + operasi

    6 . DM + Kehamilan

    7. DMT2 pada keadaan tertentu

    DM + secondary failure dengan OHO

    DM + Selulitis/Gangren/Infeksi lainnya

    DM + Kurus (underweight)

    DM + Fraktur

    DM + Hepatitis Kronis / Cirrhosis

    DM + TBC Paru

    DM + Graves Disease

    DM + Kanker

    DM + gangguan faal hepar yang berat

    DM + Nefropati stadium tertentu

    DMT2 dengan Terapi Insulin Dini (Early Insulin Therapy)

    Indikasi Pemilihan Regimen Insulin

    Pengelolaan DMT2 direkomendasikan untuk dapat mencapai target tertentu pada

    Tabel 2 (ADA, 2004) atau Tabel 3 (Perkeni, 2002 dan 2006). Pasien DMT2 dengan

    perawatan diit dan olahraga yang memadai dengan melihat kadar glukosa darah

    puasa (GDP) dan kemampuan penurunan glukosa post prandial ke kadar basal,

    dapat dibagi menurut derajat keparahan menjadi 4 bagian yaitu, ringan, sedang,

    berat dan sangat berat (Skyler, 2004).

    DMT2 ringan. Pasien dengan GDP < 126 mg/dl, insulin jarang diindikasikan

    untuk pasien DMT2 ringan.

    DMT2 sedang. Pasien dengan GDP 126 200 mg/dl, insulin jika diperlukan

    biasanya telah mencukupi dengan terapi insulin basal, sedangkan sekresi insulin

    endogen mungkin dapat diatasi dengan obat hipoglikemik oral (OHO) sehingga

    lonjakan glukosa darah prandial setelah makan dapat dikontrol dengan adekuat.

    Diagram dari terapi insulin basal dapat dilihat pada lampiran 1a. Terapi insulin basal

    dapat dimulai dengan insulin jangka panjang atau jangka menengah pada waktu jam

    tidur malam. Dosis insulin yang diperlukan umumnya antara 0,3 0,4 unit/kg/hari,

  • 306

    PENDIDIKAN KEDOKTERAN BERKELANJUTAN ILMU PENYAKIT DALAM XXII-2007

    Agung Pranoto

    tetapi cara pemberian dapat dimulai dengan dosis 10 unit pada jam tidur malam dan

    dosis dapat dinaikkan bertahap setiap minggu sampai mencapai target yang

    ditetapkan seperti pada lampiran 4 (Tabel 7). Terapi insulin basal ditujukan untuk

    suplementasi sekresi insulin basal pasien dan dapat mengatasi resistensi insulin melalui

    penyedian insulin yang memadai.

    DMT2 berat. Pasien DMT2 dengan GDP > 200 mg/dl diperlukan terapi insulin

    sehari penuh, mengingat insulin waktu jam tidur malam hari tidak bisa digunakan.

    Sebagian besar pasien memerlukan tambahan insulin jangka pendek untuk dapat

    mencapai kontrol glukosa dengan adekuat. Dosis insulin yang diperlukan umumya

    berkisar antara 0,5 1,2 unit/kg/hari. Meskipun demikian bisa mencapai dosis yang

    tinggi > 1,5 unit/kg/hari, paling tidak untuk mengatasi resistensi insulin pada saat

    insulin dimulai. Terapi insulin dengan dosis besar tersebut diperlukan hanya untuk

    mencapai kontrol glukosa, yang pada waktu kontrol glukosa selanjutnya dapat diatasi

    dengan dosis yang lebih rendah, dengan terapi insulin basal, ataupun dengan OHO.

    Insulin campuran (premixed) konvensional atau NovoMix30 misalnya mungkin dapat

    digunakan jika terapi insulin diperlukan dalam jangka panjang dengan dosis antara

    0,3 1,0 unit/kg/hari (lampiran 2).

    DMT2 sangat berat. DMT2 dengan kategori sangat berat ini adalah termasuk

    individu-individu dengan respon insulin endogen terhadap makanan sedemikian rupa

    sehingga kadar glukosa tidak turun dalam keadaan basal dalam waktu 5 jam setelah

    makan. Pada umumnya individu-individu tersebut mengalami peningkatan GDP sangat

    tinggi berkisar antara > 250-300 mg/dl. Tetapi mungkin juga terjadi pada individu-

    individu dengan kadar glukosa darah lebih rendah. Defisiensi insulin sedemikian berat

    sehingga sulit dibedakan dengan DMT1, meskipun umumnya tidak menunjukkan

    manifestasi klinik ketosis. Pengobatan awal yang paling baik adalah pengelolaan

    seperti DMT1, mengingat kesamaan status metabolik yang ada (Lampiran 3a dan

    3b) .

    Pada semua pasien DMT2, setelah kontro l glikemik tercapai dan dapat

    dipertahankan maka defek patofisiologi akan membaik. Status perbaikan metabolik

    ini memungkinkan pasien yang awalnya menggunakan insulin, selanjutnya akan dapat

    dikontrol dengan OHO atau bahkan dengan program diit dan olah raga saja.

    Sebagian besar pasien DMT2 akan dapat dikontrol dengan insulin jika dosis

    yang diberikan adekuat, dan disertai dengan program pengaturan makan dan olah

    raga yang tepat. Olah raga sangat penting untuk mendapatkan daya kerja insulin

    yang optimal. Gagal untuk melaksanakan pengaturan makan yang optimal akan

    menyebabkan efek insulin kurang baik dan selanjutnya terjadi lingkaran setan daripada

    dosis insulin yang meningkat dan kegagalan mencapai kontrol hiperglikemia.

    Konsep terapi insulin augmentation, supplemental atau corrective, replacement

    dan short term rescue therapy

    Terapi insulin augmentation sangat efektif untuk pasien yang gagal OHO

    ditunjukkan dengan AIC yang tak mencapai target, tetapi yang diperkirakan

    mempunyai fungsi sekresi insulin residual meskipun masih kurang. Terapi augmenta-

    tion biasanya diberikan insulin basal berupa NPH menjelang tidur malam, atau NPH

  • 307

    BAGIAN-SMF PENYAKIT DALAM FK. UNAIR RSU Dr. SOETOMO SURABAYA

    Conventional Insulin And Insulin Analogues In Cl inical Pract ice

    2 kali sehari, atau ultralente 1 kali sehari, atau insulin glargin 1 kali sehari. Terapi

    augmentation juga bisa dilaksanakan dengan menggunakan insulin regular, aspart,

    atau lispro untuk mendapatkan kadar glukosa PPG mencapai target.

    Terapi insulin bolus tanpa insulin basal, sering disebut sebagai terapi sliding scale,

    seringkali menyebabkan kontrol glikemik yang sangat berfluktuasi.

    Terapi insulin supplemental atau corrective, ditujukan pada pasien dalam

    keadaan sakit tertentu, sehingga memerlukan koreksi pemberian insulin bolus secara

    periodik. Koreksi dosis bisa pengurangan maupun penambahan injeksi insulin yang

    diberikan baik sebelum makan atau menjelang tidur malam. Pasien yang sensitive

    terhadap insulin umumnya memerlukan dosis 1 unit insulin untuk merubah kadar

    glukosa sekitar 50 mg/dl, sedangkan pasien yang insulin resisten perubahan glukosa

    kurang dari angka tersebut (Mayfield and White, 2004).

    Terapi insulin replacement merupakan insulin basal-bolus yang diindikasikan

    untuk pasien yang memerlukan terapi intensif atau pasien yang terbukti gagal menjalani

    terapi augmentation.

    Terapi insulin Short Term Rescue Therapy ditujukan untuk pasien terapi darurat

    pada pasien-pasien yang mengalami toksisitas glukosa meskipun telah menjalani

    terapi dengan regimen tertentu.

