DISOLUSI OBAT

25
1 BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Sebagai seorang farmasis harus selalu menggali informasi terkini mengenai teknologi obat dari berbagai segi. Disini yang paling ditekankan yaitu pada preformulasi konsep baru yang nantinya harus mampu menghasilkan suatu maha karya yang bernilai lasi. Preformulasi merupakan metode perancangan suatu riset dalamrangka menyusun Sebagian besar komponen penting yang diperlukan dalam peningkatan kesehatan adalah obat. Obat merupakan semua zat baik kimiawi, hewani, maupun nabati yang dalam dosis layak dapat menyembuhkan, meringankan bahkan mencegah penyakit. Proses pemindahan molekul obat dari bentuk padat ke dalam larutan pada suatu medium disebut disolusi. Disolusi obat adalah suatu proses pelarutan senyawa aktif dari bentuk sediaan padat ke dalam media pelarut. Pelarutan suatu zat aktif sangat penting artinya karena ketersediaan suatu obat sangat tergantung dari kemampuan zat tersebut melarut ke dalam media pelarut sebelum diserap ke dalam tubuh. Obat yang telah memenuhi persyaratan baik dari waktu hancur, keregasan, keseragaman

description

disolusi

Transcript of DISOLUSI OBAT

Page 1: DISOLUSI OBAT

1

BAB I

PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang

Sebagai seorang farmasis harus selalu menggali informasi terkini

mengenai teknologi obat dari berbagai segi. Disini yang paling ditekankan

yaitu pada preformulasi konsep baru yang nantinya harus mampu

menghasilkan suatu maha karya yang bernilai lasi. Preformulasi merupakan

metode perancangan suatu riset dalamrangka menyusun

Sebagian besar komponen penting yang diperlukan dalam

peningkatan kesehatan adalah obat. Obat merupakan semua zat baik

kimiawi, hewani, maupun nabati yang dalam dosis layak dapat

menyembuhkan, meringankan bahkan mencegah penyakit. Proses

pemindahan molekul obat dari bentuk padat ke dalam larutan pada suatu

medium disebut disolusi.

Disolusi obat adalah suatu proses pelarutan senyawa aktif dari

bentuk sediaan padat ke dalam media pelarut. Pelarutan suatu zat aktif

sangat penting artinya karena ketersediaan suatu obat sangat tergantung dari

kemampuan zat tersebut melarut ke dalam media pelarut sebelum diserap ke

dalam tubuh. Obat yang telah memenuhi persyaratan baik dari waktu

hancur, keregasan, keseragaman bobot, dan penetapan kadar, belum dapat

menjamin bahwa suatu obat memenuhi efek terapi. Karena itu uji disolusi

harus dilakukan pada setiap produksi tablet atau kapsul.

. Laju disolusi atau kecepatan melarut obat-obat yang relatif tidak

larut dalam air telah lama menjadi masalah pada industri farmasi. Obat-obat

tersebutumumnya mengalami proses disolusi yang lambat demikian pula

laju absorpsinya.Dalam hal ini partikel obat terlarut akan diabsorpsi pada

laju rendah atau bahkan tidak diabsorpsi seluruhnya. Dengan demikian

absorpsi obat tersebut menjadi tidak sempurna

Sediaan tablet termasuk dalam persyaratan uji disolusi yaitu untuk

mengetahui seberapa banyak persentase zat aktif dalam obat yang terlarut

Page 2: DISOLUSI OBAT

2

dan terabsorbsi ke dalam peredaran darah untuk memberikan efek terapi.

Disolusi menggambarkan efek obat terhadap tubuh, jika disolusi memenuhi

syarat maka diharapkan obat akan memberikan khasiat pada tubuh. Oleh

karena itu, pada percobaan ini dilakukan dengan maksud untuk mengetahui

kecepatan disolusi dari tablet amoksisilin dengan menggunakan alat disolusi

dan titrasi alkalimetri dengan larutan baku NaOH dan penambahan indikator

fenolftalein.

I.2 Maksud dan Tujuan Percobaan

I.2.1 Maksud Percobaan

Adapun maksud dilakukannya percobaan ini yaitu untuk menentukan

kecepatan disolusi suatu zat menggunakan alat penentu kecepatan disolusi.

