DKI blok 15
-
Upload
aquinasmichi -
Category
Documents
-
view
218 -
download
1
description
Transcript of DKI blok 15
Hematemesis Melena et causa Gastritis Erosif102013251 / C4
Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida WacanaJl. Terusan Arjuna No. 6, Jakarta 11510
Pendahuluan
Pendarahan saluran cerna bagian atas (SCBA) adalah perdarahan saluran makan
prosikmal dari ligamentum Treitz untuk keperluan klinik dibedakan pendarahan varises
eoseofagus dan non – varises, karena antara keduanya terdapat ketidaksamaan dalam
pengelolaan dan prognosisnya. Manifestasi klinik pendarahan saluran cerna bagian atas
(SCBA) bisa bergantung lama, kecepatan, banyak sedikitnya darah yang hilang, dan
tergantungan berlangsung terus menerus atau tidak. Kemungkinan pasien datang dengan 1)
Anemia defesiensi akibat perdarahan tersembunyi yang berlangsung lama 2) Hematemesis
atau Melena disertai atau tanpa anemia, dengan atau tanpa gangguan hemodinamik: derajat
hipovolemi meningkatkan kegawatan pasien. Penyebab pendarahan SCBA yang sering
dilaporkan adalah pecahannya varises oesophagus, gastritis erosif, tukak peptik, gastropati
kongestif, Mallory-Weiss Syndrome dan Ca.
Tujuan dibuatnya makalah ini adalah untuk mengetahui lebih lanjut mengenai
hematemesis melena penyebab, komplikasi, penanganan, dan tindakan preventif.
Anamnesis
Keluhan Utama: Muntah Cairan seperti kopi disertai BAB warna hitam, keluhan
penyerta berupa nyeri ulu hati, mual dan muntah, dan bilamana makan terasa cepat kenyang.
Riwayat pengobatan mengonsumsi obat obatan anti-rematik selama dua tahun.
Riwayat penyakit sekarang berupa dapat ditanyakan sejak kapan keluhan – keluhan
tersebut berlangsung, lokalisasi, frekuensi, dan intensitas nyeri ulu ati, rasa nyeri ulu hati
timbul sebelum atau sesudah makan, konsistensi tinja
1
Pemeriksaan Fisik
Tujuan pemeriksaan fisik umum adalah untuk mengidentifikasi keadaan umum pasien saat
pemeriksaan dengan penekanan pada tanda-tanda vital, keadaan sakit, gizi dan aktivitasnya
baik dalam keadaan berbaring atau berjalan.2
Pemeriksaan fisik biasanya dimulai dengan pemeriksaan objektif yaitu tekanan darah, denyut
nadi, pernapasan, suhu dan tingkat kesadaran, serta pemeriksaan tanda-tanda vital dengan
inspeksi, palpasi, perkusi dan auskultasi. Namun pada kasus ini cukup dengan pemeriksaan
inspeksi dan palpasi saja.2
Pemeriksaan dapat dibantu dengan menggunakan kaca pembesar, harus dilakukan di tempat
yang terang. Anamnesis terarah biasanya ditanyakan pada penderita bersamaan dilakukan
inspeksi untuk melengkapi data diagnostik. Misalnya penderita menderita kelainan di
tangannya, perlu juga ditanyakan ada tidaknya kelainan di tempat lain. Dalam hal ini juga
perlu dilakukan inspeksi seluruh tubuh penderita. Pada inspeksi, diperhatikan lokalisasi,
warna, bentuk, ukuran, penyebaran, batas, dan efloresensi yang khusus.2,3
Setelah inspeksi, pemeriksaan dilanjutkan dengan palpasi sehingga dapat menentukan bentuk;
besar; tepi; permukaan; konsistensi organ; adanya tanda-tanda radang akut atau tidak
misalnya dolor, kalor, fungsiolesa (rubor dan tumor dapat pula dilihat), ada tidaknya indurasi,
fluktuasi, dan pembesaran kelenjar regional maupun generalisata. Permukaan organ
dinyatakan apakah rata atau berbenjol-benjol; konsistensi lunak, keras, kenyal, kistik atau
berfluktuasi; sedangkan tepi organ dinyatakan dengan tumpul atau tajam.4,5
Dalam kasus kelainan kulit, seorang dokter harus melihat bagaimana kelainan kulit yang
ditemukan. Kelainan kulit bisa berupa ruam, ulkus, benjolan, dan sebagainya:5
a. Makula: Daerah perubahan warna kulit yang berbatas jelas dengan kulit normal tanpa
tonjolan atau lekukan kulit disekitarnya.