    Terapi Insulin Sementara

    Salah satu penggunaan insulin yang penting adalah terapi insulin sementara atau

    temporer dengan indikasi sebagai berikut (Skyler, 2004):

    1 untuk pasien DMT2 sangat berat, diindikasikan untuk terapi awal untuk mencapai

    kontrol glikemik

    2 untuk mengatasi toksisitas glukosa

    3 untuk re-regulasi pasien yang mengalami dekompensasi

    Dalam perjalanan klinik DMT2 dapat digolongkan sebagai penyakit yang mengalami

    dekompensasi periodik yang memerlukan re-regulasi dengan terapi insulin. Atas dasar

    hal ini maka setiap pasien DMT2 wajib belajar tehnik penggunaan insulin dan selalu

    siap untuk memulai terapi insulin dalam rangka menghadapi dekompensasi periodik

    yang umumnya terjadi secara spontan ataupun adanya stress atau penyakit tertentu

    (intercurrent illness). Meskipun demikian, pada kenyataannya terapi insulin sementara

    ini umumnya paling dihindari pada pengelolaan DMT2.

    Penggunaan insulin dengan tujuan re-regulasi pasien dengan dekompensasi metabolik

    akibat menderita penyakit tertentu, seringkali cukup dengan menambahkan pada

    terapi oral yang sedang dijalani. Penggunaan insulin mungkin hanya diperlukan dalam

    beberapa hari saja atau beberapa minggu. Dosis insulin yang diperlukan adalah

    insulin supplemental berdasarkan kadar glukosa preprandial (misal: 1-2 unit insuilin

    jangka cepat atau pendek untuk setiap peningkatan 50 mg/dl diatas target glukosa

    preprandia l) atau pemberian dosis kecil antara 0,2 0,3 unit/kg/hari) yang

    ditambahkan pada terapi yang sedang dijalani dengan insulin basal ataupun kombinasi

    insulin basal dan prandial.

  • 308

    PENDIDIKAN KEDOKTERAN BERKELANJUTAN ILMU PENYAKIT DALAM XXII-2007

    Agung Pranoto

    KONTROL GLIKEMIK SEBAGAI TARGET TERAPI

    Keuntungan kontrol glikemik sebagai target terapi meliputi AIC, glukosa darah

    puasa, dan glukosa darah post prandial ditunjang oleh berbagai bukti penelitian

    klinik seperti yang telah disampaikan diatas.

    Rekomendasi American Diabetes Association (ADA) 2004. Pengelolaan DM

    diharapkan mencapai target metabolik yang memadai untuk para pasien dengan

    target seperti pada Tabel 2. ADA 2004, memberikan suatu pembaruan bahwa target

    terapi yang lebih ketat yaitu AIC < 6% dapat dipertimbangkan untuk pasien-pasien

    tertentu.

    Tabel 2. Ringkasan rekomendasi untuk DM Dewasa (ADA, 2004; ADA, 2006)

    Kontrol glikemik

    AIC < 7,0%*

    Glukosa Plasma Preprandial 90130 mg/dl (5,07,2 mmol/l)

    Glukosa Plasma Postprandial < 180 mg/dl ( < 10,0 mmol/l)

    Tekanan Darah < 130/80 mmHg

    Lipid

    LDL < 100 mg/dl ( 40 mg/dl (>1,1 mmol/l)

    Pedoman kunci untuk mencapai kontrol glikemik:

    Target terapi harus per individu pasien

    Populasi tertentu memerlukan pertimbangan khusus (Anak-anak, hamil, usia lanjut )

    Pasien cenderung hipoglikemia berat atau sering, maka target glikemik agak longgar

    Target yang lebih ketat (misal: AIC < 6%) dapat dipertimbangkan untuk menurunkan risiko

    komplikasi lebih lanjut dengan mempertimbangkan kemungkinan risiko hipoglikemia

    (terutama pasein DMT1)

    Jika AIC tak mencapai target yang ditetapkan, sedangkan target glukosa preprandial sudah

    dicapai, maka target terapi ditujukan terhadap glukosa postprandial

  • 309

    BAGIAN-SMF PENYAKIT DALAM FK. UNAIR RSU Dr. SOETOMO SURABAYA

    Conventional Insulin And Insulin Analogues In Cl inical Pract ice

    Catatan:

    *Referensi angka normal nondiabetisi antara 4,06,0% merujuk pada DCCT.

    Pengukuran glukosa postprandial diperika setelah 1-2 jam sejak dimulai

    makan, umumnya merupakan kadar puncak pada pasien DM

    Pedoman NCEP/ATP III menyarankan pasien dengan trigliserida 200 mg/dl,

    menggunakan patokan non-HDL cholesterol (total cholesterol dikurangi HDL)

    dengan target 130 mg/dl (NCEP/ATP III, 2001).

    Khusus wanita target HDL ditingkatkan dengan 10 mg/dl.

    Rekomendasi Perkeni 2006. Untuk dapat mencegah terjadinya komplikasi kronik,

    diperlukan pengendalian DM yang baik. DM terkendali baik tidak berarti hanya kadar

    glukosa darahnya saja yang tidak baik, tetapi harus secara menyeluruh kadar glukosa

    darah, status gizi, tekanan darah, kadar lipid dan AIC seperti tercantum pada Tabel 3.

    Tabel 3. Kriteria Pengendalian DM (Perkeni, 2006)

    Keterangan Baik Sedang Buruk

    Glukosa darah puasa (mg/dl) 80 100 100 125 ? 126

    Glukosa darah 2 jam (mg/dl) 80 144 145 179 ? 180

    AIC (%) < 6.5 6.5 8 > 8

    Kolesterol Total (mg/dl) < 200 200 239 ? 240

    Kolesterol LDL (mg/dl) < 100 100 129 ? 130

    Kolesterol HDL (mg/dl) > 45

    Trigliserida < 150 150 199 ? 200

    IMT (kg/m) 18.5 22.9 23 25 > 25

    Tekanan Darah < 130/80 130 140 / 80 - 90 > 140/90

    Catatan :

    Angka diatas adalah hasil pemeriksaan plasma vena. Perlu konversi nilai kadar

    glukosa darah dari darah kapiler darah utuh ke plasma vena. Untuk pasien

    berumur lebih dari 60 tahun, sasaran kadar glukosa darah lebih tinggi dari

    biasa (puasa < 150 mg/dl, dan sesudah makan < 200 mg/dl). Demikian pula

    kadar lipid, tekanan darah, dan lain-lain, mengacu pada batasan kriteria

    pengendalian sedang. Hal ini dilakukan mengingat sifat-sifat khusus pasien

    usia lanjut dan juga untuk mencegah kemungkinan timbulnya efek samping

    dan interaksi obat.

    Peran penting PPG dalam kontrol glikemik glukosa darah

    Tingginya PPG mempunyai konsekuensi klinik kemungkinan terjadinya komplikasi

    mikro atau makroangiopati. Beberapa laporan menunjukkan peningkatan PPG terkait

    dengan peningkatan risiko terjadinya penyakit kardiovaskuler. terkait dengan

    tingginya PPG. Penelitian dari Hoorn (deVegt et al, 1999) dan DECODE (Balkau et al,

    2004) menunjukkan bahwa komplikasi kardiovaskuler pada DMT2 terkait dengan

    hiperglikemia setelah makan. Pada penelitian yang dilakukan oleh Temelkova-Kurktschiev

    et al (2000), menunjukkan progresifitas kecepatan penebalan lapisan

  • 310

    PENDIDIKAN KEDOKTERAN BERKELANJUTAN ILMU PENYAKIT DALAM XXII-2007

    Agung Pranoto

    intima arteri karotis (merupakan petanda risiko kardiovaskuler) paling tinggi didapatkan

    pada kelompok yang mengalami peningkatan PPG 2 jam setelah makan.

    Terapi insulin juga dapat digunakan untuk mencapai target PPG. Insulin bolus

    meliputi insulin analog atau insulin regular, baik dalam bentuk terpisah atau campuran

    dengan insulin jangka menengah mempunyai potensi untuk tujuan terapi PPG

    mencapai target glikemik.

    Khusus untuk pencapaian target terapi AIC, pemeriksaan PPG terbukti merupakan petanda yang lebih

    baik jika dibandingkan dengan pemeriksaan FPG (Avignon et al, 1997)

    Kontribusi PPG untuk kontrol glikemik DM dapat disimpulkan sangat penting,

    meskipun tak ada penelitian khusus yang mempelajari efek tunggal PPG terhadap

    risiko mikro atau makroangiopati. Pada penelitian Diabetes Control and Complication

    Trial (DCCT) (Bastyr et al, 2000) dan UKPDS 33 (1998) menunjukkan angka PPG lebih

    rendah bermakna pada kelompok yang mendapatkan terapi intensif.

