206999636 Referat Terapi Insulin Pada Dm

32
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA 2014 REFERAT – ILMU PENYAKIT DALAM BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Diabetes Melitus merupakan penyakit menahun yang ditandai oleh kadar gula darah yang tinggi dan gangguan metabolisme pada umumnya, yang pada perjalanannya bila tidak dikendalikan dengan baik akan menimbulkan berbagai komplikasi baik yang akut maupun yang menahun. Kelainan dasar dari penyakit ini ialah kekurangan hormon insulin yang dihasilkan oleh pankreas, yaitu kekurangan jumlah dan atau dalam kerjanya. Jumlah penderita di seluruh dunia tahun 1998 yaitu ± 150 juta, tahun 2000 yaitu ± 175,4 juta diperkirakan tahun 2010 yaitu ± 279 juta. Berdasarkan Riskesdas 2007 , Prevalensi penyakit DM di Indonesia berdasarkan diagnosis oleh tenaga kesehatan adalah 0,7% sedangkan prevalensi DM (D/G) sebesar 1,1%. Data ini menunjukkan cakupan diagnosis DM oleh tenaga kesehatan mencapai 63,6%, lebih tinggi dibandingkan cakupan penyakit asma maupun penyakit jantung. Prevalensi nasional Penyakit Diabetes Melitus adalah 1,1% (berdasarkan diagnosis tenaga kesehatan dan gejala). Diabetes melitus tipe 2 (DMT2) merupakan penyakit progresif dengan karakteristik peningkatan HbA1C dan penurunan fungsi sel beta pankreas. Epidemi DMT2 yang makin meluas dan pengakuan bahwa pencapaian glukosa darah sesuai target secara substansial dapat mengurangi angka morbiditas membuat pengendalian glukosa yang TERAPI INSULIN PADA DM TIPE 2, Kepaniteraan Klinik Rumah Sakit Umum Daerah Wates 1

description

sas

Transcript of 206999636 Referat Terapi Insulin Pada Dm

Page 1: 206999636 Referat Terapi Insulin Pada Dm

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA 2014

REFERAT – ILMU PENYAKIT DALAM

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Diabetes Melitus merupakan penyakit menahun yang ditandai oleh kadar gula darah yang

tinggi dan gangguan metabolisme pada umumnya, yang pada perjalanannya bila tidak dikendalikan

dengan baik akan menimbulkan berbagai komplikasi baik yang akut maupun yang menahun.

Kelainan dasar dari penyakit ini ialah kekurangan hormon insulin yang dihasilkan oleh pankreas,

yaitu kekurangan jumlah dan atau dalam kerjanya. Jumlah penderita di seluruh dunia tahun 1998

yaitu ± 150 juta, tahun 2000 yaitu ± 175,4 juta diperkirakan tahun 2010 yaitu ± 279 juta.

Berdasarkan Riskesdas 2007 , Prevalensi penyakit DM di Indonesia berdasarkan diagnosis

oleh tenaga kesehatan adalah 0,7% sedangkan prevalensi DM (D/G) sebesar 1,1%. Data ini

menunjukkan cakupan diagnosis DM oleh tenaga kesehatan mencapai 63,6%, lebih tinggi

dibandingkan cakupan penyakit asma maupun penyakit jantung. Prevalensi nasional Penyakit

Diabetes Melitus adalah 1,1% (berdasarkan diagnosis tenaga kesehatan dan gejala).

Diabetes melitus tipe 2 (DMT2) merupakan penyakit progresif dengan karakteristik

peningkatan HbA1C dan penurunan fungsi sel beta pankreas. Epidemi DMT2 yang makin meluas

dan pengakuan bahwa pencapaian glukosa darah sesuai target secara substansial dapat mengurangi

angka morbiditas membuat pengendalian glukosa yang efektif menjadi prioritas utama dalam

manajemen DMT2. Seiring meningkatnya angka kejadian DMT2, terutama pada orang berusia

relatif muda dan kemungkinan usia hidup masih panjang, maka semakin banyak pasien DMT2

dengan defisiensi insulin. Pada kasus-kasus tersebut, akan dibutuhkan insulin dalam

penatalaksanaannya.

Mempertahankan glukosa darah sedekat mungkin dengan kisaran nilai normal telah terbukti

bermanfaat dalam menurunkan kejadian komplikasi mikrovaskular berupa retinopati, nefropati dan

neuropati, baik pada DM tipe 1 maupun tipe 2. Manajemen hiperglikemia secara intensif dengan

menurunkan kadar HbA1C juga telah terbukti bermanfaat mencegah kejadian kardiovaskular pada

DM tipe 1, namun studi-studi lain gagal membuktikan manfaat tersebut terhadap kejadian

kardiovaskular pada DM tipe 2. Walaupun upaya mempertahankan kadar glukosa darah dapat

mengurangi risiko berbagai komplikasi diabetes, hal tersebut sulit dicapai dengan peningkatan dosis

obat-obat hipoglikemik oral seperti metformin, sulfonilurea dan tiazolidinedion. Kebanyakan

TERAPI INSULIN PADA DM TIPE 2, Kepaniteraan Klinik Rumah Sakit Umum Daerah Wates 1

Page 2: 206999636 Referat Terapi Insulin Pada Dm

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA 2014

REFERAT – ILMU PENYAKIT DALAM

pasien pada akhirnya akan memerlukan insulin, yang biasanya ditambahkan bila pengendalian

glukosa darah dengan obat-obat oral tersebut belum optimal.

Penemuan insulin lebih dari 80 tahun yang lalu merupakan salah satu penemuan terbesar

dalam dunia kedokteran pada abad ke-20. Saat ini, penggunaan insulin mengalami kemajuan yang

pesat. Beberapa kemajuan itu antara lain dalam hal jumlah penggunaan insulin per pasien,

perbaikan mutu insulin, dan cara penggunaan insulin. Penemuan insulin dimulai dari jenis yang

belum dapat dibuat dengan murni, kemudian insulin manusia yang dibuat dengan rekayasa

genetika, sampai insulin analog dengan farmakokinetik menyerupai insulin endogen.