I.2.2 Tujuan Percobaan

Setelah melakukan percobaan ini mahasiswa diharapkan mampu:

1. Menentukan kecepatan disolusi suatu zat

2. Menggunakan alat penentu kecepatan disolusi

3. Menerangkan faktor-faktor yang mempengaruhi kecepatan disolusi suatu

zat

I.2.3 Prinsip Percobaan

Adapun prinsip kerja dari percobaan ini yaitu menentukan kecepatan

disolusi dari asam salisilat menggunakan alat disolusi dan titrasi asam basa

menggunakan larutan baku NaOH dengan penambahan indikator

fenolftalein.

Page 3: DISOLUSI OBAT

3

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

II.1 Teori Umum

Disolusi obat adalah suatu proses pelarutan senyawa aktif dari

bentuk sediaan padat ke dalam media pelarut. Pelarut suatu zat aktif sangat

penting artinya bagi ketersediaan suatu obat sangat tergantung dari

kemampuan zat tersebut melarut ke dalam media pelarut sebelum diserap

ke dalam tubuh. Sediaan obat yang harus diuji disolusinya adalah bentuk

padat atau semi padat, seperti kapsul, tablet atau salep (Ansel, 1985).

Agar suatu obat diabsorbsi, mula-mula obat tersebut harus larutan

dalam cairan pada tempat absorbsi. Sebagai contoh, suatu obat yang

diberikan secara oral dalam bentuk tablet atau kapsul tidak dapat

diabsorbsi sampai partikel-partikel obat larut dalam cairan pada suatu

tempat dalam saluran lambung-usus. Dalam hal dimana kelarutan suatu

obat tergantung dari apakah medium asam atau medium basa, obat tersebut

akan dilarutkan berturut-turut dalam lambung dan dalam usus halus. Proses

melarutnya suatu obat disebut disolusi (Ansel, 1985).

Bila suatu tablet atau sediaan obat lainnya dimasukkan dalam

saluran cerna, obat tersebut mulai masuk ke dalam larutan dari bentuk

padatnya. Kalau tablet tersebut tidak dilapisi polimer, matriks padat juga

mengalami disintegrasi menjadi granul-granul, dan granul-granul ini

mengalami pemecahan menjadi partikel-partikel halus. Disintegrasi,

deagregasi dan disolusi bisa berlangsung secara serentak dengan

melepasnya suatu obat dari bentuk dimana obat tersebut diberikan (Martin,

1993).

Kecepatan disolusi adalah suatu ukuran yang menyatakan

banyaknya suatu zat terlarut dalam pelarut tertentu setiap satuan waktu.

Page 4: DISOLUSI OBAT

4

Persamaan kecepatan menurut Noyes dan Whitney sebagai berikut (Ansel,

1993)

Jika proses disolusi untuk suatu partikel obat tertentu adalah cepat,

atau  jika obat diberikan sebagai suatu larutan dan tetap ada dalam tubuh

seperti itu, laju obat yang terabsorbsi terutama akan tergantung pada

kesanggupannya menembus menembus pembatas membran. Tetapi, jika

laju disolusi untuk suatu partikel obat lambat, misalnya mungkin karena

karakteristik zat obat atau  bentuk dosis yang diberikan , proses

disolusinya sendiri akan merupakan tahap yang menentukan laju dalam

proses absorbsi. Perlahan-lahan obat yang larut tidak hanya bisa diabsorbsi

pada suatu laju rendah, obat-obat tersebut mungkin tidak seluruhnya

diabsorbsi atau dalam beberapa hal banyak yang tidak diabsorbsi setelah

pemberian ora, karena batasan waaktu alamiah bahwa obat  bisa tinggal

dalam lambung atau saluran usus halus (Martin, 1993).