    Pada DM gestasional atau pregestasional maka PPG marupakan prediksi kuat

    terhadap kesehatan fetal dan ibu (de Veciana et al, 1995). Kontrol PPG yang baik

    akan menyebabkan perbaikan pertumbuhan fetal, komplikasi obstetrikus yang lebih

    sedikit, dan frekuensi hipoglikemia neonatal yang lebih sedikit. Pemeriksaan PPG

    rutin direkomendasikan untuk DM dengan kehamilan.

    RASIONALISASI TERAPI INSULIN DINI

    Terapi Insulin dini dewasa pada pengelolaan DMT2 dewasa ini menjadi konsep

    terapi yang mulai berkembang dan mulai banyak diikuti. Alvarssan et al (2003),

    menunjukkan keuntungan terapi insulin pada kontrol hiperglikemik. Terapi insulin jika

    dibandingkan dengan terapi sulfonylurea memberikan kontrol metabolik yang lebih

    baik dan fungsi sekresi insulin endogen dapat dipertahankan.

    Pada patofisiologi DMT2, adanya resistensi insulin akan memaksa sel beta pancreas

    untuk meningkatkan produksi insulin. Glukosa darah tetap tinggi, meskipun mekanisme

    kompensasi tersebut telah berlangsung. Kronik hiperglikemik menyebabkan sel beta

    pancreas menjadi kepayahan (exhaustion) dan toksisitas glukosa (glucose toxicity),

    sehingga akhirnya terjadi kegagalan sel beta pancreas. Jika keadaan klinik itu terjadi

    maka tidak hanya terjadi resistensi insulin, tetapi terjadi pula defisiensi insulin. Dalam

    rangka untuk mencegah atau paling tidak menghambat progresifitas dari resistensi

    insulin menjadi sel beta exhaustion, maka pemberian insulin dini diharapkan paling

    tidak untuk memberikan istirahat atau meringankan beban sel beta pancreas

    disamping memberikan efek penurunan glukosa darah (Gambar 5).

    Terapi insulin dini mempunyai keuntungan jangka panjang dalam mempertahankan

    sekresi insulin endogen pada DMT2 (Alvarsson et al, 2003; Glaser et al, 1999).

    Preservasi fungsi sel beta ditunjukkan dengan peningkatan kadar C-peptide dan juga

    menunjukkan adanya asosiasi dengan kontrol glikemik yang lebih baik, dan angka

    komplikasi DM yang lebih rendah. Keuntungan tambahan lainnya yaitu dengan adanya

    sekresi C-peptide yang tetap ada bisa mencegah terjadinya hipoglikemia (Steffes et

    al, 2003).

    DMT2 mempunyai perjalanan klinik progresif sehubungan dengan penurunan fungsi

    sel beta pancreas. Dengan demikian, semua jenis terapi yang merangsang sel beta

  • 311

    BAGIAN-SMF PENYAKIT DALAM FK. UNAIR RSU Dr. SOETOMO SURABAYA

    Conventional Insulin And Insulin Analogues In Cl inical Pract ice

    pancreas akhirnya akan gagal. Penelitian United Kingdom Prospective Diabetes Study

    (UKPDS) menunjukkan bahwa pasien DMT2 dengan berjalannya waktu fungsi sel

    beta makin menurun, meskipun menggunakan terapi oral , mengindikasikan bahwa

    pasien DMT2 memerlukan terapi insulin jika target glukosa tidak bisa tercapai atau

    tidak bisa dipertahankan (UKPDS, 1995).

    Studi lanjutan UKPDS menunjukkan bahwa kecepatan gagal OHO sulfonylurea dalam

    5 tahun sebesar 53% (Wright et al, 2002). Pemberian terapi insulin dini memungkinkan

    target kontrol glikemik jangka panjang tetap bisa d icapai. Penelitian UKPDS

    menunjukkan peningkatan A1C terjadi pada kelompok sulfonylurea maupun terapi

    insulin, seakan-akan bahwa terapi insulin tak mempunyai kelebihan (UKPDS, 1998).

    Meskipun demikian kelemahan tersebut diduga akibat dari terapi insulin yang diberikan

    masih kurang tepat. Penggunaan insulin analog yang baru membuka kesempatan

    untuk dapat mencegah kenaikan A1C dalam jangka panjang, dengan risiko

    hipoglikemi dan peningkatan berat badan yang lebih rendah.

    Gambar 5. Rasionalisasi pemberian terapi insulin dini (Modul: Pharmacologic Therapy for

    Glycemic Control in Type 2 Diabetes, 2005)

    T2DM Resistensi

    Insulin

    Produksi Insulin

    sel pankreas

    Glukosa darah tetap

    tinggi

    Hiperglikemia

    kronik

    Hiperinsulinemia

    kronik

    sel exhaustion sel glucotoxicity

    Pankreas gagal Defisiensi Insulin

  • 312

    PENDIDIKAN KEDOKTERAN BERKELANJUTAN ILMU PENYAKIT DALAM XXII-2007

    Agung Pranoto

    Penggunaan terapi insulin dini pada DMT2 secara intensif menunjukkan hasil

    penurunan morbiditas ataupun mortalitas didukung oleh beberapa hasil penelitian

    msalnya UKPDS 33, UKPDS 35, DECODE (2003), DIGAMI, Van den Berghe (2001)

    dan rekomendasi yang dikeluarkan ADA 2004, yang kesemuanya merekomendasikan

    target glikemik, dengan pendekatan terapi intensif untuk semua jenis terapi baik

    meliputi pengaturan makan, Obat Hipoglikemik Oral (OHO), Terapi Kombinasi Oral

    dan Insulin (TKOI), ataupun insulin.

    Penelitian UKPDS 33 (1998). Tujuan penelitian randomised controlled trial ini

    adalah untuk membandingkan kontrol glukosa intensif (sulfonylurea atau insulin)

    dibandingkan dengan terapi konvensional terhadap risiko komplikasi mikro dan

    makrovaskuler DMT2. Setelah 10 tahun masa observasi, hasil akhir menunjukkan AIC

    kelompok intensif adalah 7.0% (6.2-8.2) dibandingkan dengan kelompok terapi

    konvensional sebesar 9% (6.9-8.8), dengan angka penurunan 11%. AIC tidak

    ditemukan perbedaan bermakna antar jenis terapi pada kelompok intensif. Pada

    kelompok intensif didapatkan angka risiko seluruh jenis komplikasi akhir lebih rendah

    12% (95% CI 1-21, p=0.029), risiko lebih rendah 10% (-11 sampai 27, p=0.34) untuk

    semua jenis kematian terkait semua jenis komplikasi akhir DM, dan risiko lebih rendah

    6% (-10 sampai 20, p=0.44) untuk semua jenis kausa morta litas. Komplikasi

    mikrovaskuler keseluruhan mengalami penurunan 25% risk reduction (7-40, p=0.0099)

    termasuk diantaranya yang memerlukan retinal fotokoagulasi. Tidak ada perbedaan

    yang bermakna antar jenis terapi pada kelompok intensif (chlorpropamide, glibenclamide,

    atau insulin). Kesimpulan akhir adalah terapi intensif dengan sulfonylurea ataupun insulin akan

    menurunkan risiko komplikasi mikrovaskuler tetapi tidak demikian untuk komplikasi

    makrovaskuler.

    Penelitian UKPDS 35 (2000). Penerlitian ini melanjutkan UKPDS 33 dengan tujuan

    untuk mengetahui paparan hiperglikemia dalam jangka panjang apakah berpengaruh

    terhadap risiko komplikasi mikro ataupun makrovaskuler pada DMT2. Hasil akhir

    yang dilaporkan adalah insidens komplikasi klinik secara bermakna terkait dengan

    status glikemik darah. Setiap penurunan AIC sebesar 1% berasosiasi dengan penurunan

    risiko sebesar 21% untuk hasil akhir yang terkait dengan DM (95%CI: 17% - 24%, p 250 mg/dl, ketonuria, penurunan

    berat badan, atau hiperglikemia simptomatik. Sebagian besar pasien mengalami

    pemulihan fungsi sebagian dari fungsi sel beta pancreas, sehingga akhirnya dapat

    dikelola dengan diit saja, atau obat hipoglikemik oral (OHO) saja selama beberapa

    bulan atau tahun.