b. Papula: Lesi menonjol padat dengan diameter <0.5cm.
2
c. Nodul: Massa padat sirkumskrip, terletak di kutan atau subkutan, dapat menonjol,
diameter >0,5cm.
d. Tumor: Istilah umum untuk benjolan yang berdasarkan pertumbuhan sel maupun jaringan.
e. Plak: Penonjolan di atas permukaan kulit, permukaannya rata dan berisi zat padat
(biasanya infiltrat), diameternya 2cm atau lebih.
f. Indurasi: Papula atau plak berbentuk lingkaran atau memiliki puncak yang datar, berwarna
merah pucat yang menghilang dalam beberapa jam.
g. Pustula: Penonjolan kulit berbatas tegas yang berisi eksudat purulen atau vesikel yang
berisi nanah.
h. Vesikula/bulla: Lesi menonjol berbatas tegas yang berisi cairan. Vesikula memiliki
diameter <0,5cm sedangkan bulla memiliki diameter >0,5 cm.
i. Ulkus: Lesi yang menunjukkan kerusakan epidermis dan dermis.
j. Kista : Rongga tertutup yang berisi cairan atau bahan semi-padat.
Selain itu, perlu juga diperiksa apakah terdapat perubahan kulit sekunder yang memperberat
atau merupakan akibat dari proses primer misalnya:2
Skuama: Lapisan deskuamasi dari stratum korneum.
Krusta: Serum, darah, atau eksudat purulen yang mengering.
Erosi: Daerah lekukan berbatas tegas akibat hilangnya epidermis, suatu kelainan kulit
yang disebabkan kehilangan jaringan tidak melampaui stratum basal.
Likenifikasi: Penebalan kulit akibat sering digosok atau digaruk yang menyebabkan
semakin jelasnya garis-garis kulit normal.
Atrofi: Atrofi epidermal disebabkan karena berkurangnya lapisan sel epidermal. Atrofi
dermal terjadi akibat berkurangnya jaringan ikat dermal.
Parut: Lesi yang terbentuk akibat kerusakan dermal.
Ekskoriasi: Ekskavasi superfisial epidermis akibat garukan. Bila garukan lebih dalam lagi
sehingga tergores sampai ujung papil, maka akan terlihat darah yang keluar selain serum.
Ekskoriasi merupakan kelainan kulit yang disebabkan oleh hilangnya jaringan sampai
stratum papilare.
Fisura: Celah kulit berupa garis yang terasa nyeri.
Pada pemeriksaan fisik juga perlu ditentukan apakah ada perluasan ataupun pola distribusi
(simetris atau asimetris, daerah pajanan, tempat tekanan, lipatan kulit), serta bagaimana warna
dan bentuk lesi).5
3
Pada pemeriksaan fisik ditemukan kulit tangan menjadi kering dan ditemukan kemerahan
pada tangan.
Diagnosis Kerja : Dermatitis Kontak Iritan Komulatif
Dermatitis adalah peradangan kulit terjadi pada epidermis dan dermis secara sekaligus sebagai
respon terhadap pengaruh faktor eksogen dan atau faktor endogen, dermatitis menimbulkan
gejala klinis berupa efloresensi polimorfik (eritema, edema, papul, vesikel, skuama dan
likenifikasi). Dan keluhan gatal. Tanda-tanda polimorfik tidak selalu timbul bersamaan,
bahkan mungkin hanya beberapa (oligomorfik). Dermatitis cenderung residif dan menjadi
kronis.Penyebab penyakit dermatitis bisa dari luar (eksogen) yaitu bahan kimia (misalnya
detergen, asam, basa, oli, semen), fisik (misalnya sinar dan suhu), mikroorganisme (bakteri,
jamur); dapat pula dari dalam (endogen), misalnya dermatitis atopic.