Pemikiran awal dilakukannya uji hancurnya tablet didasarkan pada

kenyataan bahwa tablet itu pecah menjadi lebih luas dan akan

berhubungan dengan tersedianya obat di dalam cairan tubuh. Namun

sebenarnya uji hancur hanya waktu yang diperlukan tablet untuk hancur di

bawah kondisi yang ditetapkan dan lewatnya partikel melalui saringan. Uji

ini tidak memberi  jaminan bahwa partikel-partilkel tersebut akan melepas

bahan obat dalam larutan dengan kecepatan yang seharusnya. Untuk itulah

sebabnya uji disolusi dan ketentuan uji dikembangkan bagi hampir seluruh

produk tablet (Martin, 1993).

Faktor yang mempengaruhi kecepatan disolusi (Martin, 1993):

1. Suhu

Meningginya suhu umumnya memperbesar kelarutan (Cs) suatu

zat yang bersifat endotermik serta memperbesar harga koefisien difusi

zat.

2. Viskositas

Page 5: DISOLUSI OBAT

5

Turunnya viskositas pelarut akan memperbesar kecepatan disolusi

suatu zat sesuai dengan persamaan Einstein. Meningginya suhu juga

menurunkan viskositas dan memperbesar kecepatan disolusi.

3. pH Pelarut

pH pelarut sangat berpengaruh terhadap kelarutan zat-zat yang

bersifat asam atau basa lemah. Untuk asam lemah, jika (H+) kecil atau

pH besar maka kelarutan zat akan meningkat. Dengan demikian,

kecepatan disolusi zat juga meningkat. Untuk basa lemah, jika (H+)

besar atau pH kecil maka kelarutan zat akan meningkat. Dengan

demikian, kecepatan disolusi juga meningkat.

4. Pengadukan

Kecepatan pengadukan akan mempengaruhi tebal lapisan difusi

(h). jika pengadukan berlangsung cepat, maka tebal lapisan difusi akan

cepat berkurang.

5. Ukuran Partikel

Jika partikel zat berukuran kecil maka luas permukaan efektif

menjadi besar sehingga kecepatan disolusi meningkat.

6. Polimorfisme

Kelarutan suatu zat dipengaruhi pula oleh adanya polimorfisme.

Struktur internal zat yang berlainan dapat memberikan tingkat

kelarutan yang berbeda juga. Kristal meta stabil umumnya lebih

mudah larut daripada bentuk stabilnya, sehingga kecepatan disolusinya

besar.

7. Sifat Permukaan Zat

Pada umumnya zat-zat yang digunakan sebagai bahan obat bersifat

hidrofob. Dengan adanya surfaktan di dalam pelarut, tegangan

permukaan antar partikel zat dengan pelarut akan menurun sehingga

zat mudah terbasahi dan kecepatan disolusinya bertambah.

Ada 2 metode penentuan kecepatan disolusi, yaitu (Martin, 1993):

a. Metode Suspensi

Page 6: DISOLUSI OBAT

6

Serbuk zat padat ditambahkan ke dalam pelarut tanpa pengontrolan

terhadap luas permukaan partikelnya. Sampel diambil pada waktu-

waktu tertentu dan jumlah zat yang larut ditentukan dengan cara yang

sesuai.

b. Metode Permukaan Konstan

Zat ditempatkan dalam suatu wadah yang diketahui luasnya

sehingga variable perbedaan luas permukaan efektif dapat diabaikan.

Umumnya zat diubah menjadi tablet terlebih dahulu, kemudian

ditentukan seperti pada metode suspensi.

II.2 Uraian Bahan

1. Alkohol (Dirjen POM, 1979 ; Dirjen POM, 1995)

Nama resmi : Aethanolum

Nama lain : Etanol

RM/BM : C2H6O/46,07

Rumus struktur : H H

H C C O H

H H

Pemerian : Cairan mudah menguap, jernih, tidak berwarna,

baunya khas dan menyebabkan rasa terbakar pada

lidah. Mudah menguap walaupun pada suhu rendah

dan mendidih pada suhu 78°. Mudah terbakar.

Kelarutan : Bercampur dengan air dan praktis bercampur

dengan semua pelarut organik.