    Berbagai regimen terapi yang dapat digunakan untuk terapi insulin replacement

    atau short term rescue therapy dapat dilihat pada lampiran 2 (Gambar 8A, 8B, dan

    8C), lampiran 3a (Gambar 9A, dan 9B), lampiran 3b (Gambar 10C, 10D, dan 10E).

    Algoritma penggunaan insulin menurut Perkeni 2006 dapat dilihat pada lampiran

    1b (Perkeni, 2006).

    STRATEGI PELAKSANAAN TERAPI KOMBINASI OHO INSULIN DI RSU

    Dr. SOETOMO SURABAYA

    Berdasarkan pengalaman klinis dalam penatalaksanaan penderita DMT2,

    Askandar (Askandar, 2005) menyarankan strategi praktis dengan menggunakan Formula

    1/3, Step-Up Formula 3-3-5, Step-Down Formula (2-2, 2-1, 1-2, 1-1). Formula 1/3

    digunakan untuk penderita rawat inap dan rawat jalan untuk mengubah terapi dari

    terapi sebelumnya (insulin atau OAD) ke TKOI. Formula Step-Up digunakan untuk

    penderita dengan kontrol glikemik yang buruk setelah 3 hari evaluasi. Formula Step-Down digunakan

    dalam rangka menghentikan injeksi insulin untuk mengubah dari terapi insulin menjadi

    OHO saja. Diagram praktis strategi TKOI dapat dilihat pada Gambar 11 dan 12.

  • 319

    BAGIAN-SMF PENYAKIT DALAM FK. UNAIR RSU Dr. SOETOMO SURABAYA

    Conventional Insulin And Insulin Analogues In Cl inical Pract ice

    Gambar 12. Formula Step-Up dan Formula Step-Down

    Formulas: Step-Up: 3-3-5, Step-Down: 2-2, 2-1, 1-2, 1-1

    (Clinical Experiences: Askandar 2003-2005)

    Step-Up Formula 3-3-5: is used for Poor Glycemic Control

    if needed increasing dose of insulin after 3 days-evaluation: 3 or 5 units

    3 units increase if 2h-PPG: 200-300 mg/dl

    5 units increase if 2h-PPG >300 mg/dl

    Step-Down Formula

    How to stop insulin injection for conversion to oral agents

    Formula 2-2: 2 units decrease in insulin dose every 2 days until insulin injection is ended

    Formula 2-1: 1 units decrease in insulin dose every 2 days until off

    Formula 1-2: 2 units decrease in insulin dose every day until off

    Formula 1-1: 1 units decrease in insulin dose every day until off

    MONITORING HASIL TERAPI

    Walaupun insulin merupakan terapi yang paling efektif dalam menurunkan glukosa

    darah, hanya separuh dari penderita dengan terapi insulin yang mencapai A1C

  • 320

    PENDIDIKAN KEDOKTERAN BERKELANJUTAN ILMU PENYAKIT DALAM XXII-2007

    Agung Pranoto

    Penentuan benda keton. Pemantauan benda keton darah atau urin cukup penting

    terutama pada penderita DMT2 terkendali buruk (kadar glukosa >300 mg/dL) dan

    dengan penyulit akut serta bila ada gejala KAD.

    BEBERAPA PEDOMAN PRAKTIS TERAPI TERBARU PENGELOLAAN DMT2

    Berbagai pedoman terapi DMT2 saat ini umumnya memasukkan terapi insulin

    bahkan pada DMT2 dengan onset baru sebagai alternatif terapi untuk dapat mencapai

    target yang telah ditetapkan.

    Konsensus Perkeni 2006 pengelolaan DMT2 merujuk algoritma guideline oleh American

    College of Endocrinology/American Association of Clinical Endocrinologist 2005

    (ACE/AACE) (Lampiran 5 dan Lampiran 6).

    American Diabetes Association (ADA) dan European Association for The Study

    of Diabetes (EASD) membuat suatu pedoman dan algoritma, berdasarkan kajian

    hasil uji klinik berbagai modalitas terapi DMT2 yang ditujukan untuk mencapai target

    terapi sedapat mungkin mendekati kadar glukosa darah orang normal (Nathan et al,

    2006), pemberian terapi insulin bisa dimulai pada pasien DMT2 baru (naive) yang

    gagal mencapai A1C < 7 dengan 1 macam obat golongan metformin, umumnya

    memberikan hasil yang terbaik (Gambar 11). Pasien DMT2 dengan gejala simptomatik

    atau gagal dengan terapi oral dapat memulai insulin dengan algoritma pada Gambar 13.

  • 321

    BAGIAN-SMF PENYAKIT DALAM FK. UNAIR RSU Dr. SOETOMO SURABAYA

    Conventional Insulin And Insulin Analogues In Cl inical Pract ice

    Gambar 13. Algoritme pengelolaan DMT2. Diingatkan pentingnya pola hidup setiap kunjungan

    (Nathan et al. 2006).

    *Periksa A1C setiap 3 bulan sampai 7% dan kemudian paling sedikit setiap 6 bulan. +Walaupun

    tiga jenis obat oral dapat digunakan, dianjurkan memulai insulin berdasarkan efektivitasnya dan

    biaya.

    #Lihat Gambar 14 untuk memulai dan penyesuaian insulin.

    Diagnosis

    Intervensi pola hidup + Metformin

    Ya* Tidak

    Tambah Sulfonilurea

    - Kurang efektif

    Tambah Glitazon

    - Tanpa hipoglikemia

    Tambah insulin basal#

    - Paling efektif

    Tambah Glitazon+ Tambah insulin basal# Intensifkan insulin#

    A1C 7%

    A1C 7%

    Tambah Sulfonilurea

    Tidak Ya* Tidak

    A1C 7%

    A1C 7%

    Ya* Tidak Ya*

    Tidak

    A1C 7% A1C 7%

    Ya* Ya* Tidak

    Tambah insulin basal atau intensifkan insulin#

    Insulin intensif + Metformin +/- Glitazon

    Gambar 13. Algoritme pengelolaan DMT2. Diingatkan pentingnya pola hidup setiap

    kunjungan (Nathan et al. 2006).

    *Periksa A1C setiap 3 bulan sampai 7% dan kemudian paling sedikit setiap 6 bulan.

    +Walaupun tiga jenis obat oral dapat digunakan, dianjurkan memulai insulin

    berdasarkan efektivitasnya dan biaya.

    #Lihat Gambar 14 untuk memulai dan penyesuaian insulin.

  • 322

    PENDIDIKAN KEDOKTERAN BERKELANJUTAN ILMU PENYAKIT DALAM XXII-2007

    Agung Pranoto

    Gambar 14. Memulai dan penyesuaian rejimen insulin. GD=gula darah; GDP=gula darah

    puasa; RAI=rapid-acting insulin; IAI=intermediate acting insulin (Nathan et al. 2006).

    Ya

    Tidak

    Tidak

    Ya

    Memulai dengan IAI sebelum tidur atau LAI pagi/sebelum

    tidur: dosis awal 10 U atau 0.2 U/kg

    Ukur GDP biasanya tiap hari, naikkan dosis 2 U

    setiap 3 hari sampai GDP mencapai (70-130 mg/dl), atau dapat dinaikkan

    4 U atau lebih jika GDP > 180 mg/dl

    A1C 7% setelah 2-3 bulan?

    Hipoglikemia+, atau

    GDP < 70 mg/dl,

    dosis 4 U atau

    10% jika dosis > 60 U

    Jika GDP dalam rentang sasaran

    (70-130 mg/dl), ukur GD sebelum-

    makan siang, - makan malam, -tidur

    tergantung hasil GD, tambahkan

    suntikan kedua; biasanya dimulai

    dengan 4U dan disesuaikan dengan

    2 U setiap 3 hari sampai GD dalam

    rentang sasaran

    GD sebelum

    tidur tinggi;

    tambahkan RAI

    saat makan

    malam

    GD sebelum makan

    malam tinggi;

    tambahkan IAI saat

    sarapan atau RAI saat

    makan siang

    GD sebelum

    makan siang

    tinggi; tambahkan

    RAI pada saat

    sarapan

    Teruskan

    rejimen;

    ukur A1C

    setiap 3 bulan

    A1C 7% setelah 3 bulan

    Ulangi ukur GD sebelum makan dan jika tinggi, mungkin perlu

    ditambahkan suntikan lainnya; jika A1C tetap tinggi, ukur GD 2 jam

    setelah makan dan sesuaikan dosis RAI

    Gambar 14. Memulai dan penyesuaian rejimen insulin. GD=gula darah; GDP=gula

    darah puasa; RAI=rapid-acting insulin; IAI=intermediate acting insulin (Nathan et al.