Keuntungan yang mendasar dari penggunaan insulin dibandingkan obat antidiabetik oral

dalam pengobatan diabetes melitus adalah insulin terdapat di dalam tubuh secara alamiah. Selain

itu, pengobatan dengan insulin dapat diberikan sesuai dengan pola sekresi insulin endogen.

Sementara itu, kendala utama dalam penggunaan insulin adalah pemakaiannya dengan cara

menyuntik dan harganya yang relatif mahal. Namun demikian, para ahli dan peneliti terus

mengusahakan penemuan sediaan insulin dalam bentuk bukan suntikan, seperti inhalan sampai

bentuk oral agar penggunaannya dapat lebih sederhana dan menyenangkan bagi para pasien.

B. TUJUAN

Referat ini bertujuan menggali lebih lanjut dan membahas tentang terapi insulin pada

Diabetes Mellitus Tipe 2 (DMT2), sehingga dapat menambah ilmu pengetahuan tentang

penanganannya.

TERAPI INSULIN PADA DM TIPE 2, Kepaniteraan Klinik Rumah Sakit Umum Daerah Wates 2

Page 3: 206999636 Referat Terapi Insulin Pada Dm

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA 2014

REFERAT – ILMU PENYAKIT DALAM

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. DEFINISI

Menurut American Diabetes Association (ADA) 2005, Diabetes Mellitus (DM) merupakan

suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan

sekresi insulin, kerja insulin atau kedua-duanya. Sedangkan menurut WHO 1980 dikatakan bahwa

diabetes mellitus merupakan sesuatau yang tidak dapat dituangkan dalam satu jawaban yang jelas

dan singkat tapi secara umum dapat dikatakan sebagai suatu kumpulan problema anatomik dan

kimiawi yang merepakan akibat dari sejumlah faktor di mana didapat defisiensi insulin absolut atau

relatif dan gangguan fungsi insulin.

B. KLASIFIKASI DIABETES MELLITUS

Klasifikasi DM dapat dilihat pada tabel di bawah ini:

Tabel 1. Klasifikasi etiologis DM

Tipe 1 destruksi sel beta, umumnya menjurus ke defisiensi insulin absolut

Autoimun

Idiopatik

Tipe 2 bervariasi, mulai yang dominan resistensi insulin disertai insulin relatif

sampai yang dominan defek sekresi insulin disertai resistensi insulin

Tipe lain Defek genetik fungsi sel beta

Defek genetik kerja insulin

Penyakit eksokrin pankreas

Endokrinopati

Karena obat atau zat kimia

Infeksi

Sebab imunologi yang jarang

Sindrom genetik lain yang berkaitan dengan DM

Diabetes mellitus

gestasional

TERAPI INSULIN PADA DM TIPE 2, Kepaniteraan Klinik Rumah Sakit Umum Daerah Wates 3

Page 4: 206999636 Referat Terapi Insulin Pada Dm

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA 2014

REFERAT – ILMU PENYAKIT DALAM

C. PATOFISIOLOGI DIABETES MELLITUS TIPE 2

Pada DM tipe 2, sekresi insulin di fase 1 atau early peak yang terjadi dalam 3-10 menit

pertama setelah makan yaitu insulin yang disekresi pada fase ini adalah insulin yang disimpan

dalam sel beta (siap pakai) tidak dapat menurunkan glukosa darah sehingga merangsang fase 2

adalah sekresi insulin dimulai 20 menit setelah stimulasi glukosa untuk menghasilkan insulin lebih

banyak, tetapi sudah tidak mampu meningkatkan sekresi insulin sebagaimana pada orang normal.

Gangguan sekresi sel beta menyebabkan sekresi insulin pada fase 1 tertekan, kadar insulin dalam

darah turun menyebabkan produksi glukosa oleh hati meningkat, sehingga kadar glukosa darah

puasa meningkat. Secara berangsur-angsur kemampuan fase 2 untuk menghasilkan insulin akan

menurun. Dengan demikian perjalanan DM tipe 2, dimulai dengan gangguan fase 1 yang

menyebabkan hiperglikemi dan selanjutnya gangguan fase 2 di mana tidak terjadi hiperinsulinemi

akan tetapi gangguan sel beta.

Penelitian menunjukkan adanya hubungan antara kadar glukosa darah puasa dengan kadar

insulin puasa. Pada kadar glukosa darah puasa 80-140 mg/dl, kadar insulin puasa meningkat tajam,

akan tetapi jika kadar glukosa darah puasa melebihi 140 mg/dl maka kadar insulin tidak mampu

meningkat lebih tinggi lagi; pada tahap ini mulai terjadi kelelahan sel beta menyebabkan fungsinya

menurun. Pada saat kadar insulin puasa dalam darah mulai menurun maka efek penekanan insulin

terhadap produksi glukosa hati khususnya glukoneogenesis mulai berkurang sehingga produksi

glukosa hati makin meningkat dan mengakibatkan hiperglikemi pada puasa. Faktor-faktor yang

dapat menurunkan fungsi sel beta diduga merupakan faktor yang didapat (acquired) antara lain

menurunnya massa sel beta, malnutrisi masa kandungan dan bayi, adanya deposit amilyn dalam sel

beta dan efek toksik glukosa (glucose toxicity).

Pada sebagian orang kepekaan jaringan terhadap kerja insulin tetap dapat dipertahankan

sedangkan pada sebagian orang lain sudah terjadi resistensi insulin dalam beberapa tingkatan. Pada

seorang penderita dapat terjadi respons metabolik terhadap kerja insulin tertentu tetap normal,

sementara terhadap satu atau lebih kerja insulin yang lain sudah terjadi gangguan. Resistensi insulin

merupakan sindrom yang heterogen, dengan faktor genetik dan lingkungan berperan penting pada

perkembangannya. Selain resistensi insulin berkaitan dengan kegemukan, terutama gemuk di perut,

sindrom ini juga ternyata dapat terjadi pada orang yang tidak gemuk. Faktor lain seperti kurangnya

aktifitas fisik, makanan mengandung lemak, juga dinyatakan berkaitan dengan perkembangan

terjadinya kegemukan dan resistensi insulin.