Pada umumnya penderita dermatitis merasa gatal. Kelainan kulit bergantung pada stadium
penyakit, batasnya sirkrumskrip, dapat pula difus. Penyebarannya dapat setempat,
generalisata dan universalis. Pada stadium akut kelainan kulit berupa eritema, edema, vesikel
atau bula, erosi dan eksudasim sehingga tampak basah (madidans). Stadium subakut, eritema
dan edema berkurang, eksudat mongering lalu menjadi krusta. Sedangkan pada stadium
kronis lesi tampak kering, skuama, hiperpigmentasi, papul dan likenifikasi, mungkin juga
terdapat erosi atu ekskoriasi karena garukan.4
Dermatitis kontak disebabkan oleh bahan atau substansi yang menempel pada kulit. Ada 2
jenis dermatitis kontak yaitu dermatitis kontak iritan dan dermatitis kontak alergen. Keduanya
dapat bersifat akut dan kronis. Dermatitis iritan merupakan reaksi peradangan nonimunologik,
jadi kerusakan kulit terjadi langsung tanpa didahului proses sensitifitas. Sebaliknya dermatitis
kontak allergen terjadi pada seseorang yang telah mengalami sesitifitas terhadap suatu bahan
allergen. 4
Dermatitis Kontak Iritan
Etiologi
Penyebab munculnya dermatitis jenis ini adalah bahan yang bersifat iritan, misalnya
bahan pelarut, detergen, minyak pelumas, asam, alkali, dan serbuk kayu. Kelainna kulit
yang terjadi ditentukan oleh ukuran molekul, daya larut, konsentrasi bahan tersebut dan
vehikulum, juga dipengaruhi faktor-faktor lain contohnya lama kontak, intensitas, adanya
4
oklusi menyebabkan kulit lebih permeable, demikian pula gesekan dan trauma fisis, suhu
dan kelembapan juga ikut berpengaruh. 4
Faktor individu juga berpengaruh pada penderita dengan dermatitiskonta iritan, misalnya
perbedaan ketebalan kulit diberbagai tempat menyebabkan perbedaan permeabilitas : usia
(anak dibawah 8 tahundan usia lanjut lebih mudah teriritasi); ras (kulit hitam lebih tahan
dengan bahan iritan dibandingkan dengan kulit putih); jenis kelamin ( insiden dermatitis
kontak iritan lebih sering terjadi kepada perempuan dibandingkan dengan laki-laki);
penyakirtt kulit yang pernah atau sedang dialami (ambang rangsang terhadap bahan iritan
menurun), misalkan dermatitis atopic. 4
Pathogenesis
Keadaan kulit yang timbul akibat dari kerusakan sel yang disebabkan oleh bahan iritan
melalui kerja kimiawi atau fisis. Bahan iritan merusak lapisan tanduk, denaturasi keratin,
menyingkirkan lemak lapisan tanduk dan mengubah daya ikat air pada kulit. Kebanyakan
bahan iritan atau toksin merusak membrane lemak (lipid bilayer) keratinosit, tetapi
sebagian dapat menembus membrane sel dan merusak lisosom, mitokondria atau
komponen inti. Kerusakanmembran mengaktifkan fosfolipase dan melepaskan asam
arakidona, diasligliserida, platelet activating factor, dan inositida. Asam arakidonat akan
dirubah menjadi prostaglandin dan leukotrien. Lalu prostaglandin dan leukotrien akan
menginduksi vasodilatasi, dan meningkatkan permeabilitas vascular sehingga
mempermudahkan transudasi komplemen dan kinin. Prostaglandin dan leukotrien juga
bertindak sebagai kemoatraktan kuat untuk limfosit dan nautrofil serta mengaktifasi sel
mast yang akan menyebabkan sel mast akan melepaskan histamine, leukotrien dan
prostaglandin lain dan platelet activating factor sehingga memperkuat perubahan
vascular. 4
Diasilgliserida dan second messenger lain menstimulasi ekspresi gen dan sintesis protein
misalnya interleukin-1 (IL-1), dan granulocytemacrophage colony stimulatunf factor
(GACSF). IL-1 akan mengaktifkan sel-T helper sehingga akan mengeluarkan IL-2 dan
mengekspresi reseptor IL-2, yang menimbulkkan stimulasi autokrin dan proliferasi sel
tersebut.