    2006).

  • 323

    BAGIAN-SMF PENYAKIT DALAM FK. UNAIR RSU Dr. SOETOMO SURABAYA

    Conventional Insulin And Insulin Analogues In Cl inical Pract ice

    Berbagai macam rejimen terapi insulin yang diberikan dengan suntikan multipel

    seperti dianjurkan oleh Cheng and Zinman dalam Buku Joslins Diabetes Mellitus

    dapat dilihat pada Tabel 8. Untuk DMT1 tidak dianjurkan terapi insulin dengan dua

    kali suntikan karena sangat sulit mencapai kendali gula darah yang baik, sedangkan

    untuk DMT2 masih bisa menggunakan regimen dua kali suntikan sehari misalnya

    dengan insulin campuran/kombinasi yang diberikan sebelum makan pagi dan sebelum

    makan malam.

    Tabel 8. Berbagai rejimen suntikan insulin multipel (Cheng and Zinman, 2005)

    Sebelum

    Makan Pagi

    Sebelum

    Makan Siang

    Sebelum

    Makan Malam

    Sebelum

    Tidur

    IP

    IP+IB

    IP+IB

    IP+IB

    IP

    IP

    Tanpa Insulin

    IP+IB

    IP

    IP

    IP

    IP+IB

    IB

    IB

    IB

    Tanpa Insulin

    IP=insulin prandial (reguler, glulisine, lispro, aspart/NovoRapid); IB=insulin basal (NPH,

    glargine).

    Dalam keadaan tertentu dimana kendali glikemik amat buruk disertai katabolisme,

    seperti kadar gula darah puasa > 250 mg/dl, kadar gula darah acak menetap > 300

    mg/dl, A1C > 10%, atau ditemukan ketonurea atau diabetes dengan gejala yang

    nyata (poliurea, polidipsia, dan penurunan berat badan), pada penderita diabetes

    yang baru terdiagnosis terapi insulin dapat mulai diberikan bersamaan dengan

    intervensi pola hidup. Kondisi ini sering ditemukan pada DMT1 atau DMT2 dengan

    defisiensi insulin yang berat. Untuk penderita DMT2, setelah gejalanya hilang, obat

    oral dapat ditambahkan dan kemungkinan insulin bisa dihentikan. Pengobatan awal

    yang paling baik adalah pengelolaan seperti DMT1, mengingat kesamaan status

    metabolik yang ada (Lampiran 3a dan 3b), contoh insulin dosis multipel pada Gambar 15.

  • 324

    PENDIDIKAN KEDOKTERAN BERKELANJUTAN ILMU PENYAKIT DALAM XXII-2007

    Agung Pranoto

    Gambar 15. Memulai terapi insulin injeksi harian multipel pada penderita DMT1 (Cheng and

    Zinman, 2005).

    Hitung Insulin Harian Total (IHT)

    = 0.5 unit x berat badan (kg)

    ATAU

    (penjumlahan dosis terakhir)

    Misalnya: berat badan 60 kg, IHT = 30 unit

    Insulin Prandial Total (IPT)

    (lispro, aspart atau reguler)

    = 60% dari IHT

    eg: 60% x 30 unit = 18 unit

    Insulin Basal Total (IBT)

    (NPH, glargine, ultralente)

    = 40% dari IHT

    eg: 40% x 30 unit = 12 unit

    Dosis Sarapan

    = 1/3 dari IPT

    Mis: 1/3 x 18 = 16 unit

    Dosis Makan Siang

    = 1/3 dari IPT

    Mis: 1/3 x 18 = 6 unit

    Dosis Makan Malam

    = 1/3 dari IPT

    Mis: 1/3 x 18 = 6 unit

    Dosis Sebelum Tidur

    = IBT

    Mis: 40% x 30 unit = 12 unit

    DASAR-DASAR TERAPI INSULIN PADA DM RAWAT INAP

    Hiperglikemia atau DM rawat inap merupakan keadaan yang sering ditemukan

    dan merupakan petanda penting buruknya luaran klinik dan mortalitas penderita

    dengan atau tanpa riwayat DM. Penderita dengan hiperglikemia baru terdiagnosis

    mempunyai angka mortalitas yang lebih tinggi dan luaran fungsional yang lebih rendah

    dibandingkan dengan penderita dengan riwayat diabetes atau normoglikemia (lihat

    Tabel 9).

    Tabel 9. Akibat hiperglikemia terhadap kegawat daruratan (Clement et al, 2004)

    Gangguan fungsi imun dan infeksi

    Sistim kardiovaskular

    Trombosis

    Inflamasi

    Disfungsi endotel

    Kerusakan otak

    Stres oksidatif

    Gambar 15. Memulai terapi insulin injeksi harian multipel pada penderita DMT1 (Cheng

    and Zinman, 2005).

  • 325

    BAGIAN-SMF PENYAKIT DALAM FK. UNAIR RSU Dr. SOETOMO SURABAYA

    Conventional Insulin And Insulin Analogues In Cl inical Pract ice

    Penderita hiperglikemia atau DM merupakan kasus yang sering ditemui di rumah

    sakit. RSU Dr.Soetomo, data 1 Juni 2004 1 Juni 2006 tercatat sejumlah 874 orang

    (16,4%) dari total 5342 pasien rawat inap dan merupakan urutan nomer 5 dari 10

    kasus terbanyak rawat inap, dengan angka mortalitas yang tinggi 28,8 (Dwi Edi

    Wahono, 2007), yang sudah menurun jka dibandingkan dengan data pada tahun

    1986 1988 tercatat angka mortalitas 35,97% (Agung Pranoto, 1989), dan sebagian

    besar kasus memerlukan insulin. Pasien-pasien tersebut umumnya terkait dengan

    berbagai komplikasi yang memerlukan biaya perawatan tinggi.

    Studi Metaanalisis dari 15 laporan penelitian melaporkan bahwa glukosa darah

    > 110 mg/dl baik pada kelompok DM atau tidak, akan meningkatkan mortalitas

    pada kelompok pasien rawat inap dengan Infark Miokard Akut (Capes et al, 2000).

    Hiperglikemia (glukosa darah puasa > 126 mg/dl, glukosa darah acak > 200

    mg/dl) pada pasien umum, dan pasien bedah terkait dengan angka mortalitas 18

    kali lipat lebih banyak, dan waktu rawat inap yang lebih panjang 9 vs 4,5 hari), lebih

    memerlukan perawatan kunjungan rumah yang lebih banyak, dan mempunyai risiko

    yang lebih tinggi terhadap infeksi (Umpierrez et al, 2002).

    Pasien hiperglikemia yang menjalani operasi jantung mengalami angka kematian

    lebih tinggi, peningkatan angka kejadian deep wound infection, dan angka kejadian

    infeksi secara keseluruhan lebih tinggi (Furnary et al, 1999; Zerr et al, 1997).

    Insulin pada pemakaian pasien DM rawat inap, dapat digunakan baik secara

    subkutan, intravena dengan cara infus kontinyu.

    Pada pasien yang tergolong non kritis maka pemberian bisa diberikan seperti

    regimen insulin DMT2 rawat jalan pada umumya, tetapi untuk kasus yang kritis atau

    beberapa keadaan klin ik tertentu maka pemberian insul in intravena kontinyu

    merupakan pilihan yang terbaik.

    Akibat Hiperglikemia yang tidak terkontrol

    Respon stres metabolik

    Hiperglikemia berbahaya terhadap berbagai sel dan sistim organ karena pengaruhnya

    terhadap sistim imun, mediator inflamasi, respon vaskuler, dan respon sel otak. Pada

    keadaan hiperglikemia mudah terjadi in feksi karena adanya disfungsi fagosit.