Khasiat : Sebagai disinfektan

Kegunaan : Untuk membersihkan alat yang akan digunakan

Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat, jauh dari api

2. Asam salisilat (Dirjen POM, 1979)

Nama resmi : Acidum salicylicum

Nama lain : Asam salisilat

RM/BM : C7H6O3/138,12

Rumus struktur : COOH

Page 7: DISOLUSI OBAT

7

OH

Pemerian : Hablur ringan tidak berwarna atau serbuk berwarna

putih, hampir tidak berbau, rasa agak manis dan

tajam.

Kelarutan : Larut dalam 550 bagian air dan dalam 4 bagian

etanol (96%) P, mudah larut dalam kloroform P dan

dalam eter P.

Khasiat : Antifungi

Kegunaan : Sebagai sampel

Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik

3. Aqua destilata (Dirjen POM, 1979)

Nama resmi : Aqua destilata

Nama lain : Air suling

RM/BM : H2O/18.02

Rumus struktur : H O H

Pemerian : Cairan jernih, tidak berwarna, tidak berbau, tidak

mempunyai rasa

Kegunaan : Sebagai pelarut

Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik

4. Natrium hidroksida (Dirjen POM, 1979)

Nama resmi : Natrii hydroxydum

Nama lain : Natrium hidroksida

RM/BM : NaOH/40,00

Rumus struktur : Na O H

Pemerian : bentuk batang, butiran, massa hablur atau keeping,

kering, keras, rapuh dan menunjukkan susunan

hablur, putih, mudah meleleh basah. Sangat alkalis

dan korosif. Segera menyerap karbondioksida.

Page 8: DISOLUSI OBAT

8

Kelarutan : Sangat mudah larut dalam air dan dalam etanol

(95%) P

Khasiat : -

Kegunaan : Sebagai titran

Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik

5. Fenolftalein (Dirjen POM, 1995)

Nama resmi : Phenolftalein

Nama lain : Fenolftalein

RM/BM : C20H14O4/318,32

Struktur kimia :

Pemerian : Serbuk hablur putih, putih atau kekuningan, larut

dalam etanol, agak sukar larut dalam eter.

Kelarutan : Sukar larut dalam air, larut dalam etano (95%) P

Khasiat : -

Kegunaan : Sebagai indikator

Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik

Page 9: DISOLUSI OBAT

9

BAB III

METODE PRAKTIKUM

III.1 Alat dan Bahan

III.1.1 Alat

Gambar 1Alat Disolusi

Gambar 2Buret

Gambar 3Corong

Page 10: DISOLUSI OBAT

10

Gambar 4Disposable

Gambar 5Erlenmeyer

Gambar 6Gelas Beker

Page 11: DISOLUSI OBAT

11

Gambar 7Gelas Kimia

Gambar 8Gelas Ukur

Gambar 9Pipet

Gambar 10Statif

Gambar 11Vial

III.1.2 Bahan

Gambar 1Air Bebas CO2

Gambar 2Alkohol

Gambar 3Aluminium Foil

Page 12: DISOLUSI OBAT

12

Gambar 4Asam Salisilat

Gambar 5Fenolftalein

Gambar 6NaOH

Gambar 7Tissue

III.2 Cara Kerja

1. Disiapkan alat dan bahan yang akan digunakan.

2. Diisi bejana dengan 300 mL air bebas CO2.

3. Diatur termostat pada temperatur 37.5°C.

4. Dimasukkan asam salisilat sebanyak 1 g.

5. Dijalankan motor penggerak dengan kecepatan 50 rpm.

Page 13: DISOLUSI OBAT

13

6. Diambil sebanyak 10 mL air dari dalam bejana setiap selang waktu 1,

5, 10, 15, 20, 25 dan 30 menit setelah pengadukan. Setiap selesai

pengambilan sampel segera diganti dengan 10 mL air.

7. Ditentukan kadar asam salisilat yang larut dengan metode titrasi asam

basa menggunakan NaOH 0,05 N dan penambahan indikator

fenolftalein sebanyak 3 tetes sampai berubah warna menjadi pink

keunguan.

8. Dilakukan percobaan yang sama untuk pengadukan dengan kecepatan

100 rpm dan 150 rpm menggunakan NaOH 0,01 N.