Keratinosit juga membuat molekul permukaan HLA-DR dan adesi intrasel-1. Pada kontak
dengan iritan, keratinosit juga akan melepaskan TNF-alfa, suatu sitokin proinflamasi yang
5
dapat mengaktifkan sel T, makrofag dan granulosit, menginduksi ekspresi molekul adesi
sel dan pelepasan sitokin. 4
Rentetan kejadian tersebut menimbulkan gejala peradangan klasik ditempat terjadinya
kontak dikulit beru eritema, edema, panas, nyeri. Gejala-gejala yang terjadi juga dapat
dipengaruhi oleh faktor bahan iritan yangterkena oleh kulit, bila bahan iritan lemahakan
menimbulkankelainan kulit setelah berulang kali kontak, dimulai dengan kerusakan
stratum korneum olehkarena delipidasi yang menyebabkan desikasi dan kehilangan fungsi
sawarnya, sehingga mempermudah kerusakan sel dibawahnya oleh bahan-bahan iritan. 4
Epidemiologi
Dermatitis kontak iritan dapat diderita oleh semua orang dari berbagai umur, ras dan jenis
kelamin. Jumlah penderita dermatitis konta iritan diperkirakan cukup banyak, terutama
berhubungan dengan pekerjaan. Namun angka tetapi penderita dermatitis kontak iritan
sulit didapatkan secara pasti. Ini disebabkan antara lain oleh banyak penderita yang
didapati dermatitis konta iritan ringan tidak datang berobat dan bahkan tidak mengeluh4
Gejala klinis
Kelainan kulit yang terjadi sangan beragam, tergantung pada sifat iritannya. Iritan kuat
biasanya akan member gejala akut, sedang iritan lemah akan memberikan gejala kronis.
Selain itu juga banyak faktor yang dapat mempengaruhi antara lain faktor individu (ras,
usia, lokasi), faktor lingkungan (suhu, kelembapan udara dll). Berdasarkan faktor tersebut
dermatitis kontak iritan dibagi menjadi 8 macam.1,5-6
Dermatitis kontak iritan akut
Gambaran iritasi klasik yang akan terlihat dengan cepat dalam beberapa menit atau
jam, bila terpapar bahan iritan yang poten. Kelainan yang timbul pada semua orang
tidak bergantung pada tingkat kepekaan seseorang berupa eritema, edema dengan
vesikel atau bulla, bahkan dapat terjadi nekrosis, biasanya akan disertairasa terbakar,
umumnya kelainan hanya akan timbul pada daerah paparan. Keadaan ini juga sering
terjadi akibat kecelakaan, dermatitis cepat timbul dan akan menghilang dengan cepat
pula, walaupun terjadi nekrosis.
Dermatitis kontak iritan akut lambat
6
Beberapa bahan iritan yang menimbulkan iritasi akut yang terlambat, inflamasi baru
akan terlihat 12-24 jam setelah paparan. Gambaran klinis menyerupai dermatitis iritan
akut. Iritasi akibat tretinoin dapat timbul setelah beberapa hari, ditandai dengan
eritema diikut dengan pengelupasan stratum korneum berupa skuama yang kasar
disertai dengan keluhan rasa terbakar. Kulit menjadi sensitive terhadap air dan
perabaan.