    Hipergl ikemia akut dapat member ikan berbagai efek buruk terhadap s ist im

    kardiovaskuler yang memudahkan terjadinya gagal jantung. Trombosis juga

    dihubungkan dengan keadaan hiperglikemia. Hiperglikemia dapat menyebabkan

    berkurangnya aktivitas fibrinolitik plasma dan aktivitas aktivator plasminogen jaringan,

    peningkatan aktivitas inhibitor aktivator plasminogen (PAI-1) dan meningkatnya aktivitas

    trombosit (Pandolfi et al, 2001). Hiperglikemia merangsang inflamasi akut terlihat

    dari terjadinya peningkatan petanda sitokin proinflamasi seperti tumor necrosis fac-

    tor-a (TNF-a) dan interleukin-6 (IL-6) (Morohoshi et al, 1996). Peningkatan petanda

    sitokin inflamasi ini kemungkinan melalui induksi faktor transkripsional proinflamasi

    yaitu nuclear factor (NF)-kB (Schiekofer et al, 2003) . Hiperglikemia akut juga

    dihubungkan dengan kerusakan sel saraf yang selanjutnya mengakibatkan iskemia

    otak. Kerusakan otak ini diperkirakan melalui peningkatan asidosis jaringan dan kadar

  • 326

    PENDIDIKAN KEDOKTERAN BERKELANJUTAN ILMU PENYAKIT DALAM XXII-2007

    Agung Pranoto

    laktat akibat peningkatan kadar glukosa darah (Myers and Yamaguchi, 1977; Pulsinelli

    et al, 1982). Stres oksidatif merupakan keadaan yang sering ditemukan pada diabe-

    tes dan diduga sebagai salah satu penyebab penting dalam terjadinya komplikasi

    terkait hiperglikemia, efek stress oksidatif ini dapat dipulihkan dengan menurunkan

    glukosa pada kadar yang normal (Guha et al, 2000; Esposito et al, 2002). Hubungan

    antara hiperglikemia dan buruknya luaran penderita DM atau hiperglikemia rawat

    inap dapat dilihat pada Gambar 16.

    Perpanjangan rawat inap di rumah sakit, Disabilitas, dan Kematian

    Glucosa

    Insulin

    Respon stres metabolik

    Hormon dan peptida stres

    Asam Lemak Bebas

    Keton

    Laktat

    Jejas/apoptosis seluler

    Inflamasi, Kerusakan jaringan,

    Gangguan penyembuhan jaringan/luka,

    Asidosis, Infark/iskemia

    Spesies O2 reaktif

    Faktor transkripsi

    Mediator sekunder

    Disfungsi imun

    Diseminasi infeksi

    Gambar 16. Hiperglikemia dan akibatnya pada rawat inap (dikutip: Clement et al,

    2004)

    Manfaat Terapi Insulin

    Dari berbagai penel it ian kl inik terbukti bahwa terapi insulin pada penderi ta

    hiperglikemia memperbaiki hasil akhir perawatan penderita. Insulin disamping dengan

    cepat dapat memperbaiki status metabolik terutama kadar glukosa darah, juga

    mempunyai efek lain terutama perbaikan inflamasi (Gambar 17).

  • 327

    BAGIAN-SMF PENYAKIT DALAM FK. UNAIR RSU Dr. SOETOMO SURABAYA

    Conventional Insulin And Insulin Analogues In Cl inical Pract ice

    Gambar 17. Mekanisme langsung dan tidak langsung insulin dalam memperbaiki struktur dan

    fungsi dinding vaskular (dikutip: draft Konsensus Insulin Perkeni)

    Glukosa

    Transient

    Oxidative

    Stress

    Inflammation

    ROS (O2) generation

    NADPH oxidase

    NFkB

    IkB

    AP-1 MMPs

    Egr TF

    Insulin

    ROS (O2) generation, NADPH oxidase

    NFkB I CAM-1, MCP-1 CRP

    IkB

    Egr TF, PAI-1, AP-1, MMPs

    Netralisasi efek pro-oksidatif and pro-inflamasi

    Asupan makronutrien

    Netralisasi efek pro-thrombotik asupan

    Makronutrien ( Egr-1 and TF)

    Perbaikan kondisi IM

    Supresi inflamasi pada

    dinding arteri

    Atherosclerosis

    Plague rupture

    Thrombosis

  • 328

    PENDIDIKAN KEDOKTERAN BERKELANJUTAN ILMU PENYAKIT DALAM XXII-2007

    Agung Pranoto

    Infus insulin (glukosa-insulin-kalium [GIK]) terbukti dapat memperbaiki luaran

    pada penderita gawat yang dirawat di ruang intensif, jantung, dan strok. Terapi insulin

    intensif pada penderita gawat yang dirawat di ruang intensif terbukti dapat menurunnya

    kematian ini terutama disebabkan oleh karena penurunan akibat gagal organ multipel

    karena sepsis. Disamping itu juga dapat menurunkan mortalitas di rumah sakit secara

    keseluruhan sebesar, sepsis, gagal gin jal akut yang memerlukan dialisis atau

    hemofiltrasi, jumlah transfusi darah sel darah merah, polineuropati sebesar, dan

    berkurangnya penggunaan ventilasi mekanis yang berkepanjangan serta perawatan

    di ruang intensif. Penggunaan infus insulin-glukosa secara intensif pada penderita

    infark miokard akut juga memperbaiki angka kematian jangka panjang. Hal serupa

    ditemukan pada penderita stroke. Pada penderita stroke dengan hiperglikemia ringan

    sampai dengan yang mendapatkan infus insulin (GIK) ternyata mempunyai angka

    kematian yang lebih kecil dibandingkan mereka tanpa pemberian GIK.

    Perbaikan luaran klinis mungkin juga disebabkan oleh efek insulin terhadap

    perbaikan stress oksidatif dan pelepasan berbagai molekul proinflamasi yang

    dikeluarkan saat terjadinya hiperglikemia akut (Gambar 17).

    Target glukosa darah pada DM rawat inap

    Sebelum ini pasien diabetes yang dirawat di rumah sakit dianggap yang

    terpenting adalah menghindari hipoglikemia. Oleh sebab itu sebaiknya pasien pasien

    tersebut glukosa darah relatif agak hiperglikemia. Persepsi tersebut keliru karena

    diabetes dan hiperglikemi di rumah sakit ternyata bukan merupakan kondisi yang

    ringan, dan terapi insulin intensif untuk mempertahankan kadar glukosa darah < 110

    mg/dL dapat menurunkan morbiditas dan mortalitas pasien di unit perawatan intensif.

    Sasaran kendali glukosa darah adalah normoglikemi (Tabel 10).

    Tabel 10. Sasaran kendali glukosa darah

    Preprandial: < 110 mg/dL

    Puncak postprandial: < 180 mg/dL

    Pasien bedah dan keadaan kritis: 80-110 mg/dL

  • 329

    BAGIAN-SMF PENYAKIT DALAM FK. UNAIR RSU Dr. SOETOMO SURABAYA

    Conventional Insulin And Insulin Analogues In Cl inical Pract ice

    Cara Mencapai Sasaran Target glukosa darah optimal pada DM rawat inap

    Peran Obat Hipoglikemi Oral (OHO) yang paling banyak digunakan adalah

    sekretagog insulin (sulfonilurea dan glinid), biguanid, dan thiazolidindion, ketiganya

    mempunyai sifat-sifat yang tidak menguntungkan bila digunakan pada pasien dalam

    kondisi kritis. Oleh sebab itu penggunaan OHO di rumah sakit sangat terbatas. Pasien

    yang dirawat di rumah sakit, adalah pasien kritis dan seringkali mengalami perubahan

    klinis yang cepat. Untuk menghadapi perubahan ini, penggunaan OHO tidak fleksibel

    dan titrasi tidak mungkin dilakukan.

    Insulin Infus Intravena

    a. Indikasi Insulin Infus Intravena

    Indikasi pemberian insulin infus intravena terlihat pada tabel 11.