Page 14: DISOLUSI OBAT

14

BAB IV

HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN

IV.1 Hasil Pengamatan

1. Tabel Pengamatan

a. 50 rpm

T Konsentrasi (MT) dM/dt

1

5

10

15

20

25

30

0,29

0,59

1,34

2,46

3,39

4,46

5,6

0,29

0,12

0,13

0,16

0,17

0,18

0,19

Σ 0,177

b. 100 rpm

T Konsentrasi (MT) dM/dt

1

5

10

15

20

25

30

0,25

1,30

2,9

4,6

5,6

6,6

7,5

0,25

0,26

0,29

0,31

0,28

0,26

0,25

Σ 0,27

Page 15: DISOLUSI OBAT

15

c. 150 rpm

T Konsentrasi (MT) dM/dt

1

5

10

15

20

25

30

0,29

0,57

1,1

1,8

2,7

3,8

4,8

0,29

0,11

0,11

0,12

0,14

0,15

0,16

Σ 0,154

IV.2 Pembahasan

Disolusi obat adalah suatu proses pelarutan senyawa aktif dari

bentuk sediaan padat ke dalam media pelarut. Pelarut suatu zat aktif sangat

penting artinya bagi ketersediaan suatu obat sangat tergantung dari

kemampuan zat tersebut melarut ke dalam media pelarut sebelum diserap

ke dalam tubuh. Sediaan obat yang harus diuji disolusinya adalah bentuk

padat atau semi padat, seperti kapsul, tablet atau salep (Ansel, 1985).

Agar suatu obat diabsorbsi, mula-mula obat tersebut harus larutan

dalam cairan pada tempat absorbsi. Sebagai contoh, suatu obat yang

diberikan secara oral dalam bentuk tablet atau kapsul tidak dapat

diabsorbsi sampai partikel-partikel obat larut dalam cairan pada suatu

tempat dalam saluran lambung-usus. Dalam hal dimana kelarutan suatu

obat tergantung dari apakah medium asam atau medium basa, obat tersebut

akan dilarutkan berturut-turut dalam lambung dan dalam usus halus. Proses

melarutnya suatu obat disebut disolusi (Ansel, 1985).

Pada percobaan menentukan kecepatan disolusi kali ini digunakan

sampel asam salisilat sebanyak 1 gr dengan cara pengadukan dan

menggunakan alat uji disolusi dengan media disolusinya yaitu air steril

Page 16: DISOLUSI OBAT

16

sebanyak 300 ml karena air merupakan komponen terbesar dalam tubuh

manusia. Hal pertama yang dilakukan yaitu dituang 300 ml air bebas CO2

dalam bejana, digunakannya air bebas CO2 agar NaOH tidak bereaksi

dengan CO2 didalam air karena sifat dari NaOH yaitu mudah mengikat

CO2 sehingga mempengaruhi titik akhir titrasi, kemudian dimasukkan 1 gr

asam salisilat kedalam bejana, dinyalakan alat uji disolusi pada suhu 300C

agar sesuai dengan suhu tubuh manusia, hal ini sebagai pembanding jika

obat tersebut berada dalam tubuh manusia. Dengan kecepatan 50 rpm, 100

rpm, 150 rpm, kemudian diambil larutan dalam bejana sebanyak 10 ml

dengan menggunakan disposible pada menit ke 1,5,10,15,20,25, dan 30

pada masing-masing rpm hal ini dilakukan untuk mengetahui pada menit

ke berapa sampel tersebut dapat terdisolusi dengan baik pada medium

pelarutnya. diimbangi dengan penambahan 10 mL air bebas CO2 kedalam

bejana sebagai pengganti larutan sampling dan agar volume larutan tetap

konstan.

Setelah dipipet larutan dengan menggunakan disposible kemudian

dimasukkan kedalam erlemeyer dan ditambahkan dengan indikator

phenoftalein sebanyak 3 tetes, kemudian dititrasi dengan larutan baku

NaOH. Untuk kecepatan 50 rpm menggunakan larutan NaOH 0,05 N,

sedangkan untuk yang 100 rpm dan 150 rpm menggunakan NaOH 0,01 N.