Dermatitis kontak iritan reaksi iritan
Reaksi iritan merupakan dermatitis kontak iritan yang subklinis pada orang-orang
yang terpapar cairan misalkan piñata rambut. Gambaran klinis biasanya
monomorfisberupa eritem, skuama vesikel, pustule atau erosi. Sering kali kelainan
kulit tersebut sembuh spontan dan menimbulkan penebalan, namun kadang-kadang
berlanjut menjadi dermatitis iritan komulatif.
Dermatitis kontak iritan komulatif
Dermatitis kontak iritan tipe ini paling sering dijumpai, disebut juga traumiterative
dermatitis. Kelainan kulit timbul dikarenakan paparan yang berulang-ulang. Selain
iritasi bahan kimia, iritasi dapat berupa gesekan, mikrotrauma, kelembapan rendah,
panas, dingin, bedak, tanah dan air. Paparan berlangsung dalambeberapa hari, minggu
atau bahkan bertahun-tahun, oleh berbagai macam iritan dan tidak disadari penderita.
Gambaran klinisnya bervariasi tergantung pada tingkat kepekaan seseorang, berupa
kulit yang kering, eritema dan skuama yang timbul perlahan-lahan, pnderita tisak
menyaari adanya kelainan kulit.
Dermatitis kontak iritan traumateratif
Kelainan kulit yang timbul karena trauma, misalnya luka bakar, luka lecet atau
dermatitis kontak iritan akut. Harus ditanyakan kepada penderita apakah luka dicuci
menggunaka sabun atau detergen. Luka tidak sembuh seperti apa yang diharapkan,
tetapi akan timbul eritema, papula, papulovesikel, vesikel dan skuama. Perjalanan
penyakit akhirnya menyerupai dermatitis numularis, dapat terjadi komplikasi berupa
infeksi dan penyembuhan membutuhkan waktu yang lama.
Dermatitis kontak iritan noneritematosa
Pada stadium awal, kulit sudah terpapar bahan iritan belum terlihat tanda-tanda
inflamasi, walaupun tidak ditemukan kelainan kulit
Dermatitis kontak iritan subyektif
7
Pada beberaoa orang yang terpapar bahan kimia misalnya asam laktat, mengeluh rasa
gatal, rasa terbakar atau rasa panas, walaupun tidak ditemukan kelainan kulit.
Dermatitis kontak iritan pustular dan akneiformis
Kelainan kulit yangtimbul setelah terpapar metal, oli dan minyak. Gambaran klinisnya
berupa lesi akneiformis, pustule atau akne yang timbul bersifat steril dan timbul diluar
usia akne vulgaris. Pada umumnya terjadi pada penderita dermatitis seboroik, orang-
orang yang mempunyai lubang pori-pori yang besar dan lebar, sebelumnya menderita
akne vulgaris atau orang atopi.
Gambar 1. Gambaran Dermatitis Kontak Iritan6
8
Diagnosis Banding
1. Dermatitis kontak allergen
Bila dibandingkan dengan dermatitis kontak iritan, jumlah penderita dermatitis kontak
allergen (DKA) lebih sedikit, karena hanya mengenai orang yang keadaan kulitnya
sangat peka (hipersensitif). Berbagai faktor timbulnya DKA misalnya potensi
sensitisasi aergen, dosis per unit area, luas daerah yang terkena, lama pajanan, oklusi,
suhu dan kelembapan lingkungan, vehikulum dan ph. Juga dapat dipengaruhi oleh
faktor individu, misalnya keadaan kulit pada tempat yang terpapar (ketebalan
epidermis, keadaan stratum corneum), status imunoligik penderita. Gejala klinis
penderita umumnya mengeluh gatal. Kelainan kulit bergantung pada keparahan
dermatitis dan lokasinya. DKA akut terjadi ditempat tertentu, misalnya kelopak mata,
penis, skrotum, eritema, dan edema ebih dominan daripada vesikel. Pada yang kronis
terlihat kulit kering, berskuama, papul, likenifikasi dan mungkin juga fisur, batasnya
tidak jelas. Jarang sekali ditemukan DKA pada telapak tangan dan telapak kaki. Jika
terjadi pada tangan hal ini mungkin terjadi karena tangan merupakan organ tubuh yang
paling sering digunakan untuk melakukan pekerjaan sehari-hari. 4
2. Dermatitis Venenata
Dermatitis Venenata adalah Dermatitis Kontak Iritan yang disebabkan oleh
terpaparnya bahan iritan dari beberapa tanaman seperti rumput, bunga, pohon mahoni,
kopi, mangga, serta sayuran seperti tomat, wortel dan bawang. Bahan aktif dari
serangga juga dapat menjadi penyebab.7
Pemeriksaan Penunjang
Tidak ada pemeriksaan spesifik untuk mediagnosis dermatitis kontak iritan. Ruam kulit
biasanya sembuh setelah bahan iritan dihilangkan. Tidak ada spesifik tes yang dapat
memperlihatkan efek yang didapatkan dari setiap pasien jika terkena dengan bahan iritan.