    Tabel 11. Indikasi insulin infus intravena

    Pasien kritis/akut:

    o Hiperglikemia emergensi

    o Infark miokard akut

    o Stroke

    o Fraktur

    o Infeksi sistemik

    o Syok kardiogenik

    Transplantasi organ

    Edema anasarka

    Kelainan kulit yang luas

    Persalinan

    Terapi glukokortikoid dosis tinggi

    Periode perioperatif (pre, intra, dan postoperatif)

    Strategi untuk mencari dosis yang tepat sebelum

    konversi ke terapi insulin subkutan

    b. Protokol Insulin Infus Intravena

    Protokol Van den Berghe, di ruang intensif. Sasaran glukosa darah, kadar

    glukosa memulai terapi insulin dan cara pemberian insulin drip intravena

    tampak pada tabel 12, tabel 13, dan tabel 14.

    Tabel 12 Target kadar glukosa darah

    Populasi Pasien Kadar Glukosa Darah (mg/dL)

    Pasien bedah, kondisi sakit berat

    Pasien bedah lain dan nonbedah

    80-110

    90-140

    Tabel 13. Batas kadar glukosa darah puasa untuk memulai terapi insulin drip intravena

    Populasi Pasien Kadar Glukosa Darah Puasa (mg/dL)

    Pasien kritis

    Perawatan perioperatif

    Perawatan ICU operatif

    Penyakit non-bedah

    > 140

    > 140

    > 110-140

    > 140-180

  • 330

    PENDIDIKAN KEDOKTERAN BERKELANJUTAN ILMU PENYAKIT DALAM XXII-2007

    Agung Pranoto

    Masa kerja waktu paruh pemberian insulin intravena secara bolus sangat cepat

    sekitar 4 sampai 5 menit, meskipun efek pada jaringan lebih lambat, dan umumnya

    setelah 45 menit glukosa darah bisa kembali ke kadar sebelumnya. Mengingat

    pemberian bolus intravena berulang tidak bisa mempertahankan kadar insulin darah

    dalam jumlah adekuat, umumnya penggunaan bolus intravena harus diikuti dengan

    infus insulin untuk maintanance (Clement et al, 2004).

    Tabel 14. Protokol terapi insulin infus intravena

    Pemeriksaan Kadar Gula Darah Tindakan

    Periksa kadar glukosa

    darah saat pasien

    masuk ICU

    > 220 mg/dL

    110-220 mg/dL

    < 110 mg/dL

    Mulai insulin 2-4 unit/jam

    Mulai insulin 1-2 unit/jam

    Periksa glukosa darah tiap 4 jam,

    insulin tidak diberikan

    Periksa glukosa darah

    tiap 1-2 jam sampai

    kadar normal

    > 140 mg/dL

    110-140 mg/dL

    Bila tercapai kadar

    normal

    Naikkan insulin 1-2 unit/jam

    Naikkan insulin 0.5-1 unit/jam

    Sesuaikan insulin 0.1-0.5 unit/jam

    Periksa glukosa setiap 4

    jam

    Bila kadar glukosa

    mendekati normal

    Kadar glukosa

    normal

    Kadar gula darah

    turun bertahap

    60-80 mg/dL

    40-60 mg/dL

    Sesuaikan insulin 0.1-0.5 unit/jam

    Insulin dipertahankan

    Turunkan insulin setengahnya

    Turunkan insulin, periksa glukosa

    darah tiap 1 jam

    Stop insulin infus, periksa gula

    darah tiap 1 jam, berikan glukosa

    10 g bolus intravena

  • 331

    BAGIAN-SMF PENYAKIT DALAM FK. UNAIR RSU Dr. SOETOMO SURABAYA

    Conventional Insulin And Insulin Analogues In Cl inical Pract ice

    Protokol ini dimulai dengan tahap persiapan yaitu dengan memberikan infus

    D5% 100 cc/jam. Kemudian bila terdapat fasilitas syringe pump, siapkan 50 unit

    insulin reguler (RI) dalam spuit ukuran 50 cc, kemudian encerkan dengan larutan

    NaCl 0,9% hingga mencapai 50 cc ( 1 cc NaCl 1 unit RI). Bila diperlukan 1,5 unit

    insulin perjam misalnya, petugas tinggal mengatur kecepatan tetesan 1,5 cc perjam.

    Atau bisa juga diberikan 125 RI dalam 250 ml larutan NaCl 0,9% yang berarti dalam

    tiap 2 cc NaCl 1 unit RI.

    Bila tidak tersedia syringe pump, dapat digunakan botol infus 500 cc larutan

    NaCl 0,9%. Masukkan 12 unit (bisa juga 6 unit atau berapapun, karena nantinya akan

    diperhitungkan dalam tetesan) RI ke dalam botol infus 500 cc larutan NaCl 0,9%. Bila

    dibutuhkan 1 unit insulin perjam, maka dalam botol infus yang berisis 12 unit RI,

    diatur kecepatan tetesan 12 jam perbotol, sehingga 12 unit RI akan habis selama 12

    jam. Bila dibutuhkan 2 unit perjam, kecepatan tetesan infus diatur menjadi 6 jam/

    botol, karena 12 unit RI akan habis dalam 6 jam, demikian seterusnya, tetesan diatur

    sesuai permintaan. Sebagai patokan tetesan, 1 cc cairan infus = 20 tetesan makro =

    60 tetesan mikro. (dikutip: draft Konsensus Insulin Perkeni)

    Peralihan Insulin Infus Intravena ke Insulin Subkutan (dikutip: draft Konsensus

    Insulin Perkeni)

    Setelah stabil dan dapat makan serta infus dilepas, berikan insulin SK dengan

    tetap memperhatikan kaidah terapi insulin basal dan bolus, sesuai pola respons insu-

    lin fisiologis. Sebelum terapi infus insulin IV dihentikan, terapi insulin SK sebaiknya

    sudah dimulai supaya didapatkan waktu yang cukup untuk awitan kerja insulin. Terapi

    insulin infus IV dapat dihentikan 1 atau 2 jam setelah pemberian insulin regular atau

    insulin analog kerja cepat SK, sedangkan insulin kerja sedang (NPH) atau panjang

    (glargine) harus diberikan 2 atau 3 jam sebelum penghentian infus insulin.

    Kebutuhan insulin SK adalah total kebutuhan insulin infus IV/24 jam. Gunakan

    long-acting peakless insulin (misal: insulin glargine, detemir) atau NPH. Sebagian

    pasien dengan kebutuhan insulin kecil (< 0,5 unit/jam) tidak membutuhkan suatu

    protocol khusus.

    a. Formula Peralihan Insulin Intravena ke Subkutan (dikutip: draft Konsensus

    Insulin Perkeni)

    Dosis total harian insulin SK adalah 80% dari dosis total kebutuhan insulin infus IV

    selama 24 jam. Dosis total harian ini dibagi menjadi dosis insulin basal dan insulin

    bolus SK. Dosis insulin basal sebesar 50% dari dosis harian total. Dan insulin yang

    diberikan biasanya berupa long acting insulin. Dosis insulin bolus SK, 50% dari

    dosis harian total SK, namun dalam pemberiannya dibagi rata sesuai jumlah kali

    makan, umumnya makan 3 kali/hari. Jenis insulin yang diberikan berupa short

    atau rapid acting insulin.

  • 332

    PENDIDIKAN KEDOKTERAN BERKELANJUTAN ILMU PENYAKIT DALAM XXII-2007

    Agung Pranoto

    b. Contoh Perhitungan Dosis Insulin Subkutan (dikutip: draft Konsensus Insulin

    Perkeni)

    Pasien pasca terapi insulin 2 U/jam selama 6 jam, rekomendasi dosis:

    D o s i s S K / h a r i , total daily dose (TDD) = 80% dari kebutuhan insulin IV 24 jamterakhir:

    - 80% x (2U/jam x 24) = 38 U

    Dosis basal: 50% dari TDD SK:

    - 50% x 38 U = 19 U (insulin analog long-acting)

    Dosis total bolus: 50% dari TDD subkutan:

    - 50% x 38 U = 19 U total prandial (insulin analog rapid-acting)

    - Jika pasien makan 3x/hari maka diberikan 6 U setiap makan

    Dosis koreksi:

    - (GD aktual GD target) : faktor koreksi

    - Faktor koreksi = 1700 : 38 = ~ 40 mg/dL

    Formula ini menggunakan insulin reguler atau insulin analog lispro atau aspart.