TERAPI INSULIN PADA DM TIPE 2, Kepaniteraan Klinik Rumah Sakit Umum Daerah Wates 4

Page 5: 206999636 Referat Terapi Insulin Pada Dm

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA 2014

REFERAT – ILMU PENYAKIT DALAM

D. FAKTOR RESIKO DIABETES MELLITUS TIPE 2

Adapun faktor resikonya yaitu:

Unchangeable Risk Factor

1. Kelainan Genetik

Diabetes dapat menurun menurut silsilah keluarga yang mengidap diabetes mellitus,

karena kelainan gen yang mengakibatkan tubuhnya tak dapat menghasilkan insulin

dengan baik.

2. Usia

Umumnya manusia mengalami perubahan fisiologis yang secara drastis menurun

dengan cepat setelah usia 40 tahun. Diabetes sering muncul setelah seseorang

memasuki usia rawan tersebut, terutama setelah usia 45 tahun pada mereka yang

berat badannya berlebih, sehingga tubuhnya tidak peka lagi terhadap insulin.

Changeable risk factor

1. Stress

Stress kronis cenderung membuat seseorang mencari makanan yang manis-manis

dan berlemak tinggi untuk meningkatkan kadar serotonin otak. Serotonin ini

memiliki efek penenang sementara untuk meredakan stress, tetapi gula dan lemak

itulah yang berbahaya bagi mereka yang beresiko terkena diabetes mellitus.

2. Pola Makan yang Salah

Kurang gizi atau kelebihan berat badan keduanya meningkatkan resiko terkena

diabetes mellitus. Kurang gizi (malnutrisi) dapat merusak pankreas, sedangkan berat

badan lebih (obesitas) mengakibatkan gangguan kerja insulin (resistensi insulin).

3. Minimnya Aktivitas Fisik

Setiap gerakan tubuh dengan tujuan meningkatkan dan mengeluarkan tenaga dan

energi, yang biasa dilakukan atau aktivitas sehari-hari sesuai profesi atau pekerjaan.

Sedangkan faktor resiko penderita DM adalah mereka yang memiliki aktivitas

minim, sehingga pengeluaran tenaga dan energi hanya sedikit.

4. Obesitas

5. Merokok

TERAPI INSULIN PADA DM TIPE 2, Kepaniteraan Klinik Rumah Sakit Umum Daerah Wates 5

Page 6: 206999636 Referat Terapi Insulin Pada Dm

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA 2014

REFERAT – ILMU PENYAKIT DALAM

Sebuah universitas di Swiss membuat suatu analisis 25 kajian yang menyelidiki

hubungan antara merokok dan diabetes yang disiarkan antara 1992 dan 2006, dengan

sebanyak 1,2 juta peserta yang ditelusuri selama 30 tahun. Mereka mendapati resiko

bahkan lebih tinggi bagi perokok berat. Mereka yang menghabiskan sedikitnya 20

batang rokok sehari memiliki resiko terserang diabetes 62% lebih tinggi

dibandingkan dengan orang yang tidak merokok. Merokok dapat mengakibatkan

kondisi yang tahan terhadap insulin, kata para peneliti tersebut. Itu berarti merokok

dapat mencampuri cara tubuh memanfaatkan insulin. Kekebalan tubuh terhadap

insulin biasanya mengawali terbentuknya Diabetes tipe 2.

6. Hipertensi

Pada orang dengan diabetes mellitus, hipertensi berhubungan dengan resistensi

insulin dan abnormalitas pada sistem renin-angiotensin dan konsekuensi metabolik

yang meningkatkan morbiditas. Abnormalitas metabolik berhubungan dengan

peningkatan diabetes mellitus pada kelainan fungsi tubuh/disfungsi endotelial. Sel

endotelial mensintesis beberapa substansi bioaktif kuat yang mengatur struktur

fungsi pembuluh darah.

E. GAMBARAN KLINIS

Beberapa keluhan dan gejala yang perlu mendapat perhatian ialah:

1. Keluhan Klasik

a. Penurunan berat badan

Penurunan berat badan yang berlangsung dalam waktu relatif singkat harus menimbulkan

kecurigaan. Hal ini disebabkan glukosa dalam darah tidak dapat masuk ke dalam sel,

sehingga sel kekurangan bahan bakar untuk menghasilkan tenaga. Untuk kelangsungan

hidup, sumber tenaga terpaksa diambil dari cadangan lain yaitu sel lemak dan otot.

Akibatnya penderita kehilangan jaringan lemak dan otot sehingga menjadi kurus.

b. Poliuri

Karena sifatnya, kadar glukosa darah yang tinggi akan menyebabkan banyak kencing.

Kencing yang sering dan dalam jumlah banyak akan sangat mengganggu penderita, terutama

pada waktu malam hari.

c. Polidipsi

TERAPI INSULIN PADA DM TIPE 2, Kepaniteraan Klinik Rumah Sakit Umum Daerah Wates 6

Page 7: 206999636 Referat Terapi Insulin Pada Dm

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA 2014

REFERAT – ILMU PENYAKIT DALAM

Rasa haus sering dialami oleh penderita karena banyaknya cairan yang keluar melalui

kencing. Keadaan ini justru sering disalah tafsirkan. Dikira sebab rasa haus ialah udara yang

panas atau beban kerja yang berat. Untuk menghilangkan rasa haus itu penderita minum

banyak.

d. Polifagi

Kalori dari makanan yang dimakan, setelah dimetabolisme menjadi glukosa dalam darah

tidak seluruhnya dapat dimanfaatkan sehingga penderita selalu merasa lapar.

2. Keluhan lain

a. Gangguan saraf tepi / Kesemutan

Penderita mengeluh rasa sakit atau kesemutan terutama pada kaki di waktu malam,

sehingga mengganggu tidur. Gangguan penglihatan Pada fase awal penyakit Diabetes

sering dijumpai gangguan penglihatan yang mendorong penderita untuk mengganti

kacamatanya berulang kali agar ia tetap dapat melihat dengan baik.

b. Gatal / Bisul

Kelainan kulit berupa gatal, biasanya terjadi di daerah kemaluan atau daerah lipatan kulit

seperti ketiak dan di bawah payudara. Sering pula dikeluhkan timbulnya bisul dan luka

yang lama sembuhnya. Luka ini dapat timbul akibat hal yang sepele seperti luka lecet

karena sepatu atau tertusuk peniti.

c. Gangguan Ereksi

Gangguan ereksi ini menjadi masalah tersembunyi karena sering tidak secara terus terang

dikemukakan penderitanya. Hal ini terkait dengan budaya masyarakat yang masih merasa

tabu membicarakan masalah seks, apalagi menyangkut kemampuan atau kejantanan

seseorang.

d. Keputihan

Pada wanita, keputihan dan gatal merupakan keluhan yang sering ditemukan dan kadang-

kadang merupakan satu-satunya gejala yang dirasakan.