Dermatitiskontak iritan dalam beberapa kasus, biasanya merupakan hasil dari efek berbagai
iritans.
1. Patch Test
Patch test digunakan untuk menentukan substansi yang menyebabkan kontak dermatitis
dan digunakan untuk mendiagnosis DKA. Konsentrasiyang digunakan harus tepat. Jika
terlalu sedikit, dapat memberikan hasi lnegatif palsu oleh karena tidak adanya reaksi. Dan
9
jika terlalu tinggi dapat terinterpretasi sebagai alergi (positif palsu). Patch tes dilepas
setelah 48 jam, hasilnya dilihat dan reaksi positif dicatat. Untuk pemeriksaan lebih lanjut,
dapat kembali dilakukan pemeriksaan pada 48 jam berikutnya. Jika hasilnya didapatkan
ruam kulit yang membaik, maka dapat didiagnosis sebagai DKI, Pemeriksaan patch tes
digunakan untuk pasien kronis,dengan dermatitis kontak yang rekuren. 4
2. Kultur Bakteri
Kultur bakteri dapat dilakukan pada kasus-kasus komplikasi karena adanya infeksi
sekunder oleh bakteri.1
3. Pemeriksaan KOH
Dapat dilakukan pemeriksaan untuk mengetahui adanya mikologi pada infeksi jamur
superfisial seperti infeksi candida, pemeriksaan ini bergantung dari tempat dan morfologi
dari lesi. Pemeriksaan ini dilakukan dengan mengambil kerukan kulit lalu dilarut dengan
KOH 10-20% lalu spora jamur akan terlihat dibawah mikroskop.1
Penatalaksanaan
Upaya pengonatan dermatitis kontak iritan yang penting adalah menghindarkan pajanan dari
bahan-bahan iritan, baik yang bersifat mekanik, fisis maupun kimiawi serta menyingkirkan
faktor yang memperberat. Bila hal ini dapat dilaksanakan dengan sempurna dan tidak terjadi
komplikasi makan dermatitiskontak iritan ini akan sembuh dengan sendirinya tanpa
pengobatan topical, mungkin cukup dengan pelembab untuk memperbaiki kulit yang kering.1,4
Apa bila diperlukan untuk mengatasi peradangan dapat diberikan kortikosterois topikan atau
hidrokortison, atau untuk kelainan yang kronis dapat diawali dengan kortikosteroid yang
lebih kuat yaitu pemberian prednison pada 2 minggu pertama, 60 mg dosis inisial, dan di
tappering 10mg. Selain itu pemakaian alat pelindung diri yang adekuat diperlukan bagi
mereka yang bekerja dengan bahan iritan sebagai suatu upaya pencegan kejadian dengan
rekurensi.4
Pemberian antibiotic dianjurkan agar menghindarkan komplikasi lanjut yaitu infeksi sekunder
pada dermatitis iritan, Sedangkan antihistamin mungkin dapat mengurangi pruritus yang
disebabkan oleh dermatitis kontak iritan. Perlu diketahui bahwa pemberian obat topikal
merupakan lini pertama pada penyakit kulit apapun. Bila gejala menunjukan adanya
penyebaran secara sistemik pemberian obat oral atau parental dapat diindikasikan.5
Komplikasi
10
Dermatitis kontak iritan dapat meningkatkan risiko sensitisasi pengobatan topical. Lesi yang
terjadi pada kulit bisa mengalami infeksi sekunder, khususnya oleh Staphylococcus aureus.