    Terapi insulin pada Ketoasidosis Diabetika (KAD), Hiperosmoler Non Ketotik

    (HONK)

    Pemberian insulin bisa digunakan dengan regulasi cepat insulin intravena (RCI)

    yang diberikan setiap jam (Askandar Tjokroprawiro, 2006), ataupun diberikan secara

    drip intravena (ADA, 2004) dengan protocol yang khusus yang tidak dibahas secara

    khusus pada makalah ini.

    Peran Insulin Analogue Aspart (NovoRapid) dan Insulin bi-phasic Aspart

    (NovoMix30) Dalam Pengelolaan DMT2

    Insulin Analogue kerja cepat misalnya Insulin Aspart (NovoRapid) memiliki profil

    yang leih mendekati fisiologis jika dibandingkan dengan insulin tradisional regular

    sehubungan dengan cirri farmakokinetik aspart yang unik. Insulin jenis ini mempunyai

    daya pelepasan ke sirkulasi lebih cepat pada tempat injeksi subkutan sehingga

    kebutuhan insulin di sirkulasi dapat dicukupi sesuai dengan waktu kecepatan adsorbsi

    nutrisi dari usus (Kurtzhals et al, 1996). Disamping itu insulin aspart mempunyai

    waktu kerja yang lebih pendek dibandingkan dengan insulin regular sehingga dapat

    mengurangi kemungkinan ter jadinya hipogl ikemia postprandia l akibat dari

    hiperinsulinemia, ditunjukkan dengan penurunan glukosa darah setelah makan yang

    jebih cepat dibandingkan dengan insulin regular tradisional (Hermansen et al, 2002).

    Penggunaan insulin tradisional campuran insulin jangka pendek regular dan in-

    sulin jangka menengah (NPH) telah terbukti secara klinik sangat efektif, maka telah

    pula dikembangkan Insulin bi -phasic aspart (NovoMix30) yang merupakan

    campuran biphasic dari larutan insulin human dan insulin NPH., merupakan kombinasi

    larutan insulin aspart 30% dan insulin aspart protamine-crystallised yang mempunyai

    efek kombinasi insulin kerja menengah dan kerja cepat. NovoMix30 mempunyai efek

    glikemik prandial dan basal sekaligus sehingga dapat memberikan kontrol glikemik

    yang lebih panjang waktunya.

  • 333

    BAGIAN-SMF PENYAKIT DALAM FK. UNAIR RSU Dr. SOETOMO SURABAYA

    Conventional Insulin And Insulin Analogues In Cl inical Pract ice

    Tujuan rasional dikembangkannya Insulin bi-phasic aspart (NovoMix30) adalah:

    1) Mendapatkan keuntungan fisiologis dari efek cepat dari insulin lispro, 2) untuk

    dapat memenuhi kebutuhan insulin prandial dan basal pada setiap injeksi yang

    diberikan, dan memudahkan untuk digunaka pasien, 3) Kontrol postprandial

    Novomix30 lebih baik jika dibandingkan dengan insulin human biphasic 30 (Mixtard)

    (McSorley et al,2002).

    Si fat insul in aspar t d ida lam insul in campuran Insulin bi-phasic aspart

    (NovoMix30) yang mempunyai aktifitas cepat memungkinkan injeksi dapat diberikan

    langsung sebelum makan, dan hal ini merupakan kenyamanan untuk pasien yang

    tidak bisa didapatkan dengan insulin tradisional campuran insulin regular manusia

    dan insulin NPH manusia yang harus disuntikkan 30 sampai 45 menit sebelum makan.

    Insulin campuran aspart memberikan peningkatan glukosa darah yang lebih rendah

    dibandingkan dengan insulin campuran tradisional.

    Penggunaan Novomix 2 kali sehari dapat memberikan control glukosa darah

    selama 24 jam yang lebih baik dibandingkan dengan pemberian insulin human biphasic

    30 (Boehm et al, 2002).

    Penggunaan NovoMix30 2 kali sehari memberikan hasil kontrol glikemik yang

    lebih baik dan jika dibandingkan dengan pemberian insulin glargine 1 kali sehari

    ditunjukkan dengan dosis yang setara (Luzio et al, 2004), dapat pula memberikan

    penurunan HbA1c secara bermakna(Raskin et al, 2004).

    Penggunaan kombinasi NovoMix30 dengan berbagai jenis terapi oral juga

    menunjukkan hasil yang baik, misalnya dengan sulfonylurea (Raz et al, 2002),

    metformin (Kilo et al, 2003), thiazolidinediones (Raz et al, 2003)

    Insulin aspart dapat pula digunakan per infus secara kontinyu pada pasien rawat

    inap, tetapi tidak menunjukkan kelebihan tertentu dibandingkan dengan penggunaan

    insulin tradisional regular manusia.

  • 334

    PENDIDIKAN KEDOKTERAN BERKELANJUTAN ILMU PENYAKIT DALAM XXII-2007

    Agung Pranoto

    SUMMARY

    Understanding the pathophysiology of type 2 diabetes and determining optimal

    m a n a g e m e n t s t r a t e g i e s a r e c r i t i c a l h e a l t h c a r e p r i o r i t i e s b e c a u s e o f t h e h i g h m o r b i d i t y a n d m o r t a li t y a s s o c i a t e d w i t h t h e d is e a s e . I n s u li n h a s b e e n w i d e ly u s e d , y e t t h e r e a r es t i ll r e l u c t a n c e s a n d u n d e r t r e a t m e n t d u e t o m e d i c a l o r n o n m e d i c a l r e a s o n s .

    T r e a t m e n t m i m i c k i n g t h e n o r m a l p h y s i o l o g i c p a t t e r n o f i n s u l i n s e c r e t i o n m a y b e a n o p t i m a l w a y t o a c h i e v e t i g h t b l o o d g l u c o s e c o n t r o l i n p a t i e n t s w i t h d i a b e t e s . B y u n d e r s t a n d i n g p h a r m a c o d y n a m i c s p r o f il e o f e a c h in s u li n r e g i m e n s , m e d i c a l p r a c t iti o n e r s c a n m a n a g e t h e o p t i m a l w a y t o t r e a t d i a b e t e s p a t i e n t s .

    T h e r e a r e m a n y i n d i c a t i o n s f o r i n i t i a t i n g i n s u l i n t h e r a p y , a n d t h e r e a r e f e w c o n t r a i n d i c a t i o n s f o r o n e . A c t u a lly , i n s u li n h a s m a n y b e n e f i t s t h a t c a n i m p r o v e c o n d i t i o n si n d i a b e t i c p a t i e n t . C e r t a i n c o n s i d e r a t i o n h a s t o b e m a d e t o c h o o s e w h i c h i n s u l i n t y p e a n d r e g i m e n t t h a t is s a f e a n d e f f e c t iv e t o t h e n e e d s o f i n d i v i d u a l p a t i e n t s .

    A s h i f t i n t h e t r e a t m e n t p a r a d i g m f o r t y p e 2 d i a b e t e s i s w e ll a c c e p t e d , t o w a r d s t h e e a r li e r u s e o f i n s u l i n t o p r e s e r v e b e t a c e l l f u n c t i o n t o m a i n t a i n l o n g t e r m n e a r - n o r m o g ly c e m i c c o n t r o l . T h e n e w p r a c t i c a l a p p r o a c h e s b y P e r k e n i ( 2 0 0 6 ) , A D A - E A S D ( 2 0 0 6 ) i n t r e a t i n g d i a b e t e s e m p h a siz e a c h i e v e m e n t a n d m a i n t a n a c e o f n o r m a l g ly c e m i c g o a ls , a n d i n s u l i n t h e r a p y p l a y a n i m p o r t a n t r o l e e v e n i n t h e e a r l y p h a s e o f c l i n i c a l c o u r s e o f d is e a s e , w i t h s p e c i a l c o n s i d e r a t i o n a l w a y s g iv e n t o h y p o g l y c e m i a .

    N e w t y p e s a n d r e g i m e n t o f i n s u l i n w i l l p r o v i d e u s m o r e o p t i o n t o t r e a t d i a b e t i c s p a t i e n t s a f e ly a n d e f f e c t iv e l y . R a p i d - a c t i n g i n s u li n a n a l o g u e s s u c h a s insulin aspart(NovoRapid), lispro and glulisine produce a more physiological profile of in