F. DIAGNOSA DIABETES MELITUS TIPE 2

TERAPI INSULIN PADA DM TIPE 2, Kepaniteraan Klinik Rumah Sakit Umum Daerah Wates 7

Page 8: 206999636 Referat Terapi Insulin Pada Dm

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA 2014

REFERAT – ILMU PENYAKIT DALAM

Dalam menegakkan diagnosis DM harus diperhatikan asal bahan darah yang diambil dan cara

pemeriksaan yang dipakai:

a. Pemeriksaan Penyaring

Pemeriksaan penyaring perlu dilakukan pada kelompok dengan salah satu faktor risiko untuk

DM, yaitu:

1) Kelompok usia dewasa tua ( > 45 tahun )

2) Kegemukan {BB (kg) > 120% BB idaman atau IMT > 27 (kg/m2)}

3) Tekanan darah tinggi (> 140/90 mmhg)

4) Riwayat keluarga DM

5) Riwayat kehamilan dengan bb lahir bayi > 4000 gram

6) Riwayat dm pada kehamilan

7) Dislipidemia (HDL < 35 mg/dl dan atau trigliserida > 250 mg/dl

8) Pernah TGT (toleransi glukosa terganggu) atau  GDPT (glukosa darah puasa terganggu)

Tabel 2. Kadar glukosa darah sewaktu* dan puasa* sebagai patokan penyaring dan diagnosis

DM (mg/dl)

Kadar glukosa darah sewaktu

Bukan DM Belum pasti  DM DM

Plasma Vena       < 110 110 – 199 ≥200

Darah Kapiler    <   90 90  - 199 ≥200

Kadar glukosa darah puasa

Bukan DM Belum pasti  DM DM

Plasma Vena      < 110 110 – 125 ≥126

Darah Kapiler     <   90 90  - 109 ≥110

Sumber : PERKENI, 2006

Keterangan: *metode enzimatik

b. Langkah-langkah untuk menegakkan diagnosis Diabetes Mellitus

Diagnosis klinis DM umumnya akan dipikirkan bila ada keluhan khas DM berupa

poliuria, polidipsia, polifagia, lemah, dan penurunan berat badan yang tidak dapat dijelaskan

TERAPI INSULIN PADA DM TIPE 2, Kepaniteraan Klinik Rumah Sakit Umum Daerah Wates 8

Page 9: 206999636 Referat Terapi Insulin Pada Dm

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA 2014

REFERAT – ILMU PENYAKIT DALAM

sebabnya. Keluhan lain yang mungkin dikemukakan pasien adalah kesemutan, gatal, mata

kabur dan impotensia pada pasien pria, serta pruritus vulvae pada pasien wanita. Jika keluhan

khas, pemeriksaan glukosa darah sewaktu 200 mg/dl sudah cukup untuk menegakkan

diagnosis DM. Hasil pemeriksaan kadar glukosa darah puasa 126 mg/dl juga digunakan

untuk patokan diagnosis DM.  Untuk kelompok tanpa keluhan khas DM, hasil pemeriksaan

glukosa darah yang baru satu kali saja abnormal, belum cukup kuat untuk menegakkan

diagnosis klinis DM. Diperlukan pemastian lebih lanjut dengan menddapatkan sekali lagi

angka abnormal, baik kadar glukosa darah puasa 126 mg/dl, kadar glukosa darah sewaktu

200 mg/dl pada hari yang lain, atau dari hasil tes toleransi glukosa oral (TTGO) yang

abnormal.

Cara pelaksanaan TTGO menurut WHO 1985:

1) 3 (tiga) hari sebelumnya makan seperti biasa

2) Kegiatan jasmani secukupnya, seperti yang biasa dilakukan

3) Puasa semalam, selama 10-12 jam

4) Kadar glukosa darah puasa diperiksa

5) Diberikan glukosa 75 gram atau 1,75 gram/kgbb, dilarutkan dalam air 250 ml dan

diminum selama/dalam waktu 5 menit

6) Diperiksa kadar glukosa darah 2 (dua) jam sesudah beban glukosa; selama pemeriksaan

subyek yang diperiksa tetap istirahat dan tidak merokok.

Kriteria diagnostik Diabetes Melitus*

1) Kadar glukosa darah sewaktu (plasma vena) 200 mg/dl, atau

2) Kadar glukosa darah puasa (plasma vena) 126 mg/dl (puasa berarti tidak ada masukan

kalori sejak 10 jam terakhir)  atau

3) Kadar glukosa plasma 200 mg/dl pada 2 jam sesudah beban glukosa 75 gram pada

TTGO**

* Kriteria diagnostik tsb harus dikonfirmasi ulang pada hari yang lain, kecuali untuk keadaan

khas hiperglikemia dengan dekompensasi metabolik akut, seperti ketoasidosis atau berat

badan yang menurun cepat.

** Cara diagnosis dengan kriteria ini tidak dipakai rutin di klinik

TERAPI INSULIN PADA DM TIPE 2, Kepaniteraan Klinik Rumah Sakit Umum Daerah Wates 9

Page 10: 206999636 Referat Terapi Insulin Pada Dm

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA 2014

REFERAT – ILMU PENYAKIT DALAM

G. PENATALAKSANAAN DIABETES MELLITUS

Pilar Pengelolaan DM yaitu (Perkeni, 2006):

a. Edukasi

Diabetes tipe II umumnya terjadi pada saat pola gaya hidup dan perilaku telah

terbentuk dengan kokoh. Keberhasilan pengelolaan diabetes mandiri membutuhkan partisipasi

aktif pasien, keluarga, dan masyarakat. Tim kesehatan harus mendampingi pasien dalam

menuju perubahan perilaku. Untuk mencapai keberhasilan perubahan perilaku, dibutuhkan

edukasi yang komprehensif, pengembangan keterampilan dan motivasi. Edukasi tersebut

meliputi pemahaman tentang:

1) Penyakit DM.