Selain itu dapat terjadi neurodermatitis sekunder (liken simpleks kronis) terutama pada
pekerja yang terpapar iritan di tempat kerjanya atau dengan stres psikologik . Gejala berupa
peradangan kulit kronis, gatal, sirkumskrip ditandai dengan kulit tebal dan garis kulit tampak
lebih menonjol (likenifikasi) menyerupai kulit batang kayu, akibat garukan atau gosokan yang
berulang-ulang karena berbagai rangsangan pruritogenik. Pruritus memeainkan peran sentral
dalam timbulnya pola reaksi kulit berupa likenifikasi dan prurigo nodularis. Hipotesis
mengenaio pruritus berhubungan dengan adanya penyakit yang mendasari dan salah satunya
ialah dermatitis kontak alergi.6,7
Prognosis
Bila bahan iritan penyebab dermatitis tersebut tidak dapat disingkirkan secara sempurna maka
prognosisnya akan menjadi kurang baik. Keadaan ini sering terjadi dengan dermatitis kontak
iritan kronis yang penyebabnya bisa dikarenakan multi faktor.7
Kesimpulan
Dermatitis adalah penyakit kulit dimana kulit mengalami inflamasi. Dermatitis terbagi
menjadi dermatitis eksogen dan dermatitis endogen. Dermatitis eksogen sendiri dibedakan
menjadi dermatitis kontak iritan dan dermatitis kontak alergik dimana keduanya dapat bersifat
akut maupun kronik. Dermatitis kontak sering terjadi akibat pekerjaan misalnya pada tukang
cuci, tukang kebun, dan sebagainya. Dermatitis iritan merupakan reaksi peradangan kulit non-
imunologik, jadi kerusakan kulit terjadi langsung tanpa didahului proses sensitisasi.
Sebaliknya, dermatitis kontak alergik terjadi pada seseorang yang telah mengalami sensitisasi
terhadap suatu alergen. Kedua dermatitis ini memiliki prognosis yang baik apabila diobati
dengan baik dan benar serta bahan kontak atau iritasi penyebabnya dapat disingkirkan dengan
sempurna.
11
Daftar Pustaka
1. Sadikin H. Materi symposium penanganan terbaru dermatitis dan psoriasis. Bandung:
Bagian ilmu penyakit kulit dan kelamin Fakultas Kedokteran Universitas Padjajaran;
2001.
2. Santoso M. Pemeriksaan fisik diagnosis. Jakarta: Bidang Penerbitan Yayasan Diabetes
Indonesia; 2004.h.1-4,6,13-5,20,98.
3. Burnside JW, Mcglynn TJ. Diagnosis fisik. Jakarta: Penerbit buku kedokteran EGC;
2000. h. 87-97
4. Djuanda A, Hamzah M, Aisah S. Ilmu penyakit kulit dan kelamin. Ed 6. Jakarta:
Badan Penerbit Fakultas Kedokteran Indonesia; 2013.h.34,40, 129-161.
5. James WD., Berger TG., Elston DM., Andrews’ Diseases of The Skin: Clinical
Dermatology, 10th ed, Canada: Elsevier Inc., 2006.pg 421-427.
6. Dermatitis kontak iritan, diunduh dari:
http://emedicine.medscape.com/article/1049353-overview, 18 April 2015.
7. Abdullah B., Dermatologi pengetahuan dasar dan kasus di rumah sakit, Indonesia:
Pusat Penerbitan Universitas Airlangga., 2009, hal 94-96.
12
13