Dititrasi sampai larutan tersebut menjadi warna ungu dipindahkan ke

dalam botol vial yang telah disiapkan sebanyak 21 botol untuk masing-

masing rpm dan waktu. Diamati volume titran yang berkurang dan dicatat

sebagai data pengamatan. Dalam hal ini kecepatan pengadukan dan

lamanya pengadukan sangat berpengaruh. Pengaruh kecepatan

pengadukan terhadap kecepatan disolusi dibuktikan dengan menggunakan

kecepatan pada motor 50 rpm, 100 rpm, dan 150 rpm. Dari ke-3 kecepatan

tersebut, konsentrasi asam salisilat pada kecepatan 100 rpm memiliki nilai

paling tinggi dan tidak konstan dibandingkan dengan kecepatan 50 rpm

dan 150 rpm tapi hanya pada menit ke-5 sampai 10. Ini disebabkan oleh

selain kecepatan pengadukan juga dipengaruhi lamanya pengadukan.

Page 17: DISOLUSI OBAT

17

karena pada pengadukan dengan kecepatan 100 ppm, laju disolusi asam

salisilat dalam air lambat sehingga waktu yang dipelukan untuk

menjenuhkan asam salisilat lebih lama. Karenanya konsentrasi asam

salisilat dalam air semakin lama semakin meningkat. Selain itu disebabkan

pada kesalahan saat melakukan titrasi dimana buret yang digunakan untuk

titrasi tidak diletakkan dengan baik pada tempatnya sehingga

mempengaruhi perhitungan pada volume titran. Sedangkan nilai paling

konstan diperoleh dari kecepatan 150 rpm. Pada pengadukan dengan

kecepatan 50 rpm, konsentrasi asam salisilat dalam air tidak banyak

mengalami peningkatan. Hal ini dapat disebabkan karena laju disolusi

yang besar sehingga mempercepat tercapainya kondisi dimana asam

salisilat telah jenuh sehingga konsentrasi asam salisilat tidak banyak

mengalami peningkatan. Dari sini dapat dilihat bahwa semakin cepat

pengadukan semakin besar laju disolusi, begitu pula semakin lama

dilakukan pengadukan semakin besar pula laju disolusi.

Page 18: DISOLUSI OBAT

18

BAB V

PENUTUP

VI.1 Kesimpulan

Setelah melakukan percobaan maka dapat disimpulkan bahwa Laju

disolusi dari asam salisilat dalam air yaitu pada 50 rpm adalah 0,177, pada

100 rpm adalah 0,27 dan pada 150 rpm adalah 0,154. Faktor yang

mempengaruhi kecepatan disolusi yaitu pengadukan dan konsentrasi dari

larutan baku NaOH yang digunakan.

VI.2 Saran

1. Jurusan

Saran untuk jurusan yaitu sebaiknya menyediakan anggaran yang

lebih besar untuk laboratorium agar alat-alat yang ada di dalam

laboratorium lengkap dan dapat digunakan dengan maksimal oleh

praktikan.

2. Laboratorium

Saran untuk laboratorium, sebaiknya alat-alat yang ada di

laboratorium lebih diperhatikan dan dirawat lagi agar saat praktikum

bisa dipergunakan dengan baik dan maksimal tanpa ada kekurangan.

3. Praktikan

Saran untuk praktikan yaitu, praktikan harus teliti dalam melakukan

percobaan dan berhati-hati memakai peralatan-peralatan agar tidak tejadi

kecelakaan dalam percobaan dan tidak ribut ketika sedang melakukan

percobaan.

Page 19: DISOLUSI OBAT

19

DAFTAR PUSTAKA

Ansel, H.C., 1989. Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi. Jakarta: Universitas Indonesia Press.

Dirjen POM. 1979. Farmakope Indonesia Edisi III. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia.

Dirjen POM. 1995. Farmakope Indonesia Edisi IV. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia.

Gennaro, dkk., 1990. Rennington’s Pharmaceutical Sciensces Edisi 18th. Pensylvania, Easton: Marck Publishing Company.

Martin, A., 1993. Farmasi Fisika Edisi III. Jakarta: Universitas Indonesia Press.

Martin, A., 2008. Farmasi Fisika Jilid II. Jakarta: Universitas Indonesia Press.