2) Makna dan perlunya pengendalian dan pemantauan DM.

3) Penyulit DM.

4) Intervensi farmakologis dan non farmakologis.

5) Hipoglikemia.

6) Masalah khusus yang dihadapi.

7) Perawatan kaki pada diabetes.

8) Cara pengembangan sistem pendukung dan pengajaran keterampilan.

9) Cara mempergunakan fasilitas perawatan kesehatan.

Edukasi secara individual atau pendekatan berdasarkan penyelesaian masalah

merupakan inti perubahan perilaku yang berhasil. Perubahan Perilaku hampir sama dengan

proses edukasi yang memerlukan penilaian, perencanaan, implementasi, dokumentasi, dan

evaluasi.

b. Perencanaan makanan

Biasanya pasien DM yang berusia lanjut terutama yang gemuk dapat dikendalikan

hanya dengan pengaturan diet saja serta gerak badan ringan dan teratur. Perencanaan makan

merupakan salah satu pilar pengelolan diabetes, meski sampai saat ini tidak ada satu pun

perencanaan makan yang sesuai untuk semua pasien. Perencanaan makan harus disesuaikan

menurut kebiasaan masing-masing individu. Yang dimaksud dengan karbohidrat adalah gula,

tepung, serat.

TERAPI INSULIN PADA DM TIPE 2, Kepaniteraan Klinik Rumah Sakit Umum Daerah Wates 10

Page 11: 206999636 Referat Terapi Insulin Pada Dm

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA 2014

REFERAT – ILMU PENYAKIT DALAM

Faktor yang berpengaruh pada respon glikemik makanan adalah cara memasak,

proses penyiapan makanan, dan bentuk makan serta komposisi makanan (karbohidrat, lemak,

dan protein). Jumlah masukan kalori makanan yang berasal dari karbohidrat lebih penting

daripada sumber atau macam karbohidratnya. Gula pasir sebagai bumbu masakan tetap

diijinkan. Pada keadaan glukosa darah terkendali, masih diperbolehkan untuk mengkonsumsi

sukrosa (gula pasir) sampai 5 % kebutuhan kalori.

Standar yang dianjurkan adalah makanan dengan komposisi:

1) Karbohidrat   45 – 65%

2) Protein           10 – 20 %

3) Lemak            20 – 25 %

Makanan dengan komposisi sampai 70 – 75% masih memberikan hasil yang baik.

Jumlah kandungan kolesterol disarankan < 300 mg/hari, diusahakan lemak berasal dari sumber

asam lemak tidak jenuh MUFA (Mono Unsurated Fatty Acid), dan membatasi PUFA (Poli

Unsaturated Fatty Acid) dan asam lemak jenuh. Jumlah kandungan serat  ± 25 g / hari,

diutamakan serat larut.

Jumlah kalori disesuaikan dengan status gizi,umur , ada tidaknya stress akut, kegiatan

jasmani. Untuk penentuan status gizi, dapat dipakai Indeks Massa tubuh (IMT) dan rumus

Broca.

Petunjuk Umum untuk Asupan Diet bagi Diabetes:

1) Hindari biskuit, cake, produk lain sebagai cemilan pada waktu  makan.

2) Minum air dalam jumlah banyak, susu skim dan  minuman berkalori rendah lainnya

pada waktu makan.

3) Makanlah dengan waktu yang teratur.

4) Hindari makan makanan manis dan gorengan.

5) Tingkatkan asupan sayuran dua kali tiap makan.

6) Jadikan nasi, roti, kentang, atau sereal sebagai menu utama setiap makan.

7) Minum air atau minuman bebas gula setiap anda haus.

8) Makanlah daging atau telor dengan porsi lebih kecil.

9) Makan kacang-kacangan dengan porsi lebih kecil

TERAPI INSULIN PADA DM TIPE 2, Kepaniteraan Klinik Rumah Sakit Umum Daerah Wates 11

Page 12: 206999636 Referat Terapi Insulin Pada Dm

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA 2014

REFERAT – ILMU PENYAKIT DALAM

Tabel 3. Klasifikasi IMT (Asia Pasific)

  

Klasifikasi IMT (Asia Pasific)

         Lingkar Perut

<90cm (Pria)

<80cm (Wanita) 

>90cm  (Pria)

>80cm  (Wanita) 

  Risk of co-morbidities

BB Kurang       <18,5  

BB Normal       18,5-22,9

BB Lebih          >23,0 :

-   Dengan risiko : 23,0-24,9

-   Obes I             : 25,0-29,9

-   Obes II            : ≥ 30

 Rendah

 Rata-rata

   

 Meningkat

 Sedang

 Berat

 Rata-rata

Meningkat

 

Sedang

Berat

Sangat berat

Sumber :Perkeni, 2006

c. Latihan Jasmani

Kegiatan jasmani sehari – hari dan latihan jasmani teratur  (3 – 4 kali seminggu

selama kurang lebih 30 menit), merupakan salah satu pilar dalam pengelolaan diabetes tipe II.

Latihan jasmani dapat menurunkan berat badan dan memperbaiki sensitifitas terhadap insulin,

sehingga akan memperbaiki kendali glukosa darah. Latihan jasmani yang dimaksud ialahjalan,

bersepeda santai, jogging, berenang. Prinsip latihan jasmani yang dilakukan:

1) Continous:

Latihan jasmani harus berkesinambungan dan dilakukan terus menerus tanpa berhenti.

Contoh: Jogging 30 menit, maka pasien harus melakukannya selama 30 menit tanpa

henti.

2) Rhytmical:

Latihan olah raga dipilih yang berirama yaitu otot-otot berkontraksi dan relaksasi

secara teratur, contoh berlari, berenang, jalan kaki.

3) Interval:

Latihan dilakukan selang-seling antar gerak cepat dan lambat. Contoh: jalan cepat

diselingi jalan lambat, jogging diselangi jalan.

4) Progresive:

TERAPI INSULIN PADA DM TIPE 2, Kepaniteraan Klinik Rumah Sakit Umum Daerah Wates 12

Page 13: 206999636 Referat Terapi Insulin Pada Dm

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA 2014

REFERAT – ILMU PENYAKIT DALAM

a. Latihan dilakukan secara bertahap sesuai kemampuan, dari intensitas ringan

sampi sedang selama mencapai 30 – 60 menit.

b. Sasaran HR    = 75 – 85 % dari maksimal HR.

c. Maksimal HR = 220 – (umur).

5). Endurance:

Latihan daya tahan untuk meningkatkan kemampuan kardiorespirasi, seperti jalan

jogging dan sebagainya. Latihan dengan prinsip seperti di atas minimal dilakukan 3

hari dalam seminggu, sedang 2 hari yang lain dapat digunakan untuk melakukan olah

raga kesenangannya. Olah raga yang teratur memainkan peran yang sangat penting

dalam menangani diabetes, manfaat – manfaat utamanya sebagai berikut:

a) Olah raga membantu membakar kalori karena dapat mengurangi berat badan.

b) Olah raga teratur dapat meningkatkan jumlah reseptor pada dinding sel tempat

insulin bisa melekatkan diri.

c) Olah raga memperbaiki sirkulasi darah dan menguatkan otot jantung.

d) Olah raga meningkatkan kadar kolesterol “baik” dan mengurangi kadar kolesterol

“jahat”.

e) Olah raga teratur bisa membantu melepaskan kecemasan stress, dan ketegangan,

sehingga memberikan rasa sehat dan bugar.

c. Intervensi Farmakologis

1. Obat Hipoglikemik Oral (OHO)

Berdasarkan cara kerjanya, OHO dibagi menjadi 4 golongan :

a) Pemicu sekresi insulin (insulin secretagogue) : sulfonilurea dan glinid

b) Penambah sensitivitas terhadap insulin : metformin, tiazolidindion.

c) Penghambat glukoneogenesis : metformin

d) Penghambat absorpsi glukosa : penghambat glukosidase alfa.

TERAPI INSULIN PADA DM TIPE 2, Kepaniteraan Klinik Rumah Sakit Umum Daerah Wates 13

Page 14: 206999636 Referat Terapi Insulin Pada Dm

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA 2014

REFERAT – ILMU PENYAKIT DALAM

Tabel 4. Mekanisme kerja, efek samping utama dan pengaruh terhadap penurunan A1C (Hb-

glikosilat)

2. Terapi Insulin (dibahas pada sub-bab selanjutnya)

3. Terapi Kombinasi

Pemberian OHO maupun insulin selalu dimulai dengan dosis rendah, untuk

kemudian dinaikkan secara bertahap sesuai dengan respons kadar glukosa darah.

Bersamaan dengan pengaturan diet dan kegiatan jasmani, bila diperlukan dapat dilakukan

pemberian OHO tunggal atau kombinasi OHO sejak dini. Terapi dengan OHO kombinasi,

harus dipilih dua macam obat dari kelompok yang mempunyai mekanisme kerja berbeda.

Bila sasaran kadar glukosa darah belum tercapai, dapat pula diberikan kombinasi tiga

OHO dari kelompok yang berbeda atau kombinasi OHO dengan insulin. Pada pasien yang

disertai dengan alasan klinik di mana insulin tidak memungkinkan untuk dipakai dipilih

terapi dengan kombinasi tiga OHO.

Untuk kombinasi OHO dan insulin, yang banyak dipergunakan adalah kombinasi

OHO dan insulin basal (insulin kerja menengah atau insulin kerja panjang) yang diberikan

pada malam hari menjelang tidur. Dengan pendekatan terapi tersebut pada umumnya dapat

diperoleh kendali glukosa darah yang baik dengan dosis insulin yang cukup kecil. Dosis

TERAPI INSULIN PADA DM TIPE 2, Kepaniteraan Klinik Rumah Sakit Umum Daerah Wates 14

Page 15: 206999636 Referat Terapi Insulin Pada Dm

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA 2014

REFERAT – ILMU PENYAKIT DALAM

awal insulin kerja menengah adalah 6-10 unit yang diberikan sekitar jam 22.00, kemudian

dilakukan evaluasi dosis tersebut dengan menilai kadar glukosa darah puasa keesokan

harinya. Bila dengan cara seperti di atas kadar glukosa darah sepanjang hari masih tidak

terkendali, maka obat hipoglikemik oral dihentikan dan diberikan insulin saja.

H. TERAPI INSULIN

Insulin adalah obat tertua dengan pengalaman klinis paling banyak yang hingga saat ini

masih digunakan untuk pengendalian hiperglikemia. Salah satu kelebihan insulin adalah

kemampuannya dalam menekan mediator inflamasi lebih banyak dibandingkan dengan obat-obat

hipoglikemik oral. Insulin juga paling efektif dalam menurunkan glukosa darah dan bila digunakan

dengan dosis yang adekuat dapat menurunkan kadar HbA1C sesuai dengan target yang diinginkan.

Tidak seperti obat-obat hipoglikemik oral, insulin tidak mempunyai dosis maksimum untuk

mencapai terapi. Dosis insulin relatif besar (> 1 unit/kgBB) dibandingkan yang diperlukan untuk

pengobatan DM tipe 1, mungkin penting untuk mengatasi resistensi insulin pada DM tipe 2 dan

menurunkan HbA1C sesuai dengan target yang diinginkan.

I. JENIS DAN LAMA KERJA INSULIN

Berdasar lama kerja , insulin terbagi menjadi 4 jenis, yakni :

Insulin kerja cepat (rapid acting insulin)

Insulin kerja pendek (short acting insulin)

Insulin kerja menengah (intermediate acting insulin)

Insulin kerja panjang (long acting insulin)

Insulin campuran tetap, kerja pendek, dan menengah (premixed insulin)

Walaupun terapi insulin inisial ditujukan untuk meningkatkan suplai insulin basal, biasanya

dengan insulin kerja menengah atau panjang, pasien-pasien dapat juga memerlukan terapi insulin

prandial dengan insulin kerja singkat atau insulin kerja cepat. Terapi insulin bermanfaat dalam

menurunkan kadar triasilgliserol dan meningkatkan kadar kolesterol HDL, khususnya pada pasien-

pasien dengan kendali glukosa darah yang buruk, namun dihubungkan dengan peningkatan berat

badan. Terapi insulin juga dihubungkan dengan hipoglikemia. Insulin analog kerja panjang dan

peak less dapat menurunkan risiko hipoglikemia lebih baik dibandingkan dengan insulin NPH

TERAPI INSULIN PADA DM TIPE 2, Kepaniteraan Klinik Rumah Sakit Umum Daerah Wates 15

Page 16: 206999636 Referat Terapi Insulin Pada Dm

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA 2014

REFERAT – ILMU PENYAKIT DALAM

kerja menengah. Insulin analog kerja singkat dan cepat mempunyai risiko hipoglikemia lebih

rendah dibandingkan dengan insulin regular.

J. INDIKASI PEMBERIAN TERAPI INSULIN

Terapi insulin secara klasik diindikasikan pada kondisi-kondisi seperti DM tipe 1,

hiperglikemia pada critically ill, infeksi, berat badan kurang, DM gestasional dan kendali glukosa

darah buruk. Tulisan ini selanjutnya membahas tentang penggunaan insulin pada kondisi glukosa

darah yang tidak terkendali dengan modifikasi gaya hidup dan obat-obat oral atau pada kasus

dengan kendali glukosa darah sangat buruk.

Menurut panduan pengobatan DM tipe 2 dari American Diabetes Association, terapi insulin

merupakan salah satu opsi tambahan bila langkah pertama pengobatan dengan kombinasi

modifikasi gaya hidup dan metformin gagal mencapai target HbA1C yang diinginkan, yaitu < 7%.

Insulin pertama yang digunakan adalah insulin basal kerja menengah yang diberikan sebelum tidur

malam atau insulin basal kerja panjang pagi atau sebelum tidur malam, dengan dosis inisial 10 unit

atau 0,2 unit/kgBB. Dosis dapat ditingkatkan 2-4 unit setiap 3-4 hari bila glukosa darah puasa

belum mencapai target yang dinginkan (70-130 mg/dL). Bila terjadi hipoglikemia atau kadar

glukosa darah <70mg/dL, dosis insulin basal malam dikurangi 4 unit atau lebih kurang 10% dari

dosis sebelumnya.

Bila target HbA1C tercapai (<7%) setelah terapi selama 3 bulan maka terapi dapat

diteruskan dan HbA1C sebaiknya diperiksa setiap 3 bulan. Namun sebaliknya, bila target HbA1C

tidak tercapai (>7%) setelah terapi selama 3 bulan maka perlu dilakukan beberapa langkah sebagai

berikut. Jika glukosa darah puasa dalam kisaran target (70-130 mg/dL), maka harus dilakukan

pemeriksaan glukosa darah sebelum makan siang, sebelum makan malam dan sebelum tidur

malam. Jika glukosa darah sebelum makan siang, makan malam dan tidur malam di luar kisaran

target maka perlu ditambahkan insulin kerja cepat masing-masing pada saat makan pagi, makan

siang dan makan malam, biasanya dapat dimulai dengan dosis 4 unit dan dapat dinaikkan sebesar 2

unit tiap 3 hari hingga target glukosa darah tercapai. Jika dalam waktu 3 bulan target tercapai

(HbA1C <7%) maka terapi dapat dilanjutkan dan HbA1C diperiksa tiap 3 bulan. Namun jika dalam

waktu 3 bulan target tetap tidak tercapai, maka glukosa darah sebelum makan (pre-meal) perlu

dicek kembali dan jika hasilnya tetap di luar kisaran target maka diperlukan injeksi tambahan. Jika

TERAPI INSULIN PADA DM TIPE 2, Kepaniteraan Klinik Rumah Sakit Umum Daerah Wates 16

Page 17: 206999636 Referat Terapi Insulin Pada Dm

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA 2014

REFERAT – ILMU PENYAKIT DALAM

target HbA1C tetap tidak tercapai maka periksa glukosa darah 2 jam post-prandial dan dosis insulin

pre-prandial dapat dinaikkan.

Inisiasi insulin juga dapat langsung diberikan pada penyandang DM tipe 2 naif dengan

kadar HbA1C >9% dengan gejala dekompensasi metabolik yang nyata. Menurut American

Association of Clinical Endocrinologist, pada kondisi ini dapat langsung diberikan insulin prandial

dengan atau tanpa obat lain seperti pramlintide. Pada saat pemberian insulin prandial dosis multipel

ini maka obat-obat oral berupa insulin secretagogue harus dihentikan.

K. CARA PENYUNTIKAN INSULIN

- Insulin umumnya diberikan dengan suntikan di bawah kulit (subkutan), dengan arah alat

suntik tegak lurus terhadap cubitan permukaan kulit.

- Pada keadaan khusus diberikan intramuskular atau intravena secara bolus atau drip.

- Terdapat sediaan insulin campuran (mixed insulin) antarainsulin kerja pendek dan kerja

menengah, dengan perbandingan dosis yang tertentu. Apabila tidak terdapat sediaan insulin

campuran tersebut atau diperlukan perbandingan dosis yang lain, dapat dilakukan

pencampuran sendiri antara kedua jenis insulin tersebut.

- Lokasi penyuntikan, cara penyuntikan maupun cara penyimpanan insulin harus dilakukan

dengan benar, demikian pula mengenai rotasi tempat suntik.

- Apabila diperlukan, sejauh sterilitas penyimpanan terjamin,semprit insulin dan jarumnya

dapat dipakai lebih dari satu kali oleh penyandang diabetes yang sama.

- Harus diperhatikan kesesuaian konsentrasi insulin (jumlah unit/mL) dengan semprit yang

dipakai (jumlah unit/mL dari semprit). Dianjurkan dipakai konsentrasi yang tetap. Saat ini

yang tersedia hanya U100.

L. EFEK SAMPING TERAPI INSULIN

a. Hipoglikemia

Komplikasi terapi insulin yang paling penting adalah hipoglikemia. Terapi insulin intensif

untuk mencapai sasaran kendali glukosa darah yang normal atau mendekati normal

cenderung meningkatkan risiko hipoglikemia. Edukasi terhadap pasien dan penggunaan

rejimen terapi insulin yang mendekati fisiologis dapat mengurangi frekuensi hipoglikemia.

b. Peningkatan berat badan

TERAPI INSULIN PADA DM TIPE 2, Kepaniteraan Klinik Rumah Sakit Umum Daerah Wates 17

Page 18: 206999636 Referat Terapi Insulin Pada Dm

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA 2014

REFERAT – ILMU PENYAKIT DALAM

Pada pasien dengan kendali glukosa yang buruk, peningkatan berat badan tidak dapat

dihindari karena terapi insulin memulihkan massa otot dan lemak (pengaruh anabolik

insulin). Penyebab peningkatan berat badan yang lain adalah makan yang berlebihan serta

kebiasaan mengudap untuk menghindari hipoglikemia. Pasien yang menjalani terapi insulin

umumnya melakukan diet yang lebih longgar dibandingkan dengan diet ketat saat terapi

dengan obat antidiabetik oral. Hal tersebut juga dapat menyebabkan peningkatan berat

badan.

c. Edema insulin

Edema dapat muncul pada pasien yang memiliki kendali glukosa darah buruk (termasuk

pasien KAD) akibat retensi garam dan air yang akut. Edema dapat menghilang secara

spontan dalam beberapa hari. Kadang-kadang dibutuhkan terapi diuretika untuk

menatalaksana hal tersebut.

d. Reaksi lokal terhadap suntikan insulin

Lipohipertrofi merupakan pertumbuhan jaringan lemak yang berlebihan akibat pengaruh

lipogenik dan growth-promoting dari kadar insulin yang tinggi di tempat penyuntikan. Hal

itu dapat muncul pada pasien yang menjalani beberapa kali penyuntikan dalam sehari dan

tidak melakukan rotasi tempat penyuntikan. Lipoatrofi adalah hilangnya jaringan lemak

pada tempat penyuntikan. Saat ini, dengan penggunaan sediaan insulin yang sangat murni,

lipoatrofi sudah sangat jarang terjadi.

e. Alergi

Saat ini, dengan penggunaan sediaan insulin yang sangat murni, alergi insulin sudah sangat

jarang terjadi.

TERAPI INSULIN PADA DM TIPE 2, Kepaniteraan Klinik Rumah Sakit Umum Daerah Wates 18

Page 19: 206999636 Referat Terapi Insulin Pada Dm

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA 2014

REFERAT – ILMU PENYAKIT DALAM

BAB III

KESIMPULAN

Diabetes Mellitus Tipe 2 adalah pankreas dapat menghasilkan cukup jumlah insulin untuk

metabolisme glukosa (gula), tetapi tubuh tidak mampu untuk memanfaatkan secara efisien. Seiring

waktu, penurunan produksi insulin dan kadar glukosa darah meningkat.

Gambaran klinis terjadinya DM tipe 2 ini yaitu melalui keluhan klasik seperti penurunan berat badan,

banyak kencing, banyak minum, banyak makan. adapun keluhan lain yang terjadi yaitu gangguan saraf

tepi / kesemutan, gatal / bisul, gangguan ereksi dan keputihan. Faktor risiko DM tipe 2 seperti genetik,

usia, stres, minim gerak, pola makan yang salah, dan obesitas.

Penatalaksanaan Diabetes Melitus Tipe 2 yaitu melalui Edukasi, Perencanaan Makan, Aktivitas

fisik dan Pengobatan (OHO dan terapi insulin).

Kelebihan terapi insulin adalah kemampuannya dalam menekan mediator inflamasi lebih

banyak dibandingkan dengan obat-obat hipoglikemik oral. Insulin juga paling efektif dalam

menurunkan glukosa darah dan bila digunakan dengan dosis yang adekuat dapat menurunkan kadar

HbA1C sesuai dengan target yang diinginkan. Tidak seperti obat-obat hipoglikemik oral, insulin tidak

mempunyai dosis maksimum untuk mencapai terapi. Insulin umumnya diberikan dengan suntikan di

bawah kulit (subkutan), dengan arah alat suntik tegak lurus terhadap cubitan permukaan kulit.

Efek samping insulin antara lain hipoglikemi, peningkatan berat badan, edema insulin, reaksi

lokal terhadap suntikan insulin, alergi.

TERAPI INSULIN PADA DM TIPE 2, Kepaniteraan Klinik Rumah Sakit Umum Daerah Wates 19

Page 20: 206999636 Referat Terapi Insulin Pada Dm

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA 2014

REFERAT – ILMU PENYAKIT DALAM

DAFTAR PUSTAKA

1. Konsensus Pengelolaan dan Pencegahan Diabetes Melitus Tipe 2 di Indonesia 2006.

http://penyakitdalam.files.wordpress.com/2014/01/konsensus-pengelolaan-dan-pencegahan-

diabetes-melitus-tipe-2-di-indonesia-2006.pdf

2. Petunjuk Praktis Terapi Insulin pada Pasien Diabetes Melitus.

3. Shahab, Alwi, 2006. Diagnosis Dan Penatalaksanaan Diabetes Melitus (Disarikan Dari Konsensus

Pengelolaan Diabetes Melitus Di Indonesia : Perkeni 2006). Subbagian Endokrinologi Metabolik,

Bagian Ilmu Penyakit Dalam, Fk Unsri/ Rsmh Palembang, Palembang.

4. Kusnadi, Y. 2010. Inisiasi dini dan Intensifikasi Terapi Insulin dalam Manajemen Diabetes Melitus

Tipe 2. Subbagian Endokrin Metabolik Bagian Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran

Universitas Sriwijaya/RSUP Dr. Muhammad Hoesin Palembang.

5. Sudoyo, A.W., Setiyohadi, B., Alwi I., dkk. 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III, FK UI:

Jakarta.

6. Perkeni. 2011. Empat Pilar Pengelolaan Diabetes.[online]. (diupdate 11 November 2011).

http://www.smallcrab.com/ .[diakses 03 Januari 2014].

TERAPI INSULIN PADA DM TIPE 2, Kepaniteraan Klinik Rumah Sakit Umum Daerah Wates 20